korelasi tata jenjang.docx
Post on 26-Oct-2015
1.629 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH STATISTIKA EKONOMI
TEKNIK KORELASI TATA JENJANG
Disususun oleh :
1. Fatma Widiastuti N. 7211412099 11.Sofrotul Nikhmah 7211412095
2. Edi Purnomo 7211412116 12. Dinda Arma 7211412
3. Nicco D. Firmansyah 7211412123 13. Evi Oktaviana 7211412088
4. Dicky Aryanto 7211412087 14. Rizky Arve D. 7211412070
5. Suci Astuti 7211412120 15. Ernawati 7211412098
6. Fitri Rofiqoh 7211412079 16. Laeli Zuhriyah 7211412117
7. Eni Fatmawati 7211412106 17. Adnan Suyoto 7211412094
8. Nurfiani Putri A. 7211412091 18. Kurnia Intan K. 7211412092
9. Bastian Dwi SBB 7211412112 19. Putri W. 7211412086
10. Niken Putri PS 7211412111 20. Annisa S.A.F. 7211412081
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TEKNIK KORELASI TATA JENJANG” dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Statistika Ekonomi. Ucapan terima kasih kepada Bapak Muhsin selaku dosen mata kuliah Statistika Ekonomi.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian khususnya menambah wawasan tentang statistika teknik korelasi tata jenjang.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semarang, 28 September 2013
Penyusun
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah:
Salah satu cabang ilmu matematika adalah statistik yang sangat diperlukan
dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah serta dalam menyelesaikan berbagai
masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti permasalahan pemerintah yang
dewasa ini sering dikejutkan dengan berbagai masalah di luar duagaan, misalnya:
bencana alam, melambungnya harga minyak dunia, kekacauan politik, dll. Untuk
itu, permasalahan tersebut harus segera diatasi agar tercapai kehidupan yang
seimbang, dengan mengambil keputusan serta langkah yang tepat.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pengambilan keputusan dan
penentuan kebijakan perlu didukung oleh hasil penelitian yang akurat. Agar
penelitian menghasilkan kesimpulan yang akurat, perlu didukung oleh data serta
analisis yang tepat.
Pada kenyataannya, antara permasalahan yang satu dengan lainnya
adakalanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Suatu kejadian baik
positif maupun negatif selalu dipengaruhi oleh sebab terjadinya. Suatu kejadian
atau permasalahan itu adakalanya dipengaruhi oleh satu faktor, dan adakalanya
dipengaruhi oleh beberapa faktor (variabel). Dalam ilmu statistik, Hartono
(004:68) menyebutkan bahwa beberapa hubungan antara dua variabel atau lebih
disebut korelasi (correlation). Hubungan antara dua variabel disebut korelasi
bivariat (bivariate correlation), sedangkan hubungan lebih dari dua variabel
disebut korelasi multivariat (multivariate correlation). Untuk itu dalam makalah
ini akan membahas beberapa masalah yang berkaitan dengan korelasi, khususnya
korelasi tata jenjang.
Rumusan Masalah:
1. Apakah definisi korelasi dan sejarah korelasi?
2. Apa saja macam-macam korelasi, macam-macam hubungan korelasi, dan
teknik korelasi ?
3. Apakah definisi teknik korelasi tata jenjang?
4. Apakah syarat-syarat teknik korelasi tata jenjang (penggunaan data
kordinal korelasi tata jenjang)?
5. Bagaimana cara menghitung dan menginterpretasikan korelasi tata
jenjang?
6. Bagaimana menganalisis koefisien korelasi tata jenjang?
Tujuan:
1. Mengetahui definisi korelasi daan sejarahnya
2. Mengetahui macam-macam korelasi, macam-macam hubungan korelasi
dan teknik korelasi
3. Mengetahui definisi teknik korelasi tata jenjang
4. Mengetahui syarat-syarat teknik korelasi tata jenjang(penggunaan data
kordinal korelasi tata jenjang
5. Mengetahui cara menghitung dan menginterpretasikan korelasi tata
jenjang
6. Mengetahui bagaimana menganalisis koefisien korelasi tata jenjang
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI DAN SEJARAH KORELASI
DEFINISI KORELASI
Korelasi adalah metode untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan dua
peubah atau lebih yang digambarkan oleh besarnya koefisien korelasi. Koefisien
korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antar
dua perubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan
hubungan sebab akibat antara dua perubah atau lebih, tetapi semata-mata
menggambarkan keterkaitan linier antar perubah. (Mattjik & Sumertajaya, 2000).
Korelasi adalah salah satu tekhnik yang digunakan untuk mencari
hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Korelasi
merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran
asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan
istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang
digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara
sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi
yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment
dan Korelasi Rank Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-
teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-
Kruskal, Somer, dan Wilson.
Korelasi berarti hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik ini kerap
kali menjadi pusat perhatian para ahli-ahli penyelidik, misalnya hubungan antara
permintaan dan penawaran, hubungan antara keadaan lingkungan dengan sifat
pribadi, hubungan antara kemelaratan dan kejahatan dan sebagainya. .Jika ada
korelasi antara dua variabel atau gejala, misalnya antara kemelaratan dan
kejahatan, biasanya orang segera menarik kesimpulan bahwa antara dua
variabel/gejala itu terdapat hubungan sebab akibat. Kesimpulan semacam itu
kerap kali tidak benar, sebab sungguhpun semua rangkaian sebab akibat mesti
menunjukkan korelasi, tetapi tidak semua korelasi menunjukkan sebab akibat.
Misalnya antara tinggi badan dan berat badan terdapat korelasi yang meyakinkan.
Akan tetapi itu tidak berarti bahwa berat badan menjadi sebab dari tinggi badan
atau tinggi badan mengakibatkan berat badan. Dalam hal semacam ini harus
diketahui faktor lain yang menjadi sebab dari gejala kedua variabel yang muncul
beriringan.
SEJARAH KORELASI
Sepanjang sejarah umat manusia, orang melakukan penelitian mengenai ada
dan tidaknya hubungan antara dua hal, fenomena, kejadian atau lainnya. Usaha-
usaha untuk mengukur hubungan ini dikenal sebagai mengukur asosiasi antara
dua fenomena atau kejadian yang menimbulkan rasa ingin tahu para peneliti.
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik
pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran
asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam
statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua
teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson
Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Selain kedua teknik tersebut,
terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi
Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer, dan Wilson.
Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan
asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan
berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika
tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel
(kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson
data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala
ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur
diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan
pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien
korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif,
korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah
suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika
koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat
ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi diketemukan
+1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan
linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif.
Jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut
sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan
(slope) negatif.
Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis, karena
kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel X
mempengaruhi variabel Y secara sempurna. Jika korelasi sama dengan nol (0),
maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
Dalam korelasi sebenarnya tidak dikenal istilah variabel bebas dan variabel
tergantung. Biasanya dalam penghitungan digunakan simbol X untuk variabel
pertama dan Y untuk variabel kedua. Dalam contoh hubungan antara variabel
remunerasi dengan kepuasan kerja, maka variabel remunerasi merupakan variabel
X dan kepuasan kerja merupakan variabel Y.
2. MACAM-MACAM DAN TEKNIK KORELASI
MACAM-MACAM KORELASI
1. Korelasi positif adalah tingkat hubungan antara dua variabel yang mempunyai
ciri, bahwa perubahan variabel independent x (variabel bebas x) diikuti oleh
perubahan variable dependent y (variabel tidak bebas y) secara “searah.”
2. Korelasi negatif adalah tingkat hubungan antara dua variabel yang mempunyai
ciri, bahwa perubahan variabel independent x (variabel bebas x) diikuti oleh
perubahan variabel dependent y (variabel tidak bebas y) secara
“berlawanan”.
3. Korelasi sederhana (simple corelation) : Adalah tingkat hubungan yang terjadi
antara 2 (dua) variabel saja.
4. Korelasi Multiple (Multiple Corelation) : Yaitu tingkat hubungan yang tejadi
antara 2 (dua) variable atau lebih. Misalkan pada model regrsi linier multiple
( y = a0 + a1x1 + a2x2 + e ), maka maksud dan pengertian dari pernyataan di
atas adalah: Tingkat hubungan antara y dengan x1 atau tingkat hubungan
antara y dengan x2 atau tingkat hubungan antara x1 dan x2.
5. Korelasi sempurna (perfect corelation) : Maksud dan pengertian dari Korelasi
sempurna antara 2 variabel, yaitu suatu kondisi bahwa setiap nilai variabel
bebas x akan terdapat pada setiap nilai variabel tidak bebas y nya. Hal ini dapat
diartikan pula, bahwa garis regresi yang terbentuk dari data yang tersebar
(terdistribusi) adalah merupakan tempat kedudukan dari data – data dimaksud,
sehingga nilai r nya =1 atau r = -1
6. Korelasi Tidak Sempurna (Imperfect Corelation) : Korelasi antara 2 (dua)
variabel dikatakan tidak sempurna, jika titik–titik yang tersebar tidak
terdistribusi tepat pada satu garis lurus.
7. Korelasi yang mustahil (nonsense corelation): Korelasi antara dua variabel
yang seolah-olah ada tetapi tidak ada.
MACAM-MACAM HUBUNGAN DALAM KORELASI
Pada dasarnya terdapat 3 macam sifat hubungan dalam korelasi :
1. Hubungan searah atau positif
Perubahan satu variabel (X1) bergerak secara searah dengan variavel
lainnya (X2).
Sebagai contoh hubungan antara biaya iklan (X1) dan jumlah penjualan
(X2); antara penghasilan (X1) dan pengeluaran konsumsi (X2).
2. Hubungan Berkebalikan dan Negatif
Sebagai contoh hubungan antara umur kendaraan dengan harga. Semakin
tinggi(tua/besar) nilai umur kendaraan maka nilai jualnya akan turun
(kecuali mungkin dalam kendaraan antik)
3. Tak Ada Hubungan
Kedua variabel yang di korelasikan tidak berhubungan sama sekali
TEKNIK KORELASI
Macam/tingkatan data Teknik korelasi yang digunakan
Nominal Koefisien contingency
Phi
Ordinal Spearman Rho
Kendall tau
Interval dan ratio Person product momen
Korelasi ganda
Korelasi parsial
Seperti telah ditujukan pada tabel diatas, bahwa teknik yang digunakan
untuk menguji hipotesis asosiatif (hubungan antar variabel) diantaranya :
1. Koefisien contingency digunakan ketika untuk menentukan hubungan antara 2
variabel yang diukur pada skala diskrit nominal, serupa dengan yang
digunakan dalam koefisien phi, yang menggunakan data dengan skala diskrit
nominal dan dalam tabel 2x2. Koefisien contingency tidak hanya digunakan
dengan tabel 2x2 saja, akan tetapi juga dengan perluasan kombinasi tabel
3x5,4x3. Koefisien contingency disimbolkan dengan C,dengan formula yang
digunakan adalah :
C = √ x 2x 2+N
Karena koefisien contingency bertolak dari analisis X2, maka pembahasan lebh
lanjut koefisien contingency akan dibahas ulang dalam kajian analisis X2.
2. Koefisien Phi : kasus dari pearson r ketika kedua variabel diskrit atau dikotomi
adalah digunakannya koefisien phi untuk kepentingan analisis data. Formula
yang digunakan adalah :
∅= BC−AD
√ ( A+B ) (C+D ) ( A+C ) ( B+D )
Tabel 2x2 :
Variabel X
Variabel Y
3. Korelasi Spearman merupakan alat statistic untuk mengukur keeratan
hubungan, data yang diukur memiliki skala ordinal . korelasi yang didasarkan
atas tingkatan atau peringkat dari variabel bebas dan variabel tak bebas.
Formula yang digunakan adalah :
ρ=1−6∑ d 2
n (n2−1 )
Dimana :
d = ranking X-ranking Y
n = banyaknya pasangan ranking
4. Korelasi Kendall Tau merupakan statistik nonparametrik. Korelasi ini
digunakan pada data sama seperti data yang digunakan pada korelasi spearman
yaitu sekurang-kurangnya data ordinal. Simbol yang biasa digunakan pada
ukuran populasinya adalah (tau) dan ukuran sampelnya adalah T . Formula T
adalah sebagai berikut:
dimana:
A B
C D
S adalah total skor seluruhnya (grand total), yang merupakan jumlah skor
urutan kewajaran pasangan data pada salah satu variabel. Jika urutan ranking
wajar diberi skor +1, jika urutan ranking tdk wajar diberi skor –1. N adalah
banyaknya pasangan ranking.
5. Korelasi pearson atau sering disebut korelasi product moment merupakan alat
uji statistic yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif dua variabel bila
datanya berskala interval atau rasio. KPM dikembangkan oleh karl
pearson(hasan,1999). Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah
sebagai berikut dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing
pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment,
sebagai berikut :
6. Korelasi parsial digunakan untuk menganalisis bila peneliti ingin mengetahui
pengaruh atau mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen,
di mana salah satu variabel independennya dibuat tetap atau dikendalikan.
Hasil penghitungan korelasi antarvariabel dalam pembicaraan di atas dilakukan
untuk tiap variabel secara berpasangan tanpa melibatkan variabel-variabel lain
yang tidak sedang dihitung. Untuk analisis korelasi ganda yang terdiri atas dua
variable bebas (X1 dan X2) dengan satu variable terikat (Y), ada 2 (dua)
korelasi parcial yaitu:
Korelasi parsial antara X1 dengan Y, dan variable X2 dikendalikan/tetap
rumusnya.
Korelasi parsial antara X2 dengan Y, dan variabel X1 dikendalikan/tetap
rumusnya
7. Korelasi ganda (multiple correlation) adalah korelasi antara dua atau lebih
variable bebas secara bersama-sama dengan suatu variable terikat. Angka yang
menunjukkan arah dan besar kuatnya hubungan antara dua atau lebih variable
bebas dengan satu variable terikat disebut koefisien korelasi ganda, dan basa
disimbolkan R.
Rumus korelasi ganda dari dua variable bebas (X1 dan X2) dengan satu
variable terikat (Y) sbb:
Dimana:
= koefisien korelasi ganda antara X1 dan X2 bersama-sama dengan Y
= Koefisien korelasi antara X1 dengan Y
= Koefisien korelasi antara X2 dengan Y
= Koefisien korelasi antara X1 dengan X2
3. DEFINISI TEKNIK KORELASI TATA JENJANG (Rank Difference
Correlation)
Teknik korelasi tata jenjang diciptakan oleh Spearman. Teknik ini
merupakan salah satu teknik analisis korelasional yang paling sederhana. Pada
teknik ini besar kecilnya korelasi antara variabel yang sedang diselidiki
korelasionalnya, dihitung berdasarkan perbedaan urutan kedudukan skor
pasangan dari tiap subjek. Skor tiap subjek diubah dahulu menjadi urutan
kedudukan dalam kelompoknya pada kedua variabel yang akan dikorelasikan.
Dengan kata lain, data yang semula berupa data interval diubah menjadi data
ordinal atau data berjenjang.
Persyaratan teknik ini adalah kedua variabel yang akan dikorelasikan
merupakan skala atau data ordinal Teknik korelasi tata jenjang dapat efektif
digunakan apabila subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian lebih dari
sembilan dan kurang dari 30. Bila jumlah subjek 30 atau lebih sebaiknya tidak
menggunakan teknik korelasi ini. Lambang korelasi tata jenjang adalah huruf _
(baca:Rho). Besarnya _ sebagai angka indeks korelasi berkisar antara - 1,00
sampai dengan 1,00. Tanda minus (–) di depan angka indeks korelasi
menunjukkan arah korelasi yang negatif, demikian pula sebaliknya. Telah
dijelaskan bahwa teknik korelasi adalah teknik statistika yangdigunakan untuk
mengetahui hubungan antara dua buah gejala. Jika gejala yang kita hadapi
kedua gejala itu berskala interval, maka teknik korelasi yang sesuai adalah
korelasi product moment.
Jika diproduct moment tidak tepat lagi, karena itu kita harus
menggunakan teknik korelasi yang lain yang lebih tepat, yaitu teknik korelasi
tata jenjang. Teknik korelasi tata jenjang disebut juga disebut rank difference
correlation dikembangkan oleh Charles Spearman, dimaksudkan untuk
menghitung dan menentukan tingkat korelasi antara 2 gejala yang keduanya
berskala ordinal atau tata jenjang. Data ordinal elalu menunjukkan perbedaan
besar antara 2 variabel yang satu dengan yang lain. Jadi variabel yang akan
dikorelasikan berdasarkan perbedaan urutan kedudukan skornya, buka pada
skor hasil pengukuran yang sebenarnya.
Korelasi spearman mempunyai fungsi yang mirip dengan korelasi
linier, hanya saja yang digunakan dalam koreasi spearman adalah nilai-nilai
peringkat dari variabel x dan y, bukab nilai sebenarnya. Korelasi Spearman
Atau sering kali disebut sebagai korelasi Tata Jenjang. Digunakan untuk jenis
data Ordinal, baik Variabel X maupun Y. Apabila jenis data yang akan di
analisis berjenis Interval atau Rasio, maka harus diubah dulu menjadi Ordinal.
Teknik korelasi ini masuk kategori statistik non parametrik sehingga tidak
harus memenuhi syarat-syarat keparametrikan.
Korelasi Speraman (rho) digunakan untuk menguji hipotesis hubungan
antara dua variabel dan Untuk melihat kuat lemahnya hubungan dan arah
hubungan antara dua variabel. Teknik korelasi tata jenjang ini angka indek
korelasinya dilangbangkan dengan huruf ρ (baca:Rho). Seperti halnya rxy
maka angka indek korelasinya berkisar antara 0,00 sampai dengan ±1,00.
Teknik analisis korelasi tata jenjang ini dapat evektif digunakan apabila subyek
yang dijadikan sampel dalam penelitian lebih dari sembilan tetraapi kurang dari
sembilan puluh; dengan kata lain N antara 10 – 29, karena itu apabila N
samadengan atau lebih dari 30, sebaiknya jangan digunakan teknik korelasi ini.
4. Syarat-Syarat Penggunaan Korelasi Tata Jenjang
Tidak semua data dapat dianalisis menggunakan teknik korelasi tata
jenjang. Adapun syarat-syarat data yang dianalisis menggunakan teknik
korelasi tata jenjang sebagai berikut:
1. Data harus berskala ordinal
Dalam rumus koefisien korelasi, yaitu:
r s=1−6∑
i=1
n
d i2
n3−n
terdapat harga d yaitu beda urutan sekor pada variabel I dan II dimana
variabel tersebut berupa ranking. Jadi jika data tidak dalam bentuk
ranking/ordinal, maka harga d tidak dapat dicari sehingga nilai koefisien
korelasi tata jenjangnya juga tidak dapat ditentukan. Jika data yang ada
bukan data ordinal, maka untuk menjadikannya ordinal masing-masing
variabel diranking. Jika terdapat nilai data yang sama maka rankingnya
adalah rata-ratanya.
2. Banyaknya data dari masing-masing variabel harus sama
Jika banyak data antara variabel yang satu dengan lainnya tidak
sama, maka akan ada data yang tidak terpakai. Jika terjadi yang demikian,
maka yang harus dilakukan adalah membuang data yang tidak mempunyai
pasangan tersebut sehingga banyaknya data antara variabel satu dengan
lainnya sama.
3. Penggunaan Data Ordinal Dalam Korelasi Tata Jenjang
Metode nonparametrik atau dikatakan juga sebagai metode kualitatif
merupakan metode yang bersifat historis, komperatif dan sebagainya,
sehingga dalam pelaksanaan analisis dari data yang bersifat kualitatif
tersebut perlu dilakukan tahapan tersendiri dalam melakukan langkah
perhitungan dan pengujiannya. Data yang berskala ordinal (jenjang) dimana
dalam data ini urutan kode angka mempunyai arti berdasarkan urutan
tingkat kepentingan, misalnya sangat bagus, bagus, cukup bagus, jelek dan
sangat jelek, masing-masing dengan kode 1,2,3,4,5, maka urutan angka-
angka tersebut mempunyai arti urutan ke bawah.
Untuk dapat melakukan analisis data yang bersifat kualitatif,
khususnya data ordinal, langkah yang diperlukan adalah menaikkan
peringkat data sehingga menjadi sekurang-kurangnya berskala interval.
Perlakuan menaikkan peringkat data dari skala ordinal menjadi sekurang-
kurangnya berskala interval yaitu dengan cara memberikan ranking terhadap
data-data kualitatif tersebut, karena data yang bersifat kualitatif tidak dapat
dioperasikan sebagaimana halnya data yang berskala kuantitatif.
Salah satu cara yang dianggap termudah adalah dengan ranking data
agar data yang dimiliki dapat dilakukan analisis. Koefisien korelasi tata
jenjang merupakan ukuran derajat keeratan hubungan antara dua variabel
atau lebih yang masing-masing diukur dalam skala ordinal. Jadi, telah
tersedia teknik untuk menganalisis data jika data tersebut berupa data
ordinal (jenjang), yaitu menggunakan teknik korelasi tata jenjang dengan
rumus:
r s=1−6∑
i=1
n
d i2
n3−n
dengan d adalah beda urutan sekor antara variabel I dengan variabel II yang
telah diranking. Dengan kata lain, dalam rumus koefisien korelasi tata
jenjang, data harus berupa ranking/ordinal, jika data tidak berupa data
ordinal, maka data tersebut harus diberi ranking agar dapat dikerjakan
dengan rumus korelasi tata jenjang. Itulah yang menjadi alasan mengapa
dalam korelasi tata jenjang harus menggunakan data ordinal.
5. CARA MENGHITUNG DAN MENGITERPRETASIKAN KORELASI
TATA JENJANG
Contoh penerapan rumus koefisien korelasi tata jenjang
Data ordinal
Jika diberikan data sebagai berikut:
No. Nama Siswa
Nilai
Ranking Kelas
I(X)
Ranking Kelas
II(Y)
1 Ahmad 1 2
2 Cici 2 3
3 Ade 3 1
4 Dede 4 5
5 Edi 9 7
6 Eko 6 9
7 Ida 8 6
8 Irma 10 4
9 Bondan 5 8
10 Indra 7 10
11 Rina 11 12
12 Aldo 12 11
Tabel 3.1: Data Ranking Siswa Pada Saat Kelas 1 dan Kelas II
Karena data sudah dalam bentuk ranking, maka tinggal mencari beda
kuadrat dari kedua himpunan ranking tersebut dan mensubstitusikannya dalam
rumus koefisien korelasi tata jenjang. Adapun proses perhitungannya sebagai
berikut:
Mencari beda kuadrat kedua himpunan ranking, adapun rumus beda
kuadrat antara kedua himpunan ranking adalah:
d2=(x− y )2
sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut:
No. Nama Siswa
Nilai
d = x - y d2=(x− y )2Ranking
Kelas I(X)
Ranking
Kelas II(Y)
1 Ahmad 1 2 -1 1
2 Cici 2 3 -1 1
3 Ade 3 1 2 4
4 Dede 4 5 -1 1
5 Edi 9 7 2 4
6 Eko 6 9 -3 9
7 Ida 8 6 2 4
8 Irma 10 4 6 36
9 Bondan 5 8 -3 9
10 Indra 7 10 -3 9
11 Rina 11 12 -1 1
12 Aldo 12 11 1 1
∑ d−0 ∑ d2−80
Tabel 3.2: Perhitungan Beda Kuadrat Kedua Himpunan Ranking Kelas
Mensubstitusikan kedalam rumus koefisien korelasi tata jenjang:
r s=1−6∑
i=1
n
d i2
n3−n
r s=1−6 (80)
123−12
r s=1− 4801728−12
r s=1− 4801716
r s=1−0,27972
r s=0,7208
Jadi koefisien tata jenjang antara ranking kelas I dengan ranking kelas II
adalah sebesar 0.72028. besar koefisien tersebut menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang kuat antara ranking kelas I dengan ranking kelas II. Koefisien
tersebut bertanda positif, artinya kenaikan anking kelas I diikuti dengan naiknya
ranking pada saat kelas II dan sebaliknya.
Cara Menginterpretasikan Indeks Korelasi Tata Jenjang
Menurut sudijono, (1987), ada tiga macam cara menghitung korelasi tata
jenjang, yaitu dalam keadaan :
1. Tidak terdapat urutan yang kembar
Cara menghitung seperti ini digunakan apabila tidak ada sekor yang sama pada
tiap variabel.
2. Terdapat urutan yang kembar dua
Cara menghitung seperti ini digunakan apabila terdapat dua urutan kedudukan
yang sama, dalam keadaan ini maka urutan kedudukan yang kembar tersebut
dijumlahkan lalu dibagi dua, sehingga kedua skor tersebut mendapat urutan
kedudukan yang sama.
3. Urutan yang kembar ada tiga atau lebih
Apabila ada tiga skor yang sama atau lebih, maka perlu dilakukan perhitungan
yang lebih teliti. Cara yang sederhana adalah menjumlahkan urutan kedudukan
yang sama lalu dibagi dengan banyaknya skor yang sama.
Cara lain untuk menentukan urutan kedudukan yang sama, dapat dihitung pula
dengan rumus berikut ini :
Re=√M R 2+n2−1
12
Keterangan :
Re = Rank (urutan kedudukan) dari skor yang sama
MR = Rata – rata dari urutan kedudukan
N = banyaknya skor yang sama
1 dan 2 = bilangan konstan
Langkah-langkah menghitung dan menginterpretasikan korelasi tata
jenjang berikut ini.
1. Merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
2. Menyiapkan tabel kerja atau tabel perhitungan. Kolom 1 memuat no urut
subjek,kolom 2 memuat beberapa skor variabel 1 dan kolom 3 memuat
beberapa skor variabel 2.
3. Menetapkan urutan kedudukan skor yang terdapat pada variabel 1 (R1) pada
kolom 4 dan variabel 2 (R2) pada kolom 5, urutan dimulai dari skor yang
tertinggi ke skor yang terendah.
4. Menghitung perbedaan urutan kedudukan tiap pasangan skor antara variabel 1
dan variabel 2 (B = R1 – R2) pada kolom 6, lalu jumlahkan B (ΣB).
5. Mengkuadratkan tiap-tiap B (B2) pada kolom 7, lalu dijumlahkan (ΣB2).
6. Menghitung korelasi tata jenjang dengan rumus berikut ini.
ρ=1−6∑ D2
n(n2−1)
D = menunjukkan perbedaan setiap pasang jenjang
N = menunjukkan jumlah pasang jenjang
1 dan 6 = angka konstan
7. Memberikan interpretasi terhadap hasil korelasi dengan membandingkan pada
nilai tabel RHO (Spearman) pada taraf signifikansi tertentu.
6. ANALISIS RUMUS KOEFISIEN KORELASI TATA JENJANG
KOEFISIEN KORELASI
Selain arah korelasi, permasalahan yang juga penting adalah seberapa
besar tingkat keeratan hubungan antara dua variabel. Misalnya ada yang
mengatakan hubungan antara merokok dengan narkoba sangat erat. Maka akan
muncul pertanyaan seberapa erat hubungan tersebut? Untuk menentukan keeratan
hubungan tentu akan lebih mudah kalau kita membacanya dalam angka bukan
kualitatif. Penyelidikan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel diawali
dengan usaha untuk menemukan bentuk terdekat dari hubungan tersebut dengan
cara menyajikan dalam bentuk diagram pencar (scatter plot).
Diagram ini menggambarkan titik-titik pada bidang X dan Y, di mana
setiap titik ditentukan oleh pasangan nilai X dan Y. Apabila dari diagram pencar
tersebut dapat ditarik garis yang sesuai dengan pola diagram pencar tersebut,
berarti variabel-variabel itu memiliki hubungan yang linier. Sebaliknya jika pada
diagram pencar tersebut tidak dapat ditarik garis yang mengandung pola tertentu,
hubungan yang terjadi adalah non linier.
Ukuran yang menentukan terpencarnya titik-titik pada diagram pencar
sekitar garis lurus yang paling sesuai dengan letak titik-titik itu dan jika antara
variabel-variabel itu mempunyai hubungan linier, dinamakan koefisien korelasi.
Dengan kata lain, koefisien korelasi merupakan ukuran besar kecilnya atau kuat
tidaknya hubungan antara variabel-variabel apabila bentuk hubungan tersebut
linier.
Koefisien korelasi sering dilambangkan dengan huruf (r). Koefisien
korelasi dinyatakan dengan bilangan, bergerak antara 0 sampai +1 atau 0 sampai -
1 Nilai korelasi mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat,
sebaliknya korelasi yang mendekati nilai 0 berarti terdapat hubungan yang lemah.
Apabila korelasi sama dengan 0, berarti antara kedua variabel tidak terdapat
hubungan sama sekali. Apabila korelasi +1 atau -1, berarti terdapat hubungan
yang sempurna antara kedua variabel.
Notasi positif (+) atau negative (-) menunjukkan arah hubungan antara
kedua variabel. Notasi positif (+) berarti hubungan antara kedua variabel searah
(positive correlation), jika variabel satu naik maka variabel yang lain juga naik.
Notasi negative (-) berarti kedua variabel berhubungan terbalik (negative
correlation), artinya kenaikan satu variabel akan diikuti dengan penurunan
variabel lainnya. Arah dan nilai koefisien dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Jika nilai r 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif (positive
correlation), yaitu makin besar nilai variabel X makin besar pula nilai variabel
Y, atau makin kecil nilai variabel X makin kecil pula nilai variabel Y yang
akan diprediksi.
2. Jika, nilai r 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif (negative
correlation), yaitu makin besar nilai variabel X makin kecil nilai variabel Y,
atau makin kecil nilai variabel X maka makin besar pula nilai variabel Y.
3. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dan
variabel Y.
4. Jika nilai r = 1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan linier
sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk r yang makin mengarah ke
angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.
Hal yang harus dijelaskan disini adalah bahwa analisis korelasi hanya
mengukur ko-variasi. Pengukuran ini bersifat numeric dan menunjukkan suatu
korelasi yang terdapat antara dua atau lebih variabel. Pengukuran ini tidak
menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat, ini adalah suatu hal yang harus
digarisbawahi. Dua variabel yang sudah terbukti mempunyai hubungan atau
korelasi tidak berarti mempunyai hubungan sebab-akibat, tetapi hubungan sebab-
akibat pasti menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai hubungan. Terdapat
tiga jenis pembagian korelasi, yaitu pertama: korelasi positif dan korelasi negatif
yang telah diuraikan di atas Kedua korelasi sederhana, parsial, dan ganda. Ketiga,
korelasi linier dan linier.
Korelasi sederhana terjadi apabila variabel yang kita pelajari hanya dua
buah, sedangkan untuk korelasi parsial dan ganda lebih dari dua variabel terlibat
dan kita mempelajarinya secara bersamaan. Korelasi ganda berisi pengukuran
hubungan antara satu variabel dependen (bebas) dan dua atau lebih variabel
independen (terikat). Sedangkan dalam korelasi parsial, kita mengukur hubungan
antara satu variabel dependen (bebas) dan satu variabel independen (terikat)
dengan mengasumsikan bahwa variabel yang lainnya dalam keadaan konstan.
Korelasi dikatakan linier apabila perbandingan besar perubahanyang
terjadi pada satu variabel sama dengan besar perubahanyang terjadi pada variabel
yang lain. Sedangkan korelasi non-linier terjadi apabila perbandingan besar
perubahan yang terjadi pada satu variabel tidak sama dengan besar perubahanyang
terjadi pada variabel yang lain. Hubungan linier dan non-linier dapat kita lihat
ketika kita memetakan hubungan yang ada dalm grafik, terlihat korelasi linier
membentuk garis lurus, sedangkan korelasi non-linier membentuk kurva.
Uji hubungan melalui teknik statistik korelasi dapat dilakukan terhadap
bermacam data, baik data yang berskala interval, ordinal maupun nominal.
Korelasi yang dipergunakan untuk uji hubungan antarsesama data interval adalah
korelasi produk moment dari Pearson (Pearson product moment correlation). Jika
yang dikorelasikan adalah antara data yang berskala ordinal, teknik korelasi yang
digunakan adalah korelasi tata jenjang (rank-order correlation). Sebaliknya jika
yang dikorelasikan adalah antara data berskala interval dengan yang berskala
nominal, teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi point-biserial (point-
biserial correlation). Adapun tujuan teknik analisis korelasional adalah sebagai
berikut:
1. Ingin mencari bukti apakah benar terdapat korelasi antara variabel yang satu
dengan variabel yang lainnya berdasarkan data yang ada atau diperoleh.
2. Ingin menjawab pertanyaan apakah korelasi antar variabel tersebut termasuk
korelasi yang kuat, cukupan atau lemah (kalau memang ada korelasinya).
3. Ingin memperoleh kejelasan dan kepastian apakah korelasi antar variabel
tersebut merupakan korelasi yang signifikan atau tidak.
4. Untuk mengadakan interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi dengan
ketentuan : antara 0,8 s/d 1.0 (sangat tinggi), 0,6 s/d 0,8 (tinggi), 0,4 s/d 0,6
(cukup), 0,2 s/d 0,4 (rendah), dan 0,0 s/d 0,2 (rendah sekali).
Teknik Korelasi Tata Jenjang
Metode ini dikembangkan oleh Charles Spearman tahun 1904. Kalau pada
Pearson, korelasi pasangan variabel X dan Y diukur secara langsung, tetapi pada
motede Tata Jenjang sedikit berbeda. Metode ini mengukur keeratan hubungan
berdasarkan rangking dari masing-masing data sehingga disebut rank correlation
coefficient. Sebelum dianalisis, terlebih dahulu data disusun berdasarkan rangking
terhadap data lain. Rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi tata jenjang
adalah sebagai berikut:ρ=1−6∑ D2
n(n2−1)
Di mana: n = banyaknya pasangan data. d = selisih dari tiap pasangan
rangking.
Tidak seperti korelasi Pearson, korelasi Tata Jenjang tidak mengasumsikan
bahwa hubungan dua variabel bersifat linear. Juga tidak mengharuskan datanya
berupa data interval atau rasio. Korelasi Tata Jenjang dapat digunakan untuk
data-data ordinal. Rangking-rangking dalam korelasi spearman tidak
mencerminkan posisi jarak yang sama.
Dalam korelasi Tata Jenjang sumber data untuk kedua variabel yang akan
dikonversikan dapat berasal dari sumber yang tidak sama, jenis data yang akan
dikorelasikan adalah data ordinal, serta data dari kedua variabel tidak harus
membentuk distribusi normal. Jadi korelasi Tata Jenjang adalah bekerja dengan
data ordinal atau berjenjang atau ranking, dan bebas distribusi.
Contoh: Tabel 5.2. Akan diteliti hubungan antara tinggi semai (cm)
dengan jumlah daun (helai) pada suatu persemaian.
N
oTinggi Daun
Rangkin
g dari X
Rangkin
g dari YD d2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
10
12
20
22
16
24
18
28
20
17
19
24
15
27
12
3
6
11
14
10
15
9
21
12
5
10
13
8
18
8
1
2.5
9.5
11
5
12.5
7
15
9.5
6
8
12.5
4
14
2.5
1
3
9
12
7.5
13
6
15
10
2
7.5
11
4.5
14
4.5
0
0.5
-0.5
1
2.5
0.5
-1
0
0.5
-4
-0.5
-1.5
0.5
0
2
0
0.25
0.25
1
6.25
0.25
1
0
0.25
16
0.25
2.25
0.25
0
4
Apabila angka-angka X atau Y ada yang sama, maka akan terjadi jenjang
kembar (tied rank), angka-angka yang sama juga harus diberi rank yang sama.
Dihitung menggunakan rumus:
Untuk menguji taraf signifikansi korelasi tata jenjang di atas, kemudian
dilakukan konsultasi dengan tabel nilai-nilai rho. Dengan n = 15 pada taraf
signifikansi 5 % dan 1 % masing-masing adalah sebesar 0,544 dan 0,715. Jadi
nilai koefisien korelasi rho yang diperoleh dari hasil perhitungan di atas signifikan
pada taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi 1%. Dengan demikian
terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi semai dan jumlah daun.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari makalah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa korelasi merupakan
suatu hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainya. Dalam mencari
korelasi terdapat beberapa macam teknik perhitungan korelasi antara lain :
1. Teknik Korelasi Product Moment (Product Moment Correlation)
2. Teknik Korelasi Tata Jenjang (Rank Difference Correlation atau Rank Order
Correlation)
3. Teknik Korelasi Phi (Phi Coeficient Correlation)
4. Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi (Contingency Coeficient Correlation)
5. Teknik Korelasi Point Biserial (Point Biserial Correlation)
6. Teknik Corelasi Serial.
7. Teknik Korelasi Point Serial.
Teknik korelasi tata jenjang ( Rank Difference Correlation) digunakan bila
variabel-variabel yang akan dikorelasikan adalah data ordinal atau data berjenjang
(data urutan). Jadi variabel yang akan dikorelasikan berdasarkan perbedaan urutan
kedudukan sekornya, bukan pada sekor hasil pengukuran yang sebenarnya.
Teknik korelasi tata jenjang ini hanya efektif digunakan bila subyeknya atau N
nya berjumlah antara 10-30. Bila jumlah subyeknya (N-nya) lebih dari 30, maka
sebaiknya digunakan teknik analisa korelasi yang lain.
Sedangkan analisis rumus koefisien korelasi tata jejang didapatkan dengan
mendefinisikan variabel yang dilanjutkan dengan mendefinisikan bentuk umum
koefisien korelasi. Setelah itu menentukan rumus jumlah dan jumlah kuadrat N
bilangan bulat dan dilanjutkan dengan menentukan rumus beda kuadrat antara
kedua himpunan ranking. Selanjutnya mensubstitusikan rumus jumlah dan jumlah
kuadrat bilangan bulat kedalam rumus beda kuadrat yang dilanjutkan dengan
mensubstitusikan jumlah dan jumlah kuadrat N bilangan bulat ke dalam rumus.
B. SARAN
Berdasarkan makalah di atas, kami sebagai penyusun makalah
mengharap agar para pembaca bisa mengerti dan memahami apa yang di
maksud dengan teknik korelasi tata jenjang dan bisa mengaplikasikannya.
Kami juga menyarankan agar pembaca juga bisa mencari teknik korelasi
dan menganalisis rumus korelasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Harinaldi.2005.Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta:Erlangga
http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm (27 September 2013)
Isparyadi. 1988. statistik pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Perpustakaan.uns.ac.id
Rafii, S. 1983. Metode statistic analisiss. Bandung: binacipta.
Salvatore, D. 1982. statistic and econometrics. McGraw-Hill. New York.
Sarwono,Jonathan.Teori Analisis Korelasi Mengenal Analisis Korelasi.
Sidney,Siegel.1998. Statistik NonParametik. Jakarta: Gramedia
Sudjana. 1989. metoda statistik. Bandung :tarsito.
top related