laporan praktikum sieving
Post on 17-Feb-2016
179 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pengayakan (sieving) meruapakan salah satu metode pemisahan sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki. Pengayakan biasanay dilakukan terhadap
material yang telah mengalami proses penghancuran (grinding). Partikel yang
lolos melalui ukuran saring tertentu disebut sebagai undersize dan partikel yang
tertahan diatas saringan tertentu diatas saringan disebut oversize. Bebarapa ayakan
yang sering digunakan atara lain :
Grizzly, merupakan jenis ayakan dimana material yang diayak mengikuti
aliran pada posisi kemiringan tertentu.
Vibrating screen, ayakan dinamis dengan permukaan horizontal dan
miring, digerakkan pada frekuensi 1000 – 7000 Hertz. Satuan kapasitas
tinggi dengan efisiensi pemisahan yang baik, digunakan untuk interval
ukuran partikel yang luas.
Oscillating screen, ayakan dinamis pada frekuensi yang lebih rendah dari
vibrating screen (100 – 400 Hz) dengan waktu yang lebih lama, lebih
linier dan tajam.
Recipracating screen, ayakan dinamis yang dioperasikan dengan gerakan
mengoyangkan, pantulan yang panjang (20 – 200 Hz).
Shifting screen, ayakan dinamis yang dioperaiskan dengan gerakan
memutar dalam bidang permukaan ayakan. Gerakan aktual dapat berupa
putaran atau getaran memutar. Digunakan untuk pengayakan material
basah atau kering.
Revolving screen, ayakan dinamis dengan posisi miring, berotasi pada
kecepatan rendah (10 – 20 rpm). Digunakan untuk pengayakan basah dari
material – material relatif kasar.
Secara umum tujuan daro size reduction atau pemecah atau pengecilan
ukuran adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan padatan dengan ukuran maupun spesifik permukaan tertentu
2. Memecahkan bagian dari mineral atau kristal dari persenyawaan kimia yang
terpaut dalam padatan tertentu
Beberapa cara untuk memeperkecil ukuran zat padat dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai cara berkut :
1. Kompresi tekanan)
2. Impak (pukulan)
3. Atrisi (gesekan)
4. Pemotongan
Kompresi umumnya digunakan utnuk pemecahan kasar zat padat keras,
dengan menghasilkan relatif sedikit halusan. Pukulan menghasilkan hasil yang
berukuran kasar, sedang dan halus.Berdasarkan ukuran zat padat yang akan
dikecilkan (umpan), maka peralatan pemecah atau pengecilan ukuran dibedakan
atas :
1. Pemecah kasar, yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran umpan antara
2 sampai 96 inchi
2. Pemecah antara, yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran 1 sampai 3
inchi
3. Pemecah halus , yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran 0,25 sampai
0,5 inchi
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam
skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.
Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu :
- Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
- Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).
Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran
tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu
dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau
dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang
kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang
di atas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus.
Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering (McCabe, 1999, halaman 386).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengayakan, yaitu:
Jenis ayakan
Cara pengayakan
Kecepatan pengayakan]
Ukuran ayakan
Waktu pengayakan
Sifat bahan yang akan diayak
Tujuan dari proses pengayakan ini adalah: [Taggart,1927]
Mempersiapkan produk umpan (feed) yang ukurannya sesuai untuk
beberapa proses berikutnya.
Mencegah masuknya mineral yang tidak sempurna dalam peremukan
(Primary crushing) atau oversize ke dalam proses pengolahan berikutnya,
sehingga dapat dilakukan kembali proses peremukan tahap berikutnya
(secondary crushing).
Untuk meningkatkan spesifikasi suatu material sebagai produk akhir.
Mencegah masuknya undersize ke permukaan.
Pengayakan biasanya dilakukan dalam keadaan kering untuk material
kasar, dapat optimal sampai dengan ukuran 10 in (10 mesh). Sedangkan
pengayakan dalam keadaan basah biasanya untuk material yang halus
mulai dari ukuran 20 in sampai dengan ukuran 35 in.
Permukaan ayakan yang digunakan pada screen bervariasi, yaitu: [Brown,1950]
Plat yang berlubang (punched plate, bahan dapat berupa baja ataupun karet
keras.
Anyaman kawat (woven wire), bahan dapat berupa baja, nikel, perunggu,
tembaga, atau logam lainnya.
Susunan batangan logam, biasanya digunakan batang baja (pararel rods).
Sistem bukaan dari permukaan ayakan juga bervariasi, seperti bentuk
lingkaran, persegi ataupun persegi panjang. Penggunaan bentuk bukaan ini
tergantung dari ukuran, karakteristik material, dan kecepan gerakan screen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan material untuk menerobos ukuran
ayakan adalah :
a) Ukuran bahan ayakan
Semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin banyak material
yang lolos.
b) Ukuran relatif partikel
Material yang mempunyai diameter yang sama dengan panjangnya akan
memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya
berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur.
c) Pantulan dari material
Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisi-
kisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak
teratur.
d) Kandungan air
Kandungan air yang banyak akan sangat membantu tapi bila hanya sedikit
akan menyumbat screen.
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan screen:
a) kapasitas, kecepatan hasil yang diinginkan.
b) Kisaran ukuran ( size range),
c) Sifat bahan : densitas, kemudahan mengalir (flowability),
d) Unsur bahaya bahan : mudah terbakar, berbahaya, debu yang ditimbulkan.
e) Ayakan kering atau basah.
Pemilihan screen berdasarkan ukuran disajikan di fig. 19 – 14 (Perry, 7th ed.).
Kapasistas Screen
Kapasitas screen secara umum tergantung pada: [Kelly,1982]
1. Luas penampang screen
2. Ukuran bahan
3. Sifat dari umpan seperti; berat jenis, kandungan air, temperature
4. Tipe mechanical screen yang digunakan.
Diameter partikel rata-rata (Dpw) dirumuskan dengan persamaan :
Harga Harga Dpw = ∑Xi . Dp Mean
Dpw = Diameter rata-rata
Xi = Fraksi massa
Dp Mean =Diamaeter rata-rata antar ayakan
- See more at: http://ekaandrians.blogspot.co.id/2014/09/penghancuran-dan-pengayakan.html#sthash.J1G0akHl.dpuf
Jan
9
laporan praktikum HPLC
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN
Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein
Menggunakan Instrumen HPLC
Tanggal Praktikum : 28 September 2012
DOSEN PEMBIMBING :
Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
HANIK MASFUFATUL 1001114
NOVI NURLAELI 1004563
VEGA ISMA ZAKIAH 1006336
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
Tanggal Praktikum : 28 September 2012
Judul Praktikum :
Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan Instrumen
HPLC
Tujuan Praktikum :
1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif.
2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti manual
pengoperasian HPLC.
3. Dapat menentukan/menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman.
A. DASAR TEORI
Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam
kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah satu
ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan kromatografi. Zona
campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan atau gas yang bergerak
sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang berupa partikel-partikel yang
”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga akibatnya masing-masing komponen dari
campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang
“diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing
komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential
migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada
waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-
komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen
campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel
diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang
dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat
digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada
prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data
yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan
dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. (Wiji, dkk. 2010 : 17).
HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan
manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk
memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang
modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat
ampuh, bahkan untuk komponen-komponen yang berhubungan sangat erat. LC harus
ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel
yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).
HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal digunakan
bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran sampai 3-5 μm (1μm =
10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai 20.000 Kpa (
200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut.
Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah
memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting) ialah telah
menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan-
kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu
pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain itu sampel
disyaratkan harus stabil dalam larutan.
Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Fase Normal HPLC
HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun
disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel silika
yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom sederhana memiliki
diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang dari nilai ini) dengan panjang 120
nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih
lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena
itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila
pasangan fasa diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC
fase normal.
b) Fase Balik HPLC
Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi
non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada permukaannya
secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus ini, akan terdapat
interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui
kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang
berlekatan pada silika (fasa diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena
itu molekul-molekul polar akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-
molekul non polar akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.
Gambar fase normal dan fase balik
Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan
minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-masing
tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang memiliki sifat
kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang menyebabkan senyawa
tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan karakteristik senyawa ini
memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC yang menggunakan kolom
nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.
Vitamin C atau asam askorbat
Vitamin berupa kristal putih dengan rumus molekul C6H8O6, larut dalam air dan
alkohol, dialam ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, dapat disintesis dari
glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan manusia untuk perawatan
kulit. Kekurangan vitamin ini dapat menimbulkan sariawan, luka pada gusi, badan kurus,
dan anemia. Setiap hari diperluka 70-100 mg.
Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang
dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa
ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-
18 dan fasa geak polar seperti metanol atau air.
Natrium Benzoat atau natrium benzena karboksilat
Kristalin tanpa warna atau atau serbuk amorf putih, C6H6COONa. Larutan dalam
iar dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui reaksi natrium hidroksida
dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri zat warnadan sebagai pengawet
makanan. Zat ini dulu digunakan sebagai antiseptik.
Kafein
Suatu alkohol dengan rumus molekul C5H10N4O2. Berupa padatan kristal
berwarn aputih dan berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari pohin kopi, dalam
daun teh, dalam biji kola.
Reservoir Pelarut
Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut organik
seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti
metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau fasa
terbalik atau metode kromatografilainnya.
Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau mempunyai
lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-campuran pelarut
dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu programener, maka diperlukan
lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan untuk melakukan elusi bergradien dimana
komposisi pelarut diubah-ubah selama pengelusian.
Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian sehingga
campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa denyutan
(pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit.
Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus dibuang
terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu agar bebas dari
partikel-partikel kecil yang tidak larut.
Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-10 mμ)
untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk kedalam kolom.
Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi penyumbatan.
Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem HPLC
adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating).
Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap yang tetap.
Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama dengan waktu untuk
langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan perendam denyutan yang baik. Oleh
karena itu, pompa jenis ini umumnya menggunakan dua pengisap yang masing-masing
bekerja kebalikan satu dari yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup
pengendali.
Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan
kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi bergradien
diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu atau dua penghisap.
Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu pecampuran tekana tinggi yang
mempunyai hantaran dua pompa dan pencampuran tekana rendah dengan hantaran
satu pompa.
Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran tekanan
tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing pompa
menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur kecepatan
aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang diinginkan dan juga
berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik oleh suatu pengaduk
dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan setiap penghisap mempunyai
dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi bertekanan rendah hanya mempunyai
satu penghisap. Untuk melakukan elusi gradien hanya diperlukan satu pompa. Pompa ini
mempunyai katup pembagi, tidak mempunyai pengendali gradien.
Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu campuran
terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi untuk melakukan
gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-katup pembagi ini
dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka selama langkah pemasukan
pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 34-40)
Prinsip kerja instumentasi HPLC
HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari sebuah
campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan setiaap komponen
dalam sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling membedakan HPLC dengan
kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa
gerak. Fasa diam yang biasa digunakan (pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah
RMe2SiCl, dimana R adalah rantai alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa
larutan yang diatur komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini
bergantung pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah
berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan teramati
pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.
Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Keunggulan
menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak pada kemampuannya
untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu tinggi. HPLC tidak
terbatas pada senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa anorganik, mampu
menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis
cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer.
Cara kerja instumentasi HPLC
Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom
kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran fasa
gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-
komponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap
fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari
kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam
akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom
dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.
Gambar skema instrumentasi HPLC
Komponen-komponen instrumentasi HPLC
1. Fasa Gerak
Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut. Dalam
HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen campuran
menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena
itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penetu keberhasilan proses
pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak sebagai berikut:
a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan dianalisis
b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat mengganggu
interpretasi kromatogram
c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom
d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun
e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor
Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari
partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga harus dihilangkan,
sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama do pompa dan
detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap selama elusi)
atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang
analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien diguakan
untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel
mempunyai kisaran polaritas yang luas.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik
adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua campuran air dengan asetonitril.
Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah
campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau
menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang
umum dibanding fase terbalik.
2. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang terbuat
dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat terjadinya pemisahan
campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat
digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar kolom ditampung
pada tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector
selain kolom utama dikenal pula kolom pengaman.
Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada keperluan,
misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion. Kolom utama untuk
HPLC biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar
4,5–10 mm.
Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya sebelum
sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm
biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom
utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran yang terbawa
oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak dalam rangka menghindarkan
terjadinya erosi fasa diam oleh aliran pelarut.
Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi
dua kelompok :
a) Kolom analitik
Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk
kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel
berpori biasanya 10-30 cm.
b) Kolom preparatif
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.
3. Pompa
Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom
yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai
akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam
kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair dapat
melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa yang bertekana tinggi.
Pompa yang digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi
b) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit
c) Bahan tahan korosi
d) Keluaran bebas pulse
Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu :
a) Pompa Reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara
gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan piston memberikan
aliran eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil (35-400 mL) menghasilkan
tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa batang gelas dan berkontak lengsung
dengan pelarut.
b) Pompa Displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang dilengkapi
pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang cenderung tidak
tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Memiliki keterbatasan
kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk pergantian pelarut.
c) Pompa Pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa jenis ini
murah, tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi)
kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik kolom.
4. Injector Sample
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat
dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample
loop) internal atau eksternal.
Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom)
kromatografi adalah penyuntik loop.
Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila tidak diisi penuh akan
mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan ketergantungan presisi
tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan penyuntik.
Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle)
penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena sampel
akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan,
pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan.
Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara
posisi pengisian (load) dan posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.
Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak pada
keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya kebanyakan
memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karen
itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh mikroliter. Beberapa teknik
pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Injeksi Syringe
Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe
yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi stringe ini sedikit
lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.
b) Injeksi Stop Flow
Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan
cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah menyambung kembali
kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk memasukkan cuplikan kedalam fasa gerak
perlu dua langkah : sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan posisi
‘load’. Cuplikan masih berada dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’
menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom (kran
cuplikan).
c) Kran Cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan.
Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2 langkah, yaitu: sejumlah
volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi load, cuplikan masih berada
dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi load menjadi posisi injeksi dan fasa
gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.
5. Detektor
Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka terhadap
golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu detektor yang peka
terhadap golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya. Diantara detektor yang
digunakan dalam KCKT adalah
a) Detektor Universal
Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)
Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa organik.
Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga panjang
gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis cuplikan yang diukur.
Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena
sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di
analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang dipasang pada
panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang panjang
gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan antara 190-600 nm. Detektor
dengan panjang gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang
gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini
juga ada yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga
dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang
gelombang.
Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias memberi respons terhadap senyawa yang dianalisis apapun,
termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks
bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut. Detektor ini bersifat tidak merusak
(non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 10-6 g) dan umumnya digunakan
dalam pekerjaan preparatif. Dengan detektor ini tidak dapat dilakukan elusi bergradien.
Detektor ini digunakan dalam kromatografi eklusi dan dalam analisis karbohidrat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan detektor indeks bias :
Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka campuran dahulu hingga homogen dan
bebaskan dari gas terlarutnya.
Setelah detektor dihidupkan, tunggu beberapa lama sebelum digunakan sampai detektor
stabil.
Bila digunakan lebih dari satu detektor yang dipasang berurutan, maka tempatkanlah
detektor indeks bias pada urutan terakhir.
Untuk saluran pembuangan, gunakanlah selang teflon berdiameter dalam (inner
diameter) yang besar tapi pendek.
Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang dipelihara tetap.
Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.
Sel pembanding harus diisi dengan pelarut yang telah dilewatkan melalui kolom,
Detektor Spektrometer Massa
Detektor Spektrometer Inframerah
b) Detektor Selektif
Detektor Fluoresensi
Didasarkan kepada prinsip bahwa molekul-molekul tertentu dapat menyerap
energi pada panjang gelombang yang lebih pendek membentuk suatu keadaan
tereksitasi dan kemudian secara hampi bersamaan turun kembali ke keadaan dasar
(ground state) dengan memancarkan energi pada panjang gelombang yang lebih
panjang.
Detektor Konduktivitas Listrik
Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada daya hantar listrik
(konduktometri) dan polarografi. Detektor jenis konduktometri biasanya digunakan
untuk mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi redoks baik senyawa organik
maupun anorganik. Adapun persyaratan detektor yaitu: cukup sensitif, stabilitas, dan
keterulangan tinggi, tidak erusak cuplikan, respon linier terhadap solut, reliabilitas tinggi
dan mudah digunakan.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprousibel
b) Mempunyia sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar sangat
kecil
c) Stabil dalam pengoperasiannya
d) Mempunyia sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita
e) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas
f) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak
6. Rekorder
Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa
kumpulan puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang didapat berguna untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam
campuran dan jumlah peak menyatakan jumlah komponen. Analisis kualitatif dapat
dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi (r t) analit atau sampel dengan
waktu retensi standar. Sedangkan analisis kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan
pada luas peak atau tinggi peak dengan metode standar kalibrasi.
B. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Instrumen HPLC 1 set
2. Spatula 1 buah
3. Labu ukur 50 mL 6 buah
4. Labu ukur 10 mL 6 buah
5. Neraca analitik terkalibrasi 1 set
6. Corong pendek 1 buah
7. Pipet tetes 6 buah
8. Gelas kimia 20 mL 1 buah
9. Gelas ukur 500 mL 1 buah
10. Ultrasonic vibrator 1 set
11. Pipe seukuran (1,2,3,4,5 mL) 1 buah
12. Kertas saring Whattmann 1 lembar
13. Membrane PTFE dan selulosa nitrat 1 lembar
Bahan :
1. Natrium benzoat p.a 2,5 mg
2. Vitamin C standar 1 mg
3. Kafein 5 mg
4. Metanol for HPLC secukupnya
5. Sampel minuman yang mengandung vit.C 5 mL
6. Kalium dihidrogenfosfat 0,68 g
7. Aquabides secukupnya
8. Asetonitril 80 mL + secukupnya
C. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan fasa gerak (pelarut)
Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat larutan KH2PO4
0,01 M sebanyak 500 mL dalam aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan
asam fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4 menggunakan membrane
selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan PTFE. Dihilangkan
gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit. Dibuat campuran
larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40) untuk keperluan larutan standar dan
larutan sampel, sesuai kebutuhan.
2. Pembuatan larutan induk natrium benzoat, vitamin C, dan kafein
Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg.
Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara
kuantitatif pada labu ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic
vibrator.
3. Pembuatan deret larutan standar benzoat, vitamin C, dan kafein
Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL, diencerkan
dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL. Dihomogenkan larutannya, kemudian disaring
semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE. Ditempatkan
hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama
5 menit. Larutan standar siap diinjeksikan.
4. Pembuatan larutan sampel
Dipipet 5 mL larutan sampel , dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara
kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan dengan PTFE, ditampung dalam botol
vial bertutup. Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan
ultrasonic vibrator selama 5 menit.
5. Penyiapan instrumen HPLC
Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan HPLC sesuai
dengan langkah berikut :
a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien dengan
kondisi:
Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4
0 60 40
1 40 60
2 20 80
3 30 70
4 40 60
5 60 40
Kolom : C-18 (12,5 cm)
Panjang gelombang : 254 nm
Laju alir : 0,75 mL/menit
Volume injeksi : 20 μL
b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar.
c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.
d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan dikosongkan botol penampung.
e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power, detektor, dan pompa.
f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti langkahnya sesuai instruksi
dalam komputer.
g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi instrumen
h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar , maka instrumen
siap digunakan
i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari konsentrasi terendah), dan
terakhir larutan sampel.
j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya.
k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa dalam
komputer.
l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.
m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa, detektor, dan power secara
berurutan. Diputuskan sambungan listrik.
6. Perhitungan hasil analisis
Dari hasil operasi instrumen akan diperoleh kurva kalibrasi. Bila kurva kalibrasi
diperoleh dengan koefisien regresi > 0,997 , maka boleh melanjutkan perhitungan kadar
zat aditif dalam sampel. Dihitunglah kadarnya dalam satuan % w/w . Bila tidak diperoleh
kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk mencari penyebabnya.
D. HASIL DAN ANALISIS DATA
Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.
Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.
Struktur Fasa diam
Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu.
Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan dari pengotornya.
Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya.
Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram.
Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38.
Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak, yaitu :
Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar 220807
Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar 1779127
Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar 15581524
Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar 478118
Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan waktu retensi natrium benzoat.
Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium benzoat.
Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan
Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik
Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Lampiran
A. Data Pengamatan
1. Cara pembuatan larutan
a)
KH2PO4
Pembuatan fasa gerak (pelarut)
Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan
Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL
Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat
LarutanKH2PO40,01 M
Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat
Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE
Asetonitril
Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit
Fasagerak (pelarut)
Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40)
b)
Zatstandar
Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein
Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg
Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara
kuantitatif pada labu ukur
Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator
Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein
c)
Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein
Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein
Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL
Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL
Dihomogenkan larutannya
Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE
Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan
degassing selama 5 menit.
Larutanstandar
d)
Larutansampel
Pembuatan larutan sampel
Dipipet 5 mL
Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur
Dilakukan penyaringan dengan PTFE
Ditampung dalam botol vial bertutup
Larutansampel
Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator
selama 5 menit.
2. Data pengamatan
Cara Kerja Pengamatan
a. Pembuatan fasa gerak (pelarut)
Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan
untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500
mL dalam aquades
Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat
Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4
menggunakan membrane selulosa nitrat
Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan
PTFE
Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic
vibrator selama 15 menit
Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan
asetonitril (60:40)
Larutan sudah ada.
Larutan tidak berwarna
Larutan asetonitril = larutan tidak
berwarna
Larutan KH2PO4 = 120 mL
Asetonitril = 80 mL
Fasa gerak = larutan tidak berwarna
b. Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c,
dan kafein
Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin
c 1 mg, dan kafein 5 mg
Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan
dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu
ukur
Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan
ultrasonic vibrator.
Larutan induk natrium benzoat,
vitamin c , dan kafein = larutan tidak
berwarna
c. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat,
vitamin c, dan kafein
Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL,
4 mL, dan 5 mL
Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL
Dihomogenkan larutannya
Disaring semua larutan standar tersebut dengan
menggunakan membrane PTFE
Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup
yang telah diberi label
Dilakukan degassing selama 5 menit
Larutan deret standar = larutan tidak
berwarna
d. Pembuatan larutan sampel
Dipipet 5 mL larutan sampel
Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara
kuantitatif pada labu ukur
Sampel berupa minuman MIZONE
Sampel = larutan tidak berwarna
Dilakukan penyaringan dengan PTFE
Ditampung dalam botol vial bertutup
Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan
menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.
e. Penyiapan instrumen HPLC
Sementara melakukan preparasi sampel dan standar,
dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah
berikut:
a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak
dengan sistem elusi gradien dengan kondisi:
Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4
0 60 40
1 40 60
2 20 80
3 30 70
4 40 60
5 60 40
Kolom : C-18 (12,5 cm)
Panjang gelombang : 254 nm
Laju alir : 0,75 mL/menit
Volume injeksi : 20 μL
b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung
dengan benar.
c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.
d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai
Laju alir diubah menjadi 0,5 mL/menit
dan dikosongkan botol penampung.
e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk
power, detektor, dan pompa.
f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti
langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.
g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan
parameter kondisi instrumen
h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line
yang mendatar , maka instrumen siap digunakan
i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai
dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan
sampel.
j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi
percobaannya.
k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan
menyoroti tanda pompa dalam komputer.
l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.
m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa,
detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan
sambungan listrik.
1. Hasil Pengukuran
Pengukuran deret standar
Vitamin C
Deret Konsentrasi Area Tr
1 2.2 184667 1.98
3 6.6 536315 2.08
4 8.8 742976 1.99
5 11 958751 2.08
Kafein
Deret Konsentrasi Area Tr
1 10.4 461895 2.54
3 31.2 1391986 2.82
4 41.6 1891473 2.55
5 52 2398312 2.84
Natrium Benzoat
Deret Konsentrasi Area Tr
1 5.6 23143 4.38
3 16.8 123628 4.48
4 22.4 131803 4.46
5 28 232308 4.53
B. Perhitungan
1. Pembuatan Larutan KH2PO4
Massa KH2PO4 yang diperlukan
n = MxV
m = n x Mm
= M x V x Mm
Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol
= 0,68 gram
2. Pembuatan Larutan
standar 10 mL dari 1 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 10 ppm
standar 10 mL dari 2 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 20 ppm
standar 10 mL dari 3 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 30ppm
standar 10 mL dari 4 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 40ppm
standar 10 mL dari 5 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 50 ppm
3. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm
a. vitamin C
Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm =
Massa Vitamin C = 22 mg
b. kafein
Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm =
Massa kafein = 104 mg
b. Natrium Benzoat
Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm =
Massa Natrium Benzoat = 56 mg
2. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C
Larutan Standar 1 mL
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 2,2 ppm
Larutan Standar 2 mL
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 4,4 ppm
Larutan Standar 3 mL
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 6,6 ppm
Larutan Standar 4 mL
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 8,8 ppm
Larutan Standar 5 mL
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 11 ppm
3. Pembuatan Deret Larutan Standar kafein
Larutan Standar 1 mL
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 10,4 ppm
Larutan Standar 2 mL
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 20,8 ppm
Larutan Standar 3 mL
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 31,2 ppm
Larutan Standar 4 mL
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 41,6 ppm
Larutan Standar 5 mL
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 52 ppm
4. Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat
Larutan Standar 1 mL
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 5,6 ppm
Larutan Standar 2 mL
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 11,2 ppm
Larutan Standar 3 mL
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 16,8 ppm
Larutan Standar 4 mL
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 22,4 ppm
Larutan Standar 5 mL
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 28 ppm
5. Perhitungan hasil analisis
# Vitamin C
Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x – 26551
Luas area vitamin c = 1779127
y = 252891x – 26551
1779127 = 252891x – 26551
x =
x = 7,140 ppm
Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm
Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL
= x 10 mL
= 0,0714 mg
Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL
Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c = x 0,0714 mg
= 3,57 mg
# Natrium Benzoat
Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –31197
Luas area natrium benzoat = 15581524
y = 63567x –31197
15581524 = 63567x –31197
x =
x = 245,610 ppm
Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm
Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL
= x 10 mL
= 2,4561 mg
Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL
Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar
natrium benzoat = x 2,4561 mg
= 122,805 mg
Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli
0
Tambahkan komentar
Novie Chemist
Klasik Kartu Lipat Majalah Mozaik Bilah Sisi Cuplikan Kronologis
1.
Jan
9
laporan praktikum HPLC
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN
Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein
Menggunakan Instrumen HPLC
Tanggal Praktikum : 28 September 2012
DOSEN PEMBIMBING :
Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
HANIK MASFUFATUL 1001114
NOVI NURLAELI 1004563
VEGA ISMA ZAKIAH 1006336
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
Tanggal Praktikum : 28 September 2012
Judul Praktikum :
Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan
Instrumen HPLC
Tujuan Praktikum :
1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif.
2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti
manual pengoperasian HPLC.
3. Dapat menentukan/menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman.
A. DASAR TEORI
Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam
kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada
salah satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan
kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan
atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang
berupa partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga
akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi
(terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas
yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing komponen akan
bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential migration) dan
dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada waktu
yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-
komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-
komponen campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-
komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu
teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat
cair adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau didalam
bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang
dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area
standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel
kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi
standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi.
(Wiji, dkk. 2010 : 17).
HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan,
keinginan manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan
teori untuk memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum
era peralatan yang modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki
kekuatan pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk komponen-komponen
yang berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya,
diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil,
waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).
HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal
digunakan bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran
sampai 3-5 μm (1μm = 10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan
tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak
melalui kolom tersebut.
Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan
saja telah memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting)
ialah telah menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC
mempunyai kelemahan- kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit,
tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini
kurang sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.
Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam
yaitu :
a) Fase Normal HPLC
HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom.
Meskipun disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi
dengan partikel silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan
sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan
kurang dari nilai ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar
dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar
dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang
non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa
diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase
normal.
b) Fase Balik HPLC
Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi
menjadi non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada
permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam
kasus ini, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul
polar dalam campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat
interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa
diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-
molekul polar akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-
molekul non polar akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus
hidrokarbon.
Gambar fase normal dan fase balik
Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan
minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-
masing tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang
memiliki sifat kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang
menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan
karakteristik senyawa ini memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC
yang menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.
Vitamin C atau asam askorbat
Vitamin berupa kristal putih dengan rumus molekul C6H8O6, larut
dalam air dan alkohol, dialam ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran,
dapat disintesis dari glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan
manusia untuk perawatan kulit. Kekurangan vitamin ini dapat menimbulkan
sariawan, luka pada gusi, badan kurus, dan anemia. Setiap hari diperluka 70-100
mg.
Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus
kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV.
Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC
menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa geak polar seperti metanol
atau air.
Natrium Benzoat atau natrium benzena karboksilat
Kristalin tanpa warna atau atau serbuk amorf putih, C6H6COONa.
Larutan dalam iar dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui
reaksi natrium hidroksida dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri
zat warnadan sebagai pengawet makanan. Zat ini dulu digunakan sebagai
antiseptik.
Kafein
Suatu alkohol dengan rumus molekul C5H10N4O2. Berupa padatan
kristal berwarn aputih dan berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari
pohin kopi, dalam daun teh, dalam biji kola.
Reservoir Pelarut
Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut
organik seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti
metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau
fasa terbalik atau metode kromatografilainnya.
Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau
mempunyai lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-
campuran pelarut dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu
programener, maka diperlukan lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan
untuk melakukan elusi bergradien dimana komposisi pelarut diubah-ubah
selama pengelusian.
Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian
sehingga campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa
denyutan (pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit.
Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus
dibuang terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu
agar bebas dari partikel-partikel kecil yang tidak larut.
Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-
10 mμ) untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk
kedalam kolom. Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi
penyumbatan.
Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem
HPLC adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating).
Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap
yang tetap. Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama
dengan waktu untuk langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan
perendam denyutan yang baik. Oleh karena itu, pompa jenis ini umumnya
menggunakan dua pengisap yang masing-masing bekerja kebalikan satu dari
yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup pengendali.
Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan
kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi
bergradien diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu
atau dua penghisap. Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu
pecampuran tekana tinggi yang mempunyai hantaran dua pompa dan
pencampuran tekana rendah dengan hantaran satu pompa.
Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran
tekanan tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing
pompa menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur
kecepatan aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang
diinginkan dan juga berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik
oleh suatu pengaduk dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan
setiap penghisap mempunyai dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi
bertekanan rendah hanya mempunyai satu penghisap. Untuk melakukan elusi
gradien hanya diperlukan satu pompa. Pompa ini mempunyai katup pembagi,
tidak mempunyai pengendali gradien.
Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu
campuran terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi
untuk melakukan gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-
katup pembagi ini dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka selama
langkah pemasukan pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 34-40)
Prinsip kerja instumentasi HPLC
HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari
sebuah campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan
setiaap komponen dalam sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling
membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan
tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa diam yang biasa digunakan
(pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah RMe2SiCl, dimana R adalah rantai
alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa larutan yang diatur
komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung
pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah
berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan
teramati pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.
Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi
karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam.
Keunggulan menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak
pada kemampuannya untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil
pada suhu tinggi. HPLC tidak terbatas pada senyawa organik tapi mampu
menganalisis senyawa anorganik, mampu menganalisis cuplikan yang
mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis cuplik yang
mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer.
Cara kerja instumentasi HPLC
Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui
kolom kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke
dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi
pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedan kekuatan
interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat
interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu.
Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari
kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi
oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.
Gambar skema instrumentasi HPLC
Komponen-komponen instrumentasi HPLC
1. Fasa Gerak
Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut.
Dalam HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen
campuran menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-
solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor
penetu keberhasilan proses pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan
digunakan sebagai fasa gerak sebagai berikut:
a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan
dianalisis
b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat
mengganggu interpretasi kromatogram
c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom
d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun
e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor
Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk
menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga
harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain
terutama do pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap
selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah
selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas.
Elusi bergradien diguakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang
kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase
terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua campuran air
dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak yang paling
sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut
yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan
dengan fase normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.
2. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang
terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat
terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung
keperluannya kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparatif
setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan
keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector selain kolom utama
dikenal pula kolom pengaman.
Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada
keperluan, misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion.
Kolom utama untuk HPLC biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm
dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm.
Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya
sebelum sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan
diameter 4,6 mm biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari
ukuran partikel kolom utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu:
menyaring kotoran yang terbawa oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa
gerak dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa diam oleh aliran
pelarut.
Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi
menjadi dua kelompok :
a) Kolom analitik
Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk
kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan
mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.
b) Kolom preparatif
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.
3. Pompa
Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui
kolom yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam
metode ini sebagai akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan
sukar mengalir dalam kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena
itu, agar zat cair dapat melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan
pompa yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan dalam HPLC harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi
b) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit
c) Bahan tahan korosi
d) Keluaran bebas pulse
Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu :
a) Pompa Reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa
dengan cara gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan
piston memberikan aliran eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil
(35-400 mL) menghasilkan tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa
batang gelas dan berkontak lengsung dengan pelarut.
b) Pompa Displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang
dilengkapi pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang
cenderung tidak tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut.
Memiliki keterbatasan kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk
pergantian pelarut.
c) Pompa Pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa
jenis ini murah, tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang
dihasilkan (<2000 psi) kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan
tekanan balik kolom.
4. Injector Sample
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang
dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.
Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem
(kolom) kromatografi adalah penyuntik loop.
Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila tidak diisi
penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan
ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan
penyuntik.
Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle)
penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena
sampel akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya
tidak diinginkan, pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran
ke dalam diinginkan. Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan
aliran ke dalam kolom, antara posisi pengisian (load) dan posisi penyuntikan
(inject) berlangsung cepat.
Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak
pada keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya
kebanyakan memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band
broadening. Oleh karen itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa
puluh mikroliter. Beberapa teknik pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat
diuraikan sebagai berikut :
a) Injeksi Syringe
Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang
syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi
stringe ini sedikit lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.
b) Injeksi Stop Flow
Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom
dibuka dan cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah
menyambung kembali kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk
memasukkan cuplikan kedalam fasa gerak perlu dua langkah : sejumlah volume
cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan posisi ‘load’. Cuplikan masih berada
dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’
dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom (kran cuplikan).
c) Kran Cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak
digunakan. Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2
langkah, yaitu: sejumlah volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi
load, cuplikan masih berada dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi
load menjadi posisi injeksi dan fasa gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.
5. Detektor
Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka
terhadap golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu
detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya.
Diantara detektor yang digunakan dalam KCKT adalah
a) Detektor Universal
Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)
Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa
organik. Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga
panjang gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis
cuplikan yang diukur.
Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena
sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang
di analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang
dipasang pada panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm,
dan ada yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan
antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang variabel ini ada yang
dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat
me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini juga ada yang menggunakan
drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan
pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang gelombang.
Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias memberi respons terhadap senyawa yang dianalisis
apapun, termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah
perubahan indeks bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut.
Detektor ini bersifat tidak merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi
(minimum 10-6 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan preparatif. Dengan
detektor ini tidak dapat dilakukan elusi bergradien. Detektor ini digunakan
dalam kromatografi eklusi dan dalam analisis karbohidrat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan detektor
indeks bias :
Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka campuran dahulu hingga homogen
dan bebaskan dari gas terlarutnya.
Setelah detektor dihidupkan, tunggu beberapa lama sebelum digunakan sampai
detektor stabil.
Bila digunakan lebih dari satu detektor yang dipasang berurutan, maka
tempatkanlah detektor indeks bias pada urutan terakhir.
Untuk saluran pembuangan, gunakanlah selang teflon berdiameter dalam (inner
diameter) yang besar tapi pendek.
Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang dipelihara tetap.
Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.
Sel pembanding harus diisi dengan pelarut yang telah dilewatkan melalui kolom,
Detektor Spektrometer Massa
Detektor Spektrometer Inframerah
b) Detektor Selektif
Detektor Fluoresensi
Didasarkan kepada prinsip bahwa molekul-molekul tertentu dapat
menyerap energi pada panjang gelombang yang lebih pendek membentuk suatu
keadaan tereksitasi dan kemudian secara hampi bersamaan turun kembali ke
keadaan dasar (ground state) dengan memancarkan energi pada panjang
gelombang yang lebih panjang.
Detektor Konduktivitas Listrik
Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada daya hantar listrik
(konduktometri) dan polarografi. Detektor jenis konduktometri biasanya
digunakan untuk mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi redoks
baik senyawa organik maupun anorganik. Adapun persyaratan detektor yaitu:
cukup sensitif, stabilitas, dan keterulangan tinggi, tidak erusak cuplikan, respon
linier terhadap solut, reliabilitas tinggi dan mudah digunakan.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprousibel
b) Mempunyia sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
sangat kecil
c) Stabil dalam pengoperasiannya
d) Mempunyia sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran
pita
e) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran
yang luas
f) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak
6. Rekorder
Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa
kumpulan puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang didapat berguna
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi
komponen dalam campuran dan jumlah peak menyatakan jumlah komponen.
Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi
(rt) analit atau sampel dengan waktu retensi standar. Sedangkan analisis
kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan pada luas peak atau tinggi peak
dengan metode standar kalibrasi.
B. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Instrumen HPLC 1 set
2. Spatula 1 buah
3. Labu ukur 50 mL 6 buah
4. Labu ukur 10 mL 6 buah
5. Neraca analitik terkalibrasi 1 set
6. Corong pendek 1 buah
7. Pipet tetes 6 buah
8. Gelas kimia 20 mL 1 buah
9. Gelas ukur 500 mL 1 buah
10. Ultrasonic vibrator 1 set
11. Pipe seukuran (1,2,3,4,5 mL) 1 buah
12. Kertas saring Whattmann 1 lembar
13. Membrane PTFE dan selulosa nitrat 1 lembar
Bahan :
1. Natrium benzoat p.a 2,5 mg
2. Vitamin C standar 1 mg
3. Kafein 5 mg
4. Metanol for HPLC secukupnya
5. Sampel minuman yang mengandung vit.C 5 mL
6. Kalium dihidrogenfosfat 0,68 g
7. Aquabides secukupnya
8. Asetonitril 80 mL +
secukupnya
C. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan fasa gerak (pelarut)
Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat larutan
KH2PO4 0,01 M sebanyak 500 mL dalam aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada
nilai 2,65 dengan asam fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4
menggunakan membrane selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan pula untuk
asetonitril dengan PTFE. Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic
vibrator selama 15 menit. Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan
asetonitril (60:40) untuk keperluan larutan standar dan larutan sampel, sesuai
kebutuhan.
2. Pembuatan larutan induk natrium benzoat, vitamin C, dan kafein
Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg.
Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak
secara kuantitatif pada labu ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan
ultrasonic vibrator.
3. Pembuatan deret larutan standar benzoat, vitamin C, dan kafein
Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL,
diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL. Dihomogenkan
larutannya, kemudian disaring semua larutan standar tersebut dengan
menggunakan membrane PTFE. Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial
bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit. Larutan
standar siap diinjeksikan.
4. Pembuatan larutan sampel
Dipipet 5 mL larutan sampel , dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara
kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan dengan PTFE, ditampung
dalam botol vial bertutup. Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan
menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.
5. Penyiapan instrumen HPLC
Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan
HPLC sesuai dengan langkah berikut :
a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien
dengan kondisi:
Waktu
(menit)
%Asetonitril % KH2PO4
0 60 40
1 40 60
2 20 80
3 30 70
4 40 60
5 60 40
Kolom : C-18 (12,5 cm)
Panjang gelombang : 254 nm
Laju alir : 0,75 mL/menit
Volume injeksi : 20 μL
b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar.
c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.
d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan dikosongkan botol
penampung.
e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power, detektor, dan
pompa.
f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti langkahnya sesuai
instruksi dalam komputer.
g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi instrumen
h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar , maka
instrumen siap digunakan
i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari konsentrasi terendah),
dan terakhir larutan sampel.
j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya.
k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa
dalam komputer.
l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.
m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa, detektor, dan power
secara berurutan. Diputuskan sambungan listrik.
6. Perhitungan hasil analisis
Dari hasil operasi instrumen akan diperoleh kurva kalibrasi. Bila kurva kalibrasi
diperoleh dengan koefisien regresi > 0,997 , maka boleh melanjutkan
perhitungan kadar zat aditif dalam sampel. Dihitunglah kadarnya dalam satuan
% w/w . Bila tidak diperoleh kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk
mencari penyebabnya.
D. HASIL DAN ANALISIS DATA
Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.
Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.
Struktur Fasa diam
Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu.
Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan dari pengotornya.
Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya.
Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram.
Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38.
Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak, yaitu :
Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar 220807
Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar 1779127
Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar 15581524
Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar 478118
Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan waktu retensi natrium benzoat.
Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium benzoat.
Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Lampiran
A. Data Pengamatan
1. Cara pembuatan larutan
a)
KH2PO4
Pembuatan fasa gerak (pelarut)
Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan
Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL
Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat
LarutanKH2PO40,01 M
Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat
Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE
Asetonitril
Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit
Fasagerak (pelarut)
Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40)
b)
Zatstandar
Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein
Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg
Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak
secara kuantitatif pada labu ukur
Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator
Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein
c)
Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein
Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein
Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL
Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL
Dihomogenkan larutannya
Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE
Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label.
Dilakukan degassing selama 5 menit.
Larutanstandar
d)
Larutansampel
Pembuatan larutan sampel
Dipipet 5 mL
Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur
Dilakukan penyaringan dengan PTFE
Ditampung dalam botol vial bertutup
Larutansampel
Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic
vibrator selama 5 menit.
2. Data pengamatan
Cara Kerja Pengamatan
a. Pembuatan fasa gerak (pelarut)
Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan
untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500
mL dalam aquades
Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat
Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4
menggunakan membrane selulosa nitrat
Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan
PTFE
Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic
vibrator selama 15 menit
Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan
asetonitril (60:40)
Larutan sudah ada.
Larutan tidak berwarna
Larutan asetonitril = larutan tidak
berwarna
Larutan KH2PO4 = 120 mL
Asetonitril = 80 mL
Fasa gerak = larutan tidak berwarna
b. Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c,
dan kafein
Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin
c 1 mg, dan kafein 5 mg
Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan
dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu
ukur
Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan
ultrasonic vibrator.
Larutan induk natrium benzoat,
vitamin c , dan kafein = larutan tidak
berwarna
c. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat,
vitamin c, dan kafein
Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL,
4 mL, dan 5 mL
Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL
Dihomogenkan larutannya
Disaring semua larutan standar tersebut dengan
menggunakan membrane PTFE
Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup
yang telah diberi label
Dilakukan degassing selama 5 menit
Larutan deret standar = larutan tidak
berwarna
d. Pembuatan larutan sampel
Dipipet 5 mL larutan sampel
Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara
kuantitatif pada labu ukur
Dilakukan penyaringan dengan PTFE
Ditampung dalam botol vial bertutup
Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan
Sampel berupa minuman MIZONE
Sampel = larutan tidak berwarna
menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.
e. Penyiapan instrumen HPLC
Sementara melakukan preparasi sampel dan standar,
dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah
berikut:
a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak
dengan sistem elusi gradien dengan kondisi:
Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4
0 60 40
1 40 60
2 20 80
3 30 70
4 40 60
5 60 40
Kolom : C-18 (12,5 cm)
Panjang gelombang : 254 nm
Laju alir : 0,75 mL/menit
Volume injeksi : 20 μL
b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung
dengan benar.
c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.
d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai
dan dikosongkan botol penampung.
e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk
Laju alir diubah menjadi 0,5 mL/menit
power, detektor, dan pompa.
f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti
langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.
g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan
parameter kondisi instrumen
h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line
yang mendatar , maka instrumen siap digunakan
i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai
dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan
sampel.
j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi
percobaannya.
k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan
menyoroti tanda pompa dalam komputer.
l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.
m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa,
detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan
sambungan listrik.
1. Hasil Pengukuran
Pengukuran deret standar
Vitamin C
Deret Konsentrasi Area Tr
1 2.2 184667 1.98
3 6.6 536315 2.08
4 8.8 742976 1.99
5 11 958751 2.08
Kafein
Deret Konsentrasi Area Tr
1 10.4 461895 2.54
3 31.2 1391986 2.82
4 41.6 1891473 2.55
5 52 2398312 2.84
Natrium Benzoat
Deret Konsentrasi Area Tr
1 5.6 23143 4.38
3 16.8 123628 4.48
4 22.4 131803 4.46
5 28 232308 4.53
B. Perhitungan
1. Pembuatan Larutan KH2PO4
Massa KH2PO4 yang diperlukan
n = MxV
m = n x Mm
= M x V x Mm
Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol
= 0,68 gram
2. Pembuatan Larutan
standar 10 mL dari 1 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 10 ppm
standar 10 mL dari 2 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 20 ppm
standar 10 mL dari 3 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 30ppm
standar 10 mL dari 4 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 40ppm
standar 10 mL dari 5 mL larutan induk
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2
M2 = 50 ppm
3. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm
a. vitamin C
Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm =
Massa Vitamin C = 22 mg
b. kafein
Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm =
Massa kafein = 104 mg
b. Natrium Benzoat
Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm =
Massa Natrium Benzoat = 56 mg
2. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C
Larutan Standar 1 mL
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 2,2 ppm
Larutan Standar 2 mL
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 4,4 ppm
Larutan Standar 3 mL
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 6,6 ppm
Larutan Standar 4 mL
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 8,8 ppm
Larutan Standar 5 mL
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2
M2 = 11 ppm
3. Pembuatan Deret Larutan Standar kafein
Larutan Standar 1 mL
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 10,4 ppm
Larutan Standar 2 mL
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 20,8 ppm
Larutan Standar 3 mL
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 31,2 ppm
Larutan Standar 4 mL
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 41,6 ppm
Larutan Standar 5 mL
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2
M2 = 52 ppm
4. Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat
Larutan Standar 1 mL
V1 M1 = V2 M2
1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 5,6 ppm
Larutan Standar 2 mL
V1 M1 = V2 M2
2 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 11,2 ppm
Larutan Standar 3 mL
V1 M1 = V2 M2
3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 16,8 ppm
Larutan Standar 4 mL
V1 M1 = V2 M2
4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 22,4 ppm
Larutan Standar 5 mL
V1 M1 = V2 M2
5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2
M2 = 28 ppm
5. Perhitungan hasil analisis
# Vitamin C
Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x – 26551
Luas area vitamin c = 1779127
y = 252891x – 26551
1779127 = 252891x – 26551
x =
x = 7,140 ppm
Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm
Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL
= x 10 mL
= 0,0714 mg
Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL
Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c = x
0,0714 mg
= 3,57 mg
# Natrium Benzoat
Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –31197
Luas area natrium benzoat = 15581524
y = 63567x –31197
15581524 = 63567x –31197
x =
x = 245,610 ppm
Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm
Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL
= x 10 mL
= 2,4561 mg
Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL
Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar
natrium benzoat = x 2,4561 mg
= 122,805 mg
Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli
0
Tambahkan komentar
2.
Jan
9
laporan praktikum IR
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN
“PENENTUAN KEBERADAAN ZAT ADITIF PADA PLASTIK KEMSAN DENGAN
METODE SPEKTRAFOTOMETER INFRA MERAH”
(7 Desember 2012)
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)
Dosen Pengampu:
Dr. Iqbal Mustafa M.Si.
Disusun Oleh:
Kelompok 11
Hanik Masfufatul Hikmah (1001114)
Vega Isma Zakia (1006336)
Novi Nurlaeli (1004563)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
Tanggal Praktikum: 7 Desember 2012
PENENTUAN KEBERADAAN ZAT ADITIF PADA SAMPEL PLASTIK KEMASAN MELALUI PERLAKUAN PEMANASAN DENGAN MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER IR
A. Tujuan Praktikum
1.Menentukan keberadaan zat aditif pada plastik kemasan melalui perlakuan pemanasan
2.Memahami prinsip dasar spektrofotometri inframerah dan menggunakannya untuk indentifikasi zat
3.Mengembangkan kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal berkaitan dengan hasil analisis
B. Tinjauan Pustaka
Atom-atom didalam suatu molekul itu tidak diam melainkan
bervibrasi(bergetar).Ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat
dimisalkan sebagai dua boa yang dihubungkan oleh suatu pegas.Bila radiasi
inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan maka molekul-molekulnya dapat
menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi
dasar dan tingkat tereksitasi .Contoh suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90 triloin
kali dalam satu detik harus menyerap radiasi inframerah pada frekuensi tersebut
untuk pindah ketingkat vibrasi tereksitasi pertama.Pengabsorpsian energi pada
frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah yang memplot
jumlah radiasi infra merah yang akan memberikan informasi enting tentang
tentang gugus fungsional suatu molekul.
Inframerah merupakan radiasi elektomagnetik dari suatu panjang
gelombang yang lebih panjang dari gelombang tampak tetapi lebih panjang dari
gelombang mikro.Spestroskopi inframerah merupakan salah satu teknik
spektroskopi yang didasarkan pada penyerapan inframerah oleh
senyawa.Karena spectrum IR memiliki panjang gelombang yang lebih panjang
dari panjang gelombang yang lain maka energy yang dihasilkan oleh spectrum
ini lebih kecil dan hanya mampu menyebabkan vibrasi atom-atom pda senyawa
yang menyerapnya.
Daerah radisai sinar inframerah terbagi menjadi 3:
1. Daerah IR dekat (13000-4000 cm-1)
2. Daerah IR tengah (4000-200 cm-1)3. Daerah IR jauh (200-10 cm-1)
Kebanyakan analisis kimia berada pada daerah IR tengah.IR jauh digunakan
untuk menganalisis mzat organik,anorganik dan organologam yang memiliki
atom berat(massa atom diatas 19).Sedangkan IR dekat menganalisis kuantitatif
denagn kecepatan tinggi.Karena panjang gelombang IR lebih pendek dari
apnjang gelombang sinar tampak ataupun sinar UV maka energy IR tidak
mampu mentransisikan elekttron ,melainkamn hanya menyebabkan molekul
hanya bergetar.
Syarat molekul yang dapat menyerap sinar IR:
Vibrasi dan rotasi molekul disertai dengan perubahn netto dari momen
dwikutubnya
Molekkulnya berupa dipole atau tidak simetris
Energi radiasi =perbedaan energi molekul dalam tingkat dasardan tingkat
tereksitasi
Setiap molekul memiliki harga energy tertentu .Bila suatu senyawa menyerap
energy dari sinar IR maka tingkatrn energy didalam molekul itu akan tereksitasi
ketingkatan energy yang lebih tinggi .Sesuai dengan energy yang diserap maka
yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energy vibrasi yang diikuti
dengan perubahan energy rotasi .Interksi ini terjadi dengan syarat adnya
perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi.Radiasi medan listrik
berubah –ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan
perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul.Selain itu energy yang
dihasilkan oleh sianr IR harus sesuai dengan energy yang dibutuhkan oleh atom
untuk bervibrasi.Senyawa seperti O2dan N2 tidak memiliki perubahn mimen
dipole dalm vibrasinya sehingga tidak dapt mengadsropsi sinar IR.
Vibrasi khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger
print.Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar yaitu:
Vibrasi Regangan .vibrasi ini menyangkut konstanta vibrasi antara dua atom
sepanjang sumbu ikatan
Dalam vibrasi ini atom bergerak terus sepanjang ikatan yang
menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya,
walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:
a. Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu
bidang datar.
b. Regangan Asimetri, unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi
masih dalam satu bidang datar.
b. Vibrasi Bengkokan (Bending), terdiri dari : scissoring, rocking, wagging, dan
twisting.
Jika sistim tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar,
maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang
mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi
bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
1. Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi
masih dalam bidang datar.
2. Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan
masih dalam bidang datar.
3. Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang
datar.
Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar.
Semakin rumit struktur semakin banyak bentuk-bentuk vibrasi yang
mungkin terjadi.Akibatnya kita akan melihat banyak pita-pit adsorpsi yang
diperoleh pada spektrum inframerah.Bahkan bisa lebih rumit bergantung pada
moekul dan kepekaan instrumen.
Berikut adalah komponen alat spektrofotometri IR
Komponen :
1. Sumber Energi : Sumbernya dapat berupa Nernest atau lampu Glower, yang dibuatt dari oksida-oksida zirconium dan yttrium, berupa batang berongga dengan diameter 2mm dan panjang
30mm. batang ini dipanaskan sampai dan
akan memberikan radiasi di atas 7000 . Sumber radiasi yang biasa digunakan berupa Nernst Glower, Globar, dan Kawat Nikhrom. Nernst Glower merupakan campuran oksida dari zirkon (Zr), dan yitrium (Y) yaitu ZrO2 dan Y2O3, atau campuran oksida thorium (Th) dan serium (Ce). Nernst Glower ini berupa silinder dengan diameter 1 sampai 2 mm dan panjang 20 mm. pada ujung silinder dilapisi platina untuk melewatkan arus listrik. Nernst Glower mempunyai radiasi maksimum pada panjang gelombang 1,4 µm atau bilangan gelombang 7100 cm-1. Globar merupakan sebatang silicon karbida (SiC) biasanya dengan diameter 5 mm dan panjang 50 mm. radiasi maksimum Globar terjadi pada panjang gelombang 1,8-2,0 µm atau bilangan 7100 cm-1. Kawat Nikhrom merupakan campuran nikel (Ni) dan Krom (Cr), mempunyai radiasi lebih rendah dari Nernst Glower dan Globar.
2. Monokromator: digunakan untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginan, sehingga diperoleh sinar yang monokromatis, terdiri dari sistem celah (masuk-keluar) tempat sinar dari sumber radiasi masuk ke dalam sistem monokromator; alat pendispersi berupa prisma/kisi difraksi akan menguraikan sinar menjadi komponen panjang gelombang. Monokromator yang digunaan untuk alat infra merah umumnya terbuat dari berbagai macam bahan, missal:prisma (umumnya dalam littrow
mounting) dan celah yang terbuat dari gelas, lelehan silika,
Tetapi pada umumnya
prisma NaCl digunaan untuk daerah dan
prisma KBR untuk . 3. Wadah sampel : Berfungsi untuk
menaruh/meletakkan/melekatkan sampel yang akan dianalisis. Wadah sampel yang digunakan disesuaikan pada bentuk fisik sampel yang akan dianalisis. Wadah sampel tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 m. hal ini dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel. Wadah sampel untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm biasanya dibuat lapisan tipis (film) di antara dua keping senyawa yang transparan terhadap radiasi inframerah. Dapat pula dibuat larutan yang kemudian dimasukkan ke dalam sel larutan.Wadah sampel untuk padatan mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm (seperti wadah sampel untuk cairan). Sampel berbentuk padatan ini dapat dibuat pellet, pasta, atau lapis tipis. Pelet KBr dibuat dengan menggerus sampel dan Kristal KBr (0,1 – 2,0 % berdasar berat) sehingga merata kemudian ditekan sampai diperoleh pelet atau pil tipis. Pasta (mull) dibuat dengan mencampur sampel dan setetes bahan pasta sehingga merata kemudian dilapiskan di antara dua keping NaCl yang transparan terhadap radiasi inframerah. Bahan pasta yang biasa digunakan adalah parafin cair. Lapis tipis dibuat dengan meneteskan larutan dalam pelarut yang mudah menguap pada permukaan kepingan NaCl dan dibiarkan sampai menguap.
Sampel Padatan
Nujol Mull:
Cara persiapan sampel dengan menggunakan Nujol Mull yaitu: Sampel digerus dengan mortar dan pestle agar diperoleh bubuk yang halus. Dalam jumlah yang sedikit bubuk tersebut dicampur dengan Nujol agar terbentuk pasta, kemudian beberapa tetes pasta ini ditempatkan antara dua plat sodium klorida(NaCl) yang transparan terhadap radiasi inframerah.Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis.
Pelet KBr
Sedikit sampel padat dan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) (kira-kira 1 - 2 mg) (0,1 – 2,0 % berdasar berat Campuran ini kemudian ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan menggunakan alat tekanan mekanik. Tekanan ini dipertahankan beberapa menit, kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis. Pelet KBr dibuat dengan menggerus sampel dan Kristal KBr (0,1 – 2,0 % berdasar berat) sehingga merata kemudian ditekan sampai diperoleh pelet atau pil tipis.
Preparasi sampel lapisan tipis menggunakan sampel holder yang tersedia (window)
Sampel Cairan
Bentuk ini adalah paling sederhana dan metode yang paling umum pada persiapan sampel. Setetes sampel ditempatkan antara dua plat KBr atau plat NaCl untuk membuat film tipis.
Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis. umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm Dapat pula dibuat larutan yang kemudian dimasukkan ke dalam sel larutan.
Sampel Gas
Untuk sample gas gas, dibutuhkan sebuah sel silinder/tabung gas dengan jendela pada setiap akhir pada sebuah material yang tidak aktif inframerah seperti KBr, NaCl atau CaF2. Sel biasanya mempunyai inlet dan outlet dengan keran untuk mengaktifkan sel agar memudahkan pengisian dengan gas yang akan dianalisis. Untuk sampel berbentuk gas digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 m. hal ini dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel.
5.Detektor : alat yang mengukur atau mendeteksi energi radiasi akibat pengaruh panas. Berbeda dengan detector lainnya (misalnya phototube), pengukuran radiasi infra merah lebih sulit karena intensitas radiasi rendah dan energi foton infra merah juga rendah. Akibatnya signal dari detector infra merah ecil sehingga dalam penguurannya harus diperbesar dengan menggunaan amplifier. Terdapat dua macam detector yaitu thermocouple dan bolometer.
6.Rekorder : alat perekam untuk mempermudah dan mempercepat pengolahan data dari detector.
Plastik merupakan polimer sintetik yang erbentuk dari reaksi polimerisasi monomer-monomernya seperti diperlihatkan pada reaksi berikut.
R R
Keberadaan gugus R akan mempengaruhi jenis sifat kimia,sifat mekanik dan penggunaan jenis-jenis polimer karena perbedaan gugus R dapat ditentukan melalui metode spektrometri IR zat aditif bermassa molekul rendah sering ditambahkan kedalam polimer untuk memperoleh sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbakaran dan keluwesannya.Zat aditif ini dapat berpindah kedalam makanan minuman jika mengalami kontak yang cukup lama dengan makanan atau minuman atau terkena panas.Metode spekstropi inframerah dapat digunakan untuk menentukan keberadaan zat aditif ini jika diberi perlakuan panas.
Karena setiap tipe ikatan memiliki sifat
frekuensi yang khas, bahkan karena tipe ikatan dipastikan tidak akan ada dua
molekul atau senyawa yang memiliki bentuk serapan infra merah yang sama.
Bilangan gelombang yang khas untuk beberapa senyawa.Berikut ini adalah
tabel.
Spektrofotometer FTIR
Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan spektrofotometer FTIR sama degan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel.Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam.Dengan demikian radiasi inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin bergerak dan cermin yang diam.Pada sistem optik fourier traansform infared digunakan radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.
C. Alat dan Bahan
Alat
Gunting 1 buah
Interferometer FTIR 1 set
Pengaduk magnet dengan dengan pemanas 1 set
Gelas kimia 1 buah
Pinset 1 buah
Bahan
Etanol 120 mL
Sampel plastik plastik wrap (2 buah film yang sudah digunting)
D. Langkah kerja
Pengukuran sampel plastik kemasan tanpa perlakuan.
Sampel plastik kemasan digunting dengan ukuran 5x5 cm, kemudian
sampel plastik dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi pelarut etanol
dingin. Sampel tersebut dikeringkan dan ditempatkan pada tempat sampel.
Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrometer FTIR.
Pengukuran sampel plastik dengan perlakuan.
Sampel plastik kemasan digunting dengan ukuran 5x5 cm. Sampel plastik
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi pelarut etanol panas dan
selanjutnya terus dipanaskan selama 1 jam dengan menggunakan hotplate,
diaduk, dikeringkan dan ditempatkan pada tempat sampel. Selanjutnya
dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrometer FTIR.
Cara pengoprasian spektometer FTIR
1. Persiapan
Alat FTIR di ‘ON’-kan sumber arus listrik, di ‘ON’-kan alat, di ‘ON’-kan alat
komputer, ditunggu.
2. Pengukuran
Alat komputer di klik ganda shortcut, ditunggu beberapa saat sampai
keluar “dialog box”, diklik ok. Menu pada layar di klik “FTIR 8400” pada menu
instrumen, diklik “BK6 Start” untuk memulai pengukuran.
Spektra pada layar ditunggu sampai menghilang, ditempatkan sampel
siap ukur pada tempat sampel dari alat inferometer, diisi dialog box dengan
identitas sampel, diklik “sampel start”, ditunggu spektra yang diperoleh. Spektra
yang diperoleh muncul di layar, diklik peak tabel “pada menu “calc” untuk
memunculkan harga bilangan gelombang, treshold dan norse level ditentukan
untuk mengatur pemunculan harga bilangan gelombang.
3. Mematikan FTIR
Alat komputer di ‘OFF’-kan, demikian pula dengan interferometer serta sumber
arus listriknya.
F. Hasil dan Analisis Data IR
Penentuan keberadaan zat aditif pada plastik kemasan dengan menggunakan spektrometer IR. Sampel yang digunakan adalah plastik wrap. Pada praktikum ini dilakukan dua analisis sampel, yaitu analisis sampel dengan melalui pemanasan dan analisis sampel tanpa melalui pemanasan.
Sebelum sampel disimpan pada holder sampel, terlebih dahulu digunting sampel tersebut dengan ukuran kira-kira 3x3 cm sebanyak 2 buah. Sampel yang pertama dicelupkan kedalam larutan etanol tanpa melalui pemanasan, hal ini bertujuan agar pengotor-pengotor yang ada pada plastik dapat terlarut. kemudian dikeringkan dan apabila sudah kering, maka sampel bisa disimpan pada holder sampel dan kemudian d analisis. Sedangkan sampel yang kedua, dicelupkan pada pelarut etanol, lalu dipanaskan selama satu jam, pemanasan sampel pada pelarut etanol ini bertujuan untuk melarutkan zat aditif yang terdapat pada plastik wrap. Setelah itu dikeringkan dan disimpan disampel holder baru bisa dianalisis. Dari perbedaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan zat aditif pada sampel plastik dengan membandingkan spektrum yang sebelum pemansan dan yang sesudah pemanasan. Dalam hal ini diharapkan pada spektra sampel yang melalui perlakuan pemansan, ada beberapa peak yang hilang yang diduga adalah peak dari zat aditif.
Selain itu pada proses pergantian, pemberian perlakuan, dan pengeringan plastik wrap. Plastik wrap tidak boleh disentuh secara langsung oleh kulit, melainkan harus menggunakan pinset. Hal ini agar plastik tidak terkena lemak yang terdapat pada tangan yang dapat mempengaruhi hasil spektra IR yang akan diperoleh. Karena dalam lemak terdapat gugus asam karboksilat dan alkil yang dapat terdeteksi oleh IR.
Sampel yang telah dianalisis dengan menggunakan FTIR, baik yang melalui pemanasan dan yang tanpa melalui pemanasan dibandingkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh proses pemanasan terhadap keadaan zat aditif plastik yang ditandai dengan perubahan pada spektra IR yang dihasilkan.
Analisi spektra plastik wrap tanpa pemanasanPada spektra yang dihasilkan terhadap beberapa puncak spektra yaitu terdapat minimal 13 puncak yang teridentifikasi, akan tetapi secara umum terdapat 4 puncak dominan, yaotu pada bilangan gelombang (719.4 ; 1463.9 ; 2850.6 ; 2914.2) cm-1. Dibawah ini gugus-gugus yang sesuai dengan bilangan gelombang diatas.
Bilangan Gelombang
(cm-1)
Penafsiran
719,4 Menunjukan adanya C- Cl
1463,9 Menunjukan adanya CHx (sp3) bending
2850,6 Menunjukan adanya gugus OH
2914,2 Menunjukan adanya alkil C-H streching
Analisis spektra plastik wrap yang melalui pemanasanPada plastik yang melalui pemanasan terdapat beberapa puncak yang dihasilkan, yaiti sebagai berikut :
Dari sampel plastik kemasan spektra yang muncul sebelum dan setelah pemanasan dikatakan sama. Hal ini terlihat ketika kedua spektra tersebut digabung dalam satu gambar. Dari kedua spektra tersebut dapat dilihat adanya empat peak dengan intensitas yang tajam.
Bilangan Gelombang
(cm-1)
Penafsiran
719,4 Menunjukan adanya C- Cl
1463,9 Menunjukan adanya CHx (sp3) bending
2850,6 Menunjukan adanya gugus OH
2914,2 Menunjukan adanya alkil C-H streching
Dari spektra FTIR untuk sampel plastik dengan perlakuan pemanasan diperoleh peak-peak yang mirip dengan peak-peak pada spektra FTIR untuk sampel tanpa pemanasan (terjadi overlapping kedua spektra), dapat dikatakan tidak berubah. Ini menandakan bahwa komposisinya tidak berubah dengan pemanasan, tidak ada spesi yang larut dalam etanol. Dengan kata lain, sampel plastik kemasan yang melalui perlakuan pemanasan tidak mengandung zat aditif.
Analisis sampelPlastik wrap sering digunakan untuk membungkus
makanan, buah-buahan dan sebagainya. Maka akan ada kontak langsung antara plastik wrap dengan makanan sehingga ada kemungkinan sebagian dari zat aditif yang terkandung dalam plastik wrap akan tertinggal pada makanan, karena didalam makanan terdapat bahan-bahan organik (lemak, minyak, alkohol) yang dapat melarutkan polimer pada plastik wrap keadaan panas. Dan jika ini terjadi, maka besar kemungkinan zat tersebut ikut terkonsumsi. Jika ada bagian dari polimer yang terdapat pada plastik wrap yang termakan akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Plastik wrap terbuat dari polimer, yaitu polivinilklorida (PVC). PVC merupakan polimer yang berasal dari vinilklorida sebagai monomernya. Vinilklorida merupakan molekul aktif infra merah, artinya molekul yang memiliki momen dipol asimetris sehingga molekul vinilklorida dapat terdeteksi keberadaannya didalam plastik wrap.
Berdasarkan penafsiran tersebut, diduga bahwa sampel plastik wrap yang digunakan merupakan polivinilklorida (PVC), polimer dari vinilklorida.
Spektrum FTIR untuk PVC, dapat diperkirakan karena struktur dari PVC sudah diketahui. Pada PVC ada beberapa ikatan yaitu, C-C, C-H, CH2. Diperkirakan akan ada tiga peak yang paling tampak yaitu pada katan C-H, CH2 pada alkana dan juga ikatan C-Cl. Ini menunjukan bahwa terjadi perubahan komposisi dalam sampel yang dipanaskan, ada komponen yang larut. Dengan kata lain, terdapat zat aditif dalam sampel plastik kemasan yang melalui pemanasan, dan diperkirakan adalah bis(2-etiheksil) adipat.
Rumus molekulnya adalah :
Adanya sebagian dari PVC yang terlarut dalam pelarut organik, dapat diketahui dari spektrum yang muncul antara sebelum pelarutan dan pemanasan dengan setelah pelarutan dan pemanasan. Jika ada PVC yang terlaru ketika pelarutan disertai pemanasan, spektrum setelah pelarutan akan menunjukan perbedaan dengan spektrum sebelum pemanasan.
Perbedaannnya terletak pada peak yang akan muncul. Peak yang akan muncul akan berkurang atau bisa jadi hilang sama sekali. Pada praktikum yang dilakukan kali ini, pada plastik wrap yang dianalisis peak yang dominan antara sampel plastik yang melalui pemanasan dan tanpa melalui pemansan memiliki kesamaan, akan tetapi setelah kedua kromatogram dibandingkan dengan cara menggabungkannya, terdapat peak-peak yang hilang, meski peak yang hilangnya itu bukan dari peak yang dominan, melainkan peak-peak antaranya. Maka dengan ini ada gugus fungsi yang terlarut pada pelarut organik dengan melalui pemanasan. Oleh karena itu, gugus fungsi ini merupakan zat aditif yang ditambahkan pada plastik. Dilihat dari frekuensi dan rumus struktur zat aditif yang sudah ada, dapat disimpulkan bahwa zat aditif pada plastik wrap adalah PVC.
Fakta tentang kandungan zat aditif ini menunjukan bahwa sampel plastik kemasan melalui pemanasan tidak layak digunakan untuk pengemasan makanan terutama yang dalam perlakuannya melibatkan pemanasan.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum kali ini bahwa plastik wrap yang dianalisis mengandung zat aditif. Zat aditif yang terkandung ialah dari PVC.
DAFTAR PUSTAKADay, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi
dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia
Analitik Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
LAMPIRAN
1. Data Pengamatan
Bagan Alir Pengamatan
Sampel plastik
Guntingan 1
digunting dengan ukuran
3x3cm
ditempatkan dalam gelas kimia berisi pelarut etanol dingin
dikeringkan
Sampel plastik wrap
Pelarut etanol yang digunakan 50 mL
Sampel plastik wrap dikeringkan ± 5 menit
Sampel disesuaikan dengan ukuran sampel holder
Berupa spektra IR
ditempatkan dalam sampel holder
Hasil spektra
diukur spektra IR
Hasil
dibandingkan dengan film yang diberi perlakuan
Sampel plastik
Guntingan 2
digunting dengan ukuran
3x3cm
Pelarut etanol yang digunakan ±120 mL Sampel dipanaskan ± 1 jam Sampel dikeringkan selama ± 5 menit Sampel disesuaikan dengan ukuran
sampel holder
Berupa spektra IR
ditempatkan dalam gelas kimia berisi pelarut etanol
dipanaskan dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 1 jam
dikeringkan
ditempatkan dalam sampel holder
diukur spektra IR
Hasil spektra
Hasil
dibandingkan dengan film yang tanpa perlakuan
\
Spektrum IR tanpa pemanasan
Spektrum IR melalui pemanasan
Gabungan Spektrum IR tanpa pemanasan dan Spektrum IR melalui pemanasan
Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli
0
Tambahkan komentar
3.
Jan
9
laporan praktikum AAS
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN
Penentuan Kadar Tembaga pada Sampel Air Limbah Menggunakan Spektrometer Serapan Atom (SSA)
Tanggal Praktikum : 02 November 2012
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
HANIK MASFUFATUL 1001114
NOVI NURLAELI 1004563
VEGA ISMA ZAKIAH 1006336
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
Tanggal Praktikum : 02 November 2012
Judul Praktikum :
Penentuan Kadar Tembaga pada Sampel Air Limbah Menggunakan
Spektrometer Serapan Atom (SSA)
Tujuan Praktikum :
1. Mempreparasi sampel air limbah yang akan ditentukan kadar tembaganya
dengan alat spektrometer serapan atom.
2. Menyiapkan larutan kerja dari larutan “stock” yang tersedia.
3. Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel dengan alat
spektrometer serapan atom.
4. Menentukan kadar Cu(II) dalam sampel air limbah menggunakan spektrometer
serapan atom.
A. DASAR TEORI
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion
Spectroscophy (AAS) adalah metode spektrometri yang didasari oleh adanya
serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu
unsur dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau vis
yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.
Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalnya Natrium menyerap pada 589
nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada
panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat
elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan
absorbansi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi.
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar
sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer
yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :
A = a b C
Keterangan : A = absorbansi/daya serap
a = absorftivitas
b = lebar kuvet (cm)
C = konsentrasi
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi
(sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X) , kita dapat menentukan konsentrasi suatu
sempel.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa
nyala api dari pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan ; (2) sumber
energi, berupa hollow cathode; dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama
berupa detektor yang dapat mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.
Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi dengan
cahaya melalui absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika suatu atom pada
keadaan dasar dikenai sinar maka atom tersebut akan tereksitasi dari keadaan
dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi dari atom yang tereksitasi
tersebut dijadikan sebagai dasar pengukuran untuk AAS.
Proses Spektroskopi Serapan Atom ini meliputi :
1. Atomic Absorption (Absorpsi Atom)
Logam akan mengabsorpsi energi cahaya. Cahaya yang diabsorpsi spesifik
sekali untuk tiap unsur tersebut.
2. Atomic Emission (Emisi Atom)
Dalam atom, proses eksitasi terjadi setelah atom menerima energi. Sebagian
energi tersebut digunakan untuk mengeksitasi atom. Pada saat kembali pada
keadaan dasarnya, terjadi pelepasan energi yang berbentuk gelombang
elektromagnetik.
Prinsip kerja instumentasi spektroskopi serapan atom
Atom-atom dari sampel yang berbeda menyerap cahaya dengan
panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom
tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum mekanika kuantum yang menyatakan
bahwa atom tidak naik ke tingkat energi yang lebih tinggi secara bertahap (tanpa
harus menjadi intermeditnya). Dan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi , atom
akan menyerap energi yang banyak. Saat absorbansi ini dilewatkan pada sinar
UV, beberapa dari sinar akan terserap. Serapan dari sinar UV iini yang
menimbulkan panjang gelombang yang spesifik. Dengan menyerap energi, atom
dalam keadaan dasar mengalami eksitasi dan keadaan ini bersifat labil, sehingga
atom akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang
berbentuk radiasi.
Cara kerja instumentasi spektroskopi serapan atom
Atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda menyerap cahaya yang
berasal dari lampu katoda. Analisis dari suatu sampel yang mengandung unsur
menggunakan cahaya hasil emisi dari unsur tersebut. Misalnya tembaga, lampu
yang mengandung unsur tembaga memancarkan berkas cahaya hasil emisi yang
diserap oleh tembaga dari sampel. Kemudian cahaya menuju ke copper
dilewatkan kedalam nyala api. Dalam AAS, sampel diatomisasi menjadi atom-
atom bebas keadaan dasar dalam bentuk uap, dan sebuah cahaya radiasi
elektromagnetik dihasilkan dari emisi atom-atom tembaga yang tereksitasi pada
lampu, yang diarahkan pada sampel yang diuapkan. Sebagian radiasi diserap
oleh atom pada sampel, semakin banyak atom dalam keadaan bentuk uap
semakin besar radiasi yang diserap oleh atom pada sampel. Jumlah cahaya yang
diserap sebanding dengan jumlah atom-atom tembaga. Kemudian radiasi
tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Dari detektor menuju
amplifier yang dipakai untuk membedakan kembali radisi yang berasal dari
sumber radiasi dan radiasi yang berasal dari nyala api. Selanjutnya sinar masuk
menuju read out untuk mencatat hasil. Kurva kalibrasi dibentuk dari perjalanan
sampel yang diketahui konsentrasinya.
Gambar diagram skema spektrometer serapan atom
Komponen-komponen instumentasi spektroskopi serapan atom
1. Sumber Sinar
Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi
absorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi eksitasi atom bersifat
terkuantisasi, oleh karena itu sumber sinar harus memberikan radiasi sinar yang
spesifik pula. Energi sinar yang khas dapat diperoleh dari peristiwa emisi sinar
dari lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp).
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0,001 nm, maka tidak mungkin
untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu, seperti pada spektrometri
molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut :
a) Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari pita-
pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu
digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar
dari pada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai
kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan
SSA menjadi jelek.
b) Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpsi oleh atom,
maka sumber energi cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk
menghasikan energi yang besar didalam daerah panjang gelombang yang sangat
sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan
detektor photomultiplier biasa, akan tetapi didalam prakteknya hal ini tidak
efektif sehingga tidak dilakukan.
Dengan melakukan sumber cahaya tunggal, monokromator konvensional
dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut
dengan pita resonanasi. Pita resonanasi ini menunjukkan transisi atom dari
keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk
mendeteksi logam yang diukur.
Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan adalah Hollow Cathode
Lamp (HCL) yang memberikan energi sinar khas untuk setiap unsur. Elektroda
Hollow Cathode Lamp biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga
dilapasi dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki.
Hollow Cathode Lamp dapat berupa unsur tunggal atau kombinasi beberapa
unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn). Lampu katode terbuat dari gelas
yang membungkus suatu katode (suatu logam berbentuk silinder yang bagian
dalamnya dilapisi dengan logam yang jenisnya sama dengan unsur logam analit
yang akan dieksitasi). Anoda tungsten berbentuk kawat / batang, kedua
elektrode diselubungi oleh tabung gelas yang diisi gas inert seperti argon atau
neon pada tekanan rendah (1-5 torr). Lampu ini mempunyai potensial 500 V,
sedangkan arus berkisar antara 2-20 MA. Sumber sinar berfungsi untuk
memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi absorbsi yang
diikuti peristiwa eksitasi atom. Keunggulan dari HCL adalah menghasilkan radiasi
yang sinambung dengan monokromator resolusi yang baik, sehingga hukum
Lambert-Beer dapat dipakai menghasilkan intensitas radiasi yang kuat.
Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda diberi
tegangan, arus lustrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion
yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda
yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang
tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan
melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan
melalui atom yang berada dalam nyala.
2. Chopper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber
sinar menjadi berselang-seling (untuk membedakan sinar dari emisi atom dalam
nyala yang bersifat kontinyu). Isyarat selang-seling oleh detektor diubah menjadi
isyarat bolak-balik, yang oleh amplifier akan digandakan, sedang emisi kontinyu
bersifat searah dan tidak digandakan oleh amplifier.
3. Alat Pembakar (Proses Atomisasi)
Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan N2O, dan gas alam
seperti propana, butana, asetilen, dan H2 dan asilen. Ada tiga cara atomisasi
dalam AAS :
a) Memakai Nyala (pembakar)
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katode tabung. Pada cara ini
larutan dikabutkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke pembakar atau
burner. Udara bertekanan (kompresor) sebagai oksidan ditiupkan ke dalam
ruang pengkabut (nebulizer) sehingga akan mengisap larutan sampel dan
membentuk aerosol kemudian dicampur dengan bahan bakar, diteruskan ke
pembakar sedangkan butir-butir yang besar akan mengalir keluar melalui
pembuangan (waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan
mudah cara kerjanya. Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi pengatoman
didalam nyala rendah, sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat
dicapai.
Ada tiga jenis nyala dalam spektrometer serapan atom yaitu:
Udara – Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000C) dibandingkan jenis nyala lainnya.
Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik, jika elemen yang akan diukur
mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
Udara – Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS, nyala ini
menghasilkan temperatur sekitar 23000C yang dapat mengatomisasi hampir
semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca,Mo juga dapat dianalisa
menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar
terhadap gas pengoksidasi.
Nitrous – Oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (30000C) dan sangat baik digunakan untuk
menganalisis sampel banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si, Ti,
W.
b) Tanpa Nyala (memakai tungku Grafit)
Tungku grafit dipanaskan dengan listrik (electrical thermal). Suhu dari tungku
dapat diprogram, sehingga pemanasan larutan dilakukan secara bertahap:
Tahap pengeringan (desolvasi)
Tahap pengabuan (volatilisasi, disosiasi)
Tahap pendinginan
Tahap atomisasi
Keunggulannya adalah sensitivitas lebih baik, suhu dapat diatur, jumlah
sampelnya sedikit (6 μL).
c) Tanpa Panas (dengan penguapan)
Digunakan untuk menetapkan raksa (Hg) karena raksa pada suhu biasa
mudah menguap dan berada dalam keadaan atom bebas.
4. Nebulizer
Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut
dengan ukuran partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler
dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang
pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran
campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang
besar dialirkan ke saluran pembuangan.
5. Spray Chamber
Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan,
bahan bakar, dan aerosol yang mengandung sampel sebelum memasuki burner.
6. Ducting
Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar
pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar.
7. Kompresor
Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi
untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu
pembakaran atom.
8. Burner
Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan
kabut/uap garam yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
Merupakan bagian paling terpenting didalam main unit, karena burner
berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen, dan aquabides agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secdara baik dan
merata. Lubang yang berada pada burner merupakan lubang pemantik api,
dimana pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Warna
api yang dihasilkan berbeda-beda tergantung pada konsentrasi logam yang
diukur.
9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi
atom didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi
diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya.
Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol
intensitas energi yang diteruskan ke detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan (salah
satu atau lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar (spektrum)
yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan meniadakan λ yang lain.
Monokromator dalam AAS diletakkan setelah tempat sampel, hal tersebut guna
menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum kontinyu yang dipancarkan
oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang tereksitasi didalam nyala.
10. Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas resonansi yang
keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus listrik. Detektor yang
paling banyak digunakan adalah photo multifier tube. Terdiri dari katoda yang
dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu
mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan
bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang
mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai
menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
11. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat
menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
12. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan didalam drigen dan diletakkan terpisah pada
AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar
sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi keatas, karena
bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat
pengukuran sampel sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.
B. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Labu takar 50 mL 2 buah
2. Labu takar 25 mL 4 buah
3. Pipet tetes 1 buah
4. Gelas kimia 100 mL 1 buah
5. Gelas kimia 600 mL 1 buah
6. Corong kecil 1 buah
7. Pipet ukur 1 mL 1 buah
8. Hot plate 1 buah
9. Kaca arloji 1 buah
10. Instrumen AAS 1 set
11. Batang pengaduk 1 buah
12. Corong dan statif 1 set
Bahan :
1. Larutan stock Cu(II) 1000 ppm 3 mL
2. Larutan sampel 50 mL
3. Aquades secukupnya
4. Larutan HNO3 pekat 6 mL
5. Kertas saring Whatmann 1 lembar
C. PROSEDUR KERJA
1. Preparasi sampel
Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL.
Ditambahkan 2,5 mL larutan HNO3 pekat, diaduk, kemudian diuapkan di atas hot
plate sampai volumenya menjadi 15 mL. Ditambahkan lagi 2,5 mL larutan
HNO3 pekat, lalu ditutup dengan kaca arloji, dan dipanaskan kembali sampai
warna larutan menjadi jernih. Kemudian larutan sampel didinginkan,
ditambahkan sedikit aquades dan dituangkan ke dalam labu takar 50 mL.
Volume sampel di tepatkan / tanda batas sampai dengan 50 mL dengan cara
menambahkan aquades. Kemudian larutan sampel disaring dengan kertas saring
Whatmann.
2. Pembuatan larutan blanko
Sebanyak 0,349 mL larutan HNO3 16 M dipipet dan diencerkan dengan
memasukannya ke dalam gelas kimia 600 mL yang berisi aquades dengan
volume 500 mL. Larutan blanko berupa larutan HNO3 dengan pH 2.
3. Pembuatan larutan kerja Cu(II)
Larutan kerja Cu(II) dibuat dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm,
dan 25 ppm. Larutan kerja konsentrasi 5 ppm dibuat dalam labu takar 50 mL,
sedangkan untuk larutan standar lainnya dibuat dalam labu takar 25 mL. Larutan
kerja Cu(II) dalam labu takar dengan masing-masing konsentrasi, diencerkan
dengan larutan blanko sampai tanda batas.
4. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel
Diukur absorbansi masing-masing larutan kerja yang telah disiapkan dimulai dari
konsentrasi terendah. Kemudian diukur absorbansi larutan sampel. Dibuat grafik
hubungan absorbansi vs konsentrasi dengan program Excell. Ditentukan
persamaan matematik hubungan linier antara absorbansi dengan konsentrasi.
Ditentukan konsentrasi (ppm) tembaga (II) dalam larutan contoh uji.
D. HASIL DAN ANALISIS DATA
Percobaan yang telah dilakukan adalah penentuan kadar tembaga Cu(II)
pada sampel air limbah dengan menggunakan metode spektrometer serapan
atom. Sampel yang akan dianalisa berupa air limbah yang diperoleh dari daerah
Leuwi Gajah, yang berasal dari pabrik. Pengambilan sampel diambil dari tiga
titik, dengan kedalaman yang sama. Sampel yang diperoleh berupa cairan
berwarna coklat keruh.
Untuk dapat dianalisa dengan instrumen AAS, sampel dipreparasi terlebih
dahulu. Tahap ini dilakukan agar memenuhi Hukum Lambert-Beer. Dalam tahap
preparasi dilakukan penambahan HNO3 pekat dan pemanasan. Penggunaan
HNO3 pekat ini bertujuan untuk mempermudah proses destruksi agar logam Cu
dalam keadaan bebas, karena dalam sampel, logam dalam keadaan kompleks;
dalam sampel tidak hanya terdapat logam Cu saja tetapi terdapat pula logam-
logam yang lain; dan agar garam-garam yang mungkin terbentuk dapat larut,
sehingga tidak terbentuk endapan dan larutannya pun menjadi jernih. Selain itu,
digunakannya larutan HNO3 yang bersifat asam, agar terhindar dari terjadinya
pengendapan dari ion Cu2+, jika ditambahkan basa akan terbentuk endapan
Cu(OH)2. Dan fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat dan mengefektifkan
proses pemutusan ikatan atau destruksi berlangsung. Setelah sampel dilakukan
penambahan HNO3 pekat dan pemanasan, larutan sampel disaring dengan
kertas saring Whatmann, agar didapat larutan yang homogen.
Larutan blanko yang digunakan merupakan larutan HNO3, karena larutan
HNO3 sebagai pelarut dalam larutan sampel dan larutan standar, dengan
demikian keberadaan HNO3 tidak mempengaruhi data absorbansi yang
diperoleh dari proses pengukuran larutan standar dan larutan sampel. Dalam
pengukuran sampel ini, digunakan metode adisi standar. Karena diduga adanya
kadar Cu2+ dalam larutan sampel sedikit. Sehingga jika larutan diukur
dikhawatirkan bahwa absorbansinya tidak terbaca. Larutan blanko yang dibuat,
diencerkan sampai pH 2 yang bersifat asam, agar atom Cu dalam keadaan
bebas/netral dan tidak terbentuk endapan.
Pada pembuatan larutan kerja Cu(II), dibuat dengan berbagai konsentrasi
yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm. Maka analisis kuantitatif
dilakukan dengan cara kurva kalibrasi antara absorbansi (sumbu y) dengan
konsentrasi Cu (sumbu x).
Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi sampel dan pembuatan kurva
kalibrasi. Dari data pengamatan nilai absorbansi yang didapat, semakin besar
konsentrasi suatu larutan, maka semakin besar pula nilai absorbansi atau
penyerapan cahaya oleh atom.
Dari hasil pengamatan, diperoleh persamaan garis y = 0,0455x dengan R2 =
0,9794. Dari kurva tersebut, dilihat bahwa absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi. Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert-Beer A = a b C . Dari
persamaan garis ini diperoleh kadar Cu(II) dalam sampel sebesar 0,2198 ppm.
E. KESIMPULAN
Pengambilan sampel dari beberapa titik dengan kedalaman yang sama,
kemudian dihomogenkan agar diperoleh sampel yang dapat dianalisis oleh
instrumen AAS. Preparasi sampel dilakukan proses destruksi dengan
penambahan larutan HNO3 pekat dan proses pemanasan. Larutan kerja dibuat
dari larutan stock Cu(II) 1000 ppm dan larutan blanko, dibuat berbagai
konsentrasi yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 pppm. Prinsip
pengukuran dengan instrumen spektrometer serapan atom adalah
penyerapan/absorbansi cahaya oleh atom Cu dalam keadaan bebas/netral yang
berada pada nyala api. Pengukuran dengan spektrometer serapan atom
menghasilkan data absorbansi, dan untuk pengukuran kadar Cu(II) dilakukan
dengan metode kurva kalibrasi dari larutan kerja. Berdasarkan hasil percobaan
penentuan kadar Cu(II) pada sampel air limbah, dengan metode spektrometer
serapan atom diperoleh kadar Cu(II) dalam sampel air limbah sebesar 0,2198
ppm.
F. DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Sabarudin, Ahmad, dkk. (2000). Kimia Analitik. Bandung: IKIP Semarang.
Wiji, dkk. (2012). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
G. LAMPIRAN
1. Cara pembuatan larutan
a.
Sampel limbah
Pembuatan larutan sampel
Dimasukkan 50 mL ke dalam gelas kimia 100 mL
Ditambahkan 2,5 mL larutan HNO3 pekat
Diaduk
Diuapkan diatas hot plate sampai volumenya menjadi 15 mL
Ditambahkan lagi 2,5 mL larutan HNO3 pekat
Ditutup dengan kaca arloji
Dipanaskan kembali sampai warna larutan jernih
Didinginkan
Ditambahkan sedikit aquades
Dituangkan ke dalam labu takar 50 mL
Ditambahkan aquades sampai tanda batas
Disaring dengan kertas saring Whatmann
Larutan sampel homogen
b.
Larutan HNO3pekat
Pembuatan larutan blanko
Dipipet 0,349 mL
Diencerkan dengan aqudes sampai volume 500 mL
Larutan blanko pH 2
c. Pembuatan larutan kerja Cu(II)
Dipipet masing-masing 0,25 mL (5 ppm), 0,25 mL (10 ppm), 0,375 mL (15 ppm),
0,5 mL (20 ppm), 0,625 mL (25 ppm)
Dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, untuk konsentrasi 5 ppm
dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL
Diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas
Larutan kerja Cu(II)
2. Data pengamatan
a. Tabel pengamatan
Cara Kerja Pengamatan
a. Preparasi sampel
Dimasukkan 50 mL ke dalam
gelas kimia 100 mL
Ditambahkan 2,5 mL larutan
HNO3 pekat
Diaduk
Diuapkan diatas hot plate
sampai volumenya menjadi
15 mL
Ditambahkan lagi 2,5 mL
larutan HNO3 pekat
Ditutup dengan kaca arloji
Dipanaskan kembali sampai
warna larutan jernih
Didinginkan
Ditambahkan sedikit
aquades
Dituangkan ke dalam labu
takar 50 mL
Ditambahkan aquades
sampai tanda batas
Disaring dengan kertas
saring Whatmann
Sampel berupa air limbah berwarna
coklat keruh
Air limbah diadisi, ditambahkan
larutan Cu 1000 ppm, sebanyak 10
mL
Larutan HNO3 pekat = larutan tidak
berwarna
Campuran air limbah + HNO3 pekat =
larutan berwarna coklat
Ditambahkan lagi HNO3 pekat =
campuran berwarnakuning muda
Setelah selesai dipanaskan,
campuran berupa larutan berwarna
kuning
Ketika didinginkan, daerah dinding
gelas kimia berwarna kuning
Larutan sampel berwarna kuning
Larutan sampel homogen berwarna
kuning
b. Pembuatan larutan blanko
Dipipet 0,349 mL
Diencerkan dengan aqudes
sampai volume 500 mL
Larutan HNO3 = larutan tidak
berwarna
Larutan blanko = larutan tidak
berwarna
c. Pembuatan larutan kerja
Cu(II)
Dipipet masing-masing 0,25
mL (5 ppm), 0,25 mL (10
ppm), 0,375 mL (15 ppm),
0,5 mL (20 ppm), 0,625 mL
(25 ppm)
imasukkan ke dalam labu
takar 25 mL, untuk
konsentrasi 5 ppm
dimasukkan ke dalam labu
takar 50 mL
Diencerkan dengan larutan
blanko sampai tanda batas
Larutan stock Cu 1000 ppm =
berwarna biru muda
Laruta kerja Cu(II) berbagai
konsentrasi = larutan tidak berwarna
d. Pembuatan kurva kalibrasi
dan pengukuran konsentrasi
sampe
Diukur absorbansi larutan
kerja dimulai dari
konsentrasi terendah
Diukur absorbansi larutan
sampel
Dibuat grafik hubungan
absorbansi vs konsentrasi
Ditentukan persamaan
dataterlampir
matematik hubungan linier
Ditentukan konsentrasi
(ppm) Cu(II) dalam larutan
contoh uji
b. Kondisi instrumen
Parameter Pengamatan
Asal Limbah pabrik daerah Leuwi Gajah
Wujud Cair
Warna Coklat keruh
Bau Tidak berbau
Logam yang di uji Logam Cu
Volume 50 mL
c. Kondisi sampel
Parameter Pengamatan
Kuat arus 15 Ampere
Hollow Cathode Lamp Cu
Panjang gelombang 324,8 nm
Energi 66 %
Intergrated time 0,7 s
Reflicated 3 (triplo)
Oksidan dan fuel Oksidan : udara dan fuel : asetilen
Slit atau celah 0,7 nm
Warna nyala Biru
d. Data hasil absorbansi
larutan ppm A
0 0
5 0,23
10 0,443
15 0,589
20 0,866
25 1,235
sampel 0,465
3. Perhitungan
# Pembuatan larutan blanko
ρ HNO3 = 1,39 Kg/L
Mr NO3 = 63
% HNO3 = 65 %
V HNO3 = 65% x 100 mL = 65 mL = 0,065 L
Massa HNO3 = V x ρ
= 0,065 L x 1,39 Kg/L
= 0,09035 Kg
= 90,35 g
n HNO3 =
= 1,434 mol
M HNO3 =
=
= 14,34 M
pH larutan = 2 maka [larutan] = 1x 10-2 M
[HNO3] = 14,34 M ; V HNO3 = 500 mL
[larutan] x V larutan = [HNO3] x V HNO3
V HNO3 = = 0,349 mL
# Pembuatan larutan kerja Cu (II)
5 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 50 mL x 5 ppm
V1 = 0,25 mL
10 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 10 ppm
V1 = 0,25 mL
15 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 15 ppm
V1 = 0,375 mL
20 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 20 ppm
V1 = 0,5 mL
25 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1000 ppm = 25 mL x 25 ppm
V1 = 0,625 mL
# Perhitungan kadar Cu(II)
Persamaan garis y= 0,0455x R2 = 0,9794
Absorbansi sampel = 0,0465
y = 0,0455x
0,0465 = 0,0455x
x = 10,2198 ppm
Karena pada preparasi sampel ditambahkan larutan stock Cu dengan
konsentrasi 10 ppm, maka kadar Cu dalam air limbah adalah 10,2198 ppm – 10
ppm = 0,2198 ppm.
Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli
0
Tambahkan komentar
4.
Jan
9
laporan praktikum UV VIS
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN
“PENENTUAN KADAR Fe (II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS”
(12 Oktober 2012)
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)
Dosen Pembimbing :
Dra. Zakiyah, M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 11
Hanik M. H (1001114)
Novi Nurlaeli (1004563)
Vega Isma Zakiah (1006336)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
Tanggal Praktikum: 12 Oktober 2012
PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER VISIBLE
A. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar FE(II) dalam sampel air ledeng dengan menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer visibel.
B. Tinjauan pustakaSpektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul. (Sumar hendayana. 1994 : 155)
Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks berwarna antara besi (II) dengan orto-fenantrolin yang dapat menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Banyak sinar yang diserap akan berkorelasi dengan kuantitas analit yang terkandung di dalamnya sesuai dengan Hukum Lambert-Beer. (Wiji, dkk. 2010)
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan metode pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.
Besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri). Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk mereduksi besi(III) menjadi besi(II) diantaranya seng, ion timah(II), sulfit, senyawa NH2OH.HCl, hidrazin, hidrogen sulfida, natrium tiosulfat, vitamin C, dan hidrokuinon. Pemilihan reduktor ini tergantung suasana asam yang digunakan dan keberadaan senyawa lain dalam cuplikan yang akan dianalisis. Umumnya besi cenderung untuk membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada dalam bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa tertentu. (Othmer, Kirk, 1978).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan terlebih dahulu yang ditandai dengan pembentukan warna spesifik sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa pengompleks yang dapat digunakan diantaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon, dan
fenantrolin. Pada percobaan ini pengompleks yang digunakan adalah 1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini tahan lama dan stabil pada range pH 2-9. Metode tersebut sangat sensitif untuk penentuan besi (Vogel, 1985). Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi hidroksilamin hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam, misalnya bismut, tembaga, nikel, dan kobalt.
Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi (II) dan 1,10-phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam air yang digunakan sehari hari. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk ion phenanthrolinium, phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi phenantrolin dapat ditunjukkan dengan reaksi:
Fe2+ + 3 phen H+ ⇌ Fe(phen)32+ + 3H+
Dimana strukturnya adalah:
1,10-phenantrolin Fe(phen)32+
Tetapan pembentukan kompleks adalah 2.5×10-6 pada 25oC. Besi (II) terkomplekskan dengan kuantitatif pada pH 3-9. pH 3,5 biasa direkomendasikan untuk mencegah terjadinya endapan dari garam garam besi, misalnya fosfat. Kelebihan zat pereduksi, seperti hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada keadaan tingkat oksidasi 2+.
Saat sinar mengenai larutan bening, maka akan terjadi 2 hal:
1. TransmisiTransmitan larutan merupakan bagian dari sinar yang diteruskan melalui larutan.
2. AbsorpsiCahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul. Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar.Hukum Lambert-Beer:
Dengan: A = absorbansi
Io = intensitas sinar datang
I = intensitas sinar yang diteruskan
a = tetapan absorptivitas
l = panjang jalan sinar / kuvet
c = konsentrasi
Syarat-syarat penggunaan hukum Lambert-Beer:
1. Syarat KonsentrasiHukum Beer baik untuk larutan encer. Pada konsentrasi
tinggi (biasanya 0,01M), jarak rata-rata diantara zat-zat pengabsorpsi menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Oleh karena interaksi ini bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini menyababkan penyimpangan dari kelinearan hubungan di antara absorbansi dengan konsentrasi. Pengaruh serupa kadang-kadang terjadi didalam larutan yang mengandung konsentrasi zat pengabsorpsi yang rendah tapi konsentrasi zat non-pengabsorpsi yang tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion yang berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi harga molar absortivitas; pengaruh ini dapat dihindari dengan cara pengenceran.
Pengaruh interaksi molekul-molekul tak berarti pada konsentrasi dibawah 0,01M kecuali untuk ion-ion organik tertentu yang molekulnya besar.
2. Syarat Kimia
Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang berbeda dari zat yang dianalisis.
3. Syarat Cahaya
Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokhromatik (cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang) .
4. Syarat KejernihanKekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel
koloid misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer. Sebagian cahaya dihamburkan oleh hukum pertikel-partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya yang diabsorpsi berkurang dari cahaya yang seharusnya.
Larutan senyawa berwarna mampu menyerap sinar tampak yang melalui larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar yang diserap tergantung pada macam yang ada di dalam larutan, konsentrasi panjang jalan dan intensitas sinar yang diserap dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah dijelaskan di atas.Warna zat yang menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna yang diserap merupakan warna komplemen dari warna yang terlihar oleh mata.
Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorpsi.
Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Vis adalah sinar dari sumber sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkankan agar sampai ke prisma untuk didifraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang gelombang
tertentu. Selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati sampel dan akan ada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan dideteksi oleh detektor. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinar listrik yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi.
Instrumen pada spektroskopi UV-Vis, yaitu :1. Sumber Radiasi Lampu deuterium (λ= 190nm-380nm, umur pemakaian 500
jam) Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten
dan gas iodine. Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm. Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang
gelombang pada spectra UV-VIS pada 365 nm.2. Sistem dispersi Filter
Hanya digunakan pada colorimeter murah pita ± 25-50 nm, tidak umum digunakan dalam instrumen modern
Prisma Prisma kwarsa memiliki karakteristik dispersi lemah pada daerah sinar tampak (380-780) dispersi bervariasi sesuai panjang gelombang labih mahal daripada grating.
Gambar. Sistim dispersi pada monokromator dengan prisma
Difractions gratings
Dispersi kontan dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada yang biasa digunakan.
Gambar. Sistim dispersi pada monokromator dengan grating
3. Sel kuvet
Merupakan tempat penyimpanan larutan sampel atau blanko,adapun macam-macam kuvet diantaranya :
(a). Gelas
Umum digunakan pada 300-1000 nm, biasanya memiliki panjang 1 cm (atau 0.1; 0.2; 0.5; 2; atau 4 cm). Khusus untuk sinar uv adalah kwarsa. Sedangkan untuk visibel adalah gelas atu kaca.
(b). Kwarsa
Mahal, range (190-1000 nm)
(c). Sel otomatis (flow through cells)
(d). Matched cells
(e). Polistirene range (340-1000 nm) throw away type
(f). Micro cells
Syarat kuvet yaitu tidak menyerap sinar yang digunakan. Bahan kuvet biasanya terbuat dari kaca, plastik, atau bahan kwarsa. Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuasa, karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvetnya umumnya 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragan keseluruhannya.
4. Monokromator
Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.
Fungsi detektor ialah sebagai penyeleksi panjang gelombang, yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis.
Monokromator terdiri dari :
Celah masuk (split)Berfungsi untuk menerima sinar yang telah dipersempit pada daerah panjang gelombang tertentu untuk diteruskan ke zat.
Lensa kolimatorBerfungsi untuk mengubah sinar menjadi berkas yang sejajar.
Media pendispersiTerdapat dua jenis, yaitu prisma dan gratting.Pada gratting atau kisi difraksi, cahaya monokromatis dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai. Kemudian dilewatkan melalui celah yang sempit yang disebut split.
Ketelitian dari monokromator dipengaruhi oleh lebar celah (slif widht ) yang dipakai.
Celah keluarBerfungsi untuk mengisolasi sinar yang diinginkan.
5. Detektor
Merupakan alat untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari kolom. Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi signal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampilan data dalam bentuk jarum petunjuk atau angka digital atau radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang akan mengubahnya menjadi besaran terukur.
Syarat-syarat detektor :
a. Kepekaan yang tinggib. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasic. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggid. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga
radiasiSelain itu juga detektor harus menghasilkan signal yang mempunyai hubungan kuantitatif dengan intensitas sinar, dapat menangkap atau merespon energi sinar, peka dengan noise rendah, waktu respon pendek, stabil, dapat memperkuat isyarat listrik dengan mudah, dimana isyarat listrik yang dihasilkan berbanding lurus dengan intensitas.
Macam-macam detektor diantaranya yaitu :
1). Detektor selektif
Adalah detektor yang peka terhadap golongan senyawa tertentu saja, detektor ini terbagi menjadi dua, yaitu : (1). Detektor flouoresensi(2). Detektor konduktivitas listrik
2). Detektor universal
Yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun, kecuali pelarutnya itu sendiri. Detektor ini terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Detektor spektrometer massab) Detektor spektrometer infra merahc) Detektor indeks bias
Detektor indeks bias inimemberi respon terhadap senyawa yang dianalisis apapun termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias
karena adanya komponen sampel dalam pelarut.. detektor ini bersifat merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 106 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan preparatif.
d) Detektor uv-visDetektor uv-vis (uv-sinar tampak) paling banyak
digunakan, karena sentivitasnya baik, mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang dianalisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi ber-gradien. Ada yang dipasang pada panjang gelombang tetap, yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada juga yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai yang diinginkan, antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang bervariabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (auto zero). Detektor jenis ini juga ada ayang menggunakan drode arrays (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai macam panjang gelombang.
Berikut jenis-jenis detektor UV-Vis, yaitu :
Barrier layer cell (photo cell atau photo votaice cell)Gambarnya :
Photo tube
Lebih sensitif dari photo cell, memerlukan power suplay yang stabil dan amplifierGambarnya :
Photo mulipliersSangat sensitif, respon cepat, digunakan dalam instrumen double beam panguatan internal.Gambarnya :
6. Rekorder
Fungsi rekorder mengubah panjang gelombang hasil deteksi dari detektor yang diperkuat oleh amplifier menjadi radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dalam bentuk spektrum. Spektrum tersebut selanjunya dibawa ke monitor sehingga dapat dibaca dalam bentuk transmitan.
7. Read Out
a) Null balance
menggunakan prinsip null balance potentiomer, tidak nyaman, banyak diganti dengan pembacaan langsung dan pembacaan digital.
b) Direct readers
absorbansi (A), konsentrasi (C), dan persen transmitan (%T), dibaca langsung dari skala
c) Pembacaan digital
mengubah signal analog ke digital dan menampilkan peraga angka light emithing diode (LED), sebagai A, %T, atau C. Dengan pembacaan meter seperti gambar, akan lebih mudah dibaca skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A = - log T.
Gambar. Pembaca transmitansi dan absorbansi pada spektrofotometer
Dengan pembacaan meter seperti gambar diatas, akan lebih mudah dibaca skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A= -lig T. Skema dasar instrumen single beam dan double beam seperti disajikan pada gambar dibawah.
Fitur instrumen single beamBiaya rendah, tujuan dasar untuk mengukur A, C, atau %T pada apanjang gelombang terpisah. 100% T(OA) harus diatur pada setiap panjang gelombang tidak dapat digunakan untuk meneliti spektra.
Fitur instrumen double beamDugunakan untuk meneliti spektra pada panjang gelombang lebih tinggi (190-880) nm. Dapat menghasilkan spektra A vs? %v? Atau spektra derivatif 1st, 2nd, 3rd, 4th. Dapat digunakan untuk pengukuran A atau %T saja pada apanjang gelombang tertentu. (Sabarudin. 2000 : 112-133)
C. Alat dan Bahan1. Alat Spektrofotometer 1 set Labu takar 100 mL 1 buah Gelas kimia 100 mL 2 buah Labu takar 25 mL 6 buah Botol semprot 1 buah Spatula 1 buah Corong pendek 1 buah Pipet seukuran 1 mL 1 buah
Pipet seukuran 5 mL 1 buah Pipet seukuran 10 mL 1 buah Pipet tetes 3 buah Batang pengaduk 1 buah Ball pipet 1 buah2. Bahan Garam Fe(NH4OH)2 SO4 ± 0,07 gram Larutan hidroksilamin-HCl 5% 1 mL Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% 5 mL Larutan CH3COONa 5% 8 mL Aquades secukupnya H2SO4 2M 5 mL Larutan sampel 1 mL
D. Prosedur Kerja Pembuatan Larutan baku Fe(II)100 ppm
Garam Fe (NH4)2 (SO4)2. 6H2O ditimbang sebanyak 0,07 gram. Kemudian dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dan tambahkan 5 mL asam sulfat 2 M dan ditambahkan kembali aquades hingga mencapai tanda batas.
Pembuatan Larutan Deret Standar dan Larutan Sampel
Larutan standar yang dibuat adalah 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5 ppm dan 3 ppm. Larutan standar dibuat dalam labu ukur 25 mL, dengan mengencerkan larutan induk. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%. Volume larutan induk yang digunakan untuk membuat masing-masing larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan adalah 2,5 mL; 3,75 mL; 5 mL dan 6,25 mL dan 7,5 mL.
Larutan sampel dibuat dalam labu ukur 25 mL. Sampel dipipet sebanyak 1 mL. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%.
Larutan standar dan larutan sampel didiamkan selama 10 menit sebelum dilakukan pengukuran.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan deret standar dengan konsentrasi 2 ppm diukur dengan menggunakan alat spektronic-20 pada panjang gelombang 400-600 nm.
Pengukuran Deret Standar dan Sampel
Larutan deret standar dan sampel diukur serapan larutan pada λ maksimum dengan alat spektronic-20 pada panjang gelombang maksimum. Dan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan deret standar. Apabila sampel berada diluar rentang deret standar, maka sampel diencerkan.
Pengoperasian Alat Spektronik
1. Nyalakan alat spektronik dengan menekan tombol on/off ke arah ‘ON’ bila aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 220V, maka lampu indikator akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang lebih 15 menit untuk memanaskan alat.
2. Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol pengatur panjang gelombang.
3. Atur meter ke pembacaan A (absorbansi, dalam percobaan ini tidak digunakan mode % transmitansi) dengan memilih dari tombol pengaturnya modenya.
4. Masukan larutan blanko.
5. Atur meter ke pembaca hingga nilai absorbansinya 0,000 dengan menekan teranya.
6. Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansi yang ditunjukan pada pembaca alat.
7. Kalau sudah selesai pengukuran padamkan alat dengan menekan tombol on/off ke arah ‘OFF’.
E. Hasil dan analisis dataAnalisis penentuan kadar besi (Fe) dalam sampel air ledeng
pada praktikum ini menggunakan teknik spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah spektrofotometri cahaya tampak karena logam besi mempunyai panjang gelombang lebih dari 400 nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri UV, logam besi dalam sampel tidak terdeteksi karena tidak menyerap sinar dengan panjang gelombang tersebut.
Pada percobaan ini, panjang gelombang 520 nm digunakan sebagai panjang gelombang untuk menganalisis kadar besi di dalam larutan karena pada panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai nilai maksimal. Dengan kata lain, pada panjang gelombang ini, sinar yang dipancarkan oleh spektrofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Oleh karena itu, pengukuran pada panjang gelombang 520 ini menghasilkan pengukuran yang akurat. Panjang gelombang ini juga termasuk dalam rentang panjang gelombang yang diserap warna hijau biru (490-550 nm) yang merupakan warna komplementer dari warna merah jingga. Warna larutan yang dianalisis.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan standar 2 ppm pada berbagai panjang gelombang. Rentang panjang gelombang yang diuji adalah 400-600 nm. Dari pengukuran diketahui bahwa pada panjang gelombang yang berbeda maka absorbansinya juga berbeda. Semakin besar panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya. Akan tetapi, pada keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun seiring peningkatan panjang gelombang. Nilai absorbansi larutan terus meningkat mulai dari pengukuran pada panjang gelombang 400 nm hingga 520 nm. Pada panjang gelombang 520 nm diperoleh nilai absorbansi paling tinggi (maksimum) yaitu sebesar 0,486 atau
48,6% cahaya diserap. Selanjutnya, absorbansi menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 520 nm.
Sebelumnya dilakukan matching kuvet menggunakan larutan CoCl2 untuk menentukan kuvet yang identik sehingga pengukuran diharapkan akan lebih akurat. Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa campuran larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan aquadest.
Pada preparasi sampel, hidroksilamin klorida yang ditambahkan ke dalam larutan berfungsi agar ion besi tetap stabil berada pada keadaan bilangan oksidasi 2+. Sehingga kompleks yang terbentuk bersifat sangat stabil dan dapat diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.
Natrium asetat merupakan suatu garam yang bersifat basa yang merupakan buffer atau penyangga. Keberadaan natrium asetat dalam larutan menyebabkan larutan tidak berubah pH-nya secara signifikan jika larutan tersebut ditambah larutan lain yang bersifat asam atau basa. Dengan kata lain natrium asetat berfungsi untuk menjaga larutan berada pada pH optimal untuk pembentukan kompleks besi fenantrolin, yaitu pada kisaran pH 6-8. pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal karena dikhawatirkan jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan-endapan misalnya Fe(OH)2.
Orto-phenantrolin dalam percobaan ini berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks sehingga dalam bentuk senyawa kompleks, ion besi dapat memberikan warna yang dapat dianalisis dengan metode spektrofotometri dengan
memperhitungkan besar absorbansinya. Adapun dalam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna.
Orto-phenantrolin mempunyai struktur sehingga ketika berikatan dengan ion besi (Fe2+), orto-phenantrolin akan membentuk suatu senyawa kompleks Fe(phen)32+ yang mempunyai struktur:
Dalam penentuan kadar Fe dalam sampel menggunakan spektrofotometri visibel ini sebelumnya dibuat deret larutan standar terlebih dulu. Tujuannya adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang akan digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.
Pada penentuan kadar besi dalam sampel, digunakan persamaan garis dari kurva kalibrasi standar y = 0,2416x + 0,0008 dengan R2 = 0.999 dan bsorbansi sampel sebesar 0,486. Sehingga konsentrasi Fe(II) dalam sampel diperoleh sebesar 0.2478 ppm.
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan di dalam air sehingga air dikatakan sebagai air bersih adalah 0,3 miligram per liter atau 0,3 ppm. Maka air
ledeng hasil analisis tersebut mempunyai kadar besi yang besarnya dibawah ambang batas, sehingga air sumur tersebut layak untuk dikonsumsi.
F. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu penentuan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan spektrometer visibel, diketahui bahwa konsentrasi Fe(II) dalam sampel sebesar 0.2478 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Spektrofotometri [online]. http://www.chem-is-try.org. (diakses tanggal 1 April 2011)
Anonim. Spektroskopi Sinar Tampak Ultraviolet Uv-Vis [online]. http://one.indoskripsi.com/. (diakses tanggal 1 April 2011)
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Sabarudin, Akhmad, dkk. (2000). Kimia Analitik. Bandung : IKIP Semarang
Wiji, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
LAMPIRAN1. Cara Pembuatan Larutan
Pembuatan larutan baku Fe(II)
Bagan Alir Pengamatan
garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
Ditimbang ± 0,07 gram
Dilarutkan dalam labu takar 100 ml
Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2 M
Larutan baku Fe (II) 100 ppm
Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O berupa serbuk berwarna putih.
Garam mohr yang tertimbang sebanyak 0,0790 gram
H2SO4 2 M berupa larutan tidak berwarna.
Larutan baku berupa larutan tidak berwarna.
Preparasi deret standar
Bagan Alir Pengamatan
Larutanstandar10 ppm
dipipet sebanyak 1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 2,5 ppm dan 3 ppm. Masing-masing dimasukan kedalam labu takar 25 mL.
ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10 – fenantrolin 0.1%, ke dalam masing – masing labu takar, sebelum diencerkan.
Larutan deret standar siap diukur
didiamkan selama 10 menit
Larutan baku 100 ppm diencerkan lagi menjadi konsentrasi larutan baku Fe (II) 10 ppm.
Larutan hidroksilamin HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.
Larutan CH3COONa berupa larutan tidak berwarna.
Larutan 1,10–fenantrolin 0.1%, berupa larutan tidak berwarna.
Larutan standar + larutan hidroksilamin HCl : larutan tidak berwarna.
+ laturan CH3COONa : larutan tidak berwarna
+ larutan 1,10 – fenantrolin : larutan berwarna coklat keruh
sebelum pengukuran.
Preparasi sampel
Bagan Alir Pengamatan
Sampel
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.
Sampel berasal dari air ledeng (kran) laboratorium instrumen.
Sampel berupa larutan tidak berwarna
Larutan hidroksilamin HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.
Larutan CH3COONa berupa larutan tidak berwarna.
Larutan 1,10–fenantrolin 0.1%, berupa larutan tidak berwarna.
Karena larutan sampel tidak berwarna setelah ditambahkan pereaksi, maka pada campuran tersebut ditambahkan larutan baku Fe(II) 100 ppm sebanyak 5 mL atau
ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10 – fenantrolin 0.1%, dan ditanda bataskan.
Larutan Sampel
didiamkan selama 10 menit sebelum pengukuran.
konsentrasi 2 ppm. Setelah ditambahkan
larutan baku, campuran sampel menjadi larutan berwarna orange.
2. Perhitungan
Pembuatan Larutan Baku Fe (II) 100 ppm
C=100 ppm
V=100 mL=0.1 L
Massa Fe2+ = x 0,07 gram
= x 0,07 gram
= = 0,07 g
Pembuatan Deret Standar Larutan Standar 1 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 1 ppmV1 = 2,5 mL
Larutan Standar 1,5 ppmV1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 1,5 ppmV1 = 3,75 mL
Larutan Standar 2 ppmV1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 2 ppmV1 = 5 mL
Larutan Standar 2,5 ppmV1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 2,5 ppm
V1 = 6,25 mL Larutan Standar 2,5 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 3 ppmV1 = 7,5 mL
Larutan induk Fe(II)Massa Garam Fe(NH4OH)2 SO4 yang tertimbang 0.0790 gram
Massa Fe2+ = x 0,0790 gram
= x 0,0790 gram
= 0,01128 gram= 11,28 mg
Konsentrasi Larutan Fe2+ (ppm) =
= = 112,8 ppm
Larutan Standar Fe (II)V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x10mL = M2 x 100 mLM2 = 11,28 ppm
Larutan deret Standar Fe (II)Larutan 2,5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 2,5 mL = M2 x 2,5 mLM2 = 1,128 ppmLarutan 3,75 mLV1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 3,75 mL = M2 x 3,75 mLM2 = 1,692 ppm
Larutan 5 mLV1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 5 mL = M2 x 5mLM2 = 2,256 ppmLarutan 6,25 mLV1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 6,25 mL = M2 x 6,25 mLM2 = 2,82 ppm Larutan 7,5 mLV1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 7,5 mL = M2 x 7,5 mLM2 = 3,384 ppm
Penentuan konsentrasi Fe (II) dalam sampelDari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis:y= 0,2416 x + 0,0008untuk mencari konsentrasi Fe (II) dalam sampel, maka: y = 0,2416 x + 0,00080,486 = 0,2416 x + 0,0008 X= 2,0082 ppmKarena sampel ditambah larutan standar 100 ppm sebanyak 5 mL, maka:
Konsentrasi standar yang ditambahkan:
x 11,28 ppm = 2,256
Jadi,
Konsentrasi Fe (II) sebenarnya dalam sampel:= (2,0082 ppm-2,256 ppm= 0,2478 ppm
3. Data pengamatan
Matching kuvet
Menggunakan larutan COCl2 (berwarna merah muda), dan diukur pada panjang gelombang 510 nm.
Kuvet Absorbansi (A)
1 0,210
2 0,199
3 0,205
4 0,207
5 0,191
6 0,193
7 0,211
Penentuan λmax
Penentuan λmax ini menggunakan larutan standar dengan konsentrasi 2 ppm
λ (nm)Absorbansi (A)
λ (nm)Absorbansi (A)
400 0,104 510 0,464
410 0,154 515 0,
420 0,213 520 0,486
430 0,250 525 0,
440 0,288 530 0,470
450 0,322 540 0,384
460 0,343 550 0,298
470 0,383 560 0,163
480 0,416 570 0,086
490 0,445 580 0,059
500 0,447 590 0,025
600 0,033
Penentuan kurva kalibrasi
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
Blanko 0,000
1 0,247
1,5 0,325
2 0,496
2,5 0,601
3 0,725
Sampel 0,486
UJI TITIK NOL
Konsentrasi (ppm)
A (x- )(y-
)Sxy Sxx Syy
0 0 -1,16667 -0,4035 0,47075 1,361111 0,162812
1 0,247 -0,16667 -0,1565 0,026083 0,027778 0,024492
1,5 0,352 0,333333 -0,0515 -0,01717 0,111111 0,002652
2 0,496 0,833333 0,0925 0,077083 0,694444 0,008556
2,5 0,601 1,333333 0,1975 0,263333 1,777778 0,039006
3 0,725 1,833333 0,3215 0,589417 3,361111 0,103362
1,166666667 0,4035 1,4095 7,333333 0,340882
= 1,166666667
= 0,4035
∑ Sxy = 1,4095
∑ Sxx = 7,333333
∑ Syy = 0,340882
Derajat kebebasan = n-2
= 6-2 = 4
Slope (b) = = = 0,192205
Intercept (a) = y - b
= 0,4035 – (0,192205 x 1,166666667)
= 0,179261
Jadi persamaan garis yang dihasilkan adalah Y = 0,192205X - 0,179261
UJI TITIK NOL
Residual Sum-of-Squares = Syy – (b2.Sxx)
= 0,069969
Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli
0
Tambahkan komentar
5.
Jan
9
"post pertama ku"
Post Pertama Ku
"Assalamu'alaikum
hai sahabat, sekarang saya punya blog gratisan. Ini postingan pertama ku"
mangga pada mampir yaa...
smoga membantu sahabat semua..
salam kenal sobat. ^_^
Novie Chemist (Novie Nurlaeli)
Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli
0
Tambahkan komentar
Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.
top related