ilmu farmasi sosial -...
Post on 01-Feb-2018
394 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ILMU FARMASI SOSIALSEBAGAI PILAR PRAKTEK PROFESI APOTEKER
di FASILITAS KESEHATAN
Tutus Gusdinar Kartawinata
Sekolah Farmasi ITB
Simposium dalam rangka Pekan Ilmiah Tahunan IAI 2017
“Improving an Accessible and Trusted Pharmacist”
6-8 September 2017 ICE BSD City Tangerang-Banten
Sebuah Pandangan & Gagasan
Materi Bahasan
1. Perkembangan Sains & Profesi
Farmasi
2. Profesi Farmasi dalam Matra Sosial
3. Fasilitas Kesehatan sebagai wahana
fertilisasi Profesi Farmasi
4. Inisiatif leadership Apoteker
1
Pharmacistis not just a Healthcare Worker
but also is a Social Worker
2
Sosok Apoteker (The Profile of a Pharmacist)
dicerminkan oleh 8 penampilan sikap dalam menjalankan profesinya:
1. PEDULI & SANTUN DALAM MELAYANI (care-giver)
2. PEMBUAT KEPUTUSAN YANG TEPAT & CEPAT (decision-maker)
3. PENCERAH KEPENTINGAN MULTI PIHAK (communicator)
4. PENGELOLA HANDAL YANG SANGAT TELITI (manager)
5. PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT (life-long learner)
6. PRIBADI YANG SIGAP MENGAJARKAN (teacher)
7. PEMIMPIN ARAH & TUJUAN (leader)
8. PENCARI & PENEMU CARA BARU (researcher)
Apoteker Masa Depan perlu banyak kesempatan berlatih dalam aspek
yang berkaitan dengan Farmasi Sosial; membentuk kemampuan diri (capacity
building) untuk memberi pelayanan terbaik bagi pasien/pelanggan/pengguna
terkait di setiap fungsi profesi.
3
Mewujudkan Peran Farmasi Sosial
Farmasi Sosial: bidang interdisiplin
yang memampukan Apoteker
bertanggungjawab atas keputusan
profesional terkait ihwal penggunaan
obat oleh masyarakat.
Disiplin Ilmu Farmasi Sosial berkembang
pesat dan diperkirakan akan menempati
posisi sentral pada kurikulum pendidikan
farmasi.4
Ketrampilan Umumyang diperoleh dari pendidikan
Sarjana Farmasi
• Technical expertise &
laboratory skills
• General research skills
• General information technology
skills
• Data analysis
• Teamwork 5
Bekal kompetensi
Generasi Z
Peran Apoteker di Masa
Datangtuntutan kompetensi yg cenderung
meluas1. Sistem mutu mengatasi kesalahan penulisan resep dan
dispensing obat
2. Otomatisasi penulisan resep, dispensing obat, dokumentasi pelayanan
3. Perluasan peran untuk menulis resep
4. Keterdidikan dan harapan pasien makin tinggi
5. Penelitian berpusat pada pasien perlu diajarkan sejakdi pendidikan sarjana farmasi/apoteker
6. Pengembangan layanan primer akan diikuti denganmeningkatnya aksesibilitas pasien untuk menerimasaran/nasehat kefarmasian
7. Peran-integratif Apoteker Kesehatan Masyarakat (public health pharmacist) yang strategis untuk menanganipencegahan dan penyembuhan penyakit.
6
Riset berbasis praktikfarmasimakin diperlukanTantangan masa depan pelayanan farmasi:
Farmasi Sosial & Manajemen PenyakitKronis
Layanan apotek/klinik yang terintegrasi denganperguruan tinggi mendorong penelitian berbasispraktik. Pendidikan beradaptasi dengan filosofipraktik apoteker ‘berpusat pada pasien’ membentukkompetensi praktik ‘berbasis hasil riset’.
Kelompok riset perguruan tinggi bekerjasama denganapoteker rumah sakit menjalankan program pascasarjana yang sinergis dengan penelitianpraktik, mengembangkan cara-cara baru pelayananpasien.
7Tidak hanya berbasiskan pustaka ‘barat’
1. Perkembangan
Sains & Profesi
Farmasi
8
Peran
ApotekerSecara historis, peran apoteker dalam
perawatan kesehatan terfokus penyerahan obat
sesuai dengan resep dan pemeriksaan akhir
untuk memastikan dispensing obat yang akurat
kepada pasien.
Secara tradisional, apoteker memanfaatkan
pengetahuan klinis untuk meninjau rejimen
obat, mencegah dosis yang tidak tepat, dan
meminimalkan interaksi obat.
Kini peran apoteker berkembang, mencakup
asuhan pasien secara langsung, layanan
perawatan primer, dan manajemen penyakit.
9
Apoteker: patient’s team of
provider
Dalam asuhan kesehatan berbasis tim,
apoteker sebagai patient’s team of provider
penting memahami jenis layanan yang
diberikan, mampu meningkatkan perawatan,
serta memiliki kapasitas menyesuaikan diri
dengan perubahan suasana asuhan kesehatan.
Dalam kurikulum pendidikan perlu
diperkenalkan cara mengeksplorasi bukti
layanan kefarmasian melalui tinjauan
pustaka, tinjauan sistematis dan artikel
jurnal penelitian primer.10
Area Riset Praktik
Farmasi4 layanan utama apoteker + 1 aturan asuhanmenjadi trend pembahasan, kajian dan publikasi di USA:
1. Manajemen obat
2. Rekonsiliasi pengobatan
3. Layanan asuhan preventif (skrining & imunisasi)
4. Edukasi dan konseling perilaku
5. Model asuhan kolaboratif
11
Dampak kinerja apoteker terhadap hasil praktik klinik dan ekonomi
masyarakat, telah terbukti dapat meningkatkan hasil terapetik dan
minimasi biaya pengobatan.
Menjadi kewajiban bagi setiap pendidik
untuk membekalkan kiat praktis kepada
calon Apoteker supaya mampu memberikan
informasi, dukungan dan bantuan
profesional kepada tenaga kesehatan
(NAKES) lain, dilandasi ‘panggilan
jiwa’ yang memprioritaskan keselamatan
pasien (patient safety).
12
Edukasi Perilaku
Pedoman Sikap-Perilaku
Profesi (professional
conduct)Istilah 'profesi' sebelumnya hanya diterapkan
untuk lulusan hasil pembelajaran gereja, hukum dan
kedokteran. Makna istilah PROFESI sekarang lebih
luas, seperti yang terlihat dari definisi dalam
Oxford English Dictionary:
‘Suatu pekerjaan di mana hasil
pembelajaran satu set ilmu pengetahuan
diabdikan untuk memudahkan urusan orang
lain, atau diwujudkan dalam ‘kiat (art)
praktik’ 13
Kini, hampir semua pekerjaan yang
memerlukan ukuran pelatihan intelektual
sering disebut profesi. Namun, suatu
profesi yang terorganisir (organized
profession) membutuhkan lebih dari
sekadar adanya disiplin intelektual.
Pharmacist is a ‘regulated profession’
Inti dari profesionalisme adalah
hubungan kepercayaan yang ada antara
praktisi dan orang yang menerima saran
atau layanan.14
Penerima layanan mengandalkan pengetahuan
praktisi, ia harus benar-benar
mempercayai layanan dan saran/nasehat
yang tidak berpihak (imparsial).
Untuk itu ada standar minimum pengetahuan
para praktisi, dan harus ada kesepakatan
bersama tentang standar perilaku dalam
melaksanakan pekerjaan profesional.
Artinya, harus ada badan yang menentukan
standar pendidikan dan menetapkan kode
etik; mewakili praktisi dan tunduk pada
kendali kolektif.15
Apoteker sebagai
Profesi
Empat syarat esensial menunjukkan bahwa
apoteker merupakan suatu profesi:
1. Disiplin intelektual &
Standar pengetahuan
2. Badan representasi praktisi
3. Standar perilaku (Standards of
Conduct)
4. Pelayanan (Service) & Saran (Advice)
16
CIRI PROFESI APOTEKER
• Memiliki disiplin pengetahuan kefarmasian yang berbatas jelas.
• Pendidikan khusus berbasis keahlian (expertise) padajenjang pendidikan tinggi (akademik) di bidangfarmasi.
• Memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek profesisebagai Apoteker.
• Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat independen dan otonom.
• Memberlakukan kode etik Apoteker.
• Memiliki motivasi altruistik dalam memberikanpelayanan kefarmasian.
• Mempunyai sistem untuk proses pembelajaran seumurhidup.
• Mendapat jasa profesi. 17
PILAR PERATURAN PRAKTIK APOTEKER
Praktik profesi apoteker berlandaskan3 pilar peraturan:
1. Disiplin Ilmu
2. Etik
3. Hukum
18
Dalam pengabdian profesinya
Apoteker harus berpegang teguh
pada
Sumpah/Janji Apoteker
&
Kode Etik Apoteker
19
2. Profesi Farmasi
dalam
Matra Sosial
20
Farmasi Sosial
"Upaya untuk mengintegrasikan obat
ke dalam perspektif yang lebih luas
mencakup aspek hukum, etika,
ekonomi, politik, sosial,
komunikasi, dan psikologi, dalam
sistem evaluasi untuk penggunaan
obat yang aman dan rasional".
21
Berkembang sejak 1970-an, Farmasi
Sosial telah banyak memberi
kontribusi terhadap pengetahuan
tentang kebutuhan pasien &
masyarakat, yang memiliki kepentingan
bersama untuk mendapatkan obat yang
paling efektif, paling aman, dan
harga terjangkau.
Farmasi Sosial menyuarakan kebutuhan
pengguna (user) kepada produsen obat
(practician) dan pemerintah
(regulator).
22
Dalam konteks Farmasi Sosial, tidak adamodel pembelajaran yang dapat berlaku (fit-in) di semua negara, namun ada konsep umum, prinsip dan praktik yang menjadi dasarpenentu kebijakan pendidikan; implementasinya diselaraskan dengankebutuhan masyarakat lokal, regional ataupun global.
Dalam Era Farmasi Sosial
institusi pendidikan farmasi saling berbagi(share) pengetahuan dan sumberdayapendidikan dengan kolega pendidik antar-negara. 23
• Pemahaman tentang isu-isu yang berkaitan
dengan Farmasi Sosial akan memajukan profesi
apoteker, sekaligus peningkatan upaya
kesehatan masyarakat.
• Farmasi Sosial: studi transdisiplin perilaku
manusia (individu atau kelompok) terkait
dengan disiplin ilmu farmasi yang
berhubungan dengan psikologi, sosiologi,
antropologi.
Sebagai disiplin yang relatif baru, basis
riset teoritis Farmasi Sosial masih berada di
awal perkembangan; masih membutuhkan studi
banding antar-disiplin ilmu dari berbagai
institusi yang menangani aspek-aspek Farmasi
24
Pembelajaran Farmasi Sosial membutuhkan
sintesis pengetahuan yang wajib diajarkan di
bidang farmasi:
1.Mata ajar sains fundamental konvensional
seperti kimia, farmakologi, fisiologi,
hukum; dan pengetahuan tentang perundang-
undangan
2.Mata ajar farmasi klinik
3.Mata ajar sosiohumaniora dan kemampuan
komunikasi
Tujuan instruksional Farmasi Sosial dalam Kurikulum Farmasi:
1) Mengidentifikasi mata ajar dalam rencana program studi
farmasi terkait dengan aspek farmasi sosial dalam lingkup
luas.
25
26
Level Organisasi & Disiplin Ilmu Farmasi
Biosfir
Masyarakat/Bangsa
Budaya/Subkultur
Komunitas
Kelompok Kecil/Keluarga
Manusia
Organ
Sel
Molekul
Atom
27
Sains Sosial
&
Humaniora
Sains Natural
[ IPA }
Farmasi Sosial
Farmasi Klinik
Kimia & Biologi
Kajian inti Farmasi Sosial mencakup
perilaku dan perspektif berbagai pihak:
pemerintah, otoritas kesehatan setempat,
pembayar pihak ketiga (a.l. asuransi),
tenaga profesi kesehatan, dan industri
farmasi. Demikian pula perspektif pasien
dan masyarakat umum pengguna obat.
Topik kunci Farmasi Sosial mencakup
pemasaran, ekonomi, distribusi,
komunikasi, kepatuhan (pasien mengikuti
instruksi yang disepakati), pemantauan
(kendali dan pengawasan), dan
individualisasi penggunaan obat.
28
3. Fasilitas Kesehatan
sebagai wahana
fertilisasi Profesi
Farmasi
29
Pengembangan peran apoteker klinik
diinisiasi oleh sektor rumah sakit dan
institusi pendidikan farmasi yang
melakukan perubahan pendidikan
sarjana/apoteker.
•Meningkatnya kompleksitas dalam
pengelolaan terapi obat memerlukan
peran apoteker yang harus jelas dan
terintegrasi dalam tim layanan
kesehatan.
•Perkembangan peran apoteker dalam
layanan kesehatan kian menuntut
penyesuaian kurikulum pendidikan30
Tonggak pendidikan untuk perubahan peran
Apoteker:
• Mewujudkan farmasi klinik di rumah sakit dan
mewujudkan dokter farmasi (Pharm.D.) sebagai
kualifikasi profesi (USA) .
• Pendidikan magister farmasi klinik (Inggris, diikuti
negara lain, terutama Australia dan Asia).
• Spesialisasi apoteker rumah sakit di berbagai bidang
spesialisasi medik.
• Pembelajaran apoteker farmasi klinik.
• Konsep ’asuhan farmasi' diperhitungkan sebagai
faktor kesehatan masyarakat.
• Perubahan metode pendidikan oleh para profesor
praktik farmasi berbasis pengajaran ‘terpusat kepada
pasien’.
31
Universitas menemukan model peran klinik
terutama dari apoteker rumah sakit. Rumah
sakit lebih mudah menjadi edukatorium (aneka
wahana belajar) dan akses terhadap data klinis
dan kerjasama multidisiplin.
Sarana farmasi komunitas memfasilitasi akses
kepada (beberapa) apoteker yang pengalaman
profesinya banyak melibatkan insan akademik
dan medik. Perguruan tinggi memobilisasi
farmasi komunitas menjadi panutan (role
model), menseleksi dan menjadikan ‘apotek
panutan’ sebagai edukatorium yang efektif. 32
Preceptorship yang dapat dikembangkan:
1. Dosen praktik farmasi klinik: staf
akademik yang menjadi apoteker rumah
sakit, atau
2. Apoteker praktik yang terafiliasi
dengan pembelajaran di universitas,
atau
3. Staf akademik yang memiliki aktivitas
riset tertaut dengan rumah
sakit/masyarakat/ sarana pelayanan
kesehatan yang luas.33
Preceptor = pendidik praktik
Penggunaan obat:
Tantangan kepatuhan bagi seluruh masyarakat
Masa depan farmasi pelayanan adalah
pengembangan peran farmasi klinik sebagai
sarana untuk memberikan informasi penggunaan
obat yang terjamin khasiat, keamanan dan
mutunya .
Meningkatnya fungsi apoteker sebagai penjamin
mutu & efisiensi penggunaan obat, menunggu
respon institusi pendidikan farmasi
melengkapi proses pembelajaran yang
menyiapkan apoteker praktisi farmasi klinik
dan pencerah masyarakat.34
Silabus
Contoh-1
Social Pharmacy definition, significance of drugs in medicine practice and society, Pharmacoepidemio-logy, Pharmacovigilance, Pharmacoeconomics, Drug Policy definition by WHO, the most important elements, Pharmaceutical Pricing and Reimburse-ment, Pharmaceutical Industry and its activities, Classification systems of drugs, Consumption of drugs, indicators of evaluation. Drug policy in hospitals, Medication Errors classification and prevention, Sociological Understanding of Health and Illness, Theory of Iceberg, Health Economy, Management of Health System, Compliance.
35
Silabus
Contoh-2
Farmasi sosial adalah bidang multidisiplinmencakup pendidikan dan penelitian yang berfokuspada peran, penyediaan, regulasi dan penggunaanobat-obatan dalam masyarakat.
Lingkup Farmasi Sosial sangatlah luas, mencakupaspek-aspek sosial, psikososial, ekonomi, danorganisasi obat-obatan; menyertakan analisiskeputusan kebijakan yang dibuat di tingkat lokal, nasional, internasional dan global mengenai obat-obatan. Juga mencakup berbagai tema, termasukdistribusi obat dan penggunaan; ekonomi danpembiayaan; pengambilan keputusan; perilakukesehatan; pengetahuan kesehatan, keyakinankesehatan, melek kesehatan; kesehatan dan farmasikebijakan; farmakoinformatika; etika; sertafarmakoepidemiologi dan farmakovigilans. 36
4. Inisiatif
Leadership Apoteker
37
Farmasi adalah suatu profesi
anggotanya terikat peraturan standar
pendidikan dan kode etik.
Sebagian besar apoteker terlibat di area
komersial produk yang dilaksanakan
bersama peran sebagai tenaga kesehatan
penyedia layanan, saran dan nasehat.
Diperlukan panduan sangat rinci untuk
mencegah konflik antar dua area
tersebut. 38
Tindakan apoteker (regulated
profession)
tunduk pada hukum pidana, hukum administrasi,
hukum perdata dan kode etik.
• Kode Etik terdiri prinsip-prinsip yang
menunjang standar & panduan profesi.
Berbagai kasus hukum & etik menjadi bukti bagaimana
Apoteker tidak menjalankan kewajiban profesi bagi
klien/pasien.
39
Pharmacist/Apothecary*a health professional trained
in the art of preparing and
dispensing drugs
*Chemist, Druggist
40
‘CREW’ TENAGA KEFARMASIAN (UU 36 Th 2014)
• APOTEKER[Profesi]
• TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN[ Teknis Vokasi]
__________________________________________________________
ASISTEN TENAGA KEFARMASIAN
(Permenkes 80 Th 2016)
41
Keahlian dan Kewenangan ApotekerUU No 36 Th 2009 tentang Kesehatan, pasal 108 ayat 1:
Apoteker memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melaksanakan
praktik kefarmasian yang mencakup:
a. Pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi;
b. Pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat;
c. Pelayanan obat atas resep dokter;
d. Pelayanan informasi obat;
e. Pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.42
MAKNA PROFESI FARMASI Bagi sebuah BANGSA
Profesi farmasi memberikan jaminan keamanan, khasiat dan mutu serta pelayanan bagi setiappenggunaan produk farmasi, ataupun bahan eksogeniklain, yang dimanfaatkan untuk tujuanmodifikasi/eksplorasi kondisi normofisiologiataupun patofisiologi tubuh manusia (danhewan/tumbuhan).
Oleh karena itu, profesi farmasi memberikontribusi besar bagi ketahanan suatu bangsa dariancaman bahaya penggunaan produk eksogenik yang dsalah ataupun disalahgunakan.
-Tutus Gusdinar-43
Fungsi esensial negara di bidang
farmasiEssential means that if the public sector is unable to perform these functions, public health goals cannot be achieved and the least privileged part of the population will suffer.
Policy making, priority setting: what are the
problems?
how do we address them?
how do we know what we have
achieved?
Regulation & control: what are the rules?
are the rules respected?
do we need to change rules?
Professional standards: who is allowed to do what?
Access to drugs: can people use the drugs they need?
Information: can people use drugs properly? 44
Legislasi dan Regulasi
Obatbagian dari sistem pelayanan
kesehatan“Drugs are a public good and not
simply just another commodity: first
for their high social value, and then
because consumers and prescribers are
unable to assess their quality, safety
and efficacy.” Dr. Gro Harlem Brundtland
Director General of WHO
Gro Harlem Brundtland (Norwegian, born Gro Harlem, 20 April 1939) is a Norwegian politician, who served three terms as Prime Minister of Norway (1981, 1986–89, and 1990–96) and as Director-General of the World Health Organization from 1998 to 2003. 45
LEGISLASI OBAT
Setiap produk yang wajib mendapat
legislasi harus jelas, tidak
meragukan, serta mencakup definisi
yang komprehensif.
MEDICAL PRODUCT:
Any substance or pharmaceutical product for
human or veterinary use that is intended to
modify or explore physiological systems or
pathological states for the benefit of the
recipient.46
REGULASI OBAT
Regulasi obat mencakup seluruh aturan legal,
administratif dan teknis dengan tujuan untuk
menjamin:
• Semua alasan dasar (premise), orang (people) dan
praktek (practice) yang terkait dengan pengembangan,
pembuatan, impor, ekspor, perdagangan besar,
pasokan, dispensing dan promosi obat harus mematuhi
standar, norma, prosedur dan persyaratan yang sah.
• Produk obat harus aman, efektif dan bermutu.
• Informasi produk tidak boleh bias, harus akurat dan
tepat guna.
• Obat harus selalu tersedia.
• Obat harus digunakan secara rasional.47
Regulasi obat merupakan sentral dari
interaksi berbagai kegiatan multifaset dan
sangat kompleks
Regulatory
authority
Manufacturers
Prescribers
Importers/Wholesalers/Retailers
Patients/Consumers
Products
ExpertsGovernment
Medicines
48
Kompleksitas permasalahan obat telah menyebabkan pemakaianobat tidak lagi hanya berdasarkan pilihan/pengalamanpribadi (testimonial).
Dibutuhkan pembuktian berbasis logikakeilmuan melalui riset yang bermutuuntuk menjamin keberhasilan terapi.
Apoteker harus mampu untuk menjamin ketersediaan data daninformasi terkait obat, yang dibutuhkan untuk menetapkanpilihan obat dalam upaya menjamin keamanan, ketepatan dankerasionalan penggunaan obat (evidence-based pharmacy).
Tenaga kefarmasian makin dituntut mampu menjadi researcher dalam hal mencari obat baru dan pengembangan bentuksediaan baru (drug delivery system)
49
Praktik
kefarmasianPasal 108 UU No 30 Th 2009 tentang
Kesehatan
Praktik kefarmasian di Indonesia meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan
pendistribusian/penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat dan obat
tradisional.
Secara implisit ketentuan perundang-
undangan menuntut peran dan tanggungjawab
Apoteker menjaga mutu pelayanan50
Dalam bidang produksitanggungjawab apoteker adalahmenjamin kesesuaian proses produksi dan mutu produkterhadap ketentuan danstandar yang berlaku.
Industri farmasi Indonesia dapatmencukupi seluruh kebutuhan obatnasional, namun belum cukup memilikisendiri industri bahan baku obat.
51
Dalam bidang distribusi/penyaluransediaan farmasi, tanggungjawabapoteker mencakup jaminankesesuaian proses distribusi danmutu produk terhadap ketentuan danstandar yang berlaku, jaminankeamanan dan ketersediaan produk.
Cara Distribusi Obat yang Baik sebagai implementasiGDP (Good Distribution Practice), untuk menghindaripraktik kefarmasian dalam bidang distribusi, supayaobat keras dan psikotropika, tidak dapat dibelidengan mudah tanpa resep dokter dan tidak dijual di toko obat maupun pedagang kaki lima; sertamencegah peredaran obat palsu, obat kadaluarsa danobat impor ilegal masih sering ditemukan. 52
Sains Regulasi
(Regulatory Science)
suatu topik pembelajaran yang
bersifat transdisiplin
53
Sebuah jendela yang membuka cakrawala farmasi
sosial
“Regulatory science is the art &
science of taking new medical &
food products to market and
keeping them on the market, under
the constraints of a variety of
laws and requirements. You're
doing science, but you're doing
it in a legal framework” –
Frances Richmond
Director of the Regulatory Science program
at the University of Southern California
in Los Angeles 54
Regulatory science is an area that usually has more jobs than qualified candidates; and despite consolidation in the pharmaceutical industry, the market for regulatory scientists is generally stable.
Lawrence Liberti
Executive director of the CMR International Institute for Regulatory Science in London.
55
Regulatory science includes regulatory affairs, regulatory writing, risk management, compliance, and regulatory law.
Every step in biomedical product development is regulated: research & development, preclinical studies, clinical studies, the manufacturing process, marketing, and postmarketing surveillance.
So, it follows that regulatory scientists work at each one of those steps, evaluating product candidates and trials, mediating among interested parties, finding compromise and gaining consensus.
56
These days, the field requires expertise from scientists in a variety of disciplines, including physicists, life scientists, chemists, and engineers.
FDA, a natural home for regulatory scientists, offers employment in more than 30 distinct disciplines, including research science, pharmacy, statistics, veterinary medicine, nursing, and clinical medicine.
57
Besides job opportunities at agencies
such as FDA, the companies developing
biomedical products & devices employ
regulatory-science experts to make
sure the company follows all
regulations and guidelines for every
product, in every country in which a
product will be marketed, even before
the regulatory agencies gets
involved. 58
Independent companies have
opportunities in regulatory
consulting as well.
A lot of companies do the
regulatory piece themselves, so
unless it's really hard, and then
they ask a consultant.
59
Catatan
Penutup• Apoteker dituntut menjadi anggota tim kesehatanyang aktif, bertanggungjawab atas hasilpengobatan pasien, dan menjamin keamananpenggunaan obat secara rasional.
• Asuhan kesehatan (pharmaceutical care) membutuhkan peran & tanggungjawab Apotekerterkait penerapan konsep & riset farmasisosial.
• Tidak ada model pendidikan dan pelatihanterbaik yang dapat menjadi rujukan dunia. Tapikonsep, prinsip, dan praktik yang bersifat umumdapat digunakan oleh para penentu kebijakanpendidikan sebagai acuan umum sesuai kebutuhanmasyarakat lokal, regional, global.
• Civitas academica farmasi perlu berbagipengalaman, pengetahuan dan sumberdayapendidikan antar-kolega di seluruh dunia.
60
Terimakasih
61
top related