hukum, kekuasaan, dan wewenang
Post on 13-Dec-2015
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SOSIOLOGI & POLITIK
HUKUM, KEKUASAAN, DAN WEWENANG
OLEH :
KELOMPOK 7
NAMA NPM
MOHAMAD IKHSAN 25213594
IRFAN ZAMZAMI 24213495
LOUIS DAVID AROR 25213033
AKBAR ARIANANDA 20213544
CHAIRROMY 21213861
ANDI SYAHTRISNA 20213874
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
HUKUM, KEKUASAAN, DAN WEWENANG
A. PENGERTIAN DAN WUJUD HUKUM
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara
negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau
kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara
berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan
militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada
dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
B. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga dapat menyebabkan
orang lain bertindak, pengertian disini harus meliputi kemampuan untuk membuat keputusan
memepngaruhi orang lain dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu. Biasanya dibedakan antara
kekuasaan yang berarti dalam kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sehingga dapat
menyebabkan orang lain tersebut bertindak dan wewenang yang berarti hak untuk memerintah
orang lain.
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin.
Keberhasilan seorang pemimpin banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam memahami situasi
serta ketrampilan dalam menentukan macam kekuasaan yang tepat untuk merespon tuntutan
situasi.
Menurut Gary A Yukl (1989), kekuasaan adalah potensi agen untuk mempengaruhi sikap dan
perilaku orang lain (target person), sementara David dan Newstroom (1989) membedakan kekusaan
dan kewenangan, kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sedangkan
wewenang merupakan pendelegasian dari manajemen yang lebih tinggi. Jadi dapat disimpulkan,
kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang atau merubah orang
atau situasi.Sedangkan Menurut Max Weber : kekuasaan adalah “Kesempatan yang ada pada
seseorang atau sejumlah orang untuk melaksanakan kemauannya sendiri dalam suatu tindak social,
meskipun mendapat tantangan dari orang lain yang terlibat dalam tindakan itu”.
Melaksanakan kekuasaan (power) menuju jalan sukses sangat bergantung kepada yang disebut
dengan:
1) Kekuasaan yang sah;
2) Mekanisme sistem informasi;
3) Partisipasi aktif dari bawahan.
Oleh karena itu, wewenang memberi kekuatan dan bila salah mengaktualisasikan dapat merusak
karena sifat mementingkan diri sendiri diperluas dengan wewenang. Jadi penggunaan wewenang
adalah soal kepercayaan.
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh
karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan
kemasyarakatan.
Adanya kekuasaan merupakan suatu pengaruh yang nyata atau potensial. Mengenai pengaruh
tersebut, lazimnya diadakan perbedaan, sebagai berikut:
1) Pengaruh bebas yang didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif.
2) Pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi aktif.
3) Pihak yang berpengaruh membantu pihak yang dipengaruhi untuk mencapai tujuannya.
4) Pihak yang berpengaruh mempunyai pengaruh di dalam kemampuan.
Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang
untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauan sendiri, dengan sekaligus menerapkannya
terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok
untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku
(Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja,
kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia
berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek
dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).
C. SIFAT DAN HAKIKAT KEKUASAAN
Kekuasaan berarti suatu kemampuan yang melekat pada seseorang yang digunakan untuk
mendapatkan sesuatu sesuai cara yang dikehendaki. Dalam hal ini kekuasaan seorang pemimpin
memerlukan basis kekuasaan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain.
Dalam arti tertentu kekuasaan itu bersifat abstrak yaitu kekuasaan merupakan sesuatu yang tak
tampak dengan mata. Kekuasaan hanya suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
bentuk hubungan antara manusia yaitu mempengaruhi dan menaati.
Aspek yang paling penting dari kekuasaan adalah bahwa kekuasaan tersebut merupakan fungsi
ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B terhadap A maka makin besar kekuasaan yang
dimiliki A terhadap B.
Kekuasaan juga mempunyai dua sifat yaitu :
Kekuasaan bersifat positif
merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain atau kelompok
untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-
sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.
Kekuasaan bersifat Negatif
Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam
memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang
kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang
kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang
baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang
tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat
menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di
bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter
negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena
mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan
apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung
lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju kekuasaan
selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik. Partai partai politik
berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya mengirimkan
calon anggota untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif
secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004 maka calon anggota legislatif
dipilih langsung oleh rakyat.
D. DASAR DAN PROSES WEWENANAG
Adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Wewenang merupakan hasil delegasi atau
pelimpahan wewenang dari atasan ke bawahan dalam suatu organisasi.Dua pandangan yang saling
berlawanan tentang sumber wewenang, yaitu:
1.Teori formal (pandangan klasik) Wewenang merupakan anugrah, ada karena seseorang diberi
atau dilimpahi hal tersebut. Beranggapan bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang
tinggi. Jadi pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang ke atas sampai sumber
terakhir, dimana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang saham.
2.Teori penerimaan (acceptance theory of authority)
Wewenang timbul hanya jika dapat diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa
wewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan kunci dasar wewenang oleh yang
dipengaruhi (influencee) bukan yang mempengaruhi (influencer). Jadi, wewenang tergantung pada
penerima (receiver), yang memutuskan untuk menerima atau menolak.
Wewenang terbagi atas dua yaitu Lini dan Staf. Lini mempunyai fungsi untuk bertanggung jawab
langsung atas tercapainya tujuan-tujuan perusahaan.Staf adalah individu atau kelompok (terdiri para
ahli) dalam struktur organisasi yang fungsi utamanya memberikan saran dan pelayanan kepada
fungsi lini.
Ada dua tipe staf, yaitu:
1.Staf pribadi (personal staf )
Staf pribadi dibentuk untuk memberikan saran, bantuan dan jasa kepada seorang manajer. Staf
pribadi biasa disebut asisten atau asisten staf yang mempunyai banyak tugas untuk atasan dan
biasanya generalis.
2.Staf spesialis.
Memberikan saran, konsultasi, bantuan, dan melayani seluruh lini dan unsur organisasi.
Bertanggung jawab ke tingkatan-tingkatan organisasi yang bermacam-macam, seperti tingkatan
divisi, tingkatan bagian, ataupun tingkatan cabang yang berdiri sendiri.
Dalam keseharian kita wewenang sering kali dilimpahkan kepada orang lain, atau yang paling
sering terjadi yaitu pelimpahan wewenang dari atasan kepada bawahannya.
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan
kegiatan tertentu disebut delegasi.
Delegasi wewenang adalah:
proses manajer mengalokasikan wewenang ke bawah yaitu pada orang-orang yang melapor
kepadanya.
pemberian otoritas atau kekuasaan formal dan tanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan tertentu kepada orang lain.
Pelimpahan otoritas oleh atasan kepada bawahan diperlukan agar organisasi dapat berfungsi
secara efisien karena tak ada atasan yang dapat mengawasi secara pribadi setiap tugas-tugas
organisasi
.Alasan perlunya pendelegasian, yaitu:
1. Memungkinkan manajer dapat mencapai lebih dan bila mereka menangani setiap tugas
sendiri
2. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien
3. Manajer dapat memusatkan tenaganya pada tugas-tugas prioritas yang lebih penting
4. Bawahan dapat tumbuh, berkembang dan alat untuk belajar dari kesalahan
Delegasi dibutuhkan karena manajer mungkin hanya menguasai “the big picture”, tidak cukup
mengerti secara terperinci dan tidak selalu mempunyai semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan. Sehingga untuk mengefisienkan penggunaan sumber daya, pelaksanaan tugas
tertentu didelegasikan kepada tingkatan organisasi yang serendah mungkin di mana terdapat cukup
kemampuan dan informasi untuk menyelesaikannya.
Prinsip-prinsip klasik yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi yang efektif adalah:
1. Prinsip skalar
Menyatakan harus ada garis otoritas yang jelas yang menghubungkan tingkat paling tinggi
dengan tingkat paling bawah. Garis otoritas yang jelas ini memudahkan anggota organisasi untuk
megetahui:a.kepada siapa dia dapat mendelegasikanb.siapa yang dapat melimpahkan
wewenang kepadanyac.kepada siapa dia bertanggungjawabDalam proses penyusunan garis
otoritas diperlukan kelengkapan pendelegasian wewenang, yaitu semua tugas yang diperlukan
dibagi habis. Hal ini digunakan untuk menghindari:a.gaps, yaitu tugas-tugas yang tidak ada
penangung jawabnyab.overlaps, yaitu tanggung jawab untuk satu tugas yang sama diberikan
kepada lebih dari satu orangc.splits, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan
kepada lebih dari satu-satuan organisasi.
2. Prinsip kesatuan perintah (unity of command)
Menyatakan setiap orang dalam organisasi harus melapor pada satu atasan. Melapor pada
lebih dari satu orang akan menyulitkan seseorang untuk mengetahui kepada siapa ia harus
bertanggung jawab dan perintah siapa yang harus diikuti. Bertanggung jawab kepada lebih dari
satu atasan juga akan membuat bawahan dapat menghindari tanggungjawab atas pelaksanaan
tugas yang jelek dengan alasan banyaknya tugas dari atasan lain.
3. Tanggungjawab, wewenang dan akuntabilitas
Prinsip-prinsip ini menyatakan bahwa:
a) dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien
b) masing-masing orang dalam organisasi dapat melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya secara efektif
c) akuntanbilitas penerimaan tanggungjawab dan wewenang
Ada 4 kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan:
1. Pendelegasian menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.
2. Pendelegasian melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai ujuan atau tugas.
3. Penerimaan delegasi, yang menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab.
4. Pendelegasi menerima pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.
Manfaat pendelegasian wewenang, yaitu:
1. Manajer memiliki banyak kesempatan untuk mencari dan menerima peningkatan
tanggungjawab dari tingkatan manajer yang tinggi
2. Memberikan keputusan yang lebih baik
3. Pelimpahan yang efektif mempercepat pembuatan keputusan
4. Melatih bawahan memikul tanggungjawab, melakukan penilaian dan meningkatkan
keyakinan diri serta kesediaan untuk berinisiatif
E. BIROKRASI
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor dan kata “kratia” (cratein)
yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu
sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan
administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan
“civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public
administration.
Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus akademi
Perancis memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala
dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai
wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya
memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia
terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol
dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan
bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka
penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser &
Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada
hirarki dan jenjang jabatan
Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan
sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, dan
cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai. Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau
karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih
(elected).
Berbicara soal birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama
asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui
ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan
birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa
dilakukan.
Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang
dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional
authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi.
Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas
pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational
authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-
undangan.
Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus
mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan konsepnya tentang the ideal type
of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan
masyarakat modern.
Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional
dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi
digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam
pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan,
pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian
Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang
ditetapkan pemerintahan.
Dalam pandangan Weber, birokrasi berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur
subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas: melepaskan
baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya.
Berbeda dengan konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya mengartikan
birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial.
Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan
kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara itu teman
seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang
dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas
sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi
tersebut.
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara
bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan
birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor
dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan
yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta
pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik,
namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat
merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan
agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap
dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua
tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.
Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat
yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara
dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini mempunyai
tiga arti, yaitu :
1) Sebagai tipe organisasi yang khas;
2) Sebagai suatu sistem;
3) Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai
tujuannya.
Fritz Morstein Marx mengatakan (terjemahan) :
“bahwa tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah yang modern untuk pelaksanaan
berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya
oleh aparatur pemerintah”.
Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi
dengan dua asas, yaitu:
1. Asas Legalitas
Asas ini berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para birokrat
yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan undang-undang, untuk itu para
pejabat atau para birokrat harus memperhatikan delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis,
penyebaran atau penggunaan peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak
bertentangan satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering berubah-ubah
dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.
2. Asas Freies Ermessen atau Diskresi
Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan
tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan menurut
pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas legalitas.
Dalam setiap hal yang dikerjakan oleh aparatur administrasi negara, dapat dilihat apa yang
menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab serta peranan aparatur administrasi negara. Adapun hak
dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang aparatur administrasi negara (birokrat) adalah :
Wajib atau taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Wajib membuat suatu kebijaksanaan terhadap suatu hal walaupun tidak ada peraturan yang
mengaturnya, hal ini sesuai dengan freies ermessen;
Harus sesuai dengan susunan pembagian tugas;
Wajib melaksanakan prinsip-prinsip organisasi;
Wajib melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
top related