hubungan durasi waktu tidur, paparan asap …eprints.ums.ac.id/55640/1/naskah publikasi.pdf ·...
Post on 29-Apr-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN DURASI WAKTU TIDUR, PAPARAN ASAP ROKOK, DAN LAMA PEMBERIAN ASI DENGAN TEKANAN DARAH PADA IBU
MENYUSUI YANG MEMILIKI RIWAYAT HIPERTENSI SAAT HAMIL DI KOTA SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Disusun Oleh :
SHERLY APRILIA MARYANI J 410 130 013
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
i
ii
iii
1
HUBUNGAN DURASI WAKTU TIDUR, PAPARAN ASAP ROKOK, DAN LAMA PEMBERIAN ASI DENGAN TEKANAN DARAH IBU MENYUSUI
YANG MEMILIKI RIWAYAT HIPERTENSI SAAT HAMIL DI KOTA SURAKARTA
Abstrak Prevalensi tekanan darah tinggi berdasarkan hasil Riskesdas (2013) pada umur ≥18 tahun adalah 25,8%. Gangguan tekanan darah tinggi di Propinsi Jawa Tengah paling banyak dialami wanita dengan persentase 29,8%. Angka prevalensi ibu hamil yang mengalami hipertensi adalah 12% (WHO, 2012), namun tidak diketahui apakah setelah melahirkan gangguan tekanan darah tersebut menurun atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi waktu tidur, paparan asap rokok, dan lama menyusui dengan tekanan darah ibu menyusui yang memiliki riwayat hipertensi saat hamil di Kota Surakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif observasional dengan desain rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 105 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang memiliki riwayat hipertensi saat hamil sebanyak 87 orang yang diambil secara simple random sampling. Uji hipotesis menggunakan Korelasi Rank Spearman’s rho. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara durasi waktu tidur (p value= 0,372), tidak ada hubungan antara paparan asap rokok keseluruhan (p value= 0,285) tidak ada hubungan antara paparan asap rokok di lingkungan keluarga (p value= 0,684), tidak ada hubungan paparan asap rokok di lingkungan kerja (p value= 0,140), tidak ada hubungan paparan asap rokok di lingkungan pergaulan (p value= 0,315), tidak ada hubungan paparan asap rokok transportasi (p value= 0,829) dengan tekanan darah pada ibu menyusui. Ada hubungan yang signifikan dari lama pemberian ASI dengan tekanan darah pada ibu menyusui (p value= 0,000) koefisien korelasi (r) = -0,449. Kata kunci : Durasi waktu tidur, paparan asap rokok, lama menyusui, tekanan
darah, ibu menyusui
Abstract
High blood pressure prevalence based on Riskesdas (2013) on ≥18 years old showed 25,8%. High blood pressure disorder in Central Java Province is mostly experienced by women with percentage of 29,8%. Prevalence of maternal hypertension was 12% (WHO, 2012) but research for the blood pressure’s mother after uttered, decrease or not are unknown. This study aims to determine relationship of exposure cigarette smoke, duration of sleep time, and long-term breastfeeding with blood pressure of breastfeeding mother who have a hypertension story during pregnancy in Surakarta City. This type of research is quantitative observational with cross sectional design. Total population of this research is 105 people. The sample of this research is breastfeeding mother who has hypertension while pregnant as many as 87 people used by simple random
2
sampling technique. Hypothesis test results used Rank Spearman’s rho Correlation Test. The conclusion is there was no correlation with sleep duration (p value = 0,372), there was no correlation for all exposure cigarette smoke (p value = 0,285) there was no correlation for exposure cigarette smoke in family (p value 0,684), no correlation exposure of cigarette smoke in work place (p value 0,140), no correlation exposure of cigarette smoke in social environment (p value 0,315) and no correlation exposure of cigarette smoke in transportation (p value 0,829). There was a significant relationship of long-term breastfeeding with blood pressure of breastfeeding mother (p value = 0,000) correlation coefficient (r) = -0,449.
Keywords : duration of sleep time, exposure cigarette smoke, and long-term breastfeeding, blood pressure, breastfeeding mother
1. PENDAHULUAN
Data Riskesdas 2007 menunjukkan selama tahun 1995 hingga 2007 proporsi
penyakit menular telah menurun dari 44,2% menjadi 28,1%, akan tetapi proporsi
penyakit tidak menular mengalami peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5% (Pusat
Data dan Informasi Kemenkes RI, 2012). Penyakit tidak menular yang paling
sering terjadi di Indonesia diantaranya tekanan darah tinggi, diabetes melitus,
kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Riskesdas, 2013).
Tekanan darah merupakan salah satu bagian terpenting dalam sirkulasi
tubuh. Peningkatan atau penurunan tekanan darah pada tubuh seseorang dapat
mempengaruhi homeostatis tubuh. Pada poin pengendalian penyakit menular dan
tidak menular RPJMN 2015-2019, tekanan darah tinggi menjadi fokus utama
upaya penurunan angka prevalensi menjadi 23,4% (Hadiat, 2015).
Tekanan darah tinggi berakibat masalah serius dikemudian hari karena
penyebab atau gejala-gejalanya yang tidak bisa terlihat atau disebut the silent
disease (Dalimganggott dkk, 2008). Menurut Kowalski (2010) dampak dari
tingginya tekanan darah menyebabkan risiko serangan jantung dan stroke hingga
penyakit Alzheimer. Angka prevalensi ibu hamil yang mengalami hipertensi
adalah 12% (WHO, 2012). Bahkan tekanan darah tinggi pada trimester ketiga
kehamilan bisa memicu terjadinya pre-eklamsia dan eklamsia yang menyebabkan
keguguran atau kematian janin (Sirait, 2012).
3
Selain tekanan darah tinggi, ibu hamil juga dapat menderita hipotensi atau
tekanan darah rendah yang mempunyai risiko 3,081 kali melahirkan bayi lahir
mati (Saraswati dan Sumarno, 1998). Prevalensi tekanan darah tinggi berdasarkan
hasil Riskesdas (2013) pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi Propinsi
Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur
(29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Sementara dari data WHO, pada negara dengan
penghasilan tinggi seperti Amerika memiliki prevalensi lebih rendah dari 35% dan
wilayah Afrika sebesar 46% (WHO, 2013).
Hampir 90% penderita tekanan darah tinggi tidak diketahui penyebabnya
secara pasti, namun akan menjadi lebih berat jika memiliki faktor-faktor risiko
yang mempengaruhi (Dalimartha dkk, 2008). Data Riskesdas (2013)
menunjukkan di Propinsi Jawa Tengah jumlah penderita tekanan darah tinggi
lebih banyak dialami wanita dengan persentase 29,8%. Salah satu kota di Jawa
Tengah yang memiliki hipertensi yakni Kota Surakarta dengan angka 28,9%.
Prevalensi di Kota Surakarta lebih tinggi 2,5% dari prevalensi tekanan darah
tinggi di Jawa Tengah sebesar 26,4% (Kemenkes RI, 2013). Daerah yang
memiliki tekanan darah tinggi yaitu Kecamatan Laweyan 7.433 kasus dan
Kecamatan Pasar Kliwon 7.497 kasus (Dinas Kesehatan Surakarta, 2015).
Berkaitan dengan angka prevalensi hipertensi yang tinggi di Kota Surakarta,
hal ini tidak lepas dari faktor risiko yang dipunyai penderita, antara lain usia, jenis
kelamin, keturunan, serta kebiasaan tidur dan merokok. Penelitian Gangwisch dkk
(2013) menyebutkan prevalensi tekanan darah tinggi secara signifikan lebih tinggi
1,19 kali diantara 3 kelompok wanita yang tidur ≤5 jam/hari per malam
dibandingkan dengan tidur 7 jam/hari. Selain lama waktu tidur, penelitian dari
Ashari (2011) membuktikan wanita dengan usia 40-70 tahun mengalami 2,6 kali
risiko tekanan darah tinggi karena terpapar asap rokok. Hasil penelitian lain dari
Stuebe dkk (2011) memperkirakan 12% tekanan darah disebabkan dari
perempuan yang tidak menyusui secara optimal.
Penelitian terkait tekanan darah terutama tekanan darah tinggi sudah cukup
banyak dilakukan daripada tekanan darah rendah karena tanda-tandanya yang sulit
untuk dideteksi. Namun beberapa faktor dari masih belum banyak diteliti. Oleh
4
karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan durasi waktu tidur, paparan
asap rokok, dan lama pemberian ASI dengan tekanan darah ibu menyusui yang
memiliki riwayat hipertensi saat hamil di kota Surakarta. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis hubungan durasi waktu tidur, paparan asap rokok, dan
lama pemberian ASI dengan tekanan darah pada ibu menyusui yang memiliki
riwayat hipertensi saat hamil di Kota Surakarta.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif observasional dengan desain rancangan
cross sectional untuk melihat hubungan penyakit dengan mengamati status durasi
waktu tidur, paparan asap rokok, dan lama pemberian ASI terhadap tekanan darah
pada ibu menyusui di Kota Surakarta, pada satu waktu atau periode (Hidayat,
2014). Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli tahun 2017 selama 5 hari bertempat
di seluruh Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan
Serengan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai riwayat
tekanan darah tinggi saat hamil tahun 2013-2016 di seluruh Kecamatan Laweyan,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan berjumlah 105 orang. Sampel ibu
menyusui sebanyak 87 orang yang diambil dengan teknik simple random
sampling.
Analisis univariat dilakukan untuk menampilkan karakteristik variabel
peneliti dengan gambaran distribusi data, nilai maksimal, nilai minimal, dan
standar deviasi tiap variabel. Setelah semua variabel diuji normalitas datanya
diperoleh kesimpuan bahwa data berdistribusi tidak normal, maka hipotesis
penelitian dilakukan menggunakan uji Korelasi Rank Spearman’s rho dan tingkat
keeratan hubungan (koefisien korelasi) dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi
(r).
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Gambaran karakteristik responden meliputi umur, pendidikan, dan pekerjaan
ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ibu Menyusui Berdasarkan Umur Variabel Mean St.Dev Minimal-Maksimal
Umur 34,32 5,379 22-46
Tabel 1 menunjukkan umur ibu menyusui rata-rata adalah 34,32 tahun ± 5,379
tahun dengan umur termuda 22 tahun dan tertua 46 tahun.Tekanan darah ibu
menyusui saat penelitian ini dapat terlihat pula pada tabel 2, dengan rata-rata
tekanan sistolik sebesar 122,91 mmHg ± 17,951 mmHg dan nilai minimal adalah
90 mmHg, sedangkan nilai maksimalnya 174 mmHg. Rata-rata tekanan diastolik
adalah 86,54 mmHg ± 15,019 mmHg dengan nilai minimal 59 mmHg dan nilai
maksimal 120 mmHg. Hasil penelitian ibu menyusui berdasarkan karakteristik
pendidikan dapat dilihat pada tabel 2. Pendidikan terakhir responden paling
banyak mengenyam jenjang SMA/SMK sebesar 55 orang (64,6%) dan paling
sedikit SD sebanyak 9 orang (10,6%) dan perguruan tinggi sebanyak 2 orang
(2,4%).
Berdasarkan Tabel 2, ibu menyusui mayoritas berada diusia 31-35 dan 36-40
tahun, masing-masing sebanyak 25 orang (29,4%) dan paling sedikit pada
kelompok umur 20-25 tahun sebanyak 6 orang (7,1%). Dari 85 responden,
sebanyak 62 orang (72,9%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga dan sebanyak 3
orang bekerja lain-lain (3,5%). Ibu menyusui yang mempunyai gangguan tekanan
darah berjumlah 62 orang (72,9%) dan yang tidak mempunyai riwayat sebanyak
23 orang (27,1%). Dari wawancara juga didapatkan hasil yang mempunyai
riwayat keturunan gangguan tekanan darah (hipertensi) sejumlah 37 orang
(43,5%) dan yang tidak memiliki riwayat keturunan hipertensi sebanyak 48 orang
(56,5%). Hasil pengukuran menggunakan sfigmomanometer didapatkan bahwa
ibu menyusui yang mempunyai tekanan darah normal (<120 & <80 mmHg)
sebanyak 36 orang (42,3%) dan hipertensi tahap II (≥160 & ≥100 mmHg)
sebanyak 4 orang (4,7%).
6
Tabel 2. Karakteristik Ibu Menyusui, Pendidikan, Pekerjaan, Riwayat Gangguan Tekanan Darah, Riwayat Keturunan tentang Gangguan Tekanan
Darah, dan Tekanan Darah(saat penelitian) Karakteristik Responden Frekuensi Persen (%)
Kelompok Umur (tahun) 20-25 26-30 31-35 36-40 >40
Jumlah Tingkat Pendidikan SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi
Jumlah Pekerjaan Buruh Ibu Rumah Tangga Wiraswasta
Jumlah Riwayat Gangguan Tekanan Darah Ada Tidak
Jumlah Riwayat Keturunan tentang Gangguan Tekanan Darah Ada Tidak
Jumlah Tekanan Darah Normal Pre-hipertensi Hipertensi Tahap I Hipertensi Tahap II Sistolik Mean 122,91 Standar Deviasi 17,951 Min-Max 90-174 Diastolik Mean 86,54 Standar Deviasi 15,019 Min-Max 59-120
Jumlah
6 17 25 25 12 85 9 19 55 2 85
10 62 13 85
62 23 85
37 48 85
36 22 23 4
85
7,1 20
29,4 29,4 14,1 100
10,6 22,4 64,6 2,4 100
11,8 72,9 15,3 100
72,9 27,1 100
43,5 56,5 100
42,3 25,9 27,1 4,7
100
7
3.2 Hubungan Durasi Waktu Tidur dengan Tekanan Darah Ibu Menyusui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62,3% ibu menyusui yang tersebar di
seluruh Kecamatan Kota Surakarta sudah memiliki waktu tidur yang cukup, yaitu
7-8 jam/hari dengan rata-rata 7,476 jam/hari. Penelitian ini menghasilkan bahwa
hubungan antara durasi waktu tidur dengan tekanan darah ibu menyusui tidak
signifikan dengan uji statistik Korelasi Rank spearman’s rho (p value = 0,372).
Hasil ini berbeda dengan penelitian dari Primaherta dkk (2016) yang menyatakan,
durasi waktu tidur <7 jam/hari signifikan terhadap peningkatan tekanan darah
dengan p value = 0,00 dan untuk durasi waktu tidur lebih dari 8 jam/hari tidak
signifikan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi
esensial dengan p value = 0,615. Berbeda dengan penelitian Ilham (2013) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama tidur dengan kejadian
hipertensi pada usia dewasa dengan p value= 0,605. Meskipun begitu, durasi
waktu tidur tetap mempengaruhi tekanan darah seseorang seperti hasil penelitian
Gottlieb (2006) yang menyatakan bahwa tekanan darah mengikuti pola diurnal
(pola naik-turun tekanan darah), tekanan darah turun 10%-20% saat tidur,
sehingga kurang tidur meningkatkan tekanan darah selama 24 jam/hari.
Tidur pendek juga memperpanjang paparan stres, yang telah terbukti
dapat meningkatkan nafsu makan garam dan menekan ekskresi cairan garam pada
ginjal. Hal tersebut berakibat terhadap aktivitas sistem kardiovaskuler yang
meningkat akibat durasi tidur pendek sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan pada struktural sistem tersebut, seperti pada arteri dan mengubah
bentuk ventrikel kiri, yang secara bertahap membuat sistem kardiovaskular
beroperasi dengan keseimbangan bertekanan tinggi. Menurut National Sleep
Foundation US (2015) ada beberapa rekomendasi waktu tidur perhari.
Rekomendasi waktu tidur anak pra-sekolah usia 3-5 tahun selama 10-13 jam/hari
dan anak sekolah usia 6-13 tahun selama 9-11 jam/hari. Sedangkan waktu tidur
usia remaja 14-17 tahun selama 8-10 jam/hari dan usia 18-25 tahun
direkomendasikan tidur selama 7-9 jam/hari. Lalu usia dewasa 26-64 tahun
selama 7-9 jam/hari, dan usia lansia lebih dari 65 tahun direkomendasikan tidur
selama 7-8 jam/hari perhari. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ibu
8
menyusui di Kota Surakarta sudah memiliki durasi waktu tidur sesuai
rekomendasi dari National Sleep Foundation US dengan rata-rata 7,5
jam/hari/hari.
Waktu tidur yang cukup akan mempengaruhi kualitas tidur. Bansil dkk
(2011) menyimpulkan bahwa prevalensi hipertensi sebesar 30,2% diakibatkan
dari gangguan tidur sebesar 52,1% , kualitas tidur yang buruk sebesar 7,5% dan
durasi waktu tidur yang pendek sebesar 33%.
3.3 Hubungan Paparan Asap Rokok dengan Tekanan Darah Ibu Menyusui
Variabel paparan asap rokok dibagi menjadi 4 bagian, yaitu paparan asap
rokok di lingkungan keluarga, paparan asap rokok di lingkungan kerja, paparan
asap rokok di lingkungan pergaulan, dan paparan asap rokok di transportasi.
Secara keseluruhan dari berbagai lingkungan, paparan asap rokok tidak
berhubungan dengan tekanan darah pada ibu menyusui dengan (p value 0,285).
Tidak ada variabel yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
walaupun sebanyak 66 orang (77,6%) terpapar asap rokok di lingkungan keluarga
karena 72,9% adalah ibu rumah tangga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Azhari (2011) pada wanita usia 40-70 tahun mempunyai nilai OR=2,6 kali terkena
hipertensi akibat dari paparan asap rokok di rumah. Penelitian ini juga tidak sesuai
dengan Hanafi (2016) bahwa 74,1% penderita hipertensi mempunyai anggota
keluarga yang merokok dan sebanyak 80% dalam kategori tinggi terpapar asap
rokok. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Nurwidayanti (2013)
yang mengatakan bahwa tidak ada pengaruh paparan asap rokok dengan kejadian
hipertensi, namun 27% kejadian hipertensi bisa dicegah dengan menghilangkan
faktor risiko paparan asap rokok. Sedangkan paparan asap rokok di lingkungan
keluarga (p value 0,684), paparan asap rokok di lingkungan kerja (p value 0,140),
paparan asap rokok di lingkungan pergaulan (p value 0,315); dan yang terakhir
adalah paparan asap rokok di lingkungan transportasi (p value 0,829).
Hasil penelitian ditemukan 4 orang (4,7%) ibu menyusui adalah perokok
aktif bahkan saat diwawancarai mereka mengaku saat hamil tetap merokok
sampai sekarang dan telah menyusui anaknya ≥12 bulan. Namun penelitian ini
tidak menanyakan seberapa lama ibu merokok, keempatnya terpapar asap rokok
9
dari tempat yang sama yaitu di keluarga dan lingkungan pergaulan masing-masing
selama >1 jam/hari. Hal ini kemungkinan akibat dari merokok aktif, ibu menyusui
menderita hipertensi saat hamil yang sesuai dengan penelitian dari Rahajeng dan
Tuminah (2009) bahwa perilaku merokok setiap hari di masa lampau memiliki
risiko menderita hipertensi daripada yang tidak merokok sebesar 1,11 kali (95%
CI: 1,05;1,17). Namun saat diukur tekanan darah 4 orang ibu menyusui yang
merokok dalam penelitian ini, 2 diantaranya hanya menunjukkan tekanan darah
kategori pre-hipertensi (120-139 mmHg & 80-89 mmHg) dan sisanya normal
(<120 mmHg dan <80 mmHg). Selain perilaku merokok aktif, perokok pasif bisa
menjadi faktor risiko kejadian hipertensi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin lama terpapar asap rokok di
lingkungan keluarga maka tekanan darah juga akan semakin meningkat. Data dari
Direktorat PPTM (2012) menunjukkan bahwa sebesar 85% rumah tangga terpapar
asap rokok dengan estimasi, delapan perokok meninggal karena merokok aktif,
satu perokok pasif meninggal karena terpapar asap rokok perokok aktif.
Berdasarkan perhitungan rasio tersebut, sedikitnya 25.000 kematian terjadi
dikarenakan terpapar asap rokok orang lain.
Pada penelitian ini, 77,6% ibu menyusui memiliki anggota keluarga yang
merokok dan mengaku sering terpapar dengan asap rokok dari perokok tersebut.
Data tersebut diperkuat dari GATS (Global Adults Tobacco Survey) 2011
perokok pasif atau orang yang menghisap asap rokok sekunder sebanyak 51,3 %
atau 14,6 juta orang dewasa yang bekerja dalam gedung terpapar pada asap rokok
di tempat kerja, 78,4% atau 133,3 juta orang dewasa terpapar dengan asap rokok
di rumahnya dan 85,4% atau 44 juta orang dewasa yang berkunjung ke restoran
terpapar asap rokok (Direktorat PPTM, 2012). langkah awal yang bisa dilakukan
mengingat rokok masih menjadi “pekerjaan rumah” para petinggi negara adalah
dengan upaya pencegahan dari terpaparnya asap rokok terutama untuk ibu
menyusui secara khusus dan bagi masyarakat secara umum dari adalah dengan
penerapan 100% KTR. KTR atau Kawasan Tanpa Rokok akan melindungi
perokok pasif, anak, remaja, ibu hamil dan kelompok rentan, terhadap dampak
kesehatan akibat asap rokok, serta pecemaran udara dalam ruang. Pendirian KTR
10
harus melibatkan berbagai pihak mengingat bukan hanya di sarana kesehatan saja
yang didirikan, tapi juga di tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena
kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum dan atau tempat-tempat lain yang
ditentukan (Direktorat PPTM, 2012).
Selain KTR, program lain yang bisa dijalankan adalah dengan
pemberdayaan masyarakat yang berasal dari rumah tangga atau keluarga yang
dikenal dengan PHBS rumah tangga. Indikator PHBS yang harus dipraktikkan di
rumah tangga dianggap mewakili atau dapat mencerminkan keseluruhan perilaku
hidup bersih dan sehat, 10 indikator tersebut adalah pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, bayi di beri ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan,
ketersediaan air bersih, ketersediaan jam/hariban sehat, memberantas jentik
nyamuk, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, tidak merokok dalam
rumah, melakukan aktifitas fisik setiap hari, dan makan buah dan sayur (Depkes,
2013). Keluarga yang melakukan PHBS rumah tangga, terutama untuk tidak
merokok di dalam rumah tidak akan memiliki risiko gangguan tekanan darah di
kemudian hari.
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman’s rho Durasi Waktu Tidur, Paparan Asap Rokok, dan Lama Pemberian ASI dengan Tekanan Darah Ibu
Menyusui Variabel n p
value Koefisien
Correlation (r) Keterangan
Durasi Waktu Tidur 85 0,372 0,098 Paparan Asap Rokok
(Keseluruhan) 85 0,285 0,117
Paparan Asap Rokok di Lingkungan Keluarga
85 0,684 -0,045
Paparan Asap Rokok di Lingkungan Kerja
85 0,140 -0,161
Paparan Asap Rokok di Lingkungan Pergaulan
85 0,315 -0,110
Paparan Asap Rokok di Lingkungan Transportasi
85 0,829 0,024
Lama pemberian ASI 85 0,000 -0,449 Signifikan
11
3.4 Hubungan Lama Pemberian ASI dengan Tekanan Darah pada Ibu
Menyusui
Dari 85 ibu menyusui, 15 orang (17,6%) diantaranya tidak memberikan ASI
eksklusif atau ibu memberikan susu formula. Alasan yang diungkapkan responden
diantaranya adalah karena tidak keluar ASI, mengonsumsi obat hipertensi hingga
alasan ibu bekerja, hanya saja peneliti tidak mewawancarai lebih dalam mengenai
hal tersebut. Namun persentase pemberian ASI ekskusif dari penelitian ini sudah
29,4%. Sedangkan bayi yang menyusui parsial atau minum ASI tapi juga
diberikan makanan atau minuman lain saat 6 bulan pertama sebanyak 45 anak,
dengan persentase paling banyak mengonsumsi bubur bayi dan ASI sebesar 7%.
Usia balita ibu menyusui paling banyak antara 1-2 tahun sejumah 45 anak.
Namun ada juga yang berusia <1 tahun sejumlah 10 anak. Tingkat pendidikan ibu
menyusui mayoritas sudah sesuai dengan program pemerintah pendidikan
minimal 9 tahun namun, masih ada ibu menyusui yang hanya lulusan SD. Dari
karakteristik responden, 72,9% ibu menyusui mempunyai gangguan tekanan darah
(hipertensi) dan sebanyak 43,5% mempunyai riwayat keturunan tentang gangguan
tekanan darah (hipertensi).
Variabel lama pemberian ASI signifikan terhadap tekanan darah dengan p
value = 0,000 nilai koefisien korelasi (r) = -0,449. Jika ibu semakin lama memberi
ASI maka tekanan darah ibu akan berangsur-angsur turun. Dari Ebina dan
Kashiwakura (2012), ada pengaruh pada penurunan angka sistolik ibu yang
menyusui anaknya setelah satu bulan kelahiran daripada yang menggunakan
metode menyusui lain. Hal ini sejalan dengan penelitian Stuebe dkk (2011) bahwa
ibu yang tidak menyusui lebih berbakat mengembangkan hipertensi daripada ibu
yang menyusui anak pertama selama 12 bulan dengan penambahan variabel
riwayat keturunan dan gaya hidup pada uji statistik dengan RR= 1,27 (95% CI:
1,18;1,36). Perempuan yang tidak pernah menyusui kemungkinan besar
mengembangkan hipertensi daripada perempuan yang menyusui eksklusif selama
6 bulan dengan RR= 1,29 (95% CI: 1,20;1,40). Stuebe dkk juga menemukan
kemiripan hasil pada wanita yang tidak menyusui dibandingkan dengan wanita
yang menyusui masing-masing anaknya dengan rata-rata 12 bulan (RR= 1,22;
12
95% CI: 1,13;1,32) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak pernah menyusui ada
hubungannya dengan peningkatan risiko kejadian hipertensi saat hamil,
dibandingkan ibu yang menyusui 6 bulan eksklusif atau 12 bulan dari total
menyusui per anak dalam penelitian kohort pada ibu menyusui.
Menurut IDAI (2016) menyusui juga bermanfaat bagi perekenomian Indonesia,
yaitu pengeluaran dari penghasilan seseorang yang habis digunakan untuk
membeli susu formula bayi berusia kurang dari 6 bulan, dengan ASI eksklusif
penghasilan orangtua dapat dihemat sebesar 14%. Dengan mendukung ASI juga
dapat mengurangi kejadian diare dan pneumonia pada bayi sehingga biaya
kesehatan dapat dikurangi 256,4 juta USD atau 3 triliun tiap tahunnya.
Penghematan yang bisa dilakukan tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan
pendidikan karena ASI eksklusif dapat meningkatkan IQ anak hingga potensi
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan akan mendapatkan
penghasilan yang lebih optimal dan menguntungkan Negara. Hal ini bisa
diupayakan melalui pembentukan kader sesuai fungsi salah satunya yaitu untuk
mengembangkan dan mengelola upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(PHBS, kesehatan lingkungan, kadarzi, dana sehat, TOGA, dan lain-lain) dalam
hal ini adalah kampanye ASI (Depkes, 2010).
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Tidak ada hubungan antara durasi waktu tidur dengan tekanan darah ibu
menyusui yang memiliki riwayat hipertensi saat hamil di Kota Surakarta (p
value= 0,372). Secara keseluruhan paparan asap rokok tidak ada hubungan dengan
tekanan darah ibu menyusui (p value 0,666), baik di lingkungan keluarga (p
value= 0,684), lingkungan kerja (p value= 0,088), di lingkungan pergaulan (p
value= 0,348), dan di transportasi (p value= 0,986). Ada hubungan yang
signifikan antara lama pemberian ASI dengan tekanan darah ibu menyusui (p
value= 0,000) koefisien korelasi (r) = -0,449.
13
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Masyarakat
Pencegahan dimulai dengan menerapkan PHBS rumah tangga dengan tidur
cukup, makan-makanan bergizi dan teratur, olahraga cukup, dan selalu berpikir
positif di setiap aspek kehidupan agar terhindar dari hipertensi dan penyakit lain.
4.2.2 Dinas Kesehatan
Penerapan PHBS rumah tangga harus terus dilakukan terutama saat hamil-
menyusui, juga promosi KTR terhadap instansi-instansi pemerintah dan tempat
umum yang lain mengingat banyak yang belum menerapkan dan kurang ketatnya
pengawasan KTR, sebaiknya dibentuk tim khusus untuk mengawasi KTR baik
dari internal ataupun eksternal.
4.2.3 Bagi Puskesmas
Penerapan program preventif harus diutamakan dan bekerja sama dengan
lintas sektor program, misalnya advokasi kepada perusahaan yang mempunyai
banyak pekerja wanita untuk memberikan ruangan menyusui sendiri dan
pendampingan terhadap ibu yang memiliki faktor risiko terutama hipertensi,
minimal melalui kader posyandu dengan mengkampanyekan PHBS rumah tangga.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, A. (2011). Perokok Pasif sebagai Faktor Risiko Hipertensi pada Wanita
Usia 40-70 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. [Skripsi Ilmiah]. Semarang: UNDIP.
Bansil, P., Kuklina, E.V., Merritt, R.K., dan Yoon, P.W. (2011). Associations
Between Sleep Disorders, Sleep Duration, Quality of Sleep, and Hypertension: Results From the National Health and Nutrition Examination Survey, 2005 to 2008. The Journal of Clinical Hypertension Volume 13, Issue 10, page 739-743.
Dalimartha, S., Purnama, B.T., Sutarina,N., Mahendra.B., dan Darmawan,R.
(2008). Care Yourself: Hipertensi. Depok: Penebar Plus+. Dinas Kesehatan Surakarta. (2015). Kasus Penyakit Tidak Menular di Puskesmas
dan Rumah Sakit Kota Surakarta Tahun 2015. Surakarta: Dinas Kesehatan Surakarta.
Direktorat PPTM. (2012). Aliansi Bupati/Walikota dalam Pengendalian Masalah
Kesehatan Akibat Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Kader Posydanu dalam Usaha Perbaikan Gizi.
Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. (2013). Pusat Promosi Kesehatan Pencapaian PHBS.
Diakses 11 Agustus 2017 dari http://www.promosikesehatan.com.
Ebina, S dan Kashiwakura, I. (2012). Influence of breastfeeding on maternal blood pressure at one month postpartum. International Journal of Women’s Health 2012:4 333-339.
Gangwisch, J.E., Feskanich, D., Malaspina D., Shen, S., dan Forman, J.P. (2013).
Sleep Duration and Risk for Hypertension in Women: Results from The Nurses’ Health Study. American Journal of Hypertension Vol. 26, No.7. Hal 903-911.
Gottlieb, D.J., Redline, S., Nieto, F.J., Baldwin, C.M., Newman, A.B., Resnick, H.E dan Punjabi, N.M. (2006). Association of Usual Sleep Duration With Hypertension: The Sleep Heart Health Study. SLEEP, Vol. 29, No. 8, 2006.
Hadiat. (2015). Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kesehatan. Rakerkesnas
Regional Timur. Makassar.
15
Hanafi, A. (2016). Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. [Skripsi Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Hidayat, A.A.A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2016). ASI dan SDGs. Diakses 21 Juli
2017 dari http://www.idai.or.id. Ilham, F.A. (2013). Hubungan antara Kualitas Tidur dan Lama Kerja dengan
Kejadian Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di Desa Pondok Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. [Skripsi Ilmiah]. Surakarta: FIK UMS.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kowalski, R.E. (2010). Terapi Hipertensi (Rani S. Ekawati, Penerjemah).
Bandung: Penerbit Qanita. National Sleep Foundation USA. (2015). National Sleep Foundation’s
updatedsleep duration recommendations: final report. Diakses 19 Juli 2017 dari https://sleephealthjournal.org.
Nurwidayanti, L dan Wahyuni, C.U. (2013). Analisis Pengaruh Paparan Asap
Rokok di Rumah pada Wanita terhadap Kejadian Hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 244–253.
Primaherta, S.A., Marchira, C.R., dan Indriani, C. (2016). Hubungan Durasi Waktu Tidur Terhadap Kejadian Hipertensi Esensial di Kabupaten Wonogiri. [Tesis Ilmiah]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2012). Gambaran Penyakit Tidak
Menular di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009 dan 2010. Jakarta: Kemenkes RI.
Rahajeng, E. dan Tuminah, S. (2009). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya
di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 59 No. 12. Saraswati, E., dan Sumarno, I. (1998). Risiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis
(KEK) dan Anemia untuk Melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). PGM 1998.21: 41-49.
16
Sirait, A.M. (2012). Prevalensi Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia dan Berbagai Faktor yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 2007). Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 15 No. 2 April 2012: 103-109.
Stuebe, A.M., Schwarz, E.B., Grewen, K., Rich-Edwards, J.W., Michels, K.B.,
Foster, E.M., Curhan, G., dan Forman, J. (2011). Duration of Lactation and Incidence of Maternal Hypertension: A Longitudinal Cohort Study. American Journal of Epidemiology Vol. 174, No. 10. Hal 1-12.
World Health Organization (WHO). (2012). Data Hipertensi Global. Asia
Tenggara: WHO. World Health Organization (WHO). (2013). A Global Brief on Hypertension.
Diakses: 21 September 2016. http://www.who.int/cardiovascular_diseases/publications/global_brief_hypertension/en/.
top related