materi inti 3 pengobatan pasien tb - ljj … · berat, paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri...
Post on 11-Mar-2019
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MATERI INTI 3
PENGOBATAN PASIEN TB
KEGIATAN BELAJAR 1-6
DAFTAR ISI
Kegiatan Belajar 7 : TATALAKSANA EFEK SAMPING OBAT (ESO)
Kegiatan Belajar 8 : TATALAKSANA PASIEN BEROBAT TIDAK TERATUR
Kegiatan Belajar 9 : PEMANTAUAN KEMAJUAN PENGOBATAN
Kegiatan Belajar 10 : PENETAPAN HASIL AKHIR PENGOBATAN
Kegiatan Belajar 11 : LOGISTIK TB
Kegiatan Belajar 12 : PENGISIAN FORMAT TB.01 DAN TB.02
KEGIATAN BELAJAR 7
TATALAKSANA EFEK SAMPING OBAT (ESO)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa mengalami Efek Samping Obat (ESO) yang berarti.
Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping
yang merugikan atau berat.
Untuk itu sangat penting dalam memantau kondisi klinis pasien
selama masa pengobatan TB sehingga efek samping berat
dapat segera diketahui dan ditatalaksana secara tepat.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami efek
samping obat (ESO)
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami Efek
Samping Obat dan penatalaksanaannya:
1. Penatalaksanaan Efek samping obat ringan
2. Penatalaksanaan Efek samping obat berat
POKOK MATERI
1. Penatalaksanaan Efek samping obat ringan
2. Penatalaksanaan Efek samping obat berat
URAIAN MATERI
EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
Definisi Efek Samping Obat (ESO) adalah: Respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, terjadi pada penggunaan dosis profilaksis dan atau terapi.
Petugas kesehatan harus memantau terjadinya efek samping obat dengan cara: Menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes untuk mengambil obat. Melakukan pemeriksaan Mengajarkan kepada pasien untuk mengenali keluhan dan gejala umum efek samping obat Menganjurkan pasien segera melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan. Mencatat efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan pada kartu pengobatan.
a. A. Penalatalaksanaan Efek samping obat (ESO) ringan
Tabel dibawah ini dapat digunakan sebagai acuan dalam Penalaksanaan ESO ringan yang dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk ESO yang terjadi dan OAT penyebab. Pasien yang mengalami efek samping ringan:
1. Dapat tetap melanjutkan pengobatannya. 2. Diberikan petunjuk cara mengatasinya 3. Bila perlu diberikan pengobatan tambahan untuk menghilangkan
keluhannya.
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut
H, R, Z
OAT ditelan malam sebelum tidur. Apabila keluhan tetap ada, OAT ditelan
dengan sedikit makanan
Apabila keluhan semakin hebat disertai muntah, waspadai efek samping berat dan segera rujuk ke dokter.
Nyeri Sendi Z Beri Aspirin, Parasetamol atau obat anti radang non steroid
Kesemutan s/d rasa terbakar di telapak kaki atau tangan
H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50 – 75 mg per hari
Warna kemerahan pada air seni (urine)
R Tidak membahayakan dan tidak perlu diberi obat penawar tapi perlu penjelasan kepada pasien.
Flu sindrom (demam, menggigil, lemas, sakit kepala, nyeri tulang)
R dosis
intermiten
Pemberian R dirubah dari intermiten menjadi setiap hari
B. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien TB yang mengalami SEO berat.
pengobatan harus dihentikan sementara pasien dirujuk faskes rujukan tingkat lanjut (FKTL) guna penatalaksanaan
lebih lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Tabel dibawah ini dapat digunakan untuk penalaksanaan ESO berat dengan mempertimbangkan ESO yang terjadi dan penyebab.
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Bercak kemerahan kulit ( rash ) dengan atau tanpa rasa gatal
H, R, Z, S Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah*.
Gangguan pendengaran ( tanpa diketemukan serumen )
S S dihentikan
Gangguan keseimbangan S S dihentikan
Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z Semua OAT dihentikan sampai ikterus menghilang.
Bingung, mual muntah (dicurigai terjadi gangguan fungsi hati apabia disertai ikterus )**
Semua jenis OAT
Semua OAT dihentikan, segera lakukan pemeriksaan fungsi hati.
Gangguan penglihatan E E dihentikan.
Purpura, renjatan (syok), gagal ginjal akut
R R dihentikan.
Penurunan produksi urine S S dihentikan.
Catatan
* Penatalaksanaan pasien dengan efek samping pada kulit
Apabila pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, dianjurkan untuk memberikan pengobatan simtomatis dengan antihistamin serta pelembab kulit. Pengobatan TB tetap dapat dilanjutkan dengan pengawasan ketat. Apabila kemudian terjadi rash, semua OAT harus dihentikan dan segera rujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan. Mengingat perlunya melanjutkan pengobatan TB hingga selesai, di fasyankes rujukan dapat dilakukan upaya mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya reaksi dikulit dengan cara ”Drug Challenging ”
Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu persatu dimulai dengan OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan reaksi ( H atau R ) pada dosis rendah misal 50 mg
Isoniazid.
Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari. Apabila tidak timbul reaksi, prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT lagi.
Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT yang diberikan tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada kulit tersebut.
Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan dapat dilanjutkan tanpa OAT penyebab tersebut.
** Penatalaksanaan pasien dengan ” drugs induced hepatitis ”
Dalam uraian ini hanya akan disampaikan tatalaksana pasien yang mengalami keluhan gangguan fungsi hati karena pemberian obat ( drugs induced hepatitis ). Penatalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi hati karena penyakit penyerta pada hati, diuraikan dalam uraian Pengobatan pasien dalam keadaan khusus. OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah: H, R dan Z. Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan OAT.
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati yang terjadi oleh karena pengobatan TB tergantung dari :
Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan Berat ringannya gangguan fungsi hati
Berat ringannya TB Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat
Langkah langkah tindak lanjut adalah sebagai berikut : 1. Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati disebabkan oleh
karena OAT, pemberian semua OAT harus dihentikan. 2. Pada pasien TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan
merugikan pasien, dapat diberikan paduan pengobatan non hepatatotoksik terdiri dari S, E dan salah satu OAT dari golongan fluorokuinolon.
3. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan ( mual, sakit perut dsb. ) telah hilang sebelum memulai pengobatan kembali.
4. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus dan pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba sebelum memulai kembali pengobatan.
5. Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat, paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu golongan kuinolon dapat diberikan ( atau dilanjutkan ) sampai 18 –
24 bulan. 6. Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula
dapat dimulai kembali satu persatu. Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan fungsi hati kembali muncul atau hasil pemeriksaan fungsi hati kembali tidak normal, OAT yang ditambahkan terakhir harus dihentikan. Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah 3 – 7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan. Pada pasien yang pernah mengalami ikterus akan tetapi dapat menerima kembali pengobatan dengan H dan R, sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan Pirazinamid.
7. Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan fungsi hati. Apabila R sebagai penyebab, dianjurkan pemberian : 2 HES / 10 HE. Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan : 6 – 9 RZE.
Apabila Z dihentikan sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap awal, total lama pengobatan dengan H dan R dapat diberikan sampai 9 bulan.
Apabila H maupun R tidak dapat diberikan, paduan pengobatan OAT non hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan kuinolon harus dilanjutkan sampai 18 – 24 bulan.
8. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap awal dengan H,R,Z,E ( paduan Kategori 1 ), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, berikan kembali pengobatan yang sama namun Z digantikan dengan S untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan pemberian H dan R selama 6 bulan tahap lanjutan.
9. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap lanjutan ( paduan Kategori 1 ), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, mulailah kembali pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.
KEGIATAN BELAJAR 8
PEMANTAUAN KEMAJUAN PENGOBATAN TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan mikroskopis dahak ulang secara berkala. Dalam memantau kemajuan pengobatan TB pemeriksaan mikroskopis dahak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami cara
pemantauan kemajuan pengobatan TB
Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta latih mampu menjelaskan cara pemantauan kemajuan pengobatan pada:
1. Pasien TB Paru Dewasa
2. Pasien TB Ekstraparu
Pokok Materi
Pemantauan kemajuan pengobatan pada:
1. Pasien TB Paru Dewasa
2. Pasien TB Ekstraparu
Uraian Materi
A. Pasien TB Paru Dewasa
Pemeriksaan mikroskopik dahak yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis TB
perlu dicatat.
Penilaian kemajuan hasil pengobatan pada pasien TB BTA positif adalah dengan
pemeriksaan mikroskopik dahak ulang dua spesimen dahak (sewaktu dan pagi).
Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen dahak tersebut negatif.
Hasil pemeriksaan ulang dahak dinyatakan positif bila salah satu spesimen positif
atau keduanya positif,
Tindak lanjut hasil pemeriksaan dahak ulang untuk memantau kemajuan hasil pengobatan: 1. Akhir tahap awal pengobatan
a. Hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif: a.1. Pada pasien baru dengan paduan OAT kategori 1:
Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Segera berikan pengobatan tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan.
Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat.
Bila pemeriksaan uji kepekaan obat tidak memungkinkan, lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).
a.2. Pada pasien yang mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 2 Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila tidak
teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
Apabila pemeriksaan uji kepekaan obat tidak bisa dilakukan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera berikan pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
b. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan pengobatan tahap lanjutan
Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
2. Akhir bulan ke lima pengobatan:
Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5.
Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, baik pada pasien baru atau pengobatan ulang, lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR. Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
3. Akhir pengobatan (AP)
Pemeriksaan dahak ulang pada akhir pengobatan dilakukan pada pada akhir bulan ke 6 pengobatan bagi pasien TB Paru baru BTA positif yang diobati dengan paduan OAT kategori 1 dan pada akhir bulan ke 7 bagi pasien dengan pengobatan paduan OAT kategori 2.. Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
B. Pasien TB Ekstraparu
Untuk pasien TB ekstra paru, pemantauan kondisi klinis merupakan cara menilai kemajuan hasil pengobatan (Standar 10. ISTC). Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan kondisi klinis antara lain peningkatan berat badan pasien merupakan indikator yang bermanfaat.
KEGIAN BELAJAR 9
PEMANTAUAN TATALAKSANA PASIEN BEROBAT TIDAK TERATUR
Seperti telah disebutkan dalam pembelajaran sebelumnya,
bahwa dalam tatalaksana pasein TB harus dilakukan dengan
Pengawasan Menelan Obat (PMO), kemudian mengawasi efek
samping obat jika terjadi dan yang paling penting adalah
memastikan pasien TB dapat berobat dengan teratur sampai
sembuh.
Untuk pasien TB yang berobat tidak teratur perlu pemantauan
tatalaksana tertentu sesuai dengan lama pasien TB tersebut putus berobatnya.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami tatalaksana
pasien berobat tidak teratur.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu menjelaskan tatalaksana
pengobatan pada pasien TB yang berobat tidak teratur
POKOK MATERI
Tatalaksana pada pasien TB berobat tidak teratur
Pengertian pengobatan tidak teratur didalam tatalaksana pasien TB
adalah: apabila pasien menghentikan sendiri pengobatan yang sedag dijalaninya
(putus berobat) dalam jangka waktu tertentu:
putus berobat selama kurang dari 1 bulan
putus berobat antara 1 – 2 bulan
putus berobat lebih dari 2 bulan atau Loss to follow-up
Untuk lebih jelasnya dapat diihat pada tabel dibawah ini yang menggambarkan beberapa tindakan pada pasien yang putus berobat
URAIAN MATERI
Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan
Dilakukan pelacakan pasien Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan
Tindakan pertama Tindakan kedua
Lacak pasien Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat
Periksa dahak SPS dan melanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya
Apabila hasilnya BTA negatif atau pada awal peng-obatan adalah pasien TB
ekstra paru
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Apabila salah satu atau lebih hasilnya
BTA positif
Total dosis pengobatan
sebelumnya ≤ 5 bulan
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Total dosis pengobatan
sebelumnya ≥ 5 bulan
Kategori 1 : 1. Lakukan pemeriksaan tes
cepat 2. Berikan Kategori 2 mulai dari
awal **
Kategori 2 : Lakukan pemeriksaan tes cepat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR ***
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)
Lacak pasien Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat
Periksa dahak SPS dan atau tes cepat
Hentikan pengobat-an semen-tara menunggu hasilnya
Apabila hasilnya BTA negatif atau pada awal
pengobatan adalah pasien TB ekstra paru
Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh dokter tergantung pada kondisi klinis pasien, apabila: 1. sudah ada perbaikan nyata: hentikan
pengobatan dan pasien tetap diobservasi. Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi klinis, pasien diminta untuk periksa kembali
atau 2. belum ada perbaikan nyata: lanjutkan
pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA positif
dan tidak ada bukti resistensi
Kategori 1
Dosis pengobatan sebelumnya < 1 bln
Berikan pengobatan Kat. 1 mulai dari awal
Dosis pengobatan sebelumnya > 1 bln
Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari awal
Kategori 2
Dosis pengobatan sebelumnya < 1 bln
Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari awal
Dosis pengobatan sebelumnya > 1 bln
Dirujuk ke layanan spesialistik untuk pemeriksaan lebih lanjut
Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA positif dan ada bukti resistensi
Kategori 1 maupun Kategori 2 Dirujuk ke RS pusat rujukan TB MDR
KEGIATAN BELAJAR 10
PENETAPAN HASIL AKHIR PENGOBATAN
Dalam tatalaksana pasien TB, pasien TB mempunyai beberapa
kriteria hasil pengobatan dimulai dari kriteria yang diharapkan yaitu
sembuh sampai dengan kriteria yang tidak kita inginkan seperti
tidak terevaluasi, default dan lain sebagainya.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami cara
menetapkan hasil akhir pengobatan
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu menjelaskan cara
menetapkan hasil akhir pengobatan pasien TB
POKOK MATERI
Penetapan hasil akhir pengobatan pasien TB
URAIAN MATERI Tabel dibawah ini menggambarkan beberapa Hasil Pengobatan Pasien TB
Hasil pengobatan
Definisi
Sembuh
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif
pada awal pengobatan, pemeriksaan bakteriologis negatif
pada akhir pengobatan ditambah satu pemeriksaan
sebelumnya.
Pengobatan lengkap
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara
lengkap, dimana satu pemeriksaan bakteriologis sebelum
akhir pengobatan hasilnya negatif (pemeriksaan bulan ke 2
atau bulan ke 5), dan pada akhir pengobatan tidak ada hasil
pemeriksaan bakteriologis.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan bakteriologis dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke 5 atau lebih
selama pengobatan, atau selama dalam pengobatan diperoleh
hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi
terhadap OAT.
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
memulai pengobatan atau selama masa pengobatan.
Putus berobat
(loss to follow-up)
Pasien TB yang tidak pernah memulai pengobatannya, atau
yang pengobatannya terputus selama 2 bulan atau lebih.
Tidak dievaluasi
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer
out)” ke faskes/kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannya tidak dilaporkan kembali kepada
faskes/kabupaten/kota yang merujuk.
KEGIATAN BELAJAR 11
LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TB
Logistik Program Pengendalian Tuberkulosis (P2TB) merupakan komponen yang penting dalam program pengendalian TB agar kegiatan program dapat dilaksanakan, baik di Pusat dan Dinas Kesehatan maupun di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes). Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan logistik P2TB dengan baik sehingga ketersediaan dan kualitasnya terjamin.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami Logistik
Program Pengendalian TB (P2TB).
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu menjelaskan logistik
P2TB:
1. Pengertian logistik P2TB 2. Jenis-jenis logistik P2TB. 3. Jejaring pengelolaan Logistik P2TB 4. Perencanaan kebutuhan logistik P2TB
POKOK MATERI
1. Pengertian logistik P2TB 2. Jenis-jenis logistik P2TB. 3. Jejaring pengelolaan Logistik P2TB 4. Perencanaan kebutuhan logistik P2TB
URAIAN MATERI
1. Pengertian Logistik P2TB. Logistik P2TB adalah seluruh rangkaian proses pengelolaan logistik P2TB mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan bahan dan alat kesehatan untuk menunjang kegiatan P2TB, mulai dari proses penegakan diagnosis sampai dengan pasien menyelesaikan pengobatannya. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah semua jenis OAT yang digunakan untuk mengobati pasien TB dan TB resistan obat. Logistik Non OAT adalah semua jenis bahan dan alat kesehatan selain OAT yang digunakan untuk mendukung tatalaksana pasien TB dan TB resistan obat.
Contoh Logistik OAT
dan non OAT
2. Jenis-jenis Logistik P2TB. Jenis-jenis logistik P2TB dibagi dalam 2 jenis, yaitu: Obat Anti TB (OAT) dan Non OAT.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Jenis-jenis OAT yang digunakan Program Pengendalian TB (P2TB di Indonesia adalah seluruh jenis OAT ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan R.I. berdasarkan rekomendasi dari Komite Ahli (KOMLI) dengan memperhatikan paduan OAT yang direkomendasikan oleh WHO. OAT yang digunakan P2TB adalah:
Lini pertama: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S).
Lini kedua: Kanamycin (Km), Capreomycin (Cm), Levofloxacin (Lfx), Moxifloxacin (Mfx), Ethionamide (Eto), Cycloserin (Cs) dan Para Amino Salicylic (PAS).
Paket OAT ini dikemas dalam dua jenis kemasan, yaitu: kemasan Kombinasi Dosis Tetap (KDT)/Fix Dose Combination (FDC) dan kemasan Kombipak.
Paket OAT KDT/FDC adalah paket OAT yang dalam setiap tablet OAT-mengandung beberapa jenis OAT yang digunakan untuk paduan pengobatan TB. Paket OAT KDT terdiri dari 4KDT yang dalam satu kaplet mengandung 4 macam OAT (HRZE) dan 2KDT yang dalam satu kaplet mengandung 2 macam OAT (HR).
Paket Kombipak adalah paket OAT lepas dari setiap jenis OAT yang digunakan untuk paduan pengobatan TB.
Contoh paket Kategori I OAT-KDT.
Kotak paket OAT-KDT Isi:kotak 4KDT dan 2KDT
Blister 4KDT @ 28 tablet Blister 2KDT @ 28 tab
Paduan paket OAT disediakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis adalah:
Paket KDT OAT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Paket KDT OAT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 Paket KDT OAT Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) Paket Kombipak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Paket Kombipak Kategori Anak : 2HRZ/4HR
Obat Anti TB (OAT) Resistan Obat/RO/MDR. Dalam pelayanan pengobatan pasien TB resistan obat, Program Nasional Pengendalian TB (Kemenkes R.I) menyediakan paduan OAT dalam bentuk paduan individual yang terdiri dari beberapa OAT lini kedua ditambah OAT lini pertama yang masih sensitif. Paduan pengobatan pasien TB RR/MDR yang digunakan Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis adalah:
Km – Lfx – Eto – Cs – Z - (E) / Lfx – Eto – Cs – Z – (E)
Sediaan dari OAT lini kedua dan lini pertama yang digunakan untuk paduan OAT RR/MDR yang disediakan adalah:
Nama OAT Dosis Bentuk
Kanamycin (Km) 1000 mg vial
Capreomycin (Cm) 1000 mg vial
Levofloxacin (Lfx) 250 mg tablet
Moxifloxacin (Mfx) 400 mg tablet
Ethionamide (Eto) 400 mg tablet
Cycloserin (Cs) 250 mg kapsul
Para Amino Salicylic (PAS) 2 g sachet
Pirasinamid (Z) 500 mg tablet
Etambutol (E) 400 mg tablet
b. Logistik Non OAT Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB adalah seluruh jenis logistik selain OAT yang digunakan dalam pelayanan pasien TB maupun pasien TB resistan obat.
1) Logistik Non OAT untuk pasien tidak Resistan Obat Logistik Non OAT yang digunakan P2TB dibagi dalam dua kelompok, yaitu barang habis pakai dan tidak habis pakai.
Logistik Non OAT habis pakai antara lain adalah: Bahan-bahan laboratorium TB, seperti: Reagensia, Pot Dahak, Kaca sediaan, Oli Emersi, Ether Alkohol, Tisu, Sarung tangan, Lysol, Lidi, Kertas saring, Kertas lensa, dll.
Formulir pencatatan dan pelaporan TB, seperti: TB.01 s/d TB.13.
Logistik Non OAT tidak habis pakai antara lain adalah: Alat-alat laboratorium TB, seperti: mikroskop binokuler, Ose, Lampu spiritus/bunsen, Rak pengering kaca sediaan (slide), Kotak penyimpanan kaca sediaan (box slide), Safety cabinet, Lemari/rak penyimpanan OAT, dll
Barang cetakan lainnya seperti buku pedoman, buku panduan, buku petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, dan lain-lain.
2) Logistik Non OAT untuk pasien Resistan Obat
Logistik Non OAT resistan obat yang digunakan P2TB dibagi dalam dua kelompok, yaitu barang habis pakai dan tidak habis pakai. Logistik Non OAT resistan obat habis pakai antara lain adalah:
Cartridge GeneXpert Masker bedah Respirator N95 Formulir Pencatatan dan Pelaporan TB & MDR
Logistik Non OAT resistan obat tidak habis pakai antara lain adalah:
Alat-alat laboratorium TB resistan obat, seperti: mikroskop binokuler, Ose, Lampu spiritus/bunsen, Rak pengering kaca sediaan (slide), Kotak penyimpanan kaca sediaan (box slide), Safety cabinet, Lemari/rak penyimpanan OAT, dll
Barang cetakan lainnya seperti buku pedoman, buku panduan, buku petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, dan lain-lain.
3. Jejaring Pengelolaan Logistik P2TB. Pengelolaan logistik P2TB dilakukan pada setiap tingkat pelaksana program pengendalian TB, yaitu mulai dari tingkat Pusat, Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota sampai dengan di Faskes, baik Rumah Sakit, Puskesmas maupun DPM yang melaksanakan pelayanan pasien TB dengan strategi DOTS. Jejaring pengelolaan logistik TB di faskes, baik OAT maupun Non OAT adalah seperti gambar dibawah ini:
Jejaring Pengelolaan Logistik TB.
Keterangan: Alur distribusi OAT Alur permintaan dan pelaporan OAT
Keterangan: Dokter Praktik Mandiri (DPM) dan klinik akan memperoleh logistik melalui Puskesmas pembina wilayah tempat/lokasi DPM/Klinik tersebut.
4. Perencanaan kebutuhan logistik program TB. Perencanaan kebutuhan logistik P2TB meliputi proses penilaian kebutuhan, menentukan sasaran, dan sumber daya yang akan digunakan.
Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan perencanaan kebutuhan logistik program TB adalah:
Menyiapkan data yang dibutuhkan dalam merencanakan logistik P2TB, antara lain: data pasien TB yang diobati dan jumlah logistik yang digunakan 3 bulan sebelumnya, stok logistik yang masih bisa dipakai dan sumber dana.
Menentukan jenis logistik yang dibutuhkan yang berhubungan dengan kegiatan teknis seperti OAT, formulir pencatatan pelaporan dll sesuai dengan ketentuan P2TB.
Perencanaan logistik dihitung sesuai kebutuhan dengan memperhitungkan sisa stok logistik yang masih ada dan masih dapat dipergunakan (belum Kadaluarsa atau rusak).
Pelaksanaan perencanaan kebutuhan logistik disesuaikan dengan jadwal penyusunan anggaran disetiap tingkat pemerintahan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
Dokter Praktik Mandiri
(DPM)
Klinik Swasta
Dinkes Provinsi
Dinkes Kab/kota
Puskesmas
Instalasi Farmasi Provinsi
(IFP)
Instalasi Farmasi
Kab/Kota(IFK)
Puskesmas
Dokter Praktik Mandiri
(DPM)
Puskesmas
Klinik Swasta Dokter Praktik Mandiri
(DPM)
Puskesmas
Dinkes Provinsi
Dinkes Kab/kota
Instalasi Farmasi Provinsi
(IFP)
Instalasi Farmasi
Kab/Kota(IFK)
Klinik Swasta Dokter Praktik Mandiri
(DPM)
Puskesmas
Perencanaan OAT Perencanaan kebutuhan setiap jenis/kategori OAT didasarkan penemuan kasus, dengan memperhitungkan tipe penemuan pasien 3 bulan lalu, jumlah stok yang ada dan masa tunggu (lead time). Pastikan di tempat anda tersedia paket OAT Dewasa maupun OAT Anak yang
cukup untuk semua pasien TB yang akan memulai pengobatannya pada
triwulan yang akan datang.
Perkiraan jumlah pasien yang akan ditemukan triwulan yang akan datang
adalah sama atau hampir sama dengan jumlah pasien TB pada triwulan yang
lalu. Oleh sebab itu harus diperhitungkan kebutuhan OAT berdasarkan
perkiraan kasus yang akan ditemukan pada triwulan yang akan datang
ditambah cadangan untuk 1 bulan.
Stok cadangan OAT (buffer-stock) disediakan untuk mengatasi adanya
kemungkinan penambahan kasus TB diluar perkiraan pada triwulan berikutnya
atau untuk mengantisipasi jika terjadi keterlambatan pengiriman OAT dari
kabupaten/kota.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan di atas, maka OAT yang diajukan ke
kabupaten/kota setiap triwulan adalah sebagai berikut:
Dalam mengajukan permintaan OAT DPM menggunakan formulir yang
disediakan oleh Puskesmas/Dinkes Kab/Kota.
Contoh:
DPM Mahesa pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengobati pasien
kategori 1 sebanyak 6 orang, sedangkan stok OAT Kat.1 yang ada sebanyak 1
paket.
Pasien 6 orang = 6 paket,
Cadangan 1 bulan yaitu 6 x 1/3 = 2 paket, Stok = 1 paket,
Maka OAT Kat. 1 yang diajukan = 6 + 2 – 1 = 7 paket
OAT Kombipak disediakan oleh pengelola program TB di kabupaten/kota
untuk pengganti OAT KDT bagi pasien TB yang mengalami efek samping OAT
KDT.
Jumlah OAT diajukan = Kebutuhan 1 triwulan + Cadangan 1 bulan -
sisa stok yg ada
KEGIATAN BELAJAR 12
PENGISIAN FORMAT TB 01 DAN TB.02
Dalam pelaksanaan tatalaksana pasien TB khususnya
pengobatan TB diperlukan monitoring dan evaluasi
dalam bentuk sistem pencatatan dan pelaporan baku yang
dilakukan dengan baik dan benar, sehingga diperoleh data
yang valid, yang dapat diolah, dianalisis, diinterpretasi.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami pengisian
format TB 01 dan TB 02.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu melakukan pengisian
format pencatatan TB untuk pengobatan, yang terdiri dari :
Formulir TB. 01.
Formulir TB. 02.
POKOK MATERI
Format pencatatan untuk pengobatan pasien TB:
Formulir TB.01
Formulir TB.02
URAIAN MATERI
Pencatatan dalam kegiatan pengobatan dimulai setelah suspek TB ditegakkan diagnosisnya sebagai pasien TB dan pasien memutuskan untuk berobat ditempat anda. Anda atau perawat yang membantu anda akan melakukan pencatatan dengan mengisi TB.01 sebagai bentuk rekam medis untuk dapat mengikuti perkembangan penyakit maupun hasil pengobatan pasien TB. Pengisian Kartu Pengobatan (TB.01) diikuti dengan pengisian Kartu Identitas Pasien (TB.02). Formulir TB.01 (Kartu Pengobatan Pasien TB). Kartu ini disimpan di poli fasyankes.
PETUNJUK CARA PENGISIAN FORMULIR PENCATATAN DAN PELAPORAN
(Kartu Pengobatan Pasien TB) Formulir TB 01.
Kartu ini disimpan di Fasilitas Kesehatan (Puskesmas, RS, BBKPM/BKPM/BP4 dan
lain-lain) dimana penderita tersebut mendapat pengobatan.
Nama pasien : Tulis nama lengkap pasien. No. Telp./HP : Bila ada tulis nomor telepon pasien yang dapat
dihubungi Alamat lengkap : Tulis alamat lengkap pasien Nama pengawas menelan obat/ PMO
: Tulis lengkap, kemudian dalam kurung tulis status PMO tersebut, misalnya: petugas kesehatan, kader terlatih, dll.
No Telp./HP : Bila ada tulis nomor telepon PMO yang dapat dihubungi
Alamat lengkap PMO : Tulis alamat lengkap PMO Tahun : Tahun mulai pengobatan pasien Nama Faskes : Tulis nama lengkap Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang memberi pelayanan pengobatan Kabupaten/Kota dan Provinsi
: Tulis nama Kabupaten Kota dan Provinsi lokasi Faskes
No. Reg. TB.03 Faskes dan No Reg TB.03 Kab
: Diisi oleh petugas di Fasilitas Kesehatan dan Reg Kab/Kota diisi oleh Wasor Kab/Kota, setiap awal tahun dimulai dari 001, dst
Nomor Identitas Kependudukan (NIK)
: Isi dengan NIK yang ada pada KTP pasien
Jenis kelamin : Beri tanda pada kotak yang sesuai. Tanggal Lahir : Tulis tanggal bulan dan tahun lahir pasien. Umur : Tulis umur dalam tahun dan bulan Berat Badan : Tulis Berat Badan pasien dalam Kg Tinggi Badan : Tulis Tinggi Badan pasien dalam cm Riwayat pengobatan sebelumnya
; Beri tanda rumput pada kotak yang sesuai
Parut BCG : Beri tanda pada kotak yang sesuai.
Skoring TB Anak : Beri tanda lingkaran pada keadaan dan nilai yang sesuai
Pemeriksaan Lain-lain : Isi dengan hasil pemeriksaan yang sesuai Catatan : Tulis hasil pemeriksaan lain yang dilakukan
misalnya foto toraks, tulis nomor dan tanggal pemeriksaan dan kesimpulan hasil bacaannya, demikian juga hasil pemeriksaan lain seperti biopsi, kultur, skoring TB anak, semua informasi pada tahap awal, dll.
Klasifikasi penyakit berdasarkan Riawayat Penyakit sebelumnya
: Beri tanda pada kotak yang sesuai. Jika pasien
merupakan pasien pindahan, tulislah asal faskes dan lokasi nya dengan lengkap
Klasifikasi penyakit berdasarkan lokasi Anatomis dan Penyakit
: Beri tanda pada kotak yang sesuai. Jika pilihan
pada kotak ekstraparu, tulislah dimana lokasinya, misalnya kelenjar limfe.
Hasil pemeriksaan dahak
: Hasil tersebut harus ditulis sesuai baris dari bulan pemeriksaan yang dilakukan, misalnya baris bulan 0 (awal) untuk pemeriksaan awal (kepentingan diagnosis). Baris bulan ke 2 untuk pemeriksaan pada akhir bulan ke 2, dan seterusnya.
Tanggal : Adalah tanggal gradasi positif tertinggi No. Reg. Lab : Nomor Register Lab sesuai formulir TB.05 yang
dikirim kembali ke anda. BTA : Tulis hasil tingkat positif (gradasi) yang tertinggi
(misal : 3+). Untuk scanty: tulis jumlah kuman (misal: 3 BTA)
BB (kg) : Berat badan penderita (dalam kg). Kategori OAT dan Sediaan Obat
: Beri tand rumput pada kotak yang sesuai
Tahap Awal : Beri tanda pada kotak kategori obat yang sesuai. Kolom pemberian obat : Di kolom bulan, tulis nama bulan pengobatan. Di
kotak-kotak tanggal, beri tanda jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas. Jika obat dibawa pulang dan
ditelan sendiri dirumah, beri tanda (garis lurus) pada kotak-kotak tersebut sebanyak dosis harian obat yang diberikan, misalnya diberi 5 dosis maka beri tanda garis lurus pada 4 kotak.
Contoh :
tanggal tanda
Tahap Lanjutan : Beri tanda pada kotak kategori obat yang sesuai.
Kolom pemberian obat
: Cara pengisiannya hampir sama seperti pada
tahap awal. Pada kotak tanggal beri tanda jika penderita datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas
kesehatan. Beri tanda (strip) pada setiap “kotak-tanggal” dimana obat akan diminum dan diberikan untuk dibawa pulang.
Contoh :
tanggal tanda
6 7 8 9 10 11 12 13
6 7 8 9 10 11 12 13 14 16
17 18
Catatan : Disediakan untuk menulis informasi lain yang
dianggap penting dari penderita tsb.
Hasil akhir pengobatan : Tulislah tanggal hasil akhir pengobatan dalam kotak
yang sesuai.
Pasien dengan Ko-Infeksi TB-HIV
Riwayat tes HIV : Beri tanda √ pada kotak yang tersedia
Tanggal tes HIV
terakhir
: Bila pasien TB pernah melakukan riwayat tes HIV, tulis
tanggal tes HIV yang terakhir
Hasil : Beri tanda √ pada kotak yang tersedia berdasarkan hasil
tes HIV yang terakhir
Layanan Konseling
dan Tes Sukarela
: Kolom-kolom pada kotak layanan konseling dan tes
sukarela diisi bila pasien melakukan tes HIV, adalah
sebagai berikut:
Tgl. dianjurkan : Tulis tanggal pasien dianjurkan/ditawarkan untuk tes HIV
Tgl. pre tes
konseling
: Tulis tanggal pelaksanaan pre tes konseling/pemberian
informasi awal tentang HIV
Tempat tes : Tulis tempat pelaksanaan tes
Tgl. tes : Tulils tanggal pelaksanaan tes
Hasil Tes : Tulis “R” bila hasil tes reaktif (positif); “NR” bila hasil tes
non reaktif (negatif) dan “I” bila hasil indeterminate
(belum pasti)
Tgl. pasca tes
konseling
: Tulis tanggal pelaksanaan paska tes konseling/ membuka
hasil tes
Layanan PDP : Diisi untuk pasien TB HIV yang sudah mendapat
pengobatan
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ……………………………………………………………………………….
Tugas …………………………………………………………………………………………
Test …………………………………………………………………………………………..
Formulir TB.02 (Kartu Identitas Pasien TB) :
Kartu TB.02 adalah kartu yang disimpan oleh pasien. Pada kartu ini tercatat identitas pasien, paduan obat yang diberikan kepada pasien, jumlah obat yang telah diberikan kepada pasien, tanggal harus kembali, tanggal pemeriksaan ulang dahak, dan catatan lain oleh dokter atau perawat.
Cara pengisian halaman depan cukup jelas. Ikuti cara pengisian identitas dll sepert informasi yang sudah ditulis pada pada TB.01 Untuk paduan OAT yang diberikan tulis paduan obat bukan kategori pengobatan Cara pengisian halaman belakang : Tanggal : Tulis tanggal kunjungan pasien sekarang
Tahap pengobatan : Tulis awal atau lanjutan sesuai dengan tahap
pengobatan yang diberikan.
Jumlah obat yang diberikan
: Tulis jumlah tablet pada dosis harian yang diberikan
termasuk jumlah yang dibawa pulang
Tanggal harus kembali : Tulis tanggal yang diminta pasien harus kembali untuk
mendapat pengobatan.
Tanggal perjanjian untuk pemeriksaan dahak ulang
: Cukup jelas
Catatan penting oleh dokter atau perawat
: Tulis catatan lain yang penting diketahui oleh penderita
top related