makalah blok 19 gladys.docx
Post on 04-Dec-2015
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Unstable Angina Pectoris dan Hipertensi Primer
Gladys Juane Patulak
102013175
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : gladysjuane@yahoo.com
Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ vital pada tubuh manusia yang selalu berakitifas atau
berdetak dan memiliki fungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan pada
tubuh tidak kekurangan oksigen dan mengalami nekrosis jaringan.
Angina pectoris merupakan rasa nyeri tidak nyaman yang timbul karena iskemia miokardium.
Menurut hasil laporan pada negara maju setiap tahun terdapat kurang lebih 1 juta pasien
dirawat di rumah sakit karena angina pectoris tidak stabil, dimana terdapat 6-8 persen pasien
kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak atau meninggal satu tahun kemudian
setelah diagnosis ditegakkan. Berdasarkan hasil tersebut maka angina pectoris tidak stabil
bukannya suatu kasus atau gejala yang dapat dianggap sebelah mata, sehingga sangat perlu
untuk dipelajari lebih dalam mengenai hal ini.
Hipertensi merupakan suatu gejala atau manifestasi klinik gangguan keseimbangan
hemodinamika pada sistem kardiovaskular dimana terdapat banyak faktor resiko yang dapat
menyebabkan hal tersebut. Dan hipertensi juga menjadi suatu momok yang di takutkan pada
masyarakat karna sudah terdapat banyak kasus meninggal akibat hipertensi.
Anamnesis
Proses anamnesis dapat kita lakukan langsung dengan pasiennya langsung
(autoanamnesis) ataupun orang terdekat yang mengerti mengenai keadaan pasien
(alloanamnesis) bila keadaan autoanamnesis tidak memungkinkan. Hal hal yang perlu
ditanyakan dalam proses anamnesis, diantaranya
1
Identitas pasien
merupakan bagian terpenting dalam suatu proses anamnesis. Yang mencakup
indentitas pasien adalah nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur orang tua,
pendidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
Keluhan utama
Anamesis di mulai dengan keluhan utama, yaitu keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien di bawa oleh orang tua berobat. Keluhan utama yang sering dirasakan
pada gangguan kardiovaskular berupa nyeri dada, Nyeri dada, Sesak napas, Edema
(bengkak), Palpitasi, Sinkop, Kelelahan, Stroke, Penyakit vascular perifer
Perlu ditanyakan pula secara terperinci menganai keluhan-keluhan yang ada, yaitu
kapan keluhan itu terjadi, apakah bersifat hilang timbul, jika keluhannya hilang timbul berapa
lama terjadinya, adakah pencetus , apakah ada keluhan penyerta yang lain, berapa berat
keluhannya dirasakan, dan apakah keadaan yang dapat mengurangi keluhan.
Informasi penting yang perlu diketahui mengenai nyeri dada koroner
1. Lokasi nyeri : umumnya nyeri dada koroner mulai di daerah sternal dan menjalar ke
leher terus ke dagu atau menjalar ke bahu sampai lengan kiri bagian ulnar.
2. Sifat nyeri : berupa rasa penuh, rasa berat, rasa seperti kejang, meremas, menususk,
mencekik, atau rasa terbakar, dan lain-lain.
3. Ciri rasa nyari : perlu diketahui derajat nyeri dan lamanya serta berapa kali serangan
timbul dalam jangka waktu tertentu.
4. Kronologis nyeri : awal timbulnya nyeri serta perkembangannya secara berurutan,
perubahan yang terjadi pada waktu tertentu, baik yang mengenai derajat atau lama,
maupun frekuensi serangan.
5. Keadaan pada saat serangan : apakah serangan timbul pada waktu atau kondisi
tertentu dari pasien.
6. Faktor pemberat
7. Gejala lain yang mungkin ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan faktor-faktor penyakit jantung iskemik misalnya merokok, hipertenso,
diabetes, hiperlipidemia, IHD sebelumnya, penyakit serebrovaskular, atau penyakit vascular
perifer (PVD). Tanyakan riwayat demam reuma. Tanyakan pengobatan gigi yang baru
dilakukan (endokarditis infektif). Adakah murmur gigi yang telah diketahui? Adalah
penyalahgunaan obat intravena?
Riwayat Keluarga
2
Adakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati, atau
penyakit jantung congenital pada keluarga?
Riwayat Social
Apakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alkhohol
pasien? Apa pekerjaan pasien? Bagaimana kemampuan olahraga pasien? Adakah
keterbatasan gaya hidup akibat penyakit ?
Obat-Obatan
Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping
ke jantung.1
Dari hasil anamnesis yang dilakukan didapatkan keluhan berupa nyeri dada kiri seperti
tertimpa beban berat yang berlangsung terus-menerus dan lama > 40 menit, keringat dingin
perut mual. Memiliki riwayat hipertensi dan kebiasan merokok sejak 20 tahun terakhir.
Pemeriksaan Fisik
Pertama yang harus dilakukan adalah pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi denyut
nadi, frekuensi pernapasan, suhu dan tekanan darah. Pada pasien hipertensi amatlah penting
untuk memeriksakan tekanan darah dengan menggunakan alat spygnomanometer.
Selanjutnya dapat melakukan pemeriksaan fisik jantung yang berupa inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi perlu diperhatikan bentuk thorax, warna kulit, lesi, sela
iga dan ictus cordis. Pada palpasi juga sangat perlu untuk meraba ictus cordis yang tertelak
kurang lebih pada sela iga 4 line midclavicularis kiri. Pada pekusi perlu diperhatikan batas-
batas jantung dan suara yang terdengar, dan pada auskultasi perlu di dengar bunyi jantung
pertama kedua dan apakah ada bunyi patologis seperti murmur, gallop dan lainnya.2
Pemeriksaan Penunjang
3
I. Enzim jantung
a. Troponin
Troponin I jantung (cTnI) dan troponin T jantung (cTnT) adalah protein dalam
sel otot lurik yang merupakan penanda spesifik kerusakan jantung. Bila terjadi cedera
pada jaringan miokardium, protein ini dilepaskan kedalam aliran darah dilihat dalam 1
jam terjadinya infark miokard (M3) dan menetap selama satu minggu atau lebih.
Tujuan untuk meneteksi dan mendiagnosis AMI dan reinfarksi. Serta untuk menilai
kemungkinan penyebab nyeri dada. Normalnya, kadar cTnI < 0,35 μg/L (SI, <
0,35μg/L). kadar cTnI > 2,0μg/L (SI, >2,0 ug/L) memberi kesan adanya cedera
jantung. Hasil immunoassay cepat cTnT kualitatif yang > 0,1μg/L (SI, >0,1 μg/L)
dianggap positif terhadap cedera jantung. Selama cedera jaringan berlanjut, kadar
troponin akan tetap tinggi. Pada temuan abnormal, kadar troponin meningkat secara
cepat dan terdeteksi dalam 1 jam terjadinya cedera sel miokard. Kadar cTnI tidak
terdeteksi pada orang yang mempunyai cedera jantung.
Faktor yang mempengaruhi hasil :
- Olaharaga berat yang berlangsung lama (meningkatkan kadar troponin darah
meskipun tanpa kerusakan jantung yang berarti).
- Obat-obat kardiotoksik seperti doksorubisin (meningkatkan kadar troponin darah).
- Penyakit ginjal, prosedur bedah tertentu (mungkin meningkatkan kadar troponin
darah).3
b. Mioglobin
Mioglobin, yang biasanya ditemukan pada otot rangka dan otot jantung,
berfungsi sebagai protein otot pengikat oksigen. Mioglobin dilepaskan kedalam aliran
darah pada keadaan iskemia, trauma, dan inflamasi otot. Tujuan pemeriksaan
mioglobin ialah sebagai uji yang nonspesifik, untuk memperlihatkan adanya
kerusakan pada jaringan otot rangka dan otot jantung, untuk meprediksi terjadinya
eksaserbasi polimiositis, dan secara spesifik, untuk menentukan apakan infark
miokard (MI) telah terjadi. Nilai mioglobin normal adalah 0 sampai 0,09 μg/ml (SI,
5 - 70μg/L).
Temuan abnormal selain pada MI, kadar mioglobin yang meningkat dapat
terjadi pada intoksikasi alcohol akut, dermatomiositis, hipotermia (dengan keadaan
menggigil yang lama), distrofi otot, polimiositis, rabdomielitis, luka bakar berat,
trauma, gagal jantung berat, dan lupus eritematosa sistemik.
Faktor yang memengaruhi hasil :
4
- Hemolisis atau scan radioaktif yang dilakukan dalam 1 minggu setelah diuji.
- Angina yang baru terjadi, kardioversi, atau saat uji yang tidak sesuai (mungkin
meningkatkan kadar mioglobin).
- Injeksi I.M (mungkin memberikan hasil positif semu).3
c. Keratin kinase
Keratin kinase (CK) adalah enzim yang berfungsi sebagai katalisator jalur
metabolic kreatinin-kreatinin dalam sel-sel otot dan jaringan otak. Karena peranannya
yang erat dalam produksi energy, CK mencerminkan katabolisme jaringan yang
normal; kadar dalam serum yang meningkat menunjukkan trauma sel. Fraksinasi dan
pengukuran ketiga isoenzim CK yang berbeda CKBB (CK1), CK-MB (CK2) dan CK-
MM (CK3), telah menggantikan kadar CK total untuk menunjukkan lokasi
peningkatan dektruksi jaringan secara akurat. CK-BB paling sering ditemukan
dijaringan otak. CK-MM dan CK-MB ditemukan terutama di otot rangka dan otot
jantung. Sebagai tambahan, sub-unit dari CK-MB dan CK-MM, yang disebut isoform
atau isoenzim, dapat diperiksa untuk meningkatkan sensitivitas uji. Tujuan kreatini
kinase adalah:
- Untuk mendeteksi dan mendiagnosis infark miokard akut (MI) dan reinfark (yang
digunkan terutama CK-MB).
- Untuk menilai penyebab nyeri dada yang mungkin dan memantau beratnya
iskemia miokard setelah operasi jantung, kateterisasi jantung, dan kardioversi
(yang digunakan terutama CK-MB).
- Untuk mendeteksi dermatomiokaletal yang penyebabnya bukan neurogenik
seperti distrofi otot Duschenne ( yang digunakan terutama CK total).
Nilai CK total ditentukan oleh sinar ultraviolet atau pengukuran kinetik berkisar
antara 55 – 170 U/L (SI, 0,94 sampai 2,89 μKat/L) pada lelaki dan antara 30 – 135
U/L (SI, 0,51 sampai 2,3 μKat/L) pada perempuan. Kadar CK mungkin secara berarti
lebih tinggi pada orang yang berotot. Bayi sampai usia 1 tahun yang mempunyai
kadar 2 sampai 4x lebih tinggi daripada kadar pada orang dewasa, mungkin
mencerminkan trauma kelahiran dan perkembangan otot lurik. Kisaran normal dari
kadar isoenzim adalah sebagai berikut: CK-BB, tidak terdeteksi; CK-MB, <5% (SI, <
0,05); CK-MM, 90% sampai 100% (SI, 0,90 – 1,00).
Temuan abnormal, CK-MM menentukan 99% dari CK total yang normalnya
terdapat dalam serum. Isoenzim CK-BB yang terdeteksi mungkin menunjukkan, tapi
5
tidak memastikan, suatu diagnosis cedera jaringan otak, tumor ganas yang menyebar,
syok berat, atau gagal ginjal.
Kadar CK-MB >5% dari CK total menunjukkan MI, khususnya jika rasio
isoenzim laktat dehidrogenase >1 (LD yang melonjak). Pada MI akut dan setelah
operasi jantung, CK-MB mulai meningkat dalam 2-4 jam, mencapai puncaknya
dalam 12-24 jam; peninggian yang persisten dan kadar yang meningkat menunjukan
adanya kerusakan miokardium yang sedang berlangsung. Kadar CK total secara kasar
mengikuti pola yang sama, tapi kemudian sedikit meningkat. Kadar CK-MB mungkin
tidak meningkat pada gagal jantung atau selama angina pectoris yang tidak disertai
oleh nekrosis sel miokard. Cedera otot rangka yang serius yang terjadi pada distrofi
otot tertentu, poliomyelitis, dan mioglobinuria berat mungkin mengakibatkan
peningkatan CK-MB yang ringan karena isoenzim tersebut dalam jumlah kecil
terdapat dalam beberapa otot rangka.
Nilai CK-MM meningkat mengikuti kerusakan otot rangka akibat trauma, seperti
operasi dan injeksi I.M. akibat penyakit-penyakit, seperti dermatomiositis dan distrofi
otot (kadarnya mungkin 50-100 kali normal). Peningkatan kadar CK-MM yang
moderat terjadi pada pasien dengan hipotiroidisme; peningkatan yang tajam terjadi
pada aktivitas otot yang disebabkan oleh agitasi, seperti selama suatu episode psikotik
akut.
Kadar CK total mungkin meningkat pada pasien dengan hipokalemia, hipertemia
maligna, dan kardiomiopati alkoholik. Kadar CK mungkin juga meningkat setelah
kejang dan kadangkala pada pasien yang menderita infark paru dan otak. Troponin I
dan troponin C jantung terdapat pada sel-sel kontraktil dari jaringan miokardium, dan
dilepaskan pada keadaan cedera jaringan miokardium. Kadar troponin meningkat
dalam 1 jam terjadinya infrak dan mungkin tetap tinggi sampai 14 hari.
Faktor yang memengaruhi hasil :
- Hemolisis akibat perlakuan yang kasar terhadap sampel.
- Tidak mengirimkan sampel ke laboratorium segera atau tidak membekukan serum
jika uji ditunda selama lebih dari 2 jam (mungkin akan menurunkan konsentrasi
Kreatin Kinase)
- Tidak mengambil sampel pada waktu yang dijadwalkan (mungkin akan
menghilangkan kadar puncak).
6
- Halotan dan suksinilkolin, alcohol, litium, asam amiokaproat dalam dosis besar,
prosedur diagnosis invasive, olahraga berat atau pijatan otot yang baru dilakukan,
batuk hebat, dan trauma.
- Operasi yang melibatkan otot rangka (menigkatkan kadar CK total).3
II. ELEKTROKARDIOGRAM [EKG]
Alat ini merekam aktivitas listrik sel di atrium dan ventrikel serta mernbentuk
gelombang dan kompleks yang spesifik. Aktlvitas listrik tersebut didapat dengan
menggunakan elektroda di kulit yang dihubungkan dengan kabel ke mesin EKG. Jadi
EKG merupakan voltmeter yang merekarn aktivitas listrik akibat depolarisasi sel otot
jantung.
Sindroma koroner akut merupakan suatu sindroma klinis yang terdiri dari
angina pektoris tidak stabil. infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi segmen ST dan
IMA dengan elevasi segmen ST. Keadaan ini ditandai dengan ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner
menyediakan oksigen yang cukup untuk rnetabolisme rniokard. Mekanisme dasar
SKA berupa disrupsi plak dan pembentukkan trombus akut pada arteri koroner. 4
III. Film polos/ Foto thoraks PA
Film polos dapat rnengevaluasi ukuran jantung dan pembesaran ruang jantung.
Pada proyeksi Foto PA dada standar, rasio diameter jantung dengan diameter interna
rnaksimal dari dada harus tidak lebih besar dari 50% pada film dengan inspirasi penuh
(lihat gambar 1). Film saat ekspirasi dapat memberikan kesan yang salah tentang
adanya kardimegali dan kongesti pulmonal. Film pada posisi supine juga memberikan
gambaran yang serupa. Foto rontgen dada pada angina pectoris sering menunjukkan
bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar
dan kadang-kadang tampak adanya pengapuran pembuluh darah aorta. 5
7
Gambar 1. Foto Polos PA
Pada pasien hipertensi perlu juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, permeriksaan glukosa
darah puasa, kolesterol total serum, LDL maupun HDL, dan fungsi ginjal.
Working Diagnosis
1. Unstable Angina Pectoris
Hakikatnya terdapat 3 jenis angina yaitu angina stabil atau disebut juga angina klasik,
angina varian dan angina tidak stabil. Angina stabil dibagi menajdi 3 kelas berdasarkan
keadaan klinis, dimana kelas A sekunder berasal dari ekstra karidak yang dapat
memperberat iskemik miorkard seperti anemia, hipotensi, hipertensi. Kelas B primer tidak
terdapat adanya kelainan ekstra kardiak. Kelas C timbul setelah 2 minggu serangan irfark
jantung.
Epidemiologi
Pada pasein dengan SKA (sindroma koronari akut) presentasi perempuan lebih tinggi
menderita angina pectoris tidak stabil dan penderita NSTEMI umumnya lebih tua dan
memiliki riwayat infark miokard sebelumnya.
Pasien yang dapat digolongkan kedalam resiko rendah antara lain pasien yang sebelumnya
tidak mmiliki riwayat angina dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak
memakai obat angina dan gambaran EGC yang normal, enzim jantung tidak menunjukan
hasil yang meningkat seperti troponin dan biasanya pasien usia muda. Sedangkan resiko
sedang bila terdapat serangan baru dan makin berat serta terdapat angina pada saat
beristirahat tetapi tidak terjadi perubahan pada segmen ST dan hasil pemeriksaan enzim
jantung dalam batas normal. Pasien dengan resiko tinggi yaitu bila pasein mengalami
serangan atau angina pada saat beristirahat dan berlangsung lama, sebelumnya sudah
menglamai terapi intensif serta terjadi perubahan pada segmen ST dan enzim jantung
troponin menunjukan peningkata yang signifikan.
8
Patofisiologi
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan angina pectroris tidak stabil diantaranya;
Ø Ruptur Plak
Ruptur plak Aterosklerotik dianggap penyebab terpenting UAP, sehingga tiba tiba
terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembulu darah yang mengalami rupture
sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan
UAP mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang
mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak yang tidak
stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau
pada bahu dari timbunan lemak. Kadang kadang keretakan timbul pada dinding plak yang
paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara
enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya rupture menyebabkan
aktifasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus.
Bila thrombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen
ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis
yang berat akan terjadi angina tak stabil. 6
Ø Thrombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembantukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya
UAP. Terjadinya thrombosis karena plak terganggu disebabkan karna interaksi antara
lemak, sel otot polos, kolagen, dan makrofag. Inti lemak merupakan bahan terpenting
dalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel
busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam
plak yang tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi
dengan faktor VIIa untuk memulai karkade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan thrombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pemnentukan thrombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
9
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai thrombosis yang
intermiten pada angina tak stabil.
Ø Vasospasme
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan tonus pembulu darah dan menyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada Printzmetal Angina juga dapat menyebabkan UAP,
dan mempunyai peran dalam pembentukan thrombus.
Ø Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karna terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel ; adanya perubahan
bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh darah dengan cepat dan keluhan iskemia. 6
Faktor resiko
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko angina tidak stabil adalah:
1. Merokok: memiliki risiko dua kali lebih besar terhadap serangan jantung dibandingkan
orang yang tidak pernah merokok,dan berhenti merokok telah mengurangi kemungkinan
terjadinya serangan jantung. Perokok aktif memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
serangan jantung dibandingkan bukan perokok
2. Tidak berolahraga secara teratur
3. Memiliki hipertensi , atau tekanan darah tinggi
4. Mengkonsumsi tinggi lemak jenuh dan memiliki kolesterol tinggi
5. Memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus
6. Memiliki anggota keluarga (terutama orang tua atau saudara kandung) yang telah
memiliki penyakit arteri koroner.
7. Menggunakan stimulan atau rekreasi obat, seperti kokain atau amfetamin
8. Atherosclerosis, atau pengerasan arteri. 7
Manifestasi Klinis
10
Keluhan pasien umumnya berupa Angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istiraha, atau timbul pada aktifitas yang minimal, nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak nafas, mual, sampai muntah. Kadang kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas. 6
Biasanya UAP didefinisikan jika memiliki salah satu dari gambaran klinis; 1. Terjadi saat
istirahat atau saat aktivitas minimal dan biasanya berlangsung lebih dari 20 menit. 2). Nyeri
hebat dan biasanya nyeri terasa jelas. 3). Biasanya lambat laun bertambah parah misalnya
nyeri yang dapat membangunkan pasien saat sedang tidur atau nyeri yang semakin parah dari
sebelumnya.
Penatalaksanaan
Pasien dengan angina tidak stabil memrlukan perawatan di rumah sakit dan sebaiknya
ditempatkan pada unit koroner. Pasien UAP perlu diistirahatkan, di beri penenang dan
oksigen. Pemberian oksigen ini sangat diperlukan pada pasien sianotik atau jika terdengar
suara napas ronki dan saturasi oksigen arteri di bawah 90 %.
Terapi medikamentosa pasien UAP dapat dilakukan dengan pemberian obat anti iskemia,
obat antiagregasi trombosit dan obat antitrombin.
a) Obat Anti Iskemia
Ø Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress
dan kebutuhan oksigen (oksigen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplai
dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam
keadaan akut nitrogliserin atau isisrbit dinitrat diberikan secara sublingual atau
intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbit dinitrat, yang dapat diberikan
secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam karena adanya toleransi terhadap nitrat,
dosis dapat dinaikkan dari waktu-waktu. Bila keluhan telah terkendali, infuse dapat
diganti dengan nitrat peroral.
Ø Penyekat Beta (β-Bloker)
β-Bloker dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data data menunjukkan β-
11
Bloker dapat menurunkan morbibitas dan mortalitas pasien dengan infark miokard.
Berbagai macam β-Bloker seperti propanolol, metoprolol, atenolol telah diteliti bahwa
β-Bloker harus diberikan untuk penderita UAP, kecuali bila ada kontraindikasi,
kontraindikasi berupa asma bronchial dan pasien dengan bradiaritmia.
Ø Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar yaitu golongan
dihidropiridin seperti nefidipin dan golongan nondihidropiridin seperti verapamil dan
diltiazem. Kedua golongan ini dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
penurunan tekanan darah. Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi yang
lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AVlebih sedikit, dan efek
inotropik negative juga lebih kecil.
Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark
pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung
yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan
nondihidropiridin pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian
Antagonis Kalsium biasanya pada pasien yang kontraindikasi pada pemakaian β-
Bloker ataupun telah diberikan β-Bloker tapi keluhan angina masih refrakter.
b) Obat Antiagregasi Trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan UAP dan NSTEMI.
Ø Aspirin
Banyak study telah mempelajari bahwa aspirin dapat mengurangi kematian
jantung dan mengurangi infark fatal maupun nonfatal dari 51%- 72% pada pasien
UAP. Maka itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal
160 mg perhari lalu selanjutnya dengan dosis 80 – 325 mg perhari.
Ø Tiklopidin
Ini merupakan obat lini kedua pada UAP, yang diberikan bila pasien tidak
tahan dengan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan bahwa obat ini
memberikan efek samping berupa granulositopenia, dengan adanya klopidogrel yang
lebih aman, pemakaian tiklopidin sudah mulai ditinggalkan.
Ø Klopidogrel
12
Klopidogrel juga hampir sama dengan tiklopidin yaitu dapat menghambat
agregasi platelet, tetapi efeksampingnya lebih kecil, dan belim ada laporan
memberikan efek neutropenia. Kolpidogrel dianjurkan diberikan pada pasien yang
tidak tahan aspirin. Tapi dalam pedoman AHA / ACC kolpidogrel dapat diberikan
berbarengan dengan aspirin palingb sedikit 1 – 9 bulan. Dosis kolpodogrel dimulai
300mg perhari dan selanjutnya 75 mg perhari.
c) Obat Antitrombin
Ø Heparin
Heparin adalah glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai rantai
polosakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda
beda. Antitrombin III bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat thrombin
dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma yang lain sel darah dan sel
endotel, yang akan mempengaruhi bioavailabilitas. Kelemahan heparin yang lain
adalah efek terhadap thrombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh
platelet faktor 4. Pada pemakaian heparin diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk
mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).6
Non Medika mentosa
Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat,
dan refrakter dengan terapi medica mentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main
atau penyempitan di 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang, operasi
bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan hidup, kualitas hidup dan masuknya kembali ke
rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih burukdaripada
bvedah elektif
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik, dengan penyempitan pada 1
pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan
PCI merupakan pilihan utama.
Pada UAP apaperlu tindakan invasive dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi
resiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus menerus, adanya depresi segmen ST
kadar troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, adanya gangguan irama
jantung yang malignan seperti takikardia ventrikel, perlu tindakan invasive dini. 6
13
Differential Diagnosis
1. Infark miokard akut tanpa elevasi ST
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi
ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung.
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala
yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD, dperkirakan 5,3 juta
kunjungan/ tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UA/NSTEMI yang merupakan
penyebab tersering dan angkanya meningkat dibandingkan infark miokard dengan elevasi ST
(STEMI).
Patofisiologi
Non St elevation myocordial infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan
suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak
yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, dentitas otot polos yang
rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrogaf dan limfosit T yang
menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi
seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
Gejala Klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengna ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset
14
baru angina berat/ terakselarasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia
pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Gambaran spesifik pada EKG berupa : deviasi segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan risiko pada pasien. Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya
depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaulet
al. Menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan
memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun i, perubahan troponin
T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. 6
2. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, perikard viseralis atau kedua-duanya.
Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, perikarditis subakut dan perikarditis kronik.
Perikarditis subakut dan kronik mempunyai etiologi , manifestasi klinik, pendekatan
diagnosis dan pengobatan yang sama.
Perikarditis akut
Trias klasik perikarditis akut ialah nyeri dada, pericardial friction rub dan abnormalitas
EKG khas. Penyebab perikarditis akut sangat banyak, yaitu penyakit idiopatik, infeksi non-
spesifik virus, tuberkulosis, jamur, bakterial, penyakit kolagen seperti arthritis rheumatoid,
SLE.
Walaupun begitu banyak penyebab perikarditis akut, namun penyebab paling utama
sesuai dengan urutan adalah : infeksi virus, infeksi bakteri, uremia, trauma, sindrom
pascainfark miokard, sindrom pascapericardiotomi, neoplasma dan idiopatik.
Urutan etiologi 96 pasien perikarditis akut menurut friedberg sebagai berikut : demam
reumatik 40,6%, infeksi bakteri 19,8%, tuberkulosis 7,3%, perikarditis non-spesifik jinak
10,4%, uremia 11,5% dan penyakit kolagen 2,1%.
2. Hipertensi Primer Grade 2
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada usia 18 tahun ke
atas dengan penyebab yang tidak diketahui. Pengukuran terhadap tekanan darah dapat
15
dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi duduk maupun berbaring dan dapat diambil
reratanya pada 2 kalli atau lebih kunjungan.
Berdasarkan pada JNC 7, maka tekanan darah dapat di klasifikasikan; 1). Tekanan darah
normal yaitu jika tekanan sistolik < 120 mmHg dan tekanan diastolik < 80 mmHg. 2).
Parahipertensi yaitu jika tekanna sistolik 120-139 mmHg dan tekanan diastolik 80-89 mmHg.
3). Hipertensi grade 1 yaitu jika tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastolik
90-99 mmHg. 4). Hipertensi grade 2 yaitu tekanan darah yang menunjukan lebih atau sama
dengan 160 mmHg pada sistolik dan lebih atau sama dengan 100 mmHg pada diastolik.
Epidemiologi
Hipertensi dapat ditemukan pada kurang lebih 6% dari seluruh penduduk dunia dan
merupkana sesuatu yang sifatnya umum pada seluruh populasi. Menurut data penyebaran
hipertensi memperlihatkan bahwa adanya peningkatan pravelensi hipertensi, dengan
meningkatnya harapan hidup atau populasi usia lanjut. Kurag lebih terdapat separuh populasi
diatas 65 tahun menederita hipertensi, baik hipertensi sistolik maupun diastolik.
Di Indonesia berdasarkan survei RISKEDAS yang dilakukan pada tahun 2007
menunjukan bahwa prevelensi hipertensi adalah 31,7%, terbanyak di Jawa Timur 37,4% dan
terrendah di Papua Barat 20,1%. Pada penderita diatas 50 tahun, penderita hipertensi
ditemukan lebih banyak terjadi pada wanita yaitu berkisar 37% angka ini dibandingkan
dengan pria yaitu 28%. Sedangkan pada pria usia diatas 25 tahun ditemukan hasil kurang
lebih 29% pada wanita dan 27% pada pria.
Patofisiologi
Hipertensi primer merupakan suatu penyakit multifaktoral yang timbull akibat dari
interaksi berbagai macam faktor resiko antara lain; faktor genetik dan lingkungan,
mekanisme neural, renal, hormonal dan vaskular.
1. Faktor resiko antara lam diet, asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan genetik.
16
2. Mekanisme neural berkaitan dengan aktifitas berlebih sistem saraf simpatis. Mekanisme
awalnya yaitu peningkatan denyut jantung, cardiac output kadar norepinefrin (NE)
plasma dan urin. Jika tejadi peningkatan NE, rangsangan terhadap saraf simpatis post
ganglion dna reseptor a-adrenergik akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi pada
sirkulasi perifer.
3. Mekanisme renal idmana jika terjadi kelainan pada hipertensi maka akan terjadi
penurunan kemampuan ginjal untuk mengekresikan kelebihan natrium yang pada diet
tinggi garam sehingga retensi natrium tersebut dapat meningktan tekanan darah dengan
cara Volume-dependent mechanisms dan Volume-independent mechanisms. Cara kedua
yaitu pada angiotensin yang memberikan efek pada saraf saraf pusat dengan peningkatan
aktifitas saraf simpatis, peningkatan kontraktilitas sel otot polos pembuluh darah dan
hipertrofi mioblast jantung, peningkatan nuclear faktor-kB.
4. Mekanisme vaskular yaitu berkaitan dengan adanya gangguan keseimbangan antara
faktor yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan konstriksi pembuluh darah. Adanya
disfungsi endotel merupakan penanda khas suatu hipertensi dan kejadian kardiovaskular.
Keadaan ini ditandai denga menurunnya faktor yang menyebabkan relaksasi pembuluh
darah yang dihasilkan oleh endotel seperti Nitric Oxide (NO), dan meningkatnya faktor
yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi seperti faktor proinflamasi, protrombotik
dan growth factors. Selain itu dapat terjadi hipertensi oleh karena terjadi remodelling
vaskular dimana terjadi penebalan pada dinding media arteri.
5. Mekanisme hormonal berkaitan dengan aktivitas sistem renin angiotensin aldoseteron
yang merupakan suatu mekanisme penting dan turut serta berperan pada retensi natrium
oleh ginjal, endotel disfunction, inflamasi dan remodelling pembuluh darah. Renin
berperan atau akan mengakibatkan angiotensin terbagi menjadi bagian atau potongan.
Dimana renin akan memecah angiotensin menjadi angiotensin I. Angiotensin I yang
seharusnya tidak aktif kemudian terpecah menjadi angiotensisn II oleh Angiotensin
Converting enzyme (ACE) kemudian angiotensin II ini akan mengakibatkan pengkerutan
pada dindng arteri kecil, meningkatkan tekanan darah dan memicu pengelepasan hormon
aldosterone. Hormon aldosteron ini akan menyebabkan ginjal untuk menahan
pengeluaran garam natrium dan kalium sehingga meyebabkan retensi air dan dapat
meningkatkan volume dan tekanan darah.6
Manifestasi Klinis
17
Pada pasien hipertensi jarang menunjukan suatu gejala signifikan hanya berupa sakit
kepala terutama di bagian belakang kepala dan terjadi saat pagi hari, pusing, vertigo, tinitus,
gangguan penglihatan hingga pingsan.
Penatalaksanaan
1. Terapi non medikamentosa
Berdasarkan rekomendasi JNC 7 maka pasien hipertensi dianjurkan untuk menurunkan
berat badan berlebih atau kegemukan, pembatasan asupan garam kurang atau sama
dengan 100meq/hari atau sama dengan 2,4 g natrium atau 6 g natrium klorida,
meningkatkan konsumsi buah dan sayur, menurunkan konsumsi alkohol tidak lebih dari
2 kali minum/ hari, meningkatkan aktivitas fisik paling tidak berjalan selama 30
menit/hari selama 5 hari/minggu, menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi
resiko kejadian kardiovaskular.
2. Terapi medikamentosa
Pada pasien hipertensi derajat I ddapat diberikan diureitik jenis Thiazide, dan pada
beberapa kasus dapat dipertimbangkan ACEI (angiotensin coverting enzyme inhibitor),
ARB (angiotensin receptor blocker), BB (beta blocker) CCB (calcium chanel blocker)
dan kombinasi. Pada pasien hipertensi primer derajat II dapat diberikan kombinasi 2 obat
untuk sebagian besar ksus umumnya diberikan diuretika Thiazide dan ACEI atau ARB
atau BB atau CCB. 6
Komplikasi
Hipertensi merupakan suatu faktor resiko untuk terjadinya segala bentuk manifestasi klinik
dari arteroskelrosis. Mortalits meningkat dua kali pada setiap kenaikan tekanan darah sebesar
20/10 mmHG. Hipertensi merupakan faktor terbesar untuk terjadinya penyakit kardiovaskular
yang menyebabkan 54% dan 47% terjadinya stroke dan penyakit inskemia jantung.
Selain itu hipertensi juga dapat merusak beberapa organ target lain; mengenai jantung maka
dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, angina atau miokard infark dan gagal jantung
kongestif. Pada ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis, pada otak stroke, penyakit
retinopati pada mata, dan penyakit arteri perifer.
Progonosis
18
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama
disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular salah satunya adalah Angina pektoris.8
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya sedikit
pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasi dari 2% - 8% setahun. Faktor
yang mempengaruhi prognosis adalah beratnyan kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan
penyempitan di pangkal pembuluh koroner kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun.
Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah satu
pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk prognosis.
Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah majunya tindakan intervensi
dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner, harapan hidup pasien angina pektoris menjadi
jauh lebih baik.7
Kesimpulan
Angina pectoris tidak stabil adalah suatu sindrom klinik yang berbahaya dan
merupakan tipe angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark ataupun
kematian. Hipertensi merupakan suatu ancaman sehingga saat diperlukan adanya suatu
perubahanan gaya hidup agar terhindar dari faktor resiko yang ada dan merupakan bentuk
upaya mengontrol tekanan darah.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga Medical Series.
2007 : h.22-5.
2. Welsby PD. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Klinis. Jakarta : EGC, 2009.h.40-2, 53-5
3. Muttaqin H, Ramadhani D, editor. Buku pegangan uji diagnostic. Edisi ke-3. Jakarta;
Penerbit buku kedokteran EGC. 2010.h191-99.
4. Dharma S. Sistematika interpretasi EKG: pedoman praktis. Edisi ke-1. Jakarta; EGC.
2010.hal 7, 11-8.
5. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Edisi ke-2. Jakarta; Penerbit Erlangga. 2007.h.66-70.
6. Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata MK., Setiadi S.Angina pektoris tidak
stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke V. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009: hal.1728-32.
19
20
top related