laporan pesisir 2012
Post on 24-Jan-2016
160 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut memiliki banyak fungsi, peran serta manfaat bagi kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan
sumber daya alam yang dapat kita manfaatkan diantaranya yaitu sebagai tempat
hidup sumber makanan manusia, tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput
laut, tempat hiburan atau rekreasi, serta tempat barang tambang berada dan juga
sebagai jalur transportasi air.
Berdasarkan KepMen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2002,
Pesisir merupakan wilayah peralihan dan interaksi antara ekosistem darat dan
laut. Pesisir dipengaruhi oleh gelombang air laut. Pesisir juga merupakan zona
yang menjadi tempat pengendapan hasil pengikisan air laut dan merupakan
bagian dari pantai, oleh karenanya rawan terhadap proses abrasi serta kerusakan
yang ditimbulkan oleh manusia di daratan.
Karena begitu pentingnya arti laut dan pesisir bagi kehidupan manusia,
maka adalah kewajiban manusia untuk tetap menjaganya. Salah satu ekosistem
pesisir yaitu hutan bakau atau yang biasa disebut dengan hutan Mangrove.
Ekosistem mangrove berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan
bagi makhluk - makhluk laut yang hidup di pesisir. Tanpa hutan bakau (mangrove),
perlahan-lahan ekosistem laut akan terancam kelangsungan hidupnya sehingga
sumber makanan laut yang dapat diperoleh oleh para nelayan pun akan jauh
berkurang. Banyak hal telah mengakibatkan rusaknya hutan mangrove antara lain
disebabkan oleh pencemaran lingkungan, pembukaan besar-besaran daerah
budidaya dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun.
Wilayah Laut dan Pesisir merupakan tempat hidup beberapa ekosistem
yang saling berhubungan, dinamis dan produktif yang perlu dijaga kelestariannya
karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati. Ekosistem utama yang
umumnya terdapat di wilayah pesisir seperti halnya mangrove, selain mempunyai
2 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
peranan ekologis, juga mempunyai peran ekonomis, dan sosial yang sangat
penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.
Sumber daya yang ada pada laut merupakan salah satu kekayaan alam
yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Akan tetapi pemanfaatannya sampai
saat ini kurang memperhatikan kelestariannya. Akibatnya, terjadi penurunan
fungsi, kualitas serta keanekaragaman hayati yang ada. Mengetahui peranan dan
manfaat Sumber daya laut dan Pesisir penting bagi ekosistem maupun bagi
manusia, maka Sumber daya Pesisir dan Laut perlu dilestarikan.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilaksanakan kegiatan pengendalian pencemaran kawasan pesisir dan laut
ini antara lain :
Dalam rangka pelaksanaan mandat Undang – undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 ayat (4) “Kewenangan untuk
mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) paling jauh 12 ( dua belas ) mil laut diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas dan / atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan
1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten / kota “.
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999
Pasal 4 tentang Pengendalian Pencemaran dan / atau Perusakan Laut.
Sebagai Upaya pemenuhan terhadap Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Memberikan Pertimbangan dalam pengambilan keputusan sebagai dasar
penentu kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut serta
pengembangan tata ruang kawasan pantai dan laut bagi kegiatan usaha
masyarakat dengan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan serta
pemberdayaan masyarakat dan peran serta swasta sebagai mitra
pembangunan.
3 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sasaran dilaksanakan kegiatan pengendalian pencemaran kawasan pesisir dan
laut antara lain sebagai berikut :
1. Tersedianya data kondisi kualitas air laut di kawasan pesisir dan laut
secara periodik.
2. Tersedianya analisa terhadap sebab penurunan / peningkatan kondisi
kualitas air laut di kawasan Pesisir dan Pantai.
1.3 Pelaksanaan Kegiatan
Guna menunjang kegiatan pengendalian pencemaran kawasan pesisir dan
laut, maka Pemerintah kota Surabaya melalui Badan Lingkungan Hidup secara
periodik melakukan monitoring uji kualitas air di 3 (tiga) Zona. Kegiatan pengujian
terhadap kualitas air laut dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut yang
pelaksanaannya pada bulan April (semester I) dan September (semester II) Tahun
2012 :
1. Uji Sampling Air Laut untuk Perairan Pelabuhan dilaksanakan di 2 lokasi
a. Nilam Barat
b. Nilam Timur
2. Uji Sampling Air Laut untuk Wisata Bahari dilaksanakan di 2 lokasi
a. Kenjeran pulau Pasir
b. Kenjeran pengasapan ikan
3. Uji Sampling Air Laut untuk Biota Laut dilaksanakan di 4 lokasi
a. Gunung Anyar kali UPN
b. Gunung Anyar kali Wonorejo
c. Kali Lamong 1, dan
d. Kali Lamong 2.
Lokasi-lokasi tersebut telah ditetapkan dan menjadi lokasi monitoring secara
kontinu setiap tahunnya. Sementara parameter fisik, kimia ataupun biologi
mengikuti parameter yang tercantum dalam lampiran sesuai KepMenLH Nomor
51/2004. Untuk perairan Pelabuhan mengacu pada lampiran 1, Wisata Bahari
mengacu lampiran 2, dan biota laut mengacu pada lampiran 3.
4 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Parameter yang dipantau sesuai dengan KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut. Secara Umum pengambilan sampel air laut
dilaksanakan pada siang hari ( 09.00 s/d 12.00 WIB) pada saat air pasang
Lokasi Sampel Dermaga Nilam Barat dan Nilam Timur (Baku Mutu Kawasan
Pelabuhan )
Pengambilan sampling air laut di lokasi Dermaga Nilam Barat pada
semester I dan semester II dilakukan pada saat kondisi cuaca cerah dan
perairan cukup tenang, begitu juga pengambilan sampling pada lokasi
Nilam Timur juga dilakukan pada saat kondisi cuaca cerah dan perairan laut
tenang. Pada saat pengambilan sampling semester ke II (bulan September)
di lokasi Nilam Timur sedang dilakukan bongkar muat CPO ( Crude Palm
Oil ) dari kapal menuju pabrik yang berada di sekitar pelabuhan.
Pada lokasi Dermaga Nilam Barat banyak digunakan sebagai tempat
Pergudangan serta tempat dok perkapalan besar dan kecil. Seperti halnya
Dermaga Nilam Timur juga menjadi tempat sandar kapal besar dan kecil
(Kapal Cargo dan Kapal Layar Motor) yang juga banyak digunakan sebagai
tempat pergudangan dan bongkar muat CPO.
Lokasi Sampel Kenjeran Pengasapan Ikan dan Pulau Pasir (Baku Mutu Kawasan
Wisata Bahari)
Pengambilan sampling yang dilakukan di lokasi Kenjeran Pengasapan Ikan
dan Pulau pasir pada semester I dengan kondisi cuaca mendung ( keadaan
langit yang tertutup awan), dan perairan laut cukup bergelombang.
Sedangkan pada semester II pengambilan sampling dilakukan saat cuaca
cerah dan perairan tidak bergelombang.
Lalu lintas kapal besar maupun kecil relatif sedikit sehingga potensi wisata
dan olah raga laut berkembang di kawasan ini.
Pada wilayah ini, perumahan cukup padat di sepanjang pantai, terdapat
lokasi IPAL pencucian ikan bantuan dari Belanda, tempat pengasapan ikan,
serta industri kecil lainnya berbahan dasar hasil laut
5 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Lokasi Sampel Kali Lamong I dan Lamong II (Baku Mutu Biota Laut)
Pada saat pengambilan sampling air laut di lokasi Kali Lamong I dan Kali
Lamong II kondisi cuaca cerah pada bulan April (Semester 1) begitu
juga pada bulan September (Semester 2), kondisi gelombang pada
perairan juga relatif rendah.
Pada lokasi Kali Lamong I banyak didapati pemukiman dan disepanjang
sungai hingga muara seringkali menjadi tempat pembuangan limbah
domestik ( limbah rumah tangga ). ( Foto pada lampiran Gambar )
Secara alami lokasi ini merupakan alur pelayaran kapal, volume lalu lintas
kapal kecil cukup tinggi untuk melayani transportasi dari Pelabuhan
Tanjung Perak ke pelabuhan Gresik.
Lokasi Sampel Gunung Anyar Kali Wonorejo dan Gunung Anyar Kali UPN (Baku
Mutu Biota Laut)
Pada saat pengambilan sampling air laut di Lokasi Gunung Anyar Kali
Wonorejo dan Gunung Anyar Kali UPN pada semester I dan semester II
dilakukan saat kondisi cuaca cerah dengan kondisi perairan yang cukup
dangkal dan tidak bergelombang. Pada wilayah ini banyak ditumbuhi
mangrove disepanjang pantai.
Pada lokasi Gunung Anyar Kali UPN banyak didapati pemukiman dan
disepanjang sungai hingga muara seringkali menjadi tempat pembuangan
limbah domestik ( limbah rumah tangga ).
1.4 Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut.
6 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004
tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 197 Tahun 2004
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah
kabupaten dan Daerah Kota
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179 Tahun 2004
tentang Ralat Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
7. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 15 Tahun 2005 tentang
Organisasi Lembaga Teknis Kota Surabaya.
8. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
9. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
1.5 Sumber Pendanaan
Pelaksanaan kegiatan pemantauan kualitas air laut ini dilaksanakan dengan
sumber pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota
Surabaya Tahun Anggaran 2012 pada kode kegiatan 1.08.16.0004 Pengendalian
Pencemaran Kawasan Pesisir dan laut.
7 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
BAB II
KONDISI KAWASAN PANTAI DAN PESISIR KOTA SURABAYA
2.1 Kondisi Umum
Kota Surabaya secara geografis terletak pada 70 9’ – 70 21’ LS dan 1120
36’ – 1120 57’ BT dengan Topografi relatif datar antara 0 – 20 Meter diatas
permukaan air laut (Bappeko Kota Surabaya). Sedangkan wilayah Pesisir Kota
Surabaya berada pada titik koordinat 70 14’ - 70 21’ LS dan 1120 37’ - 1120 57’ BT .
Wilayah pesisir Surabaya meliputi 11 Kecamatan dengan luas kota 52.087 Ha,
luas daratan 33.048 Ha sedangkan selebihnya yaitu 19.039 Ha merupakan
wilayah laut (Dinkominfo, Profil Surabaya Tahun 2011).
Kota Surabaya memiliki panjang garis pantai 37,5 km terbentang dari sisi
timur dari titik perbatasan Kabupaten Sidoarjo (disisi selatan) hingga kearah utara
dari titik perbatasan kabupaten Gresik.
2.1.1 Mangrove
Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang tumbuh dan berkembang
pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Oleh karena kawasan hutan mangrove secara rutin
digenangi oleh pasang air laut, maka lingkungan (tanah dan air) hutan mangrove
bersifat salin.
Mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis)
yang berarti tumbuhan dan kata grove (bahasa inggris) yang berarti belukar atau
hutan kecil. Ada yang menyebutkan mangrove berasal dari kata mangal yang
menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. (Purnobasuki, 2005). Hutan mangrove
oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau.
Namun penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena
bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di
mangrove.
8 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.1. Jenis Mangrove Rhizophora spp.
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pesisir atau
muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Untuk menghindari
kekeliruan maka istilah bakau hendaknya digunakan hanya untuk jenis – jenis
tumbuhan tertentu saja yakni dari marga Rhizophora, Karena di hutan tersebut
bukan hanya jenis bakau yang ada maka istilah hutan mangrove lebih popular
digunakan pada tipe hutan ini.
Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus
hidup di peraian laut yang dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi :
1. Perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau
tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya
batang.
2. Berdaun kuat dan mengandung banyak air
3. Mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi.
Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia mempunyai kelenjar garam
yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam.
(Dahuri, 2003)
9 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Ekosistem hutan mangrove bersifat khas, salinitas tanahnya yang tinggi,
serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit
jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini
kebanyakan bersifat khas hutan mangrove karena telah melewati proses adaptasi
dan evolusi. Dilihat dari segi ekosistem perairan, hutan mangrove mempunyai arti
yang penting karena memberikan sumbangan berupa bahan organik bagi perairan
sekitarnya. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh
mikroorganisme diuraikan menjadi partikel-partikel dedritusm, partikel-partikel
detritus (hancuran jaringan tumbuhan atau hewan yang melapuk) ini menjadi
sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut. Selain itu bahan organik
terlarut yang dihasilkan dari proses penguraian (dekomposisi) di hutan mangrove
juga memasuki lingkungan perairan pesisir yang dihuni oleh berbagai macam filter
feeder (organisme yang cara makannya dengan menyaring air) lautan dan
estuaria serta berbagai macam hewan pemakan hewan dasar .
Secara ekologis mangrove memegang peranan kunci dalam perputaran
nutrien atau unsur hara pada perairan pesisir di sekitarnya yang dibantu oleh
pergerakan pasang surut air laut. Interaksi vegetasi mangrove dengan
lingkungannya mampu menciptakan kondisi iklim yang sesuai untuk kelangsungan
hidup beberapa organisme akuatik. Dengan demikian dimana terdapat mangrove
berarti di situ juga merupakan daerah perikanan yang subur. (Ghufran.M , 2012)
Kondisi perairan yang tenang serta terlindung dengan berbagai macam
tumbuhan dan makanan, menjadikan tempat ini sangat baik untuk tempat
berlindung (shelter), tempat berkembang biak dan tempat pembesaran.
Hewan – hewan yang hidup di ekosistem Mangrove memiliki bentuk
adaptasi lingkungan yang sangat unik seperti adaptasi terhadap substrat yang
berlumpur (Iqbal. Andi, 2011). Salah satu spesies Ikan yang dapat ditemukan
pada ekosistem mangrove yaitu ikan Belodok atau biasa disebut juga Ikan
Gelodok. Ikan ini mempunyai mata yang besar dan mencuat keluar dari
kepalanya. Kalau berenang matanya berada diatas air. Sirip dadanya pada bagian
pangkal berotot, dan sirip ini bisa ditekuk hingga berfungsi sebagai lengan yang
dapat digunakan untuk merangkak atau melompat diatas lumpur (Nontji, 1987).
10 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.2. Ikan Gelodok
Keahlian yang dimiliki ikan gelodok ini, selain dapat bertahan hidup lama di
daratan (90 % waktunya dihabiskan di darat), ikan gelodok dapat memanjat akar –
akar pohon mangrove, melompat juga dan berjalan diatas lumpur.(Wikipedia.org)
A. Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1. Habitat satwa langka
Hutan mangrove sering menjadi habitat (tempat hidup) jenis-jenis satwa.
Daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat
mendaratnya ribuan burung migran. (Ghufran.M, 2012)
2. Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau
vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin. Perakaran tumbuhan
pada ekosistem mangrove yang rapat dan terpancang, dapat berfungsi
meredam gempuran gelombang laut dan ombak. (Ghufran.M, 2012)
3. Pengendapan lumpur
Perakaran tanaman pada hutan mangrove membantu proses pengendapan
lumpur. Adanya perakaran ini menjadikan proses penangkapan lumpur dan
meningkatnya permukaan. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan
penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut
seringkali terikat pada partikel lumpur. Tumbuhnya hutan mangrove di suatu
tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran
11 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran
vegetasi, akan diendapkan diantara perakaran vegetasi mangrove. Dengan
demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin
cepat dan juga perakaran ini membantu membentuk hamparan lumpur
hamparan lumpur yang baru sehingga dari tahun ke tahun hutan mangrove
akan bertambah luas. (Ghufran.M, 2012)
4. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air dan terjadi
pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
5. Penyerap logam berat
Bahan pencemar yang berasal dari limbah rumah tangga (hasil pencucian)
dan industri sekitar ekosistem mangrove, dapat memasuki ekosistem perairan
yang akan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi
molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu mangrove dapat
menyerap logam berat seperti Avicennia marina, Rhizophora mucronata,
Bruguiera gymnorrhiza mampu menyerap logam berat timbal ( Pb ) dan
merkuri ( Hg ). ( Penelitian Munawar Ali, Rina )
6. Tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan
Berbagai fauna darat maupun fauna akuatik menjadikan ekosistem mangrove
sebagai tempat untuk reproduksi, seperti memijah, bertelur dan beranak. Akar
– akar tumbuhan selain menyediakan ruangan bagi biota untuk bersembunyi,
sistem perakaran mangrove sangat efektif meredam gelombang dan arus laut
sehingga telur dan anak ikan tidak hanyut (aman dari serangan predator
maupun arus gelombang). Sedangkan dalam kaitannya dengan makanan,
ekosistem mangrove menyediakan makanan bagi berbagai biota akuatik dalam
bentuk material organik yang terbentuk dari jatuhan daun serta berbagai
kotoran hewan yang kemudian diubah oleh mikroorganisme menjadi
bioplankton yang sangat dibutuhkan oleh biota laut seperti ikan, udang dan
biota lainnya. ( Ghufran. M , 2012 )
12 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
7. Rekreasi dan pariwisata
Hutan mangrove memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari
kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove memberikan obyek wisata
yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang
berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa
hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung
dari alam. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung
bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu
menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan,
menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
8. Penyerapan karbon
Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik menjadi karbon organik dalam
bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk
dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai karbondioksida. Akan
tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang
tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai
penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
9. Memelihara iklim mikro
Hutan mangrove mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan
tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
B. Ciri-ciri Ekosistem Mangrove
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Bersifat
dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta
mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan
labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.
Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang
unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang
fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki
13 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan
biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Departemen Kehutanan,
1992).
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari
habitatnya yang unik menurut lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove
Indonesia (2008) adalah:
memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
memiliki akar nafas ( pneumatofora ) misalnya seperti jangkar melengkung
dan menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat
vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api
Avicennia spp.
memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,
khususnya pada Rhizophora spp yang lebih di kenal sebagai propagul (biji)
memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
C. Vegetasi Hutan Mangrove
Hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial (tanah
endapan yang terbentuk dari material halus hasil pengendapan aliran sungai di
dataran rendah) yang dipengaruhi pasang surut air laut, serta ciri dari hutan ini
terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa.
(Peraturan Menteri Kehutanan, 2004). Flora mangrove terdiri atas pohon, epifit,
liana, alga, bakteri dan fungi.
Flora mangrove terbagi menjadi tiga kelompok, yakni :
1. Mangrove mayor, jenis-jenis dalam kelompok ini mengembangkan
spesialisasi morfologis seperti sistem akar udara dan mekanisme fisiologi
khusus untuk mensekresikan kelebihan garam agar dapat beradaptasi
dengan lingkungan mangrove. Jenis-jenis ini hanya tumbuh di hutan
mangrove dan tidak terdapat di lingkungan terestrial (darat).
Berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan
struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif
14 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,
Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, bukan merupakan elemen utama mangrove dan
dapat tumbuh di tepi mangrove atau lebih kearah darat yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan
dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus,
Heritiera, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia
dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, jenis-jenis ini bukan merupakan anggota komunitas
mangrove sejati dan tumbuh pada lingkungan vegetasi darat. contohnya
adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
Kelompok pertama dan kedua dari klasifikasi tersebut sering disebut
sebagai mangrove sejati (true mangrove) sedangkan kelompok terakhir disebut
mangrove ikutan atau asosiasi (associate mangrove). ( Tomlinson,The Botany of
Mangrove ,1986 )
D. Zonasi Hutan Mangrove
Flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir
pantai sampai pedalaman daratan (Bengen, 2001) . Zonasi di hutan mangrove
mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi
lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu
zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi)
tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan.
Menurut (Supriharyono, 2007) beberapa faktor yang menentukan penyebaran
tumbuhan mangrove, yaitu :
1. Gelombang pasang surut, yang menentukan waktu dan tinggi
penggenangan suatu lokasi, sehingga menentukan spesies tumbuhan yang
tumbuh.
15 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2. Salinitas, yang berkaitan dengan penyebaran tumbuhan mangrove, karena
ada beberapa spesies yang tidak tahan pada salinitas yang tinggi.
3. Substrat (Bentuk tekstur tanah dan kemantapan), tipe substrat yang sesuai
untuk pertumbuhan mangrove adalah lumpur lunak, yang mengandung silt
(debu),clay (liat), dan bahan – bahan organik yang lembut. (Walsh, 1974)
4. Suhu, suhu yang baik untuk kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari
200C (Walsh,1974)
Berdasarkan struktur ekosistemnya, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi
mangrove, yaitu : (Purnobasuki, 2005)
Mangrove Pantai: tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur
horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari
tumbuhan pionir (Avicennia sp), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia
alba, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora spp
dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora – Bruguiera. Bila genangan
berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fruticans di belakang
komunitas campuran yang terakhir
Mangrove Muara: pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai.
Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian
alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora – Bruguiera dan diakhiri
komunitas murni N. fructicans
Mangrove sungai: pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut,
dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-
jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
Jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, umumnya mangrove di
Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan biasanya dapat dibedakan
menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut :
1. Zona Api-api – Prepat (Avicennia – Sonneratia)
Terletak paling luar / jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah
berlumpur agak lunak (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit
bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya
16 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
didominasi oleh jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia
spp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora spp).
2. Zona Bakau (Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah
berlumpur lunak (dalam). Pada umumnya didominasi bakau
(Rhizophora spp) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan
jenis lain seperti tanjang ( Bruguiera spp )
3. Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan
daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai.
Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera spp) dan di
beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain.
4. Zona Nipah (N fruticans)
Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini
mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona
lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan
kebanyakan berada di tepi-tepi sungai dekat laut. Pada umumnya
ditumbuhi jenis nipah (N fruticans) dan beberapa spesies palem lainnya.
( Bengen, 2001 )
E. Faktor Lingkungan untuk Pertumbuhan Mangrove
Menurut Departemen Kehutanan (1992), kondisi ekologis yang mengatur
dan memelihara kelestarian ekosistem mangrove sangat tergantung pada kondisi
berimbangnya jumlah ketersedian air tawar dan air asin yang cukup. Kondisi
lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove adalah kondisi sedimentasi,
erosi laut dan sungai, penggenangan pasang surut dan kondisi garam tanah serta
kondisi akibat eksploitasi. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah :
Fisiografi pantai (topografi)
Pasang (lama, durasi, rentang)
Gelombang dan arus
17 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Iklim (cahaya, curah hujan, suhu, angin)
Salinitas
Oksigen terlarut
Tanah dan hara
Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :
Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies
(penyebaran spesies) dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai,
komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan
pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan
ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi
spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi,
distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal
menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan
zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan
ekosistem mangrove
Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan
sebagai berikut :
Lama pasang :
1. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi
perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat
pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat surutnya air laut.
2. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang
merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies
(penyebaran spesies) secara meluas.
Durasi pasang :
Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut
durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenangan
18 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata
dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
Rentang pasang (tinggi pasang):
1. Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi
pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
2. Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada
lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.
Gelombang dan Arus
1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem
mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang
cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga
terjadi pengurangan luasan hutan.
2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi
spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan
arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan
akhirnya tumbuh.
3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi
pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai.
Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan
substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik
melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove kelaut.
Nutrien - nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun
yang berasal dari run off daratan dan terjebak dihutan mangrove akan
terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik
(substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui
cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
19 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
1. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi,
fisiologi, dan struktur fisik mangrove
Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan yang
membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk
hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan
mangrove
2. Cahaya berpengaruh terhadap pembungaan dan germinasi ( Bentuk
awal dari embrio yg berkembang menjadi sesuatu yg baru yaitu
tanaman anakan yg sempurna ) dimana tumbuhan yang berada di luar
kelompok akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat
sinar matahari lebih banyak
3. Curah hujan
Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan
tumbuhan mangrove
Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air,
salinitas air dan tanah
4. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan
respirasi)
Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-200C dan
jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang.
Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal
pada suhu 26 - 280C
Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 270C, dan Xylocarpus tumbuh
optimal pada suhu 21 - 260C ( acehpedia.org )
5. Angin
Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga
membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove
Salinitas
20 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
1. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan
zonasi mangrove ,hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
2. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan
dalam keadaan pasang
3. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air
Oksigen Terlarut
1. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis
2. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi, karena bakteri
dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya.
3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari
Substrat
1. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap
pertumbuhan mangrove .
2. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam
tebal dan berlumpur
3. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara anorganik
dan organik.
1. anorganik : P, K, Ca, Mg, Na
2. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)
Tinggi pohon mangrove dipengaruhi oleh faktor salinitas air, drainase air
dan pasang surut. Biasanya pada daerah dengan air tanah mendekati permukaan
maka mempunyai aerasi baik (mendapat cukup oksigen), begitu pun dengan
kondisi dan tinggi vegetasinya seragam. Kemudian vegetasi mangrove akan
menjadi pendek jika mendekati zona dengan kondisi permukaan air jauh dari
permukaan.
21 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
F. Dampak Kerusakan Ekosistem Mangrove
Kerusakan mangrove dapat disebabkan akibat pengalihan fungsi lahan
maupun proses alami, salah satu dampak rusaknya hutan mangrove yaitu dapat
melepaskan CO2 yang telah tersimpan di dalam lumpur mangrove (CO2 akan
dapat terlepas bebas ke udara ) .
Akibat rusaknya Hutan Mangrove diantaranya dapat menyebabkan :
1. Intrusi air laut yaitu, masuknya air laut ke arah daratan sampai
mengakibatkan air tawar menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau
asin. Dampak Intrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang
tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan
dapat merusak akar tanaman.
2. Penurunan Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir, dengan rusaknya
ekosistem pesisir termasuk hutan mangrove maka tidak dapat lagi
menjadi tempat bagi fauna yang berlindung maupun singgah di hutan
mangrove. Yang akan menyebabkan menurunnya atau perginya fauna
dan margasatwa yang terdapat dalam hutan mangrove tersebut.
3. Peningkatan abrasi (pengikisan) pantai, salah satu penyebab abrasi
pantai adalah dengan berkurangnya / rusaknya akar – akar bakau
(mangrove) yang menjadi penahan hantaman ombak yang terjadi
didaerah sepanjang pantai
4. Turunnya sumber makanan , Akibat rusaknya Hutan Mangrove sebagai
tempat pemijah dan bertelur biota laut berakibat produksi tangkapan
ikan menurun, dikarenakan di sekitar mangrove yang lingkungannya
terjaga dengan baik maka banyak plankton yang hidup di sana namun
bila hutan mangrove mengalami kerusakan maka akan sulit ditemui
plankton yang menjadi sumber makanan bagi fauna yang membutuhkan
dan berada di dalam hutan mangrove tersebut. Sehingga hutan
mangrove dapat berfungsi sebagai sumber makanan bagi fauna yang
ada di sekitar hutan mangrove tersebut. Stabilnya perairan di sekitar
hutan mangrove juga menjadikan hutan mangrove sebagai pemijah dan
22 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
tempat bertelurnya biota laut sehingga dapat terjadi regenerasi fauna,
misalnya ikan. Hal tersebut akan menyebabkan turunnya populasi ikan
sehingga berdampak pada kurangnya tangkapan ikan oleh nelayan,
5. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin,
gelombang air laut, dengan rusaknya hutan mangrove yang
diindikasikan berkurangnya jumlah tumbuhan yang berada di dalam
ekosistem tersebut, maka kemampuan ekosistem hutan mangrove
dalam menahan tiupan angin dan terjangan gelombang laut juga akan
berkurang. Jumlah tumbuhan yang terdapat pada hutan mangrove
berbanding lurus dengan kemampuan hutan mangrove dalam menahan
angin dan menahan terjangan gelombang laut.
6. Peningkatan Pencemaran Pantai
Apabila hutan mangrove mengalami kerusakan, maka fungsi dari hutan
mangrove sebagai penyerap karbon juga akan berkurang atau bahkan
tidak berfungsi sama sekali. Hal tersebut akan menyebabkan CO2 tidak
terserap oleh hutan mangrove dan akan langsung berada pada atmosfer
sehingga terjadi peningkatan pencemaran pantai.
Mangrove di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya)
Pamurbaya dikenal sebagai kawasan ruang terbuka hijau yang tersisa dan
menjadi benteng untuk melindungi Surabaya dari ancaman abrasi, instrusi air laut,
dan penurunan muka tanah.
Kawasan Pamurbaya terletak pada koordinat : (70 15’ 19,60” LS - 70 17’ 13,25” LS
dan 1120 48’ 35,69”BT - 1120 48’ 40,72”BT) dan luasnya mencapai + 2.503,9 Ha
(Sumber : Bappeko Kota Surabaya ) Pamurbaya terletak di bagian timur kota
Surabaya dan berbatasan langsung dengan Selat Madura. Lokasi Pamurbaya
Meliputi 4 Kecamatan, 7 Kelurahan, yaitu : (Profil wilayah Pesisir Surabaya,hasil
analisa ( Citra Lansat ) Tahun 2005)
1. Kecamatan Gunung Anyar (Kelurahan Gunung Anyar Tambak)
2. Kecamatan Rungkut (Kelurahan Medokan Ayu, dan Wonorejo)
3. Kecamatan Sukolilo (Kelurahan Keputih)
23 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
4. Kecamatan Mulyorejo ( Kelurahan Dukuh Sutorejo, Kalisari dan Kejawen Putih
5. Kecamatan Kenjeran ( Kelurahan Tambak Wedi )
6. Kecamatan Bulak ( Kedung Cowek, Bulak, Kenjeran, Sukolilo )
Kawasan Pamurbaya tergolong kawasan yang landai dengan topografi 0 –
3 m diatas permukaan laut dan Iklimnya sangat dipengaruhi oleh musim, curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan januari, sementara terendah pada bulan agustus.
Kondisi tanah umumnya homogen yang terdiri dari jenis tanah liat dan liat berpasir
yang mempunyai daya dukung rendah pada lingkungan dan bangunan. Wilayah
Pamurbaya terletak di tepi Selat Madura yang luasnya relatif sempit. Pamurbaya
mempunyai ekosistem marine (lautan), estuarine (perairan payau) dan palustrine
(perairan tawar). Tipe ekosistem tersebut seperti kawasan hutan bakau
(mangrove), pertambakan, rawa, muara sungai, dan pesisir (Anonim, 2012).
Kawasan ini terbentuk sebagai hasil endapan dari sistem sungai yang ada di
sekitarnya dan pengaruh laut. Kondisi daerah delta dengan tanah alluvial yang
sangat kuat dipengaruhi oleh sistem tanah ini, disebut juga dengan istilah tanah
rawang laut, merupakan habitat yang baik bagi terbentuknya ekosistem
mangrove.Meski tidak terlalu luas, namun potensi hutan mangrove di Pamurbaya sangat
besar.
Berikut merupakan hasil survei (tim keanekaragaman hayati) di lokasi
Pamurbaya dengan menggunakan metode Transek dan Plot Kuadrat (yaitu
metode dengan menarik garis lurus pada lahan mangrove sejauh 100 meter dan
membuat plot seluas 20m x 20 m ) :
Kecamatan Gunung Anyar : Avicennia marina, Avicennia alba, Excoecaria
agallocha, Avicennia lanata, Xylocarpus
granatum.
Kecamatan Rungkut : Avicennia marina, Avicennia alba, Excoecaria
agallocha, Aegiceras floridum, Rhizophora
mucronata , Avicennia Officinalis.
Kecamatan Sukolilo : Avicennia marina, Avicennia alba, Avicennia
officinalis ( Zona Luar )
24 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sonneratia caseolaris, Sonneratia alba,
Rhizopora apiculata ( Sepanjang sungai )
Kecamatan Mulyorejo : Avicennia marina, Excoecaria agallocha
Pantai Timur Surabaya menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan
Kota Surabaya termasuk dalam kawasan perlindungan bawahan (kawasan yang
memiliki potensi untuk memperkecil atau melindungi kawasan lain dari bahaya
banjir melalui peresapan air ke dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan
volume air tanah untuk melindungi ekosistem pada kawasan tersebut) yang
memiliki fungsi penting dalam mencegah banjir dan bencana , terutama dalam hal
resapan air. Pengembangan kawasan konservasi di wilayah timur diarahkan pada
wilayah pantai timur, hal ini untuk menyiasati perkembangan akibat adanya
sedimentasi laut yang diupayakan, atau tanah oloran. Pengembangan konservasi
pantai timur ini dengan pertimbangan kecenderungan dari masyarakat sekitar
pantai untuk memanfaatkannya, daerah tersebut merupakan daerah pantai yang
selayaknya dilindungi.Sedangkan dalam hal ekowisata dampak positif ditandai
dengan peningkatan kesejahteraan warga (warung, perahu, dan sebagainya),
sedangkan dampak negatifnya adanya aspek lingkungan yang menurun.
25 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Kondisi Ekosistem Mangrove Kota Surabaya secara Kualitatif
Berikut merupakan standar baku mutu mangrove menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove:
Tabel 2.1 Kriteria Baku Kerusakan Mangrove
Kriteria Kerapatan (pohon/Ha)
Baik Sangat Padat >1500
Rusak Sedang >1000-<1500
Jarang <1000
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004
Kondisi mangrove di daerah Pantai Timur Surabaya secara kualitatif berdasarkan
pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove untuk populasi
pohon mangrove di Wonorejo yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kerapatan Mangrove Wonorejo
Kerapatan Jumlah Spesies
Semua Plot
Avicennia marina 397
Avicennia alba 48
Excoecaria agalocha 1
Avicennia Officinallis 1
Sonneratia alba 1
Total 448
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha) 1600
Sumber : Data hasil survei Kehati 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah Wonorejo
berada pada level Baik - Sangat Padat dimana mangrove daerah ini mempunyai
kerapatan > 1500 pohon/Ha.
26 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sedang untuk daerah Gunung Anyar, kondisi populasi pohon mangrovenya adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kerapatan Mangrove Gunung Anyar
Kerapatan Jumlah Spesies
Semua Plot
Avicennia marina 110
Avicennia alba 17
Excoecaria agalocha 39
Xylocarpus granatum 16
Total 182
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha) 1517
Sumber : Data hasil survei Kehati 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah Gunung
Anyar berada pada level Baik - Sangat Padat dimana mangrove daerah ini
mempunyai kerapatan > 1500 pohon/Ha.
Untuk daerah Kejawen Putih Tambak, kondisi populasi pohon mangrovenya
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4 Kerapatan Kejawen Putih Tambak
Kerapatan Jumlah Spesies
Semua Plot
Avicennia marina 44
Excoecaria agalocha 4
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha)
1200
Sumber: Data hasil survei Kehati 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah Kejawen
Putih Tambak berada pada level Rusak - sedang dimana mangrove daerah ini
mempunyai kerapatan 1000<x<1500 pohon/Ha.
27 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Untuk daerahTambak Wedi, kondisi populasi pohon mangrovenya adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.5 Kerapatan Tambak Wedi
Kerapatan Jumlah Spesies
Semua Plot
Avicennia marina 32
Rhizophora stylosa 69
Rhizophora mucronata 2
Avicennia alba 3
Xylocarpus granatum 10
Sonneratia alba 7
Aegiceras corniculatum 18
Bruguiera gymnorrhiza 13
Aegiceras floridum 1
Ceriops tagal 2
Total 157
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha) 981
Sumber : Data hasil survei Kehati 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah Tambak
Wedi berada pada level Rusak - Jarang dimana mangrove daerah ini mempunyai
kerapatan < 1000 pohon/Ha.
Mangrove di Kawasan Pantai Utara Surabaya (Pantura)
Daerah Pantai Utara Surabaya mempunyai panjang garis pantai ± 9 km dan
luas kawasan ± 1.000 ha. Kelurahan yang termasuk pesisir utara adalah :
Kecamatan Benowo : Kelurahan Romokalisari, Tambak Osowilangun
Kecamatan Asemrowo : Kelurahan Tambak Langon, Greges, Kalianak
Kecamatan Krembangan : Kelurahan Morokrembangan, Perak Barat
Kecamatan Semampir : Kelurahan Ujung
Kecamatan Pabean Cantikan : Kelurahan Perak Utara, Perak Timur
Daerah Pantura umumnya memiliki keadaan ombak dan angin lebih kecil
daripada di pesisir timur. Selain itu, Pantura merupakan daerah yang didominasi
oleh industri terutama industri bongkar muat dan peti kemas dari sepanjang jalan
28 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Kecamatan Pabean Cantikan hingga Benowo. Kawasan Pantura memiliki Teluk
Lamong yang mempengaruhi ekosistem di kawasan tersebut. Kedalaman Perairan
Teluk Lamong berkisar 0,2 - 2 meter, kedalaman alur pelayaran mencapai 12
meter.
Keadaan Lingkungan Teluk Lamong adalah sebagai berikut:
o Kali Lamong adalah anak sungai Bengawan Solo.
o Sungai yang bermuara di Teluk Lamong adalah Sungai Lamong,
Sungai Kalianak, Sungai Greges, Sungai Manukan, Sungai Branjangan,
dan Sungai Sememi.
Pemanfaatan Teluk Lamong hingga saat ini adalah sebagai tempat tujuan
penangkapan ikan oleh nelayan tradisional Romokalisari, Gresik, dan wilayah
lainnya, serta merupakan daerah Konservasi.
Pada Ekosistem mangrove di Kawasan Pantura ada beberapa komponen
spesies pendukung yang ditemukan di daerah Pantura tetapi tidak ditemukan di
daerah Pamurbaya. Komponen spesies penyusun ekosistem mangrove di
kawasan ini diantaranya adalah jenis mangrove sejati, seperti:
Romokalisari : Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora
stylosa, Aiegeceras, Avicennia marina, Xylocarpus
granatum, Avicennia alba.
Tambak Langon : Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorhiza, Rhizopora
apiculata, Sonneratia alba, Avicennia alba, Avicennia
marina
Greges : Avicennia marina, Rhizophora stylosa, Rhizophora
apiculata, Bruguiera gymnorhiza, Sonneratia alba,
Avicennia alba
( Data hasil survei Kehati 2012 )
29 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Potensi Mangrove Pantura
1. Merupakan pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan
erosi pantai dan berperan untuk menjaga stabilitas garis pantai. Hal ini
tercermin dari spesies mangrove tertentu yang menahan gelombang
seperti Sonneratia, Avicennia, dan Rhizophora.
2. Penyaring dan perangkap bahan pencemar. Banyaknya industri yang
berada dikawasan Pantura membuat mangrove Pantura berpotensi
besar sebagai filter limbah organik sehingga bahaya limbah dapat
dikurangi.
3. Merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencari makan
berbagai jenis spesies makhluk hidup.
Fungsi Ekosistem Mangrove Pantura
1. Fungsi Fisik Mangrove Pantura
Menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai, mencegah
erosi laut, sebagai penangkap zat-zat pencemar dan limbah. Kondisi
perakaran tanaman mangrove di Pantai Utara sesuai dengan
karakteristiknya, sebagai contoh daerah didominasi oleh Rhizophora
sebagai penahan gelombang.
2. Fungsi Biologi Mangrove Pantura
Berfungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan jenis ikan, udang,
serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat
bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis
biota. Kawasan Pantura merupakan daerah tinggi aktivitas manusianya
sehingga aktivitas biologi baik flora maupun fauna terbatas pada
kawasan mangrove.
3. Fungsi Ekonomi, Produksi, dan Edukasi
Ekosistem mangrove juga sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
untuk bahan kayu bakar dan perikanan. Masyarakat kawasan Pantura
belum banyak memanfaatkan mangrove sebagai bahan industri kecil
30 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
seperti di kawasan Pamurbaya. Mangrove oleh masyarakat hanya
dimanfaatkan sebagai tempat perlindungan tambak. Industri-industri
seperti peti kemas banyak terdapat dikawasan ini.
Pemanfaatan mangrove di kawasan Pantura hanya difokuskan sebagai
pelindung pantai dari ancaman gelombang air laut. Petani juga
memanfaatkan fungsi ekologis mangrove sebagai tempat feeding ground
(tempat mencari makan ikan) bagi ikan sehingga menanamnya di pinggir
tambak
Kondisi Ekosistem Mangrove Pantura secara Kualitatif
Kondisi mangrove di daerah Pantai Utara Surabaya secara kualitatif
berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201
Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
untuk Romokalisari yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.6 Kerapatan Mangrove Romokalisari
Kerapatan Jumlah Spesies
Semua Plot
Sonneratia alba 22
Rhizophora apiculata 3
Rhizophora stylosa 77
Avicennia marina 19
Xylocarpus Granatum 1
Avicennia alba 32
Total 154
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha) 962
Sumber : Data hasil survei Kehati 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah
Romokalisari berada pada level Rusak – Jarang dimana mangrove daerah ini
mempunyai kerapatan < 1000 pohon/Ha.
31 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sedang untuk daerah Tambak Langon, kondisi mangrovenya adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.7 Kerapatan Mangrove Tambak Langon
Kerapatan Jumlah Spesies Semua
Plot
Rhizophora stylosa 58
Bruguiera gymnorrhiza 3
Rhizophora apiculata 2
Sonneratia alba 6
Avicennia alba 5
Avicennia marina 5
Total 79
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha) 987
Sumber : Data hasil survei Kehati 2012
Sama halnya dengan kondisi mangrove Romokalisari, berdasarkan tabel diatas
dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah Teluk Lamong berada pada level
Rusak-Jarang dimana mangrove daerah ini mempunyai kerapatan < 1000
pohon/Ha.
Untuk daerah Greges, kerapatan mangrovenya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.8 Kerapatan Mangrove Greges
Kerapatan Jumlah Spesies
Semua Plot
Avicennia marina 32
Rhizopora stylosa 116
Bruguiera gymnorrhiza 26
Sonneratia alba 7
Avicennia alba 4
Total 185
Jumlah Spesies Semua Plot/ Luas (Pohon/Ha) 1542
Sumber : Data hasil survei Kehati 2012
berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mangrove di daerah Greges
berada pada level Baik-Sangat Padat dimana mangrove daerah ini mempunyai
kerapatan > 1500 pohon/Ha.
32 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2.1.2 Air Laut
Ekosistem laut mempunyai kesamaan dengan ekosistem air tawar yang
berfungsi sebagai media hidup internal dan eksternal bagi organisme yang hidup
didalamnya. Pada ekosistem air laut memiliki ciri diantaranya mempunyai salinitas
tinggi, tidak dipengaruhi variasi suhu dan iklim.
Lingkungan perairan laut secara singkat dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian
utama yakni : ( Wibisono.M.S, 2011 )
A. Zona Pelagik
- Secara horizontal terbagi menjadi bagian neritik (perairan pantai) dan
bagian oseanik ( perairan laut terbuka )
- Secara vertikal terbagi menjadi:
1. Zona Epipelagik ( 0 - 200 meter )
2. Zona Meso Pelagik ( 200 - 1000 meter )
3. Zona Bathipelagik (1000 – 2000 meter )
4. Zona Abisopelagik ( lebih dari 2000 meter )
B. Zona Bentik
Secara umum pembagian zona bentik adalah sebagai berikut :
- Supralithoral : merupakan dasar perairan yang selalu dalam keadaan
basah karena adanya hempasan ombak yang datang
dan pergi.
- Sublithoral : merupakan daerah pasang surut sampai kedalaman ±
20 meter.
- Eu-lithoral : bagian dasar perairan dihitung mulai dari garis surut
sampai kedalaman ± 200 meter
- Archibenthal : daerah lanjutan lithoral yang melengkung kebawah
sehingga dasar laut menjadi lebih dalam lagi .
- Batial : lanjutan dari archibental sampai kedalaman ± 2000
meter
- Abisal : lanjutan Batial dengan kedalaman dari 2000 sampai
4000 meter
33 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
- Hadal : lanjutan Abisal dengan kedalaman lebih dari 4000 meter
Gambar 2.3. Pembagian zona laut berdasarkan kedalaman
Laut memiliki banyak fungsi, peran, manfaat bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan sumber
daya alam yang dapat kita manfaatkan diantaranya yaitu sebagai tempat rekreasi
dan hiburan, tempat hidup sumber makanan kita, pembangkit listrik tenaga ombak,
tempat budidaya ikan, mutiara, rumput laut , sebagai tempat barang tambang
berada, salah satu sumber air minum (proses desalinasi atau proses penghilangan
kadar garam), sebagai jalur transportasi, dan juga sebagai objek riset penelitian
dan pendidikan.
Sumber daya yang ada pada laut merupakan salah satu kekayaan alam
yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Akan tetapi pemanfaatannya sampai
saat ini kurang memperhatikan kelestariannya. Akibatnya, terjadi penurunan
fungsi, kualitas sumber daya pada laut termasuk keanekaragaman hayati yang
ada. Wilayah Laut dan Pesisir merupakan tempat hidup beberapa ekosistem yang
saling berhubungan. Karena peranan dan manfaat sumber daya laut dan Pesisir
penting bagi ekosistem maupun bagi manusia, maka sumber daya Pantai dan
Pesisir perlu dilestarikan. Pencemaran air laut dapat berasal dari bahan pencemar
senyawa anorganik atau mineral misalnya logam - logam berat seperti merkuri
(Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (Pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik.
Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh
34 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh seperti
ginjal, hati, limpa saluran pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ
tubuh tersebut. Sedangkan bahan pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan
seperti senyawa nitrat dan senyawa fosfat dapat menyebabkan pertumbuhan alga
(ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu akan
mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena
kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini disebabkan oksigen dan sinar
matahari yang diperlukan organisme dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan
tidak dapat masuk ke dalam air.
2.2 Rencana Pengembangan Pesisir Kota Surabaya
Secara Umum, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir kota Surabaya berisi
rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap – tiap satuan
perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan
perencanaan. Rencana zonasi wilayah pesisir kota Surabaya merupakan
penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kota Surabaya dalam bentuk
rencana zonasi yang akan dikembangkan. Dalam skala Nasional, Surabaya
merupakan pusat pembangunan di wilayah Indonesia Timur. Secara regional,
Surabaya merupakan ibukota dan pusat jasa dan kebudayaan di wilayah Jawa
Timur. Wilayah Surabaya berbatasan dengan Selat Madura di sebelah Utara dan
Timur, Kabupaten Sidoarjo di sebelah Selatan dan Kabupaten Gresik di sebelah
Barat . Surabaya memiliki luas daratan 33.048 Ha dan luas Perairan : 19.039 Ha.
Secara Geografis : 70 9’ – 70 21’ Lintang Selatan dan 1120 36’ – 1120 57’ Bujur
Timur.Topografi relatif datar antara 0 – 20 m diatas permukaan laut.
Wilayah Pesisir kota Surabaya berada pada Koordinat 7014’ - 7021’ LS dan
112037’ – 112057’ BT. Kota Surabaya memiliki panjang garis pantai ± 37,5 km,
terbentang dari sisi timur dari titik perbatasan kabupaten Sidoarjo (di sisi selatan)
hingga kearah utara dari titik perbatasan kabupaten gresik .
35 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.4. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Surabaya
36 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Tabel 2.9 Pengembangan Kawasan Pantai dan Pesisir Kota Surabaya
UNIT
PENGEMBANGAN
WILAYAH FUNGSI
I Wilayah Laut I Wilayah Laut Sebelah Utara
,Disekitar Teluk Lamong
Pengembangan
Pelabuhan dan Alur
pelayaran Kapal Besar
II Wilayah Laut II Wilayah Laut Sebelah Utara
,Disekitar Pelabuhan Tanjung Perak
Pelabuhan dan Angkutan
Penyeberangan
,pangkalan militer
Angkatan Laut dan
Industri Perkapalan dan
alur pelayanan kapal
besar
III Wilayah Laut III Wilayah Laut Sebelah Timur Laut
,Disekitar Tambak Wedi dan
Kenjeran
Wisata bahari / laut,area
penangkapan dan
budidaya perikanan dan
alur pelayaran kapal
nelayan
IV Wilayah Laut IV Wilayah Laut Sebelah Timur
,Disekitar Perairan dan Pantai Timur
Kawasan Lindung dan
rehabilitasi lingkungan
laut dan pantai serta area
penangkapan dan
budidaya perikanan
37 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.5. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Surabaya
Tahun 2011 Dasar Penyusunan UU Nomor 26 Tahun 2007
38 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.6. Rencana struktur ruang wilayah pesisir merupakan kerangka
sistem pusat – pusat pelayanan kegiatan di wilayah pesisir yang berhierarki,
dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah
( sumber : Bappeko Surabaya )
Penetapan Rencana Pola Ruang Di Wilayah Pesisir Kota Surabaya,
merupakan kebijakan rencana pola ruang wilayah yang tertuang dalam Review
RTRW Kota Surabaya jika dicermati secara spesifik hanya mengatur point
kebijakan pemanfaatan ruang di wilayah darat meski dalam penataan ruang yang
tertuang dalam undang undang penataan ruang mencakup penataan ruang di
darat, laut, udara dan ruang bawah permukaan.
Dalam rencana tata ruang laut kota Surabaya, wilayah perairan dan pesisir
kota Surabaya dibagi kedalam IV Wilayah Pengembangan (WP atau Zona),
lingkup lokasi, dan fungsi zona secara spesifik diuraikan pada Tabel 2.10
39 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2.2.1 Rencana Detail Tata Ruang Kota ( RDTRK ) di Wilayah Pesisir
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) terkait dengan wilayah pesisir
yang pernah disusun antara lain RDTRK UP. Tambak Oso Wilangun, RDTRK UP.
Tanjung Perak, RDTRK UP. Tambak Wedi, RDTRK UP. Kertajaya dan RDTRK
UP. Rungkut. Konstelasi
a) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) UP. Tambak Oso Wilangun
Gambaran mengenai arahan pola ruang RDTRK UP. Tambak Osowilangun
dan kawasan sekitarnya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel Tabel 2.10
Tabel 2.10 Kebijaksanaan Dan Arahan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
UP. Tambak Osowilangun Terhadap Wilayah Pesisir
NO KEBIJAKSANAAN ARAHAN
1 Struktur Tata
Ruang
Struktur Ruang UP. Tambak Osowilangun terbagi menjadi
1) Unit Distrik Tambak Osowilangon.
Terdiri dari 2 (dua) Unit Lingkungan yaitu :
a. Unit Lingkungan Romokalisari
b. Unit Lingkungan Tambak Osowilangon
2) Unit Distrik Sememi
Terdiri dari 2 (dua) Unit Lingkungan yaitu :
a. Unit Lingkungan.Sememi
b. Unit Lingkungan Kandangan
3) Unit Distrik Margomulyo
Terdiri dari 4 (empat) Unit Lingkungan yaitu :
a. Unit Lingkungan Tambak Langon
b. Unit Lingkungan Greges
c. Unit Lingkungan Kalianak
d. Unit Lingkungan Asemrowo
40 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2 Fungsi Kegiatan dan
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan:
Kawasan Budidaya meliputi Pendidikan, Fasilitas Umum, kawasan
fungsional pelabuhan Teluk Lamong, Perumahan, Perdagangan dan
Jasa
Kawasan Lindung meliputi Kawasan Lindung setempat (RTH,
Sempadan Sungai dan pantai) dan cagar budaya
3 Sistem Transportasi a. Peningkatan Fungsi
Jalan – jalan dalam wilayah perencanaan khususnya jalan – jalan
utama pada umumnya sudah sesuai dengan fungsinya.
b. Pelebaran Jalan
Jalan – jalan pada wilayah perencanaan yang memerlukan
pelebaran dan disertai dengan perbaikan alinyemen horisontal
dan vertikal.
c. Perbaikan (perawatan)
Rencana perbaikan atau rehabilitasi jalan pada wilayah
perencanaan dilakukan dengan tujuan agar sirkulasi lalu lintas
dapat berjalan dengan lancar dan mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh kondisi jalan yang
buruk (misalnya: berlubang, bergelombang, licin oleh lelehan
aspal, dan sebagainya). Kondisi jalan dalam wilayah
perencanaan secara umum sudah baik, tetapi maksud dari
perbaikan jalan disini, tidak semata – mata diarahkan pada
kondisi yang ada sekarang (yang rata – rata sudah dalam kondisi
baik), tetapi juga diarahkan pada kondisi jalan di masa yang akan
datang (dengan perawatan intensif).
d. Pembangunan Jalan Baru
Pembangunan jalan baru lebih banyak dikembangkan di sisi
barat pada UD. Tambak Osowilangon dan UD. Sememi
Sumber: RDTRK UP. Tambak Osowilangun b) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) UP. Tanjung Perak
Gambaran mengenai arahan pola ruang RDTRK Tanjung Perak dan
kawasan sekitarnya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.11
41 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Tabel 2.11 Kebijaksanaan Dan Arahan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
UP. Tanjung Perak Tahun 2010 Terhadap Wilayah Pesisir
NO KEBIJAKSANAAN ARAHAN
1 Struktur Tata
Ruang
RDTRK UP. Tanjung Perak dibagi menjadi 3 Unit Distrik yaitu:
UD. Wonokusumo dengan pusat berada disekitar Pegirian – Sidokare
terbagi menjadi 3 UL yaitu: UL Wonokusumo, Ul Pegirian, UL
Sidotopo.
UD. Kota Lama dengan pusat berada disekitar Jembatan Merah
terbagi menjadi 6 UL yaitu: UL Perak Timur – Krembangan Utara, UL
Danakarya, UL Nyamplungan – Ampel, UL Bongkaran, UL
Krembangan Selatan dan UL Kemayoran.
UD Morokrembangan – Dupak dengan pusat berada disekitar
Morokrembangan terbagi menjadi 3 UL yaitu: UL Morokrembangan –
Gresik, UL Morokrembangan, UL Dupak.
UD Morokrembangan – Perak Barat dengan pusat berada disekitar
Tanjung Perak Barat terbagi menjadi 2 UL yaitu: UL Morokrembangan
– Perak Barat, UL Perak Barat.
UD Pelindo dengan pusat berada disekitar Tanjung Perak Barat dan
Tanjung Perak Timur terbagi menjadi UL Pelindo – Tanjung Perak
Barat, UL Pelindo – Tanjung Perak Timur, UL Pelindo – Kali Anget.
UL DBAL dengan pusat berada disekitar Pati Unus terbagi menjadi 2
UL yaitu UL Ujung – Hangtuah dan UL Ujung Antara.
2 Fungsi Kegiatan
dan Penggunaan
Lahan
Penggunaan lahan:
Kawasan Budidaya meliputi Pendidikan, Fasilitas Umum, Kawasan
fungsional pelabuhan, Perumahan, Perdagangan dan Jasa
Kawasan Lindung meliputi Kawasan Lindung setempat (RTH,
Sempadan Sungai dan pantai) dancagar budaya
3 Sistem Transportasi Transportasi antarmoda adalah transportasi penumpang dan atau barang yang
menggunakan lebih dari satu moda dalam satu perjalanan yang
berkesinambungan. Transportasi intramoda adalah transportasi penumpang
dan atau barang yang menggunakan satu moda dalam beberapa jenis sarana
dalam satu perjalanan yang berkesinambungan. Transportasi multimoda
adalah angkutan barang yang menggunakan minimal dua moda yang berbeda,
yang dilakukan berdasarkan suatu kontrak berupa dokumen angkutan
multimoda antara pelaku usaha dan pengguna jasa. Jenis keterpaduan
42 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
antarmoda yang terjadi di simpul transportasi adalah Kiss and ride, Park and
ride, Ride and ride.
Sumber: RDTRK UP. Tanjung Perak Tahun 2010
c) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) UP. Tambak Wedi
Gambaran mengenai arahan pola ruang RDTRK Tambak Wedi dan
kawasan sekitarnya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.12
Tabel 2.12 Kebijaksanaan Dan Arahan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
UP. Tambak Wedi Tahun 2008 Terhadap Wilayah Pesisir
NO KEBIJAKSANAAN ARAHAN
1 Struktur Tata Ruang RDTRK UP. Tambak Wedi dibagi menjadi 4 Unit Unit Distrik yaitu
Unit
Distrik
Pusat Kegiatan
Unit Distrik
Unit
Lingkungan Fungsi
UD.
Sidotopo
Wetan
Kelurahan
Sidotopo Wetan
(pertigaan
jl.Kedung Mangu-
jl.Randu)
Ul. Bulak
Banteng
Permukiman,
Perdagangan dan
jasa, pendidikan
UL. Sidotopo
Wetan
Permukiman,
Perdagangan dan
jasa
UD.
Tambak
Wedi
Simpang Susun
Jembatan
Suramadu
UL. Tambak
wedi
Perdagangan dan
jasa, Pariwisata,
kawasan
komersial
UL. Kedung
Cowek Permukiman
UD.
Tanah
Kali
Kedinding
Kelurahan Tanah
Kali Kedinding
(perempatan
jl.Pogot)
UL. Tanah
Kali
Kedinding
Perdagangan dan
jasa, Permukiman
UL. Bulak Pendidikan,
Permukiman
43 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
UD.
Kenjeran
Kelurahan
Kenjeran (sub
terminal di
pertigaan jl.Abdul
Latief)
UL. Kenjeran
Permukiman,
Perdagangan,
Wisata
UL. Sukolilo Perdagangan jasa,
Permukiman
UL. Komplek
Kenjeran Wisata
2 Fungsi Kegiatan dan
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan meliputi Pendidikan, Fasiltas Umum,
Permukiman, Perdagangan dan Jasa, Pariwisata, Konservasi
3 Sistem Pematusan Pengembangan sistem pematusan dilakukan sesuai dengan
rekomendasi SDMP (Surabaya Drainage Master Plan) yaitu:
a. Peningkatan saluran Bandarejo, saluran Bulak Banteng, saluran
Sidotopo Wetan.
b. Pembuatan saluran baru antara lain Bulak Banteng Tengah,
Tambak wedi Utara.
c. Saluran muara, pada saluran ini menurut SDMP direncanakan
akan dilebarkan dari ukuran 24 meter menjadi 50 meter dan
diperdalam.
d. Pintu air Tambak wedi, menurut SDMP pada pintu air ini
direncanakan akan ditambahkan dari 4x3 meter menjadi 7x3
meter. Pintu air ini merupakan pintu air untuk pematusan primer
Tambak Wedi dan primer Pegirian mengalir menuju ke
pematusan akhir yaitu Selat Madura.
Sumber: RDTRK UP. Tambak Wedi
d) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) UP. Kertajaya
Gambaran mengenai arahan pola ruang RDTRK Kertajaya dan kawasan
sekitarnya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.13
44 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Tabel 2.13 Kebijaksanaan Dan Arahan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
UP. Kertajaya Tahun 2008 Terhadap Wilayah Perencanaan
NO KEBIJAKSANAAN ARAHAN
1 Struktur Tata Ruang RDTRK UP. Kertajaya dibagi menjadi 3 Unit Unit Distrik yaitu:
1) Unit Distrik Mulyorejo-Kalisari, dengan pusat UD terletak disekitar
Galaxi Mall terdiri dari 3 (tiga) Unit Lingkungan yaitu:
a. Unit Lingkungan Kalijudan-Dukuh Sutorejo
b. Unit Lingkungan Mulyorejo-Manyar Sabrangan
c. Unit Lingkungan Kalisari-Kejawan Putih Tambak
2) Unit Distrik Nginden-Semolowaru dengan pusat UD terletak disekitar
Kampus ITS, terdiri dari 3 (tiga) Unit Lingkungan yaitu :
a. Unit Lingkungan Menur Pumpungan-Klampis Ngasem
b. Unit Lingkungan Gebang Putih
c. Unit Lingkungan Semolowaru-Medokan Semampir
3) Unit Distrik Keputih dengan pusat UD terletak di Sekitar Pakuwon City
terdiri dari 1 (satu) Unit Lingkungan yaitu : Unit Lingkungan Keputih.
Wilayah pesisir pada segmen UP. Kertajaya yang perlu dicermati adalah
wilayah UD. Mulyorejo-Kalisari dan UD. Keputih
2 Fungsi Kegiatan dan
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan :
o Pendidikan
o Fasiltas Umum
o Perumahan
o Perdagangan dan Jasa
o Konservasi
3 Sistem Transportasi Optimalisasi pengembangan Jaringan Jalan dilakukan melalui :
Peningkatan Fungsi
Pelebaran Jalan
Perbaikan (perawatan)
Pembangunan Jalan Baru
Pengembangan sistem angkutan dilakukan dengan pertimbangan:
a. Mengorganisasikan kembali sistem trayek dan memadukannya
45 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
dalam sistem angkutan perkotaan dan antar kota.
b. Antara pusat – pusat kota (di luar UP. Kertajaya) dengan
perencanaan harus mempunyai akses yang paling tinggi dan
mempunyai fungsi ganda yaitu pergerakan internal (antar
kawasan di dalam unit lingkungan atau unit distrik) dan
pergerakan eksternal (antar distrik atau unit pengembangan).
c. Akses antara pusat pengembangan dengan pusat distrik, pusat
distrik dengan pusat unit lingkungan harus didukung oleh
penyediaan jaringan jalan yang memadai.
d. Pengembangan rute angkutan kota perlu mempertimbangngkan
kemudahan akses pada fasilitas penting.
Sumber : RDTRK UP. Kertajaya Tahun 2008
Tabel 2.14 Kebijaksanaan Dan Arahan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
UP. Rungkut Tahun 2010 Terhadap Wilayah Perencanaan
NO KEBIJAKSANAAN ARAHAN
1 Struktur Tata
Ruang
RDTRK UP. Rungkut dibagi menjadi 3 Unit Distrik yaitu:
1) UD Tenggilis Mejoyo (luas ± 552,29 Ha), terdiri dari 3 (tiga) UL:
UL Panjang Jiwo-Tenggilis Mejoyo (luas ± 220,54 Ha)
UL Kendangsari (luas ±150,81 Ha)
UL Kutisari (luas ± 180,94 Ha)
2) UD Rungkut (luas ± 1315,62 Ha), terdiri dari 2 (dua) UL:
UL Kalirungkut-Rungkut Kidul (luas ± 311,21 Ha)
UL Kedung Baruk-Penjaringansari (luas ± 305,05 Ha)
UL Wonorejo (luas + 390,16 Ha)
UL Medokan Ayu (luas ± 315,47 Ha)
3) UD Gunung Anyar (luas ± 745,01 Ha), terdiri dari 2 (dua) UL :
UL Rungkut Menanggal-Gunung Anyar (luas ± 523.46 Ha)
UL Gunung Anyar Tambak (luas ± 221,56 Ha)
4) Kawasan Lindung Rungkut-Gunung Anyar (luas ±1012,21 Ha)
46 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sistem Pusat
Pelayanan Pusat Pelayanan
Fungsi Kegiatan
Utama
Pusat UD
Rungkut
Kawasan sepanjang Jl.
Rungkut Madya
Permukiman, rekreasi,
lindung dan industri
Pusat UD
Rungkut
Jalan Raya Rungkut –
Kelurahan Kalirungkut
Industri, perdagangan
dan jasa
Pusat UD
Tenggilis
Sepanjang koridor Jl.
Kendangsari Industri
Perdagangan dan jasa
Pusat UD
Gunung Anyar
Kawasan kampus UPN Pendidikan dan
perumahan
Kawasan
Lindung
- lindung
2 Fungsi Kegiatan dan
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan:
Pendidikan
Fasilitas Umum
Perumahan
Perdagangan dan Jasa
Konservasi
3 Sistem Transportasi Optimalisasi pengembangan Jaringan Jalan dilakukan melalui:
a. Peningkatan Fungsi
b. Pelebaran Jalan
c. Perbaikan (perawatan)
d. Pembangunan Jalan Baru
Pengembangan sistem angkutan dilakukan dengan pertimbangan:
a. Mengorganisasikan kembali sistem trayek dan memadukannya
dalam sistem angkutan perkotaan dan antar kota.
b. Antara pusat – pusat kota dengan perencanaan harus
mempunyai akses yang paling tinggi dan mempunyai fungsi
ganda yaitu pergerakan internal (antar kawasan di dalam unit
lingkungan atau unit distrik) dan pergerakan eksternal (antar
distrik atau unit pengembangan)
c. Akses antara pusat pengembangan dengan pusat distrik, pusat
distrik dengan pusat unit lingkungan harus didukung oleh
47 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
penyediaan jaringan jalan yang memadai.
d. Pengembangan rute angkutan kota perlu mempertimbangkan
kemudahan akses pada fasilitas penting.
Sumber: RDTRK UP. Rungkut Tahun 2010
2.2.2 Rencana Pola Ruang - Ruang wilayah Pesisir
Rencana pola ruang wilayah pesisir merupakan rencana distribusi
peruntukan ruang di wilayah pesisir yang meliputi peruntukan ruang untuk lindung
(konservasi), pemanfaatan umum, alur dan kawasan strategis kota. Rencana pola
ruang ini merupakan hasil rumusan yang dihasilkan dari tinjauan kebijakan,
analisis daya dukung dan kesesuaian lahan.
2.2.3 Rencana Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan. Kawasan lindung (konservasi) di wilayah pesisir kota
Surabaya terdiri atas beberapa zona dan sub zona sebagai berikut:
1. Zona Perlindungan Setempat
Zona perlindungan setempat bertujuan untuk konservasi dan rehabilitasi
ekosistem yaitu melindungi fungsi kawasan (sempadan sungai, sempadan
pantai dan sekitar waduk) dari kegiatan yang akan mengganggu
keseimbangan fungsi lindung. Zona perlindungan setempat ditetapkan atas
pertimbangan :
Hasil Review Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya (Perda 3
Tahun 2007)
Sesuai dengan kriteria fungsi kawasan seperti diatur dalam ketentuan
perundangan yang berlaku (UU 26 Tahun 2007, Permen PU 5 Tahun
2008, Kepres 32 Tahun 1990)
Zona perlindungan setempat di wilayah pesisir kota Surabaya terdiri atas
sub zona Ruang Terbuka hijau (dengan fungsi tertentu), sub zona
sempadan (mencakup sempadan pantai, sungai, rel kereta dan instalasi
berbahaya), sub zona sekitar waduk atau boezem dan sub zona ruang
48 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
terbuka hijau kota.
Alokasi rencana pada masing-masing sub zona dalam zona kawasan
perlindungan setempat secara spesifik akan diuraikan sebagai berikut:
a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota
area memanjang / jalur dan / atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Berdasarkan hasil Review RTRW Kota Surabaya, Rencana pengembangan
RTH yang perlu dicermati adalah RTH pada skala kota. Di wilayah pesisir
kota Surabaya, RTH skala kota harus di alokasikan dengan luas prosentase
minimum 20% mencakup berupa pengembangan RTH jalur jalan, RTH
Taman Persimpangan Jalan, Monumen dan Gerbang Kota, RTH Taman,
Lapangan Olahraga Dan Makam, RTH Pengaman Jalur KA, SUTT (Saluran
Udara Tegangan Tinggi), Sungai, dan Buffer Zone.
Rencana alokasi ruang terbuka hijau pada masing-masing Unit
Pengembangan secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.15
Tabel 2.15 Rencana alokasi Ruang Terbuka Hijau pada masing- masing Unit
Pengembangan
No RTH skala kota Karakter Vegetasi
Rencana Distribusi lokasi
UPP-1 UPP-2 UPP-3 UPP-4
1 RTH jalur jalan Penyerap polusi udara Pemecah
angin √ √ √ √
2 RTH Taman
Persimpangan Jalan
Memiliki kontras / penekanan
√ √ √ √
3 Monumen dan
Gerbang Kota
Monumental
√ √ √
49 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
4 RTH Taman Peneduh Penyerap polusi udara √ √ √ √
5 Lapangan Olahraga
Dan Makam
Peneduh
√ √ √
6 RTH Pengaman Jalur
KA, SUTT, Sungai,dan
Buffer Zone
Pembatas ruang, menghadirkan
unsur kejut (peringatan),
tidakmemiliki tajuk yang tinggi
√ √
Sumber: Hasil Analisis Keterangan :
UPP -1 : mencakup wilayah darat kecamatan Benowo, Asemrowo,
krembangan dan wilayah perairan sekitar teluk Lamong
UPP -2 : mencakup wilayah darat kecamatan, Pabean Cantikan,Semampir,
Kenjeran dan wilayah perairan sekitar Tanjung Perak.
UPP -3 : mencakup wilayah darat kecamatan Kenjeran, Bulak dan wilayah
perairan sekitar Kenjeran.
UPP -4 : mencakup wilayah darat kecamatan Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut
Gunung Anyar dan wilayah perairan sekitar pantai timur Surabaya
b. Sempadan
Pengaturan kawasan sempadan yang akan diberlakukan di wilayah
pesisir kota Surabaya meliputi:
Sempadan pantai
Kawasan di sekitar pantai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi
pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan
atau merusak kondisi fisik dan kelestarian kawasan pantai.
Pertimbangan dalam penetapan kawasan sempadan pantai di wilayah
pesisir kota Surabaya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.16
50 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Tabel 2.16 Pertimbangan Dalam Penetapan Kawasan Sempadan Pantai Di
Wilayah Pesisir Kota Surabaya
Kriteria
Sempadan
Pantai
Faktor Pertimbangan
Jarak Dan
Pengaruh
Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak
paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik
pasang air laut tertinggi ke arah darat
Aturan ini memiliki konsekuensi hukum
yang sangat besar mengingat titik pasang
tertinggi berada pada rentang jarak mulai 2
hingga 3,8 km dari bibir pantai
Kondisi fisik Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk
dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal
dengan jarak proporsional terhadap bentuk
dan kondisi fisik pantai
Tidak terdapat kriteria ini di wilayah pesisir
kota surabaya
Kasus empirik Penetapan kawasan sempadan dilakukan
untuk fungsi tertentu dalam hal
pengamanan dan keamanan kegiatan
operasional antara lain
Manufer kendaraan Kegiatan di kawasan pelabuhan:
- Bongkar muat kapal dalam terminal
pelabuhan
- Ruang tunggu/antrian kendaraan masuk
Ruang pemisah antar kegiatan atau
instalasi berbahaya
Penyediaan ruang pandang yang memadai
(waterfront city)
Pemeliharaan zona tertentu (sungai,
sedimentasi, dll)
Pembuatan jalan inspeksi
Ruang penumpukan material sedimen
Sumber: Hasil analisis
51 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Setelah mencermati hasil tinjauan kebijakan Review RTRW dan kriteria sempadan
pantai yang telah diuraikan diatas, penetapan sempadan pantai di wilayah pesisir
kota Surabaya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.17
Tabel 2.17 Penetapan Sempadan Pantai Di Wilayah Pesisir Kota Surabaya
Sempadan Kecamatan Fungsi kegiatan Jarak minimum
Wilayah
Utara
Pabean cantikan Pengamanan kegiatan operasional
bongar muat penumpang dan
barang
50 – 200 m dari dinding
struktur dermaga
Morokrembangan
Wilayah
Timur
Gunung Anyar Pengamanan pantai dan
konservasi sumberdaya air dan
perikanan
50 – 200 m dari bibir
pantai (dihitung dari titik
terluar vegetasi mangrove
pada formasi 1)
Rungkut
Sukolilo
Mulyorejo
Wilayah
Barat
Benowo Penyediaan ruang pandang yang
memadai dan ruang evakuasi serta
pemeliharaan rawa pasangsurut
30 – 170 m
Asemrowo
Sumber: Hasil analisis
Sempadan Sungai
Sempadan Sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai
yang berfungsi mencegah dan melindungi sungai dari kegiatan yang dapat
mengganggu atau merusak bantaran / tanggul sungai, kualitas air sungai,
dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah bahaya banjir.
Rekomendasi penetapan sempadan sungai di wilayah pesisir kota
Surabaya berikut pertimbangannya secara spesifik diuraikan pada Tabel
2.18
52 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Tabel 2.18 Rekomendasi Penetapan Sempadan Sungai Di Wilayah Pesisir Kota
Surabaya
No Sistem Sub Sistem Sempadan
Minimum
Berlaku Untuk Fungsi
1 Rayon Tandes Kali Lamong 30 -50 Semua diperuntukkan
Kali Kandangan 15 Semua diperuntukkan
Kali Sememi 15 Semua diperuntukkan
Kali Balong 20 Semua diperuntukkan
Kali Anak
6 -10 Permukiman
30 Non Permukiman
Kali Greges/Saluran Diversi
6 Permukiman Nelayan
20 Non Permukiman
2 Rayon Genteng Kali Mas 20 Semua diperuntukkan
3 Rayon Gubeng Kali Pegirian 5 – 20 Semua diperuntukkan
Kali Jeblokan 5 Semua diperuntukkan
Kali Larangan 5 Semua diperuntukkan
Kali Kenjeran 10 Semua diperuntukkan
Saluran Pantai ria 10 Semua diperuntukkan
Kali Kepiting 25 Semua diperuntukkan
Kali Dami 40 – 50 Semua diperuntukkan
53 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Saluran Kali Bokor 10 – 15 Semua diperuntukkan
Saluran Keputih - Semua diperuntukkan
4 Rayon
Jambangan
Kali Wonokromo 40 – 100 Semua diperuntukkan
Kali Wonorejo 10 Semua diperuntukkan
Kali Kebon Agung 12 – 15 Semua diperuntukkan
Kali Perbatasan 40 – 50 Semua diperuntukkan
Sumber: Hasil Planimetri
Sempadan Waduk
Kawasan sekitar boozem / waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling
boozem/ waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi boozem / waduk.
Sempadan boozem adalah kawasan lindung yang ada di sekitar
boozem / waduk yang berfungsi untuk melindungi boozem / waduk dari
kegiatan yang dapat mengganngu dan atau merusak kondisi fisik
lingkungan pinggir boozem / waduk, kualitas air waduk, dan dasar waduk.
Di wilayah pesisir kota Surabaya area sempadan bozem yang akan diatur
secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.19
Tabel 2.19 Rekomendasi Penetapan Sempadan Waduk / Boezem Di Wilayah
Pesisir Kota Surabaya
Hasil Planimetri
No Nama Boozem Sempadan Minimum
1 Boozem Morokrembangan 5 – 10
2 Boozem Mini Kali Dami 5 – 10
3 Boozem Wonorejo 200
54 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2. Zona Suaka Alam, pelestarian alam Dan Cagar Budaya
Penetapan zona suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya bertujuan
untuk Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan
alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada
umumnya. Zona suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya di wilayah pesisir
kota Surabaya terdiri atas sub zona pantai berhutan bakau, sub zona bangunan
cagar budaya.
Zona suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya ditetapkan atas
pertimbangan:
Sesuai dengan dengan rencana tata ruang
Sesuai dengan kriteria fungsi kawasan seperti diatur dalam ketentuan
perundangan yang berlaku (PP 26 Tahun 2007, Permen PU 5 Tahun
2008, Perpres 32 Tahun 1990)
Alokasi rencana pada masing-masing sub zona dalam zona suaka alam,
pelestarian alam dan cagar budaya secara spesifik akan diuraikan sebagai berikut:
A. Sub Zona Pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai berhutan bakau dapat dijumpai pada wilayah kecuali
segmen pelabuhan maupun di wilayah pesisir timur (kecuali segmen
permukiman nelayan sukolilo-nambangan).
Kesesuaian lahan untuk konservasi hutan mangrove di wilayah pesisir kota
Surabaya dengan kategori sesuai terbatas pada kawasan pantai timur
Surabaya. Luas area yang meliputi wilayah kelurahan Kalisari, Kejawan
Putih Tambak, Keputih, Wonorejo, Medokan Ayu dan Gununganyar Tambak
dengan luas area kesesuaian mencapai 444,65 Ha.
Kesesuaian lahan untuk konservasi mangrove dengan kategori sesuai
bersyarat diberlakukan pada beberapa lokasi antara lain:
Area sekitar muara
Penetapan kategori sesuai bersyarat khususnya pada area
sekitar muara diberlakukan pada wilayah sekitar teluk lamong, meski
dari segi kebijakan kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan
strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi (waterfront city dan
pelabuhan teluk lamong), pengembangan kawasan perlu mencermati nilai
strategis area sekitar muara.
55 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Area sekitar muara secara alami menjadi tempat tumbuh
berkembangnya vegetasi mangrove karena kandungan substrat dan kondisi
yang cenderung tergenang. Dari sisi kerentanan dan upaya mitigasi
bencana, area sekitar muara memiliki kerentanan terhadap banjir akibat
kenaikan muka air laut, perubahan fisika-kimia-biologi air, erosi bibir pantai
akibat turbulensi arus dari muara dengan arus diperairan terbuka (laut) dan
potensi terjadinya angin dengan kecepatan tinggi.
Berkembangnya vegetasi mangrove disekitar muara membawa implikasi
positif terhadap kandungan unsur hara diperairan, sehingga menjadi daerah
persinggahan avifauna dan biota diperairan. Selain menyediakan unsur
hara, keberadaan vegetasi mangrove diharapkan dapat berperan untuk:
a. Meminimalisir meluasnya rembesan atau intrusi air laut, mengakumulasi
kandungan logam berat dalam air.
b. Mengikat substrat dan material tanah disekitar muara untuk mencegah
terjadinya erosi.
c. Menahan hempasan angin pada kondisi cuaca ekstrem
Area sekitar kolam budidaya perikanan payau
Beberapa jenis vegetasi manggrove memiliki toleransi terhadap
kondisi substrat dan salinitas yang cenderung rendah (kombinasi substrat
berpasir dengan salinitas < 25%.) keberadaan vegetasi mangrove disekitar
kolam budidaya dapat dikembangkan, karena dapat berperan sebagai
penyedia unsur hara
B. Sub Zona Bangunan Cagar Budaya
Sub zona bangunan cagar budaya di wilayah pesisir dapat dijumpai pada
wilayah UPP II. Sub Zona Bangunan cagar budaya di wilayah pesisir
kota Surabaya ditetapkan pada area sekitar pelabuhan dimana terdapat
bangunan gedung administratur pelabuhan dan Jembatan Petekan.
3. Zona Rawan Bencana
Zona rawan bencana terdiri atas sub zona rawan bencana banjir (genangan
dan rob), sub zona rawan bencana kebakaran dan perubahan sifat fisika, kimia
biologi air.
56 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Penetapan zona rawan bencana ditetapkan atas pertimbangan:
Sesuai dengan dengan rencana tata ruang
Memenuhi syarat dan kriteria kerentanan terhadap ancaman dan resiko
bencana seperti diatur dalam peraturan perundangan (PP 64 Tahun 2010,
PP 26 Tahun 2007)
Penetapan zona rawan bencana bertujuan untuk melindungi manusia dan
kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak
langsung oleh perbuatan manusia.
2.2.4 Rencana Kawasan Pemanfaatan Umum
Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang
ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan. Kawasan pemanfaatan
umum di wilayah pesisir kota Surabaya terdiri atas zona perumahan, industri dan
pergudangan, perdagangan dan jasa, kawasan khusus, kawasan pusat
pelayanan, perikanan dan kawasan alur.
Masing-masing zona diatas memiliki beberapa zub zona yang secara spesifik
akan diuraikan sebagai berikut:
a. Zona Perumahan
Zona perumahan ditetapkan atas dasar
Kondisi Fisik Dasar ( jenis tanah, topografi).
Kesesuaian terhadap rencana tata ruang
Ketersediaan sumberdaya air dan energi
Bukan merupakan daerah rawan bencana (Banjir, tanah longsor / gerakan
tanah)
Kecenderungan perkembangan kondisi eksisting pola ruang.
Penetapan zona perumahan bertujuan untuk:
Menyediakan lahan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk
fungsi hunian dengan kepadatan rendah yang aman dan teratur.
Mengakomodasi beberapa tipe hunian untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
57 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Mengendalikan perkembangan dan pengembangan kawasan
perumahan yang bersinggungan dengan kawasan perikanan dan
konservasi (hutan mangrove, Sempadan sungai / pantai).
Sub zona yang terdapat dalam zona perumahan di wilayah pesisir kota
Surabaya secara spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.20
Tabel 2.20 Sub Zona Yang Terdapat Dalam Zona Perumahan Di Wilayah Pesisir
Kota Surabaya
No Sub zona
Wilayah Unit Pengembangan
UP XI, UP V UP V, UP
III UP III UP I, UP II
1 Sub Zona
Kampung
nelayan
Romokalisari,
Tambak
Osowilangun,Tambak
Langon,Greges,
Kalianak
Tambak
Wedi,Bulak
Banteng
Kedung
Cowek,
Kenjeran
Sukolilo
-
2 Sub Zona
Kampung
non nelayn
Romokalisari,
Tambak
Osowilangun,Tambak
Langon,Greges,
Kalianak,
Morokrembangan
Ujung,
Perak
Barat,
Perak
Utara
Tambak
Wedi,Kedung
cowek,Komplek
Kenjeran
Kalisari,Kejawan Putih
tambak,Wonorejo,
Medokan ayu, Gunung
Anyar tambak
3 Sub Zona
Perumahan
formal
Romokalisari,
Tambak Osowilangun
Perak
Utara,
ujung
Bulak Banteng Kalisari,Kejawan
Putihtambak,Wonorejo,
Medokan ayu, Gunung
Anyar tambak
Sumber : Hasil overlay
b. Zona Perdagangan Dan Jasa
Zona perdagangan dan jasa di wilayah pesisir kota Surabaya ditetapkan atas
dasar :
58 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Kondisi Fisik Dasar (jenis tanah, topografi).
Ketersediaan prasarana dan sarana penunjang yang memadai
(listrik, air bersih, telekomunikasi)
Aksesibilitas yang baik terhadap pusat-pusat perkotaan terdekat
Bukan merupakan kawasan Rawan Bencana.
Penetapan Zona perdagangan dan jasa di wilayah pesisir kota Surabaya
bertujuan untuk:
Mengakomodasi kebutuhan masyarakat dalam beraktifitas ekonomi
Mengatur pola dan distribusi fasilitas perdagangan dan jasa sesuai
dengan jenis dan skala pelayanan
Menjamin keamanan dan kenyamanan publik dalam beraktifitas
ekonomi khususnya perdagangan dan jasa
Sub zona yang terdapat dalam zona perdagangan dan jasa di wilayah
pesisir kota Surabaya terdiri atas:
sub zona perdagangan dan jasa berskala kota - regional,
Fasilitas perdagangan dan jasa berskala kota-regional, diarahkan
dapat dikembangan pada kawasan sekitar pusat regional dan pusat
unit pengembangan.
sub zona perdagangan dan jasa berskala kecamatan hingga Unit
Pengembangan
Fasilitas perdagangan dan jasa berskala kecamatan hingga unit
pengembangan diarahkan dapat dikembangan pada kawasan sekitar
pusat kecamatan
sub zona perdagangan dan jasa berskala lokal / lingkungan
Fasilitas perdagangan dan jasa berskala lokal / lingkungan diarahkan
dapat dikembangan pada kawasan pusat lingkungan.
c. Zona Pusat Pelayanan
Penetapan zona pusat pelayanan dilakukan atas dasar
- Kesesuaian dengan rencana tata ruang
- Kesesuaian daya dukung lingkungan
59 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
- Ketersediaan aset atau lahan pemerintah yang dicadangkan untuk
fasilitas umum dan sosial
- Standar kebutuhan minimum fasilitas lingkungan
- Memiliki aksesibilitas yang baik
Tujuan penetapan zona pusat pelayanan adalah
- Menyediakan lahan untuk pengembangan fasilitas sosial dan umum
sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung lingkungan
- Mengakomodasi berbagai macam tipe fasilitas sosial dan umum untuk
mendorong penyediaan pelayanan bagi semua lapisan masyarakat
- Merefleksikan pola - pola pengembangan yang diinginkan masyarakat
pada lingkungan hunian yang ada untuk masa yang akan datang
Zona pusat pelayanan tersusun atas keberadaan sekumpulan berbagai
jenis fasilitas umum antara lain pendidikan, kesehatan, peribadatan,
pemerintahan, hiburan dan rekreasi, transportasi dll. Zona pusat pelayanan di
wilayah pesisir kota Surabaya terdiri atas beberapa sub zona yaitu:
- sub zona pusat pelayanan berskala kota-regional, diarahkan dapat
dikembangan pada kawasan sekitar pusat regional dan pusat unit
pengembangan.
- Sub zona pusat pelayanan berskala kecamatan hingga Unit
Pengembangan, diarahkan dapat dikembangan pada kawasan sekitar
pusat kecamatan
- sub zona pusat pelayanan berskala lokal atau lingkungan, diarahkan dapat
dikembangan pada kawasan pusat lingkungan
d. Zona Industri Dan Pergudangan
Zona Industri dan Pergudangan di wilayah pesisir kota Surabaya ditetapkan
atas dasar:
- Kesesuaian dengan kebijakan penataan ruang
- Kondisi Fisik Dasar (jenis tanah, topografi).
- Ketersediaan prasarana dan sarana penunjang yang memadai
(listrik, air bersih, telekomunikasi)
- Aksesibilitas yang baik terhadap simpul utama transportasi
60 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
- Memenuhi syarat keamanan dan keselamatan dalam usaha dan
keberlanjutan lingkungan
Penetapan Zona Industri Dan Pergudangan di wilayah pesisir kota Surabaya
bertujuan untuk
- Mengakomodasi kebutuhan investasi di bidang industri dan pergudangan
- Mengatur pola dan distribusi lokasi Industri dan Pergudangan sesuai
dengan jenis dan skala pengembangan
- Menjamin keamanan dan kenyamanan publik dalam berinvestasi
Sub zona yang terdapat dalam zona Industri Dan Pergudangan di wilayah pesisir
kota Surabaya terdiri atas
- sub zona industri kecil
- sub zona industri sedang/menengah
- sub zona industri besar
e. Zona Perikanan
Zona Perikanan di wilayah pesisir kota Surabaya ditetapkan atas dasar:
Kondisi fisik dasar (kondisi tanah dan air secara fisika-kimia dan
biologi)
Ketersediaan prasarana dan sarana pendukung (pintu pengatur
distribusi air, saluran irigasi, pasar)
Potensi produksi perikanan
Memiliki kesesuaian terhadap rencana tata ruang
Tujuan penetapan zona perikanan adalah:
Melindungi dan mempertahankan kawasan perikanan produktif yang
menjadi sumber mata pencaharian masyarakat.
Mengarahkan pola budidaya perikanan dan penggunaan peralatan
tangkap yang ramah lingkungan
Mengembangkan kegiatan perikanan yang prospektif sebagai mata
pencaharian masyarakat.
61 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sub zona yang terdapat dalam zona perikanan di wilayah pesisir kota Surabaya
terdiri atas:
o sub zona budidaya perikanan
sub zona budidaya perikanan di wilayah pesisir kota Surabaya
diarahkan pada UPP II dan UPP IV.
o sub zona perikanan tangkap
sub zona perikanan tangkap di wilayah pesisir kota Surabaya
diarahkan pada wilayah perairan UPP III dan UPP IV hingga kearah
4 mil.
f. Zona Militer
Zona militer di wilayah pesisir kota Surabaya ditetapkan atas dasar:
Kesesuaian dengan kondisi eksisting dan skenario pengembangan
bidang pertahanan dan keamanan
Unity, dimana pusat pendidikan, latihan dan uji coba peralatan dan
persenjataan diupayakan berdekatan dan memiliki keterkaitan satu
sama lain
Penetapan Zona Industri dan Pergudangan di wilayah pesisir kota
Surabaya bertujuan untuk
Mempertahankan nilai eksklusifitas kawasan dimana akses umum
menuju kawasan sangat dibatasi
Menjamin ketersediaan ruang yang memadai dalam
mengakomodasi kebutuhan pengembangan untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan nasional
2.2.5 Rencana Kawasan Strategis Kota
Kawasan strategis kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara makro terhadap
kepentingan, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan
62 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
lingkungan. Penetapan kawasan strategis kota di wilayah pesisir kota Surabaya
dilakukan atas pertimbangan
Hasil review RTRW Kota Surabaya
Ketersediaan prasarana dan sarana pendukung yang memadai
Memiliki dampak positif berupa multiplier efek dibidang ekonomi jika
dikembangkan
Kawasan strategis kota di wilayah pesisir kota Surabaya terdiri atas
1. Zona Strategis untuk kepentingan ekonomi , meliputi :
Kawasan Pergudangan dan Industri Margomulyo di Kecamatan Asemrowo
dan Kecamatan Benowo dengan luas area mencapai ± 167,79 Ha.
Kawasan Kota Tepi Pantai (Waterfront City) di Kecamatan Asemrowo
dan Kecamatan Benowo dengan luas area mencapai ± 821,85 Ha.
fungsi ruang kawasan strategis ini dapat menampung kegiatan pelayanan
umum, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, perumahan.
Kawasan Kaki Jembatan Wilayah Suramadu - Pantai Kenjeran di
Kecamatan Bulak dengan luas area mencapai ± 165 Ha. fungsi ruang
kawasan strategis ini dapat menampung kegiatan pelayanan umum,
perdagangan dan jasa berskala kota hingga regional.
Rencana pengembangan kawasan kaki jembatan suramadu dapat
dilihat pada ilustrasi gambar berikut :
Gambar 2.7. Pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu
63 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.8. Rencana Pengembangan Kawasan Waterfront City Teluk
Lamong 2. Zona strategis untuk kepentingan perlindungan lingkungan hidup
Wilayah pesisir yang ditetapkan sebagai Zona strategis untuk kepentingan
perlindungan lingkungan hidup adalah:
Kawasan Pantai Timur Surabaya.
Kawasan ini merupakan kawasan pantai berhutan bakau dengan luas
tutupan vegetasi mencapai 698,62 Ha. Kawasan ini memiliki peran yang
sangat penting dalam ekosistem yaitu:
Penyedia unsur hara dalam air untuk biota diperairan (menjadi lokasi
alur migrasi ikan) maupun kolam budidaya perikanan.
Meminimalisir terjadinya hempasan angin akibat kondisi ekstrem
yang berakibat pada kecepatan arus dan gelombang yang menghempas
bibir pantai
Menjadi area bersarang dan mencari makan bagi kelompok burung
Kawasan sekitar kali lamong
Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki kerentanan terhadap
bencana banjir. Kerentanan tidak hanya terjadi pada kawasan sekitar das,
pada sisi hilir / muara sungai juga memiliki kerentanan terjadinya
sedimentasi yang tinggi sehingga berpotensi menutup bentang muara.
64 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 2.9 Rencana Pengelolaan Kawasan Pantai Berhutan Bakau Di
Wilayah Pesisir Kota Surabaya
3. Zona Strategis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis ini adalah
kawasan Industri pengembangan perkapalan di Kecamatan Pabean
Cantikan dengan luasan mencapai ±75,5 Ha
Gambar 2.10. Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Industri
Pembuatan dan Perbaikan Kapal
2.2.6 Rencana Kawasan Alur
Kawasan alur merupakan perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan
bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari
atau ditempatkan jaringan utilitas bawah laut.
65 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2.2.7 Rencana strategis wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil kota surabaya
Visi dari rencana strategis wilayah pesisir Kota Surabaya adalah sebagai
berikut: “ Terwujudnya wilayah pesisir yang produktif dan berkelanjutan dalam
menunjang Kota Surabaya sebagai kota perdagangan dan jasa berskala nasional
dan internasional ”
Sedangkan misi sebagai penjabaran dari visi yang telah dibuat dari strategis
wilayah pesisir Kota Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Mewujudkan wilayah pesisir Kota Surabaya yang lestari melalui strategi
yang secara spesifik diuraikan dalam tabel 2.21 berikut
Tabel 2.21 Strategi, Arahan Program Dan Instansi Terkait
No Strategi Arahan Program Arahan Kegiatan Instansi
Kunci
1 Meningkatkan
kualitas
ekosistem pesisir
1. Pengawasan kualitas
bahan buangan kegiatan
wilayah darat antara lain
industri,permukiman,
pelabuhan, dll.
a) Penyusunan pedoman
dan tata cara
pembangunan wilayah
pesisir
b) Penyusunan laporan
tahunan mengenai
kualitas lingkungan
pesisir bersama instansi
terkait
Bappeko
BLH
Dinas
Pertanian
2. Pengendalian jumlah
bahan pencemar di
wilayah aliran sungai
yang memasuki wilayah
pesisir kota surabaya
a) Pembangunan IPAL
b) Pembangunan
instalasi pengolahan
limbah cair.
c) Pengolahan Sampah
Padat berbasis
masyarakat
3. Sedimentasi di wilayah
aliran sungai yang
memasuki wilayah
pesisir kota Surabaya
a) Penghijauan kembali
pada sepanjang
daerah aliran sungai.
b) Penggelontoran
sedimentasi dan
pendangkalan
sungai.
66 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
4. Peningkatan kualitas
fisik pantai di wilayah
pesisir kota Surabaya
a) Pembersihan sungai
secara berkala
b) Pemeliharaan dan
penguatan dinding
sungai.
c) Pembudidayaan ikan
di sungai.
2 Meningkatkan
Area hutan
mangrove
Pengembangan, Perbaikan
dan pemulihan kondisi
ekosistem mangrove di
Surabaya.
a) Pemetaan wilayah
ekosistem mangrove
meliputi: kondisi
sebaran dan luasan,
potensi pertumbuhan
dan permasalahan
pengembangan
spesies.
b) Ketersediaan
sumberdaya dalam
pemulihan ekosistem
lewat pembibitan
mangrove dan
pemulihan habitat.
c) Pengembangan
ekowisata magrove
untuk pendidikan dan
wisata.
BLH
Dinas
Pertanian
3 Meningkatkan
kualitas estuaria
Program peningkatan kualitas
estuaria Pesisir Kota Surabaya
Kajian terhadap wilayah
ekosistem estuaria melalui
dukungan terhadap berbagai
penelitian terkait, meliputi:
potensi aliran air laut dan
tawar, banjir dan alternatif
penanganannya, manfaat dan
permasalahan
pembangungan pesisir serta
dampak kegiatan
BLH
4 Mengembangkan
terumbu karang
buatan
Program pembuatan terumbu
karang buatan
Pelatihan pengembangan
terumbu karang
Dinas
Pertanian
5 Meningkatkan
kesadaran
lingkungan
Program pengendalian
perkembangan lingkungan
pesisir
a) Penanaman sejuta
pohon terutama di
daerah up land
BLH
Perguruan
Tinggi
67 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Pesisir
Surabaya
b) Kegiatan mencintai
lingkungan a.l dengan
tema “Sungaiku sehat
sungaiku bermanfaat”,
melalui seminar,
menerbitkan buku untuk
anak – anak hingga
dewasa, dll.
c) Pembuatan pedoman
pembangunan wilayah
pesisir terkait dengan
kegiatan reklamasi dan
pengelolaan limbah:
- Pengelolaan limbah
rumah tangga
berbasis
masyarakat
- Pengelolaan limbah
industri berbasis
kelestarian
lingkungan
d) Penertiban ijin
pengembangan di
Parabaya dan
Pamurbaya
Dinas
Pendidikan
Sumber: Renstra Pesisir Propinsi Jawa Timur, Bappeko Tahun 2011
2. Meningkatkan peran serta para pemangku kepentingan untuk mewujudkan
masyarakat yang berdaya saing tinggi, melalui strategi yang secara spesifik
diuraikan dalam tabel 2.22 berikut:
Tabel 2.22 Strategi, Arahan Program Dan Instansi Terkait
No Strategi Arahan Program Arahan Kegiatan Instansi kunci
1 Sosialisasi
perencanaan
pengelolaan
wilayah pesisir
Program
Pembangunan
masyarakat pesisir
1. Penataan fish
sanctuary berbasis
masyarakat.
2. Pelatihan
- Bappeko
- Dinas
Pertanian
- Kecamatan/kel
68 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Surabaya Surabaya Pengembangan
budidaya
perikanan laut
(mariculture).
3. Pembentukan
gugus
pengawas.
urahan pesisir
2 Meningkatkan
kualitas SDM
masyarakat
pesisir
1. Pembangunan
sekolah pesisir
2. Pelatihan
keterampilan
melalui PKK yaitu
pengolahan
sumberdaya
pesisir seperti ikan
dan hasil laut.
3. Peningkatan
pelayanan
kesehatan pesisir
3 Meningaktkan
peran serta
masyarakat
dalam
pengelolaan
kawasan pesisir
Program
pemberdayaan
masyarakat
dalam bidang
ekonomi pesisir
Program
pemberdayaan
masyarakat
dalam bidang
pemeliharaan
ekosistem
1. Mengadakan
rembug
masyarakat pesisir
Surabaya secara
berkala.
2. Pelatihan
pemandu wisata
3. Membentuk Pokja
pesisir.
- Bappeko
- Dinas
pertanian
- Dinas
Pariwisata
4 Meningkatkan
peran serta
swasta dalam
pengelolaan
kawasan pesisir
Program
peningkatan peran
swasta dalam
membangun pesisir
a. Kegiatan sarasehan
mengenai peran
pemangku
kepentingan dalam
pengelolaan
lingkungan pesisir
b. Pelatihan
Pengembangan
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
69 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
produk perikanan.
c. Pelatihan
standarisasi produk-
produk perikanan.
d. Pelatihan pemasaran
produk.
5 Meningkatkan
peran
pemerintah
dalam
pengelolaan
pesisir
Program
pengembangan
ekonomi dan
infrastruktur wilayah
pesisir
a. Penguatan ekonomi
masyarakat melalui
b. Koperasi unit pesisir
c. Pembangunan
sanitasi lingkungan
d. Pengembangan
infrastruktur
pendukung
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
Dinas
kesehatan
Dinas PU
Sumber: Renstra Pesisir Propinsi Jawa Timur, Bappeko Tahun 2011
3. Mengembangkan potensi ekonomi wilayah pesisir berbasis perdagangan
jasa dan pariwisata melalui strategi yang secara spesifik diuraikan dalam
tabel 2.23 berikut
Tabel 2.23 Strategi, Arahan Program Dan Instansi Terkait
Strategi Arahan Program Arahan Kegiatan
Instansi
Kunci
1 Pemanfaatan
segitiga
pengembangan
ekonomi pesisir
Kota Surabaya
yaitu Kali Lamong
– Tanjung Perak
–KKJS( Kawasan
Kaki Jembatan
Suramadu )
a) Program peningkatan
perekonomian dengan
adanya segitiga
pengembangan ekonomi
pesisir
b) Program pengembangan
kawasan eksklusif KKJS
c) Program pengembangan
kawasan pelabuhan
internasional di Perairan
Kali Lamong
d) Program pengembangan
infrastruktur wilayah pesisir
- Penyusunan
rencana tata
bangunan dan
lingkungan
pesisir
- Penyusunan
rencana
pengembangan
pelabuhan
internasional
- Sinkronisasi
kebijakan tata
ruang wilayah
- Penyusunan
Bappeko
70 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
rencana sektoral
yang mengacu
pada renstra
pesisir
2 Pengembangan
pariwisata di
lingkungan
pesisir
Program pengembangan wisata
bahari Surabaya
a) Integrasi wisata
pesisir dalam
paket city tour kota
Surabaya
b) Modernisasi
kawasan wisata
kenjeran
c) Sinkronisasi
kawasan wisata
kenjeran dengan
permukiman
nelayan di
sekitarnya
d) Pemanfaatan
wisata laut dengan
fery dengan jalur
menuju jembatan
Suramadu
e) Pengembangan
wisata kuliner
dengan latar
belakang view
Suramadu
Bappeko
3
Peningkatan
pendapatan
masyarakat
di wilayah pesisir
Meningkatkan kemampuan
teknologi pasca panen dan
pemasaran produk – produk
perikanan dan pertanian di
wilayah pesisir
a) Peningkatan
kemampuan
teknologi pasca
panen
b) Peningkatan
pemasaran
produkperikanan
dan pertanian ,
melalui:
- Pelatihan
- Bantuan
- Peralatan
Dinas
pertanian
& Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
71 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
c) Pengembangan
informasi pasar
Meningkatkan akses masyarakat
pesisir terhadap modal, informasi
dan teknologi untuk
pembangunan masyarakat
pesisir
a) Peningkatan
akses, informasi
dan teknologi
(Bank masuk
desa)
b) Pengembangan
informasi usaha
lokal kepada
masyarakat luar
Dinas
pertanian
&Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
Memperbaiki pengelolaan usaha
perikanan melalui penerapan
pendekatan system silvofishery
a) Perbaikan usaha
perikanan
b) Peningkatan
pemanfaatan
tenaga kerja lokal
di berbagai sektor
c) Pengembangan
industri jasa
Dinas
pertanian
&Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
Sumber: Renstra Pesisir Propinsi Jawa Timur, Bappeko Tahun 2011
4. Meningkatkan peran kelembagaan dalam pengelolaan pesisir dalam
menunjang Kota Surabaya sebagai kota perdagangan dan jasa berskala
nasional dan internasional melalui strategi yang secara spesifik diuraikan
dalam tabel 2.24 berikut
Tabel 2.24 Strategi, Arahan Program Dan Instansi Terkait
Strategi Arahan Program Arahan Kegiatan
Instansi
Kunci
1 Koordinasi dan
kerjasama
peningkatan
kualitas
ekosistem
pesisir antar
wilayah
Sosialisasi pentingnya
menjaga kualitas perairan
pesisir
a) Pembuatan poster/brosur
serta siaran radio mengenai
dampak kerusakan yang
diakibatkan
b) Pelatihan pengenalan jenis
dan sumber limbah serta
dampaknya terhadap
perairan
BLH
72 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
perbatasan c) Pembentukan pokja
pengendalian lingkungan
Melakukan pemantauan
dan evaluasi status
kualitas perairan pesisir
a) Membuat buku saku
pentingnya menjaga kualitas
perairan di pesisir
b) Rencana tanggap darurat
terhadap bahan pencemar
oleh masyarakat
BLH
2 Penyusunan
sistem informasi
sumberdaya
wilayah pesisir
Meningkatkan
ketersediaan data dan
informasi yang benar
sesuai dengan kebutuhan
dalam perencanaan dan
pengelolaan wilayah
pesisir
a) Pemetaan dan Inventarisasi
data potensi sumberdaya
pesisir
b) Up dating data di wilayah
pesisir terutama berkaitan
dengan data fisik perairan
Bappeko
Surabaya
3 Penegakan
hukum yang
tegas bagi
pelaku
perusakan
lingkungan
berbasis
masyarakat
Program penyusunan
peraturan tingkat
kelurahan pesisir
mengenai pengelolaan
sumberdaya di wilayah
pesisir dengan
mengetahui pemerintahan
diatasnya
a) Kegiatan penyuluhan
pembuatan peraturan pada
tingkat kelurahan
b) Konsultasi publik
c) Sosialisasi kegiatan dan
program kepesisiran
Bappeko
Surabaya
BLH
4
Peningkatan
peran lembaga
di wilayah
pesisir
Peningkatan peran
lembaga formal
a) Penentuan program insentif
dan disinsentif terkait
pengelolaan wilayah pesisir
b) Pembuatan kebijakan baru
terkait pengembangan
wilayah pesisir
c) Forum pertemuan antar
lembaga formal
Bappeko
Surabaya
Peningkatan peran
lembaga informal
a) Penambahan
jumlahkelompok non formal
terkait pengelolaan pesisir
b) Penambahan jumlah
kelompok non formal terkait
ekonomi pesisir
Dinas
Pertanian
73 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
c) Penambahan jumlah
kelompok non formal terkait
pengembangan SDM pesisir
d) Forum pertemuan antar
e) lembaga non formal
2.2.8 Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) Kota Surabaya
Kebijaksanaan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Surabaya sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya, terdapat beberapa hal pokok yang
ditetapkan sehubungan dengan pengembangan dan perkembangan wilayah
pesisir kota Surabaya dapat dilihat pada tabel 2.25
2.2.9 Review Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) Kota Surabaya
Seiring dengan pemberlakuan UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kota
Surabaya pada tahun 2009 melakukan review terhadap kebijakan penataan
ruang yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. beberapa hal pokok yang
ditetapkan sehubungan dengan hasil review RTRW yang berpengaruh terhadap
pengembangan dan perkembangan wilayah pesisir kota Surabaya dapat dilihat
pada Tabel 2.25
Tabel 2.25 Kebijaksanaan dan Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Surabaya Terhadap Wilayah Pesisir
No. KEBIJAKSANAAN PERDA 3 TAHUN 2007 HASIL REVIEW
1
Struktur Tata Ruang
Struktur Wilayah Kota Surabaya dibagi
menjadi 12 Unit Pengembangan,
Wilayah Pesisir Kota Surabaya menjadi
bagian dari:
1) Pengembangan UP I Rungkut
memiliki fungsi utama sebagai
permukiman, pendidikan,
konservasi dan industri dengan
Secara struktural, pembagian
wilayah menjadi beberapa unit
perencanaan tidak mengalami
perbedaan, akan tetapi
mengalami penambahan muatan
fungsi pada beberapa UP dan
perbedaan penggunaan istilah
(nomenklatur) konservasi menjadi
74 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
pusat pertumbuhan berada di
kawasan Rungkut Madya
2) Pengembangan UP II Kertajaya
memiliki fungsi uatam sebagai
permukiman, perdagangan,
pendidikan dan konservasi –
Ruang terbuka Hijau dengan
pusat pertumbuhan berada di
kawasan Kertajaya Indah
Dharmahusada Indah
3) Pengembangan UP V Tanjung
Perak memiliki fungsi utama
sebagai kawasan pelabuhan,
kawasan khusus, kawasan
industri strategis, perdagangan
dan jasa dengan pusat
pertumbuhan di kawasan Tanjung
Perak
4) Pengembangan UP XI Tambak
Oso Wilangon memiliki fungsi
utama sebagai permukiman,
perdagangan, kawasan khusus
dan konservasi dengan pusat
pertumbuhan berada di kawasan
Tambak Oso Wilangon.
5) Pengembangan UP III Tambak
Wedi memiliki fungsi utama
sebagai permukiman,
perdagangan jasa, rekreasi dan
konservasi dengan pusat
pertumbuhan berada di kawasan
Tambak Wedi di sekitar Jembatan
Suramadu.
lindung terhadap alam.
Penambahan muatan fungsi
antara lain:
o Pada UP I Rungkut terdapat
penambahan fungsi
kawasan yaitu perdagangan
dan jasa.
o Pada UP I Rungkut, UP II
Kertajaya, UP III Tambak
Wedi, UP X Wiyung, UP XI
Tambak Oso, dan UP XII
Sambikerep,fungsi kawasan
konservasi menggunakan
istilah fungsi lindung
terhadap alam.
o Pada UP V Tanjung Perak
terdapat fungsi tambahan
yaitu lindung terhadap
bangunan dan lingkungan
cagar budaya. Fungsi
kawasan khususyang
terdapat pada Perda 3/2007
didefinisikan sebagai fungsi
militer.
o Pada UP VII Wonokromo
fungsi kawasan khusus
yang terdapat pada Perda
3/2007 didefinisikan
sebagai fungsi militer
o Pada UP VIII Satelit
terdapat fungsi tambahan
yaitu industri. Fungsi
kawasan khusus yang
terdapat pada Perda 3/2007
didefinisikan sebagai fungsi
75 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
militer.
2.
Pola Ruang Rencana Pola Ruang Kawasan Pesisir
Kota Surabaya diarahkan untuk:
1) Kawasan Budidaya
a. Kawasan fungsional pelabuhan
b. Industri dan pergudangan
c. Kawasan Militer
d. Pariwisata
e. Perdagangan dan jasa
f. Perumahan
g. Fasilitas umum
2) Kawasan Lindung
a. Hutan mangrove
b. Sempadan Pantai
Pada hasil review kawasan
lindung darat dan laut tidak
dipisahkan.
Pada penetapan kawasan lindung
, terdapat muatan penetapan
kawasan rawan bencana,
kawasan perlindungan setempat
(sempadan SUTT)
Terdapat pemisahan peruntukan
antara fungsi perdagangan dan
jasa dengan peruntukan
perkantoran
Terdapat penetapan alokasi
ruang untuk sektor informal dan
ruang evakuasi bencana
3
Transportasi Sistem jaringan jalan kota
menggunakan pola grid, dengan
pengembangan jaringan jalan
alternatif yang dapat dicapai dari
fungsi jalan arteri ke jalan kolektor,
jalan kolektor ke jalan lokal dan
seterusnya.
Sistem jaringan jalan kota
dikembangkan secara terpadu dan
integrasi dengan sistem jaringan
jalan nasional dan regional
Untuk pengembangan jalan alternatif
yang menghubungkan bagian uatara
dan selatan kota dibangun jalan
lingkar timur dan barat kota,
ditingkatkan dengan pengembangan
jalan arteri alternatif timur – barat
baik yang berada di sisi utara
maupun sisi selatan
Sistem transportasi kota diarahkan
pada pengembangan transportasi
berkelanjutan
1) Transportasi darat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) huruf
a, dikembangkan secara
hirarki dan terkoneksi antar
moda meliputi jaringan jalan,
terminal, angkutan, kereta
api, angkutan sungai dan
penyeberangan
2) Pengembangan jaringan
jalan, meliputi jalan bebas
hambatan, jalan arteri
primer, jalan arteri sekunder,
jalan kolektor primer dan
jalan kolektor sekunder
3) Pengembangan terminal
secara hirarki meliputi:
a. Terminal tipe A: terminal
Purabaya, terminal
Tambak Oso Wilangun;
b. Terminal tipe B: terminal
Benowo, terminal di
76 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Peningkatan terminal angkutan darat
termasuk stasiun kereta yang sudah
ada dan pengembangan sub
terminal baru terutama pada wilayah
pengembangan dan pusat
pertumbuhan
Terminal dan stasiun kereta dapat
dikembangkan secara terpadu
dengan kegiatan jasa tau
perdagangan
Peningkatan dayaguna fungsi jalan
dengan mengurangi atau
menghilangkan hambata –
hambatan di ruang milik jalan
(rumija)
sekitar Made, terminal di
sekitar Tambak Wedi
c. Terminal tipe C: terminal
Joyoboyo, terminal
Bratang, Terminal
Keputih, terminal
Manukan, terminal Dukuh
Kupang, terminal di
sekitar Kendung, terminal
di sekitar pesapen,
terminal di sekitar
Gunung Anyar, terminal di
sekitar Mastrip, terminal
di sekitar Pagesangan dan
terminal di sekitar
Kalianak
4) Rencana pengembangan dan
jalur sirkulasi kendaraan
dalam kota melalui
pengembangan angkutan
massal kota dengan alternatif
pengembangan Mass Rapid
Transit (MRT) dan Light
Rapid Transit (LRT) yang
berbasis rel serta angkutan
massal berbasis jalan lainnya
yang didukung dengan
angkutan yang berfungsi
sebagai pengumpan (feeder)
5) Rencana pengembangan
angkutan massal kota dengan
alternatif pengembangan Bus
Rapid Transit (BRT), meliputi
rute:
a. Jalan Oso Wilngon sampai
dengan jalan kenjeran
b. Jalan benowo sampai
dengan jalan Kertajaya
c. Jalan Lontar sampai
dengan jalan Wonorejo
d. Jalan wiyung sampai
77 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
dengan jalan rungkut
e. Jalan Lingkar Timur
tengah (Middle East Ring
Road)
f. Jalan lingkar Timur Luar
(Outer East Ring Road)
g. Jalan lingkar barat tengah
(Middle West Ring Road)
h. Jalan Lingkar Barat Luar
(Outer West Ring Road)
i. Jalan A.Yani sampai
dengan jalan Perak
6) Pengembangan sistem
jaringan kereta api meliputi:
a. Mendukung
pengembangan
pembangunan jaringan
double tract pada jalur
regional meliputi:
o Surabaya – Sidoarjo –
Bangil – Malang –
Blitar – Kediri
o Surabaya – Mojokerto
– Madiun – Surakarta
– Yogyakarta –
Bandung – Jakarta
o Surabaya – Krian –
mojokerto – Jombang
– Kertosono – Kediri –
Blitar
o Surabaya – Gresik –
Lamongan –
Bojonegoro –
Semarang – Jakarta
o Surabaya – Sidoarjo –
Pasuruan – Jember –
Banyuwangi
o Surabaya – Waru –
Bandara Juanda
b. Mendukung
pengembangan kereta
78 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
komuter yang meliputi:
Bangil – Sidoarjo – Waru
– Wonokromo –
Gubeng – Pasar Turi –
Kandangan – Benowo
– Lamongan
Mojokerto – Krian –
Wonokromo – Gubeng
– Psar Turi –
Kandangan – Benowo
– Lamongan
c. Mengembangkan Mass
Rapid Transit (MRT) pada
jalur :
Bandara Juanda –
kawasan Wonokromo
Sidoarjo – kawasan
Wonokromo
d. Mengembangkan Light
Rapid Transit (LRT) pada
jalur kawasan
Wonokromo – kawasan
Pelabuhan Tanjung Perak
e. Mengembangkan stasiun
kereta api Gubeng,
Semut, Pasar Turi,
Wonokromo, dan
pemberhentian sementara
(Shlelter) angkutan
massal berbasis rel pada
pusat – pusat pelayanan
kota
f. Memanfaatkan stasiun
sebagai salah satu
fasilitas penunjang pusat
kegiatan ekonomi kota
7) Pengembangan angkutan
sungai dan penyeberangan,
dilakukan dengan :
a. Mengembangkan
angkutan sungai dalam
79 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
kota sebagai angkutan
umum dan angkutan
pariwisata yang
dilengkapi dengan
dermaga pada pusat –
pusat pelayaran di sungai
Kali Mas dan Kali
Wonokromo
b. Mengembangkan
angkutan penyeberangan
Ujung – Kamal yang
berfungsi sebagai
penunjang pariwisata
bahari
Pada sarana transportasi laut
dan sungai, beberapa rencana
pengembangan pada Perda
3/2007 dihapuskan. Hanya 2
rencana pengembangan:
a. Memanfaatkan dan
mengembangkan sarana
pelabuhan Tanjung Perak
sebagai sarana
transportasi laut yang
melayani angkutan kapal
penumpang dan barang
dalam skala regional,
nasional, maupun
internasional
b. Mengembangkan
pelabuhan terminal peti
kemas dan kargo berskala
internasional beserta
fasilitas penunjang
termasuk kawasan
strategis ekonomi di
kawasan Teluk Lamong
80 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
4 Sistem Pematusan Pembangunan sistem pematusan
dilakukan secara terpadu dengan
pembangunan prasarana dan sarana
kota yang lain, yang mendukung
rencana pengembangan wilayah
sehingga sistem pematusan ini dapat
berfungsi secara optimal.
Pembangunan sistem pematusan
ditekankan pada upaya optimalisasi
prasarana dan sarana pematusan yang
telah ada serta pembangunan prasarana
dan sarana pematusan baru.
Sistem pematusan Kota Surabaya dibagi
dalam 5 wilayah sistem pematusan,
yaitu Rayon genteng, Rayon Gubeng,
Rayon Jambangan, Rayon wiyung dan
Rayon Tandes. Wilayah pesisir menjadi
bagian dari Rayon Genteng, Rayon
Gubeng, Rayon Jambangan dan Rayon
Tandes.
Tidak terdapat perbedaan
5 Utilitas Kota Air Bersih
Pengembangan dan pembangunan
jaringan air bersih dilakukan untuk
mendukung kegiatan pembangunan dan
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat terutama pada wilayah
pengembangan dan pusat – pusat
pertumbuhan baru
Rencana Pengembangan Sistem
Jaringan Sumber Daya Air
meliputi :
a. Menggunakan sumber air Kali
Surabaya dan mata air
Umbulan untuk memenuhi
kebutuhan air baku
b. Pembangunan dan
peningkatan
tampungan/resapan air
melalui pembangunan
waduk/boezem, sumur
resapan, peningkatan fungsi
waduk yang lokasinya
tersebar, pemanfaatan
saluran untuk long storage,
danpemasangan biopori
untuk ketersediaan air dalam
tanah sekaligus pengendalian
81 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
banjir
c. Mengoptimalkan dan
membangun jaringan
pelayanan hidran umum pada
lokasi – lokasi strategis dan
permukiman kota
Sistem penyediaan air minum
sebagaimana dimaksud dalam
meliputi:
a. Penyediaan air minum Kota
Surabaya menggunakan
sumber Umbulan dan
pengelolaan Kali Surabaya
b. Instalasi pengolah air minum
menggunakan IPAM Ngagel
dan Karang Pilang
c. Pengembangan distribusi
jaringan air minum ke seluruh
wilayah yang belum terlayani
Penyediaan air siap minum pada
pusat pelayanan kota, sub pusat
pelayanan kota, fasilitas umum
dan komersial serta taman kota.
Listrik
Pengembangan dan pembangunan
jaringan listrik dilakukan secara terpadu
dengan sistem jaringan listrik Nasional
Pembangkit Jawa Bali (OJB) yang
ditekankan pada peningkatan pelayanan,
penambahan kapasitas dan jangkauan
pelayanan
1) Pengembangan sistem
jaringan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET) antara lain di jalur
menuju kawasan Surabaya
Barat, Rumah Sakit Surabaya
Barat, Rencana Operasional
Teluk Lamong.
2) Pengembangan gardu induk
Kota Surabaya, meliputi
gardu induk Sawahan,
Kapasan, Undaan, Kupang,
Simpang, Kenjeran, Ngagel,
Sukolilo, Wonokromo,
Rungkut, Bambe,
Simogunung, Tandes 2,
Kalisari.
82 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Pengembangan sumber energi
listrik alternatif di Kota Surabaya
dapat berasal dari pengelolaan
sampah, solar cell, biogas
maupun sumber energi lainnya
Gas
Pengembangan dan pembangunan
jaringan gas dilakukan secara terpadu
dengan sistem jaringan gas Nasional
yang ditekankan pada peningkatan
kapasitas dan perluasan jaringan
terutama perumahan dan jasa pelayanan
umum
Pengembangan jaringan gas kota
meliputi:
a. Kawasan industri meliputi
kawasan Rungkut, Tandes,
Margomulyo
b. Kawasan pelabuhan meliputi
jalur menuju Tanjung Perak
dan Teluk Lamong
c. Kawasan fungsional kota
meliputi permukiman dan
perdagangan – jasa
d. Kawasan sekitar Surabaya
meliputi jalan Margomulyo –
jalan Gresik, jalan Kedung
Cowek – jalan Kali Kedinding
dan jalur bebas hambatan
Surabaya – Gresik
Telepon
Pengembangan dan pembangunan
jaringan telekomunikasi dilakukan
dengan pemanfaatan teknologi sistem
informasi dan komunikasi
1) Sistem jaringan
telekomunikasi yang
dikembangkan meliputi:
a. Sistem kabel
b. Sistem nirkabel
2) Pengembangan jaringan
sistem telekomunikasi,
meliputi:
a. Perluasan jaringan
pelayanan telepon kabel
ke seluruh bagian
wilayah kota
b. Memberikan dukungan
kemudahan prasarana
83 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
telekomunikasi di
seluruh area terbangun
c. Penggunaan menara
telekomunikasi (base
transceiver station)
secara bersama untuk
sistem nirkabel
d. Peningkatan sistem
teknologi telekomunikasi
pada kawasan
budidaya, antara lain
pada peruntukan
perdagangan dan jasa,
perkantoran, pelayanan
umum
Rencana pengelolaan sampah:
Pembangunan prasarana dan sarana
kebersihan dan persampahan pada
skala lingkungan dilakukan dengan
penyediaan Tempat Penampungan
Sementara (TPS) yang tersebar pada
wilayah unit pengembangan di
sekitar kawasan perumahan sesuai
dengan tingkat dan lingkup
pelayanan
Pembangunan TPS pada unit
pengembangan dapat dilakukan
pada lahan – lahan yang
diremcanakan untuk fasilitas umum
dan dilengkapi dengan prasarana
dan sarana penunjang penanganan
dan pengelolaan sampah.
Pembangunan prasarana dan sarana
kebersihan persampahan skala kota
dilakukan dengan penyediaan sarana
penanganan sampah terpadu pada
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Benowo yang termasuk dalam
wilayah UP. XI Tambak Oso
Wilangon, serta diupayakan mencari
Sistem pengelolaan sampah
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 huruf c dilakukan
melalui:
a. Penyediaan sistem
persampahan, meliputi
tempat penampungan
sampah sementara dan
tempat pemrosesan akhir
dilakukan dengan:
1. Penyediaan TPS pada
setiap unit lingkungan
permukiman
2. Penyediaan transfer
depo pada setiap unit
timbulan sampah pasar
3. Penyediaan TPA di
bagian timur Kota
Surabaya
b. Pengembangan sistem
pengkomposan pada TPS dan
rumah kompos
c. Pengelolaan sampah mandiri
berbasisi masyarakat dengan
pengurangan volume
84 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
lokasi baru di wilayah timur untuk
mendukung LLPA yang telah ada
yaitu di UP. I Rungkut dan atau UP.
II Kertajaya
Pengembangan kebersihan dan
persampahan skala kota juga
dilakukan dengan pemberdayaan
masyarakat dan penerapan teknologi
tepat guna yang ramah lingkungan
dalam penanganan sampah, serta
mendukung pelaksanaan program
penanganan sampah terpadu
termasuk penyediaan prasarana dan
saranan pada lingkup regional
timbulan sampah,
penggunaan kembali dan
pendaur-ulangan sampah
d. Pengembangan pengelolaan
sampah untuk energi
alternatif di TPA Benowo
Sistem pengelolaan limbah tidak dibahas
secara spesifik
Sistem pengelolaan limbah
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 huruf b meliputi:
a. Pengelolaan sanitasi berupa
instalasi Pengeloaan Air
Limbah (IPAL) ditetapkan di
Unit Pengembangan I
Rungkut, Unit Pengembangan
II Kertajaya, Unit
Pengembangan III Tambak
Wedi, Unit Pengembangan V
Tanjung Perak, Unit
Pengembangan XII
Sambikerep dan
pengembangan instalasi IPAL
Komunal melalui metode
Sanitasi Berbasis
Kemasyarakatan (SANIMAS).
b. )pengelolaan limbah tinja
menggunakan instalasi
Pengolahan Limbah Tinja
(IPTL) di unit Pengembangan
II Kertajaya dan Unit
Pengembangan XII
Sambikerep
85 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
c. Penampungan sementara
limbah Bahan Berbahaya
Beracun (B3) berlokasi di Unit
Pengembangan XII
Sambikerep
6 Kawasan strategis Tidak terdapat penetapan kawasan
strategis kota
Terdapat penetapan 4 kawasan
strategis yaitu:
- Kawasan Strategis ekonomi
- Kawasan Strategis sosia –
kultural
- Kawasan Strategis teknologi
tinggi
- penyelamatan
Sumber : Hasil komparasi kebijakan (Perda 3 /2007 dengan Hasil Review Perda 3/2007)
Rencana pola ruang wilayah pesisir menurut Perda 3 dan Hasil Review secara
spesifik
Hal yang perlu dicermati dalam penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kota
Surabaya adalah Arahan pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata
Ruang Laut Kota Surabaya seperti diuraikan pada Tabel 2.26
Tabel 2.26 Indikasi Program Pengembangan Wilayah Pesisir Kota Surabaya
NO PEMANFAATAN RUANG SEKTORAL PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
1 Program Rehabilitasi Lingkungan
Laut dan Pesisir di kawasan
Pantai Timur Surabaya
Program Pembangunan
Prasarana Jalan Pesisir
Pengaturan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan wisata berikut
bangunan prasarana dan
sarana di laut dan pesisir /
pantai
2 Program Penataan batas Laut
dan Garis Pantai Surabaya
Program Pembangunan Kanal /
alur pelayaran di sepanjang
pesisir di kawasan Teluk
Lamong
Pengaturan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan budidaya tambak
3 Program pengaturan batas dan
hak penguasaan dan
pemanfaatan Tanah Oloran
Program Pembangunan Ruang
Utilitas di laut dan Pesisir
Pengaturan pemanfaatan ruang
untuk budidaya laut di kawasan
perairan
86 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
4 Program Penyiapan Ruang
(pematangan lahan) untuk
Pembangunan fisik
ProgramPenyediaan Prasarana
dan Sarana Laut
Pengaturan Pemanfaatan ruang
untuk kegiatan industri dan
pergudangan
5 Program pengembangan
kegiatan dan kawasan wisata
pantai kenjeran
Program pembangunan
(penyediaan rambu – rambu
pelayaran di kawasan laut)
Pengaturan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan perumahan dan
permukiman pesisir
6 Program pembangunan kawasan
permukiman dan perniagaan di
kawasan kaki Jembatan
Suramadu
Program pengembangan
prasarana dan sarana untuk
kegiatan pengawasan keadaan
wilayah laut dan pesisir
Pengaturan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan perdagangan
dan jasa di kawasan laut dan
pesisir
7 Program pengembangan
kegiatan konservasi kawasan
Pulau Galang
- Pengaturan pembangunan
utilitas di kawasan pesisir
8 Program penataan kawasan
permukiman pesisir kampung
nelayan
- Pengaturan kegiatan konservasi
atau rehabilitasi lingkungan
9 Program pengembangan
perumahan pesisir (water front
city)
- Pengaturan dan ketentuan
perijinan investasi
pembangunan di kawasan laut
dan pesisir Surabaya
10 Program pembangunan
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI)
di Romokalisari
- -
11 Program pengembangan dan
pembinaan bagi masyarakat
nelayan dan usaha tambak
- -
Sumber: RDTRK UP. Tambak Osowilangun
87 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
BAB III
ANALISA HASIL SAMPLING AIR LAUT
3.1 PARAMETER FISIKA
Kekeruhan
Kekeruhan sering disebut juga dengan turbiditas, yang dapat diartikan
sebagai kandungan bahan organik dan anorganik yang terdapat di suatu perairan,
dan kondisi ini dapat mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada dalam
perairan tersebut. Konsep dasarnya adalah bila kekeruhan tinggi, maka
kandungan oksigen akan menurun karena intensitas cahaya matahari yang masuk
kedalam perairan sangat terbatas sehingga phytoplankton terhambat dalam
melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen.
Parameter kekeruhan diambil di enam titik, dua di lokasi untuk wisata
bahari dan empat untuk biota laut, dengan menyesuaikan pada KepMenLH Nomor
51 Tahun 2004. Sementara di lokasi perairan pelabuhan tidak dilakukan sampling,
dikarenakan faktor alur pelayaran akan menjadi faktor bias yang akan
mempengaruhi tingkat kekeruhan.
Grafik 3.1 Kondisi parameter Kekeruhan di lokasi Kenjeran Pulau Pasir di
zona Wisata Bahari pada sampling tahun 2012
88 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Tren tingkat kekeruhan di lokasi kenjeran pulau pasir pada tahun 2012
menunjukkan tren menurun dari semester 1 ke semester 2 dari 29,4 NTU menjadi
4,2 NTU atau dibawah baku mutu. Kondisi ini diduga pada semester 1 masih
dipengaruhi oleh kondisi musim hujan sehingga membawa nutrien dan kotoran
dari hulu-hilir menuju ke muara. Sementara, pada semester 2, kondisi musim
kemarau membuat masukan air dari hulu - hilir cenderung menurun debitnya
sehingga kondisi perairan menjadi lebih jernih. Tren penurunan tingkat kekeruhan
juga terjadi pada tahun 2009 dan 2011, sementara pada tahun 2010, justru terjadi
peningkatan yang sangat tinggi, meskipun prediksi tentang hal ini masih belum
diketahui
Selain di lokasi Kenjeran Pulau Pasir, pengambilan sampel kekeruhan di
zona wisata bahari juga dilakukan di sekitar Kenjeran Pengasapan Ikan. Hasil
tahun 2012 juga mengalami penurunan dari 189 NTU menjadi 3,23 NTU atau
dibawah baku mutu (sesuai lampiran KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004).
Sementara di zona biota laut, tren penurunan kekeruhan dari semester 1 ke
semester 2 juga mengalami penurunan pada keempat lokasi titik pengambilan.
Grafik 3.2 Kondisi parameter kekeruhan di zona Biota Laut pada sampling
tahun 2012. Grafik menunjukkan bahwa tren penurunan terjadi di semester 2
dan cenderung dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu < 5 NTU
89 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Jika ditinjau dari kondisi kekeruhan pada tahun 2009 – 2012 (lihat
lampiran), fluktuasi nilai kekeruhan cukup tinggi sehingga kurang bisa diprediksi
dalam hitungan semester per semester ataupun per tahun. Konsep dasar dari
kekeruhan adalah konsep flokulasi. Konsep flokulasi atau penggumpalan terjadi
pada saat air tawar membawa substrat yang bersifat suspensi bertemu dengan air
laut yang membawa ion-ion garam sehingga memudahkan terjadinya
penggumpalan. Dan pembentukan flokulasi tersebut akan meningkatkan berat
friksi substrat sehingga menimbulkan kekeruhan. Selain itu, friksi dari polutan-
polutan yang dikeluarkan dari kegiatan domestik ataupun industri memberikan
pengaruh juga terhadap keberadaan kekeruhan di suatu perairan. Dalam kegiatan
ini, tidak dilakukan pengidentifikasian kekeruhan atas dasar partikel-partikel
organik ataupun anorganik, sehingga tidak bisa ditentukan bahwa partikel mana
yang menyebabkan kontributor tertinggi nilai kekeruhan tersebut.
Padatan Tersuspensi
Kekeruhan mempunyai hubungan linier dengan padatan tersuspensi,
karena kekeruhan pada air memang disebabkan oleh adanya zat tersuspensi yang
ada dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang ada dalam air dapat terdiri dari
berbagai macam zat, semisal pasir halus, liat ataupun lumpur alami yang
merupakan bahan-bahan anorganik, atau dapat pula berupa bahan organik yang
melayang-layang pada perairan
Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi dapat terdiri dari
berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang pada
perairan atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti bakteri, alga, dan
sebagainya. Bahan-bahan tersebut selain berasal dari sumber-sumber alamiah,
juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan industri, pertanian
dan kegiatan rumah tangga. Namun, untuk kasus ini, tidak dapat dipastikan lebih
lanjut karena tidak dilakukan identifikasi jenis padatan tersuspensi tersebut, sama
halnya dengan parameter kekeruhan.
Pada tahun 2012, terkait dengan padatan tersuspensi, di zona wisata
bahari terjadi penurunan dari semester 1 ke semester 2 di lokasi Kenjeran Pulau
Pasir dan Kenjeran Pengasapan Ikan. Di lokasi Kenjeran Pulau Pasir terjadi
90 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
penurunan dari 37 mg/l menjadi 35 mg/l dan di lokasi Kenjeran Pengasapan Ikan
terjadi penurunan dari 204 mg/l menjadi 36 mg/l. Namun, penurunan di semester 2
tersebut masih sedikit diatas baku mutu yang disyaratkan yaitu 20 mg/l (sesuai
lampiran KepMen LH 51/ 2004)
Grafik 3.3 Kondisi parameter Padatan Tersuspensi di zona Wisata
Bahari pada sampling tahun 2012
Sementara, pada lokasi wisata bahari pada tahun 2009 - 2011, tren
penurunan dari semester 1 ke semester 2 memang terlihat di tahun 2009 dan
2011. Namun sebaliknya, di tahun 2010 justru terjadi tren kenaikan. Dan jika
diperhatikan nilai padatan tersuspensi dari tahun 2009 - 2012, tidak dapat
ditentukan terjadi tren kenaikan atau penurunan dari tahun ke tahun, mengingat
fluktuasinya cukup tinggi dan dinamis.
3. 2 PARAMETER KIMIA
Oksigen Terlarut ( DO )
Parameter oksigen terlarut adalah parameter yang erat kaitannya dengan
ketersediaan oksigen bagi organisme heterotrop (organisme yang tidak dapat
menghasilkan makanan sendiri / tidak dapat melakukan proses fotosintesis
91 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
sendiri) di perairan tersebut. Nilai oksigen terlarut bisa dipengaruhi oleh banyak
hal, dan salah satu diantaranya adalah tingginya nilai kekeruhan dan juga padatan
tersuspensi.
Grafik 3.4 Kondisi parameter Oksigen Terlarut di zona Wisata Bahari pada
sampling tahun 2012
Hasil analisa kondisi oksigen terlarut pada tahun 2012, di zona wisata
bahari pada lokasi Kenjeran Pulau Pasir dan Kenjeran Pengasapan Ikan terjadi
tren penurunan dari semester 1 ke semester 2. Berturut-turut adalah 7,87 mg/l
menjadi 5,41 mg/lt di lokasi Kenjeran Pulau Pasir dan 8,46 mg/lt menjadi 3,14
mg/lt di lokasi Kenjeran Pengasapan Ikan . Kondisi ini dimungkinkan karena pada
waktu semester 1 masukan debit air dari sungai ke laut cukup tinggi. Kondisi ini
terkait dengan semester 1 masih masuk musim penghujan. Masukan debit air dari
sungai ke laut menyebabkan gerusan arus membawa material organik ke laut, dan
pergerakan arus tersebut menimbulkan efek riak dan berimbas pada asupan
oksigen dari udara masuk kedalam perairan. Konsep ini mempunyai keterkaitan
dengan konsep perairan lotik (berarus) dan perairan lentik (diam), dimana perairan
yang berkonsep lotik cenderung lebih tinggi kandungan oksigen terlarutnya
dibanding perairan lentik karena adanya arus, menyebabkan masuknya oksigen
ke perairan dan mengurangi beban bakteri aerob untuk mendegradasi bahan
organik.
92 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Sementara itu, untuk lokasi Biota laut ( Gunung Anyar Kali UPN, Kali
Wonorejo, Kali Lamong 1 dan Kali Lamong 2 ) di keempat titik lokasi mengalami
fluktuasi dengan tren penurunan dan kenaikan oksigen terlarut. Kondisi ini bisa
disebabkan banyak hal, diantaranya bisa dideteksi dengan nilai BOD atau COD.
Sebagai contoh adalah lokasi Kali Lamong 1, dengan nilai kandungan oksigen
terlarut yang cukup ekstrem dari 1,66 mg/lt dan 0,05 mg/lt dan nilai BOD berkisar
8,73 mg/lt dan 12,25 mg/lt, terdeteksi bahwa ada hubungan antara nilai oksigen
terlarut dengan BOD. Semakin rendah oksigen terlarut, semakin tinggi nilai BOD-
nya. Dan dalam kasus kali Lamong 1 yang nilai DO-nya tergolong rendah
dibanding baku mutu, ternyata nilai BOD-nya masih dibawah ambang batas.
Kondisi ini bisa mengarah bahwa partikel-partikel yang terlarut ataupun
tersuspensi memang kecenderungannya adalah bukan senyawa organik , tetapi
senyawa anorganik.
Grafik 3.5 Kondisi parameter oksigen terlarut di zona Biota laut pada
sampling tahun 2012 menunjukkan tren meningkat saat semester 2, kecuali
di kali Lamong 1. Tren peningkatan tersebut tidak memberikan pengaruh
besar karena nilai kandungan oksigen terlarut sudah diatas baku mutu atau
> 5 mg/lt.
Tinjauan oksigen terlarut untuk tahun 2009-2011, untuk zona Wisata Bahari pada
lokasi Kenjeran Pulau Pasir cenderung selalu diatas baku mutu yang ditetapkan
93 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
yaitu 5 mg/lt, sedangkan di lokasi Kenjeran Pengasapan Ikan, ada kecenderungan
fluktuasi negatif dimana pada semester 1 bernilai diatas baku mutu tetapi pada
saat semester 2 justru mengalami penurunan.
Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD atau disebut juga dengan kebutuhan oksigen biologis adalah suatu
analisa empiris yang digunakan untuk memprediksi proses mikrobiologis oleh
bakteri aerob untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang
terlarut dan sebagian zat organik yang tersuspensi dalam perairan.
Pemeriksaan BOD digunakan untuk menentukan beban pencemaran akibat
air buangan penduduk ataupun industri. Konsep dasarnya adalah peristiwa
alamiah berupa penguraian zat organik oleh bakteri aerob. Oleh karena bakteri
aerob, maka dibutuhkan oksigen dalam kegiatan tersebut, dan jelas akan
menghabiskan oksigen terlarut di perairan. Jika produksi oksigen terlarut tidak
dilakukan oleh para produsen seperti phytoplankton, maka kondisi perairan
lambat laun akan menjadi anaerobik. Kondisi ini akan merugikan bagi ikan dan
makhluk hidup heterotrop (tidak dapat memproduksi makanannya sendiri) lainnya.
Jika kejadian ini berlanjut terus, maka perairan akan menimbulkan bau busuk
karena hasil metabolit sekunder dari bakteri anaerob yang menggantikan kerja
bakteri aerob.
Sampling 2012 di zona Wisata Bahari, menunjukkan ada tren kenaikan nilai
BOD, meskipun masih dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 20 mg/lt. Di
lokasi Kenjeran Pulau Pasir terjadi kenaikan dari 2,1 mg/lt pada semester 1
menjadi 4,79 mg/lt pada semester 2. Sementara di lokasi Kenjeran Pengasapan
Ikan terjadi kenaikan dari 1,65 mg/lt menjadi 7,09 mg/lt pada semester 2 .
Meskipun nilai BOD dikedua lokasi ini meningkat, namun masih dibawah baku
mutu yang ditetapkan, sehingga dianggap masih aman.
Sementara, hasil sampling 2012 untuk zona Biota laut, terjadi tren kenaikan
nilai BOD untuk lokasi Gunung Anyar kali UPN dan Wonorejo serta kali Lamong 1.
Namun, untuk kali Lamong 2 mengalami tren kenaikan meskipun tidak tinggi.
Untuk keseluruhan zona Biota Air, nilai BOD masih dibawah baku mutu yang
ditetapkan sehingga masih dianggap aman.
94 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.6 Kondisi parameter BOD di zona Biota laut pada sampling tahun
2012, menunjukkan bahwa tren kenaikan nilai BOD ditunjukkan pada lokasi
Gunung Anyar kali UPN, Gunung Anyar kali Wonorejo dan kali Lamong 1.
Sedangkan di kali Lamong 2 terjadi penurunan nilai BOD. Meskipun begitu,
nilai BOD seluruh lokasi masih dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 20
mg/lt.
Tinjauan untuk tahun 2009 - 2011, baik untuk zona Wisata Bahari dan zona
Biota laut, nilai BOD masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan atau < 20
mg/lt. Kondisi ini cukup bagus, mengingat BOD mempunyai hubungan erat
dengan keberadaan Oksigen Terlarut, sehingga penggunaan oksigen terlarut
dapat lebih dimaksimalkan untuk biota lain dibandingkan digunakan oleh bakteri
aerob untuk mendegradasi bahan organik. Asumsi lainnya adalah, pencemaran
bahan organic di zona-zona ini cenderung rendah.
pH atau derajat keasaman
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda atau juga perairan. pH
normal memiliki nilai 7, sementara bila > 7 menunjukkan bahwa zat tersebut
memiliki sifat basa. Sedangkan bila <7 akan menunjukkan keasaman.
95 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.7 Kondisi parameter pH di seluruh zona sampling tahun 2012
menunjukkan angka yang cenderung sama yaitu 7. Kondisi ini menunjukkan
bahwa perairan di seluruh lokasi sampling masih bisa dikatakan cukup
bagus dari aspek nilai pH yang merupakan salah satu parameter dasar yang
akan memberikan dampak baik negative ataupun positif pada parameter fisik
- kimia lain.
Menunjukkan bahwa kondisi perairan mempunyai pH yang cenderung
netral dengan nilai 7. Hanya beberapa lokasi saja yang menunjukkan pH
mengarah pada angka diatas 7. Untuk baku mutu, sebenarnya zona wisata bahari
disyaratkan antara 7 – 8,5, zona pelabuhan disyaratkan 6,5 – 8,5 dan zona biota
laut disyaratkan 7 – 8,5. Namun untuk grafik diatas digunakan batas tertinggi yaitu
8,5. Dan secara umum, sampling tahun 2012 memang menunjukkan kondisi pH
yang cenderung tetap dari semester 1 ke semester 2. Sedangkan sampling dari
tahun 2009 – 2011 lalu, kisaran pH juga berada pada nilai 6 – 7,5 dan dianggap
cukup aman.
96 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Amoniak sebagai N (NH3-N)
Amoniak ( NH3 ) merupakan senyawa nitrogen yang akan menjadi NH4+ jika
berada pada pH rendah, dan disebut ammonium. Amoniak sendiri berada dalam
keadaan tereduksi (-3), dimana pada air permukaan cenderung berasal dari air
seni (urine) dan tinja. Selain itu, juga bisa berasal dari oksidasi zat organis secara
mikrobiologis yang berasal dari air buangan industrI dan penduduk ataupun
alamiah.
Grafik 3.8 Kondisi parameter Amoniak sebagai N (NH3-N) di zona Wisata
Bahari pada sampling tahun 2012
Ambang baku mutu amoniak yang diperbolehkan di lokasi wisata bahari
adalah nol atau nihil. Di zona wisata bahari, pada lokasi Kenjeran Pulau Pasir
terjadi peningkatan kandungan amoniak dari 0,0102 mg/lt menjadi 0,042 mg/lt
pada semester 2. Sementara pada lokasi Kenjeran Pengasapan Ikan justru terjadi
penurunan dari 0,0663 menjadi 0,0584 mg/lt pada semester 2. Identifikasi
ditemukannya amoniak pada suatu badan perairan di zona wisata bahari memang
dapat diasumsikan karena masukan dari aktivitas manusia, terutama yang terkait
dengan pembuangan limbah air seni atau tinja ke badan perairan.
97 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Dengan ditemukannya indikasi nilai amoniak diatas baku mutu yang
ditetapkan, dan konsep sumber amoniak yang berasal dari air seni ataupun tinja,
maka akan menjadi sangat berbahaya bila diketahui berada di lokasi wisata
bahari. Alaerts dan Santika (1985) menyatakan bahwa kadar amoniak yang tinggi
pada air sungai (tawar) selalu menunjukkan adanya pencemaran. Diduga kondisi
di kedua lokasi untuk wisata bahari tersebut tercemar melalui masuknya air tawar
dari darat sehingga memberikan hasil diatas nol / nihil, meskipun tidak tertutup
kemungkinan berasal dari alam atau bersifat alamiah dari proses oksidasi zat
organis yang dilakukan oleh bakteri.
Grafik 3.9 Kondisi parameter Amoniak sebagai N (NH3-N) di zona Pelabuhan
pada sampling tahun 2012
Sementara, untuk zona Pelabuhan yang disampling pada titik lokasi Nilam
Barat terdeteksi kadar amoniak sebesar 0,0867 mg/lt pada semester 1 dan
menurun menjadi 0,0474 mg/lt pada semester 2. Sedangkan pada titik lokasi
Nilam Timur terdeteksi 0,0897 mg/lt pada semester 1 menjadi 0,0566 mg/lt pada
semester 2, atau dianggap mengalami penurunan. Dan dari kedua lokasi tersebut,
deteksi amoniak dianggap aman karena masih dibawah baku mutu yang
disyaratkan yaitu < 0,3 mg/lt.
98 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Dan, untuk zona Biota laut yang disampling pada titik lokasi Kali Lamong 1
terdeteksi 0,015 mg/lt pada semester 1 menjadi 0,0411 mg/lt pada semester 2.
Dan di titik lokasi Kali Lamong 2 terdeteksi 0,0460 mg/lt pada semester 1 menjadi
0,0495 mg/lt pada semester 2. Secara umum, terjadi kenaikan meskipun tidak
signifikan karena masih dibawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 0,3 mg/lt.
Sulfida (H2S)
Sulfida atau hydrogen sulfide merupakan senyawa yang juga dihasilkan
oleh bakteri dalam mendegradasi bahan organik. Kondisi yang diutamakan adalah
kondisi anaerobik, atau disebut juga dengan kondisi tanpa oksigen. Oleh karena
itu, dengan menilik pada lokasi-lokasi sampling, maka kemungkinan kecil
terdeteksi gas H2S ini mengingat lokasi tersebut adalah perairan yang bersifat
lentik atau beriak gelombang.
Data hasil analisis laboratorium pada sampling tahun 2012, menunjukkan
untuk keseluruhan lokasi mengarah pada angka 0,001 mg/l baik pada semester 1
ataupun pada semester 2. Kondisi ini jika merujuk dalam informasi beberapa
literatur menyatakan bahwa gas hydrogen sulfide merupakan gas beracun,
sehingga disyaratkan nol atau nihil untuk seluruh kondisi lingkungan di lokasi-
lokasi sampling. Gas ini juga dicirikan dari baunya yang sangat khas yaitu seperti
bau telur busuk, hanya saja bau ini akan terendus bila kadarnya mencapai 0,13
mg/lt yang merupakan kadar atau konsentrasi minimal yang dapat
dirasakan/dibaui. Dan dari hasil analisis ini kisaran itu tak terpenuhi sehingga tidak
dijumpai bau tersebut.
Data zona Wisata Bahari (Kenjeran Pulau Pasir dan Kenjeran Pengasapan
Ikan), zona Pelabuhan (Nilam Barat dan Nilam Timur), dan zona Biota laut
(Gunung Anyar kali UPN, Gunung Anyar kali Wonorejo, kali Lamong 1 dan kali
Lamong 2) pada pengambilan sampel tahun 2012, ataupun dari rentang tahun
2009 - 2011, menunjukkan data yang cenderung stabil mengarah pada angka
0,001 mg/lt. Kecuali data tahun 2011, untuk beberapa lokasi sampling
menunjukkan angka > 0,001 mg lt. Dari keseluruhan data di ketiga zona tersebut,
selama rentang tahun 2009 - 2012, nilai kandungan sulfide masih dianggap
dibawah baku mutu yang disyaratkan, kecuali di zona Wisata Bahari yang
99 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
disyaratkan nol. Baku mutu untuk zona pelabuhan adalah 0,03 mg/lt dan untuk
zona Biota Air adalah 0,01 mg/lt. Sehingga secara umum, ditinjau dari parameter
sulfida, lokasi-lokasi sampling tersebut dapat dikategorikan aman, dengan
pertimbangan tertentu di zona Wisata Bahari.
Surfaktan Detergen
Terminasi surfaktan detergen lebih jelasnya adalah sebagai berikut yaitu,
konsep awal bahasan sebenarnya adalah detergen yang mempunyai definisi
campuran dari berbagai bahan yang digunakan untuk membantu pembersihan,
dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dan jika dibandingkan
dengan sabun, maka detergen mempunyai keunggulan dari daya cuci yang lebih
baik dan tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Komposisi detergen terdiri dari
surfaktan (zat aktif permukaan), builder (peningkat efisiensi kerja surfaktan), filler
(bahan tambahan untuk peningkat kuantitas detergen) , tidak memiliki fungsi
spesifik), dan aditif (suplemen untuk membuat detergen lebih menarik seperti
pewangi, pelembut dan sebagainya). Dari keempat komposisi tersebut, maka
surfaktanlah yang akan menjadi pokok pembicaraan terkait dengan pencemaran
perairan.
Surfaktan ( surface active agent ) merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda, yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (tidak suka air
atau suka lemak). Bahan aktif inilah yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan ( gaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada
permukaan zat cair sepanjang permukaan yang menyentuh benda) air, sehingga
dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan suatu bahan, seperti
pakaian. Oleh karena itu, detergen menjadi salah satu material favorit masyarakat
dalam mencuci pakaian karena mempunyai manfaat yang tinggi. Namun,
pemakaian detergen seringkali cenderung tinggi tak terkendali, sehingga surfaktan
sebagai senyawa aktif kimia detergen menjadi mencemari perairan sekitarnya.
Fungsi semula surfaktan sebagai pencuci pakaian, kemudian berkembang
menjadi bagian dari kegiatan industri, dikarenakan fungsi utamanya sebagai
penurun tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan
sistem emulsi dapat diaplikasikan untuk industri kosmetik, farmasi, pangan, cat
100 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan ataupun industri perminyakan. Hal ini
menimbulkan cemaran detergen menjadi semakin meluas, tidak hanya berasal
dari domestik tetapi juga dari industri komersial.
Ada dua parameter ukuran yang digunakan untuk menentukan sejauh
mana produk kimia dianggap aman di lingkungan, yaitu daya racun (toksisitas)
dan daya urai (biodegradable). Detergen jenis alkylbenzen sulfonat ( ABS ) dalam
lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah. Bahkan di lokasi
pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai dan sekitar 50% bahan
aktif ABS akan lolos dari pengolahan dan masuk ke sistem pembuangan akhir
yaitu sungai. Sedangkan LAS (linier alkyl sulfonat) cenderung lebih mudah
didegradasi secara biologis karena gugusnya lurus dan tidak bercabang.
Selain itu, detergen ABS yang tidak mudah terurai secara biologis oleh
bakteri, maka perairan tersebut lambat laun akan dipenuhi oleh busa, kemudian
menurunkan tegangan permukaan air, pemecahan kembali dari gumpalan (flok)
koloid, pengemulsian (terdiri dari dua zat yang tidak dapat bercampur) minyak,
pemusnahan bakteri yang berguna dan penyumbatan pori-pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan detergen adalah memicu terjadinya
eutrofikasi di perairan. Hal ini dikarenakan penggunaan detergen dengan
kandungan fosfat yang tinggi. Eutrofikasi ini akan menimbulkan pertumbuhan tak
terkendali bagi enceng gondok dan menyebabkan pendangkalan perairan. Dan
sebaliknya, detergen dengan kandungan fosfat rendah beresiko menyebabkan
iritasi pada tangan dan alat gerak lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa detergen memang favorit untuk digunakan
oleh masyarakat luas. Hal ini terbukti dari hasil sampling tahun 2012 di zona
Wisata Bahari yaitu Kenjeran Pulau Pasir dan Kenjeran Pengasapan Ikan yang
terdeteksi mencapai 0,484 mg/lt dan 0,532 mg/lt di semester 1, menjadi 0,5264
mg/lt dan 0,656 mg/lt di semester 2 atau mengalami kenaikan. Sementara, baku
mutu yang disyaratkan adalah hanya 0,001 mg/lt. Oleh sebab itu, kemungkinan
besar tingginya kandungan surfaktan detergen di kedua lokasi ini adalah karena
masukan dari darat dan mengalami kenaikan saat semester 2 karena minimnya
debit dari darat menuju ke laut
101 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.10 Kondisi parameter surfaktan detergen di zona Pelabuhan pada
sampling tahun 2012
Sedangkan di zona Pelabuhan dan zona Biota laut, meskipun kisaran
deteksi parameter surfaktan detergen adalah 0,574 – 0,613 mg/lt ( di lokasi Nilam
Timur smt 1 – smt 2 ), dapat dikategorikan aman karena berada dibawah baku
mutu yang disyaratkan yaitu 1 mg/lt.
Untuk data tahun 2009 - 2011, zona Wisata Bahari memang masih diatas
baku mutu yang ditetapkan, bahkan deteksi di tahun 2012 justru lebih tinggi
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sementara untuk zona Pelabuhan dan zona
Biota Air, juga masih dibawah baku mutu yang ditetapkan namun data tahun 2012
juga cenderung makin tinggi.
Nitrat
Nitrat sebenarnya merupakan hasil dari proses nitrifikasi dari amoniak
dengan bantuan bakteri aerob. Sehingga pembentukan nitrat juga dipengaruhi
oleh kandungan oksigen terlarut yang ada di perairan. Amoniak yang mengalami
nitrifikasi akan berubah menjadi nitrit dan nitrat, dengan proses kimiawi sebagai
berikut :
102 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2 NH4+ + 3 O2 -------bakteri---------- > 2 NO2
- + 4 H+ + 2 H2O + energi ( proses
pembentukan nitrit )
2 NO2- + O2 -----bakteri-------------- > 2 NO3
- + energi (proses pembentukan nitrat)
Nitrit sendiri biasanya tidak akan bertahan lama dan merupakan keadaan
sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrat, yang dapat terjadi pada
instalasi pengolahan air buangan ( termasuk air sungai ataupun system drainase ).
Oleh karena itu, dalam parameter kualitas perairan seringkali yang dilihat adalah
nitrat, bukan nitrit.
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang bersifat stabil. Nitrat juga
merupakan salah satu unsur penting untuk sintesis protein tumbuhan dan hewan,
namun pada konsentrasi tinggi akan menstimulasi pertumbuhan ganggang yang
tak terbatas (bila beberapa parameter seperti fosfat juga terpenuhi) oleh karena
itu, nitrat mempunyai hubungan erat dengan fosfat dalam kaitannya dengan
parameter pengukuran kualitas air). Oleh karena itu pula, tingginya kadar nitrat
akan berakibat pada penurunan kadar oksigen terlarut yang akan berimbas pula
pada kematian ikan.
Sumber nitrat dapat berasal dari buangan industri bahan peledak, piroteknik
(semacam industri yang berkaitan erat dengan penggunaan materi untuk bahan
peledak juga, termasuk petasan), pupuk, cat dan sebagainya. Sebenarnya kadar
nitrat di alam cukup rendah, namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi apabila lokasi
terdekat dengan lokasi sampling mengaplikasikan pupuk nitrat (termasuk NPK).
Jika kadar nitrat cukup tinggi pada usus manusia, maka akan diubah menjadi nitrit
yang dapat menyebabkan metamoglobinemi (methemoglobin) yaitu kondisi
kekurangan oksigen, terutama pada bayi (sehingga raut muka bayi cenderung
terlihat berwarna biru ~ blue babies).
103 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.11 Kondisi parameter nitrat di zona Wisata Bahari dan Biota Laut
pada sampling tahun 2012 menunjukkan bahwa ada tren kenaikan dari
semester 1 ke semester 2
Terjadi tren kenaikan nilai kandungan nitrat dari seluruh lokasi sampling
(kecuali Kenjeran Pulau Pasir) dari semester 1 ke semester 2. Tingginya
kandungan nitrat nantinya akan memberikan pengaruh negatif juga jika diikuti
dengan kandungan fosfat yang tinggi. Salah satu efeknya adalah penurunan nilai
oksigen terlarut, dan tentu saja akan berimbas pada kurangnya pasokan oksigen
bagi biota laut lainnya.
Data tahun 2009 - 2011 untuk nitrat, cenderung mengalami penurunan
dibanding dua tahun sebelumnya, kecuali untuk semester 2 pada lokasi kali
Lamong 1. Hal ini menandakan bahwa dinamisasi konsentrasi nitrat sangat tinggi,
yang artinya sumber nitrat dan juga kaitannya penggunaan nitrat oleh biota laut
sangat mempengaruhi.
Fosfat
Umumnya fosfat di perairan, baik alamiah ataupun limbah industri, berada
dalam bentuk ortofosfat, poli-fosfat dan fosfat organis. Ortofosfat adalah senyawa
monomer seperti H2PO4-, HPO4
- dan PO43-, sedangkan polifosfat (disebut juga
104 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
dengan condensed phosphates) merupakan senyawa polimer seperti (PO3)63-
(heksametafosfat), P3O105- (tripolifosfat) dan P2O7
4- (pirofosfat) dan fosfat organis
adalah P yang terikat dengan senyawa-senyawa organis sehingga tidak berada
dalam larutan secara terlepas. Pada air alam atau air buangan, fosfor P yang
terlepas dan senyawa P selain yang disebutkan diatas hampir tidak ditemui.
Pada air limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk,
industri ataupun pertanian. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan
pupuk yang masuk kedalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.
Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang
menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat seperti industri
pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air
buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari
ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun
tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya. Bermacam-macam jenis fosfat
juga dipakai untuk pengolahan anti-karat dan anti-kerak pada pemanas air (boiler).
Grafik 3.12 Kondisi parameter fosfat di zona Wisata Bahari dan Biota Laut
pada sampling di tahun 2012. Tren naik dan turun dari semester 1 ke
semester 2 menunjukkan bahwa kandungan fosfat cenderung sangat
dinamis dan tidak bergantung pada konsep musim kemarau dan hujan.
Tingkatan konsentrasi tertinggi tetap di kali lamong 1, sama halnya dengan
konsentrasi nitrat yang juga sangat tinggi di kali lamong 1.
105 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Melihat kondisi teoritis tersebut diatas, maka parameter fosfat memang
mempunyai hubungan erat dengan parameter lain seperti nitrat dan juga
kandungan oksigen terlarut. Dari hasil analisa di hampir keseluruhan lokasi wisata
bahari dan biota air, nilai fosfat mempunyai kecenderungan lebih tinggi dibanding
baku mutu, kecuali di lokasi Kenjeran Pengasapan Ikan pada semester 2 yang
berkisar di angka 0,012 mg lt atau 0,003 mg/ltlebih rendah dibandingkan baku
mutu.
Dinyatakan bahwa bila kadar fosfat dalam air alam mencapai < 0,01 mg/l
maka dikatakan sangat rendah, akibatnya pertumbuhan tanaman dan ganggang
akan terhalang, dan keadaan ini dianggap sebagai oligotropi ( tidak subur ). Dan
jika melihat kadar fosfat di keseluruhan lokasi sampling berkisar pada angka 0,012
– 1,5113 mg/l, artinya klasifikasi kategori keseluruhan lokasi sampling ditinjau dari
nilai fosfatnya adalah rendah hingga tinggi.
Selain itu, parameter fosfat dalam baku mutu tersebut memang tidak
menyebutkan lebih lanjut mengenai spesifikasi fosfat yang diperoleh. Pemilihan
senyawa fosfat yang akan dianalisa tergantung pada keperluan pemeriksaan dan
keadaan badan air. Untuk sampel air alam yang jernih dan diperlukan untuk
pemanfaatan tertentu (misal penyediaan bahan baku air minum), mungkin hanya
diperlukan pemeriksaan fosfat total terlarut dan ortofosfat terlarut. Dan hal ini agak
berbeda jika peruntukannya juga berbeda.
Sementara, dibandingkan data tahun 2009 - 2011, data konsentrasi fosfat
tahun 2012 ini memiliki tren menurun, kecuali lokasi kali Lamong 1 yang masih
cukup tinggi, meskipun penurunan tersebut masih dalam lingkup diatas baku mutu
yang ditetapkan.
Senyawa Phenol / Fenol
Fenol merupakan salah bahan pencemar yang sering dianggap
menimbulkan masalah pada badan perairan. Fenol termasuk dalam golongan
hidrokarbon aromatis, dan bila mencemari perairan dapat membuat rasa dan bau
tak sedap, dan pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan kematian
organisme di perairan tersebut.
106 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Fenol disebut pula asam karbolat atau benzenol, berwujud zat Kristal tak
berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH, dan
strukturnya memiliki gugus hidroksil (OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata
fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatic yang
berikatan dengan gugus hidroksil. Dengan kelarutan terbatas dalam air yaitu, 8,3
gr/100 ml, namun fenol juga memiliki sifat cenderung asam atau dapat
melepaskan ion H- dari gugus hidroksilnya. Dan pengeluaran ion tersebut
menjadikan anion fenoksida C6H5O- dapat dilarutkan dalam air.
Secara alami, fenol berasal dari kotoran hewan dan juga material
dekomposisi organik. Namun, masukan limbah pada kilang minyak, proses
konversi batubara menjadi bahan bakar gas ataupun bahan bakar cair, dan
produksi batu arang serta buangan dari proses pengolahan limbah kota juga turut
andil dalam meningkatkan kadar fenol di perairan.
Grafik 3.13 Grafik kondisi parameter fenol di seluruh zona tahun 2012 dan
lokasi menunjukkan angka diatas baku mutu. Baku mutu untuk lokasi
kenjeran pulau pasir dan kenjeran pengasapan ikan disyaratkan nol atau
nihil dan untuk lokasi lainnya adalah 0.002 mg/lt. Tren semester 1 dan 2
untuk seluruh lokasi tidak jauh berbeda, ada dugaan hal ini terkait dengan
limit deteksi dari alat yang digunakan.
107 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Untuk lokasi wisata bahari ( kenjeran pulau pasir dan kenjeran pengasapan
ikan), baku mutu yang disyaratkan adalah nihil. Namun, hasil dari analisis
menunjukkan angka 0,001 mg/l pada kedua lokasi tersebut. Dugaan paling kuat
adalah masukan kotoran hewan dan material dekomposisi organik memegang
peran penting adanya senyawa fenol tersebut, mengingat lokasi tersebut
merupakan lokasi yang dekat padat penduduk. Namun dengan kadar 0,001 mg/l
bisa jadi dianggap terlalu kecil, sehingga belum bisa dikatakan terlalu
membahayakan.
Sementara, untuk lokasi pelabuhan (nilam barat dan nilam timur) serta
lokasi biota air ( gunung anyar kali UPN, gunung anyar kali Wonorejo, kali Lamong
1 dan kali Lamong 2 ), baku mutu yang disyaratkan adalah 0,002 mg/l. Dan di
seluruh lokasi tersebut, kadar fenol terdeteksi 0,005 mg/l atau lebih dari dua kali
lipat baku mutu yang disyaratkan. Kondisi ini, memang cukup sulit untuk dijelaskan
lebih lanjut mengingat nilai fenol dari tahun ke tahun memang selalu dalam kondisi
relatif stabil, contohnya di lokasi nilam Timur yang bernilai 0,005 mg/l selama
rentang tahun 2009 – semester pertama 2012. Ada dugaan kondisi ini diakibatkan
dari tumpahan minyak mentah ataupun oli dari kapal-kapal yang bersandar di
lokasi sampling, sehingga kadarnya terdeteksi sejumlah tersebut.
Terkait dengan toksisitasnya, nilai LC50 ( lethal concentration 50% ) fenol
pada ikan uji selama 96 jam berkisar dari 7 – 36 mg/l. Dengan merujuk hal ini,
maka konsentrasi yang terdeteksi dengan tiga angka dibelakang koma, memiliki
kemungkinan kecil untuk menjadi berbahaya di perairan tersebut.
3. 3 PARAMETER LOGAM TERLARUT
Seng (Zn)
Seng atau zink merupakan unsur kimia dengan lambang Zn, mempunyai
nomor atom 30 dengan massa atom 65,39. Secara kimiawi seng mempunyai
kemiripan dan magnesium ( Mg ) karena ion kedua unsur berukuran hampir sama.
Terletak pada golongan 12 pada tabel periodik, seng masih dikategorikan logam
yang tidak begitu berbahaya karena masih dibutuhkan oleh makhluk hidup
meskipun dalam jumlah relatif minimal.
108 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Konsentrasi seng diseluruh lokasi sampling tahun 2012 menunjukkan
angka 0,0075 mg/lt. Sementara baku mutu untuk zona wisata bahari (kenjeran
pulau pasir dan pengasapan ikan) adalah 0,095 mg/lt, zona pelabuhan (nilam
barat dan timur) 0,1 dan zona biota laut (gunung anyar kali UPN, gunung anyar
kali Wonorejo, kali Lamong 1 dan 2) adalah 0,05 mg/lt. Hal ini menandakan bahwa
konsentrasi logam berat seng masih dibawah baku mutu yang ditetapkan.
Sementara pada tahun 2009-2011, kondisi ini juga tidak jauh berbeda
dengan kondisi tahun 2012. Kemungkinan besar kontribusi seng tersebut berasal
dari sumber alamiah, bukan dari industri atau rumah tangga karena kestabilan
konsentrasi yang terdeteksi. Terlebih itu, dugaan kemampuan deteksi alat juga
terbatas sehingga terindikasi selalu pada angka yang sama, meskipun sebenarnya
tidak terlalu bermasalah karena masih dibawah baku mutu yang ditetapkan.
Sebagai zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh manusia,
defisiensi seng dapat menyebabkan anak-anak mengalami gangguan
pertumbuhan, mempengaruhi kematangan seksual dan mudah terkena infeksi.
Namun, bila kelebihan dapat menyebabkan ataksia (symptom dengan ditandai
berkurangnya kemampuan koordinasi gerakan otot) dan lemah lesu. Dengan data
hasil sampling, maka seng masih dikategorikan cukup aman di seluruh lokasi
sampling.
109 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.14 Grafik kondisi parameter logam Seng (Zn) di seluruh zona tahun
2012 dengan ragam nilai baku mutu untuk zona yang berbeda, konsentrasi
logam berat seng berada di bawah baku mutu yang ditetapkan. Seng
merupakan salah satu logam berat yang masih dibutuhkan oleh organisme
hidup, meskipun dalam jumlah yang relative sedikit, maka keberadaan seng
di perairan ini dianggap aman.
Krom heksavalen (Cr6+)
Kata krom atau chromium berasal dari bahasa Yunani (chroma) yang
berarti warna. Dilambangkan dengan Cr, mempunyai nomor atom 24 dan massa
atau berat atom 51,996. Sumber utama Cr di lingkungan, diduga terbanyak dari
kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan dari pembakaran serta mobilisasi
bahan-bahan bakar. Sementara, di perairan, Cr dapat masuk melalui dua cara,
secara alamiah ataupun non alamiah. Secara alamiah bisa melalui pengikisan
yang terjadi pada batuan mineral serta partikel-partikel Cr di udara yang terbawa
turun oleh hujan. Sedangkan non alamiah, cenderung dari kegiatan industri
ataupun rumah tangga.
Cr termasuk logam berat yang mempunyai daya racun tinggi, dan hal
tersebut ditentukan oleh valensi ionnya. Ion Cr6+ merupakan bentuk logam Cr
yang paling banyak dipelajari sifat racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion
110 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Cr2+ dan Cr3+. Dan sifat racun yang dibawa oleh logam ini juga dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis.
Data mengenai efek kronis dari Cr umumnya merupakan hasil-hasil
penelitian atau percobaan yang dilakukan pada hewan pada skala laboratorium.
Pemberian per oral dengan kisaran dosis 1500 mg/kg BB pd tikus menunjukkan
efek atau pengaruh keracunan yang paling rendah, sementara perlakuan dengan
200-300 mg/kg melalui injeksi pada kulit memperlihatkan pengaruh keracunan
tingkat menengah. Dan pengaruh tertinggi terlihat pada dosis 10-50 mg/kg yang
dipaparkan melalui sub kulit/sub cutanea. Sedangkan data mengenai efek akut Cr
sehingga menyebabkan kematian tikus percobaan adalah 30 mg/kg, dan pada
marmot mencapai 400 mg/kg.
Dari hasil analisa tahun 2012, maupun ditahun-tahun sebelumnya (2009 –
2011) di lokasi wisata bahari (kenjeran gunung pasir dan pengasapan ikan),
terdeteksi masing-masing 0,003 mg/l sementara baku mutu yang disyaratkan
adalah 0,002 mg/l, artinya terdeteksi sedikit diatas baku mutu yang disyaratkan.
Pada lokasi biota air (gunung anyar kali UPN, kali Wonorejo, kali Lamong 1 dan
kali Lamong 2) terdeteksi juga masing-masing 0,003 mg/l, sementara baku yang
disyaratkan adalah 0,005 mg/l, yang berarti masih dibawah baku mutu. Kondisi ini
sebenarnya masih bisa dianggap belum berbahaya karena nilai Cr yang terdeteksi
masih sedikit diatas baku mutu untuk lokasi wisata bahari.
111 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.15 Kondisi parameter logam krom di zona biota laut tahun 2012
pada semester 1 dan 2 menunjukkan data yang tidak berubah sama sekali
yaitu pada kisaran angka 0,003 mg/lt. Untuk zona wisata bahari (kenjeran
pulau pasir dan kenjeran pengasapan ikan) lebih tinggi 0,001 mg/lt dibanding
baku mutu, sedangkan di zona biota air konsentrasi yang ditemukan masih
dibawah baku mutu yang ditetapkan.
Raksa (Hg)
Raksa atau merkuri (Hg), merupakan satu dari sedikit logam berat yang
berwujud cair. Menempati nomor atom 80 dengan massa atau berat atom 200,59,
merupakan logam berat yang paling beracun dibanding logam berat lainnya.
Pemakaian Hg cukup luas di lingkup industri, seperti bidang pertanian untuk
fungisida, dan merupakan penyebab yang cukup penting dalam peristiwa
keracunan Hg pada organisme hidup. Selain itu, penggunaan Hg juga diarahkan
untuk pembentukan senyawa organomerkuri yang berfungsi untuk menghalangi
pertumbuhan jamur pada bibit tanaman. Sehingga Hg menjadi mudah untuk
ditemukan dilokasi-lokasi yang terletak dekat dengan pertanian, termasuk juga
badan perairan.
Selain bidang pertanian, Hg juga digunakan oleh industri pulp dan kertas
untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses
112 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
penyimpanan, sehingga menjadi sangat berbahaya bila kertas digunakan sebagai
alat pembungkus makanan.
Dari hasil sampling di seluruh lokasi wisata bahari, biota laut ataupun
pelabuhan, kadar Hg yang terdeteksi adalah 0,001 mg/l. sementara baku mutu
untuk zona wisata bahari 0,002 mg/l, zona biota laut 0,001 mg/l, dan zona
pelabuhan 0,003 mg/l.
Grafik 3.16 Kondisi parameter logam Hg (raksa) di keseluruhan lokasi
sampling pada tahun 2012 adalah sama yaitu pada angka 0,001 mg/lt. Angka
ini sama dengan baku mutu untuk zona biota laut yaitu untuk lokasi gunung
anyar kali UPN hingga kali Lamong 2. Sedangkan untuk zona wisata bahari
baku mutu mengarah pada angka 0,002 mg/lt dan zona pelabuhan mengarah
pada 0,003 mg/lt. Rendahnya nilai baku mutu di zona biota laut dikarenakan
sifat raksa yang akumulatif melalui mekanisme rantai makanan sehingga
dikhawatirkan akan memberikan efek akumulatif lebih tinggi pada struktur
tropik yang lebih tinggi pula, termasuk manusia yang memanfaatkan biota
laut yang diperoleh dari lokasi sampling.
Dari data grafik gambar diatas, maka parameter raksa cukup bisa
dinyatakan aman karena masih dalam konsentrasi yang ditetapkan dan dibawah
baku mutu yang disyaratkan. Begitu juga dengan kondisi monitoring pada tahun
113 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
2009 - 2011, yang berkisar pada angka yang sama dengan tahun 2012. Hal ini
mengisyaratkan bahwa di lokasi-lokasi sampling ini, masukan raksa dapat diduga
merupakan kontribusi terbesar dari alam, dan bukan dari industri atau domestik.
Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cuprum (Cu). Dalam tabel periodic unsure
kimia menempat nomor atom 29 dan berat atom 63,594. Pada badan perairan,
terutama laut, tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti
CuCO3+, CuOH- dan lain sebagainya. Umumnya sumber masukan Cu di
lingkungan, terutama diperairan dapat berasal dari industri galangan kapal karena
memanfaatkan Cu sebagai campuran bahan pengawet. Selain itu, industri
pengolahan kayu, buangan rumah tangga juga dapat memberikan kontribusi
tinggi.
Agak berbeda dibandingkan logam berat lain seperti Hg, Cd dan Cr, maka
Cu merupakan logam berat yang dipentingkan atau disebut juga logam berat
esensial. Artinya, meskipun beracun, unsur logam Cu ini sangat dibutuhkan oleh
tubuh namun dalam jumlah yang sedikit. Dan, toksisitas Cu baru akan bekerja dan
memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk kedalam tubuh
organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait.
114 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Kenje
ran Pulau Pasir
Kenjeran P.
Ikan
Nilam
Barat
Nilam
Timur
Gunung
Anyar Kali UPN
Gn Anyar Kali Won
o
Kali Lamo
ng 1
Kali Lamo
ng 2
Sem 1 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015
Sem 2 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015
Baku Mutu 0.05 0.05 0.05 0.05 0.008 0.008 0.008 0.008
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
Tem
baga
Kandungan Tembaga (Cu) di seluruh Zona
Sem 1
Sem 2
Baku Mutu
Grafik 3.17 Kondisi parameter logam Tembaga (Cu) di keseluruhan lokasi
sampling pada tahun 2012 menunjukkan data yang selalu sama dari
semester 1 ke semester 2, baik untuk zona wisata bahari, pelabuhan dan
biota laut. Sementara baku mutu untuk dua zona pertama adalah sama yaitu
0.05 mg/l sedangkan untuk zona biota laut disyaratkan kurang dari 0.008
mg/lt. Artinya, untuk dua zona pertama kondisi perairan ditinjau dari logam
Cu dianggap tidak bermasalah, sedangkan untuk zona biota laut bernilai
lebih tinggi dan dianggap beresiko.
Konsentrasi logam Cu untuk sebagian zona memang dibawah baku mutu
yang disyaratkan. Tapi untuk zona biota laut, konsentrasinya cenderung melebihi.
Kondisi ini dianggap beresiko mengingat jika kandungan logam berat di perairan
sudah melebihi yang disyaratkan, maka ada kemungkinan mekanisme akumulasi
pada biota laut juga akan cukup tinggi. Yang di khawatirkan adalah apabila biota
laut yang dipanen dari lokasi atau zona dengan kandungan logam Cu yang tinggi,
maka manusia sebagai konsumen terakhir mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mengakumulasi logam Cu yang tinggi pula, yang sebenarnya kebutuhan akan Cu
relatif rendah. Tingginya kadar Cu dalam tubuh manusia akan menyebabkan efek
samping yang tidak diinginkan, diantaranya dapat merusak hati dan memacu
terjadinya sirosis (kerusakan hati yang sangat parah). Gejala dini umumnya
adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah, sakit perut, mual dan muntah.
115 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Beberapa informasi terkait dengan efek dari Cu, diantaranya adalah apabila
kelebihan konsentrasi Cu dalam tubuh manusia akan menyebabkan penyakit
Wilson, yaitu suatu penyakit genetik yang mana tubuh tidak mampu untuk
mencegah masuknya zat tembaga atau Cu dalam jumlah lebih. Pada penyakit ini ,
Cu akan mengumpul di hati, otak, mata dan organ lain. Dan penyakit ini
diestimasikan terjadi pada 1 dari 30.000 orang didunia. Akan tetapi, bila
kekurangan Cu (terutama pada bayi premature, bayi dalam masa penyembuhan,
dan malnutrisi berat) dalam waktu yang lama akan menyebabkan suatu penyakit
keturunan yang disebut dengan sindroma (Menkes).
Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan Pb. Termasuk
dalam kelompok logam golongan IV-A dengan nomor atom 82 dan berat atom
207,2.
Penggunaan Pb di dunia industri sudah cukup banyak, diantaranya
industeri bateri sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan
logam bismuth (Pb-Bi). Selain itu, juga digunakan sebagai bahan aktif dalam
pengaliran arus elektron. Pb di perairan dapat diakibatkan mekanisme alamiah
ataupun dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb masuk ke badan
perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping
itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin
juga berpengaruh. Sebagai dampak dari aktivitas kehidupan manusia, masuknya
Pb di perairan berkaitan erat dengan air buangan atau limbah, baik dari industri
pertambangan biji timah hitam ataupun industri baterai.
Senyawa Pb di perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion-ion divalent
atau ion-ion tetravalent (Pb2+, Pb4+). Ion Pb divalent digolongkan kedalam
kelompok ion logam kelas antara (logam transisi yang memiliki sifat khusus
sebagai pengganti logam – logam kelas A dan B), sedangkan ion Pb tetravalent
digolongkan pada kelompok ion logam kelas B (logam yang mudah bereaksi
dengan belerang dan nitrogen). Pb tetravalent mempunyai daya racun lebih tinggi
bila dibandingkan dengan ion Pb divalent, namun ada penelitian juga yang
116 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
menyatakan sebaliknya. Pada intinya, baik divalent ataupun tetravalent
mempunyai toksisitas yang tinggi di perairan.
Dari hasil analisa laboratorium, lokasi wisata bahari, biota laut ataupun
pelabuhan semua titik sampling terdeteksi Pb sebesar 0,0036 mg/l. Sedangkan
baku mutu untuk wisata bahari sebesar 0,005 mg/l, biota laut sebesar 0,008 mg/l
dan pelabuhan sebesar 0,05 mg/l. Sehingga dari hasil analisa laboratorium
diperoleh kesimpulan bahwa keseluruhan titik sampling masih berada dibawah
baku mutu yang ditetapkan.
Grafik 3.18 Kondisi parameter logam Timbal (Pb) tahun 2012 untuk seluruh
lokasi mengindikasikan angka yang sama pada parameter logam Pb yaitu
0,0036 mg/lt. Kondisi ini juga terjadi dalam rentang tahun 2009-2011.
Sementara baku mutu untuk seluruh zona tidak terpenuhi, artinya nilai
konsentrasi atau kadar dari parameter logam Pb masih dibawah baku mutu
atau dapat dikatakan masih aman.
Nikel (Ni)
Nikel yang memiliki sImbol Ni mempunyai nomor atom 28, bersifat tahan
karat sehingga seringkali dipadukan dengan krom dan besi untuk menghasilkan
baja tahan karat (stainless steel) yang banyak diaplikasikan untuk peralatan
117 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
didapur, ornamen rumah dan juga komponen industri. Oleh karena itu, Ni menjadi
salah satu logam berat yang cukup sering dijadikan komoditas industri, dan tentu
saja berpotensi mencemari lingkungan termasuk perairan.
Grafik 3.19 Kondisi parameter logam Nikel (Ni) di zona Wisata Bahari dan
Biota Laut pada sampling tahun 2012. Konsentrasi Ni yang terdeteksi adalah
0,0339 mg/lt untuk seluruh lokasi sampling, sementara nilai baku mutu untuk
zona wisata bahari adalah 0.075 mg/lt dan zona biota laut adalah 0.05 mg/lt.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar logam Ni untuk seluruh lokasi
sampling masih dianggap normal atau tidak membahayakan.
Cadmium (Cd)
Cadmium atau Cd merupakan salah satu logam berat yang mempunyai
toksisitas tertinggi setelah merkuri atau raksa atau Hg. Sumber utama Cd di
lingkungan terbanyak dari efek samping aktivitas manusia, bahkan boleh
dikatakan semua bidang industri yang melibatkan Cd dalam proses operasional
industrinya menjadi sumber pencemaran.
118 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Grafik 3.20 Kondisi parameter logam Cadmium (Cd) tahun 2012 di seluruh
lokasi menunjukkan angka yang sama yaitu 0,001 mg/lt. Sekali lagi, kondisi
perairan dengan parameter tertentu mempunyai nilai yang sama pada semua
lokasi sampling. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya konsentrasi
kadmium di perairan tersebut bisa jadi lebih kecil dari 0,001 mg/lt, namun
karena keterbatasan deteksi limit alat yang digunakan maka nilai yang keluar
adalah 0,001 atau batas minimal deteksi alat terhadap suatu material /
substansi tertentu.
Data dari hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa seluruh lokasi
sampling (wisata bahari, biota laut dan pelabuhan) terdeteksi sekitar 0,001 mg/l.
Sementara, baku mutu untuk lokasi wisata bahari sebesar 0,002 mg/l, lokasi biota
laut sebesar 0,001 mg/l dan lokasi pelabuhan sebesar 0,01 mg/l. Artinya, dari
keseluruhan lokasi sampling, nilai Cd terdeteksi masih dianggap sama atau
dibawah baku mutu yang disyaratkan. Oleh karena itu kondisi perairan dianggap
aman dari kemungkinan pencemaran oleh logam cadmium atau Cd.
119 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
3.4 Parameter Biota
Plankton
Data hasil pengambilan sampel plankton (Fitoplankton dan zooplankton) di
dua lokasi kegiatan pemantauan yaitu muara kali Wonorejo dan muara kali UPN
menunjukkan bahwa antara phytoplankton dan zooplankton dalam laporan sampel
digabung menjadi satu, dan kemudian dicari nilai indeks keanekaragamannya.
Ada beberapa hal yang mendasari penggabungan antara phytoplankton dan
zooplankton untuk kemudian dicari nilai indeks keanekaragamannya, diantaranya
adalah baku mutu air laut untuk biota laut (lampiran III) berdasar KepMen LH
No.51/2004 memang tidak menyebutkan secara detail untuk memisahkan antara
phytoplankton dan zooplankton. Oleh karena itu data sampel oleh pihak
laboratorium diarahkan untuk digabung.
Sebenarnya, konsep awal masuknya parameter plankton dalam peraturan
perundangan tersebut lebih diarahkan ke mekanisme terjadinya blooming atau
tidak, dengan keterangan lebih lanjut, konsep blooming adalah terjadinya
pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi ( peningkatan
unsur hara yang berlebih dapat menyebabkan pencemaran air yang disebabkan
oleh munculnya nutrien yang berlebih pada ekosistem air ) , dimana pertumbuhan
tersebut bisa jadi dipengaruhi oleh nutrient, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan
kestabilan plankton itu sendiri. Ada beberapa kelemahan terkait dengan
keterangan tersebut, yaitu tidak dicantumkannya criteria kategori blooming dengan
nominal jumlah sel per 100 ml, sesuai dengan satuan untuk parameter plankton
tersebut. Oleh karena itu, konsep blooming pada parameter plankton menjadi bias.
Sebenarnya kategori blooming, dengan mengarah pada konsep eutrofikasi
bisa ditinjau dari beberapa sumber diantaranya :
- Pihak Departemen Kelautan dan Perikanan, dalam kaitannya dengan
keterangan, menetapkan bahwa fitoplankton yang berbahaya (terkait
dengan red tide ataupun HABs) disyaratkan < 5000 individu / ml
(Aunurohim dkk., 2009)
- Goldman and Horne (1983), menyatakan bahwa suatu perairan
dikategorikan blooming fitoplankton jika kelimpahannya mencapai 5 x 106
120 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
sel/liter. Dan hal ini akan berakibat eutrofikasi, sehingga dikenal dengan
nama algal blooms.
Jika mengacu pada beberapa sumber dan kriteria tersebut, maka kondisi plankton
di lokasi sampling tidak masuk dalam kategori bloom, dalam artian kemungkinan
eutrofikasi terjadi relatif kecil. Hanya saja konsep eutrofikasi bila dibahas lebih
lanjut juga bisa dikaitkan dengan rumus tertentu dengan menggunakan data
fisikokimia yang dikenal dengan TRIP (Tropical Index for Marine) nantinya index
ini akan mengarahkan konsep pencemaran bahan organik.
Sampling untuk plankton hanya disyaratkan di lampiran III peraturan
perundangan KEPMEN LH Nomor 51/2004, yang dalam hal ini diwakili oleh zona
biota laut yaitu kali Lamong 1 dan kali Lamong 2. Data rincinya sebagai berikut :
Tabel 3.1 Kompilasi data plankton (phyto dan zoo) dari sampling tahun 2012
di zona Biota Laut yang diwakili lokasi kali Lamong 1 dan kali Lamong 2
No Nama Spesies
jumlah plankton (liter)
kali Lamong 1 kali Lamong 2
sem 1 sem 2 sem 1 sem 2
ni Di ni Di ni Di ni Di
1 Ankistrodesmus sp 85 16.70 102 16.04
2 Oscillatoria sp 136 26.72 161 25.31
3 Nitzschia sp 178 34.97 49 10.84 212 33.33 73 12.72
4 Micractinum sp 25 4.91 17 2.67
5 Navicula sp 51 10.02 51 8.02
6 Volvox sp 17 3.34
7 Ulothrix sp 17 3.34
8 Ghamposphaeria sp 68 10.69
9 Spyrogyra sp 8 1.26
10 Chloroccum sp 17 2.67
11 Pleurosigma sp 86 19.03 49 8.54
12 Achromatium oxaliferum 24 5.31 24 4.18
13 Stauroneis sp 37 8.19 73 12.72
14 Chilodonella uncinata 147 32.52 98 17.07
15 Tabellaria sp 86 14.98
16 Amphora ovalis 24 5.31
17 Elakatrothrix viridis 12 2.65
18 Synedra sp 61 10.63
19 Tetraspora sp 12 2.65
20 Coscinodiscus oculusiridis 61 13.50 37 6.45
21 Euchaeta marina 12 2.09
22 Chlorella variegatus 24 4.18
23 Geminella mutabilis 37 6.45
121 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
jumlah individu / lt 509 452 636 574
jumlah taksa 7 9 8 11
indeks diversitas (H’) 1.63
1.91
1.7
2.26
Indeks kemerataan (E) 0.84 0.87 0.82 0.94
Keterangan :
ni = jumlah individu per liter air sampel
Di = kelimpahan relatif tiap spesies (dalam %)
E = indeks kemerataan dengan rentang 0 – 1
(semakin mendekati angka 1 berarti semakin merata)
Data kompilasi dari tabel 1 diatas cukup menarik untuk disimak, salah
satunya adalah spesies yang ditemukan pada semester 1 sangat berbeda jauh
dengan spesies yang ditemukan pada semester 2 pada kedua lokasi sampling
tersebut, kecuali spesies Nitzschia sp yang ditemukan kontinu sepanjang tahun.
Diduga hal ini ada kaitannya dengan konsep musim penghujan dan juga musim
kemarau, dimana debit air dan juga faktor fisikokimia memberikan sedikit
pengaruh terhadap keberadaan spesies plankton tersebut. Selain itu, plankton
sebagai tumbuhan dan hewan mikroskopis di perairan yang mempunyai
pergerakan pasif dan sangat bergantung pada arus, menjadikannya tidak
konsisten keterdapatan pada suatu area titik sampling dengan hanya
menggunakan satu titik saja. Oleh karena itu, konsep tabel diatas yang
merupakan arahan untuk menuju ke synekology description dapat ditambahkan
dengan melakukan outecology description.
Sebenarnya, antara konsep blooming dan indeks keanekaragaman relatif
lemah jika dihubungkan. Konsep blooming terkait erat dengan jumlah individu atau
sel yang mendiami luasan atau volume tertentu, sehingga konsep ini berhubungan
erat juga dengan pemanfaatan ruang sebagai tempat hidup. Pada konsep
blooming tidak diperdulikan jenis spesies dan dan juga jumlah individu dari
spesies tersebut merata atau tidak. Sementara pada konsep indeks
keanekaragaman, jumlah spesies dan terutama jumlah individu setiap spesies
sangat mempengaruhi nilai indeks. Secara kebetulan, dalam kasus ini, jumlah total
individu masih < 5 x 106 sel/liter dan individu-individu penyusun setiap spesies
cenderung merata dengan nilai berkisar 0,82 – 0,94 yang berarti jumlah individu
122 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
setiap spesies penyusun komunitas merata. Tingginya nilai indeks diversitas
dipengaruhi oleh dua hal, yang utama adalah jumlah individu dari masing-masing
spesies penyusunnya relatif merata. Hal ini akan mengarah pada konsep
kestabilan komunitas. Jika terjadi dominasi spesies tertentu, akan berimbas pada
turunnya nilai indeks diversitas karena pemanfaatan ruang ataupun makanan
didominasi spesies tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan aliran energi di lokasi
tersebut menjadi hanya terfokus pada spesies dominan tersebut, sehingga energi
tidak bisa merata dimanfaatkan oleh spesies yang lainnya
3.5 Parameter Bakteri
Parameter bakteri mengacu pada baku mutu KepMenLH Nomor 51/2004,
mengarah pada Coliform (total) untuk zona perairan Pelabuhan, E coliform (faecal)
dan Coliform (total) untuk zona Wisata Bahari, kemudian Coliform (total) dan
pathogen untuk zona Biota Laut. Mengacu pada parameter tersebut, maka focus
pembahasan untuk parameter bakteri adalah pada Coliform (total), E coli (faecal)
dan pathogen.
Bakteri Pathogen
Konsep dasar parameter ini keluar pada peraturan perundangan tersebut
mempunyai beberapa hal penentu. Salah satu diantaranya adalah memahami
bahwa, bakteri-bakteri tersebut dapat membahayakan kesehatan umum
(pathogen) seperti Salmonella thyposa (penyakit tipus), Shigella dysenteriae
(disentri) ataupun Vibrio comma (kolera). Bakteri-bakteri tersebut tumbuh dalam
suasana yang cocok bagi dirinya yaitu usus manusia dan hewan berdarah panas
(burung dan mamalia). Jika tinja manusia yang sakit dan mengandung bakteri
tersebut masuk ke badan perairan, maka bakteri-bakteri tersebut akan tetap hidup
selama beberapa hari sebelum mati. Bila air tersebut diminum oleh manusia,
maka bakteri pathogen yang masih hidup akan masuk sekali lagi ke usus manusia
dan kemudian berkembang hingga dapat menyebabkan penyakit.
Namun, bakteri pathogen cenderung mempunyai konsentrasi yang sangat
rendah di perairan, sehingga menyulitkan untuk melakukan deteksi. Analisa
mikrobiologi akhirnya mengarah pada bakteri-bakteri yang bersifat “organisme
123 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
petunjuk” (indikator organism). Bakteri-bakteri ini salah satunya akan mengarah
pada petunjuk adanya cemaran dari tinja manusia atau hewan berdarah panas,
dan tentu saja mudah untuk dideteksi. Dengan demikian, bila organisme petunjuk
tersebut ditemukan dalam sampel air, berarti air tersebut dianggap telah tercemar
oleh tinja, dan ada kemungkinan cukup besar bahwa air tersebut mengandung
bakteri pathogen. Dan begitu juga sebaliknya. Tes dengan organisme petunjuk
adalah paling umum dan dapat dilaksanakan secara rutin, namun hasil tes ini tidak
boleh dianggap sebagai jawaban yang definitif.
Dari sekian banyak tes yang tersedia, maka ada beberapa tes yang bisa
dikaitkan dengan kualitas perairan, diantaranya bakteri total (coli total) dan E.coli.
Tes bakteri total akan memberi hasil mengenai jumlah semua bakteri yang ada
dalam sampel, sehingga tes tersebut menjadi kurang spesifik karena banyak jenis
bakteri yang bukan bakteri pathogen asal tinja akan ikut dijumlahkan. Bakteri
Escherichia coli (E.coli) merupakan petunjuk yang paling efisien sebagai
penanda, karena bakteri ini hanya terdapat dan selalu terdapat dalam tinja. Oleh
karena itu pula, tes E coli dianjurkan untuk digunakan dalam tes mikrobiologi,
meskipun pada beberapa sumber literature dan daftar standar mutu air, tes bakteri
total atau coli total masih digunakan.
E. coli merupakan kelompok bakteri heterotrop yang bersifat anaerob
fakultatif, artinya kelompok bakteri ini menggunakan bahan organic sebagai
sumber C dan sumber energinya. Kelompok bakteri ini dapat mendegradasi bahan
organic menjadi precursor anorganik melalui respirasi aerob sempurna atau
respirasi menggunakan oksigen sebagai electron aseptor terakhirnya, atau juga
dapat mendegradasi bahan organic menjadi asam-asam organic atau alcohol
ketika ketersediaan oksigen di lingkungannya menjadi terbatas. Kondisi keasaman
(pH) bisa menjadi salah satu parameternya. Bila pH cenderung asam, maka
proses metabolism yang dominan adalah fermentasi. Sedangkan bila pH
cenderung netral, maka proses metabolism yang terjadi didominasi oleh respirasi.
Total Coliform (Coliform total)
Dengan melihat pada paragraf awal sub bab parameter bakteri diatas,
maka penentuan parameter terkait dengan mikrobiologi pada pembahasan ini
124 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
adalah coliform total atau total koliform, dan grafik hasil sampling pada tahun 2012
ditampilkan pada gambar dibawah :
Gambar 3.21. Total coliform yang terdeteksi dari keseluruhan lokasi
sampling menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi naik turun dari semester 1 ke
semester 2. Namun, secara umum dengan memperhatikan data tabel, terlihat
bahwa hanya lokasi kali Lamong 2 yang konsisten selalu dibawah baku mutu
yang disyaratkan (1000 MPN/100 ml). Sedangkan lokasi kali Lamong 1
menjadi lokasi yang sangat tinggi konsentrasi total koliform pada semester
2.
Dengan mengacu pada konsep yang telah disebutkan diatas, maka total
coliform lebih cenderung hanya menampilkan keseluruhan bakteri yang terdeteksi,
tanpa bisa menspesifikkan kearah faecal coliform. Oleh karena itu, data sampling
2012 hanya bisa menunjukkan kondisi lokasi-lokasi sampling terkait dengan data
total coliform saja tanpa bisa menjelaskan lebih lanjut. Namun data ini penting
manakala disandingkan dengan data faecal coliform, sehingga arahan selanjutnya
adalah memprediksi bahwa keberadaan total coliform disuatu lokasi bisa lebih
dipahami
Dari grafik diatas, pada semester 1, nilai total coliform pada seluruh lokasi
cenderung diatas baku mutu yang disyaratkan (sesuai KepMenLH Nomor
125 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
51/2004) kecuali pada lokasi kali Lamong 1 dan kali Lamong 2. Sementara pada
semester 2, beberapa lokasi sampling mengalami penurunan berada dibawah
baku mutu yang disyaratkan yaitu kenjeran pulau pasir, kenjeran pengasapan
ikan, nilam barat dan gunung anyar kali wonorejo serta kali lamong 2. Namun
sebagian juga mengalami kenaikan dengan sangat drastis dan jauh melebih baku
mutu yang disyaratkan, yaitu kali Lamong 1. Hanya saja, diagnose dan hipotesis
kenaikan ini apakah berhubungan dengan bakteri pathogen ataukah faecal
coliform masih belum bisa dipastikan lebih lanjut sebelum dilakukan
pembandingan dengan data kedua parameter tersebut.
Faecal Coliform
Terkait dengan faecal coliform, maka secara umum mengarah pada
Escherichia coli. Nama genus Escherichia diambilkan dari nama penemunya yaitu
Theodore Escherich pada tahun 1885. E. coli merupakan kelompok bakteri
heterotrop yang bersifat anaerob fakultatif, artinya kelompok bakteri ini
menggunakan bahan organik sebagai sumber C dan sumber energinya. Kelompok
bakteri ini dapat mendegradasi bahan organik menjadi precursor anorganik
melalui respirasi aerob sempurna atau respirasi menggunakan oksigen sebagai
elektron aseptor terakhirnya, atau juga dapat mendegradasi bahan organik
menjadi asam-asam organik atau alcohol ketika ketersediaan oksigen di
lingkungannya menjadi terbatas. Kondisi keasaman (pH) bisa menjadi salah satu
parameternya. Bila pH cenderung asam, maka proses metabolism yang dominan
adalah fermentasi. Sedangkan bila pH cenderung netral, maka proses
metabolisme yang terjadi didominasi oleh respirasi.
126 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Gambar 3.22. Faecal coliform yang terdeteksi pada semester 1 dan 2 tahun
2012 menunjukkan bahwa seluruh lokasi sampling bernilai diatas ambang
baku mutu yang disarankan yaitu nol atau nihil. Namun lokasi yang memiliki
kecenderungan tinggi adalah kali Lamong 1, termasuk juga untuk total
coliform-nya. Bisa jadi, kontribusi faecal coliform untuk total coliform
menjadi yang tertinggi, artinya tingginya total coliform di kali Lamong 1
memang didominasi oleh faecal coliform.
Jika mengacu pada hasil gambar diatas, maka nilai faecal coliform di lokasi
Kali Lamong 1 sangat tinggi, hingga mencapai 7800 MPN/100 ml. Kondisi ini jika
disandingkan dengan data total koliform, seolah linier atau mempunyai hubungan
erat. Oleh karena itu, dapat disampaikan bahwa total koliform di kali Lamong 2
pada pengambilan data semester 2 besar kemungkinan di kontribusi oleh faecal
coliform atau E.coli. Dengan begitu, kemungkinan besar di lokasi kali Lamong 1
kontributor E coli adalah dari limbah rumah tangga. Terlebih waktu pengambilan
sampel adalah saat musim kemarau.
E coli yang merupakan bakteri komensal ( bersifat anaerobik dan parasit )
di dalam usus manusia untuk membantu proses kehidupannya. Selain manusia,
bakteri ini juga menghuni usus hewan. E coli masuk dalam familli
Enterobacteriaceae, dan mempunyai kekerabatan dekat dengan Klebsiella,
127 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Proteus, Enterobacter, Serratia, Citrobacter, Morganella, Providencia, dan
Edwardsiella. Sebenarnya E coli membantu kehidupan manusia, karena usus
manusia dilengkapi dengan pertahanan tubuh untuk mempertahankan diri dari
serangan bakteri lewat saluran pencernaan. E coli berfungsi untuk menutup
permukaan usus besar agar bakteri lain (terkhusus pathogen) tidak mempunyai
tempat di usus sehingga langsung keluar melalui kotoran. E coli juga bisa
menghasilkan bahan antibiotik seperti Kolisin yang bisa membunuh bakteri
pathogen lain. Selain itu, E coli bersama dengan bakteri lain juga berperan
mencerna makanan sisa di usus besar sehingga dihasilkan asam amino yang bisa
dimanfaatkan olehnya atau manusia juga. Selain itu, E coli juga selalu melakukan
sedikit intervensi ke lapisan dinding usus, artinya bagi manusia dapat berimbas
menjaga keadaan tubuhnya menjadi lebih sehat dan berfungsi untuk melatih otot
sel dinding usus terhadap bakteri pathogen.
Namun, dibalik kegunaannya tersebut, bakteri E coli juga seringkali
dianggap sebagai penyebab gangguan pencernaan, diantaranya diare. Hal ini
dimungkinkan karena fungsi E coli di lapisan dinding usus besar seperti tersebut
diatas yaitu sebagai pengikis bagian epidermis usus. Selain itu, British Medical
Journal juga menemukan bahwa orang yang mengonsumsi air tercemar E coli
akan memiliki peningkatan resiko terkena tekanan darah tinggi, masalah ginjal dan
juga penyakti jantung di kemudian hari. Gangguan tersebut akan terjadi dalam
waktu sekitar 8 tahun sejak mengalami gastroenteritris dari air minum yang
tercemar E coli. Sekitar 54 % pasien yang mengalami gastroenteritris akut
beresiko 1,3 kali lebih mungkin mengalami hipertensi ; 3,4 kali lebih mungkin
mengembangkan kerusakan ginjal dan 2,1 kali lebih mungkin mengalami penyakit
kardiovaskuler seperti serangan jantung atau stroke.
Terlepas dari hal tersebut diatas, maka perlu ditelaah lebih lanjut penyebab
tingginya total coliform dan faecal coliform di kali Lamong 1, sehingga bisa
dilakukan tindakan yang bersifat preventif antisipatif untuk meminimalisasikan hal
tersebut. Penelitian di Denpasar Selatan, Bali pada pebruari-april 2008
menunjukkan tidak terdeteksinya bakteri E.coli di sumur penduduk sekitar. Hal ini
diduga terkait erat dengan kondisi tiap rumah yang sudah mempunyai jamban dan
tertib dalam memahami konsep cara hidup sehat, hewan peliharaan tidak
berkeliaran bebas di halaman rumah serta mencuci bersih tangan dengan sabun
128 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
setelah buang air besar. Didukung pula oleh kondisi jenis tanah dilokasi tersebut
yang berjenis tanah regusol coklat yaitu tanah yang mempunyai tekstur mendekati
kondisi tanah liat, memiliki sifat permeabilitas rendah sehingga tidak mudah
melewatkan air yang meresap kedalam tanah.
.
129 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan kegiatan pemantauan kualitas air laut pada
pengendalian pencemaran kawasan pesisir dan laut di 3 ( tiga ) zona Pada
Tahun 2012, sesuai dengan yang tertera pada KepMen LH Nomor 51
Tahun 2004, sebagai berikut :
1. Tingkat Kekeruhan di zona Wisata Bahari pada tahun 2012
mengalami penurunan dan berada dibawah baku mutu yang telah
ditetapkan, sama halnya di keempat lokasi pada zona Biota laut
mengalami penurunan dan di bawah baku mutu. Sedangkan untuk
tingkat kekeruhan pada zona Pelabuhan tidak tercantum dalam
Kepmen Nomor LH 51 / 2004.
2. Padatan tersuspensi (padatan tidak terlarut) mengindikasikan
adanya partikel atau senyawa yang terdapat pada perairan baik
dalam keadaan melayang, terapung maupun mengendap. Semakin
banyak padatan tidak terlarut ini pada perairan maka menyebabkan
air berwarna keruh. Di zona Wisata Bahari pada tahun 2012
mengalami penurunan walaupun masih berada sedikit diatas baku
mutu, sedangkan pada zona Biota laut (Gunung Anyar kali UPN,
Gunung Anyar Kali Wonorejo, Kali Lamong I ) meningkat dan berada
diatas baku mutu yang telah ditetapkan, hanya lokasi Kali Lamong 2
yang menunjukkan angka penurunan dan dibawah baku mutu.
Sedangkan pada zona Pelabuhan mengalami peningkatan tetapi
tergolong masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan.
3. Kadar pH (Derajat keasaman) Pada zona Wisata Bahari
menunjukkan cenderung konstan (pH = 7) yaitu netral dan berada
dibawah baku baku, seperti halnya pada zona Pelabuhan
menunjukkan pH netral dan di bawah baku mutu, begitu juga pada
130 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
zona Biota laut hanya pada Lokasi Kali Lamong II yang
menunjukkan PH = 8,5 (basa) berada sedikit diatas baku mutu
,tetapi masih pada batas toleran untuk perairan aquatik.
4. Kandungan Surfaktan Detergen pada zona Wisata Bahari Pada
tahun 2012 berada diatas baku mutu yang telah ditetapkan.
Sedangkan pada Zona Pelabuhan dan Zona Biota laut mengalami
penurunan dan berada di bawah baku mutu.
5. Kandungan Nitrat dan Fosfat pada perairan yang berlebih akan
berakibat terjadi penyuburan dan pertumbuhan alga yang berlebih
(blooming) , keadaan ini disebut eutrofikasi, kandungan Nitrat dan
Fosfat di zona Wisata Bahari tahun 2012 berada di atas baku mutu,
sama hal nya dengan zona Biota Laut juga berada diatas baku mutu
yang telah di tetapkan.Pada zona Pelabuhan nitrat dan Fosfat tidak
tercantum dalam KepMen LH Nomor 51/2004.
6. Secara Umum , melihat data 2012 , limbah anorganik ( seperti logam
terlarut ) berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan.
7. Total Koliform di zona Wisata Bahari pada tahun 2012 menunjukkan
penurunan dan berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan,
pada zona pelabuhan (Nilam Timur) berada diatas baku mutu, untuk
zona Biota Laut (Gunung Anyar Kali UPN dan Kali Lamong I) berada
diatas baku mutu sedangkan Gunung anyar Kali Wonorejo dan Kali
Lamong 2 berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan.
3.2 Saran
Dalam kegiatan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut
pada Tahun 2013 antara lain, sebagai berikut :
1. Pada perairan laut yang padat pemukiman di sepanjang pantai
khususnya untuk perhatian lebih lanjut mengenai limbah domestik,
misalnya diberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat yang
hidup dipemukiman, pentingnya agar menjaga sanitasi (upaya yang
dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi
persyaratan kesehatan) salah satunya dapat dengan mewujudkan
MCK (Mandi cuci kakus) terpadu dan agar rencana pembangunan
131 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
IPAL (instalasi Pengolahan Air Limbah) segera diwujudkan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas dari cemaran limbah
Domestik.
2. Untuk mengetahui adanya logam berat yang terkandung pada
hewan / biota laut sekitar perairan misalnya : ikan, kerang –
kerangan agar dilakukan pengambilan contoh sampel untuk dapat
dianalisa di laboratorium.
132 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Daftar Pustaka
Alaerts, G., Santika, S.S., 1985. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional,
Surabaya, Indonesia. 309 hal
Aunurohim. 2010. Biomonitoring ; seri 1. Buku Ajar. Kalangan sendiri.
Aunurohim, D. Saptarini, D. Yanthi., 2009. Fitoplankton penyebab harmful algae
blooms (HABs) di perairan Sidoarjo. Proceedings of 6th Basic Science National
Seminar, Brawijaya University, Indonesia. hal I 31 – I 37.
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Surabaya. Kumpulan
Peraturan Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut. 82 hal.
Badan Perencanaan Pembangunan Pemerintah Kota Surabaya. Workshop JICA
2012 : Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir & Mangrove Kota
Surabaya.
Bengen, Dietriech G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran ; Hubungannya dengan
toksikologi senyawa logam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
179 hal.
Dahuri, 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dinkominfo. Profil Kota Surabaya. http://dinkominfo.surabaya.go.id/dki.php?hal=30
Goldman, C.R., and A.J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Co. New
York. 464 p.
Ghufran.M.H. Kordi K, Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan Pengelolaan.PT
Rineka Cipta. Jakarta.16 hal
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan. P03/MENHUT-V/2004. Pedoman
Pembuatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
133 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia, 2008. Ekosistem
Mangrove di Indonesia. www.imred.org/?q=content/ekosistem-mangrove-di-
indonesia ( diakses tanggal 22 Agustus 2012 )
M.S.Wibisono , Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit Universitas Indonesia ( UI-
Press ). Jakarta.29 hal
Munawar Ali,Rina. 2009. Kemampuan Tanaman Mangrove Untuk Menyerap
Logam Berat Merkuri ( Hg ) dan Timbal ( Pb ). Universitas Pembangunan Nasional
“ Veteran “ . Jawa Timur
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan . Jakarta
Nybakken,J.W , 1988. Biologi laut suatu pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta.
Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka
Cipta. Jakarta. 152 hal
Purnobasuki, 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. PT Airlangga University
Press. Surabaya
Salinan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004.
Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove
Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tomlinson, PB. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press.
Massachusetts
Wibisono.M.S, 2011.Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit Universitas Indonesia ( UI-
Press ). Jakarta.29 hal
http://id.wikipedia.org/wiki/Gelodok. (diakses tanggal 3 Desember 2012)
134 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
www.e-h2s.sokoguru.net/pdf/umum.pdf . (diakses tanggal 2 Agustus 2012)
http://acehpedia.org/Faktor_Yang_Mempengaruhi_Pertumbuhan_Mangrove.
(diakses tanggal 3 Desember 2012 )
135 Laporan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pesisir dan Laut Tahun 2012
PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH)
Kawasan Pemukimam Kali Lamong I
top related