lp hipertensi
Post on 27-Dec-2015
98 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau
terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik
diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang
sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga
disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan
Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa
hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi Tekanan darah (mmHg)
Normal < 120 - 129 dan atau < 80 - 84
Pre-hipertensi 130-139 dan atau 85-89
Hipertensi tingkat I 140-159 dan atau 90 – 99
Hipertensi tingkat II ≥ 160 dan atau ≥ 100
(JNC VII committee, JAMA 2003: 289;2560-2572)
3. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin
( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam
lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau
makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum
alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
System saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi dalam mekanisme RAAS (Renin Aldosteron
AngiotensinSistem) mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (
Brunner & Suddarth, 2002 ).
5. Manifestasi Klinik
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan yang berarti
selain tekanan darah yang tinggi. Namun, pada tahap selanjutnya secara
kontinyu dan progresif penyakit ini dapat merusak organ target sampai gejala
yang nampak. Kebanyakan orang menganggap bahwa sakit kepala terutama
pada pagi hari, pusing, jantung berdebar-debar dan telinga berdengung
merupakan gejala dari hipertensi.
Hipertensi diakui sebagai silent killer dengan perjalanan penyakit
yang sangat perlahan. Penderitanya mungkin tidak menunjukkan gejala
selama beberapa tahun. Gejala penyakit ini lebih menunjukkan adanya
kerusakan pada vaskuler, dengan manifest yang khas sesuai dengan organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah tersebut. Penyakit arteri koroner
adalah gejala yang paling sering menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri
terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja jantung yang dipaksa
berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung
tidak dapat mempertahankan maka akan terjadi gagal jantung sebelah kiri.
Manifest lain dapat menyebar ke area ginjal dengan adanya nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan BUN dan
kreatinin). Keparahan dari gejala pembuluh darah dapat mencapai otak dan
mengakibatkan stroke dengan manifest hemiplegia dan gangguan
penglihatan (Brunner dan Suddarth, 2002).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap awal
hipertensi tidak memberikan gejala yang pasti namun yang sering dirasakan
untuk mengindikasikan adanya hipertensi antara lain sakit kepala, pusing,
jantung berdebar, dan gangguan tidur. Pada tahap selanjutnya akan tampak
manifest tertentu yang menandakan terjadinya keparahan pada organ
tertentu.
6. Faktor Resiko Hipertensi
Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi (Mansjoer, 2010). Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar
40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Hal ini
disebabkan karena arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya
sehingga tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia
(Staessen, et al, 2003).
2. Jenis Kelamin
Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk,
pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk
terjadinya hipertensi ( Mansjoer, 2010 ).
3. Riwayat Keluarga
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan
risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps
(2005), hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang
hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika
kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita
mendapatkan penyakit tersebut 60%.
4. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) dari pada heterozigot (berbeda sel telur).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,
bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya
berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala (Chunfang, 2003).
Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Selain dari lamanya, risiko merokok tergantung pada jumlah rokok
yang dihisap perhari. Seseoramg yang lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak
merokok (Price dan Wilson, 2006).
2. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku
bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang
dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah,
sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung dan tekanan darah (Gunawan, 2005; Price dan Wilson: 2006).
3. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi (Sheps, 2005).
Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Hull-Alison, 1996; Sheps,
2005). Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam
makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi
lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah (Hull-Alison, 1996).
4. Kebiasaan Konsumsi Minuman Beralkohol
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat
alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol
dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
merah berperan dalam menaikkan tekanan darah ( Nurkhalida , 2003).
Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-
20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih
minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi
sebesar dua kali (Saverio,2004; Sheps, 2005).
5. Obesitas
Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan
aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang
rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan
terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur
(aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu
dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan
bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko
timbulnya hipertensi juga akan bertambah.Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air
(Sheps, 2005).
6. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005 ; Hernelahti,
1998)
7. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi
pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan terhadap stress
ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi (Ferketich,
2000). Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organ atau
perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag (Gunawan, 2005).
8. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi
belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut
disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan
kontrasepsi hormonal estrogen (Runo, 2003). MN Bustan menyatakan
bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan (Buston,
1997).
7. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan hipertensi adalah mencegah terjadinya
mordibitas dan mortalitas dengan mencapai dan mempertahankan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg. Penatalaksanaan hipertensi secara garis
besar di bagi 2 yaitu:
Penatalaksanaan farmakologi atau dengan obat anti hipertensi
Terdapat enam golongan antihipertensi : diuretika, penghambat
adrenergik, vasodilator, CCB (Calciun Channel Blocker), ACEI (Angiotensin
Converting Enzym Inhibitor ) dan ARB ( Angiotensin Receptor Blocker)
(Ganiswarna, 2007)
1. Diuretika
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan darah
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Akibatnya terjadi penurunan curah jantung (Ganiswarna, 2007).
Tiazid bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl
ditubulas distal ginjal, sehingga eskresi Na-Cl meningkat. Contoh
golongan Tiazid antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid,
klorotiazid. Efek samping Tiazid terutama dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang
mendapat digitalis (Ganiswarna, 2007).
Loop diuretic lebih berefek diuresis dari pada tiazid,dan memacu
resiko hipovolemia yang lebih besar ( Hoffman dan Carrunthers, 2000).
Diuretika yang bekerja pada tubulus ansa henle yang lebih poten yaitu
furosemid dan bumefamid yang ditujukan sebagai antihipertensi tetapi
penggunaannya kurang luas karena lama kerjanya lebih pendek
(Ganiswarna, 2007). Termasuk dalam golongan loop diuretic antara
lain forosemid, torasemid, bumetanid, dan asam etakrinat. Efek
samping loop diuretic hamper sama dengan tiazid, perbedaannya
adalah loop diuretic menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan
kalsium darah, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan
meningkatkan kadar kalsium darah (Ganiswarna, 2007).
Diuretika pengganti kalium berpotensi menyebabkan
hiperkalemia, khususnya pada pasien dengan gangguan ginjal dan
diabetes, obat-obat yang termasuk diuretika hemat kalium adalah
spironolakton, amilorid, dan triamteren. Spironolakton merupakan
antagonis kompetitif reseptor aldosteron, menghambat aksi aldosteron
(Ganiswarna, 2007).
Spironolakton menyebabkan kehilangan natrium ginjal dengan
menghambat efek mineralokortikoid dan oleh karena itu obat ini lebih
efektif pada pasien dengan mineralokortikoid berlebih, misal
aldosteronisme primer dan sekunder. Efek samping spironolakton
antara lain ginokomestia, gangguan menstruasi dan penurunan libido
pada pria (Ganiswarna, 2007).
2. Penghambat Adrenergik
Obat ini bertindak pada satu tempat atau lebih secara sentral
pada pusat vasomotor, pada neuron perifer mengubah pelepasan
katekolamin atau dengan menghambat tempat reseptor adrenergik
pada jaringan target (Harrison, 2000). Ada tiga macam adrenergik
yaitu : Adrenolitik sentral, penghambat reseptor alfa adrenergik dan
penghambat reseptor beta adrenergik (Ganiswara, 2007).
Klonidin, metildopa, guanabenz, dan guatazin serta metabolitnya
merupakan agonis alfa reseptor, stimulasi reseptor-reseptor alfa pada
pusat vasomotor di otot mengurangi aliran simpatik, sehingga
menurunkan tekanan arterial (Harrison, 2000). Sedasi dan mulut kering
adalah efek samping umum dari antihipertensi ini (Dipiro et al, 2005).
Prazosin, terazosin, bunazosin dan doksazosin merupakan
penghambat reseptor alfa (α bloker) selektif (Ganiswara, 2007).
Penghambat alfa selektif berbeda dengan fentolamin dan
fenoksibenzamin dimana keduanya menghambat reseptor α1 selektif.
Obat ini hanya menghambat reseptor alfa pascasinaptik (α1). Obat
tersebut antagonis terhadap aksi vasokonstriksi dari norepinefrin dan
epinefrin . Efek ini menyebabkan vasodilatasi arteriolar dan
menurunkan resistensi vascular perifer (Hoffman and Carrunthers,
2000). Dalam dosis rendah penghambat alfa selektif digunakan
sebagai monoterapi pada hipertensi ringan, dan dalam dosis lebih
tinggi dan penggunaan dosis rendah pada waktu lama menyebabkan
akumulasi cairan dan garam oleh karena diuretika diperlukan untuk
mempertahankan efek hipotensif dari penghambat reseptor alfa (Dipiro
et al, 2005).
3. Vasodilator
Semua vasodilator yang bermanfaat dalam hipertensi berperan
dalam relaksasi otot polos arterioli, oleh karena itu mengurangi
tahanan vaskuler sistemik (Harrison, 2000). Minoksidil adalah suatu
vasodilator yang bekerja efektif dengan membuka kanal kalium
sensitive ATP (ATPdependent potassium channel). Obat ini efektif
pada hampir semua pasien dan berguna untuk terapi jangka panjang
hipertensi berat yang refrakter terhadap kombinasi tiga obat yang
diantaranya diuretik, penghambat adrenergik dan vasodilator lain
(Ganiswara, 2007). Diazoksid menghambat sekresi insulin dan dapat
menimbulkan hiperglikemia, sehingga obat ini sering digunakan untuk
mengatasi hipokalemia dan insulinoma (Ganiswara, 2007). Hidralazin
tidak digunakan sebagai obat tunggal karena takifilaksis akibat retensi
cairan dan reflek simpatis akan mengurangi efek antihipertensinya
(Ganiswara, 2007).
4. CCB (Calcium Channel Blocker)
Calcium Channel Blocker menyebabkan relaksasi otot polos dan
otot jantung dengan cara menghanbat pemasukan kalsium
ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos vaskuler
menyebabkan vasodilatasi dan reduksi tekanan darah ( Dipiro et al,
2005).
Obat-obat yang termasuk Calcium Channel Blocker adalah
verapamil, diltiazem, dan turunan dihidropiridin ( amlodipin, telodipin,
isradipin, nikardipin, dan nifedipin ). Obat-obat tersebut sama
efektifnya dalam menurunkan tekanan darah. Nifedipin dan
dihidropiridin lainnya lebih selektif sebagai vasodilator memiliki efek
depresi jantung yang lemah dibanding verapamil dan diltiazem.
Verapamil memiliki efek paling kuat terhadap jantung serta dapat
menurunkan denyut jantung dan curah jantung ( Dipiro et al, 2005).
Calcium Channel Blocker efektif sebagai terapi pertama,
khususnya pada pasien dengan kontraindikasi terhadap diuretika dan
antagonis beta adrenergik. Calcium Channel Blocker berguna sebagai
alternatif pada pasien dengan kontraindikasi dengan beta adrenergik,
misalnya pada asma (Hoffman dan Carrunthers, 2000).
5. ACEI (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor)
ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron,
selain itu degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin
dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACEI.
Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,
sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air
dan natrium serta retensi kalium (Ganiswara, 2007).
Kaptopril merupakan ACEI yang pertama ditemukan dan banyak
digunakan untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Contoh lain
obat dari golongan ACEI yaitu lisinopril, enalapril, kuinapril, perindopril,
fosinopril, benazepril dan lain-lain (Ganiswara,2007).
ACEI efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun berat. Obat
ini efektif pada sekitar 70% pasien. Kombinasi dengan diuretik
memberikan efek sinergistik, sedangkan efek hipokalemia dapat
dicegah. Kombinasi dengan beta bloker memberikan efek aditif.
Kombinasi dengan vasodilator lain termasuk prazosin dan antagonis
kalsium memberi efek yang baik (Ganiswara, 2007).
6. ARB (Angiotensin Receptor Blocker)
Merupakan komponen yang analog dengan angiotensin yang
akan mengambat sistem renin dengan berkompetisi secara langsung
dengan angiotensin II untuk berkaitan dengan reseptor (Dipiro et al,
2005). Reseptor angiotensin adalah sepasang protein G yang
berperan pada pertumbuhan dan aktivasi kontraksi otot polos. Dua
reseptor angiotensin yang sudah diketahui adalah AT1 (Angiotensin 1)
dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terlibat pada mekanisme
dimana angiotensin II menstimulasi kontraksi otot polos pembuluh
darah dan sekresi aldosteron dari kortek adrenal. Penghambat
reseptor angiotensin II selektif untuk reseptor AT1 (Hoffman dan
Carrunthers, 2000).
Penghambat ACE berguna sebagai antihipertensi karena aksinya
menghambat sintesis angiotensin II. Losartan, sebuah nonapeptida
adalah obat pertama dari kelas ini yang digunakan untuk terapi
hipertensi. Obat lain yang termasuk dalam kelas ini adalah valsatran,
eprosartan, kandesartan, dan irbesartan. Penghambat reseptor
angiotensin efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi dan berguna dalam kombinasinya dengan hipertensi
(Hoffman dan Carrunthers, 2000).
Losartan diserap dengan baik pada pemberian peroral dan
mengalami first pass metabolisme oleh sistem sitokrom P450.
Losartan mempunyai waktu paruh yang pendek sekitar 2 jam,
sedangkan metabolitnya mempunyai waktu paruh 6-9 jam. Tidak
seperti losartan, valsartan bukan merupakan prodrug dan tidak
tergantung metabolisme sitokrom P450 untuk aktivitasnya.
Kandesartan adalah antagonis non kompetitif pada reseptor AT 1
(Angiotensin 1) dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor ini
sehingga mempunyai durasi aksi lebih lama (Hoffman dan
Carrunthers, 2000).
Penatalaksanaan non-farmakologi atau perubahan gaya hidup
Pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan
modifikasi gaya hidup untuk mengurangi tekanan darah sistolik (TDS) pada
pasien hipertensi dan mencegah terjadinya hipertensi pada pasien
prehipertensi. Pada pasien hipertensi yang mengkonsumsi suatu macam
obat antihipertensi dapat melakukan pembatasan intake natrium dan berat
badan untuk mengurangi penggunaan obat (Dipiro et al., 2005).
Tabel 2.2 : Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup untuk Pasien
Hipertensi menurut JNC 7
Modifikasi Gaya
Hidup
Rekomendasi Rata- rata Penurunan
TDS
Penurunan berat
badan
Pertahankan berat badan
normal (Boady Mass Index
18,5 – 24,9 kg/m2)
5 – 20 mmHg/10 kg
Dietary Approaches
to Stop
Hypertension eating
plan
Lakukan diet kaya buah-
buahan, sayuran, produk-
produk susu rendah lemak
dan makanan yang sedikit
mengandung lemak jenuh
8 – 14 mmHg
Membatasi intake
garam
Membatasi asupan hingga ≤
100 mEq (2,4 g Na atau 6 g
NaCl)
2-8 mmHg
Olahraga teratur Olahraga seperti jogging,
berenang, jalan cepat,
aerobik dan bersepeda ± 30
menit perhari
4-9 mmHg
Mengurangi
konsumsi alcohol
Membatasi konsumsi alkohol
≤ 2 gelas/hari ( 1 oz atau 30
ml etanol seperti 24 oz beer,
10 oz wine, 3 oz 80 proof
whiskey) pada laki-laki dan ≤
1 gelas/hari pada wanita
2-4mmHg
(Chobanian et al., 2003)
8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung
seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit
ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina,
penebalan retina, oedema pupil.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium
rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan
pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain,
seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat),
kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan
tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam
urat (factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan
konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.
10. Pathways
Jenis kelaminumur Gaya hidup obesitas
hipertensi
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur
Penyumbatan pembuluh darah
vasokonstriksiGangguan sirkulasi
otak ginjal Pembuluh darah Retina
Nyeri kepala
Gangguan pola tidur(insomnia)
Suplai O2 otak menurun
sinkop
Gangguan perfusi jaringan
Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
Blood flow munurun
Respon RAA
Rangsang aldosteron
Retensi Na
edema
sistemik
vasokonstriksi
Afterload meningkat
Penurunan curah jantung
Fatique
Intoleransi aktifitas
koroner
Iskemi miocard
Nyeri dada
Spasme arteriolediplopia
Resti injuri
Resistensi pembuluh darah otak
Elastisitas , arteriosklerosis
11. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa
pengkajian pasien hipertensi meliputi:
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris
pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, DM , penyakit ginjal
Tanda: Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
12. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan
kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak
seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan
terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/
maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak
melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak
terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode
koping tidak adekuat.
13. Intervensi
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi
iskemia miokard
Kriteria hasil:
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
- Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
- Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Kriteria Hasil:
- Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es,
posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Kriteria Hasil :
- Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas
normal.
- Haluaran urin 30 ml/ menit
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk
dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit dan perawatan diri
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
Kriteria hasil:
- Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan
penatalaksanaan perawatan dini
- Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai anjuran dokter
Intervensi
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan
stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian,
tujuan dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa
pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat,
jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang
mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC, 2002
Chobanian, Staesen, 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. (online)
http://hyper.ahajournals.org/content/42/6/1206.abstract diakses 20
oktober 2011
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III,
diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi,
(Online), (http:// depkes.co.id/stroke.html)
DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993). Dasar-dasar Keperawatan
Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, 2000
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit
Kanisius, 2001
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan
Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan Pelayanan RS Jantung dan
pembuluh darah Harapan kita. Jakarta
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis
dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN HIPERTENSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi
Ners Departemen Medical di Ruang 5 RSUD. Dr. Saiful
Anwar Malang
OLEH:AMELIA IRADANY
0810723018
JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
PENGUKURAN JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP)
Tekanan Vena Jugularis merupakan gambaran/cerminan secara tidak
langsung atas fungsi pemompaan ventrikel. Karena setiap kegagalan
pemompaan ventrikel menyebabkan terkumpulnya darah lebih banyak pada
sistem vena. Dengan inspeksi dapat tampak apakah vena jugularis mengembang
dengan nyata atau tidak. Tindakan pemeriksaan fisik ini untuk mengidentifikasi
adanya kegagalan pemompaan ventrikel akibat adanya gangguan/penyakit pada
jantung dan menilai adanya keadaan hidrasi yang over load.
Pemeriksaan pada leher untuk melihat vena jugularis, dapat memberikan
gambaran tentang aktifitas jantung. Perubahan aktifitas jantung dapat
memberikan gambaran pada vena dengan cara menyebabkan perubahan
tekanan vena-vena perifer, bendungan pada vena-vena perifer dan perubahan
pada bentuk pulsus vena. Karena perubahan aktifitas jantung yang terlihat pada
vena berlangsung pada tekanan rendah maka penilaian perubahan vena harus
dilakukan dengan teliti. Vena-vena yang sering mudah dilihat dan dapat dinilai
terutama adalah vena jugularis. Perubahan tekanan vena perifer biasa dinilai
pada tekanan vena jugularis eksterna.
Kesulitan penilaian tekanan vena jugularis terjadi jika terdapat peningkatan
tekanan intratoraks yang menyebabkan penjalaran tekanan vena dari jantung
terhambat, misalnya pada saat tertawa, sesak, batuk, menangis, mengejan,
Manuver Valsava, pada penderita-penderita dengan emfisema, struma, atau jika
terdapat sklerosis vena jugularis karena usia, pasca kanulasi, dan sebagainya.
Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan dengan cara tak langsung
sebagai berikut : mula-mula tentukan titik nol (zero atau level flebostatik) yaitu
titik di mana kira-kira titik tengah atrium kanan berada. Titik ini berada kira-kira
pada perpotongan antara garis midaksiler dengan garis tegak lurus sternum pada
level angulus Ludovici. Pada posisi tegak, tekanan vena jugularis yang normal
akan tersembunyi di dalam rongga toraks. Pada posisi berbaring vena jugularis
mungkin akan terisi meskipun tekanan vena masih normal.
Pada posisi setengah duduk 45 derajat (dalam keadaan rileks) titik
perpotongan vena jugularis dengan klavikula akan berada pada bidang horizontal
kira-kira 5 cm diatas titik nol. Jika batas atas denyut vena terlihat di atas
klavikula, maka tekanan vena jugularis pasti meningkat.
Pada keadaan gagal jantung maka tekanan vena jugularis akan meningkat,
yang menunjukkan terhambatnya pengisian ventrikel. Pada keadaan yang lebih
dini dari gagal jantung akan terjadi konstriksi vena sebelum peningkatan tekanan
vena terjadi. Manifestasi gejala ini dapat terlihat pada refluks hepatojuguler yang
dapat dilakukan sebagai berikut : penderita dibiarkan bernafas biasa, kemudian
dilakukan penekanan pada daerah di bawah arkus kosta kanan yang
menyebabkan meningkatnya tekanan vena jugularis karena berpindahnya
sebagian darah dari hepar akibat penekanan tersebut.
Gambar Pemeriksaan Jugular Venous Pressure (JVP)
Pulsasi vena dapat terlihat terutama pada vena jugularis eksterna dan
interna. Karena tekanannya yang rendah pulsasi ini tak teraba namun dapat
terlihat pada bagian atas dari kolom darah yang mengisinya. Seperti juga pulsus
atrium, terdapat tiga komponen dari pulsus vena yaitu gelombang a disebabkan
karena aktivitas atrium, gelombang c karena menutupnya katup trikuspid, serta
gelombang v yang merupakan desakan katup waktu akhir sistol ventrikel.
Tekanan Vena Jugular
- Point tertinggi pulsasi vena disebut “kepala”. Tinggi kepala ini bervariasi
pada respirasi :menurun pada inspirasi ketika tekanan negative tekanan
intra thorak meningkatkan kembalinya aliran vena ke jantung ;meningkat
saat tekanan positif intra thorak ‘impedes’aliran vena ke jantung
- Rata-rata dari aliran ini (antara inspirasi dan ekspirasi) mencerminkan
tekanan hidrostatik diatrium kanan, nilai normalnya 6-11 cmH2O
- Jugular venous pressure (JVP) biasanya diperlihatkan sebagai tinggi
vertical pembuluh vena (kepala cm) dihubungkan dengan sudut sternum
(angle of Louis)
- Dengan bantuan 2 buah penggaris, tinggi vertical yang dihubungkan
sudut sternum dapat ditentukan dengan “method of triangulation”
- Sudut sternum terletak 5 cm diatas atrium kanan pada dewasa-sama
pada posisi ssupine,reclining ataupun duduk-tekanan hidrostatik diatrium
kanan (cm H2O) setara dengan tinggi vertical (cm) “ Kepala” vena diatas
sudut sterna ditambah 5 cm.
- Pada kondisi klien yang normal, “kepala” pulsasi vena jugular biasanya
terlihat setinggi klavikula saat posisi tubuh dinaikan dengan sudut 45o
- Dengan kata lain, JVP dengan nilai lebih dari 5 cm diatas sudut sternal
tersebut terjadi peningkatan.
JVP normalnya tidak lebih dari 5 cm diatas sudut sternum saat klien
dielevasi 450, kepala pulsasi vena jugular normal terlihat setinggi
klavikula 11.
Hasil Abnormal :
- Peningkatan JVP biasanya terlihat pada kondisi gagal jantung kanan
- Peningkatan JVP juga merupakan tanda dari overload cairan, meskipun
tidak terjadi gagal jantung.
- Peningkatan JVP dapat juga desebabkan oleh cardiac tamponade atau
pericarditis konstriktif.
- Peningkatan JVP jugaterlihat pada obstruksi vena kava superior
top related