lapak 1 pengujian komponen fitokimia bahan hayati
Post on 26-Dec-2015
111 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA BAHAN HAYATI LAUT
Mata Acara : Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati
Disusun Oleh:Muhammad Sibghotulloh Ridho
NPM 230210100042
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia industri hingga saat ini berkembang sangat pesat seiring semakin
banyak kebutuhan hidup yang memicu inovasi-inovasi untuk mendapatkan teknologi
alternatif. Bioteknologi sebagai salah satu alat penghasil produk yang di antaranya
untuk kebutuhan obat-obatan, di dalamnya terdapat tahan skrining sebagai salah satu
tahap penting dalam industri bioteknologi yang diterapkan dalam pembelajaran
kepada bibit-bibit sumberdaya manusia. Skrining merupakan salah satu pendekatan
untuk salah satu penelitian, khususnya skirining senyawa metabolit sekunder yang
bertujuan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya untuk
mendapatkan informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia yang memiliki
aktivitas biologi dari suatu tanaman.
Dalam hal ini fitokimia sebagai disiplin ilmu yang membahas mengenai aneka
ragam senyawa organik yang dibentuk oleh tumbuhan, di mana senyawa-senyawa
tersebut memiliki sebagai bahan obat. Maka diperlukan suatu percobaan sebagai
tahap awal untuk mengetahui senyawa terkandung pada bahan hayati, yang disebut
dengan uji fitokimia, yakni suatu metode untuk mendeteksi keberadaan senyawa
alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin, tanin, dan senyawa fenol.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pengujian komponen fitokimia bahan hayati adalah untuk
mendeteksi senyawa aktif pada suatu bahan hayati yang berasal dari tumbuhan.
Sampel yang digunakan adalah biji buah keben ( Barringtonia asiatica ) dan ekstrak
lamun (Enhalus acoroides).
1.3. Prinsip
Setiap uji senyawa metabolit sekunder membutuhkan metode yang berbeda-
beda dan hasil positif terkandungnya senyawa tersebut ditunjukkan dengan
terbentuknya suatu busa dan endapan dengan warna tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampel
2.1.1 Keben ( Barringtonia asiatica )
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Lecythidales
Famili : Lecythidaceae
Genus : Barringtonia
Spesies : Barringtonia asiatica
Keben atau Barringtonia asiatica merupakan tanaman yang berbentuk
pohon dan berkayu lunak memiliki diameter sekitar 50 cm dengan ketinggian 4-
16 meter. keben mempunyai sistem perakaran yang banyak dan sebagian
tergenang di air laut ketika sedang pasang. ia juga memiliki banyak percabangan
yang terletak di bagian bawah batang mendekati tanah. Bentuk daunnya cukup
besar, mengkilap dan berdaging. daun mudanya berwarna merah muda dan akan
berubah menjadi kekuningan setelah tua.
Gambar 1. Buah Keben (Barringtonia asiatica )(sumber gambar : http://radixvitae.com/gallery/P4060037.JPG )
Di Indonesia, Filipina dan Indo-Cina, buah atau biji dipakai untuk pembius
ikan, sedangkan di Kepulauan Bismarck, biji buah keben yang masih segar
diparut dan dibubuhkan langsung pada bagian tubuh yang mengalami rasa sakit
atau pegal-pegal. Biji yang kering dihaluskan, dicampur air dan diminum sebagai
obat batuk, obat flu, sakit dan radang tenggorokkan. Dapat pula dibubuhkan pada
luka atau limpa yang bengkak setelah terserang malaria. Di Australia, suku
Aborigin menggunakannya sebagai pembius ikan dan terkadang untuk
meredakan sakit kepala. Di Indo-Cina buah yang muda dimakan sebagai sayur
setelah dimasak dalam waktu yang lama. Pohon ini juga ditanam untuk
dimanfaatkan sebagai pohon peneduh di sepanjang pantai. Selain itu , ekstrak biji
buah keben dapat digunakan untuk membuat obat tetes mata yang mampu
mengobati berbagai macam gangguan mata. Bahkan saat ini , ekstrak biji buah
keben telah digunakan sebagai obat bius untuk ikan kerapu yang akan dikirim ke
tempat jauh. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan , maka waktu
pingsan ikan akan semakin lama.
2.1.2 Lamun (Enhalus acoroides)
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji
satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga, dan buah. Berbeda
dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, misalnya makro-
algae atau rumput laut (seaweeds). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia
kecuali di daerah kutub. Sekitar 60 jenis lamun yang telah ditemukan. Di
Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 12 jenis yang termasuk ke dalam 2
famili yaitu: Hydrocharitacea (9 marga, 35 jenis) dan Potamogetonaceae (3
marga, 12 jenis).
Gambar 2. Lamun (Enhalus acoroides)(Sumber Gambar: http://www.fobi.web.id/fbi/d/48973-2/Enhalus-
acoroides_Bima_FM_001.jpg)
Klasifikasi lamun Enhalus acoroides menurut Phillips dan Menez 1988 dalam Soedharma et al. 2007 adalah sebagai berikut : Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides
Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang seperti pita yang
mempunyai saluran-saluran air. Secara struktural lamun memiliki batang yang
terbenam dalam tanah yang disebut rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam
di dalam substrat yang membuat lamun dapat berdiri dengan kuat menghadapi
arus dan ombak (Dahuri 2003).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan lamun adalah suhu,
kecerahan, salinitas, subtrat, arus, kedalaman, nutrient dan gelombang. Lamun
sangat sensitif terhadap kekeruhan yang disebabkan oleh erosi akibat penebangan
hutan dan aktivitas manusia, seperti , penambangan, tumpahan minyak di laut,
dan disposal sampah. Faktor yang penting yang mempengaruhi hidup lamun
adalah genangan air laut, substrat dan cahaya ( Hemminga, Duarte 2000).
2.2 Pelarut
2.2.1 Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3) dan dikenal
sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan
sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri.
Dalam Kamus Kimia (Balai Pustaka, 2002) kloroform diartikan sebagai zat
cair tanpa warna, dengan bau manis, menyenangkan dan anestetik. Kloroform
disebut juga haloform. Hal ini disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi
dengan metal keton; yang menghasilkan masing-masing bromoform dan
kloroform. Hal ini disebut CHX3 atau haloform, maka reaksi ini sering disebut
reaksi haloform.
Sebagaimana senyawa lain, kloroform memiliki ciri atau sifat tersendiri. Di
antaranya:
Berbentuk cairan
Baunya khas (menyengat)
Mudah menguap
Tidak larut dalam air
Titik didih 61,2 0 C
Indeks bias 1,487
2.2.2 Asam Klorida
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (H Cl ) yang
merupakan asam kuat sehingga dalam penggunaannya harus hati-hati karena
senyawa ini bersifat korosif.
Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia
dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida,
H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium, H3O+:
HCl + H2O → H3O+ + Cl−
Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. sehingga dapat digunakan
untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida. Asam klorida adalah
asam kuat karena dapat berdisosiasi penuh dalam air.
Asam klorida pekat akan membentuk kabut asam. Baik kabut dan larutan
tersebut bersifat korosif terhadap jaringan tubuh, dengan potensi kerusakan pada
organ pernapasan, mata, kulit, dan usus. Seketika asam klorida bercampur
dengan bahan kimia oksidator lainnya, seperti natrium hipoklorit (pemutih
NaClO) atau kalium permanganat (KMnO4), gas beracun klorin akan terbentuk.
NaClO + 2 HCl → H2O + NaCl + Cl2
2 KMnO4 + 16 HCl → 2 MnCl2 + 8H2O + 2 KCl + 5 Cl2
2.2.3 FeCl3
Besi(III) klorida, atau feri klorida, adalah suatu senyawa kimia yang
merupakan komoditas skala industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini
umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun
sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium.
FeCl 3 dalam air basa bereaksi dengan ion hidrooksida untuk membentuk
floc besi (III) hidroksida, atau lebih tepat dirumuskan sebagai FeO (OH) -, yang
dapat menghilangkan bahan tersuspensi.
Fe 3+ + 4 OH − → Fe(OH) 4 − → FeO(OH) 2 − ·H 2 O
Hal ini juga digunakan sebagai agen pencucian di hidrometalurgi klorida,
misalnya dalam produksi Si dari FeSi.
Ketika dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis dan
melepaskan panas dengan reaksi eksotermik. Besi (III) klorida anhidrat adalah
asam lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis
senyawa organik.
Besi(III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih
pada 315 °C. Uapnya merupkan dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin
tinggi lebih cenderung terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian
reversibel menjadi besi(II) klorida dan gas klorin.
2.2.4 Natrium Klorida ( NaCl)
Natrium Klorida merupakan senyawa kimia yang tersusun dari 2 unsur,
logam natrium (Na) dan gas klor (Cl). Senyawa ini merupakan garam yang
paling memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak
organisme multiselular.
Natrium Klorida (NaCl) memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada
proses perlakuan penyimpanan benih recalsitran berkedudukan sebagai medium
inhibitor yang fungsinya menghambat proses metabolisme benih sehingga
perkecambahan pada benih recalsitran dapat terhambat. Dengan kemampuan
tingkat osmotik yang tinggi ini maka apabila NaCl terlarut di dalam air , maka air
tersebut akan mempunyai nilai atau tingkat konsentrasi yang tinggi yang dapat
mengimbibisi kandungan air (konsentrasi rendah/low concentrate) yang terdapat
di dalam tubuh benih sehingga akan diperoleh keseimbangan kadar air pada
benih tersebut.
2.3 Metabolit Sekunder
2.3.1 Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak
mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan).
Istilah "alkaloid" yang berarti "mirip alkali", dipakai pertama kali
oleh seorang apoteker dari Halle (Jerman) bernama Carl Friedrich Wilhelm
Meissner (1819), untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari
ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal,
misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar
10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam,
sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya.
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat
dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid.
Alkaloid memiliki fungsi dalam bidang farmakologis antara lain sebagai
analgetik (menghilangkan rasa sakit), mengubah kerja jantung, mempengaruhi
peredaran darah dan pernafasan, antimalaria, stimulan uterus dan anaestetika
lokal (Sirait 2007). Sumber senyawa alkaloid potensial adalah tumbuhan yang
tergolong dalam kelompok angiospermae dan jarang atau bahkan tidak
ditemukan pada tumbuhan yang tergolong dalam kelompok gimnospermae
misalnya paku-pakuan, lumut dan tumbuhan tingkat rendah lain (Harborne
1987).
2.3.2 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang
umumnya tersebar di dunia tumbuhan.Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah
sama, akan tetapi dari segi biogenetik. Flavonoid merupakan inhibitor kuat
terhadap peroksidasi lipida, sebagai penangkap oksigen atau nitrogen yang
reaktif dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan
siklooksigenase (Rohman dan Riyanto 2005).
Senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua
jalur biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang
begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan
kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna
kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu
semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis
flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat
menolak sejenis ulat tertentu.
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat
kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, tetapi bila
dibiarkan dalam larutan basa dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang
akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih,atau
suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoidcukup
larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-
sulfoksida, dimetilformamida, air, dan lain-lain (Markham, 1988 : 15). Adanya
gula yang terikat pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung
menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian
campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang baik
untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon,
flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah
larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988 : 15).
2.3.3 Saponin
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas
pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air
dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan
penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam
yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas
(Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai
sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat
dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja
sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan
glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua
saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya
disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau
hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-
bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan
karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolisme tumbuh-tumbuhan
kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.
Sifat-sifat Saponin :
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati
2.3.4 Tanin
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid.
Tanin pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan tanin nabati dari
pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit
masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas, mencakup
aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk
membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul
yang lain
Senyawa Tanin memiliki sifat – sifat umum yang dibagi menjadi sifat
fisika dan sifat kimia. Adapun sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa
asam dan sepat.
Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan
Tidak dapat mengkristal.
Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein
tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Sedangkan Sifat kimia dari tannin adalah sebagai berikut:
Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yangsukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic
danpemberi warna.(Najebb, 2009).
Selain itu terdapat dua senyawa tanin yaitu tanin yang terhidrolisis dan
tanin yang terkondensasi.
a. Tanin Terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini
adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan
asam galat.
b. Tanin terkondensasi (condensed tannins)
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi
meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari
polimerflafonoid yang merupakan senyawa fenol dan telah dibahas pada bab
yang lain. Nama lain dari tanin ini adalah
Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungan dengan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari
epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol.
2.3.5 Triterpenoid/Steroid
Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan
siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu.
Sedangkan penamaan lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran pada
tiap atom karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada
masing-masing atom karbon. Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi
dengan lebih 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya
merupakan proses siklisasi dari skualen.
Triterpenoid biasanya terdapat pada minyak hati ikan hiu, minyak nabati
(minyak zaitun) dan ada juga ditemukan dalam tumbuhan seprimitif , sphagnum
tetapi yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida.
Triterpenoid telah digunakan sebagai tumbuhan obat untuk penyakit
diabetes,gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan
malaria. Struktur terpenoida yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari
reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi
dan siklisasi atas geranil-, farnesil-, dan geranil-geranil pirofosfat.
Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat
golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida jantung.
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat
dihasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena.
Senyawa yang termasuk turunan steroid,
misalnya kolesterol, ergosterol,progesteron, dan estrogen. Pada umunya steroid
berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17
atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu
cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain
terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan
tahap oksidasi tiap-tiap cincin. Secara rinci beberapa fungsi steroid pada
tumbuhan adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan
b. Menghambat penuaan daun (senescence)
c. Mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan
d. Menghambat proses gugurnya daun
e. Menghambat pertumbuhan akar tumbuhan
f. Meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan
g. Menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan
h. Merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan
i. Merangsang diferensiasi xylem tumbuhan
j. Menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat udara dan endogenus
karbohidrat.
2.3.6 Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna
yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5O H dan strukturnya
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol
memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+dari
gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion
fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air.
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan
senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan.
Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan
hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Kimia Bahan Hayati Laut dengan judul Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal : Rabu , 10 April 2013
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Laboratorium Bioteknologi Kelautan Gedung 4 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat dan Fungsinya
a. Tabung reaksi, sebagai tempat untuk mereaksikan dua zat atau lebih
b. Neraca analitik, untuk menimbang sampel
c. Bunsen, untuk memanaskan larutan uji
d. Gelas ukur, untuk mengukur volume zat cair
e. Penjepit, untuk menjepit tabung reaksi sebagai gagang
f. Kertas saring, untuk menyaring larutan
g. Pipet tetes, untuk memindahkan zat cair dalam jumlah yang kecil
h. Plat tetes, sebagai wadah pengujian senyawa terlarut
3.2.2 Bahan
a. Amonia 10% , 25%
b. CHCl3
c. FeCl3
d. Gelatin
e. HCl 1N ,2M
f. HCl pekat
g. Kloroform
h. NaCl
i. Pereaksi Dragendorff
j. Pereaksi Lieberman Burchard
k. Pereaksi Meyer
l. Pereaksi Wagner
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Uji Alkaloid 1
Satu gram sampel ditimbang dan dibasahi dengan ammonia kemudian
ditambahkan CHCl3 , dikocok dan kemudian disaring
Filtrat dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan HCl 1 N lalu
dikocok
Lapisan asam dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain.
Lapisan filtrate masing-masing diambil sebanyak 3 tetes kedalam plat tetes
dan ditambahkan pereaksi:
a) 2 tetes Dragendorff
b) 2 tetes Pereaksi meyer
c) 2 tetes pereaksi wagner
3.3.2 Uji Alkaloid 2
Sampel diletakkan ke dalam cawan porselin sebanyak 3 ml dan kemudian
ditambahkan 5 ml HCl 2 M , diaduk dan didinginkan.
NaCl 0,5 g ditambahkan , lalu diaduk dan disaring.
HCl 2M ditambahkan sebanyak 3 tetes , kemudian filtrate dipisahkan
menjadi 4 bagian ; A, B , C dan D . Dimana filtrat A digunakan sebagai
blanko.
Filtrat B ditambahkan dengan pereaksi Meyer , filtrate C dengan pereaksi
wagner dan filtrate D digunakan untuk uji penegasan.
Uji penegasan dilakukan pada filtrate D dengan ditambahkannya ammonia
25% hingga pH 8-9.
Kloroform ditambahkan dan diuapkan diatas waterbath.
HCl 2M ditambahkan
Filtrat dibagi menjadi 3 ( filtrate A , B , dan C) , dimana filtrate A
digunakan sebagai blanko.
Filtrat B diuji dengan Mayer
Filtrat C diuji dengan Dragendorff
3.3.3.Uji Flavonoid 1
Sebanyak 1 gram sampel dirajang halus dan dididihkan selama ± 5 menit
dengan 25 ml methanol , kemudian disaring dalam keadaan panas.
Kloroform dan air suling ditambahkan dengan perbandingan 1:1 sebanyak
5 ml, dikocok dan dibiarkan sejenak.
Sebagian lapisan air diambil dan dipindahkan dengan pipet tetes kedalam
tabung reaksi
Bubuk magnesium dimasukkan sebanyak 0,1 gram dan beberapa tetes asam
klorida pekat dan amil alkohol.
3.3.4 Uji Flavonoid 2
Sampel dilarutkan dalam etanol absolut dan dibagi menjadi 2 tabung
Tabung 2 ditambahkan dengan 2 tetes HCl pekat.
Tabung 2 dihangatkan diatas penangas air selama ± 10 menit
Perubahan warna yang terjadi diamati
3.3.5 Senyawa Fenolik
Sebagian lapisan air dari uji flavonoid dimasukkan ke dalam plat tetes
Ditambahkan pereaksi FeCl3 1%
3.3.6 Triterpenoid / Steroid
Sedikit lapisan kloroform dari uji flavonoid diambil
Dimasukkan ke dalam plat tetes dan dibiarkan sampai kering
Ditambahkan satu tetes asam asetat anhidrida dan satu tetes asam sulfat
pekat
3.3.7 Saponin
Sampel sebanyak 1 gram sampel dimasukkan kedalam Erlenmeyer
Ditambahkan 100 ml air panas
Dididihkan selama 5 menit , kemudian disaring dalam keadaan panas
Diambil larutan sebanyak 10 ml kemudian dikocok dengan kuat selama 10
detik
3.3.8 Tanin
Tanin 1
Ditambahkan 1 gram sampel dengan air
Dididihkan selama beberapa menit dan disaring
Diambil 2ml filtrat dan ditambahkan 1-2 tetes FeCl 1%
Tanin 2 Sampel ditambahkan dengan aquadest panas , diaduk dan didinginkan
Ditambahkan 5 tetes NaCl 10% , kemudian disaring
Filtrat dibagi menjadi 3 bagian
Ditambahkan 3 tetes FeCl3 pada filtrat B, ditambahkan gelatin pada filtrat
C
Diamati perubahan yang terjadi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No. Uji Fitokimia
Grup 1(sampel biji buah
keben)Grup 2
(sampel buah lamun)Hasil (+/-)
KeteranganHasil (+/-)
Keterangan
1Alkaloid
I
Meyer -Tidak terbentuk endapan.
+Terbentuk endapan coklat kemerahan.
Wagner - +Terbentuk endapan putih.
2 Flavanoid I -Tidak terjadi perubahan warna.
-
Tidak terjadi perubahan warna menjadi merah jingga.
3 Flavanoid II -
Tidak terjadi perubahan warna, menjadi keruh.
-
Tidak terjadi perubahan warna, hanya menjadi lebih hijau kekuningan.
4 Senyawa Fenolik -Tidak terjadi perubahan
warna.-
Tidak terjadi perubahan warna.
5Triterpenoid/
Steroid-
Tidak terjadi perubahan
warna karena uji flavanoid
kurang baik.
+
Positif steroid, terjadi perubahan
warna menjadi ungu di tengah
dan biru di sekelilingnya.
6 Tanin
1 +
Terjadi perubahan
warna menjadi biru tua.
+Terjadi perubahan
warna menjadi hijau kehitaman
2 +
Terjadi perubahan
warna menjadi hijau kehitaman (terhidrolisa).
+
Terjadi perubahan warna menjadi
hijau kecoklatan (terkondensasi)
7 Saponin +
Terdapat busa setinggi 3 cm
yang tidak hilang saat
penambahan 1 tetes HCl 2N.
-
Tidak terbentuk busa yang stabil,
telah 3 kali pengulangan.
4.2 Pembahasan
Pada pengujian komponen fitokimia bahan hayati ini, sampel yang digunakan
adalah biji buah keben untuk grup 1 dan daging buah lamun untuk grup 2. Uji
fitokimia yang dilakukan adalah uji alkaloid 1, uji flavonoid 1, uji flavonoid 2, uji
fenolik, uji triterpenoid/steroid, uji tanin 1, uji tanin 2, dan uji saponin.
Hasil uji alkaloid dengan sampel biji buah keben, tidak terbentuk endapan
putih. Baik dengan menggunakan pelarut wagner maupun meyer. Maka kemungkinan
sampel tidak mengandung alkaloid. Sedangkan hasil uji alkaloid pada daging buah
lamun, menggunakan pereaksi meyer terbentuk endapan coklat kemerahan dan
dengan pereaksi wagner terbentuk endapan putih. Hal ini mengindikasikan adanya
senyawa alkaloid.
Terbentuknya endapan putih pada hasil positif uji dengan pereaksi meyer
disebabkan karena pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi
antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa
kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji
alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah : N + KHgI4 Hg-N Putih.
Pada hasil uji flavonoid, tidak perubahan warna baik pada uji flavonoid I
maupun pada uji flavonoid II dengan sampel biji buah keben dan sampel daging buah
lamun. Maka kemungkinan kedua sampel tidak mengandung senyawa flavonoid.
Pada uji senyawa fenolik pada kedua sampel menunjukan hasil negatif, karena tidak
terbentuk warna biru-ungu.
Uji Triterpenoid/Steroid pada sampel buah keben tidak menunjukkan adanya
perubahan warna, sedangkan pada sampel daging buah lamun terjadi perubahan
warna menjadi ungu di tengah dan biru di sekelilingnya. Uji triterpenoid/steroid pada
sampel buah keben menghasilkan hasil negatif mungkin terdapat kesalahan pada uji
flavonoid sebelumnya.
Pada uji tanin 1 pada sampel biji buah keben terjadi perubahan warna yakni
biru tua, sedangkan pada sampel daging buah lamun menghasilkan warna hijau
kehitaman. Hal ini menunjukkan hasil positif kandungan tanin pada sampel. Pada uji
tanin 2 buah lamun terjadi perubahan warna menjadi hijau kecoklatan, hal ini
menunjukan positif terdapat senyawa tanin terkondensasi, yakni tanin yang tidak
dapat terhidrolisis karena mengandung banyak polimer flavonoid yang merupakan
senyawa fenol yang ersifat reaktif apabila ditambahkan FeCl3.
Uji saponin pada biji buah keben menunjukkan terbentuknya busa setinggi
sekitar 3 cm yang tidak hilang saat penambahan 1 tetes HCl 2N. Sedangkan pada
sampel daging buah lamun tidak terbentuk busa yang stabil setelah 3 kali
pengulangan. Hal ini menunjukkan adanya senyawa saponin pada biji buah keben dan
tidak pada sampel daging buah lamun.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji pada praktikum ini:
Biji buah keben (Barringtonia asiatica) mengandung senyawa metabolit
sekunder antara lain tanin dan saponin.
Daging buah lamun (Enhalus acoroides) mengandung senyawa metabolit
sekunder antara lain alkaloid, tanin, dan triterpenoid/steroid.
5.2.Saran
Uji fitokimia merupakan tahap awal untuk mendapatkan informasi mengenai
senyawa aktif bermanfaat yang terkandung dalam bahan hayati, maka diperlukan
ketelitian dalam pelaksanaan praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badui, Dahlia, 2010. Analisis Kadar Gizi Buah Lamun (Enhalus acoroides) dan
Hubungan antara Pengetahuan, Persepsi dengan
Pemanfaatan Buah Lamunsebagai Sumber Makanan Alternatif
Masyarakat Desa Waai Kec. Salahutu Kab. Maluku Tengah. (http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/8025) Diakses pada 13
April 2013
Sunnudin, Adriani, 2012. Habitat Lamun (http://eol.org/data_objects/19205465)
Diakses pada 13 April 2013
Totok,Sutamto, 2011. Keben. (http://sogolagro.wordpress.com/2011/05/04/keben/)
Diakses pada 13 April 2013
Nazarudi, Riyan, 2011. Besi (III) klorida. (http://riyanpunyakabar.blogspot.com/
2011/07/besi-iii-klorida.html) Diakses pada 13 April 2013
Anonim, 2013. Besi (III) klorida (http://id.wikipedia.org/wiki/Besi(III)_klorida)
Diakses pada 13 April 2013
Anonim, 2013. Natrium Klorida (http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_klorida)
Diakses pada 13 April 2013
Rumiantin, 2011. Tanaman Lamun (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/49824/C11ror_BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?
sequence=6) Diakses pada 13 April 2013
Anonim, 2013. Tanin (http://id.wikipedia.org/wiki/Tanin) Diakses pada 13 April
2013
Awan, 2013. Saponin (http://pemula-awaliharimu.blogspot.com/2012/12/pengertian-
saponin-makalah-saponin.html) Diakses pada 13 April 2013
Anonim, 2013. Steroid (http://id.wikipedia.org/wiki/Steroid) Diakses pada 13 April
2013
Awan, 2013. Terpenoid (http://pemula-awaliharimu.blogspot.com/2012/10/
pengertian-terpenoid.html) Diakses pada 13 April 2013
Anonim, 2013. Alkaloid (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid) Diakses pada 13
April 2013
Nabila, Iqlima, 2012. Senyawa Steroid (http://kimia-iqlima.blogspot.com/2012/10/
senyawa-steroid_6.html) Diakses pada 13 April 2013
Sulistiono, Dwi Arif, 2010. Tannin (http://www.scribd.com/doc/33507735/TANNIN)
Diakses pada 13 April 2013
top related