infeksi laten
Post on 30-Jul-2015
156 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
INFEKSI LATEN
Proses Penularan (INFEKSI)
Pengetahuan tentang waktu dan cara infeksi penting sekali untuk mengembangkan
program penegndalian penyakit yang efektif. Buah-buha yang masih ada di pohon
dapat tertulari oleh penetrasi langsung jamur pathogen menembus kutikula yang
masih utuh, melalui luka atau lubang-lubang alami yang terdapat pada permukaan
tumbuhan inang. Selain dari itu, banyak sekali penyakit pasca panen dimulai dari
luka-luka pada komoditi-komoditi selama dan sesudah pemanenan, seperti batang-
batang yang dipotong dan kerusakan mekanik pada sel-sel permukaan selama
penanganan dan pengangkutan.
Infeksi Sebelum Pemanenan
Beberapa jamur seperti Colletotrichum, Gleosporium, Guignardia, Diplodia,
Phomopsis, Dothiorella, dan Alternaria membentuk spora pada luka-luka di
batang, daun dan bagian bunga tanaman. Spora-spora tersebut berkecambah di
permukaan buah-buah yang berkembang dan setelah beberapa jam ujung buluh
hifa jamur membengkak dan membentuk alat pelekat. Dan setelah 24 sampai 72
jam, tergantung suhu dan tingkat kemasakan buah, selanjutnya terjadi infeksi
melalui bagian bawah alat pelekat dan menembus kutikula dengan tekanan
mekanik. Pada tingkat ini infeksi terhenti dan jamur menjadi dorman. Peristiwa
ini dinamakan infeksi laten. Pada waktu buah matang beberapa minggu atau
beberapa bulan kemudian jamur yang dorman akan menjadi aktif, membentuk
cabang-cabang dan menembus selsel inang dan membentuk luka-luka
pembusukan pada buah yang matang.
Semua buah jeruk, mangga, papaya, alpukat, dan pisang yang tumbuh di daerah
tropis basah menderita infeksi laten oleh Colletotrichum gloeosporiodes dan
Gloesporium musarum pada kulit sewaktu pemanenan. Beberapa penelitian telah
membukytikan bahwa kebanyakan infeksi laten berkembang menjai luka-luka
pembusukan bila buah mencapai suatu tingkat kematangan tertentu. Secara relatif
pada buah-buah matang hanya sedikit terjadi luka-luka pembusukan, meskipun
pada buah-buah itu masih terdapat alat-alat pelekat yang masih berdaya hidup.
Pemberian spora-spora pada permukaan buah yang masih muda tidak
menghasilkan luka-luka pembusukan setelah buahnya matang, meskipun terdapat
alat-alat pelekat yang berdaya hidup selama umur buah.
Spora-spora jamur dan bakteri pathogen dapat mengakibatkan kebusukan
pascapanen berkaitan dengan tanah dan debu yang berterbangan atau percikan air
dengan tanah pada buah-buah yang bergantungan rendah. Contoh-contoh
kelompok ini adalah: Rhizopus, Fusarium, Geotrichum, Phytophthora,
Trichoderma, dan Erwinia. Luka-luka yan g terdapat pada permukaan buah yang
masak dengan sendirinya menuju kepembusukan oleh mikroorganisme ini yang
terdapat dimana-mana. Asal luka-luka itu tidak mongering dan membentuk
perintang pada luka sebelum infeksi terjadi.
Serangga, terutama lalat buah (Pterandrus rosa dan Ceratites capitaia), ngengat-
ngengat dan kupu-kupu penggerek buah tidak saja menimnulkan luka-luka pada
permukaan buah-jeruk dan buah-buah tropis lain tapi juga terkontaminasi berat
oleh spora-spora, sejumlah jamur penyebab pembuahan. Busuk asam pada jeruk
manis berasal dari serangan kupu-kupu penggerek dan beberapa jenis serangga.
Buah-buah yang terinfeksi biasanya akan jatuh dari pohon pada waktunya. Tetapi
bila serangga menyerang buah bebebrapa hari selama pemanenan atau bila
buahnya belum matang penuh, maka buah-buah yang terinokulasi tidak dapa
dikenali dengan mudah dan kemungkinan akan dikemas bersama dengan buah-
buah yang sehat yang kemudian akan menjadi busuk dalam penyimpanan atau
selama pengangkutan.
Infeksi buah-buah selama dan sesudah pemanenan.
Buah dan sayur segar tidak dapat dipanen tanpa menimbulkan luka-luka sehingga
mikroorganisme pathogen memperoleh jalan untuk memasuki komoditi itu dan
akhirnya akan menyebabkan pembusukan pasca panen. Selain pada batang yang
dipotong, tidak dapat dihindarkan terjadinya kerusakan pada jaringan-jaringan
permukaan selama pemungutan, pengemasan, dan pengangkutan. Luka-luka harus
ditekan sampai sekecil mungkin, dan komoditi yang telah dipanen harus
ditempatkan pada kondisi yang memungkinkan pengeringan atau penyembuhan
luka-luka, dengan begitu terbukti menguntungkan dalam menghindarkan infeksi.
Perlakuan dengan fungisida dan pendinginan merupakan praktek yang biasa dan
efektif, yang dapat mencegah atau menghambat laju infeksi pada komoditi yang
telah dipanen. Sebenarnya tiap buah dan sayuran bersifat rentan terhadap satu
penyakit pasca panen yang dimulai pada batang yang terpotong. Contohnya
adalah busuk ujung pada sisir pisang, busuk hitam (Ceratocystis) pada buah nenas
dan busuk ujung batang Botryodiplodia pada pangkal buah pepaya dan mangga.
Luka-luka acak pada permukaan buah yang disebabkan oleh penanganan kasar,
dan kerusakan-kerusakan fisiologis seperti kerusakan akibat pendinginan
merupakan jalan masuk utama bagi parasit-parasit yang menyerang luka-luka.
Penyakit-penyakit pacsa panen yang dimulai pada luka-luka yang terjadi selama
atau sesudah pemanenan dapat dikendalikan dengan pemeberian fungisida, bila
perlakuan dapat dilakukan sebelum pathogen masuk jauh ke dalam jaringan inang.
Infeksi laten atau dorman lainnya yang dimulai pada waktu perkembangan buah di
kebun, sukar dihilangkan dengan fungidsida pelindung konvensonal meskipun
mengenai soal ini dapat dicapai kemajuan-kemajuan besar selama beberapa tahun
akhir ini dengan fungisida sistemik baru.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
1. Kerentanan inang
Buah dan sayur mempunyai sifat kimia dan fisiologi yang dapat mengubah
kerentanan terhadap infeksi dan perkembangan penyakit pascapanen.
Sebaliknya, factor inang yang dapat mempengaruhi berat tidaknya
serangan penyakit, dapat pula dipengaruhi oleh lingkungan pascapanen.
2. Kemasakan.
Buah umumnya makin rentan oleh infeksi terhadap pathogen pascapanen
bila buah itu menjadi semakin matang. Hal ini menyangkut factor-faktor
nutrisi, enzim-enzim, zat-zat racun, dan metabolism energy. Tapi terdapat
perkecualian, yaitu pada pembusukan buah apel oleh Penicillium
expansum hanya sedikit saja dipengaruhi oleh kematangan dan busuk
lunak yang disebabkan oleh bakteri berkembang lebih cepat pada buah-
buah tomat yang hijau tetapi sudah tua bila dibandingkan dengan buah
yang merah. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pembusukan
pascapanen dapat ditekan dengan perlakuan seperti penyimpanan dalam
suhu rendah, udara terkendali, dan pemberian zat kimia yang menghambat
pematangan. Penyimpanan dalam udara terkendali akan mengurangi
pembusukan oleh Rhizopus dan Alternaria pada tomat hijau yang sudah
tua, tidak mempengaruhi serangan bakteri busuk lunak. Sebaliknya C2H4
yang mempercepat kematangan banyak jenis buah, juga menyebabkan
kenaikan pembusukan pada pangkal buah jeruk manis yang ditimbulkan
oleh Diplodia natalensis.
3. Penyembuhan luka.
Kentang, ubi, dan ketela rambat membentuk lapisan periderm pada bagian
yang berbatasan dengan luka-luka yang berfungsi sebagai penghalang
masuknya bakteri dan jamur-jamur parasit. Kondisi optimal untuk
pembentukan periderm luka adalah RH sekitar 90% dan suhu 60-70oF
untuk kentang dan 84-90oF untuk ubi jalar dan ubi. Penyimpanan dalam
lingkungan demikian selama 7 sampai 10 hari untuk member kesempatan
pembentukan periderm, sangat mengurangi pembusukan pada
penyimpanan. Pada buah jeruk manis yang disimpan pada suhu 86oF dan
RH90% untuk beberapa hari, pembusukan yang disebabkan oleh
Penicillium digitatum jauh lebih sedikit daripada buah-buah yang
disimpan pada suhu ruang dalam waktu yang sama. Peristiwa ini
disebabkan oleh pembentukan lignin pada jaringan-jaringan flavedo yang
terluka dibawah kondisi lingkungan seperti telah diutarakan.
top related