makalah smnar flokulasi
Post on 31-Dec-2015
218 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Pembuatan suspensi yang terflokulasi dengan Aluminium klorida sebagai
bahan pemflokulasi
Pengamatan pengaruh flokulasi konsentrasi aluminium klorida terhadap
stabilitas fisik suspensi
Pengamatan pengaruh konsentrasi aluminium klorida terhadap kemudahan
dispersi ulang suspensi
1.2 Prinsip
Pembuatan suspensi terflokulasi dengan menggunakan pemflokulasi yaitu
aluminium klorida (AlCl3) sebagai salah satu elektrolit dengan jalan mengurangi
potensial zeta dan membentuk suatu jembatan yang menghubungkan partkel-
partikel tersebut dimana valensi ion-ion mempunyai muatan yang berlawanan.
Sehingga mengurangi gaya elektris tolak menolak dan memperkuat gaya tarik
menarik antar partikel-partikel nya yang membentuk agregat longgar yang disebut
flok, kemudian diuji stabilitas fisik nya yaitu pengaruh konsentrasi AlCl3 terhadap
kemudahan dispersi ulang suspensi.
1.3 Latar Belakang
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut
dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari
obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan (Ditjen POM,
1978).
Dalam pembuatan suspensi diperlukan partikel dengan ukuran yang
sesuai, distribusi ukuran partikel, dan stabilitas fase dispersi. Interaksi antar
partikel yang sama, partkel yang tidak sama dan medium fase kontiniu merupakan
hal kompleks dan bagian essensial dari teknologi dispersi (Agoes, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu dispersi kasar dimana
partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium cair
(martin,2008). partikel dari fase terdispersi biasanya ukurannya sangat berbeda-
beda, dari partikel besar yang dapat dilihat dengan mata telanjang sampai ke
partikel dari ukuran koloid; jatuh antara 1 milikikron dan kira-kira 500 milimikron
atau 0,5 mikron. Dispersi yangberisi partikel-partikel kasar, biasanya dengan
ukuran 1-100 mikron, disebut sebagai dispersi kasar dan mencakup suspensi dan
emulsi. Dispersi yang mengandung partikel dengan ukuran yang lebih kecil
disebut dispersi halus dan bila partikel-partikel yang ada dalam batas koloid
disebut dispersi koloid. Magma dan gel adalah dispersi halus.(ansel,2008).
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat dan terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan
secaramerata dalam pembawadimana obat menunjukkan kelarutan sangat minim
(ansel,2008).
Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral, salah satu adalah karena
obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan,tetapi stabil bila
disuspensi. Dalam hal seperti ini suspensi oral menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan. Untuk banyak pasien, bentuk cair lebih
disukai daripada bentuk padat (kapsul atau tablet),karena mudahnya menelan
cairan dan keluesan dalam pemberian dosis, pemberian lebih mudahuntuk
memberikan dosis yang relatif besar, aman, mudah diberikan untuk anak-anak dan
juga diatur untuk penyesuaian dosisnya. Formulasi suspensi untuk membuat
suspensi stabilsecara fisik ada 2cara, yaitu; 1. penggunaan "struktur vehicle"
untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi. Struktur vehicle adalah larutan
hidrokoloid seperti tilose,gom, bentonit, dan lain-lain. 2.Penggunaan prinsip-
prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun cepat terjadi pengendapan,
tetapidengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali (syamsuni,2007).
Gliserin dan zat higroskopis yang serupa juga berguna dalam menggiling
zat-zat yang tidak larut. Secara nyata gliserin mengalir antara partikel untuk
menggantikan udara dan selama berlangsungnya penyampuran, melapisi dan
memisahkan zat tersebut sehingga air dapat mempenetrasi dan membasahi
masing-masing partikel tersebut. Selain gliserin, alkohol dan propilenglikol juga
dapat membiarkan air berpenetrasi ke cela-cela partikel (Martin,2008).
Untuk tujuan farmasi, kestabilan fisika dari suspensi bisa didefinisikan
sebagai keadaan dimana partikel tidak menggumpal dan tetap terdistribusi merata
diseluruh sistem dispersi. Jika partikel -partikel tersebut mengendap makapartikel-
partikel tersebut harus dengan mudah disuspensikan kembali dengan sedikit
pengocokan (Martin, 2008).
Kebanyakan stabilitas fisik dari suatu suspensi darisediaan farmasi
kelihatan paling cocok disesuaikan dengan mengadakan perubahan pada fase
terdispersi dan bahan pada medium dispersi. Dalam banyak hal medium dispersi
menyokong fase terdispersi yang disesuaikan tersebut. Penyesuaian terutama
mengenai ukuran partikel, keserangan ukuran partikel dan pemisahan partikel -
paryikel tersebut sehingga tidak mungkin menjadi lebih besar atau membentuk
padatan pada pendiaman(Rawlins,2002).
Dalam suspensi, suspending agent biasanya digunakan untuk penyususnan
suspensi sehingga keseragaman dosis dapat tercapai. Massa yang sulituntuk
didespersikan dan menjaga koagulasi dari resinus dan material - material yang
berasal dari lemak. Sifat khas viskositas supensi dapat diubah tidak hanya dengan
penggunaan pembawa, tetapi juga dengan kandungan padatnya. Apabila proporsi
partikel padat dinaikan maka viskositasnya juga akan meningkat. Dengan
meningkatnya viskositas, juga memperlambat pembentukan endapan
(Rawlins,2002).
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan
suatu suspensi farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia
dari komponen-komponen formulasi, kelanggengan sediaan dan bentuk estetik
dari sediaan, sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi, dan sifat-
sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi yaitu: 1.Suatu suspensi
farmasi dibuat dengan tepat mengendap secara lambat dan harus rata lagi bila
dikocok. 2.Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan. 3.
Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen. 4. Ciri utama
dari suspensi ini, tergantung pada sifat fase terdispersi, medium pendispersi dan
bahan pembantu farmasi (ansel,2008).
Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut:
a. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke
dalam mucilago yang terbentuk, kemudian baru diencerkan. Kadang-
kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada
serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar
dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk dibasahi tergantung pada besarnya
sudut kontak ± 90, serbuk akan mengambang di atas cairan. Serbuk yang
demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan
permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu
ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
b. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik
yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik,
larutan zat ini kemudian diencerka dengan larutan pensuspensi dalam air,
sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan
pensusupensi cairan organik tersebut adalah etanol, propilen glikol, dan
polietilenglikol ( Syamsuni, 2007).
Persyaratan - persyaratan termodinamika diperlukan agar didapat suatu
kestabilan dari partikel-partikel yang tersuspensi. Harus dilakukan suatu usaha
(kerja) untuk memperkecil suatu padatan menjadi partikel-partikel kecil untuk
mendispersikannya dalam suatu pembawa. Besarnya luas permukaan parikel yang
diakibatkan oleh mengecilnya zat padat berhubungan dengan energi bebas
permukaan yang membuat sistem tersebut tidak stabil secara termodinamik,
simana dimaksudkan disini bahwa partikel-partikel tersebut berenergi tinggi dan
cenderung untuk mengelompok kembali sedimikian rupa untuk mengurangi luas
permukaan total dan memperkecil energi bebas permukaan. Oleh karena itu
partikel-partikel dalam suspensi cair cenderung untuk berflokulasi, yakni
membentuk suatu gumpalan yang lunak dan ringan yang bersatu karena gaya van
der waals yang lemah ( Martin, 2008).
Pembentukan setiap jenis gumpalan ( agglomerate ), apakah itu flokulat
atau agregat, dianggap sebagai suatu ukuran dari suatu sistem untuk mencapai
keadaan termodinamika. Tegangan antarmuka dapat dikurangi dengan
penambahan suatu surfaktan, tapi biasanya tdak dibuat sama dengan nol. Maka
suatu suspensi dari partikel-partikel yang tidak larut biasanya mempunyai suatu
tegangan antarmuka positif tertentu, dan partikel-partikel tersebut cenderung
untuk berflokulasi ( Martin, 2008).
Agregat jaringan terbuka atau flokula dikarakteristikkan dengan suatu
jaringan terbuka, lunak dan berserat dari partikel-partikel yang teragregasi, maka
agregat – agregat ini mengendap dengan cepat membentuk sedimen (endapan)
yang tinggi dan mudahnya dapat didispersikan kembali, karena partikel-partikel
yang membentuk agregat masing-masing cukup jauh terpisah satu dengan yang
lainnya untuk menghindarkan caking ( Lachmann, 1994).
Suatu cara umum untuk mencegah kohesi yang kuat dari partikel-partikel
tersebut dengan menggunakan daya ikat antar partikel yang lemah. Penggumpalan
partikel seperti ini disebut flok atau flokula, dimana partikel-partikel yang
terflokulasi itu membentuk sejenis kisi yang dapat menghalangi pengendapan
sempurna sehingga tidak mudah menjadi kompak dibandingkan dengan partikel-
partikel yang tidak terflokulasi. Flok tersebut mengendap membentuk sedimen
dengan volume yang lebih besar, struktur yang leih lemahmemungkinkan
gumpalan tersebut pecah lagi dengan mudah dan tersebar lagi bila dikocok sedikit
saja (Ansel, 2008).
Dalam suspensi yang teragregasi, partikel-partikel terikat bersama-sama
menjadi flok ( gumpalan yang terbentuk karena agregasi sejumlah partikel halus
yang tersuspensi), yang mula-mula mengendap menurut ukuran flok dan porositas
dar massa yang teragregasi. Selanjutnya laju diatur dengan proses pengompakan
dan proses penyusunan kembali. Supernatan yang jernih dibentuk pada
pengendapan, karena partikel-partikel kecil pun dikurung dalam jaringan seperti
mesh dari flok tersebut. Keadaan pertengahan juga terjadi dimana semua partikel
tidak dihubungkan dengan flok (Lachmann, 1994).
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap
dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. Secara
umum sifat partikel flokulasi adalah:
1. Partikel merupakan agregat yang bebas
2. Sedimen terjadi cepat dan terbentuk cepat
3. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat serta mudah
didisperiskan kembali seperti semula
4. Wujud suspensi kurang bagus sebab sedimentasi terjadi cepat dan
diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata
Pembuatan suspensi sistem flokulasi:
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium
2. Setelah itu ditambahkan zat pemflokulasi, biasany larutan elektrolit,
surfaktan dan polimer
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir
4. Jika dikehendaki, agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap maka
ditambahkan structured vehicle
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam struktur
vehicle
Bahan pemflokulasi yang dipergunakan dapat berupa larutan elektrolit, surfaktan
atau polimer untuk partikel bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi yang
bermuatan negatif, dan sebaliknya. Contoh, untuk suspensi sulfonamida yang
bermuatan negatif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan negatif digunakan
zat pemflokulasi yang bermuatan positif yaitu Aluminium Triklorida, untuk
susupensi bismuth subnitrat yang bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi
yang bermuatan negatif yaitu kalium fosfat monobase (Syamsuni, 2007).
Elektrolit bekerja sebagai zat yang memflokulasi dengan mengurangi
barrier elektrik antara partikel-partikel suspensoid, dapat dibuktikan oleh suatu
pengurangan dalam potensial zeta dan pembentukan suatu jembatan antara
partikel- partikel yang berdekatan sehingga terjadi ikatan-ikatan antar partikel
suspensi dalam suatu struktur yang tersusun longgar ( Martin, 2008).
Polimer merupakan suatu senyawa berantai panjang dan mempunyai bobot
molekul yang tinggi dan mengandung gugus-gugus aktif yang ditempatkan
disepanjang panjangnya. Zat ini bekerja sebagai pemflokulasi karena sebagian
dari rantai tersebut diabsorpsi pada permukaan partikel dengan bagian-bagian
yang terakhir ini mengakibatkan terbentuknya flokulasi ( Martin, 2008).
Suspensi partikel terflokulasi dapat dikontrol dengan penambahan
elektrolit atau surfaktan ionik yang menurunkan potensial zeta. Flokulasi dengan
partikel terkontrol juga dapat digunakan polimer non ionik seperti gum (tragakan),
polimer selluosa (Na CMC), dimana polimer ini meningkatkan viskositas dan juga
membuat lapisan pada adsorpsi dan partikel yang stabil dan jembatan antar
partikel (Attwood, 2008).
Dua parameter pengendapan (sedimentasi) adalah volume sedimentasi (F)
dan derajat flokulasi . Volume sedimentasi (F) adalah perbandingan dari volume
akhir endapan (Vo) terhadap volume awal suspensi (Vo) sebelum mengendap.
F =
Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar daripada F.
Derajat flokulasi (B) =
(Martin, 2008)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT
Neraca Analitik ( Boeco Germany)
Gelas Ukur 50 ml (Pyrex)
Beaker glass 50 ml ( Pyrex)
Labu tentukur 250 ml (Pyrex)
Matt pipet (Pyrex)
Lumpang
Stamper
Batang pengaduk
Sudip
Spatula
Kertas perkamen
Pipet tetes
Serbet
Plastik wrapping
Label
Tissue
3.2 BAHAN
Sulfamerazin
Pemerian : Serbuk atau bentuk hablur putih atau agak putih kekuningan;
tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa agak pahit; stabil di
udara, tetapi perlahan-lahan menjadi gelap pada pemaparan
terhadap cahaya
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; agak sukar larut dalam aseton;
sukar larut dalam etanol; sangat sukar larut dalam eter dan
kloroform (Ditjen POM, 1995).
Aluminium Klorida (AlCl3)
Pemerian: Massa hablur, berasap dalam udara lembab, abu-abu atau kuning
(Ditjen POM, 1995).
Gliserin
Pemerian: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh
berbau khas lemah ( tajam atau tidak enak ). Higroskopis; netral terhadap lakmus
Kelarutan: Dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam eter, dalam
minyak lemak dan dalam minyak menguap (Ditjen POM, 1995).
Aquadest
Pemerian: Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna (Ditjen POM, 1995).
3.3 Prosedur percobaan
Pembuatan Larutan Aluminium Klorida 0,03M
Dilarutkan 1,8207 gram Aluminium Klorida dalam 250 ml air
Pembuatan Suspensi Sulfamerazin 7 % dengan Aluminium Klorida Sebagai
Bahan Pemflokulasi Dengan konsentrasi 0,1 x 10-3
Dimasukkan Sulfamerazin kedalam lumpang lalu ditambahkan Gliserin
secukupnya. Gerus homogen hingga terbentuk massa yang dapat dikempa.
Ditambahkan 0,17 ml Aluminium Klorida lalu digerus sampai homogen, dengan
penambahan aquadest dilarutkan sampai volume 50 ml.
Pembuatan Suspensi Sulfamerazin 7 % dengan Aluminium Klorida Sebagai
Bahan Pemflokulasi Dengan konsentrasi 0,5 x 10-3
Dimasukkan Sulfamerazin kedalam lumpang lalu ditambahkan Gliserin
secukupnya. Gerus homogen hingga terbentuk massa yang dapat dikempa.
Ditambahkan 0,8 ml Aluminium Klorida lalu digerus sampai homogen, dengan
penambahan aquadest dilarutkan sampai volume 50 ml.
Pembuatan Suspensi Sulfamerazin 7 % dengan Aluminium Klorida Sebagai
Bahan Pemflokulasi Dengan konsentrasi 1 x 10-3
Dimasukkan Sulfamerazin kedalam lumpang lalu ditambahkan Gliserin
secukupnya. Gerus homogen hingga terbentuk massa yang dapat dikempa.
Ditambahkan 1,7 ml Aluminium Klorida lalu digerus sampai homogen, dengan
penambahan aquadest dilarutkan sampai volume 50 ml.
Pembuatan Suspensi Sulfamerazin 7 % dengan Aluminium Klorida Sebagai
Bahan Pemflokulasi Dengan konsentrasi 1,5 x 10-3
Dimasukkan Sulfamerazin kedalam lumpang lalu ditambahkan Gliserin
secukupnya. Gerus homogen hingga terbentuk massa yang dapat dikempa.
Ditambahkan 2,5 ml Aluminium Klorida lalu digerus sampai homogen, dengan
penambahan aquadest dilarutkan sampai volume 50 ml.
Pembuatan Suspensi Sulfamerazin 7 % dengan Aluminium Klorida Sebagai
Bahan Pemflokulasi Dengan konsentrasi 2,0 x 10-3
Dimasukkan Sulfamerazin kedalam lumpang lalu ditambahkan Gliserin
secukupnya. Gerus homogen hingga terbentuk massa yang dapat dikempa.
Ditambahkan 3,3 ml Aluminium Klorida lalu digerus sampai homogen, dengan
penambahan aquadest dilarutkan sampai volume 50 ml.
Pengamatan Stabilitas Suspensi
Dimasukkan masing – masing kedalam gelas ukur 50 ml, ditutup dengan plastik
wrapping lalu disimpan pada suhu kamar. Dicatat volume endapan dari masing-
masing suspensi setelah 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 1-7 hari.
Pengamatan Kemudahan Dispersi Ulang Suspensi
Dibalikkan suspensi yang sudah didiamkan selama 1 minggu dengan tangan
dengan kecepatan 20 kali permenit dan dihitung jumlah pembalikan (N) yang
diperlukan sehingga diperoleh suspensi yang homogen kembali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 PERHITUNGAN Suspensi Sulfamerazin
Sulfamerazin 7 % dalam 50 ml = x 50 ml
= 3,5 gram
4.1.2 Konsentrasi LIB 1 Aluminium Klorida 0,03M dalam labu tentukur 250 ml
M = x
0,03 = x
= 1,8107
4.1.3 Konsentrasi Aluminium Klorida
0,1 x 10-3 M
V1.M1 = V2 . M1
V1. 0,03 = (50) (0,0001)
V1 = 0,167 ml
0,5 x 10-3 M
V1.M1 = V2 . M1
V1. 0,03 = (50) (0,0005)
V1 = 0,833 ml
1x 10-3 M
V1.M1 = V2 . M1
V1. 0,03 = (50) (0,001)
V1 = 1,67 ml
1,5 x 10-3 M
V1.M1 = V2 . M1
V1. 0,03 = (50) (0,0015)
V1 = 2,5 ml
2 x 10-3 M
V1.M1 = V2 . M1
V1. 0,03 = (50) (0,002)
V1 = 3,33 ml
4.1.4. Volume sedimentasi (F)
F = dimana: Vu : Volume akhir dari endapan
Vo : Volume awal dari suspensi (50ml)
Volume sedimentasi dengan konsentrasi Aluminium Klorida 0,1 x 10-3 M
F1 = =
F2 = =
F3 = =
F4 = =
F5 = =
F6 = =
F7 = =
F8 = =
F9 = =
F10 = =
F11 = =
F12 = =
F13 = =
F14 = =
Volume sedimentasi dengan konsentrasi Aluminium Klorida 0,5 x 10-3 M
F1 = =
F2 = =
F3 = =
F4 = =
F5 = =
F6 = =
F7 = =
F8 = =
F9 = =
F10 = =
F11 = =
F12 = =
F13 = =
F14 = =
Volume sedimentasi dengan konsentrasi Aluminium Klorida 1 x 10-3 M
F1 = =
F2 = =
F3 = =
F4 = =
F5 = =
F6 = =
F7 = =
F8 = =
F9 = =
F10 = =
F11 = =
F12 = =
F13 = =
F14 = =
Volume sedimentasi dengan konsentrasi Aluminium Klorida 1,5 x 10-3 M
F1 = =
F2 = =
F3 = =
F4 = =
F5 = =
F6 = =
F7 = =
F8 = =
F9 = =
F10 = =
F11 = =
F12 = =
F13 = =
F14 = =
Volume sedimentasi dengan konsentrasi Aluminium Klorida 2 x 10-3 M
F1 = =
F2 = =
F3 = =
F4 = =
F5 = =
F6 = =
F7 = =
F8 = =
F9 = =
F10 = =
F11 = =
F12 = =
F13 = =
F14 = =
4.2 Tabel
4.2.1.Tabel Pengamatan Volume SediaanLama
Pendiaman
Volume Sedimen
0,1 x 10-3 0,5 x 10-3 1,0 x 10-3 1,5 x 10-3 2 x 10-3
10 Menit 44 42 31 42,5 29 30 23 25
20 Menit 39 34 25,5 35,5 23 27 19 22
30 Menit 35 30 21 30 20 24 17 19
45 Menit 30 27 19 25 18 20 15 17
1 Jam 28 25 18 23 17 18 14 14
2 Jam 24 22 16 20 16 18 13 13
3 Jam 24 21 15,5 19 15 16 13 13
1 Hari 20,5 20 15,3 18 14 15,5 13 12
2 Hari 20 19 14,9 17 14 15,5 12 12
3 Hari 19,5 19 14 16 14 15 12 12
4 hari 19,5 18 14 16 14 15 12 12
5 Hari 19 18 14 15,5 14 15 12 12
6 Hari 19 18 14 15,5 14 15 12 12
7 Hari 19 18 14 15 14 15 12 12
4.2.2 Tabel Volume Sediaan (F)Lama
Pendiaman
Volume Sediaan
0,1 x 10-3 0,5 x 10-3 1,0 x 10-3 1,5 x 10-3 2 x 10-3
10 Menit 0,86 0,735 0,59 0,46 0,50
20 Menit 0,73 0,61 0,59 0,38 0,44
30 Menit 0,65 0,51 0,50 0,34 0,38
45 Menit 0,57 0,44 0,44 0,30 0,35
1 Jam 0,53 0,41 0,38 0,28 0,28
2 Jam 0,45 0,36 0,34 0,26 0,26
3 Jam 0,405 0,345 0,31 0,26 0,24
1 Hari 0,39 0,333 0,30 0,24 0,24
2 Hari 0,385 0,319 0,295 0,24 0,24
3 Hari 0,385 0,30 0,290 0,24 0,24
4 hari 0,375 0,30 0,290 0,24 0,24
5 Hari 0,37 0,29 0,290 0,24 0,24
6 Hari 0,37 0,29 0,290 0,24 0,24
7 Hari 0,37 0,29 0,290 0,24 0,24
4.2.3 Tabel Harga Angka Dispersi Ulang (N) VS Konsentrasi Aluminium Klorida Konsentrasi AlCl3 Angka Dispersi Ulang (N)
0,1 x 10-3 3
3
0,5 x 10-312
3
1 x 10-34
3
1,5 x 10-3 3
2 x 10-3 3
4.3 Grafik
Terlampir
4.4 Reaksi Percobaan
-
4.5 Pembahasan
Elektrolit bekerja sebagai zat yang memflokulasi dengan mengurangi barier
elektrolit antara partikel-partikel, dapat dibuktikan oleh suatu pengurangan
potensial zeta dan pembentukan suatu jembatan antara partikel – partikel yang
berdekatan sehingga terjadi ikatan antar partikel tersebut dalam struktur yang
tersusun longgar. Jika aluminium klorida ditambahkan kedalam suatu suspensi
sulfamerazin dalam air. Dalam sistem ini, potensial zeta mula – mula dari partikel
– partikel sulfamerazin adalah negatif dan dikurangi secara nyata oleh adsorpsi
dari kation aluminium bervalensi tiga. Jika ditambahkan elektrolit yang dalam
jumlah yang cukup, potensial zeta mencapai nol dan kemudian naik dengan arah
positif. Pada suatu potensial zeta positif, terjadi flokulasi maksimum. Onset
flokulasi bersamaan dengan volume sedimentasi maksimum yang ditentukan F
terhadap konstan selagi flokulasi masih ada, dan hanya jika potensial zeta
menjadi cukup negatif untuk mengakibatkan dispersi kembali, maka volume
sedimentasi mulai turun (martin,2008).
Laju sedimentasi dan agregasi merupakan sifat dari sistem suspensi
yang diatur oleh ukuran partikel, interaksi partikel, kerapatan partikel, medium
dan viskositas fase kontinu. Partikel – partikel besar mengendap kebawah lebih
cepat daripada partikel – partikel yang lebih kecil. Dalam suspensi teragregasi
partikel – partikel terikat bersama-sama menjadi flok (gumpalan yang terbentuk
karena agregasi sejumlah partikel halus yang tersuspensi). Supernatan yang jernih
dibentuk kembali pada pengendapan, karena Partikel – partikel kecilpun dikurung
dalam jaringan seperti mesh dari flok tersebut (Lachman,2008).
Dari hasil pengamatan pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi aluminium klorida sedimentasi semakin cepat
karena partikel –partikel membentuk agregasi yang lebih cepat dan longgar, serta
volume sedimentasi semakin menurun. Pada konsentrasi dan waktu pendiaman
tertentu volume sedimentasi (F) menjadi konstan. Suspensi dengan aluminium
klorida 0,1 x 10-3 M dan 0,5 x 10-3 M pada hari kelima volume sedimentasi (F)
mulai konstan dan pada uspensi dengan aluminium klorida 1,0x 10-3 M dan 1,5 x
10-3 M dan 2,0x 10-3 M pada hari pertama volume sedimentasi (F) mulai konstan.
Suspensi terflokulasi ini menunjukkan bahwa cairan diatas endapan jernih,karena
partikel –partikel kecil yang ada dalam sistem bergabung dengan flokulat.
Suspensi juga dengan mudah dapat diredispersikan hanya dengan tiga kali
pengocokan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Suspensi sulfamerazin terflokulasi dibuat dengan menggunakan aluminium klorida sebagai bahan pemflokulasi dengan variasi konsentrasi dari aluminium klorida yaitu 0,1 x 10-3 M; 0,5 x 10-3 M ; 1,0x 10-3 M dan 1,5 x 10-3 M dan 2,0x 10-3 M yaitu ditambahkan kedalam sulfamerazin yang telah dibasahi dengan gliserin dan diencerkan dengan aquadest hingga mencukupi volume suspensi.
- Semakin tinggi konsentrasi dari aluminium klorida yang digunakan dalam pembuatan suspensi maka stabilitas fisik suspensi semakin berkurang
- Semakin tinggi konsentrasi dari aluminium klorida yang digunakan dalam pembuatan suspensi maka dispersi ulang suspensi akan sulit, tetapi pada konsentrasi tepat dispersi ulang akan mudah.
5.2 Saran
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya dapat dibuat suspensi sulfamerazin terflokulasi dengan bahan pemflokulasi lain selain aluminium klorida, seperti polimer atau surfaktan (tween, polietilenglikol dan tragacant).
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya dapat digunakan bahan obat yang lain , misalnya sulfacetamid, sulfadiazin, dan lain-lain agar dapat membandingkan pengaruh struktur terhadap aluminium klorida.
DAFTAR PUSTAKA
-
top related