issn : 2355-9284 - std-bali.ac.id · jurnal desain interior “sekolah tinggi desain bali” volume...
Post on 07-Apr-2019
296 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 3 NOMOR 1 JUNI 2016
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal Desain Interior “Sekolah Tinggi Desain Bali” Volume 3 Nomor 1 Juni 2016 merupakan
edisi ketiga yang bertemakan “ Estetika Konsep Perencanaan dan Perancangan Interior”. Edisi ini
diawali dengan artikel yang berjudul tentang Implementasi Aplikasi Polyvore dalam Pembuatan
Moodboard Aksesoris Desain Interior oleh Ni Kadek Yuni Utami, S.T., M.Ds. Artikel kedua
dengan judul Kajian Estetika Interior Berkonsep Etnik pada Restoran Charming di Sanur-Bali
oleh Ni Luh Kadek Resi Kerdiati, S.Sn, M. Sn. Artikel ketiga dari I Kadek Pranajaya, S.T., M.T.,
IAI dengan judul Tahapan Konsultan Perencana dalam Perencanaan Pembangunan Sarana dan
Prasarana Ruang Belajar Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Badung-Bali. Artikel keempat yaitu,
Kajian Pustaka “Akustik” pada Ruang Dalam oleh Ni Wayan Ardiarani Utami, S.T., M.T., artikel
selanjutnya adalah, Peranan Pencahayaan Buatan sebagai Pembentuk Kesan Ruang oleh Kadek
Risna Puspita Giri S.T., M.T., Kearifan Lokal dalam Arsitektur dan Desain Interior : Studi
Komparasi Empat Konsep di Asia oleh Freddy Hendrawan, S.T., M.T., dan artikel terakhir yaitu
Konsep Arsitektur Nusantara sebagai Sarana Restorasi oleh Ardina Susanti, S.T., M.T.
Redaksi mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Desain Bali atas motivasi dan
masukannya untuk kesempurnaan jurnal ini serta seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi
Desain Bali atas kekompakan dan semangatnya. Terakhir, kritik dan saran selanjutnya sangat
kami harapkan dan kepada semua yang telah membantu penerbitan jurnal ini dan para pembaca
yang budiman, kami ucapkan terimakasih.
Redaksi :
Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali
Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar
Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459
Website: http://www. std-bali.ac.id
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
ii
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 3 NOMOR 1 JUNI 2016
Pelindung dan Penanggung Jawab : Nyoman Suteja, Ak.
Kadek Sudrajat, S.Kom
Penasehat :
Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, S.T., MA, Dipl.LMP
Ketua Dewan Redaksi :
Freddy Hendrawan, S.T., M.T.
Mitra Bestari :
Martin Morrell (Morrell Architects, Newcastle, NSW, Australia)
I Kadek Pranajaya, S.T., M.T., IAI
I Wayan Juliatmika, S.T., M.T.
Dewan Editor :
Freddy Hendrawan, S.T., M.T.
Ardina Susanti, S.T., M.T.
Redaktur Pelaksana :
Inten Pertiwi, S.I.P
Desain Cover :
Aditya Wahyu Ramadhan
Alamat Redaksi : Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali
Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar
Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459
Website: http://www. std-bali.ac.id
Jurnal ini diterbitkan sebagai media publikasi bagi karya-karya tulis dosen-dosen dan civitas akademika pada Program Studi
Desain Interior STD Bali. Selain itu juga sebagai wahana informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang seni,
desain interior dan arsitektur. Karya yang disajikan berupa hasil penelitian, tulisan ilimah populer, studi kepustakaan, review
buku maupun tulisan ilmiah terkait dalam lingkup desain interior. Dewan Redaksi menerima artikel terpilih untuk dimuat, dengan
frekuensi terbit secara berkala 1 (satu) kali setahun yaitu Juni. Naskah yang dimuat merupakan pandangan dari penulis dan
Dewan Redaksi hanya menyunting naskah sesuai format dan aturan yang berlaku tanpa mengubah substansi naskah.
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
iii
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 3 NOMOR 1 JUNI 2016
PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH : 1. Kategori naskah ilmiah hasil penelitian (laboratorium, lapangan, kepustakaan), ilmiah popular (aplikasi,
ulasan, opini) dan diskusi.
2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris diketik pada kertas ukuran A-4, spasi
Single, dengan batas atas, bawah, kanan dan kiri masing-masing 2,5 cm dari tepi kertas.
3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman.
4. Judul harus singkat, jelas tidak lebih dari 10 kata, cetak tebal, huruf kapital, huruf Times New Roman
16 pt, ditengah-tengah kertas. Untuk diskusi, judul mengacu pada naskah yang dibahas (nama penulis
naskah yang dibahas ditulis sebagai catatan kaki).
5. Nama penulis/pembahas ditulis lengkap tanpa gelar, di bawah judul, disertai institusi asal penulis dan
alamat email dibawah nama.
6. Harus ada kata kunci (keyword) dari naskah yang bersangkutan minimal 2 kata kunci. Daftar kata kunci
(keyword) diletakkan setelah abstrak.
7. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata, dicetak miring, 1 spasi.
Abstrak tidak perlu untuk naskah diskusi.
8. Judul bab ditulis di tengah-tengah ketikan, cetak tebal huruf capital, huruf Times New Roman 12 pt
9. Gambar, grafik, tabel dan foto harus disajikan dengan jelas. Tulisan dalam gambar, grafik, dan tabel
tidak boleh lebih kecil dari 6 point (tinggi huruf rata-rata 1,6 mm).
10. Nomor dan judul untuk gambar, grafik, tabel dan foto ditulis di tengah-tengah kertas dengan huruf
kapital di awal kata. Untuk nomor dan judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan untuk nomor dan
judul gambar, grafik dan foto diletakkan di bawah gambar, grafik dan foto yang bersangkutan.
11. Untuk segala bentuk kutipan, pada akhir kutipan diberi nomor kutipan sesuai dengan catatan kaki yang
berisi referensi kutipan (nama, judul, kota, penerbit, tahun dan halaman yang dikutip). Rumus-rumus
hendaknya ditulis sederhana mungkin untuk menghindari kesalahan pengetikan. Ukuran huruf dalam
rumus paling kecil 6 point (tinggi huruf ratarata 1,6 mm).
12. Definisi notasi dan satuan yang dipakai dalam rumus disatukan dalam daftar notasi. Daftar notasi
diletakkan sebelum daftar pustaka.
13. Kepustakaan diketik 1 spasi. Jarak antar judul 1,5 spasi dan diurutkan menurut abjad. Penulisannya
harus jelas dan lengkap dengan susunan : nama pengarang. tahun. judul. kota: penerbit. Judul dicetak
miring.
KETERANGAN UMUM :
1. Naskah yang dikirim sebanyak satu eksemplar dalam program pengolahan kata M.S. Word.dan naskah
bisa dikirimkan via email atau dalam bentuk CD ke alamat redaksi.
2. Naskah belum pernah dipublikasikan oleh media cetak lain.
3. Redaksi berhak menolak atau pengedit naskah yang diterima. Naskah yang tidak memenuhi kriteria
yang ditetapkan akan dikembalikan. Naskah diskusi yang ditolak akan diteruskan kepada penulis
naskah untuk ditanggapi.
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
iv
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 3 NOMOR 1 JUNI 2016
DAFTAR ISI
COVER
PENGANTAR REDAKSI
i
TIM DEWAN REDAKSI
ii
PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH
iii
DAFTAR ISI
iv
KUMPULAN JURNAL
IMPLEMENTASI APLIKASI POLYVORE DALAM PEMBUATAN
MOODBOARD AKSESORIS DESAIN INTERIOR
Ni Kadek Yuni Utami, S.T., M.Ds.
1
KAJIAN ESTETIKA INTERIOR BERKONSEP ETNIK PADA RESTORAN
CHARMING DI SANUR-BALI
Ni Luh Kadek Resi Kerdiati, S.Sn, M. Sn
10
TAHAPAN KONSULTAN PERENCANA DALAM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA RUANG BELAJAR
ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN BADUNG-BALI
I Kadek Pranajaya, S.T., M.T., IAI
21
KAJIAN PUSTAKA “AKUSTIK” PADA RUANG DALAM
Ni Wayan Ardiarani Utami, S.T., M.T.
33
PERANAN PENCAHAYAAN BUATAN SEBAGAI PEMBENTUK
KESAN RUANG
Kadek Risna Puspita Giri, S.T., M.T.
39
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
v
KEARIFAN LOKAL DALAM ARSITEKTUR DAN DESAIN INTERIOR :
STUDI KOMPARASI EMPAT KONSEP DI ASIA
Freddy Hendrawan, S.T., M.T.
69
KONSEP ARSITEKTUR NUSANTARA SEBAGAI SARANA RESTORASI
Ardina Susanti, S.T., M.T.
86
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
1
IMPLEMENTASI APLIKASI POLYVORE DALAM PEMBUATAN
MOODBOARD AKSESORIS
DESAIN INTERIOR
Ni Kadek Yuni Utami
Dosen Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
Email : uniyutami@yahoo.com.sg
Abstrak
Perkembangan teknologi digunakan sebagai alat bantu bagi desainer dalam memudahkan
perancangan desain, munculnya berbagai website salah satunya polyvore yang berupa aplikasi
untuk para desainer dan memberi kemudahan dalam memilih, mengatur dan mengkolasekan
produk sesuai dengan ketertarikan dan keinginan. Makalah ini bertujuan untuk mendapatkan
hasil bagaimana implementasi aplikasi polyvore dalam memudahkan pembuatan moodboard
aksesoris interior bagi desainer yang dalam makalah ini mengambil obyek tugas mahasiswa
desain interior STD Bali. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengamati
tugas mahasiswa dan membandingkannya dengan teori aksesoris desain dan moodboard.
Kata Kunci : polyvore, moodboard, aksesoris interior
Abstract
The development of technology is used as a tool for designers to simplify the process of
design. Polyvore is a website for designers and provide convenience in selecting , arranging
and collaging the products in accordance with the interests and desires. This paper aims to
get the results of how the implementation of Polyvore in creates moodboard interior
accessories for designers. The method used is a qualitative method to observe student’s
interior accessories moodboard assignments by using polyvore and compared with theory of
moodboard and design accessories.
Keywords : polyvore, moodboard, interior accessories
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
2
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang
diikuti dengan perkembangan pro-
gram aplikasi turut mempengaruhi
dunia desain, terbukti dari muncul-
nya banyak aplikasi-aplikasi berbasis
teknologi internet sosial media yang
dapat mempermudah pekerjaan se-
orang desainer.
Polyvore adalah salah satu website
atau aplikasi berbasis sosial media
yang merangkum produk-produk
desain dengan dilengkapi spesifikasi
dari produk sehingga mampu me-
mudahkan para desainer untuk
memilih, menyeleksi, menyimpan
dan mengkolasekan produk-produk
yang diinginkannya. Dalam proses
desain, desainer umumnya meng-
gunakan moodboard atau dikenal
dengan inspiration board yang dapat
memberikan gambaran awal bagai-
mana desain yang akan dibuat
dengan mengkolasekan produk-pro-
duk atau elemen yang mendukung
perancangan desain, begitu pula
halnya di bidang desain interior,
desainer dapat membuat moodboard
dengan mengkolasekan furniture dan
aksesoris desain sesuai dengan tema
perancangan sehingga klien dapat
mendapat gambaran yang jelas
mengenai desain interior yang akan
didapat.
2. TUJUAN & METODE
PENGUMPULAN DATA
2.1.Tujuan dari penulisan ini
adalah untuk mendapatkan
hasil bagaimana implement-
tasi aplikasi polyvore dalam
memudahkan pembuatan
mood board aksesoris in-
terior bagi mahasiswa juru-
san desain interior.
2.2.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif,
yaitu dengan melakukan
pengamatan terhadap tugas
pembuatan moodboard akse-
soris desain pada mata kuliah
aksesoris desain jurusan de-
sain interior angkatan 2015 di
Sekolah Tinggi Desain Bali
menggunakan aplikasi poly-
vore, dan membandingkan-
nya dengan teori yang ada
dan menganalisis tingkat
keberhasilan mahasiswa da-
lam pembuatan moodboard
aksesoris interior.
3. TINJAUAN TEORI
3.1. Aksesoris Desain
Pengertian aksesoris adalah benda
pelengkap yang mendukung se-
buah estetika atau penampilan
dari benda atau ruang tertentu.
Aksesoris desain interior dapat
berupa dekorasi atau benda fung-
sional yang menambah kesan
akhir dalam sebuah tema peran-
cangan interior.
Aksesoris dalam desain interior
harus dipilih dan diletakkan
sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan penambahan kesan
yang berupa sebuah vocal point
atau menguatkan tema sebuah
ruangan yang dirancang.
Mengingat bahwa tujuan utama
dari desain interior adalah untuk
merancang sebuah tempat tinggal
yang memiliki kenyamanan untuk
digunakan serta menyenangkan
untuk dilihat, sehingga dengan
memilih aksesoris yang tepat
sesuai dengan tema perancangan
akan membuat orang lain akan
memahami karakter penghuninya.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
3
Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan
aksesoris desain interior adalah :
1. Karakter dan jenis dari
aksesoris
2. Pemilihan aksesoris yang
sesuai dengan tema.
3. Penempatan aksesoris dalam
ruangan
4. Pertimbangan akan colour
scheme atau warna yang akan
digunakan.
5. Pertimbangan penggunaan
tekstur sebagai kesan
tambahan.
6. Skala aksesoris harus sesuai
dengan ukuran ruangan.
7. Aksesoris yang tepat dan tidak
berlebihan.
3.2. Moodboard Interior
Moodboard merupakan media
perencanaan bagi desainer yang
menyajikan dan membahas fakta
atau permasalahan yang dikaji
secara deskriptif dalam bentuk
hasil analisis visual yang
dilakukan.
Moodboard Interior sering juga
disebut sebagai inspiration board
adalah suatu media, bisa berupa
papan, buku, maupun katalog
yang berisi kumpulan gambar dan
penjelasan mengenai ide atau
tema yang akan mahasiswa
wujudkan dalam desain interior.
Gambar-gambar tersebut bisa
berupa tempelan-tempelan gam-
bar berasal dari majalah atau
internet yang disusun dan diberi
penjelasan-penjelasan berupa war-
na-warna yang mendominasi, tar-
get pengguna, dan lain-lain. Da-
lam desain interior, moodboard
berisi layout plan atau denah
ruangan yang akan didesain,
scheme colour, atau perpaduan
warna-warna yang akan diguna-
kan, material spesification yaitu
material-material yang akan
digunakan dalam desain, pemi-
lihan furniture atau aksesoris
desain yang akan digunakan da-
lam desain dan gambar referensi
yang menggambarkan suasana
ruang desain yang akan
dipresentasikan.
Tujuan dari pembuatan mood-
board adalah untuk menentukan
tujuan, arah dan panduan dalam
membuat karya cipta desain,
sehingga proses kreati-vitas yang
dibuat tidak menyimpang dari
tema yang telah ditentukan.
Konsep moodboard dibuat de-
ngan menuangkan ide-ide atau
sumber gagasan sesuai dengan
tema serta tujuan dari pembuatan
karya tersebut.
Adapun cara membuat
moodboard antara lain :
a. Menentukan ruang apa
yang akan didesain, dan
apabila ada draft layout
dapat disiapkan.
b. Menentukan tema dari
karya desain interior
yang akan digunakan,
lalu mengumpulkan
berbagai elemen pe-
nyusun moodboard se-
perti gambar referensi,
material (dapat digun-
ting dari katalog atau
internet), scheme colour
yang dapat menunjang
terhadap tema pada
moodboard tersebut.
c. Buat moodboard dari
tema yang telah ditentu-
kan, dengan cara me-
nyusun elemen-elemen
pembuatan moodboard
berdasarkan tema yang
telah ditentukan. (ini
dapat dilakukan secara
manual dengan meng-
gunting dan menempel
elemen penyusun di
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
4
papan atau kertas, atau
dapat menggunakan fa-
silitas komputer).
3.3.Pengenalan Polyvore
Polyvore adalah sebuah website
komersial yang dikembangkan
menjadi aplikasi berbasis sosial
media yang berpusat di Sillicon
Valley California. Anggota dari
komunitas polyvore mengkurasi
produk-produk melalui produk
indeks dan menggunakannya
untuk membuat kolase gambar
produk yang disebut dengan
“sets”.
Anggota yang telah mendaftar di
website polyvore kebanyakan
adalah orang-orang yang ber-
kecimpung di dunia interior
desain, seniman dan desain
fashion.
Polyvore adalah cara baru dalam
menelusuri dan berbelanja
produk yang menarik dalam
dunia fashion, kecantikan, dan
interior dekorasi. Adapun prinsip
dari polyvore adalah demo-
cratizing style dimana aplikasi
ini mengubah iklan komerisal
elektronik dengan memberikan
semua orang dimana pun untuk
memberikan masukan bagaimana
tren yang muncul yang akan
mempengaruhi penjualan. Selain
itu sebagai pengadaptasian
teknologi, aplikasi polyvore
mengutamakan personalized
shopping menyederhanakan ber-
belanja secara online dengan
menawarkan berbagai produk
dalam satu tempat yang nyaman.
Pengguna dapat mengkurasinya
menjadi galeri pribadi yang
memudahkan untuk memilih
barang sebelum dibeli dan
digunakan.
Polyvore dibagi menjadi kategori
fashion, aksesoris dan home
décor, dimana untuk desainer
interior dapat menggunakan
aplikasi ini dalam menentukan
furniture dan aksesoris dalam
perancangan interior.
Gambar 3.1 Contoh Moodboard Interior Sumber : Pinterest.com
Gambar 3.2. Tampilan hasil dari aplikasi polyvore pada moodboard interior dengan tema afro centric design Sumber : pinterest.com
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
5
Adapun cara menggunakan
aplikasi polyvore dalam pem-
buatan moodboard interior antara
lain :
1. Para pengguna polyvore
wajib mendaftarkan diri
untuk mendapatkan akun
baru yang digunakan untuk
menyimpan sets atau kolase
gambar di galeri pribadi,
seperti layaknya media sosial
lainnya, di aplikasi polyvore,
para pengguna dapat meng-
ikuti akun orang lain yang
dianggap menarik atau
dijadikana acuan
(follower/following).
2. Klik ikon “create” lalu
pengguna polyvore dapat
memilih set, collection atau
template, set digunakan
untuk membuat kolase gam-
bar, collection adalah
pengumpulan aksesoris atau
barang tertentu di galeri
pribadi, dan template digu-
nakan untuk membuat acuan
akseosris tertentu.
3. Pilih home untuk akseoris
yang berhubungan dengan
desain interior dan di
dalamnya akan terdapat
pilihan : chairs (kursi), sofas
(sofa), tables (meja), beds
(tempat tidur), lighting
(lampu atau penerangan),
bedding (seprai, gorden,
handuk, dll), bath (aksesoris
kamar mandi), dining
(aksesoris ruang makan),
Rugs (karpet), art (lukisan,
artwork, dll), décor
(aksesoris kecil pelengkap
dekorasi seperti buku, bantal
sofa, bunga, dll), windows
(pilihan jenis jendela), dan
outdoors (furniture luar
ruangan).
4. Para pengguna polyvore
dapat memilih furniture dan
aksesoris lainnya hanya
tinggal mengklik dan drag ke
halaman kosong disebe-
lahnya. Furniture yang telah
masuk ke halaman kosong
dapat diatur seperti dicrop
sesuai keinginan dengan
mengatur di custom, peng-
aturan skala, lokasi apakah
menumpuk dengan furniture
lain dengan mengklik for-
ward/backwards, clone un-
tuk menduplikasi furniture,
dan tombol flip and flop
untuk memutar vertikal
ataupun horizontal.
5. Sebagai desainer, para peng-
guna polyvore diberikan ke-
sempatan mengeksplore le-
bih banyak furniture dan
dilengkapi dengan harga,
bahan, dan tempat membeli
atau keluaran dari desainer
tertentu sehingga para peng-
guna polyvore lebih paham
Gambar 3.3. Tampilan hasil dari aplikasi polyvore pada moodboard interior lengkap dengan keterangan aksesoris yang digunakan. Sumber : pinterest.com
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
6
dan mengetahui jenis furni-
ture atau aksesoris yang
mereka pilih. Selain itu
polyvore selalu memberikan
tips-tips pengaturan atau
tema - tema dengan furniture
tertentu yang sesuai dengan
tren saat ini.
6. Setelah kolase gambar
selesai, para pengguna
polyvore dapat mempubli-
kasikannya ke sosial media
lain seperti pinterest, atau
menyimpannya di galeri
pribadi.
4. IMPLEMENTASI APLIKASI
POLYVORE DALAM
PEMBUATAN MOODBOARD
AKSESORIS INTERIOR
Dengan mengamati hasil tugas
mahasiswa desain interior yang
menggunakan aplikasi polyvore
dalam pembuatan mood board
aksesoris interior, terdapat beberapa
implementasi yang dapat diterapkan
antara lain :
4.1. Karakter, Jenis, Pemilihan
Aksesoris Desain dan
Furniture
Dalam penggunaan aplikasi
polyvore, desainer dapat dengan
mudah memilih jenis furniture
dan aksesoris berdasarkan karak-
ter yang sesuai dengan tema
yang dirancang. Terbukti dari
beberapa tema perancangan yang
diberikan pada tugas moodboard
interior seperti scandinavian,
rustic, playful dan classic
modern, mahasiswa dapat
memilih furniture dan aksesoris
yang sesuai dengan tema yang
diberikan dan dapat memadukan
warna, bahan, bentuk, skala,
harga serta mengatur bagaimana
penataan dalam suatu ruang.
Sehingga terdapat kejelasan
mengenai furniture atau akse-
soris yang harus digunakan, di-
lengkapi dengan spesifikasi dari
material, dapat diperoleh dimana,
dan harga yang memudahkan
Gambar 3.4. Tampilan aplikasi polyvore setelah pengguna membuat akun dan mengklik create sets. Sumber : dokumentasi pribadi 2016
Gambar 3.5. Para pengguna memilih furniture dan aksesoris dengan mengklik dan drag pada halaman kosong. Sumber : dokumentasi pribadi 2016
Gambar 3.6. Pengguna dapat mengatur furniture dan aksesoris sedemikian rupa untuk memberi gambaran tema dalam perancangan. Sumber : dokumentasi pribadi 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
7
klien menyetujui dan memahami
seperti apa ruang yang akan
didapatkannya.
Memilih furniture dan aksesoris
desain memiliki tingkat ketelitian
yang tinggi serta mewajibkan
desainer untuk memahami karak-
ter ruang, tema dan juga
pemahaman terhadap bagaimana
efek yang akan ditimbulkan da-
lam penggunaan furniture atau
aksesoris tersebut. Aplikasi
polyvore dilengkapi dengan
berbagai pilihan, tipe dan jenis
furniture yang dalam terdapat
dalam kategori home. Dengan
menggunakan aplikasi ini, de-
sainer dalam penelitian ini
adalah mahasiswa desainer in-
terior dapat memilih furniture
dan aksesoris dengan tepat dalam
pembuatan moodboard interior
sesuai dengan tema perancangan.
4.2. Penempatan Aksesoris dalam
Ruang Interior dan Skala yang
Tepat
Penempatan furniture dan
aksesoris desain dalam ruang
interior memiliki tingkat kete-
litian yang sama dengan pemi-
lihan furniture karena dengan
penempatan yang benar maka
salah satu faktor untuk meme-
nuhi tujuan desain interior yaitu
fungsi, kenyamanan dan estetika
akan dapat terpenuhi. Dalam
penempatan furniture dan
aksesoris, hal yang perlu diper-
hatikan adalah space lay-outing
dan estetika.
Dari tugas moodboard mahasis-
wa desain interior , dengan
menggunakan aplikasi polyvore,
mahasiswa dimudahkan untuk
Gambar 4.1 Aplikasi Polyvore pada tugas mahasiswa program studi Desain Interior Dengan tema Playful.
Gambar 4.2 Aplikasi Polyvore pada tugas mahasiswa program studi Desain Interior Dengan tema Scandinavian.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
8
mengatur penempatan dengan
tombol forward/backwards, ini
memudahkan desainer untuk
menempatkan furniture di depan
atau di belakang furniture lain,
dengan mengatur kotak kecil
pada ujung-ujung furniture atau
aksesoris itu sendiri desainer
juga dapat mengatur skala furni-
ture serta menempatkannya
hanya dengan menggeser meng-
gunakan kursor. Aplikasi ini juga
sangat mudah digunakan meng-
gunakan smartphone layar sen-
tuh.
Implementasi penggunaan poly-
vore dalam penempatan furniture
yang baik terlihat dari tugas
mahasiswa yang mampu mema-
hami bahwa beberapa furniture
dapat berdiri sendiri sebagai
dekorasi atau dapat pula mem-
bentuk harmoni dan kesatuan
dalam kelompok. Furniture atau
aksesoris dapat pula dijadikan
sebagai vokal point dalam
sebuah ruangan. Dalam
penentuan skala furniture yang
tepat, desainer diberikan
kesempatan merasa dan melatih
kesan dan efek yang ditimbulkan
dalam penentuan besar kecilnya
furniture atau aksesoris yang
digunakan.
4.3. Colour Scheme dan Tekstur
sebagai Kesan Tambahan
Dari pengamatan tugas mood-
board mahasiswa, beberapa
mahasiswa telah memasukkan
warna dan tekstur untuk
memperkuat kesan furniture dan
aksesoris yang mereka gunakan
dalam perancangan interior.
Aplikasi polyvore belum
menyediakan tools untuk
merubah warna furniture atau
aksesoris karena polyvore
menyediakan kategori furniture
yang nyata dipasarkan di
masyarakat.
Namun desainer dapat memilih
furniture yang berwarna dari
jenis dan kategori yang ada
untuk menyesuaikan dengan
tema yang akan dirancang.
Seperti contoh mahasiswa yang
mendapat tema perancangan
interior playful bermain dengan
berbagai macam warna dan
aksesoris pendukung yang
menguatkan kesan playful
tersebut. Begitu juga halnya
dengan penambahan tekstur se-
bagai kesan tambahan, desainer
dapat memilih furniture dengan
tekstur tertentu untuk menim-
bulkan efek yang berbeda pada
ruang.
Gambar 4.3 Aplikasi Polyvore pada tugas mahasiswa program studi Desain Interior Dengan tema Playful.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
9
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
didapat dari penelitian ini
adalah implementasi aplikasi
polyvore dalam pembuatan
moodboard interior yang dalam
hal ini mengambil tugas
mahasiswa desain interior
dapat dilihat dari kemudahan
dalam :
1. Mengetahui karakter, jenis
, material, harga serta
membantu dalam memilih
furniture dan aksesoris
yang sesuai dengan tema
perancangan.
2. Memudahkan desainer
untuk melatih rasa dalam
penempatan furniture dan
aksesoris desain yang baik
serta mewujudkan skala
furniture dan aksesoris
desain yang tepat dalam
ruangan untuk
mewujudkan harmony dan
unity dalam desain.
3. Penentuan colour scheme
atau skema warna yang
sesuai dengan tema
perancangan serta dapat
menggunakan furniture
dan aksesoris desain yang
memiliki tekstur sebagai
kesan tambahan dalam
perancangan.
5.2. Saran
Beberapa saran yang dapat
ditarik dari penelitian ini
adalah :
1. Desainer interior agar lebih
terbuka terhadap berbagai
kemajuan teknologi yang
memberi kemudahan dalam
perancangan tanpa meng-
hilangkan prinsip-prinsip
dalam desain.
2. Aplikasi polyvore adalah
salah satu aplikasi yang
dibuat untuk memudahkan
desainer dalam memilih
furniture, aplikasi lain yang
dapat digunakan seperti
neybers, sampleboard, olio-
board, dll. Desainer dapat
menggunakan salah satu dari
aplikasi sesuai dengan keter-
tarikan dan kemudahan
penggunaan.
DAFTAR PUSTAKA
www.polyvore.com
https://en.wikipedia.org/wiki/Polyvor
e
(diakses 7 Mei 2016)
Schomer, Stephanie (2012). "28:
Polyvore, For Turning Everyone
Into A Fashion Editor". Fast
Company
http://ammacentre.org/vle_docs/Imag
e/Post_Primary/Photoshop/What_is_
a_Moodboard.pdf (diakses 7 Mei
2016)
Satwiko, Prasasto (2010), Arsitektur
Digital, Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
10
ESTETIKA INTERIOR BERKONSEP ETNIK PADA RESTORAN
CHARMING DI SANUR - BALI
Ni Luh Kadek Resi Kerdiati
Dosen Program Studi Desain interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : resi.kerdiati@gmail.com
ABSTRAK
Restoran Charming terletak di daerah Sanur - Bali, merupakan sebuah bangunan komersial
yang mengambil tema etnik sebagai konsep perancangan ruangnya. Hadirnya nuansa tradisi
diharapkan mampu memberikan nuansa baru dalam menghindari kebosanan dari desain
modern yang cendrung bersifat serba ‘bersih’, praktis, dan kaku. Melalui metode penelitian
kualitatif, estetika penerapan konsep etnik kedalam perancangan interior restoran Charming
dapat ditinjau melalui estetika bentuk dan ekspresi. Adapun kesimpulan yang diperoleh yaitu,
estetika bentuk yang meliputi kesatuan dicapai melalui penerapan material kayu dan
pemilihan warna bernuansa coklat, keseimbangan yang digunakan adalah keseimbangan
asimetris melalui penataan layout fasilitas dan aksesoris ruang, aksentuasi dicapai melalui
penerapan warna kontras dan artwork. Sedangkan dalam estetika ekspresi meliputi nilai
lebih berupa makna, simbol, serta bentuk filosopi sebuah daerah yang disuguhkan melalui
benda-benda keseniannya yang khas.
Kata Kunci : Estetika, Konsep Etnik, Interior Restoran Charming
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
11
1. PENDAHULUAN
Bali merupakan sebuah pulau dengan
sektor pariwisata yang menonjol, oleh
karena itu pemerintah provinsi Bali
mencoba untuk mengembangkan pari-
wisata menjadi sektor pembangunan
yang berkelanjutan. Hal inilah yang
melatarbelakangi adanya pengem-
bangan pariwisata Bali berdasarkan
budaya (Atmaja, 2010: 45,46). Dalam
hal ini Pemerintah daerah menetapkan
bahwa pariwisata Bali akan dilak-
sanakan dengan tetap berlandaskan pa-
da nilai-nilai budaya dan seluruh hal
tersebut diatur pada Peraturan Daerah
Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012,
tentang Kepariwisataan Budaya Bali.
Terkait dengan adanya peraturan
daerah tentang kepariwisataan daerah
Bali tersebut, pada pasal 27 ayat 3b
disebutkan bahwa :
“Setiap pengusaha pariwisata
wajib:
Membangun sarana
kepariwisataan dengan
langgam arsitektur Bali atau
sekurang-kurangnya diperindah
dengan menonjolkan ciri-ciri
seni budaya daerah Bali, pada
tata ruang dan komponen-
komponennya;”
Perkembangan pariwisata berbanding
lurus dengan perkembangan fasilitas
didalamnya. Fasilitas yang dimaksud
adalah bangunan-bangunan pendukung
kegiatan pariwisata, yang salah satu-
nya adalah bangunan restoran. Pada
sebuah restoran yang merupakan jenis
bangunan komersial, para pengunjung
yang datang pada hakikatnya tidak
hanya sekedar memenuhi fungsi ma-
kan dan minum, tetapi juga datang
untuk membeli suasana (Suptandar,
1995: 143). Berdasarkan hal tersebut
sudah selayaknya dilakukan pende-
katan guna mencari tau minat serta
kebutuhan konsumen. Menurut Danes,
daya tarik pariwisata di Bali bersumber
pada keunikan budaya dan adat
istiadatnya. Keberadaan hal tersebut
membuat wisatawan dapat mem-
peroleh suasana visual yang maksimal,
sehingga mereka dapat mengkon-
firmasi keberadaannya di Bali (Danes,
2002: 101). Hal tersebut merupakan
salah satu alasan mengapa identitas
Bali seringkali ditonjolkan dalam
sebuah perangcangan interior pada
bangunan pariwisata. Dengan terpe-
nuhinya kebutuhan tersebut maka akan
memberikan kepuasan kepada para
wisatawan yang menandakan berhasil-
nya sebuah perancangan interior.
Sejalan dengan hal tersebut maka
restoran Charming yang merupakan
salah satu bangunan fasilitas pariwisata
yang terletak di kawasan Sanur - Bali,
memilih untuk menggunakan konsep
etnik sebagai konsep perancangan
interiornya. Konsep etnik merupakan
sebuah konsep yang mengambil atau
mengadaptasi unsur-unsur tradisional
dari suatu kebudayaan tertentu,
kemudian dijadikan sebagai suatu tema
dalam sebuah perancangan ruang.
Konsep etnik yang dipilih yaitu
penggabungan dua unsur kebudayaan
antara Jawa dan Bali. Hadirnya nuansa
tradisi tersebut diharapkan mampu
memberikan nuansa baru dalam
menghindari kebosanan dari desain
modern yang cendrung bersifat serba
‘bersih’, praktis, dan kaku.
Tujuan utama sebuah desain adalah
untuk meningkatkan mutu hidup
manusia, maka dari itu harus dapat
memenuhi kebutuhan fungsional.
Namun seiring perkembangan jaman,
sebuah desain tak lagi hanya
menitikberatkan pada fungsi semata.
Unsur-unsur estetika juga mulai
diperhitungkan, sehingga dapat ter-
wujud kepuasan fisik dan spiritual.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
12
dalam penelitian ini pembahasan me-
ngenai interior restoran Charming yang
mengambil konsep etnik akan difokus-
kan kepada unsur estetikanya.
2. METODE PENELITIAN
Penelitan ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, yaitu dengan
melakukan survey langsung pada
restoran Charming yang terletak di
kawasan Sanur - Bali. Adapun metode
pengumpulan data yang digunakan
adalah kepustakaan, melalui berbagai
macam sumber pustaka yang relevan;
observasi, melalui pengamatan dan
pencatatan secara sistematik gejala-
gejala dari objek penelitian; wawan-
cara, melalui proses tanya jawab secara
lisan. Data - data yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan
teori estetika yang ada.
3. TINJAUAN TEORI
Kata ‘estetika’ diturunkan dari kata
Yunani Aisthetikos, yang berarti meng-
amati dengan indra. Alberti, seorang
tokoh estetika mendefinisikan keindah-
an sehubungan dengan harmoni antar
bagian-bagian. Definisi ini meng-
akibatkan keindahan menjadi identik
dengan tingkat harmoni tertentu, bukan
harmoni sebagai sebuah kondisi atau
syarat bagi keindahan (Ali, 2011: 51).
Berdasarkan pendapat umum, estetika
diartikan sebagai suatu cabang filsafat
yang memperhatikan atau berhubung-
an dengan gejala yang indah pada alam
dan seni. (Dharsono, 2004:5). Mema-
hami estetika sebenarnya menelaah
forma seni yang kemudian disebut
struktur rupa yang terdiri atas unsur
desain, prinsip desain, dan asas desain
(2004:100).
Djelantik dalam bukunya berpendapat
bahwa estetika atau keindahan meliputi
keindahan alam dan keindahan buatan
manusia. Keindahan buatan pada
manusia umumnya disebut dengan ke-
senian. Menurutnya, semua benda atau
peristiwa kesenian tersebut memiliki
unsur-unsur estetika didalamnya yaitu
wujud atau rupa, bobot atau isi, dan
penampilan atau penyajian (2008:15-
17).
Suptandar perwujudan estetika dalam
interior menyangkut berbagai elemen
yang terkandung dalam seni bentuk
seperti titik, garis, bidang, ruang,
harmoni, komposisi, gaya, irama,
ekspresionis, tekstur, patern, dimensi,
warna, bayangan, dan cahaya. Seluruh
elemen tersebut tidak hanya harus
dapat dimengerti, namun harus dapat
dihayati dan diungkapkan kembali
melalui bentuk-bentuk baru yang dapat
diterima masyarakat (Suptandar, 1999:
11-20).
Berdasarkan beberapa definisi estetika
di atas, maka dalam penelitian ini
estetika akan dibahas melalui estetika
bentuk (keindahan yang dapat dirasa-
kan langsung oleh indra pengelihatan)
dan estetika ekspresi (keindahan yang
ditangkap tergantung pada persepsi
masing-masing pengamat) .
3.1. Estetika Bentuk
Estetika bentuk atau keindahan bentuk
didasari oleh penerapan prinsip desain
seperti kesatuan, keseimbangan, dan
dominasi/aksentuasi. Penerapan este-
tika bentuk tersebut diwujudkan mela-
lui kepekaan dalam memilih unsur
rupa seperti bahan, bentuk, tekstur,
warna dan lain-lain (Atmadjaja, 1999:
8).
a. Kesatuan
Kesatuan adalah efek yang dicapai
dalam suatu susunan diantara hubung-
an unsur pendukung karya, sehingga
secara keseluruhan menampilkan
kesan tanggapan secara utuh (Dhar-
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
13
sono, 2007: 66). Seluruh bagian atau
elemen dari sebuah karya desain yang
disusun harus saling mendukung, tidak
ada bagian yang mengganggu atau
keluar dari susunan. Tanpa adanya
kesatuan, suatu karya desain akan
tampak kacau tanpa ikatan. Prinsip
kesatuan adalah adanya hubungan
antara elemen yang disusun. Hubungan
ini yang nantinya digunakan sebagai
sebuah pendekatan dalam membentuk
kesatuan (Sanyoto, 2010: 213).
b. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan prinsip
dalam komposisi yang menghindari
kesan berat sebelah atas suatu bidang
atau ruang yang diisi dengan unsur-
unsur rupa (Kusrianto,2007:38). Sejak
terbentuknya kebudayaan serta per-
kembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, keseimbangan tetap me-
rupakan syarat estetik yang mendasar
pada sebuah karya seni. Melalui
keseimbangan tersebut, sebuah karya
desain akan menjadi lebih indah
dilihat. Jenis keseimbangan yang
paling mudah dicapai adalah keseim-
bangan simetris, namun selain keseim-
bangan simetris juga terdapat keseim-
bangan asimetris (Djelantik, 2008: 49).
Jika keseimbangan simetris atau ke-
seimbangan formal ditandai oleh
kesamaan muatan, bentuk, ukuran,
warna, raut, dan tekstur antara sisi
kanan dan kiri, maka keseimbangan
asimetris atau keseimbangan informal
merupakan jenis keseimbangan yang
mana antara sisi kanan dan kiri
memiliki perbedaan antara muatan,
bentuk, ukuran, warna, raut, atau
tekstur tetapi secara keseluruhan dapat
terlihat seimbang. Penyusunan keseim-
bangan asimetris ini lebih sulit
diciptakan karena benar-benar memer-
lukan perhitungan yang cermat. Jika
keseimbangan simetris akan meng-
hasilkan sebuah desain yang bersifat
resmi dan statis, maka seBaliknya
keseimbangan asimetris akan meng-
hasilkan sebuah desain yang lebih
bersifat tidak resmi dan dinamis
(Sanyoto, 2010: 242-247).
c. Aksentuasi
Aksentuasi, adalah sentuhan pada
suatu komposisi yang kehadirannya
seolah-olah dominan, proposional, dan
terukur dalam komposisi tersebut.
Tujuan dari dibentuknya sebuah
dominasi adalah untuk dapat menarik
perhatian dan menghilangkan kesan
monoton (Irawan,2013:42). Sesuai
prinsip keselarasan, bahwa untuk
memperoleh keindahan suatu desain
harus memiliki sebuah keteraturan.
Namun susunan teratur tersebut dapat
menimbulkan kebosanan, sehingga
memerlukan adanya dominasi atau
penonjolan untuk dapat memecah
keberaturan, serta menjadi sebuah
kejutan dalam desain (Sanyoto, 2010:
226). Selain bertujuan untuk menarik
perhatian, adanya dominasi dapat
memberikan ciri khas pada sebuah
desain. Desain yang baik selayaknya
memiliki sebuah dominasi untuk
menarik perhatian. Terdapat beberapa
cara untuk menciptakan sebuah
dominasi diantaranya yaitu melalui
tekstur, bentuk, warna, ukuran, mau-
pun tata letak. Dengan menggunakan
seluruh unsur artistik serta prinsip
desain untuk menciptakan sebuah
dominasi, maka dapat dihasilkan
sebuah wujud desain yang merupakan
satu kesatuan yang utuh (Dharsono,
2004: 121,122).
3.2. Estetika Ekspresi
Estetika ekspresi dapat dihasilkan
melalui adanya keindahan bentuk dan
dapat dirasakan melalui persepsi
masing-masing pengamat. Keindahan
ekspresi mampu menjadi citra sebuah
karya desain melalui adanya karakter
dan gaya yang digunakan. Karakter
dapat merupakan suasana, kesan,
ekspresi fungsi, ekspresi struktur dan
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
14
mampu mengekspresikan kegiatan
dalam bangunan. Sedangkan gaya
sebagai salah satu penentu keindahan
ekspresi merupakan cara merancang
secara berbeda dengan yang lain.
Penerapan gaya dapat ditentukan oleh
pemakaian bahan bangunan, penerapan
detail sesuai tema dan lain-lain
(Atmadjaja, 1999: 9).
4. ANALISA
4.1. Estetika Bentuk
Secara sederhana, estetika bentuk
dapat dikatakan sebagai sebuah
keindahan yang dapat dirasakan secara
langsung melalui indra pengelihatan.
Adapun pembahasan tentang estetika
bentuk terkait penerapan konsep etnik
pada interior restoran Charming yaitu
sebagai berikut :
a. Kesatuan
Pada restoran Charming, kesatuan di-
bentuk melalui hubungan warna dan
jenis material kayu yang digunakan.
Sebagai sebuah perancangan interior
yang mengusung konsep etnik,
penggunaan material kayu dirasa tepat
untuk menonjolkan kesan tradisional.
Kesan tradisional tersebut diperkuat
dengan finishing antik yang digunakan
pada kayu pembentuk plafon, lantai,
fasilitas dan aksesoris ruang.
Gambar di atas adalah penerapan
material kayu pada plafon dan lantai.
Pada lantai, penggunaan material kayu
dipadukan dengan material keramik.
Pemilihan kayunya pun memanfaatkan
potongan-potongan kayu yang posisi-
nya disusun sedemikian rupa sehingga
membentuk sebuah pola yang unik.
Sedangkan pada plafon ekspos, finish-
ing kayu dibuat gelap untuk men-
ciptakan kesatuan warna dengan aksen
lantai. Dalam penerapannya, sering
kali penggunaan material kayu dan
batu pada interior tradisional menim-
bulkan kesan yang gelap dan suram.
Guna menyiasati hal tersebut, maka
diperlukan bukaan ruang yang cukup
agar sinar matahari dapat masuk
(Serial Rumah: 50 Inspirasi Ruang
Tamu: 10).
Material kayu tidak hanya digunakan
pada plafon dan lantai. Hampir seluruh
fasilitas di restoran ini menggunakan
kayu sebagai material utama. Namun,
untuk menghindari kesan monoton,
warna kayu dibuat menjadi lebih
muda. Walaupun menggunakan jenis
Gambar 1. Material plafon
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 2. Material lantai
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 3. Penggunaan material kayu pada
fasilitas dan tiang struktur bangunan
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
15
warna yang berbeda, namun secara
keseluruhan masih mampu mencip-
takan sebuah kesatuan visual melalui
penerapan warna coklat tersebut.
Coklat merupakan sebuah warna
dengan karakter hangat. Karakter
hangat tersebut mampu menghadirkan
suasana nyaman, mengundang, serta
memberikan kesan etnik. (Serial
Rumah, 2008:40).
Salah satu hal yang dilakukan untuk
mewujudkan kesatuan ruang pada
perancangan interior restoran Charm-
ing ini adalah dengan menggunakan
elemen-elemen bernuansa tradisi.
Elemen tradisi yang dimaksud berupa
ornamen ukiran pada fasilitas, artwork,
dan jenis lampu yang digunakan.
Elemen-elemen tradisi tersebut men-
ciptakan sebuah kesatuan suasana
ruang sekaligus menjadi pengikat dan
memperkuat kesan entik yang ingin
dimunculkan.
c. Keseimbangan
Dalam perancangan interior restoran
Charming, jenis keseimbangan yang
digunakan adalah keseimbangan a-
simetris. Hal tersebut jelas terlihat
dalam penataan furniture dan artwork
pada layout bangunan tersebut. Di sisi
selatan, daya tarik ruang difokuskan
pada penggunaan beberapa model
pintu tradisional khas Jawa dan Bali
sebagai dinding partisi sekaligus seba-
gai aksesoris ruang (gambar 5). Ba-
ngunan restoran Charming memang
merupakan jenis bangunan terbuka
yang dibeberapa sisi bangunannya
tidak terdapat dinding permanen. Oleh
karena itu, beberapa artwork yang ada
juga dimanfaatkan sebagai pembentuk
ruang, selain difungsikan sebagai
benda dekorasi. Sedangkan pada sisi
sebaliknya yaitu sisi utara bangunan,
variasi artwork pintu tradisional tetap
digunakan namun dengan bentuk
pemasangan yang berbeda. Pintu
tradisional tersebut dipasang secara
permanen pada dinding bangunan,
dengan jumlah yang lebih sedikit
(gambar 6).
Selain pada penggunaan artwork pintu
tradisional, keseimbangan asimetris
dalam ruangan ini juga terbentuk
melalui penataan fasilitas. Restoran
Charming menggunakan beberapa
jenis meja dan kursi makan dengan
model dan jenis finishing yang
berbeda, dengan penataan meng-
gunakan pola menyebar. Keuntungan
menggunakan pola ini dalam penataan
Gambar 4. Artwork bernuansa tradisi
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 5. Sisi selatan restoran
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 6. Sisi utara restoran
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
16
layout ruang adalah ruangan terasa
lebih dinamis dan tidak kaku. Namun
dilain sisi penerapan pola ini juga
miliki kelemahan, yaitu membuat jalur
sirkulasi menjadi kurang jelas.
c. Aksentuasi
Aksentuasi atau penonjolan pada
perancangan interior restoran Charm-
ing jelas terlihat pada penerapan warna
merah pada salah satu dinding di
bangunan ini (gambar 8). Interior
bangunan ini menggunakan warna
dominan coklat yang merupakan warna
alami dari material kayu yang
digunakan. Munculnya aksen warna
merah pada sudut ruangan memberikan
variasi unik yang cukup menarik
perhatian, sehingga suasana ruang
menjadi tidak membosankan. Warna
merah dan coklat dapat disebut sebagai
warna analog atau senada. Di mana
perpaduan warna tersebut dapat
berkesan berani namun tetap harmonis
(Serial Rumah: Kombinasi Warna.
2008:18-19). Selain itu warna merah,
dan coklat sangat cocok diterapkan
pada ruang makan, karena warna-
warna terang dan hangat tersebut
mampu merangsang sistem saraf
secara otomatis, sehingga dapat
meningkatkan selera makan. (Darma-
prawira . 2002: 141).
Tidak hanya memanfaatkan aksen
warna yang mecolok, aksentuasi pada
ruang juga dicapai melalui penempatan
sebuah artwork yang menonjol pada
bagian depan bangunan. Artwork ini
memiliki bentuk lingkaran dengan
bahan kayu solid, keberadaannya
cukup menarik perhatian saat pertama
kali memasuki bangunan restoran
Charming ini. Pola lingkaran yang
digunakan pada bentuk artwork ini
dapat memberikan kesan lemah
gemulai, serta memberikan asosiasi
gerakan yang lincah dengan karakter
indah, luwes dan dinamis (Sanyoto,
2010: 96).
Menurut Sanyoto, salah satu persya-
ratan sebuah aksentuasi adalah mampu
menarik perhatian melalui perbedaan
bentuk, warna, tekstur, bahan maupun
ukuran (Sanyoto, 2010: 228). Maka
dengan demikian berdasarkan pen-
jelasan di atas, restoran Charming
menciptakan sebuah aksen-tuasi me-
lalui penerapan warna, bentuk dan
ukuran elemen ruangnya.
Gambar 7. Jenis fasilitas
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 8. Aksentuasi melalui penerapan
warna merah pada dinding
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
17
4.2. Estetika Ekspresi
Pada interior restoran Charming,
estetika ekspresi dapat dirasakan
melalui kesan tradisi dari perpaduan
etnik Jawa dan Bali. Menurut penelu-
suran beberapa sumber, Jawa dan Bali
memiliki ciri khas karakteristik tersen-
diri. Dalam interior rumah beradat
Jawa, konsep keindahan diwujudkan
melalui visualisasi sebuah rumah yang
dapat difungsikan sebagai sebuah
wadah kegiatan yang mampu menjaga
hubungan antara sesama dalam ke-
cocokan, karena mengacu pada prinsip
rukun dan keselarasan sosial. Selain itu
sebuah hunian harus mampu mencer-
minkan pribadi yang ramah tamah bagi
penghuninya dan memberikan pera-
saan tentram, yang dalam hal ini
tercermin melalui bentuk rumah yang
terbuka menyatu dengan alam
(Sunarmi, 2007: 2). Hal tersebut tidak
jauh berbeda dengan kareakteristik
budaya Bali yang bersifat dinamis,
terbuka, dan fleksibel (Tim Bali Post,
2004: 40). Selain bersifat dinamis dan
terbuka, konsep hunian Bali umumnya
mengandung unsur ornamental, sim-
bolis dan bercorak Hindu. Sedangkan
untuk material, lebih cendrung meng-
gunakan bahan-bahan alami yang me-
ngandung ciri khas Bali.
Ciri khas sebuah ruangan
berkonsep etnik umumnya terlihat jelas
melalui penerapan ornamen didalam-
nya. Ornamen yang dimaksud dapat
berupa benda-benda kerajianan seni,
maupun ragam hias berupa motif
ukiran. Ragam hias merupakan sebuah
pelengkap rasa estetik yang diwujud-
kan kedalam bentuk visual. Toekio
dalam Ardana menyebutkan bahwa,
ragam hias pada suatu benda diguna-
kan untuk memperindah dan memper-
anggun suatu karya. Bahkan beberapa
diantaranya memiliki nilai simbolik
atau makna tertentu (Toekio dalam
Ardana, 2013: 71). Di Bali hampir
seluruh benda kesenian selalu berkait-
an erat dengan kehidupan masyarakat
bersama dengan kebudayaannya. Hasil
kerajinan tangan yang umumnya
digunakan dalam berbagai aktivitas
kehidupan sehari-hari, digunakan pula
untuk menunjang aktivitas ritual ke-
agamaan (Raharja, Bali Post. 26 Mei
1996). Kesenian merupakan salah satu
unsur kebudayaan, di dalamnya akan
selalu terkandung nilai luhur budaya
Bali, terutama nilai estetika yang ber-
sumber dari agama Hindu. Estetika
Hindu yang dimaksud adalah merupa-
kan cara pandang mengenai keindahan
yang didasari oleh nilai-nilai agama
Hindu berdasarkan ajaran kitab suci
Weda. Sejak awal fungsi seni memang
digunakan sebagai media spiritual.
Dari fungsi spiritual kemudian ber-
kembang menjadi fungsi kesenian, dan
kemudian terus berlanjut hingga zaman
modern.
Sejalan dengan pemaparan
mengenai karakteristik konsep etnik
Jawa dan Bali di atas, restoran Charm-
ing menterjemahkan konsep etnik
tersebut melalui sistem bangunan yang
terbuka dan sangat memaksimalkan
penghawaan serta pencahayaan alami.
Gambar 9. Aksentuasi melalui penempatan
artwork yang menonjol
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
18
Pada gambar 10 dapat terlihat bahwa
bangunan restoran Charming merupa-
kan jenis bangunan tradisional dengan
material kayu dan plafon ekspos.
Hampir tidak ada sekat pada area
makan, hanya beberapa artwork ber-
ukuran besar digunakan sebagai
pembatas antara satua area dengan area
lain. Kondisi penataan tersebut mem-
buat para pengunjung dapat lebih
nyaman menikmati suasana diluar ba-
ngunan dan dapat memberikan kesan
yang lebih ramah.
Selain pada bentuk bangunan,
restoran ini juga banyak memanfaatkan
benda-benda kesenian yang pada awal-
nya memiliki nilai simbolis sebagai
sebuah benda ritual. Salah satu contoh-
nya yaitu penggunaan tedung atau
payung Bali sebagai benda dekorasi
eksterior. Tedung yang merupakan
salah satu benda kesenian yang me-
miliki fungsi religius dalam kehidupan
masyarakat Bali. Kemunculannya di-
karenakan adanya kebutuhan akan
sarana pelengkap upacara serta adanya
sebuah simbol kebesaran. Awalnya
tedung hanya dipergunakan pada tem-
pat suci atau puri, namun perkem-
bangan zaman menyebabkan terjadi-
nya perluasan fungsi pada tedung
tersebut, sehingga kini tedung juga
banyak digunakan sebagai salah satu
benda dekorasi pada bangunan-ba-
ngunan umum, salah satunya pada
restoran Charming. Penerapan tedung
tersebut dikombinasikan dengan bebe-
rapa artwork patung bernuansa tra-
disional dan beberapa pencahayaan,
sehingga mampu menciptakan sebuah
desain yang dramatis.
Penerapan konsep etnik yang
digabungkan dengan unsur-unsur mo-
dern memang merupakan sebuah pro-
ses penciptaan sesuatu dengan pola
lama namun dengan teknik yang
berbeda. Nilai-nilai tradisi yang
dianggap potensial kemudian diangkat
kembali, untuk selanjutnya dimanipu-
lasi dengan cara menggeser, meng-
ubah, dan atau memutarbalikkan
makna yang telah ada. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara mengu-
rangi bagian yang dianggap tidak
penting, pengubahan bentuk dari
bentuk asal, perubahan arah suatu
elemen dari pola atau tatanan dasarnya,
atau perubahan letak atau posisi ele-
men di dalam model referensi sehingga
menjadi tidak seperti model awalnya
(Ikhwanuddin, 2005: 93). Seluruh hal
tersebut bertujuan untuk menyajikan
sebuah nilai-nilai keindahan tradisi
dalam bentuk penataan ruang yang
unik. Namun untuk mewujudkan hal
Gambar 10. Konsep bangunan terbuka
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 11. Tedung sebagai hiasan eksterior
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 12. Hiasan patung pada eksterior
(Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
19
tersebut, terdapat unsur-unsur tertentu
dalam kesenian tradisional tersebut
yang dikorbankan. Salah satunya
adalah memudarnya nilai-nilai kesa-
kralan akibat adanya pergeseran fungsi
dan perkembangan bentuk.
KESIMPULAN
Pemaparan di atas telah mem-
berikan sedikit gambaran bahwa pene-
rapan konsep etnik pada restoran
Charming tercipta melalui prinsip-
prinsip desain seperti kesatuan, ke-
seimbangan, dan aksentuasi. Prinsip
kesatuan dicapai melalui penerapan
material kayu dan pemilihan warna
bernuansa coklat pada elemen interior;
Keseimbangan yang digunakan adalah
jenis keseimbangan asimetris. Bentuk
keseimbangan ini terbentuk melalui
penataan layout fasilitas dan aksesoris
ruang. Keunggulan dari penerepan
jenis keseimbangan ini adalah
penataan menjadi lebih dinamis dan
tidak kaku; Selain kesatuan dan
keseimbangan, pada interior restoran
Charming juga terdapat sebuah aksen-
tuasi. Aksentuasi ini terlihat pada pe-
nerapan warna merah yang sangat
kontras dengan suasana ruang dan
penerapan sebuah artwork yang sangat
mendominasi pada bagian depan
bangunan.
Tidak hanya memberikan kein-
dahan melalui prinsip-prinsip desain
seperti kesatuan, keseimbangan dan
dominasi ruang. Pemilihan konsep et-
nik tersebut juga memberikan nilai
lebih berupa makna, simbol, serta ben-
tuk filosopi sebuah daerah yang disu-
guhkan melalui benda-benda keseni-
annya yang khas. Melalui penerapan
konsep etnik ini, para pengunjung atau
pengguna ruang seolah diajak untuk
ikut mengenal lebih jauh kesenian
daerah yang digunakan sebagai tema
konsep etnik ini, yaitu Jawa dan Bali.
Khususnya bagi sebuah bangunan pari-
wisata, penerapan konsep etnik ini
dapat menjadi sebuah media penge-
nalan budaya Indosesia bagi dunia
luar.
Penerapan konsep etnik yang
dipadukan kedalam bangunan modern
pada restoran Charming di daerah
Sanur Bali ini cukup membuktikan
bahwa, seni tradisional Indonesia
mampu menyesuaikan diri dengan
modernisasi. Pada akhirnya, seni tra-
disional tidak selalu muncul dalam
bentuk murni, sering kali akan terjadi
sebuah transformasi dengan muncul-
nya bentuk-bentuk baru sebagai bagian
dalam proses integrasi dan moderni-
sasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Dewa Putu. Keben di Banjar
Tanggahan Peken, Bangli:
Perspektif Kajian Seni. Tesis.
Institut Seni Indonesia
Denpasar. Denpasar, 2013.
Atmadjaja, Jolanda Srisusan &
Meydian Sartika Dewi. Estetika
Bentuk. Jakarta: Gunadarma,
1999.
Atmaja, Jiwa. dkk. Pariwisata
Berkelanjutan Dalam Pusaran
Krisis Global. Denpasar:
Udayana University, 2010.
Danes, Popo. Arsitektur Bali: Dari
Kosmik ke Modern. Dalam
Ramsayer, Urs & I Gusti Raka
Panji Tisna. (eds). Bali Dalam
Dua Dunia. Bali: Meta Mera
Book, 2002 ( hal. 100-119).
Dharsono, Sony Kartika. Estetika.
Bandung: Rekayasa Sains,
2007.
Djelantik. Estetika Sebuah Pengantar.
Jakarta: MSPI, 2008.
Ikhwanuddin. Menggali Pemikiran
Postmodernisme dalam
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
20
Arsitektur. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2005.
Irawan, Bambang & Priscilla Tamara.
Dasar-Dasar Desain. Jakarta:
Griya Kreasi, 2013.
Kusrianto, Adi. Pengantar Desain
Komunikasi Visual.
Yogyakarta: Andi, 2007.
Peraturan Daerah Provinsi Bali. No. 2
Tahun 2012. Tentang
Kepariwisataan Budaya Bali.
“Sentuhan Etnik pada Ruang Tamu”
Majalah Serial Rumah: 50
Inspirasi Ruang Tamu.Cetakan
ke-1 Juni 2008. Hal.10-11.
“Kombinasi Analog Harmonis”
Majalah Serial Rumah:
Kombinasi Warna. Cetakan ke-
3 April 2008. Hal.18-19.
Sunarmi. Karakteristik Interior Rumah
Tradisional Jawa di Surakarta :
Kajian Estetik Menurut Budaya
Jawa Dalam Upaya Menggali
dan Mengembangkan Nilai-
Nilai Tradisi Budaya Jawa.
Surakarta: ISI Surakarta, 2007.
Suptandar, J. Pamudji. Pengantar
Mata Kuliah Desain Interior:
Untuk Mahasiswa Arsitek dan
Desainer. Jakarta: Trisakti,
1995.
___________________. Desain
Interior: Pengantar Merencana
Interior Untuk Mahasiswa
Desain dan Arsitektur. Jakarta:
Djambatan, 1999.
Tim Bali Post. Ajeg Bali Sebuah Cita-
Cita. Denpasar: Bali Post,
2004.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
21
TAHAPAN KONSULTAN PERENCANA DALAM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA
RUANG BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR
DI KABUPATEN BADUNG-BALI
I Kadek Pranajaya
Dosen Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
Email : jprana858@gmail.com
Abstrak
Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu
pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya
saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Kondisi bangunan gedung
yang baik dan lingkungan sekolah yang bersih akan sangat membantu menciptakan
lingkungan belajar dan mengajar yang kondusif dan sehat sehingga dapat meningkatkan
prestasi siswa. Tahapan perencanaan pembangunan sarana dan prasarana yang baik akan
menghasilkan sebuah keluaran berupa rancangan desain arsitektur dan interior terukur yang
dapat memberikan arahan secara teknis bagi pelaksanaan fisik dilapangan dan siap
diimplementasikan di lapangan. Tujuan penelitian adalah memberikan informasi dalam
bidang keilmuan arsitektur dan interior sehingga mempermudah upaya penanganan
pembangunan baru dan renovasi sekolah dasar serta sebagai masukan bagi pe-
merintah,masyarakat dan perencana yang nantinya membuat gambar rancangan yang baik
dan sesuai standar yang telah ada.
Kata Kunci: Perencanaan, Sarana dan Prasarana Ruang Belajar Anak Sekolah Dasar
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
22
1.1.LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah suatu upaya yang
dilakukan secara terpadu dan terencana
untuk membantu manusia dalam
mengenali, menggali dan mengem-
bangkan potensinya agar menjadi
manusia yang seutuhnya. Untuk me-
wujudkan tujuan pendidikan itu, maka
oleh negara dibentuk sebuah institusi
resmi yang bertugas untuk melaksa-
nakan pendidikan nasional.
Kondisi bangunan gedung yang baik
dan lingkungan sekolah yang bersih
akan sangat membantu menciptakan
lingkungan belajar dan mengajar yang
kondusif dan sehat sehingga akan
meningkatkan prestasi siswa. Setiap
sekolah bagaimanapun kondisinya
tentu mempunyai aset yang seharusnya
dikelola dengan baik. Aset sekolah,
baik gedung, sarana, prasarana dan
lingkungannya merupakan wahana
belajar yang perlu dikelola dengan
baik.
Pelaksanaan pendidikan nasional harus
menjamin pemerataan dan peningkatan
mutu pendidikan di tengah perubahan
global agar warga Indonesia menjadi
manusia yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
cerdas, produktif, dan berdaya saing
tinggi dalam pergaulan nasional mau-
pun internasional. Untuk menjamin
tercapainya tujuan tujuan pendidikan
tersebut, Pemerintah telah meng-
amanatkan penyusunan delapan stan-
dar nasional pendidikan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Pendidikan salah
satunya sarana dan prasarana.
Standar sarana dan prasarana pendi-
dikan adalah kriteria minimun tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik In-
donesia mencakup kriteria minimum
sarana yang terdiri dari perabot,
peralatan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, teknologi
informasi dan komunikasi, serta per-
lengkapan lain yang wajib dimiliki
oleh setiap sekolah. Sedangkan kriteria
umum prasarana yang terdiri dari
lahan, bangunan, ruang-ruang, dan
instalasi daya dan yang wajib dimiliki
oleh setiap sekolah.
Dalam UU No 23 tahun 2005 pasal 4
ayat (4), pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, mem-
bangun kemauan, dan mengembang-
kan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran. Untuk me-
nunjang kegiatan pendidikan itu, maka
diperlukan pendidik dan tenaga kepen-
didikan serta sarana dan prasarana
pendidikan yang bagus dan sesuai
standar nasional pendidikan.
Sarana dan prasarana pendidikan
sering disebut sebagai fasilitas pendi-
dikan. Secara bebasnya pengertian dari
sarana dan prasarana adalah sebagai
berikut; sarana pendidikan adalah
sesuatu yang memudahkan penyampai-
an materi pembelajaran. Sedangkan
prasarana pendidikan adalah alat untuk
memudahkan penyelenggaraan pendi-
dikan. Dalam pasal 45 ayat (1) UU No
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendi-
dikan Nasional dikatakan bahwa setiap
satuan pendidikan formal maupun non-
formal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi kependi-
dikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecer-
dasan intelektual, sosial, emosional
dan kejiwaan peserta didik.
Sementara standar sarana dan pra-
sarana pendidikan diatur dalam PP No
19 tahun 2005 pasal 42, setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan, pendidik-
an, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
23
diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan ber-
kelanjutan. Sarana dan prasarana seba-
gaimana kita ketahui adalah salah satu
penunjang kegiatan belajar mengajar,
kondisi sarana dan prasarana mem-
pengaruhi kualitas pendidikan seorang
anak didik.
Pemerintah Daerah wajib melaksana-
kan pendidikan Nasional dengan me-
nyiapkan dana yang bersumber dari
APBD di Kabupaten/kota. Tahapan
perencanaan yang baik akan mengha-
silkan sebuah keluaran berupa ran-
cangan terukur yang diharapkan dapat
memberikan arahan secara teknis bagi
pelaksanaan fisik dilapangan dan siap
diimplementasikan di lapangan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat diambil
dari tulisan ini adalah
1. Apakah persyaratan dan standar
pembangunan sarana dan prasarana
ruang belajar anak sekolah dasar?
2. Bagaimana tahapan perencanaan
pembangunan sarana dan prasarana
ruang belajar anak sekolah dasar
yang menyangkut aspek teknis dan
administratif?
1.3. TUJUAN DAN MANFAAT
PENELITIAN
Tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui persyaratan dan
standar pembangunan sarana dan
prasarana ruang belajar anak seko-
lah dasar
2. Untuk mengetahui tahapan perenca-
naan sarana dan prasarana ruang
belajar anak sekolah dasar yang
menyangkut aspek teknis dan ad-
ministratif
Manfaat Penelitian
1. Secara akademik, agar dapat mem-
perkaya dan menambah wawasan
mengenai proses dan tahapan pe-
rencanaan sarana dan prasarana
ruang belajar anak sekolah dasar,
baik bagi penulis maupun bagi
pembaca, serta dapat memberikan
informasi dalam bidang keilmuan
arsitektur dan interior sehingga
mempermudah upaya penanganan
pembangunan baru dan renovasi
sekolah dasar
2. Secara aplikasi studi, agar dapat
memberikan masukan bagi pe-
merintah, masyarakat dan peren-
cana yang nantinya akan membuat
gambar rancangan yang baik dan
sesuai persyaratan dan standar
yang ada.
1.4. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data primer dilakukan
melalui keterlibatan penulis dalam
beberapa pekerjaan di Dinas Pendidikan
dan Pemuda Kabupaten Badung sehing-
ga sangat memudahkan penulis dalam
mengkaji realita yang ada, serta me-
lakukan wawancara langsung pada kon-
sultan yang menangani pekerjaan sarana
dan prasarana sekolah dasar di Kabu-
paten Badung. Pengumpulan data se-
kunder dilakukan melalui studi litera-
tur dan peraturan yang terkait
1.5. TINJAUAN STANDAR
SARANA DAN PRASARANA
SD/MI
1.5.1 Standar Sarana dan Prasarana
SD/MI
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya
memiliki prasarana seperti ruang kelas,
ruang, perpustakaan, laboratorium
IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tem-
pat beribadah, ruang UKS, jamban,
gudang, ruang sirkulasi, tempat ber-
main/berolahraga.
Ketentuan mengenai prasarana tersebut
beserta sarana yang ada di dalamnya
diatur dalam standar sebagai berikut:
1. Ruang Kelas
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
24
a. Fungsi ruang kelas adalah tempat
kegiatan pembelajaran teori,
praktik yang tidak memerlukan
peralatan khusus, atau praktik
dengan alat khusus yang mudah
dihadirkan.
b. Jumlah minimum ruang kelas
sama dengan banyak rombongan
belajar.
c. Kapasitas maksimum ruang kelas
adalah 28 peserta didik.
d. Rasio minimum luas ruang kelas
adalah 2 m2//peserta didik. Un-
tuk rombongan belajar dengan
peserta didik kurang dari 15
orang, luas minimum ruang kelas
adalah 30 m2. Lebar minimum
ruang kelas adalah 5 m.
e. Ruang kelas memiliki jendela
yang memungkinkan pencaha-
yaan yang memadai untuk
membaca buku dan untuk mem-
berikan pandangan ke luar
ruangan.
f. Ruang kelas memiliki pintu yang
memadai agar peserta didik dan
guru dapat segera keluar ruangan
jika terjadi bahaya, dan dapat
dikunci dengan baik saat tidak
digunakan.
g. Tinggi plafond minimal 3.50
meter dari lantai.
h. Ruang kelas dilengkapi pra-
sarana yaitu kursi, meja murid,
kursi guru, meja guru, lemari,
rak hasil karya murid, papan
panjang, tempat sampah, tempat
cuci tangan, jam dinding dan
kotak kontak
2. Ruang Perpustakaan
a) Ruang perpustakaan berfungsi
sebagai tempat kegiatan peserta
didik dan guru memperoleh in-
formasi dari berbagai jenis bahan
pustaka dengan membaca, meng-
amati, mendengar, dan sekaligus
tempat petugas mengelola per-
pustakaan.
b) Luas minimum ruang perpusta-
kaan sama dengan luas satu
ruang kelas. Lebar minimum
ruang perpustakaan adalah 5 m.
c) Ruang perpustakaan dilengkapi
jendela untuk memberi pen-
cahayaan yang memadai untuk
membaca buku.
d) Ruang perpustakaan terletak di
bagian sekolah/madrasah yang
mudah dicapai.
e) Ruang perpustakaan dilengkapi
sarana buku, rak buku pelajaran
dan rak majalah, rak surat
khabar, meja baca, kursi baca,
kursi kerja, meja kerja, lemari
katalog, lemari, papan peng-
umuman, meja multimedia, rak
uku inventaris tempat sampah,
kotak kontak dan jam dinding
3. Laboratorium IPA
a) Laboratorium IPA dapat meman-
faatkan ruang kelas.
b) Sarana laboratorium IPA ber-
fungsi sebagai alat bantu men-
dukung kegiatan dalam bentuk
percobaan.
c) Setiap SD/MI dilengkapi sarana
laboratorium IPA seperti pera-
botan (lemari) dan peralatan pen-
didikan (model kerangka manu-
sia, model tubuh manusia, globe
model tata surya, kaca pembesar,
cermin, lensa dan lain-lain)
4. Ruang Pimpinan
a) Ruang pimpinan berfungsi seba-
gai tempat melakukan kegiatan
pengelolaan sekolah/madrasah,
pertemuan dengan sejumlah kecil
guru, orang tua murid, unsur
komite sekolah/majelis madra-
sah, petugas dinas pendidikan,
atau tamu lainnya.
b) Luas minimum ruang pimpinan
adalah 12 m2 dan lebar mini-
mum adalah 3 m.
c) Ruang pimpinan dilengkapi sara-
na seperti kursi pimpinan, meja
pimpinan, kursi dan meja tamu,
lemari, papan statistik, simbol
kenegaraan, tempat sampah, me-
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
25
sin ketik, filling cabinet, brang-
kas dan jam di dinding
5. Ruang Guru
a) Ruang guru berfungsi sebagai
tempat guru bekerja dan istirahat
serta menerima tamu, baik peser-
ta didik maupun tamu lainnya.
b) Rasio minimum luas ruang guru
adalah 4 m2/pendidik dan luas
minimum adalah 32 m
c) Ruang guru mudah dicapai dari
halaman sekolah/madrasah atau-
pun dari luar lingkungan sekolah
/madrasah, serta dekat dengan
ruangpimpinan.
d) Ruang guru dilengkapi sarana
seperti kursi dan meja kerja,
lemari, papan statistik, papan
pengumuman, tempat sampah,
tempat cuci tangan jam dinding
dan penanda waktu
6. Ruang UKS
a) Ruang UKS berfungsi sebagai
tempat untuk penanganan dini
peserta didik yang mengalami
gangguan kesehatan di sekolah
/madrasah.
b) Ruang UKS dapat dimanfaatkan
sebagai ruang konseling.
c) Luas minimum ruang UKS ada-
lah 12 m
d) Ruang UKS dilengkapi sarana
seperti tempat tidur, lemari, meja
kursi perlengkapan P3K dan
lain-lain
7. Tempat Suci: tempat beribadah
berfungsi sebagai tempat warga
sekolah/madrasah melakukan iba-
dah yang diwajibkan oleh agama
masing-masing pada waktu sekolah.
8. Jamban
a) Jamban berfungsi sebagai tempat
buang air besar dan/atau kecil.
b) Minimum terdapat 1 unit jamban
untuk setiap 60 peserta didik
pria, 1 unit jamban untuk setiap
50 peserta didik wanita, dan 1
unit jamban untuk guru. Jumlah
minimum jamban di setiap
sekolah/madrasah adalah 3 unit.
c) Luas minimum 1 unit jamban
adalah 2 m2
d) Jamban harus berdinding, ber-
atap, dapat dikunci, dan mudah
dibersihkan.
e) Tersedia air bersih di setiap unit
jamban.
f) Jamban dilengkapi sarana seperti
kloset jongkok, tempat air, ga-
yung, gantungan pakaian dan
tempat sampah
9. Gudang
Gudang berfungsi sebagai tempat
menyimpan peralatan pembelajaran
di luar kelas, tempat menyimpan
sementara peralatan sekolah/
madrasah yang tidak/belum ber-
fungsi, dan tempat menyimpan arsip
sekolah/madrasah yang telah ber-
usia lebih dari 5 tahun.
a) Luas minimum gudang adalah 18
m2
b) Gudang dapat dikunci.
c) Gudang dilengkapi sarana seperti
lemari dan rak
10. Ruang Sirkulasi
a) Ruang sirkulasi horizontal ber-
fungsi sebagai tempat peng-
hubung antar ruang dalam
bangunan sekolah/madrasah dan
sebagai tempatberlangsungnya
kegiatan bermain dan interaksi
sosial peserta didik di luar jam
pelajaran, terutama pada saat
hujan ketika tidak memung-
kinkan kegiatan-kegiatan terse-
but berlangsung di halaman
sekolah/madrasah.
b) Ruang sirkulasi horizontal beru-
pa koridor yang menghubungkan
ruang-ruang di dalam bangunan
sekolah/madrasah dengan luas
minimum adalah 30% dari luas
total seluruh ruang pada bangun-
an, lebar minimum adalah 1,8 m,
dan tinggi minimum adalah 2,5
m.
c) Ruang sirkulasi horizontal dapat
menghubungkan ruang-ruang de-
ngan baik, beratap, serta men-
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
26
dapat pencahayaan dan pengha-
waan yang cukup.
d) Koridor tanpa dinding pada
lantai atas bangunan bertingkat
dilengkapi pagar pengaman de-
ngan tinggi 90-110 cm.
e) Bangunan bertingkat dilengkapi
tangga. Bangunan bertingkat de-
ngan panjang lebih dari 30 m
dilengkapi minimum dua buah
tangga.
f) Jarak tempuh terjauh untuk men-
capai tangga pada bangunan ber-
tingkat tidak lebih dari 25 m.
g) Lebar minimum tangga adalah
1,5 m, tinggi maksimum anak
tangga adalah 17 cm, lebar anak
tangga adalah 25-30 cm, dan di-
lengkapi pegangan tangan yang
kokoh dengan tinggi 85-90 cm.
h) Tangga yang memiliki lebih dari
16 anak tangga harus dilengkapi
bordes dengan lebar minimum
sama dengan lebar tangga.
i) Ruang sirkulasi vertikal di-
lengkapi pencahayaan dan peng-
hawaan yang cukup.
11. Tempat Bermain dan Berolahraga
a) Tempat bermain/ berolahraga
berfungsi sebagai area bermain,
berolahraga, pendidikan jasmani,
upacara, dan kegiatan ekstrakuri-
kuler.
b) Rasio minimum luas tempat
bermain/berolahraga adalah 3
m/peserta didik. Jika banyak pe-
serta didik kurang dari 180 o-
rang, maka luas minimum tempat
bermain/berolahraga adalah 540
m2
c) Di dalam luasan tersebut terdapat
tempat berolahraga berukuran
minimum 20 m x 15 m yang
memiliki permukaan datar, drai-
nase baik, dan tidak terdapat
pohon, saluran air, serta benda-
benda lain yang mengganggu
kegiatan berolahraga.
d) Sebagian tempat bermain ditana-
mi pohon penghijauan.
e) Tempat bermain/berolahraga di-
letakkan di tempat yang paling
sedikit mengganggu proses pem-
belajaran di kelas.
f) Tempat bermain/berolahraga ti-
dak digunakan untuk tempat par-
kir.
1.5.2 Ketentuan Bangunan Gedung
SD/MI
Beberapa Ketentuan yang diperhatikan
adalah:
1. Bangunan memenuhi ketentuan tata
bangunan yang terdiri dari:
a) koefisien dasar bangunan mak-
simum 30 %;
b) koefisien lantai bangunan dan
ketinggian maksimum bangun-
an yang ditetapkan dalam Pera-
turan Daerah;
c) jarak bebas bangunan yang
meliputi garis sempadan ba-
ngunan dengan as jalan, tepi
sungai, tepi pantai, jalan kereta
api, dan/atau jaringan tegangan
tinggi, jarak antara bangunan
dengan batas-batas persil, dan
jarak antara as jalan dan pagar
halaman yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah
2. Bangunan memenuhi persyaratan
keselamatan berikut.
a) Memiliki konstruksi yang stabil
dan kokoh sampai dengan kon-
disi pembebanan maksimum
dalam mendukung beban muat-
an hidup dan beban muatan
mati, serta untuk daerah/zona
tertentu kemampuan untuk me-
nahan gempa dan kekuatan
alam lainnya.
b) Dilengkapi sistem proteksi pa-
sif dan/ atau proteksi aktif un-
tuk mencegah dan menang-
gulangi bahaya kebakaran dan
petir.
3. Bangunan memenuhi persyaratan
kesehatan berikut.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
27
a) Mempunyai fasilitas secukup-
nya untuk ventilasi udara dan
pencahayaan yang memadai.
Memiliki sanitasi di dalam dan
di luar bangunan meliputi
saluran air bersih, saluran air
kotor dan/atau air limbah,
tempat sampah, dan saluran air
hujan.
b) Bahan bangunan yang aman
bagi kesehatan pengguna ba-
ngunan dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap ling-
kungan.
4. Bangunan menyediakan fasilitas
dan aksesibilitas yang mudah,
aman, dan nyaman termasuk bagi
penyandang cacat.
5. Bangunan memenuhi persyaratan
kenyamanan, dimana bangunan
mampu meredam getaran dan
kebisingan yang mengganggu
kegiatan pembelajaran. Setiap
ruangan memiliki pengaturan
penghawaan yang baik. Setiap
ruangan dilengkapi dengan lampu
penerangan.
6. Bangunan bertingkat memenuhi
persyaratan berikut.
a. Maksimum terdiri dari tiga
lantai.
b. Dilengkapi tangga yang mem-
pertimbangkan kemudahan, ke-
amanan, keselamatan, dan ke-
sehatan pengguna.
7. Bangunan dilengkapi sistem
keamanan berikut.
a) Peringatan bahaya bagi peng-
guna, pintu keluar darurat, dan
jalur evakuasi jika terjadi
bencana kebakaran dan/atau
bencana lainnya.
b) Akses evakuasi yang dapat
dicapai dengan mudah dan
dilengkapi penunjuk arah yang
jelas.
8. Bangunan dilengkapi instalasi
listrik dengan daya minimum 900
watt.
9. Kualitas bangunan minimum per-
manen kelas B, sesuai dengan PP
No. 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan
mengacu pada Standar PU.
10. Bangunan sekolah/madrasah baru
dapat bertahan minimum 20 tahun.
11. Pemeliharaan bangunan
sekolah/madrasah adalah sebagai
berikut:
a) Pemeliharaan ringan, meliputi
pengecatan ulang, perbaikan
sebagian daun jendela/pintu,
penutup lantai, penutup atap,
plafon, instalasi air dan listrik,
dilakukan minimum sekali da-
lam 5 tahun.
b) Pemeliharaan berat, meliputi
penggantian rangka atap, rang-
ka plafon, rangka kayu, kusen,
dan semua penutup atap,
dilakukan minimum sekali da-
lam 20 tahun.
12. Bangunan dilengkapi izin
mendirikan bangunan dan izin
penggunaan sesuai ketentuan per-
aturan perundang-undangan yang
berlaku.
1.6. TAHAPAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN SARANA
DAN PRASARANA RUANG
BELAJAR ANAK SEKOLAH
DASAR
Penulis melakukan penelitian pada
konsultan perencana yang mengambil
pekerjaan di Dinas Pendidikan Pemuda
dan olah Raga Kabupaten Badung
yaitu PT. Narada Karya dan PT Dana
Sularsa Cipta. Obyek sekolah yang
dirancang adalah mencakup wilayah
Kecamatan Kuta Selatan, Kuta Utara,
Abiansemal, Mengwi dan Petang di
tahun 2015 dan 2016. Didalam pe-
nanganan pekerjaan perencanaan pem-
bangunan sarana dan prasarana sekolah
dasar yang dilakukan terdiri dari
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahapan awal
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
28
Pada tahap ini beberapa kegiatan
yang dilakukan dalam hal ini seba-
gai berikut :
Didalam tahap awal pekerjaan
yang dilakukan adalah berupa
Persiapan dasar ; berupa mo-
bilisasi tim kerja dan menyiap-
kan administrasi kegiatan,
penyusunan metode pelaksa-
naan kegiatan, pembentukan
tim pelaksana, pembuatan surat
tugas, studi literatur dan per-
siapan bahan-bahan lainnya,
Persiapan teknis berupa pe-
nyiapan alat untuk survey
seperti, surat survey, kuisioner,
form data, penyiapan alat ukur
berupa meteran dan theodolith
dan waterfas dan alat sondir
jika dibutuhkan.
Mempelajari existing site dan
karakter site lokasi perenca-
naan pembangunan sarana dan
prasarana sekolah dasar
Menyusun jadwal dan konsep
survey baik menyangkut data
primer maupun data sekunder
yang akan dibutuhkan didalam
perencanaan tersebut.
Menyusun konsep perenca-
naan partisipatif yang melibat-
kan para stakeholder yang ada
di kawasan perencanaan.
Melakukan survai data primer
terdiri survai lapangan,
pengukuran site, dan lain
sebagainya.
Melakukan survai data sekun-
der terdiri dari pengumpulan
data sekunder berbagai sumber
terkait pekerjaan baik dari
Satker, PPK, di Provinsi, Ka-
bupaten/kota, Suplier, dimana
data yang dibutuhkan sebagai
persyaratan teknis adalah
sebagai berikut :
Undang-undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Ba-
ngunan Gedung;
Peraturan Pemerintah No-
mor 36 Tahun 2005 ten-
tang Pelaksanaan UU No-
mor 28 Tahun 2002 ten-
tang Bangunan Gedung;
Keputusan Menteri Negara
Pekerjaan Umum Nomor
10/KPTS/2000 tentang Ke-
tentuan Teknis Pengaman
terhadap Bahaya Kebakar-
an pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan;
Keputusan Menteri Negara
Pekerjaan umum Nomor
11/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknis Manaje-
men Penanggulangan Ke-
bakaran di Perkotaan;
Peraturan Menteri Peker-
jaan Umum Nomor
29/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Persyaratan Tek-
nis Bangunan Gedung;
Peraturan Menteri Peker-
jaan Umum Nomor
30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Akse-
sibilitas dan Fasilitas pada
Bangunan Gedung Dan
Lingkungan;
Peratutan Menteri Peker-
jaan Umum Nomor
06/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Umum Penyu-
sunan RTBL;
Keputusan Menteri Peker-
jaan Umum No.
45/KRT/M/2007 tanggal
27 Desember 2007, tentang
pedoman teknis pemba-
ngunan gedung Negara
Peraturan Daerah Bali No.
16 Tahun 2009 dan Per-
aturan Daerah Bali No. 4, 5
Tahun 2005 serta ;
Standar teknis dan pedo-
man teknis yang diper-
syaratkan.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
29
2. Tahapan Perencanaan Dan Peran-
cangan
Pada tahap ini konsultan sudah
melakukan penjaringan aspirasi
yang ada baik di tingkat
Pengguna, Tim Teknis yang ditun-
juk dan pihak sekolah yang ada di
kawasan perencanaan sehingga
hal tersebut akan menjadi masuk-
an - masukan pada tahap perenca-
naan selanjutnya.
3. Tahapan Konsultasi
Pada tahap ini konsultan sudah
menyusun jadwal mengenai kon-
sultasi, dimana hal tersebut bisa
dilakukan sebagai berikut :
Konsultasi dilakukan baik seca-
ra formal ( untuk pembahasan
laporan ) maupun secara infor-
mal.
Konsultasi melibatkan para
stakeholder terkait dari Dinas/
Instansi terkait sesuai dengan
jadwal pembahasan formal.
4. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Detail Engginering Design (DED)
Pekerjaan Perencanaan Penyusun-
an DED pembangunan sarana dan
prasarana sekolah dasar dapat
meliputi perencanaan lingkungan,
site/Tapak bangunan atau fisik
bangunan, dimana kegiatan terse-
but terdiri atas :
a. Persiapan atau penyusunan
konsep perencanaan seperti pe-
ngumpulan data dan infor-masi
lapangan ( termasuk penye-
lidikan tanah sederhana), mem-
buat interpretasi secara ga-ris
besar terhadap Kerangka Acuan
Kerja (KAK), program keja
perencanaan, konsep peren-
canaan, sketsa gagasan, dan
konsultansi dengan pemerin-
tahan daerah setempat menge-
nai aturan daeran/ perijinan
bangunan.
b. Penyusunan prarencana, seperti
membuat rencana tapak, pra
rencana bangunan, perkiraan
biaya, laporan perencanaan,
dan mengurus perizinan sampai
mendapatkan keterangan ren-
cana kota/kabupaten, kete-
rangan persyaratan bangunan
dan lingkungan, dan penyiap-
kan kelengkapan permohonan
IMB sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan pemerintah
daerah setempat;
c. Persiapan pelaksanaan desain
meliputi:
Mempersiapakan dan me-
ngumpulkan data-data awal
Mempersiapkan peta lokasi
dan gambar existing
Melakukan konfirmasi dan
koordinasi dengan instansi
terkait di daerah sehubungan
akan dilakukan survey
Melakukan survey lapangan,
pengumpulan data dan infor-
masi yang dibutuhkan untuk
kegiatan perancangan sesuai
dengan kebutuhan.
Melakukan pengukuran la-
pangan lengkap atas kondisi
batas lahan pembangunan,
kondisi topografi dan ketek-
nikan lainnya yang berpe-
ngaruh terhadap pelaksana-
an.
Mengumpulkan informasi
harga satuan upah dan bahan
Membuat foto dokumentasi
lapangan
Melakukan penyelidikan ta-
nah/sondir.
Membuat konsep-konsep
rancangan dengan melibat-
kan masukan-masukan dan
pendapat stakeholder.
d. Penyusunan pengembangan
rencana seperti membuat :
Membuat pra-rancangan me-
liputi : site plan, tampak-
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
30
tampak, potongan-potongan,
jaringan utilitas dan detail-
detail arsitektur.
Membuat gambar kerja leng-
kap meliputi : gambar dan
detail arsitektur, gambar dan
detail struktur, gambar dan
detail utilitas, gambar dan
detail elemen kawasan se-
perti lansekap, street furni-
ture, plaza dan atau kegi-
atan terkait lainnya.
Membuat spesifikasi bahan
dan perhitungan biaya.
Mengadakan Presentasi dan
Konsultansi hasil DED pem-
bangunan sarana dan pra-
sarana sekolah dasar
Rencana arsitektur, beserta
uraian konsep dan visuali-
sasi dwi dan trimatra bila
diperlukan;
Rencana struktur, beserta
uraian konsep dan perhitu-
ngannya;
Rencana mekanikal-elek-
trikal termasuk IT, beserta
konsep dan perhitungannya.
Garis besar spesifikasi teknis
(outline specifications);
Perkiraan biaya.
e. Penyusunan rencana detail be-
rupa uraian lebih terinci : mem-
buat gambar-gambar detail
rencana kerja dan syarat-syarat,
rincian volume pelaksanaan pe-
kerjaan, rencana anggaran bia-
ya pekerjaan konstruksi, dan
menyusun laporan perencana-
an;
f. Pembuatan dokumen perenca-
naan teknis berupa rencana
teknis arsitektur, struktur, me-
kanikal dan elektrikal, perta-
manan, tata ruang dalam bentuk
gambar, gambar detail pelak-
sanaan dan perhitungannya,
rencana kerja dan syarat-syarat
administrasi, syarat-syarat u-
mum dan syarat-syarat teknis,
rencana anggaran biaya dan
laporan perencanaan;
g. Membantu Kepala Satuan
Kerja / Pejabat pembuat Komit-
men di dalam menyusun doku-
men pelelangan, dan membantu
panitia pelelangan dalam me-
nyusun program dan pelaksa-
naan pelelangan;
h. Membantu panitia pelelangan
pada waktu penjelasan peker-
jaan, termasuk menyusun berita
acara penjelasan pekerjaan,
membantu panitia pelelangan
dalam melaksanakan evaluasi
penawaran, menyusun kembali
dokumen pelelangan, dan me-
laksanakan tugas-tugas yang
sama apabila terjadi lelang
ulang;
i. Melakukan pengawasan ber-
kala, seperti memeriksa kese-
suaian pelaksanaan pekerjaan
dengan rencana secara berkala,
melakukan penyesuaian gambar
dan spesifikasi teknis pelaksa-
naan bila ada perubahan, mem-
berikan penjelasan terhadap
persoalan - persoalan yang
timbul selama masa konstruksi,
memberikan rekomendasi ten-
tang penggunaan bahan.
j. Menyusun pengawasan berkala
yang terdiri dari atas perubahan
perencanaan pada masa pelak-
sanaan konstruksi, petunjuk
penggunaan, pemeliharaan, dan
perawatan bangunan gedung,
termasuk petunjuk yang me-
nyangkut peralatan dan per-
lengkapan mekanikal – elek-
trikal bangunan.
5. Tahap Persiapan lelang
a) Pada Kegiatan Penyusunan Do-
kumen lelang.
Membuat dokumen gambar
kerja lengkap yang telah
disetujui oleh pemberi tugas
dan Tim Teknis.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
31
Membuat Rencana Kerja
dan Syarat-syarat ( RKS ).
Membuat Daftar Kuantitas,
Membuat Rencana Anggar-
an biaya ( RAB/EE).
b) Tahap Proses Pelelangan.
Membantu Panitia dalam
penyusunan program dan
jadwal pelelangan.
Membantu panitia didalam
kegiatan aanwijzing.
Membantu panitia dalam
evaluasi dan penetapan pe-
menang lelang.
Membantu panitia menyu-
sun laporan pelelangan.
6. Tahap Produk Laporan
Dalam perencanaan DED Pemba-
ngunan Sarana Dan Prasarana Sekolah
dasar produk/keluaran yang minimal
harus dipenuhi adalah:
Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan memuat
Persiapan Perencanaan yang
meliputi antara lain:
Study Literatur
Interprestasi KAK
Pengumpulan Data dan
Informasi Lapangan,
Pengukuran,
Klarifikasi Data
Membuat konsep, gagasan,
sketsa serta Konsultansi dan
presentasi awal
Pendekatan dan Metodologi
pelaksanaan pekerjaan
Organisasi penanganan peker-
jaan yang meliputi rencana ker-
ja, mobilisasi tenaga ahli, dan
jadwal kegiatan.
Laporan Antara
Laporan antara memuat rekapan
data, baik sekunder maupun data
primer, yang telah tersusun da-
lam rekapan data dan telah
diserahkan
Laporan Akhir
Laporan Akhir memuat hasil pe-
nyempurnaan dari Konsep
Laporan Akhir setelah dipresen-
tasikan, dan Penyusunan Dokuen
lelang dan Legalitas yang men-
cakup : Menyusun Dokumen
lelang, Proses Lekalisasi, Peng-
adaan Dokumen, Penyerahan
Dokumen dan Laporan Akhir Pe-
rencanaan
1.7. SIMPULAN
a. Kondisi bangunan gedung yang
baik dan lingkungan sekolah
yang bersih akan sangat mem-
bantu menciptakan lingkungan
belajar dan mengajar yang
kondusif dan sehat sehingga
nantinya akan meningkatkan
prestasi siswa.
b. Setiap satuan pendidikan for-
mal maupun nonformal wajib
menyediakan sarana dan pra-
sarana pendidikan yang meme-
nuhi standar yang sudah dite-
tapkan pemerintah melalui per-
aturan yang sudah ada.
c. Tahapan perencanaan pem-
bangunan sarana dan prasarana
yang baik akan menghasilkan
sebuah keluaran berupa ran-
cangan desain arsitektur dan
interior terukur yang dapat
memberikan arahan secara
teknis bagi pelaksanaan fisik di
lapangan dan siap dimplemen-
tasikan di lapangan.
d. Dukungan dan komitmen Pe-
merintah Daerah dalam pelak-
sanaan program pendidikan
Nasional dengan menyiapkan
dana yang bersumber dari
APBD di Kabupaten/kota.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
32
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Akhir Penyusunan DED Pembangunan Sarana dan Prasarana Sekolah di
Kecamatan Kuta Mengwi,Tahun 2014
Laporan Akhir Penyusunan DED Pembangunan Sarana dan Prasarana Sekolah di
Kecamatan Abiansemal, Tahun 2015
Laporan Akhir Penyusunan DED Pembangunan Sarana dan Prasarana Sekolah di
Kecamatan Kuta Selatan,Tahun 2016
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32 Tahun 2011 tentang Standar
dan Spesifikasi Teknis Rehabilitasi Ruang Kelas Rusak, Pembangunan Ruang Kelas
baru beserta Perabotannya, dan Pembangunan Ruang Perpustakaan Beserta
Perabotannya untuk SD/SDLB, Tahun 2011
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007
tentang Standar Sarana dan prasarana Untuk Sekolah Dasar/MI, Sekolah Menengah
Pertama/MTs dan Sekolah Menengah Atas/MA, Tahun 2007
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
33
KAJIAN PUSTAKA “AKUSTIK” PADA RUANG DALAM
Ni Wayan Ardiarani Utami
Dosen Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
Email : ardiarani.utami@gmail.com
Abstrak
Akustik merupakan salah satu cabang ilmu yang erat kaitannya dengan bunyi. Dalam hal ini
akustik dapat mengatur bunyi yang diinginkan dan kontrol akan kebisingan yang dapat
timbul sehingga mengganggu aktivitas civitas ruang dalam. Penataan bunyi pada ruang
dalam memiliki tujuan untuk kesehatan pengguna sebagai tujuan mutlak dan untuk
kenikmatan pengguna sebagai suatu hal yang diusahakan. Penggunaan akustik yang benar
pada ruang dalam menjadi mutlak diperlukan pada kehidupan manusia sehari-hari. Pada
penulisan ini menggunakan metode kajian pustaka sebagai perbandingan untuk mengetahui
mengapa akustik diperlukan pada ruang dalam. Pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa
akustik diperlukan dalam merancang ruang dalam karena akustik erat kaitannya dengan
permukaan bidang penyusun ruang dalam dan bentuk dari ruang dalam itu sendiri.
Pengkondisian akustik pada ruang dalam lebih mudah dilakukan karena memiliki batasan
dan jenis bahan permukaan.
Kata Kunci : akustik, kebisingan, kontrol, ruang dalam
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
34
1. PENDAHULUAN
Penataan bunyi pada ruang dalam
memiliki dua tujuan, yaitu untuk
kesehatan penggunan sebagai tujuan
mutlak dan untuk kenikmatan pemakai
sebagai tujuan yang diusahakan
(Satwiko, 2009:263). Kesehatan peng-
guna sebagai sesuatu hal yang mutlak
diperlukan karena bunyi dapat
mempengaruhi kesehatan pendengar-
nya. Gangguan yang dapat ditimbulkan
mulai dari gangguan fisiologis, psiko-
logis, komunikasi dan ketulian (Fauzi,
2013). Berdasarkan hasil tersebut
penataan bunyi pada ruang, ruang
dalam khususnya wajib menjadi fokus
perhatian dalam suatu perencanaan
ruang dalam, sedangkan kenikmatan
pengguna “ruang dalam” juga menjadi
satu hal yang harus diperhatikan
setelah tujuan kesehatan terpenuhi.
Bunyi merupakan salah satu cabang
ilmu yang erat kaitannya dengan akus-
tik. Menurut Satwiko (2009:24) akus-
tik adalah ilmu tentang bunyi. Akustik
dapat didefinisikan menjadi akustika
“ruang dalam” yang menangani bunyi-
bunyi yang diinginkan dan kontrol
kebisingan yang menangani bunyi-
bunyi yang tidak diinginkan. Jadi
akustik akan mengatur bunyi yang
diinginkan untuk masuk ke ruang
dalam dan sekaligus meng-kontrol
kebisingan yang dapat timbul sehingga
tidak mengganggu pengguna ruang
dalam.
Penggunaan akustik yang benar pada
ruang dalam mutlak diperlukan pada
kehidupan manusia sehari-hari. Bunyi
yang terlampau keras ataupun terlalu
kecil dapat menyebabkan gangguan
pendengaran pada pengguna, terlebih
untuk pengguna lanjut usia, karena
kepekaan telinga manusia terhadap
rentang bunyi yang dapat diterima
semakin menyempit sejalan dengan
pertambahan umur.
Ruang dalam merupakan tempat
beraktivitas manusia baik pribadi
ataupun berkelompok sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Menurut
Wicaksono (2014) Ruang adalah
bentuk tiga dimensi yang memiliki
panjang, lebar, tinggi dan berbentuk
padat. Ruang dalam dibatasi oleh
bidang dapat berupa plafond, dinding
dan bidang.
Berdasarkan data tersebut, penggunaan
akustik yang baik dan benar harus
digunakan pada ruang dalam untuk
menunjang kesehatan dan aktivitas
pengguna.
2. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan pada penulis-
an ini adalah metode penulisan dengan
perbandingan kajian pustaka. Kajian
pustaka adalah proses umum yang
dilakukan oleh peneliti dalam usaha
menemukan suatu teori (Chamidy,
2010). Penulisan ini menggunakan
beberapa hasil teori akustik sebagai
perbandingan untuk mengetahui me-
ngapa akustik diperlukan pada ruang
dalam.
3. TINJAUAN TEORI
Menurut Satwiko (2009:24), akustik
adalah ilmu tentang bunyi,
didifinisikan menjadi akustik ruang
yang menangani bunyi-bunyi yang
diinginkan dan kontrol kebisingan
yang menangani bunyi-bunyi yang
tidak diinginkan. Bunyi-bunyi yang
diinginkan memiliki frekuensi yang
dapat ditangkap oleh telinga normal
manusia dengan rentang frekuensi 20-
20.000Hz. Rentang frekuensi ini akan
menyempit seiring dengan bertambah-
nya umur dari pengguna.
Penataan bunyi melibatkan empat
elemen yang harus dipahami, yaitu
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
35
sumber bunyi, penerima bunyi, media
perambat bunyi dan gelombang bunyi.
Sumber bunyi dapat berasal dari
benda-benda yang bergetar misalnya
tali suara manusia, loudspeaker, tepuk
tangan, senar gitar, dan lain
sebagainya. Penerima bunyi dapat
berbentuk telinga manusia ataupun
microphone. Media adalah sarana bagi
bunyi untuk merambat, bias berbentuk
zat air, padat maupun gas, tanpa
adanya media tadi maka bunyi tidak
akan dapat merambat dari sumber
bunyi ke penerima bunyi. Gelombang
bunyi dapat merambat langsung
melalui udara dari sumber bunyi ke
penerima bunyi, selain itu sebelum
sampai ke penrima bunyi, gelombang
bunyi juga dapat terpantul-pantul
terlebih dahulu oleh permukaan benda,
menembus dinding atau merambat
melalui struktur bangunan. Oleh
karena itu, pengolahan media pe-
rambatan bunyi sangat penting di-
lakukan agar bunyi yang diterima
dapat sesuai dengan keinginan.
Kriteria kebisingan yang dapat disebut
juga bunyi latar yang diperkenankan
agar aktivitas pengguna ruang dalam
tidak terganggu adalah tingkat
kebisingan paling kecil yang diper-
syaratkan untuk ruang tertentu sesuai
dengan fungsi utamanya. Kontrol
kebisingan yang dapat dilakukan de-
ngan menangani kebisingan pada
sumbernya, dengan mengatur sedemi-
kian rupa agar sumber bunyi me-
ngeluarkan intensitas bunyi minimal.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan
menangani media perambatan bunyi.
Permukaan benda yang tidak
memantulkan bunyi akan sangat
membantu mengurangi kebisingan.
Penanganan yang terakhir dengan
melindungi penerima bunyi dari
kebisingan yang mengganggu, dapat
dilakukan dengan menggunakan
earphone pada telinga manusia.
Menurut Rhya (2015), akustik ruang
adalah bentuk dan bahan dalam suatu
ruangan yang berhubungan dengan
perubahan bunyi yang disebabkan oleh
sifat pantul benda atau objek pasif dari
alam. Secara garis besar, akustik pada
ruangan dibagi menjadi dua bagian,
yaitu pengendalian medan suara dalam
“ruang dalam” dan pengendalian
intrusi suara dari/ ke ruang dalam,
dimana hal ini erat kaitannya dengan
fungsi utama dari ruang dalam
tersebut.
Pengendalian medan suara dalam
“ruang dalam” dilaukan untuk
mengatur karakteristik pemantulan
gelombang suara yang dihasilkan oleh
permukaan dalam “ruang dalam” yaitu
dinding, plafond dan lantai.
Karakteristik pemantulan ini yaitu:
a. Elemen Pemantul (Reflector):
apabila ruang dalam membu-
tuhkan pemantulan gelombang
suara pada arah tertentu dengan
ciri utama secara fisik yaitu
permukaannya keras dan arah
pemantulannya spekular (sudut
pantul sama dengan sudut
datang).
b. Elemen Penyerap (Absorber):
apabila ruang dalam tidak
memerlukan suara yang
dikembalikan ke ruang dalam
secara berlebih dengan ciri
utama secara fisik yaitu permu-
kaannya lunak/ berpori dibalik-
nya.
c. Elemen Penyebar (Difussor):
apabila tidak diinginkan adanya
pemantul yang sudut datang
sama dengan sudut pantul atau
diinginkan menggunakan pola
tertentu, dengan ciri utama
permukaan yang secara akustik
tidak rata, baik itu dari
permukaan fisik yang tidak rata
atau tersusun rapi tapi dengan
karakter bahan yang berbeda.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
36
Menurut Studio (2012) akustik adalah
bidang yang mempelajari tentang
suara, gelombang mekanik pada gas,
cairan dan bahan. Akustik memiliki
beberapa bidang keilmuan, salah
satunya adalah Akustik Arsitektur.
Akustik Arsitektur adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana cara mengon-
trol kualitas suara didalam gedung atau
ruang. Perhitungan akustik pada ruang
dalam dengan bentuk persegi akan
lebih mudah dibandingkan dengan
ruang dalam dengan bentuk kompleks.
Ruang adalah sebuah bentuk tiga
dimensi yang memiliki panjang, lebar
dan tinggi, dapat berbentuk padat.
Ruang ini berada di dalam atau
dibatasi oleh bidang-bidang (dinding,
plafond, lantai) akan dipindahkan oleh
massa atau ruang kosong (Wicaksono,
2014: 14), dan menurut Zahnd (2009:
20) ruang adalah bentuk tiga dimensi
yang memiliki konsistensi abstrak.
Situasi ruang dalam dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan disekitarnya.
Ruang dalam merupakan tempat
pengguna melakukan aktivitas baik
secara pribadi ataupun berkelompok
dengan fungsi tertentu.
4. ANALISA
Analisa yang didapatkan dari memban-
dingkan beberapa teori tentang akustik
sehingga perlu diaplikasikan pada
ruang dalam.
Menurut Satwiko (2009) akustik
adalah ilmu tentang bunyi, yang
didefinikan menjadi dua, yaitu bunyi
yang diinginkan dan kontrol kebising-
an. Bunyi yang diinginkan dapat
diatur dengan mengolah media peram-
batan bunyi dari sumber bunyi menuju
penerima bunyi. Media perambatan
dapat berupa zat cair, padat maupun
gas, tapi pada gelombang bunyi,
sumber bunyi dapat langsung sampai
pada penerima bunyi melalui pantulan
pada permukaan benda, dalam hal ini
jenis bahan sangat mempengaruhi
gelombang bunyi. Bahan yang keras
akan menyebabkan bunyi menjadi
terpantul, sedangkan semakin lembut
akan menyebabkan bunyi terserap dan
mengurangi energy dari pantulannya
sehingga me-nyebabkan bunyi menjadi
tereduksi. Kontrol akan kebisingan
juga dapat dikondisikan mulai dari
sumber kebisingan, media perambatan
bunyi dan penerima bunyi. Peng-
kondisian sumber kebisingan dan
media perambatnya merupakan alter-
natif yang lebih membuat pengguna
menjadi nyaman daripada mengkon-
disikan penerima kebisingan, karena
penerima kebisingan harus mengguna-
kan pereduksi kebisingan untuk
memini-malkan bunyi.
Menurut Rhya (2015) akustik adalah
bentuk dan bahan dalam suatu ruangan
berhubungan dengan bunyi yang
disebabkan oleh elemen pemantul,
elemen penyerap dan elemen pe-
nyebar, dalam hal ini dititik beratkan
pada bahan yang digunakan pada
penyusun ruang, yaitu dinding, plafond
dan lantai. Lebih spesifik pada
permukaan bidang karena bersentuhan
langsung dengan sumber bunyi dan
menjadi media perambatan bunyi.
Bahan pemantul memiliki ciri per-
mukaan yang keras sehingga pe-
mantulan bunyi dapat terjadi. Pantulan
bunyi ini menyebabkan bunyi dapat
diterima penerima bunyi dengan
energy yang sama dengan sumber
bunyi, sebaliknya dengan bahan
penyerap yang memililki ciri permu-
kaan yang lembut atau berpori, energy
yang diterima telah tereduksi oleh
permukaan bahan.
Menurut Studio(2012) akustik adalah
ilmu yang mempelajari tentang suara,
gelombang mekanik pada gas, cairan
dan bahan. Ditekankan pada hal
mengontrol kualitas suara pada ruang
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
37
dalam. Bentuk ruang juga menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas suara selain bahan permukaan
ruang. Bentuk persegi akan me-
mudahkan dalam hal perhitungan
kualitas suara daripada bentuk yang
majemuk. Pada pemaparan ini lebih
menitik beratkan pada bentuk ruang
dalam dan bahan penyusun bidang
permukaan yang membentuk ruang
dalam.
Ruang dalam merupakan bentuk tiga
dimensi yang memiliki panjang, lebar
dan tinggi dan juga dibatasi oleh
bidang (plafond, dinding, lantai).
Ruang dalam menjadi batasan dalam
menentukan akustik ruang, walaupun
bunyi dapat menembus struktur bi-
dang.
Dari beberapa pengertian akustik
diatas dapat penulis simpulkan bahwa
akustik adalah ilmu yang mempelajari
tentang bunyi yang dapat dikondisikan
mulai dari sumber bunyi, media
perambatannya hingga ke penerima
bunyi sehingga dapat dihasilkan bunyi
yang diinginkan, selain itu bahan
penyusun ruang dalam juga mem-
pengaruhi bagaimana perambatan
bunyi itu sendiri serta bentuk dari
ruang dalam. Ketiga hal ini erat
kaitannya dalam menentukan akustik
yang diinginkan dalam ruang dalam
sehingga dapat menunjang kesehatan
pengguna dan menunjang fungsi yang
diinginkan. Pengkondisian bunyi lebih
dapat dilakukan pada ruang dalam
yang memiliki batasan bidang
(plafond, dinding dan lantai).
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari
penulisan ini adalah akustik diperlukan
dalam merancang ruang dalam, karena
akustik erat kaitannya dengan per-
mukaan bidang penyusun ruang dalam
dan bentuk dari ruang dalam.
Pengkondisian akustik pada ruang
dalam lebih mudah dilakukan karena
memiliki batasan dan jenis bahan per-
mukaan.
6. DAFTAR PUSTAKA
Mediastika, Christina E., Akustika
Bangunan, Erlangga. Surabaya.
Satwiko, Prasasto., 2009. Fisika
Bangunan. Andi. Yogyakarta
Wicaksono, Andie A., Endah
Tisnawati. 2014. Teori Interior, Griya
Kreasi. Jakarta
Zahnd, Markus., 2009. Pendekatan
dalam Perancangan Arsitektur,
Kanisius. Yogyakarta.
Internet:
Chamidy, 2010. Kajian Pustaka
(online),
(http://www.scribd.com/doc/661023/0
4-Kajian-Pustaka), diakses pada
tanggal 27 Juni 2016.
Fauzi, Tamsil. 2013. Dampak
Kebisingan Terhadap Kesehatan.
(online),
(http://www.yai.ac.id/karyailmiah-upi-
39-dampak-kebisingan-terhadap-
kesehatan.html), diakses pada tanggal
27 Juni 2016
Rhya. 2012. Akustik Ruang dalam
Arsitektur (online),
(http://www.rhya.co), diakses pada
tanggal 27 Juni 2016.
Studio. 2012. Akustik Ruang. (online),
(http://www.konfigurasistudio.com),
diakses pada tanggal 27 Juni 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
38
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
39
PERANAN PENCAHAYAAN BUATAN
SEBAGAI PEMBENTUK KESAN RUANG
Kadek Risna Puspita Giri
Dosen Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
Email : risnagiri@gmail.com
ABSTRAK
Penerangan atau pencahayaan sangat diperlukan dalam mendukung setiap aktivitas
manusia. Akibat dari Keterbatasan pencahayaan alami yakni sinar matahari, maka
dikembangkanlah pencahayaan buatan sehingga mampu mendukung setiap kegiatan lebih
optimal, disamping fungsinya sebagai elemen dekoratif. Dengan mengetahui penataan
cahaya, secara langsung akan menambah pengetahuan mengenai sumber-sumber cahaya,
kemudian dapat memaksimalkan fungsi dari sumber cahaya buatan tersebut agar lebih
bermanfaat dan mengetahui pengaruhnya terhadap ruang dalam interior. Teknik
pencahayaan buatan yang baik dan tepat nantinya tidak hanya berfungsi sebagai penerang
dalam kehidupan sehari-hari. Melainkan sebagai elemen dekoratif yang mampu
membangkitkan kesan atau kharakter pada sebuah ruang, serta menghasilkan atmosfer ruang
yang diinginkan
Kata kunci: pencahayaan buatan, lampu, cahaya, dekoratif, interior, kesan ruang
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
39
1. PENDAHULUAN
Dahulu penerangan hanya terbatas
pada siang hari saat matahari masih
bersinar, sehingga kegiatan dimak-
simalkan hanya pada siang hari saja.
Seiring dengan perkembangan tekno-
logi dan pengetahuan, pencahayaan
mengalami kemajuan sehingga tercip-
talah pencahayaan buatan. Pencaha-
yaan buatan dikembangkan lebih
optimal tidak hanya untuk menunjang
aktivitas manusia dalam bekerja,
namun berkembang luas dalam kaitan-
nya dengan keindahan. Seiring dengan
meluasnya ilmu pengetahuan me-
ngenai tata cahaya dan perkembangan
penelitian, pemanfaatan pencahayaan
buatan mulai diminati disegala bidang
disiplin ilmu. Misalnya: dalam tata
boga, pencahayaan diatur sedemikian
rupa sehingga saat pengambilan
gambar, masakan dan kue-kue terlihat
lebih menarik dan lebih menggiurkan;
dalam dunia industri rancang mode,
pencahayaan mampu membuat tam-
pilan baju menjadi lebih menarik
dengan warna yang lebih tajam; dalam
dunia perhiasan, bebatuan perhiasan
ditampilkan lebih berkilau dan terlihat
lebih cantik dengan teknik pencahaya-
an buatan; dalam dunia arsitektur dan
interior, penataan cahaya mampu me-
nonjolkan sisi artistik bangunan se-
hingga mampu menampilkan kesan
khusus pada suatu ruang dalam
/interior.
Tidak dapat dipungkiri, kemampuan
dalam menata cahaya/penerangan
buatan sangat diperlukan dalam segala
bidang. Dengan lebih memahami
dalam mengatur intensitas cahaya,
maka pencahayaan dapat menunjang
aktivitas sehari-hari agar lebih optimal.
Letak penempatan lampu, jarak, serta
warna yang dipantulkan sangat
mempengaruhi intensitas cahaya yang
dihasilkan. Peletakan lampu sangat
berperan penting dalam menentukan
kharakter ruang, baik menonjolkan
kelebihan ruang maupun menutupi
kekurangan yang ada. Dengan penata-
an lampu yang tepat, ruang yang
tercipta akan lebih ideal, seimbang,
indah, dan proporsional, sesuai dengan
fungsi dan keindahan yang diinginkan.
2. TINJAUAN TEORI
Dalam kehidupan sehari-hari pencaha-
yaan memegang peranan penting,
termasuk dalam dunia rancang-bangun
dan interior, baik dari segi fungsi,
artistik, maupun estetika ruang. De-
ngan memaksimalkan perencanaan
pencahayaan, keindahan dan kesan in-
terior dapat ditonjolkan secara maksi-
mal.
Pencahayaan buatan tidak hanya ber-
fungsi sebagai penerang di malam hari.
Penguasaan teknik pencahayaan buat-
an mampu memperlihatkan bentuk,
warna, ukuran, serta detail ruang
secara lebih jelas dan lebih cantik,
sehingga keindahan atmosfer suatu
ruang dapat ditampilkan lebih baik.
Selain itu, dengan mengenali tipe-tipe
pencahayaan buatan sehingga
pencahayaan buatan dapat terencana
lebih baik, mampu menciptakan
suasana atau karakter tertentu terhadap
suatu ruang. Kemampuan dalam
menguasai teknik pencahayaan, seperti
permainan cahaya dan pemilihan
sumber cahaya yang tepat, mampu
menunjang konsep/tema suatu ruang.
Melalui penataan cahaya yang apik
juga mampu memberikan sentuhan
khusus pada elemen interior maupun
ruang.
A. Sumber Pencahayaan Buatan
(Bohlam)
Pada umumnya, lampu dikenal sebagai
sumber cahaya walaupun pengertian
tersebut sebenarnya kurang tepat.
Lampu sebagai pencahayaan buatan
merupakan sebuah unit kompak yang
terdiri atas beberapa elemen seperti
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
40
bohlam (sumber cahaya), kap lampu
(shade), batang (stem), dudukan
(base), dan saklar.
Bohlam merupakan sumber pencaha-
yaan buatan yang terdiri atas kawat
pijar (filament), gas, serta beberapa
elemen lainnya sehingga dapat meng-
hasilkan cahaya melalu bantuan energi
listrik. Seiring dengan kemajuan
teknologi, bohlam mengalami perkem-
bangan sehingga tercipta beragam jenis
bohlam dengan kekuatan yang ber-
beda-beda sesuai dengan kebutuhan.
Kuat rendahnya cahaya yang di-
hasilkan tergantung dari tinggi rendah-
nya daya (dalam satuan watt) yang
tertera pada bohlam. Umumnya daya
bohlam mulai dari 5 watt sampai 150
watt, bahkan tersedia dalam daya yang
lebih besar untuk kebutuhan khusus.
Beberapa jenis bohlam sesuai perkem-
bangannya adalah sebagai berikut:
a. Lampu pijar
Lampu pijar atau yang biasa
disebut sebagai filament tungsten
atau incandescent bulb meru-
pakan sumber cahaya yang
tercipta dari pemijaran atau pe-
manasan. Cara kerjanya adalah
dengan mengalirkan tenaga
listrik ke kawat filament yang
ada dalam tabung kaca. Kawat
filament inilah yang akan
mengeluarkan cahaya nantinya.
Lampu pijar memiliki beragam
variasi bentuk. Yang pertama
yaitu bohlam kaca bening yang
menghasilkan cahaya paling
terang. Yang kedua adalah lampu
berwarna putih seperti mutiara
(pearlized) yang sering juga
disebut sebagai bohlam susu.
Lapisan putihnya berfungsi
untuk melembutkan cahaya
(softener).
Bohlam lampu pijar crown-
silvered reflective surface
dilengkapi dengan lapisan untuk
merefleksikan cahaya. Selain itu
ada yang sudah dimodifikasi dan
berbentuk kecil seperti api lilin
atau dikenal dengan candle
shape yang digunakan untuk
bohlam lampu kandelar, dan juga
berbentuk bulat kecil (bohlam
luster) dalam berbagai warna
yang umumnya dipakai sebagai
lampu hias pesta atau pohon
natal.
Lampu pijar memiliki color
rendering (Ra) yang tinggi
sehingga warna benda di dalam
ruangan terlihat lebih matang.
Dengan derajat Kelvin di bawah
5.000, lampu pijar memiliki bias
cahaya berwarna kuning, sehing-
ga ruang yang diteranginya
memberikan kesan hangat,
bersahabat, intim, dan menye-
nangkan. Selain kelebihan di
atas, lampu pijar merupakan
lampu yang sangat mudah
didapat serta harganya ekonomis.
Namun, lampu pijar memiliki
kelemahan pada umur (masa
penggunaan) yang pendek.
Kawat yang dipanasi oleh aliran
listrik rentan putus sehingga
lampu mati. Pemijaran dalam
menghasilkan cahaya tersebut
juga mengakibatkan pemanasan
ruang. Selain itu, lampu pijar
bisa dikatakan sebagai lampu
tidak ramah lingkugan karena
sangat boros energi atau boros
listrik. Hal ini disebabkan oleh
energi yang digunakan untuk
menciptakan cahaya hanya
sepuluh persen dari seluruh
Gambar 1, Lampu pijar
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
41
energi yang dikonsumsinya,
sisanya menjadi energi panas.
b. Lampu fluoresen
Lampu fluoresen atau lebih
dikenal dengan lampu neon atau
lampu TL merupakan sumber
cahaya yang diciptakan akibat
adanya reaksi kimia antara
bubuk fluoresen dengan bantuan
aliran listrik. Jenis bubuk
fluoresen akan menentukan color
rendering dan derajat Kelvin
yang dihasilkan nantinya. Lampu
fluoresen umumnya berbentuk
tabung kaca panjang berwarna
putih yang mengandung bubuk
fluoresen di dalamnya. Reaksi
kimia terjadi di dalam tabung
kaca ini, melalui pemanasan di
kedua ujung tabung dengan
bantuan tenaga listrik, kemudian
aliran panas listrik yang
merambat membuat bubuk fluo-
resen bereaksi dan memancarkan
cahaya. Proses ini terlihat saat
lampu dinyalakan, yang menyala
terlebih dahulu adalah kedua
ujung tabung kemudian meram-
bat ke bagian tengah tabung.
Dikarenakan proses pemanasan-
nya hanya pada ujung-ujung
tabung, konsumsi energi lampu
fluoresen tergolong rendah serta
tidak panas, lebih hemat energi
daripada lampu pijar. Harganya
yang ekonomis dan mampu
menerangi ruangan luas mem-
buat lampu fluoresen menjadi
pilihan untuk diterapkan pada
bangunan public, seperti rumah
sakit, perkantoran, maupun gu-
dang.
Kelemahannya terletak pada pen-
dar cahaya yang dihasilkan, yang
seringkali membuat mata lelah
dan sakit kepala. Kekurangan
lainnya yaitu pada ballast
magnetic yang berfungsi sebagai
alat mengalirkan energi dan
bersifat cukup panas. Akibatnya,
meninggalkan noda hitam di
langit-langit atau area ditempel-
kannya lampu fluoresen tersebut.
Selain itu, rendahnya color ren-
dering (Ra) mengakibatkan terja-
dinya distorsi warna di dalam
ruang sehingga memberi kesan
kelabu dan muram pada ruang.
Derajat Kelvin yang di atas 5.500
juga menimbulkan bias sinar
kebiruan atau kehijauan, mencip-
takan kesan dingin dan kaku pada
ruang. Oleh sebab itu, lampu
fluoresen tidak cocok diaplikasi-
kan pada tempat-tempat yang
perlu menonjolkan warna seperti
toko pakaian dan toko makanan,
dikarenakan akan membuat pro-
duk terlihat kurang menarik serta
kurang menggugah selera.
c. Tungsten halogen
Lampu tungsten halogen me-
rupakan lampu sejenis lampu
pijar yang menghasilkan cahaya
dari gas halogen di dalamnya.
Namun cahaya yang dihasilkan
dua kali lipat lebiih terang
daripada lampu pijar, walaupun
energi yang digunakan sama.
Gambar 2, Lampu fluoresen
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
42
Lampu tungsten halogen
memiliki kelebihan pada color
rendering terbaik, yaitu di atas
90, sehingga mampu menampil-
kan warna dengan sangat jernih
dan cerah serta bias cahayanya
mampu menonjolkan dimensi
dan warna. Dikarenakan ukuran-
nya yang sangat kecil serta ke-
jernihan cahayanya, lampu
tungsten halogen banyak diguna-
kan sebagai lampu downlight,
yang mampu menerangi ke-
seluruhan ruang namun sumber
cahayanya tidak terlihat sehingga
tidak menyilaukan mata. Selain
itu lampu ini juga banyak
diterapkan pada tempat-tempat
yang menonjolkan cita rasa seni
serta ketajaman warna.
Kekurangan dari lampu tungsten
halogen adalah boros energi,
umurnya yang paling pendek
diantara sumber cahaya yang lain
terutama jika tegangan listrik
tidak konstan. Selain itu, lampu
ini juga sangat panas sehingga
dapat merusak benda yang
berada di dekatnya jika
digunakan dalam waktu yang
lama.
d. PAR (Parabolic Aluminized
Reflector) lamp
Lampu PAR adalah lampu yang
terbuat dari tabung filamen
tungsten halogen atau lampu
yang berada di dalam reflektor
optik. Lampu ini juga terbungkus
sehingga sering disebut lampu di
dalam lampu.
Selain karena teknik
pencahayaan lampu itu sendiri,
lapisan atau filter yang terdapat
pada bagian luar bohlam mampu
menciptakan beragam warna,
sehingga cahaya yang dihasilkan
tidak hanya putih dan kuning.
e. LHE (Lampu Hemat Energi)
konvensional
Prinsip dari LHE sama dengan
lampu fluoresen yang
memanfaatkan bubuk fluoresen
di dalamnya yang dipanaskan
dengan bantuan ballast sehingga
bubuk tersebut menyala dan
membiaskan cahaya. Namun
bedanya, jika lampu fluoresen
berbentuk linier (tabung panjang)
memiliki ballast magnetic, maka
LHE menggunakan ballast
Gambar 3, Lampu tungsten halogen
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 4, Contoh penggunaan
lampu fluoresen pada kolam renang
Sumber: http://www.carpenter-
electric.com/
.
Gambar 5, Lampu fluoresen
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
43
electronic. Ballast electronic
memiliki frekuensi elektronik
tinggi yang mentransfer energi
listrik jauh lebih baik sehingga
meningkatkan efisiensi
penggunaan energi sekaligus
menurunkan biaya pemakaian.
Ballast electronic mampu
menghemat energi yang dipakai
turun skitar 20-40%.
Perbandingan antara daya listrik
dyang digunakan dengan cahaya
yang dihasilkan antara lampu
biasa dan LHE adalah 5:1.
Sebagai contoh, penggunaan
lampu biasa dengan daya listrik
15 watt bisa digantikan oleh
LHE 3 watt.
Kelebihan lainnya adalah
pendarnya yang jauh lebih
lembut serta dengung suara yang
dikeluarkan oleh ballast
electronic lebih rendah daripada
lampu fluoresen. Selain itu,
tabung LHE juga tidak harus
linier. Umumnya berbentuk
lengkungan dan lebih dinamis
serta dibungkus dengan plastik
ataupun kaca yang membuat
tampiilannya lebih menarik. Dari
segi umur, LHE mampu bertahan
hingga 6.000 jam, jauh lebih
panjang daripada lampu pijar
atau neon pada umumnya hanya
sampai 1.000 jam.
Namun LHE memiliki
kekurangan pada color
temperature atau derajat Kelvin
yang tinggi sehingga cahayanya
hijau kebiruan. Color rendering
(Ra) yang rendah membuat objek
yang mendapat pencahayaan
tidak dapat memantulkan warna
sesungguhnya. Selain itu, ukuran
LHE sebanding dengan daya
lampu, semakin besar daya
lampu maka ukuran lampu
semakin besar, sehingga kurang
menarik jika diaplikasikan
sebagai lampu downlight atau
indirect lighting.
f. LHE modern
Mengikuti perkembangan
teknologi, LHE modern mulai
mengalami perkembangan yang
signifikan dalam memperbaiki
kelemahan-kelemahan dari LHE
sebelumnya. Adapun kelebihan
dari LHE modern adalah sebagai
berikut:
- Menggunakan ballas
electronic dengan rating CI
(rating ballast dari A-C,
dengan urutan dari low-lo
ballast sampai ke high-lo
ballast). Efeknya,
permukaan lampu tidak
panas saat dipegang
meskipun dalam keadaan
menyala.
- Umur lampu lebih panjang
daripada LHE biasa, yaitu
10.000-15.000 jam.
- Memiliki tingkat
kecemerlangan yang lebih
baik daripada LHE
konvensional. Dengan
tingkat distorsi sangat
minimal serta color
rendering (Ra) 82-92 yang
lebih tinggi daripada LHE
biasa (konvensional), LHE
modern mampu
memantulkan cahaya
sesuai dengan warna asli
objek/benda.
- Memiliki nilai color
temperature yang beragam
mulai dari 2.700 K hingga
6.000 K sehingga
menghasilkan berbagai
varian lampu yang dapat
dipilih sesuai kebutuhan.
- Memiliki desain bentuk
dan ukuran yang
mendukung unsur dekoratif
serta estetika dalam desain
interior maupun arsitektur,
sehingga cocok pula untuk
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
44
diaplikasikan pada
pencahayaan downlight
dan indirect lighting.
-
B. Tipe-tipe pencahayaan ruang
Dalam memilih tipe pencahayaan agar
berfungsi maksimal, ada beberapa tipe
pencahayaan yang sebaiknya
disesuaikan dengan fungsi dan
aktivitas di dalam ruang, seperti
berikut:
a. Pencahayaan umum (General
lighting)
Pencahayaan umum atau yang
juga dikenal dengan ambient
lighting merupakan pencahayaan
pada umumnya yang sumber
cahayanya berasal dari sumber
cahaya yang cukup besar seperti
lampu pada plafon atau langit-
langit, sehingga mampu
menerangi keseluruhan ruang.
Sifat cahaya yang menyebar ke
segala arah dibantu oleh plafon
yang berfungsi memantulkan
atau sebagai reflektor, sehingga
pencahayaan dapat diteruskan ke
seluruh penjuru ruang.
Pencahayaan umum bisa
dikatakan sebagai pencahayaan
terbaik, karena sifatnya yang
menyebar merata ke seluruh
ruangan.
Lampu yang digunakan untuk
pencahaayaan buatan biasanya
lampu tungsten atau fluorescent
uplighter atau fluorescent strip
dengan reflektor.
General lighting sangat cocok
digunakan di ruang umum yang
memerlukan pencahayaan yang
cukup terang, seperti ruang
belajar, dapur, ruang keluarga,
ruang tamu, untuk menunjang
aktivitas di dalamnya.
b. Accent lighting
Accent lighting merupakan
pencahayaan khusus yang
biasanya memiliki penerangan
minimal tiga kali lebih kuat
daripada general lighting.
Namun penggunaannya bisa
dipadukan dengan general
lighting untuk menonjolkan
elemen-elemen interior yang
khusus maupun detail arsitektur.
Fungsinya lebih banyak
dimanfaatkan dalam unsur
artistik dan estetika daripada
penerangan. Misalnya untuk
menonjolkan lukisan, patung,
benda seni, detail dinding, dan
sebagainya, sehingga tampilan
ruang menjadi lebih menarik
karakter ruang serta kesan ruang
lebih tercipta.
Gambar 6, Contoh pencahayaan
umum/general lighting
Sumber: http://www.lightengine-tech.com/
Gambar 7, Contoh accent lighting tipe
downlight
Sumber: http://www.ledninja.com
/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
45
Jenis lampu yang biasanya
digunakan untuk accent
lighting¸antara lain lampu mini-
spot, lampu spotlight, lampu
halogen, dan lampu tungsten
yang berdaya rendah. Lampu-
lampu tersebut biasanya
dilengkapi dengan dimmer untuk
mengatur intensitas cahaya.
Selain itu, lampu yang berdaya
rendah biasanya dilengkapi juga
dengan reflektor integral pada
bagian fiting lampu, yang
berguna untuk merefleksikan
cahaya ke arah tertentu, misalnya
tekstur pada dinding di bagian
tertentu.
Fungsi lain accent lighting
adalah untuk memberi highlight
pada bagian tertentu, meskipun
di ruang umum dengan
pencahayaan umum (general
lighting) yang justru lebih
mempercantik dan memperindah
ruangan. Misalnya lukisan pada
ruang keluarga, benda seni pada
ruang tamu, piala atau medali
pada ruang belajar, peralatan
makan antik pada ruang makan.
Accent lighting bisa dikatakan
bisa diaplikasikan pada hampir
di setiap ruangan dan dipadukan
dengan tipe pencahayaan
apapun, untuk menggali dan
menonjolkan atmosfer dan kesan
pada suatu ruang sehingga
tampilannya menjadi lebih
menarik.
c. Task lighting
Task lighting merupakan jenis
pencahayaan yang diperlukan
untuk mempermudah dan
memperjelas pekerjaan spesifik
yang dilakukan dalam ruang.
Contoh penggunaannya misalnya
lampu pada cooker hood
(penyedot asap di atas kompor)
saat memasak, lampu meja saat
menggambar dan melukis, head
lamp saat merakit komputer,
lampu sudut atau lampu meja
saat belajar dan bekerja. Fungsi
dari tipe pencahayaan ini adalah
untuk memperjelas pandangan,
membantu untuk lebih fokus
pada kegiatan yang dilakukan,
serta tidak membuat mata lelah.
d. Decorative lighting
Decorative lighting mudah
dikenali dari bentuknya yang
unik, memiliki pola dan tema
tertentu, karena berfungsi
sebagai aksen atau elemen
dekoratif dalam tatanan ruang,
terlepas dari fungsi utamanya
sebagai penerang.
Gambar 8, Contoh accent lighting tipe
downlight
Sumber: http://www.scotdir.com
/
Gambar 9, Contoh accent lighting tipe
downlight
Sumber:
http://www.tina4homedesign.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
46
Dikarenakan lebih menonjolkan
bentuk, decorative lighting
umumnya dikombinasikan
dengan penggunaan ambient
lighting atau general lighting
agar penerangan dalam ruang
lebih optimal.
e. Kinetic lighting
Kinetic lighting merupakan
pencahayaan dengan sumber tidak
langsung dan bersifat dinamis. Sumber
yang dimaksud misalnya dari sinar
matahari yang menerobos masuk
melalui jendela sehingga menampilkan
pencahayaan yang unik dan bergerak-
gerak karena bantuan bayangan pohon.
Selain itu sumber pencahayaan kinetic
lighting bisa juga dari api, maupun
pendar cahaya lilin yang bergerak-
gerak terkena hembusan angin.
Pencahayaan tipe ini digunakan
untuk menciptakan kesan
romantis, intim, serta
membangkitkan kesan dramatis
dengan pencahayaannya yang
temaram dan dinamis. Biasanya
diaplikasikan pada ruang tidur,
spa, restoran atau café tertentu,
serta jalan setapak menuju ke
suatu bangunan dengan
konsep/tema tertentu.
C. Teknik Pencahayaan Ruang
Selain perannya sebagai penerangan,
teknik pencahayaan yang tepat mampu
menghasilkan kesan atau kharakter
khusus dan menonjolkan atmosfer
pada ruang sehingga menoptimalkan
kualitas ruang. Teknik
pencahayaan/penerangan ruang dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Teknik pencahayaan langsung
(Direct lighting)
Direct lighting merupakan teknik
pencahayaan paling sederhana,
dimana sumber cahaya ditata
sedemikian rupa agar dapat
menyinari suatu ruang atau area
secara langsung. Umumnya
pencahayaan jenis ini diterapkan
pada ruang-ruang yang
membutuhkan pencahayaan yang
cukup kuat atau terang, disaping
menonjolkan bentuk lampu yang
Gambar 10, Contoh decorative lighting
Sumber: https://www.declighting.com/
Gambar 11, Contoh kinetic lighting
Sumber: https://www.golights.com.au/
Gambar 12, Contoh kinetic lighting
Sumber: https://www.golights.com.au/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
47
digunakan. Biasanya
pencahayaan jenis ini, sumber
cahayanga dipasang langsung
pada plafon.
Pencahayaan jenis ini memiliki
kelebihan berupa kualitas cahaya
yang sangat maksimal,
dikarenakan pencahayaan
langsung jatuh pada benda, area
atau ruang yang diinginkan.
Kekurangan pencahayaan
langsung yaitu terkadang cahaya
yang dihasilkan menimbulkan
efek silau karena sumber
cahayanya cukup kuat dan
langsung terlihat.
Pencahayaan langsung juga tidak
memiliki nilai artistik,
disebabkan oleh cahayanya yang
sulit dimainkan untuk
menimbulkan efek tertentu.
b. Teknik pencahayaan tidak
langsung (Indirect lighting)
Indirect lighting merupakan
penerangan ruang dengan bias
cahaya yang lebih lembut, yang
dihasilkan dari pantulan cahaya
(bukan secara langsung dari
sumbernya) karena sumber
cahaya diletakkan secara
tersembunyi. Misalnya sumber
cahaya atau lampu diletakkan
secara tersembunyi di balik
leveling plafon (pengaturan
tinggi-rendah plafon).
D. Teknik Penempatan Sumber
Pencahayaan
Teknik penempatan sumber
pencahayaan memiliki peranan penting
dalam menentukan efek yang ingin
dihasilkan, baik pada ruang dalam
(interior) maupun eksterior suatu
bangunan (fasad bangunan, kolam,
atau taman). Teknik penempatan
pencahayaan yang tepat akan
mengoptimalkan kesan yang ingin
ditonjolkan dalam suatu ruang.
Umumnya teknik ini merupakan
pemanfaaatan dari kombinasi beberapa
jenis lampu serta penggunaan armature
(rumah lampu) untuk mengarahkan
cahaya.
a. Pencahayaan ke bawah
(downlight)
Dikarenakan sifat
pencahayaannya yang merata,
pencahayaan jenis ini sangat
umum diterapkan pada rumah
tinggal. Yang termasuk dalam
pencahayaan downlight adalah
lampu neon (TL), lampu pijar,
dan lampu compact fluorescent,
dengan arah cahaya lampu yang
datang dari atas dan menyebar
menyapu ke arah bawah.
Sedangkan jenis lampu
downlight yang sering digunakan
sebagai decorative serta accent
lighting, yaitu spotlight atau wall
washer, karena sudut distribusi
cahayanya yang jauh lebih
sempit.
Gambar 13, Contoh penggunaan direct
lighting
Sumber: http://www.hgtv.com/
Gambar 14, Contoh penerapan indirect
lighting
Sumber: http://legerolighting.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
48
b. Pencahayaan ke atas (uplight)
Sesuai namanya, pencahayaan
jenis ini merupakan pencahayaan
dengan arah cahaya dari bawah
ke atas. Biasanya sumber
cahayanya diletakkan di lantai.
Penggunaan pencahayaan uplight
umumnya untuk menonjolkan
bidang tertentu sehingga
memberikan kesan megah,
dekoratif, dan efek dramatis,
misalnya pada benda-benda seni.
Pemanfaatan pada interior
lainnya, pencahayaan uplight
difungsikan sebagai general
lighting dengan teknik
pencahayaan tidak langsung
(indirect lighting), sehingga
menampilkan pencahayaan yang
lebih lembut dan dekoratif dari
sebuah objek.
c. Pencahayaan dari samping
(sidelight)
Pencahayaan jenis ini merupakan
pencahayaan dengan sumber
cahaya dari samping objek, baik
dari satu sisi maupun kedua sisi.
Tujuannya adalah untuk
menonjolkan tekstur benda/objek
yang ingin diterangi, seperti
tekstur patung/benda seni
maupun tekstur dinding. Dengan
pencahayaan satu sisi, dimensi
dan bentuk daripada objek
tersebut mampu terlihat jelas dan
lebih dramatis.
Gambar 15, Bias cahaya jenis downlight
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 16, Contoh penerapan teknik
downlight
Sumber: http://www.ideas4homes.com/
Gambar 17, Bias cahaya jenis uplight
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 18, Contoh penerapan teknik
uplight
Sumber:
http://www.johncullenlighting.co.uk/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
49
d. Pencahayaan dari depan
(frontlight)
Pencahayaan jenis ini diarahkan
dari depan dan akan
menghasilkan pencahayaan yang
merata. Biasanya diaplikasikan
pada cermin rias, lukisan,
ataupun hiasan dinding, sehingga
terlihat lebih menonjol dan lebih
jelas terutama di malam hari.
e. Pencahayaan dari belakang
(backlight)
Tujuan dari pencahayaan jenis
ini adalah untuk menampilkan
bayangan atau siluet dan
menonjolkan karakter dari suatu
benda/objek yang disorot,
sehingga terlihat lebih cantik dan
menarik. Dimensi dan tekstur
suatu objek tidak lagi terlihat
karena berada pada posisi
bayangan yang gelap.
Pencahayaan jenis ini biasanya
dipalikasikan di belakang
patung, benda-benda seni, vas
bunga antik, maupun tanaman,
sehingga karakter yang
dihasilkan lebih dramatis.
Gambar 19, Contoh penerapan teknik
sidelight
Sumber: http://www.laukins.com/
Gambar 20, Bias cahaya jenis sidelight
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 21, Bias cahaya jenis frontlight
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 22, Contoh penerapan teknik
frontlight
Sumber:
https://www.pegasuslighting.com
/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
50
f. Wall washer
Wall washer merupakan teknik
pencahayaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga cahaya
yang dibiaskan menyapu
dinding. Selain berfungsi sebagai
penerangan, teknik wall washer
mampu membuat tampilan
dinding yang polos menjadi lebih
hidup.
Dinding bertekstur akan
ditampilkan lebih detail dan
dramatis dari efek wall washer
yang dihasilkan. Ada tiga cara
untuk menciptakan efek dari wall
washer, yaitu:
- Spot downlight, yaitu
dengan mengarahkan
lampu sorot dari atas atau
dari plafon ke sisi dinding
sehingga menerangi sisi
dinding tersebut, yang
biasanya akan
menimbulkan efek
bayangan berupa
lengkungan-lengkungan
yang sangat cantik.
- Spot uplight, yaitu dengan
cara mengarahkan arah
cahaya dari bawah atau
lantai ke arah atas. Bias
Gambar 23, Bias cahaya jenis backlight
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 24, Contoh penerapan teknik
backlight
Sumber: https://www.decor10blog.com/
Gambar 25, Bias cahaya jenis wall washer
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 26, Contoh penerapan teknik wall
washer
Sumber: http://www.nico.leonardfriend.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
51
sinarnya akan menyerupai
spot downlight, namun
berbeda arah.
- Indirect lighting, yaitu
dengan mengarahkan
cahaya ke dinding.
Sehingga dinding
difungsikan sebagai
reflektor yang akan
memantulkan bias cahaya
ke seluruh ruangan.
Umumnya wall washer berfungsi
sebagai accent lighting. Namun
jika sumber cahaya dari wall
washer cukup banyak dan kuat,
maka wall washer bisa berfungsi
sebagai general lighting atau
ambient lighting.
E. Ragam Bentuk Pencahayaan
Buatan (Lampu)
Bentuk pencahayaan buatan atau
lampu yang dimaksud adalah armature
atau tempat lampu. Ragam jenis lampu
atau armature sangat berpengaruh
terhadap tata cahaya. Adapun ragam
bentuk lampu adalah sebagai berikut:
a. Ceiling light
Tipe lampu jenis ini merupakan
sumber ambient light yang
umum digunakan dan
ditempatkan di langit-langit atau
plafon suatu ruangan sesuai
namanya.
Ceiling light terdiri atas dua tipe,
sebagai berikut:
- Ceiling upward, yaitu
cahaya diarahkan ke plafon
atau langit-langit, dengan
plafon berfungsi sebagai
reflektor sehingga cahaya
dipantulkan ke bawah.
- Ceiling downward, yaitu
cahaya yang diarahkan
langsung ke bawah
sehingga sifat cahayanya
lebih keras dan kuat.
b. Lampu gantung (Pendant light)
Pendant light merupakan salah
satu sumber ambient light,
sehingga menghasilkan cahaya
yang dapat menyebar ke seluruh
ruangan dengan baik. Lampu
gantung jenis ini bersifat
fleksibel karena tinggi rendahnya
dapat diatur sesuai kebutuhan. Gambar 27, Pencahayaan tipe ceiling light
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 28, Contoh pencahayaan tipe
ceiling upward
Sumber: http://www.messagenote.com/
Gambar 29, Contoh pencahayaan tipe
ceiling downward
Sumber: http://www.zillow.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
52
Untuk membentuk suasana yang
lebih akrab, lampu gantung bisa
diletakkan lebih rendah.
Sedangkan untuk memberi
penerangan yang cukup jelas,
lampu gantung bisa diletakkan
lebih tinggi.
c. Lampu dinding
Lampu dinding atau dikenal
dengan lampu tempel merupakan
modifikasi dari lampu minyak
tradisional jaman dulu. Peletakan
lampu dinding umumnya bisa
dijangkau dengan tangan dan
sangat efektif diaplikasikan pada
ruang yang memiliki luasan
terbatas. Fungsi utamanya adalah
sebagai unsur dekoratif.
d. Table lamp
Meskipun namanya table lamp,
jenis lampu ini biasa dikenal
dengan lampu duduk, bukan
lampu meja karena difungsikan
sebagai penerang dalam jarak
yang cukup pendek. Fungsi yang
umum digunakannya sesuai
peletakannya, seperti sebagai
lampu duduk di sisi sofa; sebagai
lampu baca yang diletakkan di
atas nakas di sebelah tempat
tidur; serta sebagai unsur
dekoratif atau penghias di foyer
atau ruang lainnya. Table lamp
biasanya terdiri dari dua bagian
yang dapat dilepas dengan
mudah, yaitu bagian kaki tanpa
pemberat khusus dikarenakan
ukurannya yang lebih pendek
daripada standing lamp; bagian
kap lampu yang memiliki
peranan penting dalam
membentuk kesan dan estetika
dari sebuah ruang.
Karena juga berfungsi sebagai
penerang, lampu duduk biasanya
memiliki pencahayaan yang
cukup kuat namun dilengkapi
dengan dimmer untuk mengatur
intensitas cahaya.
Gambar 30, Pencahayaan tipe
pendant light
Sumber: Akmal, Imelda. 2006.
Gambar 31, Contoh pencahayaan
tipe pendant light
Sumber:
http://www.messagenote.com/
Gambar 32, Contoh pencahayaan tipe
lampu tempel
Sumber (ki-ka):
http://www.dhgate.com/ dan
http://www.aliexpress.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
53
e. Strip light
Sesuai namanya, strip light
merupakan jenis lampu dengan
bentuk memanjang seperti garis
dan bisa digunakan untuk
berbagai jenis penerangan.
Misalnya diletakkan di bagian
dalam plafon pada plafon yang
memiliki ketinggian yang
berbeda sehingga cahaya yang
dihasilkan memiliki bias menarik
mengikuti bentuk plafon seolah-
olah menerobos keluar plafon
sebagai unsur dekoratif. Selain
lampu LED yang menyerupai tali
yang membuatnya fleksibel
mengikuti bentuk
penempatannya, lampu yang
umum dipakai sebagai strip light
adalah fluorescent strip atau
lampu TL atau dikenal sebagai
lampu neon. Lampu ini
difungsikan sebagai penerangan
umum sebagai task lighting dan
biasanya diaplikasikan di dapur,
garase, kamar mandi, ruang
keluarga atau ruang bermain
anak.
Namun untuk ruangan dengan
luasan terbatas, umumnya
digunakan kaca sunblast yang
berfungsi sebagai anti silau pada
mata.
f. Spotlight
Spotlight merupakan armatur
lampu sorot dengan arah
penyebaran cahaya yang cukup
sempit sehingga cahaya terfokus
pada satu titik tertentu. Bentuk
cahaya yang dihasilkan biasanya
berbentuk oval atau lingkaran
sehingga dapat memberikan
cahaya yang terarah. Jenis
pencahayaan ini sangat
fungsional karena bisa diletakkan
dimana saja seperti plafon,
dinding, bahkan lantai. Spotlight
umumnya digunakan sebagai
salah satu sumber accent lighting
untuk menerangi suatu objek
sehingga terlihat lebih menonjol
dalam suatu ruang.
g. Standing lamp (Standart floor
lamp)
Standing lamp merupakan lampu
yang peletakannya dengan
berdiri yang terdiri atas tiga
bagian, yaitu dasar lampu (base)
Gambar 33, Contoh penggunaan table lamp
Sumber:
http://www.homeguides.sfgate.com/
Gambar 34, Contoh penggunaan strip light
Sumber: http://www.livingroomlighting.net/
://www.homeguides.sfgate.com/
Gambar 35, Contoh penggunaan
spotlight
Sumber:
http://www.dentalroseville.com
/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
54
yang terbuat dari bahan yang
cukup berat untuk menopang
berat batang dan kap lampu; kaki
atau batang lampu yang biasanya
cukup tinggi, umumnya lebih
dari 150 cm dan terdapat rongga
di dalamnya seperti pipa sebagai
tempat kabel; kap lampu yang
merupakan tempat bola lampu
dipasang.
h. Floor and wall uplighter
Lampu jenis ini dapat
mengarahkan cahaya ke atas dan
ke bawah dengan baik, sehingga
digunakan sebagai sumber
accent lighting yang sekaligus
difungsikan sebagai elemen
dekoratif yang menarik.
i. Kandelar (chandelier)
Kandelar merupakan lampu
gantung yang memiliki banyak
cabang untuk meletakkan banyak
lampu beserta dengan kap
lampunya. Umumnya kandelar
terbuat dari kristal karena cahaya
yang dihasilkan berkelap-kelip
dan menghasilkan bias cahaya
yang unik seperti kristal
sehingga menjadikannya unsur
dekoratif yang menarik. Namun
sesuai perkembangan, kandelar
tidak hanya terbuat dari kristal
sehingga bisa diterapkan di
ruang dengan konsep modern.
3. PEMBAHASAN
A. Lampu sebagai Pembentuk
Kesan Ruang
Peletakan lampu sangat berperan
penting dalam menentukan kharakter
ruang, baik menonjolkan kelebihan
ruang maupun menutupi kekurangan
yang ada. Dengan penataan lampu
yang tepat, ruang yang tercipta akan
lebih ideal, seimbang, indah, dan
proporsional, sesuai dengan fungsi dan
keindahan yang diinginkan. Peletakan
lampu dalam membentuk suatu kesan
pada ruang adalah sebagai berikut:
a. Memberi kesan lebih rendah
pada plafon
- Dengan meletakkan
artwork/lukisan pada posisi
proporsional (tidak terlalu
tinggi) pada dinding, serta
diberikan pencahayaan dari
atas (accent lighting-
downlight).
- Lampu yang diaplikasikan
menggunakan kap tertutup
untuk mencegah cahaya
agar tidak menyebar ke
atas, dan memfokuskannya
Gambar 36, Contoh penggunaan standing
lamp
Sumber: http://www.homeridae.com/
Gambar 37, Contoh penggunaan floor
and wall uplighter
Sumber: http://www.inovesia.com/
Gambar 38, Contoh penggunaan
chandelier
Sumber: http://www.messagenote.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
55
ke bagian bawah (teknik
pencahayaan downlight),
sehingga plafon terkesan
lebih gelap dan lebih
rendah.
b. Memberi kesan lebih tinggi pada
plafon
Untuk memberi kesan plafon
lebih tinggi pada sebuah rumah,
hal yang perlu dilakukan adalah:
- Dengan mengaplikasikan
warna netral pada plafon,
seperti putih. Dikarenakan
bidangnya yang lebar,
dengan warna netral plafon
mampu menyebarkan
cahaya ke segala arah
dengan baik.
- Jenis lampu yang
digunakan adalah standing
lamp, dengan jenis
pencahayaan uplight.
Tujuannya agar cahaya
mampu menyebar optimal
ke atas menerangi plafon.
Kondisi plafon yang dibuat
lebih terang daripada
dinding dan lantai, akan
mampu memberi kesan
plafon pada ruang menjadi
lebih tinggi.
c. Memberi kesan luas pada ruang
Untuk memberi kesan luas, ada
beberapa cara seperti:
- Memasang cermin untuk
merefleksikan ruang dan
atau cahaya lampu
- Menyinari kedua sisi
dinding yang
berseberangan dengan
pencahayaan yang cukup
terang, sehingga kedua sisi
dinding terkesan terpisah.
Jenis pencahayaan yang
diterapkan yaitu wall
washer pda masing-masing
sisi dinding. Sisi dinding
yang lebih terang daripada
plafond an lantai akan
memberi kesan ruang lebih
luas.
d. Memberi kesan lebih lebar pada
lorong yang panjang dan sempit
- Sisi dinding harus dibuat
lebih terang, bisa dengan
mengaplikasikan wall
washer dan spotlight yang
cukup terang.
- Selain itu, dengan
memajang artwork atau
jendela pada dinding di
ujung lorong sebagai fokus
perhatian.
e. Memberi kesan lebih intim pada
ruang
Ruang yang memberi kesan lebih
intim sangat penting diterapkan
Gambar 39, Contoh penggunaan
armature tertutup
Sumber:
http://www.homestoreky.com/
Gambar 40, Contoh penggunaan standing
lamp uplight
Sumber: http://www.archiexpo.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
56
pada ruang-ruang hunian seperti
rumah tinggal. Kesan ini akan
membuat penghuni dan tamu
yang berkunjung merasa lebih
bersahabat, akrab, dan rileks. Hal
yang perlu dilakukan:
- Dengan menyebarkan
beberapa titik lampu di
seluruh bagian ruang.
Namun perlu ditambahkan
beberapa spotlight untuk
menyinari artwork pada
dinding, atau bidang
lainnya.
- Menghindari penggunaan
lampu yang sangat terang
di satu titik. Akan lebih
baik dengan memasang
lampu di banyak titik
namun dengan daya
rendah.
- Jika ada beberapa bagian
ruang menggunakan lampu
yang cukup terang,
sebaiknya dilengkapi
dengan dimmer sehingga
intensitas cahaya bias
diatur saat diperlukan.
- Alternatif lainnya yaitu
dengan memanfaatkan
penggunaan lampu duduk
di beberapa titik untuk
menambah kesan nyaman
dan rileks pada ruang.
B. Merencanakan Pencahayaan
Merencanakan pencahayaan dengan
tepat pada sebuah ruang tentunya akan
menunjang fungsi ruang dari sisi
dekoratif, estetika dan keindahan ruang
itu sendiri tanpa meninggalkan
fungsinya sebagai penerang. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan perencanaan
pencahayaan pada sebuah ruang, yaitu:
a. Intensitas cahaya/tingkat terang
lampu (lumen/luks)
Intensitas cahaya diperlukan
dalam menunjang aktivitas
sehari-hari agar lebih optimal.
Letak penempatan lampu, jarak,
serta warna yang dipantulkan
sangat mempengaruhi intensitas
cahaya yang dihasilkan. Standar
satuan yang digunakan untuk
menyatakan tingkat terang
cahaya adalah lumen dan luks.
Lumen adalah satuan tingkat
terang lampu, sedangkan luks
adalah satuan tingkat terang
cahaya dalam luasan tertentu.
Satuan luks lebih spesifik dan
lebih umum digunakan dalam
menentukan intensitas cahaya di
dalam ruang, dikarenakan
disertai oleh satuan luas
permukaan yang diterangi dan
dicantumkan sebagai lumen/m2.
Alat yang digunakan untuk
mengetahui jumlah intensitas
lampu atau intensitas cahaya di
dalam ruang disebut lightmeter.
Cara kerjanya yaitu dengan
meletakkan alat pada area yang
diterangi atau terkena sorot
langsung cahaya (misalnya di
permukaan meja atau di
permukaan dinding), serta area
tersebut tidak boleh tertutup
bayangan.
Selain jenis lampu dan daya
lampu sebagai penentu, tingkat
terang cahaya yang dihasilkan
juga ditentukan oleh letak
penempatan titik lampu, jarak
antar lampu, serta permukaan
bidang yang dipantulkan oleh
lampu tersebut. Sebagai contoh,
bohlam yang dipasang sebagai
task lighting akan menghasilkan
pencahayaan yang cukup jelas
pada meja kerja. Namun ketika
bohlam dipindah sebagai lampu
gantung, pencahayaan di
permukaan meja kerja akan
menjadi lebih redup. Hal ini
dikarenakan oleh jarak lampu ke
permukaan meja lebih jauh.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
57
Pemantulan juga sangat
berpengaruh terhadap tingkat
terang cahaya yang dihasilkan.
Dinding dengan warna gelap
akan menyerap cahaya sehingga
cahaya yang dipantulkan akan
lebih rendah. Sedangkan dinding
dengan warna lebih terang akan
memantulkan lebih banyak
cahaya serta lebih terang.
Contohnya, permukaan dinding
berwarna putih mampu
memantulkan 70% cahaya dan
menyerap 30% sisanya dari
banyaknya cahaya yang diterima.
b. Color temperature (Ra) atau
warna cahaya
Color temperature merupakan
indikator warna cahaya yang
dihasilkan lampu. Istilah color
temperature bukan berarti warna
yang memiliki suhu tertentu atau
panas-dingin dalam arti
sesungguhnya, melainkan lebih
kea rah rasa/kesan secara
psikologis. Misalnya warna
merah dirasakan sebagai
temperatur yang panas, warna
kuning dirasakan sebagai
temperatur yang hangat, serta
warna biru dirasakan sebagai
temperatur yang dingin.
Color temperature memiliki
satuan derajat Kelvin atau K.
Semakin rendah angka derajat K,
maka semakin hangat atau
kuning lampu tersebut (5.000 K
ke bawah). Sebaliknya, jika
semakin tinggi angka derajat K,
maka semakin biru atau semakin
dingin color temperature lampu
tersebut (6.000 ke atas). Warna
cahaya putih adalah 5.000 K
yang terkadang dihasilkan oleh
sinar matahari pada saat jam 12
siang.
Color temperature memegang
peranan penting terutama untuk
ruang komersial/public building.
Hal ini dikarenakan jika color
temperature diaplikasikan
dengan tepat, maka akan
memperbaiki atmosfer ruang,
produk atau etalase juga akan
terlihat lebih menarik dan
cemerlang, sehingga
menghasilkan nilai jual yang
lebih baik.
c. Color rendering/kecemerlangan
warna
Color rendering merupakan
istilah untuk menunjukkan
kecemerlangan warna pada suatu
objek yang ditimbulkan akibat
adanya bias cahaya yang
mengenai objek tersebut.
Color rendering memiliki satuan
Ra dengan nilai 1-100. Semakin
tinggi angka Ra, maka semakin
baik tingkat kecemerlangan
cahaya pada lampu tersebut.
Benda yang terkena bias cahaya
dengan nilai Ra tinggi akan
menghasilkan kualitas warna
yang lebih tajam, lebih
cemerlang, lebih indah, dan lebih
menarik.
Contoh lampu yang memiliki
color rendering yang baik yaitu
lampu pijar dan lampu halogen.
Namun lampu halogen memiliki
color rendering yang lebih baik,
yaitu di atas 90, sehingga selain
mampu menghasilkan kualitas
warna yang lebih baik juga
mampu membuat batu perhiasan
menjadi lebih berkilauan.
Lampu pijar dan lampu halogen
sering digunakan pada ruangan
ritel seperti etalase toko
perhiasan karena mampu
meningkatkan kualitas tampilan
objek. Sayangnya lampu pijar
dan halogen memiliki kelemahan
pada umur yang sangat pendek,
serta panasnya lampu membuat
kondsi benda cepat rusak.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
58
C. Merencanakan Pencahayaan
dan Mengoptimalkan
Pencahayaan di dalam
rumah
Agar atmosfer ruang dapat
tampil optimal dan menghasilkan
kesan yang diinginkan, pencahayaan
sebuah ruang perlu direncanakan
secara tepat. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam merancang
pencahayaan di dalam rumah
khususnya di suatu ruang, yaitu:
a. Jenis aktvitas dan fungsi ruang
Sebelum merencanakan
pencahayaan, terlebih dahulu
mendata semua aktivitas dan
fungsi ruang yang ada agar
pencahayaan dapat berfungsi
dengan optimal di setiap ruang
sesuai kebutuhan. Misalnya,
aktivitas belajar pada sudut/sisi
ruang di bagian tertentu;
aktivitas menyeterika pada sisi
sebelah mana ruang; dan
sebagainya.
Setelah mengetahui jenis
aktivitas di dalamnya, hal yang
perlu dilakukan selanjutnya
adalah perhitungan kebutuhan
lampu, dengan patokan sebagai
berikut:
- Kandela: satuan untuk
menyatakan besarnya
cahaya.
- Lumen: satuan ukuran
kekuatan cahaya (lilin,
lampu, dan sebagainya).
- Luks: satuan untuk
menerangkan banyaknya
cahaya yang mengenai
suatu bidang.
Beberapa perbandingan
intensitas cahaya
- Cahaya matahari di luar
ruangan : 100.000 luks
- Meja kerja di samping
jendela : 3.000
luks
Jenis aktivitas dan kebutuhan
intensitas cahaya
- Pencahayaan untuk
aktivitas yang dikerjakan
secara mendetail (misalnya
merangkai rangkaian
elektronik) :
minimal 1.500 luks
- Meja untuk menjahit
: minimal 1.000
luks
- Meja untuk menggambar
: minimal 750
luks
- Meja persiapan di dapur
: minimal 500
luks
- Pencahayaan untuk
membaca :
minimal 300 luks
- Entrance atau pintu masuk
: minimal 150
luks
- Koridor dan tempat
penyimpanan :
minimal 100 luks
- Ruang remang-remang
: 50 luks
b. Dimensi ruang
Mengetahui dimensi ruang
dengan tepat, sangat berpengaruh
terhadap hasil pencahayaan
nantinya. Hal yang perlu
diperhatikan seperti tinggi plafon
dan luasan ruang, sehingga jenis
pencahayaan dapat diaplikasikan
dengan tepat. Jenis pencahayaan
pada ruangan yang luas serta
plafon yang tinggi akan berbeda
dengan ruangn yang sempit atau
plafon yang rendah.
c. Kelebihan (daya tarik) dan
kekurangan pada ruang
Dengan mengevalusi kelebihan
yang ada pada ruang, dapat
dimaksimalkan dengan bantuan
pencahayaan yang tepat.
Misalnya dalam menonjolkan
artwork, tekstur dinding, dan
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
59
sebagainya, sehingga dapat
tampil lebih menarik.
Dengan mengetahui kekurangan
pada ruang, pencahayaan dapat
meminimalisir atau menutupi
kelemahan ruang tersebut.
Misalnya pada finishing tembok
yang bergelombang, pada
aplikasi lantai vinyl yang tidak
rata, pada finishing plafon yang
tidak rapi, maupun pada
kelemahan lainnya.
d. Pemahaman konsep maupun
kesan ruang
Penggunaan warna cahaya
tertentu dan jenis lampu tertentu
dapat membantu mewujudkan
atmosfer yang diinginkan pada
sebuah ruang. Dengan mema-
hami konsep yang diinginkan,
pemilihan jenis pencahayaan dan
jenis lampu dapat berfungsi
dengan baik. Misalnya untuk
menampilkan kesan intim dan
akrab pada ruang tidur dengan
menggunakan pencahayaan war-
na kuning, serta penggunaan
warna putih dan jenis penca-
hayaan task lighting untuk ruang
belajar.
e. Pencahayaan multifungsi
Selain sebagai penerangan, lam-
pu juga menjadi bagian dari
estetika ruang. Oleh sebab itu,
penempatan jenis pencahayaan
memegang peranan penting seba-
gai penunjang dalam menghasil-
kan kesan tertentu. Selain itu,
pencahayaan juga harus mampu
mengakomodasi semua kegiatan
di dalamnya. Misalnya peng-
gunaan table lamp yang bisa juga
digunakan sebagai penerang un-
tuk membaca, penggunaan
standing lamp pada ruang
keluarga juga mampu menjadi
penerang saat menonton televisi.
f. Mengoptimalkan fungsi pen-
cahayaan
Untuk mengoptimalkan penca-
hayaan dalam sebuah ruang, hal
yang perlu diperhatikan sebagai
berikut:
- Merencanakan setiap titik
lampu dan stop kontak,
sehingga peletakan kabel
dapat diposisikan dengan
baik dan rapi.
- Menempatkan titik lampu
yang mudah terjangkau,
agar mempermudah saat
pergantian, namun tetap
dalam jarak yang aman
bagi anak-anak.
- Dengan membuat papan
kontrol sentral untuk
mempermudah dalam
mengontrol penggunaan
lampu pada ruang tertentu.
- Menggunakan dimmer
switch untuk mengatur
intensitas cahaya sesuai
yang diperlukan serta
memberikan efek tertentu
pada sebuah ruang.
- Dengan menggunakan
sensor terang-gelap,
misalnya lampu akan
menyala saat matahari
mulai tenggelam dan
otomatis mati keeseokan
harinya saat hari sudah
mulai terang. Sehingga
lampu-lampu dapat
menyala secara otomatis
ketika ditinggalkan.
- Menggunakan sensor gerak
atau bayangan misalnya
pada koridor atau tangga,
sehingga lampu akan
menyala saat ada orang
melewati area tersebut.
Kelebihannya, pada area
tersebut dapat
diaplikasikan lampu
dekoratif yang tidak terlalu
terang dikarenakan lampu
penerang utama akan
menyala secara otomatis.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
60
g. Memadukan jenis pencahayaan
Memadukan berbagai jenis
pencahayaan dalam ruang,
mampu menghasilkan atmosfer
dan kesan ruang yang optimal
serta menonjolkan kharakter
ruang. Contohnya penggunaan
ambient lighting pada ruang
keluarga sebagai penerang
utama, dipadukan dengan
standing lamp pada sisi televisi,
penambahan task lighting pada
meja sofa, dimana standing lamp
dan task lighting juga dapar
berfungsi sebagai elemen
dekoratif.
h. Elemen dekoratif
Selain berfungsi sebagai
penerang, jenis lampu yang unik
bisa menjadi pilihan sebagai
elemen dekoratif dalam sebuah
ruang. Misalnya penggunaan
lampu kerang sebagai table lamp
pada ruang tamu, sehingga bias
menarik perhatian tamu yang
berkunjung sekaligus sebagai
focal point di ruang tersebut.
D. Mendesain Pencahayaan pada
Ruang Hunian
Selain menunjang aktivitas sehingga
dapat berkegiatan dengan nyaman,
pencahayaan juga mampu mebuat
ruang tampak lebih indah dan
berkharakter. Beberapa area yang
kerap mendapat perhatian dalam tata
pencahayaan, misalnya:
a. Foyer
Foyer adalah area penerima tamu
yang terletak di bagian paling
depan interior rumah sebelum
masuk ke ruang tamu. Luas foyer
umumnya tidak terlalu besar dan
ditata dengan apik untuk
memberi kesan baik pada tamu
yang berkunjung. Namun dengan
bantuan penataan pencahayaan
yang tepat, mampu memberikas
kesan bersahabat sehingga tamu
merasa diperlakukan dan
diterima dengan baik dan hangat.
Memadukan beberapa jenis
pencahayaan akan mampu
mengoptimalkan kharakter yang
diinginkan. Misalnya:
- General lighting, untuk
memberikan penerangan
secara umum pada ruang.
Dimmer switch sangat
diperlukan untuk mengatur
intensitas cahaya yang
diinginkan. Jika diperlukan
penerangan lebih terang
untuk membuat foyer
terkesan formal atau resmi,
lampu diatur dengan
pencahayaan lebih terang.
Namun jika diingkan kesan
yang lebih hangat, rileks,
dan akrab, cahaya bisa
diatur lebih redup dan
temaram.
- Accent lighting, untuk
memberikan aksen dan
memperkuat kesan pada
tampilan ruang, terutama
jika terdapat artwork di
dalamnya. Pencahayaan
yang lebih dramatis bisa
didapat dengan
menambahkan jenis lampu
spotlight, downlight,
maupun uplight.
b. Ruang tamu
Gambar 41, Contoh penggunaan
accent lighting dan ambient lighting
pada foyer
Sumber:
http://www.homedesignlover.co
m/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
61
Ruang tamu merupakan ruang
kedua setelah foyer. Namun tidak
semua hunian menyertakan foyer
didalamnya, dan langsung
menuju ruang tamu sebagai
ruang utama untuk menerima
tamu. Di kebudayaan timur,
Indonesia pada khususnya, ruang
tamu masih memegang peranan
penting dalam sebuah hunian.
Saling mengunjungi baik antara
teman maupun keluarga
merupakan sebuah tradisi yang
umum dilakukan.
Ruang tamu biasanya
memerlukan kesan bersahabat,
hangat, dan kekeluargaan. Jenis
pencahayaan yang diperlukan,
yakni:
- General lighting sebagai
pencahayaan utama.
General lighting downlight
mampu menyebarkan
pencahayaan ke seluruh
penjuru ruang, sehingga
mampu membangkitkan
kesan yang nayman pada
ruang tamu dan
terciptanyan atmosfer yang
menyenangkan.
- Accent lighting dan
decorative lighting,
diperlukan di beberapa titik
untuk lebih menonjolkan
kharakter ruang, dari segi
arsitektur maupun interior.
Misalnya dengan
pemasangan lampu
gantung etnik maupun
kandelar ataupun standing
lamp sebagai elemen
dekoratif ruang.
c. Ruang keluarga
Sebagai jantung kegiatan di
sebuah hunian, ruang keluarga
mengakomodasi banyak aktivitas
di dalamnya. Sehingga variasi
pencahayaan sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan kegiatan-
kegiatan tersebut, seperti:
- General lighting, sebagai
pencahayaan utama. Jika
yang dipilih tipe downlight,
maka general lighting
diperlukan di beberapa titik
agar memperoleh
pencahayaan yang cukup.
Jenis cahaya yang
digunakan misalnya lampu
fluorescent untuk
memperoleh cahaya putih
yang kuat, atau lampu
bercahaya kuning seperti
LED atau LHE untuk
memberi kesang hangat
dan akrab.
- Pada general lighting
dipasang dimmer switch
untuk mengatur tingkat
terang cahaya sesuai
kebutuhan, seperti saat
semua anggota keluarga
berkumpul dengan
aktivitas masing-masing
dipasngan maksimum,
namun saat menginginkan
suasana yang lebih santai
dan nyaman dapat
dipasang minimum.
- Accent lighting, sebagai
elemen dekoratif bisa
menggunakan kandelar
maupun jenis pencahayaan
uplight untuk menonjolkan
artwork yang ada seperti
lukisan, foto keluarga,
benda-benda seni, dan
sejenisnya.
d. Ruang makan
Sesuai namanya, fungsi utama
dari ruang ini adalah kegiatan
makan bersama. Sebagai
penerang utama, tetap
memerlukan general lighting
yang dipasang di beberapa titik,
misalnya tersembunyi di dalam
plafon sehingga membiaskan
cahaya tidak terlalu terang dan
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
62
menyilaukan. Untuk penerang
tambahan serta mempercantik
ruang, dengan menambahkan
lampu gantung dengan
ketinggian 55-60 cm diatas
permukaan meja. Warna cahaya
bisa dengan memilih warna
kuning untuk kesan hangat dan
akrab, atau menggunakan
dimmer switch sebagai pengatur
intensitas cahaya.
e. Dapur
Biasanya dapur merupakan area
terpisah dari ruang makan yang
berfungsi sebagai tempat
beraktivitas dalam mengolah dan
mempersiapkan makanan.
Kegiatan ini membutuhkan
pencahayaan yang cukup baik
untuk menghindari kecelakaan
saat bekerja. Pencahayaan yang
dibutuhkan umumnya:
- General lighting dengan
tipe pencahayaan
downlight, dipasang di
beberapa titik sebagai
penerang utama.
- Task lighting berupa strip
fluorescent, biasanya
diletakkan di sepanjang
dinding splashback dapur,
untuk menerangi sepanjang
meja dapur. Sehingga
dapat mendukung kegiatan
secara optimal, misalnya
kegiatan memotong bahan
masakan, mencuci sayuran,
dan sebagainya.
- Lampu yang tidak kalah
pentingnya yaitu spotlight
halogen yang menempel
pada exhaust fan di atas
kompor, yang berfungsi
memberikan penerangan
saat kegiatan memasak
berlangsung.
- Decorative lighting,
biasanya berupa lampu
gantung yang ditambahkan
jika ada penambahan
kithcen island ataupun
kitchen peninsula di area
dapur. Selain sebagai
penerangan tambahan, juga
untuk menonjolkan
kharakter dan kesan dapur,
misalnya penambahan
lampu gantung yang
terbuat dari metal berwarna
hitam dipadukan dengan
kitchen island ataupun
kitchen peninsula yang
terbuat dari kayu bekas
untuk meberi kesan rustic
dan menonjolkan konsep
kontemporer atau
industrial.
f. Ruang tidur
Pada umumnya, ruang tidur tidak
hanya berfungsi sebagai tempat
untuk beristirahat (tidur).
Aktivitas lain juga berlangsung
di dalamnya, seperti bekerja
menggunakan laptop, membaca,
dressed up, bahkan menoton
televisi. Pencahayaan yang
diperlukan juga beragam untuk
mendukung kegiatan tersebut,
yaitu:
- General lighting, sebagai
pencahayaan utama,
dengan tipe downlight pada
beberapa titik, seperti di
dekat lemari pakaian
dengan penampahan
sidelight di dekat cermin.
- Task lighting dan
decorative lighting, dengan
memilih jenis lampu yang
unik sebagai penggunaan
task lighting sehingga
multi fungsi selain sebagai
penerangan tambahan.
Task lighting bisa berupa
lampu baca atau table lamp
pada nakas di sebelah
tempat tidur untuk
mendukung kegiatan
membaca, juga penerang di
tempat tidur jika
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
63
dibutuhkan. Namun bisa
dilengkapi dengan dimmer
untuk mengatur intensitas
cahaya saat istirahat. Selain
itu juga bisa menggunakan
wall lamp di dekat cermin
untuk mendukung kegiatan
berias maupun untuk
memperkaya tampilan
ruang.
g. Ruang kerja, ruang belajar, ruang
baca
Sesuai jenis ruang, aktivitas di
dalamnya memerlukan perhatian
khusus agar lebih terfokus.
General lighting yang digunakan
harus cukup terang untuk
menghindari terjadinya
bayangan. Namun diperlukan
juga pencahayaan tambahan,
misalnya task lighting. Task
lighting berupa lampu meja bisa
diletakkan di sudut meja namun
dapat dijangkau untuk
mendukung kegiatan belajar,
menulis, maupun menggambar.
Peletakannya disesuaikan dengan
kebiasaan pengguna ruang,
misalnya di sebelah kiri jika
menggunakan tangan kanan, dan
sebaliknya. Jika kegiatan
diperlukan dalam jarak yang
cukup dekat dengan sumber
cahaya, akan lebih optimal jika
menggunakan lampu fluorescent.
Selain cahayanya yang putih dan
terang, juga untuk menghindari
panas yang dikeluarkan oleh
lampu.
Untuk ruang baca, selain general
lighting downlight sebagai
pencahayaan utama, bisa dengan
menambahkan pencahayaan task
lighting berupa standing lamp
maupun table lamp, yang juga
berfungsi sebagai decorative
lighting.
h. Powder room dan kamar mandi
- Powder room merupakan
bentuk paling sederhana
dari kamar mandi, dengan
dimensi yang tidak terlalu
luas dan berupa kamar
mandi kering yang hanya
terdiri dari kloset dan
washtafel. Biasanya
disediakan untuk
kebutuhan tamu yang
berkunjung.
Walaupun dimensinya
kecil, powder room dapat
dipercantik dengan
menggunakan decorative
lighting berupa lampu
tempel selain penggunaan
general lighting. Indirect
lighting juga bisa
ditambahkan pada cermin
washtafel untuk menambah
kharakter ruang.
- Pada kamar mandi, selain
penggunaan general
lighting downlight untuk
mendukung aktivitas
utama, dapat ditambahkan
pencahayaan tambahan
berupa indirect lighting
dan juga task lighting pada
washtafel agar penerangan
mampu mengakomodasi
kegiatan di dalamnya.
Indirect lighting juga dapat
ditambahkan dengan
meletakkannya secara
tersembunyi pada area
bathtub untuk membuat
suasana lebih dramatis.
Penggunaan decorative
lighting di beberapa titik
serta kinetic lighting
berupa lilin aromaterapi
juga diperlukan, sebagai
penerangan dan mampu
menghasilkan atmosfer
ruang yang tenang, dan
menenangkan, juga sebagai
aromaterapi untuk
relaksasi.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
64
i. Area tangga dan koridor atau
lorong
Area tangga dan koridor
seringkali terlupakan. Padahal
pencahayaan sangat diperlukan
untuk menghindari kecelakaan
saat melaluinya. Accent lighting
yang diterapkan bisa breupa
pendant lamp maupun wall lamp
yang unik sehingga berfungsi
ganda, selain sebagai penerang
juga sebagai elemen dekoratif.
Alternatif lainnya, dengan
menggunakan downlight jenis
wall washer pada dinding
maupun menanam beberapa
lampu halogen pada tiap anak
tangga untuk menambah kesan
dramatis.
Jika suasana yang diinginkan
pada tangga atau lorong lebih ke
arah temaram dan ingin
menonjolkan sisi artistik pada
tampilan tangga maupun lorong,
maka pencahayaan yang tetap
yaitu pada penggunaan accent
lighting. Sedangkan pada
pencahayaan utama (general
lighting) bisa dipilih yang
dilengkapi dengan sensor gerak
atau bayangan. Sehingga hanya
akan menyala saat dilewati.
E. Mendesain Pencahayaan pada
Ruang Komersil
Pelayanan kecantikan (klinik
kecantikan, salon, dan spa)
Pada klinik kecantikan dan salon dapat
menggunakan general lighting
downlight maupun spotlight yang
terang dan kuat agar dapat
mengakomodasi semua aktivitas secara
optimal. Pemanfaatan lampu
fluorescent dengan daya tinggi akan
mempermudah pekerjaan yang
memerlukan ketelitian. Namun yang
perlu diperhatikan adalah peletakan
lampu agar tidak menimbulkan
bayangan.
Pada spa, general lighting dapat
dilengkapi dengan dimmer untuk
mengatur tingkat terang-rendah
cahaya. Suasana relaksasi dapat
diwujudkan dengan
menambahkan accent lighting
serta kinetic lighting, yang
berfungsi juga sebagai
aromaterapi.
a. Pakaian (butik dan distro)
Butik dan distro yang menjual
produk fashion terdiri atas dua
tipe, yaitu:
- Tipe tertutup, dilengkapi
dengan etalase untuk
memajang pakaian pada
manekin yang biasanya
memiliki tema/musim
tertentu. Misalnya warna
pakaian yang dipajang
berwarna pink dalam
rangka menyambut hari
valentine.
Pada etalase sebaiknya
menggunakan dua sirkuit
pencahayaan untuk siang
dan malam hari. Pada siang
hari gunanya untuk
meminimalkan kontras dari
cahaya matahari, sehingga
tetap terlihat dengan baik
oleh calon pembeli.
Gambar 42, Contoh penggunaan varian
lampu di salon
Sumber:
http://www.spastyle.wordpress.us/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
65
Sedangkan malam hari
agar suasana lebih atraktif
dan menarik. Lampu yang
biasa digunakan adalah
halogen spotlight karena
mampu menajamkan warna
dan terlihat lebih
cemerlang.
- Tipe terbuka, tidak
dilengkapi dengan etalase.
Penggunaan lampu pada
toko jenis ini bisa dengan
menggunakan strip lamp
yang diletakkan
tersembunyi dibalik lemari
pajangan, sehingga pakaian
terlihat dengan jelas dan
terfokus, namun tidak
menyilaukan pembeli.
Untuk penerangan umum,
dengan menggunakan
ambient lighting downlight
di beberapa titik. Lampu
yang digunakan adalah
jenis halogen agar warna
pakaian tampak lebih
cemerlang.
Selain itu, padu padan
lampu dan warna penting
juga memegang peranan
penting. Dikarenakan
warna dinding dapat
membentuk mood ruang
serta sebagai penanda
peralihan area. Jika warna
dinding berbeda-beda,
lampu yang digunakan
jenis yang berbeda.
Misalnya lampu metal
halide untuk menerangi
warna-warna yang gelap
seperti abu-abu dan ungu.
Sedangkan tungsten
halogen digunakan untuk
pencahayaan pada warna-
warna yang lebih lembut,
seperti merah muda dan
kuning.
b. Makanan (kafe, toko kue/bakery,
dan restoran)
Sistem pencahayaan berbeda-
beda tergantung jenis produk
yang dijual: makanan, minuman,
makanan ringan, jus, atau kopi.
Pencahayaan yang tetap harus
digunakan adalah general
lighting sebagai pencahayaan
umum sehingga merata ke
seluruh ruangan. Selain
pencahayaan buatan,
pencahayaan alami seperti sinar
matahari dari bukaan jendela
mampu mengoptimalkan
pencahayaan pada ruang. Namun
penggunaan jendela pada took
makanan segar harus dilengkapi
dengan sunshade karena
berpengaruh terhadap kesegaran
makanan.
Untuk restoran. Coffee shop, atau
kafe yang menjual makanan
fastfood, bisa menggunakan
general lighting downlight
dengan daya yang kuat sehingga
cahaya yang dihasilkan terang
dan kuat.
Sedangkan untuk restoran atau
kafe yang menginginkan kesan
mewah dan elegan, bisa dengan
menambahkan accent lighting di
beberapa titik serta decorative
lighting berupa kandelar untuk
memperkuat kharakter ruangan.
Kinetic lighting juga bisa
ditambahkan untuk menambah
kesan atau suasana ruang
menjadi lebih romantic dan
intim.
c. Showroom atau galeri (toko
furniture, artwork, dan dan toko
perhiasan)
Penerapan tipe pencahayaan
pada showroom disesuaikan
dengan benda/produk yang
dipamerkan atau koleki yang
dijual.
- Art gallery, menggunakan
lampu dengan cahaya
kekuningan untuk
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
66
memperkuat kharakter
ruang. Penggunaan accent
lighting di beberapa titik
terutama pada
objek/artwork juga mampu
menonjolkan nilai benda
seni, seperti spotlight,
uplight, sidelight, sesuai
kebutuhan.
- Showroom dengan produk
futuristic, selain
menggunakan general
lighting juga dengan
menmbahkan lampu
bercahaya dengan varian
warna di beberapa objek
sebagai accent lighting.
- Showroom dengan koleksi
modern, dengan
menggunakan pencahayaan
berwarna putih sehingga
menghasilkan kesan lebih
chic dan bersih.
- Jewelry shop,
menggunakan halogen
spotlight yang memiliki
color temperature terbaik,
yang mampu menghasilkan
cahaya yang berkilauan
dari perhiasan sehingga
meningkatkan nilai jual.
4. KESIMPULAN
Pencahayaan memegang peranan
penting dalam menentukan kesan
sebuah ruang. Penataan cahaya yang
baik serta pemilihan jenis lampu yang
tepat dengan memperhatikan color
temperature yang sesuai dengan fungsi
ruang, dapat mengakomodasi aktivitas
di dalamnya secara optimal. Selain itu,
mampu menonjolkan kharakter ruang
serta memperkuat atmosfer ruang yang
diinginkan. Selain penggunaan general
lighting, penerapan beberapa varian
lampu dan tipe pencahayaan mampu
membuat sebuah ruang terlihat lebih
ideal dan proporsional.
5. DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Imelda. 2006. Lighting.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Akmal, Imelda. 2007. Bathroom.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Akmal, Imelda. 2002. Seri RUmah Ide:
Menata Rumah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Whitehead, Randall. 2004. Residential
Lighting: a Practical Guide. New
Jersey: John Wiley & Sons
Sumber gambar:
http://homeguides.sfgate.com/
http://www.carpenter-electric.com/
http://www.lightengine-tech.com/
http://www.ledninja.com/
https://www.declighting.com
http://www.mulpix.com/
http://www.scotdir.com/
http://www.tina4homedesign.com/
http://www.golights.com.au/
https://www.golights.com.au/
http://www.hgtv.com/
http://legerolighting.com/
http://www.ideas4homes.com/
http://www.johncullenlighting.co.uk/
http://www.laukins.com/
http://www.pegasuslighting.com/
https://www.decor10blog.com/
http://www.nico.leonardfriend.com/
http://www.messagenote.com
http://www.zillow.com/
http://www.messagenote.com/
http://www.dhgate.com/
http://www.aliexpress.com/
http://www.homeguides.sfgate.com/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
67
http://www.livingroomlighting.net/
http://www.dentalroseville.com/
http://www.homeridae.com/
http://www.inovesia.com/
http://www.messagenote.com/
http://www.homestoreky.com/
http://www.archiexpo.com/
http://www.the3dguys.com.au/
http://www.homedesignlover.com/
ttp://www.designingcity.com/
http://www.angelicapinto.com/
http://www.inovesia.com/
http://www.spastyle.wordpress.us/
http://www.roomornament.blogspot.co
m/
http://www.panelite.us/
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
68
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
69
KEARIFAN LOKAL DALAM ARSITEKTUR DAN DESAIN
INTERIOR: STUDI KOMPARASI EMPAT KONSEP DI ASIA
Freddy Hendrawan, S.T., M.T.
Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
Email: freddy_hendrawan@yahoo.co.id
Abstrak
Bercerita tentang arsitektur tidak luput dari jejak sejarah peradaban manusia. Arsitektur
sebagai ruang hidup manusia selalu berkembang seiring peradabannya dan telah menjadi
bukti sejarah perjalanan manusia. Nilai dasar atau falsafah adalah konsep-konsep yang secara
filosofis mendasari suatu rancangan. Konsep awal, pedoman selama proses dan cerminan
tujuan akhir pada seluruh kegiatan perancangan menjadi patokan yang dipakai berulang-ulang
dan akhirnya menjadi sesuatu yang baku, seperti patokan terhadap tata ruang, patokan
terhadap pola massa, atau patokan terhadap bentuk, struktur bangunan, maupun ornamennya.
Patokan ini kemudian berkembang menjadi sebuah konsep yang mendasari dalam bentukan-
bentukan arsitektur dan desain interior yang dapat ditemukan di seluruh penjuru dunia. Salah
satunya seperti yang dapat ditemukan di Asia, yaitu antara lain konsep Vaastu Shastra, Feng
Shui, Zen, dan Asta Kosala Kosali. Keempat konsep ini akan dikaji dengan melakukan studi
komparasi untuk mendapatkan persamaan dan perbedaan yang didasarkan pada aspek-aspek
yang membentuk arsitektur dan interior desain. Dari kajian komparasi empat konsep ini
didapatkan bahwa pembentukan konsep-konsep ini didasari oleh sebuah bentuk
keseimbangan antara Pencipta, alam dan manusia, walaupun dengan latar belakang sejarah
yang berbeda-beda.
Kata Kunci: arsitektur, desain interior, filosofi, konsep, sejarah
Abstract
Telling a story about architecture is cannot separate from human history civilization.
Architecture as a human life space always develops as well as civilization developing and has
been created a history evidence of human journeys. The basic values or the philosophies are
the concepts that philosophically become the background of design. Early concept, guidance
during the process and final purpose in design activities become a standard that has been
used repeatedly and finally became a basic standard, such as the basic standard of site
planning, mass pattern, or the basic standard of form, building structure, and ornament.
These basic standards then developing became a basic concept in architecture and interior
design and can be found in over the world. One of them can be found in Asia, i.e. the concept
of Vaastu Shastra, Feng Shui, Zen, and Asta Kosala Kosali. Those four concepts will be
studying with comparing with each other to find the similarities and differencies based on the
aspects that formed architecture and interior design. Based on comparing study of these four
concepts, it clearly explainable that the formation of this concept is based on a form of
balance between the God, nature and human, eventough it all with the different backgrounds
of history.
Keywords: architecture, interior design, philosophy, concept, history
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
70
PENDAHULUAN
Arsitektur tradisional menjadi saksi bahwa
arsitektur telah menjadi salah satu ilmu
tertua di dunia, yaitu dengan melihat dari
adanya kebutuhan bernaung/bertempat
tinggal sehingga memunculkan sebuah
tempat atau wadah. Kebutuhan bertempat
tinggal adalah kebutuhan primer, yang
kemudian memunculkan sebuah wadah
yang mampu menjawab prasyarat untuk
berlindung sehari-harinya agar mampu
terlindungi dari cuaca dan iklim sehingga
dapat berkegiatan setiap saat tanpa ter-
ganggu oleh alam. Jawaban akan kebutuh-
an primer ini kemudian berkembang lagi
saat manusia sudah mulai mengenal ke-
indahan, dan keindahan berasal dari kebu-
dayaan yang dianut.
Bentuk yang hadir pada arsitektur tradisi-
onal selalu dipertalikan dengan makna
“yang lebih dalam”, yang berada dibalik
bentukan yang terjadi dan tidak berhenti
hanya pada yang tersurat atau kasat mata.
Penggunaan ruang yang terjadi tidak hanya
untuk menampung aktivitas fisik sehari-
hari, tetapi juga spritual untuk memperoleh
ketenangan batin/jiwa. Apalagi jika
dipahami makna tersebut dengan pende-
katan “Emik” yaitu melihat suatu gejala
dari sudut pandang para pelaku sosialnya,
bukan dari para penelitinya. Akan banyak
aspek yang dapat diungkap dibalik bentuk-
an arsitektur yang terjadi. Konsep arsitek-
tur tradisional tidak lepas dari peri-
kehidupan masyarakatnya, sementara da-
lam tatanan kehidupan mereka masih
mengikuti tatanan hidup yang rumit,
segala sesuatu serba tersirat, penuh dengan
pemaknaan.
Dalam konteks perwujudan arsitek-tural,
bentukan rumah tinggal tradisional diupa-
yakan tampil sebagai ekspresi budaya
masyarakat setempat, bukan saja yang
menyangkut fisik bangunannya, tetapi juga
semangat dan jiwa yang terkandung di
dalamnya. Hal ini memperjelas bahwa
betapa pentingnya rumah bagi manusia
dan mereka masih mengikuti aturan-aturan
yang berlaku serta pola-pola yang telah
diikuti sejak jaman dulu. Konsep-konsep
yang mendasari dalam bentukan-bentukan
arsitektur ini dapat ditemukan di seluruh
penjuru dunia. Salah satunya seperti yang
dapat ditemukan di Asia, yaitu konsep
Vaastu Shastra, Feng Shui, Zen dan Asta
Kosala Kosali. Vaastu Shastra menurut
Prasanna Kumar Acharya dalam Ambar-
wati (2009:66) merupakan science of
architecture, where the essence of mea-
surement is contained, the standard mea-
surement followed or the system of
proportions embodied. Feng-shui merupa-
kan suatu worldview yang dipercayai oleh
masyarakat Tionghoa tradisional sebagai
bagian dari budaya terapan dalam kegiatan
hidup keseharian (Kustedja, 2012:61). Zen
adalah salah satu hasil pemikiran Cina
setelah bertemu dengan pemikiran India.
Istilah tersebut berarti meditasi yang
menghasilkan wawasan yang mendalam
(Sutrisno dalam Damayanti,1994:9).
Menurut Dwijendra (2003:9-10), keper-
cayaan masyarakat Hindu di Bali, bangu-
nan memiliki jiwa Bhuana Agung (alam
makrokosmos) sedangkan manusia yang
menepati bangunan adalah bagian dari
Bhuana Alit (mikrokosmos). Antara
manusia (mikrokosmos) dan bangunan
yang ditempati harus harmonis agar bisa
mendapatkan keseimbangan anatara kedua
alam tersebut. Untuk itu, di dalam mem-
buat bangunan harus sesuai dengan tata
cara yang ditulis dalam sastra Asta Bhumi
dan Asta Kosala Kosali.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pene-
litian kualitatif yang bersifat komparatif
korelasional (correlation-comparative),
yaitu dengan melakukan perbandingan an-
tara empat konsep yang mendasari ben-
tukan arsitektur dan interior di Asia, antara
lain Vaastu Shastra, Feng Shui, Zen dan
Asta Kosala Kosali. Analisa akan
dilakukan secara deskriptif dalam bentuk
tabel perbandingan dengan didasarkan
pada kajian teori pada masing-masing
konsep tersebut.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
71
TINJAUAN TEORI
1. Vaastu Shastra
Vaastu adalah merupakan bagian dari
Vedas yang dipercaya sejak 6000 tahun
yang lalu, melalui sebuah penempaan diri
dan meditasi yang dilakukan oleh para
yogi pada masa itu untuk mencari jawaban
dari alam semesta terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang ada. Secara singkat,
Vaastu Shastra adalah ilmu arsitektur kuno
dari India. Kata ‘Vaastu’ artinya tempat
tinggal (shelter), sedangkan ‘Shastra’
adalah pengetahuan. Jadi Vaastu Shastra
bisa diartikan sebagai ilmu yang berisi
ajaran untuk membangun tempat tinggal
yang baik dan menguntungkan bagi
manusia dan para Dewa. Secara umum,
Vaastu Shastra bisa dikatakan juga sebagai
ilmu pengetahuan kuno yang berfungsi
untuk membantu kita hidup selaras dengan
lima elemen dan hukum-hukum lain yang
ada di alam. Tujuannya adalah
menyelaraskan bentuk dan tata letak suatu
bangunan dengan unsur alam - prithivi/-
tanah (earth), agni/api (fire), tej/caha-
ya(light), vayu/angin (wind), akash/ang-
kasa (ether) dan menyeimbangkan antara
manusia dan material. Bidang-bidang
magnet bumi yaitu kutub utara dan selatan
serta sinar matahari (Ambarwati, 2007:7).
Teks-teks kuno Vaastu Shastra menyebut-
kan bahwa ada berbagai dewa dalam mito-
logi Hindu yang menetapkan lokasi
kedudukan mereka dalam suatu bangunan.
Rumah harus diperlakukan seperti manu-
sia, seperti teman baik yang memberi
kenyamanan dan perlindungan. Dalam
Vaastu Shastra dikenal Vaastu Purusha
yang disebut sebagai the spirit of the site
(roh dari suatu tempat). Digambarkan
dalam Vaastu Shastra sebagai seorang pria
yang terbaring dalam posisi kepala
menghadap ke timur laut, dengan postur
membentuk segi empat (Ambarwati, 2007:
4). Tubuh manusia terdiri atas lima unsur
udara, api, air, angin, dan ether. Agar
tubuh sehat keseimbangan di antara kelima
unsur ini harus dalam keadaan benar
(Ayurveda). Sebuah rumah dirawat bagai-
kan tubuh manusia dan dengan demikian
atruran penyeimbangan diterapkan kepada
lima unsur pada area-area spesifik dalam
kantor dan rumah.
Gambar 1. Vaastu Purusha Mandala
Sumber: http://sivkishen.wikia.com/wiki
2. Feng Shui
Menurut Kustedja (2012: 62-79) feng
shui merupakan metode cara penerapan
falsafah kosmologi tradisional pada ba-
ngunan, makam, dan ruang binaan lainnya.
Feng shui juga dapat diuraikan merupakan
media transformasi konsep pemikiran
falsafah alam semesta yang rumit dan
beragam lalu digabungkan secara harmo-
nis agar dapat diterapkan pada bentuk
yang terukur dan terjangkau oleh panca
indra manusia dalam bentuk bangunan.
Pada pelaksanaan pembangunan hunian
tradisional Tionghoa dahulu, belum dike-
nal profesi keahlian arsitek seperti yang
terdapat dalam masyarakat kita sekarang.
Bila seseorang berniat untuk membangun,
pada tahap awal akan berupa pembahasan
oleh pemilik dan seorang cendekiawan
yang menguasai hal kebudayaan, kesenian,
dan falsafah. Bersama mereka akan
membahas dan menyusun denah awal
bangunan yang diinginkan.
Menurut Simon (2001) prinsip desain feng
shui didasarkan pada beberapa faktor,
antara lain:
a. Energi Chi
Bangunan mengubah aliran energi chi.
Bentuknya, bukaannya dan materi yang
digunakan menentukan bagaimana energi
chi mengalir melalui bangunan. Energi
dengan mudah mengalir melalui pintu dan
jendela, sehingga arah matahari dan
planet-planet akan menentukan jenis chi
yang memasukinya. Karena energi ini ber-
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
72
ubah ketika planet bergerak di angkasa,
maka energi ini selalu mempunyai pola
baru setiap tahun, bulan, hari, dan jam.
Perubahan yang terbesar terjadi setiap
tahun. Hal-hal yang ada disekitar ba=-
ngunan, seperti aliran air atau jalan, akan
menentukan jenis energi chi yang bergerak
mundur maju melalui pintu. Dalam situasi
yang ideal energi chi mengalir dengan
harmonis melalui seluruh bangunan. Ran-
cangan arsitektur dan interior sebaiknya
mendukung jenis energi chi.
b. Yin dan Yang
Yin dan Yang adalah istilah yang diguna-
kan untuk membandingkan segala sesuatu
di semesta ini. Apakah sesuatu itu bersifat
lebih Yin atau Yang tergantung dengan apa
yang ia bandingkan. Walaupun segala se-
suatu itu lebih Yin atau Yang, sebagai
benda lahiriah ia mencari semacam ke-
seimbangan. Energi chi dari bangunan
juga dipengaruhi oleh tipe dan bentuk.
Misalnya, bangunan yang tinggi dan
langsing mempunyai energi chi yang
cenderung Yin. Bangunan yang rendah dan
melebar lebih bersifat Yang. Jika bangunan
dilihat dari atas berbentuk panjang dan
sempit , berarti ia lebih Yin, kalau ben-
tuknya bulat, segi delapan atau persegi, ia
lebih Yang. Semakin menyatu bentuk ba-
ngunan, semakin Yang sifatnya. Rumah
atau apartemen yang menyebar ke berba-
gai arah akan cenderung mempunyai
energi chi bersifat Yin.
c. Lima Elemen
Lima elemen diasosiasikan dengan lima
arah , yang mana berkaitan erat de-ngan
pergerakan matahari sepanjang hari. Lima
elemen berkaitan dengan bentuk, warna
dan bahan. Pelapis dinding dengan garis
vertikal, misalnya akan menghasilkan
energi chi pohon, membuat langit-langit
tampak lebih tinggi dan ruang lebih luas.
Motif bintang akan energi chi api, mencip-
takan atmosfer yang menyenangkan. Pola
horizontal meningkatkan energi tanah,
yang membuat energi ruang lebih nyaman.
Bentuk bulat menimbulkan energi logam,
sehingga ruang terasa lebih lengkap. Pola
gelombang atau tak teratur adalah energi
chi air, menciptakan energi mengalir dan
damai. Warna-warna yang cocok diterap-
kan pada dinding , langit-langit, dan lantai
ataupun pelapis. Warna kuat seperti warna
merah dan hitam akan serasi sekalipun
hanya melingkupi area kecil.
d. Delapan Arah
Kedelapan arah di kompas berhubungan
dengan energi chi yang berbeda. Per-
paduan semua ini menghasilkan gam-
baran rinci dari tipe energi chi yang ter-
dapat diarah itu. Bagian pusat juga me-
miliki ciri energi chi sendiri yang sangat
kuat. Di dalam penataan rumah atau ba-
ngunan yang terbaik adalah membiarkan
bagian tengah setiap ruangan sekosong
mungkin. Di dalam setiap arah mata angin
terdiri dari Trigram, Lima Elemen, Sim-
bol, Anggota Keluarga, Nomor Sembilan
Qi, Warna, Waktu dan Musim.
Gambar 2. Lima Elemen dalam Prinsip
Feng Shui
Sumber: Simon, 2001
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
73
3. Zen
Pada awalnya agama Buddha Zen berasal
dari China yang mengalami per-
kembangan pesat dan mencapai masa
gemilang pada masa pemerintahan Tang
sampai pada dinasti Sung (618-1279). Di
China Zen menemukan bentuk yang lebih
nyata setelah kontak dengan pemikiran-
pemikiran Lao-Tsu. Lalu semakin semarak
setelah terinkorporasi dengan etika dan
budaya Konfusius (Damayanti, 2014:3).
Gambar 4. Simbol Zen
Sumber: https://markmanson.net/the-zen-dilemma
Menurut Dewi (2013:2) estetika Jepang
menurut aliran Zen Budhisme di Jepang
adalah salah satu aliran terkuat yang ada di
Jepang. Zen secara harfiah mempunyai
makna meditasi,yang merupa-kan suatu
ungkapan penghayatan Budhis-me yang
berakar dari india kemudian mengalami
proses asimilasi di China yang berpadu
dengan budaya konfusian terma-suk juga
diantaranya pemikiran Lao-tsu tentang
memberi penghargaan yang tinggi
terhadap tangan atau karya manusia. Zen
memiliki dua aliran yaitu aliran Soto dan
Rinzai. Aliran Soto berorientasi pada me-
tode Zazen yakni duduk bersila dan berdoa
untuk mencapai berkah. Aliran Rinzai ber-
orientasi pada metode koan dan mondo
yang menitik beratkan pada sikap patuh
tenang dan aktif. Ada beberapa prinsip
seni Jepang sesuai ajaran Zen:fukinsei (asi-
metri), kanzo (sederhana), kokou (esensi),
shizen (kewajaran), yuugen (bermakna),
datsuzoku (bebas dari ikatan) dan seijaku
(hening).
4. Asta Kosala Kosali
Tanah dan tata letak rumah berpe-ngaruh
terhadap kehidupan penghuninya. Lontar
Asta Kosala Kosali atau Asta Bhumi
dijadikan acuan dalam hal ini. Menurut
kepercayaan masyarakat Hindu di Bali,
bangunan memiliki jiwa Bhuana Agung
(alam makrokosmos) sedangkan manusia
yang menempati bangunan adalah bagian
dari Bhuana Alit (mikrokosmos). Antara
manusia (mikrokosmos) dan ba-ngunan
yang ditempati harus harmonis agar bisa
mendapatkan keseimbangan antara kedua
alam tersebut. Untuk itu, di dalam
membuat bangunan harus sesuai dengan
tata cara yang ditulis dalam sastra Asta
Bhumi dan Asta Kosala Kosali. Wujud
perumahan umat Hindu menunjuk-kan
bentuk keseimbangan antara alam Dewa,
alam manusia dan alam Bhuta
(lingkungan) yang diwujudkan dalam satu
perumahan, yang terdapat tempat pemuja-
an tempat tinggal dan pekarangan dengan
penunggun karangnya yang dikenal de-
ngan istilah Tri Hita Karana (Dwijendra,
2003:9-10).
Menurut Dwijendra (2008) untuk
melakukan pengukurannya pun lebih
menggunakan ukuran dari tubuh pemilik
rumah dan tidak menggunakan meter teta-
pi menggunakan seperti berikut:
1. Musti (ukuran atau dimensi untuk
ukuran tangan mengepal dengan ibu
jari yang menghadap ke atas).
2. Hasta (ukuran sejengkal jarak tangan
manusia dewata dari pergelangan
tengah tangan sampai ujung jari tengah
yang terbuka).
3. Depa (ukuran yang dipakai antara dua
bentang tangan yang dilentangkan dari
kiri ke kanan).
Gambar 3. Kompas Delapan Arah dalam
Prinsip Feng Shui
Sumber: Simon, 2001
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
74
Dalam pelaksanaan pembangunan di la-
pangan ukuran-ukuran ini mengacu pada
ukuran tubuh seorang Pendeta/ Sulinggih
bila bangunan tersebut merupakan tempat
suci/ pura. Untuk bangunan rumah tinggal
ukuran yang digunakan berpedoman pada
ukuran tubuh dari kepala keluarga dari
suatu keluarga atau orang yang dituakan
dalam keluarga atau kelompok keluarga
tersebut. Aturan tentang Asta Kosala
Kosali dan Asta Bumi ditulis oleh Pendeta
Bhagawan Wiswakarma dan Bhagawan
Panyarikan. Dalam aturan tersebut begitu
kental dengan kepercayaan mengenai pan-
dangan-pandangan kosmologi dan kekuat-
an dewa-dewa dalam setiap simbolik ukur-
an-ukurannya. Seperti dalam penentuan
jarak antara bangunan serta penentuan
letak pintu masuk, dan lain sebagainya.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemaparan keempat konsep
tersebut, maka selanjutnya akan dilakukan
komparasi di antara konsep Vaastu
Shastra, Feng Shui, Zen dan Asta Kosala
Kosali dilihat dari beberapa aspek yaitu:
1. Philosophy aspect
2. Desig principle aspect
3. Practical aspect
4. Symbolic aspect
5. History aspect
6. Art aspect
7. Social aspect.
8. Functional aspect
Komparasi keempat konsep ini akan
dilampirkan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Gambar 5. Sistem Pengukuran Arsitektur
Tradisional Bali
Sumber : Dwijendra (2008)
Gambar 6. Penentuan Jarak Bangunan
Dalam Arsitektur Tradisional Bali
Sumber : Adhika dalam Dwijendra, 2003
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
75
TABEL 1. PHILOSOPHY ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Ilmu arsitektur India kuno yang merupakan ilmu konsep
energi inheren dan bertujuan untuk menyelaraskan bentuk
dan tata letak suatu bangunan dengan unsur alam, yaitu
prithivi/tanah (earth), agni/api (fire), tej/cahaya (light),
vayu/angin (wind), akash/angkasa (ether).
Memiliki tahapan dalam proses pembangunan arsitekturnya,
serta prosesi upacara ritual yang disebut dengan Boomi
Pooja .
Ilmu topografi kuno Tiongkok yang mempercayai
bagaimana manusia dan Surga (astronomi), dan Bumi
(geografi), hidup dalam harmoni untuk membantu
memperbaiki hidup dengan menerima Qi positif.
Seni memanfaatkan angin dan air untuk menyelaraskan,
mengalirkan, dan menghimpun Chi serta menghalau Sha
Chi (Chi pembawa maut).
Memiliki tahapan dalam proses pembangunan arsitekturnya,
serta prosesi upacara ritual
1. Melakukan ritual pemujaan kepada Dewa-Dewi untuk
mohon izin dan petunjuk.
2. Miminta petunjuk kepada pemuka agama (Sinbeng)
untuk menentukan lokasi bangunan.
3. Meminta petunjuk ahli feng shui untuk menlilai lokasi
pembangunan.
4. Menentukan letak dan bentuk bangunan.
5. Menentukan bentuk halaman, lokasi pintu masuk dan
keluar.
Zen merupakan aspek Buddha Mahayana yang
mengkhususkan dirinya pada meditasi untuk mencapai jalan
menuju pencerahan (satori), jadi puncak praktik Zen adalah
meditasi dengan duduk dalam posisi lotus (posisi bersila).
Di kalangan orang Zen, meditasi ini dinamakan Za-zen.
Tidak membuat aturan atau pedoman di dalam proses
pembangunan, karena prinsip dasar Zen yang menuju
pembebasan (tanpa ikatan) dan pencerahan.
Bangunan memiliki jiwa Bhuana Agung (alam
makrokosmos) sedangkan manusia yang menepati bangunan
adalah bagian dari Bhuana Alit (mikrokosmos). Antara
manusia (mikrokosmos) dan bangunan yang ditempati harus
harmonis agar bisa mendapatkan keseimbangan antara
kedua alam tersebut.
Landasan Tatwa, Tata Susila,Upacara, Sikap Perilaku.
Memiliki tahapan dalam proses pembangunan arsitekturya,
serta prosesi upacara ritual
1. Penentuan posisi bangunan (nyukat)
2. Pembongkaran tanah (ngeruak)
3. Pemasangan batu pertama (nasarin)
4. Pembangunan
5. Upacara pengokohan (memakuh)
6. Penanaman pedagingan/peripih
7. Pemlaspasan
Bhagawan Wiswakarma
Bodhi Dharma
Dragon & Phoenix
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
76
TABEL 2. DESIGN PRINCIPLE ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Tubuh manusia terdiri atas lima unsur: udara, api, air, angin,
dan ether. Keseimbangan di antara kelima unsur ini harus
dalam keadaan benar (Ayurveda).
Lima dasar aturan dalam arsitektur India, yaitu Dirniknaya,
Vaastu Purusha Mandala, Maana, Aayadi, Chanda.
Konsep Lingga Yoni.
Bentuk persegi (catur bhuji).
Bentuk bulat.
Bentuk stupa.
Konsep tiga lapisan alam (kamadhatu, ruppadhatu,
aruppadhatu).
Energy Chi.
Konsep Yin Yang.
Konsep lima elemen (kayu, api, tanah, air, logam).
Konsep delapan arah.
Astrologi sembilan Qi.
Wabi-sabi.
Fukinsei (asimetri)
Kanso (sederhana)
Shizen (kewajaran))
Yuugen (bermakna)
Datsuzoku (kebebasan tidak terikat)
Seijaku (hening)
Tri hita karana
Rwa bhineda
Hulu-teben
Purusa-pradhana
Tri angga
Tri mandala
Sanga mandala
Zen Circle
Konsep Sanga Mandala
dalam tatanan Rumah Tradisional Bali
Feng Shui Scheme
Vaastu Shastra
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
77
TABEL 3. PRACTICE ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Skema penempatan ruang dengan aturan delapan arah mata
agin.
Aturan posisi/ penempatan gerbang.
Skala dan proporsi bangunan.
Ukuran/dimensi (angula dan hasta).
Lima unsur alam dalam tubuh manusia.
Penentuan Posisi bangunan.
Terhadap lingkungan.
Penentuan lahan.
Elemen –elemen dekorasi.
Elemen-elemen konstruksi bangunan.
Hubungan antar ruang.
Lima elemen pada tubuh manusia.
Penentuan orientasi.
Tidak memiliki aturan tetapi cenderung berfokus
pada proses pencapaian pencerahan/ kekosongan
Ukuran/ dimensi (Sikut ).
Penentuan hari baik (dewasa.)
Proses upacara dan upakara.
Penataan massa bangunan (tri mandala, sanga
mandala).
Aturan posisi/ penempatan gerbang
Zona Ruang Feng Shui
Zona Energi Vaastu
Zona Ruang Vaastu
Sikut Asta Kosala-Kosali
Zodiac
Modul Jarak Bangunan ATB
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
78
TABEL 4. SYMBOLIC ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Vaastu Purusha Mandala menandai pentingnya suatu area
dengan menempatkan kepalanya posisi Timur laut yang
melambangkan keseimbangan pikir dan badan bawahnya di
posisi Barat daya yang melambangkan kestabilan dan
kekuatan. Pusarnya diposisi sentral dari area,
melambangkan kesadaran kosmik dan tangannya di posisi
Barat Laut dan Tenggara, melambangkan gerakan dan
energi.
Menurut legenda Hindu, Vaastu Purusha.merupakan
makhluk tanpa bentuk . Brahma, bersama dewa yang lain
terpaksa mengurungnya di tanah. Insiden ini dinyatakan
secara grafis dalam Vaastu Purusha Mandala dengan
alokasi porsi yang hirarkis untuk masing-masing posisi
kedudukan dewa yang didasarkan atas konstribusi dan
posisi masing-masing dalam menjalankan perannya.
Brahma berada di posisi sentral yang disebut Brahmasthana,
sementara dewa-dewa tersebar disekelilingnya dalam pola
yang memusat.
Simbol yin dan yang.
Yin dan Yang adalah istilah yang digunakan untuk
membandingkan segala sesuatu di semesta ini Yang
bermakna lebih (positif), Yin bermakna kurang (negatif).
Simbol empat bagian dunia.
Simbol lima elemen.
Lima elemen diasosiasikan dengan lima arah , yang mana
berkaitan erat dengan pergerakan matahari sepanjang hari.
Simbol delapan arah.
Kedelapan arah di kompas berhubungan dengan energy chi
yang berbeda. Perpaduan semua ini menghasilkan gambaran
rinci dari tipe energy chi yang terdapat diarah itu. Di dalam
setiap arah mata angin terdiri dari; Trigram, Lima Elemen,
Simbol, Anggota Keluarga, Nomor Sembilan Qi, Warna,
Waktu dan Musim.
Simbol astrologi Sembilan Qi.
Anti Iconograph, anti symbol.
Lingkaran Zen.
Merupakan suatu symbol lingkaran yang terputus,
bermakna sebagai suatu ketidaksempunaan.
Simbol bunga teratai
Vaastu Purusha Mandala
Zen
Lotus
Yin Yang
Empat Bagian Dunia
Lima Elemen
Delapan Arah
Sembilan Qi
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
79
TABEL 5. HISTORY ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
6000 BC
Bagian dari Vedas.
Meditasi para Yogi.
4000 BC
Mengalami perkembangan sebelum dinasti Qin (Bu-Zhai).
Mengalami perkembangan sampai berdirinya RRC (abad 19
– sekarang).
500 AD
Kepercayaan Buddha dari cina dan korea.
Berawal dari agama Buddha Zen.
Berkembang saat ini sampai ke dunia barat.
Cikal bakal munculnya konsep minimalis dalam
arsitektur.
1300 AD
Kebo Iwa, Mpu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha
merumuskan.
Pemujaan terhadap Begawan Wiswakarma.
Sumber : Analisa 2016
6000 BC
4000 BC
0
500 AD
1300 AD
Vaastu Shastra
Feng Shui
Zen
Asta Kosala Kosali
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
80
TABEL 6. ART ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Relief dan ornamentasi.
Relief yang menggambarkan konsep 3 lapisan alam
Kamadatu, Rupadatu, Arupadatu.
Kamadatu dalam banguanan candi Khajuraho diwujudkan
dalam bentuk relief yang menggambarkan perilaku manusia
yang sangat kental dengan ikatan hawa nafsu (Kama).
Rupadatu terwujud pada bagian tengah candi yang
bermakna sudah dapat membebaskan diri dari nafs tetapi
masih terikat pada rupa dan bentuk.
Arupadatu terwujud dengan bentuk yang menjulang menuju
pada pada satu titik pusat. Melambangkan alam atas dimana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan
bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana.
Seni dalam Feng Shui merupakan hasil pemikiran orang
cina kuno yang menggabungkan Taoisme, Budhisme, Teori
keseimbangan, kesatuan Yin Yang, tahayul, cita rasa, dan
disempurnaan oleh intusi, imajinasi, serta interpretasi dari
para ahli fengshui
Seni Feng Shui terwujud dalam bentuk :
Lukisan (makna warna)
Patung (simbol)
Dekorasi
Ornamen/ ragam hias
Dari aspek seni, Zen dapat dimaknai sebagai system
estetik yang konprehensif dan telah mempunyai
jangkauan ruang lingkup yang luas antara lain ajaran
moral, spiritual dan metafisik, ekspresi dan kualitas
benda.
Seni Zen terwujud dalam bentuk :
Ikebana
Kendo
Painting
Garden design
Tea house
Pada konsep Asta Kosala Kosali ornament
mengadaptasi bentuk-bentuk flora dan fauna.
Bentuk -bentuk flora seperti karang sibar (daun),
karang bunga.
Bentuk-bentuk fauna seperti, karang asti (gajah),
karang goak (manuk/burung), dan karang tapel.
Pepalihan.
Kekarangan.
Pepatran.
Relief.
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
81
TABEL 7. SOCIAL ASPECT
Vaastu Shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Adanya pengaruh status sosial dalam penerapan konsep
Vaastu Purusha Mandala pada rumah Nalukettu (daerah
Kerala) yang hanya boleh digunakan/ dibangun untu k
rumah keluarga brahmana atau tuan tanah.
Awalnya digunakan oleh Raja dan cendikiawan dalam ilmu
topografi dan penataan kota
Setelah dinasti yuan mulai dipelajari oleh orang awam dan
diimplementasikan di berbagai bisang kehidupan.
Kaum spiritual kemudian digunakan oleh kaum
bangsawan.
Sejak populernya gaya minimalis dalam arsitektur,
konsep Zen mulai dikenal dan digunakan secara luas.
Awalnya dipergunakan berdasarkan catur wangsa.
Berkembang penggunaannya berdasarkan strata social
catur warna.
Perkembangan berikut didasarkan pada peran di
masyarakat.
Gold Lion
Forbidden Kingdom
Tampak Nalukettu
Rumah Nalukettu
Kori Agung
Zen Garden
Katsura Imperial
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
82
TABEL 8. FUNCTIONAL ASPECT
Vaastu shastra Feng Shui Zen Asta Kosala-Kosali
Secara leksikal, Vaastu berarti lingkungan, tempat, rumah
dan Shastra berarti ilmu, teori, pengetahuan.
Jadi Vaastu Shastra berperan sebagai sebuah aturan untuk
menata lingkungan atau rumah.
Vaastu Shastra memberikan suatu prinsip serta pandangam
mengenai kekuatan unsur unsur alam dan pandangan
kosmologi dalam pembangunan suatu karya arsitektur baik
itu berupa tempat suci ataupun rumah tinggal
Memberikan pandangan secara tegas mengenai apa yang
baik dan buruk baik dalam proses pemilihan lahan,penataan
tapak, perancangan bangunan, dan perwujudan bangunan.
Memberikan prinsip dan panduan dalam arsitektur
bangunan suci (candi, kuil)
Memberikan prinsip dan panduan dalam arsitektur kerajaan
dan rumah tinggal.
Secara leksikal, Feng berarti Angin, Shui berarti Air. Jadi
Feng Shui adalah seni memanfaatkan angin dan air untuk
menyelaraskan, mengalirkan, dan menghimpun Chi serta
menghalau Sha Chi (Chi pembawa maut).
Feng Shui memberikan prinsip serta pedoman hampir dalam
berbagai aspek kehidupan didasarkan pada aliran energi chi
dalam alam semesta.
Memberikan pandangan yang tegas mengenai apa yang baik
dan buruk dalam setiap aspek kehidupan.
Digunakan pada penataan kota.
Digunakan pada tempat peribadatan (temple).
Digunakan pada bangunan istana.
Digunakan dalam ilmu kesehatan dan anatomi.
Saat ini digunakan dalam berbagai jenis bangunan
Kata Zen adalah logat Jepang yang berasal dari
perkataan Cina ch'an dan merupakan terjemahan
lebih lanjut dari bahasa Sansekerta dhyana. Dalam
bahasa Jepang disebut sebagai Zanna. Istilah tersebut
berarti meditasi yang menghasilkan wawasan yang
mendalam. Merupakan suatu cara untuk mencapai
pencerahan.
Prinsip dasar kekosongan dan pencerahan terwujud
dalam pandangan yang anti aturan,anti teori, anti
rutinitas, tidak terikat.
Digunakan dalam rancangan taman.
Digunakan dalam kompleks kuil.
Digunakan dalam arsitektur rumah tinggal.
Digunakan dalam desain furnitur dan interior.
Asta (hasta) berarti ukuran/sikut dari pergelangan
tangan sampai siku, Asta kosala berarti aturan dan
ukuran dalam membangun tempat suci (parhyangan),
menara atau bangunan tinggi , dan bangunan untuk
orang mati (Bade, wadah, usungan mayat) sedangkan
Asta kosali berarti aturan dan ukuran dalam
membangun rumah. Peranan Asta kosala kosali sebagai
acuan atau pedoman dalam Arsitektur Tradisional Bali.
Memberikan prinsip dalam fungsi/ kegunaan bangunan,
yaitu
1) Asta kosalaning Dewa (Parhyangan).
2) Asta kosalaning Wong Pejah (Bade/ wadah).
3) Asta kosalaning Pawongan (rumah tinggal).
4) Asta Kosalaning Palemahan (bangunan umum).
5) Asta kosalaning Tetambakan (Kandang hewan).
Sumber : Analisa 2016
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
83
KESIMPULAN
Dari kajian perbandingan antara
Vaastu Shastra, Feng Shui, Zen dan
Asta Kosala Kosali melalu pendekatan
beberapa aspek, maka diperoleh
persamaan dan perbedaan di antara
keempat konsep tersebut, antara lain :
1. Philosophy Aspect
Filosofi Vaastu Shastra, Fengshui, dan
Asta Kosala Kosali sama-sama
menggunakan pendekatan Kosmologi
dalam prinsip dasarnya, yaitu
hubungan keseimbangan antara
makrokosmos dan mikro-kosmos.
Sedangkan konsep Zen cenderung
berbeda dari ketiga konsep tersebut
karena Zen lebih fokus kepada
perjalanan mencapai pencerahan,
kebebasan dari segala keterikatan.
2. Design Principle Aspect
Prinsip-prinsip desain Vaastu Shastra,
Fengshui, dan Asta Kosala Kosali
didasarkan pada konsep
penyeimbangan energi yang terdapat
pada unsur-unsur alam, yang juga
dianalogikan pada unsur –unsur tubuh
manusia. Penerapan konsep Vaastu
Shastra dan Asta Kosala Kosali lebih
menekankan pada perencanaan rumah
dan lingkunagan binaannya.
Sedangkan Feng Shui berpengaruh
lebih kompleks lagi selain pada
perencanaan rumah dan lingkungan,
juga pada berbagai aspek seperti, seni,
warna, kesehatan, astrologi. Bahkan
pada Feng Shui waktu sangat berperan
dalam perhitungan konsep. Sedangkan
prinsip desain pada Zen lebih
ditekankan pada kekosongan dalam
arti mencapai tingkat pencerahan,
seperti yang dirumuskan pada prinsip
Wabi-sabi.
3. Practice Aspect
Vaastu Shastra dan Asta Kosala Kosali
memiliki keterkaitan yang cukup erat
pada aspek ini terlihat dengan
penerapan konsep mandala pada
perwujudan secara fisik. Sedangkan
Feng Shui menerapkan konsep
keseimbangan energi yang diwujudkan
baik secara fiik maupun non fisik.
Konsep Zen lebih melepaskan diri dari
aturan yang mengikat, akan tetapi
memberi keterbukaan, kemungkinan
konsep baru dalam menuju perwujudan
fisik dan non fisik untuk menuju
kekosongan atau pencerahan.
4. Symbolic Aspect
Pada Vaastu Shastra dan Asta Kosala
Kosali secara simbolik meng-
analogikan tubuh manusia sebagai
wujud keseimbangan dengan alam,
sedangkan Feng Shui secara simbolik
mencerminkan keseim-bangan energi
positif dan negatif (Yin dan Yang). Zen
secara simbolik menggambarkan
sesuatu yang dinamis fleksibel dan
seder-hana.
5. History Aspect
Dilihat dari pembabakan waktunya
diawali konsep Vaastu Shastra,
kemudian diikuti oleh Feng Shui, Zen
dan Asta Kosala Kosali.
6. Art Aspect
Pada Vaastu Shastra dan Asta Kosala
Kosali makna diwujudkan ke dalam
bentuk seni relief dan ornamen,
sedangkan dalam Feng Shui karya seni
memiliki fungsi penyeimbang energi,
sebagai contoh setiap bentuk dan
warna memiliki nilai energy yang
berbeda-beda. Sedangkan Zen karya
seni bertujuan untuk menciptakan
suatu kesederhanaan makna.
7. Social Aspect
Penerapan Vaastu Shastra, Asta
Kosala Kosali sampai saat ini masih
mempertimbagkan stratifikasi sosial
masyarakatnya, sedangkan Feng Shui
dan Zen dipergunakan lebih luas.
8. Functional Aspect
Vaastu Shastra dan Asta Kosala Kosali
berfungsi sebagai aturan dalam 52
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
84
pembentukan lingkungan binaan
sedangkan Feng Shui dan Zen lebih
kepada pedoman untuk menciptakan
keseimbangan energi di dalam
lingkungan binaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Dwi Retno Sri. 2009.
Relevansi Vastu Shastra dengan
Konsep Perancangan Joglo. Dalam
Jurnal Penelitian Humaniora Volume
14 Nomor 2. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta.
Brown, Simon. 2001. Feng Shui
Praktis. Jakarta: Erlangga.
Damayanti, Sandra Devi. 2014.
Konsep Taman Jepang Yang
Berhubungan Dengan Buddha Zen.
Skripsi. Semarang: Program Studi
Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Dian Nuswantoro
Davinson, Julian. 1999. Introduction to
Balinese Architecture. Singapore:
Periplus.
Dewi, Purnama. 2013. Studi Gaya
Desain Interior Restoran Bentoya di
Galaxy Mall Surabaya. Dalam Jurnal
Intra Volume 1 Nomor 2. Surabaya:
Program Studi Desain Interior,
Universitas Kristen Petra.
Dwijendra, Acwin, Ngakan Putu.
2008. Arsitektur dan Kebudayaan Bali
Kuno.
Denpasar: CV. Bali Media Adhikarsa.
Dwijendra, Acwin, Ngakan Putu.
2008. Arsitektur Rumah Tradisional
Bali.
Denpasar: CV. Bali Media
Adhikarsa.
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin.
2009. Perumahan dan Permukiman
Tradisional Bali. Denpasar: CV. Bali
Media Adhikarsa.
Dwijendra, Acwin, Ngakan Putu.
2003. Perumahan dan Permukiman
Tradisional Bali. Dalam Jurnal
Permukiman Natah Volume 1 Nomor
1. Denpasar: program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Udayana.
Koren, Leonard.1994. Wabi-Sabi.
Berkeley, California: Stone Bridge
Press.
Kustedja, Giri. Antariksa, Sudikno.
Purnama, Salura. 2012. Feng-shui:
Elemen Budaya Tionghoa Tradisional.
Dalam International Journal of
Philosophy and Religion Volume 28
Nomor 1. Bandung : Universitas
Katolik Parahyangan.
Pratiwo. 2010. Arsitektur Tradisional
Tionghoa dan Perkembangan Kota.
Yogyakarta: Ombak.
Putra, IGM. 2011. Diklat Mata Kuliah
Teori Arsitektur Etnik. Denpasar:
Pascasarjana Teknik Arsitektur,
Universitas Udayana.
Suliyati, Titiek. 2009. Penerapan Feng
Shui pada Bangunan Kelenteng Di
Pecinan Semarang. Dalam :
Konferensi Nasional Sejarah IX.
Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata.
Thapar, Bindia. 2004. Introduction to
Indian Architecture. Singapore:
Periplus.
Tonjaya, Bandesa.1992. Lintasan Asta
Kosala Kosali. Denpasar: Penerbit
RIA.
Young, David & Michiko. 2004.
Introduction to Japanese Architecture.
Singapore: Periplus.
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
85
Sumber Website:
Anonim. 2014. Vastu Purusha.
Available from: URL:
http://sivkishen.wikia.com/wiki
Manson, Mark. 2010. The Zen
Dilemma. Available from: URL:
https://markmanson.net/the-zen-
dilemma
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
86
KONSEP ARSITEKTUR NUSANTARA SEBAGAI
SARANA RESTORASI
Studi Kasus : Kampung Wisata Imah Seniman, Lembang,
Jawa Barat
Ardina Susanti
Dosen Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
Email : ardinarch@gmail.com
ABSTRAK
Arsitektur nusantara merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.
Arsitektur ini memiliki makna yang lebih luas tentang kehidupan sosial serta mampu
menjawab isu kekinian seperti konstruksi tahan gempa dan keakraban dengan alam.
Penggunaan material alami dan konsep keseimbangan dengan alam pada arsitektur
nusantara mampu menghadirkan pengalaman restoratif bagi masyarakat khususnya
masyarakat perkotaan, sehingga saat ini banyak usaha yang bergerak di dalam industri
pariwisata mengambil konsep kembali pada arsitektur lokal, salah satunya adalah
Kampung Wisata Imah Seniman yang berlokasi di Lembang, Jawa Barat. Penulisan
ini bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah konsep menghadirkan kembali arsitektur
nusantara dapat memberikan pengalaman restoratif bagi pengguna. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa konsep arsitektur nusantara
dapat menjadi sarana restorasi bagi masyarakat.
Kata Kunci : Arsitektur nusantara, pengalaman restoratif
ABSTRACT
Nusantara architecture is one of Indonesian culture wealth. This architecture has a
lot of meaning about social life and it capable to answer some current issues, like
earthquake resistant construction and familiarity with nature. Natural material used
and harmony living with nature in nusantara architecture concept can present
restorative experience to people, especially urban people. Because of that, there are
many tourism/hospitality business take back to local architecture concept. One of
them is “Kampung Wisata Imah Seniman” (Imah Seniman Tourism Village). The aim
of this article is to confirm about nusantara architecture concepts role in presents
restorative experience to its users. The result shows this architectural concept is
capable to be a restorative facility to people.
Keywords : Nusantara architecture, restorative experience
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
87
1. PENDAHULUAN
Indonesia terdiri dari beragam suku
bangsa, membuat Indonesia memiliki
keberagaman budaya. Arsitektur
merupakan salah satu wujud dari
budaya tersebut. Kekayaan Indonesia
akan budaya dari suku-suku bangsa
yang ada terlihat pada kekayaan
arsitektur vernakular yang ada.
Arsitektur vernakular merupakan
arsitektur yang tumbuh dan
berkembang dari arsitektur rakyat,
yang lahir dari masyarakat etnik dan
budaya etnik (Dawson & Gillow, 1994
dalam Sahroni, 2012). Arsitektur
vernakular dibuat melalui proses trial
and error tentunya memiliki makna
yang lebih daripada sekedar bentuk
fisik dan teknik konstruksi (Yu Sing,
2011). Arsitektur vernakular
diturunkan dari generasi ke generasi
sehingga menghadirkan sebuah tradisi
yang menjadi budaya yang kini
berkembang sebagai arsitektur
tradisional.
Arsitektur tradisional dan vernakular
yang ada di Indonesia sering disebut
sebagai arsitektur nusantara. Arsitektur
nusantara sangat sarat akan kearifan
lokal yang diturunkan oleh nenek
moyang yang memiliki peran dan
fungsi yang penting sebagai refleksi
keakraban dengan alam, seperti
bagaimana menggunakan material
secara wajar (Sahroni, 2012). Maka
dari itu, arsitektur nusantara sering
dikatakan sebagai arsitektur yang
berwawasan lingkungan karena
menggunakan material yang tidak
merusak lingkungan dan kaya akan
konsep sosial seperti adanya ruang
atau bangunan yang memiliki fungsi
sebagai ruang komunal, mampu
menjawab dan menyelesaikan isu
kekinian seperti konstruksi yang tahan
gempa, serta merupakan salah satu
potensi pariwisata berbasis lingkungan
/ ecotourism (Dirjen Penataan Ruang
Kementrian PU, 2013).
Seiring perkembangan jaman yang
semakin modern dan mengglobal,
gempuran teknologi dari negara Barat
terus berkembang di Indonesia,
mengakibatkan perubahan budaya,
perkembangan teknologi bahan dan
pembangunan semakin canggih dan
mampu membangun bangunan lebih
cepat membuat arsitektur tradisional
dan vernakular semakin punah dan
ditinggalkan. Walaupun beberapa jenis
arsitektur tradisional masih
dilestarikan, tapi bangunan tersebut
hanya sebagai sebuah artefak
bersejarah untuk mengingatkan bahwa
bangunan tersebut pernah ada. Hal ini
tentu sangat disayangkan mengingat
arsitektur nusantara memiliki peran
dan fungsi yang sebenarnya sangat
penting sebagai simbol keberagaman
budaya yang ada di Indonesia. Hal ini
merupakan tantangan bagi para arsitek
Indonesia untuk berupaya melestarikan
makna dan nilai arsitektur nusantara
dengan menciptakan karya-karya
arsitektur nusantara yang bersifat
kekinian (Yu Sing, 2011) dengan tetap
memelihara karakter inti arsitektur
nusantara dengan penyesuaian
terhadap kondisi terkini, sehingga
eksistensi dari arsitektur nusantara
tetap dapat dilestarikan (Sahroni,
2012) dan pelestarian ini juga
membutuhkan kontribusi masyarakat
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
88
setempat (Dirjen Penataan Ruang
Kementrian PU, 2013).
Industri pariwisata di Indonesia saat ini
cukup banyak yang mengambil konsep
kembali pada arsitektur lokal.
Beberapa di antaranya menggunakan
konsep ini sebagai sarana diferensiasi
produk hospitality architecture yang
mereka tawarkan. Konsep ini dianggap
memiliki prospek yang baik, karena
arsitektur lokal umumnya memiliki
keunikan tersendiri, yang mampu
menarik minat kelompok masyarakat
tertentu, umumnya masyarakat yang
tinggal di perkotaan. Kehadiran
arsitektur lokal yang menggunakan
material alami, dekat dengan unsur
vegetasi dan air memiliki potensi
sebagai sarana restorasi dari kepenatan
(Kaplan, 1995; Korpela, 1996).
Salah satu produk hospitality
architecture yang mengambil konsep
kampung wisata - yang mana istilah
kampung merupakan sebutan
pemukiman masyarakat tradisional –
adalah Kampung Wisata Imah
Seniman, yang terletak di daerah
Lembang, Jawa Barat. Penulisan
artikel ini akan membahas mengenai
konsep yang dihadirkan dan
ditawarkan oleh pihak pengelola hotel
ini, serta mengkonfirmasikan konsep
tersebut dengan pendapat beberapa
pengguna, mahasiswa yang melakukan
kuliah lapangan di lokasi tersebut,
serta pengamatan perilaku pengguna
pada lokasi tersebut. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
manfaat penggunaan konsep arsitektur
nusantara sebagai sarana restorasi bagi
masyarakat.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori-teori yang akan digunakan dalam
penulisan artikel ini adalah teori
mengenai pengalaman restoratif dan
lingkungan restoratif, serta tinjauan
mengenai lokasi studi, yaitu Imah
Seniman.
Pengalaman Restoratif dan
Lingkungan Restoratif
Pengalaman restoratif merupakan
sebuah pengalaman yang mampu
memulihkan kepenatan dari aktivitas
sehari-hari (Kaplan, 1995). Kaplan
(1995) menyebutnya sebagai directed
attention. Istilah directed attention dan
indirected attention berkaitan dengan
usaha atau effort untuk memberi
perhatian terhadap suatu hal. Salah
satu contoh directed attention adalah
perhatian terhadap pekerjaan, perhatian
saat menyetir menghadapi hiruk-pikuk
lalu lintas, dan banyak lagi yang
berkaitan dengan kehidupan sehari –
hari. Istilah directed attention dan
indirected attention, sering disebut
dengan voluntary (membutuhkan
usaha) dan involuntary attention (tidak
membutuhkan usaha). Directed
attention yang dilakukan terus menerus
menyebabkan kelelahan mental yang
berpotensi sebagai pemicu stres pada
manusia. Apabila kelelahan mental ini
tidak dipulihkan dapat menyebabkan
stres yang berujung pada depresi
mental. Untuk itulah diperlukan
sebuah pengalaman restoratif yang
dapat memulihkan kepenatan tersebut.
Pemulihan kelelahan mental tersebut
dilakukan dengan cara memberikan
atensi yang berlawanan yaitu
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
89
memberikan indirected/involuntary
attention yaitu atensi atau perhatian
terarah tanpa memerlukan usaha,
sehingga tidak membutuhkan energi
lebih untuk memberikan atensi
terhadap suatu hal. Kaplan (1995) juga
menyebutkan involuntary attention ini
sebagai fascination. Fascination ini
dapat diperoleh dalam proses saat
melakukan sesuatu, misalnya saat
membaca sebuah buku yang menarik
membuat sesorang betah untuk
berlama-lama membaca buku.
Fascination juga dapat diperoleh dari
kegiatan yang memang disukai
terutama kegiatan yang disukai
misalnya berpetualang ke alam liar
dapat membangkitkan perasaan
senang. Fascination juga dapat
diperoleh dari hal yang ekstrim,
sangat soft seperti berjalan pada taman,
hutan, dan lingkungan natural lainnya,
serta hal yang ekstrim, sangat hard
seperti menonton pertandingan balap
mobil, sepak bola, dan lain-lainnya.
Dapat dikatakan bahwa alam natural
dapat berfungsi sebagai sarana
restorasi. Namun pengalaman restoratif
tidak hanya didapat dari fascination.
Pengalaman restoratif juga dapat
diperoleh dari pengalaman being away,
extent, dan compatibility.
Pengalaman being away adalah
pengalaman bebas dari salah satu
aktivitas mental yang membutuhkan
directed attention, perasaan ini lebih
kepada konsepsi dan bukan
transformasi fisik, karena berkaitan
dengan aktivitas mental. Pengalaman
extent merupakan pengalaman yang
memungkinkan seseorang memuaskan
keingintahuannya terhadap sebuah
lingkungan. Lingkungan diharapkan
beraneka ragam dan koheren/ sesuai
atau dalam 1 kesatuan, sehingga dapat
menyediakan banyak pengalaman.
Compatibility merupakan pengalaman
restoratif yang sesuai dengan tujuan
dan kecenderungan seseorang,
sehingga diharapkan lingkungan
restoratif menjadi responsif terhadap
tujuan tersebut.
Untuk memenuhi pengalaman
restoratif, sebuah lingkungan restoratif
diharapkan mampu menghadirkan 4
kesan di atas yaitu being away, sebuah
lingkungan tidak perlu jauh dari pusat
kota, tapi mampu memberikan
pengalaman atau pemandangan yang
berbeda dari keseharian seseorang
sehingga mampu mengistirahatkan
direct attention, kemudian fascination,
sebuah lingkungan harus dapat
menghadirkan sesuatu yang menarik
untuk menggugah
involuntary/indirected attention. Untuk
menghadirkan kesan extent, sebuah
lingkungan tidak perlu luas tapi
memberikan banyak stimulus untuk
dilihat, desain jalan setapak juga dapat
dirancang agar dapat memberikan
kesan luas, serta mampu membawa
alam pikiran ke masa lampau atau
sejarah. Untuk menghadirkan kesan
compatibility, sebuah lingkungan
restoratif harus mampu memenuhi
tujuan dan kecenderungan yang
dimiliki oleh seseorang, misalnya bagi
masyarakat perkotaan lingkungan yang
sesuai untuk restorasi diri adalah
lingkungan natural.
Korpela (1996;2001) dalam dua
artikelnya menyebutkan bahwa suatu
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
90
lingkungan menjadi favorit bagi
seseorang apabila memiliki nilai kesan
being away, fascination, coherence
dan compatibility. Dengan kata lain
suatu lingkungan akan menjadi favorit
apabila mampu memberikan
pengalaman restoratif. Saat seseorang
menyatakan bahwa tempat tersebut
merupakan tempat favoritnya maka
nilai terhadap kesan coherence (extent)
dan compatibility yang dihadirkan
pada lingkungan tersebut cenderung
lebih tinggi daripada nilai kesan being
away dan fascination. Berdasarkan 2
artikelnya, Korpela (1996)
menyebutkan bahwa lingkungan yang
bersifat restoratif bagi banyak
responden adalah lingkungan yang
memiliki banyak unsur hijau berupa
keanekaragaman vegetasi, unsur air,
dengan pemandangan yang permai,
dan tempat favorit bagi sebagian besar
responden adalah lingkungan alami.
Hasil penelitian yang sedikit berbeda
dikemukakan oleh Sari (2012), yang
menemukan bahwa mahasiswa di
Bandung menyukai shopping mall
sebagai tempat favorit karena
menikmati proses restoratif. Shopping
mall yang paling banyak disukai
adalah shopping mall yang memiliki
fasilitas dan aktivitas yang beragam,
desain yang menarik, memiliki fasilitas
entertainment, suasana nyaman, dan
berbeda dari yang lain. Pada penelitian
ini faktor vegetasi kurang memiliki
peranan penting dalam menentukan
preferensi responden terhadap sebuah
shopping mall favorit. Hal ini sedikit
berbeda dengan teori dan penelitian
sebelumnya yang mengatakan bahwa
unsur vegetasi merupakan faktor
dominan yang menghadirkan
pengalaman restoratif.
Kampung Wisata Imah Seniman
Gambar 1. Tampak Atas Lokasi Imah
Seniman. Sumber : Google earth, 2013
Salah satu kawasan wisata alami
dengan konsep yang unik adalah
Kampung Wisata Imah Seniman.
Konsumen bisa melakukan berbagai
aktivitas dari makan di hutan,
menginap di pinggir danau, berbelanja
di kampung, memancing di sungai dan
outbound di gunung. Imah Seniman
berlokasi di Jalan Kolonel Matsuri dan
terletak di sebuah lembah, tapi sangat
mudah diakses dari jalan raya.
Pengelolaannya ada dalam manajemen
Sapu Lidi yang sudah beroperasi lebih
dahulu tahun 2001. Maka dari itu
terdapat kemiripan dari segi
arsitekturnya dengan arsitektur di Sapu
Lidi. Konsep yang diambil untuk
keseluruhan tempat ini sedikit
dibedakan. Imah Seniman
menggunakan slogan "Tidur di Danau,
Makan di Hutan". Dengan luas 15
hektar, Imah Seniman menawarkan
galeri, resto, kafe, resort, dan tempat
wisata yang terpadu.
Dapat dikatakan bahwa Imah Seniman
dibangun tanpa menggunakan
konsultan arsitektur. Sebab, pemilik
tunggal dari tempat ini yaitu Robby
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
91
Tjahyadi yang mengkonsepkan tempat
ini (interview 30/10/2013). Konsep
besarnya adalah membangun
penginapan tanpa merusak keadaan
lahan, tidak merusak lingkungan dan
juga memberikan diferensiasi dari
usaha lain yang serupa.
Imah Seniman menawarkan fasilitas
penginapan berupa resort yang
diletakkan di tepi danau buatan dengan
tipe Junior Suite . Tiap kamar
berbentuk rumah gebyok khas Jawa
yang didominasi oleh kayu dan ukira
dilengkapi dengan furnitur yang
mengambil gaya dan hiasan dinding
bergambar tokoh wayang atau bentuk
lain yang bergaya Jawa sesuai dengan
konsep awal ingin menampilkan
suasana rumah kampung yang
sederhana.
Tipe penginapan lain adalah Suite
Room dengan ukuran lebih luas dan
tersedia teras beserta kursi di bagian
depannya. Lokasi Suite Room tidak
mengelilingi danau melainkan ada di
pinggir sungai buatan. Posisi Suite
Room lebih dalam dibandingkan tipe
Junior Suite yang berada di bagian
depan. Tipe lainnya adalah Executive
Room dan vila-vila yang berisi
beberapa kamar. Vila tradisional
maupun dengan bangunan modern
terletak di bagian lebih dalam dari
lokasi Imah Seniman yang cukup luas.
Gambar 2. Bangunan unit resort yang ada di
Imah Seniman. Sumber: dokumentasi pribadi
30/10/2013
Imah Seniman juga menyediakan
restoran dan cafe. Bangunan Resto dan
Cafe dibuat dengan atap jerami dan
kayu. Resto dan Cafe berada di sebelah
kiri dan terletak tidak terlalu jauh dari
gerbang. Dengan konsep "Makan di
Hutan” restoran dan café dibangun di
bawah rindangnya pepohonan dan di
tepi sungai alami dengan konsep pasar
tradisional. Untuk lebih menghadirkan
suasana kampung, menu yang
dihadirkan merupakan menu
tradisional seperti Ikan bakar Daun,
Ayam Kahesupan, Sayur Asem,
Buncis Ka Oncoman, dan menu khas
Sunda lainnya. (http://kumpulan.info)
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
92
Gambar 3. Bangunan Café dan Restoran di
Imah Seniman. Sumber: dokumentasi pribadi
30/10/2013 (atas) dan pada 30/11/2013
(bawah)
Imah Seniman juga menyediakan
fasilitas outbond seperti ATV, aktivitas
berkuda, melukis, jogging track,
fasilitas meeting area, kolam
pemancingan dan spa. Sehingga
diharapkan dapat menarik segmen
konsumen keluarga. Menurut
pengelola Imah Seniman, segmen
konsumen yang dituju adalah segmen
keluarga yang berasal dari luar kota
Bandung, dan kebanyakan konsumen
dari tempat ini 90% berasal dari
Jakarta dengan angka okupansi yang
cenderung tinggi pada akhir minggu,
dan paling tinggi saat akhir tahun, dan
pertengahan tahun. Sebenarnya tempat
ini juga memiliki galeri seni yang
menjual berbagai macam kerajinan
dari seniman lokal, tetapi saat penulis
melakukan observasi pada lokasi,
galeri tersebut sedang direnovasi.
Selain menghadirkan rumah tradisional
Jawa sebagai unit resort, kesan
kampung semakin ingin dihadirkan
dengan membatasi ketersedian lampu
penerangan pada jalan setapak yang
menghubungkan unit-unit resort,
lampu penerangan digantikan dengan
obor. Elemen-elemen tradisional
bangunan tiap unit diperoleh dari
bongkaran rumah Joglo lama yang
diperoleh dari Jepara kemudian
disusun kembali di lokasi, uniknya unit
bangunan sebagian tidak menggunakan
pondasi, tapi menggunakan umpak.
Untuk menjaga konsistensi dari konsep
kampung, perawatan dan perbaikan
elemen-elemen bangunan dilakukan di
bengkel yang juga tersedia pada lokasi.
Gambar 4. Elemen bangunan dan furnitur.
Sumber: dokumentasi pribadi 30/10/2013
3. METODE
Metode pengambilan data untuk
penelitian ini dilakukan pengambilan
data primer, di mana penulis secara
langsung melakukan observasi pada
lokasi studi. Data yang diambil dengan
cara melakukan wawancara dengan
pihak pengelola Imah Seniman, diskusi
dengan 10 mahasiswa s2 arsitektur
yang saat itu melakukan kuliah
lapangan ke lokasi, observasi perilaku
konsumen, dan wawancara dengan
beberapa konsumen. Data sekunder
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
93
mengenai lokasi studi dilengkapi untuk
memperjelas konsep yang ditawarkan
oleh Imah Seniman yang belum dapat
diperoleh dari data primer.
Data yang diperoleh kemudian
dianalisa dengan cara analisis konten,
dengan mengumpulkan kata kunci
yang diperoleh dari diskusi dengan
mahasiswa s2 arsitektur dan beberapa
konsumen. Sehingga dapat diketahui
apakah fasilitas yang ada pada lokasi
dapat memberi pengalaman restoratif
bagi mereka.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh penulis melalui
observasi ke lokasi studi tanggal 30
Oktober 2013, bahwa Imah Seniman
pada hari biasa/ hari kerja tempat ini
cenderung sepi pengunjung, yang ada
hanya acara yang bersifat bisnis,
seperti pertemuan bisnis dan rapat.
Observasi kedua dilakukan pada akhir
minggu yaitu pada hari Sabtu tanggal
30 November 2013, saat itu konsumen
yang datang lebih banyak, sebagian
besar datang dari Jakarta dan Bandung,
terlihat dari nomor plat kendaraan
yang membawa mereka.
Konsumen yang datang ke lokasi
sebagian besar adalah rombongan,
yang datang bersama keluarga dan
teman. Area yang ramai saat akhir
minggu ada pada restoran, arena ATV
dan pemancingan. Danau buatan yang
dikelilingi resort juga cukup disukai,
beberapa konsumen terlihat menaiki
sampan ke tengah danau buatan untuk
sekedar mengambil foto bersama
anggota keluarganya. Beberapa
konsumen juga melakukan aktivitas
berkuda melalui area jogging track dan
area restoran.
Gambar 4. Aktivitas konsumen di Imah Seniman.
Sumber: dokumentasi pribadi 30/11/2013
Hasil diskusi bersama mahasiswa s2
yang melakukan kuliah lapangan
adalah bahwa sebagian besar dari
mereka menganggap tempat ini unik,
dengan menghadirkan arsitektur
tradisional pada bangunannya. Salah
satu di antaranya menganggap tempat
ini mampu menjadi sarana edukasi
untuk belajar mengenai proses seni
dalam mewujudkan unit-unit
bangunannya dan serasa kembali ke
masa lalu. Yang lainnya menyebutkan
bahwa adanya vegetasi, unsur air dan
material alami menciptakan suasana
nyaman, sejuk dan sangat tepat untuk
menghilangkan kejenuhan dari
kehidupan perkotaan. Sebagian besar
menjawab bahwa tempat ini
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
94
memberikan pengalaman baru yang
dapat menenangkan pikiran dengan
‘kabur’ sejenak dari rutinitas
perkotaan. Namun, hal yang
disayangkan dari tempat ini adalah
ketidakjelasan arah untuk mencapai
fasilitas yang dituju, sehingga harus
meminta bantuan dari staf Imah
Seniman.
Hasil wawancara dengan beberapa
konsumen, sebagian konsumen merasa
bahwa tempat ini memberikan suasana
nyaman, sejuk yang mengingatkan
mereka pada kampung halaman
semasa kecil. Empat orang konsumen
merupakan konsumen yang tidak
menginap di lokasi. Empat orang
tersebut memilih Imah Seniman
sebagai tempat rekreasi karena ingin
menikmati suasana kampung
tradisional yang jarang didapatkan di
kota Bandung (tempat tinggal mereka),
dan menemani anak-anak untuk
menikmati pemandangan alam yang
lebih natural. Tiga konsumen lainnya
merupakan konsumen yang menginap
di lokasi, mereka mengatakan
sebernarnya sangat nyaman menginap
di lokasi karena lingkungannya masih
alami, banyak vegetasi dan banyak
unsur air yang menenangkan. Namun,
saat malam hari agak menakutkan
sebab hanya ada cahaya obor sehingga
agak menakutkan bagi mereka.
Berdasarkan jawaban dari responden,
sebagian besar dari mereka
beranggapan bahwa Imah Seniman
yang menghadirkan konsep kampung
wisata dapat memberi pengalaman
baru untuk menghilangkan kepenatan
dari kehidupan perkotaan. Hampir
semua jawaban dari responden
mengatakan bahwa kenyamanan
diperoleh secara visual dengan melihat
banyak unsur hijau dari vegetasi, unsur
air dan suara gemericiknya. Namun,
pembatasan penerangan saat malam
hari mungkin kurang cocok bagi
sebagian konsumen.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan di atas, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan, antara lain ,
bahwa lokasi studi yaitu Imah Seniman
menghadirkan pengalaman being away
, yang memberikan rasa nyaman dan
rileks. Serta mampu mengkoneksikan
pikiran beberapa responden kepada
masa lalu, hal ini berkaitan dengan
konsep extent. Fascination diperoleh
oleh kelompok mahasiswa dan
sebagian konsumen dari kehadiran
vegetasi, danau buatan serta unit
bangunan yang terbuat dari bahan
alami. Sebagian besar konsumen yang
tidak menginap merasa sedikit takut
untuk menginap di tempat ini karena
bangunan yang terbuat dari bongkaran
rumah Joglo sedikit terlihat kusam
secara visual. Namun ada pula yang
menyukai gaya bangunan seperti ini,
hal ini tergantung apakah lingkungan
Imah Seniman sesuai atau compatible
dengan karakter dan kesukaan dari
masing- masing konsumen.
Hasil penelitian di atas mendukung
temuan dari Korpela (1996;2001) dan
Kaplan (1995) bahwa lingkungan akan
bersifat restoratif apabila terdapat
unsur vegetasi, air, dan pemandangan
yang permai. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa konsep arsitektur
nusantara memiliki potensi untuk
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
95
diangkat dalam industri pariwisata
yang berwawasan lingkungan, karena
konsep ini memiliki fungsi restoratif
bagi masyarakat khususnya
masyarakat perkotaan. Hasil penelitian
ini juga sedikit bertentangan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2012), dimana vegetasi kurang
mempengaruhi pengalaman restoratif
remaja. Perbedaan ini kemungkinan
dipengaruhi oleh faktor personal
responden yaitu usia dan pengalaman,
dimana responden dari penelitian ini
sebagian besar adalah kelompok usia
dewasa muda.
Kekurangan dari penelitian ini adalah
tidak membahas faktor personal
responden, sebab faktor personal
responden dapat menentukan tingkat
compatibility sebuah lingkungan. Hal
ini dapat diperjelas pada penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
.
KAPLAN, STEPHEN. 1995. The
Restorative Benefits Of Nature:
Toward An Integrative Framework.
Journal Of Environmental
Pshycology (1995) 16, 169-182.
KORPELA,KALEVI. HARTIG,
TERRY. 1996. Restorative
Qualities Of Favorite Places.
Journal of Environmental
Psychology (1996) 16, 221–233
KORPELA,KALEVI. HARTIG,
TERRY. KAISER, FLORIAN.
FUHRER, URS. 2001. Restorative
Experience And Self-Regulation In
Favorite Place. Environment and
Behavior 33;572
SARI,ASTRI. KUSUMA, HANSON.
TEDJO, BASKORO. 2012. Tempat
Favorit Mahasiswa Sebagai Sarana
Restorative . Jurnal Lingkungan
Binaan Vol.1 No.1
Artikel website :
Melestarikan Arsitektur Nusantara.
2013.
http://werdhapura.penataanruang.n
et/berita-bipr/265-melestarikan-
arsitektur-nusantara. Diunduh
tanggal 29/11/2013
SAHRONI, ADE. 2012. Arsitektur
Vernakular Indonesia: Peran,
Fungsi, Dan Pelestarian Di Dalam
Masyarakat.
http://iaaipusat.wordpress.com/201
2/03/19/arsitektur-vernakular-
indonesia-peran-fungsi-dan-
pelestarian-di-dalam-masyarakat/.
Diunduh tanggal 29/11/2013
SING, YU. 2011. Integritas Arsitektur.
http://rumah-
yusing.blogspot.com/2011/10/integ
ritas-arsitektur.html. Diunduh
tanggal 29/11/2013
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016 ISSN : 2355-9284
96
top related