kajian ekonomi regional provinsi jawa tengah - … · 2.2.2. kelompok perumahan, air, listrik, gas,...
Post on 08-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini
menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian
daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang
selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan
informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Februari 2016KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini
menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian
daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang
selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan
informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Februari 2016KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN IV
2015
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa
Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
5.5. Pembangunan Manusia
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Lapangan Usaha
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016
6.2.2. Inflasi Januari 2016
6.2.3. Inflasi 2016
BAB V
PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015
4.2. APBD Tahun 2016.
4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016
4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016
iii
Daftar Isi
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa
Keuangan
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar
2.2.3. Kelompok Bahan Makanan
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3.1. Kelompok Administered Prices
2.3.2. Kelompok Inti
2.3.3. Kelompok Volatile Food
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BAB II
ii
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.2.1. Pengeluaran Konsumsi
1.2.2. Pengeluaran Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.3.3. Industri Pengolahan
1.3.4. Konstruksi
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN IV
2015
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa
Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
5.5. Pembangunan Manusia
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Lapangan Usaha
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016
6.2.2. Inflasi Januari 2016
6.2.3. Inflasi 2016
BAB V
PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015
4.2. APBD Tahun 2016.
4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016
4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016
iii
Daftar Isi
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa
Keuangan
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar
2.2.3. Kelompok Bahan Makanan
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3.1. Kelompok Administered Prices
2.3.2. Kelompok Inti
2.3.3. Kelompok Volatile Food
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BAB II
ii
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.2.1. Pengeluaran Konsumsi
1.2.2. Pengeluaran Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.3.3. Industri Pengolahan
1.3.4. Konstruksi
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah menurut Lapangan Usaha
Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 5 3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2015 (juta orang)
Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015
dan Proyeksi Triwulan I 2016
Tabel 6.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran & Proyeksi Triwulan
I 2016 (%, yoy)
Tabel 6.3 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi
Triwulan I 2016 (%, yoy)
Tabel 6.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Mitra Utama Tahun 2017-2020
v
Suplemen
SUPLEMEN 1
Peranan Kereta Api Dalam Sistem Logistik Pangan
Jawa Tengah
SUPLEMEN 2
Implementasi Modern Farming Sebagai Upaya
Peningkatan Produktivitas Pertanian
SUPLEMEN 3
Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren
SUPLEMEN 4
Pembangunan Infrastruktur Pertanian Pemerintah
2015-2019
SUPLEMEN 5
perkembangan Komoditas Bawang Merah
SUPLEMEN 6
Success Story Pengendalian Inflasi Daerah
SUPLEMEN 7
Perkembangan Dan Tantangan Penyaluran Dana
Desa Di Jawa Tengah
SUPLEMEN 8
Menyelaraskan Pengupahan Dengan Pertumbuhan
Ekonomi Dan Inflasi
iv
Tabel
Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah menurut Lapangan Usaha
Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 5 3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2015 (juta orang)
Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015
dan Proyeksi Triwulan I 2016
Tabel 6.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran & Proyeksi Triwulan
I 2016 (%, yoy)
Tabel 6.3 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi
Triwulan I 2016 (%, yoy)
Tabel 6.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Mitra Utama Tahun 2017-2020
v
Suplemen
SUPLEMEN 1
Peranan Kereta Api Dalam Sistem Logistik Pangan
Jawa Tengah
SUPLEMEN 2
Implementasi Modern Farming Sebagai Upaya
Peningkatan Produktivitas Pertanian
SUPLEMEN 3
Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren
SUPLEMEN 4
Pembangunan Infrastruktur Pertanian Pemerintah
2015-2019
SUPLEMEN 5
perkembangan Komoditas Bawang Merah
SUPLEMEN 6
Success Story Pengendalian Inflasi Daerah
SUPLEMEN 7
Perkembangan Dan Tantangan Penyaluran Dana
Desa Di Jawa Tengah
SUPLEMEN 8
Menyelaraskan Pengupahan Dengan Pertumbuhan
Ekonomi Dan Inflasi
iv
Tabel
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN IV
2015
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS
2 Digit)
Grafik 1.31 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya
(HS 2 Digit)
Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan
Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang
Grafik 1.35 Pertumbuhan Ekonomi AS
Grafik 1.36 Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Grafik 1.37 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor (Luar
Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.38 Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri &
Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah
Grafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa
Tengah
grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.47 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor (Luar
Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 – Triwulan
IV 2015
Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHR dan
Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besar
dan Eceran
Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama
Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Komoditas
Grafik 1.53 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.54 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.55 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Pertanian
Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.59 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Triwulan I
2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
vii
Grafik
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I
2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata
Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit
Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
dan Nasional
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.7 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap
Kawasan Jawa
Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRB
Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi
Saat Ini (IKE)
Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Nonmigas dan Nilai Tukar
Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Triwulan I
2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.15 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 -
2015
Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan
PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.18 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen, PDRB
Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi
Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal & Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.29 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri &
Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
vi
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN IV
2015
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS
2 Digit)
Grafik 1.31 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya
(HS 2 Digit)
Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan
Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang
Grafik 1.35 Pertumbuhan Ekonomi AS
Grafik 1.36 Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Grafik 1.37 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor (Luar
Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.38 Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri &
Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah
Grafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa
Tengah
grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.47 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor (Luar
Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 – Triwulan
IV 2015
Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHR dan
Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besar
dan Eceran
Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama
Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Komoditas
Grafik 1.53 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.54 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.55 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Pertanian
Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.59 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Triwulan I
2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
vii
Grafik
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I
2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata
Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit
Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
dan Nasional
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.7 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap
Kawasan Jawa
Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRB
Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi
Saat Ini (IKE)
Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Nonmigas dan Nilai Tukar
Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Triwulan I
2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.15 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 -
2015
Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan
PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.18 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun
2011 - 2015
Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen, PDRB
Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi
Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal & Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.29 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri &
Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
vi
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN IV
2015
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Perdagangan
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Konstruksi
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Pertanian
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasar Sektor
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
Penggunaan
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa
Tengah
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa
Tengah
Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian
di Jawa Tengah
Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan SBT SKDU
Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
Tidak Layak Edar 109
Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui
KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan
Saat Ini
Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan
dalam 4 Tahun Terakhir
ix
Grafik
Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku
Jawa Tengah
Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi
Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri
Pengolahan
Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Berdasarkan Skala Usaha
Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)
Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
Grafik 1.68 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.69 Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 1.72 Perkembangan Jumlah Rumah yang Dibangun
(SHPR)
Grafik 1.73 Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 -
2015
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum
di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
viii
62
63
63
63
63
64
64
64
66
66
66
50
50
73
73
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN IV
2015
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Perdagangan
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Konstruksi
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Pertanian
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasar Sektor
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
Penggunaan
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa
Tengah
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa
Tengah
Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian
di Jawa Tengah
Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan SBT SKDU
Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
Tidak Layak Edar 109
Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui
KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan
Saat Ini
Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan
dalam 4 Tahun Terakhir
ix
Grafik
Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku
Jawa Tengah
Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi
Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri
Pengolahan
Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Berdasarkan Skala Usaha
Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)
Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
Grafik 1.68 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Tahun 2011 - 2015
Grafik 1.69 Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 1.72 Perkembangan Jumlah Rumah yang Dibangun
(SHPR)
Grafik 1.73 Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 -
2015
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum
di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
viii
62
63
63
63
63
64
64
64
66
66
66
50
50
73
73
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Total Ekspor
Total Impor
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.4
1.1
3.1
(3.2)
(8.8)
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
(9.7)
6.4
(1.5)
(10.9)
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
(5.3)
9.9
1.5
(4.1)
(9.5)
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
(2.0)
(7.3)
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
2015
5.5
1.4
1.2
6.6
-7.3
2.0
4.2
3.3
12.0
8.4
11.6
5.3
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
4.2
(9.7)
3.2
6.3
20.1
12.6
1,547
585
1,554
1,209
117.65
116.48
115.69
117.66
114.42
116.87
120.74
5.68
4.59
5.07
6.04
5.27
5.42
6.51
I
xi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
4.8
6.4
2.2
3.7
-0.9
3.1
5.3
2.7
9.7
6.3
8.5
1.5
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.2
(12.3)
3.7
3.4
8.3
3.1
1,642
774
1,230
1,159
119.18
117.88
117.15
119.26
116.17
117.48
121.85
6.15
5.34
5.75
6.34
6.63
6.17
6.09
II
Grafik
Grafik 5.4 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.5 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.6 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor
Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
Grafik 5.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.8 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 5.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.1. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.2. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.4 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015
Grafik 6.5 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 6.6 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
Grafik 6.7 Inflasi Bensin (mtm)
Grafik 6.8 Inflasi Angkutan Udara (mtm)
Grafik 6.9. Inflasi Tarif Listrik (mtm)
Grafik 6.10. Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)
Grafik 6.11. Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)
Grafik 6.12.. Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)
Grafik 6.13. Inflasi Bawang Merah (mtm)
Grafik 6.14. Inflasi Bawang Putih (mtm)
x
III
5.0
4.6
6.0
4.3
-5.1
-0.2
7.1
2.2
6.7
6.3
9.5
9.0
8.8
10.9
6.2
6.9
7.0
1.6
4.3
3.0
5.2
4.0
14.1
5.9
1,484
797
1,156
930
120.42
119.00
117.97
120.46
117.53
126.93
123.42
5.78
5.28
5.27
5.88
6.23
6.58
5.42
IV
6.1
6.9
4.7
4.6
-0.6
1.7
7.4
8.2
3.9
7.0
8.6
13.7
7.8
6.2
3.4
2.8
7.5
4.1
4.8
8.1
3.6
7.0
-1.9
-7.8
1,533
702
1,339
1,191
121.84
120.32
119.83
121.77
119.26
128.23
124.37
2.73
2.52
2.56
2.56
3.95
3.28
2.63
2015
5.4
5.6
3.6
4.6
-3.3
1.6
6.0
4.2
7.9
7.1
9.5
8.1
7.6
9.7
5.3
7.1
7.1
3.2
4.5
-3.1
3.7
5.2
11.1
3.7
6,206
2,858
5,476
4,488
121.84
120.32
119.83
121.77
119.26
128.23
124.37
2.73
2.52
2.56
2.56
3.95
3.28
2.63
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Total Ekspor
Total Impor
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.4
1.1
3.1
(3.2)
(8.8)
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
(9.7)
6.4
(1.5)
(10.9)
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
(5.3)
9.9
1.5
(4.1)
(9.5)
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
(2.0)
(7.3)
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
2015
5.5
1.4
1.2
6.6
-7.3
2.0
4.2
3.3
12.0
8.4
11.6
5.3
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
4.2
(9.7)
3.2
6.3
20.1
12.6
1,547
585
1,554
1,209
117.65
116.48
115.69
117.66
114.42
116.87
120.74
5.68
4.59
5.07
6.04
5.27
5.42
6.51
I
xi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
4.8
6.4
2.2
3.7
-0.9
3.1
5.3
2.7
9.7
6.3
8.5
1.5
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.2
(12.3)
3.7
3.4
8.3
3.1
1,642
774
1,230
1,159
119.18
117.88
117.15
119.26
116.17
117.48
121.85
6.15
5.34
5.75
6.34
6.63
6.17
6.09
II
Grafik
Grafik 5.4 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.5 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.6 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor
Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
Grafik 5.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.8 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 5.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.1. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.2. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.4 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015
Grafik 6.5 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 6.6 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
Grafik 6.7 Inflasi Bensin (mtm)
Grafik 6.8 Inflasi Angkutan Udara (mtm)
Grafik 6.9. Inflasi Tarif Listrik (mtm)
Grafik 6.10. Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)
Grafik 6.11. Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)
Grafik 6.12.. Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)
Grafik 6.13. Inflasi Bawang Merah (mtm)
Grafik 6.14. Inflasi Bawang Putih (mtm)
x
III
5.0
4.6
6.0
4.3
-5.1
-0.2
7.1
2.2
6.7
6.3
9.5
9.0
8.8
10.9
6.2
6.9
7.0
1.6
4.3
3.0
5.2
4.0
14.1
5.9
1,484
797
1,156
930
120.42
119.00
117.97
120.46
117.53
126.93
123.42
5.78
5.28
5.27
5.88
6.23
6.58
5.42
IV
6.1
6.9
4.7
4.6
-0.6
1.7
7.4
8.2
3.9
7.0
8.6
13.7
7.8
6.2
3.4
2.8
7.5
4.1
4.8
8.1
3.6
7.0
-1.9
-7.8
1,533
702
1,339
1,191
121.84
120.32
119.83
121.77
119.26
128.23
124.37
2.73
2.52
2.56
2.56
3.95
3.28
2.63
2015
5.4
5.6
3.6
4.6
-3.3
1.6
6.0
4.2
7.9
7.1
9.5
8.1
7.6
9.7
5.3
7.1
7.1
3.2
4.5
-3.1
3.7
5.2
11.1
3.7
6,206
2,858
5,476
4,488
121.84
120.32
119.83
121.77
119.26
128.23
124.37
2.73
2.52
2.56
2.56
3.95
3.28
2.63
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
RINGKASAN UMUMPerekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada triwulan IV 2015, didorong oleh peningkatan pesat kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi lapangan usaha peningkatan pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Perbaikan ekonomi juga didukung oleh terjaganya stabilitas harga, yang dicerminkan dengan turunnya tingkat inflasi pada periode tersebut.
Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh lebih tinggi dibandingkan
tahun 2014. Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja pada
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta lapangan usaha konstruksi.
Sementara itu, pada sisi perkembangan harga, inflasi Jawa Tengah pada tahun 2015 jauh lebih
rendah dibandingkan tahun 2014 di mana terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pada triwulan I 2016, sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat
dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah
yang umumnya belum optimal di awal tahun sehingga konsumsi dan investasi pemerintah
mengalami kinerja yang melambat. Sedangkan pada sisi perkembangan harga, tekanan inflasi
diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari berkurangnya
produksi komoditas pangan pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun 2015
sebagai dampak dari El-Nino.
2013 2014
I II III IV2014
167.40
23.73
90.60
53.07
176.61
92.35
25.60
58.66
105.51
1.98
3,260
2,490
530
14,547
57.35
37.21
168.74
25.09
85.30
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
105.81
2.17
3,435
2,307
530
14,275
15.47
6.27
178.42
30.20
86.95
61.27
187.36
99.04
28.06
60.26
105.01
2.19
3,687
2,492
573
15,156
14.31
8.95
185.79
30.94
90.47
64.38
191.87
103.87
27.70
60.30
103.27
2.22
3,297
2,397
579
14,225
20.52
14.69
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,734
2,321
583
14,203
12.02
9.20
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
18.18
5.58
II
201.05
33.56
93.21
74.28
205.20
111.00
29.70
64.49
102.06
2.90
4,814
1,658
559
14,053
14.91
12.62
III
213.68
34.55
99.31
79.81
209.81
112.60
31.54
65.67
98.19
2.96
4,360
1,583
595
14,179
25.55
16.95
IV
216.17
29.69
109.04
77.44
216.71
115.80
34.31
66.60
100.25
3.02
721
16.254
12.59
11.69
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
RINGKASAN UMUMPerekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada triwulan IV 2015, didorong oleh peningkatan pesat kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi lapangan usaha peningkatan pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Perbaikan ekonomi juga didukung oleh terjaganya stabilitas harga, yang dicerminkan dengan turunnya tingkat inflasi pada periode tersebut.
Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh lebih tinggi dibandingkan
tahun 2014. Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja pada
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta lapangan usaha konstruksi.
Sementara itu, pada sisi perkembangan harga, inflasi Jawa Tengah pada tahun 2015 jauh lebih
rendah dibandingkan tahun 2014 di mana terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pada triwulan I 2016, sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat
dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah
yang umumnya belum optimal di awal tahun sehingga konsumsi dan investasi pemerintah
mengalami kinerja yang melambat. Sedangkan pada sisi perkembangan harga, tekanan inflasi
diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari berkurangnya
produksi komoditas pangan pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun 2015
sebagai dampak dari El-Nino.
2013 2014
I II III IV2014
167.40
23.73
90.60
53.07
176.61
92.35
25.60
58.66
105.51
1.98
3,260
2,490
530
14,547
57.35
37.21
168.74
25.09
85.30
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
105.81
2.17
3,435
2,307
530
14,275
15.47
6.27
178.42
30.20
86.95
61.27
187.36
99.04
28.06
60.26
105.01
2.19
3,687
2,492
573
15,156
14.31
8.95
185.79
30.94
90.47
64.38
191.87
103.87
27.70
60.30
103.27
2.22
3,297
2,397
579
14,225
20.52
14.69
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,734
2,321
583
14,203
12.02
9.20
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
18.18
5.58
II
201.05
33.56
93.21
74.28
205.20
111.00
29.70
64.49
102.06
2.90
4,814
1,658
559
14,053
14.91
12.62
III
213.68
34.55
99.31
79.81
209.81
112.60
31.54
65.67
98.19
2.96
4,360
1,583
595
14,179
25.55
16.95
IV
216.17
29.69
109.04
77.44
216.71
115.80
34.31
66.60
100.25
3.02
721
16.254
12.59
11.69
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada
triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh cukup signifikan
dari 5,0% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Membaiknya kinerja
perekonomian tersebut ditinjau dari sisi pengeluaran ditopang oleh
kinerja konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) atau investasi. Tumbuhnya konsumsi rumah tangga di triwulan
laporan didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Kedua
momen tersebut mampu mendorong kinerja konsumsi masyarakat.
Sementara peningkatan investasi diindikasikan terutama pada
investasi bangunan. Meningkatnya investasi infrastruktur pemerintah
di tahun 2015 menjadi pendorong kenaikan komponen investasi ini.
Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan
terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Meningkatnya konsumsi masyarakat
di triwulan IV 2015 mendorong kinerja lapangan usaha perdagangan
di triwulan laporan.
Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015
tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy).
Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja
pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta
lapangan usaha konstruksi.
Membaiknya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh terjaganya
stabilitas harga. Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
IV 2015. Provinsi Jawa Tengah mencatatkan inflasi sebesar 2,73%
(yoy) pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015
yang sebesar 5,78% (yoy). Penurunan inflasi di triwulan laporan
utamanya didorong oleh kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, serta
kelompok bahan makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok non
bahan makanan tersebut didorong oleh menurunnya harga BBM di
tahun 2015 dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non
subsidi. Sementara itu, penurunan harga bahan makanan berasal dari
relatif stabilnya harga bahan makanan setelah mengalami kenaikan di
tahun sebelumnya sebagai imbas dari kenaikan harga BBM.
03
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada
triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh cukup signifikan
dari 5,0% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Membaiknya kinerja
perekonomian tersebut ditinjau dari sisi pengeluaran ditopang oleh
kinerja konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) atau investasi. Tumbuhnya konsumsi rumah tangga di triwulan
laporan didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Kedua
momen tersebut mampu mendorong kinerja konsumsi masyarakat.
Sementara peningkatan investasi diindikasikan terutama pada
investasi bangunan. Meningkatnya investasi infrastruktur pemerintah
di tahun 2015 menjadi pendorong kenaikan komponen investasi ini.
Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan
terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Meningkatnya konsumsi masyarakat
di triwulan IV 2015 mendorong kinerja lapangan usaha perdagangan
di triwulan laporan.
Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015
tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy).
Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja
pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta
lapangan usaha konstruksi.
Membaiknya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh terjaganya
stabilitas harga. Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
IV 2015. Provinsi Jawa Tengah mencatatkan inflasi sebesar 2,73%
(yoy) pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015
yang sebesar 5,78% (yoy). Penurunan inflasi di triwulan laporan
utamanya didorong oleh kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, serta
kelompok bahan makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok non
bahan makanan tersebut didorong oleh menurunnya harga BBM di
tahun 2015 dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non
subsidi. Sementara itu, penurunan harga bahan makanan berasal dari
relatif stabilnya harga bahan makanan setelah mengalami kenaikan di
tahun sebelumnya sebagai imbas dari kenaikan harga BBM.
03
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah yang
umumnya belum optimal di awal tahun sehingga
konsumsi dan investasi pemerintah mengalami kinerja
yang melambat. Konsumsi rumah tangga juga belum
maksimal di triwulan I sejalan dengan belum adanya
faktor musiman pendorong konsumsi masyarakat.
Tingkat permintaan domestik yang relatif stabil
tersebut diikuti dengan perkiraan masih rendahnya
permintaan mancanegara, menyebabkan kinerja
ekspor diperkirakan belum akan meningkat di triwulan I
2016.
Melambatnya perekonomian sisi penggunaan tersebut
berdampak pada perekonomian di sisi lapangan usaha.
Perlambatan terutama terjadi pada lapangan usaha
konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda motor; serta pertanian, kehutanan,
dan perikanan.
Secara keseluruhan tahun 2016, perekonomian
Jawa Tengah diproyeksikan akan tumbuh lebih
baik dari tahun sebelumnya. Perekonomian daerah
diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy).
Pe r tumbuhan te r sebut me lampau i t i ngka t
pertumbuhan di level nasional. Pertumbuhan tersebut
didukung oleh membaiknya konsumsi, baik masyarakat
maupun pemerintah, serta meningkatnya investasi.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan diperkirakan terjadi
pada lapangan usaha konstruksi; perdagangan besar
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta
industri pengolahan.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016
diperkirakan meningkat. Inflasi triwulan I 2016
diperkirakan sebesar 4,39% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,73%
(yoy). Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari
berkurangnya produksi komoditas pangan pada
triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun
2015 sebagai dampak dari El-Nino.
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi di
triwulan I 2016 berasal dari kelompok volatile foods,
imbas dari bergesernya masa panen. Sementara itu,
inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan juga meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan
berasal dari kenaikan bertahap harga rokok kretek filter
seiring dengan kenaikan cukai rokok di tahun 2016.
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat pada
level yang moderat, sebagai imbas dari meningkatnya
pembangunan infrastruktur yang berujung pada
kemungkinan kenaikan harga bahan bangunan.
Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016
diperkirakan meningkat. Inflasi tahun 2016
diperkirakan berada pada kisaran 4±1% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2015 yang
sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan
terjadi di seluruh kelompok, baik kelompok volatile
foods, kelompok administered prices, maupun
kelompok inti.
05
Penurunan inflasi ini terjadi di seluruh kota pantauan
inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6 kota yang
disurvei BPS, pada triwulan IV, inflasi tertinggi terjadi di
Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto menjadi kota
dengan inflasi terendah.
Kinerja perbankan daerah melambat di triwulan
laporan. Hal ini terlihat pada indikator utama kinerja
perbankan daerah. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan
yang melambat dibandingkan dengan triwulan III 2015.
Sementara itu, kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan cenderung stabil.
Dengan perkembangan kredit tersebut dan disertai
dengan per tumbuhan DPK yang melambat
menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)
perbankan Jawa Tengah mengalami kenaikan
pada triwulan IV. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 100,25%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat
menurun. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan
(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
2,96%.
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan kondisi
s e r u p a . P e r b a n k a n s y a r i a h m e n g a l a m i
perlambatan di triwulan laporan. Pertumbuhan
aset perbankan syariah melambat menjadi 9,85% (yoy)
pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya
sebesar 16,55% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi
pada DPK. Sementara pembiayaan mengalami
peningkatan dan tumbuh sebesar 9,51% (yoy). Kondisi
ini menyebabkan angka Financing to Deposit Ratio
(FDR) Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 melambat ke
level 104,16% dari 111,12% di triwulan sebelumnya.
Peningkatan aktivitas perekonomian di triwulan IV
2015 terlihat pula pada kegiatan sistem pembayaran
baik tunai maupun nontunai yang diselenggarakan
Bank Indonesia. Kegiatan sistem pembayaran
meningkat di triwulan laporan. Sistem Kliring
N a s i o n a l B a n k I n d o n e s i a ( S K N B I ) , y a n g
menggambarkan sistem pembayaran non-tunai,
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, di sisi pembayaran tunai,
peningkatan aktivitas terlihat dari meningkatnya
kebutuhan uang kartal masyarakat. Hal ini terlihat dari
adanya penurunan net inflow dibanding triwulan
sebelumnya.
Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan
dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak
setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan
tercatat sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap
APBD 2015, lebih rendah dibandingkan serapan
pendapatan triwulan IV 2014 sebesar 105,08%.
Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan
sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89% dari anggaran,
menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
terserap sebesar 94,06%.
Secara nominal, jumlah pendapatan yang
terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi
pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,
turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi
lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,
dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79
triliun atau meningkat sebesar 51,92%.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2016
diperkirakan akan mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat
dari 6,1% (yoy) di triwulan sebelumnya. Perlambatan
04
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah yang
umumnya belum optimal di awal tahun sehingga
konsumsi dan investasi pemerintah mengalami kinerja
yang melambat. Konsumsi rumah tangga juga belum
maksimal di triwulan I sejalan dengan belum adanya
faktor musiman pendorong konsumsi masyarakat.
Tingkat permintaan domestik yang relatif stabil
tersebut diikuti dengan perkiraan masih rendahnya
permintaan mancanegara, menyebabkan kinerja
ekspor diperkirakan belum akan meningkat di triwulan I
2016.
Melambatnya perekonomian sisi penggunaan tersebut
berdampak pada perekonomian di sisi lapangan usaha.
Perlambatan terutama terjadi pada lapangan usaha
konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda motor; serta pertanian, kehutanan,
dan perikanan.
Secara keseluruhan tahun 2016, perekonomian
Jawa Tengah diproyeksikan akan tumbuh lebih
baik dari tahun sebelumnya. Perekonomian daerah
diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy).
Pe r tumbuhan te r sebut me lampau i t i ngka t
pertumbuhan di level nasional. Pertumbuhan tersebut
didukung oleh membaiknya konsumsi, baik masyarakat
maupun pemerintah, serta meningkatnya investasi.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan diperkirakan terjadi
pada lapangan usaha konstruksi; perdagangan besar
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta
industri pengolahan.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016
diperkirakan meningkat. Inflasi triwulan I 2016
diperkirakan sebesar 4,39% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,73%
(yoy). Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari
berkurangnya produksi komoditas pangan pada
triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun
2015 sebagai dampak dari El-Nino.
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi di
triwulan I 2016 berasal dari kelompok volatile foods,
imbas dari bergesernya masa panen. Sementara itu,
inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan juga meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan
berasal dari kenaikan bertahap harga rokok kretek filter
seiring dengan kenaikan cukai rokok di tahun 2016.
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat pada
level yang moderat, sebagai imbas dari meningkatnya
pembangunan infrastruktur yang berujung pada
kemungkinan kenaikan harga bahan bangunan.
Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016
diperkirakan meningkat. Inflasi tahun 2016
diperkirakan berada pada kisaran 4±1% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2015 yang
sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan
terjadi di seluruh kelompok, baik kelompok volatile
foods, kelompok administered prices, maupun
kelompok inti.
05
Penurunan inflasi ini terjadi di seluruh kota pantauan
inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6 kota yang
disurvei BPS, pada triwulan IV, inflasi tertinggi terjadi di
Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto menjadi kota
dengan inflasi terendah.
Kinerja perbankan daerah melambat di triwulan
laporan. Hal ini terlihat pada indikator utama kinerja
perbankan daerah. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan
yang melambat dibandingkan dengan triwulan III 2015.
Sementara itu, kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan cenderung stabil.
Dengan perkembangan kredit tersebut dan disertai
dengan per tumbuhan DPK yang melambat
menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)
perbankan Jawa Tengah mengalami kenaikan
pada triwulan IV. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 100,25%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat
menurun. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan
(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
2,96%.
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan kondisi
s e r u p a . P e r b a n k a n s y a r i a h m e n g a l a m i
perlambatan di triwulan laporan. Pertumbuhan
aset perbankan syariah melambat menjadi 9,85% (yoy)
pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya
sebesar 16,55% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi
pada DPK. Sementara pembiayaan mengalami
peningkatan dan tumbuh sebesar 9,51% (yoy). Kondisi
ini menyebabkan angka Financing to Deposit Ratio
(FDR) Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 melambat ke
level 104,16% dari 111,12% di triwulan sebelumnya.
Peningkatan aktivitas perekonomian di triwulan IV
2015 terlihat pula pada kegiatan sistem pembayaran
baik tunai maupun nontunai yang diselenggarakan
Bank Indonesia. Kegiatan sistem pembayaran
meningkat di triwulan laporan. Sistem Kliring
N a s i o n a l B a n k I n d o n e s i a ( S K N B I ) , y a n g
menggambarkan sistem pembayaran non-tunai,
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, di sisi pembayaran tunai,
peningkatan aktivitas terlihat dari meningkatnya
kebutuhan uang kartal masyarakat. Hal ini terlihat dari
adanya penurunan net inflow dibanding triwulan
sebelumnya.
Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan
dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak
setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan
tercatat sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap
APBD 2015, lebih rendah dibandingkan serapan
pendapatan triwulan IV 2014 sebesar 105,08%.
Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan
sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89% dari anggaran,
menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
terserap sebesar 94,06%.
Secara nominal, jumlah pendapatan yang
terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi
pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,
turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi
lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,
dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79
triliun atau meningkat sebesar 51,92%.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2016
diperkirakan akan mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat
dari 6,1% (yoy) di triwulan sebelumnya. Perlambatan
04
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring
meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun
baru.
Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015
diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015
diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun
2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini
didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,
baik kelompok volatile food, kelompok administered
prices, maupun kelompok inti.
06
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa tengah triwulan IV 2015, maupun akumulasi keseluruhan tahun 2015 mengalami peningkatan.
Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), sedangkan
konsumsi pemerintah, ekspor barang dan jasa, serta impor mengalami perlambatan.
Secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya pertumbuhan ekonomi terjadi karena
perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, serta
penurunan impor.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi pada keempat lapangan
usaha utama yaitu industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, dan
lapangan usaha konstruksi. Sementara secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya
pertumbuhan ekonomi ditopang oleh perbaikan kinerja pada lapangan usaha pertanian
dan lapangan usaha konstruksi. Lapangan usaha utama lainnya yaitu industri
pengolahan serta perdagangan besar-eceran mengalami perlambatan dibandingkan
tahun sebelumnya.
tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring
meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun
baru.
Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015
diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015
diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun
2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini
didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,
baik kelompok volatile food, kelompok administered
prices, maupun kelompok inti.
06
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa tengah triwulan IV 2015, maupun akumulasi keseluruhan tahun 2015 mengalami peningkatan.
Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), sedangkan
konsumsi pemerintah, ekspor barang dan jasa, serta impor mengalami perlambatan.
Secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya pertumbuhan ekonomi terjadi karena
perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, serta
penurunan impor.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi pada keempat lapangan
usaha utama yaitu industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, dan
lapangan usaha konstruksi. Sementara secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya
pertumbuhan ekonomi ditopang oleh perbaikan kinerja pada lapangan usaha pertanian
dan lapangan usaha konstruksi. Lapangan usaha utama lainnya yaitu industri
pengolahan serta perdagangan besar-eceran mengalami perlambatan dibandingkan
tahun sebelumnya.
Pada triwulan IV 2015, ekonomi Provinsi Jawa
Tengah tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat 6,1%
(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,0% (yoy). Secara
triwulanan, ekonomi Jawa Tengah mengalami
kontraksi sebesar 2,6% (qtq) pada triwulan laporan,
mengalami perbaikan dari kontraksi pada periode yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,6%
(qtq).
Membaiknya perekonomian di Provinsi Jawa Tengah
tercermin dari beberapa indikator perekonomian
daerah sepert i membaiknya aktiv itas s istem
pembayaran dan kredit. Perkembangan aliran uang
kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang
berada di Provins i Jawa Tengah mengalami
peningkatan. Aliran uang kartal keluar (outflow)
meningkat di triwulan laporan dikarenakan adanya
peningkatan kebutuhan uang oleh masyarakat. Hal ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan
ekonomi yang cukup signifikan. Pada triwulan IV 2015,
pertumbuhan outflow tercatat sebesar 27,09% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumya yang sebesar 15,43% (yoy).
Selain itu, meningkatnya pertumbuhan ekonomi juga
tergambar dari aktivitas sistem pembayaran nontunai
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, salah
satunya kliring. Nilai rata-rata perputaran kliring harian
Jawa Tengah tercatat tumbuh dari 2,79% (yoy) pada
triwulan III 2015 menjadi 23,77% (yoy) pada triwulan
laporan. Tingginya pertumbuhan transaksi kliring ini
j u g a m e n g g a m b a r k a n t i n g g i n y a a k t i v i t a s
perekonomian di Jawa Tengah.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga tentu tidak
terlepas dari peran kalangan perbankan dalam bentuk 2penyaluran kredit sebagai salah satu sumber
pendanaan bagi pelaku ekonomi. Ekspansi kredit
perbankan yang disalurkan di Provinsi Jawa Tengah
mengalami peningkatan pada triwulan IV, yaitu menjadi
13,38% (yoy), dari tingkat pertumbuhan 11,32% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.Kredit perbankan pada BAB I menggunakan perhitungan berdasarkan lokasi proyek, bukan lokasi bank. Kredit yang dimaksud adalah kredit yang disalurkan perbankan di Provinsi Jawa Tengah, bukan kredit yang disalurkan oleh perbankan yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah.
1.
2.
09
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
%, YOY %, YOY
OUTFLOW UANG KARTAL PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
3
4
5
6
7
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60 %, YOY %, YOY
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
3
4
5
6
7
-5
0
5
10
15
20
25
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahTriwulan I 2013 - Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
5.0
3
4
5
6
7 %, YOY
6.1
Pada triwulan IV 2015, ekonomi Provinsi Jawa
Tengah tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat 6,1%
(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,0% (yoy). Secara
triwulanan, ekonomi Jawa Tengah mengalami
kontraksi sebesar 2,6% (qtq) pada triwulan laporan,
mengalami perbaikan dari kontraksi pada periode yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,6%
(qtq).
Membaiknya perekonomian di Provinsi Jawa Tengah
tercermin dari beberapa indikator perekonomian
daerah sepert i membaiknya aktiv itas s istem
pembayaran dan kredit. Perkembangan aliran uang
kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang
berada di Provins i Jawa Tengah mengalami
peningkatan. Aliran uang kartal keluar (outflow)
meningkat di triwulan laporan dikarenakan adanya
peningkatan kebutuhan uang oleh masyarakat. Hal ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan
ekonomi yang cukup signifikan. Pada triwulan IV 2015,
pertumbuhan outflow tercatat sebesar 27,09% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumya yang sebesar 15,43% (yoy).
Selain itu, meningkatnya pertumbuhan ekonomi juga
tergambar dari aktivitas sistem pembayaran nontunai
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, salah
satunya kliring. Nilai rata-rata perputaran kliring harian
Jawa Tengah tercatat tumbuh dari 2,79% (yoy) pada
triwulan III 2015 menjadi 23,77% (yoy) pada triwulan
laporan. Tingginya pertumbuhan transaksi kliring ini
j u g a m e n g g a m b a r k a n t i n g g i n y a a k t i v i t a s
perekonomian di Jawa Tengah.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga tentu tidak
terlepas dari peran kalangan perbankan dalam bentuk 2penyaluran kredit sebagai salah satu sumber
pendanaan bagi pelaku ekonomi. Ekspansi kredit
perbankan yang disalurkan di Provinsi Jawa Tengah
mengalami peningkatan pada triwulan IV, yaitu menjadi
13,38% (yoy), dari tingkat pertumbuhan 11,32% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.Kredit perbankan pada BAB I menggunakan perhitungan berdasarkan lokasi proyek, bukan lokasi bank. Kredit yang dimaksud adalah kredit yang disalurkan perbankan di Provinsi Jawa Tengah, bukan kredit yang disalurkan oleh perbankan yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah.
1.
2.
09
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
%, YOY %, YOY
OUTFLOW UANG KARTAL PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
3
4
5
6
7
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60 %, YOY %, YOY
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
3
4
5
6
7
-5
0
5
10
15
20
25
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahTriwulan I 2013 - Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
5.0
3
4
5
6
7 %, YOY
6.1
Grafik 1.6Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20154.9
5.0
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
Grafik 1.7Sumber: BPS, diolah
Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa
29.20 22.46 14.93 1.4924.88 7.04
28.70 22.61 15.09 1.5125.11 6.992014
2015 %% %%% %
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
%% %%% %
Grafik 1.5Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7
I II III IV
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2015
5.1 5.05.4
5.95.6
5.1 5.0
6.1
4.7 4.7 4.75.0
%, YOY %, YOY
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit Perbankandan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
3
4
5
6
7
8
12
16
20
24
28
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau di sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan
IV terjadi terutama pada pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan
pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
dan sepeda motor.
Pola peningkatan yang sama juga dialami oleh
perekonomian nasional maupun Kawasan Jawa pada
triwulan IV 2015. Perekonomian nasional tumbuh
membaik dengan level 5,0% (yoy) setelah sebelumnya
tumbuh 4,7% (yoy). Sejalan dengan itu, pada Kawasan
Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta), pertumbuhan
ekonomi meningkat dari 5,5% (yoy) di triwulan III
menjadi 5,9% (yoy) pada triwulan IV. Dengan capaian
tersebut, ekonomi Jawa Tengah tumbuh dengan
besaran jauh di atas tingkat pertumbuhan ekonomi
nasional maupun Kawasan Jawa.
Dengan perkembangan triwulan IV sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, secara akumulasi, perekonomian
Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh sebesar 5,4% (yoy).
Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan
capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy). Hal
tersebut berbeda dari pola pertumbuhan ekonomi
nasional maupun Kawasan Jawa yang justru mengalami
perlambatan pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi
nasional melambat dari tingkat pertumbuhan 5,0% (yoy)
di tahun 2014 mejadi 4,8% (yoy) di tahun 2015.
Sementara pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa
melambat dari 5,6% (yoy) pada tahun 2014, menjadi
5,5% (yoy) pada tahun 2015.
Selama tahun 2015, perekonomian Provinsi Jawa Tengah
menyumbang 14,93% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai ini relatif tetap
dibandingkan periode sebelumnya. Perekonomian
Kawasan Jawa secara dominan disumbang oleh Provinsi
DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan
dari kedua daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan
pangsa selama tahun 2015 sebesar 61,14%. Ekspor
(luar negeri dan antardaerah) dan PMTB juga
memberikan kontribusi signifikan, masing-masing
sebesar 38,60% dan 30,30%. Selain itu, pangsa impor
(luar negeri dan antardaerah), sebagai elemen
pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga
cukup besar, yaitu 40,91%. Komposisi ini tidak banyak
berubah dibandingkan periode sebelumnya.
Perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada
penge lua ran konsums i rumah tangga dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi.
Penurunan impor barang dan jasa (luar negeri dan
antardaerah) juga turut mendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Adapun faktor penghambat
peningkatan pertumbuhan ekonomi diantaranya
adalah perlambatan pertumbuhan konsumsi
pemerintah, dan ekspor barang dan jasa (luar negeri
dan antardaerah).
Kemudian secara akumulasi keseluruhan tahun,
perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun laporan
terutama berasal dari peningkatan kinerja investasi,
dan ekspor (luar negeri dan antar daerah). Komponen
lainnya yang juga turut menunjang percepatan
pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga
dan konsumsi pemerintah. Sementara itu, penurunan
konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah
Tangga (LNPRT), dan peningkatan pertumbuhan impor
(luar negeri dan antardaerah), menahan peningkatan
pertumbuhan lebih tinggi.
1.2.1. Pengeluaran KonsumsiPada pengeluaran konsumsi, peningkatan kinerja
triwulan IV terjadi pada konsumsi rumah tangga dan
konsumsi LNPRT, sedangkan konsumsi pemerintah
justru mengalami perlambatan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami
kenaikan pada triwulan IV 2015, menjadi 4,8% (yoy),
dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hari raya
Natal dan Tahun Baru merupakan salah satu pendorong
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan
laporan. Pada hari raya tersebut, konsumsi masyarakat
cenderung meningkat.
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.1. Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
III IV2014*
446,032
7,641
55,431
211,220
260,572
275,259
21,018
726,655
113,576
2,147
8,631
51,991
60,511
56,340
5,273
185,790
115,353
2,206
11,927
54,680
67,384
66,072
5,637
191,114
118,555
1,982
14,275
56,549
69,360
68,109
4,942
197,555
117,749
1,965
21,810
56,790
65,007
73,197
410
190,534
465,234
8,299
56,643
220,009
262,263
263,718
16,261
764,993
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015**
118,540
1,939
8,876
55,246
72,705
63,720
2,681
196,266
I 120,283
1,934
12,250
56,522
75,761
70,115
4,151
200,786
II 123,698
2,042
15,017
58,788
79,106
72,112
899
207,439
III 123,430
2,123
22,601
60,785
63,768
67,475
-3,113
202,118
IV 485,951
8,038
58,744
231,341
291,340
273,422
4,617
806,609
2013I II
2014*
III IV2014*
2015**
I II III IV
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.4
7.2
5.4
4.4
13.3
4.1
-42.4
5.1
4.3
22.4
1.1
3.1
1.1
-4.2
4.4
5.7
4.2
16.3
-9.7
6.4
-0.1
-8.6
-51.0
3.9
4.7
3.4
7.9
5.7
2.0
2.4
52.1
5.8
4.1
-5.3
6.6
1.5
-0.4
-5.7
-66.1
5.6
4.3
8.6
2.2
4.2
0.6
-4.2
-22.6
5.3
4.4
-9.7
2.8
6.3
20.2
13.1
-49.2
5.6
4.3
-12.3
2.7
3.4
12.4
6.1
-26.4
5.1
4.3
3.0
5.2
4.0
14.1
5.9
-81.8
5.0
4.8
8.1
3.6
7.0
-1.9
-7.8
-859.5
6.1
4.5
-3.1
3.7
5.2
11.1
3.7
-71.6
5.4
2015**
2015**
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.6Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20154.9
5.0
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
Grafik 1.7Sumber: BPS, diolah
Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa
29.20 22.46 14.93 1.4924.88 7.04
28.70 22.61 15.09 1.5125.11 6.992014
2015 %% %%% %
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
%% %%% %
Grafik 1.5Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7
I II III IV
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2015
5.1 5.05.4
5.95.6
5.1 5.0
6.1
4.7 4.7 4.75.0
%, YOY %, YOY
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit Perbankandan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
3
4
5
6
7
8
12
16
20
24
28
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau di sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan
IV terjadi terutama pada pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan
pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
dan sepeda motor.
Pola peningkatan yang sama juga dialami oleh
perekonomian nasional maupun Kawasan Jawa pada
triwulan IV 2015. Perekonomian nasional tumbuh
membaik dengan level 5,0% (yoy) setelah sebelumnya
tumbuh 4,7% (yoy). Sejalan dengan itu, pada Kawasan
Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta), pertumbuhan
ekonomi meningkat dari 5,5% (yoy) di triwulan III
menjadi 5,9% (yoy) pada triwulan IV. Dengan capaian
tersebut, ekonomi Jawa Tengah tumbuh dengan
besaran jauh di atas tingkat pertumbuhan ekonomi
nasional maupun Kawasan Jawa.
Dengan perkembangan triwulan IV sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, secara akumulasi, perekonomian
Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh sebesar 5,4% (yoy).
Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan
capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy). Hal
tersebut berbeda dari pola pertumbuhan ekonomi
nasional maupun Kawasan Jawa yang justru mengalami
perlambatan pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi
nasional melambat dari tingkat pertumbuhan 5,0% (yoy)
di tahun 2014 mejadi 4,8% (yoy) di tahun 2015.
Sementara pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa
melambat dari 5,6% (yoy) pada tahun 2014, menjadi
5,5% (yoy) pada tahun 2015.
Selama tahun 2015, perekonomian Provinsi Jawa Tengah
menyumbang 14,93% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai ini relatif tetap
dibandingkan periode sebelumnya. Perekonomian
Kawasan Jawa secara dominan disumbang oleh Provinsi
DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan
dari kedua daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan
pangsa selama tahun 2015 sebesar 61,14%. Ekspor
(luar negeri dan antardaerah) dan PMTB juga
memberikan kontribusi signifikan, masing-masing
sebesar 38,60% dan 30,30%. Selain itu, pangsa impor
(luar negeri dan antardaerah), sebagai elemen
pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga
cukup besar, yaitu 40,91%. Komposisi ini tidak banyak
berubah dibandingkan periode sebelumnya.
Perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada
penge lua ran konsums i rumah tangga dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi.
Penurunan impor barang dan jasa (luar negeri dan
antardaerah) juga turut mendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Adapun faktor penghambat
peningkatan pertumbuhan ekonomi diantaranya
adalah perlambatan pertumbuhan konsumsi
pemerintah, dan ekspor barang dan jasa (luar negeri
dan antardaerah).
Kemudian secara akumulasi keseluruhan tahun,
perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun laporan
terutama berasal dari peningkatan kinerja investasi,
dan ekspor (luar negeri dan antar daerah). Komponen
lainnya yang juga turut menunjang percepatan
pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga
dan konsumsi pemerintah. Sementara itu, penurunan
konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah
Tangga (LNPRT), dan peningkatan pertumbuhan impor
(luar negeri dan antardaerah), menahan peningkatan
pertumbuhan lebih tinggi.
1.2.1. Pengeluaran KonsumsiPada pengeluaran konsumsi, peningkatan kinerja
triwulan IV terjadi pada konsumsi rumah tangga dan
konsumsi LNPRT, sedangkan konsumsi pemerintah
justru mengalami perlambatan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami
kenaikan pada triwulan IV 2015, menjadi 4,8% (yoy),
dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hari raya
Natal dan Tahun Baru merupakan salah satu pendorong
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan
laporan. Pada hari raya tersebut, konsumsi masyarakat
cenderung meningkat.
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.1. Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
III IV2014*
446,032
7,641
55,431
211,220
260,572
275,259
21,018
726,655
113,576
2,147
8,631
51,991
60,511
56,340
5,273
185,790
115,353
2,206
11,927
54,680
67,384
66,072
5,637
191,114
118,555
1,982
14,275
56,549
69,360
68,109
4,942
197,555
117,749
1,965
21,810
56,790
65,007
73,197
410
190,534
465,234
8,299
56,643
220,009
262,263
263,718
16,261
764,993
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015**
118,540
1,939
8,876
55,246
72,705
63,720
2,681
196,266
I 120,283
1,934
12,250
56,522
75,761
70,115
4,151
200,786
II 123,698
2,042
15,017
58,788
79,106
72,112
899
207,439
III 123,430
2,123
22,601
60,785
63,768
67,475
-3,113
202,118
IV 485,951
8,038
58,744
231,341
291,340
273,422
4,617
806,609
2013I II
2014*
III IV2014*
2015**
I II III IV
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.4
7.2
5.4
4.4
13.3
4.1
-42.4
5.1
4.3
22.4
1.1
3.1
1.1
-4.2
4.4
5.7
4.2
16.3
-9.7
6.4
-0.1
-8.6
-51.0
3.9
4.7
3.4
7.9
5.7
2.0
2.4
52.1
5.8
4.1
-5.3
6.6
1.5
-0.4
-5.7
-66.1
5.6
4.3
8.6
2.2
4.2
0.6
-4.2
-22.6
5.3
4.4
-9.7
2.8
6.3
20.2
13.1
-49.2
5.6
4.3
-12.3
2.7
3.4
12.4
6.1
-26.4
5.1
4.3
3.0
5.2
4.0
14.1
5.9
-81.8
5.0
4.8
8.1
3.6
7.0
-1.9
-7.8
-859.5
6.1
4.5
-3.1
3.7
5.2
11.1
3.7
-71.6
5.4
2015**
2015**
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRTTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
(20)
(10)
-
10
20
30
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.15Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 - 2015
%, YOY
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
2011 2011 2011 2011 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Secara akumulasi, konsumsi rumah tangga
kese luruhan tahun laporan mengalami
peningkatan pertumbuhan menjadi 4,5% (yoy)
dari 4,3% (yoy) pada tahun 2014. Terjaganya
kestabilan harga menjadi elemen penting dalam
menunjang perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga.
Inflasi yang rendah, dan disertai dengan meningkatnya
kegiatan ekonomi berdampak positif pada peningkatan
daya beli masyarakat.
Grafik 1.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20154.0
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Nonmigasdan Nilai Tukar
NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI
OPTIMIS
PESIMIS
3
8
13
18
23
28
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: Bloomberg, diolah
%, YOY
INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRBKonsumsi Rumah Tangga
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV3
4
5
6
-
2
4
6
8
10
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140 INDEKS
OPTIMIS
PESIMIS
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
%, YOY
Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV 3
4
5
6
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pola konsumsi masyarakat pada hari raya tersebut,
didukung pula oleh daya beli masyarakat yang jauh
lebih terjaga dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan IV 2014, tepatnya bulan
November, pemerintah menaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tersebut memicu
kenaikan harga komoditas lainnya sehingga daya beli
masyarakat pada periode tersebut menurun.
Dibandingkan triwulan IV tahun lalu, perkembangan
harga pada triwulan IV tahun ini lebih terkendali. Hal
tersebut tercermin dari inflasi triwulan IV 2015 yang
tercatat sebesar 1,18% (qtq) atau 2,73% (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan inflasi periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar, 4,18% (qtq) atau
8,22% (yoy)..Terjaganya daya beli masyarakat ini tercermin dari survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil survei tersebut, keyakinan konsumen
akan kondisi ekonomi pada triwulan IV 2015 lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen yang
meningkat menjadi 117,9 dari 117,0.
Peningkatan keyakinan konsumen ini terutama berasal
dar i opt imisme konsumen terhadap kondis i
perekonomian ke depan, yang tercermin dari Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) mengalami kenaikan
menjadi 129,5, dari 127,5. Menganalisis lebih jauh,
optimisme konsumen meningkat khususnya pada
aspek ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha
yang akan datang. Sedangkan ekspektasi konsumen
terhadap penghasilan tidak seoptimis triwulan
sebelumnya.
Sementara itu, keyakinan konsumen pada kondisi
ekonomi saat ini cenderung stabil, tercermin dari Indeks
Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang tercatat sebesar
106,2, relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 106,4. Keyakinan konsumen pada
ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan saat ini
mengalami sedikit penurunan. Namun demikian,
konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
mengalami peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1.
Peningkatan konsumsi juga didukung oleh nilai tukar
yang mulai membaik sejak September 2015. Dengan
penguatan nilai tukar ini, harga barang impor menjadi
lebih murah sehingga mendorong peningkatan
konsumsi masyarakat akan barang impor, termasuk
diantaranya barang impor yang bersifat tahan lama.
Pada triwulan IV nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 0,75%
(qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan dengan kondisi
tersebut, pada triwulan laporan penurunan impor
barang konsumsi menjadi sebesar 2,22% (yoy), setelah
turun 6,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Konsumsi LNPRT pada triwulan IV 2015 tumbuh
8,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
triwulan lalu yang sebesar 3,0% (yoy). Perbaikan
signifikan ini terutama dikarenakan kegiatan Pilkada
serentak yang dilaksanakan pada 9 Desember 2015.
Pilkada serentak dilaksanakan oleh 21 kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Tengah. Menjelang Pilkada, konsumsi
lembaga nonprofit, khususnya partai politik meningkat
dalam bentuk kampanye. Aktivitas lembaga nonprofit
dimaksud secara tidak langsung, turut memberikan
dampak terhadap peningkatan konsumsi rumah
tangga.
Walaupun terjadi peningkatan pada akhir tahun,
konsumsi LNPRT dalam rangka Pilkada serentak ini tidak
setinggi konsumsi pada saat Pemilu Presiden dan
Legislatif di tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut,
konsumsi LNPRT selama tahun 2015 mengalami
kontraksi 3,1% (yoy) setelah tumbuh 8,6% (yoy)
pada tahun 2014.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRTTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
(20)
(10)
-
10
20
30
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.15Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 - 2015
%, YOY
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
2011 2011 2011 2011 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Secara akumulasi, konsumsi rumah tangga
kese luruhan tahun laporan mengalami
peningkatan pertumbuhan menjadi 4,5% (yoy)
dari 4,3% (yoy) pada tahun 2014. Terjaganya
kestabilan harga menjadi elemen penting dalam
menunjang perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga.
Inflasi yang rendah, dan disertai dengan meningkatnya
kegiatan ekonomi berdampak positif pada peningkatan
daya beli masyarakat.
Grafik 1.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20154.0
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Nonmigasdan Nilai Tukar
NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI
OPTIMIS
PESIMIS
3
8
13
18
23
28
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: Bloomberg, diolah
%, YOY
INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRBKonsumsi Rumah Tangga
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV3
4
5
6
-
2
4
6
8
10
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140 INDEKS
OPTIMIS
PESIMIS
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
%, YOY
Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV 3
4
5
6
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pola konsumsi masyarakat pada hari raya tersebut,
didukung pula oleh daya beli masyarakat yang jauh
lebih terjaga dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan IV 2014, tepatnya bulan
November, pemerintah menaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tersebut memicu
kenaikan harga komoditas lainnya sehingga daya beli
masyarakat pada periode tersebut menurun.
Dibandingkan triwulan IV tahun lalu, perkembangan
harga pada triwulan IV tahun ini lebih terkendali. Hal
tersebut tercermin dari inflasi triwulan IV 2015 yang
tercatat sebesar 1,18% (qtq) atau 2,73% (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan inflasi periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar, 4,18% (qtq) atau
8,22% (yoy)..Terjaganya daya beli masyarakat ini tercermin dari survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil survei tersebut, keyakinan konsumen
akan kondisi ekonomi pada triwulan IV 2015 lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen yang
meningkat menjadi 117,9 dari 117,0.
Peningkatan keyakinan konsumen ini terutama berasal
dar i opt imisme konsumen terhadap kondis i
perekonomian ke depan, yang tercermin dari Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) mengalami kenaikan
menjadi 129,5, dari 127,5. Menganalisis lebih jauh,
optimisme konsumen meningkat khususnya pada
aspek ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha
yang akan datang. Sedangkan ekspektasi konsumen
terhadap penghasilan tidak seoptimis triwulan
sebelumnya.
Sementara itu, keyakinan konsumen pada kondisi
ekonomi saat ini cenderung stabil, tercermin dari Indeks
Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang tercatat sebesar
106,2, relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 106,4. Keyakinan konsumen pada
ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan saat ini
mengalami sedikit penurunan. Namun demikian,
konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
mengalami peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1.
Peningkatan konsumsi juga didukung oleh nilai tukar
yang mulai membaik sejak September 2015. Dengan
penguatan nilai tukar ini, harga barang impor menjadi
lebih murah sehingga mendorong peningkatan
konsumsi masyarakat akan barang impor, termasuk
diantaranya barang impor yang bersifat tahan lama.
Pada triwulan IV nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 0,75%
(qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan dengan kondisi
tersebut, pada triwulan laporan penurunan impor
barang konsumsi menjadi sebesar 2,22% (yoy), setelah
turun 6,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Konsumsi LNPRT pada triwulan IV 2015 tumbuh
8,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
triwulan lalu yang sebesar 3,0% (yoy). Perbaikan
signifikan ini terutama dikarenakan kegiatan Pilkada
serentak yang dilaksanakan pada 9 Desember 2015.
Pilkada serentak dilaksanakan oleh 21 kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Tengah. Menjelang Pilkada, konsumsi
lembaga nonprofit, khususnya partai politik meningkat
dalam bentuk kampanye. Aktivitas lembaga nonprofit
dimaksud secara tidak langsung, turut memberikan
dampak terhadap peningkatan konsumsi rumah
tangga.
Walaupun terjadi peningkatan pada akhir tahun,
konsumsi LNPRT dalam rangka Pilkada serentak ini tidak
setinggi konsumsi pada saat Pemilu Presiden dan
Legislatif di tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut,
konsumsi LNPRT selama tahun 2015 mengalami
kontraksi 3,1% (yoy) setelah tumbuh 8,6% (yoy)
pada tahun 2014.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
2
4
6
8
10
12
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi InvestasiBerdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
-1
0
1
2
3
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
BER
SIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KUTA
ND
AN
KOM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
- JA
SA
%, SBT TRIWULAN III 2015 TRIWULAN IV 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
2
4
6
8
10
12
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.18Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah
ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA
2011 2011 2011 2011 20150
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 %, YOYRP MILIAR
Grafik 1.19Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011 2015 -0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0 %, YOY
Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintahdan PDRB Konsumsi Pemerintah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015
PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANANDPK SEKTOR PEMERINTAH
-15
-10
-5
0
5
10
0
10
20
30
40
50 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
20
40
60
80
100
120 %
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Berbeda dengan dua pengeluaran konsumsi
sebelumnya, konsumsi pemerintah bergerak
melambat pada triwulan IV, yaitu dengan tingkat
pertumbuhan 3,7% (yoy), setelah tumbuh 5,2%
(yoy) di triwulan lalu. Rendahnya realisasi pada
triwulan IV terlihat pada posisi rekening pemerintah
yang ditempatkan di bank umum. Pada triwulan IV
2015, terlihat pertumbuhan DPK milik pemerintah
sebesar 19,51% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
rata-rata pertumbuhan historisnya (2011-2014) yang
sebesar 12,08% (yoy). Tingginya pertumbuhan DPK ini
dikarenakan dana pemerintah yang tidak terserap
sehingga menumpuk sebagai DPK pada bank umum.
Pada akhir triwulan laporan, realisasi belanja
pemerintah di Jawa Tengah tercatat sebesar 90,89%
dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
setelah Perubahan (APBDP), dari realisasi sebesar
56,30% pada akhir triwulan sebelumnya. Realisasi
tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata
historisnya (2011-2014) yang sebesar 95,04%. Tidak
hanya realisasi belanja, realisasi pendapatan juga lebih
rendah dari rata-rata historisnya. Pada akhir triwulan IV
2015 pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
terealisasi 92,32% dari APBDP, sementara rata-rata
realisasi empat tahun terakhir (2011-2014) mencapai
104,85%, dan setiap tahunnya selalu melampaui
100%. Tidak tercapainya target pendapatan salah
satunya dikarenakan menurunnya tingkat pembelian
kendaraan bermotor yang merupakan salah satu
sumber utama pendapatan daerah. Realisasi
pendapatan yang rendah ini menjadi faktor
penghambat bagi pemerintah dalam merealisasikan
belanjanya.
Secara keseluruhan tahun, anggaran belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (APBDP) 2015
mengalami kenaikan 22,40% dari APBDP tahun 2014.
Kenaikan ini jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan
tahun 2014. Dengan tingginya peningkatan anggaran
tersebut, walaupun realisasi belanja di bawah rata-rata,
pertumbuhan konsumsi pemerintah secara
keseluruhan tahun 2015 masih mengalami
perbaikan dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi
3,7% (yoy) dari 2,2% (yoy).
Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah relatif tidak
memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan
ekonomi, namun kedua pengeluaran ini memberikan
dampak secara tidak langsung yang dapat memicu
pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih
tinggi. Sebagai contoh adalah pembayaran gaji, hibah,
dan bantuan sosial pada konsumsi pemerintah, atau
kegiatan kampanye menjelang Pilkada. Kegiatan
tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan
bagi rumah tangga dan membantu daya beli
masyarakat yang terlibat sehingga konsumsi rumah
tangga secara keseluruhan turut meningkat.
1.2.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan IV 2015, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,0%
(yoy), meningkat tajam dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 4,0% (yoy). Peningkatan
diindikasikan berasal dari investasi sektor swasta,
maupun sektor pemerintah.
Pada sektor swasta, peningkatan kinerja investasi
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan
kegiatan survei tersebut, Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
realisasi investasi tercatat mengalami peningkatan dari
6,42% di triwulan III menjadi 9,80% di triwulan IV.
Analisis lebih mendalam, hasil SKDU triwulan laporan
menunjukkan peningkatan pertumbuhan investasi
terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor
pertambangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta
sektor pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan
signifikan terlihat pada sektor bangunan dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sementara keempat
sektor lainnya mengalami peningkatan dengan level
lebih moderat.
Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada
investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi
dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan
masih belum mengalami perbaikan signifikan.
Perbaikan investasi bangunan diindikasikan oleh
meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan
laporan, yaitu sebesar 9,18% (yoy), setelah tumbuh
4,84% (yoy) pada triwulan III. Selain itu, pertumbuhan
PDRB kategori konstruksi juga mengalami peningkatan
dari 7,1% (yoy) menjadi 7,4% (yoy). Investasi
bangunan sektor swasta dapat berupa pembangunan
pabrik, kantor, gudang, perumahan, maupun toko.
Sementara pada sektor pemerintah, investasi
bangunan dapat berupa pembangunan infrastruktur
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
2
4
6
8
10
12
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi InvestasiBerdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
-1
0
1
2
3
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
BER
SIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KUTA
ND
AN
KOM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
- JA
SA
%, SBT TRIWULAN III 2015 TRIWULAN IV 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
2
4
6
8
10
12
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.18Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah
ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA
2011 2011 2011 2011 20150
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 %, YOYRP MILIAR
Grafik 1.19Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011 2015 -0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0 %, YOY
Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintahdan PDRB Konsumsi Pemerintah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015
PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANANDPK SEKTOR PEMERINTAH
-15
-10
-5
0
5
10
0
10
20
30
40
50 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
20
40
60
80
100
120 %
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Berbeda dengan dua pengeluaran konsumsi
sebelumnya, konsumsi pemerintah bergerak
melambat pada triwulan IV, yaitu dengan tingkat
pertumbuhan 3,7% (yoy), setelah tumbuh 5,2%
(yoy) di triwulan lalu. Rendahnya realisasi pada
triwulan IV terlihat pada posisi rekening pemerintah
yang ditempatkan di bank umum. Pada triwulan IV
2015, terlihat pertumbuhan DPK milik pemerintah
sebesar 19,51% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
rata-rata pertumbuhan historisnya (2011-2014) yang
sebesar 12,08% (yoy). Tingginya pertumbuhan DPK ini
dikarenakan dana pemerintah yang tidak terserap
sehingga menumpuk sebagai DPK pada bank umum.
Pada akhir triwulan laporan, realisasi belanja
pemerintah di Jawa Tengah tercatat sebesar 90,89%
dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
setelah Perubahan (APBDP), dari realisasi sebesar
56,30% pada akhir triwulan sebelumnya. Realisasi
tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata
historisnya (2011-2014) yang sebesar 95,04%. Tidak
hanya realisasi belanja, realisasi pendapatan juga lebih
rendah dari rata-rata historisnya. Pada akhir triwulan IV
2015 pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
terealisasi 92,32% dari APBDP, sementara rata-rata
realisasi empat tahun terakhir (2011-2014) mencapai
104,85%, dan setiap tahunnya selalu melampaui
100%. Tidak tercapainya target pendapatan salah
satunya dikarenakan menurunnya tingkat pembelian
kendaraan bermotor yang merupakan salah satu
sumber utama pendapatan daerah. Realisasi
pendapatan yang rendah ini menjadi faktor
penghambat bagi pemerintah dalam merealisasikan
belanjanya.
Secara keseluruhan tahun, anggaran belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (APBDP) 2015
mengalami kenaikan 22,40% dari APBDP tahun 2014.
Kenaikan ini jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan
tahun 2014. Dengan tingginya peningkatan anggaran
tersebut, walaupun realisasi belanja di bawah rata-rata,
pertumbuhan konsumsi pemerintah secara
keseluruhan tahun 2015 masih mengalami
perbaikan dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi
3,7% (yoy) dari 2,2% (yoy).
Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah relatif tidak
memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan
ekonomi, namun kedua pengeluaran ini memberikan
dampak secara tidak langsung yang dapat memicu
pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih
tinggi. Sebagai contoh adalah pembayaran gaji, hibah,
dan bantuan sosial pada konsumsi pemerintah, atau
kegiatan kampanye menjelang Pilkada. Kegiatan
tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan
bagi rumah tangga dan membantu daya beli
masyarakat yang terlibat sehingga konsumsi rumah
tangga secara keseluruhan turut meningkat.
1.2.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan IV 2015, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,0%
(yoy), meningkat tajam dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 4,0% (yoy). Peningkatan
diindikasikan berasal dari investasi sektor swasta,
maupun sektor pemerintah.
Pada sektor swasta, peningkatan kinerja investasi
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan
kegiatan survei tersebut, Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
realisasi investasi tercatat mengalami peningkatan dari
6,42% di triwulan III menjadi 9,80% di triwulan IV.
Analisis lebih mendalam, hasil SKDU triwulan laporan
menunjukkan peningkatan pertumbuhan investasi
terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor
pertambangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta
sektor pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan
signifikan terlihat pada sektor bangunan dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sementara keempat
sektor lainnya mengalami peningkatan dengan level
lebih moderat.
Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada
investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi
dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan
masih belum mengalami perbaikan signifikan.
Perbaikan investasi bangunan diindikasikan oleh
meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan
laporan, yaitu sebesar 9,18% (yoy), setelah tumbuh
4,84% (yoy) pada triwulan III. Selain itu, pertumbuhan
PDRB kategori konstruksi juga mengalami peningkatan
dari 7,1% (yoy) menjadi 7,4% (yoy). Investasi
bangunan sektor swasta dapat berupa pembangunan
pabrik, kantor, gudang, perumahan, maupun toko.
Sementara pada sektor pemerintah, investasi
bangunan dapat berupa pembangunan infrastruktur
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS 2 Digit)
-10
0
10
20
30
40
KAYU DAN BARANG DARI KAYU (KODE 9)BERMACAM HASIL PABRIK (KODE 20) TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL (KODE 11)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya (HS 2 Digit)
PRODUK MINERAL (KODE 5)PRODUK KIMIA DAN INDUSTRI (KODE 6) BAHAN MAKANAN OLAHAN (KODE 4)
-100
-50
0
50
100
150
200 %, YOY%, YOY
%YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridan Asing di Jawa Tengah
IV
800
600
400
200
0
PMDNPMA
Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20150.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
100
200
300
400
500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
0
100
200
300
400
500JUMLAH PROYEK USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
IV
180
300
250
200
150
100
50
0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen,PDRB Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PDRB KONSTRUKSI KONSUMSI SEMENPDRB INVESTASI
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0 %, YOY
Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal& Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
0
5
10
15
20
25
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY %, YOY
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN NILAI TUKAR - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Kemenperin & Kemendag, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bloomberg, diolah
jalan, jembatan, infrastruktur pertanian, maupun
infrastruktur energi. Beberapa proyek infrastruktur
pemerintah yang berjalan pada tr iwulan ini
diantaranya: (i) Jalan Tol Semarang – Solo Tahap II; (ii)
Jalan Tol Solo – Kertosono; (iii) Jalan Tol Pejagan –
Pemalang; (iv) Revitalisasi Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang; (v) Flyover Palur.
Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum
mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan
oleh impor barang modal yang mengalami penurunan
lebih dalam menjadi 49,04% (yoy), dari penurunan
triwulan sebelumnya yang sebesar 38,19% (yoy).
Penurunan ini ditengarai karena gejolak nilai tukar
Rupiah yang terjadi pada triwulan III 2015, sehingga
pelaku usaha menahan pembelian barang modal yang
berasal dari impor. Walaupun nilai tukar sudah
membaik pada triwulan IV, impor barang modal belum
terlihat mengalami perbaikan. Nilai pembelian barang
modal yang relatif besar ditengarai menjadi salah satu
penyebab dalam terjadinya penundaan impor barang
modal pada triwulan laporan.
Pertumbuhan kinerja investasi ini berasal dari
penanaman modal asing maupun domestik. Nilai
realisasi penanaman modal, baik yang berasal dari
pihak asing maupun domestik, masih tercatat
mengalami pertumbuhan positif pada triwulan
laporan. Peningkatan pertumbuhan terjadi pada nilai
penanaman modal dari dalam negeri, yaitu menjadi
50,71% (yoy), dari 22,40% (yoy) pada triwulan III.
Sementara itu, nilai investasi yang berasal dari modal
asing tumbuh sebesar 99,40% (yoy), melambat dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
152,48% (yoy).
Dengan pertumbuhan tinggi di triwulan akhir, investasi
Jawa Tengah secara akumulat i f mengalami
pertumbuhan 5,2% (yoy) pada tahun 2015, meningkat
dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang
sebesar 4,2% (yoy). Tema tahun infrastruktur dari
pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu
pendorong utama dalam peningkatan kinerja investasi
selama tahun ini. Selain itu, program dana desa
ditengarai juga turut memberikan kontribusi. Realisasi
3dana desa tercatat 95,57% , dan penggunaannya
ditujukan terutama untuk pembangunan infrastruktur
(91%), seperti infrastruktur pertanian, atau perbaikan
jalan.
1.2.3. Ekspor dan Impor
Kinerja ekspor Jawa Tengah secara total (luar
negeri dan antardaerah) pada triwulan IV 2015
mengalami penurunan. Ekspor Jawa Tengah
terkontraksi 1,9% (yoy), setelah pada triwulan
sebelumnya tumbuh 14,1% (yoy). Penurunan
ditengarai berasal dari ekspor antardaerah, sementara
pada ekspor luar negeri masih terdapat pertumbuhan
yang membaik.
Pada triwulan IV 2015, ekspor luar negeri Jawa Tengah
secara nilai mengalami penurunan 3,53% (yoy),
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya di mana
terjadi penurunan sebesar 4,98% (yoy). Berdasarkan
pengelompokan komoditas HS 2 digit, perbaikan
berasal dari kelompok komoditas bahan makanan
o l ahan , komod i t a s p roduk m ine ra l , s e r t a
komoditasproduk kimia. Sementara kelompok
komoditas ekspor utama Jawa Tengah, yaitu komoditas
tekstil dan barang tekstil, komoditas kayu dan barang
dari kayu, serta bermacam hasil pabrik, mengalami
penurunan kinerja.
Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor
nonmigas masih belum mengalami perubahan
signifikan dibandingkan periode sebelumnya,
yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa
masing-masing 26,64% dan 15,87%. Setelah kedua
mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke
Asia juga cukup besar, yaitu Jepang (10,49%), ASEAN
(9,36%), dan Tiongkok (9,79%). Pada triwulan
laporan, perbaikan pertumbuhan terjadi untuk negara
tujuan Jepang, sementara ekspor ke negara tujuan
utama lainnya mengalami perlambatan.
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
(5)
-
5
10
15
20
25
Grafik 1.29Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pedesaan Provinsi Jawa Tengah, posisi tanggal 8 Januari 2015
3.
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS 2 Digit)
-10
0
10
20
30
40
KAYU DAN BARANG DARI KAYU (KODE 9)BERMACAM HASIL PABRIK (KODE 20) TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL (KODE 11)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya (HS 2 Digit)
PRODUK MINERAL (KODE 5)PRODUK KIMIA DAN INDUSTRI (KODE 6) BAHAN MAKANAN OLAHAN (KODE 4)
-100
-50
0
50
100
150
200 %, YOY%, YOY
%YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridan Asing di Jawa Tengah
IV
800
600
400
200
0
PMDNPMA
Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20150.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
100
200
300
400
500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
0
100
200
300
400
500JUMLAH PROYEK USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
IV
180
300
250
200
150
100
50
0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen,PDRB Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PDRB KONSTRUKSI KONSUMSI SEMENPDRB INVESTASI
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0 %, YOY
Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal& Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah
0
5
10
15
20
25
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY %, YOY
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN NILAI TUKAR - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Kemenperin & Kemendag, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bloomberg, diolah
jalan, jembatan, infrastruktur pertanian, maupun
infrastruktur energi. Beberapa proyek infrastruktur
pemerintah yang berjalan pada tr iwulan ini
diantaranya: (i) Jalan Tol Semarang – Solo Tahap II; (ii)
Jalan Tol Solo – Kertosono; (iii) Jalan Tol Pejagan –
Pemalang; (iv) Revitalisasi Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang; (v) Flyover Palur.
Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum
mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan
oleh impor barang modal yang mengalami penurunan
lebih dalam menjadi 49,04% (yoy), dari penurunan
triwulan sebelumnya yang sebesar 38,19% (yoy).
Penurunan ini ditengarai karena gejolak nilai tukar
Rupiah yang terjadi pada triwulan III 2015, sehingga
pelaku usaha menahan pembelian barang modal yang
berasal dari impor. Walaupun nilai tukar sudah
membaik pada triwulan IV, impor barang modal belum
terlihat mengalami perbaikan. Nilai pembelian barang
modal yang relatif besar ditengarai menjadi salah satu
penyebab dalam terjadinya penundaan impor barang
modal pada triwulan laporan.
Pertumbuhan kinerja investasi ini berasal dari
penanaman modal asing maupun domestik. Nilai
realisasi penanaman modal, baik yang berasal dari
pihak asing maupun domestik, masih tercatat
mengalami pertumbuhan positif pada triwulan
laporan. Peningkatan pertumbuhan terjadi pada nilai
penanaman modal dari dalam negeri, yaitu menjadi
50,71% (yoy), dari 22,40% (yoy) pada triwulan III.
Sementara itu, nilai investasi yang berasal dari modal
asing tumbuh sebesar 99,40% (yoy), melambat dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
152,48% (yoy).
Dengan pertumbuhan tinggi di triwulan akhir, investasi
Jawa Tengah secara akumulat i f mengalami
pertumbuhan 5,2% (yoy) pada tahun 2015, meningkat
dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang
sebesar 4,2% (yoy). Tema tahun infrastruktur dari
pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu
pendorong utama dalam peningkatan kinerja investasi
selama tahun ini. Selain itu, program dana desa
ditengarai juga turut memberikan kontribusi. Realisasi
3dana desa tercatat 95,57% , dan penggunaannya
ditujukan terutama untuk pembangunan infrastruktur
(91%), seperti infrastruktur pertanian, atau perbaikan
jalan.
1.2.3. Ekspor dan Impor
Kinerja ekspor Jawa Tengah secara total (luar
negeri dan antardaerah) pada triwulan IV 2015
mengalami penurunan. Ekspor Jawa Tengah
terkontraksi 1,9% (yoy), setelah pada triwulan
sebelumnya tumbuh 14,1% (yoy). Penurunan
ditengarai berasal dari ekspor antardaerah, sementara
pada ekspor luar negeri masih terdapat pertumbuhan
yang membaik.
Pada triwulan IV 2015, ekspor luar negeri Jawa Tengah
secara nilai mengalami penurunan 3,53% (yoy),
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya di mana
terjadi penurunan sebesar 4,98% (yoy). Berdasarkan
pengelompokan komoditas HS 2 digit, perbaikan
berasal dari kelompok komoditas bahan makanan
o l ahan , komod i t a s p roduk m ine ra l , s e r t a
komoditasproduk kimia. Sementara kelompok
komoditas ekspor utama Jawa Tengah, yaitu komoditas
tekstil dan barang tekstil, komoditas kayu dan barang
dari kayu, serta bermacam hasil pabrik, mengalami
penurunan kinerja.
Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor
nonmigas masih belum mengalami perubahan
signifikan dibandingkan periode sebelumnya,
yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa
masing-masing 26,64% dan 15,87%. Setelah kedua
mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke
Asia juga cukup besar, yaitu Jepang (10,49%), ASEAN
(9,36%), dan Tiongkok (9,79%). Pada triwulan
laporan, perbaikan pertumbuhan terjadi untuk negara
tujuan Jepang, sementara ekspor ke negara tujuan
utama lainnya mengalami perlambatan.
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
(5)
-
5
10
15
20
25
Grafik 1.29Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pedesaan Provinsi Jawa Tengah, posisi tanggal 8 Januari 2015
3.
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGAS MIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.35Sumber: OECD
Pertumbuhan Ekonomi AS
2.1
1.8
0
1
2
3
4 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.36Sumber: OECD
Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
6.96.8
6
7
8
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015
III - 2015
IV - 2015
ASEANUSA EROPAJEPANG CHINA LAINNYA
%% %%% %
%% %%% %28.05 8.40 9.97 11.18 15.92 26.49
26.64 9.36 10.49 8.75 15.87 28.88
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
AMERIKA SERIKAT CHINA EROPA JEPANG
Perbaikan kinerja ekspor nonmigas terlihat pada
ekspor dengan negara tujuan Jepang. Ekspor ke
negara tersebut tumbuh 10,19% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
tercatat 6,86% (yoy). Walaupun pertumbuhan
ekonomi Jepang sampai dengan triwulan III masih
berada di bawah target 2%, pertumbuhan penjualan
ritel dan tingkat pengangguran yang membaik di
negara tersebut mengindikasikan potensi peningkatan
konsumsi pada triwulan laporan.
Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika
Serikat, sebagai mitra dagang dengan pangsa
terbesar, mengalami perlambatan pada triwulan
laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat
tumbuh melambat menjadi sebesar 2,32% (yoy),
setelah tumbuh 14,20% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Ekspor ke negara ini mengalami
perlambatan sejalan dengan perbaikan ekonomi
Amerika Serikat yang masih tertahan. Pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat pada triwulan laporan
tercatat 1,8% (yoy), melambat dari pertumbuhan 2,1%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Ekspor Provinsi Jawa Tengah ke Tiongkok
mengalami perlambatan signifikan pada triwulan IV
2015. Pertumbuhan ekspor dengan tujuan Tiongkok
melambat ke level 3,24% (yoy), setelah triwulan
sebelumnya mengalami pertumbuhan tinggi sebesar
16,23% (yoy). Perlambatan ini juga didorong oleh
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang belum juga
mengalami perbaikan. Pada triwulan laporan, ekonomi
Tiongkok tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 6,8%
(yoy), masih melanjutkan tren perlambatan sejak
beberapa tahun terakhir. Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang
Pada saat yang bersamaan kinerja ekspor ke
negara kawasan Eropa dan negara-negara ASEAN
mengalami penurunan. Ekspor nonmigas ke negara
ASEAN mengalami penurunan 0,36% (yoy), setelah
tumbuh 4,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Bersamaan dengan itu, ekspor ke kawasan Eropa turun
13,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan
triwulan III yang sebesar 9,29% (yoy) .
Sementara itu, perlambatan ekspor antar daerah
ditengarai karena beberapa hal diantaranya adalah
melambatnya beberapa industri unggulan seperti
tembakau sehingga ekspor hasil industri tersebut
melambat. Selain itu, peran Provinsi Jawa Tengah
sebagai salah satu lumbung pangan nasional,
berpengaruh terhadap kinerja ekspor antardaerah Jawa
Tengah seiring dengan masuknya musim tanam.
dan antardaerah) pada tahun laporan masih
mencatatkan pertumbuhan yang meningkat menjadi
11,1% (yoy) dari 0,65% (yoy) pada tahun sebelumnya.
Kinerja tinggi ekspor antardaerah pada triwulan awal
dapat menjadi penahan penurunan pada triwulan IV
ini.
Secara total (luar negeri dan antardaerah), impor
Jawa Tengah mengalami penurunan pada
triwulan laporan, yaitu penurunan sebesar 7,8%
(yoy), setelah tumbuh dari 5,9% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Perlambatan pada impor luar negeri
terutama terjadi pada komoditas minyak, sementara
impor antar daerah diindikasikan masih tumbuh
walaupun tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Sebaliknya, pada komoditas nonmigas, nilai impor
mengalami perbaikan kinerja pada triwulan laporan.
Impor nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan
20,51% (yoy), lebih baik dibandingkan penurunan
21,85% (yoy) pada triwulan III.
Grafik 1.37BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20150.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Grafik 1.38BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
(10)
(5)
-
5
10
15
20 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGAS MIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.35Sumber: OECD
Pertumbuhan Ekonomi AS
2.1
1.8
0
1
2
3
4 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
Grafik 1.36Sumber: OECD
Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
6.96.8
6
7
8
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015
III - 2015
IV - 2015
ASEANUSA EROPAJEPANG CHINA LAINNYA
%% %%% %
%% %%% %28.05 8.40 9.97 11.18 15.92 26.49
26.64 9.36 10.49 8.75 15.87 28.88
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
AMERIKA SERIKAT CHINA EROPA JEPANG
Perbaikan kinerja ekspor nonmigas terlihat pada
ekspor dengan negara tujuan Jepang. Ekspor ke
negara tersebut tumbuh 10,19% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
tercatat 6,86% (yoy). Walaupun pertumbuhan
ekonomi Jepang sampai dengan triwulan III masih
berada di bawah target 2%, pertumbuhan penjualan
ritel dan tingkat pengangguran yang membaik di
negara tersebut mengindikasikan potensi peningkatan
konsumsi pada triwulan laporan.
Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika
Serikat, sebagai mitra dagang dengan pangsa
terbesar, mengalami perlambatan pada triwulan
laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat
tumbuh melambat menjadi sebesar 2,32% (yoy),
setelah tumbuh 14,20% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Ekspor ke negara ini mengalami
perlambatan sejalan dengan perbaikan ekonomi
Amerika Serikat yang masih tertahan. Pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat pada triwulan laporan
tercatat 1,8% (yoy), melambat dari pertumbuhan 2,1%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Ekspor Provinsi Jawa Tengah ke Tiongkok
mengalami perlambatan signifikan pada triwulan IV
2015. Pertumbuhan ekspor dengan tujuan Tiongkok
melambat ke level 3,24% (yoy), setelah triwulan
sebelumnya mengalami pertumbuhan tinggi sebesar
16,23% (yoy). Perlambatan ini juga didorong oleh
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang belum juga
mengalami perbaikan. Pada triwulan laporan, ekonomi
Tiongkok tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 6,8%
(yoy), masih melanjutkan tren perlambatan sejak
beberapa tahun terakhir. Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang
Pada saat yang bersamaan kinerja ekspor ke
negara kawasan Eropa dan negara-negara ASEAN
mengalami penurunan. Ekspor nonmigas ke negara
ASEAN mengalami penurunan 0,36% (yoy), setelah
tumbuh 4,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Bersamaan dengan itu, ekspor ke kawasan Eropa turun
13,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan
triwulan III yang sebesar 9,29% (yoy) .
Sementara itu, perlambatan ekspor antar daerah
ditengarai karena beberapa hal diantaranya adalah
melambatnya beberapa industri unggulan seperti
tembakau sehingga ekspor hasil industri tersebut
melambat. Selain itu, peran Provinsi Jawa Tengah
sebagai salah satu lumbung pangan nasional,
berpengaruh terhadap kinerja ekspor antardaerah Jawa
Tengah seiring dengan masuknya musim tanam.
dan antardaerah) pada tahun laporan masih
mencatatkan pertumbuhan yang meningkat menjadi
11,1% (yoy) dari 0,65% (yoy) pada tahun sebelumnya.
Kinerja tinggi ekspor antardaerah pada triwulan awal
dapat menjadi penahan penurunan pada triwulan IV
ini.
Secara total (luar negeri dan antardaerah), impor
Jawa Tengah mengalami penurunan pada
triwulan laporan, yaitu penurunan sebesar 7,8%
(yoy), setelah tumbuh dari 5,9% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Perlambatan pada impor luar negeri
terutama terjadi pada komoditas minyak, sementara
impor antar daerah diindikasikan masih tumbuh
walaupun tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Sebaliknya, pada komoditas nonmigas, nilai impor
mengalami perbaikan kinerja pada triwulan laporan.
Impor nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan
20,51% (yoy), lebih baik dibandingkan penurunan
21,85% (yoy) pada triwulan III.
Grafik 1.37BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20150.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Grafik 1.38BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
(10)
(5)
-
5
10
15
20 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Apabila dikelompokan berdasarkan jenis penggunaan,
lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, dengan pangsa 69,40%
dari total impor nonmigas. Sementara impor barang
modal memberikan pangsa 21,85%, dan impor barang
konsumsi memberikan pangsa 8,75%. Perbaikan
kinerja pada triwulan laporan terjadi pada impor bahan
baku dan impor barang konsumsi, sementara impor
barang modal mengalami penurunan lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumya.
Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah
dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah yang
menggunakan kandungan impor tinggi dalam bahan
bakunya, seperti industri kimia dan farmasi, industri
pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri
alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian
jadi. Ditinjau lebih jauh, impor bahan baku Jawa Tengah
terutama berupa bahan baku tekstil (kode SITC 26 dan
65) dengan porsi mencapai 27,57% pada tahun 2015.
Impor bahan baku tekstil, yaitu serat tekstil serta kain
dan benang tekstil masih melanjutkan tren penurunan.
Penurunan pada triwulan laporan tercatat sebesar
16,32% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 10,20 (yoy).
Namun demikian, terdapat perbaikan kinerja impor
pada komoditas bahan baku lainnya seperti bahan
untuk pakan ternak, bahan makanan untuk industri
(gula, bijih minyak, aneka kacang), tembakau, dan
bahan kimia. Salah satu pendorong peningkatan impor
tersebut adalah apresiasi nilai Rupiah pada triwulan IV
2015. Apresiasi yang terjadi mendorong perbaikan
kinerja industri di atas, yang sempat mengalami
penurunan akibat depresiasi rupiah di triwulan II dan III.
Dengan demikian impor bahan baku beberapa industri
tersebut meningkat pada triwulan laporan, sehingga
secara keseluruhan pertumbuhan impor bahan baku
mengalami peningkatan.
Sementara itu, impor barang konsumsi masih
mengalami penurunan sebesar 2,22% (yoy), lebih
moderat dibandingkan penurunan triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,46% (yoy). Sejalan
dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, dan
didukung dengan nilai Rupiah yang terapresiasi, impor
barang konsums i menga lami pen ingkatan .
Peningkatan terutama berasal dari impor bahan
makanan untuk konsumsi, barang konsumsi lainnya
yang bersifat semi-durable (1-3 tauhun) serta barang
non-durable (kurang dari setahun).
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
III - 2015 24.7766.46 8.77% %%
IV - 2015 21.8569.40 8.75% %%
IV
Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
BARANG KONSUMSI
Berbeda dengan kedua jenis barang sebelumnya, impor
barang modal mengalami penurunan lebih dalam pada
triwulan laporan, yaitu menjadi 49,04% (yoy) dari
38,19% (yoy). Nilai tukar yang mulai membaik pada
triwulan IV belum ditransmisikan terhadap perbaikan
impor barang modal. Berdasarkan hasil liaison,
beberapa pelaku usaha masih mengambil sikap wait
and see terhadap kebijakan pemerintah terkait
kemudahan usaha, dan menahan investasi mesin dan
peralatan industri.
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 35,03% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra
dagang lainnya yaitu ASEAN (10,30%), Eropa (6,79%),
dan Amerika Serikat (5,73%). Laju pertumbuhan impor
nonmigas yang berasal dari T iongkok masih
meneruskan penurunan, namun dengan besaran yang
membaik menjadi 25,18% (yoy) di triwulan IV, dari
penurunan 28,32% (yoy) di triwulan III. Berlanjut dari
triwulan sebelumnya, penurunan impor juga masih
terjadi pada impor dari negara mitra dagang utama
lainnya seperti Amerika Serikat dan Eropa. Sementara
itu, impor dari negara-negara ASEAN yang pada
t r iwu l an s ebe lumnya mas ih menun jukkan
pertumbuhan positif, mengalami penurunan pada
triwulan laporan.
Sejalan dengan ekspor, total impor selama 2015 pun
mengalami peningkatan pertumbuhan ke level
3,7% (yoy), setelah tumbuh negatif pada tahun
sebelumnya sebesar -4,2% (yoy). Meningkatnya
ekonomi Jawa Tengah memicu peningkatan pada
impor, khususnya antardaerah, sementara perbaikan
kinerja impor luar negeri diindikasikan masih tertahan
oleh volatilitas nilai tukar.
ASEANUSA TIONGKOK EROPA
III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%
IV - 2015 10.305.73 39.81 6.79%% %%
LAINNYA
35.99%
37.37%
Grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
LAINNYAEROPACHINAASEANAMERIKA SERIKAT
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA
Grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
IV
Grafik 1.47Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
2015
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Apabila dikelompokan berdasarkan jenis penggunaan,
lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, dengan pangsa 69,40%
dari total impor nonmigas. Sementara impor barang
modal memberikan pangsa 21,85%, dan impor barang
konsumsi memberikan pangsa 8,75%. Perbaikan
kinerja pada triwulan laporan terjadi pada impor bahan
baku dan impor barang konsumsi, sementara impor
barang modal mengalami penurunan lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumya.
Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah
dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah yang
menggunakan kandungan impor tinggi dalam bahan
bakunya, seperti industri kimia dan farmasi, industri
pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri
alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian
jadi. Ditinjau lebih jauh, impor bahan baku Jawa Tengah
terutama berupa bahan baku tekstil (kode SITC 26 dan
65) dengan porsi mencapai 27,57% pada tahun 2015.
Impor bahan baku tekstil, yaitu serat tekstil serta kain
dan benang tekstil masih melanjutkan tren penurunan.
Penurunan pada triwulan laporan tercatat sebesar
16,32% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 10,20 (yoy).
Namun demikian, terdapat perbaikan kinerja impor
pada komoditas bahan baku lainnya seperti bahan
untuk pakan ternak, bahan makanan untuk industri
(gula, bijih minyak, aneka kacang), tembakau, dan
bahan kimia. Salah satu pendorong peningkatan impor
tersebut adalah apresiasi nilai Rupiah pada triwulan IV
2015. Apresiasi yang terjadi mendorong perbaikan
kinerja industri di atas, yang sempat mengalami
penurunan akibat depresiasi rupiah di triwulan II dan III.
Dengan demikian impor bahan baku beberapa industri
tersebut meningkat pada triwulan laporan, sehingga
secara keseluruhan pertumbuhan impor bahan baku
mengalami peningkatan.
Sementara itu, impor barang konsumsi masih
mengalami penurunan sebesar 2,22% (yoy), lebih
moderat dibandingkan penurunan triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,46% (yoy). Sejalan
dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, dan
didukung dengan nilai Rupiah yang terapresiasi, impor
barang konsums i menga lami pen ingkatan .
Peningkatan terutama berasal dari impor bahan
makanan untuk konsumsi, barang konsumsi lainnya
yang bersifat semi-durable (1-3 tauhun) serta barang
non-durable (kurang dari setahun).
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
III - 2015 24.7766.46 8.77% %%
IV - 2015 21.8569.40 8.75% %%
IV
Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
BARANG KONSUMSI
Berbeda dengan kedua jenis barang sebelumnya, impor
barang modal mengalami penurunan lebih dalam pada
triwulan laporan, yaitu menjadi 49,04% (yoy) dari
38,19% (yoy). Nilai tukar yang mulai membaik pada
triwulan IV belum ditransmisikan terhadap perbaikan
impor barang modal. Berdasarkan hasil liaison,
beberapa pelaku usaha masih mengambil sikap wait
and see terhadap kebijakan pemerintah terkait
kemudahan usaha, dan menahan investasi mesin dan
peralatan industri.
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 35,03% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra
dagang lainnya yaitu ASEAN (10,30%), Eropa (6,79%),
dan Amerika Serikat (5,73%). Laju pertumbuhan impor
nonmigas yang berasal dari T iongkok masih
meneruskan penurunan, namun dengan besaran yang
membaik menjadi 25,18% (yoy) di triwulan IV, dari
penurunan 28,32% (yoy) di triwulan III. Berlanjut dari
triwulan sebelumnya, penurunan impor juga masih
terjadi pada impor dari negara mitra dagang utama
lainnya seperti Amerika Serikat dan Eropa. Sementara
itu, impor dari negara-negara ASEAN yang pada
t r iwu l an s ebe lumnya mas ih menun jukkan
pertumbuhan positif, mengalami penurunan pada
triwulan laporan.
Sejalan dengan ekspor, total impor selama 2015 pun
mengalami peningkatan pertumbuhan ke level
3,7% (yoy), setelah tumbuh negatif pada tahun
sebelumnya sebesar -4,2% (yoy). Meningkatnya
ekonomi Jawa Tengah memicu peningkatan pada
impor, khususnya antardaerah, sementara perbaikan
kinerja impor luar negeri diindikasikan masih tertahan
oleh volatilitas nilai tukar.
ASEANUSA TIONGKOK EROPA
III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%
IV - 2015 10.305.73 39.81 6.79%% %%
LAINNYA
35.99%
37.37%
Grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
LAINNYAEROPACHINAASEANAMERIKA SERIKAT
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA
Grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
IV
Grafik 1.47Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
2015
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Sebagian besar lapangan usaha lainnya juga
mengalami peningkatan kinerja pada triwulan laporan.
Adapun lapangan usaha yang mengalami perlambatan
diantaranya adalah lapangan usaha pertambangan dan
penggal ian; t ransportas i dan pergudangan;
penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi
dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real
estate; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib; dan jasa
pendidikan.
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- Sepeda MotorSeiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan
aktivitas kegiatan ekonomi di triwulan akhir,
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor
mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2015,
pertumbuhan lapangan usaha ini meningkat menjadi
8,2% (yoy), dari 2,2% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
2
4
6
8
10
12
0
2
4
6
8
10%, YOY%, SBT
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PHRPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besardan Eceran
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
2
3
4
5
15
25
35
45 %%, YOY
Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 –Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
2
4
6
8
10
12 %, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
KATEGORI
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
108,832
14,594
254,694
814
549
73,466
105,825
22,760
21,813
26,664
19,311
12,853
2,340
20,913
24,931
5,313
10,984
726,655
26,895
3,693
65,681
203
144
18,794
26,728
5,808
5,636
7,196
4,974
3,344
606
5,232
6,550
1,419
2,887
185,790
28,533
3,871
67,596
216
140
18,858
27,550
5,922
5,871
7,448
5,057
3,437
627
5,054
6,527
1,454
2,951
191,114
31,012
3,970
68,466
215
142
19,108
29,065
6,329
5,953
7,641
5,002
3,465
641
5,285
6,784
1,471
3,006
197,555
21,353
4,009
69,818
210
142
19,921
27,467
6,743
6,006
7,845
5,082
3,531
660
5,505
7,605
1,563
3,074
190,534
27,948
3,735
69,530
190
146
19,580
27,567
6,505
6,120
8,029
5,338
3,569
676
5,439
7,213
1,552
3,128
196,266
2015**
30,614
3,957
70,160
213
145
19,858
28,442
6,498
6,251
8,082
5,177
3,678
693
5,451
7,130
1,519
2,919
200,786
I II107,793
15,543
271,561
844
568
76,682
110,809
24,802
23,466
30,130
20,116
13,777
2,535
21,076
27,466
5,908
11,918
764,993
KATEGORI
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
32,445
4,210
71,410
204
142
20,462
29,692
6,753
6,330
8,367
5,452
3,768
712
5,614
7,252
1,573
3,053
207,439
IIIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015**
22,819
4,198
73,000
208
144
21,386
29,732
7,006
6,428
8,523
5,779
3,807
701
5,690
7,816
1,680
3,201
202,118
IV113,826
16,100
284,100
816
577
81,286
115,433
26,762
25,130
33,001
21,746
14,822
2,781
22,195
29,410
6,324
12,300
806,609
2013I II
2014*
III IV2014*
2.2
6.2
5.5
8.3
0.2
4.9
4.7
9.3
4.5
8.0
3.9
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
5.1
-1.7
7.0
7.8
1.3
6.1
5.7
7.0
6.2
5.3
10.5
3.3
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
-1.7
7.0
7.8
1.3
6.1
5.7
7.0
6.2
5.3
10.5
3.3
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
1.6
6.0
7.3
5.6
3.0
2.8
5.7
7.9
9.5
12.4
5.0
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
5.8
-0.6
8.4
5.7
-0.1
1.6
5.0
3.6
16.5
9.1
18.1
4.7
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
5.6
3.9
1.2
5.9
-6.1
2.0
4.2
3.1
12.0
8.6
11.6
7.3
6.7
11.6
4.0
10.1
9.4
8.3
5.6
2015**
3.9
1.2
5.9
-6.1
2.0
4.2
3.1
12.0
8.6
11.6
7.3
6.7
11.6
4.0
10.1
9.4
8.3
5.6
I II-1.0
6.5
6.6
3.7
3.4
4.4
4.7
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
5.3
4.6
6.0
4.3
-5.1
-0.2
7.1
2.2
6.7
6.3
9.5
9.0
8.8
10.9
6.2
6.9
7.0
1.6
5.0
III2015
6.9
4.7
4.6
-0.6
1.7
7.4
8.2
3.9
7.0
8.6
13.7
7.8
6.2
3.4
2.8
7.5
4.1
6.1
IV5.6
3.6
4.6
-3.3
1.6
6.0
4.2
7.9
7.1
9.5
8.1
7.6
9.7
5.3
7.1
7.1
3.2
5.4
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan
usaha utama, dengan pangsa banyak berubah dari
tahun sebelumnya. Adapun pangsa keseluruhan tahun
2015 yaitu: industri pengolahan (35,22%);
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor (14,31%); pertanian, kehutanan,
dan perikanan (14,11%); serta konstruksi
(10,08%).
Perbaikan pertumbuhan di triwulan IV 2015
terjadi pada keempat lapangan usaha di atas.
Lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor, serta lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami
kenaikan lebih besar dibandingkan kedua lapangan
usaha utama lainnya.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
dilakukan Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah mengonfirmasi perbaikan kinerja ini.
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha
perdagangan, hotel, dan restoran mengalami
peningkatan di triwulan laporan dari 4,81% menjadi
5,42%. Perbaikan kinerja ini juga dicerminkan oleh
peningkatan pertumbuhan dan perbaikan kualitas
penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit
perbankan yang disalurkan pada lapangan usaha
perdagangan mengalami peningkatan menjadi
10,38% (yoy) dari 10,32% (yoy), sementara Non
Performing Loan (NPL) kredit tersebut turun dari 3,74%
menjadi 3,31%.
Salah satu pemicu meningkatnya kinerja lapangan
usaha ini adalah momen perayaan hari raya Natal dan
Tahun Baru. Masa liburan akhir tahun tersebut
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berlibur atau
berekreasi sehingga berdampak positif bagi kinerja
perdagangan. Hal ini tercermin dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Pada
periode laporan, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada
kategori barang budaya dan rekreasi mengalami
peningkatan 123,4 menjadi 128,7.
Selain itu, SPE triwulan IV juga menunjukkan adanya
peningkatan penjualan pada kategori peralatan dan
komunikasi di toko, serta kategori perlengkapan rumah
tangga lainnya. Peningkatan pada dua kategori ini
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Sebagian besar lapangan usaha lainnya juga
mengalami peningkatan kinerja pada triwulan laporan.
Adapun lapangan usaha yang mengalami perlambatan
diantaranya adalah lapangan usaha pertambangan dan
penggal ian; t ransportas i dan pergudangan;
penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi
dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real
estate; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib; dan jasa
pendidikan.
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- Sepeda MotorSeiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan
aktivitas kegiatan ekonomi di triwulan akhir,
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor
mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2015,
pertumbuhan lapangan usaha ini meningkat menjadi
8,2% (yoy), dari 2,2% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
2
4
6
8
10
12
0
2
4
6
8
10%, YOY%, SBT
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PHRPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besardan Eceran
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
2
3
4
5
15
25
35
45 %%, YOY
Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 –Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
2
4
6
8
10
12 %, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
KATEGORI
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
108,832
14,594
254,694
814
549
73,466
105,825
22,760
21,813
26,664
19,311
12,853
2,340
20,913
24,931
5,313
10,984
726,655
26,895
3,693
65,681
203
144
18,794
26,728
5,808
5,636
7,196
4,974
3,344
606
5,232
6,550
1,419
2,887
185,790
28,533
3,871
67,596
216
140
18,858
27,550
5,922
5,871
7,448
5,057
3,437
627
5,054
6,527
1,454
2,951
191,114
31,012
3,970
68,466
215
142
19,108
29,065
6,329
5,953
7,641
5,002
3,465
641
5,285
6,784
1,471
3,006
197,555
21,353
4,009
69,818
210
142
19,921
27,467
6,743
6,006
7,845
5,082
3,531
660
5,505
7,605
1,563
3,074
190,534
27,948
3,735
69,530
190
146
19,580
27,567
6,505
6,120
8,029
5,338
3,569
676
5,439
7,213
1,552
3,128
196,266
2015**
30,614
3,957
70,160
213
145
19,858
28,442
6,498
6,251
8,082
5,177
3,678
693
5,451
7,130
1,519
2,919
200,786
I II107,793
15,543
271,561
844
568
76,682
110,809
24,802
23,466
30,130
20,116
13,777
2,535
21,076
27,466
5,908
11,918
764,993
KATEGORI
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
32,445
4,210
71,410
204
142
20,462
29,692
6,753
6,330
8,367
5,452
3,768
712
5,614
7,252
1,573
3,053
207,439
IIIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015**
22,819
4,198
73,000
208
144
21,386
29,732
7,006
6,428
8,523
5,779
3,807
701
5,690
7,816
1,680
3,201
202,118
IV113,826
16,100
284,100
816
577
81,286
115,433
26,762
25,130
33,001
21,746
14,822
2,781
22,195
29,410
6,324
12,300
806,609
2013I II
2014*
III IV2014*
2.2
6.2
5.5
8.3
0.2
4.9
4.7
9.3
4.5
8.0
3.9
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
5.1
-1.7
7.0
7.8
1.3
6.1
5.7
7.0
6.2
5.3
10.5
3.3
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
-1.7
7.0
7.8
1.3
6.1
5.7
7.0
6.2
5.3
10.5
3.3
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
1.6
6.0
7.3
5.6
3.0
2.8
5.7
7.9
9.5
12.4
5.0
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
5.8
-0.6
8.4
5.7
-0.1
1.6
5.0
3.6
16.5
9.1
18.1
4.7
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
5.6
3.9
1.2
5.9
-6.1
2.0
4.2
3.1
12.0
8.6
11.6
7.3
6.7
11.6
4.0
10.1
9.4
8.3
5.6
2015**
3.9
1.2
5.9
-6.1
2.0
4.2
3.1
12.0
8.6
11.6
7.3
6.7
11.6
4.0
10.1
9.4
8.3
5.6
I II-1.0
6.5
6.6
3.7
3.4
4.4
4.7
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
5.3
4.6
6.0
4.3
-5.1
-0.2
7.1
2.2
6.7
6.3
9.5
9.0
8.8
10.9
6.2
6.9
7.0
1.6
5.0
III2015
6.9
4.7
4.6
-0.6
1.7
7.4
8.2
3.9
7.0
8.6
13.7
7.8
6.2
3.4
2.8
7.5
4.1
6.1
IV5.6
3.6
4.6
-3.3
1.6
6.0
4.2
7.9
7.1
9.5
8.1
7.6
9.7
5.3
7.1
7.1
3.2
5.4
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan
usaha utama, dengan pangsa banyak berubah dari
tahun sebelumnya. Adapun pangsa keseluruhan tahun
2015 yaitu: industri pengolahan (35,22%);
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor (14,31%); pertanian, kehutanan,
dan perikanan (14,11%); serta konstruksi
(10,08%).
Perbaikan pertumbuhan di triwulan IV 2015
terjadi pada keempat lapangan usaha di atas.
Lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor, serta lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami
kenaikan lebih besar dibandingkan kedua lapangan
usaha utama lainnya.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
dilakukan Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah mengonfirmasi perbaikan kinerja ini.
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha
perdagangan, hotel, dan restoran mengalami
peningkatan di triwulan laporan dari 4,81% menjadi
5,42%. Perbaikan kinerja ini juga dicerminkan oleh
peningkatan pertumbuhan dan perbaikan kualitas
penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit
perbankan yang disalurkan pada lapangan usaha
perdagangan mengalami peningkatan menjadi
10,38% (yoy) dari 10,32% (yoy), sementara Non
Performing Loan (NPL) kredit tersebut turun dari 3,74%
menjadi 3,31%.
Salah satu pemicu meningkatnya kinerja lapangan
usaha ini adalah momen perayaan hari raya Natal dan
Tahun Baru. Masa liburan akhir tahun tersebut
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berlibur atau
berekreasi sehingga berdampak positif bagi kinerja
perdagangan. Hal ini tercermin dari hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Pada
periode laporan, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada
kategori barang budaya dan rekreasi mengalami
peningkatan 123,4 menjadi 128,7.
Selain itu, SPE triwulan IV juga menunjukkan adanya
peningkatan penjualan pada kategori peralatan dan
komunikasi di toko, serta kategori perlengkapan rumah
tangga lainnya. Peningkatan pada dua kategori ini
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
LUAS PANENLUAS TANAM
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000 HEKTAR
Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV-20
-15
-10-5
0
5
1015
20
25
30
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000 %, YOYRIBU TON
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN
Grafik 1.55 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan PDRB KonsumsiPemerintah
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN
%, YOY
Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
NPL PERTANIAN - SKALA KANAN
%, YOY %
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, SBT
0
2
4
6
8
10
12
14
-20
-10
0
10
20
30
40
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama
INDEKS
IV - 2015III - 2015
0
50
100
150
200
250
300
SUK
U C
AD
AN
G
DA
N A
KSE
SORI
MA
KA
NA
N,
MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KA
U
BAH
AN
BA
KA
R K
END
ARA
AN
BE
RMO
TOR
PERA
LATA
N D
AN
K
OM
UN
IKA
SI D
I TO
KO
PERL
ENG
KAPA
N
RUM
AH
TA
NG
GA
LA
INN
YA
BARA
NG
BU
DA
YA D
AN
RE
KRE
ASI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas
IV90
95
100
105
110
115
120
125
sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang juga
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil SK, konsumsi
masyarakat akan barang tahan lama mengalami
peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1. Perbaikan
penjualan tersebut ditunjang oleh nilai tukar Rupiah
yang menguat pada triwulan laporan, sehingga harga
peralatan komunikasi dan perlengapan rumah tangga
yang memiliki konten impor tinggi menjadi lebih
murah.
Secara akumulatif, lapangan usaha perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pada tahun
2015 mengalami perlambatan. Seiring dengan
melemahnya konsumsi dan kegiatan ekonomi
domestik maupun global, kinerja lapangan usaha ini
melambat cukup dalam sampai dengan triwulan III.
Walaupun meningkat pesat pada triwulan IV,
pertumbuhan tersebut tidak cukup untuk menahan
perlambatan yang terjadi pada tiga triwulan
sebelumnya. Pada tahun 2015, pertumbuhan lapangan
usaha ini tumbuh melambat menjadi 4,2% (yoy), dari
4,7% (yoy) pada tahun sebelumnya.
1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananPada triwulan IV 2015, lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar 6,9%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,6% (yoy). Hal yang sama juga
ditunjukkan oleh hasil SKDU. Berdasarkan survei
tersebut, SBT kegiatan usaha pertanian triwulan
laporan meningkat menjadi 4,58%, dari 3,13% pada
triwulan sebelumnya.
Kredit, sebagai salah satu sumber pendanaan, juga
menunjukkan kondisi yang sejalan. Penyaluran kredit
kepada lapangan usaha ini tumbuh dengan level
13,12% (yoy), dari 10,51% (yoy) pada triwulan III.
Meskipun kualitas kredit lapangan usaha ini rendah,
rasio NPL jauh di atas level indikatif (5%), namun
kualitas kredit pada triwulan laporan mengalami
perbaikan, rasio NPL turun menjadi 11,59% dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 12,64%.
Berdasarkan hasil liaison, diperoleh informasi bahwa
dalam rangka menghadapi El Nino, petani dan
pemerintah sudah melakukan tindakan preventif
antara lain pembangunan irigasi, dan penggunaan
varietas unggul sehingga dampak kekeringan dapat
diminimalisasi. Selain itu, kinerja pertanian didukung
oleh peningkatan produktivitas seiring dengan
berkurangnya serangan hama dan penyakit, khususnya
pada tanaman hortikultura.
Sesuai dengan musimnya, triwulan IV merupakan
musim tanam untuk komoditas padi. Pada triwulan ini,
luas tanam padi mengalami penurunan sebesar 5,59%
(yoy), satu penyebabnya adalah kekeringan yang
disebabkan El Nino. Sementara itu, hasil produksi masih
menunjukkan pertumbuhan positif walaupun sudah
memasuki musim tanam. Pertumbuhan produksi padi
triwulan laporan tercatat 5,99% (yoy), pertumbuhan ini
berbalik arah dibandingkan periode yang sama tahun
2014 di mana produksi padi mengalami penurunan
sebesar 3,39% (yoy).
Secara keseluruhan tahun, lapangan usaha pertanian
tumbuh tinggi sebesar 5,6% (yoy), berbalik arah dari
penurunan 1,0% (yoy) pada tahun 2014, di mana
terjadi banjir di awal tahun. Pulihnya kinerja lapangan
usaha ini juga ditunjang oleh antisipasi pemerintah
bersama petani dalam menghadapi tantangan cuaca
seperti El Nino. Selain itu, pada tahun ini, pemerintah
juga banyak menggalakkan program untuk
meningkatkan kinerja pertanian dalam rangka
mencapai kedaulatan pangan. Produksi padi tahun
2015 ditargetkan sebesar 11,14 ton, meningkat jauh
dari produksi padi tahun 2014 yang tercatat sebesar
9,65 ton.
(2)
-
2
4
6
8 %, YOY
Grafik 1.54 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
2
4
6
8
10%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.53Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20150.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
%, YOY
5.0
6.0
Grafik 1.59Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011 2015-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
25
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
LUAS PANENLUAS TANAM
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV -
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000 HEKTAR
Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV-20
-15
-10-5
0
5
1015
20
25
30
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000 %, YOYRIBU TON
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN
Grafik 1.55 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan PDRB KonsumsiPemerintah
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN
%, YOY
Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
NPL PERTANIAN - SKALA KANAN
%, YOY %
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, SBT
0
2
4
6
8
10
12
14
-20
-10
0
10
20
30
40
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama
INDEKS
IV - 2015III - 2015
0
50
100
150
200
250
300
SUK
U C
AD
AN
G
DA
N A
KSE
SORI
MA
KA
NA
N,
MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KA
U
BAH
AN
BA
KA
R K
END
ARA
AN
BE
RMO
TOR
PERA
LATA
N D
AN
K
OM
UN
IKA
SI D
I TO
KO
PERL
ENG
KAPA
N
RUM
AH
TA
NG
GA
LA
INN
YA
BARA
NG
BU
DA
YA D
AN
RE
KRE
ASI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas
IV90
95
100
105
110
115
120
125
sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang juga
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil SK, konsumsi
masyarakat akan barang tahan lama mengalami
peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1. Perbaikan
penjualan tersebut ditunjang oleh nilai tukar Rupiah
yang menguat pada triwulan laporan, sehingga harga
peralatan komunikasi dan perlengapan rumah tangga
yang memiliki konten impor tinggi menjadi lebih
murah.
Secara akumulatif, lapangan usaha perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pada tahun
2015 mengalami perlambatan. Seiring dengan
melemahnya konsumsi dan kegiatan ekonomi
domestik maupun global, kinerja lapangan usaha ini
melambat cukup dalam sampai dengan triwulan III.
Walaupun meningkat pesat pada triwulan IV,
pertumbuhan tersebut tidak cukup untuk menahan
perlambatan yang terjadi pada tiga triwulan
sebelumnya. Pada tahun 2015, pertumbuhan lapangan
usaha ini tumbuh melambat menjadi 4,2% (yoy), dari
4,7% (yoy) pada tahun sebelumnya.
1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananPada triwulan IV 2015, lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar 6,9%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,6% (yoy). Hal yang sama juga
ditunjukkan oleh hasil SKDU. Berdasarkan survei
tersebut, SBT kegiatan usaha pertanian triwulan
laporan meningkat menjadi 4,58%, dari 3,13% pada
triwulan sebelumnya.
Kredit, sebagai salah satu sumber pendanaan, juga
menunjukkan kondisi yang sejalan. Penyaluran kredit
kepada lapangan usaha ini tumbuh dengan level
13,12% (yoy), dari 10,51% (yoy) pada triwulan III.
Meskipun kualitas kredit lapangan usaha ini rendah,
rasio NPL jauh di atas level indikatif (5%), namun
kualitas kredit pada triwulan laporan mengalami
perbaikan, rasio NPL turun menjadi 11,59% dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 12,64%.
Berdasarkan hasil liaison, diperoleh informasi bahwa
dalam rangka menghadapi El Nino, petani dan
pemerintah sudah melakukan tindakan preventif
antara lain pembangunan irigasi, dan penggunaan
varietas unggul sehingga dampak kekeringan dapat
diminimalisasi. Selain itu, kinerja pertanian didukung
oleh peningkatan produktivitas seiring dengan
berkurangnya serangan hama dan penyakit, khususnya
pada tanaman hortikultura.
Sesuai dengan musimnya, triwulan IV merupakan
musim tanam untuk komoditas padi. Pada triwulan ini,
luas tanam padi mengalami penurunan sebesar 5,59%
(yoy), satu penyebabnya adalah kekeringan yang
disebabkan El Nino. Sementara itu, hasil produksi masih
menunjukkan pertumbuhan positif walaupun sudah
memasuki musim tanam. Pertumbuhan produksi padi
triwulan laporan tercatat 5,99% (yoy), pertumbuhan ini
berbalik arah dibandingkan periode yang sama tahun
2014 di mana produksi padi mengalami penurunan
sebesar 3,39% (yoy).
Secara keseluruhan tahun, lapangan usaha pertanian
tumbuh tinggi sebesar 5,6% (yoy), berbalik arah dari
penurunan 1,0% (yoy) pada tahun 2014, di mana
terjadi banjir di awal tahun. Pulihnya kinerja lapangan
usaha ini juga ditunjang oleh antisipasi pemerintah
bersama petani dalam menghadapi tantangan cuaca
seperti El Nino. Selain itu, pada tahun ini, pemerintah
juga banyak menggalakkan program untuk
meningkatkan kinerja pertanian dalam rangka
mencapai kedaulatan pangan. Produksi padi tahun
2015 ditargetkan sebesar 11,14 ton, meningkat jauh
dari produksi padi tahun 2014 yang tercatat sebesar
9,65 ton.
(2)
-
2
4
6
8 %, YOY
Grafik 1.54 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
2
4
6
8
10%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.53Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20150.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
%, YOY
5.0
6.0
Grafik 1.59Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011 2015-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
25
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBerdasarkan Skala Usaha
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI
2
4
6
8
10%, YOY
0
2
4 %, SBT
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
1
2 LIKERT SCALE %, YOY
Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
NPL INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
0
2
4
6
10
20
30 %
Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
%, YOY
-20
-10
0
10
20
30
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100 USD JUTA
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV*
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHAN
%, YOY%, SBT
3
5
7
9
0
2
4
6
8
%, YOY
Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV 3
4
5
6
7
8
9
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
baku triwulan IV tercatat 6,18% (yoy), lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
15,35% (yoy).
Selain itu, kebijakan yang dirilis pemerintah untuk
mendukung kemudahan berusaha, turut berkontribusi
pada perbaikan kinerja industri pengolahan. Paket
kebijakan ekonomi jilid III khususnya terkait penurunan
dan diskon tarif listrik serta harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) meringankan biaya energi industri. Berdasarkan
hasil kegiatan liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan
BI Provinsi Jawa Tengah, beban biaya energi pada
triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya, ditunjukkan dengan likert scale biaya
energi yang turun pada nilai 0,93 dari 1,08.
Sisi perbankan juga mengonfirmasi perbaikan kinerja
pada lapangan usaha ini. Penyaluran kredit untuk
industri pengolahan tumbuh sebesar 29,44% (yoy),
meningkat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang sebesar 20,89% (yoy). Peningkatan ekspansi
kredit ini disertai dengan perbaikan kualitas yang
ditunjukkan oleh penurunan NPL dari 4,98% menjadi
3,87%.
Berdasarkan skala usaha, peningkatan kinerja industri
pengolahan utamanya didorong oleh industri sedang
dan besar, sementara industri berskala mikro dan kecil
mengalami perlambatan. Hal tersebut tercermin dari
angka pertumbuhan produksi industri manufaktur
masing-masing skala produksi. Pada triwulan IV 2015,
industri manufaktur besar dan sedang tumbuh 8,21%
Kinerja lapangan usaha industri pengolahan
membaik pada triwulan laporan. Lapangan usaha
industri pengolahan mengalami ekspansi sebesar 4,6%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 4,3% (yoy).
Hasil SKDU juga menunjukkan hal yang sama, SBT
kegiatan usaha industri pengolahan pada periode
laporan meningkat dari 2,30% menjadi 4,13%. Hasil
anallisis lebih dalam, peningkatan kegiatan produksi
dari industri pengolahan terlihat dari kapasitas produksi
terpakai yang berdasarkan hasil SKDU mengalami
kenaikan pada triwulan laporan menjadi 76,67% dari
75,60%.
Beberapa industri dengan konten impor tinggi seperti
makanan dan minuman, elektronik, dan kimia
mengalami perbaikan seiring dengan apresiasi nilai
tukar Rupiah. Hal ini terlihat pada impor bahan baku,
khususnya komoditas terkait yang membaik walaupun
masih mengalami kontraksi. Kontraksi impor bahan
1.3.3. Industri Pengolahan
(yoy), berbalik arah dari triwulan sebelumnya di mana
terjadi penurunan 2,38% (yoy). Sebaliknya, industri
mikro dan kecil mengalami perlambatan menjadi
6,85% (yoy) dari 7,47% (yoy) pada triwulan lalu.
Secara rinci, industri pada Provinsi Jawa Tengah
ditopang oleh industri makanan dan minuman, industri
pengolahan tembakau, industri tekstil, dan industri
pengolahan kayu. Berdasarkan survei pertumbuhan
produksi industri manufaktur besar dan sedang yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat
peningkatan pertumbuhan produksi pada industri
makanan dan minuman; industri kayu, barang dari
kayu, dan sejenisnya; serta industri furnitur. Sementara
produksi industri pengolahan tembakau dan industri
tekstil mengalami perlambatan.
Pertumbuhan produksi industri makanan dan minuman
mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Produksi industri makanan tumbuh pada tingkat
12,46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 12,35% (yoy). Sejalan
dengan itu, industri minuman tumbuh 8,58% (yoy),
berbalik arah setelah mengalami penurunan 6,86%
(yoy) pada triwulan III. Perbaikan ini terlihat dari impor
bahan baku sebagai input industri ini yang meningkat,
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Peningkatan
ditengarai karena membaiknya tingkat permintaan
domestik. Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku
usaha pada industri makanan dan minuman melakukan
perluasan pasar ke daerah Sulawesi seperti Makassar,
Manado, dan Kendari.
Bersamaan dengan itu, industri kayu dan barang dari
kayu dan sejenisnya, serta industri furnitur juga
mengalami perbaikan kinerja. Pertumbuhan produksi
kedua industri tersebut meningkat, masing-masing
menjadi 0,32% (yoy) dan -8,47% (yoy), dari
pertumbuhan sebesar -15,65% (yoy) dan -9,51% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Hasil dari industri ini merupakan penyumbang ekspor
kedua terbesar setelah tekstil dan produk tekstil. Kinerja
ekspor dari industri ini belum mengalami perbaikan,
pada triwulan laporan tercatat penurunan produksi
2,73% (yoy), setelah tumbuh 2,72% (yoy) pada tahun
sebelumnya. Namun demikian, seiring dengan
pesatnya pembangunan berupa gedung usaha
maupun tempat tinggal, permintaan domestik akan
komoditas ini meningkat pesat sehingga menutupi
penurunan dari hasil ekspor. Hal ini dikonfirmasi melalui
liaison pada pelaku usaha terkait.
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
27
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBerdasarkan Skala Usaha
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI
2
4
6
8
10%, YOY
0
2
4 %, SBT
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV0
1
2 LIKERT SCALE %, YOY
Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
NPL INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
0
2
4
6
10
20
30 %
Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
%, YOY
-20
-10
0
10
20
30
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100 USD JUTA
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV*
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHAN
%, YOY%, SBT
3
5
7
9
0
2
4
6
8
%, YOY
Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV 3
4
5
6
7
8
9
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
baku triwulan IV tercatat 6,18% (yoy), lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
15,35% (yoy).
Selain itu, kebijakan yang dirilis pemerintah untuk
mendukung kemudahan berusaha, turut berkontribusi
pada perbaikan kinerja industri pengolahan. Paket
kebijakan ekonomi jilid III khususnya terkait penurunan
dan diskon tarif listrik serta harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) meringankan biaya energi industri. Berdasarkan
hasil kegiatan liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan
BI Provinsi Jawa Tengah, beban biaya energi pada
triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya, ditunjukkan dengan likert scale biaya
energi yang turun pada nilai 0,93 dari 1,08.
Sisi perbankan juga mengonfirmasi perbaikan kinerja
pada lapangan usaha ini. Penyaluran kredit untuk
industri pengolahan tumbuh sebesar 29,44% (yoy),
meningkat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang sebesar 20,89% (yoy). Peningkatan ekspansi
kredit ini disertai dengan perbaikan kualitas yang
ditunjukkan oleh penurunan NPL dari 4,98% menjadi
3,87%.
Berdasarkan skala usaha, peningkatan kinerja industri
pengolahan utamanya didorong oleh industri sedang
dan besar, sementara industri berskala mikro dan kecil
mengalami perlambatan. Hal tersebut tercermin dari
angka pertumbuhan produksi industri manufaktur
masing-masing skala produksi. Pada triwulan IV 2015,
industri manufaktur besar dan sedang tumbuh 8,21%
Kinerja lapangan usaha industri pengolahan
membaik pada triwulan laporan. Lapangan usaha
industri pengolahan mengalami ekspansi sebesar 4,6%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 4,3% (yoy).
Hasil SKDU juga menunjukkan hal yang sama, SBT
kegiatan usaha industri pengolahan pada periode
laporan meningkat dari 2,30% menjadi 4,13%. Hasil
anallisis lebih dalam, peningkatan kegiatan produksi
dari industri pengolahan terlihat dari kapasitas produksi
terpakai yang berdasarkan hasil SKDU mengalami
kenaikan pada triwulan laporan menjadi 76,67% dari
75,60%.
Beberapa industri dengan konten impor tinggi seperti
makanan dan minuman, elektronik, dan kimia
mengalami perbaikan seiring dengan apresiasi nilai
tukar Rupiah. Hal ini terlihat pada impor bahan baku,
khususnya komoditas terkait yang membaik walaupun
masih mengalami kontraksi. Kontraksi impor bahan
1.3.3. Industri Pengolahan
(yoy), berbalik arah dari triwulan sebelumnya di mana
terjadi penurunan 2,38% (yoy). Sebaliknya, industri
mikro dan kecil mengalami perlambatan menjadi
6,85% (yoy) dari 7,47% (yoy) pada triwulan lalu.
Secara rinci, industri pada Provinsi Jawa Tengah
ditopang oleh industri makanan dan minuman, industri
pengolahan tembakau, industri tekstil, dan industri
pengolahan kayu. Berdasarkan survei pertumbuhan
produksi industri manufaktur besar dan sedang yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat
peningkatan pertumbuhan produksi pada industri
makanan dan minuman; industri kayu, barang dari
kayu, dan sejenisnya; serta industri furnitur. Sementara
produksi industri pengolahan tembakau dan industri
tekstil mengalami perlambatan.
Pertumbuhan produksi industri makanan dan minuman
mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Produksi industri makanan tumbuh pada tingkat
12,46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 12,35% (yoy). Sejalan
dengan itu, industri minuman tumbuh 8,58% (yoy),
berbalik arah setelah mengalami penurunan 6,86%
(yoy) pada triwulan III. Perbaikan ini terlihat dari impor
bahan baku sebagai input industri ini yang meningkat,
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Peningkatan
ditengarai karena membaiknya tingkat permintaan
domestik. Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku
usaha pada industri makanan dan minuman melakukan
perluasan pasar ke daerah Sulawesi seperti Makassar,
Manado, dan Kendari.
Bersamaan dengan itu, industri kayu dan barang dari
kayu dan sejenisnya, serta industri furnitur juga
mengalami perbaikan kinerja. Pertumbuhan produksi
kedua industri tersebut meningkat, masing-masing
menjadi 0,32% (yoy) dan -8,47% (yoy), dari
pertumbuhan sebesar -15,65% (yoy) dan -9,51% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Hasil dari industri ini merupakan penyumbang ekspor
kedua terbesar setelah tekstil dan produk tekstil. Kinerja
ekspor dari industri ini belum mengalami perbaikan,
pada triwulan laporan tercatat penurunan produksi
2,73% (yoy), setelah tumbuh 2,72% (yoy) pada tahun
sebelumnya. Namun demikian, seiring dengan
pesatnya pembangunan berupa gedung usaha
maupun tempat tinggal, permintaan domestik akan
komoditas ini meningkat pesat sehingga menutupi
penurunan dari hasil ekspor. Hal ini dikonfirmasi melalui
liaison pada pelaku usaha terkait.
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
27
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
0
2
4
6
8
10
-2
0
2
4 %, SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
%, YOY
Grafik 1.69 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Konstruksi
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.68Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20153.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikrodan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
III - 2015 IV - 2015III - 2015 IV - 2015
Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBesar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI KARET
INDUSTRI FURNITUR
-30 -20 -10 0 10 20 30
Industri lainnya yang juga mengalami perbaikan kinerja
produksi adalah industri bahan kimia dan barang-
barang dari bahan kimia, walaupun bukan termasuk
industri utama di Jawa Tengah. Industri kimia
merupakan salah satu industri dengan konten impor
tinggi. Pada triwulan II dan III di mana terjadi penguatan
nilai Dolar AS, produksi pada industri ini mengalami
kontraksi. Pada triwulan laporan, seiring dengan
menguatnya nilai tukar Rupiah, industri kimia
mengalami pertumbuhan 3,5% (yoy) setelah turun
5,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
produksi juga ditunjukkan oleh meningkatnya impor
bahan kimia sebagaimana yang telah disebut
sebelumnya.
Di sisi lain, produksi industri pengolahan tembakau
mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan
produksi industri tersebut tumbuh 7,73% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,67% (yoy). Salah satu penghambat
kinerja industri ini adalah naiknya cukai rokok.
Kenaikan cukai ini menambah beban biaya sehingga
harus ditransmisikan pada kenaikan harga rokok yang
pada akhirnya dapat berpengaruh pada tingkat
permintaan.
Sementara itu, produksi industri tekstil juga mengalami
perlambatan dari tingkat pertumbuhan 8,58% (yoy)
pada triwulan lalu, menjadi 6,40% (yoy) pada triwulan
laporan. Sedangkan pertumbuhan produksi industri
pakaian jadi mengalami perbaikan dari 8,93% (yoy)
menjadi 17,56% (yoy). Hasil ekspor untuk kedua
komoditas tersebut (S ITC kode 65 dan 84)
menunjukkan perlambatan, walaupun masih
mencatatkan pertumbuhan positif, yaitu dari 7,88%
(yoy) menjadi 4,22% (yoy). Berdasarkan hasil liaison,
salah satu tantangan dalam ekspor komoditas tekstil
adalah ketersediaan barang yang melimpah di pasar
global yang disertai dengan ketatnya persaingan.
Sedangkan untuk produk garmen atau pakaian jadi,
dari hasil liaison, didapatkan informasi bahwa terdapat
peningkatan penjualan untuk produk fashion yang
bukan merupakan produksi masal.
Berbeda dengan industri skala besar dan sedang, pada
industri skala mikro dan kecil perlambatan berasal dari
industri makanan dan minuman, serta kayu dan barang
dari kayu. Sementara itu, industri pengolahan
tembakau mengalami perbaikan.
Seiring dengan melemahnya perekonomian domestik
dan global, khususnya pada triwulan I sampai III, kinerja
industri pengolahan secara keseluruhan tahun 2015
mengalami perlambatan. Bersamaan dengan itu,
penguatan nilai Dolar AS yang terjadi pada triwulan II
dan III juga menghambat kinerja industri pengolahan
lebih jauh, dikarenakan tingginya konten impor. Pada
tahun 2015 lapangan usaha ini tumbuh
4,6% (yoy), melambat dari pertumbuhan 6,6%
(yoy) pada tahun sebelumnya.
1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat
menjadi 7,4% (yoy) pada triwulan IV, lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan III yang sebesar
7,1% (yoy). Perbaikan kinerja ini juga sejalan dengan
hasil SKDU, SBT kegiatan usaha konstruksi triwulan
laporan tercatat meningkat, menjadi 1,49%, dari
0,99% pada triwulan yang lalu.
Meningkatnya aktivitas pembangunan tercermin dari
pertumbuhan konsumsi semen yang meningkat pesat
pada triwulan laporan, yaitu menjadi 9,18% (yoy), dari
pertumbuhan triwulan III yang sebesar 4,84% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi terutama bersumber dari realisasi proyek
infrastruktur pemerintah. Pada tahun 2015 ini,
infrastruktur menjadi salah satu fokus utama
pemerintah. Beberapa proyek infrastruktur besar yang
dilaksanakan di Jawa Tengah antara lain pembangunan
jalan tol, revitalisasi pelabuhan Tanjung Mas,
pembangunan PLTU, dan beberapa infrastruktur
pertanian seperti waduk dan irigasi.
Selain proyek-proyek besar seperti di atas, pada tahun
ini Pemerintah juga menyalurkan dana desa yang juga
menjadi sumber pertumbuhan konstruksi. Berdasarkan
hasil focused group discussion dengan pihak terkait,
dana desa utamanya (±95%) digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan jalan
atau pembangunan infrastruktur pertanian.
Berdasarkan pencatatan 8 Januari 2016, realisasi dana
desa 2015 tercatat 95,57%.
Namun demikian, peningkatan pertumbuhan tidak
tampak pada penyaluran kredit perbankan untuk
lapangan usaha ini. Walaupun masih berada di level
yang tinggi, kredit perbankan pada lapangan usaha
konstruksi melambat pada tingkat 14,35% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan 20,47% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
terdapat sumber lain dalam pendanaan proyek-proyek
konstruksi, seperti modal asing, dan anggaran
pemerintah.
Walaupun pertumbuhan kredit konstruksi mengalami
perlambatan, kualitas kredit tersebut mengalami
perbaikan. Rasio NPL kredit konstruksi turun dari
2,80% pada triwulan III menjadi 2,54% pada triwulan
IV. Kualitas kredit yang meningkat ini menggambarkan
membaiknya kinerja dari proyek pembangunan yang
didanai.
28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
29
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
0
2
4
6
8
10
-2
0
2
4 %, SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
%, YOY
Grafik 1.69 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Konstruksi
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.68Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20153.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikrodan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
III - 2015 IV - 2015III - 2015 IV - 2015
Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBesar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI KARET
INDUSTRI FURNITUR
-30 -20 -10 0 10 20 30
Industri lainnya yang juga mengalami perbaikan kinerja
produksi adalah industri bahan kimia dan barang-
barang dari bahan kimia, walaupun bukan termasuk
industri utama di Jawa Tengah. Industri kimia
merupakan salah satu industri dengan konten impor
tinggi. Pada triwulan II dan III di mana terjadi penguatan
nilai Dolar AS, produksi pada industri ini mengalami
kontraksi. Pada triwulan laporan, seiring dengan
menguatnya nilai tukar Rupiah, industri kimia
mengalami pertumbuhan 3,5% (yoy) setelah turun
5,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
produksi juga ditunjukkan oleh meningkatnya impor
bahan kimia sebagaimana yang telah disebut
sebelumnya.
Di sisi lain, produksi industri pengolahan tembakau
mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan
produksi industri tersebut tumbuh 7,73% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,67% (yoy). Salah satu penghambat
kinerja industri ini adalah naiknya cukai rokok.
Kenaikan cukai ini menambah beban biaya sehingga
harus ditransmisikan pada kenaikan harga rokok yang
pada akhirnya dapat berpengaruh pada tingkat
permintaan.
Sementara itu, produksi industri tekstil juga mengalami
perlambatan dari tingkat pertumbuhan 8,58% (yoy)
pada triwulan lalu, menjadi 6,40% (yoy) pada triwulan
laporan. Sedangkan pertumbuhan produksi industri
pakaian jadi mengalami perbaikan dari 8,93% (yoy)
menjadi 17,56% (yoy). Hasil ekspor untuk kedua
komoditas tersebut (S ITC kode 65 dan 84)
menunjukkan perlambatan, walaupun masih
mencatatkan pertumbuhan positif, yaitu dari 7,88%
(yoy) menjadi 4,22% (yoy). Berdasarkan hasil liaison,
salah satu tantangan dalam ekspor komoditas tekstil
adalah ketersediaan barang yang melimpah di pasar
global yang disertai dengan ketatnya persaingan.
Sedangkan untuk produk garmen atau pakaian jadi,
dari hasil liaison, didapatkan informasi bahwa terdapat
peningkatan penjualan untuk produk fashion yang
bukan merupakan produksi masal.
Berbeda dengan industri skala besar dan sedang, pada
industri skala mikro dan kecil perlambatan berasal dari
industri makanan dan minuman, serta kayu dan barang
dari kayu. Sementara itu, industri pengolahan
tembakau mengalami perbaikan.
Seiring dengan melemahnya perekonomian domestik
dan global, khususnya pada triwulan I sampai III, kinerja
industri pengolahan secara keseluruhan tahun 2015
mengalami perlambatan. Bersamaan dengan itu,
penguatan nilai Dolar AS yang terjadi pada triwulan II
dan III juga menghambat kinerja industri pengolahan
lebih jauh, dikarenakan tingginya konten impor. Pada
tahun 2015 lapangan usaha ini tumbuh
4,6% (yoy), melambat dari pertumbuhan 6,6%
(yoy) pada tahun sebelumnya.
1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat
menjadi 7,4% (yoy) pada triwulan IV, lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan III yang sebesar
7,1% (yoy). Perbaikan kinerja ini juga sejalan dengan
hasil SKDU, SBT kegiatan usaha konstruksi triwulan
laporan tercatat meningkat, menjadi 1,49%, dari
0,99% pada triwulan yang lalu.
Meningkatnya aktivitas pembangunan tercermin dari
pertumbuhan konsumsi semen yang meningkat pesat
pada triwulan laporan, yaitu menjadi 9,18% (yoy), dari
pertumbuhan triwulan III yang sebesar 4,84% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi terutama bersumber dari realisasi proyek
infrastruktur pemerintah. Pada tahun 2015 ini,
infrastruktur menjadi salah satu fokus utama
pemerintah. Beberapa proyek infrastruktur besar yang
dilaksanakan di Jawa Tengah antara lain pembangunan
jalan tol, revitalisasi pelabuhan Tanjung Mas,
pembangunan PLTU, dan beberapa infrastruktur
pertanian seperti waduk dan irigasi.
Selain proyek-proyek besar seperti di atas, pada tahun
ini Pemerintah juga menyalurkan dana desa yang juga
menjadi sumber pertumbuhan konstruksi. Berdasarkan
hasil focused group discussion dengan pihak terkait,
dana desa utamanya (±95%) digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan jalan
atau pembangunan infrastruktur pertanian.
Berdasarkan pencatatan 8 Januari 2016, realisasi dana
desa 2015 tercatat 95,57%.
Namun demikian, peningkatan pertumbuhan tidak
tampak pada penyaluran kredit perbankan untuk
lapangan usaha ini. Walaupun masih berada di level
yang tinggi, kredit perbankan pada lapangan usaha
konstruksi melambat pada tingkat 14,35% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan 20,47% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
terdapat sumber lain dalam pendanaan proyek-proyek
konstruksi, seperti modal asing, dan anggaran
pemerintah.
Walaupun pertumbuhan kredit konstruksi mengalami
perlambatan, kualitas kredit tersebut mengalami
perbaikan. Rasio NPL kredit konstruksi turun dari
2,80% pada triwulan III menjadi 2,54% pada triwulan
IV. Kualitas kredit yang meningkat ini menggambarkan
membaiknya kinerja dari proyek pembangunan yang
didanai.
28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
29
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
2.400
2.200
2.000
1.800
1.600
1.200
1.000
800
Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah
PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN
%, YOYRIBU TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen
IV
16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4
%, YOY
Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
NPL KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT KONSTRUKSI
%
0
1
1
2
2
3
3
4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Pada sisi swasta, salah satu penyumbang pertumbuhan
lapangan usaha konstruksi adalah pembangunan
rumah tinggal. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti
Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia,
pada triwulan laporan terdapat 472 rumah yang
sedang dibangun, angka ini lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 457 rumah.
Namun, jumlah pembangunan ini tidak setinggi
periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai 901 rumah.
Pada triwulan ini, meningkatnya pembangunan rumah
baru berasal dari rumah dengan tipe kecil, yaitu dari
214 unit menjadi 250 unit . Sementara i tu,
pembangunan rumah untuk tipe besar juga mengalami
peningkatan walaupun dengan level lebih moderat
dibandingkan rumah tipe kecil, yaitu dari 70 unit
menjadi 72 unit. Sebaliknya, pembangunan rumah tipe
menengah justru mengalami penurunan menjadi 150
unit dari 173 unit.
Berdasarkan hasil kegiatan liaison diperoleh informasi
bahwa salah satu program yang mendorong
pertumbuhan konstruksi tempat tinggal adalah
program pembangunan satu juta rumah dari
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk fokus
pada pembangunan infrastruktur pada tahun ini,
pertumbuhan kinerja lapangan usaha konstruksi
mengalami peningkatan dari 4,4% (yoy) pada tahun
2014 menjadi 6,0% (yoy) pada tahun 2015.
UNIT
TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR
I II III IV I II2014 2015
III
Grafik 1.72 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)
IV
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Grafik 1.73Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20153.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
SUPLEMEN I
Provinsi Jawa Tengah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sejarah perkembangan perkeretaapian
di Indonesia. Sejarah berawal dari pembangunan jalan
Kereta Api (KA) pertama di desa Kemijen, Jawa Tengah,
pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den
Beele. Pembangunan jalan kereta api tersebut
diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang
dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa
Tanggung (26 Km).
Pembangunan jalan kereta api terus dilakukan sejak saat
itu, sehingga pada tanggal 10 Februari 1870 terdapat
jalan kereta yang dapat menghubungkan kota Semarang
- Surakarta sepanjang 110 km. Keberhasilan tersebut
mendorong minat para investor lain untuk membangun
jalan KA di berbagai daerah lainnya sehingga
menyebabkan pertumbuhan panjang jalan rel KA antara
1864 - 1900 meningkat dengan pesat. Panjang rel KA
pada tahun 1867 tercatat sepanjang 25 Km, sementara 3
tahun kemudian meningkat menjadi 110 Km, pada
tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi
1.427 km, dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km
(Sumber: Situs PT Kereta Api Indonesia).
Saat ini, tidak seluruh rel kereta api yang telah dibangun
pada masa lalu aktif digunakan. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, mulai dari rel-rel yang rusak dan
hilang pascaperang kemerdekaan, maupun deaktivasi
rute karena dianggap kurang menguntungkan secara
ekonomis pada saat itu. Namun demikian, pertumbuhan
ekonomi yang terjadi hingga saat ini menyebabkan
kebutuhan akan tersedianya moda transportasi yang
lebih massal dan terintegrasi semakin tinggi.
Berkembangnya pusat-pusat perekonomian baru juga
membutuhkan adanya perluasan dari jangkauan kereta
api sebagai salah satu moda transportasi masal.
Dalam kaitannya sebagai moda transportas i ,
pemanfaatan kereta api sebagai wahana distribusi
barang (kargo) telah secara intensif digalakkan di
berbagai negara. Bahkan, beberapa negara maju telah
menyusun berbagai peraturan yang secara khusus
mendukung operasional kereta api dan membatasi
penggunaan truk untuk dipergunakan sebagai moda
transportasi kargo (Hyoung-Gi Kim, dkk. 2011,
“Efficiency of the modal shift and environmental policy
on the Korean railroad”).
Studi kali ini mencoba untuk menganalisis efisiensi biaya
penggunaan moda kereta api dalam mendukung
distribusi bahan pangan di Jawa Tengah. Namun
demikian, berdasarkan hasil Focus Group Discussion
(FGD) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah dengan beberapa pihak terkait, diperoleh
hasil bahwa pemanfaatan kereta api sebagai moda
distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini
masih belum efisien. FGD tersebut melibatkan berbagai
pihak yang terkait dengan sistem logistik Jawa Tengah
mulai dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait,
BUMN seperti PT KAI DAOP IV Semarang dan PT Pelindo
III Tanjung Mas serta Terminal Peti Kemas Semarang
(TPKS), hingga beberapa asosiasi terkait seperti Asosiasi
Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Berdasarkan
hasil FGD tersebut, diperoleh beberapa kendala yang
terdapat dalam pemanfaatan kereta api sebagai moda
distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini,
diantaranya:
PERANAN KERETA API DALAM SISTEM LOGISTIK PANGANJAWA TENGAH
1.
2.
Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya
transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder
ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.
Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,
demikian halnya untuk feeder menuju tempat
penjualan komoditas pangan/ternak.
30 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
2.400
2.200
2.000
1.800
1.600
1.200
1.000
800
Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah
PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN
%, YOYRIBU TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen
IV
16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4
%, YOY
Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV
NPL KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT KONSTRUKSI
%
0
1
1
2
2
3
3
4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Pada sisi swasta, salah satu penyumbang pertumbuhan
lapangan usaha konstruksi adalah pembangunan
rumah tinggal. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti
Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia,
pada triwulan laporan terdapat 472 rumah yang
sedang dibangun, angka ini lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 457 rumah.
Namun, jumlah pembangunan ini tidak setinggi
periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai 901 rumah.
Pada triwulan ini, meningkatnya pembangunan rumah
baru berasal dari rumah dengan tipe kecil, yaitu dari
214 unit menjadi 250 unit . Sementara i tu,
pembangunan rumah untuk tipe besar juga mengalami
peningkatan walaupun dengan level lebih moderat
dibandingkan rumah tipe kecil, yaitu dari 70 unit
menjadi 72 unit. Sebaliknya, pembangunan rumah tipe
menengah justru mengalami penurunan menjadi 150
unit dari 173 unit.
Berdasarkan hasil kegiatan liaison diperoleh informasi
bahwa salah satu program yang mendorong
pertumbuhan konstruksi tempat tinggal adalah
program pembangunan satu juta rumah dari
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk fokus
pada pembangunan infrastruktur pada tahun ini,
pertumbuhan kinerja lapangan usaha konstruksi
mengalami peningkatan dari 4,4% (yoy) pada tahun
2014 menjadi 6,0% (yoy) pada tahun 2015.
UNIT
TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR
I II III IV I II2014 2015
III
Grafik 1.72 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)
IV
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Grafik 1.73Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 - 2015
2011 2011 2011 2011
%, YOY
20153.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
SUPLEMEN I
Provinsi Jawa Tengah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sejarah perkembangan perkeretaapian
di Indonesia. Sejarah berawal dari pembangunan jalan
Kereta Api (KA) pertama di desa Kemijen, Jawa Tengah,
pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den
Beele. Pembangunan jalan kereta api tersebut
diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang
dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa
Tanggung (26 Km).
Pembangunan jalan kereta api terus dilakukan sejak saat
itu, sehingga pada tanggal 10 Februari 1870 terdapat
jalan kereta yang dapat menghubungkan kota Semarang
- Surakarta sepanjang 110 km. Keberhasilan tersebut
mendorong minat para investor lain untuk membangun
jalan KA di berbagai daerah lainnya sehingga
menyebabkan pertumbuhan panjang jalan rel KA antara
1864 - 1900 meningkat dengan pesat. Panjang rel KA
pada tahun 1867 tercatat sepanjang 25 Km, sementara 3
tahun kemudian meningkat menjadi 110 Km, pada
tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi
1.427 km, dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km
(Sumber: Situs PT Kereta Api Indonesia).
Saat ini, tidak seluruh rel kereta api yang telah dibangun
pada masa lalu aktif digunakan. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, mulai dari rel-rel yang rusak dan
hilang pascaperang kemerdekaan, maupun deaktivasi
rute karena dianggap kurang menguntungkan secara
ekonomis pada saat itu. Namun demikian, pertumbuhan
ekonomi yang terjadi hingga saat ini menyebabkan
kebutuhan akan tersedianya moda transportasi yang
lebih massal dan terintegrasi semakin tinggi.
Berkembangnya pusat-pusat perekonomian baru juga
membutuhkan adanya perluasan dari jangkauan kereta
api sebagai salah satu moda transportasi masal.
Dalam kaitannya sebagai moda transportas i ,
pemanfaatan kereta api sebagai wahana distribusi
barang (kargo) telah secara intensif digalakkan di
berbagai negara. Bahkan, beberapa negara maju telah
menyusun berbagai peraturan yang secara khusus
mendukung operasional kereta api dan membatasi
penggunaan truk untuk dipergunakan sebagai moda
transportasi kargo (Hyoung-Gi Kim, dkk. 2011,
“Efficiency of the modal shift and environmental policy
on the Korean railroad”).
Studi kali ini mencoba untuk menganalisis efisiensi biaya
penggunaan moda kereta api dalam mendukung
distribusi bahan pangan di Jawa Tengah. Namun
demikian, berdasarkan hasil Focus Group Discussion
(FGD) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Tengah dengan beberapa pihak terkait, diperoleh
hasil bahwa pemanfaatan kereta api sebagai moda
distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini
masih belum efisien. FGD tersebut melibatkan berbagai
pihak yang terkait dengan sistem logistik Jawa Tengah
mulai dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait,
BUMN seperti PT KAI DAOP IV Semarang dan PT Pelindo
III Tanjung Mas serta Terminal Peti Kemas Semarang
(TPKS), hingga beberapa asosiasi terkait seperti Asosiasi
Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Berdasarkan
hasil FGD tersebut, diperoleh beberapa kendala yang
terdapat dalam pemanfaatan kereta api sebagai moda
distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini,
diantaranya:
PERANAN KERETA API DALAM SISTEM LOGISTIK PANGANJAWA TENGAH
1.
2.
Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya
transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder
ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.
Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,
demikian halnya untuk feeder menuju tempat
penjualan komoditas pangan/ternak.
30 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Untuk mengonfirmasi hasil FGD tersebut, dalam studi
kali ini akan disusun suatu simulasi pemodelan jaringan
transportasi perdagangan beras antar daerah dari Jawa
Tengah dengan menggunakan mode transportasi truk
dan kereta api. Studi kasus yang dipilih dalam studi kali
ini adalah distribusi beras dari 5 sentra beras utama di
Jawa Tengah menuju DKI Jakarta sebagai salah satu
tujuan ekspor antardaerah beras utama. Model disusun
dengan menggunakan algoritma rute terpendek
(shortest route) dalam menentukan solusi optimal dari
model distribusi beras Jawa Tengah menuju DKI Jakarta.
Model rute terpendek adalah suatu model matematis
dari kasus jaringan yang dapat digunakan untuk
menentukan jarak terpendek dari berbagai pilihan rute
yang tersedia. Dalam penerapannya di berbagai kasus
jaringan maupun transportasi yang ada, istilah rute tidak
harus selalu terkait dengan jarak. Istilah “jarak” tersebut
dapat diganti dengan biaya ataupun waktu. Pada studi
kasus kali ini istilah “jarak” diganti dengan biaya
transportasi, sesuai dengan tujuan awal penulisan yakni
menganalisis efisiensi biaya transportasi moda kereta api
dalam mendukung distribusi bahan pangan di Jawa
Tengah.
Berikut merupakan representasi dari jaringan distribusi
beras Jawa Tengah dari lima sentra beras utama Jawa
Tengah yakni Cilacap, Brebes, Demak, Grobogan, dan
Sragen:
1. JAK : DKI Jakarta
2. BRE : Kabupaten Brebes
3. CIL : Kabupaten Cilacap
4. DEM : Kabupaten Demak
5. GRO : Kabupaten Demak
6. SRA : Kabupaten Sragen
7. St. JAK : Stasiun Kereta Api DKI Jakarta
8. St. BRE : Stasiun Brebes
9. St. SRA : Stasiun Sragen
10. St. SEM : Stasiun Semarang
11. : Jalur Transportasi Truk
12. - - - - - - - : Jalur Rel Kereta Api
Gambar 1. Diagram Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta
SUPLEMEN I
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan untuk
memecahkan pemodelan shortest path tersebut,
diperoleh suatu solusi optimal pemilihan rute distribusi
pengiriman beras dari Jawa Tengah menuju DKI Jakarta
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Biaya transportasi yang digunakan merupakan biaya
transportasi bahan pangan per kilogram.
Sentra penghasil beras tidak ada yang berada di
sekitar stasiun kereta api, sehingga diperlukan biaya
angkut dalam kota dari sentra beras menuju stasiun
kereta api.
Tujuan distribusi yang terletak di DKI Jakarta tidak
terletak di sekitar stasiun kereta api, sehingga masih
diperlukan biaya angkut dari stasiun kereta api
menuju tempat penampungan beras.
Biaya transportasi dengan menggunakan moda
kereta api dihitung dengan mengasumsikan bahwa
kapasitas angkut kereta api digunakan sepenuhnya
(kereta dalam kondisi penuh).
Muatan kereta dari dan ke Jawa Tengah harus selalu
terisi, sehingga biaya transportasi dapat menjadi
minimal.
Biaya bongkar muat tidak signifikan.
Sementara itu, berdasarkan hasil FGD serta analisis
pemodelan matematis pada bagian sebelumnya
diperoleh beberapa pengembangan yang perlu
dilakukan agar kereta api menjadi efisien untuk
pengiriman bahan pangan. Beberapa pengembangan
tersebut diantaranya:
Biaya transportasi antar titik merupakan biaya
transportasi per kilogram, dan dihitung dengan
menggunakan data yang berasal dari Organda serta PT
KAI DAOP 4 Semarang. Adapun beberapa asumsi yang
digunakan dalam pemodelan tersebut adalah sebagai
berikut: Gambar 2. Solusi Permasalahan Rute Terpendek Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta
+
+
Rute dengan panah berwarna hijau merupakan
solusi optimal (rute dengan biaya paling kecil).
Garis yang terputus-putus merupakan jalur rel
kereta api.
Keterangan:
Dengan memperhatikan hasil dari pemodelan
tersebut, diperoleh beberapa hasil sebagai berikut:
1.
2.
3.
Moda transportasi dengan menggunakan
kereta api lebih efisien untuk digunakan dalam
mengangkut barang/bahan pangan dengan
jarak yang jauh.
Moda transportasi truk cenderung lebih efisien
digunakan untuk jarak dekat atau sedang.
Biaya transportasi dalam kota dari sentra
pangan menuju stasiun kereta api merupakan
komponen biaya yang cukup besar, sehingga
cenderung mengakibatkan biaya transportasi
dengan menggunakan kereta api menjadi tidak
efisien.
1.
2.
3.
Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya
transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder
ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.
Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,
demikian halnya untuk feeder menuju tempat
penjualan komoditas pangan/ternak.
Terdapat biaya tambahan untuk melakukan bongkar
muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api,
sementara infrastruktur untuk melakukan bongkar
muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api
juga masih belum memadai.
1.
2.
3.
Penyediaan feeder untuk membawa hasil panen
bahan pangan dari sentra produksi menuju stasiun
kereta api.
Pengaturan jadwal panen yang disesuaikan dengan
kapasitas angkut kereta api, sehingga kereta tidak
kelebihan muatan ataupun kosong di waktu-waktu
tertentu.
Penyediaan infrastruktur pengangkutan bahan
ternak, seperti fasilitas karantina maupun cold storage
untuk mengangkut bahan pangan yang mudah rusak
seperti cabai ataupun daging potong.
32 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 33PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Untuk mengonfirmasi hasil FGD tersebut, dalam studi
kali ini akan disusun suatu simulasi pemodelan jaringan
transportasi perdagangan beras antar daerah dari Jawa
Tengah dengan menggunakan mode transportasi truk
dan kereta api. Studi kasus yang dipilih dalam studi kali
ini adalah distribusi beras dari 5 sentra beras utama di
Jawa Tengah menuju DKI Jakarta sebagai salah satu
tujuan ekspor antardaerah beras utama. Model disusun
dengan menggunakan algoritma rute terpendek
(shortest route) dalam menentukan solusi optimal dari
model distribusi beras Jawa Tengah menuju DKI Jakarta.
Model rute terpendek adalah suatu model matematis
dari kasus jaringan yang dapat digunakan untuk
menentukan jarak terpendek dari berbagai pilihan rute
yang tersedia. Dalam penerapannya di berbagai kasus
jaringan maupun transportasi yang ada, istilah rute tidak
harus selalu terkait dengan jarak. Istilah “jarak” tersebut
dapat diganti dengan biaya ataupun waktu. Pada studi
kasus kali ini istilah “jarak” diganti dengan biaya
transportasi, sesuai dengan tujuan awal penulisan yakni
menganalisis efisiensi biaya transportasi moda kereta api
dalam mendukung distribusi bahan pangan di Jawa
Tengah.
Berikut merupakan representasi dari jaringan distribusi
beras Jawa Tengah dari lima sentra beras utama Jawa
Tengah yakni Cilacap, Brebes, Demak, Grobogan, dan
Sragen:
1. JAK : DKI Jakarta
2. BRE : Kabupaten Brebes
3. CIL : Kabupaten Cilacap
4. DEM : Kabupaten Demak
5. GRO : Kabupaten Demak
6. SRA : Kabupaten Sragen
7. St. JAK : Stasiun Kereta Api DKI Jakarta
8. St. BRE : Stasiun Brebes
9. St. SRA : Stasiun Sragen
10. St. SEM : Stasiun Semarang
11. : Jalur Transportasi Truk
12. - - - - - - - : Jalur Rel Kereta Api
Gambar 1. Diagram Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta
SUPLEMEN I
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan untuk
memecahkan pemodelan shortest path tersebut,
diperoleh suatu solusi optimal pemilihan rute distribusi
pengiriman beras dari Jawa Tengah menuju DKI Jakarta
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Biaya transportasi yang digunakan merupakan biaya
transportasi bahan pangan per kilogram.
Sentra penghasil beras tidak ada yang berada di
sekitar stasiun kereta api, sehingga diperlukan biaya
angkut dalam kota dari sentra beras menuju stasiun
kereta api.
Tujuan distribusi yang terletak di DKI Jakarta tidak
terletak di sekitar stasiun kereta api, sehingga masih
diperlukan biaya angkut dari stasiun kereta api
menuju tempat penampungan beras.
Biaya transportasi dengan menggunakan moda
kereta api dihitung dengan mengasumsikan bahwa
kapasitas angkut kereta api digunakan sepenuhnya
(kereta dalam kondisi penuh).
Muatan kereta dari dan ke Jawa Tengah harus selalu
terisi, sehingga biaya transportasi dapat menjadi
minimal.
Biaya bongkar muat tidak signifikan.
Sementara itu, berdasarkan hasil FGD serta analisis
pemodelan matematis pada bagian sebelumnya
diperoleh beberapa pengembangan yang perlu
dilakukan agar kereta api menjadi efisien untuk
pengiriman bahan pangan. Beberapa pengembangan
tersebut diantaranya:
Biaya transportasi antar titik merupakan biaya
transportasi per kilogram, dan dihitung dengan
menggunakan data yang berasal dari Organda serta PT
KAI DAOP 4 Semarang. Adapun beberapa asumsi yang
digunakan dalam pemodelan tersebut adalah sebagai
berikut: Gambar 2. Solusi Permasalahan Rute Terpendek Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta
+
+
Rute dengan panah berwarna hijau merupakan
solusi optimal (rute dengan biaya paling kecil).
Garis yang terputus-putus merupakan jalur rel
kereta api.
Keterangan:
Dengan memperhatikan hasil dari pemodelan
tersebut, diperoleh beberapa hasil sebagai berikut:
1.
2.
3.
Moda transportasi dengan menggunakan
kereta api lebih efisien untuk digunakan dalam
mengangkut barang/bahan pangan dengan
jarak yang jauh.
Moda transportasi truk cenderung lebih efisien
digunakan untuk jarak dekat atau sedang.
Biaya transportasi dalam kota dari sentra
pangan menuju stasiun kereta api merupakan
komponen biaya yang cukup besar, sehingga
cenderung mengakibatkan biaya transportasi
dengan menggunakan kereta api menjadi tidak
efisien.
1.
2.
3.
Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya
transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder
ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.
Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,
demikian halnya untuk feeder menuju tempat
penjualan komoditas pangan/ternak.
Terdapat biaya tambahan untuk melakukan bongkar
muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api,
sementara infrastruktur untuk melakukan bongkar
muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api
juga masih belum memadai.
1.
2.
3.
Penyediaan feeder untuk membawa hasil panen
bahan pangan dari sentra produksi menuju stasiun
kereta api.
Pengaturan jadwal panen yang disesuaikan dengan
kapasitas angkut kereta api, sehingga kereta tidak
kelebihan muatan ataupun kosong di waktu-waktu
tertentu.
Penyediaan infrastruktur pengangkutan bahan
ternak, seperti fasilitas karantina maupun cold storage
untuk mengangkut bahan pangan yang mudah rusak
seperti cabai ataupun daging potong.
32 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 33PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Secara umum, pemanfaatan kereta api sebagai moda
transportasi bahan pangan memiliki potensi yang besar
untuk dapat dilaksanakan dalam rangka menghemat
biaya transportasi, namun untuk saat ini terbilang masih
belum cukup efisien serta memiliki beberapa hambatan.
Namun demikian, apabila kapasitas produksi pangan
sudah semakin besar dan frekuensi distribusi semakin
tinggi, pemanfaatan kereta api sebagai moda
transportasi bahan pangan dapat menjadi salah satu
solusi yang efektif dan juga efisien.
4. Penyediaan sistem informasi kereta api yang dapat
menginformasikan jadwal perjalanan kereta api dan
kapasitas yang tersedia. Dengan demikian,
dimungkinkan kapasitas kereta api akan penuh baik
untuk perjalanan dari sentra produksi ke konsumen
maupun sebaliknya.
SUPLEMEN IIIMPLEMENTASI MODERN FARMING
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN
Kegiatan konsolidasi lahan berhasil dilaksanakan dan
d i t e m p u h d e n g a n c a r a m e n g h i l a n g k a n
pematang/pembatas petak sawah sehingga ukuran
petak menjadi lebih luas yaitu sekitar 3 s.d. 4 Ha per
petak, dari semula hanya sebesar 0,4 Ha/petak.
Sementara itu, upaya yang dilakukan untuk penguatan
kelembagaan adalah pembentukan Unit Penyewaan Jasa
Alsintan (UPJA) “Bagyo Mulyo” yang merupakan salah
satu unit dalam struktur kepengurusan Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mandiri. Saat ini UPJA
Bagyo Mulyo baru fokus pada kegiatan penyewaan jasa
alsintan kepada para anggota, dan pembuatan pupuk
organik dengan memanfaatkan sapi, rumah kompos,
dan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) bantuan
dari Kementerian Pertanian.
Pilot Project implementasi modern farming di Desa
Dalangan yang dikelola oleh UPJA Bagyo Mulyo telah
member ikan dampak yang pos i t i f te rhadap
pengembangan usaha pertanian padi di daerah tersebut.
Tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan teknologi
terbaru di sektor pertanian yaitu peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha pertanian yang mulai
dirasakan oleh para petani di kelompok tersebut.
Produktivitas hasil panen padi mengalami peningkatan
sekitar 1,4 ton per hektar, atau naik sekitar 19% dari
rata-rata 7,3 ton/Ha menjadi 8,7 ton/Ha. Efisiensi juga
Seiring dengan adanya kemajuan teknologi di berbagai
bidang, sektor pertanian saat ini sudah mulai
mengimplementasikan penggunaan teknologi terbaru
dalam kegiatan operasionalnya, yang sering disebut
dengan istilah modern farming. Pengembangan modern
farming menitikberatkan pada segi peningkatan
produktivitas dan efisiensi. Secara umum, modern
farming yang dahulu lebih dikenal sebagai corporate
farming merupakan salah satu upaya pengembangan
sistem pertanian dengan menerapkan cara panggarapan
lahan yang relatif luas secara bersama-sama dalam satu
sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan/korporasi,
koperasi, kelompok tani atau gabungan kelompok tani.
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah di
Provinsi Jawa Tengah yang menjadi pilot project
pengembangan modern farming oleh Kementerian
Pertanian. Pilot project tersebut mulai dilaksanakan sejak
bulan Desember 2014 di Desa Dalangan, Kecamatan
Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo dengan luas lahan
170 Ha dan jumlah petani anggota sebanyak 293 orang.
Implementasi modern farming di desa tersebut
menggunakan konsep corporate farming dengan
kegiatan sebagai berikut:
-
-
-
-
-
-
-
Konsolidasi lahan.
Pemakaian alat dan mesin pertanian (alsintan) mulai
dari mengolah tanah sampai dengan memanen.
Penguatan kelembagaan.
Kelengkapan administrasi.
Pembuatan areal dapog (rancangan pesemaian
khusus dengan menggunakan mesin penanam
padi/rice transplanter).
Pembuatan regu pengendalian OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman).
Pembuatan pupuk organik.
PERSEWAAN TRAKTOR
PENJUALAN BENIH
PERSEWAAN(RICE TRANSPLANTER)
PERSEWAAN MESIN PENEN(COMBINE HARVESTER)
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
Gambar 1. Jenis Usaha UPJA Bagyo Mulyo Gapoktan Tani Mandiri,Ds. Dalangan, Kec. Tawangsari, Kab. Sukoharjo
34 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 35PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Secara umum, pemanfaatan kereta api sebagai moda
transportasi bahan pangan memiliki potensi yang besar
untuk dapat dilaksanakan dalam rangka menghemat
biaya transportasi, namun untuk saat ini terbilang masih
belum cukup efisien serta memiliki beberapa hambatan.
Namun demikian, apabila kapasitas produksi pangan
sudah semakin besar dan frekuensi distribusi semakin
tinggi, pemanfaatan kereta api sebagai moda
transportasi bahan pangan dapat menjadi salah satu
solusi yang efektif dan juga efisien.
4. Penyediaan sistem informasi kereta api yang dapat
menginformasikan jadwal perjalanan kereta api dan
kapasitas yang tersedia. Dengan demikian,
dimungkinkan kapasitas kereta api akan penuh baik
untuk perjalanan dari sentra produksi ke konsumen
maupun sebaliknya.
SUPLEMEN IIIMPLEMENTASI MODERN FARMING
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN
Kegiatan konsolidasi lahan berhasil dilaksanakan dan
d i t e m p u h d e n g a n c a r a m e n g h i l a n g k a n
pematang/pembatas petak sawah sehingga ukuran
petak menjadi lebih luas yaitu sekitar 3 s.d. 4 Ha per
petak, dari semula hanya sebesar 0,4 Ha/petak.
Sementara itu, upaya yang dilakukan untuk penguatan
kelembagaan adalah pembentukan Unit Penyewaan Jasa
Alsintan (UPJA) “Bagyo Mulyo” yang merupakan salah
satu unit dalam struktur kepengurusan Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mandiri. Saat ini UPJA
Bagyo Mulyo baru fokus pada kegiatan penyewaan jasa
alsintan kepada para anggota, dan pembuatan pupuk
organik dengan memanfaatkan sapi, rumah kompos,
dan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) bantuan
dari Kementerian Pertanian.
Pilot Project implementasi modern farming di Desa
Dalangan yang dikelola oleh UPJA Bagyo Mulyo telah
member ikan dampak yang pos i t i f te rhadap
pengembangan usaha pertanian padi di daerah tersebut.
Tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan teknologi
terbaru di sektor pertanian yaitu peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha pertanian yang mulai
dirasakan oleh para petani di kelompok tersebut.
Produktivitas hasil panen padi mengalami peningkatan
sekitar 1,4 ton per hektar, atau naik sekitar 19% dari
rata-rata 7,3 ton/Ha menjadi 8,7 ton/Ha. Efisiensi juga
Seiring dengan adanya kemajuan teknologi di berbagai
bidang, sektor pertanian saat ini sudah mulai
mengimplementasikan penggunaan teknologi terbaru
dalam kegiatan operasionalnya, yang sering disebut
dengan istilah modern farming. Pengembangan modern
farming menitikberatkan pada segi peningkatan
produktivitas dan efisiensi. Secara umum, modern
farming yang dahulu lebih dikenal sebagai corporate
farming merupakan salah satu upaya pengembangan
sistem pertanian dengan menerapkan cara panggarapan
lahan yang relatif luas secara bersama-sama dalam satu
sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan/korporasi,
koperasi, kelompok tani atau gabungan kelompok tani.
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah di
Provinsi Jawa Tengah yang menjadi pilot project
pengembangan modern farming oleh Kementerian
Pertanian. Pilot project tersebut mulai dilaksanakan sejak
bulan Desember 2014 di Desa Dalangan, Kecamatan
Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo dengan luas lahan
170 Ha dan jumlah petani anggota sebanyak 293 orang.
Implementasi modern farming di desa tersebut
menggunakan konsep corporate farming dengan
kegiatan sebagai berikut:
-
-
-
-
-
-
-
Konsolidasi lahan.
Pemakaian alat dan mesin pertanian (alsintan) mulai
dari mengolah tanah sampai dengan memanen.
Penguatan kelembagaan.
Kelengkapan administrasi.
Pembuatan areal dapog (rancangan pesemaian
khusus dengan menggunakan mesin penanam
padi/rice transplanter).
Pembuatan regu pengendalian OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman).
Pembuatan pupuk organik.
PERSEWAAN TRAKTOR
PENJUALAN BENIH
PERSEWAAN(RICE TRANSPLANTER)
PERSEWAAN MESIN PENEN(COMBINE HARVESTER)
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
Gambar 1. Jenis Usaha UPJA Bagyo Mulyo Gapoktan Tani Mandiri,Ds. Dalangan, Kec. Tawangsari, Kab. Sukoharjo
34 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 35PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
meningkat yang tercermin dari penurunan biaya
produksi sekitar 7% hingga mencapai Rp750.000,00/Ha
dari biaya semula sebesar Rp11 juta/Ha. Pengurangan
biaya terutama bersumber dari komponen biaya
pengolahan tanah yang berkurang karena petani tidak
perlu mengeluarkan biaya perbaikan pematang.
Namun demikian, dalam perkembangannya hingga saat
ini masih terdapat beberapa kendala. Kondisi permukaan
lahan/petak besar yang miring membuat aliran air
menjadi tidak merata di hamparan seluas 3 s.d. 4 Ha.
Untuk menjaga agar pasokan air di seluruh sisi petak
tetap merata, maka para petani kembali membuat
pematang dengan ukuran yang lebih kecil sehingga
terbentuk petak sawah berukuran yang lebih kecil (0,4
Ha). Selain permasalahan tersebut, keterbatasan modal
yang dimiliki UPJA saat ini juga menghambat UPJA untuk
dapat mengambil alih seluruh kegiatan usaha dari petani
anggotanya sebagaimana konsep corporate farming
yang ideal. Usaha penyewaan Alsintan oleh UPJA juga
belum maksimal terutama penggunaan mesin penanam
padi (rice transplanter) karena kepemilikan sarana
pendukungnya yaitu alat pembuat pesemaian (dapog)
jumlahnya belum seimbang dengan kebutuhan.
a.
b.
c.
Pendampingan manajerial usaha pada pengelola UPJA
dan fasilitasi akses permodalan untuk memperkuat
modal UPJA sehingga dapat mengelola kegiatan
usaha tani anggotanya secara menyeluruh dari proses
produksi hingga pasca panen padi.
Konsolidasi lahan dengan memperhatikan kemiringan
permukaan petak agar pasokan air irigasi tetap terjaga
dan merata di seluruh sisi petak.
Fasilitasi dari instansi-instansi terkait antara lain berupa
pemberian bantuan alsintan agar proses mekanisasi
pertanian dapat berjalan secara lebih optimal.
Mempertimbangkan adanya manfaat yang besar
dengan adanya penerapan modern farming dalam usaha
pertanian terutama untuk peningkatan produktivitas
dan efisiensi biaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya
agar kendala yang dihadapi dapat teratasi, antara lain
melalui langkah berikut :
SUPLEMEN II
dimana 4.336 pesantren atau 15,9 persennya berada di
Jawa Tengah. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa
Jawa Tengah memiliki potensi yang besar dalam
mengembangkan ekonomi daerah melalui kemandirian
ekonomi pondok Pesantren. Tidak hanya itu, selain dapat
memberikan kontribusi terhadap perekonomian melalui
peningkatan produksi barang dan jasa oleh Pesantren,
efek secara tidak langsung yang diterima masyarakat
sekitar Pesantren melalui perluasan lapangan pekerjaan
hingga perbaikan kondisi sosial masyarakat pun akan
memperkuat pentingnya kemandirian ekonomi Pondok
Pesantren di Jawa Tengah.
Dalam mendukung perkembangan kemandirian pondok
pesantren di Jawa Tengah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan
Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang
mengadakan kegiatan diskusi publik yang mengambil
topik “Pondok pesantren sebagai agen dan kunci
kesuksesan pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah” serta pelatihan “Pengenalan kewirausahaan
bagi pondok pesantren di Jawa Tengah” pada 2015.
Pelatihan pengenalan kewirausahaan diikuti oleh 68
peserta yang berasal dari 34 pondok pesantren yang
tersebar di Jawa Tengah. Pelatihan ini merupakan cikal
bakal dari pelaksanaan pilot project kemandirian
ekonomi pondok pesantren yang akan dilaksanakan
pada tahun 2016.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren
m e m a i n k a n p e r a n a n p e n t i n g d a l a m u s a h a
mengembangkan pendidikan dan perekonomian di
Indonesia. Sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua
di Indonesia, Pesantren hingga saat ini masih terus dapat
eksis dan berperan dalam upaya memberikan pendidikan
yang bermutu di Indonesia. Melihat perkembangannya
dari masa ke masa, terjadi pergeseran paradigma
pengembangan pondok pesantren di Indonesia.
Pesantren kini tidak hanya menghasilkan kyai, da’i, ahli
tafsir dan hadis serta pembaca kitab kuning, namun lebih
dari itu, dengan perantara jalur pendidikan mampu
m e n g h a s i l k a n s u m b e r d a y a m a n u s i a y a n g
berpengetahuan luas, menguasai segala bidang ilmu
pengetahuan dan mampu memberdayakan potensi
santri dan masyarakat. Tidak hanya itu, kini banyak
pesantren yang mulai mengembangkan unit-unit bisnis
dalam rangka meningkatkan kemandirian ekonomi
pesantren. Terdapat dua pola usaha yang biasa
dikembangkan oleh pondok pesantren yaitu pola dari,
oleh dan untuk komunitas pondok pesantren, pola
kedua yaitu selain melayani komunitas pondok
pesantren juga melayani masyarakat luas.
Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi dengan
populasi Pesantren terbesar di Indonesia. Menurut data
Kementerian Agama RI, hingga 2015, terdapat 27.290
pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia
PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAHMELALUI KEMANDIRIAN EKONOMI PONDOK PESANTREN
36 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 37PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN III
meningkat yang tercermin dari penurunan biaya
produksi sekitar 7% hingga mencapai Rp750.000,00/Ha
dari biaya semula sebesar Rp11 juta/Ha. Pengurangan
biaya terutama bersumber dari komponen biaya
pengolahan tanah yang berkurang karena petani tidak
perlu mengeluarkan biaya perbaikan pematang.
Namun demikian, dalam perkembangannya hingga saat
ini masih terdapat beberapa kendala. Kondisi permukaan
lahan/petak besar yang miring membuat aliran air
menjadi tidak merata di hamparan seluas 3 s.d. 4 Ha.
Untuk menjaga agar pasokan air di seluruh sisi petak
tetap merata, maka para petani kembali membuat
pematang dengan ukuran yang lebih kecil sehingga
terbentuk petak sawah berukuran yang lebih kecil (0,4
Ha). Selain permasalahan tersebut, keterbatasan modal
yang dimiliki UPJA saat ini juga menghambat UPJA untuk
dapat mengambil alih seluruh kegiatan usaha dari petani
anggotanya sebagaimana konsep corporate farming
yang ideal. Usaha penyewaan Alsintan oleh UPJA juga
belum maksimal terutama penggunaan mesin penanam
padi (rice transplanter) karena kepemilikan sarana
pendukungnya yaitu alat pembuat pesemaian (dapog)
jumlahnya belum seimbang dengan kebutuhan.
a.
b.
c.
Pendampingan manajerial usaha pada pengelola UPJA
dan fasilitasi akses permodalan untuk memperkuat
modal UPJA sehingga dapat mengelola kegiatan
usaha tani anggotanya secara menyeluruh dari proses
produksi hingga pasca panen padi.
Konsolidasi lahan dengan memperhatikan kemiringan
permukaan petak agar pasokan air irigasi tetap terjaga
dan merata di seluruh sisi petak.
Fasilitasi dari instansi-instansi terkait antara lain berupa
pemberian bantuan alsintan agar proses mekanisasi
pertanian dapat berjalan secara lebih optimal.
Mempertimbangkan adanya manfaat yang besar
dengan adanya penerapan modern farming dalam usaha
pertanian terutama untuk peningkatan produktivitas
dan efisiensi biaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya
agar kendala yang dihadapi dapat teratasi, antara lain
melalui langkah berikut :
SUPLEMEN II
dimana 4.336 pesantren atau 15,9 persennya berada di
Jawa Tengah. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa
Jawa Tengah memiliki potensi yang besar dalam
mengembangkan ekonomi daerah melalui kemandirian
ekonomi pondok Pesantren. Tidak hanya itu, selain dapat
memberikan kontribusi terhadap perekonomian melalui
peningkatan produksi barang dan jasa oleh Pesantren,
efek secara tidak langsung yang diterima masyarakat
sekitar Pesantren melalui perluasan lapangan pekerjaan
hingga perbaikan kondisi sosial masyarakat pun akan
memperkuat pentingnya kemandirian ekonomi Pondok
Pesantren di Jawa Tengah.
Dalam mendukung perkembangan kemandirian pondok
pesantren di Jawa Tengah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan
Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang
mengadakan kegiatan diskusi publik yang mengambil
topik “Pondok pesantren sebagai agen dan kunci
kesuksesan pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah” serta pelatihan “Pengenalan kewirausahaan
bagi pondok pesantren di Jawa Tengah” pada 2015.
Pelatihan pengenalan kewirausahaan diikuti oleh 68
peserta yang berasal dari 34 pondok pesantren yang
tersebar di Jawa Tengah. Pelatihan ini merupakan cikal
bakal dari pelaksanaan pilot project kemandirian
ekonomi pondok pesantren yang akan dilaksanakan
pada tahun 2016.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren
m e m a i n k a n p e r a n a n p e n t i n g d a l a m u s a h a
mengembangkan pendidikan dan perekonomian di
Indonesia. Sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua
di Indonesia, Pesantren hingga saat ini masih terus dapat
eksis dan berperan dalam upaya memberikan pendidikan
yang bermutu di Indonesia. Melihat perkembangannya
dari masa ke masa, terjadi pergeseran paradigma
pengembangan pondok pesantren di Indonesia.
Pesantren kini tidak hanya menghasilkan kyai, da’i, ahli
tafsir dan hadis serta pembaca kitab kuning, namun lebih
dari itu, dengan perantara jalur pendidikan mampu
m e n g h a s i l k a n s u m b e r d a y a m a n u s i a y a n g
berpengetahuan luas, menguasai segala bidang ilmu
pengetahuan dan mampu memberdayakan potensi
santri dan masyarakat. Tidak hanya itu, kini banyak
pesantren yang mulai mengembangkan unit-unit bisnis
dalam rangka meningkatkan kemandirian ekonomi
pesantren. Terdapat dua pola usaha yang biasa
dikembangkan oleh pondok pesantren yaitu pola dari,
oleh dan untuk komunitas pondok pesantren, pola
kedua yaitu selain melayani komunitas pondok
pesantren juga melayani masyarakat luas.
Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi dengan
populasi Pesantren terbesar di Indonesia. Menurut data
Kementerian Agama RI, hingga 2015, terdapat 27.290
pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia
PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAHMELALUI KEMANDIRIAN EKONOMI PONDOK PESANTREN
36 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 37PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN IVSUPLEMEN III PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERTANIANPEMERINTAH 2015-2019
Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu lumbung pangan
nasional. Sebagai lumbung pangan nasional, hasil
produksi Jawa Tengah, khususnya pertanian,
memberikan sumbangan cukup besar terhadap
kebutuhan pangan nasional. Produksi padi Jawa Tengah
menyumbang 14,73% dari total produksi padi nasional,
peringkat ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Selain itu, untuk produksi bawang merah, Jawa Tengah
menjadi penyumbang utama untuk kebutuhan bawang
merah nasional, dengan pangsa 42,09%.
Pertanian memang merupakan sektor utama dalam
menopang ekonomi, maupun dalam penyerapan tenaga
kerja di Jawa Tengah. Selama tahun 2015 ini, sektor
pertanian memberikan kontribusi 15,87% dari total
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan merupakan
sektor kedua terbesar. Sementara itu, lapangan usaha
tersebut berkontribusi sebesar 28,65% dari total
penyerapan tenaga kerja dan menempati sektor terbesar
dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Namun demik ian , se i r i ng dengan pesa tnya
perkembangan industri, sektor pertanian melambat
selama beberapa tahun terakhir. Sumber daya yang
dibutuhkan dalam menggerakkan sektor ini berpindah
ke industri, terutama lahan dan sumber daya manusia.
Selama periode 2008 – 2013, rata-rata alih fungsi lahan
mencapai 376,33 ha per tahun di Provinsi Jawa Tengah,
dan sejak tahun 2011, laju alih fungsi lahan semakin
meningkat. Begitu pula dengan tenaga kerja yang
beker ja di sektor in i , yang terus mengalami
pengurangan.
Keadaan tersebut berujung pada penurunan tingkat
p roduks i , dan pada akh i r nya men imbu lkan
permasalahan dalam ketahanan pangan secara nasional.
Dalam rangka menghadapi masalah ini, pemerintah
tentunya sudah melakukan beberapa langkah.
Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai
kedaulatan pangan, diperlukan adanya perlindungan
terhadap lahan pertanian, juga tenaga kerja pada sektor
pertanian. Bersamaan dengan hal tersebut, produktivitas
dari sumber daya yang ada saat ini terus dioptimalkan
agar hasil produksi dapat meningkat.
Kinerja sektor pertanian tentu tidak lepas dari sarana dan
prasarana penunjang seperti fasilitas irigasi beserta
waduk dan bendungan. Terutama mengingat sawah di
Jawa Tengah di mana 71% merupakan sawah irigasi,
sedangkan sawah non-irigasi hanya 29% dari 1keseluruhan luas sawah.
Sumber: Kementerian Pertanian, diolahGrafik 3 Luas Sawah Jawa Tengah Irigasi dan Non-Irigasi (2014)
IRIGASINON IRIGASI
71%29%
Sumber: Izin Perubahan Penggunaan Tanah Kanwil BPN Provinsi Jawa tengahGrafik 1 Alih Fungsi Lahan Pertanian
0
100
200
300
400
500
2008 2009 2010 2011 2012 2013
ha
Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahGrafik 2 Perkembangan Tenaga Kerja Pertanian
2008 2009 2010 2011 2012 2013
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0 Juta Orang
1. Sumber: Kementerian Pertanian
Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan
nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi
masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa
diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial
dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan
adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya
mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan
manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang
tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi
masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan
bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun
kemandirian ekonomi.
Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,
diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di
era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain
di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian
unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti
konkret aktual isas i pondok pesantren dalam
kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan
berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren
dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,
ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat secara luas.
Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan
nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi
masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa
diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial
dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan
adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya
mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan
manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang
tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi
masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan
bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun
kemandirian ekonomi.
Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,
diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di
era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain
di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian
unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti
konkret aktual isas i pondok pesantren dalam
kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan
berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren
dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,
ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat secara luas.
38 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 39PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN IVSUPLEMEN III PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERTANIANPEMERINTAH 2015-2019
Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu lumbung pangan
nasional. Sebagai lumbung pangan nasional, hasil
produksi Jawa Tengah, khususnya pertanian,
memberikan sumbangan cukup besar terhadap
kebutuhan pangan nasional. Produksi padi Jawa Tengah
menyumbang 14,73% dari total produksi padi nasional,
peringkat ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Selain itu, untuk produksi bawang merah, Jawa Tengah
menjadi penyumbang utama untuk kebutuhan bawang
merah nasional, dengan pangsa 42,09%.
Pertanian memang merupakan sektor utama dalam
menopang ekonomi, maupun dalam penyerapan tenaga
kerja di Jawa Tengah. Selama tahun 2015 ini, sektor
pertanian memberikan kontribusi 15,87% dari total
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan merupakan
sektor kedua terbesar. Sementara itu, lapangan usaha
tersebut berkontribusi sebesar 28,65% dari total
penyerapan tenaga kerja dan menempati sektor terbesar
dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Namun demik ian , se i r i ng dengan pesa tnya
perkembangan industri, sektor pertanian melambat
selama beberapa tahun terakhir. Sumber daya yang
dibutuhkan dalam menggerakkan sektor ini berpindah
ke industri, terutama lahan dan sumber daya manusia.
Selama periode 2008 – 2013, rata-rata alih fungsi lahan
mencapai 376,33 ha per tahun di Provinsi Jawa Tengah,
dan sejak tahun 2011, laju alih fungsi lahan semakin
meningkat. Begitu pula dengan tenaga kerja yang
beker ja di sektor in i , yang terus mengalami
pengurangan.
Keadaan tersebut berujung pada penurunan tingkat
p roduks i , dan pada akh i r nya men imbu lkan
permasalahan dalam ketahanan pangan secara nasional.
Dalam rangka menghadapi masalah ini, pemerintah
tentunya sudah melakukan beberapa langkah.
Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai
kedaulatan pangan, diperlukan adanya perlindungan
terhadap lahan pertanian, juga tenaga kerja pada sektor
pertanian. Bersamaan dengan hal tersebut, produktivitas
dari sumber daya yang ada saat ini terus dioptimalkan
agar hasil produksi dapat meningkat.
Kinerja sektor pertanian tentu tidak lepas dari sarana dan
prasarana penunjang seperti fasilitas irigasi beserta
waduk dan bendungan. Terutama mengingat sawah di
Jawa Tengah di mana 71% merupakan sawah irigasi,
sedangkan sawah non-irigasi hanya 29% dari 1keseluruhan luas sawah.
Sumber: Kementerian Pertanian, diolahGrafik 3 Luas Sawah Jawa Tengah Irigasi dan Non-Irigasi (2014)
IRIGASINON IRIGASI
71%29%
Sumber: Izin Perubahan Penggunaan Tanah Kanwil BPN Provinsi Jawa tengahGrafik 1 Alih Fungsi Lahan Pertanian
0
100
200
300
400
500
2008 2009 2010 2011 2012 2013
ha
Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahGrafik 2 Perkembangan Tenaga Kerja Pertanian
2008 2009 2010 2011 2012 2013
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0 Juta Orang
1. Sumber: Kementerian Pertanian
Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan
nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi
masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa
diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial
dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan
adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya
mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan
manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang
tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi
masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan
bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun
kemandirian ekonomi.
Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,
diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di
era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain
di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian
unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti
konkret aktual isas i pondok pesantren dalam
kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan
berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren
dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,
ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat secara luas.
Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan
nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi
masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa
diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial
dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan
adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya
mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan
manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang
tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi
masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan
bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun
kemandirian ekonomi.
Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,
diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di
era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain
di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian
unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti
konkret aktual isas i pondok pesantren dalam
kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan
berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren
dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,
ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat secara luas.
38 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 39PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Ketepatan waktu dalam pencapaian sebagaimana di atas
tentunya bergantung pada realisasi dari rencana
pembangunan pemerintah. Berdasarkan hasil focus
group discussion yang dilakukan Bank Indonesia,
pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam
merealisasikan rencana pembangunan ini. Sebagian
lahan yang akan digunakan untuk pembangunan
infrastruktur ini adalah tanah milik masyarakat, dan
tanah milik kas desa. Dengan adanya dukungan dari
Pemer intah mas ing-mas ing kabupaten/kota ,
penggunaan tanah kas desa tentunya tidak menjadi
masalah. Pembangunan pada tanah ini dapat dilakukan
dengan perizinan kepada pemerintah kabupaten/kota
setempat, dan penggantian lahan. Namun demikian,
pembebasan lahan milik masyarakat sebagaimana
diketahui bukanlah suatu perkara yang mudah
diselesaikan.
Dalam rangka percepatan realisasi pembangunan di atas,
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu
mengawal proyek tersebut, terutama dalam hal
pembebasan lahan milik warga. Masyarakat perlu
d i e d u k a s i a g a r m a m p u m e m a h a m i b a h w a
pembangunan infrastruktur pertanian ini ditujukan
untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan melalui kedaulatan pangan.
SUPLEMEN IV
Tabel 1 Simulasi Hasil Produksi dengan Pembangunan Waduk, Penambahan Area Irigasi, dan Rehabilitasi Irigasi
Sumber: Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, diolah
SUPLEMEN IV
Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya
Air Provinsi Jawa Tengah, saat ini, di Provinsi Jawa Tengah
terdapat 8 waduk besar dan 30 waduk kecil. Waduk
tersebut memiliki kapasitas total volume sebesar 31.819,59 juta m . Dengan kapasitas tersebut
keseluruhan 38 waduk dapat mengairi 270.383 ha
sawah di Provinsi Jawa Tengah.
Pemerintah telah merancang beberapa program untuk
mendukung usaha peningkatan produksi pertanian yaitu
pembangunan bendungan atau waduk; pembangunan
1 juta ha irigasi baru; dan rehabilitasi 3 juta ha lahan
irigasi. Ketiga program ini dituangkan dalam agenda
Nomor 7 Nawa Cita. Dengan adanya pembangunan
infrastruktur ini, lahan sawah yang menggunakan irigasi
dapat lebih dioptimalkan, dan diharapkan hasil produksi
akan meningkat. Program pembangunan infrasutruktur
pertanian yang akan dilaksanakan di Provinsi Jawa
Tengah adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Peta Sebaran Waduk Provinsi Jawa Tengah
1.
2.
3.
Pembangunan 7 bendungan yang dapat mengairi
61.571 ha sawah;
Pembangunan 11.101 ha lahan irigasi baru;
Rehabilitasi 272.127 ha lahan irigasi.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
melakukan simulasi untuk mengetahui dampak
pembangunan waduk, penambahan area irigasi, dan
rehabilitasi irigasi terhadap hasil produksi pertanian.
Berdasarkan hasil simulasi tersebut, diperoleh bahwa
dengan terselesaikannya proyek pembangunan waduk
dan irigasi tersebut pada tahun 2019, produksi beras
mengalami peningkatan hingga 455,43 ribu ton, atau
7,77% dari total produksi beras sawah irigasi. Hasil
tersebut melampaui rata-rata kenaikan produksi selama
enam tahun terakhir, yaitu sebesar 2,29%.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4 Perkembangan Total Produksi Beras Jawa Tengah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
3
4
5
6
7
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, YOYJuta Ton
PRODUKSI BERAS* PERTUMBUHAN PRODUKSI BERAS - SKALA KANAN
Ket: *) Data produksi menggunakan produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Giling(GKG) yang dikonversi ke beras dengan penyesuaian sebesar 62,7%.
40 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 41PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Ketepatan waktu dalam pencapaian sebagaimana di atas
tentunya bergantung pada realisasi dari rencana
pembangunan pemerintah. Berdasarkan hasil focus
group discussion yang dilakukan Bank Indonesia,
pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam
merealisasikan rencana pembangunan ini. Sebagian
lahan yang akan digunakan untuk pembangunan
infrastruktur ini adalah tanah milik masyarakat, dan
tanah milik kas desa. Dengan adanya dukungan dari
Pemer intah mas ing-mas ing kabupaten/kota ,
penggunaan tanah kas desa tentunya tidak menjadi
masalah. Pembangunan pada tanah ini dapat dilakukan
dengan perizinan kepada pemerintah kabupaten/kota
setempat, dan penggantian lahan. Namun demikian,
pembebasan lahan milik masyarakat sebagaimana
diketahui bukanlah suatu perkara yang mudah
diselesaikan.
Dalam rangka percepatan realisasi pembangunan di atas,
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu
mengawal proyek tersebut, terutama dalam hal
pembebasan lahan milik warga. Masyarakat perlu
d i e d u k a s i a g a r m a m p u m e m a h a m i b a h w a
pembangunan infrastruktur pertanian ini ditujukan
untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan melalui kedaulatan pangan.
SUPLEMEN IV
Tabel 1 Simulasi Hasil Produksi dengan Pembangunan Waduk, Penambahan Area Irigasi, dan Rehabilitasi Irigasi
Sumber: Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, diolah
SUPLEMEN IV
Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya
Air Provinsi Jawa Tengah, saat ini, di Provinsi Jawa Tengah
terdapat 8 waduk besar dan 30 waduk kecil. Waduk
tersebut memiliki kapasitas total volume sebesar 31.819,59 juta m . Dengan kapasitas tersebut
keseluruhan 38 waduk dapat mengairi 270.383 ha
sawah di Provinsi Jawa Tengah.
Pemerintah telah merancang beberapa program untuk
mendukung usaha peningkatan produksi pertanian yaitu
pembangunan bendungan atau waduk; pembangunan
1 juta ha irigasi baru; dan rehabilitasi 3 juta ha lahan
irigasi. Ketiga program ini dituangkan dalam agenda
Nomor 7 Nawa Cita. Dengan adanya pembangunan
infrastruktur ini, lahan sawah yang menggunakan irigasi
dapat lebih dioptimalkan, dan diharapkan hasil produksi
akan meningkat. Program pembangunan infrasutruktur
pertanian yang akan dilaksanakan di Provinsi Jawa
Tengah adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Peta Sebaran Waduk Provinsi Jawa Tengah
1.
2.
3.
Pembangunan 7 bendungan yang dapat mengairi
61.571 ha sawah;
Pembangunan 11.101 ha lahan irigasi baru;
Rehabilitasi 272.127 ha lahan irigasi.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
melakukan simulasi untuk mengetahui dampak
pembangunan waduk, penambahan area irigasi, dan
rehabilitasi irigasi terhadap hasil produksi pertanian.
Berdasarkan hasil simulasi tersebut, diperoleh bahwa
dengan terselesaikannya proyek pembangunan waduk
dan irigasi tersebut pada tahun 2019, produksi beras
mengalami peningkatan hingga 455,43 ribu ton, atau
7,77% dari total produksi beras sawah irigasi. Hasil
tersebut melampaui rata-rata kenaikan produksi selama
enam tahun terakhir, yaitu sebesar 2,29%.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4 Perkembangan Total Produksi Beras Jawa Tengah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
3
4
5
6
7
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, YOYJuta Ton
PRODUKSI BERAS* PERTUMBUHAN PRODUKSI BERAS - SKALA KANAN
Ket: *) Data produksi menggunakan produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Giling(GKG) yang dikonversi ke beras dengan penyesuaian sebesar 62,7%.
40 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 41PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Inflasi tahunan triwulan IV 2015 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
administered prices volatile food.
Inflasi tahunan triwulan IV 2015 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
administered prices volatile food.
4Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
IV 2015 di tengah membaiknya pertumbuhan
ekonomi. Inflasi pada triwulan IV 2015 tercatat
sebesar 2,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,78% (yoy).
Perlambatan ini disebabkan oleh terkendalinya gejolak
harga pada kelompok administered prices dan volatile
food. Inflasi ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional yang sebesar 3,35% (yoy). Tren inflasi Jawa
Tengah mulai mengalami tren menurun setelah
mencapai puncaknya di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).
Inflasi triwulanan pada periode laporan juga tercatat
lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan IV 2015, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 1,18% (qtq), lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulan IV 2014 sebesar 4,18%
(qtq). Penurunan inflasi triwulanan tersebut disebabkan
oleh terjaganya pasokan beberapa komoditas volatile
food, antara lain aneka cabai dibandingkan triwulan
sama tahun sebelumnya. Penurunan juga terjadi akibat
harga BBM yang menurun dibandingkan tahun
sebelumnya.
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa
Tengah pada periode laporan berada di posisi
terendah di wilayah Jawa. Rendahnya inflasi
tersebut disebabkan pencapaian deflasi yang lebih
rendah dibandingkan deflasi wilayah Jawa pada awal
triwulan laporan. Namun demikian, pada November
dan Desember inf las i bulanan Jawa Tengah
mencatatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan
inflasi wilayah Jawa.
Penurunan inflasi di triwulan laporan utamanya
didorong oleh kelompok transpor, komunikasi,
dan jasa keuangan, kelompok perumahan, air,
listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan
makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta
kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar
didorong oleh menurunnya harga BBM di tahun 2015
dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non
subsidi. Demikian juga, penurunan harga pada
kelompok bahan makanan antara lain dampak
penurunan harga BBM (Grafik 2.6).
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
7.
2.1 Inflasi Secara Umum
Grafik 2.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
PERSEN
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III
5.78
6.83
1.04
1.27
IV
3.35
2.73
1.18
TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW IV 2010 - 2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
%
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
4Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
IV 2015 di tengah membaiknya pertumbuhan
ekonomi. Inflasi pada triwulan IV 2015 tercatat
sebesar 2,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,78% (yoy).
Perlambatan ini disebabkan oleh terkendalinya gejolak
harga pada kelompok administered prices dan volatile
food. Inflasi ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional yang sebesar 3,35% (yoy). Tren inflasi Jawa
Tengah mulai mengalami tren menurun setelah
mencapai puncaknya di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).
Inflasi triwulanan pada periode laporan juga tercatat
lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan IV 2015, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 1,18% (qtq), lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulan IV 2014 sebesar 4,18%
(qtq). Penurunan inflasi triwulanan tersebut disebabkan
oleh terjaganya pasokan beberapa komoditas volatile
food, antara lain aneka cabai dibandingkan triwulan
sama tahun sebelumnya. Penurunan juga terjadi akibat
harga BBM yang menurun dibandingkan tahun
sebelumnya.
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa
Tengah pada periode laporan berada di posisi
terendah di wilayah Jawa. Rendahnya inflasi
tersebut disebabkan pencapaian deflasi yang lebih
rendah dibandingkan deflasi wilayah Jawa pada awal
triwulan laporan. Namun demikian, pada November
dan Desember inf las i bulanan Jawa Tengah
mencatatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan
inflasi wilayah Jawa.
Penurunan inflasi di triwulan laporan utamanya
didorong oleh kelompok transpor, komunikasi,
dan jasa keuangan, kelompok perumahan, air,
listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan
makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta
kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar
didorong oleh menurunnya harga BBM di tahun 2015
dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non
subsidi. Demikian juga, penurunan harga pada
kelompok bahan makanan antara lain dampak
penurunan harga BBM (Grafik 2.6).
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
7.
2.1 Inflasi Secara Umum
Grafik 2.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
PERSEN
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III
5.78
6.83
1.04
1.27
IV
3.35
2.73
1.18
TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW IV 2010 - 2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
%
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
No. KOMODITAS ANDIL
BERAS
ROKOK KRETEK FILTER
BAWANG MERAH
BAWANG PUTIH
AKADEMI/PERGURUAN TINGGI
0.27
0.27
0.25
0.15
0.13
1
2
3
4
5
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan
INFLASI 2015
No. KOMODITAS ANDIL
BENSIN
CABAI MERAH
CABAI RAWIT
MINYAK GORENG
SEMEN
-0.68
-0.5
-0.15
-0.1
-0.07
1
2
3
4
5
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Tahunan
DEFLASI 2015
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0 PERSEN YOY%, MTM
Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Kenaikan harga BBM, gejolak pangan Ramadhan
yoy
mtm
7 8 9
El-Nino
10 11 12
4.9 5.3 5.9 5.6 5.1 5.4 8.3 8.4 7.7 7.8 8.2 8.0 7.9 7.5 7.0 7.1 7.4 7.2 5.0 4.3 5.0 5.0 6.1 8.2 6.7 5.7 5.6 5.9 6.2 6.1 6.3 6.1 5.7 5.2 4.0 2.7
1.0 0.7 0.7 -0. -0. 0.9 3.4 1.1 -0. 0.2 0.3 0.2 0.9 0.3 0.2 -0. 0.2 0.7 0.7 0.4 0.2 0.5 1.3 2.2 -0. -0. 0.1 0.1 0.5 0.6 0.9 0.2 -0. -0. 0.2 0.9
Tw IV 2015- kenaikan harga komoditas
pangan, secara bulanan- Penurunan inflasi tahunan
imbas hilangnya base effect kenaikan BBM
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3
IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
%,YOY
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa Grafik 2.4
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA%,YTD
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
OKTOBER 2015 NOVEMBER 2015 DESEMBER 2015
Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di
bulan Oktober dan November tercatat lebih
rendah dibandingkan pola historis lima tahun
terakhir. Relatif rendahnya inflasi ini utamanya
didorong oleh terjaganya pasokan pada bulan tersebut.
Namun demikian, inflasi Desember 2015 tercatat lebih
tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir
akibat kenaikan harga komoditas pangan di bulan
tersebut. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh
terbatasnya pasokan komoditas pangan serta
meningkatnya permintaan masyarakat di akhir tahun.
Pada Oktober 2015, Jawa Tengah mencatatkan
deflasi sebesar -0.04% (mtm), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun yang sebesar
0,21% (mtm). Deflasi pada bulan tersebut didorong
oleh tercukupinya pasokan aneka cabai, telur ayam ras,
dan daging ayam ras. Ditinjau dari sumbangannya,
pada Oktober 2015 cabai merah, rawit, dan hijau
memberikan sumbangan deflasi, setelah sebelumnya
menyumbangkan inflasi pada Oktober tahun lalu. Telur
ayam ras dan daging ayam ras turut memberikan
sumbangan deflasi yang lebih dalam dibandingkan
tahun 2014.
Inflasi bulanan kemudian meningkat pada
N o v e m b e r 2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n i n f l a s i i n i
disumbangkan oleh komoditas daging ayam, telur
ayam ras, rokok kretek filter, beras dan mobil.
Berdasarkan informasi dari pemasok telur ayam, pada
akhir tahun merupakan waktu pergantian induk
petelur oleh peternak, sehingga pasokan telur
berkurang selama waktu pergantian. Kenaikan harga
mobil di Jawa Tengah pada bulan November 2015,
dipicu oleh kenaikan harga mobil yang sudah terjadi di
Jakarta sejak September 2015. Namun demikian, inflasi
yang tercatat sebesar 0,22% (mtm) ini masih lebih
rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun bulan
November yang sebesar 0,55% (mtm).
Pada Desember 2015, inflasi bulanan meningkat.
Inflasi tercatat sebesar 0,99% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir bulan
Desember 0,84% (mtm). Komoditas yang menjadi
penyumbang utama adalah bawang merah, cabai
merah, telur ayam ras dan cabai rawit. Pada komoditas
cabai merah dan cabai rawit, meningkatnya harga
disebabkan oleh gangguan cuaca. Masuknya musim
hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil
panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai
meningkat hingga 40%.
Sementara itu, pada komoditas bawang merah,
masuknya musim tanam di beberapa daerah sentra
berdampak pada menurunnya pasokan. Di sisi lain,
seiring dengan adanya hari raya keagamaan dan libur
Tahun Baru 2016 berdampak pada meningkatnya
permintaan konsumen terhadap komoditas telur ayam
ras, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kue dan makanan jadi lainnya.
5Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan
inflasi tahunan pada triwulan IV 2015 terutama
berasal dari kelompok administered prices dan
kelompok volatile food. Penurunan inflasi utamanya
berasal dari menurunnya harga komoditas dibanding
akhir tahun 2014 lalu pasca kenaikan harga BBM di
tahun tersebut. Adapun komoditas-komoditas yang
harganya relatif menurun sepanjang tahun 2015
adalah bensin, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng
dan semen. Meredanya gejolak harga setelah kenaikan
BBM pada akhir tahun 2014 lalu serta kebijakan BBM
n o n - s u b s i d i y a n g m e n g i k u t i h a r g a p a s a r
mengakibatkan harga bensin mengalami penurunan.
Selanjutnya, terjaganya pasokan cabai merah dan cabai
rawit di sepanjang tahun 2015 menyebabkan harga
terkendal i dibandingkan tahun sebelumnya.
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
mengalami penurunan inflasi tahunan jika
dibandingkan dengan triwulan III 2015. Kota
Semarang merupakan kota yang mengalami
penurunan inflasi tahunan terbesar pada triwulan
laporan, diikuti oleh Kota Kudus. Kota Semarang
dengan bobot paling besar, yakni sekitar 51% dari
inflasi Jawa Tengah, mengalami penurunan inflasi
tahunan menjadi 2,56% (yoy), dari triwulan lalu yang
sebesar 5,88% (yoy). Begitu pula dengan Kota Kudus
yang mengalami penurunan inflasi menjadi 3,28%
(yoy) dari sebelumnya 6,58% (yoy). Sementara inflasi
terendah dari 6 kota yang disurvei BPS, pada triwulan IV
2015, Kota Purwokerto menjadi kota dengan inflasi
terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di Kota
Tegal (Tabel 2.3).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah triwulan IV 2015 sebesar 1,43%, sedangkan
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan
III 2015 sebesar 1,31%.
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
5.
47PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
No. KOMODITAS ANDIL
BERAS
ROKOK KRETEK FILTER
BAWANG MERAH
BAWANG PUTIH
AKADEMI/PERGURUAN TINGGI
0.27
0.27
0.25
0.15
0.13
1
2
3
4
5
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan
INFLASI 2015
No. KOMODITAS ANDIL
BENSIN
CABAI MERAH
CABAI RAWIT
MINYAK GORENG
SEMEN
-0.68
-0.5
-0.15
-0.1
-0.07
1
2
3
4
5
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Tahunan
DEFLASI 2015
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0 PERSEN YOY%, MTM
Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Kenaikan harga BBM, gejolak pangan Ramadhan
yoy
mtm
7 8 9
El-Nino
10 11 12
4.9 5.3 5.9 5.6 5.1 5.4 8.3 8.4 7.7 7.8 8.2 8.0 7.9 7.5 7.0 7.1 7.4 7.2 5.0 4.3 5.0 5.0 6.1 8.2 6.7 5.7 5.6 5.9 6.2 6.1 6.3 6.1 5.7 5.2 4.0 2.7
1.0 0.7 0.7 -0. -0. 0.9 3.4 1.1 -0. 0.2 0.3 0.2 0.9 0.3 0.2 -0. 0.2 0.7 0.7 0.4 0.2 0.5 1.3 2.2 -0. -0. 0.1 0.1 0.5 0.6 0.9 0.2 -0. -0. 0.2 0.9
Tw IV 2015- kenaikan harga komoditas
pangan, secara bulanan- Penurunan inflasi tahunan
imbas hilangnya base effect kenaikan BBM
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3
IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
%,YOY
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa Grafik 2.4
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA%,YTD
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
OKTOBER 2015 NOVEMBER 2015 DESEMBER 2015
Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di
bulan Oktober dan November tercatat lebih
rendah dibandingkan pola historis lima tahun
terakhir. Relatif rendahnya inflasi ini utamanya
didorong oleh terjaganya pasokan pada bulan tersebut.
Namun demikian, inflasi Desember 2015 tercatat lebih
tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir
akibat kenaikan harga komoditas pangan di bulan
tersebut. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh
terbatasnya pasokan komoditas pangan serta
meningkatnya permintaan masyarakat di akhir tahun.
Pada Oktober 2015, Jawa Tengah mencatatkan
deflasi sebesar -0.04% (mtm), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun yang sebesar
0,21% (mtm). Deflasi pada bulan tersebut didorong
oleh tercukupinya pasokan aneka cabai, telur ayam ras,
dan daging ayam ras. Ditinjau dari sumbangannya,
pada Oktober 2015 cabai merah, rawit, dan hijau
memberikan sumbangan deflasi, setelah sebelumnya
menyumbangkan inflasi pada Oktober tahun lalu. Telur
ayam ras dan daging ayam ras turut memberikan
sumbangan deflasi yang lebih dalam dibandingkan
tahun 2014.
Inflasi bulanan kemudian meningkat pada
N o v e m b e r 2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n i n f l a s i i n i
disumbangkan oleh komoditas daging ayam, telur
ayam ras, rokok kretek filter, beras dan mobil.
Berdasarkan informasi dari pemasok telur ayam, pada
akhir tahun merupakan waktu pergantian induk
petelur oleh peternak, sehingga pasokan telur
berkurang selama waktu pergantian. Kenaikan harga
mobil di Jawa Tengah pada bulan November 2015,
dipicu oleh kenaikan harga mobil yang sudah terjadi di
Jakarta sejak September 2015. Namun demikian, inflasi
yang tercatat sebesar 0,22% (mtm) ini masih lebih
rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun bulan
November yang sebesar 0,55% (mtm).
Pada Desember 2015, inflasi bulanan meningkat.
Inflasi tercatat sebesar 0,99% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir bulan
Desember 0,84% (mtm). Komoditas yang menjadi
penyumbang utama adalah bawang merah, cabai
merah, telur ayam ras dan cabai rawit. Pada komoditas
cabai merah dan cabai rawit, meningkatnya harga
disebabkan oleh gangguan cuaca. Masuknya musim
hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil
panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai
meningkat hingga 40%.
Sementara itu, pada komoditas bawang merah,
masuknya musim tanam di beberapa daerah sentra
berdampak pada menurunnya pasokan. Di sisi lain,
seiring dengan adanya hari raya keagamaan dan libur
Tahun Baru 2016 berdampak pada meningkatnya
permintaan konsumen terhadap komoditas telur ayam
ras, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kue dan makanan jadi lainnya.
5Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan
inflasi tahunan pada triwulan IV 2015 terutama
berasal dari kelompok administered prices dan
kelompok volatile food. Penurunan inflasi utamanya
berasal dari menurunnya harga komoditas dibanding
akhir tahun 2014 lalu pasca kenaikan harga BBM di
tahun tersebut. Adapun komoditas-komoditas yang
harganya relatif menurun sepanjang tahun 2015
adalah bensin, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng
dan semen. Meredanya gejolak harga setelah kenaikan
BBM pada akhir tahun 2014 lalu serta kebijakan BBM
n o n - s u b s i d i y a n g m e n g i k u t i h a r g a p a s a r
mengakibatkan harga bensin mengalami penurunan.
Selanjutnya, terjaganya pasokan cabai merah dan cabai
rawit di sepanjang tahun 2015 menyebabkan harga
terkendal i dibandingkan tahun sebelumnya.
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
mengalami penurunan inflasi tahunan jika
dibandingkan dengan triwulan III 2015. Kota
Semarang merupakan kota yang mengalami
penurunan inflasi tahunan terbesar pada triwulan
laporan, diikuti oleh Kota Kudus. Kota Semarang
dengan bobot paling besar, yakni sekitar 51% dari
inflasi Jawa Tengah, mengalami penurunan inflasi
tahunan menjadi 2,56% (yoy), dari triwulan lalu yang
sebesar 5,88% (yoy). Begitu pula dengan Kota Kudus
yang mengalami penurunan inflasi menjadi 3,28%
(yoy) dari sebelumnya 6,58% (yoy). Sementara inflasi
terendah dari 6 kota yang disurvei BPS, pada triwulan IV
2015, Kota Purwokerto menjadi kota dengan inflasi
terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di Kota
Tegal (Tabel 2.3).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah triwulan IV 2015 sebesar 1,43%, sedangkan
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan
III 2015 sebesar 1,31%.
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
5.
47PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
KOMODITAS
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6.15
7.72
6.21
5.91
3.13
4.34
6.04
6.38
II III
5.78
8.49
5.71
4.61
3.26
3.73
5.17
6.39
IV
2.73
4.54
4.93
2.27
2.38
3.40
4.31
-2.30
No. KOTAInflasi III - 2015
(%,YOY)
KUDUS
TEGAL
SEMARANG
CILACAP
PURWOKERTO
SURAKARTA
6.58
6.23
5.88
5.42
5.28
5.27
1
2
3
4
5
6
3.28
3.95
2.56
2.63
2.52
2.56
Inflasi IV - 2015(%,YOY)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, penurunan
inflasi pada triwulan IV 2015 dipengaruhi oleh
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan, diikuti kelompok perumahan, air,
listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan
makanan. Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar menyumbangkan penurunan seiring
dengan turunnya harga BBM pada tahun 2015
dibandingkan tahun sebelumnya serta menurunnya
dampak lanjutan kenaikan tarif angkutan antar kota
dan dalam kota.
Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan
turut menurun di tengah terjaganya pasokan.
Terjaganya pasokan ini utamanya terjadi untuk
komoditas aneka cabai dan beras. Beberapa program
pemerintah daerah seperti pemberian beras untuk
rakyat sejahtera (Rastra) dan masuknya impor beras asal
Vietnam turut menopang minimnya gejolak harga
beras di triwulan IV 2015.
Lebih jauh, seluruh kelompok inflasi lainnya juga
mencatatkan inflasi yang menurun. Kenaikan BBM di
akhir tahun 2014 lalu memberikan dampak lanjutan
bagi kenaikan harga komoditas lainnya. Efek kenaikan
harga BBM tersebut kemudian mereda dan telah
kembali normal di triwulan laporan. (Tabel 2.4).
2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa KeuanganInflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi, & jasa
keuangan menurun pada triwulan laporan. Inflasi
kelompok ini turun menjadi 0,39% (qtq) atau -2,30%
(yoy) dari sebelumnya sebesar 0,55% (qtq) atau 6,39%
(yoy). Ditinjau dari sumbangannya, kelompok ini
memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar -1,31%.
Penurunan inflasi pada kelompok ini utamanya
disumbangkan oleh subkelompok transpor yang
utamanya berasal dari komoditas bensin. Pada triwulan
IV 2015, komoditas ini mencatatkan deflasi sebesar -
13,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu
yang sebesar 8,93%(yoy). Komoditas lainnya, seperti
tarif angkutan dalam kota dan antar kota juga turut
mengalami penurunan inflasi. Melambatnya inflasi
kelompok transpor ini disebabkan oleh menurunnya
harga BBM terutama untuk jenis non subsidi sejalan
dengan semakin turunnya harga minyak dunia.
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
KOMODITAS
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
I
2014
II III
13.04
21.28
-0.38
2.78
0.00
10.07
15.94
-0.12
2.82
0.00
2.58
3.72
-0.08
2.29
0.00
IV
11.46
17.01
-0.03
2.74
14.79
2015
4.39
5.78
-0.18
4.22
14.78
I (yoy)
6.38
8.83
-0.14
4.04
14.78
II (yoy) III (yoy)
6.39
8.91
-0.19
3.59
14.78
IV (yoy)
-2.30
-3.88
-0.39
3.80
0.00
IV (qtq)
0.39
0.53
-0.19
0.81
0.00
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan BakarInflasi pada kelompok ini menurun j ika
dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat, inflasi
menurun menjadi 2,27% (yoy), dari sebelumnya
4,61% (yoy). Adapun inflasi triwulanan relatif stabil
yakni sebesar 0,37% (qtq). Kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar memberikan sumbangan
inflasi tahunan sebesar 0,54% pada triwulan laporan.
Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan
utamanya bersumber dari penurunan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.
Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan
inflasi ialah tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga.
Penurunan tersebut disebabkan oleh kebijakan
pemerintah untuk menyesuaikan tarif listrik dan harga
elpiji di tengah penurunan harga minyak mentah
Indonesia serta harga gas dunia.
Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan
penurunan inflasi menjadi 1,20% (yoy) dari
sebelumnya 2,63% (yoy) pada triwulan III 2015.
Beberapa komoditas yang menyumbangkan
penurunan inflasi meliputi semen, pasir, dan batu bata.
Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan
penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan
penurunan inflasi pada triwulan laporan, dengan
komoditas yang mengalami penurunan inflasi adalah
kulkas/lemari es, upah pembantu RT, dan pengharum
cucian.
2.2.3. Kelompok Bahan Makanan
Kelompok ini mencatatkan penurunan inflasi
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada
triwulan IV 2015, inflasi tercatat sebesar 4,54% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 8,49% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok
bahan makanan utamanya disebabkan oleh
subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok
padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada
subkelompok bumbu-bumbuan, terjadi deflasi sebesar
-8.09% (yoy) dari sebelumnya 33,80% (yoy). Adapun
komoditas yang mendorong deflasi adalah cabai rawit
dan cabai merah di tengah membaiknya produksi
panen dibandingkan dengan tahun 2014 lalu, serta
normalisasi harga pasca Ramadhan dan Idul Fitri yang
terjadi di triwulan sebelumnya.
Sementara itu, inflasi pada subkelompok padi-padian,
umbi-umbian, dan hasilnya tercatat turun sebesar
6,55% (yoy), dari sebelumnya 13,47% (yoy).
Penurunan ini utamanya berasal dari pasokan beras
yang terjaga seiring dengan meningkatnya hasil panen
pada tahun 2015 serta beberapa upaya pemerintah
daerah dalam meredam gejolak harga yang disebabkan
oleh beras, seperti operasi pasar dan pemberian beras
Rastra.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
I
2014
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
II III
6,14
6,07
8,29
3,93
3,67
7,13
7,36
8,63
4,32
4,61
6,68
5,59
11,16
4,01
4,61
IV
8,09
6,41
15,31
3,77
4,37
2015
7,32
4,94
15,37
3,61
4,88
I (yoy)
5,91
3,08
14,38
3,18
4,27
II (yoy) III (yoy)
4,61
2,63
9,83
3,11
4,10
IV (yoy)
2.27
1.20
3.63
3.03
3.89
IV (qtq)
0.37
0.32
0.13
1.01
0.71
49PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
48 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
KOMODITAS
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6.15
7.72
6.21
5.91
3.13
4.34
6.04
6.38
II III
5.78
8.49
5.71
4.61
3.26
3.73
5.17
6.39
IV
2.73
4.54
4.93
2.27
2.38
3.40
4.31
-2.30
No. KOTAInflasi III - 2015
(%,YOY)
KUDUS
TEGAL
SEMARANG
CILACAP
PURWOKERTO
SURAKARTA
6.58
6.23
5.88
5.42
5.28
5.27
1
2
3
4
5
6
3.28
3.95
2.56
2.63
2.52
2.56
Inflasi IV - 2015(%,YOY)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, penurunan
inflasi pada triwulan IV 2015 dipengaruhi oleh
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan, diikuti kelompok perumahan, air,
listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan
makanan. Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar menyumbangkan penurunan seiring
dengan turunnya harga BBM pada tahun 2015
dibandingkan tahun sebelumnya serta menurunnya
dampak lanjutan kenaikan tarif angkutan antar kota
dan dalam kota.
Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan
turut menurun di tengah terjaganya pasokan.
Terjaganya pasokan ini utamanya terjadi untuk
komoditas aneka cabai dan beras. Beberapa program
pemerintah daerah seperti pemberian beras untuk
rakyat sejahtera (Rastra) dan masuknya impor beras asal
Vietnam turut menopang minimnya gejolak harga
beras di triwulan IV 2015.
Lebih jauh, seluruh kelompok inflasi lainnya juga
mencatatkan inflasi yang menurun. Kenaikan BBM di
akhir tahun 2014 lalu memberikan dampak lanjutan
bagi kenaikan harga komoditas lainnya. Efek kenaikan
harga BBM tersebut kemudian mereda dan telah
kembali normal di triwulan laporan. (Tabel 2.4).
2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa KeuanganInflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi, & jasa
keuangan menurun pada triwulan laporan. Inflasi
kelompok ini turun menjadi 0,39% (qtq) atau -2,30%
(yoy) dari sebelumnya sebesar 0,55% (qtq) atau 6,39%
(yoy). Ditinjau dari sumbangannya, kelompok ini
memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar -1,31%.
Penurunan inflasi pada kelompok ini utamanya
disumbangkan oleh subkelompok transpor yang
utamanya berasal dari komoditas bensin. Pada triwulan
IV 2015, komoditas ini mencatatkan deflasi sebesar -
13,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu
yang sebesar 8,93%(yoy). Komoditas lainnya, seperti
tarif angkutan dalam kota dan antar kota juga turut
mengalami penurunan inflasi. Melambatnya inflasi
kelompok transpor ini disebabkan oleh menurunnya
harga BBM terutama untuk jenis non subsidi sejalan
dengan semakin turunnya harga minyak dunia.
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
KOMODITAS
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
I
2014
II III
13.04
21.28
-0.38
2.78
0.00
10.07
15.94
-0.12
2.82
0.00
2.58
3.72
-0.08
2.29
0.00
IV
11.46
17.01
-0.03
2.74
14.79
2015
4.39
5.78
-0.18
4.22
14.78
I (yoy)
6.38
8.83
-0.14
4.04
14.78
II (yoy) III (yoy)
6.39
8.91
-0.19
3.59
14.78
IV (yoy)
-2.30
-3.88
-0.39
3.80
0.00
IV (qtq)
0.39
0.53
-0.19
0.81
0.00
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan BakarInflasi pada kelompok ini menurun j ika
dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat, inflasi
menurun menjadi 2,27% (yoy), dari sebelumnya
4,61% (yoy). Adapun inflasi triwulanan relatif stabil
yakni sebesar 0,37% (qtq). Kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar memberikan sumbangan
inflasi tahunan sebesar 0,54% pada triwulan laporan.
Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan
utamanya bersumber dari penurunan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.
Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan
inflasi ialah tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga.
Penurunan tersebut disebabkan oleh kebijakan
pemerintah untuk menyesuaikan tarif listrik dan harga
elpiji di tengah penurunan harga minyak mentah
Indonesia serta harga gas dunia.
Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan
penurunan inflasi menjadi 1,20% (yoy) dari
sebelumnya 2,63% (yoy) pada triwulan III 2015.
Beberapa komoditas yang menyumbangkan
penurunan inflasi meliputi semen, pasir, dan batu bata.
Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan
penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan
penurunan inflasi pada triwulan laporan, dengan
komoditas yang mengalami penurunan inflasi adalah
kulkas/lemari es, upah pembantu RT, dan pengharum
cucian.
2.2.3. Kelompok Bahan Makanan
Kelompok ini mencatatkan penurunan inflasi
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada
triwulan IV 2015, inflasi tercatat sebesar 4,54% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 8,49% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok
bahan makanan utamanya disebabkan oleh
subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok
padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada
subkelompok bumbu-bumbuan, terjadi deflasi sebesar
-8.09% (yoy) dari sebelumnya 33,80% (yoy). Adapun
komoditas yang mendorong deflasi adalah cabai rawit
dan cabai merah di tengah membaiknya produksi
panen dibandingkan dengan tahun 2014 lalu, serta
normalisasi harga pasca Ramadhan dan Idul Fitri yang
terjadi di triwulan sebelumnya.
Sementara itu, inflasi pada subkelompok padi-padian,
umbi-umbian, dan hasilnya tercatat turun sebesar
6,55% (yoy), dari sebelumnya 13,47% (yoy).
Penurunan ini utamanya berasal dari pasokan beras
yang terjaga seiring dengan meningkatnya hasil panen
pada tahun 2015 serta beberapa upaya pemerintah
daerah dalam meredam gejolak harga yang disebabkan
oleh beras, seperti operasi pasar dan pemberian beras
Rastra.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
I
2014
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
II III
6,14
6,07
8,29
3,93
3,67
7,13
7,36
8,63
4,32
4,61
6,68
5,59
11,16
4,01
4,61
IV
8,09
6,41
15,31
3,77
4,37
2015
7,32
4,94
15,37
3,61
4,88
I (yoy)
5,91
3,08
14,38
3,18
4,27
II (yoy) III (yoy)
4,61
2,63
9,83
3,11
4,10
IV (yoy)
2.27
1.20
3.63
3.03
3.89
IV (qtq)
0.37
0.32
0.13
1.01
0.71
49PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
48 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
% YOY
III
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8
% MTM
CORE VF ADM PRICE-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV10 1112
2.2.4. Kelompok Lainnya
Kelompok makanan jadi , minuman, dan
tembakau juga mencatatkan penurunan inflasi.
Tercatat, inflasi kelompok ini turun menjadi 2,27% (yoy)
dari sebelumnya 4,61% di triwulan III 2015.
Menurunnya angka inflasi ini didorong oleh turunnya
harga komoditas pasca Idul Fitri di triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kelompok lain yang
mencatatkan penurunan cukup tinggi adalah
kelompok sandang dan kelompok pendidikan, rekreasi,
dan olahraga. Kedua kelompok ini masing-masing
mencatatkan inflasi sebesar 2,38% (yoy) dan 4,31%
(yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,26% (yoy) dan 5,17% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi seluruh
kelompok mengalami penurunan pada triwulan
laporan. Penurunan utamanya berasal dari kelompok
administered prices dan volatile food. Inflasi kelompok
administered prices turun dari 9,52% (yoy) menjadi
0,84% (yoy). Begitu pula dengan inflasi volatile food
yang turun menjadi 4,61% (yoy), dari sebelumnya
8,56% (yoy) . Sementara i tu, kelompok int i
mencatatkan penurunan menjadi 2,73% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,75% (yoy) (Grafik 2.7).
2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices turun tajam
pada periode laporan. Inflasi kelompok administered
prices pada triwulan IV 2015 turun menjadi 0.84%
(yoy) dari sebelumnya 9,52% (yoy). Penurunan harga
utamanya berasal dari menurunnya harga BBM pasca
kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2014 silam.
Inflasi ini lebih rendah dibandingkan rerata inflasi
administered prices lima tahun terakhir yang sebesar
7,80% (yoy).
KOMODITAS
Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Bahan Makanan
I
2014
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
II III
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
IV
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
2015
5.79
13.75
-0.20
6.55
4.33
7.72
1.74
3.17
3.12
4.82
-2.04
7.88
I (yoy)
7.72
9.14
-1.63
8.02
7.47
5.14
9.02
3.28
4.21
38.87
-3.12
8.30
II (yoy) III (yoy)
8.49
13.47
-2.13
11.51
7.51
4.12
8.96
5.05
4.40
33.80
-2.64
7.40
IV (yoy)
4.54
6.55
6.54
9.95
4.59
4.70
13.51
5.00
9.03
-8.09
-5.93
6.18
IV (qtq)
3.44
1.87
0.52
0.30
0.17
3.23
10.12
1.20
3.31
14.86
-3.59
0.70
2.3. Disagregasi Inflasi
%, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Rata-rata2010-2014
IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan IV
Grafik 2.9
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices
Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.37
0.461.42
9.67
0.99
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
0
5
10
15
20
25
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
%, YOY
2012
IV
Inflasi triwulanan kelompok administered prices
periode laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat inflasi triwulanan pada periode
laporan sebesar 0,99% (qtq) jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2014 yang sebesar 9,67%
(qtq). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini juga
tercatat lebih rendah dibandingkan historis lima tahun
terakhir yang sebesar 2,37% (qtq) (Grafik 2.17).
Penurunan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh penurunan subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air. Inflasi untuk komoditas
tarif listrik turun menjadi 2,86% (yoy) dari sebelumnya
11,28% (yoy) pada triwulan lalu. Penurunan ini terkait
dengan kebijakan penyesuaian tarif listrik beberapa
golongan di tahun 2015. Demikian halnya dengan
komoditas elpiji dan komoditas bensin yang mengalami
penurunan di sepanjang tahun 2015. Semenjak 16
September 2015, harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg)
turun dari Rp 142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung.
Sementara itu, harga BBM non-subsidi mengalami
penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak
dunia. Seiring dengan paket kebijakan pemerintah jilid
III yang berlaku mulai 1 Oktober 2015, Pertamax turun
2,7% dari Rp9.250 menjadi Rp9.000, sementara
Pertalite mengalami penurunan harga Rp100 atau
1,2% dari Rp8.400 menjadi Rp8.300. Per 15 Oktober
2015, harga Pertamax turun Rp150 per liter, dari
sebelumnya Rp9.000 per liter menjadi Rp8.850 per liter.
Pada 10 Desember 2015, Pertamax seharga Rp
8.750/liter turun menjadi Rp 8.650/liter (Grafik 2.11).
Meskipun demikian, masih terdapat kenaikan inflasi
untuk tarif angkutan udara dan rokok kretek. Inflasi
angkutan udara meningkat menjadi 13,92% (yoy) dari
sebelumnya 1,26% (yoy) pada triwulan III 2015 di
tengah liburan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu,
kenaikan harga komoditas rokok kretek juga
meningkat seiring keputusan Pemerintah menaikkan
cukai rokok sebesar 23% pada tahun 2016, sehingga
mendorong kenaikan harga secara bertahap di akhir
tahun 2015.
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Perkembangan Inflasi Bulanan BBRT Grafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-2
-1
0
1
2
3
4
5
2012 2013 2014 20152011
Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin Grafik 2.11
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014 20152011
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
51PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
50 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
% YOY
III
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8
% MTM
CORE VF ADM PRICE-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV10 1112
2.2.4. Kelompok Lainnya
Kelompok makanan jadi , minuman, dan
tembakau juga mencatatkan penurunan inflasi.
Tercatat, inflasi kelompok ini turun menjadi 2,27% (yoy)
dari sebelumnya 4,61% di triwulan III 2015.
Menurunnya angka inflasi ini didorong oleh turunnya
harga komoditas pasca Idul Fitri di triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kelompok lain yang
mencatatkan penurunan cukup tinggi adalah
kelompok sandang dan kelompok pendidikan, rekreasi,
dan olahraga. Kedua kelompok ini masing-masing
mencatatkan inflasi sebesar 2,38% (yoy) dan 4,31%
(yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,26% (yoy) dan 5,17% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi seluruh
kelompok mengalami penurunan pada triwulan
laporan. Penurunan utamanya berasal dari kelompok
administered prices dan volatile food. Inflasi kelompok
administered prices turun dari 9,52% (yoy) menjadi
0,84% (yoy). Begitu pula dengan inflasi volatile food
yang turun menjadi 4,61% (yoy), dari sebelumnya
8,56% (yoy) . Sementara i tu, kelompok int i
mencatatkan penurunan menjadi 2,73% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,75% (yoy) (Grafik 2.7).
2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices turun tajam
pada periode laporan. Inflasi kelompok administered
prices pada triwulan IV 2015 turun menjadi 0.84%
(yoy) dari sebelumnya 9,52% (yoy). Penurunan harga
utamanya berasal dari menurunnya harga BBM pasca
kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2014 silam.
Inflasi ini lebih rendah dibandingkan rerata inflasi
administered prices lima tahun terakhir yang sebesar
7,80% (yoy).
KOMODITAS
Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Bahan Makanan
I
2014
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
II III
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
IV
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
2015
5.79
13.75
-0.20
6.55
4.33
7.72
1.74
3.17
3.12
4.82
-2.04
7.88
I (yoy)
7.72
9.14
-1.63
8.02
7.47
5.14
9.02
3.28
4.21
38.87
-3.12
8.30
II (yoy) III (yoy)
8.49
13.47
-2.13
11.51
7.51
4.12
8.96
5.05
4.40
33.80
-2.64
7.40
IV (yoy)
4.54
6.55
6.54
9.95
4.59
4.70
13.51
5.00
9.03
-8.09
-5.93
6.18
IV (qtq)
3.44
1.87
0.52
0.30
0.17
3.23
10.12
1.20
3.31
14.86
-3.59
0.70
2.3. Disagregasi Inflasi
%, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Rata-rata2010-2014
IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan IV
Grafik 2.9
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices
Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.37
0.461.42
9.67
0.99
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
0
5
10
15
20
25
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
%, YOY
2012
IV
Inflasi triwulanan kelompok administered prices
periode laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat inflasi triwulanan pada periode
laporan sebesar 0,99% (qtq) jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2014 yang sebesar 9,67%
(qtq). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini juga
tercatat lebih rendah dibandingkan historis lima tahun
terakhir yang sebesar 2,37% (qtq) (Grafik 2.17).
Penurunan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh penurunan subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air. Inflasi untuk komoditas
tarif listrik turun menjadi 2,86% (yoy) dari sebelumnya
11,28% (yoy) pada triwulan lalu. Penurunan ini terkait
dengan kebijakan penyesuaian tarif listrik beberapa
golongan di tahun 2015. Demikian halnya dengan
komoditas elpiji dan komoditas bensin yang mengalami
penurunan di sepanjang tahun 2015. Semenjak 16
September 2015, harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg)
turun dari Rp 142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung.
Sementara itu, harga BBM non-subsidi mengalami
penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak
dunia. Seiring dengan paket kebijakan pemerintah jilid
III yang berlaku mulai 1 Oktober 2015, Pertamax turun
2,7% dari Rp9.250 menjadi Rp9.000, sementara
Pertalite mengalami penurunan harga Rp100 atau
1,2% dari Rp8.400 menjadi Rp8.300. Per 15 Oktober
2015, harga Pertamax turun Rp150 per liter, dari
sebelumnya Rp9.000 per liter menjadi Rp8.850 per liter.
Pada 10 Desember 2015, Pertamax seharga Rp
8.750/liter turun menjadi Rp 8.650/liter (Grafik 2.11).
Meskipun demikian, masih terdapat kenaikan inflasi
untuk tarif angkutan udara dan rokok kretek. Inflasi
angkutan udara meningkat menjadi 13,92% (yoy) dari
sebelumnya 1,26% (yoy) pada triwulan III 2015 di
tengah liburan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu,
kenaikan harga komoditas rokok kretek juga
meningkat seiring keputusan Pemerintah menaikkan
cukai rokok sebesar 23% pada tahun 2016, sehingga
mendorong kenaikan harga secara bertahap di akhir
tahun 2015.
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Perkembangan Inflasi Bulanan BBRT Grafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-2
-1
0
1
2
3
4
5
2012 2013 2014 20152011
Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin Grafik 2.11
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014 20152011
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
51PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
50 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan IV
Grafik 2.15
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
3.0
2.0
1.0
0.0
-1.0
-2.0
-3.0
-4.00.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%,YOY %
III
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded
Grafik 2.16
Rata-rata2010-2014
IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
0.71 0.65
1.45
0.45
IV
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2.3.2. Kelompok Inti
Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi
kelompok inti turun menjadi 2,73% (yoy) dari 3,75%
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan
historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih rendah
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 3,98% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada
subkelompok non-traded dan traded. Ditinjau dari
komoditasnya, melambatnya inflasi inti disumbang
oleh menurunnya harga komoditas bahan bangunan,
meliputi semen, batu bata, besi beton, dan keramik.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan,
dari sebelumnya 0,93% (qtq) menjadi 0,45% (qtq)
pada triwulan laporan. Berdasarkan historisnya, inflasi
inti triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis
lima tahun terakhir yang sebesar 0,71% (qtq). Inflasi
kelompok inti juga mencatatkan angka yang lebih
rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
lalu. Pada triwulan IV 2014, inflasi inti tercatat sebesar
1,05% (qtq) (Grafik 2.15).
Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi penurunan tren output gap. Pada
triwulan IV 2015, output gap tercatat negatif yang
mengindikasikan penurunan inflasi.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan IV 2015 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
pada triwulan IV sejalan dengan ekspektasi harga 6
bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17
BULAN YAD3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
INDEKS
7 8 9130
140
150
160
170
180
190
200
Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18
10 11 12 10 11 12
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
pada triwulan laporan, di tengah penguatan kurs
Dolar AS. Tekanan imported inflation yang rendah
tercermin dari kelompok inti traded mencatatkan
penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan
sebelumnya. Inflasi inti traded menurun dari 4,34%
(yoy) menjadi 3,70% (yoy). Penurunan tersebut terjadi
di tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan
laporan. Pada triwulan IV, rata-rata nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS sebesar Rp13.773,05, atau menguat
0,68% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 6Rp13.867,90.
2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food turun pada periode
laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar 4,61%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
8,56% (yoy). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan
rata-rata lima tahun yang sebesar 9,79% (yoy).
Penurunan in i u tamanya d i sebabkan o l eh
menghilangnya dampak lanjutan dari kenaikan harga
BBM yang terjadi pada tahun lalu untuk komoditas
pangan.
Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan
mencatatkan peningkatan dari sebelumnya 1,63%
(qtq) pada triwulan III 2015 menjadi 3,63% (qtq) pada
triwulan IV 2015. Peningkatan inflasi secara triwulanan
in i d idorong o leh fak to r mus iman berupa
meningkatnya harga komoditas pangan, terutama di
bulan Desember, menjelang Natal dan Tahun Baru. Hal
tersebut terlihat dari pola inflasi bulanan. Pada bulan
Oktober, inflasi kelompok ini relatif terjaga seiring
terkendalinya pasokan komoditas di masyarakat.
Namun demikian, pada bulan November dan
Desember, terjadi peningkatan inflasi seiring
meningkatnya permintaan menjelang perayaan hari
raya di akhir tahun.
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014I
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI6.
53PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
52 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan IV
Grafik 2.15
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
3.0
2.0
1.0
0.0
-1.0
-2.0
-3.0
-4.00.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%,YOY %
III
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded
Grafik 2.16
Rata-rata2010-2014
IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
0.71 0.65
1.45
0.45
IV
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2.3.2. Kelompok Inti
Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi
kelompok inti turun menjadi 2,73% (yoy) dari 3,75%
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan
historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih rendah
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 3,98% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada
subkelompok non-traded dan traded. Ditinjau dari
komoditasnya, melambatnya inflasi inti disumbang
oleh menurunnya harga komoditas bahan bangunan,
meliputi semen, batu bata, besi beton, dan keramik.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan,
dari sebelumnya 0,93% (qtq) menjadi 0,45% (qtq)
pada triwulan laporan. Berdasarkan historisnya, inflasi
inti triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis
lima tahun terakhir yang sebesar 0,71% (qtq). Inflasi
kelompok inti juga mencatatkan angka yang lebih
rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
lalu. Pada triwulan IV 2014, inflasi inti tercatat sebesar
1,05% (qtq) (Grafik 2.15).
Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi penurunan tren output gap. Pada
triwulan IV 2015, output gap tercatat negatif yang
mengindikasikan penurunan inflasi.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan IV 2015 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
pada triwulan IV sejalan dengan ekspektasi harga 6
bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17
BULAN YAD3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
INDEKS
7 8 9130
140
150
160
170
180
190
200
Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18
10 11 12 10 11 12
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
pada triwulan laporan, di tengah penguatan kurs
Dolar AS. Tekanan imported inflation yang rendah
tercermin dari kelompok inti traded mencatatkan
penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan
sebelumnya. Inflasi inti traded menurun dari 4,34%
(yoy) menjadi 3,70% (yoy). Penurunan tersebut terjadi
di tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan
laporan. Pada triwulan IV, rata-rata nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS sebesar Rp13.773,05, atau menguat
0,68% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 6Rp13.867,90.
2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food turun pada periode
laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar 4,61%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
8,56% (yoy). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan
rata-rata lima tahun yang sebesar 9,79% (yoy).
Penurunan in i u tamanya d i sebabkan o l eh
menghilangnya dampak lanjutan dari kenaikan harga
BBM yang terjadi pada tahun lalu untuk komoditas
pangan.
Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan
mencatatkan peningkatan dari sebelumnya 1,63%
(qtq) pada triwulan III 2015 menjadi 3,63% (qtq) pada
triwulan IV 2015. Peningkatan inflasi secara triwulanan
in i d idorong o leh fak to r mus iman berupa
meningkatnya harga komoditas pangan, terutama di
bulan Desember, menjelang Natal dan Tahun Baru. Hal
tersebut terlihat dari pola inflasi bulanan. Pada bulan
Oktober, inflasi kelompok ini relatif terjaga seiring
terkendalinya pasokan komoditas di masyarakat.
Namun demikian, pada bulan November dan
Desember, terjadi peningkatan inflasi seiring
meningkatnya permintaan menjelang perayaan hari
raya di akhir tahun.
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014I
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI6.
53PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
52 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Namun demikian, apabila ditinjau dari inflasi bulanan di
triwulan laporan, cabai merah dan cabai rawit
mengalami kenaikan inflasi bulanan yang tinggi di akhir
tahun. Pada komoditas cabai merah dan cabai rawit,
meningkatnya harga disebabkan oleh berkurangnya
pasokan akibat gangguan cuaca. Masuknya musim
hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil
panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai dapat
meningkat hingga 40%.
Selanjutnya, inflasi juga mengalami penurunan untuk
kelompok lainnya, yaitu kelompok padi-padian, umbi-
umbian, dan hasilnya. Kelompok ini mencatatkan
inflasi yang menurun menjadi 6,55% (yoy) dari
sebelumnya 13,46% (yoy) pada triwulan III 2015.
Adapun komoditas yang mendorong penurunan
utamanya berasal dari komoditas beras yang
mencatatkan penurunan sumbangan inflasi menjadi
0,33%.
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
I
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.22
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012
I
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.23
IV IV
Lebih jauh, inflasi kelompok volatile foods
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat
angka inflasi triwulan IV 2014 sebesar 7,54% (qtq) atau
11,49% (yoy). Rendahnya inflasi di triwulan laporan
terutama didorong oleh subkelompok bumbu-
bumbuan. (Grafik 2.22).
Inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan pada
triwulan laporan mencatatkan deflasi sebesar -
8,09% (yoy), setelah mencatatkan inflasi 33,80% (yoy)
pada triwulan III 2015. Adapun komoditas yang
menyumbangkan deflasi berasal dari cabai merah dan
cabai rawit dengan masing-masing sumbangan deflasi
tahunan sebesar -0,19% dan -0,11%. Penurunan
terjadi akibat lebih tingginya harga komoditas aneka
cabai di akhir tahun 2014 dibandingkan triwulan
laporan.
20132012
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
RATA-RATA 2010-2014 20152014
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV
Grafik 2.20
RATA-RATA2010-2014
IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV
Grafik 2.21
3.19
0.72 0.56
7.54
3.63
-3.00
-1.00
1.00
3.00
5.00
7.00
9.00
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
I
2015
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
II III
Inflasi Tahunan Triwulan IV 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.632.52
3.28
2.56 2.56
3.95
2.73
3.35
2
3
4
IV
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS
di Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.
Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Semarang,
dari sebelumnya 5,88% (yoy) menjadi 2,56% (yoy)
(Grafik 2.31 dan 2.32).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,43%.
Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut
sebesar 1,31%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 3,95% (yoy) dan 3,28%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar 2,52% (yoy)
(Grafik 2.29).
Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile
food mencatatkan inflasi yang tinggi di 6 kota
perhitungan inflasi. Kota yang mencatatkan inflasi
volatile food di atas inflasi Jawa Tengah adalah Kota
Kudus dan Kota Semarang. Pada dua kota tersebut,
komoditas beras dan bawang merah memberikan
sumbangan yang cukup tinggi pada inflasi kelompok
volatile food.
Sementara itu, kota yang mencatatkan inflasi inti di atas
inflasi Jawa Tengah adalah Kota Cilacap, Kota Kudus,
dan Kota Tegal. Pada kota Cilacap, terdapat
sumbangan inflasi yang cukup tinggi berasal dari
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
20132012 201520142011
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.26
Sumber: BPS, diolah
20132012 201520142011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80 %, MTM
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.24
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Bulanan Cabai Rawit Grafik 2.25
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
55PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
54 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Namun demikian, apabila ditinjau dari inflasi bulanan di
triwulan laporan, cabai merah dan cabai rawit
mengalami kenaikan inflasi bulanan yang tinggi di akhir
tahun. Pada komoditas cabai merah dan cabai rawit,
meningkatnya harga disebabkan oleh berkurangnya
pasokan akibat gangguan cuaca. Masuknya musim
hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil
panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai dapat
meningkat hingga 40%.
Selanjutnya, inflasi juga mengalami penurunan untuk
kelompok lainnya, yaitu kelompok padi-padian, umbi-
umbian, dan hasilnya. Kelompok ini mencatatkan
inflasi yang menurun menjadi 6,55% (yoy) dari
sebelumnya 13,46% (yoy) pada triwulan III 2015.
Adapun komoditas yang mendorong penurunan
utamanya berasal dari komoditas beras yang
mencatatkan penurunan sumbangan inflasi menjadi
0,33%.
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
I
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.22
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012
I
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.23
IV IV
Lebih jauh, inflasi kelompok volatile foods
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat
angka inflasi triwulan IV 2014 sebesar 7,54% (qtq) atau
11,49% (yoy). Rendahnya inflasi di triwulan laporan
terutama didorong oleh subkelompok bumbu-
bumbuan. (Grafik 2.22).
Inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan pada
triwulan laporan mencatatkan deflasi sebesar -
8,09% (yoy), setelah mencatatkan inflasi 33,80% (yoy)
pada triwulan III 2015. Adapun komoditas yang
menyumbangkan deflasi berasal dari cabai merah dan
cabai rawit dengan masing-masing sumbangan deflasi
tahunan sebesar -0,19% dan -0,11%. Penurunan
terjadi akibat lebih tingginya harga komoditas aneka
cabai di akhir tahun 2014 dibandingkan triwulan
laporan.
20132012
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
RATA-RATA 2010-2014 20152014
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV
Grafik 2.20
RATA-RATA2010-2014
IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV
Grafik 2.21
3.19
0.72 0.56
7.54
3.63
-3.00
-1.00
1.00
3.00
5.00
7.00
9.00
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
I
2015
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
II III
Inflasi Tahunan Triwulan IV 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.632.52
3.28
2.56 2.56
3.95
2.73
3.35
2
3
4
IV
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS
di Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.
Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Semarang,
dari sebelumnya 5,88% (yoy) menjadi 2,56% (yoy)
(Grafik 2.31 dan 2.32).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,43%.
Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut
sebesar 1,31%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 3,95% (yoy) dan 3,28%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar 2,52% (yoy)
(Grafik 2.29).
Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile
food mencatatkan inflasi yang tinggi di 6 kota
perhitungan inflasi. Kota yang mencatatkan inflasi
volatile food di atas inflasi Jawa Tengah adalah Kota
Kudus dan Kota Semarang. Pada dua kota tersebut,
komoditas beras dan bawang merah memberikan
sumbangan yang cukup tinggi pada inflasi kelompok
volatile food.
Sementara itu, kota yang mencatatkan inflasi inti di atas
inflasi Jawa Tengah adalah Kota Cilacap, Kota Kudus,
dan Kota Tegal. Pada kota Cilacap, terdapat
sumbangan inflasi yang cukup tinggi berasal dari
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
20132012 201520142011
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.26
Sumber: BPS, diolah
20132012 201520142011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80 %, MTM
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.24
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Bulanan Cabai Rawit Grafik 2.25
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
55PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
54 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
2015 TW III 2015 TW I
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
1
2
3
4
5
6
7
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
% YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN
TRANSPOR
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4
-2
0
2
4
6
8
10
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2015 Grafik 2.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
6
5
4
3
2
1
0
CORE VF AP
VPJATENG4,61%
COREJATENG2,73%
ADM.PRICESJATENG0,84%
komoditas nasi dengan lauk. Selanjutnya, komoditas
inti yang menyumbangkan inflasi tinggi di Kota Kudus
ialah komoditas mobil, sementara komoditas gula pasir
menyumbangkan inflasi inti di Kota Tegal.
Adapun kota yang mencatatkan inflasi administered
prices yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Tengah
meliputi Kota Kudus dan Kota Tegal. Pada kelompok ini,
komoditas yang menyumbangkan inflasi cukup tinggi
berasal dari komoditas rokok kretek dan rokok kretek
filter.
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota mengalami deflasi untuk kelompok transpor.
Deflasi terdalam berada pada Kota Purwokerto yang
diikuti oleh Kota Cilacap. Penurunan harga BBM
menyebabkan adanya penurunan inflasi di seluruh kota
yang berasal dari komoditas bensin dan solar. Lebih
jauh, sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga
BBM, tarif angkutan dalam kota, angkutan antar kota,
dan sepeda motor mengalami penurunan inflasi
dengan tingkat penurunan yang berbeda antar kota.
Penurunan inflasi sepeda motor diperkirakan juga
berasal dari melambatnya daya beli masyarakat.
Sementara itu, kelompok bahan makanan dan
makanan jadi masih mencatatkan inflasi. Komoditas
beras masih menjadi komoditas penyumbang inflasi
terbesar di 5 kota di Jawa Tengah.
SUPLEMEN V
Kabupaten Brebes dikenal sebagai sentra penghasil
bawang merah di Jawa Tengah sekaligus merupakan
daerah dengan luas tanam terbesar di Jawa Tengah. Data
hingga akhir 2015 menunjukkan bahwa 68% dari total
produksi bawang merah di Jawa Tengah dihasilkan oleh
Kabupaten Brebes. Jumlah produksi yang dihasilkan
kabupaten ini sebesar 3.001,44 ton bawang merah dan
diperkirakan di akhir tahun 2015 luas tanam mencapai
26.666 Ha dengan luas panen 26.645 Ha. Sementara itu, 8produktivitas tahun 2015 tercatat 115,74 kw per Ha ,
jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 75,96
kw per Ha. Peningkatan produktivitas tersebut
disebabkan minimnya serangan hama penyakit
dibandingkan tahun sebelumnya. .
Di akhir 2015, secara nasional, bawang merah tercatat
mengalami inflasi sebesar 35,78% (mtm) pada bulan
Desember 2015, meningkat tajam dibandingkan bulan
sebe lumnya ( -0 ,85% mtm) dan leb ih t inggi
dibandingkan historisnya (1,0% mtm). Kenaikan harga
tersebut dipicu oleh relatif sedikitnya jumlah pasokan
akibat keterlambatan masa tanam dan tingginya
permintaan di akhir tahun (Natal dan libur akhir tahun).
Hal tersebut terkonfirmasi dari data luas tanam
Kabupaten Brebes yang menunjukkan adanya
keterlambatan masa tanam bawang merah di akhir 2015
sehingga pasokan terganggu. Keterlambatan masa
tanam bawang merah tersebut akibat dari pengaruh
cuaca.
Tidak hanya hasil panen, harga benih bawang merah
diperkirakan turut mengalami kenaikan yang disebabkan
tingginya harga bawang merah pada bulan Desember
2015 dan Januari 2016, sehingga petani lebih memilih
untuk menjual benih bawang merahnya.
Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali
masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan
Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-
Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan
kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil
diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen
raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar
pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar
ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini
dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun
2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.
Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat
meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan
diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga
terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.
Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan
pasokan adalah melalui pola tanam off season
sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,
Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan
memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air
rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk
m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a
pengembangan/penanaman bawang merah di luar
Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode
Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang
nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan
berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten
Brebes.
Disusun oleh Analis KPw BI TegalDinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, 2016 (diolah)
7.8.
7PERKEMBANGAN KOMODITAS BAWANG MERAH
Luas Tanam (ha)
2014
2015
3.387
1.535
3.600
5.035
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
3.700
4.400
TAHUN
Perkembangan Produksi dan Inflasi Bulanan Bawang Merah Kota TegalGrafik 1.Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, dan BPS Kota Tegal (diolah)
57PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH56 PERKEMBANGAN
INFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
2015 TW III 2015 TW I
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
1
2
3
4
5
6
7
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
% YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN
TRANSPOR
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4
-2
0
2
4
6
8
10
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2015 Grafik 2.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
6
5
4
3
2
1
0
CORE VF AP
VPJATENG4,61%
COREJATENG2,73%
ADM.PRICESJATENG0,84%
komoditas nasi dengan lauk. Selanjutnya, komoditas
inti yang menyumbangkan inflasi tinggi di Kota Kudus
ialah komoditas mobil, sementara komoditas gula pasir
menyumbangkan inflasi inti di Kota Tegal.
Adapun kota yang mencatatkan inflasi administered
prices yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Tengah
meliputi Kota Kudus dan Kota Tegal. Pada kelompok ini,
komoditas yang menyumbangkan inflasi cukup tinggi
berasal dari komoditas rokok kretek dan rokok kretek
filter.
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota mengalami deflasi untuk kelompok transpor.
Deflasi terdalam berada pada Kota Purwokerto yang
diikuti oleh Kota Cilacap. Penurunan harga BBM
menyebabkan adanya penurunan inflasi di seluruh kota
yang berasal dari komoditas bensin dan solar. Lebih
jauh, sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga
BBM, tarif angkutan dalam kota, angkutan antar kota,
dan sepeda motor mengalami penurunan inflasi
dengan tingkat penurunan yang berbeda antar kota.
Penurunan inflasi sepeda motor diperkirakan juga
berasal dari melambatnya daya beli masyarakat.
Sementara itu, kelompok bahan makanan dan
makanan jadi masih mencatatkan inflasi. Komoditas
beras masih menjadi komoditas penyumbang inflasi
terbesar di 5 kota di Jawa Tengah.
SUPLEMEN V
Kabupaten Brebes dikenal sebagai sentra penghasil
bawang merah di Jawa Tengah sekaligus merupakan
daerah dengan luas tanam terbesar di Jawa Tengah. Data
hingga akhir 2015 menunjukkan bahwa 68% dari total
produksi bawang merah di Jawa Tengah dihasilkan oleh
Kabupaten Brebes. Jumlah produksi yang dihasilkan
kabupaten ini sebesar 3.001,44 ton bawang merah dan
diperkirakan di akhir tahun 2015 luas tanam mencapai
26.666 Ha dengan luas panen 26.645 Ha. Sementara itu, 8produktivitas tahun 2015 tercatat 115,74 kw per Ha ,
jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 75,96
kw per Ha. Peningkatan produktivitas tersebut
disebabkan minimnya serangan hama penyakit
dibandingkan tahun sebelumnya. .
Di akhir 2015, secara nasional, bawang merah tercatat
mengalami inflasi sebesar 35,78% (mtm) pada bulan
Desember 2015, meningkat tajam dibandingkan bulan
sebe lumnya ( -0 ,85% mtm) dan leb ih t inggi
dibandingkan historisnya (1,0% mtm). Kenaikan harga
tersebut dipicu oleh relatif sedikitnya jumlah pasokan
akibat keterlambatan masa tanam dan tingginya
permintaan di akhir tahun (Natal dan libur akhir tahun).
Hal tersebut terkonfirmasi dari data luas tanam
Kabupaten Brebes yang menunjukkan adanya
keterlambatan masa tanam bawang merah di akhir 2015
sehingga pasokan terganggu. Keterlambatan masa
tanam bawang merah tersebut akibat dari pengaruh
cuaca.
Tidak hanya hasil panen, harga benih bawang merah
diperkirakan turut mengalami kenaikan yang disebabkan
tingginya harga bawang merah pada bulan Desember
2015 dan Januari 2016, sehingga petani lebih memilih
untuk menjual benih bawang merahnya.
Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali
masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan
Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-
Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan
kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil
diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen
raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar
pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar
ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini
dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun
2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.
Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat
meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan
diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga
terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.
Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan
pasokan adalah melalui pola tanam off season
sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,
Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan
memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air
rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk
m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a
pengembangan/penanaman bawang merah di luar
Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode
Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang
nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan
berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten
Brebes.
Disusun oleh Analis KPw BI TegalDinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, 2016 (diolah)
7.8.
7PERKEMBANGAN KOMODITAS BAWANG MERAH
Luas Tanam (ha)
2014
2015
3.387
1.535
3.600
5.035
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
3.700
4.400
TAHUN
Perkembangan Produksi dan Inflasi Bulanan Bawang Merah Kota TegalGrafik 1.Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, dan BPS Kota Tegal (diolah)
57PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH56 PERKEMBANGAN
INFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Grobogan, Sumbawa, Bima, dan Kediri diperkirakan
baru akan mengalami masa panen pada bulan November
dan Desember.
Hal tersebut membuat Asosiasi Bawang Merah Brebes
(ABMI) memperkirakan akan ter jadi shortage
(kekurangan pasokan), terutama bulan Maret hingga
Juni 2016. Kekurangan pasokan tersebut menjadi isu
nasional karena diperkirakan akan menyebabkan harga
bawang merah mengalami kenaikan yang cukup tinggi.Sebagai informasi tambahan, hasil pantauan BMKG
Tegal menyatakan bahwa tahun 2015 terjadi perubahan
iklim, yaitu El Nino yang dipengaruhi angin timuran
(biasanya terjadi angin baratan). Diperkirakan
penyimpangan iklim tahun 2015 tersebut akan berlanjut
di awal tahun 2016 ini. Hingga Januari 2016 saat ini
masih terjadi El Nino kuat, sementara Februari-Maret
2016 akan berubah menjadi El Nino moderate, dan bulan
April El Nino lemah. Sementara pada bulan Mei-Juni
2016 akan kembali normal.
Pada tahun 2016, Kabupaten Brebes sebagai sebagai
sentra bawang merah nasional senantiasa meningkatkan
fokus pada budidaya benih bawang merah. Upaya untuk
pengembangan benih dilakukan melalui kerjasama
dengan BALITSA (Balai Penelitian Tanaman Sayuran), dan
pemurnian benih bawang merah bekerjasama dengan
BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Tengah
dengan sistem biji (True Shallots Seeds/TSS).
Lebih jauh, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan
Hortikultura Kabupaten Brebes bekerja sama dengan
Institut Pertanian Bogor (IPB) berupaya untuk melakukan
inovasi dengan menciptakan benih bawang merah yang
ramah lingkungan. Selain itu, dengan difasilitasi oleh
Kementan RI , Pemer intah Kabupaten Brebes
mempersiapkan 60 ha untuk budidaya benih bawang
merah.
SUPLEMEN V
Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali
masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan
Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-
Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan
kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil
diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen
raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar
pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar
ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini
dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun
2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.
Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat
meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan
diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga
terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.
Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan
pasokan adalah melalui pola tanam off season
sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,
Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan
memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air
rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk
m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a
pengembangan/penanaman bawang merah di luar
Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode
Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang
nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan
berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten
Brebes.
Munculnya gagasan tersebut mengingat hasil panen
bawang merah di Kabupaten Brebes pada Februari dan
Maret mendatang diperkirakan menurun, sementara
sentra penghasil bawang merah lain seperti Nganjuk,
Probolinggo dan Pemalang, diperkirakan mengalami
masa panen yang sama dengan Brebes, yaitu pada Juli
dan Desember. Sementara itu, sentra penghasil bawang
merah lainnya, yakni Enrekang, Kuningan, Dema,
SUPLEMEN V
Prediksi Cuaca 2016Grafik 2.
59PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH58 PERKEMBANGAN
INFLASI JAWA TENGAH
Grobogan, Sumbawa, Bima, dan Kediri diperkirakan
baru akan mengalami masa panen pada bulan November
dan Desember.
Hal tersebut membuat Asosiasi Bawang Merah Brebes
(ABMI) memperkirakan akan ter jadi shortage
(kekurangan pasokan), terutama bulan Maret hingga
Juni 2016. Kekurangan pasokan tersebut menjadi isu
nasional karena diperkirakan akan menyebabkan harga
bawang merah mengalami kenaikan yang cukup tinggi.Sebagai informasi tambahan, hasil pantauan BMKG
Tegal menyatakan bahwa tahun 2015 terjadi perubahan
iklim, yaitu El Nino yang dipengaruhi angin timuran
(biasanya terjadi angin baratan). Diperkirakan
penyimpangan iklim tahun 2015 tersebut akan berlanjut
di awal tahun 2016 ini. Hingga Januari 2016 saat ini
masih terjadi El Nino kuat, sementara Februari-Maret
2016 akan berubah menjadi El Nino moderate, dan bulan
April El Nino lemah. Sementara pada bulan Mei-Juni
2016 akan kembali normal.
Pada tahun 2016, Kabupaten Brebes sebagai sebagai
sentra bawang merah nasional senantiasa meningkatkan
fokus pada budidaya benih bawang merah. Upaya untuk
pengembangan benih dilakukan melalui kerjasama
dengan BALITSA (Balai Penelitian Tanaman Sayuran), dan
pemurnian benih bawang merah bekerjasama dengan
BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Tengah
dengan sistem biji (True Shallots Seeds/TSS).
Lebih jauh, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan
Hortikultura Kabupaten Brebes bekerja sama dengan
Institut Pertanian Bogor (IPB) berupaya untuk melakukan
inovasi dengan menciptakan benih bawang merah yang
ramah lingkungan. Selain itu, dengan difasilitasi oleh
Kementan RI , Pemer intah Kabupaten Brebes
mempersiapkan 60 ha untuk budidaya benih bawang
merah.
SUPLEMEN V
Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali
masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan
Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-
Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan
kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil
diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen
raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar
pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar
ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini
dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun
2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.
Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat
meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan
diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga
terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.
Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan
pasokan adalah melalui pola tanam off season
sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,
Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan
memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air
rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk
m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a
pengembangan/penanaman bawang merah di luar
Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode
Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang
nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan
berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten
Brebes.
Munculnya gagasan tersebut mengingat hasil panen
bawang merah di Kabupaten Brebes pada Februari dan
Maret mendatang diperkirakan menurun, sementara
sentra penghasil bawang merah lain seperti Nganjuk,
Probolinggo dan Pemalang, diperkirakan mengalami
masa panen yang sama dengan Brebes, yaitu pada Juli
dan Desember. Sementara itu, sentra penghasil bawang
merah lainnya, yakni Enrekang, Kuningan, Dema,
SUPLEMEN V
Prediksi Cuaca 2016Grafik 2.
59PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH58 PERKEMBANGAN
INFLASI JAWA TENGAH
sebesar 6,14% (yoy). Inflasi Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2015 juga tercatat paling rendah dibandingkan
provinsi lain di Jawa. Pencapaian tersebut tidak terlepas
dari koordinasi yang solid dan adanya sinergi antar
instansi anggota TPID Provinsi Jawa Tengah dalam
mencapai keberhasilan program kerja tahun 2015.
SUPLEMEN VI
Selama tahun 2015, realisasi inflasi Jawa Tengah sangat
terkendali. Inflasi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar
2,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
yang sebesar 3,35% (yoy). Selain itu, capaian inflasi
tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2014
yang tercatat sebesar 8,22% (yoy) dan lebih rendah
dibandingkan rata-rata inflasi 8 tahun terakhir yaitu
SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
TPID PROVINSI JAWA TENGAH
Peran TPID Jateng dalam pencapaian inflasi rendah tahun 2015 antara lain :
Inflasi Jateng pada 2015 sebesar 2,731% (yoy) terendah dibandingkan Nasional dan diantara provinsi
lain di Jawa. Pencapaian inflasi yang rendah dan stabil tersebut tidak terlepas dari koordinasi antar
anggota TPID dalam pelaksanaan Program Kerja TPID Jawa Tengah yaitu PANDAWA LIMA
(Pengendalian & Pengawasan Harga melalui 5 Program) antara lain:
PANDAWALIMA
1. Pemenuhan ketersediaan pasokan
2. Pembentukan Harga yang Terjangkau
5. Penerapan Protokol Manajemen Lonjakan Harga
(PMLH)
4. Perluasan akses informasi
3. Pendistribusian pasokan aman dan lancar
Rp
Stabilisasi Harga Beras Melalui Optimalisasi Penyaluran Raskin
Provinsi Jawa Tengah
Optimalisasi Sub Terminal Agribisnis (STA)
Dalam Memotong Rantai Pemasaran
Intensitas Kegiatan Pengelolaan Ekspektasi Dalam Pengendalian
Harga Komoditas Strategis Oleh TPID Provinsi Jawa Tengah
Pemanfaatan Aplikasi SiHaTi Mobile Phone Berbasis Android
Dalam Pengendalian Harga
Pencapaian Swasembada Berkelanjutan Produksi Padi
dan Jagung di Provinsi Jawa Tengah
SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI : TPID Provinsi Jateng
Beberapa program kerja TPID Provinsi Jawa Tengah yang memberikan pengaruh signifikan dalam
pencapaian inflasi 2015 adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
60 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
SUPLEMEN VI
Sebagai Early Warning Indicator perkembangan harga
dan makroekonomi Jawa Tengah. Fitur ini berfungsi
sebagai alarm bagi para stakeholders Jawa Tengah
apabila terjadi pergerakan harga ataupun indikator
ekonomi lainnya yang bersifat abnormal.
Virtual Meeting yang memungkinkan stakeholders,
khususnya Gubernur Jawa Tengah, untuk melakukan
koordinasi, diskusi dan pengambilan keputusan dengan
segera secara virtual dan tanpa pertemuan fisik sehingga
proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan
efisien dan cepat. Hal ini memungkinkan Gubernur Jawa
Tengah untuk dapat melakukan pengambilan keputusan
kapanpun dan dimanapun.
Dalam rangka mendukung koordinasi dan sinergi antar instansi dalam pemantauan harga dikembangkan Aplikasi SiHaTi mobile phone berbasis android dengan 2 fitur unggulan, yakni:
Tampilan SiHaTi mobile phone berbasis android.Fitur Unggulan: Indikator Makroekonomi (kiri), Speedometer harga (tengah), Virtual Meeting (kanan)
61PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
sebesar 6,14% (yoy). Inflasi Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2015 juga tercatat paling rendah dibandingkan
provinsi lain di Jawa. Pencapaian tersebut tidak terlepas
dari koordinasi yang solid dan adanya sinergi antar
instansi anggota TPID Provinsi Jawa Tengah dalam
mencapai keberhasilan program kerja tahun 2015.
SUPLEMEN VI
Selama tahun 2015, realisasi inflasi Jawa Tengah sangat
terkendali. Inflasi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar
2,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
yang sebesar 3,35% (yoy). Selain itu, capaian inflasi
tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2014
yang tercatat sebesar 8,22% (yoy) dan lebih rendah
dibandingkan rata-rata inflasi 8 tahun terakhir yaitu
SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
TPID PROVINSI JAWA TENGAH
Peran TPID Jateng dalam pencapaian inflasi rendah tahun 2015 antara lain :
Inflasi Jateng pada 2015 sebesar 2,731% (yoy) terendah dibandingkan Nasional dan diantara provinsi
lain di Jawa. Pencapaian inflasi yang rendah dan stabil tersebut tidak terlepas dari koordinasi antar
anggota TPID dalam pelaksanaan Program Kerja TPID Jawa Tengah yaitu PANDAWA LIMA
(Pengendalian & Pengawasan Harga melalui 5 Program) antara lain:
PANDAWALIMA
1. Pemenuhan ketersediaan pasokan
2. Pembentukan Harga yang Terjangkau
5. Penerapan Protokol Manajemen Lonjakan Harga
(PMLH)
4. Perluasan akses informasi
3. Pendistribusian pasokan aman dan lancar
Rp
Stabilisasi Harga Beras Melalui Optimalisasi Penyaluran Raskin
Provinsi Jawa Tengah
Optimalisasi Sub Terminal Agribisnis (STA)
Dalam Memotong Rantai Pemasaran
Intensitas Kegiatan Pengelolaan Ekspektasi Dalam Pengendalian
Harga Komoditas Strategis Oleh TPID Provinsi Jawa Tengah
Pemanfaatan Aplikasi SiHaTi Mobile Phone Berbasis Android
Dalam Pengendalian Harga
Pencapaian Swasembada Berkelanjutan Produksi Padi
dan Jagung di Provinsi Jawa Tengah
SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI : TPID Provinsi Jateng
Beberapa program kerja TPID Provinsi Jawa Tengah yang memberikan pengaruh signifikan dalam
pencapaian inflasi 2015 adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
60 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
SUPLEMEN VI
Sebagai Early Warning Indicator perkembangan harga
dan makroekonomi Jawa Tengah. Fitur ini berfungsi
sebagai alarm bagi para stakeholders Jawa Tengah
apabila terjadi pergerakan harga ataupun indikator
ekonomi lainnya yang bersifat abnormal.
Virtual Meeting yang memungkinkan stakeholders,
khususnya Gubernur Jawa Tengah, untuk melakukan
koordinasi, diskusi dan pengambilan keputusan dengan
segera secara virtual dan tanpa pertemuan fisik sehingga
proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan
efisien dan cepat. Hal ini memungkinkan Gubernur Jawa
Tengah untuk dapat melakukan pengambilan keputusan
kapanpun dan dimanapun.
Dalam rangka mendukung koordinasi dan sinergi antar instansi dalam pemantauan harga dikembangkan Aplikasi SiHaTi mobile phone berbasis android dengan 2 fitur unggulan, yakni:
Tampilan SiHaTi mobile phone berbasis android.Fitur Unggulan: Indikator Makroekonomi (kiri), Speedometer harga (tengah), Virtual Meeting (kanan)
61PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 cenderung mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami
pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi
lain, pertumbuhan kredit pada triwulan laporan cenderung stabil.
Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan DPK
pada triwulan laporan. Di sisi lain, pembiayaan perbankan syariah Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan
lalu.
Kualitas kredit perbankan Jawa Tengah cenderung menurun pada triwulan
laporan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 cenderung mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami
pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi
lain, pertumbuhan kredit pada triwulan laporan cenderung stabil.
Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan DPK
pada triwulan laporan. Di sisi lain, pembiayaan perbankan syariah Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan
lalu.
Kualitas kredit perbankan Jawa Tengah cenderung menurun pada triwulan
laporan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
% YOY
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
% YOY
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
13.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Secara Umum
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2015 menunjukkan
kinerja yang melambat. Aset dan Dana Pihak Ketiga
(DPK) pe rbankan Jawa Tengah menga lami
pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan
triwulan III 2015. Sementara itu, kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan cenderung stabil. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,49% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,91%
(yoy) pada triwulan III 2015. Pertumbuhan aset ini
masih berada di atas angka pertumbuhan nasional
yang tercatat sebesar 7,95% (yoy) pada triwulan
laporan. Total aset bank umum di Jawa Tengah pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp281,96 triliun. Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi utama
lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan aset
perbankan di Jawa Tengah pada triwulan laporan masih
tercatat lebih rendah.
Meski pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan masih berada di bawah Jawa Barat
dan Jawa Timur, pertumbuhan DPK perbankan Jawa
Tengah triwulan IV 2015 merupakan yang tertinggi di
Pulau Jawa. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.2.
Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang
tumbuh melambat pada t r iwulan IV 2015,
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut
mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK
tumbuh sebesar 14,91% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 15,01% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp216,17 triliun. Komposisi DPK Jawa
Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan
(50,44%), diikuti oleh deposito (35,83%) dan giro
(13,73%). Dibandingkan dengan nilai DPK nasional
yang sebesar Rp4.413,24 triliun atau tumbuh sebesar
7,26% (yoy), pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara
tahunan tumbuh lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit cenderung stabil bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan kredit
perbankan tumbuh 9,37% (yoy), cenderung stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,35% (yoy). Total kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar
Rp216,71 triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional
yang tercatat sebesar 10,41% (yoy).
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 12.
65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
% YOY
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
% YOY
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
13.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Secara Umum
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2015 menunjukkan
kinerja yang melambat. Aset dan Dana Pihak Ketiga
(DPK) pe rbankan Jawa Tengah menga lami
pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan
triwulan III 2015. Sementara itu, kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan cenderung stabil. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,49% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,91%
(yoy) pada triwulan III 2015. Pertumbuhan aset ini
masih berada di atas angka pertumbuhan nasional
yang tercatat sebesar 7,95% (yoy) pada triwulan
laporan. Total aset bank umum di Jawa Tengah pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp281,96 triliun. Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi utama
lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan aset
perbankan di Jawa Tengah pada triwulan laporan masih
tercatat lebih rendah.
Meski pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan masih berada di bawah Jawa Barat
dan Jawa Timur, pertumbuhan DPK perbankan Jawa
Tengah triwulan IV 2015 merupakan yang tertinggi di
Pulau Jawa. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.2.
Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang
tumbuh melambat pada t r iwulan IV 2015,
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut
mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK
tumbuh sebesar 14,91% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 15,01% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp216,17 triliun. Komposisi DPK Jawa
Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan
(50,44%), diikuti oleh deposito (35,83%) dan giro
(13,73%). Dibandingkan dengan nilai DPK nasional
yang sebesar Rp4.413,24 triliun atau tumbuh sebesar
7,26% (yoy), pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara
tahunan tumbuh lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit cenderung stabil bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan kredit
perbankan tumbuh 9,37% (yoy), cenderung stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,35% (yoy). Total kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar
Rp216,71 triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional
yang tercatat sebesar 10,41% (yoy).
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 12.
65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
% %
95
97
99
101
103
105
107
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
ASET DPK KREDIT
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
300
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
% YOY
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
% YOY
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih
berada di bawah provinsi-provinsi lainnya di Pulau
Jawa, meskipun pada triwulan ini pertumbuhan kredit
Jawa Tengah sudah lebih tinggi bila dibandingkan
dengan Jawa Timur (Grafik 3.3).
Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2015 masih berada di atas rata-rata
nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta
(Grafik 3.4).
Pertumbuhan kredit yang cenderung stabil namun
disertai dengan pertumbuhan DPK yang melambat
pada triwulan IV menyebabkan loan to deposit ratio
(LDR) perbankan Jawa Tengah mengalami
kenaikan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar
100,25%, naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 98,19%. Angka LDR ini lebih tinggi
dibandingkan LDR nasional yang hanya tercatat sebesar
92,73%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
perbankan Jawa Tengah menurun pada triwulan
laporan. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan
(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat
dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan
lalu yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL kredit di
Jawa Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional
yang tercatat sebesar 2,47%.
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan
jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah
3.347 unit atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan III 2015 yang tercatat sebanyak 3.342 unit.
Peningkatan terutama terjadi pada kelompok bank
pemerintah. Pada kelompok tersebut, jumlah kantor
cabang pembantu naik menjadi 1.839 unit, dari
sebelumnya 1.652 unit pada triwulan III 2015.
Sementara itu, kelompok bank swasta nasional
mengalami penurunan jumlah kantor di triwulan
3.2. Perkembangan Bank Umum
66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
laporan. Penurunan jumlah kantor terjadi pada kantor
cabang dan kantor cabang pembantu yang berkurang
sebanyak 1 kantor untuk kantor cabang dan 169 kantor
untuk kantor cabang pembantu. Di sisi lain, bank
pemerintah daerah mengalami pertambahan jumlah
kantor pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah
kantor bank pemerintah daerah tersebut terutama
didorong oleh peningkatan jumlah kantor kas.
Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami
perubahan jumlah maupun komposisi kantor pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, terdapat 21 kantor
Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa Tengah yang
terdiri dari 14 kantor cabang dan 7 kantor cabang
pembantu.
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan
laporan didorong oleh perlambatan pertumbuhan
komponen DPK yang berupa depos i to .
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 17,91% (yoy) atau
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
2014
II III IV
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
II
2015
54
1
3,341
1,916
-
80
1,629
207
311
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
III
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
IV
54
1
3,347
1,941
-
80
1,839
22
317
1
45
66
205
1,068
-
193
621
21
21
-
14
7
-
melambat bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 23,96% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan deposito Jawa Tengah tersebut terutama
didorong oleh perlambatan pertumbuhan deposito
sektor swasta perseorangan Jawa Tengah yang tercatat
sebesar 12,73% (yoy) pada triwulan laporan dari
16,73% (yoy) pada triwulan lalu. Selain itu,
perlambatan pertumbuhan deposito tersebut juga
didorong oleh penurunan deposito Pemerintah Daerah
di triwulan IV sejalan dengan peningkatan realisasi
belanja Pemerintah Daerah yang mengalami
peningkatan di triwulan laporan sesuai dengan pola
musimannya. Deposito merupakan komponen
pembentuk DPK terbesar kedua setelah tabungan,
dengan pangsa sebesar 35,83% pada triwulan IV 2015.
Di sisi lain, komponen tabungan tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 11,72% (yoy) pada triwulan
laporan, atau meningkat bila dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 9,78% (yoy). Tabungan
merupakan komponen pembentuk DPK terbesar pada
triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 50,44%.
67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
% %
95
97
99
101
103
105
107
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
ASET DPK KREDIT
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
300
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
% YOY
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
% YOY
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih
berada di bawah provinsi-provinsi lainnya di Pulau
Jawa, meskipun pada triwulan ini pertumbuhan kredit
Jawa Tengah sudah lebih tinggi bila dibandingkan
dengan Jawa Timur (Grafik 3.3).
Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2015 masih berada di atas rata-rata
nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta
(Grafik 3.4).
Pertumbuhan kredit yang cenderung stabil namun
disertai dengan pertumbuhan DPK yang melambat
pada triwulan IV menyebabkan loan to deposit ratio
(LDR) perbankan Jawa Tengah mengalami
kenaikan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar
100,25%, naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 98,19%. Angka LDR ini lebih tinggi
dibandingkan LDR nasional yang hanya tercatat sebesar
92,73%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
perbankan Jawa Tengah menurun pada triwulan
laporan. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan
(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat
dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan
lalu yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL kredit di
Jawa Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional
yang tercatat sebesar 2,47%.
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan
jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah
3.347 unit atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan III 2015 yang tercatat sebanyak 3.342 unit.
Peningkatan terutama terjadi pada kelompok bank
pemerintah. Pada kelompok tersebut, jumlah kantor
cabang pembantu naik menjadi 1.839 unit, dari
sebelumnya 1.652 unit pada triwulan III 2015.
Sementara itu, kelompok bank swasta nasional
mengalami penurunan jumlah kantor di triwulan
3.2. Perkembangan Bank Umum
66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
laporan. Penurunan jumlah kantor terjadi pada kantor
cabang dan kantor cabang pembantu yang berkurang
sebanyak 1 kantor untuk kantor cabang dan 169 kantor
untuk kantor cabang pembantu. Di sisi lain, bank
pemerintah daerah mengalami pertambahan jumlah
kantor pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah
kantor bank pemerintah daerah tersebut terutama
didorong oleh peningkatan jumlah kantor kas.
Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami
perubahan jumlah maupun komposisi kantor pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, terdapat 21 kantor
Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa Tengah yang
terdiri dari 14 kantor cabang dan 7 kantor cabang
pembantu.
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan
laporan didorong oleh perlambatan pertumbuhan
komponen DPK yang berupa depos i to .
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 17,91% (yoy) atau
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
2014
II III IV
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
II
2015
54
1
3,341
1,916
-
80
1,629
207
311
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
III
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
IV
54
1
3,347
1,941
-
80
1,839
22
317
1
45
66
205
1,068
-
193
621
21
21
-
14
7
-
melambat bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 23,96% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan deposito Jawa Tengah tersebut terutama
didorong oleh perlambatan pertumbuhan deposito
sektor swasta perseorangan Jawa Tengah yang tercatat
sebesar 12,73% (yoy) pada triwulan laporan dari
16,73% (yoy) pada triwulan lalu. Selain itu,
perlambatan pertumbuhan deposito tersebut juga
didorong oleh penurunan deposito Pemerintah Daerah
di triwulan IV sejalan dengan peningkatan realisasi
belanja Pemerintah Daerah yang mengalami
peningkatan di triwulan laporan sesuai dengan pola
musimannya. Deposito merupakan komponen
pembentuk DPK terbesar kedua setelah tabungan,
dengan pangsa sebesar 35,83% pada triwulan IV 2015.
Di sisi lain, komponen tabungan tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 11,72% (yoy) pada triwulan
laporan, atau meningkat bila dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 9,78% (yoy). Tabungan
merupakan komponen pembentuk DPK terbesar pada
triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 50,44%.
67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
III III IV
Sejalan dengan tabungan, komponen giro juga
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan
laporan, yakni sebesar 19,54% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
11,68% (yoy). Meskipun mengalami pertumbuhan
yang signifikan pada triwulan laporan, komponen giro
masih belum mampu untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan DPK secara keseluruhan. Giro
merupakan komponen pembentuk DPK terkecil pada
triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 13,73%.
Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi
sebesar 99,95%, sedangkan sisanya dimiliki oleh
kelompok non-penduduk. Nasabah sektor swasta
tercatat mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposisi 91,40%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 8,55%.
Berdasarkan kepemi l ikan, per lambatan
pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta
merupakan pendorong utama perlambatan
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2015, DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 13,71% (yoy), atau
melambat dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 14,16% (yoy). Perlambatan ini terutama
didorong oleh DPK nasabah bukan lembaga keuangan,
yang merupakan kontributor terbesar kedua nasabah
sektor swasta dengan pangsa sebesar 12,58% dari
keseluruhan DPK, yang tumbuh sebesar 27,08% (yoy),
melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 35,40% (yoy).
Di sisi lain, DPK sektor pemerintah mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada triwulan
laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat
sebesar 29,79% (yoy), atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,94%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah
yang tercatat sebesar 90,89% (yoy), atau lebih rendah
bila dibandingkan dengan rata-rata realisasi belanja
periode yang sama dalam 3 tahun terakhir sebesar
94,33%.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa
rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya
dimiliki oleh 0,1% penduduk di Jawa Tengah. Namun
demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai
41,2% total DPK perbankan di Jawa Tengah.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
65,684
44,344
17,058
89,085
216,171
21,011,432
201,236
22,453
21,726
21,256,847
30.4%
20.5%
7.9%
410.0%
100.0%
98.8%
0.9%
0.1%
0.1%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit cenderung stabil pada
triwulan laporan. Kredit perbankan pada triwulan IV
tercatat sebesar 9,37% (yoy), cenderung stabil bila
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,35% (yoy). Laju pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 berada
di bawah dua provinsi utama lain di Pulau Jawa yaitu
DKI Jakarta 11,18%(yoy) dan Jawa Barat 9,60%.
Namun demikian, pertumbuhan kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan sudah lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Jawa Timur yang tercatat
sebesar 9,01% (yoy) (Grafik 3.7). Pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 masih
berada di bawah nasional yang tercatat sebesar
10,41% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
33,11% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
signifikan sebesar 19,47%. Sementara itu, sektor
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,78% dari
total kredit.
S e m e n t a r a b i l a d i t i n j a u b e r d a s a r k a n
penggunaannya, penyaluran kredit perbankan
Jawa Tengah pada triwulan laporan masih
didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa
53,24% dari total kredit. Di sisi lain, kredit konsumsi
dan kredit investasi menempati urutan kedua dan
ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,73%
dan 15,83% dari total kredit.
Penyaluran kredit modal kerja Jawa Tengah didominasi
oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan
golongan debitur perseorangan yang memegang
pangsa 40,73% serta industri pengolahan dengan
golongan debitur bukan lembaga keuangan yang
memegang pangsa 22,71% dari keseluruhan kredit
modal kerja Jawa Tengah. Sementara untuk kredit
investasi didominasi oleh sektor industri pengolahan
dengan golongan debitur bukan lembaga keuangan
yang memegang pangsa 25,09% serta sektor
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
debitur perseorangan yang memegang pangsa
20,46% dari keseluruhan kredit investasi Jawa Tengah. Sektor ekonomi utama Jawa Tengah cenderung
mengalami pertumbuhan kredit yang meningkat
di triwulan laporan. Pertumbuhan kredit sektor
perdagangan meningkat menjadi 10,72% (yoy) pada
triwulan laporan, dari sebelumnya 9,84% (yoy) pada
triwulan III 2015. Kredit sektor industri pengolahan juga
tumbuh meningkat menjadi sebesar 15,78% (yoy),
setelah sebelumnya tumbuh 15,39% (yoy). Sejalan
dengan sektor perdagangan dan industri pengolahan,
kredit pada sektor pertanian juga turut mengalami
peningkatan menjadi sebesar 14,23% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang tercatat
sebesar 12,64% (yoy).
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2015 cenderung bervariasi. Pada
triwulan laporan, kredit modal kerja dan kredit
investasi mengalami peningkatan, sementara
kredit konsumsi mengalami perlambatan. Kredit
modal kerja (dengan pangsa 53,44%) tumbuh
meningkat menjadi sebesar 8,86% (yoy), setelah
tumbuh sebesar 8,41% (yoy) pada triwulan III 2015. Hal
tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan kredit
68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
III III IV
Sejalan dengan tabungan, komponen giro juga
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan
laporan, yakni sebesar 19,54% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
11,68% (yoy). Meskipun mengalami pertumbuhan
yang signifikan pada triwulan laporan, komponen giro
masih belum mampu untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan DPK secara keseluruhan. Giro
merupakan komponen pembentuk DPK terkecil pada
triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 13,73%.
Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi
sebesar 99,95%, sedangkan sisanya dimiliki oleh
kelompok non-penduduk. Nasabah sektor swasta
tercatat mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposisi 91,40%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 8,55%.
Berdasarkan kepemi l ikan, per lambatan
pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta
merupakan pendorong utama perlambatan
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2015, DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 13,71% (yoy), atau
melambat dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 14,16% (yoy). Perlambatan ini terutama
didorong oleh DPK nasabah bukan lembaga keuangan,
yang merupakan kontributor terbesar kedua nasabah
sektor swasta dengan pangsa sebesar 12,58% dari
keseluruhan DPK, yang tumbuh sebesar 27,08% (yoy),
melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 35,40% (yoy).
Di sisi lain, DPK sektor pemerintah mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada triwulan
laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat
sebesar 29,79% (yoy), atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,94%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah
yang tercatat sebesar 90,89% (yoy), atau lebih rendah
bila dibandingkan dengan rata-rata realisasi belanja
periode yang sama dalam 3 tahun terakhir sebesar
94,33%.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa
rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya
dimiliki oleh 0,1% penduduk di Jawa Tengah. Namun
demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai
41,2% total DPK perbankan di Jawa Tengah.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
65,684
44,344
17,058
89,085
216,171
21,011,432
201,236
22,453
21,726
21,256,847
30.4%
20.5%
7.9%
410.0%
100.0%
98.8%
0.9%
0.1%
0.1%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit cenderung stabil pada
triwulan laporan. Kredit perbankan pada triwulan IV
tercatat sebesar 9,37% (yoy), cenderung stabil bila
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,35% (yoy). Laju pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 berada
di bawah dua provinsi utama lain di Pulau Jawa yaitu
DKI Jakarta 11,18%(yoy) dan Jawa Barat 9,60%.
Namun demikian, pertumbuhan kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan sudah lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Jawa Timur yang tercatat
sebesar 9,01% (yoy) (Grafik 3.7). Pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 masih
berada di bawah nasional yang tercatat sebesar
10,41% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
33,11% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
signifikan sebesar 19,47%. Sementara itu, sektor
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,78% dari
total kredit.
S e m e n t a r a b i l a d i t i n j a u b e r d a s a r k a n
penggunaannya, penyaluran kredit perbankan
Jawa Tengah pada triwulan laporan masih
didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa
53,24% dari total kredit. Di sisi lain, kredit konsumsi
dan kredit investasi menempati urutan kedua dan
ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,73%
dan 15,83% dari total kredit.
Penyaluran kredit modal kerja Jawa Tengah didominasi
oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan
golongan debitur perseorangan yang memegang
pangsa 40,73% serta industri pengolahan dengan
golongan debitur bukan lembaga keuangan yang
memegang pangsa 22,71% dari keseluruhan kredit
modal kerja Jawa Tengah. Sementara untuk kredit
investasi didominasi oleh sektor industri pengolahan
dengan golongan debitur bukan lembaga keuangan
yang memegang pangsa 25,09% serta sektor
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
debitur perseorangan yang memegang pangsa
20,46% dari keseluruhan kredit investasi Jawa Tengah. Sektor ekonomi utama Jawa Tengah cenderung
mengalami pertumbuhan kredit yang meningkat
di triwulan laporan. Pertumbuhan kredit sektor
perdagangan meningkat menjadi 10,72% (yoy) pada
triwulan laporan, dari sebelumnya 9,84% (yoy) pada
triwulan III 2015. Kredit sektor industri pengolahan juga
tumbuh meningkat menjadi sebesar 15,78% (yoy),
setelah sebelumnya tumbuh 15,39% (yoy). Sejalan
dengan sektor perdagangan dan industri pengolahan,
kredit pada sektor pertanian juga turut mengalami
peningkatan menjadi sebesar 14,23% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang tercatat
sebesar 12,64% (yoy).
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2015 cenderung bervariasi. Pada
triwulan laporan, kredit modal kerja dan kredit
investasi mengalami peningkatan, sementara
kredit konsumsi mengalami perlambatan. Kredit
modal kerja (dengan pangsa 53,44%) tumbuh
meningkat menjadi sebesar 8,86% (yoy), setelah
tumbuh sebesar 8,41% (yoy) pada triwulan III 2015. Hal
tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan kredit
68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
53.44%15.83%30.73%
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80 RP TRILIUN
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
investasi yang juga mengalami peningkatan pada
triwulan laporan. Kredit investasi (dengan pangsa
15,83%) tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
18,06% (yoy), atau meningkat bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
13,86% (yoy).
Di sisi lain, kredit konsumsi cenderung melambat pada
triwulan laporan. Pertumbuhan kredit konsumsi pada
triwulan laporan tercatat sebesar 6,20% (yoy), atau
melambat bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 8,90% (yoy). Pangsa
kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar
30,73%, terbesar kedua setelah kredit modal kerja.
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 48,8% dari
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara
kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar
45,8% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.
Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit
skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif
merata. Namun bila ditinjau dari aspek sebaran jumlah
kreditur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit di
Jawa Tengah sebagian besar masih dikuasai oleh
kreditur dengan nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal
tersebut terlihat dari 0,7% kreditur di atas Rp 1 Miliar
memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai
45,8% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
58,094
47,749
11,566
99,296
216,705
3,013,806
293,771
19,465
21,834
3,348,876
26.8%
22.0%
5.3%
45.8%
100.0%
90.0%
8.8%
0.6%
0.7%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
12
13
14
15 %
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
5
6
7
8
9%
1.5
2
2.5
3
3.5
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
%
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Secara umum, suku bunga simpanan di bank
umum mengalami penurunan di triwulan laporan.
Penurunan suku bunga tabungan pada triwulan
laporan terjadi pada seluruh komponen, yakni
tabungan, deposito, dan giro. Suku bunga simpanan
dalam bentuk deposito mengalami penurunan di
triwulan laporan menjadi 7,01% dari 7,21% di triwulan
sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito terjadi
pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor lebih
dari 24 bulan sampai dengan 36 bulan dan tenor lebih
dari 36 bulan. Untuk tenor lebih dari 24 bulan sampai
dengan 36 bulan, suku bunga meningkat dari 5,74%
pada triwulan lalu menjadi sebesar 5,95% pada
triwulan laporan. Sementara untuk tenor lebih dari 36
bulan, suku bunga meningkat dari 6,06% pada
triwulan lalu menjadi 7,45% pada triwulan laporan.
Suku bunga giro tercatat sebesar 2,02%, menurun dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,58%.
Sementara suku bunga tabungan pada triwulan
laporan tercatat sebesar 1,61%, menurun dari 1,70%
pada triwulan lalu. Penurunan suku bunga ini
diperkirakan akan berlanjut di triwulan I 2016 sejalan
dengan penurunan BI Rate sebesar 50 bps menjadi
7,00%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,00% dan
Lending Facility pada level 7,50%.
Suku bunga pinjaman berdasarkan penggunaan
secara umum mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan tersebut didorong oleh penurunan
suku bunga kredit modal kerja dan kredit
investasi. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit
modal kerja tercatat sebesar 12,93%, atau menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 13,10%. Demikian pula halnya dengan
kredit investasi yang mengalami penurunan suku
bunga menjadi sebesar 12,45% dari 12,60% pada
triwulan sebelumnya. Namun demikian, kondisi ini
berbeda pada kredit konsumsi di mana terjadi sedikit
kenaikan suku bunga menjadi sebesar 13,19% (yoy)
dari 13,15% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman
pada tr iwulan laporan juga mengalami
penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni
menjadi sebesar 13,58% dari 13,75% pada triwulan
sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga
mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar
11,34% dari 11,39% pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan laporan tercatat sebesar 12,69%, atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 12,87%.
70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
53.44%15.83%30.73%
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80 RP TRILIUN
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
investasi yang juga mengalami peningkatan pada
triwulan laporan. Kredit investasi (dengan pangsa
15,83%) tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
18,06% (yoy), atau meningkat bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
13,86% (yoy).
Di sisi lain, kredit konsumsi cenderung melambat pada
triwulan laporan. Pertumbuhan kredit konsumsi pada
triwulan laporan tercatat sebesar 6,20% (yoy), atau
melambat bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 8,90% (yoy). Pangsa
kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar
30,73%, terbesar kedua setelah kredit modal kerja.
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 48,8% dari
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara
kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar
45,8% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.
Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit
skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif
merata. Namun bila ditinjau dari aspek sebaran jumlah
kreditur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit di
Jawa Tengah sebagian besar masih dikuasai oleh
kreditur dengan nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal
tersebut terlihat dari 0,7% kreditur di atas Rp 1 Miliar
memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai
45,8% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
58,094
47,749
11,566
99,296
216,705
3,013,806
293,771
19,465
21,834
3,348,876
26.8%
22.0%
5.3%
45.8%
100.0%
90.0%
8.8%
0.6%
0.7%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
12
13
14
15 %
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
5
6
7
8
9%
1.5
2
2.5
3
3.5
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
%
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Secara umum, suku bunga simpanan di bank
umum mengalami penurunan di triwulan laporan.
Penurunan suku bunga tabungan pada triwulan
laporan terjadi pada seluruh komponen, yakni
tabungan, deposito, dan giro. Suku bunga simpanan
dalam bentuk deposito mengalami penurunan di
triwulan laporan menjadi 7,01% dari 7,21% di triwulan
sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito terjadi
pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor lebih
dari 24 bulan sampai dengan 36 bulan dan tenor lebih
dari 36 bulan. Untuk tenor lebih dari 24 bulan sampai
dengan 36 bulan, suku bunga meningkat dari 5,74%
pada triwulan lalu menjadi sebesar 5,95% pada
triwulan laporan. Sementara untuk tenor lebih dari 36
bulan, suku bunga meningkat dari 6,06% pada
triwulan lalu menjadi 7,45% pada triwulan laporan.
Suku bunga giro tercatat sebesar 2,02%, menurun dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,58%.
Sementara suku bunga tabungan pada triwulan
laporan tercatat sebesar 1,61%, menurun dari 1,70%
pada triwulan lalu. Penurunan suku bunga ini
diperkirakan akan berlanjut di triwulan I 2016 sejalan
dengan penurunan BI Rate sebesar 50 bps menjadi
7,00%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,00% dan
Lending Facility pada level 7,50%.
Suku bunga pinjaman berdasarkan penggunaan
secara umum mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan tersebut didorong oleh penurunan
suku bunga kredit modal kerja dan kredit
investasi. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit
modal kerja tercatat sebesar 12,93%, atau menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 13,10%. Demikian pula halnya dengan
kredit investasi yang mengalami penurunan suku
bunga menjadi sebesar 12,45% dari 12,60% pada
triwulan sebelumnya. Namun demikian, kondisi ini
berbeda pada kredit konsumsi di mana terjadi sedikit
kenaikan suku bunga menjadi sebesar 13,19% (yoy)
dari 13,15% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman
pada tr iwulan laporan juga mengalami
penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni
menjadi sebesar 13,58% dari 13,75% pada triwulan
sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga
mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar
11,34% dari 11,39% pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan laporan tercatat sebesar 12,69%, atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 12,87%.
70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
1
2
3
4
5 %
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00 %
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Kualitas kredit cenderung menurun pada triwulan
laporan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
pada periode laporan tercatat sebesar 3,02% atau
mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL
kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,47%
pada triwulan laporan, menurun dari triwulan lalu yang
sebesar 2,69%. Meskipun kualitas kredit menurun,
namun besaran NPL tersebut masih dalam batas
indikatif yang dipersyaratkan.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan NPL
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan
terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit modal
kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni
53,44%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 3,76% dari 3,59%
di triwulan sebelumnya. Penurunan NPL pada kredit
modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor
industri pengolahan dengan golongan debitur sektor
swasta bukan lembaga keuangan.
Sementara itu, kualitas kredit investasi pada
tr iwulan laporan cenderung stabi l b i la
dibandingkan dengan triwulan lalu, tercermin dari
rasio NPL yang cenderung tetap menjadi 4,37% dari
4,35% pada triwulan lalu.
Di sisi lain, kredit konsumsi mengalami kualitas
yang membaik pada triwulan laporan, tercermin
dari rasio NPL yang turun ke angka 1,05% dari 1,22%
di triwulan III 2015.
Berdasarkan sektor ekonominya, kenaikan NPL
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan
terutama didorong oleh industri pengolahan. NPL
untuk sektor industri pengolahan naik secara signifikan
menjadi 5,19%, setelah sebelumnya mencatatkan
angka NPL sebesar 4,16%. Peningkatan NPL ini
terutama dialami oleh sektor industri pengolahan
dengan eksposur nilai tukar untuk keperluan
pemenuhan bahan baku impor. Seperti industri
pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil,
industri barang dari plastik dan industri motor listrik,
generator dan transformator.
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum, pola pergerakan laju kredit
tahunan dengan pergerakan pertumbuhan
ekonomi lapangan usaha utama Jawa Tengah
cenderung bersifat mixed. Pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan
usaha utama, yakni industri pengolahan (35,22%) ;
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor (14,31%); pertanian, kehutanan dan perikanan
(14,11%); serta konstruksi (10,08%). Keempat
lapangan usaha utama Jawa Tengah tersebut
mengalami pertumbuhan yang meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi lain,
peningkatan laju kredit hanya terjadi pada sektor
industri pengolahan dan perdagangan besar & eceran.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang
mengalami peningkatan pada triwulan laporan sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang juga mengalami peningkatan.
Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh
sebesar 4,6% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,3%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut sejalan
naiknya permintaan domestik maupun luar negeri yang
sejalan dengan pola musimannya.
Peningkatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi
bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor tercatat tumbuh sebesar 8,2% (yoy) pada
triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,2% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan
dengan peningkatan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan yang juga mengalami peningkatan pada
triwulan laporan.
Di sisi lain, peningkatan kinerja lapangan usaha
pertanian pada triwulan laporan tidak sejalan dengan
laju pertumbuhan kredit sektor pertanian yang
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan
pada tr iwulan IV 2015 tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 6,9% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).
Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya peningkatan
pembiayaan lapangan usaha pertanian Jawa Tengah
yang berasal dari biaya sendiri.
Perlambatan pertumbuhan kredit sektor konstruksi
pada triwulan laporan juga terjadi bersamaan dengan
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha konstruksi.
Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh sebesar
7,4% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 7,1% (yoy). Hal ini
dapat mengindikasikan bahwa sebagian proyek
konstruksi merupakan realisasi proyek dari triwulan-
triwulan sebelumnya yang mundur dan dilakukan pada
triwulan IV sehingga pembiayaan proyek-proyek
tersebut sudah dilaksanakan beberapa waktu
sebelumnya.
Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan
pertumbuhan sektor ekonomi utama Jawa
Tengah cenderung menunjukkan tren yang
berlawanan arah. Peningkatan kinerja di seluruh
lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan
laporan terjadi sejalan dengan penurunan risiko kredit
dari sektor-sektor yang bersangkutan.
Di sisi lain, kualitas NPL sektor perdagangan besar dan
eceran mengalami penurunan dari 3,70% pada
triwulan lalu menjadi 3,34% pada triwulan laporan.
72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
1
2
3
4
5 %
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00 %
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Kualitas kredit cenderung menurun pada triwulan
laporan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
pada periode laporan tercatat sebesar 3,02% atau
mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL
kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,47%
pada triwulan laporan, menurun dari triwulan lalu yang
sebesar 2,69%. Meskipun kualitas kredit menurun,
namun besaran NPL tersebut masih dalam batas
indikatif yang dipersyaratkan.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan NPL
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan
terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit modal
kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni
53,44%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 3,76% dari 3,59%
di triwulan sebelumnya. Penurunan NPL pada kredit
modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor
industri pengolahan dengan golongan debitur sektor
swasta bukan lembaga keuangan.
Sementara itu, kualitas kredit investasi pada
tr iwulan laporan cenderung stabi l b i la
dibandingkan dengan triwulan lalu, tercermin dari
rasio NPL yang cenderung tetap menjadi 4,37% dari
4,35% pada triwulan lalu.
Di sisi lain, kredit konsumsi mengalami kualitas
yang membaik pada triwulan laporan, tercermin
dari rasio NPL yang turun ke angka 1,05% dari 1,22%
di triwulan III 2015.
Berdasarkan sektor ekonominya, kenaikan NPL
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan
terutama didorong oleh industri pengolahan. NPL
untuk sektor industri pengolahan naik secara signifikan
menjadi 5,19%, setelah sebelumnya mencatatkan
angka NPL sebesar 4,16%. Peningkatan NPL ini
terutama dialami oleh sektor industri pengolahan
dengan eksposur nilai tukar untuk keperluan
pemenuhan bahan baku impor. Seperti industri
pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil,
industri barang dari plastik dan industri motor listrik,
generator dan transformator.
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum, pola pergerakan laju kredit
tahunan dengan pergerakan pertumbuhan
ekonomi lapangan usaha utama Jawa Tengah
cenderung bersifat mixed. Pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan
usaha utama, yakni industri pengolahan (35,22%) ;
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor (14,31%); pertanian, kehutanan dan perikanan
(14,11%); serta konstruksi (10,08%). Keempat
lapangan usaha utama Jawa Tengah tersebut
mengalami pertumbuhan yang meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi lain,
peningkatan laju kredit hanya terjadi pada sektor
industri pengolahan dan perdagangan besar & eceran.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang
mengalami peningkatan pada triwulan laporan sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang juga mengalami peningkatan.
Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh
sebesar 4,6% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,3%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut sejalan
naiknya permintaan domestik maupun luar negeri yang
sejalan dengan pola musimannya.
Peningkatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi
bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor tercatat tumbuh sebesar 8,2% (yoy) pada
triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,2% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan
dengan peningkatan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan yang juga mengalami peningkatan pada
triwulan laporan.
Di sisi lain, peningkatan kinerja lapangan usaha
pertanian pada triwulan laporan tidak sejalan dengan
laju pertumbuhan kredit sektor pertanian yang
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan
pada tr iwulan IV 2015 tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 6,9% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).
Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya peningkatan
pembiayaan lapangan usaha pertanian Jawa Tengah
yang berasal dari biaya sendiri.
Perlambatan pertumbuhan kredit sektor konstruksi
pada triwulan laporan juga terjadi bersamaan dengan
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha konstruksi.
Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh sebesar
7,4% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 7,1% (yoy). Hal ini
dapat mengindikasikan bahwa sebagian proyek
konstruksi merupakan realisasi proyek dari triwulan-
triwulan sebelumnya yang mundur dan dilakukan pada
triwulan IV sehingga pembiayaan proyek-proyek
tersebut sudah dilaksanakan beberapa waktu
sebelumnya.
Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan
pertumbuhan sektor ekonomi utama Jawa
Tengah cenderung menunjukkan tren yang
berlawanan arah. Peningkatan kinerja di seluruh
lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan
laporan terjadi sejalan dengan penurunan risiko kredit
dari sektor-sektor yang bersangkutan.
Di sisi lain, kualitas NPL sektor perdagangan besar dan
eceran mengalami penurunan dari 3,70% pada
triwulan lalu menjadi 3,34% pada triwulan laporan.
72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
% YOY
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI
NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)
13.23%
8.97%
6.87%
PERTUMBUHAN EKONOMI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
10.6%
8.2%
3.31%
2.54%
15.07%
7.4%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
PERTUMBUHAN EKONOMI INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan
0%
1%
2%
3%
4%
I II III IV2014
I2015
II III IV0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%24.91%
4.6%
3.87%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2014
I2015
II III IV
I II III IV2014
I2015
II III IV
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah
secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang
melambat menjadi 9,85% (yoy) pada triwulan laporan,
dari triwulan sebelumnya sebesar 16,55% (yoy). Angka
ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan aset bank syariah nasional yang tercatat
sebesar 10,02% (yoy).
Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah juga mencatatkan perlambatan pada
triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 16,37% (yoy)
pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 25,43%
(yoy). Namun demikian, angka ini lebih tinggi
dibandingkan laju pertumbuhan DPK beberapa provinsi
lain di Pulau Jawa maupun nasional yang sebesar
6,15% (yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah di
Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan tercatat
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2014
II III IV I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III
9
167
62
24
24
9
175
60
24
24
10
178
58
24
24
10
154
53
25
25
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
IV
10
169
35
25
25
% YOY
0
10
20
30
40
50
60
70
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
% YOY
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
sebesar 12,98% (yoy), DI Yogyakarta 12,53% (yoy),
Banten 11,15% (yoy), Jawa Timur 3,73% (yoy), dan DKI
Jakarta 1,99% (yoy).
Sementara pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah mengalami peningkatan pada
triwulan laporan. Pada triwulan laporan, pembiayaan
tumbuh sebesar 9,51% (yoy), atau meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,09% (yoy). Angka ini juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang
sebesar 6,92% (yoy). Apabila dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan
pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan
laporan cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan
pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Timur tercatat
sebesar 7,81% (yoy), sementara DKI Jakarta dan DI
Yogyakarta masing-masing sebesar 8,56% dan 6,07%.
Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah
Jawa Tengah pada triwulan laporan masih berada di
bawah Jawa Barat yang tercatat sebesar 9,81%.
Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 juga mengalami
perlambatan ke level 104,16%; dari 111,12% di
triwulan sebelumnya. Namun demikian, angka FDR
Jawa Tengah pada triwulan laporan juga masih
cenderung tinggi bila dibandingkan dengan FDR
provinsi lainnya di Pulau Jawa. FDR Provinsi Jawa Barat
pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,60% (yoy),
Jawa Timur 104,16% (yoy), Banten 95,20% (yoy), DKI
Jakarta 78,65% (yoy), dan DI Yogyakarta 74,91% (yoy).
Sementara FDR nasional pada triwulan laporan tercatat
sebesar 92,57%.
Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah tidak berubah dari triwulan
sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan
komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor
yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit
Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak
35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,
pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
% YOY
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI
NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)
13.23%
8.97%
6.87%
PERTUMBUHAN EKONOMI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
10.6%
8.2%
3.31%
2.54%
15.07%
7.4%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
PERTUMBUHAN EKONOMI INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan
0%
1%
2%
3%
4%
I II III IV2014
I2015
II III IV0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%24.91%
4.6%
3.87%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV2014
I2015
II III IVI II III IV2014
I2015
II III IV
I II III IV2014
I2015
II III IV
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah
secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang
melambat menjadi 9,85% (yoy) pada triwulan laporan,
dari triwulan sebelumnya sebesar 16,55% (yoy). Angka
ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan aset bank syariah nasional yang tercatat
sebesar 10,02% (yoy).
Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah juga mencatatkan perlambatan pada
triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 16,37% (yoy)
pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 25,43%
(yoy). Namun demikian, angka ini lebih tinggi
dibandingkan laju pertumbuhan DPK beberapa provinsi
lain di Pulau Jawa maupun nasional yang sebesar
6,15% (yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah di
Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan tercatat
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2014
II III IV I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III
9
167
62
24
24
9
175
60
24
24
10
178
58
24
24
10
154
53
25
25
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
IV
10
169
35
25
25
% YOY
0
10
20
30
40
50
60
70
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
% YOY
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
sebesar 12,98% (yoy), DI Yogyakarta 12,53% (yoy),
Banten 11,15% (yoy), Jawa Timur 3,73% (yoy), dan DKI
Jakarta 1,99% (yoy).
Sementara pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah mengalami peningkatan pada
triwulan laporan. Pada triwulan laporan, pembiayaan
tumbuh sebesar 9,51% (yoy), atau meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,09% (yoy). Angka ini juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang
sebesar 6,92% (yoy). Apabila dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan
pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan
laporan cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan
pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Timur tercatat
sebesar 7,81% (yoy), sementara DKI Jakarta dan DI
Yogyakarta masing-masing sebesar 8,56% dan 6,07%.
Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah
Jawa Tengah pada triwulan laporan masih berada di
bawah Jawa Barat yang tercatat sebesar 9,81%.
Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 juga mengalami
perlambatan ke level 104,16%; dari 111,12% di
triwulan sebelumnya. Namun demikian, angka FDR
Jawa Tengah pada triwulan laporan juga masih
cenderung tinggi bila dibandingkan dengan FDR
provinsi lainnya di Pulau Jawa. FDR Provinsi Jawa Barat
pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,60% (yoy),
Jawa Timur 104,16% (yoy), Banten 95,20% (yoy), DKI
Jakarta 78,65% (yoy), dan DI Yogyakarta 74,91% (yoy).
Sementara FDR nasional pada triwulan laporan tercatat
sebesar 92,57%.
Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah tidak berubah dari triwulan
sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan
komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor
yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit
Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak
35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,
pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
0
10
20
30% YOYRP TRILIUN
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
RP TRILIUN
3.0
3.5
4.0
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
0
1
2
3
4
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh
12,36% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 10,98% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
8,13% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor
UMKM mengalami penurunan. NPL kredit UMKM di
Jawa Tengah pada periode laporan tercatat sebesar
3,35%, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 3,78%. Tingkat NPL kredit
UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar
4,22%.
Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM
pada triwulan IV mengalami sedikit penurunan menjadi
38,64% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan
triwulan III 2015 yang sebesar 38,72%. Namun
demikian, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh
di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,64%.
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor
perdagangan besar dan eceran (62,83%), diikuti sektor
industri pengolahan (10,85%), dan sektor pertanian
(6,26%).
Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan
laporan didorong oleh seluruh sektor utama kredit
UMKM Jawa Tengah. Kred i t UMKM sektor
perdagangan tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya, dari 10,96% (yoy) menjadi
12,17% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor industri
pengolahan juga mengalami peningkatan pada
triwulan laporan menjadi sebesar 21,66% (yoy) dari
19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
kredit kepada UMKM sektor pertanian tercatat juga
mengalami peningkatan, yakni sebesar 18,37% (yoy)
pada triwulan laporan. Angka ini lebih tinggi dari
triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 17,91% (yoy).
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
mengalami penurunan, meski terjadi peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.
Penurunan NPL tersebut terutama didorong penurunan
NPL kredit sektor perdagangan besar dan eceran. NPL
kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan IV 2015 tercatat sebesar 3,27% atau menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,83%. Selain itu, NPL kredit sektor pertanian pada
triwulan IV 2015 juga mengalami penurunan menjadi
sebesar 3,27% dari 3,63% di triwulan lalu. Di sisi lain,
NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami
sedikit peningkatan pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar 3,71% dari 3,60% pada triwulan lalu.
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
RP TRILIUN
2
3
4
5
-1
1
2
3
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
0
10
20
30
40
50
60
70
80 % YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
-10
0
10
20
30
40
50
60
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
1
2
3
4
5
6 % YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 81,63% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu, 18,37% dari total kredit
UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit investasi sektor UMKM pada
triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang
signifikan menjadi 16,48% pada triwulan laporan,
meningkat dari 5,87% pada triwulan sebelumnya.
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 9,18% (yoy), laju kredit investasi sektor UMKM
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang lebih
tinggi pada triwulan laporan. Di sisi lain, kredit modal
kerja UMKM Jawa Tengah mengalami perlambatan
pada triwulan laporan. Kredit modal kerja Jawa Tengah
pada sektor UMKM triwulan IV 2015 tumbuh sebesar
11,47% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya
sebesar 12,06% (yoy). Namun demikian, angka ini
masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat
sebesar 7,73% (yoy).
Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan
laporan untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki rasio NPL yang menurun. NPL baik pada
kredit modal kerja serta maupun kredit investasi pada
triwulan IV 2015 ini mengalami penurunan. NPL kredit
modal kerja menurun menjadi 3,23% dari sebelumnya
sebesar 3,61%. Angka ini lebih baik dibandingkan
dengan nasional yang sebesar 4,33%. Sementara itu,
NPL kredit investasi pada triwulan laporan tercatat
sebesar 3,90%, menurun dibandingkan dengan
triwulan lalu yang sebesar 4,58%. Angka NPL kredit
investasi pada periode ini relatif sama dengan tingkat
NPL nasional yang tercatat sebesar 3,91%.
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh
Perusahaan Pembiayaan (PP) yang berkantor
pusat di Jawa Tengah mengalami penurunan pada
triwulan laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang
disalurkan oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan
tercatat sebesar -2,05% (yoy) atau menurun
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa Tengah
76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
0
10
20
30% YOYRP TRILIUN
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
RP TRILIUN
3.0
3.5
4.0
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
0
1
2
3
4
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh
12,36% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 10,98% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
8,13% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor
UMKM mengalami penurunan. NPL kredit UMKM di
Jawa Tengah pada periode laporan tercatat sebesar
3,35%, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 3,78%. Tingkat NPL kredit
UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar
4,22%.
Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM
pada triwulan IV mengalami sedikit penurunan menjadi
38,64% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan
triwulan III 2015 yang sebesar 38,72%. Namun
demikian, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh
di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,64%.
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor
perdagangan besar dan eceran (62,83%), diikuti sektor
industri pengolahan (10,85%), dan sektor pertanian
(6,26%).
Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan
laporan didorong oleh seluruh sektor utama kredit
UMKM Jawa Tengah. Kred i t UMKM sektor
perdagangan tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya, dari 10,96% (yoy) menjadi
12,17% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor industri
pengolahan juga mengalami peningkatan pada
triwulan laporan menjadi sebesar 21,66% (yoy) dari
19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
kredit kepada UMKM sektor pertanian tercatat juga
mengalami peningkatan, yakni sebesar 18,37% (yoy)
pada triwulan laporan. Angka ini lebih tinggi dari
triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 17,91% (yoy).
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
mengalami penurunan, meski terjadi peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.
Penurunan NPL tersebut terutama didorong penurunan
NPL kredit sektor perdagangan besar dan eceran. NPL
kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan IV 2015 tercatat sebesar 3,27% atau menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
3,83%. Selain itu, NPL kredit sektor pertanian pada
triwulan IV 2015 juga mengalami penurunan menjadi
sebesar 3,27% dari 3,63% di triwulan lalu. Di sisi lain,
NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami
sedikit peningkatan pada triwulan IV 2015 menjadi
sebesar 3,71% dari 3,60% pada triwulan lalu.
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
RP TRILIUN
2
3
4
5
-1
1
2
3
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
0
10
20
30
40
50
60
70
80 % YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
-10
0
10
20
30
40
50
60
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
1
2
3
4
5
6 % YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 81,63% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu, 18,37% dari total kredit
UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit investasi sektor UMKM pada
triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang
signifikan menjadi 16,48% pada triwulan laporan,
meningkat dari 5,87% pada triwulan sebelumnya.
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 9,18% (yoy), laju kredit investasi sektor UMKM
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang lebih
tinggi pada triwulan laporan. Di sisi lain, kredit modal
kerja UMKM Jawa Tengah mengalami perlambatan
pada triwulan laporan. Kredit modal kerja Jawa Tengah
pada sektor UMKM triwulan IV 2015 tumbuh sebesar
11,47% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya
sebesar 12,06% (yoy). Namun demikian, angka ini
masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat
sebesar 7,73% (yoy).
Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan
laporan untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki rasio NPL yang menurun. NPL baik pada
kredit modal kerja serta maupun kredit investasi pada
triwulan IV 2015 ini mengalami penurunan. NPL kredit
modal kerja menurun menjadi 3,23% dari sebelumnya
sebesar 3,61%. Angka ini lebih baik dibandingkan
dengan nasional yang sebesar 4,33%. Sementara itu,
NPL kredit investasi pada triwulan laporan tercatat
sebesar 3,90%, menurun dibandingkan dengan
triwulan lalu yang sebesar 4,58%. Angka NPL kredit
investasi pada periode ini relatif sama dengan tingkat
NPL nasional yang tercatat sebesar 3,91%.
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh
Perusahaan Pembiayaan (PP) yang berkantor
pusat di Jawa Tengah mengalami penurunan pada
triwulan laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang
disalurkan oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan
tercatat sebesar -2,05% (yoy) atau menurun
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa Tengah
76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12 %YOY
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
-
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH
%YOY
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat
sebesar -0,75% (yoy). Penurunan tersebut tersebut
terutama didorong oleh menurunnya penyaluran
pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang
tercatat sebesar -3,15% (yoy) pada triwulan laporan,
atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -
1,94% (yoy). Sejalan dengan pola sebelumnya, sektor
listrik, gas, dan air merupakan sektor dengan pangsa
pembiayaan PP terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa
sebesar 51,50%.
Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah
menurun pada triwulan laporan. Tingkat Non
Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 0,31% atau sedikit menurun
dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,38%.
Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh
penurunan NPL sektor pengangkutan, pergudangan,
dan komunikasi yang tercatat sebesar 1,74% atau
menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar
4,32%.
perputaran kliring secara nasional. Selama triwulan
laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI
tercatat sebanyak 975.254 Data Keuangan Elektronik
(DKE) atau meningkat 12,75% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 864.945 DKE.
Secara nominal, nilai transaksi yang menggunakan
SKNBI meningkat 19,10% (qtq) menjadi Rp43,27 triliun
dari triwulan sebelumnya sebesar Rp36,33 triliun.
Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses
SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp721,09 miliar
per hari atau meningkat 21,08% (qtq) dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp595,53 miliar per hari.
Peningkatan nilai transaksi ini diiringi dengan
peningkatan volume transaksi melalui SKNBI, yang
ditunjukkan melalui kenaikan volume rata-rata harian
transaksi kliring pada triwulan laporan sebesar 14,63%
(qtq) menjadi 16.254 DKE per hari dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 14.179 DKE per
hari.
Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan
melalui kliring menunjukkan peningkatan sebesar
14,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan negatif
sebesar 0,32% (yoy). Pertumbuhan tahunan nominal
transaksi kliring pada periode laporan juga mengalami
perbaikan dengan tumbuh sebesar 23,77% (yoy),
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 2,79% (yoy).
3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian di
triwulan IV 2015, kegiatan sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.35). Kondisi peningkatan ini juga terjadi pada
Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
RIBU TRANSAKSI
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI -
200
400
600
800
1,000
1,200
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RP MILIAR
Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
INDEKS (%)% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL
INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil
RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
12
14
16
18
20
400
500
600
700
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI (10)
10
30
50
(10)
-
10
20
30
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
Peningkatan nilai transaksi melalui SKNBI tersebut
sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah,
konsumsi lembaga swasta nirlaba, serta investasi pada
triwulan laporan. Peningkatan aktivitas SKNBI juga
sejalan dengan peningkatan kegiatan dunia usaha
sebagaimana terkonfirmasi dari peningkatan Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU). SBT pada triwulan laporan tercatat
sebesar 27,14%, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT
triwulan III-2015 sebesar 18,44% dan SBT periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 15,51% (Grafik 3.36).
Transaksi perputaran kliring terbesar terdapat di kota-
kota pusat perekonomian Jawa Tengah yaitu Semarang
dan Solo. Pada triwulan laporan, Semarang masih
mencatatkan pangsa transaksi kliring terbesar di Jawa
Tengah, baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu
masing-masing sebesar 47,74% dan 47,63% (Grafik
3.37 dan Grafik 3.38). Pangsa transaksi kliring kota
Semarang menunjukkan peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 44,56%
dari sisi nominal dan 47,42% dari sisi volume transaksi.
Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan
pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan
porsi nominal dan volume kliringmasing-masing
sebesar 27,79% dan 24,12%. Pada triwulan IV 2015,
pangsa transaksi kliring kota Solo mengalami
penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 28,64% dari sisi nominal dan 24,49% dari sisi
volume. Sementara transaksi kliring di kota-kota lain
memiliki pangsa di bawah 10% untuk masing-masing
kota. Secara umum, perputaran kliring Jawa Tengah di
triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring
debet penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet
giro (BG).
Sementara itu, jumlah penarikan cek dan BG kosong
pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi
volume dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik
3.39). Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan
per hari pada triwulan laporan sebanyak 254 warkat
per hari atau meningkat sebesar 4,50% (qtq) dari
sebelumnya sebanyak 243 warkat per hari. Sebaliknya,
nilai penarikan cek dan BG kosong mengalami
78 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12 %YOY
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
-
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH
%YOY
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat
sebesar -0,75% (yoy). Penurunan tersebut tersebut
terutama didorong oleh menurunnya penyaluran
pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang
tercatat sebesar -3,15% (yoy) pada triwulan laporan,
atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -
1,94% (yoy). Sejalan dengan pola sebelumnya, sektor
listrik, gas, dan air merupakan sektor dengan pangsa
pembiayaan PP terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa
sebesar 51,50%.
Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah
menurun pada triwulan laporan. Tingkat Non
Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 0,31% atau sedikit menurun
dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,38%.
Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh
penurunan NPL sektor pengangkutan, pergudangan,
dan komunikasi yang tercatat sebesar 1,74% atau
menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar
4,32%.
perputaran kliring secara nasional. Selama triwulan
laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI
tercatat sebanyak 975.254 Data Keuangan Elektronik
(DKE) atau meningkat 12,75% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 864.945 DKE.
Secara nominal, nilai transaksi yang menggunakan
SKNBI meningkat 19,10% (qtq) menjadi Rp43,27 triliun
dari triwulan sebelumnya sebesar Rp36,33 triliun.
Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses
SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp721,09 miliar
per hari atau meningkat 21,08% (qtq) dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp595,53 miliar per hari.
Peningkatan nilai transaksi ini diiringi dengan
peningkatan volume transaksi melalui SKNBI, yang
ditunjukkan melalui kenaikan volume rata-rata harian
transaksi kliring pada triwulan laporan sebesar 14,63%
(qtq) menjadi 16.254 DKE per hari dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 14.179 DKE per
hari.
Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan
melalui kliring menunjukkan peningkatan sebesar
14,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan negatif
sebesar 0,32% (yoy). Pertumbuhan tahunan nominal
transaksi kliring pada periode laporan juga mengalami
perbaikan dengan tumbuh sebesar 23,77% (yoy),
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 2,79% (yoy).
3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian di
triwulan IV 2015, kegiatan sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.35). Kondisi peningkatan ini juga terjadi pada
Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
RIBU TRANSAKSI
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI -
200
400
600
800
1,000
1,200
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RP MILIAR
Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
INDEKS (%)% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL
INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil
RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
12
14
16
18
20
400
500
600
700
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI (10)
10
30
50
(10)
-
10
20
30
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
Peningkatan nilai transaksi melalui SKNBI tersebut
sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah,
konsumsi lembaga swasta nirlaba, serta investasi pada
triwulan laporan. Peningkatan aktivitas SKNBI juga
sejalan dengan peningkatan kegiatan dunia usaha
sebagaimana terkonfirmasi dari peningkatan Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU). SBT pada triwulan laporan tercatat
sebesar 27,14%, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT
triwulan III-2015 sebesar 18,44% dan SBT periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 15,51% (Grafik 3.36).
Transaksi perputaran kliring terbesar terdapat di kota-
kota pusat perekonomian Jawa Tengah yaitu Semarang
dan Solo. Pada triwulan laporan, Semarang masih
mencatatkan pangsa transaksi kliring terbesar di Jawa
Tengah, baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu
masing-masing sebesar 47,74% dan 47,63% (Grafik
3.37 dan Grafik 3.38). Pangsa transaksi kliring kota
Semarang menunjukkan peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 44,56%
dari sisi nominal dan 47,42% dari sisi volume transaksi.
Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan
pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan
porsi nominal dan volume kliringmasing-masing
sebesar 27,79% dan 24,12%. Pada triwulan IV 2015,
pangsa transaksi kliring kota Solo mengalami
penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 28,64% dari sisi nominal dan 24,49% dari sisi
volume. Sementara transaksi kliring di kota-kota lain
memiliki pangsa di bawah 10% untuk masing-masing
kota. Secara umum, perputaran kliring Jawa Tengah di
triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring
debet penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet
giro (BG).
Sementara itu, jumlah penarikan cek dan BG kosong
pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi
volume dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik
3.39). Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan
per hari pada triwulan laporan sebanyak 254 warkat
per hari atau meningkat sebesar 4,50% (qtq) dari
sebelumnya sebanyak 243 warkat per hari. Sebaliknya,
nilai penarikan cek dan BG kosong mengalami
78 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang KartalBerdasarkan Wilayah
Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartalmelalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
(2)
(1)
1
2
3
4
5
6 RP TRILIUN
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI 240
260
280
300
320
6
7
8
9
10
11
12 LEMBARRP MILIAR
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
penurunan sebesar 13,78% (qtq) menjadi Rp9,25
miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp10,55 miliar per hari.
Menurunnya net inflow tersebut menunjukkan adanya
peningkatan kebutuhan uang kartal oleh masyarakat
dalam rangka memenuhi aktivitas ekonominya. Hal ini
sejalan dengan adanya faktor musiman yaitu Natal dan
Tahun Baru.
Secara tahunan perkembangan net inflow mencatat
pertumbuhan negatif sebesar 68,26% (yoy). Posisi
inflow di Jawa Tengah pada triwulan laporan
mengalami perlambatan dari 24,51% (yoy) pada
triwulan III 2015 menjadi 4,73% (yoy). Sedangkan
perkembangan tahunan outflow pada triwulan laporan
mengalami peningkatan sebesar27,09% (yoy) dari
p a d a t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a n g t u m b u h
sebesar15,43% (yoy).
Pada triwulan laporan, aliran uang kartal melalui Kantor
Perwaki lan Bank Indonesia Semarang, Solo,
Purwokerto, dan Tegal mencatatkan pola net inflow
sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi pada
triwulan berjalan. Pola net inflow selalu dicatat oleh
Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian
di Jawa Tengah dengan peran lapangan usaha industri
dan perdagangan yang dominan (Grafik 3.41).
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi
Jawa Tengah secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut dilakukan
untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di
Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih
mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal
menunjukkan adanya penurunan net inflow dibanding
triwulan sebelumnya (Grafik 3.40). Posisi net inflow
menurun signifikan mencapai 89,59% (qtq) dari
Rp8,59 triliun pada triwulan III 2015 menjadi Rp0,89
triliun pada triwulan IV 2015. Uang kartal yang masuk
ke Bank Indonesia (inflow) pada triwulan laporan
sebesar Rp12,59 triliun, lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp25,55 triliun atau
menurun 50,74% (qtq).
Hal yang sama juga tejadi pada aliran uang kartal dari
Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
yang menurun 31,05% (qtq) dari Rp16,95 triliun
menjadi Rp11,69 triliun pada triwulan laporan.
Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan UangTidak Layak Edar
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
-
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7 RASIO (%)RP TRILIUN
standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.
Jumlah uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan
pada triwulan laporan menurun seiring dengan
penurunan inflow. Sementara persentase inflow
terhadap pemusnahan uang rupiah tidak layak edar
pada periode laporan meningkat 84,81% (qtq) atau
sebesar 43,80% dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 23,70%. Peningkatan yang signifikan ini tidak
lepas dari tingginya uang beredar pada triwulan
sebelumnya yang mendorong peningkatan kondisi
uang yang tidak layak (Grafik 3.42).
Penemuan uang yang diragukan keasliannya di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2015 meningkat 36,28% (qtq)
menjadi sebanyak 6.389 lembar, dari triwulan
sebelumnya sebanyak 4.688 lembar. Penemuan
tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank,
setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari
temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia.
Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing danKunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
RP TRILIUN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI(80)
(40)
0
40
80
120
-
150
300
450
600
750 RP MILIAR % YOY
PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
RP MILIAR
Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI -
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
Selama 2015, mayoritas uang Rupiah yang diragukan
keasliannya ditemukan di Semarang (48,08%), diikuti
Solo (20,84%), Tegal (15,64%), dan Purwokerto
(15,45%) (Grafik 3.43).
Terdapat 24 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran
Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang tersebar di
Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, 62,50% (15
KUPVA) terdapat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa
Tengah, sementara sisanya tersebar di Solo,
Purwokerto, dan Tegal masing-masing sebesar 12,50%
(3 KUPVA).
Transaksi penukaran valuta asing pada periode
pelaporan mengalami kontraksi sebesar 21,43% (yoy).
Hal ini sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan
wisatawan asing ke Jawa Tengah. Wisatawan asing
yang berkunjung baik melalui Bandara Ahmad Yani –
Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo pada
triwulan IV 2015 sebanyak 5.556 kunjungan atau lebih
rendah 12,89% (yoy) daripada periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 6.378 kunjungan
(Grafik 3.45)
3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
81PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang KartalBerdasarkan Wilayah
Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartalmelalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
(2)
(1)
1
2
3
4
5
6 RP TRILIUN
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI 240
260
280
300
320
6
7
8
9
10
11
12 LEMBARRP MILIAR
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
penurunan sebesar 13,78% (qtq) menjadi Rp9,25
miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp10,55 miliar per hari.
Menurunnya net inflow tersebut menunjukkan adanya
peningkatan kebutuhan uang kartal oleh masyarakat
dalam rangka memenuhi aktivitas ekonominya. Hal ini
sejalan dengan adanya faktor musiman yaitu Natal dan
Tahun Baru.
Secara tahunan perkembangan net inflow mencatat
pertumbuhan negatif sebesar 68,26% (yoy). Posisi
inflow di Jawa Tengah pada triwulan laporan
mengalami perlambatan dari 24,51% (yoy) pada
triwulan III 2015 menjadi 4,73% (yoy). Sedangkan
perkembangan tahunan outflow pada triwulan laporan
mengalami peningkatan sebesar27,09% (yoy) dari
p a d a t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a n g t u m b u h
sebesar15,43% (yoy).
Pada triwulan laporan, aliran uang kartal melalui Kantor
Perwaki lan Bank Indonesia Semarang, Solo,
Purwokerto, dan Tegal mencatatkan pola net inflow
sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi pada
triwulan berjalan. Pola net inflow selalu dicatat oleh
Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian
di Jawa Tengah dengan peran lapangan usaha industri
dan perdagangan yang dominan (Grafik 3.41).
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi
Jawa Tengah secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut dilakukan
untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di
Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih
mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal
menunjukkan adanya penurunan net inflow dibanding
triwulan sebelumnya (Grafik 3.40). Posisi net inflow
menurun signifikan mencapai 89,59% (qtq) dari
Rp8,59 triliun pada triwulan III 2015 menjadi Rp0,89
triliun pada triwulan IV 2015. Uang kartal yang masuk
ke Bank Indonesia (inflow) pada triwulan laporan
sebesar Rp12,59 triliun, lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp25,55 triliun atau
menurun 50,74% (qtq).
Hal yang sama juga tejadi pada aliran uang kartal dari
Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
yang menurun 31,05% (qtq) dari Rp16,95 triliun
menjadi Rp11,69 triliun pada triwulan laporan.
Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan UangTidak Layak Edar
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
-
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7 RASIO (%)RP TRILIUN
standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.
Jumlah uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan
pada triwulan laporan menurun seiring dengan
penurunan inflow. Sementara persentase inflow
terhadap pemusnahan uang rupiah tidak layak edar
pada periode laporan meningkat 84,81% (qtq) atau
sebesar 43,80% dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 23,70%. Peningkatan yang signifikan ini tidak
lepas dari tingginya uang beredar pada triwulan
sebelumnya yang mendorong peningkatan kondisi
uang yang tidak layak (Grafik 3.42).
Penemuan uang yang diragukan keasliannya di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2015 meningkat 36,28% (qtq)
menjadi sebanyak 6.389 lembar, dari triwulan
sebelumnya sebanyak 4.688 lembar. Penemuan
tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank,
setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari
temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia.
Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing danKunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
RP TRILIUN
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI(80)
(40)
0
40
80
120
-
150
300
450
600
750 RP MILIAR % YOY
PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
RP MILIAR
Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IVI -
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
Selama 2015, mayoritas uang Rupiah yang diragukan
keasliannya ditemukan di Semarang (48,08%), diikuti
Solo (20,84%), Tegal (15,64%), dan Purwokerto
(15,45%) (Grafik 3.43).
Terdapat 24 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran
Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang tersebar di
Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, 62,50% (15
KUPVA) terdapat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa
Tengah, sementara sisanya tersebar di Solo,
Purwokerto, dan Tegal masing-masing sebesar 12,50%
(3 KUPVA).
Transaksi penukaran valuta asing pada periode
pelaporan mengalami kontraksi sebesar 21,43% (yoy).
Hal ini sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan
wisatawan asing ke Jawa Tengah. Wisatawan asing
yang berkunjung baik melalui Bandara Ahmad Yani –
Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo pada
triwulan IV 2015 sebanyak 5.556 kunjungan atau lebih
rendah 12,89% (yoy) daripada periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 6.378 kunjungan
(Grafik 3.45)
3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
81PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Sementara itu, sepanjang 2015 jumlah transaksi
penukaran valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank di
Jawa Tengah mencapai Rp2,35 triliun atau lebih rendah
8,25% (yoy) dibandingkan transaksi tahun sebelumnya
yang mencapai Rp2,57 triliun. Transaksi pembelian
valuta asing oleh KUPVA Bukan Bank selama 2015
mencatat pertumbuhan negatif 8,29% (yoy) dengan
nilai Rp1,17 triliun dibandingkan tahun 2014 yang
mencapai Rp1,27 triliun. Kondisi yang sama juga terjadi
pada transaksi penjualan valuta asing yang mengalami
penurunan penjualan sebesar 8,74% (yoy) dengan nilai
Rp1,18 triliun.
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan KUPVA
Bukan Bank, Dolar Amerika Serikat (USD) masih
mendominasi transaksi pada 2015 (51,33%) yang
diikuti oleh Dolar Singapura (SGD, 15,68%), Ringgit
Malaysia (MYR, 6,09%), Euro (EUR, 6,07%), dan Yen
Jepang (JPY, 5,35%). Penggunaan USD masih
mendominasi transaksi sejalan dengan masih
dominannya ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat
serta penggunaan USD sebagai mata uang
internas ional (Graf ik 3.44) . Penerb i tan PBI
No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia tanggal 31 Maret 2015 ditengarai turut
memengaruhi penurunan transaksi penukaran valuta
asing. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut,
seluruh transaksi baik tunai maupun nontunai telah
diwajibkan menggunakan uang Rupiah.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat
dibandingkan triwulan IV pada tahun lalu.
Melambatnya realisasi pendapatan didorong oleh penurunan penerimaan pajak
daerah, sementara melambatnya realisasi belanja berasal dari belanja bagi hasil
kepada kab/kota dan belanja modal.
APBD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 meningkat, baik untuk anggaran
pendapatan maupun anggaran belanja.
82 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Sementara itu, sepanjang 2015 jumlah transaksi
penukaran valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank di
Jawa Tengah mencapai Rp2,35 triliun atau lebih rendah
8,25% (yoy) dibandingkan transaksi tahun sebelumnya
yang mencapai Rp2,57 triliun. Transaksi pembelian
valuta asing oleh KUPVA Bukan Bank selama 2015
mencatat pertumbuhan negatif 8,29% (yoy) dengan
nilai Rp1,17 triliun dibandingkan tahun 2014 yang
mencapai Rp1,27 triliun. Kondisi yang sama juga terjadi
pada transaksi penjualan valuta asing yang mengalami
penurunan penjualan sebesar 8,74% (yoy) dengan nilai
Rp1,18 triliun.
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan KUPVA
Bukan Bank, Dolar Amerika Serikat (USD) masih
mendominasi transaksi pada 2015 (51,33%) yang
diikuti oleh Dolar Singapura (SGD, 15,68%), Ringgit
Malaysia (MYR, 6,09%), Euro (EUR, 6,07%), dan Yen
Jepang (JPY, 5,35%). Penggunaan USD masih
mendominasi transaksi sejalan dengan masih
dominannya ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat
serta penggunaan USD sebagai mata uang
internas ional (Graf ik 3.44) . Penerb i tan PBI
No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia tanggal 31 Maret 2015 ditengarai turut
memengaruhi penurunan transaksi penukaran valuta
asing. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut,
seluruh transaksi baik tunai maupun nontunai telah
diwajibkan menggunakan uang Rupiah.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat
dibandingkan triwulan IV pada tahun lalu.
Melambatnya realisasi pendapatan didorong oleh penurunan penerimaan pajak
daerah, sementara melambatnya realisasi belanja berasal dari belanja bagi hasil
kepada kab/kota dan belanja modal.
APBD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 meningkat, baik untuk anggaran
pendapatan maupun anggaran belanja.
82 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2015
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah
melambat dibandingkan triwulan yang sama
pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat
sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap APBD
2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan
triwulan IV 2014 sebesar 105,08%. Sementara itu,
realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp17,84
triliun atau 90,89% dari anggaran, menurun
dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang terserap
sebesar 94,06%.
Secara nominal, jumlah pendapatan yang
terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi
pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,
turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi
lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,
dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79
triliun atau meningkat sebesar 51,92%.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat
mengalami defisit pada triwulan IV 2015, yakni
sebesar Rp1,02 triliun seiring dengan realisasi belanja
yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.
Hal ini berbeda dengan pola belanja pemerintah tiga
tahun sebelumnya, dimana pemerintah mencatatkan
surplus pada periode 2012-2014. Tercatat, surplus
tahun 2014 sebesar Rp71 miliar.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015Total APBD-P Pemprov Jawa Tengah tahun 2015
sebesar Rp18,22 triliun. Jumlah tersebut meningkat
26,33% dibandingkan APBD-P tahun 2014 yang
tercatat sebesar Rp14,43 triliun. Peningkatan tertinggi
berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yang meningkat
34,44% dari Rp7,82 triliun pada 2014 menjadi
Rp10,51 triliun pada 2015. Sementara itu, anggaran
Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan
masing-masing sebesar 9,67% dan 26,77%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2015 Realisasi IV - 2015
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
18,223
12,068
2,453
3,702
19,632
13,783
5,848
(1,409)
16,828
10,905
2,257
3,666
17,843
12,402
5,442
(1,015)
% Realisasi
92.35%
90.36%
92.01%
99.05%
90.89%
89.98%
93.05%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
I
2015
RP TRILIUN
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
II III
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
II III
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
IV0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
IV0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2015
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah
melambat dibandingkan triwulan yang sama
pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat
sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap APBD
2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan
triwulan IV 2014 sebesar 105,08%. Sementara itu,
realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp17,84
triliun atau 90,89% dari anggaran, menurun
dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang terserap
sebesar 94,06%.
Secara nominal, jumlah pendapatan yang
terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi
pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,
turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi
lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,
dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79
triliun atau meningkat sebesar 51,92%.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat
mengalami defisit pada triwulan IV 2015, yakni
sebesar Rp1,02 triliun seiring dengan realisasi belanja
yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.
Hal ini berbeda dengan pola belanja pemerintah tiga
tahun sebelumnya, dimana pemerintah mencatatkan
surplus pada periode 2012-2014. Tercatat, surplus
tahun 2014 sebesar Rp71 miliar.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015Total APBD-P Pemprov Jawa Tengah tahun 2015
sebesar Rp18,22 triliun. Jumlah tersebut meningkat
26,33% dibandingkan APBD-P tahun 2014 yang
tercatat sebesar Rp14,43 triliun. Peningkatan tertinggi
berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yang meningkat
34,44% dari Rp7,82 triliun pada 2014 menjadi
Rp10,51 triliun pada 2015. Sementara itu, anggaran
Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan
masing-masing sebesar 9,67% dan 26,77%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2015 Realisasi IV - 2015
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
18,223
12,068
2,453
3,702
19,632
13,783
5,848
(1,409)
16,828
10,905
2,257
3,666
17,843
12,402
5,442
(1,015)
% Realisasi
92.35%
90.36%
92.01%
99.05%
90.89%
89.98%
93.05%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
I
2015
RP TRILIUN
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
II III
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
II III
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
IV0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
IV0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2015
64.80%
13.41%21.79%
Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD 2014 % Perubahan 2014-2015
PENDAPATAN
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
14,425
9,097
7,819
78
291
909
2,618
735
1,804
79
2,710
29
2,678
3
-
18,223
12,068
10,512
93
320
1,142
2,453
766
1,629
58
3,702
34
3,642
24
1
26.33%
32.65%
34.44%
18.37%
10.29%
25.62%
-6.28%
4.26%
-9.67%
-26.77%
36.58%
18.52%
35.98%
710.92%
APBD 2015
Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan laporan sebesar 92,35%
dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan IV tahun sebelumnya yang
sebesar 105,08%. Realisasi di triwulan ini juga lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi
pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar
107,18%. Rendahnya pencapaian realisasi pendapatan
tersebut akibat realisasi pendapatan yang lebih rendah
di komponen PAD. Realisasi komponen pendapatan ini
hanya sebesar 90,36% dari anggaran, atau menurun
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang sebesar 109,00%.
Rendahnya penurunan PAD tersebut sangat
memengaruhi realisasi pendapatan daerah. Hal
tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan
daerah Jawa Tengah berasal dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pangsa PAD terhadap total pendapatan
sebesar 64,80%, meningkat dari sebelumnya 63,22%
pada triwulan III 2015. Peningkatan ini mencerminkan
upaya pemerintah daerah dalam menciptakan
pendapatan secara mandiri. Sementara itu, peran Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah masing-masing pada triwulan laporan tercatat
sebesar 13,41% dan 21,79%.
Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD
utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran
sebesar 83% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD
yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan (3%), dan retribusi daerah (1%).
Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah
terbilang rendah sehingga menyebabkan
penurunan pendapatan secara keseluruhan.
Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 86,48%, lebih
rendah dibandingkan triwulan IV tahun lalu yang
mencapai 105,04%. Rendahnya realisasi pajak daerah
ini didorong menurunnya pertumbuhan jumlah
kendaraan baru. Selain itu, kecenderungan masyarakat
untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) juga
berpengaruh pada tidak maksimalnya penerimaan
pajak, karena mobil jenis tersebut memiliki nilai pajak
yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menyebabkan
serapan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III 4
5
5
6
6
7
7
-
10
20
30
40
50
60
70
80 %, YOY %, YOY
PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB
IV
(BBNKB) menjadi rendah. Tercatat, BBNKB pada tahun
2015 mengalami kontraksi -10,10% (yoy), turun
dibandingkan tahun 2014 lalu yang sebesar 0,95%
(yoy).
Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,
meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan IV
2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut
mencatatkan realisasi sebesar 122,34% dan 100,11%.
Pada tahun triwulan IV 2014, realisasi lain-lain PAD
yang sah mencatatkan realisasi 146,46%, sementara
hasil pengelolaan kekayaan daerah mencatatkan
100,45%.
Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar
bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan
laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 99,05%,
sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama di
tahun 2014 sebesar 99,57%. Dit in jau dar i
komponennya, dana penyesuaian dan otonomi khusus
memberikan sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98%
dari total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Realisasi dana penyesuaian dan otonomi khusus pada
triwulan laporan sebesar 99,03%, lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2014 yang
sebesar 99,51%. Sementara i tu, komponen
pendapatan dana hibah mencatatkan realisasi sebesar
100,21%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014
yang sebesar 100,38%.
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015
Pada tahun 2015, APBD-P Provinsi Jawa Tengah
sebesar Rp 17,84 triliun atau meningkat 11,25%
d iband ingkan anggaran be lan ja tahun
sebelumnya sebesar Rp 16,04 triliun. Peningkatan
tertinggi dialami oleh komponen belanja langsung.
Komponen Belanja Langsung meningkat sebesar
19,32% menjadi Rp 5,44 triliun, lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 4,56
triliun. Peningkatan anggaran terbesar di komponen ini
yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan
sebesar Rp 2,31 triliun atau meningkat 38,91% dari
tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan
program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang
mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
IV - 2014 IV - 2015
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan IV tahun 2014 & 2015
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
109.00%
105.04%
101.26%
100.45%
146.46%
97.14%
89.79%
100.00%
100.00%
99.57%
100.38%
99.51%
100.00%
90.36%
86.48%
103.18%
100.11%
122.34%
92.01%
74.40%
100.00%
100.00%
99.05%
100.21%
99.03%
100.00%
100.26%
87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2015
64.80%
13.41%21.79%
Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD 2014 % Perubahan 2014-2015
PENDAPATAN
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
14,425
9,097
7,819
78
291
909
2,618
735
1,804
79
2,710
29
2,678
3
-
18,223
12,068
10,512
93
320
1,142
2,453
766
1,629
58
3,702
34
3,642
24
1
26.33%
32.65%
34.44%
18.37%
10.29%
25.62%
-6.28%
4.26%
-9.67%
-26.77%
36.58%
18.52%
35.98%
710.92%
APBD 2015
Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan laporan sebesar 92,35%
dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan IV tahun sebelumnya yang
sebesar 105,08%. Realisasi di triwulan ini juga lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi
pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar
107,18%. Rendahnya pencapaian realisasi pendapatan
tersebut akibat realisasi pendapatan yang lebih rendah
di komponen PAD. Realisasi komponen pendapatan ini
hanya sebesar 90,36% dari anggaran, atau menurun
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang sebesar 109,00%.
Rendahnya penurunan PAD tersebut sangat
memengaruhi realisasi pendapatan daerah. Hal
tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan
daerah Jawa Tengah berasal dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pangsa PAD terhadap total pendapatan
sebesar 64,80%, meningkat dari sebelumnya 63,22%
pada triwulan III 2015. Peningkatan ini mencerminkan
upaya pemerintah daerah dalam menciptakan
pendapatan secara mandiri. Sementara itu, peran Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah masing-masing pada triwulan laporan tercatat
sebesar 13,41% dan 21,79%.
Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD
utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran
sebesar 83% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD
yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan (3%), dan retribusi daerah (1%).
Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah
terbilang rendah sehingga menyebabkan
penurunan pendapatan secara keseluruhan.
Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 86,48%, lebih
rendah dibandingkan triwulan IV tahun lalu yang
mencapai 105,04%. Rendahnya realisasi pajak daerah
ini didorong menurunnya pertumbuhan jumlah
kendaraan baru. Selain itu, kecenderungan masyarakat
untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) juga
berpengaruh pada tidak maksimalnya penerimaan
pajak, karena mobil jenis tersebut memiliki nilai pajak
yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menyebabkan
serapan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III 4
5
5
6
6
7
7
-
10
20
30
40
50
60
70
80 %, YOY %, YOY
PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB
IV
(BBNKB) menjadi rendah. Tercatat, BBNKB pada tahun
2015 mengalami kontraksi -10,10% (yoy), turun
dibandingkan tahun 2014 lalu yang sebesar 0,95%
(yoy).
Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,
meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan IV
2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut
mencatatkan realisasi sebesar 122,34% dan 100,11%.
Pada tahun triwulan IV 2014, realisasi lain-lain PAD
yang sah mencatatkan realisasi 146,46%, sementara
hasil pengelolaan kekayaan daerah mencatatkan
100,45%.
Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar
bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan
laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 99,05%,
sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama di
tahun 2014 sebesar 99,57%. Dit in jau dar i
komponennya, dana penyesuaian dan otonomi khusus
memberikan sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98%
dari total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Realisasi dana penyesuaian dan otonomi khusus pada
triwulan laporan sebesar 99,03%, lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2014 yang
sebesar 99,51%. Sementara i tu, komponen
pendapatan dana hibah mencatatkan realisasi sebesar
100,21%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014
yang sebesar 100,38%.
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015
Pada tahun 2015, APBD-P Provinsi Jawa Tengah
sebesar Rp 17,84 triliun atau meningkat 11,25%
d iband ingkan anggaran be lan ja tahun
sebelumnya sebesar Rp 16,04 triliun. Peningkatan
tertinggi dialami oleh komponen belanja langsung.
Komponen Belanja Langsung meningkat sebesar
19,32% menjadi Rp 5,44 triliun, lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 4,56
triliun. Peningkatan anggaran terbesar di komponen ini
yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan
sebesar Rp 2,31 triliun atau meningkat 38,91% dari
tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan
program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang
mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
IV - 2014 IV - 2015
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan IV tahun 2014 & 2015
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
109.00%
105.04%
101.26%
100.45%
146.46%
97.14%
89.79%
100.00%
100.00%
99.57%
100.38%
99.51%
100.00%
90.36%
86.48%
103.18%
100.11%
122.34%
92.01%
74.40%
100.00%
100.00%
99.05%
100.21%
99.03%
100.00%
100.26%
87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2014 APBD 2015
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA HIBAH
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
- BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA BARANG DAN JASA
- BELANJA MODAL
16,039
11,479
2,123
3,026
39
3,293
2,899
98
4,560
336
2,563
1,660
17,843
12,402
2,188
3,749
19
4,130
2,303
12
5,442
310
2,825
2,306
% Perubahan 2014-2015
11.25%
8.04%
3.07%
23.91%
-52.29%
25.41%
-20.56%
-87.45%
19.32%
-7.79%
10.20%
38.91%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
infrastruktur yang merupakan program kerja lanjutan
dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014.
Sementara itu, anggaran kelompok Belanja Tidak
Langsung mengalami peningkatan sebesar 8,04% dari
tahun 2014. Peningkatan utamanya didorong oleh
meningkatnya belanja bagi hasil dan belanja hibah,
yang masing-masing meningkat sebesar 25,41% dan
23,91%.
Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan pola historis beberapa
tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD-P 2015
masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan
porsi 69,50%, sementara anggaran belanja langsung
memiliki porsi sebesar 30,50%.
Pada triwulan IV 2015, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89%
dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun
terakhir yang sebesar 95,04%. Menurunnya realisasi ini
utamanya berasal dari belanja tidak langsung,
khususnya komponen belanja bagi hasil kepada
kab/kota. Selain itu, pada belanja langsung, realisasi
belanja modal juga jauh di bawah target.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
melambat pada triwulan laporan. Realisasi pada
triwulan IV 2015 sebesar 89,98% dari total anggaran
belanja tidak langsung, lebih rendah dibanding
triwulan IV 2014 yang sebesar 94,16%. Ditinjau dari
komponennya, belanja tidak langsung banyak
digunakan untuk belanja bagi hasi l kepada
kabupaten/kota, belanja hibah, belanja bantuan
keuangan kepada kab/kota, dan belanja pegawai
dengan masing-masing peran sebesar 33,30%,
30,23%, 18,57%, dan17,64% dari total belanja tidak
langsung.
K o m p o n e n b e l a n j a b a g i h a s i l k e p a d a
kabupaten/kota melambat dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada
triwulan laporan, realisasi komponen tersebut sebesar
84,00%, melambat dibandingkan triwulan IV 2014
RP JUTA
2010 2011 2012 2013 2014 2015
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
0
5
10
15
20
25
Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan IV 2014 & 2015
BELANJA IV - 2014 IV - 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
94.16%
88.92%
97.95%
59.35%
99.09%
91.79%
8.41%
93.81%
92.04%
93.53%
94.60%
94.06%
89.98%
95.07%
96.01%
91.04%
84.00%
88.41%
36.05%
93.05%
94.98%
97.40%
87.98%
90.89%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL
5%50%45%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
17%28%0%36%
19%0%
yang sebesar 99,09%. Sementara itu, belanja hibah
juga mengalami penurunan, dari 97,95% menjadi
96,01%. Turunnya real isas i in i d ikarenakan
menurunnya PAD Provinsi yang kemudian berdampak
pada belanja bagi hasil yang diberikan kepada
kab/kota.
Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan
penyerapan dibandingkan triwulan IV pada tahun
sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun
dari 93,81% di triwulan IV 2014 menjadi 93,05% pada
triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari
komponen belanja modal.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
turun menjadi 87,98%, dari sebelumnya 94,60%.
Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata realisasi belanja modal lima tahun terakhir yang
sebesar 92,73%. Upaya percepatan realisasi belanja
modal yang dilakukan pemerintah pada dua bulan
terakhir belum mampu mendorong keseluruhan
belanja modal. Secara keseluruhan, hambatan ini
terjadi akibat terlambatnya proses pengadaan
barang/jasa dan pelelangan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah.
Sementara itu, komponen belanja pegawai serta
belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan
triwulan IV tahun lalu. Masing-masing komponen
mencatatkan realisasi sebesar 94,98% dan 97,40%,
lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
sebesar 92,04% dan 93,53%. Angka ini juga lebih baik
dibandingkan pencapaian rata-rata lima tahun terakhir
yang sebesar 92,75% dan 94,29%. Tingginya realisasi
pada dua komponen tersebut perlu dijaga agar dapat
mendorong perekonomian daerah pada tahun 2016
mendatang.
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2016 meningkat relatif tinggi dibandingkan tahun
2015. Dari sisi pendapatan, anggaran pendapatan
2016 tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau meningkat
sebesar 20,87%. Sementara itu, dari sisi belanja,
tercatat anggaran belanja 2016 sebesar Rp22,42 triliun
atau meningkat 14,24%. Peningkatan anggaran
belanja sejalan dengan pencanangan tahun
infrastruktur pariwisata. Secara historis, APBD Provinsi
Jawa Tengah selalu mencatatkan defisit semenjak
2010. Namun pada APBD tahun 2016, defisit anggaran
tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Defisit APBD tahun 2016 sebesar Rp400 miliar, lebih
rendah dibandingkan dengan defisit anggaran tahun
2015 yang mencapai Rp1,41 triliun.
4.2. APBD Tahun 2016
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
89PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2014 APBD 2015
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA HIBAH
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
- BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA BARANG DAN JASA
- BELANJA MODAL
16,039
11,479
2,123
3,026
39
3,293
2,899
98
4,560
336
2,563
1,660
17,843
12,402
2,188
3,749
19
4,130
2,303
12
5,442
310
2,825
2,306
% Perubahan 2014-2015
11.25%
8.04%
3.07%
23.91%
-52.29%
25.41%
-20.56%
-87.45%
19.32%
-7.79%
10.20%
38.91%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
infrastruktur yang merupakan program kerja lanjutan
dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014.
Sementara itu, anggaran kelompok Belanja Tidak
Langsung mengalami peningkatan sebesar 8,04% dari
tahun 2014. Peningkatan utamanya didorong oleh
meningkatnya belanja bagi hasil dan belanja hibah,
yang masing-masing meningkat sebesar 25,41% dan
23,91%.
Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan pola historis beberapa
tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD-P 2015
masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan
porsi 69,50%, sementara anggaran belanja langsung
memiliki porsi sebesar 30,50%.
Pada triwulan IV 2015, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89%
dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun
terakhir yang sebesar 95,04%. Menurunnya realisasi ini
utamanya berasal dari belanja tidak langsung,
khususnya komponen belanja bagi hasil kepada
kab/kota. Selain itu, pada belanja langsung, realisasi
belanja modal juga jauh di bawah target.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
melambat pada triwulan laporan. Realisasi pada
triwulan IV 2015 sebesar 89,98% dari total anggaran
belanja tidak langsung, lebih rendah dibanding
triwulan IV 2014 yang sebesar 94,16%. Ditinjau dari
komponennya, belanja tidak langsung banyak
digunakan untuk belanja bagi hasi l kepada
kabupaten/kota, belanja hibah, belanja bantuan
keuangan kepada kab/kota, dan belanja pegawai
dengan masing-masing peran sebesar 33,30%,
30,23%, 18,57%, dan17,64% dari total belanja tidak
langsung.
K o m p o n e n b e l a n j a b a g i h a s i l k e p a d a
kabupaten/kota melambat dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada
triwulan laporan, realisasi komponen tersebut sebesar
84,00%, melambat dibandingkan triwulan IV 2014
RP JUTA
2010 2011 2012 2013 2014 2015
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
0
5
10
15
20
25
Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan IV 2014 & 2015
BELANJA IV - 2014 IV - 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
94.16%
88.92%
97.95%
59.35%
99.09%
91.79%
8.41%
93.81%
92.04%
93.53%
94.60%
94.06%
89.98%
95.07%
96.01%
91.04%
84.00%
88.41%
36.05%
93.05%
94.98%
97.40%
87.98%
90.89%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL
5%50%45%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
17%28%0%36%
19%0%
yang sebesar 99,09%. Sementara itu, belanja hibah
juga mengalami penurunan, dari 97,95% menjadi
96,01%. Turunnya real isas i in i d ikarenakan
menurunnya PAD Provinsi yang kemudian berdampak
pada belanja bagi hasil yang diberikan kepada
kab/kota.
Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan
penyerapan dibandingkan triwulan IV pada tahun
sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun
dari 93,81% di triwulan IV 2014 menjadi 93,05% pada
triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari
komponen belanja modal.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
turun menjadi 87,98%, dari sebelumnya 94,60%.
Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata realisasi belanja modal lima tahun terakhir yang
sebesar 92,73%. Upaya percepatan realisasi belanja
modal yang dilakukan pemerintah pada dua bulan
terakhir belum mampu mendorong keseluruhan
belanja modal. Secara keseluruhan, hambatan ini
terjadi akibat terlambatnya proses pengadaan
barang/jasa dan pelelangan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah.
Sementara itu, komponen belanja pegawai serta
belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan
triwulan IV tahun lalu. Masing-masing komponen
mencatatkan realisasi sebesar 94,98% dan 97,40%,
lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
sebesar 92,04% dan 93,53%. Angka ini juga lebih baik
dibandingkan pencapaian rata-rata lima tahun terakhir
yang sebesar 92,75% dan 94,29%. Tingginya realisasi
pada dua komponen tersebut perlu dijaga agar dapat
mendorong perekonomian daerah pada tahun 2016
mendatang.
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2016 meningkat relatif tinggi dibandingkan tahun
2015. Dari sisi pendapatan, anggaran pendapatan
2016 tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau meningkat
sebesar 20,87%. Sementara itu, dari sisi belanja,
tercatat anggaran belanja 2016 sebesar Rp22,42 triliun
atau meningkat 14,24%. Peningkatan anggaran
belanja sejalan dengan pencanangan tahun
infrastruktur pariwisata. Secara historis, APBD Provinsi
Jawa Tengah selalu mencatatkan defisit semenjak
2010. Namun pada APBD tahun 2016, defisit anggaran
tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Defisit APBD tahun 2016 sebesar Rp400 miliar, lebih
rendah dibandingkan dengan defisit anggaran tahun
2015 yang mencapai Rp1,41 triliun.
4.2. APBD Tahun 2016
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
89PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
DAK BIDANG KESEHATAN
DAK BIDANG INFRASTRUKTUR JALAN
DAK BIDANG INFRASTRUKTUR IRIGASI
DAK BIDANG PERTANIAN
LAINNYA
Grafik 4.11 Komposisi DAK Fisik Provinsi Jateng 2016Grafik 4.10 Komposisi DAK Provinsi Jateng 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
DAK FISIKDAK NON FISIK
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
3%97%
23.14%7.92%
23.61%22.87%22.47%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.8 Perkembangan Anggaran Belanja dan Pendapatan 2010-2016 (Rp Miliar)
0
5000
10000
15000
20000
25000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
RP MILIAR
ANGGARAN BELANJA ANGGARAN PENDAPATAN
Tabel 4.6. Perbandingan APBD Provinsi Jawa Tengah 2015 dan 2016 (Rp Miliar)
PENDAPATAN
BELANJA
SURPLUS/DEFISIT
SILPA
APDB-P 2015 APDB 2015
18.223
19.632
(1.409)
-
22.026
22.426
(400)
-
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016Anggaran pendapatan tahun 2016 meningkat. Secara
nominal, anggaran pendapatan tahun 2016 sebesar
Rp22,03 triliun meningkat dari anggaran sebelumnya
Rp 18,22 triliun, atau tumbuh sebesar 20,87%.
Meskipun demikian, besaran pertumbuhan tersebut
tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
tahun 2015 yang sebesar 26,32% (yoy).
Peningkatan anggaran pendapatan tahun 2016
tersebut didorong oleh meningkatnya dana
perimbangan, terutama untuk komponen Dana
Alokasi Khusus (DAK). Anggaran DAK meningkat
tajam menjadi Rp5,37 triliun atau naik sebesar
9.169,73% dibandingkan anggaran tahun 2015.
Sementara itu, pada DAK Fisik, penggunaan
anggaran diprioritaskan untuk DAK Infrastruktur
Irigasi, DAK Bidang Kesehatan, dan DAK Bidang
Pertanian. Hal ini sejalan dengan program pemerintah
pusat yang berupaya meningkatkan produktivitas
pertanian pada tahun 2016.
Adapun anggaran pos PAD 2016 ditargetkan
sebesar Rp 13,81 triliun, atau meningkat sebesar
14,44% (yoy) dibandingkan anggaran tahun 2015.
Sumber anggaran PAD utamanya berasal dari
komponen pajak daerah. Sementara itu, anggaran pos
transfer pemerintah pusat dan lainnya mengalami
penurunan menjadi Rp62 miliar dari sebelumnya
Rp3,70 triliun, atau turun 98,31% (yoy). Penurunan ini
utamanya berasal dana penyesuaian dan otonomi
khusus yang cukup tajam.
PERTUMBUHAN
20,87%
14,24%
-71,61%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.9 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan 2016
ANGGARAN-YOYANGGARAN PENDAPATAN
2011 2012 2013 2014 2015 2016 -
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0
5000
10000
15000
20000
25000 % YOY RP MILIAR
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.12 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja 2016
ANGGARAN-YOYANGGARAN BELANJA
2011 2012 2013 2014 2015 20160
5000
10000
15000
20000
25000 % YOY RP MILIAR
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
-
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.13 Anggaran Belanja 2016 Berdasarkan Komponen (%)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
-
67% 74% 72% 72% 70% 72%
33% 26% 28% 28% 30% 28%
0%
20%
40%
60%
80%
100%%, THD TOTAL BELANJA
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Tabel 4.7. Anggaran Pendapatan Tahun 2016 (Rp Miliar) Uraian APBD-P 2015 APBD 2016
URAIAN
APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)
PENDAPATAN
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
18,223
12,068
10,512
93
320
1,142
2,453
766
1,629
58
3,702
34
3,642
24
1
22,026
13,811
12,054
97
361
1,299
8,153
919
1,860
5,374
62
23
39
20.87%
14.44%
14.67%
3.94%
12.62%
13.72%
232.34%
20.01%
14.14%
9169.73%
-98.31%
-31.84%
-98.93%
APBD 2016
4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016Anggaran belanja tahun 2016 meningkat.
Anggaran belanja tercatat sebesar Rp 22,43
tri l iun, lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar Rp19,63 triliun, atau
meningkat sebesar 14,24% (yoy). Sebagaimana
yang terjadi pada anggaran pendapatan, pertumbuhan
anggaran belanja tercatat juga lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
22,40% (yoy).
Ditinjau dari pangsanya, peningkatan belanja
terutama untuk belanja tidak langsung. Anggaran
belanja tidak langsung meningkat menjadi Rp 16,04
triliun atau naik sebesar 16,37% dibandingkan
anggaran tahun 2015. Komponen terbesar belanja
tidak langsung berupa belanja hibah yaitu sebesar Rp
5,36 triliun, sementara pertumbuhan terbesar terjadi
pada komponen belanja bantuan sosial sebesar
102,61%.
Lebih jauh, anggaran belanja langsung juga
mengalami peningkatan. Anggaran belanja
langsung meningkat menjadi Rp6,39 triliun, atau naik
sebesar 9,21% dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
ini utamanya didorong oleh belanja modal. Selain untuk
mendukung pembangunan jalan, Gubernur Jawa
Tengah berupaya mendorong pembangunan
infrastruktur pariwisata sejalan dengan pencanangan
Tahun Infrastruktur Pariwisata pada 2016. Beberapa
kebijakan yang telah dilakukan Gubernur Jawa Tengah
terkait dengan hal tersebut antara lain dengan
melakukan pengaliran listrik selama 18 jam di
Kepulauan Karimunjawa. Selain itu, Gubernur Jawa
Tengah juga telah meresmikan Kebun Raya Baturraden
seluas 143,5 ha di Kabupaten Banyumas yang sempat
tidak terawat selama 14 tahun dan meluncurkan
kawasan Kota Lama Semarang sebagai destinasi
wisata.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
91PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
DAK BIDANG KESEHATAN
DAK BIDANG INFRASTRUKTUR JALAN
DAK BIDANG INFRASTRUKTUR IRIGASI
DAK BIDANG PERTANIAN
LAINNYA
Grafik 4.11 Komposisi DAK Fisik Provinsi Jateng 2016Grafik 4.10 Komposisi DAK Provinsi Jateng 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
DAK FISIKDAK NON FISIK
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
3%97%
23.14%7.92%
23.61%22.87%22.47%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.8 Perkembangan Anggaran Belanja dan Pendapatan 2010-2016 (Rp Miliar)
0
5000
10000
15000
20000
25000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
RP MILIAR
ANGGARAN BELANJA ANGGARAN PENDAPATAN
Tabel 4.6. Perbandingan APBD Provinsi Jawa Tengah 2015 dan 2016 (Rp Miliar)
PENDAPATAN
BELANJA
SURPLUS/DEFISIT
SILPA
APDB-P 2015 APDB 2015
18.223
19.632
(1.409)
-
22.026
22.426
(400)
-
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016Anggaran pendapatan tahun 2016 meningkat. Secara
nominal, anggaran pendapatan tahun 2016 sebesar
Rp22,03 triliun meningkat dari anggaran sebelumnya
Rp 18,22 triliun, atau tumbuh sebesar 20,87%.
Meskipun demikian, besaran pertumbuhan tersebut
tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
tahun 2015 yang sebesar 26,32% (yoy).
Peningkatan anggaran pendapatan tahun 2016
tersebut didorong oleh meningkatnya dana
perimbangan, terutama untuk komponen Dana
Alokasi Khusus (DAK). Anggaran DAK meningkat
tajam menjadi Rp5,37 triliun atau naik sebesar
9.169,73% dibandingkan anggaran tahun 2015.
Sementara itu, pada DAK Fisik, penggunaan
anggaran diprioritaskan untuk DAK Infrastruktur
Irigasi, DAK Bidang Kesehatan, dan DAK Bidang
Pertanian. Hal ini sejalan dengan program pemerintah
pusat yang berupaya meningkatkan produktivitas
pertanian pada tahun 2016.
Adapun anggaran pos PAD 2016 ditargetkan
sebesar Rp 13,81 triliun, atau meningkat sebesar
14,44% (yoy) dibandingkan anggaran tahun 2015.
Sumber anggaran PAD utamanya berasal dari
komponen pajak daerah. Sementara itu, anggaran pos
transfer pemerintah pusat dan lainnya mengalami
penurunan menjadi Rp62 miliar dari sebelumnya
Rp3,70 triliun, atau turun 98,31% (yoy). Penurunan ini
utamanya berasal dana penyesuaian dan otonomi
khusus yang cukup tajam.
PERTUMBUHAN
20,87%
14,24%
-71,61%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.9 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan 2016
ANGGARAN-YOYANGGARAN PENDAPATAN
2011 2012 2013 2014 2015 2016 -
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0
5000
10000
15000
20000
25000 % YOY RP MILIAR
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.12 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja 2016
ANGGARAN-YOYANGGARAN BELANJA
2011 2012 2013 2014 2015 20160
5000
10000
15000
20000
25000 % YOY RP MILIAR
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
-
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.13 Anggaran Belanja 2016 Berdasarkan Komponen (%)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
-
67% 74% 72% 72% 70% 72%
33% 26% 28% 28% 30% 28%
0%
20%
40%
60%
80%
100%%, THD TOTAL BELANJA
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Tabel 4.7. Anggaran Pendapatan Tahun 2016 (Rp Miliar) Uraian APBD-P 2015 APBD 2016
URAIAN
APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)
PENDAPATAN
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
18,223
12,068
10,512
93
320
1,142
2,453
766
1,629
58
3,702
34
3,642
24
1
22,026
13,811
12,054
97
361
1,299
8,153
919
1,860
5,374
62
23
39
20.87%
14.44%
14.67%
3.94%
12.62%
13.72%
232.34%
20.01%
14.14%
9169.73%
-98.31%
-31.84%
-98.93%
APBD 2016
4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016Anggaran belanja tahun 2016 meningkat.
Anggaran belanja tercatat sebesar Rp 22,43
tri l iun, lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar Rp19,63 triliun, atau
meningkat sebesar 14,24% (yoy). Sebagaimana
yang terjadi pada anggaran pendapatan, pertumbuhan
anggaran belanja tercatat juga lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
22,40% (yoy).
Ditinjau dari pangsanya, peningkatan belanja
terutama untuk belanja tidak langsung. Anggaran
belanja tidak langsung meningkat menjadi Rp 16,04
triliun atau naik sebesar 16,37% dibandingkan
anggaran tahun 2015. Komponen terbesar belanja
tidak langsung berupa belanja hibah yaitu sebesar Rp
5,36 triliun, sementara pertumbuhan terbesar terjadi
pada komponen belanja bantuan sosial sebesar
102,61%.
Lebih jauh, anggaran belanja langsung juga
mengalami peningkatan. Anggaran belanja
langsung meningkat menjadi Rp6,39 triliun, atau naik
sebesar 9,21% dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
ini utamanya didorong oleh belanja modal. Selain untuk
mendukung pembangunan jalan, Gubernur Jawa
Tengah berupaya mendorong pembangunan
infrastruktur pariwisata sejalan dengan pencanangan
Tahun Infrastruktur Pariwisata pada 2016. Beberapa
kebijakan yang telah dilakukan Gubernur Jawa Tengah
terkait dengan hal tersebut antara lain dengan
melakukan pengaliran listrik selama 18 jam di
Kepulauan Karimunjawa. Selain itu, Gubernur Jawa
Tengah juga telah meresmikan Kebun Raya Baturraden
seluas 143,5 ha di Kabupaten Banyumas yang sempat
tidak terawat selama 14 tahun dan meluncurkan
kawasan Kota Lama Semarang sebagai destinasi
wisata.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
91PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 4.8. Anggaran Belanja Tahun 2016 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA HIBAH
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
- BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA BARANG DAN JASA
- BELANJA MODAL Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
19,632
13,783
2,302
3,905
21
4,917
2,605
34
5,848
327
2,900
2,621
22,426
16,039
2,936
5,359
42
5,357
2,299
47
6,387
376
2,863
3,148
14.24%
16.37%
27.55%
37.24%
102.61%
8.95%
-11.75%
37.26%
9.21%
15.14%
-1.27%
20.07%
APBD 2016
SUPLEMEN VII
Dewasa ini, pemerintah tengah meningkatkan
pembangunan ekonomi di daerah, terutama di kawasan
desa. Kue pembangunan yang dahulu hanya berfokus
pada wilayah kota, kini akan diratakan melalui dana desa
ke seluruh Indonesia. Dana desa sendiri merupakan Dana
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota. Kebijakan Umum dana desa
didasarkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 yang
kemudian direvisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 2015.
F i losof i pember ian dana desa ada lah untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan desa serta menurunkan tingkat
kemiskinan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian
desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa
serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari
pembangunan. Tak pelak, dana desa memiliki potensi
besar dalam mempercepat pembangunan ekonomi
masyarakat desa.
Perkembangan Dana Desa Tahun 2015 di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah, sebagai provinsi dengan jumlah
desa terbanyak di Indonesia yaitu 7.809 desa,
mendapatkan total dana desa terbesar, yaitu Rp2,23
triliun dari Rp20,77 triliun dana desa yang disalurkan
pemerintah pusat. Urutan selanjutnya diikuti oleh Jawa
Timur yang mendapatkan dana desa sebesar Rp2,21
triliun dan Daerah Istimewa Aceh sebesar 1,71 triliun.
Dari 29 kabupaten di Jawa Tengah, kabupaten yang
mendapatkan alokasi total dana desa tertinggi ialah
Kab.Kebumen (449 desa) sebesar Rp125,8 miliar, diikuti
oleh Kab. Purworejo (469 desa) sebesar Rp124,4 miliar
dan Kab. Pati (401 desa) sebesar Rp110,9 miliar.
Sementara itu, tiga kabupaten yang mencatatkan total
dana desa terendah ialah Kab. Karanganyar (162 desa)
sebesar Rp46,2 miliar, Kab. Sukoharjo (150 desa) sebesar
Rp43,0 miliar, dan Kab. Kudus (123 desa) sebesar Rp36,2
miliar.
Penyaluran dana desa dari pusat dilakukan melalui
pemindahbukuan dari pusat (Rekening Kas Umum
Negara/RKUN) ke kabupaten/kota (Rekening Kas Umum
Daerah/RKUD), untuk selanjutnya disalurkan dari
kabupaten/kota (RKUD) ke desa (Rekening Kas
Desa/RKD). Penyaluran ini dilakukan sebanyak tiga
tahap, yakni pada i) bulan April (40%), ii) bulan Agustus
(40%), dan iii) bulan Oktober (20%). Kabupaten/Kota
mentransfer dana desa ke RKD dalam waktu 7 hari
setelah diterimanya dana desa di RKUD dengan syarat:
Desa telah memiliki Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). APBDesa
tersebut disampaikan kepada bupati/walikota paling
lambat pada bulan Maret.
PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PENYALURAN DANA DESADI JAWA TENGAH
Sumber : Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 1. Alokasi Dana Desa Berdasarkan Kabupaten
126 124
111 109101
9589
82 81 80 80 78 75 75 74 74 73 72 69 67 67 67 6758 56 56
46 43
-
20
40
60
80
100
120
140
KEBU
MEN
PURW
ORE
JO
PATI
KLAT
EN
MA
GEL
AN
G
BREB
ES
BAN
YUM
AS
TEG
AL
CIL
AC
AP
GRO
BOG
AN
REM
BAN
G
PEKA
LON
GA
N
BLO
RA
BAN
JARN
EGA
RA
KEN
DA
L
DEM
AK
BOY
OLA
LI
TEM
AN
GG
UN
G
WO
NO
GIR
I
WO
NO
SOBO
PEM
ALA
NG
PURB
ALI
NG
GA
BATA
NG
SEM
ARA
NG
SRA
GEN
JEPA
RA
KARA
NG
AN
YAR
SUKO
HA
RJO
BILL
IONS
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 2. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 per Desember 2015Berdasarkan Kabupaten (%)
100 100 100
96
85
80 80 80 80 80 80 80 79 79
70
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
SUK
OH
ARJO
PURBA
LIN
GG
A
BA
NY
UM
AS
BA
NJA
RN
EGA
RA
PURW
OREJ
O
MA
GEL
AN
G
GRO
BO
GA
N
REM
BA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
BA
TAN
G
PEM
ALA
NG
BREB
ES
DEM
AK
CIL
AC
AP
KEB
UM
EN
JEPA
RA
KU
DU
S
PATI
SRA
GEN
TEG
AL
WO
NO
SOBO
BLO
RA
SEM
AR
AN
G
KA
RA
NG
AN
YA
R
KLA
TEN
BO
YO
LALI
KEN
DA
L
WO
NO
GIR
I
PEK
ALO
NG
AN
PENYALURAN JATENG: 95,57%
%
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
93PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Tabel 4.8. Anggaran Belanja Tahun 2016 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA HIBAH
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
- BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA BARANG DAN JASA
- BELANJA MODAL Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
19,632
13,783
2,302
3,905
21
4,917
2,605
34
5,848
327
2,900
2,621
22,426
16,039
2,936
5,359
42
5,357
2,299
47
6,387
376
2,863
3,148
14.24%
16.37%
27.55%
37.24%
102.61%
8.95%
-11.75%
37.26%
9.21%
15.14%
-1.27%
20.07%
APBD 2016
SUPLEMEN VII
Dewasa ini, pemerintah tengah meningkatkan
pembangunan ekonomi di daerah, terutama di kawasan
desa. Kue pembangunan yang dahulu hanya berfokus
pada wilayah kota, kini akan diratakan melalui dana desa
ke seluruh Indonesia. Dana desa sendiri merupakan Dana
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota. Kebijakan Umum dana desa
didasarkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 yang
kemudian direvisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 2015.
F i losof i pember ian dana desa ada lah untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan desa serta menurunkan tingkat
kemiskinan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian
desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa
serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari
pembangunan. Tak pelak, dana desa memiliki potensi
besar dalam mempercepat pembangunan ekonomi
masyarakat desa.
Perkembangan Dana Desa Tahun 2015 di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah, sebagai provinsi dengan jumlah
desa terbanyak di Indonesia yaitu 7.809 desa,
mendapatkan total dana desa terbesar, yaitu Rp2,23
triliun dari Rp20,77 triliun dana desa yang disalurkan
pemerintah pusat. Urutan selanjutnya diikuti oleh Jawa
Timur yang mendapatkan dana desa sebesar Rp2,21
triliun dan Daerah Istimewa Aceh sebesar 1,71 triliun.
Dari 29 kabupaten di Jawa Tengah, kabupaten yang
mendapatkan alokasi total dana desa tertinggi ialah
Kab.Kebumen (449 desa) sebesar Rp125,8 miliar, diikuti
oleh Kab. Purworejo (469 desa) sebesar Rp124,4 miliar
dan Kab. Pati (401 desa) sebesar Rp110,9 miliar.
Sementara itu, tiga kabupaten yang mencatatkan total
dana desa terendah ialah Kab. Karanganyar (162 desa)
sebesar Rp46,2 miliar, Kab. Sukoharjo (150 desa) sebesar
Rp43,0 miliar, dan Kab. Kudus (123 desa) sebesar Rp36,2
miliar.
Penyaluran dana desa dari pusat dilakukan melalui
pemindahbukuan dari pusat (Rekening Kas Umum
Negara/RKUN) ke kabupaten/kota (Rekening Kas Umum
Daerah/RKUD), untuk selanjutnya disalurkan dari
kabupaten/kota (RKUD) ke desa (Rekening Kas
Desa/RKD). Penyaluran ini dilakukan sebanyak tiga
tahap, yakni pada i) bulan April (40%), ii) bulan Agustus
(40%), dan iii) bulan Oktober (20%). Kabupaten/Kota
mentransfer dana desa ke RKD dalam waktu 7 hari
setelah diterimanya dana desa di RKUD dengan syarat:
Desa telah memiliki Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). APBDesa
tersebut disampaikan kepada bupati/walikota paling
lambat pada bulan Maret.
PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PENYALURAN DANA DESADI JAWA TENGAH
Sumber : Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 1. Alokasi Dana Desa Berdasarkan Kabupaten
126 124
111 109101
9589
82 81 80 80 78 75 75 74 74 73 72 69 67 67 67 6758 56 56
46 43
-
20
40
60
80
100
120
140
KEBU
MEN
PURW
ORE
JO
PATI
KLAT
EN
MA
GEL
AN
G
BREB
ES
BAN
YUM
AS
TEG
AL
CIL
AC
AP
GRO
BOG
AN
REM
BAN
G
PEKA
LON
GA
N
BLO
RA
BAN
JARN
EGA
RA
KEN
DA
L
DEM
AK
BOY
OLA
LI
TEM
AN
GG
UN
G
WO
NO
GIR
I
WO
NO
SOBO
PEM
ALA
NG
PURB
ALI
NG
GA
BATA
NG
SEM
ARA
NG
SRA
GEN
JEPA
RA
KARA
NG
AN
YAR
SUKO
HA
RJO
BILL
IONS
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 2. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 per Desember 2015Berdasarkan Kabupaten (%)
100 100 100
96
85
80 80 80 80 80 80 80 79 79
70
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
SUK
OH
ARJO
PURBA
LIN
GG
A
BA
NY
UM
AS
BA
NJA
RN
EGA
RA
PURW
OREJ
O
MA
GEL
AN
G
GRO
BO
GA
N
REM
BA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
BA
TAN
G
PEM
ALA
NG
BREB
ES
DEM
AK
CIL
AC
AP
KEB
UM
EN
JEPA
RA
KU
DU
S
PATI
SRA
GEN
TEG
AL
WO
NO
SOBO
BLO
RA
SEM
AR
AN
G
KA
RA
NG
AN
YA
R
KLA
TEN
BO
YO
LALI
KEN
DA
L
WO
NO
GIR
I
PEK
ALO
NG
AN
PENYALURAN JATENG: 95,57%
%
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
93PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
SUPLEMEN VII
Selanjutnya, dari kabupaten/kota (RKUD) ke desa (RKD),
seluruh desa di Provinsi Jateng telah mendapatkan dana
desa dengan realisasi penyaluran yang masih beragam.
Hingga akhir tahun 2015, secara total penyaluran
transfer dari kabupaten ke desa sebesar 95,57%.
Sebanyak 18 kabupaten telah menyalurkan dana desa
lebih dari 95%, sisanya sebanyak 11 kabupaten masih
menyalurkan di bawah 95%. Berdasarkan kegiatan
liaison dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(Bapermasdes) Provinsi Jawa Tengah, lambatnya
penyaluran dana desa di beberapa daerah terjadi akibat
beberapa kendala, yakni: 1) minimnya jumlah perangkat
desa; 2) rendahnya kemampuan perangkat desa dalam
menyusun syarat administrasi; serta 3) minimnya
bimbingan teknis dari pemerintah pusat untuk
perangkat desa.
Menteri Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 5/2015
tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa
tahun 2015. Mengacu pada Peraturan Menteri tersebut,
dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja
pembangunan (bidang I I ) dan pemberdayaan
masya raka t desa (b idang IV ) . D i t in j au da r i
penggunaannya, sebagian besar penyaluran dana desa
(95%) digunakan untuk membiayai kegiatan di bidang II,
meliputi pembangunan infrastruktur pedesaan dan
irigasi.
Untuk mengetahui perkembangan penyaluran dana
desa pada tahun 2015, KPw BI Provinsi Jawa Tengah
telah melakukan kegiatan quick survey terhadap desa 12yang telah menerima dana desa. Berdasarkan kegiatan
quick survey tersebut diperoleh hasil bahwa sebagian
besar penggunaan dana desa digunakan untuk
pembangunan jalan desa, sementara hanya sebagian
kecil yang digunakan untuk pemberdayaan ekonomi
lokal.
Ditinjau berdasarkan waktu pencairan, mayoritas
pencairan dilaksanakan terlambat (tidak tepat waktu).
Sebanyak 91% responden menyatakan penyaluran dana
desa mengalami keterlambatan. Hal ini terjadi pada
seluruh tahap pencairan. Pada pencairan tahap I, jumlah
keterlambatan pencairan yang melebihi 2 bulan dari
tenggat waktu relatif tinggi, yakni sebanyak 83% dari
total penyaluran. Keterlambatan hingga melebihi 2
bulan juga terjadi pada tahap II, namun dengan proporsi
yang berkurang, yaitu sebesar 15%. Pada tahap III,
keterlambatan pencairan relatif lebih baik, dengan
keterlambatan tidak ada yang melebihi dari dua bulan.
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 3. Prioritas Penyaluran Dana Desa
2%2%1%
95%BID 1. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHBID 2. PELAKSANAAN PEMBANGUNANBID 3. PEMBINAAN KEMASYARAKATANBID 4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)
TEPAT WAKTUTIDAK TEPAT WAKTU
91%9%
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)
6% 13% 8%11%
72%92%
83.2%
0%
20%
40%
60%
CAIR I CAIR II CAIR III
>2 MINGGU S.D. 1 BLN >1 BLN S.D. 2 BLN >2 BLN
15.2%
80%
100%
Quick Survey dilaksanakan pada 18-22 Januari 2015 terhadap 80 desa di Jawa Tengah, dengan margin of error sebesar 10,91% dan confidence interval 95%.
12.
11%
83% 72% 92%
SUPLEMEN VII
Secara umum penggunaan dana desa telah berlangsung
secara baik, yang tercermin dari tingginya realisasi serta
kualitas serapan untuk pembangunan. Namun demikian,
terdapat dua tantangan yang dihadapi dalam
penggunaan dana desa. Pertama, pembangunan saat ini
masih berfokus pada pembangunan infrastruktur, seperti
jalan dan irigasi. Pembangunan tersebut akan lebih
optimal apabila disertai dengan pengembangan potensi
daerah yang menyentuh produk unggulan dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan. Kedua, sulitnya
persyaratan administratif yang tidak diimbangi
kemampuan teknis SDM. Untuk itu, pendampingan
teknis lebih lanjut diperlukan guna meningkatkan
kapasitas teknis SDM di desa sehingga penyaluran
menjadi lebih tepat sasaran dan tepat waktu.
Untuk memperkuat dampak penyaluran dana desa
terhadap perekonomian, te rdapat beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah dan Bank Indonesia agar penggunaan dana desa
menjadi lebih optimal, antara lain yaitu: i) sinergi
program pengembangan klaster dengan pemanfaatan
dana desa dalam mengembangkan potensi daerah dan
peningkatan produksi pangan serta ii) melakukan kerja
sama antar institusi terkait, untuk dapat memberikan
Training of Trainers (ToT) bagi pendamping teknis, serta
mengakselerasi pemberian pendamping bagi daerah.
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)
MUDAHSULIT
72%25%
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)
9%9%3%
79%
DOKUMENPROSES PENCAIRANTIDAK MEMAHAMILAINNYA
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH94 95PERKEMBANGAN
KEUANGAN DAERAH
SUPLEMEN VII
Selanjutnya, dari kabupaten/kota (RKUD) ke desa (RKD),
seluruh desa di Provinsi Jateng telah mendapatkan dana
desa dengan realisasi penyaluran yang masih beragam.
Hingga akhir tahun 2015, secara total penyaluran
transfer dari kabupaten ke desa sebesar 95,57%.
Sebanyak 18 kabupaten telah menyalurkan dana desa
lebih dari 95%, sisanya sebanyak 11 kabupaten masih
menyalurkan di bawah 95%. Berdasarkan kegiatan
liaison dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(Bapermasdes) Provinsi Jawa Tengah, lambatnya
penyaluran dana desa di beberapa daerah terjadi akibat
beberapa kendala, yakni: 1) minimnya jumlah perangkat
desa; 2) rendahnya kemampuan perangkat desa dalam
menyusun syarat administrasi; serta 3) minimnya
bimbingan teknis dari pemerintah pusat untuk
perangkat desa.
Menteri Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 5/2015
tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa
tahun 2015. Mengacu pada Peraturan Menteri tersebut,
dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja
pembangunan (bidang I I ) dan pemberdayaan
masya raka t desa (b idang IV ) . D i t in j au da r i
penggunaannya, sebagian besar penyaluran dana desa
(95%) digunakan untuk membiayai kegiatan di bidang II,
meliputi pembangunan infrastruktur pedesaan dan
irigasi.
Untuk mengetahui perkembangan penyaluran dana
desa pada tahun 2015, KPw BI Provinsi Jawa Tengah
telah melakukan kegiatan quick survey terhadap desa 12yang telah menerima dana desa. Berdasarkan kegiatan
quick survey tersebut diperoleh hasil bahwa sebagian
besar penggunaan dana desa digunakan untuk
pembangunan jalan desa, sementara hanya sebagian
kecil yang digunakan untuk pemberdayaan ekonomi
lokal.
Ditinjau berdasarkan waktu pencairan, mayoritas
pencairan dilaksanakan terlambat (tidak tepat waktu).
Sebanyak 91% responden menyatakan penyaluran dana
desa mengalami keterlambatan. Hal ini terjadi pada
seluruh tahap pencairan. Pada pencairan tahap I, jumlah
keterlambatan pencairan yang melebihi 2 bulan dari
tenggat waktu relatif tinggi, yakni sebanyak 83% dari
total penyaluran. Keterlambatan hingga melebihi 2
bulan juga terjadi pada tahap II, namun dengan proporsi
yang berkurang, yaitu sebesar 15%. Pada tahap III,
keterlambatan pencairan relatif lebih baik, dengan
keterlambatan tidak ada yang melebihi dari dua bulan.
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 3. Prioritas Penyaluran Dana Desa
2%2%1%
95%BID 1. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHBID 2. PELAKSANAAN PEMBANGUNANBID 3. PEMBINAAN KEMASYARAKATANBID 4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)
TEPAT WAKTUTIDAK TEPAT WAKTU
91%9%
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)
6% 13% 8%11%
72%92%
83.2%
0%
20%
40%
60%
CAIR I CAIR II CAIR III
>2 MINGGU S.D. 1 BLN >1 BLN S.D. 2 BLN >2 BLN
15.2%
80%
100%
Quick Survey dilaksanakan pada 18-22 Januari 2015 terhadap 80 desa di Jawa Tengah, dengan margin of error sebesar 10,91% dan confidence interval 95%.
12.
11%
83% 72% 92%
SUPLEMEN VII
Secara umum penggunaan dana desa telah berlangsung
secara baik, yang tercermin dari tingginya realisasi serta
kualitas serapan untuk pembangunan. Namun demikian,
terdapat dua tantangan yang dihadapi dalam
penggunaan dana desa. Pertama, pembangunan saat ini
masih berfokus pada pembangunan infrastruktur, seperti
jalan dan irigasi. Pembangunan tersebut akan lebih
optimal apabila disertai dengan pengembangan potensi
daerah yang menyentuh produk unggulan dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan. Kedua, sulitnya
persyaratan administratif yang tidak diimbangi
kemampuan teknis SDM. Untuk itu, pendampingan
teknis lebih lanjut diperlukan guna meningkatkan
kapasitas teknis SDM di desa sehingga penyaluran
menjadi lebih tepat sasaran dan tepat waktu.
Untuk memperkuat dampak penyaluran dana desa
terhadap perekonomian, te rdapat beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah dan Bank Indonesia agar penggunaan dana desa
menjadi lebih optimal, antara lain yaitu: i) sinergi
program pengembangan klaster dengan pemanfaatan
dana desa dalam mengembangkan potensi daerah dan
peningkatan produksi pangan serta ii) melakukan kerja
sama antar institusi terkait, untuk dapat memberikan
Training of Trainers (ToT) bagi pendamping teknis, serta
mengakselerasi pemberian pendamping bagi daerah.
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)
MUDAHSULIT
72%25%
Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)
Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)
9%9%3%
79%
DOKUMENPROSES PENCAIRANTIDAK MEMAHAMILAINNYA
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH94 95PERKEMBANGAN
KEUANGAN DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif sama dengan triwulan lalu. Sementara itu, nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Di sisi lain, angka kemiskinan Jawa Tengah menurun pada triwulan laporan.
Angka pengangguran mengalami penurunan pada Agustus 2015 dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di triwulan III
dan triwulan IV 2015.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan dengan tren perbaikan kinerja ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2015.
Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami
peningkatan pada triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan.
Tingkat kemiskinan Jawa Tengah pada triwulan laporan menurun bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan lalu.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif sama dengan triwulan lalu. Sementara itu, nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Di sisi lain, angka kemiskinan Jawa Tengah menurun pada triwulan laporan.
Angka pengangguran mengalami penurunan pada Agustus 2015 dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di triwulan III
dan triwulan IV 2015.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan dengan tren perbaikan kinerja ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2015.
Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami
peningkatan pada triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan.
Tingkat kemiskinan Jawa Tengah pada triwulan laporan menurun bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan lalu.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang
tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Tengah pada Agustus 2015 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Agustus
2014. Pada Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja
Jawa Tengah sebesar 25,49 juta orang, atau
meningkat 1,19% dibandingkan dengan Agustus
2014 yang berjumlah 25,19 juta orang. Kondisi ini
mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di
Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia
produktif yang besar.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif yang
besar, namun penduduk usia produktif yang menjadi
angkatan kerja mengalami penurunan di triwulan
laporan. Jumlah angkatan kerja menurun 1,43%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu dari 17,55 juta orang menjadi
sebanyak 17,30 juta orang. Hal ini disebabkan
meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang
masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja.
Peningkatan penduduk bukan angkatan kerja
tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk
usia produktif yang menunda untuk mencari
pekerjaan sehingga lebih memilih untuk melanjutkan
pendidikan. Fenomena ini tercermin dari tren
peningkatan IPM Jawa Tengah yang terus terjadi
dalam beberapa tahun terakhir.
Tingkat pengangguran Jawa Tengah per Agustus
2015 menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terjadi
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
di triwulan III dan triwulan IV 2015. Selain itu,
meningkatnya jumlah penduduk yang termasuk dalam
kategori bukan angkatan kerja pada triwulan laporan juga
diperkirakan menjadi salah satu faktor menurunnya
jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan
laporan (Grafik 5.1).
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK, yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
TPAK Jawa Tengah pada Agustus 2015 tercatat sebesar
67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang tercatat
sebesar 69,68%. Namun demikian, dibandingkan
dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih
lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat
sebesar 65,76%.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang pesimis
oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei konsumen di
Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat keyakinan konsumen
Jawa Tengah terhadap penghasilan saat ini cenderung
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan tingkat keyakinan tersebut sejalan dengan
penurunan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi
lapangan usaha saat ini (Grafik 5.1).
5.1. Ketenagakerjaan
99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
BUKAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK USIA KERJA
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
8,19
25,49
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
JATENG
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang
tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Tengah pada Agustus 2015 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Agustus
2014. Pada Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja
Jawa Tengah sebesar 25,49 juta orang, atau
meningkat 1,19% dibandingkan dengan Agustus
2014 yang berjumlah 25,19 juta orang. Kondisi ini
mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di
Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia
produktif yang besar.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif yang
besar, namun penduduk usia produktif yang menjadi
angkatan kerja mengalami penurunan di triwulan
laporan. Jumlah angkatan kerja menurun 1,43%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu dari 17,55 juta orang menjadi
sebanyak 17,30 juta orang. Hal ini disebabkan
meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang
masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja.
Peningkatan penduduk bukan angkatan kerja
tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk
usia produktif yang menunda untuk mencari
pekerjaan sehingga lebih memilih untuk melanjutkan
pendidikan. Fenomena ini tercermin dari tren
peningkatan IPM Jawa Tengah yang terus terjadi
dalam beberapa tahun terakhir.
Tingkat pengangguran Jawa Tengah per Agustus
2015 menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terjadi
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
di triwulan III dan triwulan IV 2015. Selain itu,
meningkatnya jumlah penduduk yang termasuk dalam
kategori bukan angkatan kerja pada triwulan laporan juga
diperkirakan menjadi salah satu faktor menurunnya
jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan
laporan (Grafik 5.1).
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK, yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
TPAK Jawa Tengah pada Agustus 2015 tercatat sebesar
67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang tercatat
sebesar 69,68%. Namun demikian, dibandingkan
dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih
lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat
sebesar 65,76%.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang pesimis
oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei konsumen di
Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat keyakinan konsumen
Jawa Tengah terhadap penghasilan saat ini cenderung
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Penurunan tingkat keyakinan tersebut sejalan dengan
penurunan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi
lapangan usaha saat ini (Grafik 5.1).
5.1. Ketenagakerjaan
99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
BUKAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK USIA KERJA
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
8,19
25,49
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
JATENG
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang lebih baik meski tidak seoptimis
periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen
di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini
terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang menurun menjadi 106 dari sebelumnya
120,9. Penurunan optimisme konsumen juga terjadi
pada kondisi kegiatan usaha yang akan datang,
tercermin dari penurunan indeks ekspektasi konsumen
dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi 116,5 pada
triwulan laporan. Penurunan optimisme ini juga sejalan
dengan penurunan optimisme konsumen terhadap
kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha
pertanian masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71
juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang
bekerja di Jawa Tengah. Namun demikian, jumlah
penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian
mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni
sebesar 8,9% bila dibandingkan dengan periode yang
sama di tahun lalu. Penurunan jumlah penduduk yang
bekerja di lapangan usaha pertanian tersebut
ditengarai sebagai akibat dari persepsi kesejahteraan
petani yang rendah, tercermin dari rendahnya NTP
subsektor tanaman pangan yang sering kali di bawah
100 dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, program
mekanisasi pertanian yang digalakkan oleh pemerintah
juga ditengarai merupakan salah satu penyebab
menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian.
Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 3,80 juta orang atau 23,11%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
ketiga dengan menyerap 3,27 juta orang atau 19,89%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
5.05
3.31
3.76
2.14
2.19
16.45
5.17
3.11
3.69
2.51
1.99
16.47
5.19
3.31
3.72
2.15
2.38
16.75
2013
Agustus
5.17
3.17
3.72
2.19
2.3
16.55*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Februari
2015
5.39
3.33
4.01
2.28
2.31
17.32
Agustus
4.71
3.27
3.80
2.08
2.58
16.44
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.2
INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
IV IV
PESIMIS
OPTIMIS
Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangandalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 5.3
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PDRB (MILIAR RP)
NTP TANAMAN PANGAN
IV
92
94
96
98
100
102
104
Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan
banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada
bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor
formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau
38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah
tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta
orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal
juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri
pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,
atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014
yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan
dengan perbaikan kinerja ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2015. Jumlah pekerja berwaktu penuh
Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat sebanyak 11,93
juta orang atau meningkat dibandingkan dengan
Agustus 2014 yang tercatat sebanyak 11,65 juta orang
(Tabel 5.4). Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada
triwulan laporan sebagian besar atau 72,56% masih
didominasi oleh penduduk dalam lapangan usaha
pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu
penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas
per minggu. Sementara untuk jumlah pekerja berwaktu
tidak penuh mengalami penurunan pada periode yang
sama, yaitu dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta
orang.
Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja di
Jawa Tengah cenderung sudah mengalami
perbaikan meskipun belum signifikan. Bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat
pendidikan SMP ke atas cenderung mengalami
peningkatan (Tabel 5.5). Hal ini menandakan bahwa
kebutuhan tenaga kerja dengan keterampilan yang
lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2015
mengalami peningkatan. Fenomena ini sejalan dengan
tren relokasi pabrik dari Jawa Barat dan Banten menuju
Jawa Tengah pada tahun 2015.
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2015
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
Agustus
2.68
2.94
0.58
5.71
2.34
2.19
16.44
101PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang lebih baik meski tidak seoptimis
periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen
di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini
terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang menurun menjadi 106 dari sebelumnya
120,9. Penurunan optimisme konsumen juga terjadi
pada kondisi kegiatan usaha yang akan datang,
tercermin dari penurunan indeks ekspektasi konsumen
dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi 116,5 pada
triwulan laporan. Penurunan optimisme ini juga sejalan
dengan penurunan optimisme konsumen terhadap
kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha
pertanian masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71
juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang
bekerja di Jawa Tengah. Namun demikian, jumlah
penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian
mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni
sebesar 8,9% bila dibandingkan dengan periode yang
sama di tahun lalu. Penurunan jumlah penduduk yang
bekerja di lapangan usaha pertanian tersebut
ditengarai sebagai akibat dari persepsi kesejahteraan
petani yang rendah, tercermin dari rendahnya NTP
subsektor tanaman pangan yang sering kali di bawah
100 dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, program
mekanisasi pertanian yang digalakkan oleh pemerintah
juga ditengarai merupakan salah satu penyebab
menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian.
Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 3,80 juta orang atau 23,11%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
ketiga dengan menyerap 3,27 juta orang atau 19,89%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
5.05
3.31
3.76
2.14
2.19
16.45
5.17
3.11
3.69
2.51
1.99
16.47
5.19
3.31
3.72
2.15
2.38
16.75
2013
Agustus
5.17
3.17
3.72
2.19
2.3
16.55*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Februari
2015
5.39
3.33
4.01
2.28
2.31
17.32
Agustus
4.71
3.27
3.80
2.08
2.58
16.44
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.2
INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
IV IV
PESIMIS
OPTIMIS
Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangandalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 5.3
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PDRB (MILIAR RP)
NTP TANAMAN PANGAN
IV
92
94
96
98
100
102
104
Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan
banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada
bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor
formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau
38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah
tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta
orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal
juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri
pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,
atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014
yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan
dengan perbaikan kinerja ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2015. Jumlah pekerja berwaktu penuh
Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat sebanyak 11,93
juta orang atau meningkat dibandingkan dengan
Agustus 2014 yang tercatat sebanyak 11,65 juta orang
(Tabel 5.4). Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada
triwulan laporan sebagian besar atau 72,56% masih
didominasi oleh penduduk dalam lapangan usaha
pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu
penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas
per minggu. Sementara untuk jumlah pekerja berwaktu
tidak penuh mengalami penurunan pada periode yang
sama, yaitu dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta
orang.
Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja di
Jawa Tengah cenderung sudah mengalami
perbaikan meskipun belum signifikan. Bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat
pendidikan SMP ke atas cenderung mengalami
peningkatan (Tabel 5.5). Hal ini menandakan bahwa
kebutuhan tenaga kerja dengan keterampilan yang
lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2015
mengalami peningkatan. Fenomena ini sejalan dengan
tren relokasi pabrik dari Jawa Barat dan Banten menuju
Jawa Tengah pada tahun 2015.
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2015
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
Agustus
2.68
2.94
0.58
5.71
2.34
2.19
16.44
101PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
1.
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Agustus
8.61
3.16
3.4
1.27
16.44
Angka pengangguran mengalami penurunan
pada Agustus 2015 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju
pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan triwulan
IV 2015. Jumlah pengangguran pada Agustus 2015
sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%
dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1
juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 11,38% dari total angka
pengangguran nasional. Sementara dilihat dari
indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa
Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada
Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel
5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu
sebesar 6,18%.
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 6,9% (yoy) atau meningkat bila dibandingkan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).
Peningkatan NTP mengindikasikan meningkatnya
kesejahteraan petani dengan meningkatnya daya beli
petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang
diterima petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan
indeks yang dibayar petani (Grafik 5.5). Peningkatan
NTP ini disebabkan oleh naiknya harga produk
pertanian sejalan dengan mulai masuknya musim
tanam bagi sebagian besar komoditas pangan strategis
di Jawa Tengah. Tingkat inflasi yang terjaga pada
triwulan IV 2015 juga merupakan salah satu faktor
yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk
diantaranya rumah tangga petani.
Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV
terutama didorong oleh peningkatan NTP
subsektor hortikultura, tanaman pangan, dan
tanaman perkebunan rakyat. Sementara itu, NTP
subsektor peternakan dan perikanan mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada
5.2. Pengangguran
15.3. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2015
mengalami peningkatan bila dibandingkan
triwulan III 2015 sejalan dengan pertumbuhan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan laporan yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Lapangan
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4.91
1.18
3.73
12.41
17.32
4.51
1.07
3.44
11.93
16.44
5.21
1.49
3.72
11.26
16.47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115 INDEKS
HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.4
INDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
IV IV95
100
105
110
115
120
125
130
subsektor hortikultura sebesar 2,70% atau menjadi
100,32 dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 97,68.
Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan juga
terjadi pada subsektor tanaman pangan yang atau
menurun sebesar 3,37% dari triwulan lalu yang tercatat
sebesar 107,77. Sementara NTP subsektor perikanan
pada triwulan IV tercatat sebesar 102,56 atau menurun
sebesar 0,80% dari triwulan lalu yang tercatat sebesar
103,59 (Grafik 5.6).
Indeks yang diterima petani meningkat di hampir
seluruh subsektor pada triwulan IV 2015. Apabila
dibandingkan dengan triwulan III 2015, kenaikan
terbesar indeks yang diterima petani terjadi di
subsektor hortikultura sebesar 3,79%. Hal ini sejalan
dengan kenaikan NTP subsektor hortikultura yang juga
mengalami kenaikan terbesar di triwulan laporan.
Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di
subsektor hortikultura ditengarai terkait dengan
kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura
(khususnya cabai merah, cabai rawit, dan bawang
merah) karena memasuki musim tanam pada triwulan
laporan. Kenaikan harga komoditas hortikultura
tersebut juga turut didorong oleh peningkatan
permintaan di akhir tahun sesuai dengan pola
musimannya.
Selain subsektor hortikultura, indeks yang diterima
petani juga mengalami kenaikan signifikan di subsektor
tanaman pangan yang kemudian diikuti oleh subsektor
tanaman perkebunan rakyat dan perikanan dengan
kenaikan dari triwulan sebelumnya masing-masing
sebesar 3,27%, 2,02%, dan 0,37%.
Indeks yang dibayar petani juga mengalami
peningkatan untuk semua subsektor. Namun
demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari
peningkatan indeks yang diterima petani. Hal ini
sejalan dengan data historis yang menunjukkan bahwa
indeks yang dibayar petani selalu mengalami
peningkatan dan tidak pernah menunjukkan tren
penurunan. Apabila dibandingkan dengan triwulan
lalu, kenaikan terbesar terjadi pada subsektor
peternakan yang mengalami peningkatan sebesar
1,23% menjadi 117,10. Sementara itu, indeks yang
diterima petani pada subsektor peternakan pada
triwulan IV justru mengalami penurunan sebesar
2,18%. Hal ini menyebabkan NTP subsektor
peternakan mengalami penurunan yang cukup
signifikan pada triwulan laporan, yakni sebesar 3,37%
menjadi 104,14 pada triwulan laporan.
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PDRB (MILIAR RP) INDEKS
IV95
100
105
110
115
120
125
130
25000
30000
35000
40000
45000
50000
Sumber: BPS Jawa Tengah
Plotting Indeks yang Diterima Petani SubsektorTanaman Pangan dengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Grafik 5.6
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN102
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
103PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
1.
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Agustus
8.61
3.16
3.4
1.27
16.44
Angka pengangguran mengalami penurunan
pada Agustus 2015 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju
pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan triwulan
IV 2015. Jumlah pengangguran pada Agustus 2015
sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%
dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1
juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 11,38% dari total angka
pengangguran nasional. Sementara dilihat dari
indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa
Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada
Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel
5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu
sebesar 6,18%.
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 6,9% (yoy) atau meningkat bila dibandingkan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).
Peningkatan NTP mengindikasikan meningkatnya
kesejahteraan petani dengan meningkatnya daya beli
petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang
diterima petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan
indeks yang dibayar petani (Grafik 5.5). Peningkatan
NTP ini disebabkan oleh naiknya harga produk
pertanian sejalan dengan mulai masuknya musim
tanam bagi sebagian besar komoditas pangan strategis
di Jawa Tengah. Tingkat inflasi yang terjaga pada
triwulan IV 2015 juga merupakan salah satu faktor
yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk
diantaranya rumah tangga petani.
Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV
terutama didorong oleh peningkatan NTP
subsektor hortikultura, tanaman pangan, dan
tanaman perkebunan rakyat. Sementara itu, NTP
subsektor peternakan dan perikanan mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada
5.2. Pengangguran
15.3. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2015
mengalami peningkatan bila dibandingkan
triwulan III 2015 sejalan dengan pertumbuhan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan laporan yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Lapangan
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4.91
1.18
3.73
12.41
17.32
4.51
1.07
3.44
11.93
16.44
5.21
1.49
3.72
11.26
16.47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115 INDEKS
HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.4
INDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
IV IV95
100
105
110
115
120
125
130
subsektor hortikultura sebesar 2,70% atau menjadi
100,32 dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 97,68.
Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan juga
terjadi pada subsektor tanaman pangan yang atau
menurun sebesar 3,37% dari triwulan lalu yang tercatat
sebesar 107,77. Sementara NTP subsektor perikanan
pada triwulan IV tercatat sebesar 102,56 atau menurun
sebesar 0,80% dari triwulan lalu yang tercatat sebesar
103,59 (Grafik 5.6).
Indeks yang diterima petani meningkat di hampir
seluruh subsektor pada triwulan IV 2015. Apabila
dibandingkan dengan triwulan III 2015, kenaikan
terbesar indeks yang diterima petani terjadi di
subsektor hortikultura sebesar 3,79%. Hal ini sejalan
dengan kenaikan NTP subsektor hortikultura yang juga
mengalami kenaikan terbesar di triwulan laporan.
Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di
subsektor hortikultura ditengarai terkait dengan
kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura
(khususnya cabai merah, cabai rawit, dan bawang
merah) karena memasuki musim tanam pada triwulan
laporan. Kenaikan harga komoditas hortikultura
tersebut juga turut didorong oleh peningkatan
permintaan di akhir tahun sesuai dengan pola
musimannya.
Selain subsektor hortikultura, indeks yang diterima
petani juga mengalami kenaikan signifikan di subsektor
tanaman pangan yang kemudian diikuti oleh subsektor
tanaman perkebunan rakyat dan perikanan dengan
kenaikan dari triwulan sebelumnya masing-masing
sebesar 3,27%, 2,02%, dan 0,37%.
Indeks yang dibayar petani juga mengalami
peningkatan untuk semua subsektor. Namun
demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari
peningkatan indeks yang diterima petani. Hal ini
sejalan dengan data historis yang menunjukkan bahwa
indeks yang dibayar petani selalu mengalami
peningkatan dan tidak pernah menunjukkan tren
penurunan. Apabila dibandingkan dengan triwulan
lalu, kenaikan terbesar terjadi pada subsektor
peternakan yang mengalami peningkatan sebesar
1,23% menjadi 117,10. Sementara itu, indeks yang
diterima petani pada subsektor peternakan pada
triwulan IV justru mengalami penurunan sebesar
2,18%. Hal ini menyebabkan NTP subsektor
peternakan mengalami penurunan yang cukup
signifikan pada triwulan laporan, yakni sebesar 3,37%
menjadi 104,14 pada triwulan laporan.
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PDRB (MILIAR RP) INDEKS
IV95
100
105
110
115
120
125
130
25000
30000
35000
40000
45000
50000
Sumber: BPS Jawa Tengah
Plotting Indeks yang Diterima Petani SubsektorTanaman Pangan dengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Grafik 5.6
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN102
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
103PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106.68
102.91
103.71
109.24
103.92
104.99
97.5
102.83
105.4
109.08
106.17
103.09
103.73
104.49
106.87
113.60
109.31
107.00
IV - 2015
106.24
107.76
108.6
109.88
109.46
107.95
%Perubahan
2.42
3.13
1.62
-3.27
0.14
0.89
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
II III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.8
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7
IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat mengalami peningkatan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan IV 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi
107,95 dari sebelumnya 107,00 pada triwulan III 2015.
Peningkatan NTUP pada triwulan laporan terutama
didorong oleh subsektor hortikultura yang meningkat
sebesar 3,13% pada triwulan laporan atau menjadi
sebesar 107,76%. Hal ini sejalan dengan adanya
peningkatan indeks yang diterima petani (It) pada
subsektor hortikultura yang signifikan lebih besar
dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani
di subsektor hortikultura pangan mendapatkan insentif
dalam meningkatkan produksinya.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2015 mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan
tersebut terutama didorong oleh penurunan
angka kemiskinan yang ada di kawasan pedesaan
Jawa Tengah. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per
September 2015 tercatat sebanyak 4.506 ribu jiwa atau
13,32% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
berjumlah 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah
penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.790
ribu jiwa pada September 2014 menjadi 2.716 ribu
pada September 2015. Sementara itu, jumlah
penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu, dari 1.772 ribu jiwa pada September
2014 menjadi 1.790 ribu pada September 2015.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
2.
RIBU ORANG
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang) Grafik 5.9.
KOTA KOTA+DESADESA DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Di sisi lain, angka kemiskinan yang ada di tingkat
n a s i o n a l m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n b i l a
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional
mengalami peningkatan sebesar 0,78 juta jiwa
dibandingkan September 2014 menjadi 28,51 juta jiwa
atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Provinsi
Jawa Tengah menyumbang 15,80% dari total
penduduk miskin nasional, turun dibandingkan
sumbangan pada bulan September 2014 sebesar
16,01%.
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2015, angka kemiskinan Jawa Tengah pada
September 2015 juga mengalami penurunan,
yang terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan. Apabila
dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah
penduduk miskin di perkotaan turun sebesar 2,59%
atau setara dengan 48 ribu orang. Sementara di
pedesaan, jumlah penduduk miskin turun sebesar
0,86% atau setara dengan 24 ribu orang. Jumlah
penduduk miskin di pedesaan pada September 2015
mencapai 2.716 ribu jiwa sedangkan di perkotaan
mencapai 1.790 ribu jiwa atau memiliki porsi sekitar
40% dari total penduduk miskin di Jawa Tengah.
3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 7,74% dari Rp286.014 per
kapita/bulan menjadi Rp308.163 per kapita/bulan.
Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
mengalami kenaikan sebesar 11,69%, dari Rp277.802
per kapita/bulan menjadi Rp310.295 per kapita/bulan.
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan
d e s a m e n i n g k a t 9 , 7 8 % d a r i R p 2 8 1 . 7 5 0
perkapita/bulan pada September 2014 menjadi
Rp309.314 perkapita/bulan pada September 2015.
Apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan dilapangan usahakan sebagai
penduduk miskin maka kenaikan garis kemiskinan
dapat memengaruhi angka kemiskinan karena ambang
nilai kemiskinan turut mengalami peningkatan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
3.
Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299,011
296,864
297,851
2010
205,606
179,982
192,435
Sep 2015
308,163
310,295
309,314
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN104
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
105PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106.68
102.91
103.71
109.24
103.92
104.99
97.5
102.83
105.4
109.08
106.17
103.09
103.73
104.49
106.87
113.60
109.31
107.00
IV - 2015
106.24
107.76
108.6
109.88
109.46
107.95
%Perubahan
2.42
3.13
1.62
-3.27
0.14
0.89
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
II III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.8
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7
IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
IV90
95
100
105
110
115
120
125
130
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat mengalami peningkatan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan IV 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi
107,95 dari sebelumnya 107,00 pada triwulan III 2015.
Peningkatan NTUP pada triwulan laporan terutama
didorong oleh subsektor hortikultura yang meningkat
sebesar 3,13% pada triwulan laporan atau menjadi
sebesar 107,76%. Hal ini sejalan dengan adanya
peningkatan indeks yang diterima petani (It) pada
subsektor hortikultura yang signifikan lebih besar
dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani
di subsektor hortikultura pangan mendapatkan insentif
dalam meningkatkan produksinya.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2015 mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan
tersebut terutama didorong oleh penurunan
angka kemiskinan yang ada di kawasan pedesaan
Jawa Tengah. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per
September 2015 tercatat sebanyak 4.506 ribu jiwa atau
13,32% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
berjumlah 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah
penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.790
ribu jiwa pada September 2014 menjadi 2.716 ribu
pada September 2015. Sementara itu, jumlah
penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu, dari 1.772 ribu jiwa pada September
2014 menjadi 1.790 ribu pada September 2015.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
2.
RIBU ORANG
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang) Grafik 5.9.
KOTA KOTA+DESADESA DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Di sisi lain, angka kemiskinan yang ada di tingkat
n a s i o n a l m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n b i l a
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional
mengalami peningkatan sebesar 0,78 juta jiwa
dibandingkan September 2014 menjadi 28,51 juta jiwa
atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Provinsi
Jawa Tengah menyumbang 15,80% dari total
penduduk miskin nasional, turun dibandingkan
sumbangan pada bulan September 2014 sebesar
16,01%.
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2015, angka kemiskinan Jawa Tengah pada
September 2015 juga mengalami penurunan,
yang terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan. Apabila
dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah
penduduk miskin di perkotaan turun sebesar 2,59%
atau setara dengan 48 ribu orang. Sementara di
pedesaan, jumlah penduduk miskin turun sebesar
0,86% atau setara dengan 24 ribu orang. Jumlah
penduduk miskin di pedesaan pada September 2015
mencapai 2.716 ribu jiwa sedangkan di perkotaan
mencapai 1.790 ribu jiwa atau memiliki porsi sekitar
40% dari total penduduk miskin di Jawa Tengah.
3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 7,74% dari Rp286.014 per
kapita/bulan menjadi Rp308.163 per kapita/bulan.
Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
mengalami kenaikan sebesar 11,69%, dari Rp277.802
per kapita/bulan menjadi Rp310.295 per kapita/bulan.
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan
d e s a m e n i n g k a t 9 , 7 8 % d a r i R p 2 8 1 . 7 5 0
perkapita/bulan pada September 2014 menjadi
Rp309.314 perkapita/bulan pada September 2015.
Apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan dilapangan usahakan sebagai
penduduk miskin maka kenaikan garis kemiskinan
dapat memengaruhi angka kemiskinan karena ambang
nilai kemiskinan turut mengalami peningkatan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
3.
Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299,011
296,864
297,851
2010
205,606
179,982
192,435
Sep 2015
308,163
310,295
309,314
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN104
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
105PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
dari:
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah selalu lebih tinggi
dibandingkan IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa
Tengah sebesar 68,9 pada tahun 2014, meningkat
dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 68,31.
Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang
dihitung dengan menggunakan metode perhitungan
IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen
tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi
pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara
itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi
standar hidup diubah menjadi Produk Nasional Bruto
(PNB) per kapita dari sebelumnya Produk Domestik
Bruto (PDB) per kapita. Metode agregasi indeks juga
mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada IPM
standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata
ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun
2010.
5.5. Pembangunan Manusia
a.
b.
c.
Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Pendidikan :
i. Harapan Lama Sekolah (HLS)
ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Standar Hidup: PNB per kapita
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
64.5
65
65.5
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
SUPLEMEN VIII
Penetapan Upah Minimum yang dilakukan setiap tahun,
mulai tahun 2016 akan didasarkan pada Peraturan
Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Dengan berlakunya PP ini, maka % kenaikan Upah
Minimum pada tahun berikutnya maksimal sebesar
jumlah dari persentase inflasi dan persentase
pertumbuhan ekonomi tahun berjalan masing-masing
wilayah. Pemerintah berharap metode pengupahan
yang sederhana, adil, dan terproyeksi akan berdampak
pada pembukaan lapangan kerja yang lebih luas dan
kesejahteraan buruh yang lebih baik.
Pertumbuhan EkonomiSebelum PP No 78 Tahun 2015, inflasi dan pertumbuhan
ekonomi wilayah hanya menjadi sebatas pertimbangan
bagi pimpinan daerah dalam menetapkan upah
minimum. Dengan berlakunya peraturan tersebut,
besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi benar-benar
dimasukkan dalam formula perhitungan upah minimum.
Berdasarkan formula perhitungan tersebut, range
persentase kenaikan UMP di Jawa untuk periode tahun
2016 lebih terkendali dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Selanjutnya, kenaikan upah minimum
setiap tahun akan terproyeksi lebih baik. Hal tersebut
diharapkan akan menjadi salah satu insentif berinvestasi
bagi investor, yang pada akhirnya akan mengarah pada
semakin luasnya pembukaan lapangan pekerjaan.
Lebih lanjut, meskipun hanya memasukan besaran inflasi
dan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula
perhitungan upah minimum, pemerintah bukan berarti
tidak mempertimbangkan hasil survei Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) yang biasanya diusulkan oleh Dewan
Pengupahan di masing-masing wilayah. Peraturan ini
justru mengatur agar pemerintah daerah secara
bertahap dalam waktu 4 tahun melakukan penyesuaian
terhadap upah minimum yang masih lebih rendah
dibandingkan dengan KHL.
Seperti tahun sebelumnya, pemerintah juga
memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk
mengajukan penangguhan penetapan upah minimum
sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Kep. Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 231/MEN/2003.
Dibandingkan dengan tahun lalu, pada tahun 2016,
jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan
penetapan upah minimum menurun. Hal tersebut dapat
menjadi indikasi bahwa penetapan upah minimum
sesuai dengan PP No. 78 Tahun 2015 dapat lebih diterima
oleh pengusaha.
Penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan
ekonomi dan inflasi masing-masing wilayah berpotensi
mendorong pergerakan ekspansi usaha ke wilayah
dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah. Namun demikian, apabila terjadi shock inflasi
pada tahun berjalan, real wages yang diterima buruh
akan menurun. Hal tersebut dikarenakan formula
perhitungan didasarkan pada inflasi tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu semakin
komprehensif dalam melakukan berbagai upaya dalam
menjaga kestabilan inflasi di wilayahnya.
MENYELARASKAN PENGUPAHAN DENGANPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
BANTEN
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH
D.I. YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
9.6 % - 22 %
6.7% - 24.5%
10.6%
6.3% - 28%
3.4% - 12.1%
13.5% - 31.5%
2015 2016
11.5% - 15.1%
12.6% - 20.4%
14.8%
11.5% - 25%
11.5%
11.5% - 12.5%
PROVINSIKENAIKAN UMK
BANTEN
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH
D.I. YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
104
190
27
47
1
95
2015 2016
110
116
2
6
7
93
PERUSAHAAN YANG MENGAJUKANPENANGGUHAN UMK
2015 2016
464 334
28,02%
PROVINSI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN106
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
107PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
dari:
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah selalu lebih tinggi
dibandingkan IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa
Tengah sebesar 68,9 pada tahun 2014, meningkat
dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 68,31.
Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang
dihitung dengan menggunakan metode perhitungan
IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen
tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi
pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara
itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi
standar hidup diubah menjadi Produk Nasional Bruto
(PNB) per kapita dari sebelumnya Produk Domestik
Bruto (PDB) per kapita. Metode agregasi indeks juga
mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada IPM
standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata
ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun
2010.
5.5. Pembangunan Manusia
a.
b.
c.
Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Pendidikan :
i. Harapan Lama Sekolah (HLS)
ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Standar Hidup: PNB per kapita
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
64.5
65
65.5
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
SUPLEMEN VIII
Penetapan Upah Minimum yang dilakukan setiap tahun,
mulai tahun 2016 akan didasarkan pada Peraturan
Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Dengan berlakunya PP ini, maka % kenaikan Upah
Minimum pada tahun berikutnya maksimal sebesar
jumlah dari persentase inflasi dan persentase
pertumbuhan ekonomi tahun berjalan masing-masing
wilayah. Pemerintah berharap metode pengupahan
yang sederhana, adil, dan terproyeksi akan berdampak
pada pembukaan lapangan kerja yang lebih luas dan
kesejahteraan buruh yang lebih baik.
Pertumbuhan EkonomiSebelum PP No 78 Tahun 2015, inflasi dan pertumbuhan
ekonomi wilayah hanya menjadi sebatas pertimbangan
bagi pimpinan daerah dalam menetapkan upah
minimum. Dengan berlakunya peraturan tersebut,
besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi benar-benar
dimasukkan dalam formula perhitungan upah minimum.
Berdasarkan formula perhitungan tersebut, range
persentase kenaikan UMP di Jawa untuk periode tahun
2016 lebih terkendali dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Selanjutnya, kenaikan upah minimum
setiap tahun akan terproyeksi lebih baik. Hal tersebut
diharapkan akan menjadi salah satu insentif berinvestasi
bagi investor, yang pada akhirnya akan mengarah pada
semakin luasnya pembukaan lapangan pekerjaan.
Lebih lanjut, meskipun hanya memasukan besaran inflasi
dan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula
perhitungan upah minimum, pemerintah bukan berarti
tidak mempertimbangkan hasil survei Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) yang biasanya diusulkan oleh Dewan
Pengupahan di masing-masing wilayah. Peraturan ini
justru mengatur agar pemerintah daerah secara
bertahap dalam waktu 4 tahun melakukan penyesuaian
terhadap upah minimum yang masih lebih rendah
dibandingkan dengan KHL.
Seperti tahun sebelumnya, pemerintah juga
memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk
mengajukan penangguhan penetapan upah minimum
sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Kep. Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 231/MEN/2003.
Dibandingkan dengan tahun lalu, pada tahun 2016,
jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan
penetapan upah minimum menurun. Hal tersebut dapat
menjadi indikasi bahwa penetapan upah minimum
sesuai dengan PP No. 78 Tahun 2015 dapat lebih diterima
oleh pengusaha.
Penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan
ekonomi dan inflasi masing-masing wilayah berpotensi
mendorong pergerakan ekspansi usaha ke wilayah
dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah. Namun demikian, apabila terjadi shock inflasi
pada tahun berjalan, real wages yang diterima buruh
akan menurun. Hal tersebut dikarenakan formula
perhitungan didasarkan pada inflasi tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu semakin
komprehensif dalam melakukan berbagai upaya dalam
menjaga kestabilan inflasi di wilayahnya.
MENYELARASKAN PENGUPAHAN DENGANPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
BANTEN
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH
D.I. YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
9.6 % - 22 %
6.7% - 24.5%
10.6%
6.3% - 28%
3.4% - 12.1%
13.5% - 31.5%
2015 2016
11.5% - 15.1%
12.6% - 20.4%
14.8%
11.5% - 25%
11.5%
11.5% - 12.5%
PROVINSIKENAIKAN UMK
BANTEN
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH
D.I. YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
104
190
27
47
1
95
2015 2016
110
116
2
6
7
93
PERUSAHAAN YANG MENGAJUKANPENANGGUHAN UMK
2015 2016
464 334
28,02%
PROVINSI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN106
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
107PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2016 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, diiringi dengan inflasi yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2016 diproyeksikan
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan
diperkirakan bersumber dari kinerja investasi. Sementara itu, ditinjau dari sisi
lapangan usaha, perlambatan diprediksi terjadi pada seluruh lapangan usaha
utama yang menunjang ekonomi Provinsi Jawa Tengah.
Inflasi triwulan I 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, meskipun masih berada pada sasaran target nasional. Secara
keseluruhan tahun 2016, inflasi diperkirakan berada pada rentang target
nasional seiring komitmen pemerintah untuk menjaga pasokan komoditas,
serta reformasi kebijakan terkait energi dan bahan bakar.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2016 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, diiringi dengan inflasi yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2016 diproyeksikan
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan
diperkirakan bersumber dari kinerja investasi. Sementara itu, ditinjau dari sisi
lapangan usaha, perlambatan diprediksi terjadi pada seluruh lapangan usaha
utama yang menunjang ekonomi Provinsi Jawa Tengah.
Inflasi triwulan I 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, meskipun masih berada pada sasaran target nasional. Secara
keseluruhan tahun 2016, inflasi diperkirakan berada pada rentang target
nasional seiring komitmen pemerintah untuk menjaga pasokan komoditas,
serta reformasi kebijakan terkait energi dan bahan bakar.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
111OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015dan Proyeksi Triwulan I 2016
Grafik 6.1
IV
p) Angka perkiraan
Ip2016
3
4
5
6
7 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2
IV
p) Angka perkiraan
Ip2016
0
10
20
30
40 %, SBT
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan I 2016 diperkirakan lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat
dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,1% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah triwulan depan diperkirakan
sebesar 2,3% (qtq), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulanan periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 3,0% (qtq). Sumber
perlambatan ekonomi diperkirakan berasal dari
investasi dan konsumsi pemerintah.
Sesuai pola historisnya, realisasi investasi dan konsumsi
pemerintah cenderung belum optimal pada triwulan I
2015, dan menjadi salah satu pendorong utama
perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
depan. Faktor lainnya yang juga berkontribusi terhadap
per lambatan ekonomi Jawa Tengah ada lah
peningkatan kinerja impor sebagai elemen pengurang
PDRB.
Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha, ekonomi
Jawa Tengah masih ditopang oleh lapangan usaha
industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor,
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,
dan lapangan usaha konstruksi. Keempat lapangan
usaha ini diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan
I 2016 sehingga menekan ekonomi Jawa Tengah secara
keseluruhan.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga
terindikasi dari penurunan optimisme pelaku
usaha akan kegiatan usahanya. Hal tersebut
tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank
Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU), pelaku usaha memperkirakan kinerja
kegiatan usaha pada triwulan I 2016 melambat
dibandingkan dengan triwulan IV 2015.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan
masih meneruskan tren peningkatan. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar
5,4% (yoy). Perbaikan ekonomi global, beserta
berkurangnya ketidakpastian di pasar keuangan seiring
dengan diperkirakan akan meningkatkan kegiatan
usaha dan investasi di tingkat nasional, maupun Jawa
Tengah. Selain itu komitmen pemerintah untuk
meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di
Indonesia serta komitmen dalam pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
111OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015dan Proyeksi Triwulan I 2016
Grafik 6.1
IV
p) Angka perkiraan
Ip2016
3
4
5
6
7 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2
IV
p) Angka perkiraan
Ip2016
0
10
20
30
40 %, SBT
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan I 2016 diperkirakan lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat
dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,1% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah triwulan depan diperkirakan
sebesar 2,3% (qtq), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulanan periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 3,0% (qtq). Sumber
perlambatan ekonomi diperkirakan berasal dari
investasi dan konsumsi pemerintah.
Sesuai pola historisnya, realisasi investasi dan konsumsi
pemerintah cenderung belum optimal pada triwulan I
2015, dan menjadi salah satu pendorong utama
perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
depan. Faktor lainnya yang juga berkontribusi terhadap
per lambatan ekonomi Jawa Tengah ada lah
peningkatan kinerja impor sebagai elemen pengurang
PDRB.
Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha, ekonomi
Jawa Tengah masih ditopang oleh lapangan usaha
industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor,
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,
dan lapangan usaha konstruksi. Keempat lapangan
usaha ini diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan
I 2016 sehingga menekan ekonomi Jawa Tengah secara
keseluruhan.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga
terindikasi dari penurunan optimisme pelaku
usaha akan kegiatan usahanya. Hal tersebut
tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank
Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU), pelaku usaha memperkirakan kinerja
kegiatan usaha pada triwulan I 2016 melambat
dibandingkan dengan triwulan IV 2015.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan
masih meneruskan tren peningkatan. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar
5,4% (yoy). Perbaikan ekonomi global, beserta
berkurangnya ketidakpastian di pasar keuangan seiring
dengan diperkirakan akan meningkatkan kegiatan
usaha dan investasi di tingkat nasional, maupun Jawa
Tengah. Selain itu komitmen pemerintah untuk
meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di
Indonesia serta komitmen dalam pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PENGELUARAN 2014*
I II
III IV 4.4
7.2
5.4
4.4
13.3
4.1
5.1
4.3
22.4
1.1
3.1
1.1
(4.2)
5.7
4.2
16.3
(9.7)
6.4
(0.1)
(8.6)
3.9
4.7
3.4
7.9
5.7
2.0
2.4
5.8
4.1
(5.3)
6.6
1.5
(0.4)
(5.7)
5.6
4.4
(9.7)
2.8
6.3
20.2
13.1
5.6
4.3
(12.3)
2.7
3.4
12.4
6.1
5.1
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2015**
4.3
3.0
5.2
4.0
14.1
5.9
5.0
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran& Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)
4.8
8.1
3.6
7.0
(1.9)
(7.8)
6.1
IVIII p
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
P D R B
4.8
5.1
1.9
4.5
(5.0)
(2.1)
5.4
2016p
6.1.1. Sisi Penggunaan
Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah, dengan share di atas 60%. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
sedikit perlambatan pada triwulan I 2016. Perlambatan
tersebut berasal dari komponen konsumsi pemerintah
dan LNPRT, sementara konsumsi rumah tangga relatif
stabil.
Seiring dengan berakhirnya masa liburan, hari raya
Natal, dan Tahun Baru, pola konsumsi masyarakat
diperkirakan akan kembali normal. Meski demikian,
para pelaku usaha, khususnya pedagang eceran masih
memandang optimis bahwa akan terdapat kenaikan
penjualan pada triwulan I 2016, walaupun kenaikan
tersebut tidak setinggi triwulan sebelumnya, atau
terjadi perlambatan. Hal tersebut tercermin dari Survei
Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan SPE, optimisme pedagang ditunjukkan
dengan nilai ekspektasi penjualan riil yang masih
berada di atas nilai 100. Pada survei yang dilaksanakan
di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi penjualan untuk
triwulan I 2016 (3 bulan yang akan datang) tercatat
senilai 122,50, menurun dari ekspektasi untuk triwulan
sebelumnya yang sebesar 124,17. Penurunan ini
mengindikasikan bahwa peningkatan untuk triwulan I
2016 tidak setinggi peningkatan pada triwulan IV
2015. Mendukung hal tersebut, sampai dengan Januari
2016, penjualan riil sudah menunjukkan adanya tren
menurun dari akhir tahun 2015. Indeks Penjualan Riil
(IPR) mengalami penurunan menjadi 183,4 pada bulan
Januari 2016, dari 196,1 pada bulan Desember 2015.
Namun demikian, peningkatan daya beli masyarakat
pada awal tahun ini diperkirakan akan menahan
perlambatan dari normalisasi pola konsumsi di atas.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung
meningkatnya daya beli, salah satunya adalah inflasi
yang terjaga. Pada akhir tahun 2015, tercatat inflasi
sebesar 2,73% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
rata-rata historis 5 tahun terakhir yang sebesar 6,00%
(yoy).
Kemudian pada bulan Januari 2016, inflasi tercatat
0,48% (mtm) lebih rendah dibandingkan inflasi
Desember 2015 yang sebesar 0,99% (mtm). Lebih jauh
lagi, tekanan harga diproyeksikan masih melanjutkan
tren penurunan selama triwulan I 2016, seiring dengan
masuknya musim panen dan penurunan harga
beberapa komoditas administered prices. Rendahnya
inflasi tersebut diiringi dengan kenaikan upah
minimum kabupaten/kota yang didukung oleh
kebijakan terkait pengupahan (PP No. 78 Tahun 2015
Tentang Pengupahan) sehingga daya beli meningkat
lebih jauh.
Selain itu, kebijakan Bank Indonesia berupa
pelonggaran Loan to Value (LTV), penurunan BI rate,
serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM)
diperkirakan berdampak terhadap kondisi likuiditas
bank sehingga dapat ditransmisikan kepada suku
bunga dan kapasitas penyaluran kredit perbankan. Hal
ini diharapkan dapat menjadi pendorong kegiatan
ekonomi, termasuk konsumsi.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH112
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
I II III IV I II2014 2015
III
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran Grafik 6.4
IV
p) Angka perkiraan
Ip2016
%, SBT
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
1 2 3
2016
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210 INDEKS
RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YANG AKAN DATANGRATA_RATA INDEKS PENJUALAN RIILRATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BULAN YANG AKAN DATANG
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
melambat pada triwulan I 2016, sesuai dengan
pola historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah
pada triwulan laporan diperkirakan lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring
dengan belum optimalnya realisasi belanja pemerintah
pada awal tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola
musiman dari konsumsi pemerintah. Selain itu,
mempertimbangkan beberapa daerah di Jawa Tengah
baru melakukan Pilkada pada 9 Desember 2015,
konsumsi pemerintah di beberapa daerah tersebut
diperkirakan tertahan menunggu penyesuaian rencana
kerja Kepala Daerah baru.
Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi
LNPRT juga turut menyumbang perlambatan
pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini
diperkirakan melambat, atau kembali ke pola semula,
seiring dengan selesainya pilkada serentak yang
dilaksanakan pada bulan Desember 2015.
Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh
melambat pada triwulan I 2016. Perkiraan
peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei
kegiatan dunia usaha yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Nilai
SBT perkiraan investasi pada triwulan I 2016 tercatat
8,43%, lebih rendah dibandingkan realisasi investasi
triwulan laporan yang sebesar 9,80%.
Selain itu, perlambatan kinerja investasi juga
diperkirakan disumbang oleh realisasi proyek
infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.
Berdasarkan pola historis, realisasi proyek infrastruktur
pemerintah pada triwulan awal cenderung belum
optimal terkait dengan proses pengadaan yang harus
dilakukan.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami
penurunan lebih tajam pada triwulan I 2016.
Penurunan ekspor ini terutama terjadi pada ekspor
antar daerah, sementara ekspor luar negeri
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan
walaupun melambat. Turunnya ekspor antar daerah
ditengarai akibat dari belum optimalnya perbaikan
kinerja ekonomi domestik, serta kinerja industri yang
masih tertahan. Sementara itu, ekspor ke luar negeri
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif
walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih
rendah dibandingkan triwulan laporan. Seiring dengan
mulai membaiknya perekonomian beberapa negara
mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat,
ekspor Jawa Tengah masih mengalami peningkatan.
Namun demikian, perlambatan beberapa negara
tujuan lainnya seperti T iongkok, serta belum
membaiknya perekonomian kawasan Eropa dan
Jepang seperti yang diperkirakan sebelumnya,
menahan peningkatan lebih jauh sehingga secara
keseluruhan ekspor luar negeri diproyeksikan
melambat.
113OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
PENGELUARAN 2014*
I II
III IV 4.4
7.2
5.4
4.4
13.3
4.1
5.1
4.3
22.4
1.1
3.1
1.1
(4.2)
5.7
4.2
16.3
(9.7)
6.4
(0.1)
(8.6)
3.9
4.7
3.4
7.9
5.7
2.0
2.4
5.8
4.1
(5.3)
6.6
1.5
(0.4)
(5.7)
5.6
4.4
(9.7)
2.8
6.3
20.2
13.1
5.6
4.3
(12.3)
2.7
3.4
12.4
6.1
5.1
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2015**
4.3
3.0
5.2
4.0
14.1
5.9
5.0
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran& Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)
4.8
8.1
3.6
7.0
(1.9)
(7.8)
6.1
IVIII p
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
P D R B
4.8
5.1
1.9
4.5
(5.0)
(2.1)
5.4
2016p
6.1.1. Sisi Penggunaan
Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah, dengan share di atas 60%. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
sedikit perlambatan pada triwulan I 2016. Perlambatan
tersebut berasal dari komponen konsumsi pemerintah
dan LNPRT, sementara konsumsi rumah tangga relatif
stabil.
Seiring dengan berakhirnya masa liburan, hari raya
Natal, dan Tahun Baru, pola konsumsi masyarakat
diperkirakan akan kembali normal. Meski demikian,
para pelaku usaha, khususnya pedagang eceran masih
memandang optimis bahwa akan terdapat kenaikan
penjualan pada triwulan I 2016, walaupun kenaikan
tersebut tidak setinggi triwulan sebelumnya, atau
terjadi perlambatan. Hal tersebut tercermin dari Survei
Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan SPE, optimisme pedagang ditunjukkan
dengan nilai ekspektasi penjualan riil yang masih
berada di atas nilai 100. Pada survei yang dilaksanakan
di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi penjualan untuk
triwulan I 2016 (3 bulan yang akan datang) tercatat
senilai 122,50, menurun dari ekspektasi untuk triwulan
sebelumnya yang sebesar 124,17. Penurunan ini
mengindikasikan bahwa peningkatan untuk triwulan I
2016 tidak setinggi peningkatan pada triwulan IV
2015. Mendukung hal tersebut, sampai dengan Januari
2016, penjualan riil sudah menunjukkan adanya tren
menurun dari akhir tahun 2015. Indeks Penjualan Riil
(IPR) mengalami penurunan menjadi 183,4 pada bulan
Januari 2016, dari 196,1 pada bulan Desember 2015.
Namun demikian, peningkatan daya beli masyarakat
pada awal tahun ini diperkirakan akan menahan
perlambatan dari normalisasi pola konsumsi di atas.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung
meningkatnya daya beli, salah satunya adalah inflasi
yang terjaga. Pada akhir tahun 2015, tercatat inflasi
sebesar 2,73% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
rata-rata historis 5 tahun terakhir yang sebesar 6,00%
(yoy).
Kemudian pada bulan Januari 2016, inflasi tercatat
0,48% (mtm) lebih rendah dibandingkan inflasi
Desember 2015 yang sebesar 0,99% (mtm). Lebih jauh
lagi, tekanan harga diproyeksikan masih melanjutkan
tren penurunan selama triwulan I 2016, seiring dengan
masuknya musim panen dan penurunan harga
beberapa komoditas administered prices. Rendahnya
inflasi tersebut diiringi dengan kenaikan upah
minimum kabupaten/kota yang didukung oleh
kebijakan terkait pengupahan (PP No. 78 Tahun 2015
Tentang Pengupahan) sehingga daya beli meningkat
lebih jauh.
Selain itu, kebijakan Bank Indonesia berupa
pelonggaran Loan to Value (LTV), penurunan BI rate,
serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM)
diperkirakan berdampak terhadap kondisi likuiditas
bank sehingga dapat ditransmisikan kepada suku
bunga dan kapasitas penyaluran kredit perbankan. Hal
ini diharapkan dapat menjadi pendorong kegiatan
ekonomi, termasuk konsumsi.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH112
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
I II III IV I II2014 2015
III
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran Grafik 6.4
IV
p) Angka perkiraan
Ip2016
%, SBT
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
1 2 3
2016
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210 INDEKS
RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YANG AKAN DATANGRATA_RATA INDEKS PENJUALAN RIILRATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BULAN YANG AKAN DATANG
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
melambat pada triwulan I 2016, sesuai dengan
pola historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah
pada triwulan laporan diperkirakan lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring
dengan belum optimalnya realisasi belanja pemerintah
pada awal tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola
musiman dari konsumsi pemerintah. Selain itu,
mempertimbangkan beberapa daerah di Jawa Tengah
baru melakukan Pilkada pada 9 Desember 2015,
konsumsi pemerintah di beberapa daerah tersebut
diperkirakan tertahan menunggu penyesuaian rencana
kerja Kepala Daerah baru.
Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi
LNPRT juga turut menyumbang perlambatan
pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini
diperkirakan melambat, atau kembali ke pola semula,
seiring dengan selesainya pilkada serentak yang
dilaksanakan pada bulan Desember 2015.
Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh
melambat pada triwulan I 2016. Perkiraan
peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei
kegiatan dunia usaha yang dilakukan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Nilai
SBT perkiraan investasi pada triwulan I 2016 tercatat
8,43%, lebih rendah dibandingkan realisasi investasi
triwulan laporan yang sebesar 9,80%.
Selain itu, perlambatan kinerja investasi juga
diperkirakan disumbang oleh realisasi proyek
infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.
Berdasarkan pola historis, realisasi proyek infrastruktur
pemerintah pada triwulan awal cenderung belum
optimal terkait dengan proses pengadaan yang harus
dilakukan.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami
penurunan lebih tajam pada triwulan I 2016.
Penurunan ekspor ini terutama terjadi pada ekspor
antar daerah, sementara ekspor luar negeri
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan
walaupun melambat. Turunnya ekspor antar daerah
ditengarai akibat dari belum optimalnya perbaikan
kinerja ekonomi domestik, serta kinerja industri yang
masih tertahan. Sementara itu, ekspor ke luar negeri
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif
walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih
rendah dibandingkan triwulan laporan. Seiring dengan
mulai membaiknya perekonomian beberapa negara
mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat,
ekspor Jawa Tengah masih mengalami peningkatan.
Namun demikian, perlambatan beberapa negara
tujuan lainnya seperti T iongkok, serta belum
membaiknya perekonomian kawasan Eropa dan
Jepang seperti yang diperkirakan sebelumnya,
menahan peningkatan lebih jauh sehingga secara
keseluruhan ekspor luar negeri diproyeksikan
melambat.
113OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
URAIAN
2014
I II
III IV TOTAL* I II
2015**
III
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)
IV
Produk Domestik Regional Bruto
(1.7)
7.0
7.8
1.3
6.1
5.7
7.0
6.2
5.3
10.5
3.3
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
(3.1)
4.6
5.8
8.2
3.2
4.2
2.7
5.0
6.4
11.0
3.7
7.9
6.8
(2.9)
11.4
13.5
8.6
3.9
1.6
6.0
7.3
5.6
3.0
2.8
5.7
7.9
9.5
12.4
5.0
5.3
7.6
(0.4)
12.3
11.8
9.1
5.8
(0.6)
8.4
5.7
(0.1)
1.6
5.0
3.6
16.5
9.1
18.1
4.7
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
5.6
(1.0)
6.5
6.6
3.7
3.4
4.4
4.7
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
5.3
3.9
1.2
5.9
(6.1)
2.0
4.2
3.1
12.0
8.6
11.6
7.3
6.7
11.6
4.0
10.1
9.4
8.3
5.6
7.3
2.2
3.8
(1.6)
3.1
5.3
3.2
9.7
6.5
8.5
2.4
7.0
10.4
7.8
9.2
4.4
(1.1)
5.1
4.6
6.0
4.3
(5.1)
(0.2)
7.1
2.2
6.7
6.3
9.5
9.0
8.8
10.9
6.2
6.9
7.0
1.6
5.0
6.9
4.7
4.6
(0.6)
1.7
7.4
8.2
3.9
7.0
8.6
13.7
7.8
6.2
3.4
2.8
7.5
4.1
6.1
TOTAL 5.6
3.6
4.6
(3.3)
1.6
6.0
4.2
7.9
7.1
9.5
8.1
7.6
9.7
5.3
7.1
7.1
3.2
5.4
Ip 4.9
4.5
3.9
7.4
2.5
3.8
5.2
2.3
7.1
8.3
11.5
8.3
6.5
5.7
7.3
7.5
31.5
5.4
2016p
6.1.2. Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor; serta
konstruksi. Keempat lapangan usaha tersebut
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan pada
triwulan I 2016, walaupun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Perlambatan tajam diperkirakan terjadi pada
lapangan usaha konstruksi, yaitu dari 7,4% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi 3,8% (yoy) pada
triwulan I 2016. Perlambatan terutama diperkirakan
dari realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah
yang cenderung belum optimal pada triwulan awal, di
mana sebagian proyek masih dalam proses pengadaan.
Sejalan dengan itu, kegiatan konstruksi sektor swasta
pun diperkirakan melambat. Berdasarkan hasil SKDU,
pelaku usaha memperkirakan adanya perlambatan
investasi pada triwulan I.
Lapangan usaha lainnya yang juga diprediksi
mengalami perlambatan tajam adalah lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor. Seiring dengan belum optimalnya
kinerja konsumsi, dan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan, pertumbuhan kinerja perdagangan
pun diproyeksikan turut melambat.
Hal tersebut terlihat dari hasil Survei Pedagang Ecaran
(SPE). Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2016
mengalami penurunan menjadi 183,4 dari 192,7 pada
Desember 2015. Penurunan penjualan riil terutama
terlihat pada penjualan makanan, minuman dan
tembakau; peralatan dan komunikasi di toko; dan
perlengkapan rumah tangga lainnya.
Perlambatan di atas diperkirakan masih akan terjadi
untuk keseluruhan triwulan I 2016. Seperti yang telah
d i j e l a s k a n s e b e l u m n y a , p e d a g a n g e c e r a n
memproyeksikan terdapat perlambatan penjualan riil
pada triwulan I 2016. Berdasarkan SPE yang
dilaksanakan di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi
penjualan untuk triwulan I 2016 (3 bulan yang akan
datang) tercatat senilai 122,50, menurun dari
ekspektasi untuk triwulan IV 2015 yang sebesar
124,17. Penurunan ini mengindikasikan bahwa
peningkatan untuk triwulan I 2016 tidak setinggi
peningkatan pada triwulan IV 2015.
Walaupun tidak sedalam lapangan usaha lainnya,
pertumbuhan industr i pengolahan pun
mengalami perlambatan. Permintaan yang masih
lemah, baik dari domestik maupun global menjadi salah
satu pendorong melambatnya kinerja industri
pengolahan. Di samping itu, kenaikan Upah Minimum
Kota/Kabupaten juga memberikan beban tambahan
terhadap biaya produksi. Namun demikian, beberapa
kebijakan penurunan harga energi seperti BBM dan
listrik menahan diperkirakan dapat menahan dampak
kenaikan biaya lebih lanjut.
Prediksi perlambatan di atas juga tercermin dari hasil
SKDU yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, para pelaku
usaha juga pemproyeksikan adanya perlambatan pada
lapangan usaha ini. Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
perkiraan kegiatan usaha industri pengolahan triwulan
I 2016 tercatat sebesar 3,90%, lebih rendah dari
realisasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat
4,13%.
Selanjutnya, pertumbuhan lapangan usaha
p e r t a n i a n , k e h u t a n a n , d a n p e r i k a n a n
diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan
triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan
didorong oleh mundurnya musim panen yang
memengaruhi hasil produksi. El Nino yang terjadi
sampai akhir tahun 2015 mengakibatkan musim hujan
mundur 10-40 hari dari seharusnya. Dengan begitu,
musim tanam dan musim panen pun turut mengalami
kemunduran.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2016 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan
pertumbuhan berasal dari lapangan usaha konstruksi,
perdagangan besar dan eceran, serta industri
pengolahan. Seiring dengan perbaikan ekonomi global
dan domestik, permintaan terhadap hasil produksi
Jawa Tengah diperkirakan mengalami peningkatan
yang mendorong perbaikan kinerja perdagangan
beserta industri pengolahan. Selain itu, tren penurunan
biaya energi juga turut mendorong peningkatan kinerja
industri.
Sementara i tu, komitmen pemer intah akan
pembangunan infrastruktur, baik dalam menunjang
logistik, maupun pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi. Pada
sisi swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi dan usaha, serta UMK Provinsi Jawa
Tengah yang kompetitif mendukung peningkatan
investasi sektor swasta. Seiring dengan peningkatan
investasi tersebut, lapangan usaha konstruksi juga
diproyeksikan mengalami peningkatan pertumbuhan
secara signifikan.
Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2016 antara lain perekonomian Tiongkok yang
melambat, serta pemulihan ekonomi Kawasan Eropa
dan Jepang yang tidak sesuai perkiraan. Hal ini
mengingat ketiga negara ini memiliki porsi yang cukup
besar untuk ekspor Jawa Tengah, yaitu sebesar 9,79%
untuk Tiongkok; 15,87% untuk Kawasan Eropa; dan
10,49% untuk Jepang.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek
infrastruktur. Pada tahun 2015, konsumsi dan investasi
pemerintah terlihat dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Namun di sisi lain, realisasi anggaran belanja
modal pada APBD cukup rendah. Oleh karenanya, di
tahun 2016 ini perlu ada peningkatan realisasi belanja
APBD agar dapat mendorong perekonomian daerah.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH114
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
115OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
URAIAN
2014
I II
III IV TOTAL* I II
2015**
III
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)
IV
Produk Domestik Regional Bruto
(1.7)
7.0
7.8
1.3
6.1
5.7
7.0
6.2
5.3
10.5
3.3
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
(3.1)
4.6
5.8
8.2
3.2
4.2
2.7
5.0
6.4
11.0
3.7
7.9
6.8
(2.9)
11.4
13.5
8.6
3.9
1.6
6.0
7.3
5.6
3.0
2.8
5.7
7.9
9.5
12.4
5.0
5.3
7.6
(0.4)
12.3
11.8
9.1
5.8
(0.6)
8.4
5.7
(0.1)
1.6
5.0
3.6
16.5
9.1
18.1
4.7
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
5.6
(1.0)
6.5
6.6
3.7
3.4
4.4
4.7
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
5.3
3.9
1.2
5.9
(6.1)
2.0
4.2
3.1
12.0
8.6
11.6
7.3
6.7
11.6
4.0
10.1
9.4
8.3
5.6
7.3
2.2
3.8
(1.6)
3.1
5.3
3.2
9.7
6.5
8.5
2.4
7.0
10.4
7.8
9.2
4.4
(1.1)
5.1
4.6
6.0
4.3
(5.1)
(0.2)
7.1
2.2
6.7
6.3
9.5
9.0
8.8
10.9
6.2
6.9
7.0
1.6
5.0
6.9
4.7
4.6
(0.6)
1.7
7.4
8.2
3.9
7.0
8.6
13.7
7.8
6.2
3.4
2.8
7.5
4.1
6.1
TOTAL 5.6
3.6
4.6
(3.3)
1.6
6.0
4.2
7.9
7.1
9.5
8.1
7.6
9.7
5.3
7.1
7.1
3.2
5.4
Ip 4.9
4.5
3.9
7.4
2.5
3.8
5.2
2.3
7.1
8.3
11.5
8.3
6.5
5.7
7.3
7.5
31.5
5.4
2016p
6.1.2. Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor; serta
konstruksi. Keempat lapangan usaha tersebut
diperkirakan masih mengalami pertumbuhan pada
triwulan I 2016, walaupun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Perlambatan tajam diperkirakan terjadi pada
lapangan usaha konstruksi, yaitu dari 7,4% (yoy)
pada triwulan IV 2015 menjadi 3,8% (yoy) pada
triwulan I 2016. Perlambatan terutama diperkirakan
dari realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah
yang cenderung belum optimal pada triwulan awal, di
mana sebagian proyek masih dalam proses pengadaan.
Sejalan dengan itu, kegiatan konstruksi sektor swasta
pun diperkirakan melambat. Berdasarkan hasil SKDU,
pelaku usaha memperkirakan adanya perlambatan
investasi pada triwulan I.
Lapangan usaha lainnya yang juga diprediksi
mengalami perlambatan tajam adalah lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor. Seiring dengan belum optimalnya
kinerja konsumsi, dan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan, pertumbuhan kinerja perdagangan
pun diproyeksikan turut melambat.
Hal tersebut terlihat dari hasil Survei Pedagang Ecaran
(SPE). Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2016
mengalami penurunan menjadi 183,4 dari 192,7 pada
Desember 2015. Penurunan penjualan riil terutama
terlihat pada penjualan makanan, minuman dan
tembakau; peralatan dan komunikasi di toko; dan
perlengkapan rumah tangga lainnya.
Perlambatan di atas diperkirakan masih akan terjadi
untuk keseluruhan triwulan I 2016. Seperti yang telah
d i j e l a s k a n s e b e l u m n y a , p e d a g a n g e c e r a n
memproyeksikan terdapat perlambatan penjualan riil
pada triwulan I 2016. Berdasarkan SPE yang
dilaksanakan di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi
penjualan untuk triwulan I 2016 (3 bulan yang akan
datang) tercatat senilai 122,50, menurun dari
ekspektasi untuk triwulan IV 2015 yang sebesar
124,17. Penurunan ini mengindikasikan bahwa
peningkatan untuk triwulan I 2016 tidak setinggi
peningkatan pada triwulan IV 2015.
Walaupun tidak sedalam lapangan usaha lainnya,
pertumbuhan industr i pengolahan pun
mengalami perlambatan. Permintaan yang masih
lemah, baik dari domestik maupun global menjadi salah
satu pendorong melambatnya kinerja industri
pengolahan. Di samping itu, kenaikan Upah Minimum
Kota/Kabupaten juga memberikan beban tambahan
terhadap biaya produksi. Namun demikian, beberapa
kebijakan penurunan harga energi seperti BBM dan
listrik menahan diperkirakan dapat menahan dampak
kenaikan biaya lebih lanjut.
Prediksi perlambatan di atas juga tercermin dari hasil
SKDU yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, para pelaku
usaha juga pemproyeksikan adanya perlambatan pada
lapangan usaha ini. Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
perkiraan kegiatan usaha industri pengolahan triwulan
I 2016 tercatat sebesar 3,90%, lebih rendah dari
realisasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat
4,13%.
Selanjutnya, pertumbuhan lapangan usaha
p e r t a n i a n , k e h u t a n a n , d a n p e r i k a n a n
diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan
triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan
didorong oleh mundurnya musim panen yang
memengaruhi hasil produksi. El Nino yang terjadi
sampai akhir tahun 2015 mengakibatkan musim hujan
mundur 10-40 hari dari seharusnya. Dengan begitu,
musim tanam dan musim panen pun turut mengalami
kemunduran.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2016 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan
pertumbuhan berasal dari lapangan usaha konstruksi,
perdagangan besar dan eceran, serta industri
pengolahan. Seiring dengan perbaikan ekonomi global
dan domestik, permintaan terhadap hasil produksi
Jawa Tengah diperkirakan mengalami peningkatan
yang mendorong perbaikan kinerja perdagangan
beserta industri pengolahan. Selain itu, tren penurunan
biaya energi juga turut mendorong peningkatan kinerja
industri.
Sementara i tu, komitmen pemer intah akan
pembangunan infrastruktur, baik dalam menunjang
logistik, maupun pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi. Pada
sisi swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi dan usaha, serta UMK Provinsi Jawa
Tengah yang kompetitif mendukung peningkatan
investasi sektor swasta. Seiring dengan peningkatan
investasi tersebut, lapangan usaha konstruksi juga
diproyeksikan mengalami peningkatan pertumbuhan
secara signifikan.
Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2016 antara lain perekonomian Tiongkok yang
melambat, serta pemulihan ekonomi Kawasan Eropa
dan Jepang yang tidak sesuai perkiraan. Hal ini
mengingat ketiga negara ini memiliki porsi yang cukup
besar untuk ekspor Jawa Tengah, yaitu sebesar 9,79%
untuk Tiongkok; 15,87% untuk Kawasan Eropa; dan
10,49% untuk Jepang.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek
infrastruktur. Pada tahun 2015, konsumsi dan investasi
pemerintah terlihat dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Namun di sisi lain, realisasi anggaran belanja
modal pada APBD cukup rendah. Oleh karenanya, di
tahun 2016 ini perlu ada peningkatan realisasi belanja
APBD agar dapat mendorong perekonomian daerah.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH114
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
115OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
9
8
7
6
5
4
3.
2
1
0
%, YOY
p) Angka perkiraan
Proyeks Inflasi Triwulan I 2016 Grafik 6.7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I p
2016
Tabel 6.4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Utama Tahun 2017-2020
AMERIKA SERIKAT
TIONGOK
JEPANG
JERMAN
INGGRIS
NEGARA 2015 2016 2017 2018
2.6
6.8
0.4
1.5
2.5
2.8
6.3
1
1.6
2.2
2.8
6
0.4
1.5
2.2
2.7
6.1
0.7
1.3
2.2
2019 2020
2.2
6.3
0.9
1.3
2.2
2
6.3
0.7
1.3
2.1Sumber: International Monetary Fund
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016
diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi utamanya
berasal dari berkurangnya produksi komoditas pangan
pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen
sebagai dampak dari el-nino. Inflasi triwulan I 2016
diperkirakan berada pada rentang sasaran 4±1%,
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang
sebesar 2,73% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
volatile food diperkirakan meningkat meskipun
relatif masih terkendali. Peningkatan terjadi akibat
bergesernya masa panen imbas dari el-nino sehingga
sebagian panen komoditas akan terjadi di triwulan II
2016. Puncak panen beras yang biasanya terjadi pada
bulan Februari-Maret, akan bergeser pada Maret-April.
Meskipun demikian, pasokan relatif masih terjaga
dengan adanya pasokan beras impor serta kebijakan
Rastra.
Pada komoditas bawang merah, panen diperkirakan
juga akan mengalami penurunan di triwulan I 2016.
Asosiasi Bawang Merah Indonesia Brebes (ABMI)
memperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan,
terutama pada Maret hingga Juni 2016 yang berpotensi
meningkatkan tekanan inflasi pada triwulan awal
2016. Sementara itu, harga daging ayam ras dan telur
ayam ras diperkirakan akan mengalami penurunan
setelah sebelumnya meningkat tinggi di awal tahun
akibat mahalnya harga pakan ternak. Adapun tekanan
inflasi dari komoditas cabai merah dan cabai rawit
relatif rendah seiring dengan terjaganya pasokan di
tengah musim panen di beberapa sentra penghasil,
seperti Temanggung dan Brebes.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini
diperkirakan berasal dari kenaikan bertahap harga
rokok kretek filter seiring dengan kenaikan cukai rokok
di tahun 2016. Meskipun demikian, harga barang yang
diatur pemerintah lainnya diperkirakan akan tetap
terjaga. Harga BBM dan BBRT diperkirakan stabil
sejalan dengan proyeksi harga minyak dunia triwulan I
2016 yang masih berada pada level yang rendah
sebesar USD30-35 per barel. Seiring dengan rendahnya
harga minyak dunia, tarif angkutan udara kemudian
mengalami penurunan sebesar 5% per 27 Februari
2016 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 14 Tahun 2016. Sementara itu, tarif tenaga
listrik (TTL) turun tipis dengan rentang penurunan
Rp13-Rp17 per kWh untuk 12 golongan yang
mengikuti mekanisme penyesuaian pada Februari
2016.
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat
pada level yang moderat. Meningkatnya
pembangunan infrastruktur mendorong kenaikan
harga bahan bangunan, meliputi semen, batu bata,
6.2 Inflasi
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
15010 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
10 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.5
1 2 3 1 2 3
pasir, dan besi beton. Selain didorong oleh
meningkatnya permintaan, inflasi upah buruh bukan
mandor juga meningkat sejalan dengan kenaikan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang rata-rata
mengalami kenaikan antara 11,5-25%. Selanjutnya,
komoditas nasi dengan lauk diperkirakan meningkat
secara moderat sejalan dengan penyesuaian kenaikan
harga bahan pangan. Lebih jauh, meredanya tekanan
ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya
pemulihan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai
tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada
triwulan I 2016. Potensi membaiknya nilai tukar ini
selanjutnya memberikan tekanan inflasi yang rendah
untuk kelompok inflasi inti traded.
Peningkatan inflasi inti yang moderat tersebut
terindikasi dari cukup terjaganya ekspektasi
masyarakat, yakni ekspektasi harga di tingkat
konsumen maupun pedagang yang terlihat
mengalami penurunan. Hasil Survei Konsumen
menunjukkan adanya penurunan ekspektasi harga 3
dan 6 bulan yang akan datang. Senada dengan hasil
Survei Konsumen tersebut, hasil Survei Pedagang
Eceran juga menunjukkan adanya penurunan
ekspektasi harga untuk 3 dan 6 bulan yang akan
datang.
6.2.2. Inflasi Januari 2016
Pada Januari 2016, Jawa Tengah mencatatkan
inflasi sebesar 0,48% (mtm), lebih rendah
dibandingkan Desember 2015 yang sebesar
0,99% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 3,58% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,73%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
4,14% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Januari 2015
mencatatkan angka yang lebih rendah. Terjaganya
inflasi ini berasal dari kelompok administered prices,
yang utamanya berasal dari penurunan harga BBM dan
normalisasi tarif angkutan udara. Namun demikian,
perlambatan inflasi ini tertahan dengan adanya
kenaikan tarif listrik serta beberapa komoditas pangan
strategis, meliputi daging ayam ras, telur ayam ras,
serta bawang putih dan bawang merah.
Berdasarkan d isagregas inya , ke lompok
administered prices mencatatkan deflasi pada
Januari 2016 sebesar 0,76% (mtm), berbalik arah
dibandingkan bulan lalu yang tercatat inflasi
sebesar 0,82% (mtm). Deflasi terutama didorong oleh
penurunan harga BBM dan penurunan tarif angkutan
udara. Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok ini
berasal dari kenaikan tarif listrik, serta kenaikan harga
rokok akibat kenaikan cukai. Secara tahunan, inflasi
kelompok ini tercatat sebesar 3,10% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan Desember 2015 yang sebesar
0,84% (yoy).
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH116
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
117OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
9
8
7
6
5
4
3.
2
1
0
%, YOY
p) Angka perkiraan
Proyeks Inflasi Triwulan I 2016 Grafik 6.7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I p
2016
Tabel 6.4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Utama Tahun 2017-2020
AMERIKA SERIKAT
TIONGOK
JEPANG
JERMAN
INGGRIS
NEGARA 2015 2016 2017 2018
2.6
6.8
0.4
1.5
2.5
2.8
6.3
1
1.6
2.2
2.8
6
0.4
1.5
2.2
2.7
6.1
0.7
1.3
2.2
2019 2020
2.2
6.3
0.9
1.3
2.2
2
6.3
0.7
1.3
2.1Sumber: International Monetary Fund
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016
diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi utamanya
berasal dari berkurangnya produksi komoditas pangan
pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen
sebagai dampak dari el-nino. Inflasi triwulan I 2016
diperkirakan berada pada rentang sasaran 4±1%,
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang
sebesar 2,73% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
volatile food diperkirakan meningkat meskipun
relatif masih terkendali. Peningkatan terjadi akibat
bergesernya masa panen imbas dari el-nino sehingga
sebagian panen komoditas akan terjadi di triwulan II
2016. Puncak panen beras yang biasanya terjadi pada
bulan Februari-Maret, akan bergeser pada Maret-April.
Meskipun demikian, pasokan relatif masih terjaga
dengan adanya pasokan beras impor serta kebijakan
Rastra.
Pada komoditas bawang merah, panen diperkirakan
juga akan mengalami penurunan di triwulan I 2016.
Asosiasi Bawang Merah Indonesia Brebes (ABMI)
memperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan,
terutama pada Maret hingga Juni 2016 yang berpotensi
meningkatkan tekanan inflasi pada triwulan awal
2016. Sementara itu, harga daging ayam ras dan telur
ayam ras diperkirakan akan mengalami penurunan
setelah sebelumnya meningkat tinggi di awal tahun
akibat mahalnya harga pakan ternak. Adapun tekanan
inflasi dari komoditas cabai merah dan cabai rawit
relatif rendah seiring dengan terjaganya pasokan di
tengah musim panen di beberapa sentra penghasil,
seperti Temanggung dan Brebes.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini
diperkirakan berasal dari kenaikan bertahap harga
rokok kretek filter seiring dengan kenaikan cukai rokok
di tahun 2016. Meskipun demikian, harga barang yang
diatur pemerintah lainnya diperkirakan akan tetap
terjaga. Harga BBM dan BBRT diperkirakan stabil
sejalan dengan proyeksi harga minyak dunia triwulan I
2016 yang masih berada pada level yang rendah
sebesar USD30-35 per barel. Seiring dengan rendahnya
harga minyak dunia, tarif angkutan udara kemudian
mengalami penurunan sebesar 5% per 27 Februari
2016 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 14 Tahun 2016. Sementara itu, tarif tenaga
listrik (TTL) turun tipis dengan rentang penurunan
Rp13-Rp17 per kWh untuk 12 golongan yang
mengikuti mekanisme penyesuaian pada Februari
2016.
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat
pada level yang moderat. Meningkatnya
pembangunan infrastruktur mendorong kenaikan
harga bahan bangunan, meliputi semen, batu bata,
6.2 Inflasi
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
15010 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
10 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.5
1 2 3 1 2 3
pasir, dan besi beton. Selain didorong oleh
meningkatnya permintaan, inflasi upah buruh bukan
mandor juga meningkat sejalan dengan kenaikan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang rata-rata
mengalami kenaikan antara 11,5-25%. Selanjutnya,
komoditas nasi dengan lauk diperkirakan meningkat
secara moderat sejalan dengan penyesuaian kenaikan
harga bahan pangan. Lebih jauh, meredanya tekanan
ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya
pemulihan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai
tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada
triwulan I 2016. Potensi membaiknya nilai tukar ini
selanjutnya memberikan tekanan inflasi yang rendah
untuk kelompok inflasi inti traded.
Peningkatan inflasi inti yang moderat tersebut
terindikasi dari cukup terjaganya ekspektasi
masyarakat, yakni ekspektasi harga di tingkat
konsumen maupun pedagang yang terlihat
mengalami penurunan. Hasil Survei Konsumen
menunjukkan adanya penurunan ekspektasi harga 3
dan 6 bulan yang akan datang. Senada dengan hasil
Survei Konsumen tersebut, hasil Survei Pedagang
Eceran juga menunjukkan adanya penurunan
ekspektasi harga untuk 3 dan 6 bulan yang akan
datang.
6.2.2. Inflasi Januari 2016
Pada Januari 2016, Jawa Tengah mencatatkan
inflasi sebesar 0,48% (mtm), lebih rendah
dibandingkan Desember 2015 yang sebesar
0,99% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 3,58% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,73%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
4,14% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Januari 2015
mencatatkan angka yang lebih rendah. Terjaganya
inflasi ini berasal dari kelompok administered prices,
yang utamanya berasal dari penurunan harga BBM dan
normalisasi tarif angkutan udara. Namun demikian,
perlambatan inflasi ini tertahan dengan adanya
kenaikan tarif listrik serta beberapa komoditas pangan
strategis, meliputi daging ayam ras, telur ayam ras,
serta bawang putih dan bawang merah.
Berdasarkan d isagregas inya , ke lompok
administered prices mencatatkan deflasi pada
Januari 2016 sebesar 0,76% (mtm), berbalik arah
dibandingkan bulan lalu yang tercatat inflasi
sebesar 0,82% (mtm). Deflasi terutama didorong oleh
penurunan harga BBM dan penurunan tarif angkutan
udara. Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok ini
berasal dari kenaikan tarif listrik, serta kenaikan harga
rokok akibat kenaikan cukai. Secara tahunan, inflasi
kelompok ini tercatat sebesar 3,10% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan Desember 2015 yang sebesar
0,84% (yoy).
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH116
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
117OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
%, MTM
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)Grafik 6.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Angkutan Udara (mtm) Grafik 2.8Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Inflasi Bensin (mtm) Grafik 2.7
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014 20152011
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
2016 2016
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.39 Tahun
2015, Pemerintah akan menyesuaikan harga BBM
(P remium dan So la r ) sesua i dengan harga
keekonomiannya setiap tiga bulan sekali, atau lebih,
jika dianggap perlu. Pada 5 Januari 2016, berdasarkan
Keputusan Menteri ESDM No. 2 K/12/MEM/2016,
harga bensin turun dari sebelumnya sebesar
Rp7.300/liter menjadi Rp6.950/liter, untuk luar Jawa,
Madura, Bali (Jamali). Penyumbang lainnya terhadap
deflasi kelompok ini adalah normalisasi tarif angkutan
udara pasca periode libur Natal dan Tahun Baru pada
bulan sebelumnya. Selain itu, deflasi juga disumbang
oleh penurunan harga elpiji 12 kg dengan rata-rata
penurunan sebesar Rp5.600 per tabung atau Rp467
per kg.
Adapun tekanan inflasi pada kelompok ini terutama
berasal dari kenaikan tarif listrik. Sesuai Peraturan
Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah
dengan Permen ESDM No 09/2015, tariff adjustment
diberlakukan setiap bulan. Pada Desember 2015, tarif
listrik golongan rumah tangga 1.300 – 2.200 VA (Gol.
R1) naik dari Rp 1.352 per kWh menjadi Rp 1.509,38
per kWh. Kenaikan tarif pada Desember ini masih
memberikan dampak pada inflasi Januari dikarenakan
sifat pembayaran konsumen yang sebagian besar baru
dilakukan pada bulan setelahnya (pasca bayar). Selain
itu, kenaikan rokok juga turut memberikan sumbangan
terhadap inflasi Jawa Tengah.
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Tarif Listrik (mtm)Grafik 6.9Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)Grafik 6.11
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)Grafik 6.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Sementara itu, inflasi kelompok volatile food
mencatatkan penurunan. Inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 2,10% (mtm), lebih rendah
dibandingkan bulan lalu yang sebesar 3,77% (mtm).
Meskipun inflasi relatif terkendali, kenaikan beberapa
komoditas strategis mendorong inflasi bulan laporan
tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
inflasi lima tahun terakhir pada periode yang sama
sebesar 1,62% (mtm). Inflasi pada kelompok ini
utamanya berasal dari komoditas daging ayam ras,
bawang putih, telur ayam ras, dan bawang merah.
Keempat komoditas tersebut menjadi penyumbang
utama inflasi dengan sumbangan masing-masing
sebesar 0,17%, 0,07%, 0,06%, dan 0,05%. Secara
tahunan, inflasi volatile food pada Januari 2015 sebesar
7,41% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya yang sebesar 4,61% (yoy).
Komoditas daging ayam ras mencatatkan inflasi.
Peningkatan harga ini didorong oleh terbatasnya
pasokan pakan jagung, imbas dari kebijakan
pembatasan impor jagung sebagai salah satu
komponen pembentuk harga. Sementara itu, pasokan
pakan yang berasal jagung lokal juga relatif terbatas di
tengah musim tanam komoditas tersebut. Hal tersebut
turut mendorong kenaikan harga untuk komoditas
telur ayam ras.
Kemunduran masa tanam berimplikasi pada pasokan
komoditas bawang merah di bulan laporan. Bawang
merah kemudian mencatatkan inflasi sebesar 6,65%
(mtm) pada bulan laporan. Tekanan ini berasal dari
tingginya harga bawang merah di minggu pertama dan
kedua Januari 2015. Namun demikian, tekanan harga
komoditas bawang merah kemudian mereda di akhir
bulan, seiring dimulainya panen bawang merah di
beberapa sentra di Kab. Brebes. Hal ini terindikasi dari
pantauan harga SiHaTi. Pada minggu pertama dan
kedua, rata-rata harga bawang merah sebesar
Rp26.111, sedangkan di dua minggu terakhir Januari
harga bawang merah sebesar Rp21.769. Sementara
i tu , komoditas bawang put ih mencatatkan
peningkatan inflasi. Inflasi meningkat menjadi 15,63%
(mtm) pada Januari 2016, lebih tinggi dibandingkan
bulan lalu yang sebesar 5,69% (mtm). Kenaikan ini
ditengarai akibat terbatasnya pasokan komoditas
tersebut yang hampir seluruhnya berasal dari impor,
terutama impor komoditas bawang putih yang berasal
dari Tiongkok.
2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH118
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
119OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
%, MTM
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)Grafik 6.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Angkutan Udara (mtm) Grafik 2.8Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Inflasi Bensin (mtm) Grafik 2.7
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014 20152011
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
2016 2016
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.39 Tahun
2015, Pemerintah akan menyesuaikan harga BBM
(P remium dan So la r ) sesua i dengan harga
keekonomiannya setiap tiga bulan sekali, atau lebih,
jika dianggap perlu. Pada 5 Januari 2016, berdasarkan
Keputusan Menteri ESDM No. 2 K/12/MEM/2016,
harga bensin turun dari sebelumnya sebesar
Rp7.300/liter menjadi Rp6.950/liter, untuk luar Jawa,
Madura, Bali (Jamali). Penyumbang lainnya terhadap
deflasi kelompok ini adalah normalisasi tarif angkutan
udara pasca periode libur Natal dan Tahun Baru pada
bulan sebelumnya. Selain itu, deflasi juga disumbang
oleh penurunan harga elpiji 12 kg dengan rata-rata
penurunan sebesar Rp5.600 per tabung atau Rp467
per kg.
Adapun tekanan inflasi pada kelompok ini terutama
berasal dari kenaikan tarif listrik. Sesuai Peraturan
Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah
dengan Permen ESDM No 09/2015, tariff adjustment
diberlakukan setiap bulan. Pada Desember 2015, tarif
listrik golongan rumah tangga 1.300 – 2.200 VA (Gol.
R1) naik dari Rp 1.352 per kWh menjadi Rp 1.509,38
per kWh. Kenaikan tarif pada Desember ini masih
memberikan dampak pada inflasi Januari dikarenakan
sifat pembayaran konsumen yang sebagian besar baru
dilakukan pada bulan setelahnya (pasca bayar). Selain
itu, kenaikan rokok juga turut memberikan sumbangan
terhadap inflasi Jawa Tengah.
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Tarif Listrik (mtm)Grafik 6.9Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)Grafik 6.11
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)Grafik 6.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Sementara itu, inflasi kelompok volatile food
mencatatkan penurunan. Inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 2,10% (mtm), lebih rendah
dibandingkan bulan lalu yang sebesar 3,77% (mtm).
Meskipun inflasi relatif terkendali, kenaikan beberapa
komoditas strategis mendorong inflasi bulan laporan
tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
inflasi lima tahun terakhir pada periode yang sama
sebesar 1,62% (mtm). Inflasi pada kelompok ini
utamanya berasal dari komoditas daging ayam ras,
bawang putih, telur ayam ras, dan bawang merah.
Keempat komoditas tersebut menjadi penyumbang
utama inflasi dengan sumbangan masing-masing
sebesar 0,17%, 0,07%, 0,06%, dan 0,05%. Secara
tahunan, inflasi volatile food pada Januari 2015 sebesar
7,41% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya yang sebesar 4,61% (yoy).
Komoditas daging ayam ras mencatatkan inflasi.
Peningkatan harga ini didorong oleh terbatasnya
pasokan pakan jagung, imbas dari kebijakan
pembatasan impor jagung sebagai salah satu
komponen pembentuk harga. Sementara itu, pasokan
pakan yang berasal jagung lokal juga relatif terbatas di
tengah musim tanam komoditas tersebut. Hal tersebut
turut mendorong kenaikan harga untuk komoditas
telur ayam ras.
Kemunduran masa tanam berimplikasi pada pasokan
komoditas bawang merah di bulan laporan. Bawang
merah kemudian mencatatkan inflasi sebesar 6,65%
(mtm) pada bulan laporan. Tekanan ini berasal dari
tingginya harga bawang merah di minggu pertama dan
kedua Januari 2015. Namun demikian, tekanan harga
komoditas bawang merah kemudian mereda di akhir
bulan, seiring dimulainya panen bawang merah di
beberapa sentra di Kab. Brebes. Hal ini terindikasi dari
pantauan harga SiHaTi. Pada minggu pertama dan
kedua, rata-rata harga bawang merah sebesar
Rp26.111, sedangkan di dua minggu terakhir Januari
harga bawang merah sebesar Rp21.769. Sementara
i tu , komoditas bawang put ih mencatatkan
peningkatan inflasi. Inflasi meningkat menjadi 15,63%
(mtm) pada Januari 2016, lebih tinggi dibandingkan
bulan lalu yang sebesar 5,69% (mtm). Kenaikan ini
ditengarai akibat terbatasnya pasokan komoditas
tersebut yang hampir seluruhnya berasal dari impor,
terutama impor komoditas bawang putih yang berasal
dari Tiongkok.
2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH118
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
119OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Sementara itu, inflasi komoditas beras relatif terjaga.
Beberapa daerah penghasil beras, seperti Pati,
Grobogan, dan Purwodadi, telah memasuki masa
panen pada bulan laporan. Pasokan beras semakin
terjaga di tengah adanya impor beras Vietnam dan
Thailand oleh Bulog. Hingga Januari 2016, terdapat
800.000 ton beras impor yang masuk ke Indonesia,
serta terdapat sekitar 700.000 ton beras impor yang
siap masuk dalam beberapa bulan mendatang. Lebih
jauh, terdapat pembagian Rastra di tahun 2016 pada
akhir Januari dan awal Febuari 2016. Sesuai Surat
Keputusan Gubernur Jawa tengah tertanggal 16
Januari 2016, untuk bulan Januari, sebanyak 962.480
Rastra didistribusikan kepada 84.166 Rumah Tangga
Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM). Masing-masing
RTSPM dapat menebus rastra sebesar Rp 1.500 per
kilogram
Inflasi kelompok inti Jawa Tengah pada bulan
Januari 2016 tercatat sebesar 0,33% (mtm),
meningkat dibandingkan dengan bulan
Desember 2015 yang tercatat sebesar 0,16%
(mtm) sesuai dengan pola musimannya. Namun
demikian, pencapaian inflasi inti tersebut masih berada
di bawah rata-rata historis 5 tahun yang sebesar 0,40%
(mtm). Secara tahunan, inflasi inti turun dari 2,73%%
(yoy) menjadi 2,50% (yoy) pada Januari 2016.
Peningkatan inflasi inti bulanan terjadi baik pada
kelompok traded maupun non traded. Inflasi traded
pada Januari 2016 tercatat sebesar 0,44% (mtm)
setelah bulan sebelumnya tercatat sebesar 0,17%
(mtm). Sementara itu, inflasi non traded pada Januari
2016 tercatat sebesar 0,30% (mtm), meningkat dari
bulan lalu yang tercatat sebesar 0,15% (mtm). Inflasi
pada kelompok inti traded terutama didorong oleh
subkelompok minuman yang tidak beralkohol dan
perawatan jasmani dan kosmetika. Sementara itu,
inflasi pada kelompok inti nontraded terutama
didorong oleh subkelompok biaya tempat tinggal, jasa
kesehatan, dan rekreasi.
6.2.3. Inflasi 2016Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016
diperkirakan meningkat. Dengan aktivitas ekonomi
yang meningkat, hal ini diikuti oleh meningkatnya
permintaan masyarakat akan barang dan jasa, yang
selanjutnya meningkatkan tekanan inflasi. Inflasi tahun
2016 ini diperkirakan berada pada rentang sasaran
4±1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi
tahun 2015 yang sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini
diperkirakan terjadi di seluruh kelompok, baik
kelompok volatile food, kelompok administered prices,
maupun kelompok inti.
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Bawang Merah (mtm)Grafik 6.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Bawang Putih (mtm)Grafik 6.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016
Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan
meningkat dibandingkan tahun lalu. Tantangan
yang dihadapi dalam menjaga gejolak harga kelompok
pangan adalah sistem logistik dan jalur distribusi yang
tidak efisien. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa
rantai perdagangan cabai merah, bawang merah, dan
jagung pipilan terpanjang ditemui di Provinsi Jawa
Tengah. Padahal, Jawa Tengah merupakan salah satu
provinsi sentra penghasil komoditas tersebut. Selain itu,
risiko inflasi juga berasal dari dampak El Nino yang
menyebabkan kemunduran musim panen. Hal ini juga
mempengaruhi kestabi lan harga pangan di
masyarakat. Bank Indonesia melalui TPID akan
memfokuskan diri dalam membenahi sistem logistik
dan dampak el-nino di tahun 2016 sehingga inflasi
pada kelompok volatile food dapat terus ditekan.
Inflasi kelompok administered prices pada akhir
tahun 2016 diperkirakan meningkat akibat
penyesuaian dampak kenaikan harga BBM tahun
2014. Tekanan juga berasal dari kenaikan cukai rokok
yang akan berimbas pada kenaikan harga rokok di
masyarakat. Namun demikian, tekanan inflasi
diperkirakan tertahan sejalan dengan harga minyak
dunia yang diproyeksikan berada pada level rendah.
Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA)
memproyeksikan harga minyak dunia pada tahun 2016
masih berada pada level rendah, yakni sebesar USD
37,59. Hal ini kemudian berimbas pada relatif stabilnya
harga tarif angkutan umum dan angkutan udara pada
tahun laporan.
Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan
meningkat dibandingkan tahun 2015 silam.
Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya
aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli
masyarakat. Aktivitas ekonomi yang membaik ini
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.
Berdasarkan data IMF, pertumbuhan ekonomi dunia
diperkirakan akan tumbuh membaik, terutama untuk
negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra
dagang Provinsi Jawa Tengah. Tekanan pada kelompok
ini juga berasal dari meningkatnya UMK 2016.
Kenaikan UMK akan menyebabkan kenaikan harga
barang dan jasa yang memberikan efek langsung pada
peningkatan biaya produksi maupun jasa pada tahun
2016. Selain itu, membaiknya daya beli masyarakat
akan berimplikasi pada peningkatan permintaan
barang sandang, rekreasi, dan perlengkapan rumah
tangga, sehingga mendorong inflasi pada kelompok
tersebut . Tekanan inf las i juga berasa l dar i
meningkatnya harga komoditas bahan bangunan
seir ing program pembangunan infrastruktur
pemerintah di tahun 2016.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH120
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
121OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
Sementara itu, inflasi komoditas beras relatif terjaga.
Beberapa daerah penghasil beras, seperti Pati,
Grobogan, dan Purwodadi, telah memasuki masa
panen pada bulan laporan. Pasokan beras semakin
terjaga di tengah adanya impor beras Vietnam dan
Thailand oleh Bulog. Hingga Januari 2016, terdapat
800.000 ton beras impor yang masuk ke Indonesia,
serta terdapat sekitar 700.000 ton beras impor yang
siap masuk dalam beberapa bulan mendatang. Lebih
jauh, terdapat pembagian Rastra di tahun 2016 pada
akhir Januari dan awal Febuari 2016. Sesuai Surat
Keputusan Gubernur Jawa tengah tertanggal 16
Januari 2016, untuk bulan Januari, sebanyak 962.480
Rastra didistribusikan kepada 84.166 Rumah Tangga
Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM). Masing-masing
RTSPM dapat menebus rastra sebesar Rp 1.500 per
kilogram
Inflasi kelompok inti Jawa Tengah pada bulan
Januari 2016 tercatat sebesar 0,33% (mtm),
meningkat dibandingkan dengan bulan
Desember 2015 yang tercatat sebesar 0,16%
(mtm) sesuai dengan pola musimannya. Namun
demikian, pencapaian inflasi inti tersebut masih berada
di bawah rata-rata historis 5 tahun yang sebesar 0,40%
(mtm). Secara tahunan, inflasi inti turun dari 2,73%%
(yoy) menjadi 2,50% (yoy) pada Januari 2016.
Peningkatan inflasi inti bulanan terjadi baik pada
kelompok traded maupun non traded. Inflasi traded
pada Januari 2016 tercatat sebesar 0,44% (mtm)
setelah bulan sebelumnya tercatat sebesar 0,17%
(mtm). Sementara itu, inflasi non traded pada Januari
2016 tercatat sebesar 0,30% (mtm), meningkat dari
bulan lalu yang tercatat sebesar 0,15% (mtm). Inflasi
pada kelompok inti traded terutama didorong oleh
subkelompok minuman yang tidak beralkohol dan
perawatan jasmani dan kosmetika. Sementara itu,
inflasi pada kelompok inti nontraded terutama
didorong oleh subkelompok biaya tempat tinggal, jasa
kesehatan, dan rekreasi.
6.2.3. Inflasi 2016Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016
diperkirakan meningkat. Dengan aktivitas ekonomi
yang meningkat, hal ini diikuti oleh meningkatnya
permintaan masyarakat akan barang dan jasa, yang
selanjutnya meningkatkan tekanan inflasi. Inflasi tahun
2016 ini diperkirakan berada pada rentang sasaran
4±1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi
tahun 2015 yang sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini
diperkirakan terjadi di seluruh kelompok, baik
kelompok volatile food, kelompok administered prices,
maupun kelompok inti.
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Bawang Merah (mtm)Grafik 6.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Bawang Putih (mtm)Grafik 6.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016
Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan
meningkat dibandingkan tahun lalu. Tantangan
yang dihadapi dalam menjaga gejolak harga kelompok
pangan adalah sistem logistik dan jalur distribusi yang
tidak efisien. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa
rantai perdagangan cabai merah, bawang merah, dan
jagung pipilan terpanjang ditemui di Provinsi Jawa
Tengah. Padahal, Jawa Tengah merupakan salah satu
provinsi sentra penghasil komoditas tersebut. Selain itu,
risiko inflasi juga berasal dari dampak El Nino yang
menyebabkan kemunduran musim panen. Hal ini juga
mempengaruhi kestabi lan harga pangan di
masyarakat. Bank Indonesia melalui TPID akan
memfokuskan diri dalam membenahi sistem logistik
dan dampak el-nino di tahun 2016 sehingga inflasi
pada kelompok volatile food dapat terus ditekan.
Inflasi kelompok administered prices pada akhir
tahun 2016 diperkirakan meningkat akibat
penyesuaian dampak kenaikan harga BBM tahun
2014. Tekanan juga berasal dari kenaikan cukai rokok
yang akan berimbas pada kenaikan harga rokok di
masyarakat. Namun demikian, tekanan inflasi
diperkirakan tertahan sejalan dengan harga minyak
dunia yang diproyeksikan berada pada level rendah.
Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA)
memproyeksikan harga minyak dunia pada tahun 2016
masih berada pada level rendah, yakni sebesar USD
37,59. Hal ini kemudian berimbas pada relatif stabilnya
harga tarif angkutan umum dan angkutan udara pada
tahun laporan.
Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan
meningkat dibandingkan tahun 2015 silam.
Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya
aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli
masyarakat. Aktivitas ekonomi yang membaik ini
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.
Berdasarkan data IMF, pertumbuhan ekonomi dunia
diperkirakan akan tumbuh membaik, terutama untuk
negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra
dagang Provinsi Jawa Tengah. Tekanan pada kelompok
ini juga berasal dari meningkatnya UMK 2016.
Kenaikan UMK akan menyebabkan kenaikan harga
barang dan jasa yang memberikan efek langsung pada
peningkatan biaya produksi maupun jasa pada tahun
2016. Selain itu, membaiknya daya beli masyarakat
akan berimplikasi pada peningkatan permintaan
barang sandang, rekreasi, dan perlengkapan rumah
tangga, sehingga mendorong inflasi pada kelompok
tersebut . Tekanan inf las i juga berasa l dar i
meningkatnya harga komoditas bahan bangunan
seir ing program pembangunan infrastruktur
pemerintah di tahun 2016.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH120
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
121OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N IV
20
15
top related