laporan labling analisis klor aktif 2013 hero suspadama ayuningtyas fanyzia fajrianas
Post on 03-Feb-2016
578 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM LINGKUNGAN
BAB 7
ANALISIS KLOR AKTIF
Ayuningtyas Sekarputri R. (1306407584)
Fanyzia Fajrianas K. (1306367901)
Hero Suspadama B. (1306368002)
Asisten Modul : Annisa Pramesti Putri
Tanggal Praktikum : 18 Maret 2015
Tanggal Disetujui :
Nilai Laporan :
Paraf Asisten :
LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN DAN LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
Analisis Klor Aktif
I. TUJUAN
Mengetahui jumlah klor yang dibutuhkan untuk air baku dengan kualitas tertentu
sehingga tercapai titik Break Point Chlorination (BPC).
II. DASAR TEORI
1. Pengertian Klorin
Unsur kimia murni klorin berwujud gas diatomik berwarna hijau. Nama
klorin berasal dari bahasa latin, chloros, yang berarti hijau. Hal ini mengacu
pada warna gas klorin. Klorin ditemukan pada tahun 1774 oleh Carl Wilhelm
Scheele, dan mendapat nama ‘klorin’ pada tahun 1810 oleh Humphry Davy.
Elemen ini merupakan bagian dari seri halogen pembentuk garam yang bisa
diekstrak dari klorida melalui oksidasi dan elektrolisi. Di alam, klorin banyak
ditemukan bersenyawa dengan unsur natrium, membentuk garam dapur (NaCl)
serta ditemukan dalam karnalit dan silvit.
Dalam wujud gas, klorin memiliki bau yang menyesakkan serta sangat
beracun dan memiliki berat 2,5 kali lipat dari udara. Dalam bentuk cair dan
padat, klorin merupakan oksidator kuat, pemutih, dan agen desinfektan kuat.
Sekitar 3/4 dari klorin (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk
larutan. Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion
klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan pada perairan
alami dalam jumlah yang lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida
biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2). Selain dalam bentuk larutan,
klorida dalam bentuk padatan ditemukan pada batuan mineral sodalite
[Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida ke perairan.
Sebagian besar klorida bersifat mudah larut.
Klorida terdapat di alam dengan konsentrasi yang beragam. Kadar klorida
umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar
klorida yang tinggi, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga
tinggi, dapat meningkatkan sifatkorosivitas air. Hal ini mengakibatkan
terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat
memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida
untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l (Rump dan Krist, 1992 dalam Effendi,
2003). Perairan yang diperuntukkan bagi keperulan domestik, termasuk air
minum, pertanian, dan industri, sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil
dari 100 mg/liter (Sawyer dan McCarty, 1978). Keberadaan klorida di dalam
air menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran atau
mendapatkan rembesan dari air laut.
2. Fungsi Klorin
Klorin digunakan dalam berbagai industri untuk menghasilkan produk yang
bermanfaat bagu manusia. Beberapa contoh penggunaan klorin misalnya pada
bidang kesehatan klorin digunakan sebagai desinfektan pada pengolahan air
minum. Klorin yang digunakan sebagai desinfektan adalah gas klor (Cl2) atau
kalsium hipoklorit [Ca(OCl)2]. Selain itu klorin juga digunakan sebagai bahan
obat-obatan yang dikombinasikan dengan senyawa lain.
Dalam industri tekstil, pulp, dan kertas, klorin berfungsi sebagai pemutih
dan penghasil. Selain memutihkan warna kertas, klorin juga dapat menguatkan
permukaan kertas. Klorin juga bisa dimanfaatkan dalam bidang pertanian,
sebagai pestisida untuk membunuh hama yang mengganggu tanaman pertanian.
Selain yang disebutkan diatas, klorin dalam berbagai produk dapat dijumpai
misalnya pada produk yang berbahan dasar plastik, produk pelarut, lem, semen,
dan pembungkus.
Pada pembangkit listrik tenaga uap dan pembangkit listrik tenaga nuklir,
pemakaian klorin digunakan pada sistem pendingin (cooling system) sebagai
pengontrol biological fouling.
3. Reaksi pada Klorin
Gas klor (Cl2) apabila dimasukkan ke dalam air akan terhidrolisa seperti
persamaan berikut:
Cl2 + H2O ↔ HOCl + H+ + Cl
-
Asam hipoklorit berdisosiasi dalam air, seperti persamaan berikut:
HOCl ↔ H+ + OCl
-
Perbandingan HOCl dan OCl- tergantung pada pH air.
4. Faktor Jumlah Klorin pada Air
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah klorin atau desinfektan
yang perlu ditambahkan ke air, salah satunya adalah jenis desinfektan. Hal ini
berkaitan dengan efektifitas proses desinfeksi. Efisiensi desinfektan tergantung
pada jenis bahan kimia yang digunakan. Beberapa desinfektan merupakan
oksidator yang kuat dibandingkan dengan yang lainnya misalnya klorin
dioksida dibandingkan dengan klorin.
Faktor yang mempengaruhi jumlah klorin selanjutnya adalah jenis
mikroorganisme. Di alam terdapat banyak sekali mikroba patogen dan tidak
sedikit yang resisten terhadap desinfektan sehingga dosis klorin yang diberikan
harus sesuai agar memenuhi tujuannya sebagai desinfektan, yaitu membunuh
patogen yang bisa menyebabkan waterborne disease.
Waktu kontak antara air dengan klorin selaku dedsinfektan juga
memengaruhi jumlah klorin dalam air. Apabila waktu kontak yang terjadi cukup
lama, maka konsentrasi klorin cukup sedikit. Namun apabila waktu kontak yang
dibutuhkan cepat, maka dosis klorin yang diberikan harus cukup banyak.
Selain itu, jumlah klorin dalam air juga dipengaruhi oleh pH dan temperatur.
Tingkat keasaman air akan mengontrol jumla HOCl dan OCl- karena pH juga
memengaruhi reaksi yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya. Suhu atau
temperatur juga berpengaruh pada jumlah klor dalam air. Semakin tinggi suhu
maka akan semakin aktif mikroba, maka dibutuhkan jumlah klor yang cukup
banyak sehingga mikroba tidak banyak berkembang biak.
5. Baku Mutu
Berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 492
tahun 2010, jumlah klorin yang diizinkan terkandung dalam air bersih adalah
sebanyak maksimal 5 mg/l.
Table 1 Baku Mutu Air Bersih Berdasarkan Permenkes 492 tahun 2010
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Buret 25 mL
Pipet 10 mL
Pipet 5 mL
Bulb
Pipet tetes
Kertas pH
Gelas ukur
Gelas beker
Spatula
Timbangan
b. Bahan
Air sampel
Asam asetat pekat
Padatan KI
Larutan Na2S2O3 0.1 N
Larutan Iodine 0.0282 N
Larutan Kanji
IV. CARA KERJA
a. Modul 7.1
Mengam
bil 100
mL air
sampel.
Memasukk
an air
sampel ke
dalam 9
botol yang
berbeda.
b. Modul 7.2
Menambah
kan kaporit
ke botol 1-7
dengan
dosis yang
sudah
ditentukan
Dihomog
enkan
dan
didiamka
n selama
30 menit.
Mengambi
l 1 botol,
dan
menamba
hkan 5 mL
asam
asetat.
Mengukur
pH dengan
mengguna
kan kertas
pH.
Menambahk
an 1 gram KI
ke dalam
larutan
hingga warna
menjadi
kuning pekat
Menitrasi
laluran
dengan
Na2S2O3
hingga warna
larutan
menjadi
kuning seulas
Menambahka
n indikator
kanji 3 hingga
5 tetes.
Warna
larutan
berubah
menjadi biru
Menitrasi
laluran
dengan
Na2S2O3
hingga warna
larutan
menjadi
bening
Menambah
kan kaporit
ke botol 8
dan 9
dengan
dosis sesuai
BPC.
Dihomogen
kan. Botol 8
didiamkan 5
menit, botol
9 didamkan
2 jam.
Memberika
n perlakuan
yang sama
seperti pada
modul 7.1
V. HASIL PENGAMATAN
a. Modul 7.1
No. Botol Dosis Kaporit Volume Na2S2O3
Blanko - 0.43
Botol 1 1 0.13
Botol 2 2 0.65
Botol 3 2.5 0.01
Botol 4 3 0.13
Botol 5 3.5 0.45
Botol 6 3.75 0.3
Botol 7 4 0.17
b. Modul 7.2
No. Botol Waktu Kontak Volume Na2S2O3
Botol 8 5 menit 0.12
Botol 3 30 menit 0.01
Botol 9 2 jam 0.34
VI. PENGOLAHAN DATA
Rumus Perhitungan
Klor aktif sebagai MgCl2 :
Dimana,
A = mL titran Na2S2O3 untuk sampel
B = mL titran Na2S2O3 untuk Blanko (bisa positif atau negatif)
N = Normalitas larutan titran Na2S2O3
V = Volume sampel (mL)
Fp = Faktor pengenceran
a. Modul 7.1
No. Botol Dosis Kaporit Volume Na2S2O3
Blanko - 0.43
Botol 1 1 0.13
Botol 2 2 0.65
Botol 3 2.5 0.01
Botol 4 3 0.13
Botol 5 3.5 0.45
Botol 6 3.75 0.3
Botol 7 4 0.17
Botol 1 = = 19.6
Botol 2 = = 37.9
Botol 3 = = 15.4
Botol 4 = = 19.6
Botol 5 = = 30.9
Botol 6 = = 35.6
Botol 7 = = 21.06
b. Modul 7.2
No. Botol Waktu Kontak Volume Na2S2O3
Botol 8 5 menit 0.12
Botol 3 30 menit 0.01
Botol 9 2 jam 0.34
Botol 8 = = 19.3
Botol 3 = = 15.4
Botol 9 = = 27.4
VII. ANALISIS
a. Analisis Percobaan
Percobaan Bab 7 ini berjudul Analisis Klor Aktif ini dilakukan pada hari
Rabu, 18 Maret 2015 di Laboratorium Penyehatan Lingkungan, lantai 4
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang memiliki
tujuan untuk mengetahui jumlah klor yang dibutuhkan untuk air baku dengan
kualitas tertentu sehingga tercapai titik Break Point Chlorination (BPC). Jumlah
klor yang akan dicari merupakan nilai klor aktif dalam MgCl2 pada sampel yang
diberikan dosis kaporit yang berbeda serta nilai klor aktif dalam MgCl2 pada air
suling sebagai blanko. Selain itu, jumlah klor aktif dalam MgCl2 juga dicari pada
sampel yang memiliki waktu detensi 5 menit, 30 menit, dan 2 jam.
Alat yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum kali ini adalah Buret 25
mL untuk melakukan titrasi. Pipet 10 mL dan 50 mL serta pipet tetes untuk
mengambil larutan yang dibutuhkan. Kertas pH yang digunakan untuk
mengukur pH. Kemudian gelas ukur digunakan untuk mengambil sampel, dan
spatula serta timbangan untuk mengambil bahan dan menimbang bahan sehingga
sesuai dengan prosedur.
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum analisis klor aktif ini adalah air
sampel, yang bisa berupa air hujan atau air tanah. Praktikan menggunakan air
tanah sebagai sampel. Selain air sampel dibutuhkan juga air suling yang
bertindak sebagai blanko. Selain itu dibutuhkan asam asetat untuk membuat air
sampel menjadi suasana asal. Lalu diperlukan juga padatan KI dan larutan
Natrium Thiosulfat (Na2S2O3). Kemudian dibutuhkan juga larutan kanji dan
larutan Iodine.
Untuk modul 7.1 yang bertujuan untuk mencari titik Break Point
Chlorination, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengisi 9 botol
dengan 100 mL air sampel. Selanjutnya menambahkan kaporit yang dosisnya
sudah ditentukan ke dalam botol 1 hingga botol 7 (botol 1 dosisnya 1 mL, botol
2 dosisnya 2 mL, botol 3 dosisnya 2.5 mL, botol 4 dosisnya 3 mL, botol 5
dosisnya 3.5 mL, botol 6 dosisnya 3.75 mL, dan botol 7 dosisnya 4 mL).
Selanjutnya botol di homogenkan dan didiamkan selama 30 menit. Setelah 30
menit berlalu, ambil botol 1 kemudian ditambahkan 5 mL asam asetat sehingga
suasana air menjadi asam (pH 3-4), untuk memastikan pH larutan diukur terlebih
dahulu dengan menggunakan kertas pH.
Setelah itu ditambahkan padatan KI sebanyak 1 gram. Padatan KI ini akan
teroksidasi menjadi I2 dalam suasana asam dan larutan akan berubah warna
menjadi kuning pekat. Selanjutnya larutan yang berwarna kuning pekat di titrasi
dengan Na2S2O3 hingga warnanya berubah menjadi kuning seulas. Setelah
terjadi perubahan warna, larutan kanji pun dimasukkan. Larutan kanji
merupakan indikator untuk menunjukkan apakah dalam larutan mengandung
Iodine atau tidak. Langkah selanjutnya adalah melakukan titrasi dengan Na2S2O3
hingga larutan yang awalnya berwarna biru gelap berubah menjadi bening.
Untuk blanko, 100 mL sampel di masukkan ke dalam botol kemudian
langsung ditambahkan 5 mL asam asetat. Setelah itu diukur pH, lalu
ditambahkan 1 gram KI dan 3 tetes larutan kanji. Apabila larutan berubah warna
menjadi biru, maka langsung melakukan titrasi dengan Na2S2O3. Namun apabila
larutan tidak berubah warna menjadi biru, tambahkan Iodine hingga warna
larutan menjadi biru baru dititrasi dengan Na2S2O3.
Volume Na2S2O3 yang digunakan kemudian di catat dan dimasukkan ke
dalam hitungan rumus lalu dihitung jumlah klor aktif. Kemudian berdasarkan
hasil yang di dapat dibuat grafiknya sehingga didapatkan titik Break Point
Chlorination beserta dosis kaporit yang dibutuhkan untuk mencapai titik Break
Point Chlorination.
Modul 7.2 memiliki tujuan untuk mengetahui perngaruh waktu kontak
terhadap daya desinfeksi. Pada botol 8 dan botol 9 yang sudah berisi air sampel
sebanyak 100 mL, kaporit ditambahkan sesuai dengan jumlah kaporit sebanyak
yang dibutuhkan untuk mencapai Break Point Chlorination, yaitu 2.5 mL.
Botol 8 didiamkan selama lima menit dan botol 9 didiamkan selama 2 jam.
Setelah lima menit (untuk botol 8) dan dua jam (untuk botol 9), botol 8 dan botol
9 mendapat perlakukan yang sama dengan botol 1 sampai 7, mulai dari
penambahan 5 mL asam asetat, mengukur pH, lalu menambahkan 1 gram KI,
selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 dan ditambahkan larutan kanji. Terakhir,
larutan dititrasi lagi dengan Na2S2O3 hingga warna berubah dari biru gelap
menjadi bening.
b. Analisis Hasil
Breakpoint Chlorination atau titik retak klorinasi merupakan konsentrasi klor
aktif yang dibutuhkan untuk mengoksidasri bahan organik, amoniak, dan bahan
lain yang dapat dioksidasi serta membunuh mikroorganisme jika masih ada sisa
klor aktif pada konsentrasi tersebut. BPC akan diikuti dengan pembentukan gas
N2 akibat paparan klor aktif yang berlebih pada kloramin. Hal ini menyebabkan
penurunan jumlah klor bebas dan masih ada residu klor aktif yang
konsentrasinya dianggap perlu sebagai desinfektan. Dengan kata lain, jumlah
klor yang dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme adalah jumlah residu
klor aktif setelah terjadi BPC. Oleh sebab itu mengapa penentuan BPC penting
dilakukan dalam proses desinfeksi karena BPC merupakan acuan untung
menghitung dosis klor sehingga desinfektan bekerja sesuai dengan tugasnya.
Biasanya, titik BPC pada grafik perbandingan antara jumlah klor aktif dengan
dosis klor terletak pada titik yang rendah setelah dosis klor naik dan sebelum
dosis klor naik kembali.
Dalam grafik BPC yang terjadi, proses yang terjadi ada 3. Pada saat dosis
kaporit yang diberikan sebanyak 1 mL hingga 2 mL terjadi pembentukan chloro-
organic compounds dan kloramin. Pada saat dosis kaporit yang diberikan
sebanyak 2 mL hingga 2.5 mL, proses yang terjadi adalah penghancuran
kloramin dan chloro-organic compounds. Sedangkan proses yang terjadi ketika
dosis kaporit yang diberikan sebanyak 2.5 mL hingga 4 mL adalah reaksi-reaksi
sisa yang menghasilkan klor sisa.
Kebutuhan klor untuk desinfeksi di pengaruhi oleh banyak hal, misalnya saja
jenis organisme yang ada di dalam air yang bersangkutan. Ada beberapa
organisme yang sudah resisten terhadap desinfektan sehingga pemberian dosis
desinfektan harus disesuaikan agar bisa bekerja maksimal. Selain itu, kebutuhan
klor juga dipengaruhi oleh waktu kontak, pH air, dan temperatur air.
Berdasarkan grafik BPC yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa air
sampel termasuk ke dalam air bersih yang cenderung bebas dari mikroorganisme.
Hal itu bisa ditunjukkan dari dosis klor yang tidak terlalu tinggi untuk mencapai
titik BPC, yaitu sebanyak 2.5 mL.
Jika sampel yang digunakan pada praktikum kali ini berasal dari danau yang
tercemar limbah organik, maka akan dibutuhkan lebih banyak dosis klor untuk
mendapatkan titik BPC. Sebab, semakin banyak kandungan zat organik dalam
air, maka semakin banyak dosis klor dibutuhkan untuk membunuhnya. Oleh
karena itu digunakan sampel yang berasal dari air hujan atau air tanah. Karena
dari dua smber air itu, mikroorganisme yang ada di dalamnya cenderung lebih
sedikit jumlahnya dibandingkan dengan dari sumber air yang lain.
Salah satu hal yang memengaruhi jumlah klor yang dibutuhkan dalam sebuah
proses desinfeksi adalah waktu kontak. Waktu kontak merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh sebuah dosis tertentu desinfektan untuk melakukan proses
desinfeksi. Satu hal yang memengaruhi waktu kontak adalah konsentrasi atau
dosis dari zat desinfektan itu sendiri. Apabila waktu kontak yang terjadi lama,
maka dosis zat desinfektan yang diberikan tidak perlu terlalu banyak. Namun
apabila waktu kontak yang terjadi sebentar, maka dosis desinfektan yang
diberikan tidak boleh sedikit.
Berdasarkan uraian diatas, maka perbandingan antara jumlah klor dengan
waktu kontak seharusnya berbanding lurus. Dimana ketika ada pertambahan
waktu kontak maka jumlah klor aktif pun ikut bertambah. Namun berdasarkan
hasil percobaan yang di dapat, praktikan menemukan sebuah anomali. Dimana
ketika waktu kontak mencapai 30 menit, dosis klor aktif malah menuru
dibandingkan dengan saat waktu kontak 5 menit. Apabila hal ini terjadi, maka
menentukan waktu kontak yang ideal tidak bisa dilakukan. Faktor-faktor yang
mungkin mempengaruhi hal ini adalah faktor lingkungan seperti misalnya pH
dan temperatur air.
Dalam klorinasi, ada dua tahap utama, yaitu preklorinasi dan post klorinasi.
Preklorinasi merupakan tahap pemberian liquid chlorine yang bertujuan untuk
menghilangkan polutan dalam air seperti rasa dan bau, semua zat (misalnya besi
dan mangan) teroksidasi, mencegah molekul organik (misalnya warna),
mencegah pertumbuhan jamur dan alga. Tahap post klorinasi yaitu tahap
pemberian liquid chlorine yang bertujuan untuk membunuh mikroba yang masih
terikat dalam ai, tertutama mikroba patogen. Prinsip BPC seperti yang diatas,
dapat digunakan pada post klorinasi.
Batas konsentrasi klorin sisa pada air yang baru keluar dari instalasi air bersih
dan air yang diterima konsumen adalah 5 mg/l. klorin sisa dibutuhkan pada
distribusi air bersih sehingga sepanjang pipa distribusi, proses desinfeksi bisa
tetap terjadi.
c. Analisis Kesalahan
Kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum kali ini adalah:
Kurang teliti saat melihat pipet ketika menambahkan kaporit sehingga
dosis yang dimasukkan tidak tepat sesuai dengan yang diberikan.
Kurang teliti saat menimbang KI sehingga jumlah KI yang
dimasukkan tidak tepat sesuai dengan prosedur.
Kurang teliti saat melakukan proses titrasi sehingga mungkin saja
larutan untuk titrasi jumlahnya sudah berlebih untuk menitrasi sampel
maupun blanko.
Kurang teliti saat melakukan pembacaan pada buret ketika selesai
proses titrasi.
Kurang bersih ketika membersihkan alat sebelum digunakan.
Mungkin saja masih ada sisa larutan atau ada zat-zat yang menempel
di dalam alat yang digunakan.
VIII. KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
Untuk mencapai Breakpoint Chlorination, dosis klor yang dibutuhkan
adalah sebanyak 2,5 mL.
IX. REFERENSI
http://www.amazine.co/27082/klorin-cl-fakta-sifat-kegunaan-efek-
kesehatannya/ diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 00.45
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/456/472 diakses pada
tanggal 24 Maret 2015 pukul 00.48
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41046/Chapter%20II
.pdf;jsessionid=E7F1AF541BA32E8FE96F392DB3BC1603?sequence=4
diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 00.48
http://hmtl.itb.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2011/03/Desinfeksi-
netralisasi.ppt diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 01.12
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19476/Chapter%20II
.pdf?sequence=4 diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 01.25
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JAI/article/download/114/61 diakses pada
tanggal 24 Maret 2015 pukul 01.25
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/0700544/phlarutan7.
htm diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 01.44
http://www.bimbingan.org/karakteristik-larutan-kalium-iodide.htm diakses
pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 01.46
http://asep.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/klorinasi.pdf diakses pada tanggal
24 Maret 2015 pukul 02.10
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/632/jbptitbpp-gdl-mohamadran-31581-3-
2008ts-2.pdf diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 02.14
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13278-Paper.pdf diakses
pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 02.16
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41046/Chapter%20II
.pdf?sequence=4 diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 02.53
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26947/Chapter%20II
.pdf?sequence=3 diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 02.55
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/53_Permenkes%20492.pdf diakses
pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 07.05
top related