makalah kaf iv
Post on 25-Jun-2015
644 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KIMIA ANALISIS FARMASI
(KUALITATIF DAN KUANTITATIF)
TITRASI PENGENDAPAN
OLEH:
NAMA : NISHFAH HASIK
NIM : 70100112001
KELAS : FARMASI A
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
SAMATA – GOWA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji dan puja saya haturkan kehadirat Allah SWT. Atas
Rahmat dan Anugerah serta Hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw. Sebagai Uswatun Hasanah bagi manusia.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
meskipun kami telah mendayagunakan kemampuan semaksimal mungkin untuk
menjadikan makalah ini berbobot ilmiah sekalipun dalam kategori sederhana.
Keterbatasan potensi ilmu dan waktu yang kami miliki menyebabkan adanya
kekurangan dan kesalahan yang tidak disadari baik menyangkut materi
penyusunan maupun pembahasannya. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan
hati kami mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya,
dosen mata kuliyah, dan pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya dan
terutama bagi saya yang menyusunnya dan dunia pendidikan pada umumnya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, 9 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. ArgentometriB. MerkurimetriC. Indikator titrasi pengendapan D. Kurva TitrasiE. Pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges,
Koltohff.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Reaksi pengendapan telah dipergunakan secara luas dalam kimia analitik,
dalam titrasi, dalam penentuan gravimetrik, dan dalam pemisahan sampel menjadi
komponen-komponennya. Metode gravimetrik tidak dipergunakan lagi secara
luas, dan penggunaan pengendapan untuk pemisahan telah digantikan (walau
tidak sepenuhnya). Walaupun demikian pengendapan tetap merupakan sebuah
teknik dasar yang sangat penting dalam banyak produk analitik.
Titrasi-titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan tidak berjumlah banyak
dalam analisis titrimetrik seperti titrasi-titrasi yang terlibat dalam reaksi redoks
atau asam-basa. Kenyataannya, dalam permulaan kuliah, contoh-contoh dari titrasi
semacam ini biasanya dibatasi pada yang melibatkan pengendapan dari ion perak
dengan anion-anion seperti halogen atau tiosinat. Salah satu alasan terbatasnya
penggunaan reaksi semacam ini adalah kurangnya indikator yang cocok. Dalam
beberapa kasus, terutama dalam titrasi dari larutan encer, tingkat reaksinya terlalu
lambat untuk kenyamanan sebuah titrasi. Ketika mendekati titik ekivalen dan
titran ditambahkan secara perlahan, penjenuhan yang luar biasa tidak terjadi dan
tingkat pengendapan menjadi amat lambat. Kesulitan lainnya adalah bahwa
komposisis dari endapan pada umumnya tidak diketahui karena efek-efek
pengendapan pengiring. Meskipun efek ini dapat diminiimalisasi atau sebagian
terkoreksi melalui proses-proses seperti menyimpan pengandap cukup lama, hal
ini tidak mungkin terjadi dalam titrasi langsung.
BAB II
PEMBAHASAN
Titrasi pengendapan merupakan analisis titrimetri berdasarkan terbentuknya
endapan antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna
berbeda.
A. Argentometri
Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam
argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Dalam titrasi argentometri,
larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan
sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard
AgNO3 dapat membentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai
dengan persamaan reaksi berikut ini :
NaX + Ag+ Û AgX + Na+ ( X = halida )
KCN + Ag+ Û AgCN + K+
KCN + AgCN Û K{Ag(CN)2}
Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan
sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk
menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya
yang dapat diendapkan oleh larutan standard nya. Titrasi argentometri terbagi
menjadi beberapa metode penetapan disesuaikan dengan indicator yang
diperlukan dalam penetapan kadar yaitu :
1. Metode Mohr
Atau nama lainnya metode dengan pembentukan endapan
berwarna. Dalam cara ini, ke dalam larutan yang dititrasi ditambahkan
sedikit larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Pada akhir
titrasi, ion kromat akan bereaksi dengan kelebihan ion perak membentuk
endapan berwarna merah dari perak kromat, dengan reaksi :
CrO42- + 2Ag+ Û Ag2CrO4
Contoh Hasil titrasi menggunakan metode Mohr
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan
dengan cara titrasi dengan larutan standart perak nitrat. Endapan putih
perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan
digunakan indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion
klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi
dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat
kemerahan Ag2CrO4 (lihat gambar). Prosedur ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode Mohr.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
2. Metode Volhard
Atau nama lainnya metode dengan cara pembentukan ion kompleks
berwarna. Dalam cara ini, larutan standard perak nitrat ditambahkan secara
berlebih ke dalam larutan analit, kemudian kelebihan ion perak dititrasi
dengan larutan standard amonium atau kalium tiosianat dengan
menambahkan ion feri (Fe3+) sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion feri
akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat memebentuk ion kompleks
{Fe(SCN)6}3- yang berwarna coklat.
X + Ag+ Û AgX + Ag+ sisa
Ag+ sisa + SCN- Û AgSCN
Fe3+ + 6 SCN- Û {Fe(SCN)6}3-
3. Metode Fajans
Atau nama lainnya metode dengan menggunakan indikator
adsorpsi (metode Fajans). Titik akhit titrasi dalam titrasi dengan cara ini
ditandai dengan berubahnya warna endapan AgX sebagai akibat dari
adanya adsorpsi endapan AgX terhadap pereaksi pewarna yang
ditambahkan. Indikator yang sering digunakan adalah fluorescein dan
eosin.
Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein
yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan
teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan
positif. Dengan terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana
warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda.
B. Merkurimetri
Merkurimetri adalah titrasi pengendapan yang mengguanakan ion
Hg2+ sebagai pentiter dan dapat dipakai untuk menentukan klorida.
Hg2+ + 2 Cl- HgCl2 (berlaku untuk halida lain)
Jika ion halida dititrasi dengan merkuri nitrat, pada TE tidak ada
[Hg2+] karena selama titrasi terbentuk endapan HgCl2, namun setelah TE
terjadi kenaikan [Hg2+] yg segera bereaksi dengan indikator membentuk
kompleks Hg-Indikator; misalnya indikator nitroprusid membentuk endapan
putih, indikator difenilkarbazid atau difenilkarbazon dalam asam membentuk
warna ungu intensif. Diperlukan koreksi dengan titrasi blanko : 0,17 ml
Hg(NO3)2 0,1 N untuk 50 ml HgCl2 0,05 N. Volume titrasi blanko bervariasi
sesuai besarnya [HgCl2] TE karena [Hg2+] berlebih akan beraksi dg HgCl2 :
HgCl2 + Hg2+ 2 HgCl+
C. Indikator titrasi pengendapan
Indikator untuk titrasi pengendapan yang melibatkan perak
Salah satu permasalahan titrasi pengendapan adalah menentukan indikator
yang cocok. Dalam titrasi-titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada 3
indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini. Metode Mohr
menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat.
Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks
yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN-. Dan metode Fajans menggunakan
indikator-indikator adsorpsi.
1. Pembentukan dari sebuah endapan berwarna: Metode Mohr
Persis seperti sistem asam-basa bisa dipergunakan sebagai
indikator untuk sebuah titrasi asam-basa, pembentukan satu endapan lain
dapat dipergunakan untuk mengindikasikan selesainya sebuah titrasi
pengendapan. Contoh yang paling terkenal dari kasus semacam ini adalah
yang disebut titrasi Mohr klorida dengan ion perak, dimana ion kromat
dipergunakan sebagai indikator. Kemunculan awal endapan perak kromat
berwarna kemerah-merahan diambil sebagai titik akhir dari titrasi.
Tentu saja penting bahwa pengendapan indikator terjadi pada titik
ekuivalen atau di dekat titik ekuivalen dari titrasi tersebut. Perak kromat
lebih mudah larut (sekitar 8,4 x 10-5 mol/liter) daripada perak klorida
(sekitar 1 x 10-5 mol/liter). Jika ion-ion perak ditambahkan ke dalam suatu
larutan yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dan ion
kromat dengan konsentrasi kecil, perak klorida akan mengendap terlebih
dahulu; perak kromat tidak terbentuk sebelum konsentrasi ion perak
meningkat sampai ke nilai yang cukup besar untuk melebihi Ksp dari
perak kromat. Kita dapat segera menghitung konsentrasi kromat yang
akan menghasilkan pengendapan perak kromat pada titik ekuivalen,
dimana pAg = pCl = 5,00. Mengingat Ksp dari Ag2CrO4 adalah 2 x 10-12,
dan [Ag+] = 1 x 10-5 pada titik ekuivalen.
Titrasi Mohr terbatas pada larutan-larutan dengan nilai pH sekitar 6
sampai 10. Dalam larutan-larutan yang lebih alkalin, perak oksida
mengendap. Dalam larutan-larutan asam, konsentrasi kromat secara besar-
besaran menurun, karena HCrO4- hanya sedikit terionisasi. Lebih lanjut
lagi, hidrogen kromat ada dalam kesetimbangan dengan dikromat:
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4
- Cr2O72- + H2O
Penurunan konsentrasi ion kromat mengharuskan kita untuk
menambahkan sejumlah besar ion perak untuk menghasilkan pada
pengendapan dari perak kromat dan akhirnya mengarah pada galat yang
besar. Secara umum dikromat cukup dapat larut.
Metode Mohr dapat juga diaplikasikan dalam titrasi dari ion
bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan-larutan yang
sedikit alkalin. Efek-efek adsorbsi membuat titrasi dari ion-ion iodide dan
triosianat tidak memungkinkan. Perak tidak dapat dititrasi secara langsung
dengan klorida menggunakan indikator kromat. Perak kromat mengendap,
terlihat secara sekilas, terurai kembali secara lambat saat dengan titik
ekuivalen. Bagaimana pun orang dapat menambahkan larutan klorida
standar berlebih dan kemudian melakukan titrasi mundur dengan
menggunakan indikator kromat.
2. Pembentukan kompleks berwarna : Metode Volhard
Metode Volhard didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat
dalam larutan asam nitrit, dengan ion besi (III) dipergunakan untuk
mendeteksi kelebihan ion tiosianat:
Ag+ + SCN- AgSCN(s)
Fe3+ + SCN- FeSCN2+ (merah)
Metode ini dapat dipergunakan untuk titrasi langsung perak dengan
larutan standar tiosianat atau untuk titrasi tidak langsung dari ion-ion
klorida, bromide dan iodide. Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dari
perak nitrat standar ditambahkan dan kemudian dititrasi dengan tiosianat
standar.
Metode Volhard dipergunakan secara luas untuk perak dan klorida
mengingat titrasinya dapat dijalankan dalam larutan asam. Kenyataannya,
ada keinginan menggunakan media asam untuk mencegah hidrolisis dari
indikator ion besi (III). Metode-metode umum lainnya untuk perak dan
klorida membutuhkan sebuah larutan yang mendekati netral untuk
kesuksesan titrasi. Banyak kation yang mengendap pada kondisi semacam
ini dan karenanya mengganggu dalam metode ini.
Dalam analisis klorida, sebuah kesalahan dapat terjadi jika endapan
AgCl dibolehkan bereaksi dengan ion tiosianat.
AgCl(s) + SCN- AgSCN(s) + Cl-
Mengingat AgSCN kurang dapat larut dibandingkan dengan AgCl,
reaksi ini cenderung untuk bergeser dari kiri ke kanan dan akan
menyebabkan hasil-hasil yang rendah dalam analisis klorida. Reaksi ini
dapat dicegah dengan menyaring penuh AgCl atau menambahkan
nitrobenzena sebelum titrasi dengan triosianat. Nitrobenzene terlihat
membentuk sebuah lapisan berminyak di atas permukaan AgCl, yang
mencegah reaksi dengan triosianat.
Dalam menentukan bromide dan iodide dengan menggunakan
metode tak langsung volhard, reaksi dengan triosianat tidak menimbulkan
masalah mengingat AgBr mempunyai kelarutan yang hampir sama dengan
AgSCN, dan AgI dianggap jauh kurang dapat larut dibandingkan AgSCN.
3. Penggunaan indikator adsorbsi : Metode Fajans
Adsorbsi dari sebuah komponen organik berwarna pada permukaan
sebuah endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik dalam molekul
yang mengubah warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan untuk
mendeteksi titik akhir dari titrasi pengendapan garam-garam perak.
Senyawa organik yang dipergunakan untuk hal seperti ini diacu sebagai
indikator adsorbsi.
Mekanisme yang berlaku bagi indikator-indikator semacam ini
dijelaskan oleh Fajans sebagai berikut : dalam titrasi Cl- dengan Ag+,
sebelum titik ekuivalen partikel-partikel koloid dari AgCl bermuatan
negatif, akibat adsorbsi ion Cl- dari lautan. Ion-ion Cl- yang teradsorbsi
membentuk lapisan primer, yang mengakibatkan partikel—partikel koloid
bermuatan negatif. Partikel-partikel ini menarik ion-ion positif dari
larutan untuk membentuk sebuah lapisan sekunder yang lebih longgar
keadaannya.
Di atas titik ekuivalen, kelebihan ion-ion Ag+ menggantikan ion-
ion Cl- dari lapisan primer dan partikel-partikelnya menjadi bermuatan
positif.
Anion-anion dalam larutan tertarik untuk membentuk lapisan sekunder.
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa kita sebut
dengan HFI. Ketika fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion
FI- tidak diadsobsi oleh koloid perak klorida selama ion-ion klorida
berlebih. Bagaimanapun juga, ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI -
dapat tertarik ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif.
Agregat yang dihasilkan berwarna merah jambu, dan warna ini cukup kuat
bagi menjadi sebuah indikator visual.
Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah
indikator adsorbsi yang cocok untuk sebuah titrasi pengendapan.
a. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi
partikel-partikel besar pada titik ekuivalen, mengingat hal ini akan
menurunkan secara drastis permukaan yang tersedia untuk adsorbsi
dari indikator. Sebuah koloid pelindung, seperti dekstrin, harus
ditambahkan untuk menjaga endapan tersebar luas. Dengan kehadiran
dekstrin perubahan warna dapat diulang dan jika titik akhir terlampaui,
kita dapat menitrasi ulang dengan sebuah larutak klorida standar.
b. Adsorbs dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik
ekuivalen dan meningkat secara cepat pada titik ekuivalen. Beberapa
indikator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat indikator tersebut
mereka sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorbsi jauh
sebelum titik ekuivalen tersebut dicapai.
c. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah
konsentrasi ion dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia
cukup. Fluoresein sebagai contoh, mempunyai Ka sebesar 10-7, dan
dalam larutan-larutan yang lebih asam dari pH 7, konsentrasi dari ion-
ion FI- sangat kecil sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat
diamati. Fluoresen hanya dapat dipergunakan dalam skala pH sekitar
7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan dapat
dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
d. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan
ion yang ditambahkan sebagai titran. Adsorbs dari indikator kemudian
tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran. Untuk titrasi perak
dengan klorida, metal ungu, garam klorida dari sebuah basa organik,
dapat dipergunakan. Kation tidak adsorbs sampai kelebihan ion-ion
klorida yang berlebih hadir dan koloid bermuatan negatif. Adalah
mungkintidak menggunakan diklorofluooresein dalam kasus ini namun
indikator seharusnya tidak ditambahkan sampai sesaat sebelum titik
ekuivalen.
D. Kurva Titrasi
Kurva titrasi untuk titrsi pengendapan dapat dibuat dan secara
keseluruhan analog dengan titrasi asam basa dan pembentukan kompleks.
Perhitungan-perhitungan keseimbangan yang berdasarkan atas tetapan
kelarutan produk diperlukan pada titik ekuivalen. Contoh berikut ini
menggambarkan perhitungan-perhitungan yang terlibat dalam titrasi
pengendapan.
Sebanyak 500 mL NaCl 0,100 M dititrasi dengan 0,100 M AgNO3.
Hitunglah konsentrasi ion klorida pada interval-interval selama titrasi dan
gambarkan plot pCl terhadap melimeter dari AgNO3.
pCl = - log [Cl-], dan Ksp untuk AgCl = 1 x 10-10.
(a) Awal titrasi, karena
[Cl-] = 0,100 mmol/mL
pCl = 1,00
(b) Setelah penambahan 10,0 mL AgNO3. Kita mulai dengan 50,0 mL x
0,100 mmol/mL = 5,00 mmol Cl- dan telah menambahkan 10,0 mL x
0,100 mmol/mL = 1,00 mmol Ag+. Reaksinya adalah:
mmol Ag+ + Cl- AgCl(s)
Awal 1,00 5,00
Perubahan -1,00 -1,00
Kesetimbangan: - 4,00
Mengingat reaksinya berjalan dengan baik sampai selesai, konsentrasi ion
klorida adalah
[Cl-] = 4,00 mmol
60,0 mL = 0,067 M
pCl = 1,17
(c) Setelah penambahan 49,9 mL AgNO3. Kita mulai dengan 50,0 mL x
0,100 mmol/mL = 5,00 mmol Cl- dan telah menambahkan 49,9 mL x
0,100 mmol/mL = 4,99 mmol Ag+. Reaksinya adalah
mmol Ag+ + Cl- AgCl(s)
Awal 4,99 5,00
Perubahan -4,99 -4,99
Kesetimbangan - 0,01
Dengan mengasumsikan reaksinya selesai, konsentrasi kloridanya adalah:
[Cl-] = 0,01 mmol99,9 mL
= 1,0 x 10-4 M
pCl = 4,00
Dalam perhitungan-perhitungan ini kita telah mengabaikan konstribusi
dari ion-ion klorida kepada larutan dari kelarutan endapan AgCl.
Pendekatan ini berlaku kecuali dalam satu atau dua tetes dari titik
ekuivalen.
(d) Titik ekuivalen. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,100 mmol/mL = 5,00
mmol Cl- dan menambahkan 50,0 mL x 0,100 mmol/mL = 5,00 mmol
Ag+. Reaksinya adalah:
mmol Ag+ + Cl- AgCl(s)
Awal 5,00 5,00
Perubahan -5,00 -5,00
Kesetimbangan - -
Tidak ada ion klorida maupun ion perak, yang berlebih dan
konsentrasi dari masing-masing ion didapat dari akar Ksp.
AgCl(s) Ag+ + Cl-
[Ag+] [Cl-] = Ksp
[Ag+] = [Cl-]
[Cl-]2 = 1,0 x 10-10
[Cl-] = 1,0 x 10-5
pCl = 5,00
(e) Setelah penambahan 60,0 mL AgNO3. Kita mulai dengan 50,0 mL x
0,100 mmol/mL = 5,00 mmol Cl- dan ditambahkan 60,0 mL x 0,100
mmol/mL = 6,00 mmol Ag+. Reaksinya adalah:
mmol Ag+ + Cl- AgCl(s)
Awal 5,00 5,00
Perubahan -5,00 -5,00
Kesetimbangan 1,00 -
Konsentrasi dari Ag+ berlebih adalah
[Ag+] = 1,00 mmol
110mL=¿9,1 x 10-3
pAg = 2,04
mengingat
pAg + pCl = 10,00
pCl = 7,96
E. Pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges, Koltohff.
1. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan pada penentuan halogen, namun
lebih umum digunakan untuk menentukan Cl-.
Pada metode ini digunakan K2CrO4 sebagai indikator atau dapat juga
digunakan campuran antara K2CrO4 dan K2Cr2O7. Penggunaan campuran
indikator sebenarnya lebih menguntungkan karena terbentuk suatu sistem
buffer dengan pH berkisar antara 7,0 ± 0,1, walaupun penggunaan K2CrO4
saja sebagai indikator lebih sering digunakan. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan timbulnya endapan merah coklat dari Ag2CrO4.
2. Metode Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbs, yaitu suatu asam
atau basa organik lemah yang dapat terurai menjadi ion-ionnya dan ion-
ion ini dapat diadsorbsi oleh endapan yang terbentuk. Perubahan warna
pada titik akhir adalah akibat dari proses adsorbs dari ion-ion tersebut.
Indikator yang sering digunakan adalah fluoresein dan eosin.
Perlu diperhatikan bahwa muatan indikator harus berlawanan dengan
muatan ion zat penitrasi yang diadsorbsi dan indikator tidak boleh terlalu
kuat atau lemah diadsorbsi. Perlu diperhatikan juga pH optimum dari
indikator serta larutan boleh terlalu encer agar endapan mudah diamati.
3. Metode Volhard
Metode ini dapat dapat dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Indikator yang digunakan adalah Ferri ammonium sulfat
(Fe Aluin), Ferri ammonium nitrat atau FeCl3, untuk memperoleh ion
Fe3+. Cara langsung khusus digunakan dengan CNS-, yaitu titrasi AgNO3
dengan CNS-
(Ag+ + CNS- AgCNS). Cara yang digunakan untuk titrasi dengan
CNS- sedikit berbeda, yaitu AgNO3 sebagai titran berada dalam
Erlenmeyer CNS- berada dalam buret. Hal ini disebabkan karena titik
akhir yang ingin diamati adalah timbulnya warna merah dari kompleks
Ferri tiosianat Fe(CNS)2+ antara Fe3+ dengan CNS-
(Fe3+ + CNS- Fe(CNS)2+). Jika CNS- berada dalam Erlenmeyer maka
akan bereaksi dengan Fe3+ terlebih dahulu, bukan dengan Ag+ seperti yang
diharapkan. Selain itu, pengamatan warna dari tidak berwarna menjadi
merah lebih mudah dilakukan daripada mengamati perubahan warna
merah menjadi tidak berwarna.
4. Metode Liebieg
Titrasi ini khusus digunakan dengan CN-. Prinsip reaksinya adalah
pembentukan kompleks Ag Argentocyanida yang tidak larut.
Jika Ag+ berlebih direaksikan dengan CN-, maka endapan AgCN yang
telah terbentuk akan larut kembali karena terbentuknya kompleks
Ag(CN)2+. Jika reaksi pembentukan kompleks tersebut sudah sempurna,
maka kelebihan Ag+ akan menimbulkan kompleks Ag Argentosianida
yang tidak larut.
Titik akhir tercapai apabila terbentuk endapan yang tidak larut atau bila
terjadi kekeruhan.
5. Metode Deniges
Metode ini merupakan modifikasi dari metode Liebieg, yaitu
dengan menambahkan KI sebagai indikator dan larutan ammonia encer
untuk melarutkan endapan Ag-cyanida. Kelebihan ion Ag+ setelah
bereaksi dengan ion CN- akan bereaksi dengan I- membentuk endapan
AgI yang menunjukkan titik akhir titrasi.
6. Metode Kolthoff
Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan
baku K-Ferosianida TAT dapat ditentukan dengan indikator eksternal
seperti uranil nitrat, ammonium molibdat, FeCl3, dll. Namun diperlukan
keterampilan khusus; sehingga lebih baik menggunakan indikator internal
seperti difenilamin, difenilbenzidin, difenilamin sulfonat, dll. Reaksi
redoks Fe2+, Fe3+ mempunyai potensial reduksi (pada 30oC) sebagai
berikut :
E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)63-] / [Fe(CN)6
4-]
Campuran fero-ferisianida dalam asam memiliki potensial reduksi
jauh lebih kecil daripada yang diperlukan untuk mengoksidasi indikator,
hingga diperoleh bentuk teroksidasi berwarna intensif. Jika ke dalam
campuran tersebut ditambahkan Zn2+ akan terjadi endapan Zn-ferosianida,
diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)64- hilang dari larutan.
Setelah Fe(CN)64- bereaksi sempurna akan terjadi kenaikan tajam potensial
reduksi dan muncul warna biru (bentuk indikator teroksidasi) akibat
adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna biru telor asin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Titrasi pengendapan merupakan analisis titrimetri berdasarkan
terbentuknya endapan antara reagen dengan analit dan reagen dengan
indikator dengan warna berbeda.
2. Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam
argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Dalam titrasi
argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam
halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari
garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu endapan atau suatu
senyawa kompleks
3. Merkurimetri adalah titrasi pengendapan yang mengguanakan ion Hg2+
sebagai pentiter dan dapat dipakai untuk menentukan klorida.
4. Pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges, Koltohff.
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan pada penentuan halogen,
namun lebih umum digunakan untuk menentukan Cl-.
Pada metode ini digunakan K2CrO4 sebagai indikator atau dapat juga
digunakan campuran antara K2CrO4 dan K2Cr2O7.
b. Metode Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbs, yaitu suatu asam atau
basa organik lemah yang dapat terurai menjadi ion-ionnya dan ion-ion
ini dapat diadsorbsi oleh endapan yang terbentuk
c. Metode Volhard
Metode ini dapat dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Indikator yang digunakan adalah Ferri ammonium sulfat (Fe
Aluin), Ferri ammonium nitrat atau FeCl3, untuk memperoleh ion Fe3+
d. Metode Liebieg
Titrasi ini khusus digunakan dengan CN-. Prinsip reaksinya
adalah pembentukan kompleks Ag Argentocyanida yang tidak larut.
e. Metode Deniges
Metode ini merupakan modifikasi dari metode Liebieg, yaitu dengan
menambahkan KI sebagai indikator dan larutan ammonia encer untuk
melarutkan endapan Ag-cyanida.
f. Metode Kolthoff
Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan
larutan baku K-Ferosianida TAT dapat ditentukan dengan indikator
eksternal seperti uranil nitrat, ammonium molibdat, FeCl3, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Day & Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta :
Erlangga.
Harmita. 2006. Buku Kimia Analisis Kuantitatif Sediaan Obat Farmasi.
Universitas Muslim Indonesia Makassar Press.
top related