faktor faktor yang mempengaruhi buang air besar ...repository.utu.ac.id/663/1/bab i_v.pdf · faktor...
Post on 28-Jul-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUANG AIR
BESAR SEMBARANGAN PADA MASYARAKAT DI DESA
PANTON BAYAM KECAMATAN BEUTONG
KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
SABDAN HUSAINI
09C10104007
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUANG AIR
BESAR SEMBARANGAN PADA MASYARAKAT DI DESA
PANTON BAYAM KECAMATAN BEUTONG
KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
SABDAN HUSAINI
09C10104007
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
ii
ABSTRAK
Sabdan Husaini. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Buang Air Besar
Sembarangan Pada Masyarakat Di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong
Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014. Di bawah bimbingan Marniati, SKM,
M.Kes dan Maiza Duana, SKM.
Menurut World Health Organization (WHO) bahwa salah satu negara yang
masih banyak melakukan buang air besar sembarangan (BABs) yaitu Indonesia.
Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia, sekitar 78 juta penduduk Indonesia
masih melakukan praktek/ BABs. Desa Panton Bayam merupakan salah satu
perkampungan yang terletak di Kecamatan Beutong Berdasarkan data yang di
peroleh dari desa semua masyarakat desa Panton Bayam melakukan buang air
besar yaitu di sungai, parit, semak-samak maupun di tempat lainnya.
Tujuan penelitian in untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
BABs pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong. Jenis
penelitian ini kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain penelitian cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang
bertempat tinggal di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong yang berjumlah
359 responden, pengambilan sampel adalah dengan mengunakan teknik cluster
sample yang berjumlah 78 responden, dapat dianalisis dengan univariat dan
bivariat dengan uji chi square dan melihat nilai Odds Rasio (OR).
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan buang air besar sembarangan (P.Value
0,022 < α=0,05) dengan OR = 4,235. Sedangkan sikap didapat bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sikap dengan buang air besar sembarangan
dengan nilai (P.Value 0,030 < α=0,05) dengan OR = 6,714. tindakan yaitu
terdapat hubungan antara tindakan dengan buang air besar sembarangan dengan
nilai (P.Value 0,025 < α=0,05). dengan OR = 16,36 Sedangkan sarana yaitu
terdapat tidak hubungan yang bermakna antara sarana dengan buang air besar
sembarangan (P.Value 0,078 > α=0,05) dengan OR = 0,750.
Disarankan bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang
cara buang air besar, sikap dan tindakan untuk tidak BABs.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Buang Air Besar Sembarangan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) bahwan salah satu negara
yang masih banyak melakukan Buang air besar sembarangan (BABs) yaitu
Indonesia. Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk yang
melakukan buang air besar sembarangan (BABs) setelah Cina dan India. Bahkan
menurut data WHO, sekitar 78 juta penduduk Indonesia masih melakukan
praktek Buang air besar (BAB) di sembarang (WHO, 2013).
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan
Nasional. Pembangunan kesehatan di selenggarakan dengan memberikan prioritas
kepada upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit di samping
penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Derajat
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku dan
keturunan. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap
kesehatan individu dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan dan perilaku masyarakat dapat merugikan kesehatan baik
masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang di sebabkan karena kurangnya
pengetahuan dan kemampuan masyarakat di bidang kesehatan, ekonomi, maupun
teknologi. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan tersebut
2
adalah penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga, kondisi rumah dan
kondisi lingkungan pemukiman (Depkes RI, 2005).
Buang air besar (BAB) sembarangan merupakan suatu tindakan yang
kurang baik bagi setiap orang, dimana hal tersebut bisa merugikan diri sendiri,
baik dari segi kesehatan maupun situasi lingkungan tempat tinggal sekitarnya
(Zulfandi, 2009).
Buang air besar sembarangan (BABs) adalah salah satu penyebab utama
lingkungan kesehatan tidak sehat, salah satu akan terjangkit penyakit diare, gatal-
gatal, typhus muntah berak, disentri, cacingan dan berbagai jenis penyakit lainnya.
Hal ini di karenakan oleh perilaku masyarakat seperti yaitu setelah buang air besar
biasanya tidak cuci tangan, atau dihinggapi lalat yang akhirnya ke makanan
(Asnawi, 2010).
Berdasarkan data dari Bappenas RI mengatakan, sampai tahun 2013
kurang lebih ada 42 juta masyarakat Indonesia yang masih buang air besar
sembarangan (BABs). Jumlah tersebut tersebesar di seluruh Indonesia. Berbagai
hal menjadi penyebab kebiasaan ini masih dilakukan, mulai dari tidak punya toilet
hingga tidak terbiasa menggunakan kamar kecil. Hal ini bisa berakibat terhadap
dampat lingkungan dan sanitasi lingkungan tidak baik (Bappenas RI, 2013).
Salah satu masalah sanitasi dan air bersih adalah, masih banyaknya orang-
orang yang buang air besar sembarangan (BABs) di sungai. Padahal, perilaku
tidak sehat ini, bisa menyebabkan beberapa masalah kesehatan dan risiko
penyakit. Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan,
Drh. Wilfried H. Purba mengatakan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
3
(Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-40 juta orang yang buang air besar
sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai jamban seperti WC, namun
masih membuang kotorannya ke sungai. Padahal menurutnya, seharusnya
masyarakat membuat septiktank, jadi tidak membuang kotorannya ke sungai.
Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan
ke sungai adalah Escherichia col. Itu merupakan penyakit yang membuat orang
terkena diare. Setelah itu bisa menjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun
maka masuklah penyakit-penyakit lain ( Depkes RI, 2012 )
Berdasarkan penetapan untuk pencapaian terwujudnya sanitasi dasar
(jamban) dalam Millennium Development Goals (MDGs) yaitu mencapai 100%
pada tahun 2015, sanitasi merupakan peringkat ke 7 dalam Millennium
Development Goals (MDGs). Penetapan ini untuk mendorong masyarakat, demi
terwujudnya program dan peningkatan kepedulian masyarakat untuk memiliki
jamban dan penggunaan jamban (Depkes, RI, 2013).
Sementara menurut penelitian yang dilakukan oleh (Mutmainna, 2009)
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan
buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit, seperti: diare, typhus muntaber, disentri, cacingan
dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada
sumber air dan bau busuk serta estetika. Menurut data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) (2013), sebagian masyarakat yang tidak memiliki fasilitas
pembuangan tinja melakukan buang air besar (BAB) di kolam/sawah (0,15%),
sungai (8,55%), lubang tanah (3,34%), tanah lapang/kebun (38,87%), dan lainnya
4
(0,34%). Data-data tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi sanitasi
khususnya terkait perilaku masyarakat Kecamatan Tabongo Kabupaten
Gorongtalo dalam buang air besar sembarangan (BABs) masih rendah, sehingga
perlu di tingkatkan untuk mencapai target pemerintah pusat terkait sanitasi dalam
RPJMN (Rencana Pembanguanan Jangka Menengah Nasional)
Sanitasi lingkungan di Indonesia pada umumnya dan Propinsi Aceh pada
khususnya masih belum mencapai kondisi sanitasi yang memadai. Kebutuhan
sanitasi dasar belum tercapai seperti pembangunan tempat pembuangan kotoran
manusia. Fasilitas pembuangan tinja/pembuangan kotoran manusia yang
memenuhi syarat kesehatan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan.
Berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Aceh bahwa
tahun 2013 menunjukkan 36,83% masyarakat aceh yang BAB di rumah sendiri,
dan sebanyak 12,90% untuk bersama dan sebanyak 6,98% yang umum. Jadi
masih ada 43,29% tidak memiliki fasilitas buang air besar, sehingga dapat di
katakan bahwa cakupan jamban untuk Propinsi Aceh tahun 2013 baru mencapai
56,71%. Padahal cakupan jamban harus mencapai 100% atau semua masyarakat
harus memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan dirumah
( Dinkes Propinsi Aceh, 2013).
Sementara berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Nagan Raya tahun 2013, terdapat 62,2% yang memiliki jamban,
53,3% yang memiliki pengolahan air limbah dan rumah tangga yang berperilku
hidup bersih dan sehat (PHBS) terdapat 87,1%. Panton Bayam merupakan salah
satu perkampungan yang terletak di Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya,
5
dengan jumlah penduduk sebanyak 142.861 jiwa dan Desa Panton Bayam
Memiliki 92 KK dengan jumlah dusun 3 dusun yang terdiri dari dusun Petuasyam
28 KK, dusun T.Rajamanee 30 KK, dusun Agoi 33 KK. Desa Panton Bayam
yang tinggal di pinggir sungai memiliki kebiasaan Buang Air Besar Sembaranagn
(BABs) di sungai. Berdasarkan data yang di peroleh dari desa semua masyarakat
desa Panton Bayam melakukan buang air besar yaitu di sungai, parit, dan semak-
samak maupun di tempat lainnya. Hal ini dapat berdampak pada perilaku
masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat seperti di pesisir pantai,
pinggiran sungai serta di semak-semak bukan hal yang baru lagi karena luasnya
lahan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk membuang tinja atau faces
(Puskesmas Beutong dan Profil Gampong Panton Bayam, 2013)
Dari hasil observasi awal kondisi di lapangan diperoleh gambaran bahwa
sebagian besar masyarakat memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam
menggunakan jamban. Dimana sesuai hasil pengamatan awal yang telah di
lakukan memperlihatkan bahwa perilaku buang air besar pada masyarakat yang
tidak mempunyai jamban, sebagian besar masyarakat Panton Bayam melakukan
buang air besar semabarangan di sungai dan kolam, persawahan atau kebun. Hal
yang mendasari masyarakat yang tidak mempunyai jamban adalah sosial
ekonomi yang rendah dan lahan terbatas yang berada di dalam rumah. Terdapat
sebagian kecil masyarakat yang memiliki kesadaran dalam membuang kotoran di
jamban. Intinya adanya perbedaan perilaku masyarakat tersebut timbul karena
kurangnya kesadaran yang baik dalam membuang kotoran atau tinja dengan
menggunakan jamban keluarga.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan berikut
adalah bagaimana "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Buang Air Besar
Sembarangan Pada Masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong
Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014".
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar
sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan
Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan yang
mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
2. Untuk Untuk mengetahui hubungan antara faktor sikap yang
mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
3. Untuk mengetahui hubungan antara faktor tindakan yang mempengaruhi
buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
7
4. Untuk mengetahui hubungan antara faktor sarana jamban yang
mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
1.4 Hipotesa Penelitian
1. Ha : Ada hubungan antara faktor pengetahuan yang mempengaruhi buang
air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
Ho : Tidak ada hubungan antara faktor pengetahuan yang mempengaruhi
buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
2. Ha : Ada hubungan antara faktor sikap yang mempengaruhi buang air
besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam
Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
Ho : Tidak ada hubungan antara faktor sikap yang mempengaruhi buang
air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
3. Ha : Ada hubungan antara faktor tindakan yang mempengaruhi buang air
besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa Panton Bayam
Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
Ho : Tidak ada hubungan antara faktor tindakan yang mempengaruhi
buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa
8
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
4. Ha : Ada hubungan antara faktor sarana jamban yang mempengaruhi
buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
Ho : Tidak ada hubungan antara faktor sarana jamban yang mempengaruhi
buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun
2014.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar
sembarangan pada masyarakat, masyarakat juga bisa memahami bahaya
buang air besar sembarangan.
2. Bagi instansi kesehatan sebagai bahan masukkan untuk memperoleh
informasi tentang buang air besar pada masyarakat, demi meningkatkan
derajat kesehatan, dan juga untuk merencanakan program tentang buang
air besar pada masyarakat dan juga untuk menambah wawasan bagi
petugas kesehatan agar lebih memperhatikan tentang pentingnya
pengetahuan mengenai buang air besar sembaragan, agar masyarakat lebih
9
memperhatikan dan berperilaku baik dalam buang air besar seperti di
jamban keluarga maupun jamban umum yang sudah tersedia.
1.5.2 Manfaat Teoritis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya
dan bahan bacaan bagi orang banyak tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi buang air besar sembarangan pada masyarakat.
2. Bagi Penulis
Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah
pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian, seperti tentang
pangetahuan, sikap, dan tentang faktor-faktor lain.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan awal dalam melakukan penelitian selanjutnya yang
berhubungan faktor-faktor yang mempengaruhi buang air besar
sembarangan pada masyarakat di Desa Panton Bayam Kecamatan
Beutong Kabupaten Nagan Raya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buang Air Besar
2.1.1 Pengertian
Menurut (Becker 1987 dalam Notoatmodjo 2007) buang air besar adalah
pembuangan tinja atau feses dilakukan setiap orang. Sedangkan buang air besar
sembarangan (BABs) adalah kegiatan seseorang dalam pembuangan fases atau tinja
di sembarang tempat seperti di pesisir pantai, pinggiran sungai serta di semak-
semak bukan hal yang baru lagi karena luasnya lahan yang dapat dijadikan
sebagai tempat untuk membuang tinja atau fases yang bisa berdapat terhadap
derajat kesehatan.
2.1.2 Mekanisme Buang Air Besar
Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh, akan di cerna oleh organ
pencernaan. Selama proses pencernaan makanan di hancurkan menjadi zat-zat
sederhaa yang dapat diserap dan di gunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian
sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja , urine atau gas
karbondioksida. Akhir dari proses pencernaan yang di keluarkan berupa tinja di sebut
buang air besar (Notoatmodjo, 2003).
Seseorang yang mempunyai kebiasaan teratur, akan merasa kebutuhan
membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Hal ini di sebabka
oleh reflek gastro kolika yang biasanya bekerja sesudah sarapan pagi. Makanan yang
sudah sampai lambung akan merangsang peristaltic di dalam usus, merambat ke
kolon sisa makanan yang dari hari sebelumnya, yang waktu malam mencapai sekum,
11
mulai bergerak isi kolon dan terjadi persaan di daerah perineum. Tekanan intra
abdominal bertambah dengan penutupan glottis, kontraksi diafragma dan otot
abdominal, spinter anus mengendor, dan kerjanya berakhir. Kerja defekasi
dipengaruhi oleh faktor kebisaan (Notoatmodjo, 2003).
Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi, sebelum
kesibukan hari tertunda menyebabkan konstipasi (sembelit). Beberapa orang buang
air besar sebelum sarapan pagi, atau ada juga yang sesudahnya. Ada yang harus
keluar rumah pagi-pagi buang air besar setelah pulang kerja, ada pula yang pada
malam hari karena mmebutuhkan waktu yang tenang untuk memenuhi kebutuhannya.
Ada yang satu kali sehari, ada yang lebih sering, yang lain lagi dua hari sekali atau
dengan jangka waktu lebih panjang. Jadi frekuen buang air besar tiap orang berbeda-
beda. Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330 gram
sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, gram, zat besi,
selulosa dan sisa zat makanan lain yang tidak larut dalam air (Notoatmodjo, 2007).
2.1.3 Permasalahan Buang Air Besar dan Akibat yang ditimbulkan
Sejak dahulu sampai kapan pun, masalah pembuangan ktoran manusia selalu
menjadi perhatian kesehatan lingkungan. Dengan pertambahan penduduk yang tidak
sebanding dengan area pemukiman. Masalah pembuangan tinja semkin meningkat
tinja merupakan sumber penyebaran penyakit yang multi kompleks yang harus sedini
mungkin diatasi pembuangan tinja yang tidak sanitasi dapat menyebabkan berbagai
penyakit, karenanya perilaku buang air besar sembarangan, sebaiknya segera
dihentikan. Keluarga masih banyak yang berperilaku tidak sehat dengan buang air
besar di sungai. Pekarangan rumah atau tempat-tempat yang tidak selayaknya. Selain
mengganggu udara segar karena bau yang tidak sedap juga menjadi peluang awal
12
tempat berkembangnya vektor penyebab penyakit akibat kebiasaan perilaku manusia
sendiri (Notoatmodjo, 2003).
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan pembuangan tinja dengan disertai
cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-
penyakit yang di tularkan melalui tinja. Untuk mencegah sekurangkurangya
mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran
manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat (Notoatmodjo, 2003)
2.2 Jamban, dan Kotoran Manusia
2.2.1 Pengertian
Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang
harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap kelu arga. Pembuangan kotoran yang
baik harus dibuang kedalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban.
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat tertentu
dan tidak menjadi sarang penyakit (Notoatmodjo, 2007)
Menurut Soemardji (2003) arti pembuangan tinja adalah pengumpulan
kotoran manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang
ada pada kotoran manusia mengganggu estetika. Berarti jamban keluarga sangat
berguna bagi kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya
bermacam penyakit yang di sebabkan oleh kotoran yang tidak dikelola baik
Jamban atau sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat adalah upaya
penyehatan lingkungan pemukiman. Sarana jamban yang tidak saniter berperan
terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Kotoran Manusia ialah segala
13
benda atau zat yang dihasilkan oleh tubuh dan dipandang tidak berguna lagi
sehingga perlu dibuang (Notoatmodjo, 2010)
2.2.2 Pengaruh Tinja bagi Kesehatan Manusia
Kualitas tinja seseorang dipengaruhi oleh keadaan setempat, selain fakor
fisiologis, juga budaya dan kepercayaan. Ada perbedaan dari isi tinja yang
dihasilkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Isi dan komposisi tinja tergantung
dari beberapa faktor yaitu diet, iklim, dan status kesehatan (Sukarni, 2000).
Tinja manusia ialah buangan padat yang kotor dan bau juga media
penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme
pathogen yang dibawa air, makanan, lalat menjadi penyakit seperti: salmonella,
vibriokolera, amuba, virus, cacing, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dll. Kotoran
mengandung agen penyebab infeksi masuk saluran pencernaan (Warsito,2001).
Penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran manusia bisa di golongkan yaitu :
Penyakit Enteric atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun. Penyakit
infeksi oleh virus seperti Hepatitis infektiosa Infeksi cacing seperti schitosomiasis,
ascariasis, ankilostosomiasis Hubungan antara pembuangan tinja dengan status
kesehatan penduduk bisa langsung dan tak langsung. Efek langsung bisa
mengurangi incidence penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja
seperti kolera, disentri, typus,dsb Efek tidak langsung dari pembuangan tinja
berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi
higiene lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial masyarakat
14
dengan mengurangi pencemaran tinja manusia pada sumber air minum penduduk
( Kusnoputranto,2006).
2.2.3 Mata Rantai Penularan Penyakit oleh Tinja
Manusia merupakan sumber penting dari penyakit, penyakit infeksi yang
ditularkan oleh tinja merupakan salah satu penyebab kematian.
Gambar 2.1 Mata rantai Penularan
(Sumber : Azwar, 2000 )
Skema rantai penularan penyakit diatas menunjukkan banyak jalan
penyakit mencari sumber baru. Penyakit yang ditularkan tinja manusia bisa
menyebabkan kelemahan karena manusia sebagai reservoir dari penyakit yang
bisa menurunkan produktifitas kerja. Akibat mata rantai penyakit oleh tinja perlu
di lakukan tindakan pencegahan agar penyakit tidak menular. Pencegahan itu
memutuskan mata rantai penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan
mengisolasi tinja dengan jamban yang saniter. Rintangan sanitasi ini mencegah
kontaminasi tinja sebagai sumber infeksi pada air, tangan dan serangga. (Azwar,
2000).
2.2.4 Penyakit Yang Di Sebabkan Oleh Tinja
Sebagian di antaranya merupakan mikroba patogen seperti :
Tinja
Tangan
Air
Lalat
Tanah
Makanan dan
minuman
Pejamu
( Host )
Mati
Sakit
15
1. Bakteri Salmonela Typhi (penyebab demam tifus), adalah bakteri
penyebab penyakit infeksi sistemik yaitu demam tifoid, menyerang
manusia dengan masuk ke saluran pencernaan dan melalui aliran
peredaran darah masuk kehati dan limpa.
2. Bakteri Vibrio Cholerae (penyebab kolera, hepatitis A, dan polio) adalah
penyakit menular di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium
Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air
minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan
memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama kerang. Gejalanya
termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi. Kematian
biasanya disebabkan oleh dehidrasi. Tinja manusia mengandung puluhan
miliar mikroba, termasuk bakteri koil-tinja. Tifus mencapai 800
kasus/100.000 penduduk, tertinggi di seluruh Asia. Diare mencapai 300
kasus/1000 penduduk. Polio masih dijumpai di Indonesia walau di
negara lain sudah sangat jarang.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Buang Air Besar Sembarangan
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaraan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kongnitif merupakan dominan yang
16
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Green,
2004 dalam Notoatmojo, 2007).
Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal
menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Erfand, 2009).
1. Tingkat Pengetahuan
Menurut Green (2004) dalam Notoatmodjo (2007) pengetahuan didalam
domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan yaitu
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dengan
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. Pada keluarga
yang mempunyai penderita hipertensi diharapkan dapat mengetahui gejala-
gejala dan penyebab lain dari penyakit hipertensi kepada orang lain serta
untuk dirinya sendiri.
17
b. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Hal ini diharapkan keluarga dapat
menjelaskan alasan dari mengapa perlu adanya tindakan perawatan pada
penderita hipertensi.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebaga i kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Pada keluarga yang
mempunyai penderita hipertensi diharapkan dapat melakukan tindakan
pencegahan apabila terjadi komplikasi.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
Dimana keluarga dapat mengetahui tentang perawatan pada penderita hipertensi
sesuai dengan kondisi agar taraf kesehatannya dapat terjaga dengan baik.
e. Sinthesis (synthesis)
18
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Dimana keluarga dapat menyusun suatu
program pengobatan yang merupakan bagian dari tindakan perawatan dengan
menyusun rencana menu, jadwal pemeriksaan, agar tekanan darah dapat
terkontrol
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Green (2004) dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan
penghuni asrama dalam menjaga kesehatan individu dalam pencegahan terjadi
keluhan penyakit maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha
kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki
nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit. Pengetahuan dalam
penelitian ini adalah menyangkut pengetahuan tentang personal hygiene ,penyakit
kulit, sanitasi dasar, dan bagaimana syarat kesehatan asrama.
2. Indikator Pengetahuan
Ada beberapa indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang,
yaitu sebagai berikut :
19
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit,
gejala dan tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari pengobatan,
cara penularan dan cara pencegahan penyakit.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
meliputi jenis makanan-makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi
kesehatan, pentingnya olah-raga bagi kesehatan, bahaya merokok, minuman
keras, narkoba, pentingnya istirahat yang cukup, relaksasi dsb.
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih, cara
pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan, penerangan rumah
yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi kesehatan.
2.3.2 Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap sesuatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang ditutup.
dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Menurut Green (2004) dalam
Notoatmodjo (2007), bahwa sikap itu merupakan sikap atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Ada beberapa tingkatan
dalam sikap, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan subjek.
b. Merespon (Responding)
20
Memberikan apabila ditanya, mengajarkan dan menyelesaikan tugas
diberika adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengajarkan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang tersebut menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko.
Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan
pengetahuan kesehatan.
1. Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Menurut Erfand (2009) ada 4 hal penting yang menjadi determinan (faktor
penentu) sikap individu yaitu :
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis seseorang akan ikut menentukan bagaimana sikap
seseorang. Berkaitan dengan ini adalah faktor umur dan kesehatan. Pada
umumnya orang muda sikapnya lebih mengikuti kemauannya (egonya)
daripada sikap orang yang lebih tua, sedangkan orang dewasa sikapnya
lebih moderat. Dengan demikian masalah umur akan berpengaruh pada
21
sikap seseorang. Orang yang sering sakit lebih bersikap tergantung
daripada orang yang tidak sakit.
b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap
Sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman
langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap tersebut.
c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan merupakan faktor yang penting dalam sikap seseorang,
karena kerangka acuan ini akan berperan terhadap objek sikap. Bila
kerangka acuan tidak sesuai dengan objek sikap, maka orang mempunyai
sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.
d. Faktor komunikasi sosial
Faktor komunikasi sosial yang berwujud informasi dari seseorang kepada
orang lain dapat menyebabkan perubahan sikap yang ada pada diri orang
yang bersangkutan.
2.3.3 Tindakan (Practice)
Tindakan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat
diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana
tindakan terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),
Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2007).
Faktor penentu atau determinan tindakan manusia sulit untuk dibatasi
karena tindakan merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor, baik internal
maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya tindakan manusia dapat
22
terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek
tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi tindakan
manusia (Notoatmodjo, 2007).
Tindakan ini mempunyai beberapa tingakatan yang di jelaskan di atas
yaitu:
1. Persepsi (perception) : Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response) : Dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (mecanism) : Apabila seseorag telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar dan otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adopsi (adoption) : Adaptasi adalah sesuatu praktis atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik.
2.3.4 Pendidikan
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh
terhadap kondisi psikologis seseorang. Semakin tinggi pendidikan maka semakin
tinggi realita dan koping yang digunakan untuk mengatasi masalah (Oakley,
2008). Sementara menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa melalui
pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat
membuat keputusan yang lebih baik dalam bertindak. Tingkat pendidikan
dipercaya mempengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang
tinggi memungkinkan seseorang mengetahui atau mengenal gejala awal dari
suatu penyakit, sehingga berkeinginan segera untuk mendapat perawatan.
23
Pendidikan adalah suatu proses penerapan konsep-konsep sesuai dengan
bidang. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti.
Dibidang pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau
perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, lebih matang pada diri individu,
kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Badan Pusat Statistik (2009) pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri.
Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima dan mengembangkan
pengetahuan dan teknologi. Pendidikan tinggi mempunyai kecenderungan lebih
teratur berobat dibandingkan denga yang pendidikan rendah.
Menurut Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik
(2009), bahwa tinggkat pendidikan terdiri dari :
1. Pendidikan dasar : SD, SLB, MI, dan SLTP umum/kejuruan.
2. Pendidikan menengah : SMU, SMA, SMK, dan yang setara termasuk
SMK yang dikelola oleh Depertemen selain Depdiknas.
3. Pendidikan tinggi :
a. Program gelar : tekanan pada pembentukan keahlian akademik
seperti Sarjana muda, S1, S2 dan S3.
b. Program non gelar : Diploma I, Diploma II, Diploma III, Diploma
IV dan pendidikan Spesialis I serta pendidikan Spesialis II.
2.3.5 Sarana
Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang
berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam
24
rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban
keluarga atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang dipergunakan
untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC dan
memenuhi syarat jamban sehat atau baik. Manfaat jamban keluarga adalah untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit dan kotoran manusia ( Salimmadjid, 2009 ).
1. Menentukan letak pembuangan kotoran
Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus
memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Kita perlu
mempertimbangkan jarak dari tempat pembuangan kotoran ke sumber-sumber
air terdekat. Pertimbangan jarak yang harus diambil antara tempat pembuangan
kotoran dan sumber air, kita harus memperhatikan bagaimana keadaan tanah,
kemiringannya, permukaan air tanah, pengaruh banjir pada musim hujan, dan
sebagainya ( Mubarak, 2009 )
2. Beberapa macam tempat pembuangan kotoran
Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-
macam tempat pembuangan kotoran:
a. Jamban cemplung
Bentuk kakus ini adalah yang paling sederhana yang dapat dianjurkan
kepada masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang
mempergunakan kakus macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh
kedalam tempat penampungan (Mubarak, 2009 ).
b. Jamban plengsengan
Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti
miring. Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat
25
penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi,
tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat
penampungan, tetapi agak jauh.
c. Jamban bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan mempergunakan Bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan
yang disebut “Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang
tentu lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan
lubang yang digali seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan,
karena diameter jamban bor jauh lebih kecil.
d. Angsatrine (Water Seal Latrine)
Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang
suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini
berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat
penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu
terdapat dalam bagian yang melengkung.
e. Jamban di atas balong (Empang)
Membuat jamban di atas Balong (yang kotorannya dialirkan ke
balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit
untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Sebelum kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang
harapkan, dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan
tertentu ( Mubarak, 2009 ), antara lain :
a. Air dari balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi
26
b. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh
di air
c. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong
tersebut atau yang sejajar dengan jarak 15 meter
d. Aman dalam pemakaiannya
f. Jamban septic tank
Jamban Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan
secara anaerobic. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam
pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman
pembusuk yang sifatnya anaerobic. Septic tank bisa terjadi dari dua ba atau
lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian
rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang),
sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut (
Mubarak, 2009 ). Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut : ( Notoatmodjo, 2007 ).
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekelilingi jamban tersebut
2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah dan di sekitarnya
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan
binatang
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desaianya
8. Murah
27
Agar persyaratan–persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan
antara lain :
1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung
dari panas dan hujan, sehingga binatang – binatang lain terlindung dari
pandangan orang dan sebagainya.
2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat
berpijak yang kuat dan sebaiknya.
3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
menganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.
4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau sikat WC
(Notoatmodjo, 2003 ).
2.4 Kerangka Teoritis Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Teoritis (Green, 2004 dalam Notoadmodjo, 2007)
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka dalam penelitian ini yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi buang air besar sembarangan pada masyarakat di Desa Panton
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
4. Pendidikan
Faktor Enabling
1. Sarana –
sarana
kesehatan
Faktor Reinforcing
1. Penyuluhan
tenaga
kesehatan
Buang Air Besar
Sembarangan
28
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 yaitu di pengaruhi
oleh pengetahuan, sikap, tindakan dan sarana yang dikemukakan oleh Green
(2004) dalam Notoadmodjo (2007) bertitik tolak pada kerangka diatas, penulis
mencoba membuat kerangka secara sistematis yaitu sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
sarana
Buang Air Besar
Sembarangan
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain
penelitian cross sectional bertujuan untuk menganalisis dan melihat Faktor-faktor
yang mempengaruhi buang air besar sembarangan (BABs) pada masyarakat di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014
(Notoadmodjo, 2005).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong
Kabupaten Nagan Raya. (kerena di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong
Kabupaten Nagan Raya masih banyak yang buang air besar sembarangan
(BABs) disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kepedulian
dalam kesehatan).
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan sejak tanggal 22 s/d 25 April 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang bertempat
30
tinggal di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya
yang berjumlah 357 responden. Dari jumlah tersebut terdapat tiga dusun yaitu :
No Nama Dusun Jumlah KK Populasi
1. Peutuasyam 28 115
2. T. Rajamanee 30 116
3. Agoi 33 128
Total 92 359
3.4.2 Sampel
Adapun teknik yang di pakai dalam pengambilan sampel adalah dengan
mengunakan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan sampel secara
acak dan kelompok atau profesional sesuai dengan tujuan penelitian, sedangkan
untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus slovin dikutip dari
Notoadmodjo (2005) sebagai berikut:
n = N
1+ N (d2)
Keteragan :
N: Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1).
n = N
1+ N (d2)
n = 359
1+ 359 (0,01)
n = 359
1+ 3,59
n = 359
4,59
n = 78,21 di bulatkan menjadi 78 responden.
31
Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah 78 responden. Untuk menentukan atau pemilihan sampel
pada setiap dusun dihitung dengan rumus professional sampling (Arikunto, 2006).
1. Dusun Peutuasyam
Jumlah dusun x sampel = 115 x 78 = 24,98 dibulatkan 25 orang
Populasi 359
2. Dusun .T. Rajamanee
Jumlah dusun x sampel = 116 x 78 = 25,20 dibulatkan 25 orang
Populasi 359
3. Dusun Agoi
Jumlah dusun x sampel = 128 x 78 = 27,81 dibulatkan 28 orang
Populasi 359
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian dengan
menggunakan metode wawancara dan observasi pada setiap responden yang
menjadi sampel dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan secara langsung.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang dipeoleh secara tidak langsung dari Dinas Kesehatan,
Puskesmas, Kantor Keuchiek serta literature-literatur lainnya yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian.
32
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan
atas suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur. Definisi operasional ini
memberikan informasi yang diperlukan untuk mengukur variabel yang akan
diteliti. Dengan kata lain, definisi operasonal adalah definisi yang dibuat oleh
peneliti itu sendiri (Arikunto, 2006 ).
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala
Ukur Ukur Ukur Ukur
Variabel Independen
1.Pengetahuan Hasil tahu responden Wawancara Kuesioner 1. Baik Ordinal
terhadap buang air 2. Kurang
besar sembarangan
2.Sikap Tanggapan responden Wawancara Kuesioner 1. Baik Ordinal
terhadap buang air 2. Kurang
besar sembarangan Baik
3.Tindakan Tindakan (praktek) Wawancara Kuesioner 1. Mendukung Ordinal
responden 2. Tidak
terhadap buang air Mendudung
besar sembarangan
4.Sarana Segala jenis Wawancara Kuesioner 1. Mengetahui Ordinal
Jamban peralatan, fasilitas, ` 2. Tidak
yang tersedia Mengetahui
Variabel Dependen
1. Buang Sesuatu tindakan atau Wawancara Kuesioner 1. Ya Ordinal
Air Besar proses masyarakat 2. Tidak
Sembarangan untuk membuang
kotoran atau tinja dari
sistem pencernaan
33
3.6. Cara Pengukuran Variabel
1. Pengetahuan
Baik : Jika responden menjawab benar dengan skor ≥ 3dari pertanyaan
yang di ajukan.
Kurang Baik : Jika responden menjawab benar dengan skor < 3 dari pertanyaan
yang di ajukan
2. Sikap
Baik : Jika responden menjawab benar dengan skor ≥ 4 dari
pertanyaan yang di ajukan.
Kurang Baik : Jika responden menjawab benar dengan skor < 4 dari
pertanyaan yang di ajukan.
3. Tindakan
Mendudung : Jika responden menjawab benar dengan skor ≥ 4 dari
pertanyaan yang diajukan.
Tidak Mendukung : Jika responden menjawab benar dengan skor < 4 dari
pertanyaan yang di ajukan.
4. Sarana Jamban
Mengetahui : Jika responden menjawab benar dengan skor ≥ 3 dari
pertanyaan yang di ajukan.
Tidak Mengetahui : Jika responden menjawab benar dengan skor < 3 dari
pertanyaan yang di ajukan.
34
5. Buang Air Besar Sembarangan
Ya : Jika responden menjawab benar dengan skor ≥ 1 dari pertanyaan yang
diajukan.
Tidak : Jika responden menjawab benar dengan skor < 1 dari pertanyaan
yang di ajukan.
3.7 Pengolahan Data
Dalam penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui
beberapa tahap (Notoatmodjo, 2010) yaitu :
1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian keusioner yang
meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh responden.
2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil
jawaban pada kuesioner.
3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabel-variabel penelitian yang
diberikan.
4. Tabulating yaitu mengelompokkan nilai responden berdasarkan kategori yang
telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukkan kedalam
tabel distribusi frekuensi.
3.8 Analisis Data
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau
per variabel. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel
35
yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk distribusi frekuensi dari setiap veriabel penelitian.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel dependen
dan sebuah variabel independen. Untuk mengetahui hubungan antara variabel
indenpeden dan variabel dependen digunakan analisis statistik dengan uji chi
square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. Adapun persyaratan yang dipakai
dalam statistik ini adalah sebagai berikut :
a. Ha diterima jika nilai P.Value < α 0,05 artinya ada hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti
b. Ho ditolak jika nilai P.Value > α 0,05 artinya tidak ada hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti.
c. Confidence interval 95% dengan α =0,05
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
independen dan sebuah variabel dependent. Karena data berbentuk katagorik
maka untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen dan
dependen digunakan analisis statistk Uji Chi-square dengan memakai nilai α
(alpha) 0,05. Jika tidak ada sel memiliki harapan kurang dari 5, maka digunakan
Continuity Correction (Notoatmodjo, 2010).
Untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel penelitian ini
digunakan perangkat komputer dalam menganalisis Uji Chi-square.
36
Adapun aturan yang berlaku pada Chi-square :
1. Bila tabel 2x2 dijumpai nilai ecpected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah fisher’s exact test.
2. Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai ecpected (harapan) lebih besar dari 5,
maka uji yang dipakai sebaliknya adalah contiuty correction.
3. Bila tabel lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dan seterusnya, maka
digunakan uji pearson Chi-square.
Untuk menentukan dari nilai Odds Rasio (OR) maka di pakai keteragan yaitu :
1. Jika nilai OR di atas 1, artinya OR beresiko
2. Jika nilai OR = 1, artinya OR tidak beresiko
3. Jika nilai OR dibawah 1, artinya terjadi proteksi (perlindungan).
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
A. Gambaran Umum Kabupaten Nagan Raya
Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang
tumbuh dan berkembang di provinsi Aceh. Kabupaten yang terletak di pesisir
pantai-barat selatan ini merupakan hasil pemekaran wilayah dari kabupaten Aceh
Barat dan terbentuk secara definitive berdasarkan UU Nomor 4 tahun 2002 dan
telah di tetapkan pula Suka Makmue sebagai Ibukota Kabupaten Nagan Raya.
Secara geografis, kedudukan Kabupaten Nagan Raya berada pada titik koordinat
antara 030.40’-04
038’ Lintang Utara (LU) dan 96
0.11-96
048’ Bujur Timur (BT).
Dengan posisi ini, Kabupaten Nagan Raya berbatasan langsung dengan 4
kabupaten lainnya, yaitu Aceh Barat, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Barat
Daya. Luas wilayah Kabupaten Nagan Raya mencapai 3.363,72 kilometer persegi
(km2) atau setara 5,86 persen dari luas wilayah Provinsi Aceh (57.365,57 km
2).
B. Gambaran Umum Gampong
Gampong Panton Bayam termasuk dalam wilayah permukiman Pulo Raga
Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya dengan luas wilayah dengan
perincian ± 44.150 m2 lahan pertanian dan lahan perkebunan 240,2 Ha. Perbatasan
wilayahnya adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Blang Lemak
38
2. Sebelah Selatan : Krung Cut
3. Sebelah Barat : Seunagan Timur
4. Sebelah Timur : Blang Baro PR
Setelah peneliti melakukan pengumpulan data selama 4 hari terhitung
mulai tanggal 22 s/d 25 April tahun 2014 peneliti mendapatkan 78 orang
responden. Adapun hasil penelitian terhadap responden adalah sebagai berikut :
4.1.2 Analisa Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden
(Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan) Di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2014.
Karekteristik Frekuensi Persentase (%)
Umur
> 40 tahun 49 62,82
< 40 tahun 29 37,18
Total 78 100
Jenis Kelamin
Perempuan 45 57,70
Laki-laki 33 42,30
Total 78 100
Pendidikan
Tinggi 4 5,13
Menengah 19 24,36
Dasar 55 70,51
Total 78 100
Pekerjaan
Bekerja 42 53,85
Tidak Bekerja 36 46,15
Total 78 100
Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa mayoritas dari karakteristik
responden adalah umur yaitu berumur ≥ 40 tahun sebanyak 49 orang (62,82%),
jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 45 orang (57,70%), pendidikan yaitu
39
berpendidikan rendah sebanyak 74 orang (94,87%), dan pekerjaan yaitu bekerja
sebanyak 42 orang ( 46,15%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan
Raya Tahun 2014.
No Pengetahun Frekuensi Persentase (%)
1. Baik 29 37,18
2. Kurang 49 62,82
Total 78 100
Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
berpengetahuan kurang sebanyak 49 orang (62,82%), selebihnya berkategori
pengetahuan baik sebanyak 29 orang (37,18%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2014.
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
1. Baik 24 30,77
2. Kurang 54 69,23
Total 78 100
Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden bersikap
kurang sebanyak 54 orang (69,23%), selebihnya berkategori bersikap baik
sebanyak 24 orang (30,77%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2014.
No Tindakan Frekuensi Persentase (%)
1. Mendukung 26 33,33
2. Tidak Mendukung 52 66,67
Total 78 100
Sumber : Data primer (diolah, 2014)
40
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
bertindakan tidak mendukung sebanyak 52 orang (66,67%), selebihnya
berkategori bertindakan mendukung sebanyak 26 orang (33,33%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sarana Jamban
(MCK) Di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2014
No Sarana Jamban Frekuensi Persentase (%)
1. Ada 68 87,18
2. Tidak 10 10,82
Total 78 100
Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
mengetahui ada sarana jamban sebanyak 68 orang (87,18%), selebihnya
berkategori tidak mengetahui ada sarana jamban sebanyak 10 orang ( 10,82%).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Buang Air Besar
Sembarangan Di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong
Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
No Buang Air Besar Frekuensi Persentase (%)
Sembarangan
1. Ya 59 75,64
2. Tidak 19 24,36
Total 78 100
Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa mayoritas dari responden
mempunyai kebiasaan buang air besar sembarangan sebanyak 59 orang (75,64%),
selebihnya berkategori tidak mempunyai kebiasaan buang air besar sembarangan
sebanyak 19 orang ( 24,36%).
41
4.1.3 Analisa Bivariat
Tabel 4.7 Hubungan antara Faktor Pengetahuan yang Mempengaruhi
Buang Air Besar Sembarangan (BABs) pada Masyarakat di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan
Raya Tahun 2014.
Buang Air Besar Sembarang
Pengetahuan Ya Tidak Total P OR
Value
n % n % n %
Kurang 42 85,71 7 14,29 49 100
Baik 17 58,62 12 41,38 29 100 (0,022) (4,235)
Total 59 75,64 19 24,36 78 100 Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 49 responden yang
berpengetahuan kurang dengan kategori buang air besar sembarangan sebanyak
42 orang (85,71%) sedangkan dari 29 responden yang berpengetahuan baik
dengan kategori tidak buang air besar sembarangan sebanyak 12 orang (41,38%).
Dari hasil uji Chi-Square didapat nilai P.Value 0,022 < 0,05 hingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan buang air besar
sembarangan di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya
tahun 2014.
Keeratan hubungan dapat dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu 4,235
artinya bahwa seseorang berpengetahuan kurang mempunyai resiko akan
melakukan buang air besar sembarangan 4,235 kali lebih besar di bandingkan
dengan seseorang berpengetahuan baik.
42
Tabel 4.8 Hubungan antara Faktor Sikap yang Mempengaruhi Buang Air
Besar Sembarangan (BABs) pada Masyarakat di Desa Panton
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
Buang Air Besar Sembarangan
Sikap Ya Tidak Total P OR
Value
n % n % n %
Kurang 47 87,04 7 12,96 54 100
Baik 12 50,00 12 50,00 24 100 (0,030) (6,714)
Total 59 75,64 19 24,36 78 100 Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 54 responden yang
bersikap kurang dengan kategori buang air besar sembarangan sebanyak 47 orang
(87,04%) sedangkan dari 24 responden yang bersikap baik dengan kategori tidak
buang air besar sembarangan sebanyak 12 orang (50,0%).
Dari hasil uji Chi-Square didapat nilai P.Value 0,030 < 0,05 hingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan sikap dengan buang air besar sembarangan di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
Keeratan hubungan dapat dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu 6,714
artinya bahwa seseorang bersikap kurang mempunyai resiko akan melakukan
buang air besar sembarangan 6,714 kali lebih besar di bandingkan dengan
seseorang bersikap baik.
Tabel 4.9 Hubungan antara Faktor Tindakan yang Mempengaruhi Buang
Air Besar Sembarangan (BABs) pada Masyarakat di Desa Panton
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014.
Buang Air Besar Sembarang
Tindakan Ya Tidak Total P OR
Value
n % n % n %
Tidak Mendukung 48 92,31 4 7,69 52 100
Mendukung 11 42,31 15 57,69 26 100 (0,025) (16,36)
Total 59 75,64 19 24,36 78 100 Sumber : Data primer (diolah, 2014)
43
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 52 responden yang
bertindakan tidak mendukung dengan kategori buang air besar sembarangan
sebanyak 48 orang (92,31%) sedangkan dari 26 responden yang bertindakan
mendukung dengan kategori tidak buang air besar sembarangan sebanyak 15
orang (57,69%).
Dari hasil uji Chi-Square didapat nilai P.Value 0,025 < 0,05 hingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan tindakan dengan buang air besar sembarangan
di Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
Keeratan hubungan dapat dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu 16,36
artinya bahwa seseorang bertindakan tidak mendukung mempunyai resiko akan
melakukan buang air besar sembarangan 16,36 kali lebih besar di bandingkan
dengan seseorang bertindakan mendukung.
Tabel 4.10 Hubungan antara Faktor Sarana Jamban yang Mempengaruhi
Buang Air Besar Sembarangan (BABs) pada Masyarakat di
Desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan
Raya Tahun 2014.
Buang Air Besar Sembarangan
Sarana Jamban Ya Tidak Total P OR
Value
n % n % n %
Ada 51 75,00 17 25,00 68 100
Tidak 8 80,00 2 20,00 10 100 (0,078) (0,750)
Total 59 75,64 19 24,36 78 100 Sumber : Data primer (diolah, 2014)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 68 responden yang
mengetahui ada sarana jamban di Desa Panton Bayam dengan kategori buang air
besar sembarangan sebanyak 51 orang (75,0%) sedangkan dari 10 responden
44
yang mengetahui tidak ada sarana jamban di Desa Panton Bayam dengan kategori
tidak buang air besar sembarangan sebanyak 2 orang (20,0%).
Dari hasil uji Chi-Square didapat nilai P.Value 0,078 >0,05 hingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan sarana jamban dengan buang air besar
sembarangan di desa Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya
tahun 2014.
Keeratan tidak ada hubungan dapat dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu
0,750 artinya bahwa seseorang yang mengetahui adanya sarana jamban akan
terproteksi (terlindungi/tidak melakukan) buang air besar sembarangan 0,750 kali
lebih besar di bandingkan dengan seseorang mengetahui tidak adanya sarana
jamban.
4.2 Pembahasan
4.1.1 Hubungan Pengetahuan dengan Buang Air Besar Sembarangan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
pengetahuan dengan buang air besar sembarangan di Desa Panton Bayam
Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014. Dimana dari hasil diatas
menunjukkan bahwa dari 49 responden yang berpengetahuan kurang dengan
kategori buang air besar sembarangan sebanyak 42 orang (85,71%) sedangkan
dari 29 responden yang berpengetahuan baik dengan kategori tidak buang air
besar sembarangan sebanyak 12 orang (41,38%). Dengan nilai P.Value 0,022<
0,05. Dari hasil tersebut juga terdapat odds ratio (OR) yaitu 4,235 artinya bahwa
seseorang berpengetahuan kurang mempunyai resiko akan melakukan buang air
besar sembarangan 4,235 kali lebih besar di bandingkan dengan seseorang
45
berpengetahuan baik.
Sama halnya dalam penelitian Adi (2008) terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku buang air besar sembarangan di sungai Ciulungin
Jawa Barat Tahun 2008.
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan hal yang sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku
seseorang. Pengetahuan yang baik akan menentukan perilaku seseorang dalam
melakukan tidakan dalam buang air besar, jika seseorang memilki pengetahuan
kurang, maka seseorang akan lebih melakukan tindakan yang buruk seperti
melakukan buang air besar sembarangan.
Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk mengubah perilaku seseorang
yang disengaja. Hal ini merujuk pada proses internal dari produk pikiran manusia
yang mengarah pada konsep mengetahui termasuk di dalamnya semua aktifitas
mental seperti mengingat, menghubungkan, mengklasifikasi, memberi simbol,
mengimajinasi, pemecahan masalah, penalaran persepsi, berkreasi, kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang baru (Erfand, 2009).
4.2.2 Hubungan Sikap dengan Buang Air Besar Sembarangan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
sikap dengan buang air besar sembarangan di Desa Panton Bayam Kecamatan
Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014. Dimana dari hasi diatas
menunjukkan bahwa dari 54 responden yang bersikap kurang dengan kategori
buang air besar sembarangan sebanyak 47 orang (87,04%) sedangkan dari 24
46
responden yang bersikap baik dengan kategori tidak buang air besar sembarangan
sebanyak 12 orang (50,0%). Dengan nilai P.Value 0,030< 0,05. Dari hasil tersebut
juga terdapat nilai odds ratio (OR) yaitu 6,714 artinya bahwa seseorang bersikap
kurang mempunyai resiko akan melakukan buang air besar sembarangan 6,714
kali lebih besar di bandingkan dengan seseorang bersikap baik.
Hal ini sama dalam penelitian Anwar (2003) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara sikap dengan buang air besar dengan WC terbang di
Desa Longsari Jawa Barat Tahun 2003.
Sikap sangat menentukan untuk melakukan perilaku, jika sikap yang
mencerminkan negatif, maka akan menentukan untuk melakukan buang air besar
sembarangan dan sebaliknya.
Menurut Green (2004) dalam Notoadmodjo (2007) bahwa terbentunknya
sikap melalui adanya proses belajar mengajar dengan cara mengamati orang lain,
melalui pengamatan, hubungan yang terkondisi, pengalaman langsung dan
mengamati perilaku diri sendiri. Sikap yang terbentuk dengan mengamati orang
lain dapat menimbulkan sikap positif apabila menyenangkan atau sebaliknya.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersikap negatif. Pada sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendekati, melakukan hal yang memperbaiki
kesehatan, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif
terdapat kescenderungan untuk menjauhi, menghindari, menbenci, melakukan hal-
hal yang tidak baik dan tidak menyukai objek tertentu.
4.2.3 Hubungan Tindakan dengan Buang Air Besar Sembarangan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
47
tindakan dengan buang air besar sembarangan di Desa Panton Bayam Kecamatan
Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014. Dimana dari hasi diatas
menunjukkan bahwa dari 52 responden yang bertindakan tidak mendukung
dengan kategori buang air besar sembarangan sebanyak 48 orang (92,31%)
sedangkan dari 26 responden yang bertindakan mendukung dengan kategori
tidak buang air besar sembarangan sebanyak 15 orang (57,69%). Dengan nilai
P.Value 0,025 < 0,05. Dari hasil tersebut juga terdapat nilai odds ratio (OR) yaitu
16,36 artinya bahwa seseorang bertindakan tidak mendukung mempunyai resiko
akan melakukan buang air besar sembarangan 16,36 kali lebih besar di
bandingkan dengan seseorang bertindakan mendukung.
Hal ini sama dalam penelitian Anwar (2003) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara tindakan dengan buang air besar dengan WC terbang di
Desa Longsari Jawa Barat Tahun 2003.
Tindakan sangat berpengaruh untuk berperilaku dalam melakukan hal-hal
yang ingin dilakukan seseorang, jika tindakan yang dilakukan dengan baik, maka
akan mendapat hal yang baik, sama halnya jika seseorang melakukan buang air
besar sembarangan maka akan mendapat hasil tidak baik yang berakibat pada
kesehatan lingkungan dan kesehatan perorangan
Menurut Green ( 2004) dalam Notoadmodjo (2007) tindakan merupakan
suatu kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun
tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana tindakan terdiri dari Persepsi
(perception), Respon terpimpin (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme),
Adaptasi (adaptation).
48
Menurut Erfand (2009) yaitu tindakan seseorang di pengaruhi oleh
keinginan seseorang dalam melakukan hal-hal yang baik maupun tidak baik,
tindakan ini merupakan perilaku yang tersembunyi di dalam diri seseorang, apabia
tindakan yang dilakukan dengan baik, maka akan mendapat hasil yang baik.
4.2.4 Hubungan Sarana Jamban dengan Buang Air Besar Sembarangan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
sarana dengan buang air besar sembarangan di desa Panton Bayam Kecamatan
Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014. Dimana dari hasil diatas
menunjukkan bahwa dari 68 responden yang mengetahui ada sarana jamban di
Desa Panton Bayam dengan kategori buang air besar sembarangan sebanyak 51
orang (75,0%) sedangkan dari 10 responden yang mengetahui tidak ada sarana
jamban di Desa Panton Bayam dengan kategori tidak buang air besar
sembarangan sebanyak 2 orang (20,0%). Dengan nilai P.Value 0,078 > 0,05. Dari
hasil tersebut bisa dilihat keeratan tidak ada hubungan yaitu terdapat nilai odds
ratio (OR) yaitu 0,750 artinya bahwa seseorang yang mengetahui adanya sarana
jamban akan terproteksi (terlindungi/tidak ada peluang melakukan) untuk buang
air besar sembarangan 0,750 kali lebih besar di bandingkan dengan seseorang
mengetahui tidak adanya sarana jamban.
Sarana jamban yang tersedia sangat menentukan masyarakat dalam
berperilaku melakukan buang air besar, jika masyarakat melakukan dan
mempergunakan sarana jamban yang tersedia dengan baik dan memeliharanya,
maka akan meperkecil masyarakat untuk tidak melakukan buang air besar
sembarangan (BABs).
49
Hal ini sama dengan penelitian Denni ( 2005) mendapat hasil tidak tedapat
hubungan sarana dengan perilaku buang air besar di sungai Perembatas Jakarta
Selatan Tahun 2005.
Menurut Salimmadjid (2009) Sarana adalah segala jenis peralatan,
perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan
dengan organisasi kerja.
Menurut Depkes RI (2012) bahwa setiap tempat umum harus memiliki sarana
pebuangan tinja, demi terlingdungi kesehatan dan ketertiban masyarakat dalam buang
air besar dan masyarakat akan merasa nyaman. Sarana merupakan tombak dari
kenyamanan masyarakat. Hal di pengaruhi oleh masyarakat sendiri, apabila
masyarakat mempergunakan dengan baik maka derajat kesehatan akan lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di teliti, dimana dari keempat variabel
yang di angkat dalam penelitian ini mengenai buang air besar sembarangan (BABs) di
desa Panton Bayam terdapat tiga variabel yang mempengaruhi (BABs) di antaranya
pengetahuan, sikap dan tindakan berpengaruh terhadap buang air besar sembarangan
(BABs), sedangkan satu variabel yaitu sarana, tidak mempengaruhi buang air besar
(BABs). Sama halnya dari penelitian yang dilakukan Green (2004) dalam
Notoadmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan
mempengaruhi dalam masyarakat berperilaku buang air besar sembarangan.
Sementara sarana yang tidak ada hubungan yaitu sama halnya dengan penelitian
Denni ( 2005) mendapat hasil terdapat tidak tedapat hubungan sarana dengan
perilaku buang air besar di sungai.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Ada hubungan pengetahuan dengan buang air besar sembarangan di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
(P.Value 0,022< α=0,05).
2. Ada hubungan sikap dengan buang air besar sembarangan di Desa Panton
Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
(P.Value 0,030< α=0,05).
3. Ada hubungan tindakan dengan buang air besar sembarangan di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
(P.Value 0,025< α=0,05).
4. Tidak ada hubungan sarana dengan buang air besar sembarangan di Desa
Panton Bayam Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
(P.Value 0,078 > α=0,05).
5.2 Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis ingin memberikan saran yaitu :
1. Diharapkan bagi perangkat Desa Panton Bayam untuk meningkatkan
pengetahuan tentang cara buang air besar, sikap dan tindakan untuk tidak
50
buang air besar sembarangan untuk meningkatkan kebersihan lingkungan demi
terlindungi derajat kesehatan.
2. Diharapkan kepada masyarakat untuk lebih mengetahui tentang pengetahuan
dalam buang air besar, sikap yang baik dalam buang air besar dan tidak
melakukan tindakan baung air besar sembarangan demi terciptakan
kebersihan personal dan lingkungan.
3. Diharapkan kepada Instansi untuk memberikan informasi dan penyuluhan
kepada masyarakat tentang pengetahuan tentang buang air besar yang baik
dalam standar kesehatan, bersikap baik dalam buang air besar dan memberikan
tata cara dalam melakukan buang air besar dengan benar, agar masyarakat
benar-benar melaksanakan dengan baik.
4. Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk meneliti mengenai faktor-
faktor lain selain faktor yang sudah di teliti oleh peneliti, mengenai buang air
besar sembarangan.
5. Disarankan kepada perangkat perangkat desa untuk lebih merawat jamban
yang ada di desa dan dapat mempergunakannya dengan baik, agar masyarakat
lebih banyak menggunakan dalam buang air besar, supaya tidak terjadi buang
air besar sembarangan.
top related