jurusan tafsir hadis fakultas ushuluddin dan...
Post on 02-Mar-2019
267 Views
Preview:
TRANSCRIPT
CHIGIENITAS PERSPEKTIF HADIS (KAJIAN HADIS-HADIS TENTANG KEBERSIHAN
MAKANAN, SUMBER AIR, RUMAH DAN JALANAN)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh: Ahmad Erwan
NIM: 103034027910
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2008 M/1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Higienitas Perspektif Hadis (Kajian Hadis-Hadis Tentang Kebersihan Makanan, Sumber Air, Rumah dan Jalanan)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana program Strata I (S1) pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 31 Maret 2008
Ketua Merangkap Anggota
Dra. Ida Rasyidah, MA. NIP. 150 242 267
Sekretaris Merangkap Anggota
Jauharotul Jamilah, M.Si. NIP. 150 282 401
Anggota
Drs. Harun Rasyid, MA. NIP. 150 232 921
Drs. Bustamin, MBA. NIP. 150 289 320
Syarifah Rusydah, Lc., MA. NIP: 150 300 333
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâh, segala puji syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah
Swt. yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada suri
tauladan manusia Nabi Muhammad Saw., keluarga, para sahabat dan kita semua yang
selalu mengikuti sunahnya hingga akhir masa. Âmîn...
Merupakan suatu kebahagiaan yang tak terhingga bagi penulis, karena telah
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Higienitas Perspektif Hadis (Kajian
Hadis-hadis tentang Kebersihan Makanan, Sumber air, Rumah dan Jalanan)”
sebagai bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh
gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan
Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai
rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat.
2. Bapak Drs. Bustamin, M.B.A selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis.
3. Bapak Edwin Syarif, M.Ag, Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
4. Ibu Syarifah Rusydah, M.A. sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta seluruh civitas
akademika, yang telah memberikan sumbangsih wawasan keilmuan dan
bimbingan selama penulis berada dalam masa perkuliahan.
6. Seluruh staf perpustakaan UIN dan perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat serta
perpustakaan Iman Jama’ atas tersedianya buku-buku yang dapat membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang
tua; ibunda Sunarsih dan ayahanda Murtado yang selalu merawat, mendidik
dan juga yang selalu memberikan doa, motivasi dan tak henti-hentinya
memberikan pengorbanan baik materi maupun non materi. Semoga Allah
Yang Maha Kuasa memberikan ampunan, rahmat dan kesehatan bagi mereka.
8. Keluarga penulis semuanya, saudara-saudara, keponakan-keponakan yang
telah menemani di saat penulis mengerjakan skripsi ini dan khususnya untuk
kak Maria Ulfa, S.Pd terima kasih bantuan dan motivasinya.
9. Teman-teman jurusan Tafsir Hadis angkatan 2003 terutama TH/C juga TH/A
dan TH/B yang selalu memberikan semangat dan menemani penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini khususnya Agus, Iful, Zainuddin, Nunung,
Nurjaman, Arif, Zaeni, Yayah, Ana, Afif, Robi, Hadi, Rudin, Agustin,
Mikoyah, Laifa dan teman teman yang lain yang tak bisa disebutkan satu
persatu. Thank’s very much, sukses selalu buat kalian.
Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang jauh
dari sempurna dan semoga karya tulis yang sederhana ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca. Wassalam…
Depok, 27 Maret 2008
Ahmad Erwan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...............................6
C. Tujuan Penelitian ..............................................................6
D. Metodologi Penelitian.......................................................7
E. Sistematika Penulisan .......................................................8
BAB II TINJAUAN UMUM KEBERSIHAN DALAM PANDANGAN ISLAM
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN ................9
A. Pengertian Kebersihan ......................................................9
B. Kebersihan dalam Pandangan Islam ...............................11
C. Hubungan Kebersihan dengan Kesehatan ......................16
BAB III HADIS-HADIS TENTANG HIGIENITAS............................24
A. Kebersihan Makanan dan Minuman ...............................24
B. Kebersihan Sumber Air...................................................31
C. Kebersihan Rumah dan Jalanan ......................................35
BAB IV ANALISA HADIS-HADIS KEBERSIHAN MAKANAN, SUMBER
AIR, RUMAH DAN JALANAN..............................................40
A. Pandangan Ulama ..........................................................40
B. Analisa Matan Hadis.......................................................54
BAB V PENUTUP.....................................................................................76
A. Kesimpulan ......................................................................76
B. Saran-saran .......................................................................77
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 78
PEDOMAN TRANSLITERASI
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf arab Huruf latin Keterangan Tidak dilambangkan ا b Be ب t Te ت
ts Te dan es ث j Je ج h H dengan garis bawah ح kh Ka dan ha خ d De د dz De dan zat ذ r er ر z zet ز s es س sy Es dan ye ش s Es dengan garis bawah ص d De dengan garis bawah ض t Te dengan garis bawah ط z Zet dengan garis bawah ظ Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع gh Ge dan ha غ f Ef ف q Ki ق k Ka ك l El ل m Em م n En ن w We و h Ha ه Apostrof ء y ye ي
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab di
lambangkan dengan dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda vokal arab Tada vokal latin Keterangan â A dengan topi di atas ئا î I dengan topi di atas ئي û U dengan topi di aas ئو
Kata sandang yang dalam aksara arab dilambangkan dengan huruf ڵا yaitu
dialihaksarakan menjadi huruf (l), baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf
qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsyiyah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada umat
manusia melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya
membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai
berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil
berbagai aspek itu adalah al-Quran dan hadits.1
Bagi umat Islam, hadis diyakini sebagai sumber kedua (second source) setelah
al-Quran. Hadis yang disebut juga sunnah adalah segala sesuatu yang dinisbahkan
kepada Nabi Muhammad Saw. baik perkataan, perbuatan, maupun taqrîr (ketetapan)
atau sifat2. Fungsi hadis sebagai menetapkan dan memperkuat hukum-hukum al-
Quran, menafsirkan atau menjelaskankan kandungan ayat-ayat al-Quran, merincikan
yang mutlak, mentakhsis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Quran yang masih umum
dan kadangkala memberi keputusan hukum yang tidak terdapat dalam al-Quran.3
Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, ajaran-ajaran Allah tercermin
dalam kehidupan beliau sehari-hari. Sementara sesudah beliau wafat, ajaran-ajaran
Allah tercermin dalam hadis yang beliau tinggalkan.4
Salah satu di antara ajaran-ajaran Islam adalah anjuran hidup bersih dan sehat.
Islam menganjurkan agar kita memperhatikan kebersihan sebagai salah satu cara
untuk menjaga kesehatan. Dalam masalah kebersihan, Islam memiliki sikap yang
tidak dapat ditandingi oleh agama apapun. Islam memandang kebersihan sebagai
1 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1978) cet. Ke-2,
jilid 1, h. 24 2 Subhi al-Salih, Ulûm al-Hadîs wa Mushthalahu, (Dar al-Ilm al-Malayin, 1997), h. 3 3 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif, 2000), h. 65 4 Ali Mushtofa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 35
ibadah dan sekaligus cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bahkan Islam
mengkategorikan kebersihan sebagai salah satu kewajiban setiap muslim.
Dalam kitab-kitab syarî’ah, bab pertama selalu diawali dengan bâb al-tahârah
yakni kebersihan. Dengan demikian, fiqih pertama yang dipelajari umat Islam ialah
masalah kebersihan.5
Memperhatikan masalah kebersihan adalah salah satu unsur penting dalam
perilaku beradab. Islam menganggap kebersihan sebagai suatu sistem peradaban dan
ibadah. Karena itu, kebersihan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seorang
muslim. Di sini, dapat kiranya disadari bila Islam mewajibkan kepada semua muslim,
laki-laki dan perempuan untuk melakukan salat lima kali dalam sehari semalam.
Dalam Islam, salat merupakan kunci surga. Salat seorang muslim tidak sah selama ia
tidak menghilangkan hadas kecil dengan wudhu dan menghilangkan hadas besar
dengan mandi. Dalam sehari, wudhu dilakukan beberapa kali dengan maksud untuk
membersihkan anggota tubuh yang terkena kotoran, keringat, dan debu; misalnya
wajah –juga mulut dan hidung- dan kepala, serta kedua tangan, kaki dan telinga.6
Al-Quran dan hadis telah mengajarkan kebersihan dan menganjurkan hidup
sehat. Dalam beberapa ayat al-Quran, dapat kita lihat bahwa surat yang pertama yang
diturunkan adalah seruan untuk menuntut ilmu, sedangkan yang kedua adalah
panggilan kepada kebersihan. Surat pertama yang diturunkan adalah ayat “iqra’” yang
artinya “bacalah”, sedangkan surat kedua adalah:
)٤: المدثر( “Dan pakaianmu bersihkanlah”. (Q.S. Al-Mudatsir: 4)
Allah suka kebersihan sebagaimana firman-Nya:
5 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,
(Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), Terj. Faizah Firdaus, h. 190 6Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan. h. 361
)٢٢٢: البقرة( ☺
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Baqarah: 222)
Allah memuji memuji penghuni masjid Quba dan memuji kebiasaan mereka yang
mencintai kebersihan. Allah berfirman:
☺
☺ )١٠٨: التوبة(
“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak
hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S. al-Taubah: 108)
Karena itu, kebersihan dianggap sebagai salah satu bukti keimanan. Sampai
ada kata-kata yang terkenal di kalangan umat Islam yang mengatakan: “Al-nazhâfat
min al-îmân (kebersihan sebagian dari iman)”. Sebagian orang Islam menganggap
kalimat tersebut sebagai hadis, padahal ia bukan hadis.7 Sebenarnya hadis yang sahih
berbunyi: “al-Tuhûr syatr al-îmân”8 (artinya: kebersihan sebagian dari iman).
Maksudnya setengahnya iman.
Perhatian al-Quran dan hadis terhadap higienitas9 dan kebersihan tidak hanya
dengan wudhu dan mandi saja. Akan tetapi, keduanya sangat memperhatikan
higienitas lain yang dibutuhkan manusia. Makanan, air bersih merupakan hal penting
yang menunjang kesehatan manusia. Kebanyakan manusia terserang penyakit akibat
mengkonsumsi jajanan yang tidak higienis karena tercampurnya makanan oleh debu
7 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 365 8Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, (Saudi: Baitul Afkar Al-
Dauliyah, 1998), hal. 119. (Dari Abu Malik al-Asy’ari dalam “al-Tahârah” hadis no. 223). 9 Berasal dari kata higene yakni sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan serta
berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Lihat: Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara/LPKN, 2000). Cet. Ke-2, h. 340
jalanan sehingga menumbuhkan bakteri. Menurut penelitian WHO, lebih dari 1,1
milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini kekurangan akses terhadap air
minum bersih. WHO memperkirakan 4500 balita setiap tahun meninggal akibat air
yang tidak aman dan kurangnya higienitas. Keterkaitan kebersihan dengan kesehatan
dalam Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan akidah dan
syariatnya.10
Dalam sejarah manusia, Islam merupakan akidah pertama, bahkan norma
ilmiah pertama yang memperkenalkan dan memerintahkan steril yang diidentikkan
dengan “bersuci” (tahârah). Istilah “bersuci (tahârah) adalah membersihkan atau
membebaskan sesuatu dari bakteri atau benda yang mengandung bakteri, sedang
sesuatu yang kotor atau mengandung jamur diidentikkan dengan “najis”.11
Dalam hadis, dijelaskan bahwa untuk menghilangkan najis adalah dengan
mencuci dengan air atau dipanaskan di atas api. Menghilangkan najis berarti
menghilangkan atau membersihkan dari bakteri hingga hilang warna, bau dan
rasanya. Dengan demikian, Islam merupakan perintis pertama yang memberi
peringatan bahwa perubahan warna, bau dan rasa menunjukkan adanya bakteri yang
hidup dan aktif. Adapun benda-benda najis yang diisyaratkan oleh al-Quran dan hadis
dan ia mengandung bakteri, antara lain: nanah, kotoran hajat, darah, tumpahan
(muntah), air liur anjing, babi dan segala sesuatu yang telah membusuk seperti sisa-
sisa hewan yang mati atau potongan hewan yang hidup.
Dengan melihat ajaran-ajaran Nabi itu, maka hadis memiliki kekayaan fakta-
fakta ilmiah yang jika dikembangkan dengan pola sains modern akan muncul berbagai
disiplin ilmu pengetahuan yang bermanfaat; khususnya ilmu kesehatan. Akan tetapi,
10 Depkes, “Kekurangan Akses Terhadap Air Minum dan Sanitasi Dasar”. Artikel diakses
tanggal 4 Januari 2007 dari http: //www. Depkes.go.id./index.php.option=news&task. 11 Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumii Aksara,
1996), h. 10
kurangnya kita menyadari akan hal itu. Masih terdapat kaum muslim yang tidak
memperhatikan kebersihannya serta kurangnya melihat bahwa Islam sebagai agama
dan peradaban juga pengaruhnya terhadap dunia kesehatan.
Permasalahan kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan menjadi
perhatian penulis untuk dikaji karena memandang bahwa permasalahan kebersihan
tersebut masih banyak kita lihat; tidak sedikit sungai yang tercemar, sampah
berserakan di mana-mana terutama di jalanan dan bahkan di lingkungan rumah kita
serta makanan yang kurang higienis.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengkaji lebih mendalam
bagaimana pandangan hadis-hadis mengenai kebersihan makanan, sumber air, rumah
dan jalanan? Apakah amalan-amalan hadis itu hanya cocok untuk zaman Nabi saja
atau dapat diimplikasikan pada zaman sekarang?
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pada skripsi ini akan dibatasi pada masalah penelitian hadis-hadis tentang
kebersihan. Kebersihan yang akan dikaji pada skripsi ini adalah hanya kebersihan
yang berkenaan dengan makanan, sumber air, rumah dan jalanan. Untuk
mempermudah dalam penelusuran hadis-hadis yang akan diteliti, penulis hanya
meneliti hadis yang termasuk dalam al-kutub al-sittah serta dibahas dari segi matan
hadis saja.
Agar masalah-masalah di atas lebih jelas dan sistematis, maka pada skripsi ini,
penulis akan merumuskan pembahasan tentang hadis-hadis kebersihan, yakni:
1. Bagaimana konsep higienitas dalam tinjauan hadis?
2. Bagaimana pandangan ulama mengenai hadis-hadis kebersihan makanan,
sumber air, rumah dan jalanan?
a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui perhatian hadis terhadap kebersihan khususnya kebersihan
makanan, sumber air, rumah dan jalanan serta dapat diamalkan bagi setiap
orang.
2. Untuk menggali kembali hadis-hadis yang berkenaan dengan lingkungan.
3. Untuk mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang hadis.
4. Memenuhi persyaratan dalam rangka penyelesaian studi sarjana S1.
D. Metodologi Penelitian.
Untuk memperoleh data dan informasi, penulis melakukan penelitian
kepustakaan atau library research, yaitu dengan cara menelaah buku-buku dan tulisan
yang memiliki kaitan secara langsung maupun secara tidak langsung. Usaha ini
dilakukan untuk memperoleh kerangka teori dan pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh ulama yang kompeten dalam masalah tersebut.
Selanjutnya pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu melalui pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar
untuk kemudian ditelaah dan dianalisis menjadi sebuah kesimpulan. Adapun untuk
menganalisa hadis ini, penulis merumuskan langkah-langkah dalam melakukan
penelitian sebagai berikut:
1. Menelusuri sanad hadis melalui lafaz dalam matan hadis dengan
menggunakan kamus hadis yakni: Mu’jam Mufahras Li Alfâzil al-Hadîts al-
Nabawî yang ditaqrîr oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Kemudian mencari
data yang telah diperoleh dari kamus dengan merujuk ke kitab aslinya.
2. Melakukan penelitian kandungan matan hadis tentang kebersihan makanan,
sumber air, rumah dan jalanan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
pendekatan al-Quran, hadis sahih, bahasa dan ilmu kesehatan.
Untuk pengolahan data menjadi kesimpulan penulis menggunakan metode
induktif, yaitu berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah data secara khusus untuk
kemudian diambil kesimpulan secara general. Kemudian, sebagai pedoman penulisan
skripsi ini penulis menggunakan buku Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan kedalam lima bab,
masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-topik
tertentu, yaitu:
Bab pertama, pendahuluan yaitu global tentang materi yang akan dibahas dari
latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, metodologi penulisan,
dan sistematika penulisan.
Pada bab kedua yaitu tinjauan umum kebersihan dalam pandangan Islam dan
hubungannya dengan kesehatan yang meliputi pengertian kebersihan, kebersihan
dalam pandangan Islam dan hubungan kebersihan dengan kesehatan
Pada bab ketiga, yaitu tentang hadis-hadis higienitas terdiri dari hadis-hadis
kebersihan makanan, kebersihan sumber air, kebersihan rumah dan jalan.
Selanjutnya pada bab keempat, membahas tentang analisa hadis-hadis
kebersihan makanan, sumber air dan rumah dan jalanan, terdiri dari pendapat ulama
dan analisa matan hadis.
Dan bab kelima atau terakhir yaitu penutup, terdiri dari: kesimpulan dari isi
keseluruhan skripsi dan beberapa saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM KEBERSIHAN DALAM PANDANGAN ISLAM
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN
A. Pengertian Kebersihan
Kata bersih sering digunakan untuk menyatakan keadaan lahiriyah suatu
benda, seperti air bersih, lingkungan bersih, tangan bersih dan sebagainya. Terkadang
bersih digunakan untuk ungkapan sifat batiniyah, seperti jiwa suci. Dalam hukum
Islam, setidaknya ada tiga ungkapan yang menyatakan “kebersihan”, yaitu:
1. Nazâfah atau nazîf, yaitu meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriyah,
dengan alat pembersihnya benda yang bersih seperti air.
2. Tahârah, yaitu mengandung pengertian yang lebih luas meliputi kebersihan
lahiriyah dan batiniyah.
3. Tazkiyah, mengandung arti ganda yaitu membersihkan dari sifat atau perbuatan
tercela dan menumbuhkan atau memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji.12
Sedangkan dalam istilah fuqahâ, tahârah berarti kebersihan dari sesuatu yang
khusus yang di dalamnya terkandung makna ta’abbud (menghambakan diri) kepada
Allah. Ia merupakan salah satu perbuatan yang dicintai Allah.13 Sebagaimana Allah
menyatakan pujian-Nya pada sekelompok orang. Allah berfirman dalam surat al-
Taubah: 108, yaitu:
)١٠٨: التوبة(☺ “Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”.
12Tim Lembaga Penelitian UIJ, Konsep Agama Tentang Bersih dan Implikasi dalam
Kehidupan Masyarakat Islam, (Jakarta: Universitas Islam Jakarta, 1993), h. 14 13 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Thaharah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), terj. Samson
Rahman, MA. h. 3
Kebersihan yang dimaksud adalah baik kebersihan inderawi (yang bisa
diindera/dirasakan) yakni kebersihan pribadi kebersihan umum, maupun kebersihan
maknawi yang hanya diketahui oleh nurani, yaitu bersih dari sifat syirik, munafik,
dengki dan sifat tercela lainnya.14
Bersih (tahârah) inderawi ada dua macam yaitu bersih dari sesuatu yang kotor
dan bersih dari hadas. Adapun yang dimaksud dengan bersih dari kotoran (khabats)
adalah membersihkan dari najis yang bisa dilihat dan dirasa yang mengenai badan,
pakaian, atau tempat. Najis seperti ini memiliki rasa, warna dan bau. Sedangkan yang
dimaksud dengan bersih dari hadas adalah membersihkan atau bersuci dari najis
hukmiyah yang diluarnya tidak ada sesuatu yang dirasakan dan dilihat mata, diraba,
dicium atau dirasakan. Ia tak lain adalah suatu perkara yang ditetapkan oleh syariat
bahwa hal itu mewajibkan wudu jika ia adalah hadas kecil dan mewajibkan mandi jika
ia berupa hadas besar.15
Kebersihan merupakan suatu kegiatan atau kebiasaan membersihkan sesuatu
yang dianggap kotor, supaya menjadi bersih. Hanya standar bersih ini tidak sama
tergantung pada tingkat pendidikan, kebiasaan dan mungkin juga dana yang dimiliki.
Kebersihan pada masa ini, bukan hanya sekedar untuk menghindari menjangkitnya
suatu penyakit tetapi kebersihan sudah merupakan suatu kebutuhan hidup yang erat
hubungannya dengan keindahan, ketertiban untuk mencapai hidup sehat, bersih,
indah, nyaman dan tenteram.16
B. Kebersihan dalam Pandangan Islam
Ajaran kebersihan dalam agama Islam berpangkal atau merupakan
konsekuensi dari iman kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci atau bersih
14Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 365 15 Al-Qardhawi, Fiqh Thaharah, h. 11 16 H. Wagino Ali Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan Islam, (Pasuruan: PT. GBI Pasuruan,
1995), cet. Ke-4. h. 1
agar ia berpeluang mendekat dan akrab kepada Allah Swt.; Tuhan Yang Maha Suci
itu. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadis sebagai berikut:
)رواه مسلم( 17الإيمان شطر الطهور “Kebersihan itu setengah dari iman”.
وأدناها الله إلا إله لا قول فأفضلها شعبة وستون بضع أو وسبعون بضع الإيمان 18)متفق عليه( الإيمان من شعبة والحياء الطريق عن الأذى إماطة
“Iman itu 70 cabang lebih atau lebih dari 60 cabang. Seutama-utamanya iman
adalah ucapan ‘Lailâha illallâh’ dan serendah-rendahnya iman adalah membuang gangguan (duri) dari jalan dan malu itu sebagian dari iman”. (Muttafaqun ‘alaih)
Hadis-hadis tersebut memberi petunjuk bahwa kebersihan itu bersumber dari
iman dan bagian dari iman. Dengan demikian, kebersihan dalam ajaran Islam
mempunyai aspek ibadah dan aspek moral.19
Agama-agama lain tidak memiliki konsern yang sedemikian hebat dan
melebihi Islam terhadap kebersihan. Islam sangat peduli dengan kebersihan manusia,
kebersihan rumah, kebersihan jalan, kebersihan masjid dan yang lainnya. Hingga
tersebar kata-kata seperti hadis di atas “kebersihan itu sebagian dari iman”. Padahal
para pemuka agama di abad pertengahan –seperti pendeta di Barat- melakukan
taqarrub kepada Allah dengan cara yang kotor dan menghindari menggunakan air.
Sampai di antara mereka ada yang mengatakan; semoga Allah memberikan rahmatnya
pada sang pendeta fulan, sebab dia telah hidup selama lima puluh tahun dengan tidak
pernah membasuh kedua kakinya.20
Sebagian yang lain mengatakan; ada orang yang hidup sebelum kita sepanjang
hayatnya dia tidak pernah membasahi badannya dengan air. Namun, kita sekarang
masuk dalam zaman yang manusia masuk ke dalam kamar mandi. Demikian al-
17 Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 119. hadis no. 223 18Abu Zakaria Yahya bin Musyrif Al-Nawawi, Riyad Al-Salihîn, (Beirut: Dar Al-Kutb Al-
Islami,t.th.), h. 78. (diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.) 19Majelis Ulama Indonesia, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut ajaran
Islam, (Jakarta: MUI, 2000), h. 36 20 Al-Qardhawi, Fiqh Thaharah. h. 12
Qardhawi menukil dari Allamah Abul Hasan Al-Nadwi dalam bukunya Madza
khasira al-a’lam bi inhitah al-muslimîn.
Bagi orang-orang yang berilmu dari kalangan Islam; yang mampu
menggabungkan antara kesahihan teks dan kejelasan rasio, akan melihat jelas bahwa
kebaikan dan keburukan itu merupakan sesuatu yang bisa ditangkap secara rasio
melalui perbuatan-perbuatan, seperti sesuatu yang indah dan yang jelek atau dalam
suatu benda, seperti barang yang wangi dan barang yang kotor. Sesungguhnya tidak
diragukan lagi bahwa seseorang akan lebih cenderung memilih yang baik dan akan
senantiasa menghindari yang kotor. Hanya saja akal tidak mampu memberikan
detilnya. Kadang hanya sebagian orang yang mampu menangkapnya, seperti antara
keadilan dan kezaliman atau antara air dan tinja. Maka datanglah syariat untuk
menerangkan detilnya dengan menerangkan posisinya dalam sesuatu yang dirasakan
dan menerangkan batasannya dalam rasio.
Syariat memerintahkan untuk menjauhinya dan menyingkirkannya setelah
melakukannya. Yang demikian ini disebut dengan tathîr dan tazkiyah. Sedangkan
penyucian yang berkenaan dengan batiniyah/maknawi adalah dengan taubat dan yang
kebersihan lahiriyah/mahsûsat (dirasakan) adalah dengan cara disucikan dengan air
dan yang serupa dengannya. Oleh sebab itulah, Allah menggabungkan antara
keduanya, dalam firman-Nya:
)٢٢٢: البقرة( ☺
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang membersihkan diri”. (Q.S. Al-Baqarah:222)
Kemuliaan makhluk adalah karena kedekatannya dengan Penciptanya. Maka
beragamlah kondisi makhluk itu. Oleh sebab itulah, syariat memerintahkan agar
seseorang menjauhkan dirinya dari najis dalam segala kondisinya. Allah mewajibkan
untuk membersihkan diri dalam semua hal saat akan menghadap Tuhannya seperti
saat salat. Sebab salat adalah puncak dari pendekatan diri kepada Allah. Oleh
karenanya, pada saat itu diperintahkan untuk menggunakan perhiasan dan dianjurkan
bersuci pada saat melakukan tawaf di ka’bah.21, sebagaimana Allah berfirman:
)٣١ : األعراف( “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki
masjid” (Q.S. Al-A’raf:31)
Ajaran kebersihan tidak hanya sekedar slogan, motto atau teori belaka. Tetapi
harus dijadikan pola hidup praktis yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang
masa. Ajaran kebersihan atau kesucian dalam Islam antara lain terlihat dari
pensyariatan ibadah salat yang dilakukan setiap hari. Salat dapat menyucikan
lahiriyah melalui wudhu yang merupakan syarat sah sebelum melaksanakannya. Di
samping itu juga, dapat pula menyucikan batiniyah melalui pengesaan Allah Swt.22
Tahârah merupakan salah satu syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah
Swt. untuk melakukan salat misalnya, seseorang terlebih dahulu harus melakukan
wudhu dan membersihkan najis dan kotoran yang melekat di badannya, pakaiannya
serta tempat yang akan digunakan. Demikian juga halnya dengan puasa yang tidak
boleh dilakukan oleh orang yang dalam keadaan haid dan nifas. Jadi, fungsi tahârah
adalah sebagai syarat untuk keabsahan suatu ibadah. 23
Kebersihan badan atau jasmani seorang muslim tidak hanya menghilangkan
najis, beristinja dan berwudu saja, tetapi adakalanya harus melakukan pembersihan
badan secara menyeluruh dengan ghusl (mandi). Membersihkan diri dengan mandi
menjadi suatu kewajiban dalam rangka pelaksanaan ibadah manakala seseorang junub
(setelah melakukan hubungan seksual atau ihtilâm) atau seusai haid dan nifas (khusus
21Al-Qaradhawi, Fiqh Thaharah, h. 13 22 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997) h.
18 23 Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,. h. 18
bagi wanita). Selain itu, ajaran Islam menekankan anjurannya supaya orang itu mandi
dalam hubungannya dengan pelaksanaan ibadah tertentu, yang disebut al-ightisâlât
al-masnûnah24 (beberapa mandi yang disunnahkan), antara lain: salat jum’at, salat
idul fitri, salat idul adha, salat istisqo, salat kusuf, salat khusuf, orang yang usai
memandikan jenazah, orang kafir (non muslim) yang baru saja menganut agama
Islam, orang gila yang baru sadarkan diri, orang pingsan yang baru sadar, orang yang
akan mengenakan pakaian ihram (untuk memulai ibadah umroh/haji), orang yang
akan memasuki kota suci Makkah, orang yang akan wukuf di Arafah, orang yang
akan mabit di Muzdalifah, orang yang akan melontar jumroh dan orang yang akan
melakukan tawaf.
Islam juga memperhatikan kebersihan beberapa anggota badan tertentu,
misalnya mulut. Menurut sunnah, alat yang digunakan untuk membersihkan mulut
adalah siwak, karena siwak adalah alat yang paling mudah didapatkan oleh penduduk
di jazirah Arab. Rasulullah Saw. bersabda: “Siwak itu mebersihkan mulut dan
mendapatkan ridho Allah”. Contoh anggota tubuh lain yang mendapatkan pehatian
Rasul, antara lain: rambut, dalam hadis disebutkan “Barang siapa memiliki rambut
maka hendaklah ia merawatnya dengan baik”. Selain itu juga, Rasul memerintahkan
untuk mencukur rambut yang tumbuh di ketiak dan kemaluan, memotong kuku dan
menganggap bahwa perbuatan tersebut sesuai dengan fitrah.25
Islam juga memperhatikan masalah kebersihan makanan dan minuman.
Kebersihan memiliki dampak keindahan dengan bersihnya pakaian juga kebersihan
lingkungan atau apa yang diistilahkan oleh para dokter sebagai kesehatan lingkungan
termasuk kebersihan sumber air, rumah dan jalan merupakan persoalan mendapatkan
perhatian serius dari Rasulullah dan dijadikan prinsip dasar bagi penjagaan tubuh dari
24Musthofa Daib al-Bagho, Al-Tadzhib fi Adillati Matn Al-Ghoyah wa Al-Taqrib, (surabaya: Bungkul Indah, 1978)cet. Ke-1. h. 25
25 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’,h. 192
penyakit-penyakit menular ataupun dari hal-hal yang tidak semestinya akan
menimbulkan berbagai macam penyakit.26
Perhatian Islam terhadap kebersihan adalah menjadi kelebihan dan keutamaan
yang besar bagi Islam. Hal ini disebabkan karena dua hal27:
pertama, karena orang Arab (pada masa itu) adalah masyarakat yang lebih
cenderung mengikuti perilaku masyarakat Badui. Mereka pada umumnya tidak
memperhatikan kebersihan badan, pakaian dan rumah. Misalkan mereka sering buang
air di tempat umum, di tempat air yang diam (tidak mengalir) yang airnya dipakai
untuk mandi dan keperluan membersihkan. Islam datang membawa perubahan
menjadi perdabaan yang lebih baik.
Kedua, agama yang dipeluk oleh masyarakat jazirah Arab dan sekitarnya
bukanlah agama yang memperhatikan dan mendorong untuk hidup bersih. Bahkan
dalam sebagian hadis diceritakan orang-orang Yahudi adalah orang yang tidak
memperhatikan kebersihan rumah. Karena itu, Rasulullah Saw. bersabda:
28باليهود تشبهوا ولا أفنيتكم فنظفوا
“Bersihkan teras rumah kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi.” (H.R. Tirmidzi)
C. Hubungan Kebersihan dengan Kesehatan
Banyak ungkapan yang menyatakan bahwa bersih itu sebagian dari iman,
bersih itu sehat, bersih itu indah dan sebagainya. Setiap orang tentu senang akan
kebersihan, karena dalam kebersihan terdapat keimanan, kesehatan dan keindahan.
Pengertian sebaliknya adalah bahwa orang yang tidak peduli terhadap kebersihan
26 Dr. Najib Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan Menurut Jejak Rasulullah, (Surabaya: PT.
Bungkul Indah, 1994) Alih Bahasa M. Husaini, h. 22 27Al-Qaradhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah SebagaiParadigma Ilmu Pengetahuan ’, h. 368-
369 28Al-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
adalah orang kurang iman, kurang sehat dan tidak tahu keindahan. Menjaga
kebersihan diri lingkungan berarti memelihara kesehatan diri dan bersama.29
Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran Islam bertujuan untuk memelihara
lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan) dan kesehatan.
Setiap usaha yang dapat mendukung tercapainya salah satu usaha dari tujuan tersebut
walaupun belum ditemukan dalam al-Quran ataupun sunnah mendapat dukungan
penuh dari ajaran Islam.30
Ajaran Islam menganjurkan kepada umat Islam agar menjadi manusia yang
sehat dan kuat, baik secara jasmani maupun rohani. Hanya dengan jasmani dan rohani
yang sehat, umat Islam bisa menikmati kebahagiaan hidup, bisa beribadah dengan
baik, bisa mengamalkan berbagai perintah agama. Al-Quran dan hadis telah
memberikan perhatian yang mendalam terhadap masalah kesehatan manusia; baik
kesehatan badan maupun jiwa. Dalam masalah ini, hadis telah memberikan berbagai
ilmu pengetahuan serta pengertian yang dianggap sebagai kekayaan yang tak ternilai
harganya bagi mereka yang benar-benar menghargai manusia.
Pada skripsi ini, akan mencoba membahas sebagian prinsip dan pengertian
mendasar yang terdapat dalam al-Quran dan telah dijelaskan secara rinci oleh hadis,
yaitu mengenai masalah kesehatan dan keselamatan manusia dari berbagai penyakit
serta kemampuannya untuk mencapai prestasi dan memberikan kontribusi di samping
usaha melawan berbagai penyakit dan wabah yang selalu menyerang kesehatan
manusia.
Prinsip, nilai dan pengertian yang diperhatikan oleh hadis Nabi Saw. ialah
menganggap keselamatan dan kesehatan sebagai nikmat Allah yang terbesar yang
29Hario Tilarso dkk, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, (Jakarta: CV. KutaBoloh
Manunggal, 2005) h. 27 30 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992). Cet. Ke-2, h. 286
harus diterima dengan rasa syukur, sehingga kenikmatan itu diharapkan akan semakin
bertambah. Allah berfirman pada surat Ibrahim ayat 7:
⌧ ⌧ ⌧ ⌧
)٧: ابراهيم(
“Sungguh jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim: 7)
Bentuk syukur terhadap nikmat kesehatan ini ialah dengan senantiasa menjaga
kesehatan sesuai dengan sunnatullâh yang berkaitan dengan segala sebab dan akibat,
dan mengikuti Nabi mengenai cara menjaga kesehatan karena petunjuk Nabi itu
adalah sebaik-baik petunjuk dan yang paling sempurna.31
Imam Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa siapa yang merenungkan petunjuk
Nabi, maka dia akan menyadari bahwa petunjuk Nabi itu adalah petunjuk yang paling
baik untuk menjaga kesehatan. Cara menjaga kesehatan itu tidak hanya terbatas pada
pengaturan tempat makan, tempat minum, pakaian dan tempat tinggal dengan sebaik-
baiknya. Tetapi juga meliputi pengaturan udara, waktu tidur, dan jaga, pengaturan
gerak, istirahat, hubungan seksual dan memanfaatkan waktu senggang. Jika semua ini
bisa dilakukan dengan baik sesuai dengan kebutuhan badan dan tempat tinggal, sesuai
dengan umur dan kebiasaan, maka inilah cara terbaik untuk menjaga kesehatan.32
Orang yang diberi kesehatan dan keselamatan maka hendaklah ia menjaganya,
memperhatikan dan melindunginya dari berbagai hal yang dapat menghancurkan
keberadaannya. Karena kesehatan merupakan nikmat Allah yang terbesar dan paling
sempurna yang diberikan kepada hamba-Nya. Rasulullah Saw. bersabda:
31 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 187 32Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h.188
مغبون نعمتان وسلم عليه الله صلى النبي قال قال اعنهم الله رضي عباس ابن عن )رواه البخارى (33والفراغ الصحة الناس من آثير فيهما
“Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia, yakni
kesehatan dan waktu luang”.
Selain Islam mewajibkan kebersihan/kesucian sebagai salah satu syarat ibadah
kepada Allah Swt., kebersihan juga sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan.
“Menjaga kesehatan” sebagai upaya preventif dari berbagai penyakit, meliputi dua
hal, yaitu: menjaga kebersihan dan hidup yang sehat serta menyediakan makanan
yang bergizi dan baik.
Sekalipun penemuan sains modern berkembang begitu pesat dan bahkan
mengantarkan ilmu medis kepada puncak penemuannya, sehingga mampu
mendiagnosis berbagai penyakit dan dikeluarkannya berjuta poundsterling untuk
biayanya, tetapi menjaga kesehatan dan menjaga lingkungan tetap lebih baik daripada
mengobatinya. Menjaga kesehatan dan kebersihan lebih mahal harganya daripada
upaya pengobatan itu sendiri.
Manfaat menjaga kebersihan pada dasarnya kembali kepada beberapa sebab,
antara lain:
1. Menjaga kebersihan itu sendiri lebih efektif dalam mencegah timbulnya berbagai
penyakit, seperti: kolera, tipus, penyakit kuning daripada mencegah atau
memberantas setelah berkembang menjadi wabah. Umumnya di negara-negara
berkembang tidak begitu baik kualitasnya dalam pelayanan makanan umum
(misalnya kantin), lebih mudah dijumpai jika melancong ke berbagai negara
terbelakang dan mudah dijumpai tempat kotor dan berbagai wabah berjangkit di
dalamnya.
33 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, h. 1232. Kitâb al-Riqâq bâb Mâ jâa fî al-sihhat wa al-farâgh,
hadis no. 6412
2. Sesungguhnya kantin-kantin seperti itu tidak akan menarik pembeli dan tidak
higienis serta tidak steril (terbebas dari penyakit). Jika setiap makanan tertentu
sebagai penyebar penyakit maka menjaga kebersihan dari lingkungan kotor adalah
keharusan.
3. Sekalipun sains modern begitu pesat perkembangannya, faktanya lingkungan
kotor seperti jamban kotor dan sarang-sarang penyakit lainnya dengan mudah kita
jumpai. Suatu masalah bagi Departemen Kesehatan untuk mengentaskannya.34
Sebagaimana yang telah penulis bahas di atas, Islam banyak menitikberatkan
perhatian pada kebersihan pribadi yang merupakan faktor pokok bagi penjagaan
kesehatan manusia dari berbagai bahaya penyakit. Oleh karena itu, kita perhatikan
bahwa wudu memiliki peranan yang sangat berarti dalam masalah ini. Studi dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Bangladesh menyatakan bahwa untuk
penggunaan air bersih dalam mencuci tangan misalnya, sekitar 95% meninggalkan
kuman.35
Setiap muslim berwudu lima kali dalam sehari untuk melaksanakan salat.
Sesungguhnya wudu menghilangkan debu-debu yang melekat pada kulit,
menghilangkan keringat dan zat kimia yang mungkin bagi mereka yang bekerja di
pabrik atau pertambangan misalnya serta memelihara kulit dari terjakitnya macam-
macam kanker yang tumbuh akibat masuknya zat kimia ke dalam tubuh melalui pori-
pori.
Oleh sebab itu, penelitian dunia telah menguatkan bahwa orang yang sakit
kanker kulit di negara Islam lebih sedikit daripada di negara-negara non Islam. Untuk
hal itu, tidak ada alasan lain bahwa seorang muslim itu berwudu lima kali sehari
34 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, h. 202 35 Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan “Dalam Perilaku Raulullah” h. 20
hingga kulitnya bersih dari debu dan kotoran keringat serta bebas dari segala yang
menyebabkan kanker.36
Dalam hal kebersihan makanan dan minuman, Rasulullah menyuruh menutup
tempat makanan dan minuman agar kuman, debu dan lalat tidak masuk dan menjadi
sarang penyakit. Bersih atau tidaknya suatu makanan akan mempengaruhi tingkat
kehigieniesan makanan tersebut. Begitu juga ketika akan memakan makanan, kita
harus memperhatikan kuku tangan kita. Rasulullah menyuruh untuk memotong kuku.
Dikatakan dalam hadis, bahwa setan banyak bersemayam pada kuku-kuku yang
panjang.37
Riset yang telah dilakukan oeh para peneliti mengungkapkan bahwa
pengendapan kotoran yang terjadi di bawah kuku mengandung banyak kuman
berbahaya yang berkemungkinan besar akan berpindah kepada makanan pada waktu
makan, atau kepada kulit pada waktu mengaruk-garuk. Bahkan ada sejenis parasit
yang dapat berpindah dari seseorang kepada orang lain melalui tangan. Dan orang
yang tidak mencuci tangannya setelah keluar dari wc, kadang-kadang dapat
menyebabkan perpindahan penyakit menular dari kotoran ke mulutnya38. Berkenaan
dengan kebersihan makanan, Nabi menganjurkan untuk mencuci tangan sesudah atau
sebelum makan. Nabi bersabda:
)رواه أبو داود (39بعده والوضوء قبله الوضوء الطعام برآة
“Keberkahan makanan itu wudu sebelum dan sesudah makan”. (H.R. Abu Dawud)
36Seikh Abdul Mun’im Qindi, Isyarat-isyarat Kedokteran dalam Al-Quran dan As-Sunnah,
(Jakarta: Akademika Presindo, 2001), h.18 37 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, h. 24 38 Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan “Dalam Perilaku Raulullah” h. 20 39 Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq al-Sijistani,. Sunan Abu Daud, (Beirut, Dar
Ibn Hazm, t.th.) jilid 4, h. 140, dalam kitâb al-at’imah bâb fî ghasl al-yad qabla al-ta’am.
Nabi juga mewasiatkan para sahabat untuk mencuci tangan mereka
sesudah bangun tidur, Nabi bersabda:
لا أحدآم فإن وضوئه في يدخلها أن قبل يده فليغسل نومه من أحدآم استيقظ ذاإ
)رواه البخارى (40 يده باتت أين يدري“Jika di antara kalian bangun tidur maka cucilah tangannya sebelum
memasukan (tangan ke dalam wadah) untuk berwudu, sesungguhnya tidak seorang pun di antara kalian mengetahui di mana tangannya berada (waktu dia tidur)”. (HR. al-Bukhari)
Demikian halnya dengan kebersihan lingkungan (sumber air, rumah dan jalan)
yang merupakan kebutuhan manusia dan digunakan setiap harinya. Kebersihan
perkara itu semua mempengaruhi tingkat kehigienisan atau kesehatan kehidupan
manusia. Lingkungan yang kotor disamping tidak sedap dipandang mata, juga
memungkinkan menjadi sarang penyakit. Sebaliknya, lingkungan yang bersih akan
memberikan keindahan dan memungkinkan memberikan kesehatan bagi para
penghuni lingkungan. Oleh kerena itu, kebersihan lingkungan menjadi sangat penting
untuk terwujudnya kesehatan bersama.41 Dari semua ini, kita dapat menyimpulkan
bahwa ‘kebersihan dan menjaga kesehatan’ merupakan faktor pertama dan prinsip
dalam upaya preventif tehadap penyakit di muka bumi ini.
40 Al-Bukhari, Sâhih al-Bukhâri, (Kairo: Lajnah Ahya Kutub al-Sunnah, 1990 M/1410 H),
Cet. Ke-2, h. 131, juz 1, kitab wudu bab al-istijmar witran, hadis no. 152 41 Hario Tilarso, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, h. 30
BAB III
HADIS-HADIS HIGIENITAS
Berbagai upaya untuk memperbaiki, mewujudkan dan mempertahankan
kesehatan salah satunya adalah dengan kebersihan. Ajaran kebersihan atau kesucian
dalam pandangan Islam merupakan konsekuensi iman kepada Allah dan cara
mendekatkan diri kepadaNya. Selain itu, kebersihan merupakan sistem peradaban
sebagai cara menjaga kesehatan. Banyak hadis yang membicarakan tentang
kebersihan. Pada bab ini, akan memaparkan hadis-hadis kebersihan makanan, sumber
air, rumah dan jalan.
A. Hadis Kebersihan Makanan
1. Menutup Tempat makanan dan minuman serta tidak membiarkannya untuk
debu, lalat atau bakteri. Dalam hal ini, Rasulullah Saw. bersabda:
عليه ليس بإناء يمر لا وباء فيها ينزل ليلة السنة في فإن السقاء وأوآوا الإناء غطوا لوباءا ذلك من فيه نزل إلا وآاء عليه ليس سقاء أو غطاء
“Tutuplah wadah makanan dan minumanmu, sesungguhnya dalam setahun ada satu malam yang di dalamnya turun wabah, tidak terlewatkan suatu tempat yang tidak ada tutup padanya atau tempat air yang tidak ada tutup padanya melainkan wabah itu masuk ke dalamnya”.42
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah
44 وآى dan 43غطى
Adapun kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî menyajikan
sebagai berikut:
غطى
-Hadis ini ada di dalam kitab Sahih Muslim, kitâb asyribah bab 96 dan 99
42 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 25 43Arnold J. Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, ditaqrîr oleh
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Jilid 4, h. 528 44 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, jilid 7, h. 307
-Hadis ini juga terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah, kitâb asyribah bab 16
-dan juga ada di dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 3, h. 355.
وآى
Hadis ini terdapat pada kitab Sahih al-Bukhari kitab asyribah bab 22, kitab bad’u al-
khalqi bab 16, Sahih Muslim kitab asyribah bab 96,97,99 juga ada di Sunan al-
Tirmizi kitab at’imah bab 15, Sunan Ibn Majah kitab asyribah bab 16, al-Muwatha’
kitab sifat al-Nabi bab 21 dan kitab Ahmad ibn Hanbal jilid 3 hal. 301, 306, 355 374,
jilid 5 hal. 82 dan 262.
Adapun teks dan terjemahnya sebagai berikut:
Adapun hadis secara lengkap yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
أبي عن الليث أخبرنا رمح بن محمد حدثنا و ح ليث حدثنا سعيد بن قتيبة حدثنا وأوآوا الإناء غطوا قال أنه وسلم عليه الله صلى الله رسول عن جابر عن الزبير ولا بابا يفتح ولا سقاء يحل لا الشيطان فإن السراج وأطفئوا الباب وأغلقوا السقاء فليفعل الله اسم ويذآر عودا إنائه على يعرض أن إلا أحدآم يجد لم فإن إناء يكشف 45بيتهم البيت أهل على تضرم فويسقةال فإن
Qutaibah ibn Sa’id mengabarkan kami; Laits mengabarkan kami. (pindah riwayat) Muhammad ibn Rumh mengabarkan kami; al-Laits mengabarkan kami dari Abu al-Zubair dari Jabir ibn ‘Abdullah dari Rasulullah Saw. bersabda: “Tutuplah bejanamu (wadah makanan), tutuplah tempayanmu, kuncilah pintu, padamkan lampu (ketika hendak tidur) karena setan tidak pandai membuka tutup tempayan, tidak pandai membuka pintu dan tidak pandai membuka penutup bejana. Jika kamu tidak mempunyai penutup segalanya maka boleh membentangkan pada bejananya sepotong kayu sambil menyebut nama Allah. Lakukanlah yang demikan karena si penjahat kecil (tikus, kecoa dll) dapat menyalakan api sehingga membakar rumah mereka”.
عبد بن يزيد حدثني سعد بن الليث حدثنا القاسم بن هاشم حدثنا الناقد عمرو حدثنا الحكم بن الله عبد بن جعفر عن سعيد بن يحيى عن الليثي الهاد بن أسامة بن الله عليه الله صلى الله رسول سمعت قال الله عبد بن جابر عن حكيم بن القعقاع نع
بإناء يمر لا وباء فيها ينزل ليلة السنة في فإن السقاء وأوآوا الإناء غطوا يقول وسلم 46الوباء ذلك من فيه نزل إلا وآاء عليه ليس سقاء أو غطاء عليه سلي
45 Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 835, hadis no. 2012 46 Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 836, hadis no. 2014
‘Amr al-Naqid mengabarkan kami; Hasyim ibn al-Qasim mengabarkan kami; al-Laits mengabarkan kami; Yazid ibn ‘Abdullah ibn Usamah ibn al-Hadi al-Laitsi mengabarkan kepadaku dari Yahya ibn Sa’id dari Ja’far ibn ‘Abdullah ibn al-Hakam dari al-Qa’qa’ ibn Hakim dari Jabir ibn ‘Abdullah, katanya: saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Tutuplah wadah makanan dan minumanmu, sesungguhnya dalam setahun ada satu malam yang di dalamnya turun wabah, tidak terlewatkan suatu tempat yang tidak ada tutup padanya atau tempat air yang tidak ada tutup padanya melainkan wabah itu masuk ke dalamnya”.
Hadis yang mukharrijnya Ibnu Majah yakni:
عن الله عبد بن جابر عن الزبير أبي عن سعد بن الليث أنبأنا رمح بن محمد حدثنا السراج وأطفئوا السقاء وأوآوا الإناء غطوا قال أنه وسلم عليه الله صلى الله رسول يجد لم فإن إناء يكشف ولا بابا يفتح ولا سقاء يحل لا الشيطان فإن الباب وأغلقوا تضرم الفويسقة فإن فليفعل الله اسم ويذآر عودا إنائه على يعرض أن إلا أحدآم
47بيتهم البيت أهل لىع
Muhammad ibn Rumh mengabarkan kami. Al-Laits ibn Sa’d memberitakan kami dari Abu al-Zubair dari Jabir ibn ‘Abdullah dari Rasulullah Saw. bahwasanya beliau bersabda: “Tutuplah bejanamu (wadah makanan), tutuplah tempayanmu, padamkan lampu (ketika hendak tidur) dan kuncilah pintu, karena setan tidak pandai membuka tutup tempayan, tidak pandai membuka pintu dan tidak pandai membuka penutup bejana. Jika kamu tidak mempunyai penutup segalanya maka boleh membentangkan pada bejananya sepotong kayu sambil menyebut nama Allah. Lakukanlah yang demikan karena si penjahat kecil (tikus, kecoa dll) dapat menyalakan api sehingga membakar rumah mereka”.
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari adalah:
أخبرني قال جريج ابن أخبرنا عبادة بن روح أخبرنا منصور بن إسحاق حدثنا الله صلى الله رسول قال يقول عنهما الله رضي الله عبد بن جابر سمع أنه عطاء حينئذ تنتشر الشياطين فإن صبيانكم فكفوا أمسيتم أو الليل جنح آان ذاإ وسلم عليه لا الشيطان فإن الله اسم واذآروا الأبواب فأغلقوا فحلوهم الليل من ساعة ذهب فإذا ولو الله اسم واذآروا آنيتكم وخمروا الله اسم واذآروا قربكم وأوآوا مغلقا بابا يفتح 48مصابيحكم وأطفئوا شيئا عليها تعرضوا أن
Ishaq ibn Mashur mengabarkan kami; Rawh ibn ‘Ubadah mengabarkan kami;
bahwa Ibn Juraij mengabarkan kami, katanya: ‘Atha’ telah mendengar Jabir ibn ‘Abdullah r.a. berakata: Rasulullah Saw. bersabda: “Jika telah datang (menjelang) malam atau sore maka jagalah anak-anak kalian karena sesungguhnya setan menyebar pada waktu itu. Dan jika waktu datang malam maka tidurkan mereka (anak-anak), tutuplah pintu dan sebutlah nama Allah karena sesungguhnya setan
47 Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah (Beirut: Dar al-Fikr, tth,
1995M/1415H) Jilid 2, Pentahqiq. Muhammad Shidqi Jamil al-‘Athor, h. 321. Bab 16, hadis no. 3410 48 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, h. 632. hadis no. 3316
tidak dapat membuka pintu yang tertutup, dan ikatlah wadah air kamudan sebutlah nama Allah. Tutuplah wadah makanan kamu dan sebutlah nama Allah meskipun kamu bentangkan dengan sesuatu apapun dan padamkanlah lampumu”.
Hadis yang mukharrijnya al-Tirmizi adalah:
عليه الله صلى النبي قال قال جابر عن الزبير أبي عن أنس بن مالك عن قتيبة حدثنا المصباح وأطفئوا الإناء خمروا أو الإناء وأآفئوا السقاء وأوآئوا الباب أغلقوا وسلم ىعل تضرم الفويسقة وإن آنية يكشف ولا وآاء يحل ولا غلقا يفتح لا الشيطان فإن
49بيتهم الناس
Qutaibah mengabarkan kami dari Malik ibn Anas dari Abu Zubair dari Jabir seraya berkata: Nabi Saw. bersabda: “Tutuplah pintu, ikatlah tempat airmu, tutuplah wadah makananmu, padamkanlah lampumu karena sesungguhnya setan tidak dapat mebuka yang tertutup, tidak dapat membuka yang terikat dan tiadak pandai membuka wadah. Sesungguhnya si penjahat kecil dapat membakar rumah manusia”.
2. Cara Membersihkan tempat makanan yang tekena najis terutama air liur anjing
بالتراب أولاهن مرات سبع يغسله أن الكلب فيه ولغ إذا مأحدآ إناء طهور
“Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”.50
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah طهر 51
dan 52 ولغ. Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut:
طهر
- Hadis tersebut ada di kitab Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 91, 92.
- Hadis itu juga terdapat di kitab Sunan Abu Daud kitâb tahârah bab 37
- Dan di kitab Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 2, h. 427
ولغ
Hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab, yaitu:
49 Muhammad ibn Isa al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzî (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.)Juz 4, h. 531, hadis no. 1872
50 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 26 51 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî Jilid 4, h. 33
52 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, Jilid 7, h. 320
Sahîh al-Bukhârî pada kitab wudû bab 33, Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 89, 91, 92
dan 93, Sunan Abu Dawud kitâb tahârah bab 37, Sunan Tirmizi kitâb tahârah bab 68,
Sunan al-Nasa’I kitâb tahârah bab 50-52, kitab miyâh (air) bab 7 dan 8, Sunan Ibnu
Majah kitâb tahârah bab 31, Sunan Darimi kitab wudu bab 59 dan Musnad Ahmad
juz 2 hal. 240, 253, 265, 271, 314, 360, 398, 424, 427, 480, dan 482.
Hadis yang mukharijnya Imam Muslim adalah:
بن محمد عن حسان بن هشام عن إبراهيم بن إسمعيل حدثنا حرب بن زهير حدثنا و أحدآم إناء طهور وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال هريرة أبي عن سيرين
53بالتراب أولاهن مرات سبع يغسله أن الكلب يهف ولغ إذا
Zuhair ibn Harb mengabarkan kami; Isma’il ibn Ibrahim mengabarkan kami dari Hisyam ibn Hassan dari Muhammad ibn Sirin dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”.
Hadis yang mukharrijnya Abu Daud adalah:
عن هريرة أبي عن محمد عن هشام حديث في زائدة حدثنا يونس بن أحمد حدثنا سبع يغسل أن الكلب فيه ولغ إذا أحدآم إناء طهور قال وسلم عليه الله صلى النبي ح محمد عن الشهيد بن وحبيب أيوب قال وآذلك داود أبو قال بتراب أولاهن مرار حماد حدثنا عبيد بن محمد حدثنا و ح سليمان ابن يعني المعتمر حدثنا مسدد حدثنا ولغ وإذا وزاد عاهيرف ولم بمعناه هريرة أبي عن محمد عن أيوب عن جميعا زيد بن 54 مرة غسل الهر
“Ahmad ibn Yunus mengabarkan kami; Zaidah mengabarkan kami dalam
hadis Hisyam dari Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Beliau bersabda: “Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”. Abu daud berkata juga Ayyub dan Habib ibn Syahid berkata dari Muhammad mengabarkan kami Musaddad mengabarkan kami; al-Mu’tamir yakni Ibn Sulaiman mengabarkan kami; Muhammad ibn ‘Ubaid mengabarkan kami; Hammad bin Zaid mengabarkan kami; seluruhnya dari Ayyub dari Muhammad dari Abu Hurairah r.a. dengan makna hadis yang sama dan keduanya tidak memarfu’kannya dan menambahkan: “dan jika dijilat kucing maka dibasuh sekali”.
53 Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 836 54 Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut, Dar
Ibn Hazm, tth) Jilid 1, h. 19
Hadis yang mukharrijnya al-Bukhari adalah:
قال هريرة أبي عن الأعرج عن الزناد أبي عن مالك عن يوسف بن الله عبد حدثنا فليغسله أحدآم ءإنا في الكلب شرب إذا قال وسلم عليه الله صلى الله رسول إن
55سبعا
Abdullah bin Yusuf mengabarkan kepada kami dari Malik dari Abu Zinad dari al-‘Araj dari Abu Hurairah, beliau berkata: sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda: “Apabila seekor anjing minum di wadah/tempat di antara kalian maka cucilah sebanyak tujuh kali”.
Hadis yang yan diriwayatkan oleh al-Nasai adalah:
بن زياد أخبرني جريج ابن قال قال حجاج حدثنا قال الحسن بن إبراهيم أخبرني رسول قال يقول هريرة أبا سمع أنه أخبره زيد بن الرحمن عبد مولى ثابتا أن سعد 56مرات سبع فليغسله أحدآم إناء في الكلب ولغ إذا وسلم عليه الله صلى الله
Ibrahim ibn al-Hasan mengabarkan kepada saya, dia berkata: Hajjaj
mengabarkan kepada kami, seraya berkata: Ibn Juraij berkata; Ziyad ibn Sa’ad mengabarkan saya bahwasanya Tsabit maula Abdurrahman ibn Zaid mengabarkannya, bahwasanya dia telah mendengar Abu Hurairah berkata, beliau mengatakan: Rasulullah Saw. Bersabda: “Apabila seekor anjing menjilati wadah di antara kalian maka cucilah (wadah tersebut) sebanyak tujuh kali”.
Hadis yang mukharrijnya Tirmidzi adalah:
يحدث أيوب سمعت قال سليمان بن المعتمر حدثنا العنبري الله عبد بن سوار حدثنا يغسل قال أنه وسلم عليه الله صلى النبي عن هريرة أبي عن سيرين بن محمد عن الهرة فيه ولغت وإذا بالتراب أخراهن أو أولاهن مرات سبع الكلب فيه ولغ إذا إناءال
57مرة غسل
Sawwar ibn ‘Abdillah al-‘Anbari mengabarkan kepada kami; al-Mu’tamir ibn Sulaiman mengabarkan kami seraya berkata: saya telah mendengar Ayyub menceritakan dari Muhammad ibn Siirin dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bahwasanya beliau bersabda: “suatu wadah dicuci jika terjilat oleh anjing sebanyak tujuh kali di awal (cuciannya) atau di akhirnya dengan memakai tanah dan jika terjilat oleh kucing maka dicuci satu kali”.
Hadis yang mukharrijnya Ibnu Majah adalah:
55 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 58. hadis no. 172 56 Ahmad ibn Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasâ’i (Beirut: Dar al-Fikr, tth) Juz 1, h. 76 57 Muhammad ibn Isa al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, tth) Juz 1, h. 184 .
Dalam al-thaharah bab 68, hadis 91.
سمعت قال التياح أبي عن شعبة حدثنا شبابة حدثنا شيبة أبي بن بكر أبو حدثنا إذا قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن المغفل بن الله عبد عن يحدث مطرفا 58بالتراب الثامنة وعفروه مرات سبع فاغسلوه الإناء في الكلب ولغ
Abu Bakr ibn Abu Syaibah mengabarkan kami; Syababah mengabarkan kami;
Syu’bah mengabarkan kami dari Abu al-Tayyah seraya berkata: saya telah mendengar Mutharrif menceritakan dari Abdullah ibn al-Mughaffal bahwasanya Rasulullag Saw. berasabda: “Jika suatu wadah terjilat oleh anjing maka cucilah (wadah tersebut) sebanyak tujuh kali dan lumurkan cucian yang ke delapan dengan tanah”.
B. Kebersihan Sumber air
1. Rasulullah saw. Bersabda:
والظل الطريق وقارعة الموارد في البراز الثلاثة الملاعن اتقوا
“Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat di sumber air, tempat berlalunya manusia dan di tempat berteduh”.59
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah 60وقى.
Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut:
- Hadis ini ada di kitab Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 96
- Hadis ini ada di kitab Sunan Abu Daud kitâb tahârah bab 14 (hadis no. 25 dan no.
26)
- Hadis ini juga ada di kitab Sunan Ibnu Majah kitâb tahârah bab 21
- dan juga terdapat di kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal Jilid 2 h. 372
Setelah penulis telusuri, yang memiliki makna yang sama dengan hadis yang
diteliti hanya dalam sunan Abu Dawud no. 25 dan sunan Ibnu Majah.
Adapun hadis yang mukharrijnya Abu Dawud adalah:
58 Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, Juz 1, h. 40 59 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, 365 dan Al-
Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 28 60 Wensink, Al-Mu’jam Mufahras li Alfazal-Hadîts, Jilid 7, h. 298
بن سعيد أن أتم وحديثه حفص أبو الخطاب بن وعمر الرملي سويد بن إسحق حدثنا الحميري سعيد أبا أن شريح بن حيوة حدثني يزيد بن نافع أخبرنا قال حدثهم الحكم الملاعن اتقوا وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال جبل بن معاذ عن دثهح
61والظل الطريق وقارعة الموارد في البراز الثلاثة
Ishaq ibn Suwaid al-Ramli dan ‘Umar ibn al-Khaththab mengabarkan kami dan hadisnya lebih sempurna; bahwasanya Sa’id ibn al-Hakam mengabarkan kepada mereka, katanya: Nafi’ ibn Yazid mengabarkan kami, Haywah ibn Syuraih mengabarkan kepadaku bahwa Abu Sa’id al-Himyari mengabarkannya dari Mu’adz ibn Jabal, seraya berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
Hadis yang mukharrijnya Ibn Majah adalah:
بن حيوة عن يزيد بن نافع أخبرني وهب بن الله عبد حدثنا يحيى بن حرملة حدثنا يسمع لم بما يتحدث جبل بن معاذ آان قال حدثه الحميري سعيد أبا أن شريح
بن الله عبد فبلغ سمعوا عما ويسكت وسلم عليه الله صلى الله ولرس أصحاب هذا يقول وسلم عليه الله صلى الله رسول سمعت ما والله فقال به يتحدث ما عمرو بن الله عبد يا معاذ فقال فلقيه معاذا ذلك فبلغ الخلاء في نكميفت أن معاذ وأوشك على إثمه وإنما نفاق وسلم عليه الله صلى الله رسول عن بحديث التكذيب إن عمرو البراز الثلاث الملاعن اتقوا يقول وسلم عليه الله صلى الله سولر سمعت لقد قاله من62الطريق وقارعة والظل الموارد في
Harmalah ibn Yahya mengabarkan kami; ‘Abdullah ibn Wahb mengabarkan kami; Nafi’ ibn Yazid mengabarkanku dari Haywah ibn Syuraih bahwa Abu Sa’id al-Himyari mengabarkannya, katanya: Mu’adz ibn Jabal menceritakan sesuatu yang belum didengar oleh para sahabat dan dia diam terhadap apa yang mereka dengar. Maka ‘Abdullah ibn ‘Amr menyampaikan apa yang diceritakan lalu dia (Ibn ‘Amr) berkata: Demi Allah, saya telah mendengar Rasulullah mengatakan demikian ini. Mu’adz hampir menyesatkan kalian tentang lapangan (tempat buang air) maka sampailah berita tersebut kepada Mu’adz. Maka Mu’adz berkata: “Wahai ‘Abdullah ibn ‘Amr, sesungguhnya dusta dari hadis Rasulullah Saw. adalah perbuatan munafik dan berdosa bagi yang mengatakannya. Sungguh saya telah mendengar Rasulullah bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat pada sumber air, tempat berteduh dan tempat berlalunya manusia”.
2. Rasul melarang buang air di tempat air yang diam atau tidak mengalir dan
menggunakan air tersebut karena padanya menimbulkan masalah. Rasulullah
bersabda:
61 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 12. hadis no. 26 62 Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah Jilid 1, h. 119. Bab 21, hadis no. 328.
فيه يغتسل ثم يجري لا الذي الدائم الماء في أحدآم يبولن لا
“Janganlah kamu kencing pada tempat air yang tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya”.63
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah 64 بال
Adapun kitab mu’jam menyajikan sebagai berikut:
Hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab yakni:
- Shahih Bukhari kitab wudu bab 68.
- Hadis itu juga ada di Sahih Muslim kitâb tahârah bab 94 sampai 96
- Juga terdapat di Sunan Abu Dawud kitab tahârah bab 36
- Juga ada di Sunan Tirmidzi kitab tahârah bab 51
- Di Sunan an-Nasa’I kitab tahârah bab 45, 139 dan kitab ghusl bab 1
- Sunan ibn Majah kitab tahârah bab 25
- Sunan al-Darimi kitab wudûbab 54
- Dan Musnad Ahmad ibn Hanbal Jilid 2 hal. 259, 265, 288, 316, 346, 362, 394,
433, 463, 492, 529, 532 dan jilid 3 hal. 341, 350.
Berikut teks hadis secara lengkap yang diriwayatkan oleh imam Bukhari adalah:
هرمز بن الرحمن عبد أن الزناد أبو أخبرنا قال شعيب أخبرنا قال اليمان أبو حدثنا لا يقول وسلم عليه الله صلى الله رسول سمع أنه هريرة أبا سمع أنه حدثه الأعرج 65فيه يغتسل ثم يجري لا الذي الدائم الماء في أحدآم يبولن
Abu al-Yaman mengabarkan kami, ia berkata: Syu’aib mengabarkan kami,
seraya berkata: Abu Zinad mengabarkan kami bahwa Abdrahman ibn Hurmuz al-A’raj mengabarkannya, sungguh dia telah mendengar Abu Hurairah, bahwasanya dia telah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang diam yang tidak mengalir dan mandi di dalamnya”.
Hadis yang mukharrijnya Imam Muslim adalah:
63 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h. 368 64 Wensink, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadîts, Jilid 1, h. 233. 65 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239
عن هريرة أبي عن سيرين ابن عن هشام عن جرير حدثنا حرب بن زهير حدثني و 66منه يغتسل ثم الدائم الماء في أحدآم يبولن لا قال وسلم عليه الله صلى النبي
Zuhair ibn Harb mengabarkan kepadaku; Jarir mengabarkan kami dari Hisyam
dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang diam kemudian mandi dari air tersebut”.
Hadis yang mukharrijnya Abu Dawud adalah:
عن هريرة أبي عن محمد عن هشام حديث في زائدة حدثنا يونس بن أحمد حدثنا 67منه يغتسل ثم الدائم الماء في أحدآم يبولن لا قال وسلم عليه الله صلى النبي
Ahmad ibn Yunus mengabarkan kami; Zaidah mengabarkan kami dalam sanad
hadis Hisyam dari Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang kemudian mandi di dalamnya”.
هريرة أبي عن يحدث أبي سمعت قال عجلان بن محمد عن حيىي حدثنا مسدد حدثنا يغتسل ولا الدائم الماء في أحدآم يبولن لا وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال 68الجنابة من فيه
Musaddad mengabarkan kami; Yahya mengabarkan kami dari Muhammad ibn ‘Ajlan seraya berkata: saya telah mendengar ayah saya menceritakan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang dan jangan mandi janabah di dalamnya”.
Hadis yang mukharrijnya Imam al-Nasai adalah:
الله صلى الله رسول عن جابر عن الزبير أبي عن الليث حدثنا قال قتيبة أخبرنا 69الراآد الماء في البول عن نهى أنه وسلم عليه
“Qutaibah mengabarkan kami, dia berkata: al-Laits mengabarkan kami dari
Abu al-Zubair dari Jabir dari Rasulullah Saw. Bahwasanya beliau melarang dari buang air di air yang tenang”.
Hadis yang mukharrijnya Imam Tirmizi adalah:
أبي عن منبه بن امهم عن معمر عن الرزاق عبد حدثنا غيلان بن محمود حدثنا يتوضأ ثم الدائم الماء في أحدآم يبولن لا قال وسلم عليه الله صلى النبي عن هريرة 70منه
66 Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 136. hadis no. 282 67 Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, jilid 1, h. 19. hadis no. 69 68 Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, jilid 1, h. 19, hadis no. 70 69 Al-Nasa’I, Sunan Al-Nasâ’î, (Beirut, Dar al-Fikr, tth), jilid 1, h. 68, hadis no. 57 70 Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzî, Juz 1, h. 129
Mahmud ibn Ghailan mengabarkan kami; Abd al-Razaq mengabarkan kami dari Ma’mar dari Hammam ibn Munabbih dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang kemudian berwudu dengan air tersebut”.
Hadis yang mukharrijnya Ibn Majah adalah:
أبي عن أبيه عن عجلان ابن عن الأحمر خالد أبو حدثنا بةشي أبي بن بكر أبو حدثنا 71الراآد الماء في أحدآم يبولن لا وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال هريرة
Abu Bakr ibn Abu Syaibah mengabarkan kami; Abu Khalid al-Ahmar
mengabarkan kami mengabarkan kami dari Ibn ‘Ajlan dari ayahnya dari Abu Hurairah, seraya berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang”.
C. Kebersihan Rumah dan Jalan
1. Dalam hal kebersihan rumah, Rasulullah Saw. Bersabda:
الجود يحب جواد الكرم يحب آريم النظافة يحب نظيف الطيب يحب طيب الله إن
باليهود تشبهوا ولا أفنيتكم فنظفوا
“Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci (bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai kemuliaan, Allah itu Penderma dan menyukai kedermawanan maka bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi”.72
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata 73نظف. Adapun kitab Mu’jam
menyajikan sebagai berikut:
- Hadis tersebut terdapat dalam kitab Sunan Tirmidzi kitab adâb bab 41
Berikut hadis dalam kitab sunan al-Tirmidzi:
أبي بن صالح عن إلياس بن دخال حدثنا العقدي عامر أبو حدثنا بشار بن محمد حدثنا يحب نظيف الطيب يحب طيب الله إن يقول المسيب بن سعيد سمعت قال حسان تشبهوا ولا كمأفنيت قال أراه فنظفوا الجود يحب جواد الكرم يحب آريم النظافة أبي بن سعد بن عامر حدثنيه فقال مسمار بن لمهاجر ذلك فذآرت قال باليهود 74نيتكمأف نظفوا قال أنه إلا مثله وسلم عليه الله صلى النبي عن أبيه عن وقاص
71 Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, Juz. 1, h. 123, hadis no. 344 72 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h. 192 73 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, Jilid 6, h. 483 74 Al-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
Muhammad ibn Basyar mengabarkan kami; Abu ‘Amir al-‘Aqdi mengabarkan kami; Khalid ibn Ilyas mengabarkan kami dari Shalih ibn Abu Hassan seraya berkata: saya telah mendengar Sa’id ibn al-Musayyab berkata: “sesungguhnya Allah itu baik, menyukai kebaikan, suci (bersih) menyukai kebersihan, Allah itu maha Mulia menyukai kemuliaan, maha Penderma menyukai kedermawanan maka bersihkanlah, saya mengira dia berkata “bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi lalu saya menyebutkan (perkataan tersebut didengar) dari Muhajir ibn Mismar. ‘Amir ibn Sa’ad mengabarkannya kepadaku dari Ayahnya (Sa’ad ibn Abi Waqash) dari Nabi Saw., seraya bersabda dengan lafaz yang sama selain menyebutkan bersihkanlah halaman rumahmu”.
2. Rasul mendorong kaum muslim untuk rajin membersihkan lingkungan jalan di
sekitarnya dan bagi yang melakukannya akan mendapatkan pahala sedekah.
Rasulullah bersabda:
صدقة الطريق عن الأذى وتميط
“Menyingkirkan suatu kotoran dari jalan maka baginya sedekah”.75
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah 76أذى.
Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut:
- Hadis tersebut ada di Sahîh al-Bukhârî kitab mazhâlim bab 24 dan kitab jihâd
bab128
- Hadis ini juga ada di Sahîh Muslim kitab zakât bab 55 dan kitab tatawwu’ bab
12
- Dan hadis terdapat pula di Musnad Ahmad jilid 2 hal. 316, 329, 350 dan jilid 5
hal. 178.
Hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari adalah:
الله رضي هريرة أبي عن همام عن معمر أخبرنا الرزاق عبد أخبرنا إسحاق حدثني آل صدقة عليه الناس من سلامى آل وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال عنه عليها فيحمل دابته على رجلال ويعين صدقة الاثنين بين يعدل الشمس فيه تطلع يوم الصلاة إلى يخطوها خطوة وآل صدقة الطيبة والكلمة صدقة متاعه عليها يرفع أو
77صدقة الطريق عن الأذى ويميط صدقة
75 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 573. kitab jihad bab 128, hadis no. 2989 76 Wensink, Al-Mu’jam Mufahras li alfâz al-Hadits, Jilid 1, h. 51 77 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 573. kitab jihad bab 128, hadis no. 2989
Ishaq mengabarkanku bahwa ‘Abd al-Razaq mengabarkan kami; Ma’mar
mengabarkan kami dari Hamam dari Abu Hurairah r.a. katanya: Rasulullah Saw. bersabda: “setiap tulang jari manusia memperoleh pahala sedekah setiap hari di mana matahari terbit; berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang atas binatang ternaknya lalu ia memikul atau mengangkatnya sebagai hartanya merupakan sedekah, (mengucapkan) kalimat tayyibah adalah sedekah, setiap langkah yang ia lewati menuju melaksanakan salat adalah sedekah dan menyingkirkan gangguan (kotoran) dari jalan adalah sedekah”.
Sedangkan hadis yang mukharrijnya imam Muslim adalah:
قال منبه بن همام عن معمر حدثنا همام بن الرزاق عبد حدثنا رافع بن محمد حدثنا أحاديث فذآر وسلم عليه الله صلى الله رسول محمد عن هريرة بوأ حدثنا ما هذا يوم آل صدقة عليه الناس من سلامى آل وسلم عليه الله صلى الله رسول وقال منها أو عليها فتحمله دابته في الرجل وتعين صدقة الاثنين بين تعدل قال الشمس فيه تطلع الصلاة إلى تمشيها خطوة وآل صدقة الطيبة والكلمة قال صدقة متاعه عليها له ترفع 78صدقة الطريق عن ذىالأ وتميط صدقة
Muhammad ibn Rafi’ mengabarkan kami bahwa Abd al-Razaq ibn Hammam
mengabarkan kami; Ma’mar mengabarkan kami dari Hammam ibn Munabbih, katanya: hadis ini adalah yang diceritakan oleh Abu Hurairah dari Muhammad Rasulullah Saw. lalu saya menyebutkan beberapa hadais darinya. Rasulullah Saw. bersabda: “setiap tulang jari manusia memperoleh pahala sedekah setiap hari di mana matahari terbit; berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang atas binatang ternaknya lalu ia memikul atau mengangkatnya sebagai hartanya merupakan sedekah, (mengucapkan) kalimat tayyibah adalah sedekah, setiap langkah yang ia lewati menuju melaksanakan salat adalah sedekah dan menyingkirkan gangguan (kotoran) dari jalan adalah sedekah”.
3. Rasul melarang buang hajat di jalan umum atau jalan yang sering dilewati
manusia dan tempat berteduh. Hal ini akan mengakibatkan kutukan bagi orang
yang melakukannya. Rasulullah Saw. bersabda:
أو الناس طريق في يتخلى الذي قال الله سولر يا اللعانان وما قالوا اللعانين اتقوا ظلهم في
“Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”.79
78 Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 390. kitab zakat bab 55, hadis no. 1009 79 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h. 193
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah 80وقى.
Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut:
- Hadis ini ada di kitab Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 96
- Hadis ini ada di kitab Sunan Abu Daud kitâb tahârah bab 14
- Hadis ini juga ada di kitab Sunan Ibnu Majah kitâb tahârah bab 21
- dan juga terdapat di kitab Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 2 h. 372
Setelah penulis telusuri, yang memiliki makna yang sama dengan hadis yang
diteliti hanya dalam Sahih Muslim dan Sunan Abu Dawud no 25. Adapun hadis yang
diriwayatkan oleh Muslim adalah:
أيوب ابن قال جعفر بن إسمعيل عن جميعا حجر وابن وقتيبة أيوب بن يحيى حدثنا عليه الله صلى الله رسول أن هريرة أبي عن أبيه عن العلاء أخبرني إسمعيل حدثنا طريق في يتخلى الذي قال الله رسول يا اللعانان وما قالوا اللعانين اتقوا قال موسل 81ظلهم في أو الناس
Yahya ibn Ayyub, Qutaibah dan Ibn Hujr mengabarkan kami; semuanya dari
Isma’il ibn Ja’far. Ibnu Ayyub berkata: Isma’il mengabarkan kami; al-‘Ala mengabarkan kepadaku dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”.
Sedangkan hadis yang mukharrijnya Abu Dawud adalah:
عن أبيه عن الرحمن عبد بن العلاء عن جعفر بن إسمعيل حدثنا سعيد بن قتيبة حدثنا اناللاعن وما قالوا اللاعنين اتقوا قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن هريرة أبي 82ظلهم أو الناس طريق في يتخلى الذي قال الله رسول يا
Qutaibah ibn Sa’id mengabarkan kami; Isma’il ibn Ja’far mengabarkan kami
dari al-‘Ala ibn Abdrahman dari Ayahnya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”.
80 Wensink, Al-Mu’jam Mufahras li Alfâz al-Hadits, Jilid 7, h. 298 81 Al-Nawawi, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawi (Beirut: Dar al-Fikr, t.th., 1981)Juz 1, h. 161 82 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar Ibn Hazm, t.th.) Jilid 1, h. 12. hadis no. 25
BAB IV
ANALISA HADIS-HADIS KEBERSIHAN
(Kebersihan Makanan, Sumber air, Rumah dan Jalan)
Pada bab ini, penulis akan memaparkan bagaimana pendapat ulama mengenai
kebersihan dan menganalisis hadis-hadis kebersihan makanan, sumber air, rumah dan
jalan. Karena hadis-hadis ini memiliki hubungan dengan ilmu kesehatan, maka
penulis selain mengutip pendapat ulama yang ahli hadis dan fiqh juga mengutip
pendapat ulama yang juga ahli dalam bidang ilmu kesehatan.
A. Pendapat Ulama
Hadis Kebersihan Makanan
الإناء غطوا يقول وسلم عليه الله صلى الله سولر سمعت قال الله عبد بن جابر عن أو غطاء عليه ليس بإناء يمر لا وباء فيها ينزل ليلة السنة في فإن السقاء وأوآوا 83 الوباء ذلك نم فيه نزل إلا وآاء عليه ليس سقاء
“Tutuplah wadah makanan dan minumanmu, sesungguhnya dalam setahun ada satu malam yang di dalamnya turun wabah, tidak terlewatkan suatu tempat yang tidak ada tutup padanya atau tempat air yang tidak ada tutup padanya melainkan wabah itu masuk ke dalamnya”.
Al-Nawawi menyebutkan perintah untuk menutup wadah makanan dan tempat
air memiliki empat faedah: pertama, terjaga dari setan, karena sesungguhnya setan
tidak dapat membuka penutup makanan dan ikatan tempat air minum. Kedua, terjaga
dari wabah yang turun pada suatu malam dalam setahun. Ketiga, terjaga dari najis,
debu dan kotoran. Dan yang keempat, terlindung dari binatang-binatang kecil dan
serangga. Maka boleh jadi jika terkena ke dalam wadah atau tempat air tersebut lalu ia
tidak mengetahuinya dan meminumnya maka hal itu akan dapat membahayakannya.
83 Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 836, hadis no. 2014
Menurut al-Nawawi, wabah yang dimaksud merupakan wabah atau penyakit tahunan
yang biasanya membawa kepada kematian.84
Menurut al-Mubarakfuri, menutup wadah makanan yaitu yang dengan
mengucapkan asma Allah (basmalah), maka akan terjaga dari beberapa gangguan
karena barokah basmalah itu. Begitu juga ketika membuka penutup makanan, maka
mengucapkan basmalah.85
(Hadis II)
فيه ولغ إذا أحدآم إناء طهور قال وسلم عليه الله صلى النبي عن هريرة أبي عن 86بتراب أولاهن مرار سبع يغسل أن الكلب
“Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya
dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”.
Adapun hadis ini merupakan dalil yang jelas bagi mazhab al-Syafi’i dan yang
lainnya yang menyebutkan bahwa anjing adalah najis. Sesungguhnya penyucian atau
membersihkan itu ada karena adanya hadas atau najis. Dan yang dimaksud di sini
bukanlah hadas akan tetapi najis ‘ain (yang nyata).87
Beberapa ulama mazhab mengeluarkan beberapa hukum dari dalil (hadis) ini.
Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, anjing bukanlah najis ‘ain karena ia berguna
untuk kawalan atau buruan, tidak seperti babi. Babi adalah najis ‘ain karena huruf ha
yang terdapat dalam al-Quran88 ditujukan kepadanya (babi) karena kedudukannya
yang lebih hampir dengan ha itu. Mulut, air dan tahi anjing saja yang dihukumi
najis.89
84 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî (Kairo: Dar al-Hadis, t.th.), Juz 7, h. 206 85 Muhammad ‘Abdrahman ibn ‘Abdrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzî Bisyarh Jâmi’
al-Tirmidzî, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) Juz 5, h. 531 86 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Jilid 1, h. 19 87 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî juz 3, h. 135 88 Lihat surat al-Nahl ayat 115. 89 Wahbah Zuhaili, Fiqh dan Perundangan Islam (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1995), Penterj. Ahmad Syed Husaain, jilid 1, h. 135
Ulama mazhab Maliki berkata bahwa secara mutlaknya, anjing sama
kedudukannya dengan anjing kawalan, buruan ataupun tidak, hanya jilatannya saja
yang wajib dibasuh sebanyak tujuh kali secara ta’abbud menurut pendapat yang
masyhur dari kalangan mereka.
Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa anjing, babi dan
keturunan yang lahir dari keduanya adalah najis ‘ain. Oleh karena itu, hendaklah
dibasuh apa saja yang disentuhnya sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah
sebagaimana ditetapkan hukum kenajisan mulut anjing itu dengan nash hadis ini.
Walaupun mulut adalah anggota badan yang terbaik bagi dirinya karena ia
sering membuka mulut dan mengeluarkan lidahnya, tetapi ia tetap dihukumi najis.
Dengan demikian, sudah tentu bagian badan yang lainnya lebih utama lagi dihukumi
najis.90
Tidak ada perbedaan antara anjing baduwî atau dari hadhorî dan anjing
manapun. Karena kata al-kalbu menunjukkan keumuman lafaz. Menurut mazhab
Syafe’i (mazhab yang dianut oleh al-Nawawi), Malik, Ahmad dan jumhur ulama
berpendapat bahwa bila suatu wadah bila terkena jilatan anjing maka wajib mencuci
tujuh kali. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat cukup mencucinya tiga kali.91
Menurut al-Nawawi, yang dimaksud mencuci dengan tanah adalah
mencampurkan air dengan tanah atau debu hingga keruh. Sebaiknya cucian yang
memakai tanah itu dilakukan bukan pada basuhan yang terakhir tetapi dilakukan pada
basuhan yang pertama agar dapat dibersihkan dengan air selanjutnya.92
90 Zuhaili, Fiqh dan Perundangan Islam, jilid , h. 136 91 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, juz 3, h. 185 92 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, juz 3, h. 186
Menurut Sayyid Sabiq, jika anjing menjilat ke dalam bejana yang berisi
makanan kering, maka hendaklah ia (makanan itu) dibuang mana yang kena dan
sekelilingnya sedang sisanya tadi tetap dipergunakan karena masih sucinya tadi.93
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, hadis tersebut memberikan petunjuk bahwa
air yang sedikit dapat menjadi najis dengan terjatuhnya suatu najis walaupun (airnya)
tidak berubah. Karena biasanya, air ludah (jilatan anjing) tidak dapat merubah
keadaan air yang terdapat dalam suatu wadah.94
Imam Syaukani berpendapat bahwa menghilangkan najis, menghilangkan
bekasnya adalah memiliki sikap ta’abbud. Baik itu dengan cara menjauhkannya dan
tidak meninggalkan sesuatu yang tersisa dari najis itu dan warnanya. Sebagaimana
disebutkan tentang mencuci sebanyak tujuh kali yang dicampur dengan tanah karena
jilatan anjing. Dengan sebab ini, bisa menghapus bekas jilatan anjing itu. Menurutnya,
tidak usahlah kita membicarakan tentang ‘illat kenapa harus demikian. Sebab masalah
itu adalah masalah ta’abbud kita. Kita telah melakukan ini sebagai ibadah melalui
penyucian jilatan anjing, baik kita mengetahui ‘illatnya ataupun tidak. Inilah wahyu
yang harus dilakukan.95
Kebersihan Sumber Air
(Hadis III)
الملاعن اتقوا وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال جبل بن معاذ عن حدثه 96والظل الطريق وقارعة الموارد في البراز الثلاثة
“Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat pada sumber air,
tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
93 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 1 (Bandung: PT. al-Ma’arif, 1990) Alih Bahasa: Mahyudin
Syaf, Cet. ke-10, h. 58 94 Ibn Qayyim al-Jauziyah, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th.), Juz 1, h. 135 95 Al-Qaradhawi, Fiqh Thaharah, h. 71 96 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 12. hadis no. 26 dan Al-Qazwaini, Sunan Ibn
Majah Jilid 1, h. 119. Bab 21, hadis no. 328.
Menurut al-Jaziri, pengertian tiga kutukan dalam sabda Rasul tersebut adalah
tempat-tempat menyebabkan mendapatkan kutukan karena orang yang buang air di
tempat-tempat tersebut berarti menyediakan dirinya untuk dikutuk.97
Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa Rasulullah Saw. telah menghimbau
agar kita jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang biasanya dikerjakan oleh
orang-orang bodoh; orang-orang yang tidak memperhitungkan akibatnya. Kebiasaan
mereka ini merupakan penyakit menular yang berbahaya dan merupakan fenomena
yang dapat mencemari lingkungan sebab perbuatan tersebut bertentangan dengan cita
rasa yang sehat dan tidak mencerminkan ciri-ciri manusia yang maju.
Di antara perbuatan-perbuatan itu ialah kencing dalam air –khususnya air yang
keruh- dalam tempat mandi, buang air di tempat yang teduh, di jalan tempat orang
lewat atau di sumber tempat mengalirnya air. Rasulullah menyebut hal ini sebagai
“Tiga perbuatan yang dilaknat”. Ketiganya bisa mendatangkan laknat Allah, para
malaikat dan laknat orang-orang yang saleh.98
(Hadis IV)
لا الذي الدائم الماء في أحدآم يبولن لا يقول وسلم عليه الله صلى الله رسول سمع )رواه البخارى (99فيه يغتسل ثم يجري
“Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang diam yang tidak
mengalir dan mandi di dalamnya”. Hadis tentang larangan buang hajat di air tenang seperti di kolam dan
semisalnya. Larangan ini menunjukkan hukum makrûh tahrîm melakukannya.
Menurut al-Nawawi, berdasarkan pemahaman hadis secara tekstual, maka dapat
diambil masalah yakni tidak apa-apa jika buang air di air yang banyak dan mengalir.
97 Abdrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994), Penterj. Moh.
Zuhri, Jilid 1, h. 167 98 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 193 99 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239
Akan tetapi, yang lebih utama adalah menjauhinya meskipun air itu sedikit dan
mengalir.
Al-Nawawi menambahkan, jika ada air itu banyak dan tenang sebagian ulama
ada yang memakruhkan dan tidak haram meskipun sebagian lain berpendapat haram.
Menurut ahli usûl, bentuk nahi atau larangan menuntut kepada keharaman dan di
dalamnya terdapat alasan yaitu perbuatan tersebut dapat mengotori dan boleh jadi
membuat air itu menjadi najis.
Apabila air itu sedikit dan tenang para ulama mutlak mengaharamkan buang
air di dalamnya karena dapat membuat air yang suci itu berubah menjadi najis
sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.100 Bahkan Imam al-Dzahabi berpendapat,
orang yang melakukan itu adalah dosa besar.101
Mazhab Maliki berpendapat bahwa buang air di dalam air yang tidak mengalir
itu haram jika air itu hanya sedikit. Akan tetapi, jika air itu banyak seperti air yang
berada di danau, taman-taman yang besar atau kolam-kolam yang luas maka
hukumnya tidak haram kecuali jika milik orang lain dan ia tidak mengijinkan untuk
dipakai atau mengijinkan pemakaiannya tapi tidak memperbolehkan kencing di sana.
Dengan demikian, buang air di tempat tersebut haram hukumnya.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, buang air di air sedikit dan tidak mengalir
itu haram hukumnya. Jika air itu banyak maka hukumnya makruh tahrim dengan
pengertian bahwa keharamannya itu lebih ringan lantaran banyaknya air tesebut. Jika
air itu mengalir maka buang air di tempat itu hukumnya makrûh tanzîh.
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa buang air besar di air tenang atau yang
mengalir itu haram hukumnya, baik air itu sedikit maupun banyak, kecuali air laut.
100 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, (Beirut, Dar al-Fikr, 1981). Juz 3, h. 178-
179 101 ‘Abd al-Rauf al-Manawi, Faid al-Qadîr Bisyarh al-Jâmi’ al-Saghîr, (Beirut: Dar al-
Ma’rifat, 1972) Juz 1, h. 136
Adapun buang air kecil di air yang tenang hukumnya makruh tapi tidak haram dan
tidak dimakruhkan kencing di air sedikit yang mengalir.
Sedangkan mazhab Syafi’i berpendapat bahwa buang air di air sedikit atau
banyak hukumnya tidak haram tapi hanya makruh, kecuali air itu milik orang lain dan
tidak mengijinkan untuk dipakai atau diwakafkan dan tidak terlalu banyak. Dalam dua
keadaan ini, buang air hukumnya haram. Hukum tersebut di atas merupakan aturan
yang terbaik yang ditetapkan secara ilmiah dan sejalan dengan akal sehat. Karena
mengotori air yang disiapkan untuk dimanfaatkan adalah suatu perbuatan tercela
apalagi bila hal tersebut mengakibatkan menularnya fires atau penyakit-penyakit yang
lain. Salah satu kebaikan Islam adalah dijadikannya bentuk ibadah kepada Allah
sejalan dengan kemaslahatan manusia itu sendiri.102
Menurut H. Abujamin Rohan, adapun yang dimaksud dengan air yang tak
mengalir ialah air /sungai yang mungkin masih dipakai atau mengenai orang lainnya.
Tentu saja, biarpun air sungai itu mengalir tetapi air limbah tersebut mengenai orang
lain, maka najis, polusi, dan bahayanya akan mengancam kesehatan dan kesucian
jasmani. Sementara diketahui air dan fungsinya ialah bersih dan membersihkan.103
Menurut Dr. Mahmud Ahmad Nadjib, orang Islam janganlah buang hajat di
tempat-tempat sumber dan air yang tergenang. Hal ini mencegah penyebaran penyakit
bilharziasis (schistosomiasis) yang menyebabkan terjadi kanker kandung kemih.
Kerusakan hati berjangkit karena bilharziasis yang mengakibatkan pembengkakan
hati, limpa dan bisa menjadi kanker hati, demikian pula wabah kolera dan radang
hati.104
102 Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab Jilid 1, h. 166 103 Drs. H. Abujamin Rohan, “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”, (Jakarta: Media
Da’wah, 1998) h. 63-64 104 Dr. Mahmud Ahmad Nadjib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, (Jakarta: CV. Pustaka
Mantiq. 1994) Cet. Ke-4. Penterj. Lembaga Penterjemah dan Penulis Indonesia, h. 63
Menurut KH. Ahmad Mudjab Mahalli, hadis tersebut menerangkan tentang
makruhnya buang air kecil atau besar di dalam air yang tidak mengalir, kemudian
menjadikan air tersebut sebagai alat mandi atau mencuci pakaian atau membasuh
sesuatu di dalam air tersebut, maka yang demikian adalah makruh hukumnya. Secara
tegas bisa dikatakan, bahwa kencing di dalam air yang tidak mengalir, padahal air
tersebut masih dimanfaatkan untuk mandi maupun yang lain, maka itu adalah
makruh.105
Kebersihan Rumah
(Hadis V)
الجود يحب جواد الكرم يحب آريم النظافة يحب نظيف الطيب يحب طيب الله إن )رواه الترمذى (106باليهود تشبهوا ولا أفنيتكم فنظفوا
“Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai kemuliaan, Allah itu Penderma dan menyukai kedermawanan maka bersihkanlah rumahmu dan lingkunganmu dan janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi”.
Imam Al-Mubarakfuri berpendapat, jika kita telah teguh bahwa Allah itu
Mulia, maha Pemurah, dan menyukai kebersihan, maka kita sebagai hamba
perindahlah dan perbagusilah segala sesuatu yang memungkinkan dapat diperindah
dan diperbaiki dan juga bersihkanlah segala sesuatu yang mudah bagi kalian
membersihkannya hingga halaman/perkarangan rumah. Hal tersebut merupakan
kinayah (kata kiasan) dari semulia-muliaNya dan benar-benar kemurahanNya, karena
sesungguhnya halaman atau perkarangan rumah jika luas dan bersih adalah suatu
keindahan.
105 KH. Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-hadis Muttafaq ‘alaih Bagian Ibadah, (Jakarta:
Kencana 2003) h. 188 106 Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzi, Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
Menurutnya, janganlah kita menyerupai kaum Yahudi yang tidak menerapkan
kesucian dan kebersihan (lahir dan batin), sedikit wangi, bakhil, jorok, hina dan
rendah.107
Dalam riwayat Al-Bazzar, dinyatakan:
“Dan janganlah menyerupai orang-orang Yahudi, mereka mengumpulkan sampah di rumah-rumah mereka”.108
Menurut Al-Kailani, tumpukan sampah hasil sapuan di rumah menjadi
penyebab banyaknya serangga, seperti lalat, lipas dan nyamuk serta membantu
berkembangnya kuman-kuman dan memindahkan penyakit-penyakit yang bersumber
dari jamur dan parasit kepada orang yang sehat.
Rasulullah menasehatkan agar tidak membuang hajat di dalam air yang
bertakung, lindungan pepohonan dan di tengah jalan. Tindakan ini menyerupai apa
yang kita kenal sekarang sebagai sanitasi atau kesehatan lingkungan yang berpangkal
dari kebersihan rumah. Para ilmuwan telah menetapkan beberapa karakteristik rumah
sehat yang pada prinsipnya tidak keluar dari kerangka yang ditetapkan oleh sunnah
Nabi yang mulia. Semuanya itu dimaksudkan untuk menghindari dari berbagai jenis
penyakit menular.109
Menurut Wagino Ali Mashuri, hadis kebersihan lingkungan ini juga diuraikan
pada kitab Bidâyatul Hidâyah pada bab Jum’ah yaitu bab yang membahas tentang
perlunya setiap muslim membersihkan dirinya maupun lingkungannya pada setiap
hari Jumat. Pada kitab tersebut diuraikan, setelah masuk waktu Subuh setiap orang
yang sudah balig diwajibkan mandi yang betul-betul bersih, sikat gigi, memotong
kuku, kumis, lalu menghias dirinya, pakai pakaian warna putih dan pakai minyak
107 Muhammad ‘Abd al-Rahman ibn ‘Abd al-Rahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzî
Bisyarh Jâmi’ al-Tirmidzî, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) Juz 8, h. 82 108 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1952), h. 26 109 Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan Menurut Jejak Rasulullah, h. 19
wangi. Dan ditekankan supaya membersihkan segala yang perlu dibersihkan sudah
barang tentu isi rumah tangga serta lingkungannya.110
Bila lafaz al-tayyibu dibaca al-tîbu maka berarti harum-haruman. Jadi, Allah
menyukai hal-hal yang berbau wangi atau harum. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah,
harum-haruman merupakan makanan jiwa. Jiwa menjadi kuat. Kekuatan jiwa sangat
berfaedah untuk kesehatan otak, hati dan seluruh anggota tubuh bagian dalam,
menyenangkan hati dan menggembirakan jiwa yang pada akhirnya akan berpengaruh
positif terhadap jasmani manusia. Rasulullah menunjukkan tentang harum-haruman
(wewangian) sebagai pemelihara kesehatan tubuh/jasmani. Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah maha Baik, Ia menyukai yang harum-harum. Maha Pemurah
(Penderma), Ia menyukai kedermawanan….”
Menurutnya, harum-haruman (wewangian) mempunyai keistimewaan, antara
lain: malaikat menyukainya sedangkan syaitan lari karenanya, karena yang disukai
syaitan adalah bau busuk dan menusuk. Jiwa-jiwa yang suci menyukai wangi yang
harum-harum, sedangkan jiwa yang rusak menyenangi bau-bauan yang busuk.
Setiap jiwa lebih cenderung kepada sesuatu yang menyerupainya. Laki-laki
yang keji suka kepada wanita yang keji, demikian pula sebaliknya. Dan laki-laki yang
baik senang kepada wanita yang baik, begitu juga sebaiknya.
Harum-haruman ini mencakup segala segi, baik yang harum pada perkataan,
perbuatan, pada makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal dan lain sebagainya.
Hal ini dapat dilihat dari umumnya lafaz hadis di atas ataupin keumuman pengertian
dari maknanya.111
Kebersihan Jalan
(Hadis VI)
110 Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan Islam. h. 130 111 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi, (Semarang: Dina Utama Semarang,
1984), h. 20-22
112صدقة الطريق عن الأذى ويميط “Barang siapa menyingkirkan suatu gangguan dari jalan maka baginya
sedekah”. Menurut Al-Fanjari, Maksud dari “gangguan” di jalan adalah suatu yang
membahayakan dan yang mengotori jalan atau menajiskan dan menjadikan jalan
becek, seperti: sampah, paku, batu dan sebagainya.113
Menurut Al-Kirmani, makna sedekah di atas adalah memberikan manfaat pada
orang lain. Menyingkirkan gangguan adalah sebab kepada keselamatan saudara
semuslim dari gangguan itu maka seakan-akan ia bersedekah kepadanya dengan
memberikan keselamatan dan kenyamanan padanya.114
(Hadis VII)
وما قالوا اللعانين اتقوا قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن هريرة أبي عن 115ظلهم في أو الناس طريق في يتخلى الذي قال الله رسول يا اللعانان
Hadis yang menyatakan: “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”.
Menurut al-Nawawi, maksud lafaz al-la’ânain terdapat pada riwayat Muslim
dan Abu Dawud adalah dua hal yang membawa kelaknatan bagi manusia dan orang
yang melakukan dua hal tersebut mendapat caci makian dan laknat dari orang, yakni
pada biasanya orang mermukainya.116
Al-Jaziri berpendapat bahwa pengertian “dua kutukan” adalah dua perbuatan
yang menyebabkan pelakunya mendapat kutukan, karena orang yang buang air di
jalan yang dilewati orang banyak berarti menyerahkan dirinya untuk dikutuk.117
112 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 573. kitab jihad bab 128, hadis no. 2989 dan Al-Qusyairi,
Sahîh Muslîm, h. 390. kitab zakat bab 55, hadis no. 1009 113 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, h. 25 114 Al-Kirmani, Sahîh Bukhâri Bisyarh al-Kirmani. (Beirut: Dar al-Fikr, t.th). Juz 10, h. 33 115 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm bi Syarh al-Nawawi (Beirut: Dar al-Fikr, tth, 1981)Juz 1, h. 161 116 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, Juz 3, h. 161 117 Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab Jilid I, h. 167
Menurut al-Khaththabi, yang dimaksud dengan al-zilli adalah suatu tempat
yang orang-orang bernaung, berlindung dan berteduh di tempat itu. Mereka
menjadikannya sebagai tempat bercakap-cakap dan tempat perhentian; mereka
berhenti di sana dan duduk-duduk di dalamnya. Tidak ada tempat berteduh manapun
yang diharamkan untuk duduk di bawahnya. Dan sesungguhnya Nabi pernah duduk di
bawah sekitar pohon kurma karena keperluannya dan beliau berteduh.
Menurut imam al-Nawawi, larangan buang air besar di tempat orang berteduh,
di jalan umum dan di tempat-tempat lainnya yang dilarang adalah karena hal tersebut
dapat menyakiti kaum muslim yang lewat dan berteduh dengan najisnya dan dapat
mengotorinya serta mengeluarkan bau yang tidak sedap.118
Menurut mazhab Syafi’i dan Hanafi, buang air di tempat-tempat itu hukumnya
makruh, asal tidak diwakafkan untuk dilewati atau milik orang lain. Jika demikian,
buang air di tempat tersebut haram hukumnya.
Para imam mazhab yang empat itu telah sepakat dilarangnya buang air di
tempat-tempat umum yang dilewati orang banyak, tempat mengambil air dan di
tempat-tempat mereka berteduh, hanya saja ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah
menjadikan larangan itu makruh sedangkan ulama Malikiyah dan Hanabilah
menetapkan hukum haram atas larangan tersebut.
Jika pebuatan (buang air) itu sangat menggangu kesehatan umum, ijmak telah
memutuskan bahwa perbuatan itu haram hukumnya. Karena semua tindakan yang
menyebabkan madhorot atau menyakitkan orang banyak atau mendatangkan penyakit
bagi mereka hukumnya sangat dilarang (haram).119
Menurut Yusuf al-Qardhawi, Rasulullah memperhatikan kebersihan jalan.
Karena itu menyingkirkan benda-benda berbahaya dari jalan dianggap sedekah.
118 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî Juz 3, h. 161-162 119 Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab Jilid I, h. 166
Termasuk ke dalam hal ini ialah menyingkirkan najis dan segala jenis kotoran.
Sebagian orang Arab –karena mereka adalah orang Badui- ada yang membuang air
kecil atau air besar di jalan tempat orang lalu lalang, atau di bawah pohon tempat
orang berteduh, maka Rasulullah mengingatkan mereka supaya tidak melakukan
perbuatan tersebut. Rasulullah menganggap perbuatan demikian sebagai sebab-sebab
laknat, yaitu laknat Allah dan laknat manusia.120
B. Analisa Matan Hadis
Untuk mengetahui status kehujjahan hadis, penelitian sanad dan matan
memiliki kedududukan yang sama penting, meskipun dalam prakteknya penelitian
sanad didahulukan daripada penelitian matan. Karena menurut muhadditsîn, sebuah
hadis barulah dinyatakan berkualitas sahih apabila sanad dan matannya sama-sama
berkualitas sahîh. Ibnu al-Jawzi memberikan tolok ukur kesahihan matan, yaitu:
Setiap hadis yang bertentangan dengan akal sehat ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis mawdû’, karena Rasulullah tidak mungkin menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama, seperti: menyangkut aqidah dan ibadah.121
Sedangkan Shalah al-Din al-Adabi memberikan kriteria kesahihan matan hadis
ada empat, yaitu: pertama, hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran. Kedua,
tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat. Ketiga, tidak bertentangan dengan
akal sehat, indera dan sejarah. Dan keempat, susunan pernyataannya menunjukkan
ciri-ciri sabda kenabian.122
120 Al-Qaradhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 364 121 Bustamin dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004), h. 63 122 Bustamin dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 64
Sebelum menganalisa matan hadis ini, penulis menjabarkan sanad hadis.
Berikut ini informasi jalur sanad hadis-hadis tentang kebersihan makanan, sumber air,
rumah dan jalan.
Pada masalah kebersihan makanan, untuk hadis pertama yang diriwayatkan
oleh Muslim, al-Bukhari, Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad dan Malik dengan jalur sanad
yang berbeda, namun tetap pada satu sahabat yaitu Jabir bin Abdullah. Mengenai
kualitas hadisnya, hadis ini termasuk dalam kategori sahîh.123 Hadis ini diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
sudah dipercaya akan kesahihannya. Menurut Mahmud Thahan, kitab Sahîh Bukhârî
dan Sahîh Muslîm adalah kitab yang paling sahih setelah al-Quran.
Hadis yang kedua tentang sucinya wadah jika terkena jilatan anjing maka
harus dibasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah; hadis ini diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad ibn
Hanbal dengan sanad yang berbeda. Dari hadis yang diteliti, sahabat yang
meriwayatkan seluruhnya dari Abu Hurairah kecuali Ibnu Majah yang diriwayatkan
oleh Abdullah ibn Mughaffal.
Hadis ketiga, hadis masalah kebersihan sumber air yang menjelaskan larangan
buang air di sumber air diriwayatkan oleh Abu Dawud melalui sahabat Mu’adz ibn
Jabal dan Ibn Majah melalui sahabat ‘Abdullah ibn ‘Amr sedangkan hadis yang
dikeluarkan oleh Ahmad ibn Hanbal melalui Ibnu ‘Abbas.
Hadis keempat yang menginformasikan tentang larangan buang air di air
tenang yang tidak mengalir kemudian menggunakannya untuk mandi diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad ibn Hanbal
dan al-Darimi dengan sanad yang berbeda. Dari hadis yang terdapat dalam al-kutub
123 Al-Manawi, Faidh al-Qadîr Bisyarh al-Jâmi’ al-Saghîr, Juz 4, h. 405
al-sittah, seluruhnya melalui sahabat Abu Hurairah kecuali hadis yang diriwayatkan
oleh al-Nasai melalui sahabat Jabir ibn ‘Abdullah.
Hadis kelima yang menginformasikan tentang perintah membersihkan
halaman atau perkarangan rumah dan lingkungan; hadis ini diriwayatkan oleh Tirmizi
dari Muhammad bin Basyar dari Abu ‘Amir dari Khalid bin Ilyas dari Shalih bin Abu
Hassan telah mendengar dari Sa’id bin Al-Musayyab.
Hadis keenam yang menginformasikan bahwa menyingkirkan gangguan dari
jalan merupakan sedekah diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal
dengan sanad yang berbeda namun tetap pada satu sahabat yaitu Abu Hurairah.
Hadis ketujuh tentang masalah kebersihan jalan yang membahas perintah
menjauhi dua perbuatan yang terkutuk yakni buang air di jalan umum dan tempat
berteduh; hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud dengan sanad yang
berbeda namun tetap pada satu sahabat yakni Abu Hurairah.
Analisis Hadis
Penulis meneliti matan hadis kebersihan makanan, sumber air, rumah dan
jalanan melalui beberapa pendekatan, yaitu pendekatan al-Quran, hadis sahih, bahasa
dan ilmu kesehatan. Setelah itu, penulis memberikan kesimpulan atau pelajaran pada
setiap pembahasan.
Kebersihan Makanan
Pada masalah kebersihan makanan hadis pertama tentang perintah menutup
wadah makanan dan tempat air minum. Rasulullah Saw. bersabda:
124السقاء وأوآوا الإناء غطوا
“Tutuplah wadah makanan dan ikatkan tempat minum”.
124 Al-Qusyairi, Shahih Muslim, h. 835, hadis no. 2012, 2014. lihat juga Sunan Ibn Majah, h.
321. Bab 16, hadis no. 3410,
Hadis itu menjelaskan agar menutup tempat makanan dan minuman agar tidak
terkena debu, kotoran, najis dan sebagainya sehingga dapat mengotori makanan atau
minuman tersebut dan dapat menimbulkan penyakit. Makanan adalah aspek
terpenting yang menjadi perhatian dalam menjaga kesehatan sesuai dengan petunjuk
al-Quran. Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 88:
☺ ⌧ ⌧
)٨٨:المائدة(
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Q.S. al-Maidah: 88)
Sehat lewat makanan dapat diidentifikasi dengan bersihnya makanan itu, porsi
makanan yang cukup tidak terlalu kekenyangan dan etika makan yang baik; Nabi
menyuruh sebelum dan sesudah makan mencuci tangan dahulu, tidak makan sambil
tidur-tiduran dan tidak lupa membaca doa sebelum dan sesudahnya.
Istilah al-Quran makanan yang halâlan tayyiban. Halâl di sini baik dari
substansinya, cara mendapatkannya, cara mengolahnya, kualitas dan kuantitasnya.
Tayyib maksudnya baik untuk kesehatan dan gizi.125
Hadis ini memiliki beberapa hadis riwayat bi al-ma’na126 dalam beberapa
kitab hadis. Hadis-hadis tersebut selain memerintahkan untuk menutup wadah
makanan dan tempat air minum juga menyuruh untuk menutup pintu rumah serta
mengingatkan berzikir asma Allah; Dia yang memberi kesehatan dan Dia juga yang
memberi penyakit. Akan tetapi, dengan mengambil ajaran-ajaran yang bersumber dari
al-Quran dan hadis lalu kita amalkan maka akan terjaga kesehatan. Sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari:
125Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing, Kiat Hidup Sehat menurut Nabi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 107
126Riwayat bil ma’na yakni beberapa hadis yang walaupun berbeda lafaznya namun memiliki kesamaan makna.
قربكم مغلقا وأوآوا بابا يفتح لا الشيطان فإن الله اسم واذآروا الأبواب فأغلقوا شيئا عليها تعرضوا أن ولو الله اسم واذآروا آنيتكم وخمروا الله اسم واذآروا 127صابيحكمم وأطفئوا
“Tutuplah pintu dan sebutlah nama Allah karena sesungguhnya setan tidak
dapat membuka pintu yang tertutup, dan ikatlah wadah air kamudan sebutlah nama Allah. Tutuplah wadah makanan kamu dan sebutlah nama Allah meskipun kamu bentangkan dengan sesuatu apapun dan padamkanlah lampumu”.
Pada hadis Muslim, Tirmizi dan Ibnu Majah, terdapat lafaz الفويسقة (penjahat
kecil/pembuat kerusakan yang kecil) adalah isim tasghîr dari فاسقة yang artinya
penjahat/pembuat kerusakan. Maksudnya binatang kecil (seperti tikus, dsb) yang
keluar pada malam hari, mencari makan dan bisa saja dapat menjatuhkan lampu (api)
sehingga api dapat menjalar hingga membakar rumah.
Ada empat faedah yang bisa kita ambil dari hadis-hadis tersebut yaitu dua di
antaranya tersurat dalam hadis yakni: pertama, makanan tersebut terjaga dari syeitan.
Kedua, terjaga dari wabah penyakit yang turun suatu malam dalam setahun. Menurut
riwayat, wabah itu akan turun pada bulan Desember.128 Kedua, faedah lainnya yang
tersirat dari hadis yakni: makanan dan minuman terjaga dari serangga dan hewan-
hewan kecil lainnya, seperti: lalat, kecoa, tikus, dsb. Serta terlindung dari najis dan
kotoran seperti debu. Rasulullah Saw. bersabda: “ittaqû al-dzurra fa inna fîhi al-
nasamata” (“Jauhilah olehmu debu sesungguhnya debu terdapat penyakit”).129
Sebelum ditemukan mikroskop, bakteri dan cara berpindahnya penyakit
menular, fakta ilmiah menunjukkan bahwa sebagian dari penyakit menular itu
berpindah melalui hujan gerimis dan udara yang berdebu. Hal ini disebabkan bakteri
127 Al-Bukhari, Sahih al-Bukhâri, h. 632. hadis no. 3316 128 Sebagaimana dalam riwayat Muslim:
يوما السنة في فإن قال أنه غير بمثله الإسناد بهذا سعد بن ليث حدثنا أبي حدثني الجهضمي علي بن نصر حدثنا الأول آانون في ذلك يتقون عندنا فالأعاجم الليث قال الحديث آخر في وزاد وباء فيه ينزل
Menurut kaum ‘Ajam (non Arab), mereka takut wabah itu karena akan turun pada bulan kânun al-awwâl (bulan Desember). Lihat Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî. Juz 7, h. 206. -berarti bulan Desemer. Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi, Kamus al-‘Asri (Kontemporer) Arab آانون الأولIndonesia. (Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum, 1998), h. 1489
129 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 25
itu terbang bersama debu yang terbawa angin. Dengan demikian, sampailah penyakit
itu dari orang yang sakit kepada orang yang sehat melalui mulut, hidung atau tempat
makanan dan minuman.
Kita berharap agar setiap penjual keliling dan pada tempat menjajakan
dagangannya, sayur-sayuran, buah-buahan dan segala jenis makanan agar menutup
dan melindungi makanan dan minuman yang dijajakan dari virus yang dibawa lalat
atau meletakkannya dalam kaca yang tertutup rapi.
Dalam hal lalat, lalat mempunyai racun (kuman penyakit) yang terletak pada
sengatannya yang merupakan senjata bagi dirinya. Jika ia jatuh atau hinggap pada
suatu makanan maka yang pertama menyentuh adalah senjatanya tadi. Oleh sebab itu,
Nabi memerintahkan agar mencelupkannya (menenggelamkannya) ke dalam makanan
atau minuman yang dihinggapinya. Tujuannya agar kuman penyakit itu menjadi tawar
(tidak berfungsi lagi) dan hilanglah kemudharatan.130 Sebagaimana hadis yang
diriwayatkan al-Bukhari. Rasulullah Saw. bersabda:
شراب في الذباب وقع إذا وسلم عليه الله صلى النبي قال داء جناحيه إحدى في فإن لينزعه ثم فليغمسه أحدآم
شفاء والأخرى “Apabila lalat jatuh ke dalam bejana (gelas) seseorang di antara kamu, maka
rendamkanlah. Sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat penyembuh (obatnya)”.
Jika tidak sempat ditenggelamkan maka kemungkinan makanan atau minuman
tersebut telah terkontaminasi oleh racunnya.
Makanan yang aman bagi kesehatan selain harus bergizi lengkap dan
seimbang, makanan harus bersih dari kuman, cemaran, racun, tidak mengalami
perubahan bentuk, warna, aroma, rasa dan diolah dengan cara yang benar sehingga
130 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi (Semarang: Dina Utama, 1994) Alih Bahasa: Said Agil Hussain al-Munawwar dkk, cet. ke-4, h. 58
131 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, h. 203. Hadis no. 3320, bab 17. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
kandungan gizinya tidak rusak dan tidak bertentangan dengan nilai agama yang dianut
(halal). Makanan yang aman dan sehat merupakan faktor penting untuk meningkatkan
derajat kesehatan. Tanda umum makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara lain:
berlendir, berjamur, aroma dan rasa serta warna berubah. Adapun beberapa makanan
atau bahan makanan yang terbuka akan lebih cepat basi dibandingkan dengan
makanan yang tertutup rapi, bersih dan steril.
Akibat mengkonsumsi makanan yang tidak aman dapat menimbulkan
keracunan dengan gejala mual, muntah, sakit perut, diare dan demam sehingga
dianjurkan untuk makan makanan yang aman bagi kesehatan.132
Jadi, hadis tentang menutup makanan dan minuman ini dapat dijadikan hujjah
dan merupakan anjuran Nabi dalam rangka menjaga kebersihan dan kesehatan
makanan.
Hadis yang kedua. Hadis Nabi Saw.
133بالتراب أولاهن مرات سبع يغسله أن الكلب فيه ولغ إذا أحدآم إناء طهور
“Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”.
Hadis sahih ini menjelaskan bahwa air ludah anjing adalah najis dan kotor.
Jika air ludah itu terkena suatu wadah makanan, maka wajib disucikan. Ajaran Islam
tentang kebersihan makanan menyatukan aspek dari segi kesehatan dan kebersihan
dalam arti makanan yang halal sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surat al-
Baqarah: 182, yaitu:
)١٧٢: البقرة(
132Baequni dan Narila Mutia Nasir, Islam dan Kesehatan (Pengantar Kesehatan Masyarakat
dan Islam), hal. 153 133 Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 836. dan Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 19
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.
Mengenai keharusan waktu mencuci dengan tanah memiliki perbedaan
pendapat; beberapa riwayat ada yang mengatakan permulaanya, riwayat lain yang
terakhir memakai tanah, ada yang mengatakan basuhan yang ketujuh dan ada yang
mengatakan basuhan yang kedelapan menggunakan tanah. Kapanpun letak
basuhannya dengan menggunakan tanah, hal ini merupakan pilihan bagi kita. Yang
terpenting salah satu dari basuhan-basuhan itu harus memakai tanah.
Adapun cara mencucinya dengan tanah maksudnya mencampurkan air dan
tanah hingga keruh lalu cuci dengan air tersebut ke tempat yang terkena najis. Tidak
boleh digantikan dengan hanya merendamkan di dalam air yang banyak lalu
didiamkan selama kira-kira sebanyak tujuh kali cucian. Berbeda dengan hewan-hewan
lain; selain anjing dan babi, seperti kucing, dsb. Jika terkena jilatan kucing maka
cukup dibasuh dengan air sekali.
Pensucian jilatan anjing dengan memakai sarana air dan tanah/debu karena
tanah pada masa itu merupakan satu-satunya alat untuk menghilangkan sisa-sisa
makanan dari minyak dan lemak dan belum mengenal alat-alat yang lebih praktis,
seperti sabun dan lainnya. Dialah yang dapat mematikan bakteri. Walaupun sekarang
ini telah mengenal sabun, pemakaian dengan tanah masih tetap harus digunakan.
Karena cara tersebut merupakan aturan baku dari Rasulullah dan ta’abbud kita kepada
Allah.
Hadis ini memberi keterangan bahwa air liur anjing itu adalah najis dan kotor.
Menurut ilmu kesehatan, dalam perut anjing terdapat cacing pita anjing (echino
coccusgranulosus), sedang telur-telur cacing tersebut keluar bersama ludah anjing.
Telur itu dapat merusak tubuh manusia dan membentuk sarang hidated pada usus,
paru-paru, usus dan pada otak yang dapat mengakibatkan lumpuh pucat, kebutaan dan
penurunan gerak refleks.134 Oleh karena itu, Nabi melarang memelihara dan
bercengkerama dengan anjing agar tidak terjadi pemindahan baksil penyakit-penyakit
berbahaya dari anjing ke tubuh manusia. Malaikat tidak mau datang ke dalam rumah
yang di dalamnya terdapat anjing dan pahala amalnya akan berkurang dua qirât setiap
hari.135
Dengan demikian, hadis cara mensucikan jilatan anjing merupakan kewajiban
karena kualitas sanad hadis ini sahîh dan memiliki beberapa mutâbi’ dan musyâhid.
Selain itu, matan hadis sesuai dengan kriteria kesahihannya. Maka perintah Nabi ini
harus dilaksanakan bagi umat Islam sebagai suatu bentuk ibadah dan pencegahan dari
penyakit.
Kebersihan Sumber Air
Hadis ketiga tentang kebersihan sumber air. Hadis ini menginformasikan agar
menjauhi tiga hal yang terkutuk, yaitu buang hajat pada saluran sumber air, pada
tempat berteduh dan tempat berlalunya manusia. Perintah untuk menjauhi perbuatan-
perbuatan tersebut adalah untuk mencegah pencemaran lingkungan. Lingkungan yang
tidak bersih dan tidak higienis akan mempengaruhi kesehatan manusia. Apalagi jika
air itu telah tercemar dan terkontaminasi oleh limbah akan mengakibatkan penyakit
134 Nadjib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, h. 27 135 Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
عمله من يوم آل نقص ضارية أو ماشية بكلب ليس آلبا اقتنى من قال وسلم عليه الله صلى النبي عن عنهما قيراطان
“Barang siapa yang memelihara anjing kecuali yang digunakan untuk menjaga binatang ternak atau untuk berburu maka akan dikurangilah ganjaran kebaikannya setiap hari sebanyak dua kirat”. Lihat Sahih Bukhari, h. 1082, dalam kitâb al-dzabaih wa al-saidi, bab man iqtana kalban.., hadis no. 5482. Lihat juga Sahih Muslim, h. 642, dalam kitâb al-masâqah, bab al-amru bi qatli al-kilâb, hadis no. 1574.
pada tubuh manusia. Hal ini sejalan dengan ayat al-Quran yang melarang manusia
membuat kerusakan di bumi. Allah Swt berfirman:
⌧
)٧٧: القصص( ☺“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Hadis ini memberikan aturan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang
merusak lingkungan dan sarana umum lainnya khususnya sumber air sehingga
mengganggu banyak orang termasuk kaum muslim lainnya. Nabi Saw. bersabda:
أبي بن وإسماعيل السفر أبي بن الله عبد عن شعبة حدثنا قال إياس أبي بن آدم حدثنا عليه الله صلى النبي عن عنهما الله رضي عمرو بن الله عبد عن الشعبي عن خالد )رواه البخارى(136ويده لسانه من المسلمون سلم من المسلم قال وسلم
“Orang muslim adalah dimana orang muslim yang lainnya merasa selamat
dari lisannya dan perbuatannya”. Pembuangan limbah di tempat sumber air/saluran air dan di tempat lainnya
yang dapat mengganggu orang lain merupakan perbuatan yang dilaknat Allah dan
manusia. Ulama berpendapat perbuatan demikian hukumnya haram dan mendapatkan
dosa besar.
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber
yang bersih dan aman. Batasan-batasan air yang bersih dan aman tersebut, antara lain:
bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit, bebas dari substansi kimia yang
berbahaya dan beracun, tidak berasa dan berbau, memenuhi standar minimal yang
ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI. Air dinyatakan tercemar bila
mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia dan sampah.137
136 Al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 26 dalam kitab al-Iman bab 4 hadis no. 10 137 Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: EGC, 2006), h. 40
Air merupakan kebutuhan primer manusia, sehingga kesejahteraan masyarakat
dalam suatu negara dapat diukur dari banyaknya air bersih yang dikonsumsikan oleh
setiap orang dalam negara tersebut.
Perbaikan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, antara lain melalui
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Hal ini mengingat permasalahan kesehatan
lingkungan masih di sekitar pemenuhan sanitasi dasar, seperti penggunaan sarana air
bersih yang tidak memenuhi syarat, buang air besar di sembarang tempat,
pembuangan sampah di tempat yang tidak semestinya dan buangan limbah rumah
tangga tanpa saluran sehingga menimbulkan genangan air.138
Fenomena yang saling bertentangan tampak pada penggunaan sungai di
Indonesia. Selain untuk keperluan irigasi, sungai diperlukan untuk keperluan air
minum dan keperluan sehari-hari. Pada saat bersamaan, sungai dijadikan tempat
pembuangan kotoran manusia dan pembuangan limbah rumah tangga maupun industri
yang menimbulkan pencemaran.
Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi kesehatan masyarakat di banyak
negara di dunia juga masih cukup memprihatinkan, yang salah satu penyebabnya
adalah air. Kadangkala karena kurang air atau karena air tidak bersih atau tidak sehat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa ada 17 masalah yang
berkaitan dengan kesehatan masyarakat yang salah satunya dan masalah yang paling
serius adalah air.
Sejarah telah membuktikan ada keterkaitan yang erat antara masalah air bersih
dan penyakit diare, khususnya kholera. Korban kejadian luar biasa kholera apabila
138 MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 19
diselidiki ternyata mereka telah mempergunakan air minum yang sama dan diperoleh
dari satu sumber air yang telah tercemar limbah/kotoran.139
Pengaruh yang sangat dominan adalah faktor kemiskinan,
kekurangtahuan/kebodohan, kekurangan gizi serta buruknya kondisi sanitasi
lingkungan, khususnya masalah air bersih dan sarana pembuangan kotoran manusia
yang kurang memenuhi syarat.
Dengan demikian, untuk menjaga kesehatan manusia maka hendaklah selalu
menjaga lingkungan di antaranya menghindari buang air atau mengotori sumber air,
tempat berteduh dan jalanan. Dalam hadis tersebut, dinyatakan siapa yang
melakukannya akan mendapatkan laknat dari Allah dan Nabi.
Pada hadis yang keempat, juga masih berhubungan tentang menjaga higienitas
air. Nabi melarang agar tidak membuang air kecil di air yang diam dan tidak
mempergunakannya, seperti: mandi, berwudhu, minum, mencuci dan sebagainya di
air yang tenang dan menjadi najis itu. Air keruh itu adalah sumber kotoran karena air
tersebut tidak mengalir dan tidak berganti yang baru. Nabi bersabda:
140فيه يغتسل ثم يجري لا الذي الدائم الماء في أحدآم يبولن لا
“Jangan kalian buang air di air yang tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya”.
Secara teks, larangan buang air hanya di air yang tenang/diam. Air yang tak
mengalir ialah air/sungai yang mungkin masih dipakai atau mengenai orang lainnya.
Tentu saja, biarpun air sungai itu mengalir tetapi air limbah tersebut mengenai orang
lain, maka najis, polusi, dan bahayanya akan mengancam kesehatan dan kesucian
jasmani. Secara teks, perbuatan yang dilarang hanya buang air kecil yakni pada lafaz
139 MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 21 140 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239
Akan tetapi, yang dimaksud adalah juga termasuk buang air besar karena .بال
perbuatan tersebut lebih parah dan makin buruk dampaknya.
Kotoran manusia pada dasarnya adalah limbah; saripatinya sudah diambil dan
ampasnya dibuang; baik yang berupa air seni maupun berupa kotoran tahi (tinja)
begitu juga bila membuang limbah rumah tangga, limbah industri, kotoran binatang
dan sampah lainnya. Ketika kotoran itu dibuang pada sembarangan tempat atau lewat
jamban yang tidak memenuhi syarat, maka baunya akan menyengak hidung, najisnya
akan ditebar lalat dan langau, sementara bakteri dengan penyakit dari produknya akan
mewabah bahkan ikut merusak pemandangan dan kesehatan masyarakat.
Bahaya wabahnya pun akan lebih cepat terjadi di sungai-sungai. Air sungai
adalah sebagai alat transportasi jitu, alat mencuci, mandi dan gosok gigi yang umum;
apalagi jika ia dipakai untuk berwudu (mengilangkan hadas).141 Rasulullah
mengingatkan: “Janganlah seseorang di antara kamu buang air pada air yang tak
mengalir lalu mandi di dalamnya.”142
Para ulama mengharamkan pembuangan limbah di air yang tidak mengalir
ataupun sungai yang masih digunakan oleh banyak orang. Hal itu akan merugikan dan
memberikan ketidaknyamanan bagi penduduk setempat. Bentuk lafaz nahi pada lafaz
dengan penambahan nun tasydid merupakan takîd (penguat). Hal ini لا يبولن
menandakan bahwa perbuatan tersebut benar-benar harus dihindarkan. Mereka yang
melakukannya akan mendapatkan laknat dari Allah, Nabi dan manusia.
Penyakit yang diakibatkan parasit pada manusia umumnya disebabkan oleh
protozoa dan cacing. Bentuk kista dan tropozoid yang seringkali ditemukan pada tinja,
kulit dan bentuk pembuangan lain pada manusia. Kelompok cacing yang
141 Rohan, “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”, h 64 142 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239. lihat juga Sahîh Muslîm, h. 136. hadis no.
282. Sunan Abi Dawud, jilid 1, h. 19. hadis no. 69. Sunan Al-Nasâ’i, jilid 1, h. 68, hadis no. 57. Sunan al-Tirmizi, Juz 1, h. 129.
menyebabkan penyakit ditemukan dalam tinja manusia, kulit maupun saluran
pembuangan lain biasanya berbentuk telur.143
Peranan air dalam memindahkan penyakit, dapatlah diuraikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Menular melalui air (water borne)
Kuman dapat berada dalam air minum untuk manusia. Bila air yang mengandung
kuman ini terminum maka dapat terjadi penyakit pada yang bersangkutan, seperti:
penyakit diare/kholera, thypoid, , dysentri basiler.
2. Menular melalui peralatan (water washed)
Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum alat-
alat, terutama alat-alat dapur dan makan serta kebersihan perorangan (mandi,
cuci). Contoh penyakit dalam kelompok ini serupa dengan yang terdapat pada
jalur melalui air, yaitu: penyakit diare/kholera, thypoid, dysentri basiler.
3. Menular melalui penampungan air (water based)
Penyakit ini dalam siklusnya memerlukan perantara. Perantara ini hidup di dalam
air. Contoh penyakit ini adalah penyakit schistosomiasis (demam keong). Penyakit
ini sering berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia seperti
menangkap ikan, mandi, cuci dan sebagainya.
4. Menular melalui serangga (water related insect)
Penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di
dalam air. Contoh penyakit yang mekanisme penularan semacam ini, antara lain:
filariasis, dengue, malaria dan yellow fever.144
143 Baequni, SKM, M.Kes dan Narila Mutia Nasir, Islam dan Kesehatan (Pengantar
Kesehatan Masyarakat dan Islam), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004). Cet. Ke-1. hal. 183-185 144 MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 22-23. Lihat juga Chandra,
Pengantar Kesehatan Lingkungan. h. 42
Dengan demikian, hadis ini menganjurkan kepada kita agar menjaga sumber
atau saluran air dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesehatan dan kenyamanan
bagi manusia. Hadis ketiga dan keempat ini dapat dijadikan hujjah karena telah
memenuhi kriteria kesahihan sanad dan matan hadis dan dapat diimplikasikan pada
zaman sekarang.
Kebersihan Rumah dan Jalan
Pada hadis ini, membahas masalah tentang kebersihan rumah dan halaman
serta jalanan. Hadis Nabi Saw.:
أبي بن صالح عن إلياس بن خالد حدثنا العقدي عامر أبو حدثنا ربشا بن محمد حدثنا يحب نظيف الطيب يحب طيب الله إن يقول المسيب بن سعيد سمعت قال حسان تشبهوا ولا أفنيتكم قال أراه فنظفوا الجود يحب ادجو الكرم يحب آريم النظافة 145باليهود
Sa’id ibn al-Musayyab berkata: “Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai
kebaikan, suci (bersih) menyukai kebersihan, Allah itu maha Mulia menyukai kemuliaan, maha Penderma menyukai kedermawanan maka bersihkanlah, saya mengira dia berkata “bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi”.
Allah mencintai hal-hal yang baik, wangi, bersih/suci, indah. Agar manusia
dicintai Allah, maka seharusnya manusia memiliki sesuatu yang dicintai Allah. Bila
Allah mencintai kebersihan maka manusia pun harus selalu bersuci dan bersih. Allah
berfirman dalam surat al-Taubah ayat 108:
)١٠٨: بةالتو( ☺“Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”.
Dalam hadis ke lima ini, terdapat perintah membersihkan halaman rumah.
Walaupun disebutkan hanya halaman rumah, tentunya termasuk dalam rumah pun
145 Al-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
harus dibersihkan karena orang yang senang kebersihan akan dicintai Allah dan
kebersihan dianggap sebagai salah bukti keimanan seseorang.146 Orang yang datang
ke rumah untuk bertamu atau berkunjung juga merasa senang dan nyaman di
rumahnya dan senang kepada pemilik dan penghuni rumah itu.
Rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia merupakan tempat
membangun kehidupan keluarga. Bentuk rumah seharusnya dapat memberikan wadah
kegiatan bagi seluruh anggota keluarga dengan baik. Arti rumah bagi keluarga adalah
1) sebagai tempat berlindung, 2) tempat pembinaan keluarga dan 3) tempat kegiatan
keluarga.147
Rasulullah melarang menyerupai kaum Yahudi yang tidak senang bersuci dan
segan bersih-bersih sehingga rumah dan lingkungan mereka kumuh, kotor dan berbau
yang tidak sedap. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk senantiasa menjaga
kebersihan jasmani dengan berwudu atau mandi, memakai wewangian dan sebagainya
serta menjaga kebersihan lingkungan terutama rumah dan halaman sekitarnya.
Dengan demikian, rumah jadi sehat, kita akan sehat dan terhindar dari penyakit.
Salah satu indikator dari kurangnya kebersihan adalah banyaknya lalat di
sekitar kita. Jika banyak lalat berterbangan di sekitar kita, maka harus segera dicari
penyebabnya. Banyaknya sampah yang menumpuk, sisa makanan yang tercecer di
lingkungan rumah dan bau busuk menjadi tempat yang paling disenangi lalat dan
tempat berkembangbiaknya. Oleh karena itu, hendaknya diupayakan agar sampah dan
sisa-sisa makanan dibersihkan; disapu dan dibuang ke tempat tertutup atau diurug
dalam tanah sehingga akan berguna sebagai pupuk tanaman.148
146 Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Muslim, Nabi bersabda: الإيمان الطهور شطر (kebersihan itu sebagian dari iman). Lihat Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 119. (Dari Abu Malik al-Asy’ari dalam “al-Tahârah” hadis no. 223)
147 Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam, h. 133 148 Tilarso, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, h. 31
Hal itu semua bertujuan untuk menciptakan kesehatan lingkungan khususnya
rumah dan pemukiman. Kesehatan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar baik
terhadap manusia maupun terhadap keseimbangan ekologi dan sumber daya alam.
Oleh karena itu, kesehatan lingkungan pada dasarnya merupakan upaya untuk
mengendalikan semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang
diperkirakan menimbulkan berbagai hal yang merugikan perkembangan fisiknya,
kesehatan, kesejahteraannya ataupun kelangsungan hidupnya.
Lingkungan yang bersih akan memberikan dampak positif bagi kesehatan
manusia dan sebaliknya lingkungan yang tidak bersih akan memberikan dampak
negatif terhadap kesehatan manusia. Dampak negatifnya, seperti: dapat menunjangnya
berjangkit suatu penyakit; keluarga yang tinggal di sebuah rumah yang berhawa
lembab dan kotor, maka mereka mudah sekali terserang penyakit TBC.149
Walaupun hadis kelima ini berkualitas hasan sahih menurut Abu ‘Isa,
muhaditsîn dan fuqahâ menggunakan hadis hasan sebagai hujjah. Dengan demikian,
hadis membersihkan rumah dan halaman dapat dijadikan hujjah bagi amalan umat
dalam kehidupannya. Mengingat Allah mencintai kebersihan maka kita pun harus
mempunyai apa yang Dia senangi.
Hadis keenam, Rasul juga memperhatikan kebersihan jalan. Rasulullah Saw.
memberikan motivasi kepada orang yang menyingkirkan gangguan dari jalan maka
dia akan mendapatkan pahala sedekah. Maksud dari األذى (gangguan) di jalan adalah
suatu yang membahayakan bagi manusia dan yang mengotori jalan atau menajiskan
dan menjadikan jalan becek, seperti: sampah, paku, batu dsb.
Dengan menyingkirkan gangguan dari jalan, dia memberikan keselamatan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Mungkin saja bila ia mengacuhkan atau
149 MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 100
membiarkan gangguan itu di jalan bisa jadi akan terjadi suatu bahaya atau kecelakaan
dan terluka akibat benda tajam dan sebagainya.
Allah akan berterima kasih dan mengampuni kepada orang yang
menyingkirkan gangguan dari jalan sehingga memberikan kenyamanan dan
keselamatan bagi yang melewati jalan itu. Rasulullah Saw. bersabda:
رجل بينما قال وسلم عليه الله صلى الله رسول أن عنه الله رضي هريرة أبي عن 150له فغفر له الله فشكر فأخذه الطريق على شوك غصن وجد بطريق ييمش
“Ketika seseorang melewati di jalan, tiba-tiba ia menemukan ranting berduri
lalu ia singkirkan, maka Allah akan berterima kasih dan memberikan ampunan baginya”.
Akan tetapi, orang yang sengaja mengganggu orang lain apalagi sesama
muslim di suatu jalan maka ia akan mendapat kutukan atau laknat dari Allah dan
manusia. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Thabrani, Rasulullah Saw.
bersabda: “man adza al-muslimîna wajabat ‘alaihim la’anatuhum”151 (artinya:“siapa
yang menyakitkan kaum muslim di jalan mereka, maka ia wajib menerima kutukan
dari mereka”).
Kebersihan jalan dalam hadis juga dinyatakan pada hadis yang ketujuh;
menjelaskan larangan buang air (baik buang air kecil maupun besar) di tempat-tempat
umum, di jalanan dan di tempat berteduh. Rasulullah Saw. bersabda:
أيوب ابن قال جعفر بن إسمعيل عن جميعا حجر وابن وقتيبة أيوب بن يحيى حدثنا عليه الله صلى الله رسول أن هريرة أبي عن أبيه عن العلاء أخبرني عيلإسم حدثنا طريق في يتخلى الذي قال الله رسول يا اللعانان وما قالوا اللعانين اتقوا قال وسلم 152ظلهم في أو الناس
150 Al-Bukhari, Sahîh Bukhârî, h. 467 dalam kitab al-mazalim, bab man akhadza al-ghusna.
lihat juga Sahîh Muslîm, h. 1052 dalam kitab al-birru wa al-silah wa al-adâb, , hadis no. 1914 dan Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi Bisyarh Sunan tirmidzi Jilid 6, h. 192.
151 Sulaiman ibn ‘Abdrahman al-‘Isa, 101 Kekeliruan dalam Thaharah (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997), penterj. Kathur Suhardi, h. 90
152 Al-Nawawi, Sahîh Muslim bi Syarhi al-Nawawî Juz 1, h. 161 dan lihat juga Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 12. hadis no. 25
“Takutlah kamu dengan dua yang terkutuk, yaitu: buang hajat pada jalan berlalunya manusia dan tempat berteduh mereka”.
tersebut yaitu dua perbuatan yang menyebabkan (Dua kutukan) اللعانين
pelakunya mendapat kutukan karena orang yang buang air di jalan umum yang
dilewati orang banyak berarti menyerahkan dirinya untuk dikutuk, mendapat caci
makian orang, membuat mereka marah dan kesal serta mendapatkan laknat dari Allah.
Perbuatan tersebut dilarang (bahkan menurut ulama diharamkan) karena hal
tersebut dapat mengganggu dan merugikan orang banyak (pengguna jalan dan tempat
umum lainnya). Karena kotorannya itu, dapat menajiskan jalan, mengotori bagi yang
lewat, mengeluarkan bau tidak enak, mengundang banyak lalat sehingga
memungkinkan mendatangkan penyakit dan madarat. Sebagaimana telah dijelaskan,
bahwa kebersihan lingkungan mempengaruhi kesehatan manusia. Jika lingkungan
yang bersih akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia dan sebaliknya
lingkungan yang tidak bersih akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan
manusia.
Oleh karena itu, jalan harus dipelihara agar tetap bersih, indah dan sehat. Jika
ditemukan sampah, kotoran, paku, duri atau gangguan lainnya di suatu jalan maka
sebisa mungkin dibuang atau disingkirkan. Membuang gangguan dari jalan adalah
termasuk hak jalan. Jangan sekali-kali membuang sampah sembarangan atau
mengotori jalan karena akan meyebabkan penyakit dan mengganggu orang lain.
Jalanan dibuat untuk dilalui. Pembuat jalan dan orang-orang terkait akan
mendapat pahala yang mengalir sepanjang niat mengerjakan jalan itu sebagai ibadah
dan jalan tersebut dimanfaatkan. Tanpa ada jalan apalagi yang sengaja diatur rapi,
pasti hubungan antara manusia sulit dilakukan. Karena itu, jalan sebagai sarana yang
sangat strategis. Padanya terdapat hubungan sosial, ekonomi, sosial kemasyarakatan
dan masih lebih luas lagi. Jalan umum merupakan kepentingan masyarakat banyak
haruslah saling menjaga.
Hadis keenam dan ketujuh dapat dijadikan hujjah dan diamalkan bagi kaum
muslim dalam kehidupaanya. Dengan demikian, membuang gangguan atau kotoran
dapat menjadi investasi pahala sedekah dan mendapatkan ampunan dari Allah untuk
hamba-Nya sebagaimana hadis yang disabdakan Nabi. Selain itu, janganlah buang air,
mengotori atau menganggu sarana umum, seperti: jalan, tempat berteduh dan saluran
air agar tidak membuat kemarahan atau kebencian orang lain. Dengan amalan
demikian, kita menjaga kepentingan dan kenyamanan manusia.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Nabi menganjurkan bahwa segala aspek kehidupan harus selalu bersih. Kebersihan
atau higienitas dalam tinjauan hadis adalah sebagai ibadah dan sekaligus cara untuk
mendekatkan diri kepada Allah serta cara untuk menjaga kesehatan. Banyak hadis
yang membicarakan tentang kebersihan atau higienitas terutama pada kebersihan
makanan, sumber air, rumah dan jalan.
Menurut ulama, Nabi mengajarkan agar senantiasa menjaga kebersihan
makanan dengan menutup tempat makanan atau minuman yang disertai mengucap
basmallâh agar terlindung dari wabah yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia
dan jika suatu wadah terkena jilatan anjing, maka hendaklah dicuci sebanyak tujuh
kali permulaannya dengan memakai tanah/debu. Sedangkan dalam hal kebersihan
sumber air, Nabi mengingatkan untuk tidak buang air di sumber air. Sebagian ulama
berpendapat perbuatan tersebut haram, ada juga yang mengatakan makruh. Hal ini
disebabkan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan dan sangat mengganggu
manusia
Dalam hal kebersihan rumah dan jalan, ulama berpendapat membersihkan
rumah dan halaman rumah, selain dapat memperindah rumah, penghuni rumah akan
terpelihara kesehatannya dan kenyamanan sebagaimana Allah menyukai keindahan
dan kebersihan. Menyingkirkan gangguan dari jalan, seperti: kotoran, sampah, duri
dan sebagainya bagaikan sedekah baginya karena memberikan kenyamanan dan
keselamatan bagi orang lain. Rasul melaknat dua perbuatan, yaitu: buang air di jalan
yang dilewati manusia dan di tempat berteduh karena perbuatan tersebut menyakiti
dan mengganggu manusia dari segi penciuman, pemandangan dan kesehatan. Menurut
ulama, bimbingan Nabi ini adalah cara yang lebih dulu dikenal manusia untuk
menjaga kebersihan lingkungan dari pencemaran yang diatasnamakan agama.
B. Saran
Setelah menyimpulkan dan mempelajari higienitas perspektif hadis, maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Setiap orang hendaknya senantiasa menjaga dan melestarikan kebersihan
lingkungannya (makanan, sumber air, rumah dan jalan) agar tetap terpelihara
kesehatannya dan sebagai upaya preventif dari berjangkitnya penyakit.
2. Umat Islam hendaknya tidak menganggap ajaran kebersihan hanya sekedar
slogan atau motto tetapi dijadikan pola hidup yang mendidik manusia hidup
bersih dan sehat.
3. Dalam upaya menuju atau memperbaiki kesehatan, tidak hanya melalui
kebersihan baik kebersihan makanan, sumber air, rumah ataupun jalan. Untuk
itu, perlu mengkaji lebih mendalam hal-hal yang berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi kesehatan baik dalam perspektif al-Quran maupun hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Asqalani al-, Ibn Hajar. Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri. Beirut: Dar al-Kutub
al-Alamiyah, tth. juz 1, 10
Assegaf, Muhammad Ali Toha Dr. Smart Healing: Kiat Hidup Sehat menurut Nabi.
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007
Baequni, SKM, M.Kes dan Narila Mutia Nasir. Islam dan Kesehatan (Pengantar
Kesehatan Masyarakat dan Islam). Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004. Cet. Ke-
1
Bagho al-, Musthofa Daib. Al-Tadzhib fi Adillati Matn Al-Ghoyah wa Al-Taqrib.,
Surabaya: Bungkul Indah, 1978
Bukhari al-, Muhammad ibn Isma’il. Sahih al-Bukhari. Riyadh: Bait al-Afkar al-
Dauliyah, 1998
Bustamin dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004
Chandra, Budiman Dr. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC, 2006
Dagun, Save M.. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara/LPKN, 2000
Fanjari Al-, Ahmad Syauqi, Dr. Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 1996
‘Isa al-, Sulaiman ibn ‘Abdrahman. 101 Kekeliruan dalam Thaharah. Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 1997. penterj. Kathur Suhardi
Jauziyah al-, Ibn Qayyim, ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-Fikr, tth. Juz 1
, Sistem Kedokteran Nabi. Semarang: Dina Utama Semarang, 1984
Jaziri al-, Abdrahman, Fiqh Empat Mazhab. Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994, Penterj.
Moh. Zuhri, Jilid 1
Kailani Al-, Najib, Dr. Tuntunan Kesehatan Menurut Jejak Rasulullah. Surabaya: PT.
Bungkul Indah, 1994. Alih Bahasa M. Husaini
Mahalli. Ahmad Mudjab KH, Hadis-hadis Muttafaq ‘alaih Bagian Ibadah, Jakarta:
Kencana 2003
Majelis Ulama Indonesia, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut
ajaran Islam. Jakarta: MUI, 2000
Mashuri, H. Wagino Ali, Kebersihan dan Kesehatan Islam. Pasuruan: PT. GBI
Pasuruan, 1995), cet. Ke-4
Mubarakfuri al-, Muhammad ‘Abd al-Rahman ibn ‘Abd al-Rahim, Tuhfah al-Ahwadzi
Bisyarh Jami’ al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Juz 5, 6, 8
Nadjib, Mahmud Ahmad Dr. Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam. Jakarta: CV.
Pustaka Mantiq, 1994. Cet. Ke-4. Penterj. Lembaga Penterjemah dan Penulis
Indonesia
Nasa’i al-, Ahmad ibn Syu’aib. Sunan al-Nasa’i. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Juz 1
Nasution, Harun Prof. Dr, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press,
1978. Cet. ke-2, jilid 1
Nawawi Al-, Abu Zakaria Yahya bin Musyrif, Riyadh Al-Shalihin. Beirut: Dar Al-Kutb Al-Islami,tth.
,Sahih Muslim Bisyarh al-Nawawi. Kairo: Dar al-Hadis,t.th. Juz 3, 7,8 Pratiknya, Ahmad Watik dan Abdul Salam M. Sofro, Islam, Etika, dan Kesehatan.
Jakarta: Rajawali, 1986. Cet. ke-1
Qardhawi Al-, Yusuf, Dr. Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan. Surabaya: Dunia Ilmu, 1997. Terj. Faizah Firdaus
,Fiqh Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004. terj. Samson
Rahman, MA.
Qazwaini al-, Muhammad ibn Yazid. Sunan Ibn Majah. Beirut: Dar al-Fikr, t.th,
1995M/1415H. Pentahqiq. Muhammad Shidqi Jamil al-‘Athor. Jilid 2
Qindi, Seikh Abdul Mun’im, Isyarat-isyarat Kedokteran dalam Al-Quran dan As-
Sunnah. Jakarta: Akademika Presindo, 2001
Qusyairi Al-, Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajaj, Shahih Muslim. Saudi: Bait al
Afkar Al-Dauliyah, 1998. Jilid 1.
Rahman, Fatchur, Drs. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: Al-Ma’arif, 2000.
Ritonga, A. Rahman Dr. dan Drs. Zainuddin MA, Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997
Rohan, Abujamin “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”. Jakarta: Media
Da’wah, 1998
Rohan, H. Abujamin Drs. “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”. Jakarta: Media
Da’wah, 1998
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Jilid 1. Bandung: PT. al-Ma’arif, 1990. Alih Bahasa:
Mahyudin Syaf, Cet. ke-10
Shalih, al-, Subhi, Ulum al-Hadis wa Mushthalahu. Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin,
1997
Shiddieqy Ash-, Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.,
Semarang: Pustaka rizki Putra, 1999. Cet. Ke-4.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992. Cet. Ke-2
Sijistani al-, Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq. Sunan Abu Daud. Beirut,
Dar Ibn Hazm, t.th. jilid 1
Su’dan, R.H., dr, SKM, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Yogyakarta:
PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1997)
Thahan, Mahmud Dr, Taisir Mushtholah al-Hadits. Bogor: Pustaka Thariq al-‘Izzah,
2005. Terj. Abu Fuad.
Tilarso, Hario SpKO dkk, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri. Jakarta: CV.
KutaBoloh Manunggal, 2005
Tim Lembaga Penelitian UIJ, Konsep Agama Tentang Bersih dan Implikasi dalam
Kehidupan Masyarakat Islam. Jakarta: Universitas Islam Jakarta, 1993
Tim Penterjemah Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag)
Tirmidzi al-, Muhammad ibn Isa. Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Juz 1, 4
Yaqub, Ali Mushtofa, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000)
Zuhaili, Wahbah, Fiqh dan Perundangan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1995. Penterj. Ahmad Syed Husaain, jilid 1
top related