i. pendahuluan 1.1 latar belakangrepository.utu.ac.id/874/1/i-v.pdf · ikan air tawar lainnya...
Post on 12-Nov-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat
tentang manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat
konsumsi ikan juga meningkat. Sebagai bahan makanan ikan merupakan salah
satu sumber protein hewani dengan harga relatif murah dibandingkan dengan jenis
ikan air tawar lainnya dengan mengandung gizi yang tinggi dan kaya akan asam
lemak omega 3 yang bagus untuk pertumbuhan otak anak – anak dan mengurangi
resiko serangan jantung. hal ini yang menyebabkan permintaan ikan dari hari ke
hari mengalami peningkatan seiring dengan jumlah pertumbuhan penduduk.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan, telah ditempuh
berbagai usaha diantaranya pembudidayaan secara exstensif, semi intensif
maupun intensif. Salah satu ikan yang menjadi primadona saat ini adalah lele
sangkuriang (Clarias sp), Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik
melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2)
dengan induk jantan generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan
betina F2-6. Jantan F2-6 selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2)
sehingga menghasilkan lele sangkuriang (Ahmadi.,et al, 2012). Keistimewaan
dari lele sangkuriang ini tidak jauh berbeda dengan lele dumbo karena berasal dari
induk lele dumbo, tetapi tingkat derajat penetasan telur dan fekunditas telur yang
tinggi.
Perkembangan usaha budidaya lele sangkuriang telah menyebabkan
permintaan bibit turut meningkat.Penyediaan bibit merupakan tahap awal
2
menentukan keberhasilan usaha budidaya dan oleh karena itu dituntut
ketersediaan benih yang baik dari segi mutu dan jumlah dari balai – balai
pembenihan ikan.
Pada saat setelah menetas hingga hari ke 3 benih ikan lele sangkuriang
masih mendapatkan asupan makanan dari kuning telur atau yolk sack dari
tubuhnya. Setelah 3 hari ke depan dapat diberikan pakan tambahan berupa kuning
telur yang telah direbus atau zooplankton yang sesuai dengan bukaan mulutnya
dan alat pencernaan yang masih lemah dalam tubuhnya. Barulah pada hari ke 14
benih lele sangkuriang dapat diberikan asupan pakan lain selain zooplankton
(Susanto, 2007).
Banyak makanan alami maupun buatan pabrik yang tersedia dipasaran
maupun dialam bagi pakan alami. Beberapa pakan yang cocok bagi larva lele
sengkuriang yaitu zooplankton, kutu air, maggot, moina, rotifera, Tubifex, jentik
nyamuk dan pellet butiran berupa bubur tepung ikan, tepung udang, dan kuning
telur (Soetomo, 2000). Namun belum diketahui jenis pakan yang terbaik untuk
memacu pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang. Berdasarkan hal tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian tentang pemberian pakan dari beberapa jenis
pakan tersebut untuk melihat pertumbuhan lele sangkuriang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan lele Sangkuriang selama
diberikan pakan yang berbeda berupa maggot, cacing tanah dan jentik
nyamuksehingga diperoleh informasi jenis pakan yang paling baik untuk benih
ikan lele sangkuriang.
3
1.2 Rumusan Masalah.
Banyak jenis pellet dipasaran dengan jenis protein yang berbeda. Tetapi
harga pellet pabrikan dipasaran harganya sangat mahal dan tidak terjangkau para
petani ikan. Beberapa pakan alternatif yang cocok untuk lele sangkuring seperti
cacing tanah, maggot, dan jentik nyamuk banyak tersedia dialam dengan jumlah
yang melimpah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pakan alami cacing
tanah, maggot, dan jentik nyamuk dengan mengunakan pellet pabrik control atau
pembandingan mana dari ke tiga pakan tersebut yang pertumbuhannya bagus dan
terbaik.Dipilihnya pengunaaan pakan alami cacing tanah, maggot, dan jentik
nyamuk pada penelitian ini karena selain mudah didapat seperti jentik nyamuk
dan mudah di budidaya seperti maggot dan cacing tanah
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan cacing tanah, jentik nyamuk
dan maggot yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih
ikan sangkuriang (Clarias gariepinus).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembudidaya
ikan lele sangkuriang tentang jenis pakan mana yang optimal bagi pertumbuhan
benih ikan lele sengkuriang dan sebagai panduan bagi dunia khususnya di dunia
perikanan budidaya.Selain itu manfaat penelitian ini untuk akademisi sebagai
bahan untuk penelitian lanjutan, sedangkan untuk praktisi untuk pengembangan
budidaya perikanan.
4
1.5 Hipotesis
Pemberian pakan alamidari cacing tanahdapat meningkatkan pertumbuhan
dankelangsungan hidup benih ikan LeleSangkuriang.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele Sangkuriang
2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang
Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui
silang balik (backcross). Sehingga klasifikasinya sama dengan lele dumbo yakni:
Phyllum:Chordata, Kelas: Pisces, Subkelas: Teleostei, Ordo:
Ostariophys, Subordo:Siluroidea, Famili: Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Cla
rias sp (Lukito, 2002).
2.1.2 Proses Perbaikan Genetik.
Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang
balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan betina F2-6.Jantan F2-
6 selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2) sehingga
menghasilkan lele sangkuriang.Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang
berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika ke
Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang
ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi (Ahmadi.,et al,
2012).
Meskipun induk awal lele sangkuriang berasal dari ikan lele dumbo, antara
keduanya tetap memiliki perbedaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
1 di bawan ini:
6
Tabel 1. Karakter Reproduksi Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo.
Deskripsi Lele Sangkuriang Lele Dumbo
Kematangan 8 – 9 4 – 5
Fekunditas (butir/kilogram induk
betina) 40.000 – 60.000 20.000 – 30.000
Diameter telur (mm) 1,1 – 1,4 1,1 – 1,4
Lamanya inkubasi telur pada suhu
23o-24
oC (jam)
30 – 36 30 – 36
Lamanya kantung telur terserap pada
23o-24
oC (hari)
4 – 5 4 – 5
Derajat penetasan telur (%) > 90 > 80
Sifat larva Tidak kanibal Tidak kanibal
Kelangsungan hidup larva (%) 90 – 95 90 – 95
Pakan alami larva Moina sp, Daphnia
sp, Tubifex sp
Moina sp,
Daphnia sp,
Tubifex sp
Sumber: Effendi, 2004.
2.1.3 Ciri – Ciri Morfologi
Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak
perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. Hal
tersebut dikarenakan lele sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk
lele dumbo. Tubuh ikan Lele Sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang,
berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik (Ahmadi.,et al, 2012).
Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif lebar,
mempunyai empat pasang sungut.Lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal,
yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang yang
berpasangan ada dua yakni sirip dada dan sirip perut.Pada sirip dada (pina
thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk
mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan
dipermukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan rongga insang
7
terdapat alat pernapasan tambahan (organ Arborescent), bentuknya seperti batang
pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah (Ahmadi.,et al, 2012).
2.1.4 Habitat
Lele Sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat
jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan
O2 6ppm, CO2 kurang dari 12 ppm, suhu (24 – 26) o C, pH (6 –
7), NH3 kurang dari 1 ppm dan daya tembus matahari ke dalam air maksimum 30
cm (Lukito, 2002).
2.1.5 Tingkah Laku
Ikan lele dikenal aktif pada malam hari (Nokturnal).Pada siang hari, ikan
lele lebih suka berdiam didalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air
tidak terlalu deras.Ikan lele mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar
untuk mencari binatang – binatang kecil (bentos) yang terletak di dasar perairan
(Simanjutak, 1989).
2.1.6 Kebiasaan Makanan
Benih ikan Lele Sangkuriang menyukai jasad renik seperti protozoa,
crustacea yang halus, rotifera, dan fitoplankton.Setelah dewasa, ikan lele
sangkuriang lebih menyukai larva insekta, udang, cacing, ikan, dan bahan
organik/detritus yang berada didasar kolam.Selain itu, lele juga mau memakan
jasad hewan yang membusuk.Olek karena itu ikan lele sering disebut scravenger
atau pemakan bangkai.Binatang ini hidup dialam sebagai binatang yang aktif
8
mencari makan pada malam hari.Namun dikolam, ikan lele sudah bisa dilatih
untuk aktif pada siang hari.Lele tergolong ikan pemakan segala (omnivora), tetapi
lebih menyukai pakan yang berasal dari hewan (Susanto, 2007).
2.1.7 Perkembangbiakan
Ikan lele mencapai kedewasaan setelah mencapai ukuran 100 gram atau
lebih. Jika sudah masanya berkembang biak, ikan jantan dan betina berpasangan.
Pasangan itu lalu mencari tempat, yakni lubang yang teduh dan aman untuk
bersarang.Lubang sarang ikan lele terdapat kira – kira 20 – 30 cm dibawah
permukaan air.Ikan lele tidak membuat sarang dari suatu bahan (jerami atau
rumput – rumputan) seperti ikan gurame, melainkan hanya meletakkan telurnya di
atas dasar lubang sarangnya itu. Setelah menunggu 24 – 48 jam, telur – telur akan
dibuahi oleh induk jantan dan warna telur akan berubah. Jika berwarna
putih,berarti gagal dibuahi. Jika berhasil dibuahi,warna telur berubah kuning
kemerahan. Pada perkawinannya, induk betina melepaskan telur bersamaan
waktunya dengan jantan melepaskan mani (sperma) di dalam air. Terjadilah
permbuahan di dalam air.Telur yang telah dibuahi dijaga oleh induk betina sampai
telur menetas dan cukup kuat untuk berenang. Lama penjagaan ini seminggu
sampai sepuluh hari. Setelah perkawinan, induk jantan meninggalkan sarang dan
tidak menghiraukan anak-anaknya. Dalam tempo 24 jam setelah perkawinan, telur
akan menetas. Selama seminggu sampai sepuluh hari anak ikan lele akan dijaga
oleh induknya sampai anak-anak ini cukup kuat meninggalkan sarangnya
(Djajadiredja, 1973).
9
Biasanya ikan lele memijah sore hari pada musim dingin. Lain hal di
kolam pemeliharaan.Menurut pengalaman, dikolam ikan lele dapat memijah
sepanjang tahun, jadi tidak mengenal musim.Hal ini mungkin disebabkan keadaan
kolam yang dapat dialiri air baru setiap saat.Sungguhpun demikian, tanpa aliran
air atau sirkulasi air pun, ikan lele dapat juga memijah di kolam, tetapi
frekuensinya tidak begitu sering (Djajadiredja, 1973).
2.2 Pakan Alami
2.2.1 Maggot
Maggot merupakan organisme yang berasal dari telur black soldier yang
mengalami metamorfosis pada fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase
pupa yang kemudian berubah menjadi lalat dewasa. Klasifikasi menurut
Wikipedia (2013) adalah sebagai berikut : Kingdom Animalia, Phylum
Arthropoda, Class Insecta, Ordo Diptera, Family Stratiomyidae, Subfamily
Hermetiinae, Genus Hermetia, danSpecies H. Illucens.
Maggot mengalami beberapa tahapan selama siklus hidupnya, yang
diawali dengan telur yang dihasilkan oleh black soldier, kemudian telur menetas
menjadi larva, larva berkembang menjadi pupa, dan akhirnya pupa menjadi black
soldier dewasa. Maggot umumnya dikenal sebagai organisme pembusuk karena
kebiasaannya mengkonsumsi bahan-bahan organik. Maggot mengunyah
makanannya dengan mulutnya yang berbentuk seperti pengait atau hook
(Tomberlin, 2009).
Maggot dapat tumbuh pada bahan organik yang membusuk di wilayah
temperate dan tropis. Maggot dewasa tidak makan, tetapi hanya membutuhkan air
10
sebab nutrisi hanya diperlukan untuk reproduksi selama fase larva. Hermetia
illucens dalam siklus hidupnya tidak hinggap dalam makanan yang langsung
dikonsumsi manusia. Dalam usia dewasa makanan utamanya adalah sari bunga,
sedangkan pada usia muda makanannya berasal dari cadangan makanan yang ada
dalam tubuhnya. Perkembangbiakan dilakukan secara seksual, yang betina
mengandung telur, kemudian telur diletakan pada permukaan yang bersih, namun
berdekatan dengan sumber makanan yang cocok untuk larva. Larva kecil sangat
memerlukan banyak makanan untuk tumbuh sehingga menjadi pupa. Protein pada
Maggot 45% (Tomberlin, 2009).
2.2.2 Jentik Nyamuk
Jentik atau larva nyamuk ini biasa disebut pula dengan istilah cuk atau
uget-uget (Jawa). Tubuh jentik nyamuk terlihat berulir dan berwarna kelabu
kehitaman. Adapun panjang tubuhnya berkisar 10—25 mm. Siklus hidup jentik
nyamuk sejak menetas hingga menjadi nyamuk dewasa sekitar 5—6 hari.
Terdapat beberapa jenis jentik nyamuk, tergantung jenis nyamuk induknya.
Namun, secara umum jenis jentik nyamuk tersebut dapat dikonsumsi oleh ikan
benih ikan lele sangkuriang. Jentik berumur 2—3 hari sangat cocok untuk benih
ikan lele sangkuriang adalah berumur 2—3 bulan. Kandungan nutrisi kandungan
nutrisi yang terkandung dalam jentik nyamuk yaitu protein 15,58%; lemak 7,81%;
serat 3,46%; dan abu 1,4% (Sidharta dan Sitanggang, 2009).
Berikut adalah klasifikasi dari jentik nyamuk menurut wikipedia (2013):
Filum arthropoda, Kelas insecta, Bangsa diphtera, Suku culicidae, Marga aedes,
spesies aedes aegypty.
11
Siklus hidup nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama
dengan serangga- serangga yang lain mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda-
beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadia, yaitu Stadium telur,
Larva, Pupa, dan dewasa. Stadium dewasa sebagai nyamuk yang hidup di alam
bebas, sedang ketiga stadia yang hidup dan berkembang di dalam air (Sidharta
dan Sitanggang, 2009).
Nyamuk akan meletakkan telurnya di tempat yang berair. Air dalam hal ini
merupakan faktor utama, oleh karena tanpa air telur tidak akan tumbuh dan
berkembang. Dalam keadaan kering telur akan cepat kering dan mati, meskipun
ada beberapa nyamuk yang telurnya dapat bertahan dalam waktu waktu lama
meskipun dalam lingkungan tanpa air (Sidharta dan Sitanggang, 2009).
Untuk perkembangan stadium jentik memerlukan tingkatan- tingkatan
pula, antara tingklatan yang satu dengan tingkatan lainnya bentuk dasarnya sama.
Selama stadium jentik dikenal empat tingkatan yang masing- masing tingkatan
dinamakan instar. Untuk jentik nyamuk instar pertama, kedua, ketiga dan keempat
bulu- bulu sudah lengkap, sehingga untuk identifikasi jentik diambil jentik instar
keempat Stadiumjentik memerlukan waktu kurang lebih satu minggu.
Pertumbuhan dan perkembangan jentik dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya
adalah temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya predator dalam
ai, dan lain sebagainya (Sidharta dan Sitanggang, 2009).
Pupa adalah stedium akhir dari nyamuk yang berada di dalam air. Stadium
pupa tidak memerlukan makanan dan merupakan stedium dalam keadaan inaktif.
Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah cukup waktunya
nyamuk yang keluar dari kepompong dapat terbang. Meskipun stadium pupa
12
dalam keadaan inaktif, bukan berarti tidak ada proses kehidupan. Pupa tetap
memerlukan Oksigen, Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui corong nafas.
Stadium pupa makan waktu kurang lebih 12 hari (Sidharta dan Sitanggang, 2009).
Dari pupa akan keluar nyamuk/ stadium dewasa. Berdasarkan jenis
kelaminnya nyamuk dapat dibedakan atas nyamuk jantan dan betina. Nyamuk
jantan keluar lebih dahulu dari nyamuk betina, setelah nyamuk jantan keluar,
maka jantan tersebut tetap tinggal di dekat sarang (breeding places). Kemudian
setelah jenis yang betina keluar, maka sijantan kemuadian akan mengawini betina
sebelum betina tersebut mencari darah. Betina yang telah kawin akan beristirahat
untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian baru mencari darah. Setelah perut
penuh darah betina tersebut akan beristirahat lagi untuk menunggu proses
pemasakan dan pertumbuhan telurnya. Selama hidupnya nyamuk betina hanya
sekali kawin. Untuk pertumbuhan telur yang berikut, nyamuk betina mencari
darah untuk memenuhi kebutuhan zat putih telur yang diperlukan. Waktu yang
dibutuhkan untuk menunggu proses perkembangan terurnya berbeda- beda
tergantung pada beberapa faktor diantaranya yang penting adaslah temperatur dan
kelembaban serta spesies dari nyamuk (Sidharta dan Sitanggang, 2009).
2.2.3 Cacing Tanah.
Karakteristik cacing tanah adalah tubuhnya bersegmen, dan memiliki
sedikit seta pada seluruh segmen tubuh.Cacing tanah dewasa memiliki klitelum
yang terletak di bagian anterior tubuh.Klitelum merupakan bagian kelenjar
epidermis segmen tubuh yang mengalami perkembangan, terdiri atas kelenjar
epidermis yang menebal, terutama di bagian dorsal dan lateral tubuh.Pada
13
umumnya klitelum berwarna lebih cerah daripada segmen yang lain (Mudjiman,
2008).
Klasifikasi menurut Wikipedia (2013) adalah sebagai berikut : Kingdom
Animalia, Phylum Annelida, Class Clitellata, Ordo Haplotaxida, Sub ordo
lumbricana, familli lumbricidae, danSpecies Lumbricus terretris.
Cacing tanah bersifat hermafrodit, tetapi fertilisasi tidak dapat terjadi pada
diri sendiri.Pada umumnya individu cacing tanah dewasa melakukan reproduksi
silang sebelum menghasilkan kokon.Beberapa spesies cacing tanah melakukan
reproduksi pada permukaan tanah, dan beberapa spesies melakukannya di bawah
tanah (Mudjiman, 2008).
Metode kopulasi untuk seluruh spesies cacing tanah tidak sama. Pada
cacing tanah yang tergolong famili Lumbricidae, ketika akan melakukan
perkawinan dua spesies cacing tanah saling berdekatan dengan mendeteksi mukus
yang dikeluarkan oleh bagian ventral tubuhnya bersama-sama. Ujung kepala
cacing tanah terletak pada arah yang berlawanan.Keduanya saling mendekatkan
diri pada daerah pembukaan spermateka dimana daerah klitelum salah satu cacing
tanah menyentuh permukaan pembukaan spermateka yang lainnya.Pada saat
kopulasi, kedua cacing tanah tidak sensitif dalam merespon rangsangan luar
seperti sentuhan dan cahaya (Mudjiman, 2008).
Banyak mukus yang disekresikan sehingga masing-masing cacing tanah
diselubungi oleh mukus antara segmen sembilan dan sisi posterior klitelum,
mukus-mukus tersebut saling melekat.Sebuah celah semen terbentang dari
gonofor jantan sampai klitelum dan nampak seperti benang.Tiap-tiap celah semen
merupakan bagian dari dinding luar tubuh yang melekuk ke dalam akibat dari
14
terbentuknya rangkaian pori-pori oleh kontraksi otot yang terbentang pada lapisan
otot longitudinal.Kontraksi otot membawa cairan sperma dari gonofor jantan
menuju daerah klitelum (Murtidjo, 2001).
Cairan sperma berkumpul di daerah klitelum, dan akhirnya memasuki
spermateka cacing tanah lawannya. Cara pemindahan sel sperma pada seluruh
spesies cacing tanah tidak sama. Spesies cacing tanah yang tidak termasuk ke
dalam famili Lumbricidae memindahkan sel spermanya secara langsung tanpa
membentuk selubung mukus.Menjelaskan kopulasi Pheretima yang memiliki tiga
atau empat pasang spermateka.Gonofor jantan saling bersentuhan dengan
sepasang celah spermateka paling belakang dan menyalurkan cairan sperma ke
dalamnya.Kemudian masing-masing cacing tanah bergerak ke arah belakang, dan
cairan sperma disalurkan ke dalam sepasang spermateka berikutnya sampai
seluruhnya terisi. Setelah kopulasi berlangsung selama satu jam, cacing tanah
terpisah, dan masing-masing klitelum mengeluarkan getah mukus yang akhirnya
mengeras di sekeliling permukaan luarnya. Ketika getah mukus mengeras
(Murtidjo, 2001).
Cacing tanah bergerak ke arah belakang, kemudian membuat selubung di
sekeliling kepalanya, dan ketika cacing tanah terpisah sempurna, ujung selubung
menutup untuk membentuk kokon.Kokon mengandung cairan albumin yang
diproduksi oleh kelenjar klitelum, ovum, dan spermatozoa yang disalurkan ke
dalamnya ketika melewati pembukaan spermateka.Kokon terus dibentuk sampai
cairan sperma yang tersedia habis.Fertilisasi terjadi secara eksternal tubuh cacing
tanah, di dalam kokon.Produksi kokon dapat dipengaruhi oleh beberapa
15
faktor.Keadaan tanah dan jenis cacing tanah yang berbeda menyebabkan
perbedaan jumlah kokon yang diproduksi (Murtidjo, 2001).
Cacing tanah memproduksi lebih sedikit kokon pada kondisi tanah yang
terlalu kering dan terlalu basah.Jenis makanan yang dikonsumsi cacing tanah
dewasa juga dapat mempengaruhi produksi kokon.Produksi kokon bergantung
pada spesies cacing tanah dan kondisi lingkungan.Jumlah kokon yang diproduksi
cacing tanah epigeic lebih banyak daripada kokon cacing tanah.Warna kokon
berubah sesuai dengan perkembangannya.Pada saat terbentuk kokon berwarna
keputihan, kemudian berubah menjadi kuning, kehijauan dan kecoklat-
coklatan.Kokon yang berwarna kecoklatan mengindikasikan perkembangan yang
matang, dan siap untuk menetas.Penetasan kokon dipengaruhi oleh suhu
lingkungan.Suhu yang lebih tinggi dari 25 oC menurunkan masa inkubasi rata-rata
kokon cacing tanah epigeic.Jumlah ovum yang dibuahi di dalam setiap kokon
berkisar 1-20 untuk cacing tanah Lumbricidae, tapi sering kali hanya satu atau dua
yang bertahan hidup dan menetas menjadi juvenile (Murtidjo, 2001).
Ditinjau dari segi nutrisinya, cacing tanah sangat baik untuk digunakan
sebagai bahan makanan ikan.Tubuh cacing tanah memiliki kandungan protein
sekitar 60% dari berat kering.Daya cerna dan nilai biologi protein tepung cacing
tanah setara dengan tepung ikan.Namun, kalsium dan fosfor pada cacing tanah
lebih rendah dibandingkan dengan ikan (Murtidjo, 2001).
2.3 Pakan Pelet
Pakan buatan yang dimaksudadalah pakan yang dibuat oleh manusia untuk
ikan peliharaan yang berasal dari berbagai macam bahan baku yang mempunyai
16
kandungan gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan ikan dan dalam pembuatannya
sangat memperhatikan sifat dan ukuran ikan. Pakan buatan dibuat oleh manusia
untuk mengantisipasi kekurangan pakan yang berasal dari alam yang kontinuitas
produksinya tidak dapat dipastikan. Dengan membuat pakan buatan diharapkan
jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan akan terpenuhi setiap saat. Pakan buatan
yang berkualitas baik harus memenuhi kriteri - kriteria sebagai berikut:
Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
Pakan mudah dicerna
Kandungan nupatrisi pakan mudah diserap tubuh
Memiliki rasa yang disukai ikan
Kandungan abunya rendah
Tingkat efektivitasnya tinggi (Suprianto, 2010).
Sebelum proses pembuatan pakan ikan dimulai, harus dipahami terlebih
dahulu tentang jenis-jenis pakan yang dapat diberikan kepada ikan budidaya.
Pengelompokkan jenis-jenis pakan ikan dapat dibuat berdasarkan bentuk,
berdasarkan kandungan airnya, berdasarkan sumber dan berdasarkan
kontribusinya pada pertumbuhan ikan. Jenis-jenis pakan buatan berdasarkan
bentuk antara lain adalah:
1. Bentuk larutan; Digunakan sebagai pakan burayak ikan (berumur 2 - 20
hari). Pakan bentuk larutan ada 2 macam, yaitu: 1) Emulsi yakni bahan yang
terlarut menyatu dengan air pelarutnya; 2) Suspensi yakni bahan yang
terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya. Pakan bentuk larutan ini
biasanya diberikan pada saat larva, dengan komposisi bahan baku yang
17
utama adalah kuning telur bebek atau ayam dengan tambahan vitamin dan
mineral.
2. Bentuk tepung/meals; Digunakan sebagai pakan larva sampai benih
(berumur 2-40 hari).Tepung halus diperoleh darremah yang dihancurkan
ataudibuat komposisi dari berbagaisumber bahan baku sepertimenyusun
formulasi pakan, dan biasanya diberikan pada larvasampai benih ikan
3. Bentuk butiran/granules; Digunakan sebagai pakan benih gelondongan
(berumur 40-80 hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang
dihancurkan atau dibuat sama seperti membuat formulasi pakan lengkap dan
bentuknya dibuat menjadi butiran.
4. Bentuk remahan/crumble; Digunakan sebagai pakan gelondongan
besar/ikan tanggung (berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang
dihancurkan menjadi butiran kasar.
5. Bentuk lembaran/flake; Biasa diberikan pada ikan hias atau ikan laut dan
dibuat dari berbagai bahan baku disesuaikan dengan kebutuhan dan pada
saat akan dibentuk dapat menggunakan peralatan pencetak untuk bentuk
lembaran atau secara sederhana dengan cara membuat komposisi pakan
kemudian komposisi berbagai bahan baku tersebut dibuat emulsi yang
kemudian dihamparkan di atas alas aluminium atau seng dan dikeringkan,
kemudian diremas-remas.
6. Bentuk pellet tenggelam/sinking; Biasa digunakan untuk kegiatan
pembesaran ikan air tawar maupun ikan air laut yang mempunyai kebiasaan
tingkah laku ikan tersebut berenang di dalam perairan. Ukuran ikan yang
mengkonsumsi pakan bentuk pellet bervariasi dari ukuran bukaan mulut
18
lebih dari 2 mm maka ukuran pelet yang dibuat biasanya 50%nya yaitu 1
mm. Bentuk pellet ini juga dapat digunakan sebagai pakan ikan dewasa
yang sudah mempunyai berat > 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
7. Bentuk pellet terapung/floating; Biasa digunakan untuk kegiatan
pembesaran ikan air tawar maupun ikan air laut yang mempunyai kebiasaan
tingkah laku ikan tersebut berenang di permukaan perairan. Ukuran ikan
yang mengkonsumsi pakan bentuk pellet bervariasi dari ukuran bukaan
mulut lebih dari 2 mm maka ukuran pelet yang dibuat biasanya 50% nya
yaitu 1 mm. Bentuk pellet ini juga dapat digunakan sebagai pakan ikan
dewasa yang sudah mempunyai berat > 60-75 gram dan berumur > 120 hari
(Mudjiman, 2008).
Jenis pakan ikan berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu pakan alami dan pakan buatan. Dalam buku teks ini akan dibahas secara
detail setiap kelompok pakan ini pada bab tersendiri yaitu teknologi pembuatan
pakan dan teknologi produksi pakan alami (Effendie, 2004).
Jenis pakan ikan berdasarkan konstribusinya dalam menghasilkan
penambahan berat badan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Suplementary Feed/pakan suplemen yaitu pakan yang dalam konstribusinya
hanya menghasilkan penambahan berat badan kurang dari 50%. Jenis pakan
ini biasanya dibuat oleh para pembudidaya ikan dengan mencampurkan
beberapa bahan baku tanpa memperhitungkan kandungan proteinnya
sehingga kandungan nutrisi dari pakan ini tidak lengka
2. Complete Feed/pakan lengkap yaitu pakan yang dalam konstribusinya
menghasilkan penambahan berat badan lebih dari 50%. Jenis pakan ini
19
biasanya adalah pakan kering dengan berbagai bentuk dimana komposisi
bahan bakunya lengkap sehingga kandungan protein pakan mencukupi
kebutuhan ikan yang akan mengkonsumsinya (Murtidjo, 2001).
Dengan mengetahui jenis-jenis pakan maka para pembudidaya ikan
dapat menentukan jenis pakan yang akan dibuat disesuaikan dengan ikan yang
akan dipeliharanya. Jenis pakan buatan yang akan dibahas dalam buku ini adalah
pakan buatan yang akan dikonsumsi oleh ikan yang berukuran induk, larva atau
benih sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan dalam bentuk pakan kering atau
lembab. Pakan buatan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan akan
memberikan pertumbuhan yang optimal bagi ikan yang mengkonsumsinya. Selain
itu pakan yang dibuat sendiri mempunyai kandungan protein dan energi yang
sesuai dengan kebutuhan ikan serta mempunyai harga yang lebih murah
dibandingkan dengan membel pakan buatan.Pakan merupakan komponen biaya
operasional yang cukup besar dalam suatu usaha budidaya ikan sekitar 60%
merupakan biaya pakan. Oleh karena itu dengan mempunyai kompetensi
pembuatan pakan ikan diharapkan akan mengurangi biaya produksi yang cukup
besar (Murtidjo, 2001).
Dalam membuat pakan buatan langkah pertama yang harus dilakukan
adalah melakukan perencanaan pembuatan pakan buatan.Perencanaan terhadap
pembuatan pakan harus dibuat dengan seksama agar pakan yang dibuat sesuai
dengan kebutuhan ikan yang mengkonsumsinya.Pengetahuan pertama yang harus
dipahami adalah mengenai kandungan nutrisi dari pakan buatan (Effendie, 2004).
Kandungan nutrisi yang terdapat didalam pakan buatan harus terdiri dari
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Komposisi nutrisi pakan yang
20
terdapat pada pakan buatan sangat spesifik untuk setiap ukuran ikan. Kualitas
pakan buatan ditentukan antara lain oleh kualitas bahan baku yang ada. Hal ini
disebabkan selain nilai gizi yang dikandung bahan baku harus sesuai dengan
kebutuhan ikan, juga pakan buatan ini disukai ikan baik rasa, aroma dan lain
sebagainya yang dapat merangsang ikan untuk memakan pakan buatan (Effendie,
2004). Pelet pada penelitian ini mengandung kadar protein sebesar 35 %.
III. METODOLOGI PENELITIAN
21
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu Penelitian berlangsung dari tanggal 21 Juli s/d 31 Agustus 2013
atauselama 45 hari dan tempat penelitian dilaksanakan di sekitaran pekarangan
rumah, Komplek Budha Suzi, Gampong Peunaga Baro, Kecamatan Meurebo,
Meulaboh, Aceh Barat.
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat
Table 2.Alat Yang Digunakan
No Nama Alat Jumlah (Buah)
1 Ember Bulat 9
2 Timbangan Digital 1
3 Alat Tulis 1
4 Pengaris 1
5 ph Meter 1
6 Do Meter 1
7 Termometer 1
8 Aerator 4
9 Selang Aerator 10 (Meter)
10 Alat Siphon 1
11 Batu Aerator 12
3.2.1 Bahan.
Table 3.Bahan Yang Digunakan
No Nama Bahan Jumlah
1 Lele Sangkuriang 180 ekor
2 Maggot Adlibitum
3 Jentik Nyamuk Adlibitum
4 Cacing Tanah Adlibitum
5 Pelet PIA PL-5 Adlibitum
6 Air bor/sumur Secukupnya
3.3 Metode Penelitian
22
Kegiatan awal yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari persiapan
media, pembuatan pakan dan tahap yang terakhir pemberian pakan ikan Lele
Sangkuriang.
3.3.1 Persiapan Pakan.
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini ada 4 jenis yaitu Jentik
Nyamuk, Maggot atau Larva dari lalat Black Soldier (Hermetia illucens), Cacing
Tanah Dan Pelet PIA PL-5 yang berkadar protein 35%.Pakan Jentik Nyamuk yang
berumur 5 – 6 hari diberikan untuk ember pada percobaan yang pertama. Pakan
ini diperoleh dari alam karena jumlahnya melimpah yang terdapat diparit – parit
dan got – got yang dapat dijumpai Jentik Nyamuk.
Pakan Maggot dari larva black soldier diberikan pada ember percobaan
kedua. Pakan maggot ini diperoleh dari hasil budidaya dengan cara membuat
media budidaya mengunakan dedak padi yang ditempatkan didalam ember yang
telah dilubangi pinggirannya untuk jalan masuk lalat black soldier, setelah itu di
beri air berguna untuk membusukan dedak dan menarik perhatian lalat Black
Soldier untuk menempatkan telurnya, dalam waktu 7 hari sudah dapat dipanen,
selama masa itu media budidaya disiram air setiap hari agar tetap lembab. Pakan
Pelet PIA PL-5 yang diberikan pada wadah percobaan yang ketiga. Pelet PIA PL-5
ini di beli di toko pertanian atau Perikanan dengan kadarprotein 35% dengan
harga Rp 10.000 per kilogram.
3.3.2 Pemberian Pakan.
23
Pertama Siapkan ember bulat sebanyak 12 buah,ember bulat tersebut
dibersihkan.Setelah itu dibersihkan kemudian Ember bulat diisi air bersih, air
yang digunakan bisa air sumur atau air sumur bor.Setelah diisi air pada masing–
masing ember diberikan aerasi sebagai suplai oksigen dan didiamkan selama 1-2
hari untuk mengendapkan sedimen didalam air dan meningkatkan kandungan
oksigen terlarut dalam air.
Selanjutnya ke dalam masing-masing Ember bulat dimasukkan ikan uji
dengan kepadatan 10 ekor/ Ember bulat.Selama waktu penelitian pada masing-
masing ikan uji diberi pakan dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali dalam
sehari yaitu pada pukul 08.00, 14.00 dan 21.00 WIB dimana pemberian pakan
secara adlibitum (pemberian pakan sampai kenyang) Adapun indikator kenyang
pada benih ikan lele sangkuriang adalah benih ikan lele sangkuriang tidak
merespon lagi pakan yang diberikan.
Pembersihan dan pergantian air ember bulat dengan menggunakan selang
kecil dilakukan setiaphari untuk membuang sisa-sisa pakan dan kotoran yang
terdapat dalam ember bulat. Penelitian ini dilakukan selama 45 hari.Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan BobotSpesifik,Tingkat
Kelangsungan Hidup, dan FCR ( nilai ubah makanan) pada ikan. Untuk
pengamatan terhadap pertambahan berat dengan cara melakukan penimbangan
ikan uji pada masing-masing perlakuan dengan menggunakan timbangan elektrik
pada awal penelitian dan hari akhir penelitian. Sedangkan untuk mengukur tingkat
kelangsungan hidup dengan cara mencatat tiap ikan uji yang mati selama
penelitian dan untuk Nilai FCR ikan pada akhir penelitian ditimbang berat ikan
tersebut.
24
3.4 Parameter Uji.
3.4.1 Pertumbuhan Bobot Spesifik (Specific Growth Rate / SGR)
Laju pertumbuhan spesifik merupakan laju petumbuhan harian, persentase
pertambahan bobot per hari. Menurut Huisman (1987), bobot dan panjang ikan
mengalami peningkatan selama masa pemeliharaan. Adanya variasi ukuran pada
akhir pemeliharaan terkait dengan pemberian pakan buatan pada media dengan
dosis yang berbeda. Laju pertumbuhan harian menurut de silva dan Anderson
(1995) dapat dihitung dengan rumus:
𝑆𝐺𝑅 =In Wt − In (𝑊𝑜)
T𝑥 100%
Keterangan :
SGR = Laju pertumbuhan harian (% per hari)
Wt = Bobot rata – rata akhir (gram)
Wo = Bobot rata – rata awal (gram)
t = Waktu penelitian (hari)
3.4.2 Tingkat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup (SR) yaitu persentase jumlah benih ikan yang masih
hidup, setelah diberi pakan.Penghitungan SR dilakukan pada akhir penelitian.
Penghitungan kelangsungan hidup dirumuskan oleh Effendi (2004) sebagai
berikut :
SR =𝑁𝑡
𝑁𝑜100%
25
Keterangan:
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah total ikan hidup sampai akhir penelitian
No = Jumlah total ikan pada awal penelitian
3.4.3 Konversi Pemberian Pakan (Food Confersion Rate / FCR)
Nilai Ubah Makanan (FCR) adalah jumlah makanan yang dibutuhkan
untuk mrnghasilkan penambahan bobot 1 Kg daging ikan disebut faktor konversi
makanan, apabila untuk menambah 1 Kg daging ikan dibutuhkan 5 Kg pakan
berat faktor konversi makanannya adalah 5. Sesuai yang dikemukakan oleh
Mudjiman (2008), sebagai berikut:
FCR =𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐼𝑘𝑎𝑛 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
3.5 Rancangan Percobaan
Jenis penelitian ini adalah penelitian experimen. Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian jenis pakan yaitu Maggot,
Jentik Nyamuk, Cacing Tanah dan Pelet Pabrik.
3.6 Analisis Data
26
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis sidik ragam
(ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% digunakan untuk menentukan
apakah perlakuan berpengaruh nyata apa tidak.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27
4.1 Pertumbuhan Bobot Spesifik (SGR)
Dalam 45 hari masa pemeliharaan lele sangkuriang dapat dilihat
perbedaan lajuPertumbuhan Bobot Spesifik (SGR) dari hari pertama pemeliharaan
sampai dengan hari akhir pemeliharaan.Laju pertumbuhan bobot harian paling
tinggi mengunakan cacing tanah didapatkan rata – rata 3,95%, kemudian maggot
dengan 3,44%, di ikuti pelet (kontrol) 2,97%, dan yang paling kecil laju
pertumbuhan bobot hariannya jentik nyamuk 2,45%.
Gambar 1.Pertumbuhan Bobot Spesifik (SGR) Benih Ikan Lele Sangkuriang
Hasil penelitian ini menunjukan pemberian pakan maggot mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat dengan nilai SGR nya mencapai rata-rata 3,95 %
per hari, diikuti cacing tanah 3,44 %, kemudian pellet sebagai perlakuan kontrol
sebesar 2,97 %, dan yang terkecil jentik nyamuk sebesar 2,45%. Hasil analisis sidik
ragam uji F tabel dari tingkat kepercayaan 5% adalah 4,07 dan 1% adalah 7,59.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
cacing tanah maggot Jentik Nyamuk Pelet (Kontrol)
Jenis pakan pada benih ikan lele sangkuriang
Rata
-Rata
Bob
ot
Sp
esif
ik H
ari
an
(%
)
28
Sedangkan F hitung hasilnya adalah 52,31. Dari hasil uji F ini membuktikan berpengaruh
sangat nyata baik dari tingkat kepercayaan 5% dan 1% (Lampiran 4).
Hasil uji BNT menunjukan pada taraf uji 5% menunjukan antar
perlakuanpada perlakuan cacing tanah, maggot, jentik nyamuk dan pelet berbeda
nyata dan pada taraf uji 1% juga menunjukan berbeda nyata (lampiran 4).
Pertumbuhan dalam istilah sederhana dapat diartikan sebagai pertambahan
ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu.Pertumbuhan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya
adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit dan faktor luar adalah
makanan dan suhu perairan, pH dan salinitas air (Effendie, 2004).
Dari hasil penelitian terdapat perbedaan pertumbuhan bobot tersebut
Perbedaan pertumbuhan pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)
diduga karena perbedaan protein pada tiap percobaan pakan. Dapat diketahui
kadar protein yang terkandung dalam pakan terdapat perbedaan dimana
maggotmemiliki kadar protein 45%, cacing tanah sebesar 60%, jentik nyamuk
15,58% dan pellet 28% (Sidharta dan Sitanggang, 2009).
Pada umumnya protein lebih banyak dibutuhkan dibandingkan hewan
darat.Selain itu ikan karnivora membutuhkan protein lebih banyak dari pada
hewan pemakan tumbuhan dan ikan muda relatif lebih banyak membutuhkan
protein dari pada ikan yang lebih dewasa sebab ikan muda sedang giat-giatnya
tumbuh (Boer dan Adelina, 2005).Protein merupakan sumber energi bagi ikan dan
protein mutlak diperlukan oleh ikan.Protein dapat berguna untuk memperbaiki
sel-sel rusak, sebagai salah satu pembentuk membran sel, juga dapat menjadi
sumber energi bagi benih ikan lele dumbo (Madina, et al. 2011).
29
Hewan atau ikan mencerna protein makanan menjadi asam amino, dan
asam amino yang diabsorsi mempunyai hubungan yang erat dengan asam amino
dalam makanan.Protein yang dibutuhkan ikan sebenarnya menunjukan dibutuhkan
sepuluh atau lebih asam-asam amino esensial dalam protein oleh ikan-ikan
tersebut. Kebutuhan ikan akan protein dinyatakan dengan persen protein dalam
makanan dan semua ahli nutrisi menyatakan kebutuhan protein pada ikan
dinyatakan dalam bentuk presentase protein dalam ransum aman menurun dengan
bertambahnya umur ikan, karena ikan semakin tua akan menyimpan protein
makin sedikit dalam tiap pertambahan berat badanya dibandingkan ikan yang
lebih muda (Boer dan Adelina, 2005).
4.2 Nilai Ubah Makanan (FCR).
Dapat dilihat nilai rata-rata FCR atau nilai ubah makanan selama 45 hari
masa pemeliharaan.Nilai ubah makanan yang terendah pada pakan Cacing Tanah
rata-rata dengan nilai FCR 2,25, diikuti Maggot sebesar 3,04, kemudian jentik
nyamuk 3,14, dan yang terbesar pada pelet (Kontrol) dengan nilai FCR 4,77.
Gambar 2.Nilai FCR Benih Ikan Lele Sangkuriang.
0
1
2
3
4
5
6
Cacing Tanah Maggot Jentik Nyamuk Pelet (Kontrol)
Jenis pakan pada benih ikan lele sangkuriang
Nil
ai
Kon
ver
si P
ak
an
(F
CR
)
30
Pada penelitian ini nilai konversi makanan yang terendah pada pakan
Cacing Tanah rata-rata dengan nilai FCR 2,25, diikuti Maggot sebesar 3,04,
kemudian jentik nyamuk 3,14, dan yang terbesar pada pelet (Kontrol) dengan nilai
FCR 4,77. Hal ini diduga disebabkan oleh nilai protein yang terkandung didalam
masing-masing pakan yang berbada yaitu maggotmemiliki kadar protein 45%,
cacing tanah sebesar 60%, jentik nyamuk 15,58% dan pellet 35% (Muchlisin., et
al, 2003). Hasil analisis sidik ragam uji F tabel dari tingkat kepercayaan 5% adalah 4,07
dan 1% adalah 7,59. Sedangkan F hitung hasilnya adalah 66,33. Dari hasil uji F ini
membuktikan berpengaruh sangat nyata baik dari tingkat kepercayaan 5% dan 1%
(Lampiran 5).
Hasil uji BNT menunjukan pada taraf uji 5% menunjukan antar perlakuan
pada perlakuan cacing tanah, maggot, jentik nyamuk dan pelet berbeda nyata dan
pada taraf uji 1% juga menunjukan berbeda nyata (lampiran 5).
Dari sejumlah makanan yang dimakan oleh seekor ikan, kurang lebih
hanya 10% saja yang digunakan untuk pertumbuhan atau penambahan bobot
badan.Jumlah bobot makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan atau
penambahan bobot badan itu disebut nilai ubah makanan atau konversi makanan
(Suprianto, 2010).
Tergantung pada jenis makanannya, faktor konversi makanan pada ikan
berkisar antara 1,5 sampai dengan 8. Secara umum, suatu jenis makanan
dikatakan cukup efisien jika faktor konversinya 1,7. Faktor konversi bahan
makanan nabati lebih besar dari pada makanan hewani.Demikian pula makanan
basah, mempunyai faktor konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
makanan kering (Mudjiman, 2008). Jadi pada penelitian ini, dari semua perlakuan
faktor rata-rata konversinya talah mencukupi, tetapi jika dinyatakan cukup efisien
31
belum mencukupi karena dari semua perlakuan dari penelitian ini belum mencapai
Faktor konversi 1,7.
Perbedaan nilai FCR dari tiap perlakuan memperlihatkan perbedaan
kualitas pakan yang digunakan. Pakan yang banyak mengandung protein akan
menjadi salah satu pemacu pertumbuhan ikan. Keadaan lingkungan, kualitas dan
kuantitas pakan serta kondisi ikan itu sendiri mempengaruhi pertumbuhan ikan,
dan memiliki kaitan dengan tinggi rendahnya konversi pakan yang dihasilkan
(Niagara, 1994).Semakin rendah nilai konversi pakan, semakin sedikit yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan.Artinya, semakin efisien pakan
tersebut diubah menjadi daging.
4.3 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)
Tingkat kelangsungan hidup selama 45 hari masa pemeliharaan benih lele
sangkuriang mengalami penurunan pada masing-masing perlakuan.Nilai SR terendah
diperoleh pada perlakuan pelet (Kontrol) masing-masing 90%, sedangkan nilai SR
tertinggi diperoleh pada perlakuan Jentik Nyamuk 96,66%, pada Maggot 93,33% dan
Cacing Tanah 92,33%.
Gambar 2.Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan LeleSangkuriang.
0
1
2
3
4
5
6
Cacing Tanah Maggot Jentik Nyamuk Pelet (Kontrol)
32
Pada gambar diagram tingkat kelangsugan hidup (SR) rata-rata benih ikan
lele sangkuriang, Nilai SR tertinggi diperoleh pada perlakuan pelet (Kontrol) masing-
masing 90%, sedangkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan Jentik Nyamuk 96,66%,
pada Maggot 93,33% dan Cacing Tanah 92,33%.Hasil analisis sidik ragam uji F tabel
dari tingkat kepercayaan 5% adalah 4,07 dan 1% adalah 7,59. Sedangkan F hitung
hasilnya adalah 0,46. Dari hasil uji F ini membuktikan berpengaruh tidak nyata baik dari
tingkat kepercayaan 5% dan 1% (Lampiran 6).
Nilai kelangsungan hidup pada penelitian ini pada perlakuan pelet (Kontrol)
masing-masing 90%, sedangkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan Jentik Nyamuk
96,66%, pada Maggot 93,33% dan Cacing Tanah 92,33%. Turunnya tingkat
kelangsungan hidup di pengaruhi oleh kualitas air yang cepat turun karena sisa
pakan dan feses ikan yang mengendap telat dibersihkan dan menimbulkan
ammonia didalam air.Hasil analisis sidik ragam uji F tabel dari tingkat kepercayaan 5%
adalah 4,07 dan 1% adalah 7,59. Sedangkan F hitung hasilnya adalah 0,46. Dari hasil uji
F ini membuktikan berpengaruh tidak nyata baik dari tingkat kepercayaan 5% dan 1%
(Lampiran 6).
Wadah budidaya yang kotor dapat menyebabkan pernafasan ikan
terganggu dan ikan akan menjadi stress yang berakibat timbulnya kematian.
Budidaya intensif yang menggunakan pakan buatan akan mengakibatkan
terjadinya penambahan unsur-unsur seperti fosfor, nitrogen, karbon serta bahan
organik yang dihasilkan pakan yang terbuang dan kotoran ikan (feses dan ekresi)
yang dapat mempengaruhi kualitas air (Ahmadi.,et al, 2012). Terbukti pakan pelet
(pakan buatan) mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup benih lele
sangkuriang dan 90%, lebih besar dibandingkan pakan maggot, cecing tanah dan
jentik nyamuk.
33
Pakan yang tidak memenuhi syarat, baik jumlah maupun kualitas, dapat
menimbulkan pengaruh kurang baik terhadap ikan peliharaan. Penebaran pakan
hendaknya dilakukan tepat pada saat ikan sedang lapar, dengan demikian sebagian
besar pakan yang diberikan akan segera dikonsumsi. Pakan yang tidak segera
dikonsumsi oleh ikan biasanya akan hanyut dan membusuk didasar kolam,
sehingga tentu saja menimbulkan masalah penyakit dan kematian ikan. Selain
pakan diberikan tepat saat ikan lapar, penting juga pakan harus disenangi oleh
sehingga pakan yang diberikan akan dihabiskan oleh ikan. Untuk mengetahui
pakan disenangi oleh ikan sebaiknya pelajari terlebih dahulu sifat biologi ikan
tersebut (Boer, 2005).
4.4 Kualitas Air.
Pengukuran parameter kualitas air pada penelitian ini (Tabel
4)menunjukkan bahwa parameter kualitas airnya masih dalam ambang normal
untuk kualitas air ikan lele sangkuriang. suhu antar perlakuan rata-rata 31,25 oC,
kemudian rata-rata pH antar perlakuan 7,5 , dan kandungan O2 antar perlakuan
rata-rata 4,7 ppm. Dengan dihasilkan data-data pengamatan parameter kualitas air
masih dalam batas toleransi benih ikan lele untuk hidup dan tumbuh.
Tabel 4.Rata-Rata Kualitas Air.
Perlakuan Suhu (oC) pH DO (ppm)
Cacing Tanah 32 7,1 4,7
Maggot 31 6,9 4,8
Jentik Nyamuk 32 7,2 4,9
Pelet (Kontrol) 30 7,0 4,7
Pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6, suhu antar perlakuan rata-
rata 31,25oC, kemudian rata-rata pH antar perlakuan 7,5 , dan kandungan O2antar
34
perlakuan rata-rata 4,7 ppm. Kualitas air pada penelitian ini dalam keadaan
optimal untuk lele sangkuriang (Clarias sp).
Suhu air mempunyai arti penting bagi organisme perairan diantaranya
karena berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan metabolisme. Benih Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias sp) dapat hidup dan tumbuh pada suhu berkisar antara 20-
30 oC. suhu air yang optimal dapat meningkatkan aktifitas makan ikan sehingga
menjadikan ikan lele dumbo tumbuh dengan cepat (Cahyono, 2009). Suhu pada
penelitian ini rata-rata tiap perlakuan 31,25oC sehingga masih optimal bagi benih
ikan lele sangkuriang.
Batas toleransi kehidupan perairan terhadap pH dipengaruhi oleh banyak
factor antara lain suhu, oksigen terlarut, penyesuaian diri tehadap iklim, berbagai
anion dan kation, serta jenis dan stadia biota. Air yang bersifat netral atau basa
cenderung lebih produktif dibandingkan dengan air yang bersifat asam. Benih
Ikan lele sangkuriang ideal hidup pada kisaran pH 7 – 8,5 (Barus, 2002). pH pada
penelitian ini rata-rata ditiap perlakuan 7,5 sehingga masih optimal bagi
kehidupan benih ikan lele sangkuriang.
Oksigen terlarut (dissolved Oxygen = DO) merupakan satu parameter
yang sangat penting bagi selurah organisme dalam kehidupannya. Oksegen
terlarut berasal dari difusi udara dan hasil fotosintersis tumbuhan hijau yang ada
diperairan. kadar oksigen terlarut 4,4 ppm - 4,6 ppm menunjukkan kadar yang
optimal bagi pertumbuhan ikan lele dumbo, oksigen terlarut tidak boleh dari 2
ppm atau tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama lebih dari 8 jam berturut-turut.
oksigen sangat diperlukan untuk pernapasan dan metabolisme ikan. Kandungan
oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ikan dapat menyebabkan penurunan
35
daya hidup ikan yang mencakup seluruh aktifitas ikan, seperti berenang,
pertumbuhan dan reproduksi.Kandungan oksigen terlarut dalam air yang ideal
untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan Lele Sangkuriang adalah 5 ppm
(Mahyuddin, 2008). Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam penelitian ini masih
dalam keadaan normal yaitu 4,7 ppm.
36
V. KESIMPULANDAN SARAN
5.1 Kesimpulan.
1. Laju pertumbuhan bobot spesifik (SGR) yang paling tinggi adalah pada
perlakuan cacing tanah didapatkan rata-rata SGR 3,95% dan terendah pada
perlakuan jentik nyamuk dengan nilai SGR 2,45%, nilai Tingkat
Kelangsungan Hidup (SR) yang tertinggi pada perlakuan jentik nyamuk
96,66% dan yang terendah diperoleh pada perlakuan pellet kontrol dengan
presentase kematian 90% dan yang terendah pada perlakuan jentik nyamuk
96,66%, sedangkan Nilai Ubah Makanan (FCR) didapatkan nilai yang paling
tinggi yaitu pelet dengan nilai FCR 4,77 dan yang terendah cacing tanah
dengan rata-rata nilai FCR 2,25.
2. Pengunaan cacing tanah dapat meningkatkan pertumbuhan benih lele
sangkuriang (Clarias sp) dengan nilai SGR rata-rata sebesar 3,95% dengan
nilai kelangsungan hidup sebesar 92,33%.
5.2 Saran
Pada penelitian ini perlakuan pada pakan cacing tanah adalah pakan
dengan pertumbuhan SGR harian tertinggi. Dapat disarankan, penggunaan pakan
cacing tanah dapat menurunkan biaya pakan benih yang sangat tinggi, terutama
pakan cacing tanah mudah didapat dan dibudidayakan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E ., dan Liviawati, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit
Ikan.Penerbit Karnisius. Yogyakarta.
Ahmadi., H, Iskandar., dan Nia., K. 2012. Pemberian Probiotik Dalam Pakan
Terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Pada Pendederan
II.Jurnal Perikanan dan Kelautan.Vol 3, No 4.
Batu, D.T.F.L. 1982. Pengantar Ke Fisiologi Hewan Air:Edisi ke Tiga. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Departemen Hidrobiologi, Bagian
Biologi Laut.
Barus,T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Cahyono, B. 2009. Budidaya lele dan Betutu (ikan langka bernilai tinggi).
Pustaka Mina. Jakarta.
De Silva, S.S., dan Anderson, A. 1995. Fish Nutrition in Aquaculture.(The first
series), Chapman and Hall. London. 319 pp.
Boer, I., dan Adelina. 2005. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ikan. Penerbit FPIK
Universitas Riau, Pekan Baru.
Djajadiredja,R.1973. Peningkatan Usaha Pemeliharaan Ikan di Kolam
Perkarangan.Ditjen Perikanan : Jakarta
Effendi, M.I. 2004.Metode biologi perikanan. Penerbit Dwi Sri, Bogor.
Effendi I. 2004.Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta
Huisman.E.A., 1987.The Principles of Fish Culture Production.Department of
Aquaculture.Wageningen University, Netherland.
Lukito AM. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer.Agromedia. Jakarta
Mahyuddin, K., 2008. Panduan Lengkap Agrobisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya
Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan. Karnisius.Yogyakarta.
Mudjiman, A. 2008.Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Madina, W., Serdiati, N., dan Yoel. 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias sp). Jurnal Media Litbang Sulteng IV.Vol 2.Hal :
83-87.
38
Muchlisin Z.A., Damhoeri, A., Fauziah, R., Muhammadar., dan Musman, M.
2003. Pengaruh beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan
kelulushidupan larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).Jurnal Biologi.
Vol 3. No 2.
Sahwan,M.F. 2003. Pakan Ikan danUdang : Formulasi, Pembuatan, Analisa
Ekonomi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, H. 2007. Budidaya Ikan Dipekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soetomo, M.H.P. 2000.Teknik Budidaya Lele Dumbo.Penebar Swadaya dan
Algesindo. Bandung.
Suprianto.2010. Pengaruh Pemberian Probiotik Dalam Pellet Terhadap
Pertumbuhan Lele Sangkuriang.Jurnal FMIPA Universitas Negeri
Semarang.Vol 8, No 1.
Simanjutak RH. 1989. Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang dan
Dumbo.Bharatara. Jakarta.
Tomberlin. 2009. Development of the black soldier fly (Diptera: Stratiomyidae) in
relation to temperature. Entomol.Vol. 38(3): No 930-934.
top related