laporan hasil pemetaan populasi kunci provinsi dki jakarta · memanfaatkan data-data ini dalam...
Post on 13-Mar-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
2014
Komisi Penanggulangan AIDS
Provinsi DKI Jakarta
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci
Provinsi DKI Jakarta
Dukungan Teknis Oleh
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 2
Daftar Isi
Kata Pengantar 4
Tim Pemetaan 5
Tim Penyusun Laporan 9
Daftar Isti lah 10
Ringkasan Eksekutif 11
Bagian Satu | Konteks dan Kebutuhan Pemetaan 12
1. Latar Belakang 12
2. Definisi Pemetaan 12
3. Tujuan Pemetaan 12
4. Jenis dan Ruang Lingkup Pemetaan 13
5. Manfaat Pemetaan 13
Bagian Dua | Metode Pemetaan 15
1. Pendekatan Pemetaan 15
2. Waktu dan Lokasi Pemetaan 15
3. Tim Pemetaan 15
4. Tahapan Pemetaan 16
5. Definisi Operasional 16
6. Populasi dan Sampel Pemetaan 17
7. Metode Pengumpulan Data 17
8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 17
Bagian Tiga | Hasil-Hasil Pemetaan Geografis 18
1. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis WPS 18
a. Jumlah Populasi WPS 18
b. Jenis-Jenis Hotspot WPS 20
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis WPS 24
2. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LSL 24
a. Jumlah Populasi LSL 24
b. Jenis-Jenis Hotspot LSL 25
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LSL 27
3. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Waria 28
a. Jumlah Populasi Waria 28
b. Jenis-Jenis Hotspot Waria 29
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Waria 30
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 3
4. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LBT 31
a. Jumlah Populasi LBT 31
b. Jenis-Jenis Hotspot LBT 33
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LBT 34
5. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Penasun 35
a. Jumlah Populasi Penasun 35
b. Jenis-Jenis Hotspot Penasun 36
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Penasun 37
Bagian Empat | Hasil-Hasil Pemetaan Sosial 39
1. Hasil Pemetaan Sosial WPS 39
2. Hasil Pemetaan Sosial LSL 44
3. Hasil Pemetaan Sosial Waria 48
4. Hasil Pemetaan Sosial LBT 53
5. Hasil Pemetaan Sosial Penasun 57
Bagian Lima | Hasil -Hasil Pemetaan Sumber Daya 60
1. Hasil Pemetaan Lembaga yang Bekerja Untuk Penanggulangan HIV dan AIDS (LSM) 60
2. Hasil Pemetaan Fasilitas Layanan Kesehatan 60
Bagian Enam | Kesimpulan dan Rekomendasi 63
1. Kesimpulan 63
2. Rekomendasi 64
3. Keterbatasan Pemetaan 65
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 4
Kata Pengantar
Proses pemetaan dan laporannya ini tidak akan terwujud tanpa kerja sama yang baik antara KPAP DKI
Jakarta, KPAK enam wilayah, LSM, Forum LSM dan Program SUM I. Terima kasih saya ucapkan atas kerja
keras semua tim pemetaan yang terlibat. Tanpa kontribusi anda semua, pemetaan ini tidak akan pernah
terjadi dan mendapatkan hasilnya seperti saat ini.
Kita sudah lama menyadari bahwa data pemetaan sangat penting untuk proses perencanaan dan evaluasi program. Pada tahun 2014 ini kita melakukan pemetaan dengan cara berbeda dan metode
yang lebih sistematis mengacu pada buku ‘Petunjuk Teknis Pemetaan Untuk Perencanaan Intervensi’
yang diterbitkan KPAN dan Kemenkes RI. Mudah-mudahan informasi hasil pemetaan seperti yang
tertuang dalam laporan ini dapat membantu kita membuat perencanaan dan evaluasi program yang
lebih baik.
Dalam hal perencanaan, data pemetaan dapat digunakan antara lain untuk menetapkan target program,
menghitung jumlah logistik yang diperlukan (misalnya kondom, pelicin, LAS), memperkirakan kebutuhan capacity building bagi staf pelaksana program dan menghitung dukungan anggaran yang diperlukan
untuk mencapai target-target program.
Dalam hal evaluasi, data pemetaan dapat digunakan sebagai denominator untuk melihat kemajuan
program (misalnya dengan membandingkan antara jumlah orang yang sudah dijangkau/mengakses
layanan dengan hasil pemetaan yang ditetapkan sebagai target), melihat efektivitas program
berdasarkan jumlah dan sebaran hotspot, melihat pemerataan program secara geografis dan
sebagainya.
Catatan khusus sengaja saya berikan dalam hal pemanfaatan data-data ini bagi monitoring, evaluasi dan
pengembangan program. Semua jerih payah mengumpulkan data rasanya baru memadai jika kita
memanfaatkan data-data ini dalam diskusi program sehari-hari. Tanpa itu, berapapun banyaknya data
yang sudah kita kumpulkan hanya akan mengisi rak-rak buku kantor kita tetapi tidak berdampak bagi
penguatan dan pengembangan program. Ini fenomena umum di Indonesia. Tetapi kita harus memulainya
di Jakarta: memanfaatkan semua data yang ada untuk memandu kita menjalanlan program.
Dalam rangka itu, KPAP Provinsi DKI Jakarta berencana mengembangkan fact sheet untuk beberapa
laporan dan data yang sangat kaya menjadi bagian-bagian kecil yang lebih menarik. Sebab kebanyakan
dari kita mungkin cukup repot untuk membaca laporan suatu penelitian secara lengkap. Mudah -
mudahan dengan langkah ini, kita bisa memanfaatkan data yang ada secara lebih baik. Pengembagan
fact sheet akan kita mulai dengan laporan hasil pemetaan ini. Saya berharap, bidang-bidang lain dan
KPAK yang melakukan riset, asesmen atau semacamnya juga dapat mengembangkan fact sheet agar
informasi yang ada lebih menarik untuk dibaca dan ditelaah.
Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kerja keras dan partisipasi semua pihak. Semoga setiap
proses kegiatan memberi pembelajaran terbaik bagi kita untuk menjalankan inovasi-inovasi lain yang
berdampak.
Jakarta, Desember 2014
Hj. Dra. Rohana Manggala, M.Si
Sekretaris KPAP DKI Jakarta
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 5
Tim Pemetaan
Provinsi John Alubwaman
Catur Prasetyo
Lili Fitriyah
Adrie Admira
Ida Kusumaningrum
Erlian Rista Aditya
Kabid Monev dan Pengembangan
Bidang Monev dan Pengembangan
Bidang Monev dan Pengembangan
Bidang Monev dan Pengembangan
Bidang Promosi dan Pencegahan
SUM I DKI Jakarta
Jakarta Pusat Miko
Susi Hidayah
Adi Sumari
Sabilan Muhtadin
Corry Kedarsari
Ballqis
Bunda Joyce
Ria Dwi S. Pangayow
Budi Mulia
Ahmad SP
Sika Anggrani
Lolly Joselly
Soeradji
Anggraeny
Ati Susilowati
Wulan
Muji
Topan
Benny Hamidi
Peter DS
Frederick Scott
T. Hadi
Taufik H
Yulitanti
Eri Kurnia
Arman Aedy
Yanuar R
Syarif
Wiwik Anggraini
Imanita
Yanti
Sri
M. Sofian
dr. I Gede Subagia
Rizky Rahmatia
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Layak
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Yayasan Pelita Harapan Bangsa
Yayasan Pelita Harapan Bangsa
Karisma
Karisma
Karisma
Karisma
Gema
KAKI
KAKI
KAKI
KPAK Jakarta Pusat
KPAK Jakarta Pusat
KPAK Jakarta Pusat
KPAK Jakarta Pusat
KPAK Jakarta Pusat
KPAK Jakarta Pusat
KPAK Jakarta Pusat
Jakarta Utara Okky Darmianto. R
Orin
Ella Mantika
Donna
Zaenal Ramadhan
Abdul. S
Yuwana. E
Mulya. A
Adhy. N
Evan
Neni. L
Hafids
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
LPA Karya Bhakti
LPA Karya Bhakti
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
Jakarta Plus Center
PKBI Jakarta Utara
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 6
Noviya
Cecep Septiyansah
S. Rahayu
Elyana
Sukmaji
Elia
Sarnan
Endang. S
Dayat. F
Deni
Magda Lena
Syukron. M
Ujang Jatmika
Heri Pianah
Wahyu. S
Budy. M
Nur Aini
Nani
Imanudin
M. Sukmarajaya
Putra Indrayana
Azis Fauzi
Asep
Edi
Bahroni
Djadjang Djunaedi
Fahmi Arizal
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
PKBI Jakarta Utara
Bandung Wangi
Bandung Wangi
PENA
PENA
PENA
PENA
Yayasan Anak dan Perempuan
Yayasan Anak dan Perempuan
Yayasan Anak dan Perempuan
KIOS Atmajaya
KIOS Atmajaya
KIOS Atmajaya
KIOS Atmajaya
KPAK Jakarta Utara
KPAK Jakarta Utara
KPAK Jakarta Utara
KPAK Jakarta Utara
KPAK Jakarta Utara
Jakarta Barat Risman Sofian
Yayan Baskarah
Sadon Kuswara
Julius Tambunan
Elfeida Sardiana
Sutarko Candi
Theokusita. M Da Gomez
Martinus Zangga
Nanda
Teto
Henny Pawaka
Kristina
Agustin
Acung
Zulham
Voni Istirani
Zakaria
Sahroni
Budi. HS
Sugeng
Ali Paruq
Yuli
Zaenal
Iwan. T
Firman
Rohmat Noviar
Benny Hamidi
Peter
Putera
Fahrul
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
ICODESA
ICODESA
ICODESA
ICODESA
ICODESA
ICODESA
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
GEMA
GEMA
GEMA
GEMA
GEMA
GEMA
GEMA
GEMA
Yayasan Kusuma Buana
Yayasan Kusuma Buana
Yayasan Kusuma Buana
Yayasan Kusuma Buana
Yayasan Pelita Harapan Bangsa
Yayasan Pelita Harapan Bangsa
KIOS Atmajaya
KIOS Atmajaya
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 7
Bayu
Paldy
Aprizal
Rino. A
Windi. AM
Syamsul. M
dr. Aryani. S
Yusup
Diah
Slamet Febrianto
KIOS Atmajaya
KIOS Atmajaya
Yayasan Mutiara Maharani
Yayasan Mutiara Maharani
KPAK Jakarta Barat
KPAK Jakarta Barat
KPAK Jakarta Barat
KPAK Jakarta Barat
KPAK Jakarta Barat
KPAK Jakarta Barat
Jakarta Selatan Andhika
Al
Saiful
Sendi
Tayen
Aldi
Mario
Hadi
Jiran
Hendra
M.T. Hanny H.S.Pd
Ahmad Pramono
Ragil Wahyono
Aurie
Wahyu
Paridan
Budi Setiawan
Teus Lugulanten
Mario Sinatra
Indhi Sadira
Rosa
Puni
Dewi. R
Andika. PW
Mulya
Zaenal Suhendi
Hartono
Abdul Rohim
Eka Aditya
Seila
Yola Anggun
Vira
Erwin Nugrogho
Tovan Agus
Heri Santoso
Kanti Lituhayu
Tri Witjaksono
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
Yayasan Intermedika
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
KAPETA
Pokja Faletehan
PPK-UI
PPK-UI
PPK-UI
PPK-UI
Stigma
Stigma
Stigma
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
YHP
YHP
Sudinkes
KPAK Jakarta Selatan
KPAK Jakarta Selatan
Jakarta Timur Nancy Iskandar
Minul
Yuni
Nuke Ayu Amelia
Dian
Uchi
Adin
Tono
Salaludin
Koko
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
Yayasan Srikandi Sejati
LPA-Karya Bhakti
LPA-Karya Bhakti
LPA-Karya Bhakti
LPA-Karya Bhakti
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 8
Kevin
Agus
Sony
Syeni Alfianti
Tasinah
Chanra Ely Jhonatan . M
Jumadi Galingging
Devi
Irma
Rian Wulandari
Eva Rosita
Mirnawati
Suherman
Heni
Saimah
Maryati
Ai Yuniati
Yuli Risciani
Nurdjanah
Iyan
Satya Hadi
Indra A. Gunawan
Faizin
Maya
Hodland Silalahi
Djaenal Arifin
Suryana
Reza Novalino
LPA-Karya Bhakti
LPA-Karya Bhakti
LPA-Karya Bhakti
PKBI Jakarta Timur
PKBI Jakarta Timur
PKBI Jakarta Timur
PKBI Jakarta Timur
PKBI Jakarta Timur
PKBI Jakarta Timur
Yayasan Hidup Positif
Yayasan Hidup Positif
Yayasan Hidup Positif
Bandungwangi
Bandungwangi
Bandungwangi
Bandungwangi
Bandungwangi
Rempah
Rempah
Rempah
Rempah
Rempah
Rempah
Rempah
Karisma
Karisma
Karisma
Karisma
Kepulauan Seribu H. Anwar
Ahmad Gojali
Anton
Muclis
Ahmad Nuryani
Hilmansyah
Bhaskar J
dr. Heldy
Arif R.A
Palupi
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
KPAK Kepulauan Seribu
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 9
Tim Penyusun Laporan
Jakarta Pusat Wiwik Anggraini
Ria Dwi S. Pangayow
Jakarta Utara Fahmi Arizal
Djadjang Djunaedi
Jakarta Barat Samsul
Windi
Daniel Upay
Jakarta Selatan Tri Witjaksono
Kanti Lituhayu
Aldy
Jakarta Timur Imam Mulyadi
Aminullah
Kepulauan Seribu Hilmansyah
Provins DKI Jakarta John Alubwaman
Catur Prasetyo
Ida Kusumaningrum
Lili Fitriyah
Adrie Admira
Erlian Rista Aditya
Editor
Erlian Rista Aditya
John Alubwaman
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 10
Daftar Istilah
ABK Anak Buah Kapal
Champion Tokoh komunitas yang secara sukarela aktif/potensial aktif melakukan kegiatan
pencegahan HIV di komunitasnya
CST Care, Support and Treatment = PDP
Fasyankes Fasilitas Layanan Kesehatan
GIS Geographical Information System
GPS Geographic Positioning System
Hotspot Tempat negosiasi dan/atau transaksi seks dan penggunaan narkoba suntik
Hotzone Pengelompokkan beberapa hotspot terdekat (dalam radius 300) meter menjadi satu
HCT HIV Counseling and Testing
Informan Sumber informasi yang berasal dari populasi kunci dan dianggap kredibel serta
mengetahui informasi tentang populasi kunci di suatu hotspot
Informan Kunci Sumber informasi yang berasal dari luar populasi kunci dan dianggap kredibel serta
mengetahui informasi tentang populasi kunci di suatu hotspot
KIE Komunikasi, Informasi, Edukasi
KT HIV Konseling dan Tes HIV
KTH Konseling dan Tetsing HIV
KTS Konseling dan Testing Sukarela
KPP Komunikasi Perubahan Perilaku
LASS Layanan Alat Suntik Steril = LJSS
LBT Lelaki Berisiko Tinggi
LJSS Layanan Jarum Suntik Steril
LSL Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki
Lokasi Hotspot
Media KPP Media cetak (leaflet, sticker, poster dll) dan non cetak untuk mendukung proses KPP
(Komunikasi Perubahan Perilaku)
Media KIE Media cetak (leaflet, sticker, poster dll) dan non cetak untuk mendukung proses KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
MOU Memorandum of Understanding
MMT Methadone Maitenance Treatment = PTRM
Nyebong Bahasa slang di kalangan Waria untuk menyebut proses mencari tamu/klien
di suatu hotspot
Outlet Penjua/distributor/pengecer kondom baik kondom komersial/subsidi
PDP Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
PE Peer Educator/Pendidik Sebaya
Penasun Pengguna Napza Suntik
Penapisan Pemeriksaan rutin IMS kepada populasi kunci tanpa melihat ada/tidaknya gejala
PMTS Pencegahan Penularan IMS Melalui Transmisi Seksual
PMTCT Prevention Mother To Child Transmission = PPIA
PPSK Program Pemasaran Sosial Kondom
PPIA Pencegahan Penularan Ibu ke Anak
PTRM Perawatan Terapi Rumatan Metadon
Pokja Kelompok Kerja
Pokmas Kelompok Masyarakat
Popkun Populasi Kunci
Populasi Kunci Populasi paling berisiko terhadap penularan HIV yaitu Penasun, WPS, LSL, Waria dan
LBT
RR Reporting dan Recording
STBP Survey Terpadu Biologis dan Perilaku
TKBM Tenaga Bongkar Muat Barang
VCT Voluntary Counseling and Testing
WPS Wanita Pekerja Seks
WPSL/WPSTL Wanita Pekerja Seks Langsung/Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 11
Ringkasan Eksekutif
Pemetaan populasi kunci tahun 2014 menggunakan metode yang berbeda dan jauh lebih sistematis
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berkat adanya Panduan Teknis Pemetaan Populasi Kunci
Untuk Perencanaan Intervensi yang dikeluarkan KPAN dan Kemenkes RI tahun 2014.
Jumlah populasi kunci di DKI Jakarta berdasarkan hasil pemetaan ini adalah sebanyak 4.193 WPSL,
7.669 WPSTL, 4.465 LSL, 1.206 Waria, 122.096 LBT dan 2.004 Penasun. Rata-rata mobilitas setiap populasi kunci adalah 1-3 hotspot per hari. Artinya setiap hari terdapat kemungkinan populasi kunci
berpindah hotspot ke 1 sampai 3 hotspot lain. Pemetaan ini juga berhasil mengidentifikasi jumlah
hotspot untuk setiap populasi yakni 352 hotspot WPSL, 523 hotspot WPSTL, 281 hotspot LSL, 217
hotspot Waria, 890 hotspot LBT dan 229 hotspot Penasun.
Terdapat tiga jenis/bentuk hotspot paling utama pada populasi WPSL yakni wisma, rumah kost dan
warung, pada WPSTL hotspot paling banyak berupa panti pijat, café dan karaoke, pada LSL adalah mall,
minimarket dan salon, pada Waria adalah salon, rumah kontrakan dan rumah kost, pada LBT hotspot utamanya berupa pangkalan ojek, pangkalan truk dan pabrik dan pada populasi Penasun hotspot
utamanya kebanyakan berupa pinggir jalan, rumah/kost dan gang. Jika semua hotspot
dikelompokkan(clustering) menggunkan aplikasi GIS, dalam radius 300 meter (disebut dengan hotzone)
maka akan terdapat 78 hotzone LSL, 97 hotzone Waria, 126 hotzone WPS, 213 hotzone LBT dan 99
hotzone Penasun.
Dua indikator utama dalam pilar satu PMTS (penguatan dan pelibatan pemangku kepentingan) yakni
adanya Pokja Lokasi dan kesepakatan lokasi masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 43% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 14% hotspot Waria dan 22% hotspot LBT yang
mempunyai Pokja Lokasi dan baru 39% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 34% hotspot Waria, dan 21%
hotspot LBT yang mempunyai kesepakatan lokasi.
Dua indikator utama dalam pilar dua PMTS (komunikasi perubahan perilaku) yakni adanya jumlah PE
aktif dan media KPP yang cukup juga masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat
provinsi) baru 26% hotspot WPS, 24% hotspot LSL, 34% hotspot Waria dan 14% hotspot LBT yang mempunyai jumlah PE aktif cukup dan baru 47% hotspot WPS, 35% hotspot LSL, 37% hotspot Waria, dan
23% hotspot LBT yang mempunyai distribusi Media KPP cukup.
Dua indikator utama dalam pilar tiga PMTS (penyediaan dan distribusi kondom) yakni adanya jumlah
outlet kondom dan jumlah kondom terdistribusi belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk
tingkat provinsi) baru 53% hotspot WPS, 43% hotspot LSL, 74% hotspot Waria dan 16% hotspot LBT yang
mempunyai jumlah outlet kondom cukup dan baru 40% hotspot WPS, 39% hotspot LSL, 65% hotspot
Waria, dan 15% hotspot LBT yang mempunyai distribusi kondom cukup.
Tiga indikator utama dalam pilar empat PMTS (pemeriksaan IMS dan HCT) yakni adanya pemeriksaan
rutin di setiap hotspot, semua populasi kunci dalam hotspot mengikuti pemeriksaan dan keramahan
petugas Kesehatan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) 44% hotspot WPS, 28% hotspot LSL,
82% hotspot Waria dan 25% hotspot LBT yang mempunyai pemeriksaan rutin IMS dan HCT dan baru 34%
hotspot WPS, 14% hotspot LSL, 33% hotspot Waria, dan 16% hotspot LBT yang 100% populasi kuncinya
mengikuti pemeriksaan rutin. Sementara itu rata-rata 70% hotspot WPS, 41% hotspot LSL, 81% hotspot
Waria dan 34% hotspot LBT melihat penyedia layana sudah aman.
Terdapat 23 LSM aktif yang bekerja untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Variasi layanan mereka antara
lain penjangkauan, pendampingan, rujukan ke Fasyankes dan pendampingan ODHA. Terdapat 74
Fasyankes yang dipetakan di Jakarta dengan variasi layanan antara lain IMS, VCT, LAS, PTRM, kesdas, IO
dan ARV.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 12
Bagian Satu | Konteks dan Kebutuhan Pemetaan
1. Latar Belakang
Mengetahui jumlah dan dimana populasi kunci biasa berada, bekerja, berkumpul atau tinggal (hotspot)
menjadi kebutuhan mendasar untuk dapat menjalankan program pencegahan HIV yang efektif. Data ini
diperlukan untuk menghitung anggaran yang diperlukan bagi program pencegahan HIV, bentuk kegiatan yang
sesuai dengan karakateristik hotspot yang ada, cara paling efektif menjangkau mereka dan prioritas-prioritas
program yang perlu ditetapkan.
Pemetaan merupakan salah satu cara untuk mengetahui besaran jumlah dan letak hotspot populasi kunci. Di
DKI Jakarta, kegiatan pemetaan populasi kunci telah menjadi agenda rutin program KPAP DKI Jaka rta.
Pemetaan populasi kunci yang pertama telah dilakukan pada 2009, kemudian diperbaharui pada 2010 dan
2012.
Pemetaan populasi kunci 2014 ini adalah proses pembaharuan data dari pemetaan sebelumnya.
Pembaharuan data pemetaan perlu dilakukan karena adanya faktor mobilitas atau turn-over populasi kunci
baik antar wilayah di DKI Jakarta maupun dari dan ke luar Jakarta. Hal ini menyebabkan jumlah populasi kunci
yang selalu fluktuatif . Pembaharuan data pemetaan juga dilakukan untuk mengidentifikasi kemunculan
hotspot baru dan hilangnya hotspot lama, perubahan tipe/bentuk hotspot dan karakteristik demografi
populasi kunci.
Berbeda dengan proses-proses pemetaan sebelumnya, pemetaan populasi kunci 2014 dilakukan lebih
sistematis secara metode karena mendasarkan diri pada Petunjuk Teknis Pemetaan Populasi Kunci Untuk
Perencanaan Intervensi Program HIV, Kemenkes RI dan KPAN, 2014. Pemetaan 2014 berusaha memetakan
lima populasi kunci yakni LSL, Waria, WPS, Penasun dan LBT.
2. Definisi Pemetaan
Sampai saat ini tidak ada definisi baku yang berlaku secara nasional tentang makna pemetaan. Untuk tujuan
praktis, pemetaan atau lebih tepat disebut pemetaan komunitas di DKI Jakarta didefinisikan sebagai:
“Proses partisipatoris menggambarkan situasi lingkungan geografis, sosial dan sumber daya penanggulangan
HIV dan AIDS, terutama jumlah populasi kunci, lokasi fisik di mana populasi kunci biasanya berada, situasi
sosial khas populasi kunci yang ada dan layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan
AIDS tertentu yang dapat mendukung pelaksanaan program”.
3. Tujuan Pemetaan
Ada beberapa tujuan mengapa pemetaan perlu dilakukan, yakni:
Untuk mengetahui jumlah dan sebaran populasi kunci penerima manfaat program.
Untuk mengetahui situasi lingkungan fisik di mana populasi kunci penerima manfaat program biasanya
berada (tempat nongkrong, tempat kerja, tempat tinggal, tipe/bentuk hotspot).
Untuk mengetahui peta sosial populasi kunci penerima manfaat program (karakter istik demografi dasar,
aktivitas sehari-hari, mobilitas, orang-orang berpengaruh di komunitas dll).
Untuk mengetahui keberadaan layanan kesehatan dan LSM pencegahan HIV terdekat dan yang biasa
diakses populasi kunci.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 13
4. Jenis dan Ruang Lingkup Pemetaan
Sesuai dengan definisi dan tujuan pemetaan, maka terdapat tiga jenis pemetaan yang dilakukan dalam
pemetaan populasi kunci 2014 di DKI Jakarta ini, yakni pemetaan geografis, sosial dan sumber daya program
dengan ruang lingkup sbb:
Diagram 1.1 Ruang Lingkup Pemetaan
5. Manfaat Pemetaan
Data pemetaan dapat dimanfaatkan untuk:
Perencanaan Program
o Untuk menentukan prioritas hotspot yang perlu dijangkau terlebih dahulu, biasanya yang jumlah
populasi kuncinya banyak dan ukuran hotspotnya besar atau mulai dari mudah dijangkau terlebih
dahulu
o Untuk menghitung target program sesuai jumlah populasi kunci yang benar-benar ada di
lapangan
o Untuk menghitung kebutuhan dan kualifikasi petugas lapangan sesuai karakteristik populasi
kunci dan jenis hotspot
o Untuk menghitung kebutuhan materi pencegahan (kondom, pelicin, alat suntik) dan media KIE
Pemetaan
Geografis
Estimasi Jumlah
Nama & Jenis Hotspot
Mobilitas
Sosial
Keterlibatan Pemangku
Kepentingan
Pengetahuan dan Kegiatan Pen-
cegahan
Penggunaan Kondom
Akses ke Fasyankes
Sumber Daya Program
LSM Penanggulangan
HIV & AIDS
Fasilitas Layanan Kesehatan
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 14
Implementasi Program
o Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penjangkaun populasi kunci, misalnya dengan
membagi wilayah penjangkauan berdasarkan kesamaan jenis hotspot, ukuran hotspot atau jarak
antar hotspot.
o Untuk meningkatkan penerimaan program oleh komunitas dan melibatkan komunitas dalam
program dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci di hotspot
Monitoring dan Evaluasi Program
o Untuk memonitor berapa banyak populasi kunci yang telah dijangkau dibandingkan jumlah hasil
pemetaan sebagai target
o Untuk menilai kemajuan program, misalnya program PMTS yang mempunyai komponen
penguatan pemangku kepentingan lokal dengan melihat berapa banyak lokasi yang telah
mempunyai Pokja lokasi dibandingkan total jumlah lokasi yang ada.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 15
Tim Pemetaan Provinsi
Tim Lapangan Tim Lapangan Tim Lapangan
Tim Pemetaan Kota/Kab
Bagian Dua | Metode Pemetaan
1. Pendekatan Pemetaan
Pemetaan ini menggunakan dua pendekatan penelitian yakni kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
digunakan untuk menghitung jumlah populasi kunci dan sebagian pemetaan sosial. Pendekatan kualitatif
digunakan untuk memetakan sumber daya penanggulangan HIV dan AIDS dan sebagian pemetaan sosial.
2. Waktu dan Lokasi Pemetaan
Pemetaan dilakukan selama empat minggu untuk lima populasi kunci yakni LSL, Waria, WPS, Penasun dan
LBT. Setiap populasi dipetakan selama satu minggu serentak di enam kota/kab di DKI Jakarta.
Tabel 2 .1 Waktu, Sasaran dan Lokasi Pemetaan
Waktu
Populasi
Sasaran
Pemetaan
Lokasi
13 – 17 Oktober 2014 LSL dan Waria Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, Timur dan Kep.
Seribu
20 – 24 Oktober 2014 WPS Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Timur
27 – 31 Oktober 2014 Penasun Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Timur
3 – 7 November 2014 LBT Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, Timur dan Kep.
Seribu
Pemetaan dilakukan di semua kecamatan di semua kota/kab di DKI Jakarta.
3. Tim Pemetaan
Tim pemetaan terdiri dari berbagai komponen yakni KPAP, KPAK, Sudinkes dan LSM. Struktur tim pemetaan
dibuat menjadi seperti ini:
Diagram 2.1 Struktur Tim Pemetaan
Tim pemetaan provinsi berperan
menyiapkan tim pemetaan
kota/kabupaten, melatih mereka,
menyiapkan instrumen dan form,
menyediakan anggaran, melakukan
supervisi ke kota/kab dan
menganalisis data.
Tim pemetaan kota/kab be rtugas
sebagai koordinator dan supervisor
dalam pelaksanaan pemetaan yang
sebenarnya. Selama pelaksanaan
pemetaan tim pemetaan kota/kab
bertugas merekrut tim lapangan,
memberikan orientasi kepada
mereka, mensupervisi tim lapangan di lapangan, memutuskan apakah kunjungan lapangan perlu dilakukan
ulang atau perlu ada cek silang dari tim lapangan lain, memeriksa kelengkapan isian dan akurasi data pada
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 16
form hasil pemetaan, mengelola pertemuan data entry bersama tim lapangan dan bersama tim pemetaan
provinsi melakukan analisis data hasil pemetaan.
Tim lapangan bertugas mengumpulkan data ke lapangan menggunakan berbagai instrumen yang telah
disediakan termasuk melakukan wawancara dengan informan dan informan kunci, melakukan observasi
langsung ke lapangan, menggunakan GPS untuk menitik koordinat setiap hotspot dan menginput data ke
dalam worksheet excel yang telah disediakan.
4. Tahapan Pemetaan
Untuk meningkatkan kualitas data hasil pemetaan dan pemanfaatannya, proses pemetaan ini mengikuti
beberapa tahap seperti yang direkomendasikan dalam Petunjuk Teknis Pemetaan, namun dengan beberapa
penyesuaian sesuai kebutuhan di DKI Jakarta.
Diagram 2.1 Tahapan Umum Pemetaan
5. Definisi Operasional
Penasun adalah orang yang menyuntikkan napza minimal satu kali menyuntik dalam satu tahun terakhir.
Kelompok ini tidak mencakup penasun yang sedang dalam terapi subtitusi opiat atau dalam program
abstinen.
Lebih banyak penasun laki-laki daripada perempuan, dengan lama menggunakan napza suntik dan frekuensi
menyuntik beragam. Pada umumnya penasun mempunyai kesamaan karakteristik sebagai berikut yaitu
menyukai tempat yang tersembunyi, berkumpul hanya dengan kelompoknya, persaudaraan yang kuat di
antara mereka, dan pekerjaan yang beragam seperti wiraswasta, freelance, tukang ojek dan lain lain.
Wanita Pekerja Seks Langsung adalah perempuan yang menjual seks untuk uang atau barang sebagai
sumber utama pendapatan mereka, Sumber utama artinya ada kepastian memperoleh pendapatan, bukan
besar/kecilnya pendapatan. Para perempuan ini termasuk mereka yang bekerja di rumah
•Pembentukan tim kota/kab
•Pelatihan tim kota/kab
•Rekrutmen tim lapangan
•Orientasi tim lapangan
Persiapan
•Listing data hotspot •Pengumpulan data ke
lapangan
•Data entry dan verifikasi
Pelaksanaan •Pertemuan konsensus
hasil pemetaan bersama stakeholder
•Workshop penulisan hasil pemetaan
Penulisan Laporan
•Workshop akhir tahun program 2014
•Rancangan kegiatan APBD 2015
Pemanfaatan Hasil
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 17
bordil,lokalisasi,jalanan atau tempat-tempat umum di mana pelanggan datang untuk membeli Seks. Para
perempuan ini mungkin bekerja atau tidak bekerja untuk makelar atau mucikari.
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung adalah perempuan bekerja di tempat hiburan (seperti karaoke, bar, panti
pijat dan lain-lain) dan yang menjual Seks kepada pelanggan mereka yang ditemui di tempat hiburan.
Transaksi seks dapat terjadi di tempat hiburan atau diluar tempat hiburan dan pemilik/manajer tempat
hiburan mungkin memfasilitasi atau tidak memfasilitasi transaksi seks tersebut.
Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan pasangan laki-
lakinya. Kelompok ini termasuk orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai gay,biseksual atau
heteroseksual. Kategori ini termasuk orang-orang yang menjual dan/atau membeli seks dengan laki-laki lain.
(pekerja seks laki-laki).
Waria adalah transgender (laki-laki menjadi perempuan)atau laki-laki secara biologis yang mengidentifikasi
dirinya sebagai perempuan dan/atau berperilaku dan berpakaian seperti perempuan.
Lelaki Berisiko Tinggi (LBT) adalah laki-laki potensial pembeli jasa seks WPS seperti ABK/Pelaut,
Nelayan,Tenaga Bongkar Muat Barang (TKBM), Pegawai Industri Pabrikan (pada industri yang mayoritas laki-
laki dengan karyawan lebih dari 500 orang), Pekerja Kontruksi pada proyek konstruksi jangka panjang lebih
dari satu tahun, Sopir Truk, Sopir Taxi dan Ojek (khusus yang berada pada radius 100 m dari hotspot WPS).
Daftar ini merujuk kepada hasil-hasil STBP 2007 dan 2011 dengan penyesuaian.
Hotspot adalah tempat transaksi dan/atau negosiasi seks dan/atau pemakaian narkoba suntik.
6. Populasi dan Sampel Pemetaan
Populasi yang dipetakan dalam pemetaan ini adalah lima kelompok populasi kunci paling berisiko terhadap
penularan HIV yakni LSL, Waria, WPS, Penasun dan LBT sesuai dengan definisi operasional yang ditetapkan.
Sampel pemetaan adalah masing-masing 2 – 3 orang anggota populasi kunci yang dianggap mengetahui
seluk-beluk populasi kunci di hotspot yang dipetakan dan 2 – 3 orang informan kunci yaitu tokoh komunitas
bukan populasi kunci yang dianggap mengetahui seluk-beluk populasi kunci di hotspot yang dipetakan.
7. Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara terstruktur menggunakan kuesioner singkat (untuk
pemetaan geografis) dan panduan wawancara mendalam (untuk pemetaan sosial dan sumber daya) serta
observasi. Semua pengumpulan data dilakukan langsung di lapangan ke setiap hotspot, LSM dan Fasyankes.
Data sekunder pendukung dikumpulkan berdasarkan katalog data koleksi KPAP DKI, SUM I dan hasil
penelusuran internet.
8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data hasil pemetaan menggunakan excel worksheet, pivot table dan kategorisasi pendapat
khusus untuk merangkum hasil wawancara mendalam dengan informan dan informan kunci pada pemetaan
sosial.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 18
Bagian Tiga | Hasil-Hasil Pemetaan Geografis
1. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis WPS
a. Jumlah Populasi WPS
Berikut hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah WPSL di berbagai wilayah:
Tabel 3 .1 Hasil Pemetaan WPSL Jakarta 2014
Kab/
Kota
Jumlah
Hotspot
Jumlah
Perkiraan
Populasi
Jumlah
Populasi
Hasil
Observasi
Rerata
Jumlah
Populasi
Per
Hotspot
Koreksi
Mobilitas
Diterapkan
Jumlah
Populasi
Dikoreksi
Mobilitas
Keputusan
Hasil
Pemetaan
Jakarta Pusat 74 1.991 1.682 27 0.98 1.961 1.961
Jakarta Utara 142 1.257 1.236 9 0.89 1.122 1.122
Jakarta Barat 12 332 287 28 0.66 222 222
Jakarta Selatan 34 137 106 4 0.85 117 117
Jakarta Timur 90 872 704 10 0.88 771 771
Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0 0 0
Total Provinsi 352 4.589 4.015 13 4.193 4.193
Berdasarkan hasil pemetaan ini, maka disimpulkan jumlah WPSL di Jakarta adalah 4.193 orang. Jumlah WPSL
terbanyak terdapat di Jakarta Pusat sebesar 1.961 orang. Jumlah ini telah memperhitungkan kemungkinan
mobilitas diantara mereka yang menyebabkan sebagian populasi terhitung ulang selama proses pemetaan.
Kemungkinan mobilitas ini direpresentasikan dalam bentuk angka ‘koreksi mobilitas yang diterapkan’.
Meskipun demikian diperkirakan jumlah populasi WPSL di Jakarta mencapai 4.589. Jumlah ini adalah jumlah
yang diperkirakan oleh para informan dan informan kunci berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan
mereka langsung di hotspot. Tim pemetaan melakukan wawancara mendalam paling tidak kepada 2 informan
dan 1 informan kunci di setiap hotspot. Sementara itu berdasarkan hasil observasi langsung tim pemetaan,
diperkirakan terdapat 4.015 WPSL di Jakarta. Diperkirakan rata-rata terdapat 13 orang W PSL di setiap
hotspot.
Berdasarkan pemetaan ini, tidak ditemukan adanya hotspot WPSL di Kepulauan Seribu. Hal ini disebabkan
rata-rata LBT asal Kepulauan Seribu melakukan transaksi seks di Jakarta atau kota -kota lain di sepanjang
jalur penangkapan ikan para nelayan Kep. Seribu. Nelayan , seperti yang akan dijelakan berikutnya,
merupakan populasi LBT terbesar di Kep. Seribu.
Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah WPSL di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai
terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 19
Grafik 3.1 Kesimpulan Jumlah WPSL Hasil Pemetaan
Selanjutnya adalah hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah pada populasi WPSTL di berbagai
wilayah. Angkanya adalah sebagai berikut:
Tabel 3 .2 Hasil Pemetaan WPSTL Jakarta 2014
Kab/
Kota
Jumlah
Hotspot
Jumlah
Perkiraan
Populasi
Jumlah
Populasi
Hasil
Observasi
Rerata
Jumlah
Populasi
Per
Hotspot
Koreksi
Mobilitas
Diterapkan
Jumlah
Populasi
Dikoreksi
Mobilitas
Keputusan
Hasil
Pemetaan
Jakarta Pusat 33 1.474 1.382 45 1 1.474 1.474
Jakarta Utara 113 2.327 1.437 21 0.81 1.887 1.887
Jakarta Barat 144 2.228 1.895 15 0.9 2.005 2.005
Jakarta Selatan 114 1.437 771 13 0.85 1.222 1.222
Jakarta Timur 119 1.307 976 11 0.82 1.081 1.081
Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0 0 0
Total Provinsi 523 8.773 6.461 16 7.669 7.669
Berdasarkan tabel 3.2 disimpulkan terdapat 7.669 orang WPSTL di Jakarta. Namun demikian rentang
perkiraannya adalah antara 6.461 orang (jumlah populasi hasil observasi) sampai 8.773 orang (jumlah
perkiraan populasi) . Jumlah perkiraan populasi diperoleh berdasarkan hasil wawancara tim pemetaan dengan
informant dan key informant di setiap hotspot yang dipetakan. Sementara jumlah populasi hasil observasi
adalah hasil pengamatan langsung tim pemetaan ketika melakukan kunjungan pemetaan di se tiap hotspot.
Melalui pemetaan ini diketahui juga bahwa total jumlah hotspot WPSTL di Jakarta adalah 523 hotspot dengan
rata-rata jumlah WPSTL per hotspot sebanyak 16 orang. Tidak ditemukan hotspot WPSTL di Kepulauan Seribu.
Jumlah WPSTL sebanyak 7.669 merupakan pengalian antara ‘jumlah perkiraan populasi’ dengan angka
‘koreksi mobilitas diterapkan’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil angka double counting populasi selama
proses pemetaan karena pengaruh mobilitas. Dengan menerapkan angka koreksi mobili tas, WPSTL yang
melakukan mobilitas diperkecil kemungkinannya untuk terhitung ulang di hotspot lain.
Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah WPSTL di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai
terbesar menurut wilayah:
0 117
222
771
1122
1961
0
500
1000
1500
2000
2500
Kep. Seribu JKT Selatan JKT Barat JKT Timur JKT Utara JKT Pusat
N 4.193
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 20
Grafik 3.2 Kesimpulan Jumlah WPSTL Hasil Pemetaan
b. Jenis-Jenis Hotspot WPS
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam, terdapat 352 hotspot WPSL di Jakarta. Jika diurutkan
berdasarkan jumlahnya, maka Jakarta Utara memilik hotspot WPSL terbanyak. Figurnya lengkapnya adalah
sebagai berikut:
Grafik 3.3 Distribusi Jumlah Hotspot WPSL Berdasarkan Wilayah
Namun jika dilihat dari jenis hotspotnya tanpa membedakan wilayah, maka wisma adalah jenis hotspot WPSL
terbanyak di Jakarta disusul rumah kost, warung, café dan jalan. Figur lengkapnya adalah sebagai berikut:
0
1081 1222
1474
1887 2005
0
500
1000
1500
2000
2500
Kep. Seribu JKT Timur JKT Selatan JKT Pusat JKT Utara JKT Barat
N 7669
0
12
34
74
90
142
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Kep. Seribu JKT Barat JKT Selatan JKT Pusat JKT Timur JKT Utara
N 352
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 21
Grafik 3.4 Distribusi Jenis Hotspot WPSL Hasil Pemetaan 2014
Catatan perlu diberikan terhadap beberapa jenis hotspot yang biasanya didefinisikan sebagai hotspot WPSTL
tetapi dalam pemetaan ini masuk dalam kategori hotspot WPSL.
Dalam pengertian konvensional hotspot-hotspot seperti bar, spa, hotel, karaoke, panti pijat dan café biasanya
dikategorikan sebagai hotspot WPSTL. Namun tim pemetaan di setiap wilayah melihat bahwa di beberapa bar,
café dan tempat-tempat yang disebutkan di atas ternyata tidak ada aktivitas lain selain negosiasi dan
transaksi seks secara langsung. Syarat bahwa kerja seks bukan kerja utama untuk mengatakan bahwa orang-
orang di dalam bisnis ini adalah WPSTL dengan demikian tidak terpenuhi. Sebaliknya, meski namanya bar dan
café tetapi ternyata hanya nama belaka dan tidak ada aktivitas bar dan café pada umumnya. Oleh karena itu,
dalam pemetaan ini beberapa bar dan café serta tempat-tempat semacamnya tetap dimasukkan sebagai
hotspot WPSL.
Namun demikian tidak semua bar dan café otomatis adalah hotspot WPSL. Sebagian besar bar dan café tetap
merupakan hotspot WPSTL. Hanya sebagian kecil yang merupakan hotspot WPSL dan hal ini dijustifikasi
berdasarkan observasi dan hasil wawancara mendalam tim pemetaan dengan informant dan key informant di
setiap hotspot.
Selanjutnya pada tabel 3.3 di bawah ini diuraikan persentase setiap jenis hotspot di setiap wilayah. Di Jakarta
Pusat jenis hotspot WPSL terbanyak berupa warung (95%). Sementara di Jakarta Utara jenis hotspot WPSL
terbanyak adalah wisma (57%). Untuk Jakarta Barat jenis hotspot warung adalah hotspot WPSL yang
terbanyak (25%) dan di Jakarta Selatan jenis hotspot terbanyak adalah berupa jalan (47%). Sementara di
Jakarta Timur 79% hotspot WPSL berupa rumah kost.
1 2 2 2 2 3 3 3
11 12 16
62
70 73
90
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
N 352
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 22
Grafik 3.5 Distribusi Jenis Hotspot WPSL Berdasarkan Wilayah
Sementara itu pada WPSTL, gambaran jumlah hotspotnya adalah sebagai berikut:
Grafik 3.6 Distribusi Jumlah Hotspot WPSTL Berdasarkan Wilayah
Jakarta Barat memiliki jumlah hotspot WPSTL terbanyak dibandingkan wilayah lain. Sampai pemetaan ini
selesai dilakukan, tidak ditemukan hotspot WPSTL di Kepulauan Seribu. Dilihat dari jenis hotspot pada
populasi WPSTL, figurnya cukup beragam seperti tampak pada tabel berikut ini.
Jika dilihat dari sebaran jenis-jenis hotspotnya, maka berikut figurnya di tiap wilayah:
95%
3% 1% 1% 1%
42%
57%
1%
25%
17%
8% 8%
33%
8% 6%
47%
6% 3%
6% 3%
9% 3%
9% 3%
10%
79%
11%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Wa
run
g
Ho
tel
Bio
sk
op
Ca
fé
Pa
nti
Pija
t
Ca
fé
Wis
ma
Pa
nti
Pija
t
Wa
run
g
Ta
ma
n
Jala
n
Sta
siu
n
Jem
ba
tan
Pe
rgu
da
ng
an
Ta
ma
n
Jala
n
Sta
siu
n
Ho
tel
Ca
fé
Ru
ma
h K
ost
Pa
nti
Pija
t
Ma
ll
Min
ima
rt
La
inn
ya
Wis
ma
Ru
ma
h K
ost
La
inn
ya
JKT Pusat JKT Utara JKT Barat JKT Selatan JKT Timur
N JP 74, N JU 143, N JB 12, N JS 34, N JT 90, N Kep. Seribu 0
0
33
113 114 119
144
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Kep. Seribu JKT Pusat JKT Utara JKT Selatan JKT Timur JKT Barat
N 523
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 23
Grafik 3.7 Distribusi Jenis Hotspot WPSTL Hasil Pemetaan 2014
Tiga jenis hotspot WPSTL terbanyak adalah panti pijat, café dan karaoke. Panti pijat merupakan jenis hotspot
terbanyak tidak saja di tingkat provinsi, namun juga di setiap wilayah. Berdasarkan situasi ini, tampaknya
program pencegahan HIV pada WPSTL perlu lebih difokuskan ke panti pijat.
Berikut adalah informasi lebih lengkap terkait sebaran jenis hotspot WPSTL di setiap wilayah.
Grafik 3 .8 Distribusi Jenis Hotspot WPSTL Berdasarkan Wilayah
1 1 1 2 2 2 3 4 4 4 10 11
28
49
70
98
233
0
50
100
150
200
250
N 523
58%
15%
27% 24%
5%
42%
2% 6%
2% 1%
18%
60%
10% 13%
2%
14%
1%
30% 31%
8%
3%
8%
2%
9%
1% 1% 1% 4%
1% 4%
56%
8%
34%
1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Pa
nti
Pija
t
Ka
rao
ke
Ba
r
Pa
nti
Pija
t
Ka
rao
ke
Ca
fé
Wis
ma
Ho
tel
Pe
ngin
ap
an
Dis
ko
tik
Sp
a
Pa
nti
Pija
t
Ka
rao
ke
Ba
r
Dis
ko
tik
Sp
a
Sta
siu
n
Pa
nti
Pija
t
Ka
rao
ke
Ca
fé
Ho
tel
Sp
a
Sta
siu
n
Sa
lon
Ru
ma
h K
ost
Te
rmin
al
Pa
sa
r
Ma
ll
Min
ima
rt
La
inn
ya
Pa
nti
Pija
t
Ka
rao
ke
Ca
fé
Sa
lon
JKT Pusat JKT Utara JKT Barat JKT Selatan JKT Timur
N JP 33, N JU 113, N JB 144,
N JS 114 , N JP 119
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 24
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis WPS
Indikator pengendalian mutu digunakan sebagai kontrol dan deskripsi atas kualitas proses pemetaan pada
setiap populasi kunci. Proses pemetaan ini dianggap memenuhi kualitas minimal yang diharapkan jika:
Jumlah hari kerja efektif dianggap cukup untuk memetakan sebaran hotspot di berbagai wilayah
Ada keterlibatan populasi kunci dalam pelaksanaan pemetaan.
Miniman 20% hotspot yang dipetakan dikunjungi supervisor pemetaan dari total hotspot yang dipetakan.
Minimal 10% hotspot di cek silang oleh tim pemetaan lain dari total hotspot yang dipetakan.
Berikut gambaran beberapa indikator pengendalian mutu pemetaan untuk pemetaan populasi WPS.
Tabel 3 .3 Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan
Kab/Kota Jumlah
Hari Kerja
% Anggota
Tim dr
Popkun
Rerata Jumlah
Hotspot
Dipetakan/Hari
Jumlah (%)
Hotspot
Dikunjungi
Pengawas
Jumlah (%)
Hotspot Dicek
Silang
Jakarta Pusat 5 33% 25 88% 64%
Jakarta Utara 5 0% 36 20% 10%
Jakarta Barat 5 0% 32 20% 0%
Jakarta Selatan 5 10% 21 45% 10%
Jakarta Timur 5 28% 40 20% 6%
Kepulauan Seribu 0 0% 0 0% 0%
Pada pemetaan WPS, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari untuk memetakan semua hotspot
WPS di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan. Populasi kunci terlibat dalam pemetaan di Jakarta Pusat,
Selatan dan Timur tetapi tidak ada populasi kunci WPS yang terlibat di tiga wilayah lain. Para anggota tim
pemetaan kota/kab sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke minimal 20% hotspot yang dipetakan.
Bahkan 88% hotspot yang dipetakan di Jakarta Pusat disupervisi oleh tim pemetaan kota/kab.
Persentase hotspot yang dicek silang memadai khususnya di Jakarta Pusat, Utara dan Selatan, Kurang
memadai di Jakarta Timur (6% dari harapan 10%) dan tidak memadai di Jakarta Barat (0%). Kepulauan Seribu
dikeluarkan dari semua analisis pengendalian mutu pemetaan karena tidak ada program WPS di sana, tidak
ada LSM pendamping WPS di sana dan berdasarkan proses listing awal ketika membuat daftar master
hotspot, tidak ditemukan adanya hotspot WPS sehingga pemetaan pada populasi WPS tidak dilakukan di
Kepulauan Seribu.
Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi WPS dianggap memadai, tetapi
belum bisa dikatakan baik atau sangat baik. Memadai karena secara umum (dianalisis pada level provinsi)
rata-rata kriteria mutu yang dijalankan sama dengan indikator minimal yang diharapkan, meskipun di
beberapa wilayah terdapat beberapa indikator mutu minimal yang tidak terpenuhi.
2. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LSL
a. Jumlah Populasi LSL
Berikut hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah LSL di berbagai wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 25
Tabel 3 .4 Hasil Pemetaan LSL Jakarta 2014
Kab/
Kota
Jumlah
Hotspot
Jumlah
Perkiraan
Populasi
Jumlah
Populasi
Hasil
Observasi
Rerata
Jumlah
Populasi
Per
Hotspot
Koreksi
Mobilitas
Diterapkan
Jumlah
Populasi
Dikoreksi
Mobilitas
Keputusan
Hasil
Pemetaan
Jakarta Pusat 30 1.212 997 40 0.78 918 918
Jakarta Utara 50 523 444 10 0.7 373 373
Jakarta Barat 62 1.555 1.344 25 0.67 1.044 1.044
Jakarta Selatan 55 1.947 1.771 35 0.78 1.518 1.518
Jakarta Timur 84 714 496 20 0.85 612 612
Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0 0 0
Total Provinsi 281 5.951 5.052 21 4.465 4.465
Berdasarkan hasil pemetaan ini, maka disimpulkan jumlah LSL di Jakarta adalah 4.465 orang. Jumlah LSL
terbanyak terdapat di Jakarta Selatan sebesar 1.947 orang. Jumlah ini telah memperhitungkan kemungkinan
mobilitas diantara mereka yang menyebabkan sebagian populasi terhitung ulang selama proses pemetaan.
Kemungkinan mobilitas ini direpresentasikan dalam bentuk angka ‘koreksi mobilitas yang diterapkan’. Total
jumlah hotspot LSL di Jakarta adalah 281.
Meskipun demikian diperkirakan jumlah populasi LSL di Jakarta mencapai 5.951 orang. Jumlah ini adalah
jumlah yang diperkirakan oleh para informan dan informan kunci berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan mereka langsung di hotspot. Tim pemetaan melakukan wawancara mendalam paling tidak kepada 2
informan dan 1 informan kunci di setiap hotspot. Sementara itu berdasarkan hasil observasi langsung tim
pemetaan, diperkirakan terdapat 5.052 LSL di Jakarta. Diperkirakan rata-rata terdapat 21 orang LSL di setiap
hotspot. Pemetaan ini juga mengkonfirmasi bahwa sejauh ini tidak ada hotspot LSL di Kepulauan Seribu.
Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah LSL di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai
terbesar menurut wilayah:
Grafik 3.9 Kesimpulan Jumlah LSL Hasil Pemetaan
b. Jenis-Jenis Hotspot LSL
Jakarta Timur memiliki jumlah hotspot LSL terbanyak dibandingkan wilayah-wilayah lainnnya. Total hotspot LSL
di DKI Jakarta adalah 281. Berikut grafik jumlah hotspot diurutkan berdasarkan jumlahnya untuk setiap
wilayah.
0
373
612
918
1044
1518
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Kep. Seribu JKT Utara JKT Timur JKT Pusat JKT Barat JKT Selatan
N 4465
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 26
1 1 1 1 1 4 4 4 4 4 5 6 6 6 8
11 12 17 17
26 26 28 30
58
0
10
20
30
40
50
60
70
N 281
Grafik 3.10 Distribusi Jumlah Hotspot LSL Berdasarkan Wilayah
Dilihat dari jenis-jenis hotspot yang ada tanpa melihat wilayahnya, maka mall, minimarket dan salon
merupakan tiga jenis hotspot LSL dengan jumlah terbanyak. Grafik … menunjukkan informasi dimaksud.
Grafik 3.11 Distribusi Jenis Hotspot LSL Hasil Pemetaan 2014
Intervensi perubahan perilaku pada LSL sampai saat ini masih dianggap yang paling sulit. Oleh karena itu
memfokuskan diri pada hostpot-hotspot dimana LSL banyak berada bisa menjadi satu langkah program yang
penting. Logikanya dengan menyasar hotspot yang paling banyak berarti menyasar banyak LSL dari sisi
cakupan. Jika hal ini berhasil, maka epidemi akan terpengaruh karena mayoritas LSL terjankau program
secara baik.
0
30
50 55
62
84
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Kep. Seribu JKT Pusat JKT Utara JKT Selatan JKT Barat JKT Timur
N 281
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 27
3
1
4
1
9
3
1 1
3
1 2
1
15
1 2
13
5
2 2 1
2
7
15
1 1 1
6
8
2
8
6
2 1
9
1 1
8
4 3
1 1 2
1 1 1
13
10
2 2 3 3
1
16
5 5
3
1 2
21
2 3
5
8 7
5
0
5
10
15
20
25
Ca
fe
Pa
nti
Pijat
Rum
ah K
ost
Min
ima
rket
Bio
sk
op
Warn
et
Sa
lon
Bio
sk
op
Min
ima
rket
Rum
ah K
ost
Fit
ne
s
Ca
fe
Hote
l
Sa
lon
Ta
man
Min
i M
ark
et
Sp
a
Bio
sk
op
Ca
fe
Kara
oke
Sa
lon
Ta
man
Pa
sar
Min
ima
rket
Fit
ne
s C
en
ter
Sa
una
, K
ola
m R
en
ang
Waru
ng
Rum
ah K
ost
Rel
Mall
Bio
sk
op
Min
ima
rket
Rusu
n
JKT Pusat JKT Utara JKT Barat JKT Selatan JKT Timur
N JP 30, N JU 50, N JB 62, N JS 55, N JT 84
Seperti ditunjukkan pada Grafik … setiap wilayah mempunyai jenis hotspot dengan jumlah terbanyak yang
kurang lebih sama. Hal ini akan mempermudah pengembangan desain intervensi di tingkat provinsi. Berikut
data lebih rinci jenis-jenis hotspot LSL di setiap wilayah:
Grafik 3.12 Distribusi Jenis Hotspot LSL Berdasarkan Wilayah
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LSL
Berikut gambaran beberapa indikator pengendalian mutu pemetaan untuk pemetaan populasi LSL.
Tabel 3 .5 Indikator Pengendal ian Mutu Pemetaan Geografis LSL
Kab/Kota Jumlah
Hari Kerja
% Anggota
Tim dr
Popkun
Rerata Jumlah
Hotspot
Dipetakan/Hari
Jumlah (%)
Hotspot
Dikunjungi
Pengawas
Jumlah (%)
Hotspot Dicek
Silang
Jakarta Pusat 7 83% 6 20% 27%
Jakarta Utara 5 100% 13 20% 10%
Jakarta Barat 5 100% 13 0% 0%
Jakarta Selatan 5 100% 8 20% 7%
Jakarta Timur 5 100% 12 20% 4%
Kepulauan Seribu 0 0% 0 0% 0%
Pada pemetaan LSL, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari untuk memetakan semua hotspot
WPS di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan, kecuali di Jakarta Pusat yang sampai 7 hari. Semua tim
pemetaan di Jakarta Utara, Barat, Selatan dan Timur adalah populasi kunci. Hanya di Jakarta Pusat yang tim
pemetaannya kombinasi antara populasi kunci dan staf KPAK. Namun demikian jumlah anggota tim pemetaan
dari populasi kunci mendapai 83% dari total tim pemetaan yang terlibat.
Para anggota tim pemetaan kota/kab sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke minimal 20% hotspot
yang dipetakan. Persentase hotspot yang dicek silang memadai khususnya di Jakarta Pusat dan Utara dan
kurang memadai di Jakarta Selatan (7% dari harapan 10%) dan Timur (4%) dan tidak memadai di Jakarta
Barat (0%). Kepulauan Seribu dikeluarkan dari semua analisis pengendalian mutu pemetaan karena tidak
ada program LSL di sana, tidak ada LSM pendamping LSL di sana dan berdasarkan proses listing awal ketika
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 28
membuat daftar master hotspot, tidak ditemukan adanya hotspot LSL sehingga pemetaan pada populasi LSL
tidak dilakukan di Kepulauan Seribu.
Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi WPS dianggap baik atau lebih
dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata-rata kriteria/indikator
minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat terdapat beberapa indikator mutu minimal yagn tidak
terpenuhi.
3. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Waria
a. Jumlah Populasi Waria
Selanjutnya adalah hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah pada populasi Waria di berbagai
wilayah. Angkanya adalah sebagai berikut:
Tabel 3 .6 Hasil Pemetaan Waria Jakarta 2014
Kab/
Kota
Jumlah
Hotspot
Jumlah
Perkiraan
Populasi
Jumlah
Populasi
Hasil
Observasi
Rerata
Jumlah
Populasi
Per
Hotspot
Koreksi
Mobilitas
Diterapkan
Jumlah
Populasi
Dikoreksi
Mobilitas
Keputusan
Hasil
Pemetaan
Jakarta Pusat 13 191 160 14 0.85 161 161
Jakarta Utara 63 367 244 6 0.5 184 184
Jakarta Barat 32 294 239 9 0.69 202 202
Jakarta Selatan 36 275 253 8 0.7 192 192
Jakarta Timur 71 645 434 9 0.72 465 465
Kepulauan Seribu 2 2 2 1 1 2 2
Total Provinsi 217 1.774 1.332 8 1 .206 1.206
Berdasarkan tabel 3.6 disimpulkan terdapat 1.206 orang Waria di Jakarta. Namun demikian rentang
perkiraannya adalah antara 1.332 orang (jumlah populasi hasil observasi) sampai 1.774 orang (jumlah
perkiraan populasi) . ‘Jumlah perkiraan populasi’ diperoleh berdasarkan hasil wawancara tim pemetaan
dengan informant dan key informant di setiap hotspot yang dipetakan. Sementara ‘jumlah populasi hasil
observasi’ adalah hasil pengamatan langsung tim pemetaan ketika melakukan kunjungan pemetaan di setiap
hotspot.
Melalui pemetaan ini diketahui juga bahwa total jumlah hotspot Waria di Jakarta adalah sebanyak 217
hotspot dengan rata -rata jumlah Waria per hotspot sebanyak 8 orang. Hanya ditemukan dua hotspot Waria di
Kepulauan Seribu dengan total jumlah populasi sebanyak 2 orang.
Jumlah Waria sebanyak 1.206 merupakan pengalian antara ‘jumlah perkiraan populasi’ dengan angka
‘koreksi mobilitas diterapkan’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil angka double counting populasi selama
proses pemetaan karena pengaruh mobilitas. Dengan menerapkan angka koreksi mobilitas, Waria yang
melakukan mobilitas diperkecil kemungkinannya untuk terhitung ulang di hotspot lain.
Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah Waria di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai
terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 29
Grafik 3.13 Kesimpulan Jumlah Waria Hasil Pemetaan
Jakarta Timur memiliki jumlah populasi Waria terbanyak. Tidak heran jika jumlah hotspot Waria terbanyak juga
terdapat di Jakarta Timur. Jumlah hotspot dan populasi Waria di Jakarta Timur hampir 2-3 kali lipat dari
wilayah lain.
b. Jenis-Jenis Hotspot Waria
Berikut bebrapa deskripsi terkait hostpot waria. Jumlah hotspot Waria terbanyak ada di Jakarta Timur di susul
Jakarta Utara dan Selatan. Grafiknya urutan wilayah berdasarkan jumlah hotspot Waria terbanyak adalah sbb:
Grafik 3.14 Distribusi Jumlah Hotspot Waria Berdasarkan Wilayah
Sementara itu, jika dilihat dari jenis hotspotnya tanpa membedakan wilayah, maka Salon, kontrakan dan
rumah kost merupakan jenis hotspot terbanyak di kalangan Waria. Figur selengkapnya adalah sebagai berikut:
2
161 184 192 202
465
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Kep. Seribu JKT Pusat JKT Utara JKT Selatan JKT Barat JKT Timur
N 1206
2
13
32 36
63
71
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kep. Seribu JKT Pusat JKT Barat JKT Selatan JKT Utara JKT Timur
N 217
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 30
Grafik 3.15 Distribusi Jenis Hotspot Waria Hasil Pemetaan 2014
Jika semua jenis hotspot tersebut dianalisis berdasarkan wilayah, maka gambarannya adalah sebagai berikut:
Grafik 3.16 Distribusi Jenis Hotspot Waria Berdasarkan Wilayah
Rumah kosta dalah jenis hotspot terbanyak di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Sementara di Jakarta Utara
salon adalah jenis hotspot terbanyak. Di Jakarta Barat dan Timur, rumah kontrakan menjadi jenis hotspot
Waria terbanyak. Melihat data jenis hotspot ini, tampaknya intervensi pada Waria akan lebih efisien jika
dilakukan di tempat tinggal dibandingkan langsung ke lokasi nongkrong. Alasannya, selain karena jumlah
populasinya banyak, tetapi juga karena kemudahan memberikan informasi dengan proses komunikasi yang
mungkin bisa dilakukan lebih baik karena lebih tenang dan bisa lebih lama dibandingkan dilakukan di lokasi
nongrong/mejeng.
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Waria
Berikut gambaran indikator pengendalian mutu pada pemetaan populasi Waria:
1 1 1 1 1 3 4 4 7 8 11 17
37
49
72
0
10
20
30
40
50
60
70
80
N 217
8% 8%
15%
31%
38%
2% 2%
6%
24%
67%
3% 3% 3% 3% 3%
9% 9% 9%
22%
34%
3% 3% 6% 6%
36%
47%
1%
13% 14% 18%
54%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Rel
Gela
ng
ga
ng
Waru
ng
Sa
lon
Rum
ah K
ost
Ta
man
La
inn
ya
Jem
ba
tan
Rum
ah K
ost
Sa
lon
Pa
sar
La
pan
ga
n
SP
BU
Ha
lte
Sta
siu
n
Waru
ng
Ga
ng
Jem
ba
tan
Jala
n
Kon
trak
an
Ta
man
La
inn
ya
Waru
ng
Sta
siu
n
Sa
lon
Rum
ah K
ost
La
inn
ya
Ta
man
Waru
ng
Sa
lon
Kon
trak
an
JKT Pusat JKT Utara JKT Barat JKT Selatan JKT Timur
N JP 13, N JU 63, N JB 32 N JS 36, N JT71, N Kep. Seribu 2
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 31
Tabel 3 .7 Indikator Pengendalia n Mutu Pemetaan Geografis Waria
Kab/Kota Jumlah
Hari Kerja
% Anggota
Tim dr
Popkun
Rerata Jumlah
Hotspot
Dipetakan/Hari
Jumlah (%)
Hotspot
Dikunjungi
Pengawas
Jumlah (%)
Hotspot Dicek
Silang
Jakarta Pusat 5 75% 3 23% 38%
Jakarta Utara 5 100% 21 20% 10%
Jakarta Barat 5 100% 7 0% 0%
Jakarta Selatan 5 100% 7 10% 33%
Jakarta Timur 5 100% 23 20% 11%
Kepulauan Seribu 2 0% 1 100% 100%
Pada pemetaan Waria, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari untuk memetakan semua hotspot
Waria di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan, kecuali di Kepulauan Seribu yang hanya 2 hari karena
jumlah hotspot yang juga hanya dua.
Semua tim pemetaan di Jakarta Barat, Selatan dan Timur adalah populasi kunci. Hanya di Jakarta Pusat yang
tim pemetaannya merupakan kombinasi antara populasi kunci dan staf KPAK. Namun demikian jumlah
anggota tim pemetaan dari populasi kunci mendapai 75% dari total tim pemetaan yang terlibat. Sementara itu
di Kepulauan Seribu pemetaan dilakukan langsung oleh staf KPAK karena hanya ada 2 Waria di 2 hotspot
berbeda di sana.
Para anggota tim pemetaan kota/kab di Jakarta Pusat, Utara dan Timur sebagai tim supervisor melakukan
supervisi ke minimal 20% hotspot yang dipetakan. Sementara di Jakarta Selatan hanya ke 10% hotspot dari
indikator minimal ke 20% hotspot. Tim supervisor di Jakarta Barat tidak melakukan supervisi ke satupun
hotspot LSL yang dipetakan selama proses pemetaan berlangsung.
Persentase hotspot yang dicek silang secara memadai terjadi di Jakarta Pusat, Utara, Selatan dan Timur. Di
Jakarta Barat tidak ada hotspot Waria yang mendapat cek silang. Sementara di Kepulauan Seribu 100%
hotspot di cek silang oleh tim pemetaan lain.
Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi WPS dianggap baik atau lebih
dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata -rata kriteria/indikator
minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat terdapat beberapa indikator mutu minimal yagn tidak
terpenuhi.
4. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LBT
a. Jumlah Populasi LBT
Berikut rekap hasil pemetaan geografis terutama estimasi populasi LBT di Jakarta.
Tabel 3 .8 Hasil Pemetaan LBT Jakarta 2014
Kab/
Kota
Jumlah
Hotspot
Jumlah
Perkiraan
Populasi
Jumlah
Populasi
Hasil
Observasi
Rerata
Jumlah
Populasi
Per
Hotspot
Koreksi
Mobilitas
Diterapkan
Jumlah
Populasi
Dikoreksi
Mobilitas
Keputusan
Hasil
Pemetaan
Jakarta Pusat 138 9.091 8.152 66 0.75 6.816 6.816
Jakarta Utara 112 56.212 28.141 502 0.99 55.450 55.450
Jakarta Barat 108 16.947 15.743 157 0.94 15.930 15.930
Jakarta Selatan 100 27.220 22.486 272 0.6 16.332 16.332
Jakarta Timur 418 27.687 26.420 64 0.95 26.420 26.420
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 32
Kepulauan Seribu 14 1.187 1.063 85 0.97 1.148 1.148
Total Provinsi 890 138.344 102.005 155 122.096 122.096
Berdasarkan hasil pemetaan ini, maka disimpulkan jumlah LBT di Jakarta adalah 122.096 orang. Jumlah LBT
terbanyak terdapat di Jakarta Utara sebesar 56.212 orang. Jumlah ini telah memperhitungkan kemungkinan
mobilitas diantara mereka yang menyebabkan sebagian populasi terhitung ulang selama proses pemetaan.
Kemungkinan mobilitas ini direpresentasikan dalam bentuk angka ‘koreksi mobilitas yang diterapkan’.
Meskipun demikian diperkirakan jumlah populasi LBT di Jakarta mencapai 138.344 orang. Jumlah ini adalah
jumlah yang diperkirakan oleh para informan dan informan kunci berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan mereka langsung di hotspot. Tim pemetaan melakukan wawancara mendalam paling tidak kepada 2
informan dan 1 informan kunci di setiap hotspot. Sementara itu berdasarkan hasil observasi langsung tim
pemetaan, diperkirakan terdapat 102.005 LBT di Jakarta. Diperkirakan rata-rata terdapat 155 orang LBT di
setiap hotspot.
LBT dalam konteks pemetaan ini didefinisikan dengan cara yang cukup ketat dan spesifik merujuk kepada
hasil-hasil STBP 2007 dan 2011 dengan penyesuaian. LBT dalam kontek pemetaan ini didefinisikan sebagai
‘laki-laki potensial pembeli jasa seks WPS seperti ABK/Pelaut, Nelayan,Tenaga Bongkar Muat Barang (TKBM),
Pegawai Industri Pabrikan (pada industri yang mayoritas laki-laki dengan karyawan lebih dari 500 orang),
Pekerja Kontruksi pada proyek konstruksi jangka panjang lebih dari satu tahun , Sopir Truk, serta Sopir Taxi
dan Ojek (khusus yang berada pada radius 100 m dari hotspot WPS)’. Jika definisi operasional ini diperluas,
sangat mungkin pemetaan ini akan menghasilkan jumlah yang jauh lebih banyak. Namun demikian, tim
pemetaan sepakat untuk membatasi definisi LBT di Jakarta agar lebih fokus dan benar -benar menyasar
mereka yang mempunyai potensi perilaku berisiko tinggi.
Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah LBT di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai
terbesar menurut wilayah:
Grafik 3.16 Kesimpulan Jumlah LBT Hasil Pemetaan
Total populasi LBT hasil pemetaan ini adalah 122.096 yang tersebar di enam kota/kabupaten. Jakarta Utara
mempunyai jumlah LBT terbanyak dibandingkan wilayah lain. Jumlah populasi LBT di Jakarta Utara dua kali
lipat lebih dibandingkan jumlah populasi LBT wilayah lain.
Secara program Jakarta Utara perlu memperkuat intervensi pada LBT baik berbasis pelabuhan, jalan raya atau
berbasis tempat kerja informal lainnya.
1148
6816
15930 16332
26420
55450
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Kep. Seribu JKT Pusat JKT Barat JKT Selatan JKT Timur JKT Utara
N 122.096
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 33
b. Jenis-Jenis Hotspot LBT
Berikut ini adalah gambaran beberapa jenis hotspot LBT di Jakarta. Jika hotspot LBT dianalisis berdasarkan
wilayah, maka Jakarta Timur memiliki jumlah hotspot LBT terbanyak dibandingkan wilayah lain. Gambaran
selengkapnya adalah sbb:
Grafik 3.17 Distribusi Jumlah Hotspot LBT Berdasarkan Wilayah
Dilihat dari jenis hotspotnya, Jakarta memiliki hotspot LBT terbanyak berupa pangkalan ojek disusul pangkalan
truk dan pabrik . Berikut gambaran lengkapnya dengan hanya menampilkan lima jenis hotspot terbesar dari
setiap wilayah.
Grafik 3.18 Distribusi Jenis Hotspot LBT Hasil Pemetaan 2014
Informasi tentang jenis hotspot ini juga berguna bagi pengembangan rencana program pencegahan di
kalangan LBT. Jakarta dengan populasi laki-laki yang besar bisa menjadi daerah dengan percepatan kasus
baru HIV di populasi umum jika tidak ada upaya-upaya pencegahan yang lebih sistematis pada populasi LBT.
Mengapa? Seperti diketahui, populasi laki-laki yang mobile umumnya menjadi bridging population, populasi
yang menjembatani penularan HIV dari populasi ku nci ke populasi umum. Sebagai langkah awal, mungkin
Jakarta dapat memfokuskan diri pada tiga hotspot terbanyak di atas.
Sementara itu, jika dilihat jenis hotspot per wilayah, maka gambarannya adalah sbb (hanya 5 jenis hotspot
terbesar yang ditampilkan, kecuali Jakarta Barat dan Kep. Seribu—semua ditampikan):
14
100 108 112 138
418
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Kep. Seribu JKT Selatan JKT Barat JKT Utara JKT Pusat JKT Timur
N 890
2 4 7 8 8 8 8 8 10 12 13 13 24 32 34 41 68 73
349
0
50
100
150
200
250
300
350
400
N 890
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 34
Grafik 3.19 Distribusi Lima Jenis Hotspot LBT Paling Banyak Berdasarkan Wilayah
Melihat data pada grafik di atas, Jakarta Pusat perlu memfokuskan intervensi LBT di pangkalan ojek dan
angkot. Sementara Jakarta Utara di Pangkalan Ojek dan Truk, Jakarta Selatan di hotel dan minimart, Jakarta
Timur di pangkalan ojek dan pabrik dan Kepulauan Seribu di pelabuhan, baik pelabuhan penumpang maupun
pelabuhan nelayan.
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LBT
Berikut gambaran indikator pengendalian mutu pemetaan geografis pada LBT:
Tabel 3 .9 Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LBT
Kab/Kota Jumlah
Hari Kerja
% Anggota
Tim dr
Popkun
Rerata Jumlah
Hotspot
Dipetakan/Hari
Jumlah (%)
Hotspot
Dikunjungi
Pengawas
Jumlah (%)
Hotspot Dicek
Silang
Jakarta Pusat 9 100% 23 20% 10%
Jakarta Utara 5 0% 28 20% 10%
Jakarta Barat 5 100% 22 0% 0%
Jakarta Selatan 7 0% 15 20% 11%
Jakarta Timur 5 67% 58 20% 8%
Kepulauan Seribu 7 0% 2 100% 0%
Pada pemetaan LBT, total hari kerja efektif di setiap wilayah beragam, antara 5 -9 hari untuk memetakan
semua hotspot Waria di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan. Semua tim pemetaan di Jakarta Pusat
dan Barat adalah populasi kunci. Hanya di Jakarta Timur yang tim pemetaannya merupakan kombinasi antara
populasi kunci dan staf KPAK. Namun demikian jumlah anggota tim pemetaan dari populasi kunci mendapai
67% dari total tim pemetaan yang terlibat di Jakarta Timur. Sementara itu di Jakarta Utara, Selatan dan
Kepulauan Seribu pemetaan dilakukan langsung oleh staf LSM non populasi kunci dan staf KPAK.
5% 6% 9%
23%
44%
7% 8% 8%
22%
32%
2% 4%
44%
50%
8% 8% 10%
12% 13%
6% 6% 8%
13%
47%
14%
29%
57%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Ta
man
La
inn
ya
Jala
n
Pa
ng
ka
lan
An
gko
t
Pa
ng
ka
lan
Oje
k
Pe
labu
ha
n B
ara
ng
Pa
bri
k
Pa
ng
ka
lan
Ta
xi
Pa
ng
ka
lan
Tru
k
Pa
ng
ka
lan
Oje
k
Te
rmin
al B
us
Pa
bri
k
Pa
ng
ka
lan
Tru
k
Pa
ng
ka
lan
Oje
k
Pa
ng
ka
lan
Ta
xi
Ca
fe
Pa
sar
Min
ima
rket
Hote
l
Pa
ng
ka
lan
Ta
xi
Pa
ng
ka
lan
Bus
Pa
sar
Pa
bri
k
Pa
ng
ka
lan
Oje
k
Waru
ng
Pe
labu
ha
n N
ela
yan
Pe
labu
ha
n P
enu
mp
an
g
JKT Pusat JKT Utara JKT Barat JKT Selatan JKT Timur Kep. Seribu
N JP 112, JU 108, JB 108,
JS 51, JT 335, Kep. Seribu 14
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 35
Para anggota tim pemetaan kota/kab di semua wilayah sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke
minimal 20% hotspot yang dipetakan. Tim supervisor di Jakarta Barat tidak melakukan supervisi ke satupun
hotspot LBT yang dipetakan selama proses pemetaan berlangsung.
Persentase hotspot yang dicek silang secara memadai terjadi di Jakarta Pusat, Utara dan Selatan. Di Jakarta
Timur 8% hotspot mendapat cek silang, sedikit lebih rendah dari standar minimal yang diharapkan yakni 10%.
Di Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu tidak ada hotspot LBT yang mendapat cek silang.
Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi LBT dianggap baik atau lebih
dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata -rata kriteria/indikator
minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu terdapat beberapa indikator mutu
minimal yagn tidak terpenuhi.
5. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Penasun
a. Jumlah Populasi Penasun
Berikut ini adalah hasil pemetaan geografis pada populasi Penasun terutama tentang estimasi jumlahnya.
Tabel 3 .10 Hasi l Pemetaan Penasun Jakarta 2014
Kab/
Kota
Jumlah
Hotspot
Jumlah
Perkiraan
Populasi
Jumlah
Populasi
Hasil
Observasi
Rerata
Jumlah
Populasi
Per
Hotspot
Koreksi
Mobilitas
Diterapkan
Jumlah
Populasi
Dikoreksi
Mobilitas
Keputusan
Hasil
Pemetaan
Jakarta Pusat 33 431 308 13 0.79 340 340
Jakarta Utara 35 859 557 84 0.6 478 478
Jakarta Barat 22 583 439 27 0.69 403 403
Jakarta Selatan 53 489 397 9 0.86 420 420
Jakarta Timur 86 459 282 5 0.79 363 363
Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0 0 0
Total Provinsi 229 2.821 1.983 12 2.004 2.004
Berdasarkan tabel 3.2 disimpulkan terdapat 2.004 orang Penasun di Jakarta. Namun demikian rentang
perkiraannya adalah antara 1.983 orang (jumlah populasi hasil observasi) sampai 2.821 orang (jumlah
perkiraan populasi) . Jumlah perkiraan populasi diperoleh berdasarkan hasil wawancara tim pemetaan dengan
informant dan key informant di setiap hotspot yang dipetakan. Sementara jumlah populasi hasil observasi
adalah hasil pengamatan langsung tim pemetaan ketika melakukan kunjungan pemetaan di setiap hotspot.
Melalui pemetaan ini diketahui juga bahwa total jumlah hotspot Penasun di Jakarta adalah 229 hotspot
dengan rata-rata jumlah Penasun per hotspot sebanyak 12 orang. Tidak ditemukan hotspot Penasun di
Kepulauan Seribu.
Jumlah Penasun sebanyak 2.004 merupakan pengalian antara ‘jumlah perkiraan populasi’ dengan angka
‘koreksi mobilitas diterapkan’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil angka double counting populasi selama
proses pemetaan karena pengaruh mobilitas. Dengan menerapkan angka koreksi mobilitas, Penasun yang
melakukan mobilitas diperkecil kemungkinannya untuk terhitung ulang di hotspot lain.
Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah Penasun di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai
terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 36
Grafik 3.20 Kesimpulan Jumlah Penasun Hasil Pemetaan
Jumlah populasi Penasun untuk setiap wilayah rata-rata hampir sama, meskipun Jakarta Utara memiliki
jumlah Penasun terbanyak. Karena epidemi juga masih terjadi di Penasun, maka intervensi ke Penasun di
semua wilayah masih perlu menjadi prioritas.
b. Jenis-Jenis Hotspot Penasun
Meskipun jumlah populasi terbanyak terdapat di Jakarta Utara, namun jumlah hotspot Penasun terbanyak
justru terdapat di Jakarta Timur dan Selatan. Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi yang kecil di setiap
hotspotnya dan lebih menyebar dibandingkan dengan Jakarta Utara yang jumlah populasi per hotspotnya
cenderung lebih besar dan hotspotnya cenderung besar atau lebih terkonsentrasi. Data selengkapnya tentang
jumlah hotspot Penasun di tiap wilayah berdasarkan jumlahnya adalah sbb:
Grafik 3.21 Distribusi Jumlah Hotspot Penasun Berdasarkan Wilayah
Selanjutnya, pemetaan ini juga berhasil mengumpulkan informasi tentang jenis -jenis hotspot Penasun di
semua wilayah yang dipetakan. Jenis hotspot Penasun terbanyak adalah berupa pinggir jalan, disusul dengan
rumah/kost, gang dan tempat parkir. Deskripsi selengkapnya adalah sbb:
0
340 363
403 420
478
0
100
200
300
400
500
600
Kep. Seribu JKT Pusat JKT Timur JKT Barat JKT Selatan JKT Utara
N 2004
0
22
33 35
53
86
0
20
40
60
80
100
Kep. Seribu JKT Barat JKT Pusat JKT Utara JKT Selatan JKT Timur
N 229
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 37
Grafik 3.22 Distribusi Jenis Hotspot Penasun Hasil Pemetaan 2014
Untuk kepentingan efisiensi proses dan efektifitas program, pemetaan ini merekomendasikan untuk
meningkatkan program lebih intensif dan kreatif di jenis hotspot yang paling banyak.
Namun demikian, setiap wilayah mempunyai flesibilitas berdasarkan karakteristiknya masing-masing.
Misalnya di Jakarta Pusat, hotspot penasun terbesar ternyata ada di sekitar pangkalan ojek, sementara d i
Jakarta Timur ada di tempat kost/rumahan. Beriku informasi terkait jenis hotspot ini dibedakan per wilayah.
Grafik 3.22 Distribusi Lima Jenis Hotspot Penasun Paling Banyak Berdasarkan Wilayah
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Penasun
Berikut gambaran beberapa indikator mutu pemetaan geografis pada Penasun:
2 2 3 3 4 5 5 9 9 10 10 11 12 12
25 30
34
43
05
101520253035404550
N 229
5% 6% 9%
23%
44%
6% 6% 8% 9%
51%
5% 9%
18% 18%
32%
8% 13% 15% 17%
30%
5% 9%
12%
25% 28%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Ta
ma
n
La
in-la
in
Jala
n
Pa
ngk
ala
n A
ng
ko
t
Pa
ngk
ala
n O
jek
Wa
run
g
sta
siu
n
Pa
ngk
ala
n T
axi
Ga
ng
Pin
gg
ir j
ala
n
Pa
ngk
ala
n M
etr
om
ini
La
in-la
in
Ga
ng
Pe
rum
ah
an
Jala
n
Pa
ngk
ala
n O
jek
lain
-la
in
Pa
rkir
an
Ru
ma
h
jala
n
Pa
ngk
ala
n O
jek
Pa
rkir
an
Wa
rne
t,TP
U,P
lays
tati
…
Jala
n
Ko
s-k
os
an
JKT Pusat JKT Utara JKT Barat JKT Selatan JKT Timur
N JP 33, JU 35, JB 22, JS 53, JT 86
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 38
Tabel 3 .11 Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Penasun
Kab/Kota Jumlah
Hari Kerja
% Anggota
Tim dr
Popkun
Rerata Jumlah
Hotspot
Dipetakan/Hari
Jumlah (%)
Hotspot
Dikunjungi
Pengawas
Jumlah (%)
Hotspot Dicek
Silang
Jakarta Pusat 5 67% 8 27% 12%
Jakarta Utara 5 100% 8 20% 10%
Jakarta Barat 5 100% 5 0% 0%
Jakarta Selatan 5 100% 7 15% 10%
Jakarta Timur 5 66% 12 20% 4%
Kepulauan Seribu 0 0% 0 0% 0%
Pada pemetaan Penasun, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari kerja untuk memetakan semua
hotspot Penasun di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan. Semua tim pemetaan di Jakarta Utara, Barat
dan Selatan adalah populasi kunci. Sementara di Jakarta Pusat 67% tim pemetaan yang berasal dari populasi
kunci dan hanya 66% di Jakarta Timur yang tim pemetaannya merupakan populasi kunci.
Para anggota tim pemetaan kota/kab di semua wilayah sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke
minimal 20% hotspot yang dipetakan. Tim supervisor di Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu tidak melakukan
supervisi ke satupun hotspot Penasun yang dipetakan selama proses pemetaan berlangsung.
Persentase hotspot yang dicek silang secara memadai terjadi di Jakarta Pusat, Utara dan Selatan. Di Jakarta
Timur 4% hotspot mendapat cek silang, sedikit lebih rendah dari standar minimal yang diharapkan yakni 10%.
Di Jakarta Barat tidak ada hotspot LBT yang mendapat cek silang. Kepulauan Seribu dikeluarkan dari semua
analisis pengendalian mutu pemetaan karena tidak ada program Penasun di sana, tidak ada LSM pendamping
penasun di sana dan berdasarkan proses listing awal ketika membuat daftar master hotspot, tidak ditemukan
adanya hotspot Penasun sehingga pemetaan pada populasi Penasun tidak dilakukan di Kepulauan Seribu.
Secara keseluruhan dilihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi LBT dianggap baik atau lebih dari
memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata-rata kriteria/indikator minimal
yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu terdapat beberapa indikator mutu minimal
yagn tidak terpenuhi.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 39
Bagian Empat | Hasil-Hasil Pemetaan Sosial
1. Hasil Pemetaan Sosial WPS
Pemetaan sosial pada populasi WPS baik langsung maupun tidak langsung dilakukan di 876 hotspot (N
Jakpus/JP 107, N Jakut/JU 256, N Jakbar/JB 156, N Jaksel/JS 148, N Jaktim/JT 209). Berbeda dengan
petunjuk teknis pemetaan nasional yang ada, pemetaan sosial di DKI Jakarta difokuskan untuk melihat
beberapa komponen inti pada empat pilar PMTS. Hasil selengkapnya terlampir. Berikut beberapa hasil
utamanya.
Grafik 4 .1 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Ada/Tidaknya Pok ja/Pokmas Aktif
Antara 18 – 67% hotspot WPS di Jakarta mempunyai Pokja Lokasi dan masih ada 41 – 82% hotspot WPS yang
belum mempunyai Pokja Lokasi. Keberadaan Pokja Lokasi mengandaikan adanya proses pelibatan dan
pemberdayaan komunitas dan tidak sekedar mendiseminasikan informasi. Hasil pemetaan sosial ini
mengindikasikan masih lebih banyak hotspot WPS yang tidak mempunyai Pokja Lokasi/Kelompok Masyarakat
(Pokmas) yang secara sukarela mengelola sebagian usaha-usaha pencegahan HIV.
Namun demikian beberapa lokasi mungkin memang tidak memungkinkan untuk mempunyai Pokja Lokasi
karena jumlah populasinya sedikit, dan jenis hotspotnya tidak tetap dan tidak ada struktur sosial tetap yang
bekerja di sana. Pokja lokasi dapat didorong keberadaanya pada hotspot yang memenuhi beberapa situasi di
atas.
59%
33%
82%
45%
65%
41%
67%
18%
55%
35%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pokja/Pokmas Ada Pokja/Pokmas
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 40
Grafik 4.2 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Ada/Tidaknya Kesepakatan Lokasi Tentang Pencegahan HIV
Antara 9 – 60% hotspot WPS mempunyai kesepakatan lokasi tentang pencegahan HIV dan AIDS. Namun
demikain masih ada 40 – 91% yang tidak mempunyai kesepakatan lokasi. Adanya kesepakatan lokasi
mengindikasikan komitmen komunitas untuk menanggulangi HIV dan AIDS secara memadai memanfaatkan
sumber daya lokal yang ada. Keberadaan Pokja lokasi juga untuk menjamin keberlanjutan program pasca
pendampinga intensif dari LSM melalaui bantuan lembaga donor.
Tabel 4.3 di bawah ini menunjukkan hasil pemetaan sosial lainnya yakni tentang kecukupan jumlah pendidik
sebaya (peer educator/PE) atau kader kesehatan komunitas atau semacamnya yang masih aktif. Paling
banyak hanya 48% hostpot yang mempunyai jumlah PE aktif yang cukup (Jakarta Selatan). Kriteria
kecukupannya adalah adanya satu kader untuk minimal setiap 20 orang WPS di setiap hotspot.Di Jakarta
Pusat bahkan 99% hotspot tidak memiliki jumlah PE aktif yang dianggap cukup. Penilaian aktif atau tidaknya
seorang PE diserahkan kepada persepsi informan dan informan kunci pemetaan ini namun berkisar antara
masih ada PE, PE nya rajin memberikan informasi atau motivasi kepada teman sebayanya dan terlibat dalam
beberapa kegiatan pencegahan HIV di tingkat komunitas.
Sementara itu pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar hotspot WPS masih mengalami
kekurangan jumlah Media KPP (Media Komunikasi Perubahan Perilaku) yang didistribusikan. Antara 28 – 72%
hotspot menyatakan masih mengalami kekurangan distribusi Media KPP. Kekurangan ini disebabkan tidak
adanya Media KIE atau karena frekuensi distribusinya yang masih kurang. Beberapa jenis Media KPP yang
didisplay juga masih dianggap kurang seperti poster, banner, sticker dan bentuk -bentuk Media KPP luar ruang
lainnya.
64%
41%
71%
40%
91%
36%
59%
29%
60%
9%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi Ada Kesepakatan Lokasi
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 41
Grafik 4 .3 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Kecukupan Jumlah Outlet
Grafik 4 .4 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Kecukupan Jumlah Distribusi Media KPP
Pada tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan hasil lain pemetaan sosial yakni terkait kecukupan jumlah outlet
kondom, terutama outlet alternatif yang mendistribsikan kondom subsidi. Antara 17-74% hotspot WPS telah
mempunyai jumlah outlet yang cukup. Namun masih ada 26-83% hotspot yang tidak mempunyai jumlah outlet
yang cukup. Standar nasional kecukupan outlet adalah 1:1, minimal ada satu outlet kondom di setiap hotspot.
Masih ada gap yang perlu diperbaiki.
99% 94%
70%
42%
57%
1% 6%
20%
58%
43%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup Jumlah PE Aktif Cukup
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
72%
58% 61%
45%
28% 28%
42% 39%
55%
72%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 42
Grafik 4 .5 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Kecukupan Jumlah Outlet Kondom
Jika dilihat dari kecukupan jumlah distribusi kondom, tabel 4.6 menunjukkan bahwa antara 4-65% hotspot
WPS merasa mendapat jumlah distribusi kondom yang cukup. Sementara itu masih ada 34-96% hotspot yang
tidak mendapatkan distribusi kondom dalam jumlah memadai.
Grafik 4 .6 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Kecuku pan Jumlah Kondom Terdistribusi
Jumlah kondom terdistribusi dianggap cukup jika minimal sama dengan jumlah populasi WPS di sebuah
hotspot kali 25 hari kerja.
Tabel 4.7 berikut ini menunjukkan 51-63% hotspot WPS ada pemeriksaan IMS dan KTS rutin, minimal tiga
bulan sekali. Namun demikian masih ada 37-48% hotspot WPS yang tidak ada pemeriksaan IMS dan KTS
rutin. Hal ini bisa disebabkan tidak adanya layanan mobile clinic langsung ke hotspot atau akses yang masih
terbatas ke Fasyankes yang dialami hotspot-hotspot tertentu.
83%
26%
55%
46%
27%
17%
74%
45%
54%
73%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup Jumlah Outlet Kondom Cukup
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
96%
66%
55%
46%
35%
4%
34%
45%
54%
65%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup Jumlah Distribusi Kondom Cukup
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 43
Grafik 4 .7 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Ada/Tidaknya Pemeriksaan IMS dan KTS R utin
Situasi sosial lain yang dijajaki adalah terkait apakah semua WPS di sebuat hotspot yang mendapat
pemeriksaan rutin turut serta dalam pemetaan tersebut atau tidak. Berikut gambarannya.
Grafik 4 .8 Persentase Hotspot WPS Berdasarkan Jumlah Populasi Iku t Pemeriksaan Rutin
Persentase hotspot dimana tidak semua populasi WPS-nya mengikuti pemeriksaan rutin masih cukup besar
yakni antara 41-100% dan baru 11-59% hotspot yang semua populasi WPS-nya mengikuti pemeriksaan rutin.
Dilihat dari persepsi informan dan informan kunci di hotspot WPS tentang keramahan penyedia layanan maka
52-94% hotspot menyatakan bahwa penyedia layanan ramah. Namun demikian masih ada 6-48% hotspot
yang menyatakan penyedia layanan Kesehatan tidak ramah.
99%
48% 49% 45%
37%
1%
52% 51% 55%
63%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin Ada Pemeriksaan Rutin
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
100% 89%
53% 46% 41%
0% 11%
47% 54% 59%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 44
Grafik 4 .9 Persentase Hotspot WPS yang Berpendapat Penyedia Layanan Ramah
2. Hasil Pemetaan Sosial LSL
Pemetaan sosial pada populasi LSL dilakukan di 817 hotspot (N Jakpus 107, N Jakut 171, N Jakbar 156, N
Jaksel 149, N Jaktim 234). Hasil-hasil pemetaan sosial pada LSL juga tidak berbeda jauh dengan hasil pada
WPS. Terkait ada/tidaknya Pokja Lokasi, sebagian besar hotspot LSL belum memiliki Pokja Lokasi. Hal ini
disebakkan relatif lebih sulit mendorong pembentukan Pokja Lokasi pada hotspot -hotspot LSL selain
karakteristik hotspot LSL yang lebih kecil, menyebar dan lebih individualis. Selain itu struktur hotspot juga
sangat mempengaruhi apakat Pokja Lokasi dapat diinisiasi atau tidak. Hotspot-hotspot yang tidak
terkonsentrasi dan tidak ada struktur sosial yang relatif sama menyulitkan pengembangan Pokja Lokasi.
Grafik 4.10 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Keberadaan Pok ja Lokasi
Hal yang sama terjadi ketika hotspot dianalisis berdasarkan eksistensi kesepakatan lokasi. Sebagian besar
hotspot belum mempunyai kesepakatan lokasi tentang penanggulangan HIV dan AIDS di hotspot -hotspot
mereka sendiri. Hal ini terkait dengan ketiadaan Pokja Lokasi. Sebab pemangku kepentingan yang dapat
menginisiasi terbentuknya kesepakatan lokasi adalah para anggota Pokja Lokasi. Mungkin yang diperlukan
6%
32%
48%
38%
26%
94%
68%
52%
62%
74%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Layanan Tidak Ramah Layanan Ramah
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
57%
100%
89% 89% 91%
43%
0%
11% 11% 9%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pokja/Pokmas Ada Pokja/Pokmas
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 45
adalah bukan Pokja Lokasi tetapi mengidentifikasi champion-champion lokal yang mampu bergerak secara
individu memotivasi anggota kelompok LSL yang lain.
Grafik 4.11 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Keberadaan Kesepakata Lokasi
Tabel 4.12 menjelaskan bahwa masih banyak kebutuhan PE atau pendidik komunitas yang perlu
dikembangkan di berbagai hotspot LSL yang ada di Jakarta.
Grafik 4.12 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Kecukupan Jumlah PE Ak tif
Pendekatan PE tampak cukup cocok untuk hotspot-hotspot LSL dibandingkan pendekatan Pokja Lokasi. PE
atau sekumpulan PE apat bertindak secara individual maupun kolektif untuk mendorong adopsi perilaku-
perilaku pencegahan HIV diantara anggota kelompok LSL
Selanjutnya Tabel 4 .13 di bawah ini menjelaskan kecukupan distribusi media KPP di setiap hotspot yang
dipetakan. Secara umum masih lebih banyak hotspot yang kekurangan distribusi media KPP dalam bentuk
apapun.
53%
100% 95%
87% 90%
47%
0% 5%
13% 10%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi Ada Kesepakatan Lokasi
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
43%
100%
88% 80%
67%
57%
0%
13% 20%
33%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup Jumlah PE Aktif Cukup
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 46
Grafik 4.13 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Kecukupan Jumlah Distribusi Media KPP
Pemetaan sosial juga menggali tentang situasi kecukupan outlet kondom. Tabel 4.14 di bawah ini
menunjukkan jumlah outlet yang lumayan banyak meski masih belum memenuhi standar 1:1, satu outlet
untuk satu hotspot. Persentase hotspot yang belum ada outletnya masih signifikan.
Grafik 4.14 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Kecukupan Jumlah Outlet Kondom
Selanjutnya pemetaan sosial juga menggali informasi tentang kecukupan jumlah distribusi kondom.
Jumlah kondom terdistribusi dianggap cukup jika minimal sama dengan jumlah populasi LSL di sebuah
hotspot kali 25 hari kerja. Tabel 4.15 berikut menjelaskan situasinya: ada 63-87% hotspot yang kurang jumlah
distribusi kondomnya. Sementara jumlah hotspot dengan distribusi cukup rata-rata baru mencapai 13-38%
kecuali di Jakarta Pusat yang mencapai 97 persen.
10%
93%
83% 80%
57%
90%
7%
17% 20%
43%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
7%
75%
50%
85%
67%
93%
25%
50%
15%
33%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup Jumlah Outlet Kondom Cukup
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 47
Grafik 4.15 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Kecukupan Jumlah Distribusi Kondom
Tabel 4.16 di bawah ini mengulas tentang ada/tidaknya pemeriksaan rutin di hotspot. Di sebagian besar
hotspot belum ada ada pemeriksaan rutin IMS dan KTS baik melalui mobile clinic maupun static clinic.
Rutinitas pemeriksaan dimaksud adalah paling tidak setiap tiga bulan sekali.
Grafik 4.16 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Ada/Tidaknya Pemeriksaan Rutin IMS dan KTS
Selanjutnya tabel 4.17 menjelaskan tentang apakah semua anggota populasi dalam sebuah hotspot telah
mengikuti pemeriksaan rutin atau belum. Hasilnya anggota populasi LSL di sebagian besar hotspot belum
mengikuti pemeriksaan rutin.
3%
86%
63%
87%
66%
97%
14%
38%
13%
34%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup Jumlah Distribusi Kondom Cukup
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
17%
98% 91% 87%
67%
83%
2% 9% 13%
33%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin Ada Pemeriksaan Rutin
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 48
Grafik 4.17 Persentase Hotspot LSL Berdasarkan Jumlah Populasi Ikut Pemeriksaan Rutin
Selanjutnya pada tabel 4.18 di bawah ini memperlihatkan bahwa 16-97% hotspot (diwakili informan dan
informan kunci) menyatakan penyedia layanan yang ada di hotspot mereka ramah. Namun demikian masih
ada persentase yang signifikan yang berpendapat sebaliknya.
Grafik 4 .18 Persentase Hotspot LSL yang Berpendapat Penyedia Layanan Ramah
3. Hasil Pemetaan Sosial Waria
Hasil pemetaan sosial pada populasi Waria mengindikasikan situasi yang lebih baik daripada hasil pada
populasi LSL. Berikut gambaran singkatnya.
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa baru sebagian kecil hotspot Waria yang mempunyai Pokja Lokasi. Situasi ini
kurang lebih disebabkan oleh alasan yang sama yang terjadi pada polulasi LSL. Intervensi ke tempat tinggal
tampaknya lebih diperlukan untuk menginisiasi terbentuknya Pokja Lokasi daripada intervensi di lokasi
nyebong/hotspot. Sebab sebagian besar Waria selali tinggal berkelompok dan membentuk satu sistem
dukungan sosial sendiri diantara mereka meskipun lokasi nyebong-nya berbeda-beda.
57%
100% 98%
87% 89%
43%
0% 2%
13% 11%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
3%
84%
72% 80%
57%
97%
16%
28% 20%
43%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Layanan Tidak Ramah Layanan Ramah
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 49
Grafik 4 .19 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Keberadaan Pok ja Lokasi
Situasi yang sama ditemukan pada topik kesepakatan lokasi. Baru sebagian kecil hotspot Waria yang
mempunyai kesepakatan lokasi. Gambaranya adalah sbb:
Grafik 4 .20 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Keberadaan Kesepakata Lok asi
Sementara itu terkait kecukupan sumber jumlah PE aktif di setiap hotspot, ditemukan sebagian kecil hotspot
saja yang menyatakan mempunyai jumlah PE aktif yang cukup. Sebagian besar yang lain menyatakan bahwa
jumlah PE aktif di hotspot mereka kurang.
46%
98% 100% 94% 91%
54%
2% 0% 6% 9%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pokja/Pokmas Ada Pokja/Pokmas
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
15%
98%
53%
75%
87% 85%
2%
47%
25%
13%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi Ada Kesepakatan Lokasi
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 50
Grafik 4.21 Persentase Hotspot Waria Berdas arkan Kecukupan Jumlah PE Aktif
Pada tabel 4 .22 berikut menjelaskan bahwa sebagian besar hotspot belum mempunyai distribusi Media KPP
yang cukup. Bahkan 100% hotspot yang dipetakan di Jakarta Utara men yatakan jumlah Media KPP yang ada
tidak cukup.
Grafik 4.22 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Kecukupan Jumlah Distribusi Media KPP
Kekurangan Media KPP ini bukan berarti tidak ada distribusi Media KPP yang dilakukan, tetapi lebih
menyatakan bahwa jumlah Media KPP yang didistribusikan kurang.
Tabel 4.23 berikut menjelaskan tentang kecukupan jumlah outlet kondom di setiap hotspot. Sebagian besar
hotspot yang dipetakan menyatakan bahwa jumlah outlet kondom yang adalah cukup.
62%
98%
56%
81%
35% 38%
2%
44%
19%
65%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup Jumlah PE Aktif Cukup
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
15%
100% 94%
72%
35%
85%
0% 6%
28%
65%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 51
Grafik 4.23 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Kecukupan Jumlah Outlet Kondom
Namun situasi yang sebaliknya terjadi. Ketika tim pemetaan menanyakan apakah jumlah distribusi kondom
yang ada dirasakan cukup, sebagian besar hostpot menyatakan tidak cukup. Jadi meskipun jumlah outlet
dirasakan cukup oleh sebagian besar hotspot, jumlah distribusi kondomnya dirasakan belum cukup.
Grafik 4.24 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Kec ukupan Jumlah Distribusi Kondom
Berbicara pemeriksaan rutin, sebagian besar hotspot Waria merasa telah mendapatkan pemeriksaan rutin. Ini
adalah situasi paling bagus dibandingkan populasi kunci yang lain. Bahkan 100% hotspot di Jakarta Utara dan
Barat menyatakan telah mendapat pemeriksaan rutin. Berikut gambaran selengkapnya melalui tabel 4.25:
46%
62%
0% 6%
17%
54%
38%
100% 94%
83%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup Jumlah Outlet Kondom Cukup
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
42%
62%
50%
6%
17%
58%
38%
50%
94%
83%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup Jumlah Distribusi Kondom Cukup
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 52
Grafik 4.25 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Ada/Tidaknya Pemeriksaan Rutin IMS dan KTS
Namun situasi sebaliknya ditemukan ketika tim pemetaan menanyakan tentang jumlah populasi Waria yang
mengikuti pemeriksaan. Sebagian besar hotspot menyatakan belum 100% anggota populasi Waria di
sebagian besar hotspot yang mengikuti pemeriksaan rutin. Jadi meskipun sebagian besar hotspot menyatakan
ada pemeriksaan rutin di hotspot mereka, jumlah populasi Waria yang mengikuti pemeriksaan rutin belum
100 persen. Deskripsi selengkapnya ada pada tabel 4.26 di bawah ini.
Grafik 4.26 Persentase Hotspot Waria Berdasarkan Jumlah Populasi Ikut Pemeriksaan Rutin
Berdasarkan pengalaman setiap hotspot mengikuti pemeriksaan rutin, mereka menyatakan bahwa sikap
penyedia layanan Kesehatan dalam memberikan pelayanan sudah ramah di sebagian besar hotspot.
Keramahan ini tidak saja terjadi pada petugas kesehatan yang langsung berhubungan dengan pemeriksaan,
namun di beberapa hotspiot juga menyatakan keramahan staf layanan yang lain di bagian lain seperti bagian
pendaftaran, sekuriti dan staf apotek.
31%
0% 0%
25%
35%
69%
100% 100%
75%
65%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin Ada Pemeriksaan Rutin
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100% 91%
25% 25%
96%
0% 9%
75% 75%
4%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 53
Grafik 4 .27 Persentase Hotspot Waria yang Berpendapat Penyedia Layanan Ramah
4. Hasil Pemetaan Sosial LBT
Pada sebagian besar hotspot LBT ditemukan belum ada kelompok kerja atau kelompok komunitas yang aktif
melakukan kegiatan pencegahan HIV di hotspot-hostpot LBT, persentasenya mencapai antara 44-100% di
semua kota/kab di DKI Jakarta. Gambaran hasil selengkapnya adalah:
Grafik 4.28 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Keberadaan Pok ja Lokasi
Situasi ini disebabkan oleh banyaknya hostpot LBT yang masih harus dijangkau serta intervensi pada LBT yang
relatif baru dan belum menemukan bentuknya seperti intervensi pada WPS.
Situasi tersebut berimplikasi pada ada/tidaknya kesepakatan lokasi tentang pencegahan HIV di hotspot-
hotspot LBT. Tabel 4.29 di bawah ini menjelaskan bahwa sebagian besar hotspot LBT belum mempunyai
kesepakatan lokasi tentang pencegahan HIV. Hal ini banyak dipengaruhi oleh tidak adanya inisiator dan
penggerak terbentuknya kesepakatan lokasi yakni Pokja/Pokmas itu sendiri.
Hal tersebut juga dipengaruhi oleh belum adanya champion-champion individual, misalnya berupa PE di
hotspot-hotspot LBT yang diharapkan mampu menggerakkan komunitas secara individual.
38%
0% 3%
17%
36%
62%
100% 97%
83%
64%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Layanan Tidak Ramah Layanan Ramah
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
44%
86% 81%
100%
77%
56%
14% 19%
0%
23%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pokja/Pokmas Ada Pokja/Pokmas
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 54
Grafik 4.29 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Keberadaan Kesepakata n Lokasi
Tabel berikut ini menjelaskan tentang sedikitnya champion komunitas pada hostpot LBT. Sebagian besar
hostpot LBT tidak mempunyai jumlah PE aktif yang cukup.
Grafik 4.30 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Kecukupan Jumlah PE Aktif
Selanjutnya pemetaan ini juga melihat kecukupan Media KPP. Pada sebagian besar hotspot, Media KPP
dianggap belum cukup jumlah distribusinya. Informasi selengkapnya tersedia pada tabel 4.31.
Ketidaksukupan ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah Media KIE yang diproduksi dan frekuensi distribusi
yang masih kurang serta belum banyak LBT yang terjangkau oleh program pencegahan HIV.
Temuan lain yang menarik terlihat pada tabel 4.32. Sebagian besar hotspot LBT juga menyatakan bahwa
jumlah outlet kondom yang ada masih kurang terutama outlet kondom subsidi. Antara 60-90 persen hostpot
LBT menyatakan hal ini. Performance outlet terbaik ditunjukkan Jakarta Timur yang menyatakan ada 40%
hotspot LBT mengaku mempunyai jumlah outket kondom yang cukup.
64%
89%
74%
100%
71%
36%
11%
26%
0%
29%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi Ada Kesepakatan Lokasi
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
93% 95%
73%
92%
78%
7% 5%
27%
8%
22%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup Jumlah PE Aktif Cukup
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 55
Grafik 4 .31 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Kecukupan Jumla h Distribusi Media KPP
Ketidakcukupan jumlah outlet disebabkan oleh begitu banyak dan tersebarnya hotspot LBT di DKI Jakarta.
Proses pembentukan otutlet di hotspot -hostpot LBT juga memerlukan asesmen yang lebih berhati-hati
dikarenakan sikap LBT sendir yang masih sangat beragam ketika disediakan kondom di lokasi tongkrongan
mereka.
Grafik 4 .32 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Kecukupan Ju mlah Outlet Kondom
Tabel 4.33 berikut menjelaskan tentang situasi lebih dalam terkait outlet dan kondom. Implikasi lebih jauh
dari jumlah outlet kondom yang tidak cukup adalah jumlah distribusi kondom yang juga dirasakan tidak cukup.
Sebagian besar hotspot LBT menyatakan jumlah distribusi kondom masih kurang.
Topik lain yang dipetakan dalam pemetaan ini adalah tentang situasi pemeriksaan rutin IMS dan KTS pada
berbagai hotspot LBT. Deskripsi selangkapnya ada pada tabel 4.34 di bawah ini.
69%
95%
63%
98%
60%
31%
5%
38%
2%
40%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
100%
86%
56%
100%
79%
0%
14%
44%
0%
21%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup Jumlah Outlet Kondom Cukup
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 56
Grafik 4 .33 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Kec ukupan Jumlah Distribusi Kondom
Tabel 4.34 menunjukkan bahwa sebagian besar hotspit LBT merasa belum ada pemeriksaan rutin di hotspot
mereka. Pemeriksaan rutin ini bisa melalui mobile atau static clinic.
Grafik 4 .34 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Ada/Tidaknya Pemeriksaan Rutin IMS dan KTS
Pada tabel 4.35 di bawah ini memperlihatkan akibat belum adanya proses pemeriksaan rutin bagi hotspot -
hotspot LBT, jumlah populasi LBT di setiap hostpot yang mengikuti pemeriksaan rutin juga belum 100 persen.
Baru sebagian kecil hotspot LBT yang seluruh populasi LBT -nya mengikuti pemeriksaan rutin. Persentasenya
antara 1-46%.
Selanjutnya pada tabel 4.36 menunjukkan situasi keramahan penyedia layanan Kesehatan. Lebih da ri 20-
60% hotspot LBT menyatakan bahwa penyedia layanan Kesehatan telah ramah pada LBT ketika melayani
mereka, kecuali di Jakarta Selatan yang hanya dua persen.
99%
88%
57%
100%
81%
1%
12%
43%
0%
19%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup Jumlah Distribusi Kondom Cukup
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
74%
85%
50%
96%
70%
26%
15%
50%
4%
30%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin Ada Pemeriksaan Rutin
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 57
Grafik 4.35 Persentase Hotspot LBT Berdasarkan Jumlah Populasi Ikut P emeriksaan Rutin
Tingkat keramahan penyedia layanan Kesehatan diargumentasikan akan meningkatkan demand LBT dalam
memeriksakan diri ke layanan IMS dan KTS terdekat.
Grafik 4 .36 Persentase Hotspot LBT yang Berpendapat Penyedia Layanan Ramah
5. Hasil Pemetaan Sosial Penasun
Pemetaan sosial pada populasi Penasun dilakuka lebih kualitatif. Pemetaan memfokuskan pada empat tema
utama yakni 1) peran komunitas, penyedia layanan, polisi, LSM penjangkau, dan ormas dalam perubahan
perilaku kesehatan Penasun, 2) komunikasi perubahan perilaku, 3) ketersediaan kondom dan alat suntik, dan
4) ketersediaan layanan.
Berikut akan diuraikan hasil-hasil utama pemetaan sosial Penasun tersebut.
99% 97%
54%
100%
72%
1% 3%
46%
0%
28%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
72% 73%
49%
98%
37%
28% 27%
51%
2%
63%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Layanan Tidak Ramah Layanan Ramah
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 58
a. Peran Komunitas, Penyedia Layanan, Polisi, LSM Penjangkau, dan Ormas dalam Perubahan Perilaku
Kesehatan Penasun
Pada program penanggulangan HIV dan AIDS pada Penasun, komunitas umumnya mengambil peran dalam
bentuk:
Saling mengingatkan untuk tidak sharing alat suntik
Mengingatkan untuk menggunakan alat suntik baru
Mengajak pergi ke layanan Kesehatan dasar dan rehabilitasi
Membantu anggota komunitas/teman yang sakit
Menyarankan selalau menggunakan kondom bila sedang sakau dan melakukan hubungan seks
Berbagi informasi tentang layanan Kesehatan
Mempromosikan dan mengajak ikut KDS agar bisa saling bantu sesame teman positif HIV
Pasangan dan keluarga Penasun pun sudah mulai terlibat dalam mendorong perubahan perilaku pada
Penasun. Dibeberapa layanan PTRM di Jakarta sudah banyak terlihat pasangan maupun keluarga membantu
dan menemani Penasun untuk mengakses layanan PTRM.
Namun demikian peran komunitas seperti ini tidak berlaku seragama di semua hotspot. Di banyak hotspot
lain, anggota komunitas masih banyak yang tidak peduli, tidak mendukung perubahan perilaku dan masih
meneruskan kebiasaan sharing alat suntik.
Penyedia layanan terutama Puskesmas, bersama LSM, merupakan ujung tombak penanggulangan HIV dan
AIDS pada Penasun. Banyak layanan telah menyediakan, terutama dan paling banyak adalah LASS, metadon
dan layanan kesehatan dasar.
LSM Penjangkau menjadi sumber informasi pertama dan paling depan bagi komunitas tentang hal -hal terkait
penularan dan penanganan HIV pada Penasun. Banyak anggota komunitas terlibat sebagai relawan dan
petugas outreach di LSM. LSM Penjangkau umumnya memiliki beberapa jenis kegiatan di lapangan untuk
mendorong perubahan perilaku pada penasun. Kegiatan tersebut antara lain pemberian informasi dasar HIV,
rujukan ke layanan kesehatan dasar, rujukan ke layanan pemeriksaan IMS dan KTS, pemberian alat suntik
steril, sosialisasi ke masyarakat, dan pembersihan jarum bekas di hotspot.
Peran polisi sangat beragam. Polisi yang sudah terpapar informasi HIV, mengenal LSM penjangkau dan
penyedia layanan dengan baik, cenderung bersikap kooperatif dengan program pencegahan HIV pada
Penasun.
Peran ormas tidak sepenuhnya tergali dalam pemetaan ini. Justru peran tokoh-tokoh komunitas yang lebih
banyak teridentifikasi seperti RT, RW dan tokoh komunitas Penasun di lapangan. Peran tokoh-tokoh
komunitas beragama mulai dari penggerak komunitas, pemberi ijin kegiatan atau turut menjadi pelaksana
kegiatan dan menjadi sumber informasi komunitas.
b. Komunikasi Perubahan Perilaku
Kegiatan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) sebagian besar dilakuka oleh LSM dan penyedia layanan. LSM
seperti kita ketahui melakukan berbagai kegiatan KPP langsung di hotspot Penasun. Kegiatan ini antara lain
berupa, pemetaan populasi dan hotspot, pemberian informasi, distribusi alat suntik steril dan kondom,
pengumpulan/pembersihan alat suntik bekas, rujukan ke layanan kesehatan untuk berbagai jenis layanan
seperti LAS, PTRM, IMS, VCT dan kesdas, kerja sama da advokasi kepada penyedia layanan, penilaian risiko
diri, distribusi media KPP, KDS, dan beberapa kegiatan berupa event serta kampanye peningkatan kesadaran
pada masyarakat umum di sekitar hotspot.
Beberapa LSM mempunyai kegiatan riset dan vocational training untuk peningkatan pendapatan Penasun
serta kegiatan manajemen kasus berupa KDS, rujukan tes lanjutan (CD4, SGOT, SGPT dll), rujukan IO,
pendampingan minum ARV, penguatan keluarga agar mampu merawat anggota keluarga yang Penasun dan
postif HIV dll. Kegiatan KPP di lapangan umumnya dilakukan secara face to face dan kelompok kecil oleh
petugas outreach yang telah dibagi wilayah kerja dan target programnya.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 59
KPP berbasis layanan Kesehatan dilakukan oleh petugas Kesehatan saat Penasun mengakses layanan
Kesehatan. Kegiata KPP di Fasyankes umumnya melibatkan konseling dan CST.
c. Ketersediaan Kondom dan Alat Suntik
Alat suntik tersedia luas di berbagai Puskesmas. Saat ini aksesnya semakin mudah. SOP penyediaan dan
distribusi alat suntik juga semakin rapi dijalankan. LSM menjadi distributor satelit alat suntik yang menginduk
ke Puskesmas tertentu. Alat suntik yang disukai komunitas masih yang merk Terumo.
Alat suntik sudah tersedia dalam beragam paket, jumlah dan disalurkan melalui beragam cara. Meskipun
upaya peningkatan pengembalian alat sunti bekas masih perlu ditingkatkan, namun ketersediaan alat suntik
steril diakui komunitas sudah semakin baik.
Kondom juga menjadi paket pencegahan yang didistribusikan kepada Penasun dan biasanya menjadi satu
paket distribusi dengan alat suntik steril . Kondom di Fasyankes relatif mudah diakses dan tidak menjadi
masalah. Namun demikian ketersediaan kondom langsung di hotspot masih perlu ditingkatkan.
d. Ketersediaan Layanan
Ketersediaan layanan sudah semakin baik saat ini. Namun jenis layanan di setiap Fasyankes dan kualitas
serta aksesnya masih beragam. Di beberapa Puskesmas hanya melayani LAS, tetapi tidak ada PTRM.
Beberapa Puskesmas mempunyai layanan yang relatif lengkap mulai dari LAS, kondom, PTRM, IMS, VCT, IO,
ARV dan kesdas.
Kualitas layanan masih relatif beragam meski menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik. Kualitas
layanan banyaj dipengaruhi oleh kualitas dan jumlah petugas serta seringnya terjadi mutase petugas
kesehatan. Keterlibatan aktif komunitas dalam membantu pemberian layanan ternyata meningkatkan
penerimaan, kepercayaan dan kualitas layanan. Misalnya di banya Puskesmas staf LSM secara reguler
bertugas di Puskesmas untuk membantu memberikan layanan konseling VCT, konseling adiksi, staf bantuan
di klinik metadon dan LAS.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 60
Bagian Lima | Hasil-Hasil Pemetaan Sumber Daya
1. Hasil Pemetaan Lembaga yang Bekerja Untuk Penanggulangan HIV dan AIDS (LSM)
Berdasarkan proses pemetaan sumber daya yang ada, pemetaan ini berhasil mengidentifikasi 23 LSM yang
saat ini aktif melakukan program penanggulangan HIV dan AIDS. Beberapa LSM mempunyai program di lebih
dari satu wilayah. Sehingga total semua wilayah sebenarnya ada 28 LSM mitra, dengan catatan ada beberapa
LSM yang sama yang terpetakan lebih dari sekali. Sebaran dari 28 LSM ini menurut wilayah adalah sebagai
berikut:
Diagram 5.1 LSM Penanggulangan HIV
& AIDS Jakarta Hasil Pemetaan
Semua LSM ini adalah anggota Forum LSM HIV dan AIDS DKI
Jakarta, kecuali LSM di Kepulauan Seribu. Jika dilihat dari fokus
populasi kunci yang ditangani maka figurnya adalah sbb:
Grafik 5.1 Sebaran LSM Berdasarkan Popkun Sasaran
Dilihat dari fokus kegiatannya rata-rata melakukan kegiatan penjangkauan dan pendampingan, rujukan
populasi kunci ke Fasyankes, pendidikan dan pelatihan, pendampingan ODHA, PABM dan pemberdayaan
ekonomi.
Daftar selengkapnya hasil pemetaan sumber daya LSM penanggulangan HIV dan AIDS di Jakarta dapat dilihat
pada lampiran laporan ini.
2. Hasil Pemetaan Fasilitas Layanan Kesehatan
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, pada 2014 tercatat ada 233 Fasilitas Layanan
Kesehatan (Fasyankes) terkait HIV dan AIDS di DKI Jakarta dengan berbagai jenis layanan. Jenis layanan
tersebut meliputi:
Grafik 5.2 Jenis Layanan Terkait HIV dan AIDS di DKI Jakarta, 2014
1
2
4 4
6 6
0
1
2
3
4
5
6
7
Waria LSL Semua
Popkun
WPS,
HRM
WPS Penasun
N 23
Jakarta Pusat
• 7 LSM
Jakarta Utara
• 4 LSM
Jakarta Barat
• 7 LSM
Jakarta Selatan
• 3 LSM
Jakarta Timur
• 7 LSM
Kepulauan Seribu
• 1 LSM
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 61
Jenis layanan terbanyak adalah
layanan konseling dan tes HIV (KT
HIV). Sementara layanan
Pencegahan Penularan Ibu ke
Anak (PPIA) merupakan jenis
layanan yang paling sedikit
tersedia.
Bentuk berbagai jenis layanan ini
bisa berupa RSUD, RS vertikal,
Puskesmas dan RS/klinik swasta.
Namun demikian belum semua
jenis layanan yang ada di Jakarta
aktif melaporkan kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS
yang dimilikinya kepada Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Jenis layanan RS/klinik swasta diakui Dinkes merupakan
salah satu yang paling jarang melaporkan kegiatan -kegiatan terkait penanggulangan HIV dan AIDS-nya, disusul
RS vertikal.
Imbas dari situasi ini adalah pada akurasi dan keluasan pencatatan dan pelaporan penangangan kasus HIV
dan AIDS di DKI Jakarta. Pengungkapan kasus mungkin akan lebih banyak tercatat jika lebih banyak RS/klinik
swasta maupun RS vertikal yang melaporkan kegiatan-kegiatan HIV dan AIDS. Tercatat sebanyak 191 layanan
(82%) melaporkan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS-nya secara rutin kepada Dinkes Provinsi DKI
Jakarta selaku SR Program Global Fund.
Jika dilihat distribusi berbagai jenis layanan tersebut berdasarkan wilayah maka figurnya adalah sebagai
berikut:
Tabel 5 .1 Distribusi Jenis Layanan HIV dan AIDS Berdasarkan Wilayah
Wilayah PPIA PTRM PDP LJSS IMS KT HIV Total
Jakarta Pusat 2 5 9 8 11 16 51
Jakarta Utara 2 2 5 6 8 9 32
Jakarta Barat 5 3 6 8 9 13 44
Jakarta Selatan 3 2 6 8 11 12 41
Jakarta Timur 2 8 11 8 13 23 65
Total 14 20 37 38 52 73 233
Jakarta Timur mempunyai layanan terbanyak saat ini. Jakarta Utara mempunyai jumlah layanan paling sedikit
dibandingkan wilayah lain. Tidak ada layanan terkait HIV dan AIDS di Kepulauan Seribu sampai sejauh ini.
Jika ditilik dari jumlahnya maka layanan sebanyak ini seharusnya sangat cukup untuk melayani upaya-upaya
penanggulangan HIV dan AIDS di DKI Jakarta terutama pada bagian intervensi bio -medis. Namun karena
sasaran penanggulangan HIV dan AIDS adalah kelompok marginal, disadari sepenuhnya belum semua
layanan ini cukup mudah diakses oleh populasi kunci.
Diantara beberapa jenis akses (akses geografis atau jarak dan keterseduaan transportasi, akses finansia l
atau keterjangkauan harga layanan dan akses psikologis dan sosial), jenis aksesibilitas paling utama yang
sering diperhitungkan oleh populasi kunci adalah aksesibilitas psikologis dan sosial. Aksesibilitas ini
menyangkut keramahan petugas Kesehatan kepada populasi kunci, penerimaan, stigma dan diskriminasi,
konfidensialitas dan privasi, serta kesediaan layanan Kesehatan melakukan inovasi -inovasi atau modifikasi
prosedur layanan guna meningkatkan akses populasi kunci yang seringkali mempunyai kebutuhan khusus.
Belum ada data spesifik yang dapat menyimpulkan situasi aksesibilitas ini hingga hari ini.
14 20
37 38
52
73
0
10
20
30
40
50
60
70
80
PPIA PTRM PDP LJSS IMS KT HIV
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 62
Namun secara anekdotal, masalah bukan terletak pada petugas kesehatannya semata, tetapi pada sistem
layanan yang berjalan dan personel Fasyankes yang lain. Pada banyak kasus personel pelaksana layanan HIV,
misalnya staf di klinik IMS dan KT HIV, sudah sangat friendly pada populasi kunci, namun belum pada staf di
bagian sekuriti, pendaftaran, loket pengambilan obat, cleaning service dan lainnya.
Edukasi terus-menerus masih diperlukan. Bukan saja kepada petugas kesehatan tetapi juga kepada populasi
kunci itu sendiri agar siap dengan situasi layanan yang saat ini tersedia.
Pada proses pemetaan kali ini, tim pemetaan hanya mendaftar fasyankes dan layanan yang s udah biasa
diakses oleh populasi kunci dan diasumsikan relatif lebih friendly pada populasi kunci. Hal ini terbukti dengan
banyaknya jumlah kunjungan populasi kunci ke Fasyankes dan layanan yang dipetakan di sini.
Grafik 5.3 Distribusi Layanan HIV dan A IDS Hasil Pemetaan
Total terdaftar 74 layanan.
Paling banyak terdapat di
Jakarta Pusat. Layanan
konseling dan tes HIV
masih merupakan layanan
yang paling banyak
tersedia. Sementara
layanan PPIA merupakan
layanan yang paling sedikit
tersedia. Berikut figur
lengkap hasil
pemetaannya:
Grafik 5.4 Jenis Layanan
HIV dan AIDS Di Jakarta
Hasil Pemetaan
Dari 74 layanan yang berhasil
dipetakan, hanya 9 layanan yang
menyediakan layanan PPIA dan
ada 57 layanan IMS dari 74
layanan yang ada. Beberapa
layanan mempunyai lebih dari 4
layanan.
Daftar selengkapnya jenis layanan
HIV dan AIDS yang dipetakan
berdasarkan wilayah dapat dilihat
selengkapnya dalam lampiran
laporan ini.
10
13
15
18 18
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
JKT Utara JKT Selatan JKT Barat JKT Timur JKT Pusat
9 13 13
17
24 27
57
71
0
10
20
30
40
50
60
70
80
PPIA PTRM KDS PDP ARV LJSS IMS KT HIV
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 63
Bagian Enam | Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Kesimpulan
Setelah semua proses pengolahan dan analisis data dilakukan dan mengkaji ulang informasi yang terkumpul,
berikut ini beberapa kesimpulan atas hasil pemetaan ini:
Pertama, jumlah populasi kunci di DKI Jakarta berdasarkan hasil pemetaan ini adalah sebanyak 4.193 WPSL,
7.669 WPSTL, 4.465 LSL, 1.206 Waria, 122.096 LBT dan 2.004 Penasun
Kedua, rata-rata mobilitas setiap populasi kunci adalah 1-3 hotspot per hari. Artinya setiap hari terdapat
kemungkinan populasi kunci berpindah hotspot ke 1 sampai 3 hotspot lain.
Ketiga, diidentifikasi saat ini ada sekitar 352 hotspot WPSL, 523 hotspot WPSTL, 281 hotspot LSL, 217
hotspot Waria, 890 hotspot LBT dan 229 hotspot Penasun.
Keempat, jika semua hotspot dikelompokkan(clustering) dalam radius 300 meter (disebut dengan hotzone)
maka akan terdapat 78 hotzone LSL, 97 hotzone Waria, 126 hotzone WPS, 213 hotzone LBT dan 99 hotzone
Penasun.
Kelima, tiga jenis/bentuk hotspot paling utama pada populasi WPSL adalah wisma, rumah kost dan warung.
Pada populasi WPSTL adalah panti pijat, café dan karaoke. Pada Populasi LSL adalah mall, minimarket dan
salon. Pada populasi Waria adala salon, rumah kontrakan dan rumah kost. Pada populasi LBT adalah
pangkalan ojek, pangkalan truk dan pabrik. Dan pada populasi Penasun tiga jenis hotspot utamanya adalah
pinggir jalan, rumah/kost dan gang.
Keenam, dua indikator utama dalam pilar satu PMTS (penguatan dan pelibatan pemangku kepentingan) yakni
adanya Pokja Lokasi dan kesepakatan lokasi masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk
tingkat provinsi) baru 43% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 14% hotspot Waria dan 22% hotspot LBT yang
mempunyai Pokja Lokasi dan baru 39% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 34% hotspot Waria, dan 21% hotspot
LBT yang mempunyai kesepakatan lokasi.
Ketujuh, dua indikator utama dalam pilar dua PMTS (komunikasi perubahan perilaku) yakni adanya jumlah PE
aktif dan media KPP yang cukup juga masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat
provinsi) baru 26% hotspot WPS, 24% hotspot LSL, 34% hotspot Waria dan 14 % hotspot LBT yang mempunyai
jumlah PE aktif cukup dan baru 47% hotspot WPS, 35% hotspot LSL, 37% hotspot Waria, dan 23% hotspot LBT
yang mempunyai distribusi Media KPP cukup.
Kedelapan, dua indikator utama dalam pilar tiga PMTS (penyediaan dan distribusi kondom) yakni adanya
jumlah outlet kondom dan jumlah kondom terdistribusi belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk
tingkat provinsi) baru 53% hotspot WPS, 43% hotspot LSL, 74% hotspot Waria dan 16% hotspot LBT yang
mempunyai jumlah outlet kondom cukup dan baru 40% hotspot WPS, 39% hotspot LSL, 65% hotspot Waria,
dan 15% hotspot LBT yang mempunyai distribusi kondom cukup.
Kesembilan, tiga indikator utama dalam pilar empat PMTS (pemeriksaan IMS dan HCT) yakni adanya
pemeriksaan rutin di setiap hotspot, semua populasi kunci dalam hotspot mengikuti pemeriksaan dan
keramahan petugas Kesehatan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) 44% hotspot WPS, 28%
hotspot LSL, 82% hotspot Waria dan 25% hotspot LBT yang mempunyai pemeriksaan rutin IMS dan HCT dan
baru 34% hotspot WPS, 14% hotspot LSL, 33% hotspot Waria, dan 16% hotspot LBT yang 100% populasi
kuncinya mengikuti pemeriksaan rutin. Sementara itu rata-rata 70% hotspot WPS, 41% hotspot LSL, 81%
hotspot Waria dan 34% hotspot LBT melihat penyedia layana sudah aman.
Kesepuluh, terdapat 23 LSM aktif yang bekerja untuk penanggulangan HIV dan AIDS di Jakarta dengan fokus
kegiatan/program utamanya adalah penjangkaun, pendampingan, rujukan dan pendampingan ODHA.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 64
Sebagian kecil mempunyai shelter ODHA, mempunyai kegiatan pembedayaan ekonomi, advokasi dan
pendidikan-pelatihan.
Kesebelas, terdapat 74 Fasilitas Layanan Kesehatan yang dipetakan dan paling sering diakses populasi kunci
di Jakarta. Namun demikian jumlah total Fasyankes yang mempunyai layanan terkait HIV dan AIDS di Jakarta
adalah sebanyak 233 Fasyankes, dimana 191 diantaranya telah aktif melaporkan kegiatannya ke Dinkes
Provinsi DKI Jakarta dan baru sekitar 74 layanan yang cukup biasa diakses oleh populasi kunci.
2. Rekomendasi
Beberapa tindak lanjut program untuk merespon hasil-hasil pemetaan diperlukan agar program ke depan
tetap berbasis data. Beberapa rekomendasi program melihat hasil pemetaan ini antara lain:
Pertama, memprioritaskan intervensi pada hotspot-hotspot dengan jumlah populasi banyak, mobilitas rendah
dan jenis hotspot yang mudah diakses terlebih dahulu untuk meningkatkan cakupan penjangkauan pada
populasi kunci dalam waktu cepat dan secara bertahap menjangkau hotspot-hotspot dengan populasi kecil,
mobilitas sedang atau tinggi dan jenis hostpot yang sulit diakses.
Kedua, memprioritaskan intervensi pada hotzone yang besar (dengan jumlah hotspot banyak dan populasi
besar) jika sulit membuat prioritas intervensi per hotspot. Sasaran intervensi bukan hotspot secara individual
tetapi sekumpulan hotspot dalam radius 300 meter (hotzone) secara keseluruhan.
Ketiga, di semua hotzone besar, pengembangan Pokja Lokasi dan kesepakatan lokasi perlu mendapat
prioritas.
Keempat, pengembangan program PE di semua hotspot juga perlu mendapat prioritas dimulai dengan
rekrutmen yang baik, pelatihan dan supervisi rutin baik melalui pertemuan rutin atau kunjungan lapangan.
Kelima, memproduksi/mengadaptasi Media KPP baru dalam jumlah cukup dan mendistribusikannya ke
populasi kunci secara sistematis baik dari segi cara/saluran distribusi, waktu distribusi, tempat disribusi dan
pelaksana distribusi.
Keenam, menambah jumlah outlet kondom sampai semua hotspot paling tidak mempunyai satu outlet
dengan cara mengidentifikasi hotspot-hotspot yang belum ada outlet kondomnya memanfaatkan data GIS
cakupan kondom Program Pemasaran Sosial Kondom.
Ketujuh, memanfaatkan RR online logistik kondom KPAN untuk mengembangkan rencana distribusi kondom
agar lebih sesuai kebutuhan lapangan. Perlu mendistribusikan kondom lebih banyak ke semua hotspot agar
jumlahnya mencukupi.
Kedelapan, mengorganisir pelaksanaan dokling lebih terjadwal di hotzone-hotzone besar, mempromosikan
layanan IMS dan HCT di Puskesmas terdekat dengan hotzone secara lebih sistematis menggunakan berbagai
macam media serta memampukan Pokja Lokasi dan PE untuk dapat melakukan rujukan langsung ke
Puskesmas. Bagi LSM penjangkau perlu lebih mendorong kemandirian populasi kunci untuk dapat mengakses
layanan Kesehatan sendiri. Bagi KPAK secara khusus perlu memastikan dan memfasilitasi adanya MOU kerja
sama antara semua LSM yang bekerja di wilayah dengan Fasyankes. Semua ini diperlukan untuk memastikan
pemeriksaan rutin IMS dan HCT serta semua populasi kunci pernah mendapat pemeriksaan secara berkala.
Kesembilan, melakukan pertemuan sensitisasi kepada semua staf Fasyankes (tidak hanya staf klinik IMS dan
HCT) tentang karakteristik populasi kunci dan cara komunikasi interpersonal kepada populasi kunci untuk
meningkatkan keramahan petugas kesehatan dan kenyamanan populasi kunci ketika mengakses layanan
kesehatan.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I Hal 65
Kesepuluh, memperbanyak sumber daya LSM dan Fasyankes yang bekerja untuk isu penanggulangan HIV dan
AIDS. Perhatian khusus perlu diberikan kepada Kepulauan Seribu. Atau menambah sumber daya manuasia di
LSM dan Fasyankes agar cakupan program dapat ditingkatkan.
3. Keterbatasan Pemetaan
Pemetaan ini mempunyai beberapa keterbatasan yang berimplikasi pada kualitas data dan informasi yang
dihasilkan. Beberapa keterbatasan pemetaan ini adalah:
Pertama, tidak semua tim pemetaan kota/kab melakukan kunjungan pengawasan/supervisi ke hotspot yang
dipetakan untuk setiap populasi. Panduan Teknis Pemetaan Nasional mensyaratkan minimal 20% hotspot
mendapat kunjungan supervisi. Hal ini mungkin berdampak pada kualitas pengambilan data di lapangan.
Kedua, pada pemetaan LBT, fokus pemetaan hanya dilakukan pada LBT tipe ABK, nelayan, TKBM, sopir truk,
taksi dan ojek yang berpangkalan dalam radius 1 km dari hotspot WPS, pekerja pada industri yang mayoritas
pekerjanya adalah laki-laki dan mempunyai karyawan di atas 500 orang, dan pekerja kontruksi laki-laki
dengan durasi poyek lebih dari satu tahun. Definisi operasional seperti ini tidak mencakup semua jenis LBT
yang mungkin ada di Jakarta yang mengakibatkan jumlah LBT hasil pemetaan lebih rendah daripada yang
diperkirakan sebelumnya. Definisi operasional seperti ini mendasarkan diri pada temuan STBP 2007 dan
2011 dimana laki-laki dengan latar belakang pekerjaan tersebut yang terbukti sebagai LBT. LBT bisa siapa
saja dan dimana saja. Secara sadar pemetaan ini mengambil tipe -tipe LBT seperti disebutkan di atas agar
lebih realistis dengan ketersediaan anggaran, sumber daya dan waktu yang tersedia.
Ketiga, durasi waktu pemetaan dan jumlah tim pemetaan masih dirasakan mempengaruhi kualitas
pengambilan data di lapangan. Rata-rata pemetaan ini dilakukan satu minggu untuk setiap populasi kunci,
bahkan waktu efektif pengambilan data ke lapangan sebenarnya hanya tiga hari. Jumlah tim pelaksana
pemetaan juga dirasakan kurang dibandingkan dengan luas wilayah pemetaan yang harus dicakup. Terdapat
kemungkinan beberapa hotspot tidak terpetakan atau terpetakan dengan kualitas proses yang berbeda.
Keempat, belum semua pihak memandang pemetaan populasi kunci sebagai sesuatu yang penting dalam
konteks perencanaan dan evaluasi program, termasuk penganggaran. Hal ini berdampak pada komitmen dan
partisipasi mereka dalam seluruh proses pemetaan yang masih kurang memadai.
Kelima, pemetaan sumber daya, terutama Fasyankes, baru sebatas mendaftar layanan-layanan
penanggulangan HIV dan AIDS yang ada. Analisis lebih dalam untuk mengetahui aksesibilitasnya belum dapat
dilakukan. Bagi kelompok marginal seperti populasi kunci, akses yang sulit sama dengan tidak ada layanan.
top related