kumpulan peraturan tka
Post on 06-Aug-2015
506 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958
Tentang
PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING
(Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa untuk menjamin bagian yang layak
dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia, perlu
diadakan peraturan untuk mengawasi pemakaian tenaga bangsa
asing di Indonesia;
Mengingat : Pasal-pasal 28 ayat 1 dan 89 Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia ;
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENEMPATAN
TENAGA ASING
1
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
a. orang asing, ialah tiap orang bukan warga negara Republik Indonesia :
b. pekerjaan, ialah :
a. setiap pekerjaan yang dilakukan di bawah perintah orang lain dengan
menerima upah atau tidak;
b. pekerjaan ialah :
1. setiap pekerjaan yang dilakukan di bawah perintah orang lain dengan
menerima upah atau tidak;
2. setiap pekerjaan yang dijalankan atas dasar borongan dalam
suatu perusahaan, baik oleh orang yang menjalankan pekerjaan
itu sendiri maupun oleh orang yang membantu orang yang
menjalankan pekerjaan itu;
c. majikan, ialah setiap orang atau badan hukum, yang mempekerjakan
orang lain, atau jika majikan berkedudukan di luar Indonesia wakilnya
yang sah atau yang menurut kenyataan bertindak sebagai wakilnya.
d. Menteri, ialah Menteri Perburuhan.
2
Pasal 2
(1) Majikan dilarang mempekerjakan orang asing tanpa izin dari
Menteri
(2) Menteri dapat menunjuk pejabat yang bertindak atas nama
Menteri
(3) Bila pada waktu Undang-Undang ini mulai berlaku, majikan
mempekerjakan orang (orang) asing, mengenai orang (orang)
asing ini majikan yang bersangkutan dianggap telah
memperoleh izin selama waktu enam bulan.
(4) Dalam hal termaksud pada ayat 3 majikan yang bersangkutan
berkewajiban memberi laporan tentang orang-orang asing yang
dipekerjakannya serta pekerjaan mereka masing-masing dalam
waktu dan menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 3
(1) Dalam mengambil keputusan untuk memberi izin atau tidak,
Menteri atau pejabat tersebut pada pasal 2 ayat (2) berhak minta
bantuan dari kalangan buruh dan majikan atau orang-orang yang
dipandangnya perlu.
(2) Izin diberikan dengan memperhatikan keadaan dan
perkembangan pasar kerja serta aspirasi nasional untuk menduduki
tempat-tempat yang penting dalam segala lapangan masyarakat yang
disesuaikan dengan rencana pendidikan kejuruan dan rencana
pembangunan yang konkrit.
3
(3) Izin tersebut berlaku untuk waktu yang ditentukan dalam izin itu,
waktu mana tiap-tiap kali dapat diperpanjang.
(4) Izin tersebut dapat diberikan untuk satu atau beberapa orang
yang akan menjalankan pekerjaan-pekerjaan atau untuk jabatan-
jabatan tertentu.
(5) Dalam izin itu dapat ditetapkan syarat-syarat tertentu.
(6) Izin dapat dicabut kembali sewaktu-waktu, bilamana majikan
melanggar syarat-syarat yang ditetapkan.
Pasal 4
(1) Terhadap penolakan permintaan izin atau permintaan untuk
memperpanjang waktu berlakunya izin oleh pejabat pada pasal 2,
dalam waktu 60 hari terhitung mulai tanggal surat penolakan, dapat
diajukan keberatan dengan surat kepada Menteri.
(2) Surat keberatan itu harus memuat alasan-alasan mengapa
penolakan, dianggap tidak betul dan disertai turunan surat keputusan
penolakan.
Pasal 5
(1) Sebelum mengambil keputusan, Menteri terlebih dahulu minta
pertimbangan dari suatu dewan yang dibentuk untuk keperluan itu.
4
(2) Dengan yang dimaksud pada ayat (1) bersifat
interdepartemental dan terdiri dari wakil-wakil Kementerian
Perburuhan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Pengajaran
dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Pelayaran, Kementerian
Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri.
(3) Menteri dan Dewan tersebut di atas, dalam soal-soal yang
bersifat sosial, kulturil dan religius harus minta pertimbangan Menteri
Sosial, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri
Agama, dengan pengertian, bahwa dalam perbedaan pendapat,
soalnya harus diajukan kepada Kabinet untuk diputuskan.
Pasal 6
Majikan yang mengajukan permohonan, membayar biaya-biaya yang akan ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Barang siapa diminta bantuannya oleh pejabat termasuk pada
pasal 2 atau dewan termaksud pada pasal 5, berkewajiban untuk
memberikannya, jika perlu dibawah sumpah.
(2) Mereka yang memenuhi permintaan bantuan menerima
penggantian kerugian dan ongkos jalan menurut peraturan yang
ditetapkan oleh Menteri.
5
Pasal 8
Barang siapa yang di dalam menjalankan tugas kewajibannya
berdasarkan Undang-Undang ini mengetahui sesuatu yang harus
dirahasiakan wajib merahasiakannya, kecuali jika dalam menjalankan tugas
kewajiban itu ia perlu memberitahukannya.
Pasal 9
(1) Majikan yang melanggar pasal 2 ayat (1) atau tidak memenuhi
syarat-syarat termaksud pada pasal 3 ayat (5) atau tidak memenuhi
kewajiban termaksud pada pasal 2 ayat (4) dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
sepuluh ribu rupiah.
(2) Barang siapa yang tidak memenuhi kewajiban termaksud pada
pasal 7, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu
bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah.
Pasal 10
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang
dipercayakan kepadanya menurut pasal 8, dihukum dengan hukuman
penjara setinggi-tingginya enam bulan atau denda sebanyak-
banyaknya dua puluh ribu rupiah.
(2) Barang siapa karena kekhilafannya menyebabkan rahasia itu
terbuka, dihukum dengan hukuman kurungan setinggin-tingginya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
6
(3) Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal pada ayat (1) dan (2)
kecuali ada pengaduan dari yang bersangkutan.
Pasal 11
Hal-hal yang diancam dengan hukuman pada pasal 9 dan 10 ayat (2)
dianggap sebagai pelanggaran dan yang diancam dengan hukuman pada
pasal 10 ayat (1) dianggap sebagai kejahatan.
Pasal 12
(1) Apabila ketika diperbuat pelanggaran termaksud pada pasal 9
belum lewat waktu dua tahun semenjak yang melanggar dikenakan
hukuman yang tidak dapat diubah lagi karena pelanggaran yang sama,
hukuman setinggi-tingginya yang tersebut pada pasal itu dapat
ditambah sepertiga.
(2) Terhadap pelanggaran yang terulang untuk kedua kalinya atau
seterusnya, tiap-tiap kali terjadi dalam waktu lima tahun, setelah
hukuman yang terakhir tidak dapat diubah lagi, hanya dijatuhkan
hukuman kurungan.
Pasal 13
(1) Jika seuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam Undang-
Undang ini dilakukan oleh sesuatu badan hukum atau perserikatan,
7
maka tuntutan ditujukan serta hukuman dijatuhkan terhadap pengurus
atau pemimpin-pemimpin badan hukum atau perserikatan itu.
(2) Jika pemimpin badan hukum atau perserikatan dipegang oleh
badan hukum atau perserikatan lain, maka ketentuan pada ayat (1)
berlaku bagi pengurus badan hukum atau perserikatan yang
memegang pimpinan itu.
Pasal 14
(1) Selain daripada pegawai-pegawai yang pada umumnya
diwajibkan mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman, diwajibkan juga mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman menurut Undang-Undang ini, pegawai-pegawai
Kementerian Perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) berkuasa untuk
minta lihat semua surat-surat yang dipandangnya perlu untuk
menjalankan tugasnya dapat diduga dijalankan hal-hal yang dapat
dikenakan hukuman menurut Undang-Undang ini.
(3) Jikalau pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) ditolak untuk
memasuki tempat-tempat termaksud pada ayat (2), walaupun telah
menunjukkan surat keterangan atau surat perintah yang berkenaan
8
dengan tugasnya, maka mereka dapat minta bantuan polisi, agar
dapat memasuki tempat-tempat tersebut.
Pasal 15
Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pegawai diplomatic dan konsuler dari perwakilan Negara Asing.
]Pasal 16
Undang-Undang ini disebut “Undang-Undang tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya , memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
P E N J E L A S A N
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958
Tentang
PENEMPATAN TENAGA ASING
9
PENJELASAN UMUM
Baik untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja bagi
warga negara Indonesia, maupun untuk memenuhi hasrat bangsa Indonesia
untuk menduduki tempat-tempat yang layak dalam pelbagai lapangan kerja
yang sampai sekarang kebanyakan masih diduduki oleh orang-orang asing.
Pemerintah memandang perlu untuk mengatur pekerjaan-pekerjaan
yang dapat dijalankan oleh tenaga asing dengan maksud untuk
membatasinya dalam hal-hal yang dipandang perlu dan dengan demikian
menyediakan kesempatan kerja itu bagi warga negara Indonesia sendiri.
Penempatan tenaga asing sampai sekarang tidak banyak berbeda dari
pada sebelum kemerdekaan. Keadaan ini akan berlangsung terus, jika
Pemerintah tidak mulai turut campur dalam penempatan tenaga itu dengan
tegas. Di dalam melaksanakan penempatan tenaga-tenaga asing itu
Pemerintah berpendapat bahwa khusus untuk menghilangkan unsur-unsur
kolonial dalam struktur ekonomi negara kita dalam lapangan usaha yang vital
bagai perekonomian nasional dan yang mempunyai sifat-sifat tersebut,
pengawasan terhadap tenaga-tenaga asing harus diperkeras, diantaranya
dengan menutup jabatan-jabatan tertentu untuk tenaga asing dan
menyediakan khusus untuk tenaga-tenaga Indonesia dan antara tenaga
Indonesia dan tenaga asing untuk pekerjaan yang sama sifat, nilai dan
tanggungjawabnya masih terdapat diskriminasi, hal mana oleh Pemerintah
tidak diingini.
Sebaliknya “Indonesianisasi “ itu pada sifatnya minta waktu karena
Pemerintah harus berusaha menyediakan dan mendidik tenaga-tenaga
Indonesia untuk mengganti tenaga-tenaga asing itu.
10
Selama orang-orang asing yang berada di Indonesia dapat pindah
bekerja atau ganti pekerjaan tanpa pengawasan dari Pemerintah, usaha-
usaha Pemerintah untuk mengatur pekerjaan orang asing dengan
mengatur/membatasi pemasukan orang asing pada hakekatnya tidak
mungkin membawa hasil-hasil yang diharapkan.
Karena itu dalam Undang-Undang ini dipergunakan “system”
pemberian izin untuk mempekerjakan tiap-tiap orang asing. Dengan
demikian, maka semua pekerjaan orang asing (vreemdelingenarbeid) dapat
diawasi oleh Pemerintah.
Jadi izin masuk bagi orang asing yang hendak bekerja di Indonesia
harus dihubungkan dengan izin untuk mempekerjakan orang asing itu.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Dari pasal ini teranglah, bahwa diatur dalam Undang-Undang ini
hanyalah pekerjaan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah
atau tidak dan pekerjaan borongan dalam suatu perusahaan. Jadi Undang-
Undang ini tidak berlaku misalnya terhadap orang-orang asing yang hendak
menjalankan sendiri suatu pekerjaan bebas (“Vrije beroepen” seperti
pengacara, dokter, akuntan dan sebagainya).
11
Pasal 2
Pemberian izin menurut Undang-Undang diserahkan kepada pejabat–
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri baik di Pusat maupun di Daerah.
“System “ izin menurut Undang–Undang ini terutama berlaku buat
pekerja–pekerja yang dilakukan oleh orang asing sesudah berlaku Undang–
Undang ini.
Pekerjaan yang telah dilakukan sebelum berlaku Undang–Undang ini
dan masih berlangsung pada waktu Undang–Undang ini mulai berlaku tidak
luput pula dari pengawasan Pemerintahan. Akan tetapi sebagai Peraturan
peralihan dan untuk memudahkan administrasi, perlu ditetapkan, bahwa
majikan yang pada waktu Undang–Undang ini mulai berlaku mempekerjakan
tenaga–tenaga asing, dianggap telah mendapat izin untuk selama–lamanya 6
bulan .
Untuk memudahkan pengawasan, majikan memberi laporan tentang
pekerjaan– pekerjaan yang dijalankan oleh orang–orang asing sebelum
berlakunya Undang–Undang ini .
Pasal 3
Sebelum mengambil keputusan diberikan izin atau tidak pejabat yang
bersangkutan berhak minta bantuan dari kalangan buruh dan kalangan
majikan atau orang–orang yang dipandangnya perlu.
Dalam surat izin ditentukan waktu berlakunya dengan mengingat
perkembangan pasar kerja.
Demikian pula dapat ditetapkan syarat–syarat tertentu, misalnya
kewajiban majikan untuk mendidik tenaga Indonesia. Syarat–syarat
12
selanjutnya ialah tidak boleh pindah dari pekerjaan waktu mana izin itu
diberikan .
Pasal 4 dan 5
Bila permintaan izin ditolak oleh pejabat yang bersangkutan, maka
majikan yang bersangkutan, masih dapat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan kepada Menteri sendiri, yang dapat berubah
keputusan pejabat tersebut.
Sebelum mengambil keputusan terakhir, Menteri berwajib minta
pertimbangan dari suatu dewan yang dibentuk untuk keputusan itu.
Pertimbangan dari Dewan tidak mengikat Menteri.
Pasal 6
Karena permintaan untuk mempekerjakan tenaga asing langsung
mengenai kepentingan pemohon, dalam Undang–Undang ini ditetapkan,
bahwa biaya berhubung dengan pemberian izin itu dipikul oleh majikan yang
berkepentingan .
Besarnya biaya ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri .
Pasal 7 dan 8
13
Tidak memerlukan penjelasan.
Pasal 9 s/d 14
Pasal–pasal ini yang memuat peraturan formeel berhubung dengan
pelanggaran dari Undang–Undang ini, tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 15 s/d 16
Pasal ini tidak memerlukan penjelasan
14
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP- 20/MEN/III/2004
TENTANG
TATA CARA MEMPEROLEH IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu perlu ditetapkan tata cara memperoleh ijin mempekerjakan tenaga kerja asing;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang
Wajib Lapor Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201);
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2000
tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
15
Tahun 2000 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4009);
6. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001
tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA ASING
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
2. Tenaga Kerja Indonesia Pendamping yang selanjutnya disebut TKI
Pendamping adalah tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dan atau calon pengganti TKA.
3. Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Pemberi Kerja TKA adalah Pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut
RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
5. Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut IMTA
adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.
6. Kompensasi adalah dana yang harus dibayar oleh pemberi kerja TKA kepada negara atas penggunaan Tenaga Kerja Asing.
16
7. Alih status adalah perubahan dari pemberi kerja lama ke pemberi kerja
baru, perubahan jabatan TKA dan perubahan lokasi kerja. 8. Direktur adalah Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 9. Direktur Jendral yang selanjutnya disebut Dirjen adalah Dirjen
Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Trasmigrasi.
10. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
BAB IIPERSYARATAN TKA
Pasal 2
(1) TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
b. bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping;
c. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. (2) Dalam hal jabatan yang akan diduduki TKA telah mempunyai standar
kompetensi kerja maka TKA yang akan dipekerjakan harus memenuhi standar tersebut.
(3) TKI pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus
memiliki latar belakang bidang pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA.
BAB III
PERIJINAN
Pasal 3
(1) IMTA diberikan oleh Direktur.
(2) IMTA perpanjangan diberikan oleh Direktur atau Gubernur.
Pasal 4
(1) Pemberi kerja TKA yang akan mengurus IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan kepada Direktur untuk mendapatkan
17
rekomendasi guna memperoleh visa untuk bekerja dengan melampirkan:
a. copy surat keputusan pengesahan RPTKA; b. copy paspor TKA yang akan dipekerjakan; c. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan; d. copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan
dipekerjakan; e. pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
Pasal 5
Untuk memperoleh IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Pemberi Kerja TKA harus menyampaikan permohonan dengan melampirkan:
a. copy Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) untuk bekerja atas nama TKA
yang bersangkutan;b. copy perjanjian kerja; c. bukti pembayaran dana kompensasi, penggunaan TKA.
Pasal 6
(1) Dana kompensasi penggunaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c ditetapkan sebesar US $ 100 (seratus dollar Amerika) per bulan untuk setiap TKA dan dibayarkan dimuka.
(2) Pemberi kerja yang mempekerjakan TKA kurang dari 1 (satu) bulan wajib membayar dana kompensasi sebesar 1 (satu) bulan penuh.
(3) Pembayaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilakukan oleh pemberi kerja, dan disetorkan pada rekening Dana Pengembangan Keahlian dan Keterampilan (DPKK) pada Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal7
(1) Pemberi kerja dilarang mempekerjakan TKA pada lebih dari 1 (satu) jabatan.
(2) Pemberi kerja dilarang mempekerjakan TKA yang telah dipekerjakan oleh pemberi kerja yang lain.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikecualikan bagi TKA
yang diangkat untuk menduduki jabatan Direktur atau Komisaris di Perusahaan lain berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS).
Pasal 8
18
Direktur harus menerbitkan IMTA selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak dilengkapinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
Pasal 9
(1) Jangka waktu berlakunya IMTA diberikan sama dengan masa berlaku ijin tinggal.
(2) Selama mengurus IMTA Direktur dapat menerbitkan IMTA sementara
untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
BAB IVPERPANJANGAN IMTA
Pasal 10
(1) IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA. (2) Perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan
oleh : a. Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah
Provinsi. b. Gubernur untuk TKA yang lokasi kerjanya wilayah Kabupaten/Kota
dalam 1 (satu) Provinsi. (3) Dalam penerbitan perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud ayat (2)
huruf b, Gubernur dapat menunjuk pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi.
Pasal 11
(1) Pemberi kerja mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada
Direktur atau Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dalam waktu selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir dengan melampirkan :
a. formulir perpanjangan IMTA yang telah diisi; b. IMTA yang masih berlaku; c. bukti pembayaran dana kompensasi; d. laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan
kepada TKI pendamping; e. copy surat keputusan RPTKA yang masih berlaku; f. pas photo berwarna sebanyak 3 (tiga) lembar ukuran 4 x 6 cm. (2) IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu RPTKA dengan ketentuan
setiap kali perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun.
19
(3) IMTA perpanjangan tidak dapat diterbitkan apabila masa berlaku IMTA berakhir.
Pasal 12 (1) Apabila permohonan perpanjangan IMTA telah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), menerbitkan IMTA perpanjangan.
(2) IMTA perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan
sebagai rekomendasi untuk mendapatkan KITAS dan atau visa untuk bekerja.
BAB VIMTA UNTUK PEKERJAAN MENDESAK
Pasal 13 (1) Pemberi Kerja yang akan mempekerjakan TKA untuk pekerjaan yang
bersifat darurat atau mendesak wajib mengajukan permohonan IMTA kepada Direktur.
(2) Pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung dapat mengakibatkan kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih 60 (enam puluh) hari.
(3) Pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak ditetapkan oleh instansi
pemerintah yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan.
Pasal 14 Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disampaikan kepada Direktur dengan melampirkan : a. rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. copy paspor TKA yang bersangkutan; c. pas photo TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; d. bukti pembayaran dana kompensasi; e. bukti ijin kemigrasian untuk kunjungan usaha.
20
Pasal 15 Direktur harus menerbitkan IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.
BAB VI
IMTA UNTUK PEMEGANG KARTU IJIN TINGGAL TETAP (KITAP)
Pasal 16 (1) Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib mengajukan permohonan kepada Direktur dengan melampirkan : a. copy RPTKA yang masih berlaku; b. copy ijin tinggal tetap yang masih berlaku; c. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan; d. copy ijasah atau pengalaman kerja; e. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA; f. pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar. (2) Apabila permohonan IMTA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui, Direktur menerbitkan IMTA.
Pasal 17 Jangka waktu IMTA untuk pemegang Kartu Ijin Tinggal Tetap (KITAP) paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkan IMTA dan dapat diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA.
BAB VIIALIH STATUS
Pasal 18 (1) Pemberi kerja TKA instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah, atau
Badan Internasional yang akan memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah, atau Badan Internasional lainnya harus mengajukan permohonan rekomendasi alih status kepada Direktur.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP.
BAB VIIIPERUBAHAN NAMA PEMBERI KERJA
21
Pasal 19 (1) Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama, Direktur menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP. (2) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan permohonan dengan melampirkan: a. copy RPTKA yang masih berlaku; b. copy KITAS/KITAP yang masih berlaku; c. copy IMTA yang masih berlaku; d. copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. (3) Sebelum rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan pemberi kerja terlebih dahulu mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur. (4) KITAS/KITAP yang baru digunakan sebagai dasar perubahan IMTA.
BAB IXPERUBAHAN LOKASI KERJA
Pasal 20
Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada Direktur dengan melampirkan copy RPTKA dan IMTA yang masih berlaku.
BAB XPELAPORAN
Pasal 21 (1) Pemberi kerja wajib melaporkan penggunaan TKA dan pendamping TKA di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Dirjen. (2) Direktur atau Gubernur melaporkan semua IMTA yang diterbitkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan tembusan kepada Dirjen.
BAB XIPENCABUTAN IJIN
Pasal 22
22
Dalam hal pemberi kerja mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur atau Gubernur berwenang mencabut IMTA.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 23 Bentuk formulir permohonan IMTA dan formulir permohonan perpanjangan IMTA sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
BAB XIIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 24 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-416/MEN/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dan Ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Keputusan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25 Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 1 Maret 2004
MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMINGRASI
REPUBLIK INDONESIA
JACOB NUWA WEA
KEPUTUSAN
23
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP. 228 /MEN/2003
TENTANG
TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAANTENAGA KERJA ASING
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 43 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur tentang tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
2. putusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
24
Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003;
2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
25
2. Tenaga kerja Indonesia pendamping yang selanjutnya disebut TKI pendamping adalah tenaga kerja warga negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dan/atau calon pengganti TKA.
3. Pemberi kerja tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut pemberi kerja TKA adalah pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
26
6. Usaha jasa impresariat adalah usaha mendatangkan dan mengembalikan artis, musisi, olahragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berkewarga negaraan asing.
7. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
8. Direktur adalah Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja.
9. Direktur Jenderal yang selanjutnya disebut Dirjen adalah Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
Pasal 2
Pemberi Kerja TKA dalam Keputusan Menteri ini meliputi :
a. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing atau kantor perwakilan berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
b. perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;
c. badan usaha pelaksana proyek pemerintah termasuk proyek bantuan luar negeri;
d. badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia;
27
e. lembaga-lembaga sosial, pendidikan, kebudayaan atau keagamaan;
f. usaha jasa impresariat.
Pasal 3
(1) Pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki RPTKA.
(2) RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan ijin mempekerjakan TKA.
BAB II
TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHANRENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 4
(1) Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) pemberi kerja harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan alasan penggunaan TKA secara tertulis serta melampirkan :
a. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;
b. surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;
28
c. akte pengesahan sebagai badan hukum bagi perusahaan yang berbadan hukum;
d. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
e. bagan struktur organisasi perusahaan;
f. copy surat penunjukan TKI sebagai pendamping;
g. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan yang masih berlaku.
(2) Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat :
a. identitas pemberi kerja TKA;
b. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan;
c. besarnya upah TKA yang akan dibayarkan;
d. jumlah TKA;
e. uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;
f. lokasi kerja;
g. jangka waktu penggunaan TKA;
h. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;
i. rencana progam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
(3) Bentuk formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan ini.
29
Pasal 5
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f dan ayat (2) huruf b, e, h dan huruf i tidak berlaku bagi usaha jasa impresariat.
(2) Bentuk formulir RPTKA untuk usaha jasa impresariat sebagaimana tercantum dalam lampiran II Keputusan ini.
Pasal 6
Permohonan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 disampaikan kepada Dirjen melalui Direktur.
Pasal 7
(1) Dirjen atau Direktur harus melakukan penelitian kelengkapan dokumen permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), apabila dokumen permohonan belum lengkap Dirjen atau Direktur harus memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima.
(2) Dalam hal dokumen permohonan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Dirjen atau Direktur melakukan penilaian kelayakan permohonan penggunaan TKA dengan berpedoman pada daftar jabatan yang ditetapkan oleh Menteri dan memperhatikan kebutuhan pasar kerja nasional.
30
(3) Dalam melakukan penilaian kelayakan penggunaan TKA Dirjen atau Direktur dapat memanggil pemberi kerja serta berkoordinasi dengan instansi terkait.
BAB III
PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 8
Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai dengan daftar jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Dirjen atau Direktur untuk menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan RPTKA.
Pasal 9
Penerbitan surat keputusan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh :
a. Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA 50 (lima puluh) orang atau lebih;
b. Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang.
31
Pasal 10
(1) Surat keputusan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memuat :
a. alasan penggunaan TKA;
b. jabatan dan/atau kedudukan TKA;
c. besarnya upah;
d. jumlah TKA;
e. lokasi kerja TKA;
f. jangka waktu penggunaan TKA;
g. jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk sebagai pendamping.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g tidak berlaku untuk usaha jasa impresariat.
Pasal 11
RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.
32
Pasal 12
(1) Perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6.
(2) Permohonan perpanjangan RPTKA harus dilengkapi :
a. laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;
b. surat keputusan RPTKA yang akan diperpanjang.
(2) Bentuk laporan pelaksanaan pendidikan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan Menteri ini.
Pasal 13
(1) Pemberi kerja dapat mengajukan permohonan perubahan sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA.
(2) Perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA; dan/atau
b. perubahan jabatan; dan/atau
c. perubahan lokasi kerja.
33
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini, maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Keputusan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 15
Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2003
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
34
JACOB NUWA WEA
KEPMEN NO. 173 TH 2000
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP.173/MEN/2000
TENTANGJANGKA WAKTU IJIN MEMPEKERJAKAN
TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang :
a. bahwa untuk peningkatan pelayanan pemberian ijin mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang, perlu dilakukan penyesuaian jangka waktu berlakunya Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dan ijin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pendatang;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja;
Mengingat :
1 Undang–undang Nomor 3 tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing ( Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8 );
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1995
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang ;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 355 Tahun 1999
tentang Pembentukan Kabinet Persatuan Pembangunan; 4. Permenaker No. PER-03/MEN/90 tentang Pemberian Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; 5. Permenaker No. PER.01/Men/1997 tentang Dana Pengembangan
Keahlian dan Keterampilan; 6. Permenaker No. PER-02/Men/1998 tentang Penyempurnaan Pasal 4
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1997;
35
M E M U T U S K A N Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG JANGKA WAKTU IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG
Pasal 1 Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dapat bekerja di wilayah Republik Indonesia atas permintaan pengguna dan atau sponsor yang telah memperoleh ijin dari instansi yang memang sesuai dengan bidang kegiatannya.
Pasal 2 (1) Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hanya dapat bekerja dalam hubungan kerja. (2) Pengguna dan atau sponsor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang akan mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disyahkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 3 (1) RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan syarat untuk memperoleh ijin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang (IKTA) (2) RPTKA diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 ( lima ) tahun dan dapat diperpanjang dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan kondisi pasar kerja dalam negeri.
Pasal 4 (1) IKTA sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) diberikan sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam RPTKA (2) Pengguna dan atau sponsor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib membayar Dana Pengembangan Keahlian dan Keterampilan dimuka sesuai dengan jangka waktu berlakunya IKTA. (3) Dalam hal jangka waktu jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja warga negara asing pendatang lebih dari 5 ( lima ) tahun. Ijin untuk
36
mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pada tahun berikutnya hanya dapat diberikan setelah tenaga kerja asing yang bersangkutan memperbarui visanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak berlaku bagi tenaga kerja warga negara asing pendatang sebagai penanam modal di Indonesia dan tercantum dalam akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
KEPMEN NO. 172 TH 2000
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP.172/MEN/2000
TENTANGPENUNJUKAN PEJABAT PEMBERI IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA
WARGA NEGARA ASING PENDATANG UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT SEMENTARA ATAU MENDESAK
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang :
a. bahwa untuk efisiensi dan peningkatan pelayanan pemberian ijin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang, maka perlu diatur pejabat yang berwenang memberi ijin penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang yang melakukan kegiatan di lepas pantai atau pekerjaan yang bersifat mendesak yang jangka waktunya tidak lebih dari 60 hari kerja;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja;
Mengingat : 1. Keputusan Presiden R.I. Nomor 355 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabinet Persatuan Pembangunan;
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/Men/1990 tentang Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; M E M U T U S K A N Menetapkan : PERTAMA : PENUNJUKAN PEJABAT PEMBERI IJIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING
37
PENDATANG UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT SEMENTARA ATAU MENDESAK. 1. Menunjuk Kakanwil Departemen Tenaga Kerja sebagai Pejabat yang bertindak atas nama Menteri Tenaga Kerja untuk memberikan ijin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang dalam hal : a. Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang akan dipekerjakan dilepas pantai dengan menggunakan Dahsuskim (Kemudahan Khusus Keimigrasian) yang lapangan usahanya berada dalam satu wilayah Propinsi. b. Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang akan dipekerjakan pada pekerjaan bersifat sementara atau mendesak yang jangka waktunya tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari dengan menggunakan Visa tinggal terbatas untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari yang lapangan usahanya berada dalam satu wilayah Propinsi. 2. Menunjuk Direktur Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Ditjen Binapenta atas nama Menteri Tenaga Kerja untuk memberikan ijin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf a dan b yang lapangan usahanya meliputi lebih dari satu wilayah Propinsi.
Pengguna yang akan mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang untuk pekerjaan lepas pantai dengan menggunakan Dahsuskim (Kemudahan Khusus Keimigrasian) yang jangka waktunya lebih dari 60 (enam puluh) hari wajib mengajukan permohonan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja sebagai dasar permohonan ijin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang.
Kepada kantor wilayah Departemen Tenaga Kerja dan Direktur Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri harus melaporkan secara berkala setiap bulan keberadaan tenaga kerja warga negara asing pendatang serta jumlah ijin yang diterbitkan dan jumlah penerimaan dana pengembangan keahlian dan keterampilan yang diterima kepada Menteri Tenaga Kerja c/q Direktur Pembinaan Penempatan Tenaga KerjaKEPMEN NO. 170 TH 2000
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.170/MEN/2000
TENTANGPENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR : KEP.204A/MEN/1991TENTANG
PELIMPAHAN WEWENANG PEMBERIAN IJIN KERJA TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG DAN
PENYIMPANGAN WAKTU KERJA BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA DI KAWASAN BERIKAT YANG DIKELOLA
OLEH PT. (PERSERO) KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (PT. KBN)
38
DAN PT. (PERSERO) PENGELOLA KAWASAN BERIKAT INDONESIA ( PT. K B I )
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan pengawasannya secara efektif, maka perlu ditinjau kembali Keputusan Menteri Tenaga Kerja yang mengatur mengenai Pelimpahan Wewenang Pemberian Ijin Kerja dan Prosedur Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang serta Penyimpangan Waktu Kerja bagi tenaga kerja yang bekerja di Kawasan Berikat; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Undang-undang Kerja; 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan; 3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing; 4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja; 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Keputusan Presiden R.I. Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. M E M U T U S K A N Menetapkan : PERTAMA : Mencabut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-204A/MEN/1991 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Ijin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dan Penyimpangan Waktu Kerja Bagi Tenaga Kerja yang Bekerja di Kawasan Berikat yang dikelola oleh PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara (PT. KBN), dan PT. (Persero) Pengelola Kawasan Berikat Indonesia (PT. KBI). KEDUA : Wewenang pemberian ijin kerja sebagaimana dimaksud pada Amar PERTAMA selanjutnya dilaksanakan oleh Menteri Tenaga Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KETIGA : Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri ini, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No, KEP-204A/MEN/1991 sebagaimana tercantum dalam Amar PERTAMA dinyatakan tidak berlaku. KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000.
39
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
PERATURANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER. 02/MEN/XII/2004
TENTANG
PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJABAGI TENAGA KERJA ASING
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja beserta
keluarganya;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, mengamanatkan pelaksanaan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja diberlakukan kepada setiap tenaga kerja yang
bekerja di Indonesia;
c. bahwa sebagian tenaga kerja asing yang bekerja di
Indonesia telah mendapatkan perlindungan melalui berbagai program
asuransi jaminan sosial tenaga kerja di negara asalnya;
40
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, b, dan c maka perlu diatur Jaminan Sosial Bagi
Tenaga Kerja Asing dengan Peraturan Menteri ;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23
dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun1951 Nomor 4);
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468;
3. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun1993 nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3520);
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M
Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
PER 05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan
Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja;
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
PER-01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi
Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
MEMUTUSKAN :
41
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA BAGI TENAGA KERJA
ASING.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud :
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi
tenaga kerjajdalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
seabgai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal
dunia.
2. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang peserorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang berada di Inondeia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Pasal 2
Pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang telah
memiliki perlindungan melalui program jaminan sosial tenaga kerja di
negara asalnya yang sejenis dengan program jamian sosial tenaga kerja
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, tidak wajib mengikutsertakan tenaga kerja
asing yang bersangkutan dalam program jamian sosial tenaga kerja di
Indonesia.
Pasal 3
42
Keikutsertaan Tenaga Kerja Asing pada progam jaminan sosial
tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 harus dibuktikan dengan
polis asuransi asli.
Pasal 4
Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan
sosial tenaga kerja sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini maka Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/ IV/2004 tentang
Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing,
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarata
pada tanggal 31-12-2004
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
FAHMI IDRIS
43
Surat Edaran Dirjen Imigrasi Tentang Ijin Memperkerjakan TKWNA
Pada tanggal 10 Mei 2004 Direktur Jendral Imigrasi, megeluarkan Surat Edaran kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman & HAM RI U.P Korim/Kabidim Dan Kakanim berkenaan dengan Rekomendasi Ijin Mempekerjakan TKWNA.
Surat Edaran tersebut sepertinya menjawab Rekomendasi Rapat Koordinasi Kepala Dinas/Kantor yang membidangi Ketenagakerjaan Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia yang difasilitasi oleh APKASI. Rapat Korrdinasi itu sendiri seperti yang diberitakan oleh apkasi.or.id diselenggarakan pada tanggal 31 Maret 2004 di Jakarta.Adapun surat Edaran Direktur Jendral Imigrasi tersebut berbunyi sebagai berikut: Menunjuk Surat Edaran Dirjen Imigrasi No. F.UM.02.02-1752 tanggal 29 September 2003 dan Surat Edaran Dirjen Imigrasi No. F.IZ.02.10-0017 tanggal 06 Januari 2004 tentang Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (T.A. 02) serta Surat Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri No. B.682/DP2TKDN/IV/2004 tanggal 28 April 2004 perihal Pelaksanaan Kepmenakertrans No. Kep.228/Men/2003 dan No. Kep.20/Men/2004, bersama ini dengan hormat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:1. Telah diadakan rapat koordinasi antara Dirjen Otonomi Daerah DEPDAGRI, Dirjen
Pembinaan Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri DEPNAKERTRANS, Dirjen Imigrasi DEPKEH dan HAM, para Bupati dan Walikota se Jawa Barat dan Banten serta instansi terkait lainnya pada tanggal 5, 17 dan 19 Maret 2004 bertempat di DEPNAKERTRANS dan DEPDAGRI.
2. Dalam forum tersebut diatas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
44
2.1. Pemberian Ijin Tenaga Kerja Asing yang pertama (TA.01) atau Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dan penerbitan RPTKA dilaksanakan oleh Pusat (DEPNAKERTRANS);
2.2. Rekomendasi perpanjangan ijin Mempekerjakan Tenaga Asing (TA.02) atau IMTA untuk beberapa wilayah Propinsi dilaksanakan oleh Pusat (DEPNAKERTRANS);
2.3. Rekomendasi perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TA.02) atau IMTA untuk beberapa wilayah Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi dilaksanakan oleh Gubernur;
2.4. Rekomendasi perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TA.02) atau IMTA dalam satu wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Bupati/Walikota.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, demi menjaga Stabilitas Nasional dan
kelancaran pelayanan sambil menunggu “Tim” yang terdiri dari DEPNAKERTRANS, DEPDAGRI dan DEP. KEUANGAN mengenai pemberian kewenangan tersebut dan pembayaran DPKK, rekomendasi perpanjangan Ijin Kerja TKWNA (TA.02) atau IMTA yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota dapat Saudara terima sebagai persyaratan perpanjangan ijin tinggal.
4. Bagi Perusahaan PMA/PMDN secara bertahap, wewenangnya akan diserahkan
oleh BKPM kepada DEPNAKERTRANS, bagi Daerah yang belum menyerahkan wewenangnya, rekomendasi TA.02 atau IMTA dan RPTKA dari BKPM/BKPMD dapat diterima sampai dengan adanya pengaturan lebih lanjut.
5. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka surat Edaran Dirjen Imigrasi No.
F.UM.02-1752 tanggal 29 September 2003 dan surat Edaran Dirjen Imigrasi No. F.IZ.02.10-0017 tanggal 06 Januari 2004 dinyatakan tidak berlaku lagi.
6. Agar dilakukan koordinasi yang baik dengan Pemerintah Daerah setempat.
Demikian agar menjadi maklum dan dilaksanakan.
Sumber: Surat Dirjen Imigrasi No. F.UM.02.02-0796
45
top related