fix skenario a blok 12 2012
Post on 12-Apr-2016
235 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario A blok 12 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial,
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini: tutor pembimbing dr. Ika Kartika dan anggota kelompok 1.
Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Palembang, November 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………… 1
Daftar Isi……………………………………………………………………………. 2
Skenario…………………………………………………………………………….. 3
Klarifikasi Istilah……………………………………………………………………. 3
Identifikasi Masalah………………………………………………………………… 3
Analisis Masalah……………………………………………………………………. 4
Keterkaitan Antar Masalah…………………………………………………………. 32
Hipotesis…………………………………………………………………………….. 32
Learning Issue……………………………………………………………………….. 33
Sintesis………………………………………………………………………………. 33
Kerangka Konsep……………………………………………………………………. 66
Kesimpulan………………………………………………………………………….. 67
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….. 68
3
Skenario A blok 12
Tn.A, berumur 70 tahun,datang ke klinik untuk kontrol setelah dirawat karena
myocardial infarction (MI). Dia mendapat tindakan angioplasty yang sukses dan sekarang
tanpa gejala.Selama dirawat di RS di dapatkan bahwa Tn. A menderita hipertensi sehingga dia
diberi terapi metoprolol oral. Dari anamnesis lanjut diketahui pasien sebelum terkena serangan
MI,belum pernah berobat,bukan perokok dan tidak pernah menderita diabetes mellitus.Waktu
kecil dia menderita asma namun belakangan ini tidak pernah kambuh.
I. Klarifikasi Istitalah
1. Myocardial infarction : Nekrosis myocardium yang luas ,akibat gangguan kea
rah tersebut.
2. Angioplasti : Prosedur angiografik untuk menghilangkan daerah yang
mengalami penyempitan pada pembuluh darah.
3. Terapi Metoprolol oral : Terapi yang menggunakan obat β bloker yang berfungsi
untuk mengurangi tekanan syaraf di beri secara oral.
4. Hipertensi : Tingginya tekanan darah arteri secara persisten;
penyebabnya mungkin tidak diketahui atau mungkin disebabkan oleh penyakit lain.
5. Diabetes Mellitus : Sindrom kronik gangguan metabolism
karbohidrat,protein dan lemak akibat sekresi insulin yang tidak mencukupi atau
adanya resisten insulin di jaringan target
6. Asma : gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas tempat
banyak sel memegang peranan.
II. Identifikasi Masalah
1. Tn A,70 tahun datang ke klinik untuk control setelah dirawat karena myocardial
infarction (MI) dan mendapat tindakan angioplasty yang sukses dan sekarang
tanpa gejala.(chief complaint)
2. Selama dirawat di RS di dapatkan bahwa Tn. A menderita hipertensi sehingga dia
diberi terapi metoprolol oral.(main problem)
3. Dari anamnesis lanjut diketahui pasien sebelum terkena serangan MI,belum pernah
berobat,bukan perokok dan tidak pernah menderita diabetes mellitus.Waktu kecil
dia menderita asma namun belakangan ini tidak pernah kambuh.
4
III. Analisis masalah
1. Tn A,70 tahun datang ke klinik untuk control setelah dirawat karena myocardial
infarction (MI) dan mendapat tindakan angioplasty yang sukses dan sekarang tanpa
gejala.
A. Bagaimana hubungan factor umur dan jenis kelamin terhadap myocardial
infarction (MI) ?
Faktor risiko biologi MI yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras dan
riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga
berpotensi untuk memperlambat proses atergenik, antara lain kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh,
kolesterol, serta kalori.
Kerentanan terhadap arterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan
dari usia 40-60 tahun, insiden MI meningkat 5 kali lipat. Secara keseluruhan, risiko
arterisklerosis koroner lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Perempuan
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai usia setelah menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pada laki-laki. Efek perlindungan
estrogen dianggap menjelaskan adanya imunitas wanita pada usia sebelum
menopause, tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 hingga 70-an, frekuensi
MI menjadi setara
B. Bagaimana patogenesis myocardial infarction (MI) ?
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama- kelamaan plak
ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit.
Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan
terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury
bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
5
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini
makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL.
Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa
(foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos
dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma
matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian
ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur
mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyebabkan oklusi arteri.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan
iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan
oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung
berkontraksi dan berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun.
6
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan
apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan
dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu
tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya
terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada
Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang
terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard
subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis
yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.
C. Bagaimana etiologi myocardial infarction (MI) ?
MI terjadi karena penyumbatan sebagian atau total, satu atau lebih pembuluh darah
koroner. Adanya penyumbatan ini terjadi gangguan pasokan suplai energi kimiawi
ke otot jantung (miokard). Sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan.
Penyebab MI adalah pecahnya (ruptur) plak arterosklerosis dalam arteri koronaria
yang diikuti spasme atrial dan pembentukan trombus. Penyebab lainnya adalah
coronary artery vasospasme, hipertrofi ventrikel, hipoxia, emboli arteri koronaria,
penggunaan cocain, amphetamines, arthritis, koronaria yang abnormal, termasuk
aneurisma coronary arteries.
7
MI disebabkan oleh penyumbatan arteri koronaria akibat atreosklerosis atau oklusi
arteri komplit akibatemboli atau thrombus; penurunan aliran darah koroner dapat
juga disebabkan oleh syok atau perdarahan; ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard.
Ketidakadekuatan aliran darah akibat penyempitan sumbatan arteri koronaria akibat
terjadinya arterisklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan.
Penyebab tersering MI adalah penyempitan dari pembuluh darah epikardium oleh
plak arterisklerosis. Plak ruptur yang diikuti pembukaan membran menyebabkan
agregasi platelet, terbentuknya trombus, akumulasi fibrin, hemoragik dalam plak,
dan vasospasme dengan tingkat yang bermacam-macam. Hal tersebut dapat
menyebabkan penyumbatan sebagian/menyeluruh pada pembuluh darah dan diikuti
dengan iskemik miokard. Total penyumbatan dari vaskular lebih dari 4-6 jam
mengakibatkan irreversible nekrosis, tetapi reperfusi dalam periode ini dapat
menyelamatkan miokardium dan mengurangi morbilitas dan mortalitas.
Faktor non-arterosklerosis yang menyebabkan MI termasuk vasospasme koroner
yang dapat dilihat dalam variasi angina (prinzmetal) dan pasien yang menggunakan
kokain dan aphetamin, emboli koroner yang berasal dari katup jantung yang
terinfeksi, penyumbatan koroner oleh vaskulitis, atau penyebab lainnya yang
menyebabkan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan oksigen, seperti
anemia akut dari perdarahan G1. MI yang disebabkan oleh trauma dada juga telah
dilaporkan, biasanya trauma dada berat pada kecelakaan motor dan kecelakaan
olahraga.
D. Apa saja gejala klinis dari myocardial infarction (MI) ?
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang
merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard.
Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat
menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus
yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang
sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan
8
kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang
beristirahat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan
untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil.
Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi
sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard,
umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI.
Manifestasi klinis nyeri dada:
1. Berat, diffuse, nyeri substernal yang terus-menerus; mungkin digambarkan
seperti ditekan, diremas-remas.
2. Tidak mereda dengan istirahat atau terapy vasodilator sublingual, tapi
memerlukan opioid.
3. Mungkin menjalar ke lengan (biasanya kiri), bahu, leher, punggung dan atau
dagu.
4. Berlangsung lebih dari 15 menit.
9
5. Mungkin menimbulkan kecemasan dan ketakutan, mengakibatkan peningkatan
dalam heart rate, tekanan darah dan RR.
6. Beberapa pasien tidak menunjukkan keluhan nyeri.
Manifestasi klinis
1. Diaphoresis, kulit lembab dan dingin, wajah pucat.
2. Hypertensi atau hypotensi
3. Bradycardi atau tachycardi
4. Denyut ventrikel prematur
5. Palpitasi, kecemasan hebat, dyspnea
6. Disorientasi, gelisah
7. Pingsan, kelemahan
8. Nausea, muntah, cegukan
9. Gejala atypical : distress epigastric atau abdomen, nyeri tumpul atau sensasi
kesemutan, nafas pendek, fatigue yang ekstrem.
E. Bagaimana mekanisme dari angioplasty ?
Tindakan angioplasti koroner adalah suatu tindakan intervensi jantung berupa
tindakan kateterisasi jantung yang bertujuan untuk membuka sumbatan di
pembuluh darah koroner pada penderita penyakit jantung koroner. Tindakan
angioplasti koroner sering juga disebut dengan istilah balon kateter, pemasangan
cincin/ring/jala/sten koroner. Tindakan angioplasti bukanlah suatu tindakan
pembedahan, dilakukan tanpa dibius total. Selama tindakan, pasien tetap sadar,
paska tindakan tidak ada tindakan penjahitan luka.
Tindakan angioplasti koroner dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang
disebut ‘cath lab’ (tindakan kateterisasi jantung). Di dalam ‘cath lab’ terdapat alat
radiologi yang dapat menangkap citra kateter dan pembuluh darah koroner dengan
10
memaparkan sinar-x / sinar Rontgen. Citra pembuluh darah yang pada pemeriksaan
sinar Rontgen biasa tidak tampak, setelah injeksi zat kontras maka citra pembuluh
darah pada pemeriksaan angiografi bisa dilihat dengan jelas.
Pada prosedur angioplasti, pasien harus tenang tiduran di meja alat pemeriksaan
karena pada saat pemeriksaan pasien akan tetap sadar. Pasien tidak akan dibius
umum, namun tidak akan merasakan nyeri. Bila perlu dokter akan memberikan
tablet obat penenang.
Sebelum pemeriksaan, dokter akan melakukan pembiusan lokal di lipat paha kanan
atau di pergelangan tangan kanan. Nyeri akan dirasakan sesaat jarum bius
menembus kulit. Setelah itu area lipat paha akan ‘mati rasa’.
Kateter (selang halus) steril dimasukan melalui pembuluh darah arteri hingga ke
pembuluh darah aorta (pembuluh darah besar jantung). Nyeri tidak akan dirasakan
saat kateter masuk ke pembuluh darah.
Pada saat kateter mencapai target arteri koroner yang menyempit, balon yang
berukuran sangat kecil akan dikembangkan sehingga sumbatan terbuka.
Setelah balon mengembang, akan dipasang sten/jala yang terbuat dari metal untuk
menyangga dinding koroner agar tidak kembali menyempit.
Bila perlu dokter membuka sumbatan koroner dengan balon dan memasang sten di
beberapa lokasi arteri koroner yang menyempit.
Paska tindakan akan dievaluasi aliran pembuluh darah koroner melalui
pemeriksaan angiografi. Bila tindakan berhasil maka aliran kontras di pembuluh
darah koroner yang tadinya menyempit jadi akan tampak lancar. Citra angiografi
dapat di print.
Setelah observasi selama 3-6 jam, pasien boleh jalan kaki, makan dan minum.
Pasien di observasi selama 1 malam menginap di rumah sakit.
F. Apa saja penentu keberhasilan dari tindakan angioplasty ?
Tindakan angioplasty pada umumnya aman dan memiliki risiko yang kecil,
beberapa kemungkinan risiko yang dapat terjadi pada prosedur ini yang harus
segera dikenali antara lain; alergi terhadap bahan kontras atau bahan stent,
pembekuan darah, perdarahan pada tempat penusukan kateter, kerusakan katup
11
jantung atau pembuluh darah, serangan jantung (0,4-4,9%), operasi bypass arteri
darurat (0,4%), stroke (0,1%) dan restenosis.
Prosedur Angioplasty
Angioplasty dimulai dengan memberi anestesi lokal sehingga pasien tidak merasa
sakit selama prosedur dilakukan.Perlu dicatat bahwa selama pembedahan pasien
akan tetap sadar. Selanjutnya, sebuah tabung (selang) tipis yang disebut kateter
dimasukkan ke dalam arteri di kaki. Kateter ini dipandu ke aorta dengan bantuan
semacam kawat.
Kemudian pewarna disuntikkan ke dalam arteri koroner yang diikuti pengambilan
foto sinar X untuk membantu dokter mengetahui lokasi penyumbatan di dalam
arteri.
Kemudian kateter dipandu menuju lokasi penyumbatan dan disusul dengan
memasukkan kateter balon ke dalam arteri.
Balon kemudian mengembang yang digunakan untuk mengkompres penyumbatan.
Dokter mungkin akan mengembangkan balon beberapa kali untuk memperluas
bagian yang tersumbat.
Stent mungkin akan dipasang di sekitar lokasi penyumbatan untuk menjaga agar
arteri tetap terbuka.
Sebuah pewarna kontras dimasukkan lagi ke arteri untuk memeriksa adanya
penyumbatan yang masih tersisa.
Risiko Angioplasty
Ada beberapa risiko yang perlu diketahui sebelum memutuskan melakukan
pembedahan angioplasty.
12
Komplikasi yang melibatkan pendarahan di lokasi penyisipan kateter serta dalam
beberapa kasus pembentukan gumpalan darah di lokasi pembedahan merupakan
beberapa risiko yang mungkin terjadi.
Beberapa pasien mengembangkan aritmia jantung dan disritmia jantung setelah
melakukan prosedur ini.
G. Apa saja tindakan yang bisa dilakukan untuk pengobatan myocardial
infarction (MI) ?
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/ menghentikan serangan jantung, maka dapat
dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain:
a. Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)
Tindakan angioplasti koroner adalah suatu tindakan intervensi jantung berupa
tindakan kteterisasi jantung yang bertujuan untuk membuka sumbatan di pembuluh
darah koroner pada penderita penyakit jantung koroner. Tindakan angioplasti koroner
sering juga disebut dengan istilah balon kateter, pemasangan cincin/ring/jala/sten
koroner. Tindakan angioplasti bukanlah suatu tindakan pembedahan, dilakukan tanpa
dibius total. Selama tindakan, pasien tetap sadar, paska tindakan tidak ada tindakan
penjahitan luka.
Tindakan angioplasti koroner dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang
disebut ‘cath lab’ (tindakan kateterisasi jantung). Di dalam ‘cath lab’ terdapat alat
radiologi yang dapat menangkap citra kateter dan pembuluh darah koroner dengan
memaparkan sinar-x / sinar Rontgen. Citra pembuluh darah yang pada pemeriksaan
sinar Rontgen biasa tidak tampak, setelah injeksi zat kontras maka citra pembuluh
darah pada pemeriksaan angiografi bisa dilihat dengan jelas.
Pada prosedur angioplasti, pasien harus tenang tiduran di meja alat pemeriksaan
karena pada saat pemeriksaan pasien akan tetap sadar. Pasien tidak akan dibius umum,
namun tidak akan merasakan nyeri. Bila perlu dokter akan memberikan tablet obat
penenang.
Sebelum pemeriksaan, dokter akan melakukan pembiusan lokal di lipat paha
kanan atau di pergelangan tangan kanan. Nyeri akan dirasakan sesaat jarum bius
menembus kulit. Setelah itu area lipat paha akan ‘mati rasa’.
13
Kateter (selang halus) steril dimasukan melalui pembuluh darah arteri hingga
ke pembuluh darah aorta (pembuluh darah besar jantung). Nyeri tidak akan dirasakan
saat kateter masuk ke pembuluh darah.
Pada saat kateter mencapai target arteri koroner yang menyempit, balon yang
berukuran sangat kecil akan dikembangkan sehingga sumbatan terbuka.
Setelah balon mengembang, akan dipasang sten/jala yang terbuat dari metal
untuk menyangga dinding korner agar tidak kembali menyempit.
Bila perlu dokter membuka sumbatan koroner dengan balon dan memasang
sten di beberapa lokasi arteri koroner yang menyempit.
Paska tindakan akan dievaluasi aliran pembuluh darah koroner melalui
pemeriksaan angiografi. Bila tindakan berhasil maka aliran kontras di pembuluh darah
koroner yang tadinya menyempit jadi akan tampak lancar. Citra angiografi dapat di
print.
Setelah observasi selama 3-6 jam, pasien boleh jalan kaki, makan dan minum.
Pasien di observasi selama 1 malam menginap di rumah sakit.
b. Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
Coronary Artery Bypass Grafting atau operasi CABG adalah teknik yang
menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas
(melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasukan darah ke jantung. Vena kaki
atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini
membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada
operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari
kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan dijahitkan ke
sekeliling bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga ‘mem-bypass’ arteri yang
tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.
2. Selama dirawat di RS di dapatkan bahwa Tn. A menderita hipertensi sehingga dia diberi
terapi metoprolol oral.
A. Apa hubungan antara hipertensi dan MI ?
14
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama dari gangguan
kardiovaskuler. Prevalensi, decompensasi cordis dan hipertensi mempunyai angka-angka
nasional yang sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan letak geografis. Hipertensi juga
sering disebut sebagai silent killer karena menimbulkan komplikasi pada jantung, otak dan
ginjal Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Hipertensi atau peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor
miokard) keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi
dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arteriosklerosis (faktor koroner) hal ini
menyebabkan decompensasi cordis lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi di
bandinh orang normal. Arteriosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
Decompensasi cordis.
B. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik dari terapi metaprolol oral
?
Farmakodinamik
Pada umumnya efek obat-obat golongan beta blocker seperti metaprolol dapat timbul karena
adanya pengikatan pada reseptor beta. Namun, beberapa kerjanya dapat terjadi karena efek
lain, termasuk aktivitas parsial agonis pada reseptor beta dan kerja anestesi lokal.
Efek terhadap sistem Kardiovaskuler : dapat menurunkan tekanan darah mekanisme
kerjanya belum diketahui secara pasti kemungkinan akibat hambatan terhadap
pengeluaran renin dan efek terhadap sistem saraf pusat; pada vaskulariasi perifer dapat
mencegah terjadinya vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler.
15
efek terhadap sistem respirasi: peningkatan resistensi saluran nafas terutama pasien dengan
asma
efek tehadap mata : menurunkan tekanan intraokular
efek terhadap metabolic dan endokrin : menghambat lipolisis melalui hambatan terhadap
sistem saraf simpatis; memiliki asosiasi dengan peningkatan konsentrasi VLDL dan
menurunkan konsentrasi HDL.
Farmakokinetik
Secara umum obat-obat beta bloker terasuk di dalamnya metaprolol bersifat antagonis
terhadap efek katekolamin pada beta adrenoreceptor. Obat ini menempati reseptor beta secara
kompetitif. Terdapat beberapa obat yang bersifat partial agonist pada golongan obat ini. Obat
golongan ini memiliki afinitas yang secara relative berbeda terhadap reseptor beta 1 dan beta
2. Secara garis umum, obat ini memiliki absorbs oral yang baik dengan konsentrasi puncak
dicapai setelah 1-3 jam obat dimakan. Obat ini cepat didistribusi dan memiliki distribusi
volume yang luas. Kebanyakan obat ini memiliki waktu paruh 3-10 jam, untuk metaprolol
sendiri waktu paruh 3-4 jam.
Metaprolol merupakan beta blocker yang kardioselektif dan merupakan beta blocker yang
paling luas digunakan untuk mengobati hipertensi selain atenolol. Metaprolol memiliki potensi
yang sama dalam menduduki reseptor beta 1 dengan propanolol. Metaprolol dimetabolisme
oleh CYP2D6, yang merupakan salah satu isoenzim penting dalam proses oksidasi obat di
dalam reticulum endoplasmic (mikrosom) hati.
C. Apa saja cara pemberian metaprolol ?
Pemberian obat untuk terapi metaprolol adalah yang cocok untuk pemberian oral dari
metaprolol dengan suatu cara kontinu dan terkontrol Sekitar 50 sampai 90% dari dosis
dari bahan aktif dilepaskan kedalam saluran pencernaan pada kecepatan sekitar 5-12%
berat per jam dari dosis yang diberikan. Sistem pemberian oral menurut komponen berikut
adalah:
16
- Suatu inti tablet yang terdiri dari suatu komposisi aktif osmotik yang terdiri dari
sejumlah efektif suatu garam metaprolol yang dapat di terima secara farmasi dalam
kombinasi dengan suatu bahan pengikat tablet yang dapat diterima secara farmasi dan
kadang-kadang penggerak osmotik
- Suatu bahan tersendiri yang dapat larut dalam air melapisi dengan rata pada bagian
atas inti tablet
- Amati HR, BP, & ECG selama pemberian IV.
- Setelah pemberian IV pertama, pasien tanpa efek samping terbatas mungkin
pemberiannya diubah secara oral dengan target jeda HR antara 50-60 bpm.
- Berkontra-indikasi dengan bradycardia, SBP <100mmHg, sumbatan pada paru-
paru, tanda-tanda dari peripheral hipoperfusi.
- Gunakan dengan hati-hati pada pasien penderita bronchospasme, asma, atau
penyakit pernapasan lainnya. Gunakan dengan hati-hati pada penderita depresi, pasien
dengan peripheral vascular disease (PVD) dan pasien pengguna insulin.
- Beta-blockers mungkin menutupi gejala-gejala hipertiroidisme dan hipoglikemia,
dan mungkin memperburuk psoriosis.
- Pasien yang dalam pengobatan jangka panjang tidak boleh menghentikan pengunaan
secara tiba-tiba, harus berhenti secara bertahap selama 1-2 min
- Pada pasien infark miokard, untuk pencegahan sekunder setelah infark miokard
artinya untuk mengurangi insidens infark ulang dan kematian pada pasien yang selamat
dari serangan akut infark miokard, metaprolol oral diberikan (100 mg) setelah fase akut
lewat dan keadaan pasien telah stabil (antara 5-28 hari setelah serangan) dan diteruskan
selama 1-2 tahun tetapi jika dalam fase akut untuk mengurangi kematian dan luas infark
diberikan secepatnya setelah terjadi serangan infark
secepatnya setelah terjadi serangan infark (dalam waktu beberapa jam) mula-mula 15
mg IV lalu 100 mg oral
D. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi serta efek samping dari terapi
metaprolol oral ?
KONTRA INDIKASI
17
Hipersensitif terhadap metoprolol atau komponen lain dalam sediaan, atau beta
bloker lainnya, sebagai tambahan :
- hipertensi dan angina : sindrom sakit sinus, penyakit arteri perifer parah,
feokromositoma (tanpa blokade alfa).
- Infark miokardiak; bradikardia sinus parah, gagal jantung sedang sampai parah,
syok kardiogenik.
EFEK SAMPING
Hipotensi, bradikardia, insufisiensi arteri, nyeri pada dada, gagal jantung kongestif,
edema, palpitasi, rasa lelah, depresi, bingung, halusinasi, insomnia, mimpi buruk,
gangguan tidur, mengantuk, vertigo, pruritus, ruam, fotosensitif, psoriasis parah,
penurunan libido, diare, konstipasi, flatulens, sakit perut, mual, muntah, nyeri otot,
pandangan kabur, gangguan penglihatan.
E. Bagaimana dosis dari metaprolol obat unuk Tn.A ?
Obat beta blocker digunakan sebagai terapi tahap pertama pada hipertensi ringan
sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner, khususnya
setelah infark miokard akut. Terapi dengan obat jenis metaprolol perlu diberikan dua
kali sehari dengan dosis awal 50-100 mg/hari sedangkan untuk dosis maksimum 200
mg/hari.
F. Bagaimana waktu pemberian ?
- Metoprolol diberikan 2 x sehari.
- Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; dosis rendah
s/d sedang menghambat reseptor β1, pada dosis tinggi menstimulasi reseptor β2;
dapat menyebabkan eksaserbasi asma bila selektifitas hilang
G. Bagaimana etiologi hipertensi ?
Hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total
Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang
tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut
jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.
Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai
keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya
18
dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
meninbulkan hipertensi (Astawan,2002)
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke
ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume
plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik ( Amir,2002)
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada
peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang
berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial
Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian
menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh
darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan
afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi
(membesar).
Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga
ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi
kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang
melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 )
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab
yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi
19
sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat
diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
a. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan etiologi
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi esensial merupakan suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak
diketahui penyebabnya dan tanpa tanda-tanda kelainan didalam tubuh. Biasa muncul
pada usia antara 25-55 tahun sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan.
Tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Patogenesis Hipertensi esensial
adalah multifaktorial. Faktor- faktor yang terlibat dalam patogenesis Hipertensi
esensial antara lain faktor genetik, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin
angiotensin, defek natriuresis.
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk
disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-
mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide,
ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui. Terjadi pada sekitar 90 % penderita
hipertensi.
Sensitive garam Genetik (turunan)
Homeostatis Renin Umur
Resistansi Insulin Obesitas
Tidur Apneu
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
20
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika
umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari
perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi
garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress
dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan
( ephedrine, prednison, epineprin).
2) Hipertensi nonessensial (sekunder)
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid
atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 1). Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Hipertensi sekunder
antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, Hipertensi vaskuler ginjal,
hiperaldosteronisme primer dan sindroma chusing, kehamilan serta obat-obatan.
Some people have high blood pressure caused by an underlying condition. This
type of high blood pressure, called secondary hypertension, tends to appear suddenly
and cause higher blood pressure than does primary hypertension. Various conditions
and medications can lead to secondary hypertension, including:
Kidney problems
Adrenal gland tumors
Certain defects in blood vessels you're born with (congenital)
Certain medications, such as birth control pills, cold remedies, decongestants,
over-the-counter pain relievers and some prescription drugs
Illegal drugs, such as cocaine and amphetamines
21
*5 – 10 % penderita hipertensi, Penyebabnya adalah penyakit ginjal dan
penyakit renovaskular.
*1 _ 2 % penderita hipertensi, Penyebabnya adalah kelaianan hormonal dan
pemakaian obat tertentu.
Penyakit ginjal :
Stenosis arteri renalis Penyakit ginjal polikista
Pielonefritis Trauma pd ginjal (luka)
Glomerulonefritis Penyinaran pada ginjal
Tumor-tumor ginjal
Kelainan Hormonal :
Hiperaldosteronisme
Sindrom Cushing (sekresi kortisol yang berlebihan)
Feokromositoma
Tumor pada kelenjar adrenal
Obat-obatan
Pil KB Kokain
Kortikosteroid Alkohol
siklosporin Kayu manis (>>>)
Eritropoietin
Penyebab Lain
Koartasio aorta Keracunan timbal
Preeklamsi pada kehamilan Porfiria intermiten
H. Bagaimana prognosis hipertensi ?
Prognosa Hipertensi
1. Penyakit Ginjal
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu penyebab utama dari penyakit ginjal
dan kegagalan ginjal (stadium akhir penyakit ginjal). Hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan pada pembuluh-pembuluh darah dan saringan-saringan (filters) dalam
ginjal, membuat pengangkatan/penghilangan dari pembuangan dari tubuh menjadi
sulit.
22
2. Disfungsi Ereksi
Untuk dapat ereksi, penis membutuhkan aliran darah dan masuk yang lancar dengan
adanya hambatan pembuluh darah maka aliran darah yang dibutuhkan kurang.
3. Penyakit Jantung
Termasuk gagal jantung atau kerusakan pada jantung seperti infark pada otot jantung.
I. Bagaimana patogenesis hipertensi ?
Patogenesis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
23
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
24
Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan
tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh
setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
3. Asupan natrium (garam) berlebihan
4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin
II dan aldosteron
6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan
penanganan garam oleh ginjal
8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di
ginjal
Diabetes mellitus
Resistensi insulin
Obesitas
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
9. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik
inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
10. Berubahnya transpor ion dalam sel
25
J. Apa saja jenis dari hipertensi ?
Klasifikasi Hipertensi
Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional
Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat
membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data
penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang.
Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO
dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
KategoriSistol
(mmHg)Dan/atau
Diastole
(mmHg)
Obat Awal
Tanpa Indikasi Dengan Indikasi
Normal <120 Dan <80Tidak perlu
menggunakan obat
hipertensi
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89 Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi.
Hipertensi tahap
1
140-159 Atau 90-99 Untuk semua kasus
gunakan diuretik jenis
thiazide. Pertimbangkan
Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi lalu
26
ACEi, ARB, BB, CCB,
atau kombinasikan.tambahkan dengan
penggunaan obat anti
hipertensi
Hipertensi tahap
2
≥ 160 Atau ≥ 100 Gunakan kombinasi dua
obat (biasanya diuretik
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90
Tabel Klasifikasi Hipertensi pada Anak-Anak dan Dewasa
Kelompok Umur Normal Hipertensi
<2 tahun
3-5 tahun
6-9 tahun
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
20-45 tahun
45-65 tahun
>65 tahun
< 104/70
< 108/70
114/74
122/78
130/80
136/84
120-125/75-80
135-140/85
150/85
> 112/74
> 116/76
122/78
> 126/82
> 136/86
> 140/90
135/90
140-160/90-95
160/90 (borderline)
Sumber: Bullock, 1996: Battegay, dkk, 2005
27
Tekanan darah pada orang-orang berusia lanjut dikatakan normal apabila masih di bawah
140/90 mmHg. Apabila seorang lansia dikatakan mengalami hipertensi adalah ketika tekanan
darahnya melewati 150/90 mmHg.
Berdasarkan tinggi rendahnya tekanan sistolik dan diastolik. Klasifikasi tekanan darah
untuk Dewasa usia 18 tahun atau lebih
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik ( mmHg)
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan)
Tingkat 2 (sedang)
Tingkat 3 (berat)
<130
130-139
140-159
160-179
<85
85-89
90-99
100-109
K. Bagaimana penatalaksanaan dari hipertensi ?
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan
morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular
atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko merupakan
tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti
yang menunjukkan pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai, tetapi kontrol
tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tekanan darah diastoliknya
sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien
hipertensi yang diobati tetapi belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan tekanan darah diastolic ≤90 mmHg.11 Pada kebanyakan pasien, tekanan darah
diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah
28
tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular
dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai
petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah
tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien
dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang
sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan
rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan
hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke
hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet
rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien
dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara
perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan
alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas
intervensi diet:
a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan
ideal
b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah
secara bermakna pada orang gemuk
29
d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan
selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.
e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah pada individu dengan hipertensi.
f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien
mengalami penurunaan tekanan darah sistolik denganpembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak
30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan
kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan
berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana
yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor
resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok
harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
2. Terapi farmakologi
Menurut JNC 7 (2003) ada sejumlah kelompok obat yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hipertensi. Berikut ini adalah penjabaran kelompok-kelompok obat tersebut,
penjelasan singkat mengenai mekanisme kerja dari masing-masing kelompok obat, serta
contoh-contoh obatnya.
Diuretics
Diuretik bekerja dengan mengurangi jumlah air dalam sirkulasi darah, melalui efek diuresis
(peningkatan produksi urin). Dari sini diharapkan beban jantung dan tekanan darah dapat
berkurang. Umumnya bersama dengan pengeluaran air, keluar pula ion natrium dan sejumlah
ion lainnya. Contoh obat: hydrochlorothiazide, spironolactone, furosemide.
Beta blockers
30
Jantung memiliki reseptor saraf otonom simpatis tipe β1, yang sifatnya selektif dan hampir
hanya ditemukan pada jantung. Perangsangan simpatis berlebihan pada jantung dapat
menstimulasi jantung untuk berkontraksi lebih kuat, sehingga penghambatan terhadap
kontraksi jantung yang terlalu kuat diharapkan dapat menurunkan tekanan darah. Contoh obat:
bisoprolol, metoprolol, propanolol, atenolol, carvedilol.
Calcium channel blockers
Ion kalsium berfungsi untuk kontraksi otot jantung. Selama jantung mengalami kontraksi, obat
golongan ini menghambat ion kalsium memasuki sel otot jantung, sambil juga membantu
vasodilatasi pembuluh darah koroner. Contoh obat: nifedipine, amlodipine, verapamil,
diltiazem, nicardipine.
ACE Inhibitors
Bekerja pada RAAS ; obat golongan ini memiliki sifat sebagai inhibitor kompetitif dengan
enzim Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Dengan pemberian obat ini, enzim ACE yang
tadinya berfungsi mengubah angiotensin I (inaktif) menjadi angiotensin II (aktif), tidak
berfungsi lagi. Dengan demikian hormon aldosteron, yang merupakan produk akhir
angiotensin II yang dapat meningkatkan tekanan darah, akan berkurang kadarnya. Contoh
obat: captopril, ramipril, enalapril, imidapril, perindopril.
Angiotensin Receptor Blockers
Mekanisme kerjanya juga melibatkan RAAS, namun obat ini bekerja langsung pada reseptor
angiotensin II sehingga angiotensin II tidak dapat memperlihatkan efek vasokonstriksinya
terhadap pembuluh darah. Contoh obat: irbesartan, candesartan, losartan, telmisartan,
valsartan.
L. Kenapa Tn. A diberi terapi metaprolol oral ?
Metoprolol tartrate cepat dan hampir sempurna diserap dari saluran cerna;
penyerapan dosis tunggal oral 20-100 mg bisa sempurna dalam waktu 2,5-3 jam
setelah dosis oral, sekitar 50% obat yang diberikan dalam bentuk tablet nampak
mengalami metabolisme pada hati.
31
3. Dari anamnesis lanjut diketahui pasien sebelum terkena serangan MI,belum pernah
berobat,bukan perokok dan tidak pernah menderita diabetes mellitus.Waktu kecil dia
menderita asma namun belakangan ini tidak pernah kambuh.
A. Apa hubungan belum pernah berobat,bukan perokok dan tidak menderita
diabetes Mellitus dengan hipertensi ?
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di
ginjal Yaitu seperti Diabetes mellitus.
B. Apakah boleh obat β bloker di berikan pada penderita asma ?
Semua obat β boker sedapat mungkin harus dihindari pada pasien dengan obstruksi
jalan napas tetapi jika benar-benar diperlukan, harus dipilih yang kardioselektif
(metoprolol, propranolol) dan harus diberikan bersama β2-agonis, misal butoksamin.
C. Adakah hubungan usia dengan asma ?
Tidak ada hubungannya. Seorang penderita asma akan kambuh apabila suatu saat
ia terpapar faktor pencetus. Karena itu, penderita asma harus menghindari faktor
pencetus asma yang bisa berasal dari dalam dan luar tubuh, seperti rasa cemas
berlebihan, stres, debu, udara dingin, bulu binatang, polusi udara, dan lain
sebagainya.
D. Apakah hubungan asma dengan hipertensi dan myocardial infarction (MI) ?
Secara tidak langsung bisa saja jika dia asma,dia mengkonsumsi obat kortikosteroid karna
obat kortikosteroid dapat menyababka hipertensi dan hipertensi dapat memicu MI.
32
IV. Keterkaitan Antar masalah
V. Hipotesis
Tn.A, 70 tahun mengalami myocardial infarction (MI) karena hipertensi,ia diberi terapi
metaprolol oral yang kontraindikasi relatif terhadap asma.
Tn.A, 70 tahun
Penyumbatan pembuluh darah
Belum pernah berobat
Bukan perokok
Tidak Diabetes Mellitus
Riwayat asma belakangan tidak pernah kambuh
Hipertensi
AngioplastiTerapi Metaprolol
Myocardium Infarction
33
VI. Learning Issue
1. myocardial infarction (MI)
2. Hipertensi
3. Terapi metoprolol oral
VII.Sintesis
1. myocardial infarction (MI
Myocardiac Infarction
Myocardiac Infarction adalah keadaan ketika darah berhetni mengalir untuk menyuplai nutrisi
jantung sehingga sel-sel jantung mengalami iskemia akibat oksigen yang berkurang.
Umumnya, kondisi ini disebabkan olehblokade arteri koronaria akibat ketidaksabilan dr WBC,
kolesterol, dan lemak. Kondisi yang demikian umumnya dikenal dengan nama serangan
jantung.
Jantung, memiliki 2 arteri koronaria yang dipisahkan berdasarkan lokasi memperdarahinya,
yaitu :
1. Right capillary artery (RCA) yang memperdarahi
jantung aspek antero dexter
2. Left Capillary Artery(LCA) yang bercabang menjadi
dua, yaitu :
a. Circumflex artery yang memperdarahi postero
sinister jantung, dan
b. Left anterior descending artery (LCDA) yang
memperdarahi jantung bagian antero sinister.
Blockade yang terjadi pada arteri koronaria jantung umumnya
disebabkan oleh pembentukan plaque oleh lemak dan kolterol pada lumen pembuluh darah
yang semakin lama semakin membesar dan mempersempit pembuluh darah. Embolus yang
disebabkan oleh keping darah yang menempel satu sama lain dan massa plaque yang lepas
juga bisa menjadi penyebab blockade.
Beberapa penderita Myocardiac Infarction memiliki tanda dan gejala seperti :
34
1. Nyeri dada. Nyeri yang timbul juga bisa menjalar ke lengan kiri, leher, bahkan daerah
epigastrium
2. Sesak nafas
3. Mual dan muntah
4. Diaphoresis (berkeringat)
5. Palpitasi.
Diagnosis
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua
atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak
hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG.
Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari
pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein
tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase,
creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA
III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT)
(Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi
35
adanya infark miokard (Nigam, 2007).
Myocardia Infarction memiliki prevalensi kejadian lebih besar empat sampai lima kali pada
lelaki dewasa daripada perempuan. Pada umumnya lelaki yang berusia dintara 45-54 tahun.
kemudian semakin tua, tingkat prevalensi kejadian antara pria dan wanita semakin sama.
Faktor risiko dari Myocardia Infarction adalah :
1. Merokok. Sebanyak 36% dari CAD (Coronary Artery Disease) disebabkan oleh
merokok
Trombosis adalah gumpalan darah pada arteri atau vena. Bila trombosis terjadi pada
pembuluh arteri koroner, maka Anda berisiko terkena penyakit myocard infarction.
Trombosis biasanya berada pada dinding pembuluh yang menebal karena
aterosklerosis. Merokok meningkatkan risiko trombosis hingga beberapa kali lipat.
2. Usia yang semakin tua semakin meningkatkan prevalensi terkena MI
Risiko penyakit myocard infarction meningkat seiring usia. Semakin tua, semakin
menurun efektivitas organ-organ tubuh, termasuk sistem kardiovaskulernya. Lebih dari
80 persen penderita myocard infarction berusia di atas 60 tahun. Laki-laki cenderung
lebih cepat terkena dibandingkan perempuan, yang risikonya baru meningkat drastis
setelah menopause.
3. Jenis Kelamin. Berhubungan erat dengan hormon estrogen pada wanita
4. DM
Diabetes meningkatkan risiko penyakit myocard infarction, terlebih bila kadar gula
darah tidak dikontrol dengan baik. Dua pertiga penderita diabetes meninggal karena
penyakit jantung dan gangguan kardiovaskuler lainnya.
5. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi menambah kerja jantung sehingga dinding jantung menebal/kaku
dan meningkatkan risiko penyakit myocard infarction.
Ada dua pengukuran tekanan darah. Tekanan sistolik adalah tekanan darah yang
memancar dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan diastolik adalah tekanan darah yang
36
kembali mengisi jantung. Secara umum orang dikatakan menderita hipertensi bila
tekanan darah sistolik/diastoliknya di atas 140/90 mmHg.
6. Dyslipidemia/hypercholesterolemia
Penyebab penyakit myocard infarction adalah endapan lemak pada dinding arteri
koroner, yang terdiri darikolesterol dan zat buangan lainnya. Untuk mengurangi risiko
penyakit myocard infarction, Anda harus menjaga kadar kolesterol dalam darah.
Kolesterol adalah senyawa lemak kompleks yang secara alamiah dihasilkan tubuh dan
bermanfaat bagi pembentukan dinding sel dan hormon. Dua pertiga kolesterol
diproduksi oleh hati (liver), sepertiga lainnya diperoleh langsung dari makanan.
Kolesterol diedarkan dalam darah melalui molekul yang disebut lipoprotein. Ada dua
jenis lipoprotein, yaitu low-density lipoprotein (LDL), and high-density
lipoprotein (HDL).
LDL mengangkut kolesterol dari hati ke sel-sel tubuh. HDL berfungsi sebaliknya,
mengangkut kelebihan kolesterol ke hati untuk diolah dan dibuang keluar. LDL yang
berlebihan dapat menyebabkan penumpukan kolesterol pada dinding arteri sehingga
disebut “kolesterol jahat”. Kadar LDL yang optimal adalah 100- 129 mg/dL. Kelebihan
LDL menyebabkan HDL “kewalahan” membuang kolesterol yang berlebih. Total
kolesterol yang dianjurkan (HDL + LDL) adalah di bawah 200 mg/dL (border line =
240).
Kegemukan (obesitas) meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan diabetes. Orang
yang kegemukan juga cenderung memiliki kadar HDL rendah/LDL tinggi.
7. Terekspos polusi udara
8. Genetik/ riwayat keluarga
Risiko Anda lebih tinggi bila orang tua Anda juga terkena penyakit myocard infarction,
terlebih bila mulai mengidap di usia kurang dari 60 tahun.
Cara Mengurangi Risiko
Meskipun tidak dapat melawan penuaan dan mempengaruhi garis keturunan, Anda dapat
melakukan hal berikut untuk mengurangi risiko penyakit myocard infarction:
Mengurangi konsumsi daging berlemak jenuh tinggi.
37
Memperbanyak makan buah, sayuran dan biji-bijian yang mengandung antioksidan
tinggi (Vitamin A, C dan E). Antioksidan mencegah lemak jenuh berubah menjadi kolesterol.
Menghindari stress. Stress dapat menimbulkan ketidakseimbangan fungsi tubuh,
meningkatkan tekanan darah serta membuat Anda merokok dan makan berlebihan.
Tidak merokok dan minum kopi berlebihan.
Rajin berolah raga. Olah raga aerobik selama 30 menit setiap hari, 3-4 kali seminggu dapat
memperkuat jantung, membakar lemak dan menjaga kesimbangan HDL dan LDL.
Pengobatan
1. Angioplasty
Teknik angioplasti sudah dilakukan lebih dari puluhan tahun, dimana pembuluh darah yang
menyempit diperlebar. Cara ini jauh lebih
cepat dan mudah tapi mungkin lebih kurang
bisa diandalkan dalam jangka panjang,
dibanding operasi bypas.
Pada dasarnya angioplasty adalah teknik
dimana suatu balon yang tipis dan panjang
dimasukkan kedalan pembuluh darah yang menyempit, kemudian balon itu ditiup
menggelembung dengan tekanan tinggi sehingga melebarkan pembuluh darah. Persoalan
dengan angioplasty adalah adanya kemungkinan terjadinya kembali penyempitan setelah
beberapa minggu atau bulan, baik karena pembuluh tidak cukup dilebarkan pada waktu
pertama kali atau karena terjadi peradangan yang mengakibatkan kembali penumpukan lemak.
Kini banyak digunakan stent (jaringan kawat yang halus sekali) pada tempat penyempitan
pembuluh, yang dimasukkan kedalam pembuluh dan digelembungkan bersamaan dengan
balon. Setelah balon dikempiskan dan dikeluarkan maka stent tertinggal dan melebarkan
penyempitan pembuluh. Ini membantu mencegah terulangnya lagi penyempitan pembuluh
darah
2. By pass surgery
38
Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melaluin veana
perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin, dikerjakan dimanapun
(rumah, mobil ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif murah.
Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive plasmin zymogen
(plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik (plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas lemah
terhadap fibrin dan dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang mempunyai
ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu plasmin dapat menyebabkan fibrin
(nogen) lisis (systemic lytic state) yang menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik.
Dalam pengembangan obat trombolitik dibuat obat trombolitik generasi kedua yang
mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja pada permukaan fibrin. Plasmin
hanya bekerja pada klot fibrin dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam yang mempunyai elevasi
segmen ST atau left bundle branch block (LBBB) deberikan IV fibrinolitik jika tanpa
kontra indikasi. Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra kranial,
stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase
diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.
PTCA Primer
Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan stenting koroner dan
pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan memberikan hasil baik. Beberapa penelitian
random, kontrol mendukung bahwa PTCA primer lebih efektif dibanding trombolitik.
Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif terhadap terapi trombolitik dilakukan pada
pusat PTCA yang lengkap dan didukung ahli dalam prosedur PTCA primer dengan
pengalaman mencukupi. Di Amerika Serikat kurang dari 20% rumah sakit mampu
melakukan PTCA primer. Komite memberikan perhatian karena belum rutinya prosedur
39
PTCA sehingga jangan sampai menimbulkan keterlambatan reperfusi karena menyiapkan
prosedur PTCA primer.
Terapi Antiplatelet
Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet secara ireversibel. Proses
tersebut mencegah formasi tomboksan A2. The Veteran Administration Cooperatif study,
Canadian Multicenter Trial dan The Montreal Heart Institute Study membuktikan aspirin
menurunkan resiko kematian dan infark miokard akut fatal dan non fatal sebesar 51-72%
pada penderita angina tidak stabil. Mera analisis oleh Antiplatelet Trialist
Collaborationmemperlihatkan penurunan resiko >25% terhadap kematian dan infark
kiokard akut.
Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal paling
sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang
lebih besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal. Aspirin mempunyai
keterbatasan pada agregasi platelet karena lemah menghambat aktivasi platelet oleh
adenosine dipospat dan kolagen.
Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin untuk
pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan aspirin. Tiklopidin
menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan menghambat transformasi
reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.
Clopidogrel
Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru. Clopidogrel mempunyai efek
menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADP dependent pada kompleks
glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit dibanding tiklopidin dan tidak
pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada
40
19.185 penderita penyakit aterosklerosis dengan manifestasi stroke iskemia, infark
miokard dan penyakit vaskular perifer simptomatik dilakukan random, diberikan
clopidogrel atau aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih efektif
dibanding aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia, infark miokard atau kematian
karena penyakit vaskular, kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada penelitian
CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin mengakibatkan kejadian infark
miokard akut dan kematian sebesar 9,3% dibanding pemberian aspirin saja sebesar 11,4%
(p<0,001). Tetapi terjadi peningkatn resiko perdarahan pada kelompok kombinasi aspirin
dan clopidogrel. Penelitian terakhir pada COMMIT dan CLARITY memberikan hasil
penuruan kematian pada penderita infark miokard akut yang diobati clopidogrel.
Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi dengan protein-
protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara maksimal menghambat jalur
akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah dikembangkan tiga kelas
penghambat glikoprotein IIb/IIIa yaitu antibodi murine-human chimeric(abciximab),
bentuk synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk synthetic nonpeptide (tirofiban dan
lamifiban).
Terapi antithrombin
Unfractioned heparin
Unfractioned heparin merupakan glikosaminoglikan yang terbentuk dari rantai
polisakarida dengan berat molekul 3000-30.000. Rantai polisakarida berikatan dengan
antitrombin III dan menyebabkan penghambatan trombin dan faktor Xa. Meta analisis
memperlihatkan penurunan 33% insidensi infark miokard dan kematian pada penderita
yang mendapat terapi kombinasi unfractioned heparin dan aspirin dibanding pengobatan
aspirin saja.Guidelines mendukung pengobatan unfractioned dikombinasi dengan aspirin
pada pengobatan angina tidak stabil. Unfractioned heparin mempunyai kelemahan pada
variabilitas terhadap dose-reponse.
Low molecular – weight heparins (LMWH)
LMWH mempunyai rantai pendek (< 18 sakarida) dengan bervariasi rasio anti
faktor Xa : anti faktor IIa. Efikasi LMWH pada IMA non ST elevasi bervariasi tergantung
41
preparat LMWH. Lebih tinggi rasio anti faktor Xa: anti faktor IIa akan menghambat
pembentukan trombin lebih baik
LMWH mempunyai keunggulan dibanding unfractioned heparin yaitu bioavailibilitas
meningkat tiga kali dengan pemberian secara subkutan, mempunyai waktu paruh lebih
panjang, durasi kerja lebih panjang, mempunyai sedikit efek pada hambatan agregasi
platelet, tidak memerlukan monitoring laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia,
kurang berinteraksi dengan trombosit sehingga menurunkan resiko perdarahan.
Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa tergantung aktivitas antithrombin
III dan terutama menurunkan aktivitas trombin. Direct antithrombin yaitu hirudin, hirulog,
argatroban, efegatran dan inogatran akan menghambat ikatan klot trombin secara lebih
efektif dibanding penghambat trombin indirek.
2. HIPERTENSI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya
kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia.
Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan
pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam kasus-
kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus
menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya
kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini
merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (Heart attack).
Tekanan darah tinggi tidak memberikan peringatan atau gejala. Jika tidak dikontrol, dapat
menyebabkan penyakit jantung dan ginjal, stroke, dan kebutaan.
Epidemiologi
42
Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi
(≥ 140/90 mmHg); dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya.3 Menurut
National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang
dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-
65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun
1988-1991.
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah
bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi
pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.2 Kebanyakan
pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi,
dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade
kelima.
Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding
perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki
yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi
sebesar 65.4 %.3
Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan
pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi
primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi
dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi
sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan
secara potensial.
43
Hipertensi Primary
Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat
dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya
tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada
dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah
tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.
Hipertensi Secondary
Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi
sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal
Klasifikasi etiologi Penyebab
Hipertensi esensial (primer)
Tidak diketahui, tetapi mungkin
multifaktor yang meliputi :
Kerentanan genetik
Aktivitas berlebihan sistem saraf simpatik
Membran transport Na/K yang abnormal
Penggunaan garam yang berlebihan
Sistem renin-angiotensin aldosteron yang
abnormal
Hipertensi sekunder
Penyakit ginjal
Gagal ginjal kronis, Stenosis arteri renalis
Glomerulonefritis akut
Penyebab endokrin
Tumor adrenal (korteks atau medula)
Sindroma Cushing
Koarkasio aorta
Obat-obatan, misalnya kortikosteroid
steroid dan pil kontrasepsi
44
ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara
umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat
badannya di atas normal atau gemuk (gendut). Yang tergolong hipertensi sekunder antara lain
- Hipertensi karena adanya gangguan ginjal. Terjadi akibat gangguan baik pada pembuluh
darah yang mensuplai darah ke ginjal (hipertensi renovaskular) maupun sel-sel ginjal itu
sendiri (hipertensi renal)
- Hipertensi akibat gangguan pembuluh darah. Dari hipertensi primer yang belum diketahui
penyebabnya, bisa merusak organ ginjal yang dapat membuat hipertensinya semakin parah
(hipertensi sekunder). Begitu juga sebaliknya, hipertensi sekunder bisa memperparah
hipertensi dengan rusaknya ginjal. Jika hipertensi sekunder karena pembuluh darah di ginjal,
koreksi harus segera dilakukan agar tidak menjadi masalah yang kompleks di kemudian hari.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
- Hipertensi pada tekanan sistolik, dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih 90 mmHg.
- Hipertensi sistolik terisolasi, dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Usia, Jenis Kelamin dan Tekanan Darah
Usia amat menentukan batas normal tekanan darah seseorang. Ketika seseorang masih
dalam usia produktif, kemampuan elastisitas pembuluh-pembuluh darah besar untuk menerima
darah dari ventrikel kiri jantung masih amat kuat. Hal ini juga didukung oleh kemampuan
meregang dari pembuluh-pembuluh darah besar tersebut.
Semakin bertambahnya usia, keelasitisan pembuluh darah besar tersebut akan makin
berkurang seiring dengan penambahan serat kolagen pada tunica medianya. Sehingga akan
terjadi penambahan volume intravaskuler secara bertahap sejalan dengan umur seseorang
tersebut. Penambahan volume intravaskuler inilah yang menyebabkan jantung akan
meningkatkan tekanan sistoliknya seiring bertambahnya usia.
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap besarnya tekanan darah seseorang. Pria
memiliki kemampuan metabolisme yang jauh lebih besar dibandingkan dengan wanita. Hal ini
ditandai dengan lebih besarnya massa otot, volume tulang,dll. dibandingkan dengan wanita.
Dengan demikian, tubuh akan mengkompensasi keperluan metabolisme yang berbeda tersebut
45
dengan tekanan arteri yang berbeda pula. Pria akan memiliki tekanan darah yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan perempuan.
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah pada Usia Lanjut
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah pada usia lanjut antara
lain:
- Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal
ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang
berlangsung terus menerus.
- Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin
sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
- Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua. Dengan
bertambahnya usia akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang
mengakibatkan hipertensi sistolik.
- Perubahan ateromatous (penumpukan HDL pada pembuluh darah) akibat proses menua
menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan
subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal,
meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan
kenaikan tekanan darah.
Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegakkan bila ditemukan adanya peningkatan
tekanan arteri diatas nilai normal yang diperkenankan berdasarkan umur, jenis kelamin dan
ras. Batas atas tekanan darah normal yang diijinkan adalah sebagai berikut :
Dewasa 140/90 mmHg
Dewasa muda (remaja) 100/75 mmHg
Anak usia prasekolah 85/55 mmHg
Anak < 1 tahun (infant) 70/45 mmHg
Klasifikasi Hipertensi
Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional
Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat
46
membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data
penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang.
Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO
dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
KategoriSistol
(mmHg)Dan/atau
Diastole
(mmHg)
Obat Awal
Tanpa Indikasi Dengan Indikasi
Normal <120 Dan <80Tidak perlu
menggunakan obat
hipertensi
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89 Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi.
Hipertensi tahap
1
140-159 Atau 90-99 Untuk semua kasus
gunakan diuretik jenis
thiazide. Pertimbangkan
ACEi, ARB, BB, CCB,
atau kombinasikan.
Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi lalu
tambahkan dengan
penggunaan obat anti
hipertensiHipertensi tahap
2
≥ 160 Atau ≥ 100 Gunakan kombinasi dua
obat (biasanya diuretik
47
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90
Tabel Klasifikasi Hipertensi pada Anak-Anak dan Dewasa
Kelompok Umur Normal Hipertensi
<2 tahun
3-5 tahun
6-9 tahun
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
20-45 tahun
45-65 tahun
>65 tahun
< 104/70
< 108/70
114/74
122/78
130/80
136/84
120-125/75-80
135-140/85
150/85
> 112/74
> 116/76
122/78
> 126/82
> 136/86
> 140/90
135/90
140-160/90-95
160/90 (borderline)
Sumber: Bullock, 1996: Battegay, dkk, 2005
Tekanan darah pada orang-orang berusia lanjut dikatakan normal apabila masih di bawah
140/90 mmHg. Apabila seorang lansia dikatakan mengalami hipertensi adalah ketika tekanan
darahnya melewati 150/90 mmHg.
48
Berdasarkan tinggi rendahnya tekanan sistolik dan diastolik. Klasifikasi tekanan darah
untuk Dewasa usia 18 tahun atau lebih
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik ( mmHg)
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan)
Tingkat 2 (sedang)
Tingkat 3 (berat)
<130
130-139
140-159
160-179
<85
85-89
90-99
100-109
Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.
Faktor risiko yang dapat dikendalikan:
1. Ras
Suku berkulit hitam berisiko lebih tinggi terkena hipertensi. Di Amerika, penderita hipertensi
berkulit hitam 40% lebih banyak daripada berkulit putih.
2. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada setiap umur namun semakin bertambahnya usia akan semakin
tinggi pula kemungkinan terkena hipertensi. Hal ini diakibatkan perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah, dan hormon.
3. Riwayat keluarga
Hipertensi bisa diturunkan. Pada anak dengan salah satu orang tua nya mengidap hipertensi
akan mengalami kemungkinan hipertensi sebesar 25% dan meningkat menjadi 60% bila
keduanya menderita hipertensi.
4. Jenis Kelamin
49
Hipertensi sering terjadi pada pria paruh baya atau dewasa muda sebaliknya pada wanita
meningkat pada usia 55 tahun atau setelah menopouse.
Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah
1. Kegemukan (Obesitas)
Ada beberapa sebab mengapa kelebihan berat badan bisa memicu hipertensi. Massa tubuh
yang besar membutuhkan lebih banyak darah untuk menyediakan oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Artinya darah yang mengalir dalam pembuluh darah semakin banyak sehingga
dinding arteri mendapatkan tekanan lebih besar. Tidak hanya itu, kelebihan berat badan
membuat frekuensi denyut jantung fan kadar insulin dalam darah meningkat. Kondisi ini
menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.
Lemak jenuh dan lemak trans yang masuk ke dalam tubuh patut diwaspadai. Konsumsi kedua
lemak ini secara terus-menerus menyebabkan penumpukan lemak di dalam pembuluh darah.
Akibatnya arteri menyempit dan perlu tekanan lebih besar untuk mengalirkan darah ke seluruh
tubuh.
2. Sindroma Resistensi Insulin
Faktor ini dipercaya para dokter sebagai faktor genetik. Glukosa hasil sintesa makanan akan
diangkut oleh darah ke seluruh tubuh lalu diubah menjadi sumber energi. Agar glukosa bisa
masuk ke dalam sel-sel tubuh dibutuhkan insulin. Namun, ada beberapa orang yang kurang
mampu merespon insulin sehingga tubuh memproduksi lebih banyak insulin. Lama-kelamaan,
pankreas tidak mampu lagi mengatasi resistensi insulin. Kondisi ini akan mengarah ke diabetes
tipe II. Inilah mengapa diabetes sangat berkaitan dengan hipertensi.
3. Kurangnya Aktivitas Fisik
Faktor ini merupakan salah satu langkah mengatasi faktor pertama dan kedua. Jika seseorang
kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi, memaksa jantung bekerja lebih
keras setiap kontraksi.
4. Merokok
50
Zat-zat kimia tembakau, seperti nikotin dan karbon monoksida dari aasap rokok, membuat
jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah.
5. Sensitivitas Natrium
Beberapa orang lebih sensitif terhadap natrium. Tubuh mereka akan menahan natrium di
dalam tubuh sehingga terjadi retensi air dan peningkatan tekanan darah. Usia pun
mempengaruhi kemampuan tubuh menahan natrium. Semakin tua umur seseorang, makin
sensitif tubuhnya terhadap natrium.
6. Kalium Rendah
Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam cairan sel. Apabila
tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan di dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan
sehingga resiko hipertensi meningkat.
Patogenesis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
51
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
52
Tekanan darah arteri
53
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan
tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh
setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
9. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
10. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
11. Asupan natrium (garam) berlebihan
12. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
13. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin
II dan aldosteron
14. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
15. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan
penanganan garam oleh ginjal
16. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di
ginjal
Diabetes mellitus
Resistensi insulin
Obesitas
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
9. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik
inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
10. Berubahnya transpor ion dalam sel
54
Prognosa Hipertensi
1. Penyakit Ginjal
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu penyebab utama dari penyakit ginjal dan
kegagalan ginjal (stadium akhir penyakit ginjal). Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan
pada pembuluh-pembuluh darah dan saringan-saringan (filters) dalam ginjal, membuat
pengangkatan/penghilangan dari pembuangan dari tubuh menjadi sulit.
2. Disfungsi Ereksi
Untuk dapat ereksi, penis membutuhkan aliran darah dan masuk yang lancar dengan adanya
hambatan pembuluh darah maka aliran darah yang dibutuhkan kurang.
3. Penyakit Jantung
Termasuk gagal jantung atau kerusakan pada jantung seperti infark pada otot jantung.
Patofisiologi
1. Peranan sistem renin angiotensin
55
Penelitian terhadap binatang percobaan menunjukkan hipertensi renovaskular secara khas
dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang tergantung pada renin (renin dependency) dan yang
tergantung pada volum (volume dependency). Penelitian terhadap manusia juga menunjukkan
hal yang sama. Pertama, aktivitas renin plasma biasanya normal atau tinggi, tetapi tidak pernah
menjadi rendah pada pasien hipertensi renovaskular. Kedua, gambaran sekresi renin dari ginjal
yang iskemik dan kontralateral mirip seperti apa yang ditemukan secara eksperimental pada
hipertensi Goldblat, yang terjadi hipersekresi pada ginjal unilateral dan supresi pada ginjal
kontralateral. Ketiga, pada pasien dengan stenosis arteri renalis, bila dilakukan operasi untuk
menghilangkan stenosis atau pengobatan dengan penghambat Angiotensin Converting Enzim
(ACK) maka tekanan darah akan terkendali mendekati nilai normal. Keempat, curah jantung
(cardiac output) akan meningkat pada pasien dengan stenosis a. renalis bilateral atau unilateral.
2. Pengaruh hemodinamik
Retensi natrium diketahui pula merupakan suatu mekanisme yang mendasari terjadinya
hipertensi renovaskular. Hal ini dikaitkan dengan adanya peningkatan curah jantung pada
pasien aldosteronisme primer, yang merupakan suatu gambaran klasik
hipertensi yang tergantung volume. Frohlich dkk. menemukan bahwa curah jantung pada
pasien hipertensi renovaskular lebih tinggi dibanding dengan hipertensi esensial meskipun
tidak ada perbedaan yang nyata dalam besarnya volume plasma.
Pickering menggunakan ekokardiografi untuk membandingkan gambaran hemodinamik dan
derajat hipertrofi ventrikel kiri pasien hipertensi esensial dengan hipertensi renovaskular.
Hasilnya menunjukkan bahwa pasien hipertensi renovaskular mempunyai derajat dilatasi
ventrikel kiri dan hipertrofi septal yang lebih besar. Juga didapatkan bahwa curah jantung
pasien dengan hipertensi renovaskular dengan kelainan bilateral lebih tinggi dibandingkan
dengan unilateral
3. Pengaruh posisi ginjal (nefroptosis)
Kemungkinan dari mobilitas ginjal yang abnormal atau nefroptis dalam menyebabkan
fibromuskular displasia telah menarik perhatian para ahli dalam beberapa tahun, tetapi data
yang konklusif masih minim5. Nefroptosis lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan
pria, juga lebih sering ditemukan pada sebelah kanan dibandingkan kiri, namun tidak paralel
dengan insiden fibromuskular. DeZeuuw dkk., menilai mobilitas ginjal pada posisi tidur dan
tegak dari 234 pasien. Hampir seluruh pasien adalah penderita hipertensi, termasuk 14 di
56
antaranya dengan fibromuskular displasia. Pemeriksaan dengan menggunakan pielografi
menunjukkan 14 pasien dengan fibromuskular displasia, 12 di antaranya mempunyai mobilitas
ginjal yang abnormal. Abnormalitas ini ditemukan pada sisi pembuluh darah yang terkena.
Walaupun bukti yang ada secara jelas menunjukkan adanya asosiasi antara nefroptosis dengan
kejadian hipertensi, mekanisme secara fisiologik masih belum jelas. Diduga, mobiltas ginjal
ini akan menyebabkan tertekuknya arteri renalis yang akan menyulut terjadinya fibrosis dan
obstruksi5. Bianchi menunjukkan bahwa pasien dengan nefroptosis laju filtrasi glomerulus
lebih menurun pada posisi tegak.
4. Pengaruh faktor hormonal yang lain
Beberapa pasien dengan hipertensi renovaskular mengalami hiperaldosteronisme sekunder
sedang sampai berat. Dua pendapat yang mungkin dapat menjelaskan keadaan ini yaitu tentang
adanya disosiasi antara aktivitas plasma renin dengan kadar angiotensin II. Lainnya dianggap
karena adanya keadaan keseimbangan natrium yang berubah dalam hal sensitivitas terhadap
angiotensin II. Adanya kekurangan natrium akan memperbesar respons aldosteron terhadap
Angiotensin II pada sel glomerulosa yang diisolasi.
Plasma katekolamin mungkin normal pada penderita hipertensi renovaskular tanpa adanya
azotemia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf simpatis berperan bagi
timbulnya fluktuasi tekanan darah, karena adanya korelasi antara tekanan darah dengan kadar
norepinefrin dan renin dalam pengamatan 24 jam.
Wilson dan kawan-kawan pada 1973 melaporkan adanya kenaikan prostaglandin dalam darah
vena ginjal dan urin pada hipertensi renovaskular. Imanishi membuktikan pula tentang peranan
prostaglandin untuk pelepasan renin pada penderita hipertensi renovaskular dan didapat
adanya korelasi yang erat antara kadar prostaglandin E2 dengan renin pada pembuluh darah
vena ginjal yang mengalami iskemik.
Patofisiologi hipertensi
Pada seseorang lanjut usia, mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan
dengan penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan aorta
meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan
kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai
penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer yang tinggi dilanjutkan dengan
57
pengisian diastolik abnormal dan bertambahnya massa ventrikel kiri. Penurunan volume darah
dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik.
Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik output jantung akan menganggu volume
intravaskuler, aliran darah ke ginjal menurun yang secara otomatis akan menurunkan
Glomerulus Filtrate Rate (GFR) aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan meningkatnya
resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik yang lebih tinggi dengan
bertambahnya norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta
adrenergik pada yang mengakibatkan penurunan fungsi relaksasi pembuluh darah.
Hubungan hipertensi dengan MI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama dari gangguan
kardiovaskuler. Prevalensi, decompensasi cordis dan hipertensi mempunyai angka-angka
nasional yang sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan letak geografis. Hipertensi juga
sering disebut sebagai silent killer karena menimbulkan komplikasi pada jantung, otak dan
ginjal Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Hipertensi atau peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor
miokard) keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi
dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arteriosklerosis (faktor koroner) hal ini
menyebabkan decompensasi cordis lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi di
bandinh orang normal. Arteriosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
Decompensasi cordis.
Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
58
Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan
morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular
atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko merupakan
tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti
yang menunjukkan pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai, tetapi kontrol
tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tekanan darah diastoliknya
sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien
hipertensi yang diobati tetapi belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan tekanan darah diastolic ≤90 mmHg.11 Pada kebanyakan pasien, tekanan darah
diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah
tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular
dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai
petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah
tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien
dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang
sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan
rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan
hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke
hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet
59
rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien
dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara
perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan
alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas
intervensi diet:
a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan
ideal
b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah
secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan
selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.
e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah pada individu dengan hipertensi.
f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien
mengalami penurunaan tekanan darah sistolik denganpembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak
30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan
kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan
berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana
yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor
resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok
harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
60
2. Terapi farmakologi
Menurut JNC 7 (2003) ada sejumlah kelompok obat yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hipertensi. Berikut ini adalah penjabaran kelompok-kelompok obat tersebut,
penjelasan singkat mengenai mekanisme kerja dari masing-masing kelompok obat, serta
contoh-contoh obatnya.
Diuretics
Diuretik bekerja dengan mengurangi jumlah air dalam sirkulasi darah, melalui efek diuresis
(peningkatan produksi urin). Dari sini diharapkan beban jantung dan tekanan darah dapat
berkurang. Umumnya bersama dengan pengeluaran air, keluar pula ion natrium dan sejumlah
ion lainnya. Contoh obat: hydrochlorothiazide, spironolactone, furosemide.
Beta blockers
Jantung memiliki reseptor saraf otonom simpatis tipe β1, yang sifatnya selektif dan hampir
hanya ditemukan pada jantung. Perangsangan simpatis berlebihan pada jantung dapat
menstimulasi jantung untuk berkontraksi lebih kuat, sehingga penghambatan terhadap
kontraksi jantung yang terlalu kuat diharapkan dapat menurunkan tekanan darah. Contoh obat:
bisoprolol, metoprolol, propanolol, atenolol, carvedilol.
Calcium channel blockers
Ion kalsium berfungsi untuk kontraksi otot jantung. Selama jantung mengalami kontraksi, obat
golongan ini menghambat ion kalsium memasuki sel otot jantung, sambil juga membantu
vasodilatasi pembuluh darah koroner. Contoh obat: nifedipine, amlodipine, verapamil,
diltiazem, nicardipine.
ACE Inhibitors
Bekerja pada RAAS ; obat golongan ini memiliki sifat sebagai inhibitor kompetitif dengan
enzim Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Dengan pemberian obat ini, enzim ACE yang
tadinya berfungsi mengubah angiotensin I (inaktif) menjadi angiotensin II (aktif), tidak
berfungsi lagi. Dengan demikian hormon aldosteron, yang merupakan produk akhir
61
angiotensin II yang dapat meningkatkan tekanan darah, akan berkurang kadarnya. Contoh
obat: captopril, ramipril, enalapril, imidapril, perindopril.
Angiotensin Receptor Blockers
Mekanisme kerjanya juga melibatkan RAAS, namun obat ini bekerja langsung pada reseptor
angiotensin II sehingga angiotensin II tidak dapat memperlihatkan efek vasokonstriksinya
terhadap pembuluh darah. Contoh obat: irbesartan, candesartan, losartan, telmisartan,
valsartan.
3. Terapi metoprolol oral
NAMA GENERIK
Metoprolol
STRUKTUR KIMIA
C15H15NO3
SIFAT FISIKOKIMIA
Serbuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam air, mudah larut dalam alkohol, kloroform
dan dikloromethana, agak sukar larut dalam aseton, tidak larut dalam eter.
SUB KELAS TERAPI
Antihipertensi
KELAS TERAPI
kardiovaskuler
Metaprolol
Obat antihipertensi β-bloker yang kardioselektif relatif, mempunyai afinitas yang lebih
tinggi terhadap reseptor β1 daripada reseptor β2. Metoprolol dimetabolisme terutama oleh
CYP2D6 yang mengalami polimorfisme genetik. Karena itu waktu paruh eliminasinya
berkisar dari 3-4 jam pada extensive metabolizer sampai 7-8 jam pada poor metabolizer.
SIFAT FISIKOKIMIA
Serbuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam air, mudah larut dalam alkohol,
kloroform dan dikloromethana, agak sukar larut dalam aseton, tidak larut dalam eter.
Larutan 10% dalam air mempunyai pH 6.0-7.0. Simpan dalam kemasan tertutup rapat,
pada suhu 25ºC.
62
DOSIS PEMBERIAN OBAT
Hipertensi : Anak : dosis awal 1-2 mg/kg/hari, maksimum 6 mg/kg/hari ( ≤ 200 mg/hari);
berikan dalam 2 dosis terbagi. Dewasa : 100-450 mg/hari dalam 2-3 dosis terbagi, dimulai
dengan dosis 50 mg dua kali sehari dan tingkatkan dosis dalam interval mingguan untuk
mendapatkan efek yang diinginkan; range dosis lazim : 50-100 mg/hari. Angina,
profilaksis infark miokardiak Dewasa : 100 - 450 mg/hari dalam 2 -3 dosis terbagi,
dimulai dengan dosis 50 mg dua kali sehari dan tingkatkan dosis dalam interval mingguan
untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Gagal jantung kongestif : Dewasa : dosis awal
25 mg satu kali sehari, dosis dapat ditingkatkan menjadi dua kali setiap 2 minggu jika
dapat ditoleransi.3
FARMAKOLOGI
Absorpsi : Metoprolol termasuk β-bloker yang mudah larut dalam lemak, semuanya
diabsorpsi dengan baik (> 90%) dari saluran cerna. Penyerapan dosis tunggal oral 20-100
mg bisa sempurna dalam waktu 2,5-3 jam setelah dosis oral, sekitar 50% obat yang
diberikan dalam bentuk tablet nampak mengalami metabolisme pada hati. Bioavaibilitas
dari metoprolol tartrate yang diberikan secara oral naik seiring kenaikan dosis.
Distribusi : Metoprolol disalurkan luas ke dalam jaringan tubuh. Konsentrasi dari obat
lebih besar pada jantung, paru-paru dan air liur pada plasma. Metoprolol 11-12% terikat
pada protein serum,yang nampak hanya pada albumin.setelah menerima dosis terapi
konsentrasi metoprolol pada eritrosit adalah 20% lebih tinggi dari pada konsentrasi pada
plasma. konsentrasi metoprolol pada CSF adalah sekitar 78% dari konsentrasi pada
plasma. Metoprolol didistribusikan ke dalam jaringan lunak pada konsentrasi sekitar 3-4
kali dari konsentrasi plasma ibu, tetapi jumlah sebenarnya yang disalurkan ke dalam
jaringan lunak nampak sangat kecil. Eliminasi : Eliminasi metoprolol nampak mengikuti
gaya kinetik tingkat pertama dan terjadi terutama pada hati, waktu yang diperlukan untuk
proses tersebut bebas dosis dan lamanya terapi. Metoprolol dimetabolisme oleh
cytochrome P-450 (CYP) sistem enzim mikrosomal, yang sebelumnya 2D5 (CYP2D6).
Bila diberikan secara oral, metoprolol dapat menghambat metabolisme stereoselective
yang tergantung pada oksidasi phenotipe. Metoprolol dan metabolitnya diekskresi dalam
urin terutama melalui filtrasi glomerular, walaupun sekresi dan reabsorpsi bisa terjadi.
63
Sekitar 95% dari dosis tunggal diekskresi dalam urin dalam waktu 72 jam. Kurang dari
5% dan sekitar 10% dosis metoprolol dieksresi pada urin yang tidak berubah setelah
minum obat.
KONTRA INDIKASI
Hipersensitif terhadap metoprolol atau komponen lain dalam sediaan, atau beta bloker
lainnya: sindrom sakit sinus, penyakit arteri perifer parah, feokromositoma (tanpa blokade
alfa), Infark miokardiak, bradikardia sinus parah, gagal jantung sedang sampai parah,
syok kardiogenik, asma, bronkospasme dan penyakit yang berhubungan dengan obstruksi
jalan napas.
EFEK SAMPING
Hipotensi, bradikardia, insufisiensi arteri, nyeri pada dada, gagal jantung kongestif,
edema, palpitasi, rasa lelah, depresi, bingung, halusinasi, insomnia, mimpi buruk,
gangguan tidur, mengantuk, vertigo, pruritus, ruam, fotosensitif, psoriasis parah,
penurunan libido, diare, konstipasi, flatulens, sakit perut, mual, muntah, nyeri otot,
pandangan kabur, gangguan penglihatan.
INTERAKSI OBAT
Peningkatan efek/toksisitas : Inhibitor CYP2D6 dapat meningkatkan level/efek
metoprolol, contoh inhibitor, klorpromazin, delaviridin, fluoksetin, mikonazol, paroxetine,
pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir dan ropinirol, Aminokuinolon (antimalaria),
propafenon dan propoxyfen meningkatkan efek metoprolol. Metoprolol juga dapat
meningkatkan efek obat lain yang mempunyai konduksi AV lambat ( seperti digoksin,
verapamil, diltiazem), dipiridamol, disopiramid, inhibitor asetilkolinesterase, amiodaron,
bloker alfa 1 ( prazosin, terazosin) dan alfa/beta agonis ( aksi langsung) dan midodsin.
BENTUK SEDIAAN
Tablet tartrate : 50 dan 100 mg
MEKANISME AKSI
Inhibitor beta1- adrenergic reseptor memblok/menghambat beta1-reseptor, dengan sedikit
atau ada efek pada beta 2 reseptor pada dosis <100 mg.
64
Metoprolol adalah agen β-bloker yang bekerja dengan cara memblokir aksi dari sistem
saraf simpatik, sebagian dari sistem saraf tak sadar, dengan memblokir reseptor beta pada
saraf simpatik. Karena sistem saraf simpatik bertanggung jawab untuk meningkatkan
tingkat yang jantung berdetak, dengan menghalangi aksi saraf metoprolol mengurangi
denyut jantung dan berguna dalam mengobati abnormal irama jantung yang cepat.
Metoprolol juga mengurangi kekuatan kontraksi otot jantung dan dengan demikian
menurunkan tekanan darah. Dengan mengurangi denyut jantung dan kekuatan kontraksi
otot, metoprolol mengurangi kebutuhan oksigen oleh otot jantung.
Dosis yang digunakan dalam terapi hipertensi adalah : 50mg/hari, dosis max 200 mg/hari
FARMAKODINAMIK
Relatif beta1 selektivitas ditunjukkan oleh berikut: (1) Pada orang sehat, Lopressor
adalahmampu membalikkan efek vasodilatasi beta2 - dimediasi epinefrin. Hal ini kontras
denganefek nonselektif (beta1 ditambah beta2) beta blocker, yang benar-benar
membalikkan vasodilatasiefek epinefrin. (2) Pada pasien asma, Lopressor mengurangi
FEV1 dan FVC signifikankurang dari beta blocker nonselektif, propranolol, pada setara
beta1 - reseptor dosis memblokir. Lopressor tidak memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik, dan aktivitas membrane - menstabilkan adalahterdeteksi hanya pada dosis yang
jauh lebih besar dari yang dibutuhkan untuk blokade beta. Hewan dan manusiaeksperimen
menunjukkan bahwa Lopressor memperlambat laju sinus dan mengurangi AV nodal
konduksi .Bila obat itu diinfus selama 10 menit, pada sukarelawan normal, beta
maksimumblokade dicapai pada kira-kira 20 menit. Beta -blocking maksimal setara efek
adalahdicapai dengan dosis oral dan intravena dalam rasio sekitar 2,5:1 . Ada
linierhubungan antara log kadar plasma dan pengurangan latihan denyut jantung .Dalam
beberapa penelitian pasien dengan infark miokard akut , intravena diikuti dengan
lisanadministrasi Lopressor menyebabkan penurunan denyut jantung, tekanan darah
sistolik dan jantungoutput. Stroke volume, tekanan darah diastolik dan arteri akhir tekanan
65
diastolik parutetap tidak berubah .farmakokinetikPenyerapan: bioavailabilitas oral
diperkirakan rilis metoprolol langsung adalah sekitar 50 %karena metabolisme pra -
sistemik yang mengarah ke peningkatan saturable non - proporsional dalameksposur
dengan peningkatan dosis.
Distribusi: Metoprolol secara luas didistribusikan dengan volume melaporkan distribusi
3.2menjadi 5,6 L / kg . Sekitar 10 % dari metoprolol dalam plasma terikat albumin serum.
Metoprolol dikenaluntuk melewati plasenta dan ditemukan dalam ASI . Metoprolol juga
dikenal untuk menyeberangi darahpenghalang otak setelah pemberian oral dan konsentrasi
CSF dekat dengan yang diamati padaplasma telah dilaporkan . Metoprolol bukanlah
substrat P - glikoprotein signifikan.
Metabolisme: Lopressor terutama dimetabolisme oleh CYP2D6. Metoprolol adalah
campuran rasemat R- dan S–enansiomer dan ketika diberikan secara oral, itu
menunjukkan metabolisme selektif stereo yang tergantung pada fenotipe oksidasi.
CYP2D6 tidak hadir ( metabolisme miskin ) pada sekitar 8 % dariKaukasia dan sekitar 2
% dari populasi lain kebanyakan . Buruk CYP2D6 metabolisme menunjukkan beberapa
kali lipatkonsentrasi plasma yang lebih tinggi dibandingkan Lopressor metabolisme
ekstensif dengan yang normalAktivitas CYP2D6 sehingga mengurangi cardioselectivity
Lopressor itu . Eliminasi : Penghapusan Lopressor terutama oleh biotransformasi dalam
hati. Waktu paruh eliminasi metoprolol adalah 3 sampai 4 jam, dalam miskin CYP2D6
metabolisme paruhmungkin 7 sampai 9 jam. Sekitar 95 % dari dosis dapat dipulihkan
dalam urin . Dalam kebanyakan subyek (metabolisme yang luas ), kurang dari 10 % dari
dosis intravena diekskresikan sebagai obat tidak berubah dalamurin . Dalam metabolisme
miskin, sampai 30 % atau 40 % dari dosis oral atau intravena, masing-masing,
mungkindiekskresikan tidak berubah, sisanya diekskresikan oleh ginjal sebagai metabolit
yang tampaknya tidak memilikibeta kegiatan pemblokiran. Clearance ginjal stereo isomer
tidak menunjukkan stereoselektivitasekskresi ginjal .
PERINGATAN
penderita dengan gangguan paru obtruktif, bradikardi, gangguan sirkulasi arteri perifer,
diabetes, sirosis hati, usia lanjut, pembedahan. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi
atau menjalankan mesin.
66
Pada penyakit hipertensi, β-bloker menghambat β1 karena berhubungan dengan kardiovaskuler.
Pemberian β-bloker secara kronik pada pasien hipertensi menurunkan tekanan darah secara
perlahan-lahan. Pada umumnya dikombinasi dengan diuretik. Ada 2 mekanisme antihipertensi
β-bloker. Pertama, berdasarkan penurunan curah jantung dan refleks peningkatan resistensi
perifer. Kedua, berdasarkan hambatan sekresi renin.
Pada pasien infark miokard, untuk pencegahan sekunder setelah infark miokard artinya
untuk mengurangi insidens infark ulang dan kematian pada pasien yang selamat dari
serangan akut infark miokard, metaprolol oral diberikan (100 mg, 2 x sehari) setelah fase
akut lewat dan keadaan pasien telah stabil (antara 5-28 hari setelah serangan) dan
diteruskan selama 1-2 tahun tetapi jika dalam fase akut untuk mengurangi kematian dan
luas infark diberikan secepatnya setelah terjadi serangan infark
secepatnya setelah terjadi serangan infark (dalam waktu beberapa jam) mula-mula 15 mg
IV lalu 100 mg 2 x sehari secara oral.
67
VIII. KERANGKA KONSEP
Hipertensi
Disfungsi endotel
Gangguan Vasoaktif
Kurang supply O2 pada
miokardium
Myocardial Infarction
Tindakan Angioplasty
Terapi Metoprolol
Blokade epinepherine dan Norepinephrine
Menghambat β1 selektif β1
TD menurun , denyut jantung menurun ,
dan vasodilatasi pembuluh darah
Kontraindikasi relatif terhadap
β2 reseptor
Usia Tua
Elastisitas Pembuluh
darah menurun
Asma
68
IX. KESIMPULAN
Tn,A 70 tahun ,menderita hipertensi sebagai faktor resiko MI,diberi terapi metoprolol
untuk memblok reseptor β1 guna memberi cardiodepressant dan hipotensive action.
69
DAFTAR PUSTAKA
FK USU.http:// Repository.usu.id . Infark Miokard. Diakses pada tanggal 12 November 2013
pukul 14.00 WIB.
Katzung, Betram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC
Price and Wilson. Patofisiologi. (6th Ed.), (pp. 1025-1031), St. Louis: Mosby. Carter,M.
(2003).
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson.2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
edisi 6 volume 1. Jakarta:EGC.
2013. “Metoprolol”. http://www.informasiobat.com/metoprolol. Diakses 12 November
2013.Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2012. Farmakologi dan Terapi (ed. 5).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
top related