kandungan leusin, treonin, dan arginin pada tepung ...repository.ub.ac.id/4143/1/ali akbar...
Post on 19-Oct-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG
BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-
DRYING DAN OVEN-DRYING
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi
Oleh : Ali Akbar Velayati 135070300111027
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
-
i
KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG
BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-
DRYING DAN OVEN-DRYING
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi
Oleh :
Ali Akbar Velayati 135070300111027
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG
BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-DRYING
DAN OVEN-DRYING
Oleh:
Ali Akbar Velayati
NIM. 135070300111027
Telah diuji pada
Hari : Selasa
Tanggal : 20 Juni 2017
Dan dinyatakan lulus oleh:
Penguji I
Novita Wijayanti, STP, MP. NIP 198011222005022006
Penguji II/Pembimbing I Penguji III/Pembimbing II
Titis Sari Kusuma, S.Gz. MP. Eva Putri Arfiani, S.Gz.MPH NIP. 198007022006042001 NIP. 2015058809222001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Dian Handayani, SKM, M.Kes, PhD. NIP. 197404022003122002
-
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul
“KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG BELALANG
KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-DRYING DAN OVEN-
DRYING”.
Ketertarikan penulis akan topik ini didasari oleh fakta bahwa pemanfaatan
produk olahan belalang kayu di masyarakat masih kurang maksimal. Padahal
belalang kayu memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Selain itu penulis
juga membuat tepung dari belalang kayu dimana pembuatan tepung belalang kayu
ini melalaui dua proses pegeringan yang berbeda yakni, sun-drying dan oven-
drying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan asam
amino pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan , sun-drying dan
oven-drying.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih yang tak
terhingga kepada :
1. Dr.dr. Sri Andarini, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya yang telah memberikan kesempatan menuntut ilmu di Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
2. Dian Handayani, S.K.M., M.Kes., Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Brawijaya.
3. Ibu Novita Wijayanti, STP.,MP., selaku dosen penguji yang telah
memberikan arahan dan masukan untuk Tugas Akhir ini menjadi lebih baik.
-
iv
4. Ibu Titis sari Kusuma, S.Gz. MP., selaku Dosen pembimbing pertama yang
telah membimbing dalam penyusunan Tugas Akhir ini
5. Ibu Eva Putri Afriani, S.Gz, MPH., selaku Dosen pembimbing kedua yang
telah memberikan saran dan sehingga penulis dapat menyusunan Tugas
Akhir ini dengan baik.
6. Segenap anggota Tim TA FKUB yang telah bersedia direpotkan dalam
pengurusan administrasi Tugas Akhir.
7. Keluarga tercinta (mama, papa dan kakak) yang selalu memberikan
dukungan dan motivasi secara lahir dan batin serta tak pernah bosan untuk
mendoakan untuk kelancaran menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Teman-teman Tim Walang yang telah berjuang bersama untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Teman-teman Gizi 2013 yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.
Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat sebagaimana mestinya. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih
Malang, 20 Juni 2017
Penulis
-
v
ABSTRAK
Velayati, Ali Akbar. 2017. Kandungan Leusin, Treonin, dan Arginin Pada Tepung Belalang Kayu (Valanga nigricornis) Dengan Metode Sun-Drying dan Oven-Drying. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Titis Sari Kusuma, S.Gz., MP (2) Eva Putri Arfiani, S.Gz., MPH.
Belalang kayu merupakan salah satu pangan fungsional sumber protein tinggi. Pengolahan belalang kayu menjadi tepung dapat menjadi pangan olahan berprotein tinggi. Pengolahan tepung dengan metode pengeringan yang berbeda seperti pengeringan oven dan pengeringan penjemuran matahari akan mempengaruhi kandungan protein tepung. Mutu suatu protein ditentukan dari kandungan asam aminonya. Asam amino esensial yang diperlukan tubuh hanya diperoleh dari asupan makanan diantaranya adalah leusin, treonin, dan arginin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven dan pengeringan matahari. Penelitian ini merupakan penelitian analytical study dengan menggunakan studi semi eksperimental. Sampel belalang kayu pada penelitian ini berasal dari petani belalang kayu di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan kandungan leusin, treonin dan arginin pada metode pengeringan oven berturut – turut adalah 3,973 gram/100 gram; 1,701 gram/100 gram; 0,2275 gram/100 gram, sedangkan kandungan leusin, treonin, dan arginin pada metode pengeringan matahari berturut – turut adalah 4,659 gram/100 gram; 2,186 gram/100 gram; 2,629 gram/100 gram. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kandungan leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu metode pengeringan oven dan pengeringan matahari.
Kata kunci: tepung belalang kayu, leusin, treonin, arginin, metode pengeringan
-
vi
ABSTRACT
Velayati, Ali Akbar. 2017. The Content of Leucine, Threonine, and Arginine on Locust (Valanga nigricornis) Flour with Sun-Drying dan Oven-Drying Methods. Final Assignment, Nutrition Program, Faculty of Medicine Universitas Brawijaya. Supervisors: (1) Titis Sari Kusuma, S.Gz., MP (2) Eva Putri Arfiani, S.Gz., MPH.
Locust is one of the functionsl food sources of high protein. The processing locust into the flour can become high protein precessed food. Flour processing with different drying methods such as oven drying and sun drying will affect the protein content of the flour. The quality of a protein is determined by its amino acid content. The essential amino acid that the body need only obtained from the intake of food such as leucine, thronine, and arginine. This study aims to determine the content of leucine, threonine, and arginine in locust flour with sun drying and oven drying methods. This research in an anlytical study using semi experimental study. The sample of locust in this study came from the locust farmers in Kabupaten Nganjuk, East Java. The results showed that the content of leucine, threonine, and arginine in the oven drying method respctively were 3,973 grams/100 grams; 1,701 grams/100 grams; 0,2275 grams/100 grams, while leucine, threonin, and arginine content in sundrying method respectively are 4,659 grams/100 grams; 2,186 grams/100 grams; 2,629 grams/100 grams. The conclusion of this research is that there are differences of leucine, threonine, and arginine content on locust flour with oven drying and sun drying methods.
Kata kunci: locust flour, leucine, threonine, arginine, drying method
-
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ........................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ............................................................................. ii
Kata Pengantar ....................................................................................... iii
Abstrak ..................................................................................................... v
Abstract .................................................................................................... vi
Daftar Isi ................................................................................................... vii
Daftar Gambar ......................................................................................... x
Daftar Tabel ............................................................................................. xi
Daftar Singkatan ...................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................. 5
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein .................................................................................... 7
2.1.1 Klasifikasi Protein ......................................................... .. 8
2.1.2 Fungsi Protein .............................................. ................. 10
2.1.3 Asupan Protein .............................................. ................. 12
2.1.4 Kekurangan Protein ....................................................... 13
2.2 Asam Amino ............................................................................. 14
2.2.1 Leusin ............................................................................. 14
2.2.2 Treonin ........................................................................... 15
2.2.3 Arginin ........................................................................... 16
2.4 Belalang Kayu (Valanga nigricornis) ........................................ 17
-
viii
2.5 Pengeringan ................ ............................................................ 19
2.5.1 Sun-Drying .................................................................... 20
2.5.2 Oven-Drying ................................................................... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 22
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep .................................................. 23
3.3 Hipotesis ............................................................................... .... 23
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian .............................................................. 24
4.2 Variabel Penelitian ................................................................... 24
4.2.1 Variabel Bebas ............................................................... 24
4.2.2 Variabel Terikat ............................................................. 24
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 24
4.4 Alat dan Bahan ........................................................................ 25
4.4.1 Alat Untuk Pengeringan ................................................. 25
4.4.1.1 Pengeringan Metode Sun-Drying ........................... 25
4.4.1.2 Pengeringan Meode Oven-Drying .......................... 25
4.4.2 Alat Untuk Penepungan ................................................ 26
4.4.3 Alat Untuk Analisis Asam Amino ................................... 26
4.4.4 Bahan Untuk Analisis Asam Amino ............................... 26
4.5 Definisi Operasional ................................................................ 26
4.5.1 Belalang kayu (Valanga nigricornis) ................................ 26
4.5.2 Tepung belalang kayu (Valanga nigricornis .................... 26
4.5.3 Leusin .............................................................................. 27
4.5.4 Treonin ............................................................................ 27
4.5.5 Arginin ............................................................................. 27
4.5.6 Sun-drying ....................................................................... 27
4.5.7 Oven-drying ..................................................................... 28
4.6 Prosedur Penelitian .................................................................. 28
4.6.1 Persiapan Sampel ........................................................... 28
4.6.1.1 Sun-drying ............................................................... 28
4.6.1.2 Oven-drying ............................................................. 28
-
ix
4.6.2 Analisis Asam Amino dengan UPLC ............................... 29
4.7 Alur Penelitian .......................................................................... 30
4.8 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ......................................... 31
4.8.1 Jenis Data ...................................................................... 31
4.8.2 Cara Pengumpulan Data ................................................ 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
5.1 Karakteristik Sampel ................................................................. 32
5.2 Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 33
5.2.1 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode
Penjemuran Matahari .................................................... 33
5.2.2 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode
Pengeringan Oven ........................................................ 34
5.3 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Treonin................. 34
5.4 Hasil Uji Proksimat .................................................................. 36
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Karaktersitik Sampel ................................................................. 37
6.2 Kandungan Protein ................................................................. 38
6.3 Kandungan Asam Amino Leusin .............................................. 38
6.4 Kandungan Asam Amino Treonin............................................. 40
6.5 Kandungan Asam Amino Arginin.............................................. 40
6.6 Implikasi pada Bidang Gizi ...................................................... 42
6.7 Keterbatasan Penelitian .......................................................... 44
BAB 7 PENUTUP
7.1 Kesimpulan............................................................................... 45
7.2 Saran ....................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46
Lampiran ................................................................................................. 49
-
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Belalang Kayu (Valanga nigrocornis) ....................................... 18
Gambar 3.1 Kerangka Konsep…………………………………………………. .. 22
Gambar 4.1 Alur Penelitian ........................................................................... 30
Gambar 5.1 Sampel Belalang Kayu (Valanga nigrocornis) .......................... 32
Gambar 5.2 Tepung Belalang Kayu Metode Penjemuran Matahari .............. 33
Gambar 5.3 Tepung Belalang Kayu Metode Pengeringan Oven .................. 34
Gambar 5.4 Grafik Perbedaan Kandungan Asam Amino Leusin,
Treonin, dan Arginin Pada Tepung Belalang kayu .................... 35
-
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kategori Asupan Protein . ............................................................. 12
Tabel 5.1 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin ...................... 35
Tabel 5.2 Hasil Uji Proksimat ....................................................................... 36
-
xii
DAFTAR SINGKATAN
KEP Kurang Energi Protein
PHI Problem Health Indicator
HGH Human Growth Hormone
BCAA Branched-Chain Amino Acid
UPLC Ultra Performance Liquid Cromatography
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini di Indonesia masih banyak terjadi masalah gizi. Masalah gizi yang
utama di Indonesia adalah KEP (Kurang Energi Protein). KEP merupakan masalah
gizi yang disebabkan defisiensi zat gizi makro khususnya protein. Kekurangan
protein dalam jangka panjang pada anak-anak bisa menyebabkan anak-anak
mengalami stunting. Stunting merupakan keadaan dimana tinggi badan di bawah
normal. Masalah stunting di Indonesia merupakan salah satu masalah gizi yang
masih banyak terjadi. Tercatat tahun 2013 prevalensi balita stunting di Indonesia
adalah 37.2% dimana prevalensi tersebut meningkat dari 35.60% pada tahun 2010
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan cut off dari Problem Health Indicator (PHI) untuk
masalah stunting, prevalensi tersebut termasuk ke dalam kategori yang tinggi
(Fahmida, 2007). Hal tersebut terjadi karena tingkat asupan protein yang kurang.
Secara nasional, rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia 62,1 gram per
hari atau 13,3 persen dari total konsumsi energi. Ini berarti kontribusi konsumsi
protein penduduk Indonesia kurang dari 15 persen dari total konsumsi energi
sesuai pola makan seimbang (Riskesdas, 2010).
Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh khususnya untuk anak-anak yang
masih dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan. Protein berfungsi dalam
pembentukan massa otot, pertumbuhan tinggi badan, dan pertumbuhan dan
pematangan dari fungsi tubuh (RDA, 1989). Protein adalah sumber asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh
karbohidrat. Ada sembilan asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan
-
2
hanya bisa di dapatkan dari asupan makanan yang biasa disebut sebagai asam
amino esensial. Dua dari sembilan asam amino esensial yang bermanfaat bagi
tubuh adalah leusin dan treonin. Asam amino leusin membantu regulasi
pembentukan dan pemecahan protein, menyediakan energi untuk otot dan
mencegah kerusakannya. Selain asam amino esensial ada juga asam amino non
esensial yang dapat dihasilkan oleh tubuh, salah satunya adalah arginin. Arginin
dapat dihasilkan oleh tubuh, tetapi jumlah yang dihasilkan masih kurang dari yang
dibutuhkan sehingga juga harus didapat dari asupan makanan. Asam amino
arginin sangat dibutuhkan untuk anak-anak karena berhubungan langsung dengan
pertumbuhan dengan cara mengaktifkan hormon pertumbuhan (HGH-Human
Growth Hormon). Hormon pertumbuhan ini yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan perkembangan otot, membakar lemak, dan mengatur sistem imun
(Fernandez, 2014).
Jumlah protein dan asam amino yang dibutuhkan tubuh ditentukan oleh
proses pembentukan protein, pemeliharaan sel dan organ tubuh, perbaikan
kerusakan sel tubuh dan metabolisme tubuh. Seluruh proses ini dipengaruhi oleh
gen, fase siklus hidup, aktivitas fisik, tingkat asupn makanan, penyakit, hormon
dan sistem kekebalan tubuh. Pada fase siklus hidup terutama bayi dan anak-anak,
proses pertumbuhan mencapai puncaknya sehingga kebutuhan akan protein dan
asam amino meningkat. Kebutuhan asam amino leusin untuk balita adalah dan 54
mg/kg BB per hari. Kebutuhan treonin untuk balita adalah 24 mg/kg BB per hari
(FAO, 2011).
Pemenuhan kebutuhan protein dan asam amino sangat diperlukan untuk
mengoptimalkan fungsi-fungsi dari protein dan asam amino tersebut. Terlebih lagi
untuk anak-anak yang perlu asupan protein dan asam amino untuk pertumbuhan
-
3
dan perkembangan. Jika asupan protein kurang dari kebutuhan tentu saja akan
mengurangi fungsi dari protein dan juga mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak menjadi terhambat yang selanjutnya menyebabkan stunting
pada anak-anak.
Salah satu pangan yang bisa berpotensi sebagai sumber protein non-
konvensional atau sumber protein yang belum banyak dikonsumsi oleh
masyarakat adalah belalang kayu (Daryatmo, 2004). Belalang adalah serangga
yang selama ini dianggap sebagai hama ternyata mampu berpotensi menjadi
pangan sumber protein tinggi. Setiap 100 gram belalang mentah rata-rata
mengandung 170 kkal energi; 62,7% air; 26,8% protein; 3,8% lemak; dan 2,4%
serat. Bila belalang dalam keadaan kering, setiap 100 gram rata-rata mengandung
420 kkal energi; 7% air; 62,2% protein; 10,4% lemak; dan 15,8% karbohidrat.
Salah satu faktor penting dalam memilih serangga untuk bahan pangan adalah
jumlah yang tersedia di satu tempat dalam suatu waktu (Koswara, 2002). Belalang
kayu banyak di dapatkan di Indonesia, terutama di daerah Wonosari, Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakatnya memanfaatkan belalang sebagai
cemilan dan makanan dalam bentuk belalang goreng. Seperti dalam penelitian
Maryati (2012) tentang Training to Make Grasshopper Flour as High Protein
Material Food In Gunung Kidul. Selain diijadikan sebagai camilan dan makanan
khas dalam bentuk belalang goreng, belalang bisa dimanfaatkan menjadi produk
pangan yaitu tepung.
Tepung merupakan bahan baku berbagai olahan. Tepung memiliki
beberapa keistimewaan, antara lain rasa yang sama dengan bahan dasar
pembuatnya (misal tepung udang, tepung ikan, tepung beras, dan sebagainya),
dapat disimpan lebih lama, dan praktis dalam penggunaannya. Tepung biasanya
-
4
identik dengan tepung terigu, beras, sagu, dan aneka tepung sumber karbohidrat
lainnya. Padahal, beberapa bahan dasar makanan yang merupakan sumber
protein juga dapat dibuat tepung, seperti tepung ikan, tepung udang, dan
sebagainya. Dalam hal ini, belalang kayu juga dapat diolah menjadi tepung dan
bisa digunakan sebagai pangan olahan yang berprotein tinggi.
Dalam pembuatan tepung terdapat proses dimana bahan baku dari tepung
tersebut akan dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Metode yang selama
ini biasa dilakukan masyarakat untuk melakukan pengeringan tersebut adalah sun
drying atau pengeringan menggunakan sinar matahari. Selain metode sun drying
ada juga metode pengeringan oven drying dimana pengeringan dilakukan
menggunakan oven. Proses pengeringan yang kurang tepat akan berpengaruh
pada sifat bahan asal yang dikeringkan misal, bentuk dan kenampakan, serta juga
bisa berpengaruh pada sifat mutu gizi (Masduqi, 2014). Zat gizi yang mungkin
mengalami perubahan akibat panas dari proses pengeringan adalah protein.
Karena protein mengalami perubahan, asam amino mungkin juga akan mengalami
perubahan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu
dengan metode pengeringan menggunakan oven dan sinar matahari. Serta
memilih metode pengeringan yang tepat untuk pengolahan tepung belalang untuk
mendapatkan hasil asam amino yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin
pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven dan penjemuran
dengan matahari langsung ?
-
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya perbedaan kandungan asam amino leusin, arginin,
treonin pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven dan
penjemuran dengan matahari langsung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin
pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan dengan oven.
1.3.2.2 Untuk mengetahui kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin
pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan dengan
penjemuran sinar matahari langsung.
1.3.2.3 Untuk membandingkan kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin
pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan dengan oven dan
penjemuran sinar matahari langsung.
1.3.2.4 Untuk mengetahui metode pengeringan terbaik untuk membuat tepung
belalang kayu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan teori lebih lanjut terkait
bidang gizi kesehatan tentang manfaat untuk memilih metode pengeringan tepung
belalang kayu yang terbaik untuk mendapatkan kandungan asam amino leusin,
arginin, dan teronin yang optimal.
-
6
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan
sumber pangan kepada masyarakat, yaitu bahan yang perlu dikembangkan
pengolahannya karena kandungan gizi yang baik dan alternatif pangan
fungsional kaya protein yang bermanfaat bagi dunia pangan serta dalam dunia
kesehatan diharapkan dapat mencegah terjadinya wasting dan stunting pada
balita
-
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino,
yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-
unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama
protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam
karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2009).
Protein merupakan senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup.
Setengah dari berat kering dan 20% dari berat total seorang manusia dewasa
adalah protein. Hampir setengahnya terdapat di dalam otot, seperlimanya di dalam
tulang dan kartilago, sepersepuluhnya dalam kulit dan sisanya pada jaringan-
jaringan lain serta cairan tubuh. Semua enzim yang terdapat dalam tubuh
merupakan protein. Bermacam-macam hormon merupakan protein dan
turunannya. Asam nukleat di dalam sel, yang bertanggung jawab terhadap
transmisi informasi genetik dalam reproduksi sel, sering terdapat dalam bentuk
berkombinasi dengan protein, yaitu nukleoprotein. Hanya urine dan cairan empedu
yang dalam keadaan normal tidak mengandung protein.
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena selain
sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat
pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utamanya adalah
membentuk jaringan baru (misalnya memebentuk janin pada masa kehamilan
seorang ibu atau jaringan baru pada proses pertumbuhan anak), disamping untuk
-
8
memelihara jaringan yang telah ada (pengganti bagian-bagian yang aus atau
rusak).
2.1.1 Klasifikasi Protein
Protein terdapat dalam bentuk serabut (fibrous), globular, dan konjugasi.
1. Protein Bentuk Serabut
Protein bentuk serabut terdiri atas beberapa rantai peptida berbentuk
spiral yang terjalin satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku.
Karakteristik protein bentuk serabut adalah rendahnya daya larut, mempunyai
kekuatan mekanis yang tinggi dan tahan terhadap enzim pencernaan. Protein
ini terdapat dalam unsur – unsur struktur tubuh. Ada beberapa macam protein
serabut, yaitu kolagen, elastin, kreatin, dan miosin.
Kolagen merupakan protein utama jaringan ikat. Kolagen tidak larut air,
mudah dibentuk menjadi gelatin bila direbus dalam air, asam encer atau alkali.
Kolagen tidak mengandung triptofan tapi banyak mengandung hidrokspirolin
dan hidroksilisin. Sebanyak 30% protein total manusia adalah kolagen. Elastin
terdapat dalam urat, otot, arteri (pembuluh darah) dan jaringan elastis lain.
Elastin tidak dapat diubah menjadi gelatin. Kreatin adalah protein rambut dan
kuku. Protein ini mengandung banyak sulfur dalam bentuk sistein. Rambut
manusia mengandung 14% sistein. Miosin merupakan protein utama serat
otot (Almatsier, 2009).
2. Protein Globular
Protein globular berbentuk bola, terdapat dalam cairan jaringan tubuh.
Proteian ini larut dalam larutan garam dan asam encer, mudah berubah
dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam serta mudah mengalami
-
9
denaturasi. Ada beberapa macam protein globular, yaitu albumin, globulin,
dan histon.
Albumin terdapat dalam telur, plasma, dan hemoglobin. Albumin larut
dalam air dan mengalami koagulasi bila dipanaskan. Globulin terdapat dalam
otot, serum, kuning telur, dan biji tumbuh – tumbuhan. Globulin tidak larut
dalam air tetapi larut dalam larutan garam encer dan garam dapur dan
mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi. Globulin mengalami
koagulasi bila dipanaskan. Histon terdapat dalam jaringan-jaringan kelenjar
tertentu seperti timus dan pankreas. Histon di dalam sel terikat dalam asam
nukleat (Almatsier, 2009).
3. Protein Konjugasi
Protein konjugasi adalah protein sederhana yang terikat dengan bahan-
bahan non asam amino. Gugus nonasam amino ini dinamakan gugus
prostetik. Ada beberapa macam protein konjugasi, yaitu nukleoprotein,
lipoprotein, fosfoprotein dan metaloprotein.
Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan asam nukleat dan
mengandung 9-10% fosfat. Hidrolisis asam nukleat menghasilkan purin,
pirimidin, gula (ribosa atau deoksiribosa) dan asam folat. Nukleoprotein
terdapat dalam inti sel dan merupakan bagian penting DNA dan RNA
(pembwa gen). Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan karbohidrat
dalam jumlah besar. Karbohidrat ini merupakan polisakarida kompleks yang
mengandung N-asetil heksoamina dan unsur uronat atau gula lain.
Nukleoprotein yang dapat larut dalam air, tidak mudah didenaturasi oleh
panas. Lipoprotein adalah protein larut air yang berkonjugasi dengan lipida,
seperti lesitin dan kolesterol. Lipoprotein terdapat dalam plasma dan berfungsi
-
10
sebagai pengangkut lipida dalam tubuh. Fosfoprotein adalah protein yang
terikat melalui ikatan ester dengan asam fosfat seperti pada kasein dalam
susu. Metaloprotein adalah protein yangg terikat dengan mineral, seperti
feritin dan hemosiderin di mana mineralnya adalah zat besi, tembaga, dan
seng (Almatsier, 2009).
2.1.2 Fungsi Protein
Fungsi utama protein adalah sebagai berikut :
a. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan
Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, mereka harus mempunyai
semua asam amino esensial yang availabel secara simultan, ditambah dengan
sejumlah nitrogen atau grup amino yang cukup untuk membentuk asam amino
non-essensial. Pertumbuhan atau peningkatan massa otot hanya mungkin terjadi
apabila campuran asam-asam amino yang dibutuhkan terdapat dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan dan
penggantian jaringan (Muchadi, 2009).
b. Pembentukan Senyawa Tubuh yang Esensial
Hormon yang diproduksi dalam tubuh seperti insulin, epinefrin, dan tiroksin,
pada dasarnya dalah protein. Sebagia tambahan, setiap sel dalm tubuh
mengandung banyak sekali enzim yan berbeda, dan semuanya adalah protein.
Enzim ini mengkatalis banyak sekali perubahan biokimia yang esensial untuk
kesehatan sel-sel dan jaringan (Muchadi, 2009).
c. Regulasi Keseimbangan Air
Cairan dalam tubuh terdapat dalam tiga kompartemen, yaitu, di dalam sel
(intraseluler), diluar sel (ekstraseluler) atau diantara sel (intersekuler), dan di
dalam pembuluh darah (intravaskuler). Tempat (kompartemen) cairan tersebut
-
11
dipisahkan satu dari yang lainnya oleh membran sel. Distribusi cairan diantara
mereka harus dijaga keseimbangannya. Keseimbangan ini dapat diperoleh melalui
sistem pengontrolan yang kompleks yang menyangkut aik protein maupun
elektrolit (Muchadi, 2009).
d. Mempertahankan Netralitas Tubuh
Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer (penyangga), yaitu bahan
yang dapat beraksi dengan baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya.
Hal ini merupakan fungsi yang sangat penting karena sebagian besar jaringan
tubuh tidak dapat berfungsi bila pH-nya berubah dari normal. Dengan cara
bereaksi setiap kelebihan asam atau alkali, fungsi protein dalam darah tersebut
merupakan salah satu upaya tubuh agar tidak terjadi perubahan pH dalam darah
(Muchadi, 2009).
e. Pembentukan Antibodi
Kemampuan tubuh untuk melawan infeksi tergantung dari kemampuannya
dalam memproduksi antibodi untuk melawan organisme atau zat asing yang
masuk ke dalam tubuh. Karena tubuh harus memproduksi antibodi yang spesifik
untuk setiap organisme atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh, maka
kebutuhan akan protein untuk tujuan ini menjadi besar. Kenyataannya, daya tahan
yang rendah terhadap penyakit infeksi yang menyerang anak-anak yang kurang
gizi, disebabkan karena rendahnya kemampuan untuk membentuk antibodi.
Keampuan untuk mendetoksifikasi atau menghilangkan zat-zat racun dari
tubuh dikontrol oleh enzim yang terutama berlokasi dalam hati. Dalam keadaan
kekurangan protein, kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut
menjadi lemah, sehingga individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah
mengalami keracunan (Muchadi, 2009).
-
12
f. Transpor Zat Gizi
Protein berperan penting dalam trasportasi zat gizi dari usus, menembus
dinding usus sampai ke darah; dari darah ke jaringan; dan menembus membran
sel ke dalam sel. Sebagian besar zat yang membawa zat gizi tertentu adalah
protein. Protein pembawa (carrier) ini bersifat spesifik terhadap zat gizi, misalnya
retinol-binding protein (Protein pengikat retinol), yang hanya dapat membawa
vitamin A; atau mereka dapat juga membawa beberapa zat gizi yang berbeda,
seperti mangan (Mn) dan besi (Fe) yang saling berkompetisi diangkut oleh
“transferrin”; atau dapat juga untuk membawa suatu grup lipid dan sejenisnya,
seperti yang dilakukan oleh “lipoprotein”. Apabila terdapat kekurangan protein,
hanya sedikit “carrier” yang dapat disintesis, sehingga baik penyerapan (absorpsi)
maupun transportasi beberapa zat gizi akan terganggu (Muchadi, 2009).
2.1.3 Asupan Protein
Asupan protein adalah masuknya zat gizi protein baik hewani maupun
nabati dari makanan yang dikonsumsi dalam sehari dibandingkan dengan
kebutuhan sehari untuk mencapai kebutuhan normal kemudian dikalikan seratus
persen, asupan protein dikategorikan pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kategori Asupan Protein
Keterangan Asupan Energi dan Protein (%)
Asupan kurang < 89
Asupan normal 90 – 119
Asupan diatas kecukupan >119
(Almatsier, 2002)
-
13
2.1.4 Kekurangan Protein
Peranan protein sangat penting bagi anak-anak terutama balita yang masih
dalam masa pertumbuhan. Jika asupan protein dibawah angka kecukupan gizinya,
maka anak-anak beresiko mengalami kondisi Kurang Energi Protein (KEP). KEP
dikelompokkan kedalam tiga tipe utama yaitu marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus kwashiorkor.
Beberapa penyebab marasmus antara lain karena masukan makanan
yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa
neonatus serta kesehatan lingkungan. Anak yang mengalami marasmus biasanya
memiliki berat badan sangat rendah kurang dari 60% berat badan sesuai dengan
usianya, ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh, mudah terkena
infeksi penyakit, rambut tipis dan mudah rontok, kulit kering dan berlipat
bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, dan bentuk perut cekung sering
disertai diare kronik atau susah buang air kecil.
Kondisi kwashiorkor banyak ditemukan pada anak usia 1-3 tahun yang
kurang mendapatkan asupan protein. Anak yang mengalami kwashiorkor sering
kali mengalami pembengkakan (edema) pada seluruh tubuh hingga tampak
gemuk, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran
Lingkar Lengan Atas (LiLA)-nya kurang dari 14 cm, serta munculnya ruam yang
berwarna merah muda pada kulit kemudian berubah menjadi coklat kehitaman dan
mengelupas.
Marasmus kwashiorkor ditandai dengan gejala salah satu atau bersama
dari marasmus dan kwashiorkor. Marasmus kwashiorkor adalah sebuah fenomena
penyakit di Indonesia yang diakibatkan oleh kekurangan prottein kronis pada anak-
anak yang sering disebabkan beberapa hal, antara lain anak tidak cukup
-
14
mendapat makanan bergizi (terutama tidak mengandung cukup energi dan
protein), anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai dan anak mungkin
menderita infeksi penyakit. Kondisi ini sering dikenal dengan istilah busung lapar
(Kemenkes RI, 2015).
2.2 Asam Amino
Asam amino terdiri atas karbon yang terikat pada satu gugus karboksil(-
COOH), satu gugus amino (-NH2), satu atom hidrogen dan satu gugus radikal (-R)
atau rantai cabang.
Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hidroksilat
merupakan alfa-asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom
karbon yang sama. Yang membedakan asam amino satu sam lain adalah rantai
cabang atau gugus R-nya. R berkisar dari satu atom hidrogen (H) sebagaimana
terdapat pada asam amino paling sederhana glisisn ke ranntai karbon lebih
panjang, yaitu tujuh atom karbon.
2.2.1 Leusin
Beberapa studi telah diverifikasi bahwa diet tinggi protein menstimulasi
sintesis protein. Beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari diet ini pada komposisi
tubuh dapat dikaitkan dengan tingginya konsumsi asam amino rantai bercabang
(BCAA), yang meliputi asam amino leusin, valin dan isoleusin. Menurut hipotesis
ini, konsumsi tinggi protein tidak hanya meningkatkan ketersediaan substrat (asam
amino) untuk sintesis protein, tetapi juga menstimulasi proses anabolik setelah
konsumsi protein tinggi.
Leusin telah diketahui bahwa mempunyai peran untuk memodulasi tingkat
sintesis protein, terutama dengan merangsang aktivitas protein yang terlibat dalam
proses transalasi, yang penting untuk sel untuk mengontrol sintesis protein.
-
15
Modulasi ini mungkin melibatkan aktivasi jalur intraseluler tertentu yang terlibat
dalam sintesis protein, termasuk jalur aktivasi mamalian target of rapamycin
(mTOR) .
Tidak seperti asam amino lainnya yang terdegradasi dalam hati, BCAA
(leucine, isoleucine dan valine) serta alanin, glutamat dan aspartat dioksidasi di
otot rangka. Dari 3 BCAA, leusin menyajikan tingkat oksidasi yang luar biasa dan
lebih tinggi dibandingkan dengan isoleusin dan valin. Enzim yang terlibat dalam
katabolisme leusin meliputi mitokondria dan sitosol branchedchain aminoacids
aminotransferases (BCAT) dan enzim yang kompleks branchedchain asam
ketoacid dehydrogenase (BCKDH). Dari reaksi katalisis oleh BCAT, yang
reversibel, asam amino yang transamined dan diubah menjadi asam keton-nya, α-
keto-iso-kaproat (KIC). Simultan untuk reaksi ini, konversi α-ketoglutarat - akseptor
nitrogen yang berasal dari BCAA - menjadi glutamat juga berlangsung. Reaksi ini
dapat mempromosikan sintesis asam amino lainnya, seperti alanin dan glutamin.
Setelah reaksi dikatalisis oleh BCAT, asam keton mengalami dekarboksilasi
oksidatif, yang merupakan reaksi bolak-balik dimediasi oleh BCKDH. Kompleks
enzimatik ini ditemukan pada permukaan bagian dalam membran mitokondria.
Dari reaksi ini, KIC diubah menjadi isovaleryl-CoA yang teroksidasi oleh dua
dehydrogenases yang berbeda, menghasilkan asetil-CoA dan asetoasetat
sebagai produk akhir (Vianna et al., 2010).
2.2.2 Treonin
Treonin adalah asam amino polar dan merupakan salah satu dari tiga asam
amino (treonin, serin dan tirosin) dengan rantai samping yang mengandung gugus
hydroxylic (OH). Treonin digunakan dalam tubuh untuk sintesis protein jaringan;
produksi musin oleh enterocyctes dari usus untuk pelumasan dan perlindungan
-
16
dari patogen; kolagen, elastin dan pembentukan enamel gigi, dan sebagai
prekursor untuk glisin. Treonin adalah asam amino yang sangat diperlukan dan
harus berasal dari sumber makanan. Treonin memiliki dua jalur katabolik pada
mamalia. Treonin dapat dikatabolisme oleh treonin dehidratase [TDH] dalam
sitosol untuk NH4 + dan 2-ketbutyrate yang cepat dan ireversibel dikonversi
menjadi CO2 atau mungkin dimetabolisme oleh treonin dehidrogenase [TDG]
dalam mitokondria untuk membentuk 2 amino-3-ketobutyrate yang kemudian
dibelah oleh 2-amino-ketobutyrate CoA ligase untuk membentuk glisin dan asetil-
CoA (Chapman, 2011).
2.2.3 Arginin
Arginin adalah asam amino semi-esensial yang terlibat dalam beberapa
bidang fisiologi manusia dan metabolisme. Hal ini dianggap tidak terlalu penting
karena manusia dapat mensintesis arginin dari glutamin, glutamat, dan prolin.
Namun, asupan makanan tetap penentu utama dari tingkat arginin plasma, karena
tingkat biosintesis arginin tidak meningkatkan untuk mengimbangi penipisan atau
pasokan yang tidak memadai.
Arginin mengandung empat atom nitrogen per molekul, sehingga pembawa
nitrogen yang paling melimpah pada manusia dan hewan. Meskipun tidak antar-
jemput antar-organ utama nitrogen, arginin tetap memainkan peran penting dalam
metabolisme nitrogen sebagai perantara dalam siklus urea, sehingga penting
untuk amonia detoksifikasi.C
Arginin disintesis pada mamalia dari glutamin melalui pyrroline 5-
karboksilat (P5C) sintetase dan prolin oksidase dalam multi-langkah metabolisme
konversi. Pada orang dewasa, arginin paling endogen berasal dari citrulline,
produk sampingan dari metabolisme glutamin dalam usus atau hati. Citrulline
-
17
dilepaskan ke dalam sirkulasi dan diambil terutama oleh ginjal untuk konversi
menjadi arginin.
Arginin sebagai tambahan di makanan enteral mudah diserap. Sekitar
setengah dari arginin tertelan cepat dikonversi dalam tubuh untuk ornithine,
terutama oleh enzim arginase. Ornithine, pada gilirannya, dapat dimetabolisme
untuk glutamat dan prolin, atau melalui enzim ornithine dekarboksilase ke jalur
poliamina degradasi menjadi senyawa seperti putresin dan poliamina lainnya.
Selain aktivitas metabolik yang disebutkan di atas, arginin merupakan
prekursor untuk sintesis protein, serta oksida nitrat, urea, creatine, dan agmatine.8
Arginine yang tidak dimetabolisme oleh arginase ke ornithine diproses oleh salah
satu dari empat lainnya enzim: sintase oksida nitrat (menjadi oksida nitrat); arginin:
amidinotransferase glisin (menjadi creatine); arginin dekarboksilase (menjadi
agmatine); atau arginyl-tRNA sintetase (untuk menjadi arginyl-tRNA, prekursor
sintesis protein). Arginin juga merupakan aktivator alosterik dari synthase N-
acetylglutamate, yang mensintesis Nacetylglutamate dari glutamat dan asetil-CoA
(Appleton, 2002).
2.4 Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
Valanga nigricornis adalah serangga berukuran sedang sampai besar
dengan eksoskeleton yang berkembang, bersayap 2 pasang, tekstur sayap depan
lebih tebal, kaki belakang lebih besar yang berfungsi untuk melompat.
Setiap 100 gram belalang mentah rata-rata mengandung 170 kkal energi;
62,7% air; 26,8% protein; 3,8% lemak; dan 2,4% serat. Bila belalang dalam
keadaan kering, setiap 100 gram rata-rata mengandung 420 kkal energi; 7% air;
62,2% protein; 10,4% lemak; dan 15,8% karbohidrat. Salah satu faktor penting
-
18
dalam memilih serangga untuk bahan pangan adalah jumlah yang tersedia di satu
tempat dalam suatu waktu (Koswara, 2002). Gambar belalang kayu (Valanga
nigricornis) dapat dilihat dibawah ini:
Gambar 2.1 Belalang kayu (Valanga nigricornis)
Menurut Burmeister (1838), berikut adalah kedudukan taksonomi belalang
kayu (Valanga nigricornis):
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Orthoptera
Familia : Acrididae
Genus : Valanga
Species : Valanga nigricornis
Di Afrika, fase migrasi belalang dalam jumlah yang sangat banyak
sehingga mudah ditangkap dan dipanen disebut locust atau locustana. Locustana
banyak digemari di banyak negara, salah satunya Zimbabwe. Di Zimbabwe,
locustana atau belalang dikumpulkan sebelum fajar tiba, dimana serangga
tersebut dalam keadaan tidak aktif, sehingga mudah untuk ditangkap. Kemudian
belalang direbus dalam air mendidih, lalu dijemur sampai kering selama 1 – 2 hari.
Jika akan diolah, sayap dan kakinya dilepas dan kemudian belalang yang sudah
-
19
kering direndam dalam air hingga air teresap, dimasak dengan bawang merah,
tomat, dan hancuran kacang tanah berbumbu (Koswara, 2002).
Di Ethiopia, locustana ditumbuk dan direbus dengan susu, atau dikeringkan
dan digiling menjadi tepung. Tepung locustana atau belalang ini kemudain
dicampur dengan minyak sayur dan dipanggang menghasilkan makanan sejenis
cake. Belalang juga disangrai dan digoreng di Papua New Guinea. Di banyak
negara Afrika, belalang segar disangrai, diberi garam dan dikonsumsi sebagai
snack. Produk ini tinggi kandungan proteinnya dan mengandung lemak dalam
jumlah yang cukup.
2.5 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Tujuan dari pengeringan adalah
mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana mikroorganisme dan kegiatan
enzim yang dapat menyebabkan pembusukan akan terhenti, dengan demikian
bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama. Secara
umum keuntungan dari pengeringan ini adalah bahan menjadi awet dengan
volume bahan menjadi kecil sehingga memudahkan dalam pengangkutan
(Riansyah et al., 2013). Disamping keuntungannya, pengeringan juga mempunyai
beberapa kerugian, yaitu sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah,
misalnya bentuk, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan sebagainya.
Kerugian lainnya adalah ada beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan
sebelum dipakai, misalnya harus dibasahkan kembali (dehidrasi) sebelum
digunakan (Lubis, 2007).
-
20
Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih
rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat
terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lain. Meskipun perubahan-
perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan
perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Dengan
mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa
seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih
tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak
atau berkurang (Apriliyanti, 2010).
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas
dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan. Pertama panas harus ditransfer
dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap
air yang terbentuk harus dipindahkan melalui strukutur bahan ke medium
disekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida dimana cairan harus
ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi
panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus berdifusi melalui
berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan bentuk uap air yang
bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan
cara pemanasan yang digunakan (Hani, 2012).
2.5.1 Sun-Drying
Sun drying mungkin hanya dapat dilakukan di daerah di mana, dalam
setahun tahun rata-rata, cuaca memungkinkan untuk melakukan pengeringan
setelah panen. Keuntungan utama dari sun drying adalah modal dan operasional
yang rendah biaya dan fakta bahwa keahlian sedikit diperlukan. Kelemahan utama
dari metode ini adalah sebagai berikut: kontaminasi, pencurian atau kerusakan
-
21
oleh burung, tikus atau serangga; lambat atau intermiten pengeringan dan tidak
ada perlindungan dari hujan atau embun yang membasahi produk, mendorong
pertumbuhan jamur dan dapat mengakibatkan kadar air akhir yang relatif tinggi;
rendah dan variabel kualitas produk karena lebih atau di bawah standar
pengeringan; melelahkan karena tanaman harus diaktifkan, pindah jika hujan;
paparan langsung sinar matahari mengurangi kualitas (warna dan kadar vitamin)
dari beberapa buah-buahan dan sayuran. Selain itu, karena matahari pengeringan
tergantung pada faktor-faktor yang tidak terkendali, produksi seragam dan standar
produk yang tidak diharapkan
2.5.2 Oven-Drying
Pengeringan menggunakan oven dinilai lebih higienis daripada cara
pengeringan lain. Pengeringan dengan oven dapat dilakukan pengontrolan baik
suhu maupun waktu sehingga hasil dari pengeringan bisa diatur sesuai dengan
yang dikehendaki. Pengeringan menggunakan oven memiliki suhu yang stabil
sehingga pemanasannya dapat merata dan menyeluruh sehingga dapat
mengurangi kadar air lebih optimal. Proses pengeringan yang tidak tepat,
pengeringan yang terlalu lama atau cepat dan pengeringan yang tidak merata
serta perubahan suhu terlalu mendadak akan mengakibatkan adanya perubahan
sehingga hasil pengeringan dengan oven kompsisi nutrisinya lebih baik
dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari yang tidak bisa dikontrol
suhunya.
-
22
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Keterangan :
= yang diteliti
= yang tidak di teliti
Sun drying suhu 29-31°C selama 3 hari
Esensial
Kandungan Leusin
Non esensial
Kurangnya Asupan
Stunting/wasting pada anak
Kandungan Arginin
Oven drying suhu 50°C lama 7 jam
Asam amino
Kandungan Treonin
Pengeringan
Tepung Belalang kayu
Belalang kayu Valanga nigricornis (protein 26,8
gr/100 gr)
Protein
-
23
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep
Protein yang dibutuhkan oleh tubuh bisa didapat dalam bentuk asam amino.
Asam amino sendiri bisa didapat dari dalam tubuh sendiri karena bisa diproduksi
di dalam tubuh atau asam amino non esensial dan asam amino yang di dapat dari
luar tubuh misalnya atau asam amino esensial. Apabila asupan dari protein atau
asam-asam amino tersebut tidak tercukupi dapat berpengaruh pada pertumbuhan
khususnya anak-anak yang bisa menyebabkan stunting atau tinngi badan dibawah
normal serta wasting atau gizi kurang pada anak-anak.
Belalang kayu merupakan serangga yang mengandung protein tinggi yaitu
26,8gr/100gr bahan. Belalang kayu nantinya akan dibuat menjadi tepung sehingga
perlu melalui proses pengeringan. Pengeringan yang dilakukan menggunakan dua
metode yakni, sun dying dan oven drying. Dari pengeringan tersebut akan
didapatkan tepung belalang kayu. Dari tepung belalang kayu tersebut terdapat
kandungan asam-asam amino yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya adalah
leusin, treonin, dan arginin. Ketiga asam amino tersebut mempunyai fungsi
masing-masing yang salah satunya berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak. Sehingga dengan konsumsi belalang kayu dapat
mencegah atau menurunkan kejadian stunting serta wasting pada anak – anak.
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kandungan asam
amino leusin, arginin, dan treonin pada tepung belalang kayu dengan metode oven
drying dan sun drying
-
24
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analytical study dengan menggunakan
studi semi experimental. Dikatakan semi experimental oleh karena penelitian tidak
memiliki variabel kontrol, dimana penelitian bertujuan untuk menguji keberadaan
senyawa kandungan leusin, treonin dan arginin dalam tepung belalang kayu
(Valanga nigricornis) pada perlakuan menggunakan pengeringan matahari dan
pengeringan oven. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil berasal dari petani
belalang kayu di kabupaten Nganjuk, Jawa timur. Pada penelitian ini tidak
dilakukan replikasi oleh karena keterbatasan sampel.
4.2 Variabel Penelitian
4.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pengeringan sun drying
dan metode pengeringan oven drying.
4.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kandungan leusin, treonin, dan
arginin pada tepung belalang kayu.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakukan selama 3 bulan dari Desember 2016 sampai
Februari 2017.
a. Desa Jintel, Kab. Nganjuk untuk pengumpulan, pembersihan, dan
penyortiran belalang kayu.
-
25
b. Rumah peneliti di Kota Malang untuk penjemuran belalang kayu.
c. Lab. Diet Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang untuk pembuatan tepung belalang kayu.
d. Laboratorium Embrio Biotekindo Bogor untuk analisa kadar leusin,
treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu.
e. Laboratotrium Mutu dan Keamanan Pangan (Testing Laboratory of
Food Quality and Food Savety) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya untuk analisa
proksimat.
4.4 Alat dan Bahan
4.4.1 Alat untuk Pengeringan
4.4.1.1 Pengeringan Metode Sun-Drying
Alat yang digunakan pada pengeringan matahari adalah panci kukus
alumunium kapasitas 10 kg, kompor merek Quantum, wadah plastik ukuran 40 x
35 cm, alumunium voil merek Klin Pak, timbangan analog 3 kg merek Lion Star,
plastik wrap merek Klin Pak, tusuk gigi, wajan penggorengan alumunium, spatula,
dan kompor merk Rinai.
4.4.1.2 Pengeringan Metode Oven-Drying
Alat yang digunakan pada pengeringan menggunakan oven listrik adalah
pisau stainless-steel, talenan plastik, wadah plastik, nampan stainless-steel
ukuran 50x50 cm, Oven drying merek Agrowindo, dan timbangan analog 3 kg
merek Oxone OX-211.
-
26
4.4.2 Alat untuk Penepungan
Alat – alat yang dibutuhkan pada proses penepungan dalam penelitian ini
adalah grinder merk PHILIP, wadah plastik, ayakan 60 mesh, sendok dan stainless
steel, sendok sayur, plastik 1kg, timbangan digital 2 kg merek Tanita, dan sealer.
4.4.3 Alat untuk Analisis Asam Amino
Alat – alat yang dibutuhkan pada analisis asam amino dalam penelitian ini
adalah satu set intstrumen gas-spektroskopi massa (GCMS), satu set instrumen
kromatografi cair kerja ultra (UPLC).
4.4.4 Bahan untuk Analisis Asam Amino
Bahan-bahan yang dibutuhkan pada analisis asam amino dalam penelitian
ini adalah tepung belalang kayu Valanga nigricornis, NaOH, H2SO4 pekat, H3BO3,
KI, HCl, Formaldehid, Hexan, BF3, NaCl, Na2SO4, N-oktil alcohol.
4.5 Definisi Operasional
4.5.1 Belalang kayu (Valanga nigricornis)
Memiliki kriteria inklusi belalang hidup, tubuh berwarna kuning kecoklatan,
mempunyai bercak-bercak gelap pada femur, tibia berwarna merah, memiliki
anggota tubuh yang lengkap dan utuh. Pengukuran dilakukan menggunakan
pengamatan langsung.
4.5.2 Tepung belalang kayu
Merupakan belalang kayu (Valanga nigricornis) yang dimatikan dengan
cara menarik kepala belalang hingga terlepas dari tubuhnya kemudian dibersihkan
kotoran dan isi perut, dibilas dengan air mengalir, dilepas kaki dan sayapnya.
Setelah itu dikeringkan dengan cara dijemur atau dioven. Kemudian belalang yang
sudah kering digiling hingga menjadi tepung. Pengukuran pada tepung belalang
-
27
kayu (Valanga nigricornis) dilakukan dengan cara menimbang tepung belalang
sesuai dengan kebutuhan menggunakan timbangan. Hasil ukur pengukuran dalam
bentuk gram dengan skala ukur rasio.
4.5.3 Leusin
Asam amino rantai cabang (BCAA) yang memiliki tingkat oksidasi yang
lebih tinggi dari isoleusin dan valin. Pengukuran kandungan treonin dilakukan
dengan metode Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan
spektofotometer. Hasil pengukuran dalam bentuk miligram dengan skala ukur
rasio.
4.5.4 Treonin
Asam amino polar dan merupakan salah satu dari tiga asam amino
(treonin, serin dan tirosin) dengan rantai samping yang mengandung gugus
hydroxylic (OH). Pengukuran kandungan treonin dilakukan dengan metode Ultra
Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan spektofotometer.
Hasil pengukuran dalam bentuk miligram dengan skala ukur rasio.
4.5.5 Arginin
Asam amino semi-essensial yang mengandung empat atom nitrogen per
molekul. Pengukuran kandungan treonin dilakukan dengan metode Ultra
Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan spektofotometer.
Hasil pengukuran dalam bentuk miligram dengan skala ukur rasio.
4.5.6 Sun-drying
Metode pengeringan menggunakan radiasi sinar matahari yang dilakukan
dalam waktu 3 hari. Pengukuran dilakukan dengan cara visual dengan hasil ukur
sampel kering dan skala ukur nya adalah ordinal.
-
28
4.5.7 Oven-drying
Metode pengeringan menggunakan panas yang dihasilkan oleh oven.
Pengukuran dilakukan dengan pengukur waktu. Alat yang digunakan berupa jam
dilakukan selama 7 jam pada oven dengan suhu 50 oC. Skala ukur yang digunakan
adalah skala ukur ordinal.
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Persiapan sampel
4.6.1.1 Sun-drying
1. Belalang kayu yang telah dibersihkan kemudian dilakukan pengukusan
selama 30 menit dan selanjutnya diletakkan di atas nampan stainless steel dan
nampan plastik yang telah dilapisi alumunium foil.
2. Nampan kemudian ditutup dengan plastik wrap untuk menghindari
kontaminasi dan dilubangi untuk menjaga sirkulasi udara agar tidak lembab.
3. Setelah itu belalang kayu dijemur dibawah sinar matahari langsung dimulai
pada pukul 08.00 s.d. 15.00 WIB dan dimonitor setiap 2 jam sekali selama 3 hari.
4. Setelah kering belalang kayu disangrai dengan api kecil selama 5 menit.
5. Kemudian belalang kayu dihaluskan hingga menjadi tepung menggunakan
grinder.
6. Setelah dihaluskan, belalang kayu diayak dengan ayakan 60 mesh untuk
mendapatkan hasil tepung yang homogen.
4.6.1.2 Oven-drying
1. Belalang kayu yang telah dibersihkan diletakkan di atas nampan stainless
steel.
2. Panaskan drying oven hingga suhu 50 oC.
-
29
3. Belalang kayu dimasukkan ke dalam oven selama 7 jam yang dimonitor
setiap 1 jam sekali.
4. Belalang kayu yang telah kering dihaluskan hingga menjadi tepung
menggunakan grinder.
5. Kemudian belalang kayu diayak dengan ayakan 60 mesh untuk
mendapatkan hasil tepung yang homogen.
4.6.2 Analisis Asam Amino dengan UPLC
Analisa asam amino dilakukan oleh Laboran dari Laboratorium Embrio
Biotekindo Bogor dengan metode UPLC. Setelah dilakukan penggilingan akan
diambil sampel dari masing-masing perlakuan sebanyak 500 gram. Asam amino
dianalisis menggunakan teknik UPLC. Prinsip analisis asam amino ini adalah
protein dipecah menjadi asam amino melalui proses hidrolisis dengan HCl 6N.
Hidrolisat dilarutkan dengan buffer sodium sitrat dan masing-masing asam amino
tersebut akan dipisahkan dengan menggunakan UPLC. Sebelum dilakukan proses
hidrolisis, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi protein sengan menggunakan
metode Kjeldahl.
-
30
4.7 Alur Penelitian
Gambar 4.1 Alur Penelitian
Pencucian Belalang Kayu
(Valanga nigricornis)
Metode Pengeringan
Oven 50oC selama 7 jam
Metode Pengeringan
Matahari selama 3 hari Penggilingan
500 gram Tepung
Belalang Kayu
(Valanga nigricornis)
Analisa Asam amino
(Analisis UPLC)
Pengukusan selama 30 menit
Penggilingan
500 gram Tepung
Belalang Kayu
(Valanga nigricornis)
Pengayakan dengan
ayakan 60 mesh
Pengayakan dengan
ayakan 60 mesh
Analisa Asam amino
(Analisis UPLC)
Belalang Kayu
(Valanga nigricornis)
-
31
4.8 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4.8.1 Jenis Data
Data yang diperoleh merupakan data primer karena
penelitian yang dilakukan langsung oleh peneliti. Data primer yaitu
kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung
belalang kayu (Valanga nigricornis) yang dikeringkan dengan
metode sun drying dan oven drying.
4.8.2 Cara Pengumpulan Data
Data kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin
pada tepung belalang kayu (Valanga nigricornis) dengan metode
pengeringan sun drying dan oven drying diperoleh dari hasil
perhitungan kandungan asam amino dengan uji UPLC.
-
32
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Karakteristik Sampel
Sampel belalang kayu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
belalang kayu jenis Valanga nigricornis, jenis tersebut merupakan jenis yang biasa
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Sampel belalang kayu jenis Valanga nigricornis di dapatkan dari
petani belalang di Desa Jintel, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk. Sampel
belalang kayu bisa dilihat pada gambar 5.1 berikut:
Gambar 5.1 Sampel Belalang Kayu Valanga nigricornis
Kriteria belalang kayu yang digunakan untuk sampel sesuai dengan kriteria
inklusi yaitu, warna tubuh kuning kecoklatan, mempunyai bercak- bercak terang
pada femur belalang, tibia belakang berwarna merah pada pangkalnya, memiliki
anggota tubuh yang utuh dan hidup. Belalang kayu yang di gunakan untuk
penelitian ini sejumlah 6 kg belalang kayu segar
-
33
5.2 Pelaksanaan Penelitian
Belalang kayu yang sudah didapatkan kemudian akan diolah menjadi
tepung. Belalang kayu dimatikan terlebih dahulu dengan cara melepaskan sayap
dan dan tibia kemudian dilakukan pembersihan kotoran yang ada di dalam perut
belalang dan dibilas menggunakan air hangat. Selanjutnya akan dilakukan proses
pengeringan pada belalang kayu dengan dua metode pengeringan yaitu,
pengeringan dengan penjemuran sinar matahari dan metode pengeringan dengan
oven.
5.2.1 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode Penjemuran Matahari
Belalang yang sudah dibesihkan dipisahkan menjadi dua sesuai dengan
perlakuan dengan berat masing – masing 3 kg. Pada metode penjemuran matahari
belalang dijemur dibawah sinar matahari langsung dengan menggunakan wadah
yang ditutupi plastic wrap yang sudah dilubangi untuk menghindari kontaminasi
dari udara dan menjaga sirkulasi udara tetap berjalan. Proses penjemuran
dilakukan selama 3 hari hingga memiliki berat yang konstan. Setelah dijemur
belalang kemudian disangrai untuk menghilangkan kontaminasi bakteri. Setelah
disangrai kemudian belalang digiling menggunakan grinder kemudian diayak untuk
menghasilkan tepung yang homogen. Sampel tepung belalang kayu dengan
metode pengeringan penjemuran matahari dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut:
Gambar 5.2 Tepung Belalang Kayu Metode Penjemuran Matahari
-
34
Gambar diatas menunjukkan hasil tepung belalang kayu dengan metode
penjemuran matahari. Tepung belalang kayu tersebut kemudian dikemas dalam
plastik untuk dikirmkan ke laboratorium untuk dilakukan uji asam amino.
5.2.2 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode Pengeringan Oven
Pada metode pengeringan menggunakan oven ini, belalang kayu disimpan
terlebih dahulu didalam freezer. Setelah itu, belalang kayu di oven selama 7 jam
dengan suhu 50 oC. Setelah kering kemudian belalang digiling menggunakan
grinder kemudian di ayak untuk mendapatkan hasil tepung yang homogen. Hasil
tepung belalang kayu metode pengeringan oven dapat dilihat pada gambar 5.3
berikut:
Gambar 5.3 Tepung Belalang Kayu Metode Pengeringan Oven
Gambar diatas menunjukkan hasil tepung belalang kayu dengan metode
pengeringan oven. Tepung belalang kayu kemudian dikemas untuk dikirimkan ke
laboratorium untuk dilakukan uji asam amino.
5.3 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin
Kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang
kayu dengan metode pengerigan Sun-Drying dan Oven-Drying didapatkan dari uji
Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) yang dilakukan di Laboratorium
Embrio Biotekindo Bogor. Sampel yang digunakan adalah 500 g tepung belalang
kayu dengan metode pengeringan sun-drying dan 500 g tepung belalang kayu
-
35
dengan metode pengeringan oven-drying. Hasil uji asam amino leusin, treonin,
dan arginin dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin
Asam Amino Kandungan Asam Amino (%)
Metode Sun-Drying Metode Oven-Drying
Leusin
Treonin
Arginin
4,659 %
2,186 %
2,629 %
3,973 %
1,701 %
0,2275 %
Berdasarkan tebel hasil uji asam amino diatas, diketahui bahwa kandungan
asam amino leusin, treonin, dan arginin lebih besar pada tepung belalang dengan
metode pengeringan sun-drying.
Perbedaan kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada
tepung belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying dan oven-drying
dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut:
Gambar 5.4 Grafik Perbedaan Kandungan Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin pada Tepung Belalang Kayu Metode Pengeringan Sun-Drying dan Oven-Drying
4,66%
2,19%2,63%
3,97%
1,70%
0,23%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
Leusin Treonin ArgininKan
du
nga
n A
sam
Am
ino
(%)
Asam Amino
Kandungan Asam Amino (%) Metode Sun-Drying
Kandungan Asam Amino (%) Metode Oven-Drying
-
36
Pada gambar grafik diatas menunjukkan perbedaan kandungan asam
amino yang di uji antara perlakuan metode pengeringan sun-drying dengan oven
drying.
5.4 Hasil Uji Proksimat
Uji proksimat dilakukan pada sampel belalang segar dan tepung belalang
dengan dua metode pengeringan, yakni sun-drying dan oven-drying. Masing-
masing sampel sebanyak 100g dilakukan uji proksimat di Laboratorium Mutu dan
Keamanan Pangan (Testing Laboratory of Food Quality and Food Savety) Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Hasil uji proksimat dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Hasil Uji Proksimat
Parameter Belalang Segar Tepung Belalang
Metode Sun-Drying
Metode Oven-Drying
Protein (%)
Lemak (%)
Air (%)
Abu (%)
Karbohidrat (%)
17,79
1,34
71,76
0,78
8,33
55,9
6,43
9,75
3,03
24,89
57,31
4,08
10,07
2,9
25,64
Berdasarkan tabel hasil uji proksimat diatas, diketahui bahwa dari setiap
parameter yang diuji, terdapat kenaikan nilai kandungan gizi dari belalang segar
menjadi tepung belalang. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengolahan belalang segar
menjadi tepung belalang dapat meningkatkan nilai kandungan gizi belalang
tersebut.
-
37
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel
Belalang kayu (Valanga nigricornis) meupakan salah satu jenis belalang
yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia, khususnya di Daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Belalang kayu ini dapat dijadikan pangan alternatif tinggi
protein untuk pengganti makanan sumber protein konvensional seperti ayam, sapi,
dan ikan karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi dan juga ketersediannya
yang banyak sehingga mudah untuk didapatkan. Pengolahan pada belalang kayu
dapat meningkatan nilai mutu dari belalang kayu tersebut sehingga dapat dijadikan
sebagai pangan alernatif sumber protein. Pengolahan dengan cara pembuatan
tepung akan meningkatkan masa simpan dari suatu bahan dan dapat menjadi nilai
tambah suatu bahan.
Berdasarkan hasil uji proksimat yang sudah dilakukan pada penelitian ini,
diketahui bahwa belalang kayu segar memiliki kandungan protein 17,79 %; lemak
1,34 %; karbohidrat 8,33 %; air 71,76 %; dan abu 0,78 % dalam 100 gram bahan.
Uji proksimat juga dilakukan pada sampel tepung belalang dengan dua metode
pengeringan, pada metode pengeringan oven tepung belalang kayu memiliki
kandungan protein 57,31 %; lemak 4,08 %; karbohidrat 25,64 %; air 10,07 %; dan
abu 2,9 %, sedangkan pada metode pengeringan penjemuran matahari tepung
belalang kayu memiliki kandungan protein 55,9 %; lemak 6,43 %; karbohidrat
24,89 %; air 9,75 %; dan abu 3,03 %. Berdasarkan hasil uji tersebut kandungan
zat gizi pada belalang kayu mengalami peningkatan setelah diolah menjadi
tepung.
-
38
6.2 Kandungan Protein
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada tepung
belalang kayu, diketahui bahwa kandungan protein dalam 100 g belalang kayu
segar adalah 17,7 g protein, sedangkan kandungan protein dalam 100 g tepung
belalang kayu dengan metode sun-drying adalah 55,9 g dan kandungan protein
tepung belalang kayu dengan metode oven-drying adalah 57,3 g.
Dari hasil uji proksimat tersebut diketahui bahwa kandungan protein pada
tepung belalang kayu dengan metode oven-drying lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung belalang kayu dengan metode sun-drying. Hal ini terjadi karena
pada perlakuan tepung belalang kayu metode sun-drying, dilakukan pengkusan
sebelum dilakukan penjemuran. Pengolahan dengan pengukusan dapat mencapai
suhu hingga 100°C. Pengolahan dengan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air
bebas hilang dan terjadi koagulasi sehingga tekstur daging memadat, sejalan
dengan itu protein akan mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang
lebih sederhana. Pada proses tersebut menyebabkan berkurangnya kandungan
protein akibat pengaruh suhu selama proeses pengolahan. Semakin tinggi suhu,
maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, dan panas menyebabkan
sebagian protein larut dan ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari
daging (Purwaningsih et al., 2013).
6.3 Kandungan Asam Amino Leusin
Berdasarkan hasil pengujian asam amino kandungan leusin pada tepung
belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying berturut – turut adalah
sebesar 4,659 gram/100 gram, sedangkan kandungan leusin pada tepung
belalang kayu dengan metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 3,973
-
39
gram/100 gram. Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa kandungan leusin
lebih tinggi pada tepung belalang kayu dengan metode sun-drying dibandingkan
dengan metode oven-drying.
Menurut Shadung et al. (2012) yang melakukan penelitian tentang
pengaruh metode pengeringan terhadap kandungan asam amino pada hewan
sejenis kumbang yang biasa di konsumsi di Afrika, didapatkan hasil bahwa metode
pengeringan dengan oven dapat meningkatkan kandungan asam amino leusin,
sesuai dengan temuan Ekpe et al. (2007) pada biji mangga. Kenaikan kadar asam
amino setelah pengeringan mungkin karena efek enzim pada inhibitor tripsin.
Selain itu, suhu dan waktu pengolahan panas juga dapat mengubah kualitas
protein dan komposisi asam amino. Jika dikaitkan dengan penelitian ini,
kandungan protein pada belalang kayu yang sudah melewati proses pengeringan
memang meningkat dibandingkan dengan belalang kayu segar. Namun pada dua
perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini, kandungan asam amino leusin lebih
tinggi pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan penjemuran
matahari. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan suhu antara metode
pengeringan oven yang memiliki suhu lebih tinggi dari suhu metode penjemuran
matahari sehingga mempengaruhi komposisi kandungan asam aminonya.
Selain suhu, lama waktu pengeringan juga dapat mempengaruhi
kandungan asam amino. Ini didukung oleh penelitian Atowa et al. (2014), dimana
kandungan asam amino pada ikan makarel fillet asap yang dikeringkan dengan
oven pada suhu 70 – 80°C semakin menurun seiring dengan semakin lama waktu
pengeringan. Pengurangan asam amino pada sampel yang diolah dengan panas
tersebut dapat disebabkan oleh perubahan asam amino ke produk lain, yang
mungkin menyebabkan perpecahan ikatan disulfida dan pembebasan sulfida.
-
40
6.4 Kandungan Asam Amino Treonin
Berdasarkan hasil pengujian asam amino kandungan treonin pada tepung
belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying adalah sebesar 2,186
gram/100 gram, sedangakan kandungan treonin pada tepung belalang kayu
dengan metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 1,701 gram/100 gram.
Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa kandungan treonin lebih tinggi
pada tepung belalang kayu dengan metode sun-drying dibandingkan dengan
metode oven-drying.
Hal yang dapat mempengaruhi kandungan protein pada suatu bahan
adalah proses pemanasan. Proses pemanasan dapat menyebabkan protein
mengalami denaturasi. Pada saat pemanasan, panas akan menembus daging dan
menurunkan sifat fungsional protein. Pemanasan juga dapat merusak asam amino
sehingga dengan semakin meninkatnya suhu kadar asam amino akan semakin
menurun. Hal ini sesuai dengan hasil uji asam amino pada tepung belalang kayu
dimana kandungan asam amino lebih rendah pada perlakuan dengan pengeringan
oven dengan suhu 50°C dibandingkan dengan pengeringan dengan penjemuran
matahari yang memiliki suhu lebih rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Yuniarti
et al (2013) dimana kandungan protein pada ikan gabus mengalami penurunan
yang paling besar pada suhu pengeringan vakum 53°C. Penurunan ini disebabkan
oleh denaturasi protein yang disebabkan oleh suhu pemanasan tinggi.
6.5 Kandungan Asam Amino Arginin
Arginin merupakan asam amino yang diproduksi di hati dan beberapa
diantranya dalam ginjal. Arginin sangat penting bagi anak-anak karena fungsinya
yang bermanfaat untuk meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan
-
41
(Purwaningsih et al., 2013). Hormon pertumbuhan ini yang bertanggung jawab
untuk meningkatkan perkembangan otot, membakar lemak, dan mengatur sistem
imun (Fernandez, 2014).
Berdasarkan hasil pengujian asam amino kandungan arginin pada tepung
belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying adalah sebesar 2,629
gram/100 gram, sedangkan kandungan arginin pada tepung belalang kayu dengan
metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 0,2275 gram/100 gram.
Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa kandungan arginin lebih tinggi pada
tepung belalang kayu dengan metode sun-drying dibandingkan dengan metode
oven-drying.
Pada perlakuan dengan metode penjemuran sinar matahari, belalang kayu
terlebih dahulu mengalami proses pengukusan sebelum dijemur. Proses
pengukusan ini efektif untuk mengurangi kadar air pada belalang kayu sehingga
lebih cepat kering ketika dijemur dan juga proses pengukusan ini sedikit
menurunkan kandungan asam amino arginin. Hal ini didukung oleh penelitian
Purwaningsih et al., (2013) dimana pengukusan merupakan pengolahan dengan
penurunan asam amino terendah dibandingkan dengan perebusan pada sampel
ikan glodok. Penelitian ini menunjukkan penurunan kadar arginin pada ikan glodok
yang diolah dengan cara pengukusan adalah sebesar 0,16 %, dibandingkan
dengan perebusan yang menyebabkan penurunan arginin sebesar 1,89 %. Hal ini
juga didukung oleh penelitian Purwaningsih et al., (2013) pada sampel keong
ipong-ipong dimana kandungan asam amino pada daging keong ipong-ipong
kukus lebih kecil penurunannya dibandingkan dengan metode pengolahan
direbus. Penurunan kadar air pada proses pengukusan akan menyebabkan
protein lebih terkonsentrasi. Keluarnya air dari bahan pangan menyebabkan
-
42
protein lebih terkonsentrasi sehingga kandungan asam aminonya lebih baik
dibandingkan dengan metode lain.
6.6 Implikasi pada Bidang Gizi
Protein dalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C, H, O, dan N. Terdapat sembilan asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh
tubuh dan hanya bisa didapatkan dari asupan makan atau yang biasa disebut
sebagai asam amino esensial. Protein dan asam amino esensial berfungsi
terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekspresi genetik,
neurotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas dan untuk pertumbuhan
(WHO, 2002 dalam Hardinsyah et al., 2013). Mutu protein dalam makanan
ditentukan oleh komposisi dan jumlah asam amino esensial. Semakin lengkap
komposisi dan jumlah asam amino esensial, maka semakin tinggi mutu protein
pada suatu pangan. Kebutuhan protein yang baik dikonsumsi adalah 5-15 % dari
total kebutuhan energi dalam sehari (Hardinsyah et al., 2013)
Suatu bahan makanan dikatakan sebagai sumber protein apabila
mengandung 20 % protein per 100 gram bahan dalam bentuk padat dan 10 %
protein per 100 gram bahan dalam bentuk cair, sedangkan bahan makanannya
yang dapat dikatakan sebagai bahan makanan tinggi protein jika mengandung 35
% per 100 gram bahan protein dalam bentuk padat dan 17,5 % protein per 100
gram dalam bentuk cair (BPOM, 2011). Untuk standar asam amino yang
terkandung dalam bahan makanan adalah 6,6 gram/100 gram protein untuk leusin,
3,5 gram/100 gram protein untuk treonin, dan 5,2 gram/100 gram protein untuk
arginin (Atowa, 2014).
-
43
Berdasarkan hasil uji pada penelitian ini, kandungan protein pada tepung
belalang kayu adalah sebesar 57,31 % protein per 100 gram bahan pada metode
pengeringan oven dan 55,9 % protein per 100 gram pada metode pengeringan
penjemuran matahari. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa tepung
belalang kayu adalah bahan makanan tinggi protein. Oleh karena itu, pemanfaatan
tepung belalang sebagai alternatif pangan sumber protein sangat dianjurkan.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG), kebutuhan protein untuk anak
balita adalah 26 gram sehari. Jika persebaran kebutuhan protein dalam sehari
dibagi dalam tiga kali makan utama dan dua kali snack, maka untuk pemenuhan
protein satu kali snack dalam sehari adalah sekitar 10 % atau sebesar 2,6 g. Jika
dibandingkan dengan hasil uji proksimat, maka pemenuhan kebutuhan protein
dalam snack dapat dipenuhi dengan konsumsi 5 g tepung belalang kayu dengan
metode pengeringan oven.
Selain protein, asam amino juga sangat dibutuhkan oleh anak balita untuk
pertumbuhn dan perkembangan. Kebutuhan asam amino leusin untuk balita
adalah dan 54 mg/kg BB per hari. Kebutuhan treonin untuk balita adalah 24 mg/kg
BB per hari (FAO, 2011). Jika berat badan rata-rata balita adalah 12 kg, maka
kebutuhan asam aminno leusin adalah 648 mg dan treonin adalah 288 mg.
Kandungan leusin tepung belalang kayu dengan metode sun-drying adalah
sebesar 4,659 gram/100 gram, sedangkan kandungan leusin pada tepung
belalang kayu dengan metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 3,973
gram/100 gram. Untuk memenuhi kebutuahan leusin dalam sehari maka
dibutuhkan sekitar 139 g tepung belalang kayu metode sun-drying dan 163 g
tepung belalang kayu metode oven-drying.
-
44
Kandungan treonin pada tepung belalang kayu dengan metode sun-drying
adalah sebesar 2,186 gram/100 gram, sedangkan kandungan treonin pada tepung
belalang kayu dengan metode oven-drying adalah sebesar 1,701 gram/100 gram.
Untuk memenuhi kebutuhan asam amino treonin dalam sehari maka dibutuhkan
sekitar 131 g tepung belalang kayu metode sun-drying dan 169 g tepung belalang
kayu metode oven-drying.
Pemenuhan asam amino tersebut dapat dilakukan dengan konsumsi
tepung belalang tersebut dan ditambah dengan konsumsi bahan makanan lainnya
untuk menunjang kebutuhan asam amino dalam sehari.
6.7 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, tidak dilakukan replikasi karena keterbatasan sampel
sehingga penelitian ini tidak mendapatkan hasil yang akurat pada kandungan
asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu dengan
metode pengeringan oven dan penjemuran matahari. Selain itu, keterbatasan
pada penelitian ini adalah sampel belalang kayu untuk metode pengeringan oven
sempat mengalami penyimpanan dalam freezer selama dua hari dan pembuatan
sampel tepung belalang kayu metode pengeringan oven juga dilakukan selama
dua hari dikarenakan keterbatasan waktu dalam penggunaan laboratorium.
-
45
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan antara kandungan asam amino leusin, treonin, dan
arginin pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven
dan penjemuran matahari.
2. Kandungan asam amino leusin, treonin dan arginin pada tepung
belalang kayu metode pengeringan oven adalah 3,973 %; 1,701 %; dan
0,2275 %.
3. Kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung
belalang kayu metode pengeringan penjemuran matahari adalah 4,659
%; 2,186 %; dan 2,629 %.
7.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran, yaitu:
1. Perlu dilakukan replikasi pada sampel tepung belalang kayu untuk melihat
seberapa nyata perbedaan kandungan asam amino pada dua metode
pengeringan.
2. Perlu dilakukan upaya penyebarluasan informasi mengenai kandungan
asam amino pada tepung belalang kayu agar dapat dijadikan alternatif
bahan pangan sumber protein
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait pengolahan yang tepat pada
belalang kayu agar dapat menjadi pangan alternatif sumber protein yang
optimal.
-
46
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Y . 2007. Pengaruh metode pengeringan dan perlakuan blanching terhadap
parameter proses pengeringan dan mutu produk tiwul instan berbahan
baku singkong (Manihot esculente).
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Appleton, J. 2002. Arginine: Clinical Potencil of a Semi-Essential Amino Acid: A
Review, 7(6), 512-522.
Asthami, N., Estiasih, T., & Maligan, J. M. (2016). MIE INSTAN BELALANG KAYU
( Melanoplus cinereus ): KAJIAN PUSTAKA Instant Noodle from Wood
Grasshopper ( Melanoplus cinereus ): A Review, 4(1), 238–244.
Atowa, C. O., Nwabu, A. O., & Ogiedu, T. A. 2014. Storage and Drying Time Effects
on Digestibility and Amino Acid Compositionif Dried Smoked Horse Mackerel
(Trachurus trachurus) Fillets. International Journal of Food Science and
Nutrition Engineering, 4(4), 98-105.
Chapman, K. P. 2011. Impact of The Splanchnic Bed On The Dietary
Requirements for Threonine and Lysine in Humans. Faculty of Medicine.
University of Toronto.
Daryatmo, J. 2004. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Hidrolisis Pada
Tepun Belalang Kembara (Locusta sp.) Terhadap Degradasinya Secara In
Sacco. 29(3).
FAO. 2011. Dietary Protein Quality Evaluation in Human Nutrition. Report of an
FAO Expert Consultan. Auckland, New Zealand.
Fernandez, I. 2014. Asam Amino Esensial Untuk Tumbuh Kembang Anak.
Fakultas Tekonologi Pertanian. Universitass
top related