kultum maulid
Post on 29-Jun-2015
1.160 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAULID DALAM SOROTAN
(Analisa Dampak Perayaan Maulid)
Assalamu’alaikum WR.WB
Innalhamda lillah nahmaduhu wanasta’inuhu wanastaghfir, wa na’udzubillahi minsyururi
amfusina wa syaiati ahmalina man yahdihillahu falah mudillalah waman yudlil falahadiyalah.
Ashadu Allahilaha illallah wa ashadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluh wa man
tabi’ahum bi ikhsanin ilaa yaumid diien, amma ba’ad...
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas semua nikmat yang tak henti-hentinya kita rasakan
sampai saat ini. Nikmat kesehatan, kesempatan dan terlebih lagi nikmat iman yang
alhamdulillah masih terhujam dalam dada kita.Shalawat dan salam senantiasa kita kirimkan
kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi akhir zaman dan sebaik – baik teladan. Insya Allah
pada kesempatan ini saya akan membawakan sebuah kultum mengenai perayaan Maulid Nabi.
Hadirin sekalian,
Umat Islam dimuliakan Allah dengan dua hari raya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri setiap
tahunnya, dan hari Jum’at setiap pekannya. Selain itu, tidak dikenali hari raya yang
lain.Kenyataan saat ini, kaum Muslimin merayakan hari raya yang lain selain hari raya
tersebut, di antaranya Perayaan Maulid Segala sesuatu yang dilarang pasti ada mudharatnya.
Demikian pula perayaan hari raya selain hari raya di atas, Perayaan maulid sudah menjadi
tradisi atau bahkan hal yang wajib dilaksanakan yaitu adanya pembacaan Barzanji, yaitu
sebuah ritual membacakan puji-pujian kepada Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasallam. Di
dalamnya juga terdapat benih-benih kesyirikan dan pujian yang melampaui batas Syari’at
terhadap beliau . Namun mereka menganggap itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Hal ini membuat sebuah praktek kesyirikan dianggap ibadah. Rasulullah
Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda : “Janganlah kalian berlebihan memujiku seperti
orang-orang Nashrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba,
maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari dari ‘Umar bin Kaththab],Inilah
dampak yang terbesar dari sekian kerusakan perayaan maulid.
Syirik menghapus seluruh amal seorang hamba sebagaimana firman-Nya : “Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Hai Muhammad) dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu, ‘Jika engkau berbuat syirik niscaya akan hapus amalmu dan niscaya engkau
termasuk golongan orang-orang yang merugi.” [QS. Az-Zumar : 65].
saudara sekalian,
Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan dalam Syari’at untuk beribadah dengan
merayakan kelahiran Nabi. Perbuatan sebagian kaum Muslimin melakukan ritual untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak dicontohkan Rasulullah dan
Sahabat adalah sikap mendahului Allah dan Rasulullah dalam menetapkan Syari’at. Padahal
Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya.”[Al-Hujurat :1].
Maksudnya , orang-orang Mukmin tidak boleh menetapkan hukum, sebelum ada ketetapan
dari Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana pendapat Anda... Jika Raja alam semesta ini
menetapkan suatu aturan untuk kebahagian hambanya, lalu Sang Raja menyatakan bahwa
aturan-Nya itu telah sempurna. Lalu datang seorang membawa aturan baru yang dianggapnya
baik untuk semua. Bukankah orang tersebut telah berani mengatakan bahwa aturan Sang Raja
belum sempurna?, dan perlu ditambah?
Inilah hakikat Bid’ah, menyaingi bahkan mengambil hak Allah dalam menetapkan Syari’at.
Padahal Allah berfirman: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah
yang mensyari’atkan untuk mereka (aturan) agama yang tidak diizinkan Allah?”[Asy-
Syuura :21]. Kita tak akan mendapatkan riwayat oleh para Sahabat, tabi’in dan tidak pula
tabi’uttabi’in. Karena perayaan Maulid baru muncul pada abad ke-4 H. Kalau memang
peringatan Maulid itu baik maka tentu para sahabat telah mendahului kita melakukannya
sebagaimana kata ulama : “walau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi”, “sekiranya itu lebih
baik maka orang-orang sebelum kita (yaitu para sahabat) lebih pantas melakukannya”.
hadirin sekalian,
Perayaan maulid oleh sebagian kaum Muslimin dianggap sebagai ungkapan cinta terhadap
Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam. Jika ini benar, siapa diantara kita di zaman
ini yang lebih dalam cintanya kepada Nabi selain Sahabat?. Jawabnya “Sahabatlah yang
paling dalam cintanya kepada Nabi”. Jika demikian, maka mengapa para Sahabat tidak
membuktikan cinta kepada beliau dengan merayakan hari kelahiran beliau? Kenapa para
Sahabat tidak mengarang bait-bait syair untuk memuji Nabi di hari kelahirannya ? Mengapa
pula para Sahabat tidak membentuk “Panitia Lomba Maulid” untuk memeriahkan HUT
manusia terbaik di muka bumi ini?,”Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian orang-orang yang
benar” [Al-Baqarah : 111].
Maulid sesungguhnya adalah perbuatan meniru Nashrani dalam hal merayakan hari kelahiran
Nabi Isa ’Alihimussalam yang mereka sebut dengan Natal. Padahal kita dilarang keras
menyerupai Yahudi dan Nashrani apalagi meniru-niru mereka dalam hal ritual agama. Allah
berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka (Yahudi dan
Nashrani) setelah datang kepadamu ilmu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
golongan orang-orang yang zhalim.” [Al-Baqarah :145].
Adanya Tabziir (Pemborosan)
Berapa dana yang dihabiskan oleh sebagian kaum muslimin yang merayakan maulid? Andai
dana-dana tersebut disedekahkan di jalan Allah tentu itu akan lebih bermanfaat, daripada
digunakan sebagai penyokong kegiatan yang tidak bernilai ibadah di sisi Allah. Bahkan
diantara mereka ada yang sampai memberatkan diri berutang . Ini adalah bentuk
kemubazziran yang menghantarkan kita menjadi saudara-saudara syaitan dalam Al-Qur’an,
“…dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-
pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar pada
Tuhannya” [Al-Isra’ :26-27].
Persatuan Islam yang Semu
Sebagian kaum Muslimin berusaha melakukan pembelaan terhadap perayaan maulid dengan
berkata : “Ini adalah momen yang istimewa untuk mempererat ukhuwah, silaturahmi dan
menyemarakkan sedekah antara saudara Muslim. Jadi tidak ada salahnya kita merayakan
maulid dengan kemeriahannya”. Untuk menjawab ungkapan ini kita kembali kepada kaidah
yang sangat kokoh bahwa generasi pertama ummat ini adalah sebaik-baik generasi,
berdasarkan hadits “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (Sahabat), kemudian yang
sesudahnya (tabi’in) kemudian yang sesudahnya (tabi’ tabi’in)” [HR. Bukhari].
Saudara – saudara sekalian,
Dari sini kita pahami bahwa para Sahabat adalah manusia terbaik yang paling kokoh ukhuwah
dan silaturahminya . Barisan shaf mereka rapat, bersambung dari bahu kebahu dari tumit ke
tumit dan kokoh dihadapan Rabbul ‘alamin sewaktu mereka berdiri, ruku’ dan sujud. Jiwa-
jiwa mereka bersatu di medan jihad. Begitu pula dana mereka terkumpul tidak karena adanya
maulid. Tidak pula karena aneka lomba dan permainan yang mereka adakan setiap Rabiul
Awwal. Kita bertanya, jika maulid adalah jembatan menuju persatuan Islam dan Ukhuwah
Islamiyah yang kokoh, lalu apa sebab kaum Muslimin sampai saat ini masih terkotak-kotak
dan berpecah belah? Padahal perayaan maulid telah berlangsung lebih dari sepuluh abad?.
Hanya kepada Allah kita kembali dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dari
badai syubhat dan syahwat yang menerpa.(alsofwah)
Antara Cinta Rasul dan Maulid Nabi
Assalamu’alaikum WR.WB
Innalhamda lillah nahmaduhu wanasta’inuhu wanastaghfir, wa na’udzubillahi minsyururi
amfusina wa syaiati ahmalina man yahdihillahu falah mudillalah waman yudlil falahadiyalah.
Ashadu Allahilaha illallah wa ashadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluh wa man
tabi’ahum bi ikhsanin ilaa yaumid diien, amma ba’ad...
Segala puji bagi Allah, tak henti – hentinya lisan – lisan kita memuji atas segala kebesaran-
Nya. Shalawat dan salam senantiasa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi
akhir zaman dan sebaik – baik teladan. Insya Allah pada kesempatan ini saya akan
membawakan sebuah kultum mengenai perayaan Maulid Nabi.
Hadirin sekalian,
Cinta terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam merupakan salah satu syarat beriman
kepadanya, bahkan kecintaan kepada beliau harus melebihi segala kecintaan pada makhluk
lainnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di
antara kalian, sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan manusia
seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketika Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu menggambarkan kecintaannya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, dan menempatkan posisi cintanya kepada beliau di
bawah kecintaannya terhadap dirinya sendiri, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam
menafikan kesempurnaan imannya hingga dia menjadikan cintanya kepada beliau di atas
segala-galanya.
Setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya sebagai pencinta Nabi Shallallahu ‘alaihi
Wasallam, namun klaim tersebut tidak akan bermanfaat jika tidak dibuktikan dengan ittiba’
(mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya.
Klaim cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak dapat diterima dengan sekadar
memeringati hari kelahiran beliau.
Hadirin sekalian,
Dalam sejarah pun, motivasi orang-orang yang mula-mula melakukan peringatan maulid nabi
(pengikut mazhab Bathiniyyah), bukan didasari rasa cinta kepada beliau, tapi untuk tujuan
politis.
Kenyataan sejarah peringatan maulid yang tidak ditemukan pada masa Nabi Shallallahu
‘alaihi Wasallam dan masa tiga generasi yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam sebagai generasi terbaik umat ini, menyebabkan banyak di antara ulama yang
mengingkarinya dan memasukkannya ke dalam bid'ah haram.
Benar bahwa kita dituntut untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah Subhaanahu Wata’ala,
dan nikmat terbesar yang tercurah pada ummat ini adalah diutusnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam sebagai seorang rasul, bukan saat dilahirkannya. Karenanya, al Qur'an
menyebut pengutusan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai nikmat, "Sungguh
Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus kepada
mereka seorang Rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri." (QS. Ali
Imran: 164).
Ayat ini sama sekali tidak menyinggung kelahiran beliau dan menyebutnya sebagai nikmat.
Seandainya peringatan tersebut dibolehkan, seharusnya yang diperingati adalah hari ketika
beliau dibangkitkan menjadi nabi, bukan hari kelahirannya. Lagi pula, status Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang mensyariatkan puasa Asyura' berbeda dengan status
umatnya. Beliau adalah musyarri' (pembuat syariat), adapun umatnya hanya muttabi'
(pengikut), sehingga tak dapat disamakan dan dianalogikan dengan beliau.
Dan sekiranya peringatan maulid merupakan bentuk syukur kepada Allah, tentu tiga generasi
terbaik, serta para imam mazhab yang empat tidak ketinggalan untuk melakukan peringatan
tersebut, sebab mereka adalah orang-orang yang pandai bersyukur, sangat cinta pada Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wasallam, dan sangat antusias melakukan berbagai kebaikan.
Hal yang juga mengundang tanya, mengapa ungkapan rasa syukur, penghormatan dan
pengagungan pada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam hanya sekali dalam setahun, 12 Rabi’ul
Awwal saja? Bukankah bersyukur kepada Allah, mengagungkan dan mencintai Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wasallam dituntut setiap saat dengan menaati dan selalu ittiba’ pada
sunnahnya?
Saudara – saudara sekalian,
Tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang pentingnya mengenal sosok Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Hanya saja, sebagian di antara mereka tidak menerima suatu
bid'ah dipoles menjadi sarana kebaikan, karena tujuan yang baik tidak dapat dijadikan alasan
untuk menghalalkan segala cara. Lagi pula, mengenal sosok beliau tidaklah pantas dibatasi
oleh bulan atau tanggal tertentu. Jika ia dibatasi oleh waktu tertentu, apalagi dengan cara
tertentu pula, maka sudah masuk ke dalam lingkup bid’ah. Lebih dari itu, upaya mengenal
sosok beliau lewat peringatan maulid merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (meniru-niru)
orang-orang Nashrani yang merayakan kelahiran Nabi Isa Alaihissalam melalui natalan.
Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Mengenal sosok Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dengan membaca dan mengkaji
sirah, biografi dan sunnah beliau seharusnya dilakukan sepanjang waktu, sebagaimana para
sahabat mengajarkannya kepada anak-anak mereka setiap waktu.
Seharusnya cinta Nabi dibuktikan dengan meneladani dan mengikuti sunnah-sunnah beliau,
bukan dengan menyelisihi perintah atau melakukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.
Wallahu A’laa wa A’lamu bis-shawab
(Diringkas dari risalah Antara Cinta Rasul dan Maulid Nabi. Ustadz Abu Yahya Salahuddin
Guntung, Lc.)
top related