makalah abses otak
Post on 14-Apr-2016
321 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM NEUROLOGI
ABSES OTAK
diajukan untuk memenuhi tugas mata ajar Askep Neurologi
oleh :
Albertus Budi Arianto
Ferina Santi
Jeni Veronika Sinurat
Karina Simamora
Maria Yuni
Yohanna Ayu
PROGRAM STUDI ILMU S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak.
Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur,
bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien
yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat
berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit
neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan
yang serius terhadap kasus ini.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah
bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem persarafan dengan
kasus abses otak?
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Askep anaeurologi.
Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran mengenai abses otak.
b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses
otak.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan asuhan keperawatan ini, yaitu:
1. Kegunaan Ilmiah
a. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa.
b. Sebagai salah satu tugas akademik.
2. Kegunaan Praktis
Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan abses otak.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK
2.1 Pengertian
Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak;
terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh
penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melalui sistem vaskular. Timbunan
abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan
cerebellum 25%. (Esther, 1992)
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur- unsur infeksius dalam jaringan otak.
(Muttaqin, 2008)
2.2 Anatomi Fisiologi Otak
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral
Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan
manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan
Lobus Temporal.
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.
Setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing,
seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan,
yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-
kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri
tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher
bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur
sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari
seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi
gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu
memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar
dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini
mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or
flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu, batang otak
sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai
insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang
tidak Anda kenal terlalu dekat dengan anda.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
Catatan: Kelompok tertentu mengklaim bahwa Otak Tengah berhubungan dengan
kemampuan supranatural seperti melihat dengan mata tertutup. Klaim ini ditentang oleh para
ilmuwan dan para dokter saraf karena tidak terbukti dan tidak ada dasar ilmiahnya.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju.
Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh
hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain
hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa
lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah
bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya
Anda lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan anak orang yang tidak Anda
kenal. Mengapa? Karena Anda punya hubungan emosional yang kuat dengan anak Anda.
Begitu juga, ketika Anda membenci seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau
mengingatkan. Hal ini terjadi karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang
Anda benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang
lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl
Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang
diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
2.2 Etiologi
Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:
1. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis
media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya
adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus
influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan
komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya
oleh Streptococcus anaerob.
2. Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides
dan spesies Candida dan Aspergillus.
3. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat
menimbulkan AO secara hematogen.
4. Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari
jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru
(bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi
dan kulit.
2.3 Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:
1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran
infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak
dengan melalui tulang atau pembuluh darah.
2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru,
bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
3. Komplikasi dari meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.
Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh
otak dan bisa timbul meningitis.
AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan
substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi
pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada
penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia
ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat
yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi
rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin
maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk
langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya
terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya
sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus
pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
a. stadium serebritis dini
b. stadium serebritis lanjut
c. stadium pembentukan kapsul dini
d. stadium pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO
lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.
2.4 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun
kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda
peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses.
2.5
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak,
yaitu:
1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.
2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.
3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi
perubahan ukuran.
4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.
5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat
(kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).
2.6 Penatalaksanaan
Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi
Lobus frontalis 1. Kulit kepala lunak/lembut
2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3. Letargi, apatis, disorientasi
4. Hemiparesis /paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang
Sinus paranasal
Lobus temporal1. Dispagia
2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III dan IV
5. Paralisis fasial kontralateral
Cerebellum 1. Ataxia ipsilateral
2. Nystagmus
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.
Infeksi pada
telinga tengah
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1. Penatalaksaan Umum
a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b. Terapi peningktan TIK
c. Support fungsi tanda vital
d. fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b. Glococorticosteroid: Dexamethasone
c. Anticonvulsants: Oilantin.
d. Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan peradangan
edema serebri jika klien memperlihatkan adanya peningkatan defisit
neurologis.
e. Obat- obatan antikonvulsan ( feniton, fenobarbital) dapat diberiakn sebagai
profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati
dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui
pengamatan dengan CT scan.
2.7 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:
1. Gangguan mental
2. Paralisis,
3. Kejang
4. Defisit neurologis fokal
5. Hidrosephalus
6. Herniasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi menjadi alasan klien utnuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalh gejala neurologis( kelemahan ekstremitas, penurunan
penglihatan, dan kejang)
b. Riwayat penyakit saat ini
Tanyakan pada klien dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien abses otak
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat prosesnsupurasi
infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Keluhan tersebut adalah kelemahan
ekstremitas, penurunan penglihatan, dan kejang.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Klien pernahkah mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intrakranial atau
pembedahan, pernahkan mengalami infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga,
gig, (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi), kemungkinan penyebaran
infeksi dari organ lain ( abses paru- paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi
komplikasi akibat beberapa bentuk meningitis yang menjadikan terjadinya abses
otak.
d. Psikososial
Usia
Pekerjaan
Peran keluarga
Penampilan sebelum sakit
Mekanisme Koping
Tempat Tinggal yang Kumuh
e. Pemeriksaan Fisik
Peningkatan suhu tubuh
Peningkatan suhu tubuh sekitar 38-41 C. Disebakan karena proses inflamasi dan
dan proses supurasi di jaringan otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu
tubuh.
B1 ( Breathing)
Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan . palpasi thoraks untuk
menilai taktil premitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil premitus akan
menurun pada sisi yang sakit.
B2 ( Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien abses otak
pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok)
B3 ( Brain)
Pengkajian B3(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
f. Mual dan Muntah
g. Kaku kuduk
h. Tanda Brudzinski’s dan kernig’s positif
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersiahn jalan napas bd. Akumulasi sekret, karena
kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran.
2. Perubahan perfusi jaringan otak bd. Peradangan dan edema pada otak dan
selaput otak.
3. Nyeri kepala bd. Iritasi selaput dan jarinagan otak
4. Resiko cedera bd. Kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat
kesadaran.
5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan bd. Ketidakmampuan menelan,
keadaan hipermetabolik.
3.3 Intervensi
DK 1
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, karena
kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan tindakan, jalan napas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Secara subjektif sesak napas (-), frekuensi napas 16-20 x/menit, tidak
menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), mengi (-/-), dapat
mendemonstrasikan cara batuk efektif
Intervensi Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas
tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot-otot aksesori, warna, dan
kekentalan sputum.
Memantau dan mengatasi komplikasi
potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
dengan interval yang teratur adalah penting
karena pernapasan yang tidak efektif dan
adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan
atau paralisis pada otot- otot intercostal dan
diafragma berkembang dengan cepat.
Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur memudahkan
pernapasan, meningkatkan ekspansi ada, dan
meningkatkan batuk lebih efektif.
Ajarkan cara batuk efektif Klien berada pada resiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, sehingga
menyebabkan espirasi saliva dan
mencetuskan gagal napas akut.
Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada Terapi fisik dada menbantu meningkatkan
batuk lebih eektif
Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum
air putih dan pertahankan asupan cairan 2500
ml/hari.
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
mukus yang kental dan dapat membantu
pemenuhan cairan yang banyak keluar dari
tubuh
Lakukan penghisapan lendir di jalan napas Penghisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas
menjadi bersih.
DK 2
Perubahan perfusi jaringan otak yang bd. Peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
Data penunjang : malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun
bingung, delirium, koma. Perubahan refleks –refleks, tanda- tanda neurologis, vokal pada
meningits, tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial ( bradikardi, tekanan darah
meningkat) nyeri kepala hebat.
Tujuan: Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat.
Kriteria Hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negative, konsentrasi
baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda- tanda vital dalam batas normal dan syok
dapat dihindari.
Intervensi Rasional
Monitor klien dengan ketat terutama setelah
lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring
minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi
Untuk mencegah nyeri kepala yang
menyertai perubahan tekanan intrakranial.
Monitor tanda- tanda peningkatan tekanan
intrakranial selama perjalanan penyakit (nadi
lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran
menurun, nafas ireguler, refleks pupil
menurun, kelemahan)
Untuk medeteksi tanda- tanda syok yang
harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi
awal
Monitor tanda- tanda vital dan neurologis
tiap 5- 30 menit. Catat dan laporkan segera
perubahan- perubahan tekanan intrakranial
ke dokter
Perubahan- perubahan ini menandakan
adanya perubahan teknan intrakranial dan
penting untuk intervensi awal.
Hindari posisi tungkai di tekuk atau gerakan-
gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.
Untuk mencegah peningkatan tekanan
intrakranial.
Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-
hati, cegah gerakan yang tiba- tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi
leher
Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan klien.
Beri petunjuk untuk BAB ( jangan
Untuk mencegah keregangan otot yang dapat
menimbulkan peningkatan tekanan
enema).Anjurkan klien untuk
menghembuskan napsa dalam bila miring
dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi
fleksi pada lutut.
intrakranial.
DK 3
Nyeri bd. Iritasi selaput dan jaringan otak
Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam keluhan nyeri berkurang atau rasa sakit terkendali.
Kriteria Hasil : Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien memverbalisasikan
penurunan rasa sakit.
Intervensi Rasional
Usahakan membuat lingkungan yang aman
dan tenang
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan
eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya
dan menganjurkan klien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala. Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah otak
Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan
metode distraksi dan relaksasi napas dalam
Membantu menurunkan (memutuskan)
stimulasi sensasi nyeri.
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif ssuai
kondisi dengan lembut dan hati- hati
Dapat membantu relaksasi otot- otot yang
tegang dan dapat menurunkan nyeri atau rasa
tidak nyaman.
Kolaborasi pemberian analgesic Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa
sakit. Catatan: narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada status
neurologis sehingga sukar untuk dikaji.
DK 4
Resiko cedera bd. Kejang, perubahan status mental , dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh
kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang
Intervensi Rasional
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan
otot-otot muka lainnya.
Gambaran iritabilitas sistem saraf pusat
memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman seperti
batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat klien.
Melindungi kien bila kejang terjadi.
Pertahankan bedrest total selama fase akut. Mengurangi resiko jatuh/ cedera jika terjadi
vertigo dan ataksia.
Kolaborasi pemberian terapi : diazepam,
frenobarbital.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : venobarbital dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan sedasi.
DK 5
Ganguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang bd. Ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5x 24 jam.
Kriteria Hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan
menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg . Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Observasi tekstur dan turgor kulit Mengetahui status nutrisi klien
Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
Observasi asupan dan keluaran Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan keberhasilan sonde Untuk menghindari risiko iritasi /infeksi
Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan, dan refleks batuk
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien
Kaji kemampuan klien dalam menelan,
batuk, adanya sekret
Dengan mengkaji faktor- faktor tesebut dapat
menentukan kemampuan menelan klien dan
mencegah resiko aspirasi
Auskultasi bising usus, amati penurunan atau
hiperaktivitas bising usus.
Fungsi gastrointestinal bergantung pada
kerusakan otak. Bising usus menentukan
respons pemberian makan atau terjadinya
komplikasi misalnya pada ileus
Timbang berat badan sesuai indikasi Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan
makanan
Berikan makanan dengan cara meninggikan
kepala
Menurunkan regurgitasi atau aspirasi
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, selama, dan sesudah makan.
Untuk klien lebih mudah untuk menelan
karena gaya gravitasi
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka
mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/ di bawah dagu jika dibutuhkan
Membantu dan melatih kembali sensorik dan
meningkatkan kontrol muskular
Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu
Memberikan stimulasi sensorik yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan masukan.
Berikan makan dengan perlahan pada
lingkungan yang tenang
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi dari luar
Mulailah untuk meberikan makan peroral
setengah cair dan makanan lunak ketika klien
dapat menelan air
Makanan cair/ lunak mudah untuk
dikendalikan di dalam mulut dan
menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk
minum
Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam
program latihan/ kegiatan
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin
dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan cairan melalui IV atau makanan
melalui selang
Mungkin diperlukan untuk memberikan
cairan pengganti dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
BAB IV
PENUTUP
Abses otak adalah Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan
parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan
oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melalui sistem vaskular.
Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum
75% dan cerebellum 25%. (Esther, 1992)
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur- unsur infeksius dalam jaringan otak.
(Muttaqin, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
top related