ii-1 bab ii landasan teori 2.1 sumber energi baru ...repositori.unsil.ac.id/988/6/bab ii.pdf ·...
Post on 18-Nov-2020
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sumber Energi Baru Terbarukan di Indonesia
Potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini belum
dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu peraturan yang mengatur
pengembangan EBT di masa mendatang adalah PP No. 79 tahun 2014 tentang
Kebijakan Energi Nasional. Untuk mendukung pengembangan EBT di Indonesia,
diperlukan pemetaan potensi EBT yang ada di Indonesia (Jenderal and Energi,
2016)
2.1.1 Potensi Energi Angin, yang sudah dilakukan studi pendahuluan tersebar
di pulau Jawa dan Sulawesi sekitar 950 MW. Pada tahun 2014, Puslitbangtek
KEBTKE juga telah menyelesaikan peta potensi energi angin di Indonesia
(Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Peta Potensi Tenaga Angin (ESDM, 2016)
II-2
2.1.2 Potensi Tenaga Air, Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan
Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH) tersebar di Indonesia
dengan total perkiraan sampai 75.000 MW, sementara pemanfaatannya masih
sekitar 11% dari total potensi (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Peta Potensi Tenaga Air Skala Besar (ESDM, 2016)
2.1.3 Potensi energi surya, Sumber daya energi surya Indonesia dapat
dikelompokkan berdasarkan wilayah yaitu kawasan barat dan timur Indonesia.
Sumber daya energi surya kawasan barat Indonesia (4,5 kWh/m2.hari) dengan
variasi bulanan sekitar 10%, dan kawasan timur Indonesia 5,1 kWh/m2.hari
dengan variasi bulanan sekitar 9% serta rata-rata Indonesia 4,8 kWh/m2.hari
dengan variasi bulanan sekitar 9%. Potensi energi panas matahari di Indonesia
sekitar 4,8 kWh/m².hari atau setara dengan 112 ribu GWp. Potensi sumber daya
energi surya Indonesia terlihat pada (Gambar 2.3).
II-3
Gambar 2.3 Peta Lokasi Potensi Tenaga Surya (ESDM, 2016)
2.1.4 Potensi Arus Laut, Berdasarkan penelitian Puslitbang KEBTKE ESDM
tahun 2014, teridentifikasi peta potensi energi arus laut di 10 selat berpotensi yaitu
di Selat Riau, Selat Sunda, Selat Toyapakeh, Selat Lombok, Selat Alas, Selat
Molo, Selat Larantuka, Selat Pantar, Selat Boleng, dan Selat Mansuar Raja
Ampat. Berdasarkan peta tersebut, potensi dan sumber daya energi laut yaitu
potensi energi arus laut praktis sebesar 17,9 GW; energi gelombang potensi
praktis sebesar 1,9 GW, dan potensi panas laut praktis sebesar 41 GW. Potensi
lokasi sumber tenaga arus laut Indonesia sebagaimana pada (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Peta Lokasi Potensi Tenaga Arus Laut(ESDM, 2016)
II-4
2.2 Sistem Pembangkit Tenaga Hybrid
Pembangkit listrik tenaga hybrid adalah pembangkit listrik yang terdiri
lebih dari 1 macam pembangkit dimana menggabungkan beberapa sumber energi
yang dapat di perbaharui ( renewable ) atau yang tidak dapat diperbaharui (
unrenewable ). Pembangkit listrik tenaga hybrid merupakan salah satu alternatif
system pembangkit yang tepat di aplikasikan pada saerah-daerah yang sukar
terjangkau oleh system pembangkit besar seperti jaringan PLN atau PLTD.
Pembangkit listrik tenaga hybrid ini memanfaatkan renewable energy sebagai
sumber utama primer yang dikombinasikan dengan Diesel Generator sebagai
sumber energi cadangan sekunder (Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid,
2017)
2.3 Pembangkit Energi Surya ( Photovoltaik )
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah suatu teknologi
pembangkit listrik yang mengkonversi energi foton dari surya menjadi energi
listrik. Konversi ini dilakukan pada panel surya yang terdiri dari sel – sel foto
voltaik. Sel – sel ini merupakan lapisan – lapisan tipis dari silikon (Si) murni atau
bahan semikonduktor lainnya yang diproses sedemikian rupa, sehingga apabila
bahan tersebut mendapat energi foton akan mengeksitasi elektron dari ikatan
atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas, dan pada akhirnya akan
mengeluarkan tegangan listrik arus searah. (Pembangkit and Tenaga, 2010)
Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 kWh/m2
atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar
10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi
II-5
surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah
sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran
potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa
datang. Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan
menggunakan teknologi fotovoltaik adalah sel surya.
Gambar 2.5 Penyebaran Sinar Matahari di Indonesia (SOLARGIS, 2018)
Gambar di atas menunjukkan potensi tenaga surya dunia. Potensi tenaga
surya Indonesia secara umum berada pada tingkat satisfy (cukup) yang dapat kita
jadikan sebagai salah satu patokan untuk menyusun perencanaan pembangunan
sumber energi PLTS pada masa depan. Menuju pada tingkat kemampuan yang
baik dalam hal supply tenaga listrik yang bersumberkan dari energi surya, kita
memerlukan teknologi konversi tenaga surya menjadi tenaga listrik, bukanlah
teknologi sederhana. Teknologi ini memerlukan berbagai mesin, sistem,
komponen yang harus dihitung cermat dan baik agar sesuai dengan kondisi alam
Indonesia.
II-6
HOMER mengasumsikan bahwa semua data yang bergantung pada waktu,
seperti data radiasi matahari dan data beban listrik, ditentukan tidak dalam waktu
matahari, tetapi dalam waktu (juga disebut waktu standar lokal). HOMER
menghitung waktu matahari dari waktu menggunakan persamaan berikut :
E (2.1)
Dimana :
tc = waktu dalam jam yang sesuai dengan titik tengah langkah waktu [hr]
λ = garis bujur [°]
Zc = zona waktu dalam beberapa jam di sebelah timur GMT [hr]
E = persamaan waktu [hr]
Sel surya adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari
menjadi energi listrik. Sel surya pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3
mm, yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan
kutub negatif. Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah memanfaatkan efek
fotovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari
menjadi energi listrik. Prinsip ini pertama kali diketemukan oleh Bacquere,
seorang ahli fisika berkebangsaan Perancis tahun 1839. Apabila sebuah logam
dikenai suatu cahaya dalam bentuk foton dengan frekuensi tertentu, maka energi
kinetik dari foton akan menembak ke atom-atom logam tersebut. Atom logam
yang iradiasi akan melepaskan elektron-elektronnya. Elektron-elektron bebas
inilah yang mengalirkan arus dengan jumlah tertentu.
II-7
Sel surya adalah semikonduktor dimana radiasi surya langsung diubah
menjadi energi listrik. Material yang sering digunakan untuk membuat sel surya
adalah silikon kristal. Pada saat ini silikon merupakan bahan yang banyak
digunakan untuk pembuatan sel surya. Agar dapat digunakan sebagai bahan sel
surya, silikon.
Homer memodelkan PV array sebagai peralatan yang memproduksi energi
DC. Homer mengkalkulasikan tegangan keluaran dari Sel surya menggunakan
persamaan :
(2.2)
Dimana :
fpv = Pv derating faktor
Ypv = daya yang diijinkan dari PV array (kW)
IT = radiasi matahari secara global pada permukaan PV array (kW/m2)
Is = 1kW/m2, standar jumlah radiasi yang digunakan untuk nilai dari
kapasitas PV array.
Unit satuan Watt-peak adalah satuan daya (Watt) yang dapat dibangkitkan
oleh modul fotovoltaik dalam keadaan standar uji (Standard Test Condition-
STC), atau jumlah energi yang diproduksi dibawah kondisi standar dari
pemancaran 1kW/m2 dan temperatur panel sebesar 25o C. Dalam Homer ukuran
dari PV array selalu ditentukan pada bagian kapasitas daya yang diijinkan.
Derating factor adalah faktor skala untuk menghitung dari efek debu pada
panel, rugu-rugi pada kawat, suhu, atau semua faktor-faktor yang menyebabkan
keluaran dari Sel surya berkurang dari kondisi yang diharapkan. Homer tidak
menghitung besarnya keluaran Sel surya menurun dengan bertambahnya suhu
II-8
pada panel, tetapi perencana dapat mengurangi derating factor untuk
memperbaiki keadaan itu, ketika membuat sistem untuk iklim yang panas.
2.3.1 Cara Kerja Energi Surya
Modul photovoltaic atau solar cell adalah suatu alat semikonduktor yang
mengkonversi foton (cahaya) menjadi listrik. Konversi ini disebut efek
photofoltaic, dengan kata lain efek photovoltaic adalah fenomena dimana suatu
sel photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi
listrik. Efek photovoltaic didefiniskan sebagai suatu fenomena munculnya
voltase listrik akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem
padatan atau cairan saat diexpose dibawah energi cahaya.
Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya perpindahan
electron bebas di dalam suatu atom. Sel surya pada umumnya menggunakan
material semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material semikonduktor
adalah suatu padatan berupa logam, yang konduktifitas elektriknya ditentukan oleh
elektron valensinya. Material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat
secara signifikan. Saat foton dari sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi
dari atom semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk
memisahkan elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya.
Elektron yang terlepas tersebut bermuatan negatif menjadi bebas bergerak
di dalam bidang kristal dan berada pada daerah pita konduksi dari material
semikonduktor. hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu
kekosongan pada struktur kristal yang disebut dengan “hole” dengan muatan
posit.
II-9
Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif
bertindak sebagai donor elektron. Daerah ini disebut negative type (n-type).
Sedangkan daerah semikonduktor dengan hole, bersifat positif dan bertindak
sebagai penerima (acceptor) elektron. Daerah ini disebut dengan positive type (p-
type). Ikatan dari kedua sisi positif dan negatif menghasilkan energi listrik
internal yang akan mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke arah
berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan hole
bergerak menjauhi sisi positif. Ketika p-n junction ini dihubungkan dengan
sebuah beban (lampu) maka akan tercipta sebuah arus listrik (Mintorogo, 2000)
Gambar 2.6 Ilustrasi cara kerja panel surya (Septina, 2015)
Jika dalam input PV array, memilih untuk mempertimbangkan efek suhu
pada array PV, HOMER menghitung suhu sel di setiap langkah waktu dan
menggunakannya dalam menghitung output daya dari array PV sebagai berikut :
= (2.3)
Dimana :
τ = transmitansi matahari dari setiap penutup atas array PV [%]
II-10
α = penyerapan solar dari array PV [%]
GT= radiasi matahari terhubung array PV [kW/m2]
ηc = efisiensi konversi listrik dari array PV [%]
UL= koefisien perpindahan panas ke sekitarnya [kW/m2°C]
Tc = suhu sel PV [°C]
Ta = suhu lingkungan [°C]
2.4 Pembangkit Tenaga Angin.
Salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan dapat
menghasilkan energi yang cukup besar adalah Pembangkit Listik Tenaga Angin
karena memanfaatkan energi angin yang rendah emisi karbon. Pembangkit
Listrik Tenaga Angin adalah suatu teknologi pembangkit listrik yang mengubah
potensi energi angin menjadi energi listrik.
HOMER menghitung kecepatan angin tinggi menggunakan persamaan
berikut:
𝑃𝑜𝑤 𝑃
A (2.4)
Dimana :
P = Daya / Power (watt)
ρ = Massa jenis angin / udara (1,225 kg/m3)
V = kecepatan angin [m/s]
A = Luas penampang (m2) =
× π × D
D = Diamater penampang / turbin angin (m)
2.4.1 Mekanisme Turbin Angin
Sebuah pembangkit listrik tenaga angin dapat dibuat dengan
menggabungkan beberapa turbin angin sehingga menghasilkan listrik ke unit
II-11
penyalur listrik. Listrik dialirkan melalui kabel transmisi dan didistribusikan ke
rumah-rumah, kantor, sekolah, dan sebagainya. Turbin angin dapat memiliki tiga
buah bilah turbin. Jenis lain yang umum adalah jenis turbin dua bilah.Turbin
angin bekerja sebagai kebalikan dari kipas angin. Bukannya menggunakan listrik
untuk membuat angin, tetapi turbin angin menggunakan angin untuk membuat
listrik. Angin akan memutar sudut turbin, kemudian memutar sebuah poros
yang dihubungkan dengan generator, lalu menghasilkan listrik. Turbin untuk
pemakaian umum berukuran 50-750 kilowatt. Sebuah turbin kecil, kapasitas 5kW,
dapat digunakan untuk perumahan, piringan parabola, pompa air, dll.
Gambar 2.7 Arsitektur Turbin Angin (Angga, 2009)
2.4.2 Komponen Turbin Angin
Komponen – komponen Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang
berukuran besar, pada umumnya dapat terlihat dalam gambar 2.8
II-12
Gambar 2.8 Komponen – komponen turbin angin (GET STT-PLN KOMPONEN
Wind Project, 2014)
1. Controller (Alat Pengontrol)
Alat pengontrol ini memulai memutar turbin pada kecepatan angin kira-kira
12-25 km/jam dan mematikannya pada kecepatan 90 km/jam. Turbin tidak
beroperasi diatas 90 km/jam, karena terlalu kencang dan dapat merusaknya.
2. Gear Box (Roda Gigi)
Alat ini berfungsi untuk mengubah putaran rendah pada kincir menjadi
putaran tinggi. Biasanya gearbox yang digunakan sekitar 1:60. Roda gigi
menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi kira-kira 1000-1800 rpm yaitu
putaran yang biasanya diisyaratkan untuk memutar generator listrik.
3. High Speed Shaft (Poros Putaran
Tinggi) Berfungsi untuk menggerakan
generator.
4. Low Speed Shaft (Poros Putaran Rendah)
Poros turbin yang berputar kira-kira 30-60rpm.
II-13
5. Generator
Generator pembangkit listrik ini adalah salah satu komponen terpenting
dalam pembuatan sistem turbin angin. Generator ini dapat mengubah energi
gerak menjadi energi listrik. Prinsip kerjanya dapat dipelajari dengan
menggunakan teori medan elektromagnetik. Singkatnya (mengacu pada
salah satu cara kerja generator) poros pada generator dipasang dengan
material ferromagnetik permanen. Setelah itu disekeliling poros terdapat
stator yang bentuk fisiknya adalah kumparan-kmparan kawat yang
membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar maka akan terjadi
perubahan fluks, dari perubahan fluks ini akan dihasilkan tegangan dan arus
listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan
melalui kabel jaringan listrik untuk akhirnya dikonsumsi oleh beban.
Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh generator ini berupa AC
(Alternating Current) yang memiliki bentuk gelombang kurang lebih
sinusodial.
6. Nacelle (Rumah Mesin)
Rumah mesin ini terletak diatas menara. Di dalamnya berisi gear-box,
poros putaran / rendah, generator, alat pengontrol dan alat pengereman.
7. Pitch ( Sudut Bilah Kipas).
Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur kecepatan rotor yang
dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu kencang.
8. Rotor
Bilah kipas bersama porosnya dinamakan rotor.
9. Tower (Menara)
II-14
Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi. Karena kencangnya
angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi menara makin besar
pula tenaga yang akan akan didapatkan.
10. Wind Direction (Arah Angin)
Gambar 2.2 adalah turbin yang menghadap angin, desain turbin lain ada
yang mendapat hembusan angin dari belakang.
11. Wind Vane (Tebeng Angin)
Mengukur arah angin, berhubunagn dengan penggerak arah yang memutar
arah turbin disesuaikan dengan arah turbin angin.
12. Yaw Drive (Penggerak Arah)
Penggerak arah memutar turbin angin ke arah angin untuk desain turbin
yang menghadap angin. Untuk desain turbin yang mendapat hembusan
angin dari belakang tak memerlukan alat ini.
13. Yaw Motor (Motor Penggerak Arah)
Motor listrik yang menggerakan penggerak arah.
II-15
2.4.3 Syarat Energi Angin Untuk Pembangkit
Tidak semua jenis angina dapat digunakan untuk memutar turbin
pembangkit listrik tenaga bayu / angin. Untuk itu berikut kan dijelaskan pada
gambar terkait klasifikasi dan kondisi angina yang dapat digunakan untuk
menghasilkan energi listrik.
Tabel 2.1 Kondisi Angin
Kelas angin Kecepatan angin
m/d
Kecepatan angin
km/jam
Kecepatan angin
knot/jam
1 0.3-1.5 1-.5.4 0.58-2.92
2 1.6-3.3 5.5-11.9 3.11-6.42
3 3.4-5.4 12.0-19.5 6.61-10.5
4 5.5-7.9 19.6-28.5 10.7-15.4
5 8.0-10.7 28.6-38.5 15.6-20.8
6 10.8-13.8 38.6-49.7 21-26.8
7 13.9-17.1 49.8-61.5 2.7-33.3
8 17.2-20.7 61.6-74.5 33.5-40.3
9 20.8-24.4 74.6-87.9 40.5-47.5
10 24.5-28.4 88.0-102.3 47.7-55.3
11 28.5-32.6 102.4-117.0 55.4-63.4
12 >32.6 >118 63.4
II-16
Tabel 2.2 Tingkat Kecepatan Angin 10 Meter Diatas Permukaan Tanah
Kelas
Angin
Kecepatan
Angin m/d
Kondisi Alam di Daratan
1 0.00-0.02 ------------------------------------------------------------------
2 0.3-1.5 Angin tenang, asap lurus keatas.
3 1.6-3.3 Asap bergerak mengikuti arah angin
4 3.4-5.4 Wajah terasa ada angin, daun-daun bergoyang pelan
5 5.5-7.9 Debu jalan, kertas beterbangan, ranting pohon
bergoyang
6 8.0-10.7 Ranting pohon bergoyang, bendera berkibar
7 10.8-13.8 Ranting pohon besar bergoyang, air plumbing
berombak kecil
8 13.9-17.1 Ujung pohon melengkung, angina terasa di telinga
9 17.2-20.7 Dapat mematahkan ranting pohon, jalan berat melawan
arah angin
10 20.8-24.4 Dapat mematahkan ranting pohon, rumah rubuh
11 24.5-28.4 Dapat merubuhkan pohon
12 28.5-32.6 Menimbulkan kerusakan parah
13 32.7-35.9 Tornado
Gambar 2.9 Karakter Kincir Angin (Pramudya Nur Perdana, 2013)
II-17
2.4.4 Prinsip Kerja Pembangkit Energi Angin
Prinsip kerja dari pembangkit ini adalah mengubah energi angin menjadi
energi mekanik, selanjutnya energi mekanik diubah menjadi energi listrik dengan
menggunakan generator.
Gambar 2.10 Sistem kerja turbin angin (Angga, 2009)
Saat angin melewati blade yang mengakibatkan turbin angin berputar
dengan kecepatan tertentu maka munculah energi mekanik (daya poros). Karena
putaran turbin tidak teralu cepat (low speed) yang disebabkan besarnya ukuran
turbin, maka poros turbin dihubungkan dengan roda gigi (gearbox).
Roda gigi mengubah laju putar menjadi lebih cepat (high speed),
konsekuensinya momen gaya menjadi lebih kecil. Selanjutnya, putaran poros
turbin menggerakkan rotor generator. Rotor berputar di medan magnet
menimbulkan gaya gerak listrik dari generator. Energi listrik dari pembangkit
dapat langsung dikonsumsi oleh beban atau ditransmisikan ke jaringan listrik
utama (grid) dan didistribusikan ke pelanggan.
II-18
2.5 Hybrid Inverter System.
Hybrid Inverter System adalah inverter tipe khusus yang dapat digunakan
untukmengkonversi tegangan DC (direct current) menjadi tegangan AC
(Alternating Current) yang berasal dari energi terbarukan. Hybrid inverter system
juga dikenal dengan synchronous inverter dan perangkat ini tidak dapat bekerja
dengan sendiri karena harus terhubung dengan jaringan yang telah ada (PLN).
Karakteristik dari hybrid inverter system memliki kemampuan untuk melakukan
sinkronisasi tegangan AC dan fasa serta frekuensinya. Selain itu hybrid inverter
system juga memliki sistem proteksi yang berguna apabila terjadi gangguan pada
jaringan milik PLN.
Pemakaian hybrid inverter system ini berguna agar kelebihan daya dari
sistem pembangkit dapat dialirkan kembali ke sistem jaringan PLN. Sehingga
daya yang berlebih dapat dijual kepada PLN sesuai kesepakatan bersama. Pada
Hybrid Inverter System terdapat dua jenis sistem yaitu sistem off grid dan on grid.
Berikut adalah perbedaan keduanya (Pradana et al., 2018)
a. Off grid system
Off grid system merupakan sistem yang hanya menggunakan energi yang
dihasilkan oleh sistem pembangkit yang dimiliki. Sistem ini biasanya digunakan
pada daerah yang belum dijangkau oleh jaringan listrik dari PLN.
b. On grid system
On grid system merupakan sistem yang menggunakan energi dari sistem
pembangkit yang dimiliki serta tetap terhubung dengan jaringan PLN. Dengan
adanya sistem ini dapat mengurangi tagihan listrik dan apabila terdapat kelebihan
II-19
daya yang dihasilkan dari sistem pembangkit yang dimiliki dapat dijual kembali
kepada pihak PLN.
3.1 HOMER ( Hybrid Optimazion Model for Energy Renewable )
3.1.1 Pengertian HOMER
Homer singkatan dari Hybrid Optimization Model for Energy Renewable
adalah sebuah perangkat lunak yang dikembangkan oleh U.S National Renewable
Energy Laboratory (NREL) bekerjasama dengan Mistaya Engineering, yang
dilindungi hak ciptanya oleh Midwest Research Institute (MRI) dan digunakan
oleh Departemen Energi Amerika Serikat (DOE).
Sistem tenaga mikro adalah sebuah sistem yang menghasilkan tenaga
listrik, atau panas untuk melayani suatu beban. Beberapa sistem menggunakan
teknologi penyimpanan energi yang berbeda dan kombinasi pembangkit tenaga
listrik yang terhubung dari jaringan transmisi listrik, maupun terpisah dari
jaringan. Untuk mengatasi masalah dalam perancangan sistem tenaga mikro,
dapat menggunakan perangkat lunak Homer.
Keunggulan Homer :
1. Dapat mengetahui hasil yang optimal dari konfigurasi sistem
(mensimulasikan beberapa konfigurasi sistem berdasarkan Net Present
Cost).
2. Dapat menunjukkan analisa nilai sensitifitas.
3. Dapat memodelkan sistem jaringan transmisi listrik.
4. Komponen-komponen hibrid yang akan digunakan lengkap.
5. Dapat memodelkan sumber daya alam yang tersedia.
II-20
6. Parameter-parameter input (masukan) sangat terperinci, seperti
sumber daya alam, emisi, harga bahan bakar, faktor ekonomi, dll.
Homer dapat dikatakan sebagai model optimisasi tenaga mikro, yang
berfungsi untuk mempermudah dalam merancang, mensimulasikan dan
menganalisa berbagai macam aplikasi sistem tenaga listrik, baik yang terhubung
dengan jaringan transmisi listrik maupun tidak. Homer mengijinkan pengguna
untuk membandingkan beberapa rancangan sistem yang berbeda berdasarkan
faktor sumber daya alam, ekonomi/biaya, dan komponen peralatan yang
digunakan.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan ketika ingin merancang sebuah system
tenaga listrik adalah besarnya biaya, konfigurasi dari sistem, komponen apa saja
yang harus digunakan, berapa jumlah dan ukuran kapasitas komponen yang akan
digunakan, dan sumber daya alam yang tersedia. Homer dapat menyelesaikan
masalah parameter-parameter masukan yang tidak menentu dan berubah-ubah,
seperti ukuran beban yang digunakan, harga bahan bakar dimasa yang akan
datang, besarnya sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti kecepatan
angin, intensitas sinar matahari, dll (“Angga Rizky Pritiyatomo,” 2009).
3.1.2 Prinsip Kerja Homer
Homer bekerja berdasarkan 3 hal, yaitu simulasi, optimisasi, dan analisa
sensitifitas. Ketiga hal tersebut bekerja secara berurutan, dan memiliki fungsi
masing-masing, sehingga didapatkan hasil yang optimal.
II-21
3.1.3 Simulasi (Simulation)
Homer dapat mensimulasikan berbagai macam konfigurasi sistem tenaga
mikro, yang berisikan beberapa kombinasi dari Photovoltaic, turbin angin, turbin
air, generator, hidrogen, baterai, converter, dll. Sistem tersebut dapat terhubung ke
jaringan transmisi ataupun terpisah, digunakan untuk melayani beban ac ataupun
dc dan beban thermal.
3.1.4 Optimisasi (Optimization)
Proses optimisasi dilakukan setelah proses simulasi dilakukan. Proses
simulasi memodelkan dan merancang konfigurasi sistem secara khusus, maka
proses optimasi dilakukan untuk menentukan kemungkinan teroptimal dalam
konfigurasi sistem. Pada daftar hasil optimisasi, Homer mengurutkan nilai NPC
yang terendah hingga tertinggi. Sistem dikatakan optimal, apabila salah satu
konfigurasi sistem menunjukkan NPC terendah untuk jangka waktu yang telah
ditentukan. Homer mensimulasikan konfigurasi sistem yang berbeda-beda, apabila
konfigurasi sistem tidak layak, maka Homer tidak akan menampilkan hasil
optimasi sistem tersebut. Didalam proses optimisasi, juga terdapat sistem
konfigurasi komponen-komponen apa saja yang akan digunakan, jumlah dan
kapasitas dari komponen, dan strategi pengisian baterai yang harus digunakan.
Tujuan dari proses optimisasi adalah menentukan nilai optimal dari konfigurasi
sistem dimana variabel nilai masukkan dapat diubah-ubah sesuai keinginan
pengguna. Variabel nilai yang dapat diubah oleh pengguna adalah :
1. Kapasitas daya Photovoltaic.
2. Jumlah turbin angin yang digunakan.
II-22
3. Kapasitas daya dari turbin air, Homer hanya memperbolehkan
menggunakan 1 sistem turbin air.
4. Kapasitas daya dari generator.
5. Jumlah baterai yang digunakan.
6. Kapasitas daya konverter AC-DC.
7. Kapasitas daya dari elektrolizer.
8. Kapasitas daya dari tangki hydrogen.
9. Strategi pengisian Baterai (cara tentang pengisian baterai).
3.1.5 Analisa Sensitifitas (sensitifity analysis)
Tahap selanjutnya adalah tahap analisa snsitifitas. Analisa sensitifitas ini
akan menunjukan bagaimana hasil konfigurasi sistem yang optimal apabila nilai
parameter masukkan (input) berbeda-beda. Pengguna dapat menunjukkan analisa
sensitifitas dengan memasukkan beberapa nilai variable sensitifitas.
Pada tahap ini, pengguna Homer dapat memasukan rentang nilai untuk
nilai variabel tunggal ataupun nilai variabel ganda yang dinamakan variabel
sensitifitas. Contohnya termasuk harga tenaga listrik pada jaringan transmisi,
harga bahan bakar, suku bunga per tahun, dll.
Setiap kombinasi dari nilai variabel sensitifitas menentukan kasus
sensitifitas yang berbeda. Contohnya, jika pengguna menentukan 6 nilai untuk
harga jaringan listrik, dan 4 nilai untuk suku bunga bank, maka aka terjadi 23
kasus sensitifitas dan menunjukkan hasil dalam bentuk table grafik.
II-23
1. Analisa sensitifitas dalam keadaan tidak menentu
Analisa sensitifitas dilakukan untuk menghadapi keadaan yang berubah-
ubah dan tidak menentu. Analisa ini dapat membantu perencanaan dalam
membuat rancangan yang optimal dan memahami dampak dari keaadaan
yang tidak menentu. Contohnya perancang mengasumsikan harga diesel
sebesar $0.5/L,kecepatan angina per tahun sebesar 4m/s, dan umur dari
proyek 25 tahun. Keadaan ini dikatakan tidak menentu karena harga diesel
tidak stabil, dati tahun ke tahun selalu berubah tergantung kebijakan
pemerintah. Sedangkan kecepatan angina setiap tahun selaly berubah.
Analisa ini berfungsi untuk menentukan efek dari variasi masukkan
kemungkinan konfigurasi system, dan seberapa optimal system apabila
keadaan masukkan berubag-ubah.
2. Analisa sensitifitas berdasarkan kumpulan data per jam
Homer memiliki kemampuan untuk melakukan analisa sensitifitas.
Berdasarkan data setiap jam, seperti beban listrik, sumber daya
angina,air,atau biomasa. Data-data yang dimasukan ditentukan oleh
perancang, besarnya nilai dapat diatur apakah diatas/dibawah nilai utama,
sesuai dengan sentang sekala yang diinginkan. Contohnya, perancang
menentukan data beban dengan rata-rata per tahun 120 kWh/hari.
Kemudian menentukan nilai variabel analisa sensitifitas untuk beban
sebesar 100,150,200 kWh/hari.
II-24
3.2 Net Present Cost (NPC)
Net present cost (NPC) merupakan semua biaya yang digunakan dalam
pembangunan komponen baik dalam pemasangan maupun pengoperasian suatu
proyek. Net present cost dapat diketahui dengan persamaan (2.5).
𝑁𝑃𝐶 = 𝐶𝑎𝑝𝑖 𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠 + 𝑅 𝑝𝑙𝑎𝑐 𝑚 𝑛 𝑐𝑜𝑠 + 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠 + 𝐹𝑢 𝑙 𝑐𝑜𝑠
− 𝑠𝑎𝑙𝑣𝑎𝑔 (2.5)
Dimana :
Capital cost = biaya komponen
Replacement cost = biaya pergantian komponen
O&M cost = biaya operasional dan perawatan
Fuel cost = biaya bahan bakar (generator)
Salvage = biaya yang tersisa dari komponen
3.3 Cost Of Energy (COE)
Cost of energy merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
energi listrik per 1 kWh. COE dapat diketahui dengan membagi biaya tahunan
dengan produksi energi tahunan oleh pembangkit hibrid. Nilai COE dapat
diketahui dengan persamaan (2.6).
CEO =
(2.6)
Dimana :
TAC (total annualize cost) = biaya total tahunan pembangkit hibrid
Etot.served = total energi tahunan untuk beban (kWh)
II-25
Tabel 2.3 Arti Lambang dan Singkatan
PLN Perusahaan Listrik Negara
HOMER Hybrid Optimization of Multiple Energy Resources
ESDM Energi Sumber Daya Mineral
PV Photovoltaic
NASA National Aeronautics and Space Administration
kWh KiloWatt hours
m2 Meter persegi
PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya
m/s Meter/sekon
Kg Kilogram
W Watt
m Meter
HAWT Horizontal Axis Wind Turbine
VAWT Vertical Axis Wind Turbine
AC Alternating current
DC Direct Current
Ah Ampere hour
Wh Watt hour
v Volt
Net Present Cost Semua biaya yang digunakan dalam pembangunan komponen dalam pemasangan maupun
pengoperasian
Cost Of Energy Biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan listrik
Intial Capital Biaya total pemasangan komponen pada awal
proyek
Replacement cost Biaya pergantian komponen
Fuel cost Biaya bahan bakar
O&M cost Biaya operasional dan perawatan
Salvage Biaya yang tersisa dari komponen
Capital Cost Biaya komponen
Rp Rupiah
top related