memenangkan ekonomi digital di indonesia · pasang perkembangan serta perubahan tren perdagangan...
Post on 12-Oct-2020
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
z
Memenangkan Ekonomi Digital di
Indonesia
Oleh Putra Wanda dan Ria Ratna Sari
RINGKASAN EKSEKUTIF
● Kontribusi ekonomi internet atau ekonomi digital di Indonesia baru mencapai 5% terhadap
PDB saat ini. Besarnya jumlah pengguna aktif internet di telepon seluler, pesatnya
perusahaan rintisan atau start up, hingga meroketnya agregat belanja daring
mengindikasikan pertumbuhan yang menjanjikan.
● Sebelum tahun 2025, diprediksi bahwa nilai ekonomi digital akan melampaui US$ 130
miliar dimana teknologi finansial (fintech) akan menjadi “teknologi kunci” dalam
pengembangan ekonomi berbasis informasi dan menjadi jawaban atas masalah inklusi
keuangan.
● Pesatnya pertumbuhan perusahaan start up dalam negeri mencerminkan perkembangan
positif. Kemajuan ini beriringan dengan keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan
infrastruktur digital di Tanah Air. Bagaimanapun, pemerintah perlu peran mengambil
langkah cepat untuk investasi berkelanjutan dalam pengembangan sumber daya manusia
(SDM) di bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT).
● Beberapa tantangan dalam proses mencapai kemajuan ekonomi digital yaitu keamanan
dunia maya yang dapat mengganggu kelancaran bisnis, fragmentasi industri antara satu
perusahaan dengan lainnya, dominasi produk impor dalam platform jual beli online yang
ditakutkan dapat menghambat pertumbuhan industri lokal, dan keterbatasan sumber daya
manusia di bidang teknologi dan informasi yang masih mencapai kurang dari 10%
kebutuhan.
● Rekomendasi kebijakan untuk menyikapi tantangan-tantangan tersebut yaitu membuat
kebijakan digitalisasi nasional secara masif dan berkelanjutan, kebijakan hukum yang
suportif untuk industri digital, perluasan insentif pajak bagi perusahaan rintisan dalam
negeri dan kepastian regulasi bagi investor, program berkelanjutan mendorong tumbuhnya
talenta dan teknopreneur baru, dan mengembangkan teknologi dan produk yang inovatif.
PENDAHULUAN
Konsep ekonomi klasik pada hakikatnya sangat dipengaruhi oleh pertimbangan geografis.
Namun, abad 21 dikejutkan dengan konsep ‘baru’ yang disebut ekonomi digital, sebuah konsep
ekonomi yang berasal dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang
menghilangkan batas dan sekat geografis. Sejalan dengan itu, Thomas Mesenbourg (2001)
telah menjelaskan konsep ‘New Economy’ beserta elemen-elemen penting di dalamnya, mulai
dari infrastruktur perangkat keras dan lunak, model layanan hingga metode bertransaksi baru.
Policy Brief ini merangkum perkembangan ekonomi digital di Indonesia, tantangannya
perkembangannya, dan infrastruktur yang perlu disiapkan untuk memenangkan gelombang
pasang perkembangan serta perubahan tren perdagangan dan pembayaran di era ekonomi
digital.
Sebagai negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara dengan besarnya potensi
emerging markets, Indonesia berpeluang menjadi pusat perkembangan digital di kawasan Asia
Tenggara (Oxford Economics, 2011). Untuk mewujudkannya, pembangunan infrastruktur
komunikasi dan teknologi informasi harus menjadi prioritas. Kabar baiknya, melalui proyek
Palapa Ring, proyek pembangunan jaringan serat optik nasional, konektivitas jaringan internet
di nusantara saat ini sudah melebihi 90 persen. Namun, pekerjaan rumah yang tertinggal adalah
bagaimana memanfaatkan konektivitas tersebut secara efektif. Melirik jumlah pengguna aktif
internet yang sudah melebihi 140 juta pengguna, ini peluang sekaligus pasar yang menjanjikan
dalam usaha mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Indonesia.
Bagaimanapun, kontribusi ekonomi digital di Indonesia baru mencapai 5% terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, prospek pertumbuhannya cukup cerah jika melihat
proyeksi nilai transaksi belanja daring (e-commerce) yang mencapai US$130 miliar pada tahun
2020. Dengan populasi besar dan total koneksi perangkat smartphone melebihi 371 juta buah,
Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem digital dengan market terbesar di kawasan Asia
Tenggara.
Gambar 1. Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia (sumber: APJII & Teknopreneur, 2018)
Gambar 2. Indonesia Fintech Map (sumber: CNBC News, 2018)
Adapun, pembangunan ekosistem digital ini tentu tidak lepas dari beberapa aspek
pendorong, seperti pengembangan infrastruktur (baik hardware maupun software), besarnya
pengguna media sosial, penggunaan data yang masif, hingga mudahnya memperoleh gawai
yang terhubung ke internet. Meskipun demikian, infrastruktur information communication and
technology (ICT) Tanah Air masih menjadi pekerjaan rumah terkait pemerataan. Saat ini, pusat
pengguna dan pembangunan infrastruktur digital masih terpusat di Pulau Jawa. Sementara,
jumlah pengguna internet di daerah pedesaan sulit bertambah karena terbatasnya infrastruktur
(MASTEL, APJII, ATSI, 2017).
Melihat secara lebih luas perkembangan layanan infrastruktur digital, ekosistem digital
sedang naik ke level yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dengan pesatnya pertumbuhan
perusahaan rintisan/start up bidang ICT pada tahun 2018. Data menunjukkan bahwa
perusahaan ICT dalam negeri terus mengalami pertumbuhan hingga saat ini (BEKRAF, 2019).
Sebagai contoh, layanan transportasi on-demand yang diprakarsai oleh GO-JEK dan Grab,
semakin luasnya pengguna e-commerce dengan dominasi Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak
hingga tumbuhnya layanan teknologi pembayaran (financial technology atau fintech) Tanah
Air seperti Gopay, OVO, dan DANA.
Fintech lebih lanjut diprediksi akan mendisrupsi model bisnis perbankan konvensional
dalam 10 tahun mendatang dan menjadi teknologi ‘pendorong’ kunci dalam pengembangan
ekonomi berbasis teknologi informasi ini. Selain itu, fintech juga diproyeksi menjadi solusi
atas masalah inklusi keuangan di Tanah Air. Hingga saat ini, kurang dari setengah populasi
orang dewasa (di atas 15 tahun) di Indonesia yang telah memiliki akses kepada layanan
keuangan formal (The Global Findex Database, 2017). Kemunculan fintech dipercaya
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap layanan keuangan perbankan konvensional.
PROMOSI EKONOMI DIGITAL LEWAT START UP DAN FINTECH
Melihat data transaksi di tahun 2019 yang begitu besar di tengah penetrasi 140 juta pengguna
internet, mengembangkan ekonomi digital adalah keputusan yang tepat. Di dalam ekonomi
digital, konsep ini sejatinya sangat dekat dengan istilah standar terbuka dan inovasi. Hal ini
akan membawa potensi perubahan yang besar dalam industri yang masih menjalankan model
bisnis secara manual dan konvensional (KPMG in India & NASSCOM, 2018). Untuk itu,
diperlukan kesiapan pemangku kepentingan untuk menyambut era ekonomi digital ini.
Dalam ekonomi digital, sumber daya data akan menjadi “harta” yang sangat penting
dalam kesuksesan industri digital seperti fintech dan e-commerce. Selanjutnya, analisis data
yang akurat dan cepat melalui teknologi artificial intelligence atau kecerdasan buatan akan
menentukan persaingan dan kesuksesan industri di era internet economy. Fintech Tanah Air
seperti Go-Pay, Modalku, DANA, hingga OVO, dipercaya akan menggunakan teknologi
kecerdasan buatan untuk membangun infrastruktur layanan mereka.
Menurut pandangan kami, ekonomi digital yang sarat dengan inovasi ini menjadi cara
untuk menciptakan efisiensi dalam berbisnis. Inovasi ini menjadi perspektif utama dalam
menciptakan kapasitas (Cohen, 1990). Misalnya, di dalam model ekonomi konvensional, aspek
tenaga kerja menjadi hal penting. Namun, di dalam ekosistem baru dengan pemanfaatan ICT,
penggunaan robot berbasis kecerdasan buatan diyakini dapat menggantikan peran manusia
dimana proses digitalisasi dan otomasi akan menjadi sangat mudah dan cepat.
Gambar 3. Jumlah start up di Indonesia berdasarkan lokasi (sumber: databoks.katadata.co.id,
2018)
Berkembangnya ekosistem digital dalam negeri juga tercermin dari pesatnya
pertumbuhan start up digital. Saat ini, jumlah start up Indonesia sudah melebihi 1500 yang
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah start up terbanyak di dunia.
Pertumbuhan start up dipastikan akan memberikan dampak signifikan dalam penerapannya.
Sebagai contoh, GO-JEK telah mengubah model bisnis transportasi di dalam negeri, khususnya
di kota-kota besar di Indonesia.
Munculnya model ekonomi baru telah menciptakan disrupsi dalam berbagai bidang
bisnis. Dari pengamatan kami, promosi ICT dalam industri seperti fintech dan e-commerce
dapat meningkatkan inklusi finansial, memperluas pasar, dan menciptakan lapangan pekerjaan
baru. Kemudian, pesatnya pemanfaatan teknologi dan data digital dapat menjadi metode baru
untuk menumbuhkan PDB dalam negeri.
Pertumbuhan PDB nasional tidak terlepas dari peningkatan jumlah transaksi e-
commerce dalam beberapa tahun terakhir. Besarnya transaksi e-commerce melahirkan suatu
kebijakan penarikan pajak yang sempat diwacanakan pemerintah. Penarikan pajak digital
terkait aturan PMK-210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi
Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-commerce) yang sempat diwacanakan oleh
pemerintah untuk berlaku pada 1 April 2019 menjadi bahan topik yang ramai dibicarakan oleh
pelaku ekonomi digital. Pemberlakuan pajak digital diproyeksi mampu meningkatkan
penerimaan pemerintah di sektor perpajakan e-commerce. Hanya saja, sebaliknya kebijakan
ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi digital. Para pelaku ekonomi beranggapan bahwa
aturan perpajakan ini merupakan jenis perpajakan baru yang dikhawatirkan menurunkan
jumlah transaksi karena membebankan jenis pajak baru. Saat ini pemerintah telah menunda
pemberlakukan pajak dan akan melakukan sosialisasi mendalam terkait hal ini.
Saat ini, lingkungan ekonomi digital Indonesia masih dalam tahap pembangunan dan
integrasi layanan. Jika ekosistem digital telah matang dan terintegrasi, wacana tentang pajak
digital dapat diujicobakan, Sebagai contoh sekitar tahun 1998, kondisi pertumbuhan e-
commerce di Amerika Serikat (AS) mirip dengan Indonesia saat ini. Awalnya Pemerintah
sesempat menerapkan pajak untuk kegiatan e-commerce. Namun, kompleksitas transaksi
barang dan jasa melalui internet membuat legislasi AS yakni the Internet Tax Freedom Act
yang membahas pajak tranksaksi online akhirnya dimoratorium selama 3 tahun (Harvard
Journal of Law & Technology, 2000). Hingga saat ini, belum semua Negara bagian
menerapkan pajak bagi transaksi e-commerce.
Kami berpandangan, selain mengkaji lebih dalam perpajakan ekonomi digital (e-
commerce) yang kompleks, pemerintah sebaiknya memberikan ruang bagi ekosistem e-
commerce untuk semakin tumbuh dibandingkan terburu-buru menarik pajak untuk transaksi
online. Dengan tumbuhnya transaksi e-commerce, maka pemerintah dapat menarik pajak yang
lebih besar dari aspek produksi barang dan jasa dalam negeri. Selain itu, besarnya transaksi e-
commerce ini akan memacu pertumbuhan bidang usaha logistik dan transportasi dapat
meningkatkan sumber pajak bagi Pemerintah. Efek multiplier lain ialah tumbuhnya pajak
dalam bidang telekomunikasi seperti koneksi internet, telepon, kabel dan satelit. Sehingga e-
commerce tax saat ini lebih berhitung tentang menarik pajak konten di dalam e-commerce itu
sendiri, namun sejatinya pertumbuhan pajak akibat multiplier effect-nya juga memberikan
pemasukan yang cukup besar bagi pemerintah.
TANTANGAN EKONOMI DIGITAL DI INDONESIA
Perkembangan pesat ekonomi digital Tanah Air tidak terlepas dari gencarnya pemerintah
dalam membangun infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Elemen infrastruktur ini
akan memperkokoh kerangka kerja ekonomi berbasis internet (Wee, 2019). Meskipun
demikian, kemajuan ini juga memiliki tantangan yang perlu diwaspadai.
Tantangan utama adalah keamanan dunia maya atau cyber security. Kelemahan cyber
security merupakan ancaman klasik yang akhir-akhir ini kembali marak. Sebagai contoh,
serangan virus yang mengunci dokumen dengan tebusan Bitcoin. The Global Cybersecurity
Index 2017 menempatkan Indonesia di peringkat ke-70, sementara Singapura menempati
posisi pertama. Pesatnya industri digital di Indonesia menuntut pentingnya sistem cyber
security nasional guna mencegah kejahatan digital dan menjamin keamanan layanan perusahan
berbasis teknologi.
Tantangan lainnya adalah fragmentasi industri. Setiap industri berupaya membuat
inovasi teknologi digital yang tidak terhubung satu sama lain. Hal ini menyulitkan masyarakat
dalam melakukan transaksi digital. Contoh fragmentasi yang acap kali kita lihat di dunia digital
adalah banyaknya jasa/aplikasi e-wallet (dompet elektronik) produk fintech dengan bank yang
berbeda.
Tantangan berikutnya adalah dominasi produk impor. Tidak bisa dipungkiri,
sekarang ini, bidang yang sedang mengalami disrupsi masif adalah industri retail. Masyarakat
telah mengadopsi belanja online sebagai bagian dari gaya hidup yang juga menunjukkan
adaptasi ekonomi digital di masyarakat. Namun, pertumbuhan jumlah online shopper yang
pesat belum selaras dengan pertumbuhan e-commerce yang menjual barang-barang dalam
negeri. Produk yang dijual masih didominasi oleh barang-barang impor.
Terakhir, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mumpuni yang mampu
memenuhi kebutuhan technopreneur. Menurut data dari Forum Ekonomi Internasional, jumlah
SDM di bidang informasi dan teknologi masih kurang 10% dari kebutuhan. Sedikitnya jumlah
tenaga ahli ini salah satunya disebabkan oleh ketidakselarasan antara kurikulum pendidikan
dan kebutuhan lapangan pekerjaan. Sebagai contoh sedikitnya lulusan sarjana di bidang
informasi dan teknologi (8.5%). Sedangkan di level pendidikan sekolah menengah, hanya
sebagian kecil institusi yang sudah mencantumkan mata pelajaran pengenalan informasi dan
teknologi serta pemrograman. Akibatnya, jumlah murid yang tertarik untuk melanjutkan studi
di bidang ilmu komputer dan terkait di perguruan tinggi sangat terbatas.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Visi ekonomi Indonesia 2020 menuju “The Digital Energy of Asia” menjadi salah satu poin
penting dalam mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Indonesia. Nilai ekonomi digital
dalam negeri diprediksi akan melampaui US$130 miliar pada tahun 2020. Jika prediksi ini
tercapai, ekonomi digital akan berkontribusi sebesar 11% terhadap PDB. Untuk itu, Indonesia
perlu mempersiapkan kebijakan yang mendukung dan adaptif sebagai berikut:
1. Kebijakan digitalisasi nasional secara masif dan berkelanjutan
Dari aspek regulasi, reformasi kebijakan dalam bidang digital menjadi salah satu elemen
penting yang dapat mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia. Sebagai
contoh, pemerataan teknologi 4G di luar kawasan Jawa patut menjadi perhatian. Koneksi
berkecepatan tinggi menjadi kebutuhan utama dalam pembangunan ekonomi digital.
Langkah perluasan investasi dalam bidang telekomunikasi menjadi cara ampuh dalam
menjawab tantangan sulitnya pemerataan infrastruktur ICT di Indonesia. Saat ini
pemerintah sedang menyelesaikan proyek Palapa Ring yang diproyeksi akan rampung pada
tahun 2019 ini. Target dari proyek ini adalah menghubungkan kawasan kabupaten dan kota
di Indonesia yang tidak terhubung dengan internet.
2. Kebijakan hukum yang suportif untuk industri digital
Untuk menjamin kelancaran investasi dan pengembangan ekosistem ekonomi digital di
Indonesia, kepastian hukum menjadi penting. Kebijakan hukum yang mendukung
dibutuhkan sebagai acuan kolaborasi antar-stakeholders, yakni pemerintah dan pelaku
industri. Hal ini menjadi parameter kesuksesan sebuah negara membangun ekosistem ini.
3. Perluasan insentif pajak bagi start up dan kepastian regulasi bagi investor
World Economic Forum pada tahun 2015 menyebutkan bahwa ekonomi digital adalah kunci
pertumbuhan bagi Indonesia. Pertumbuhan positif menunjukkan ekonomi berbasis
informasi berkembang dengan baik. Penarikan pajak digital yang sedang ramai dibicarakan
dan diwacanakan akan diberlakukan kepada pelaku ekonomi digital sebaiknya ditunda
sampai sistem benar-benar matang dan pengkajian lebih serius. Hal ini dikhawatirkan
menghambat pertumbuhan ekosistem. Sebaliknya, pemerintah harus dapat memberikan
insentif berupa kemudahan bisnis, kepastian regulasi dan mempercepat pembangunan
infrastruktur digital. Dengan adanya perluasan insentif dan penundaan wacana penarikan
pajak digital ini, diharapkan akan terus menumbuhkan para pelaku ekonomi digital.
Sebaliknya, pemerintah harus dapat memberikan insentif berupa kemudahan bisnis,
kepastian regulasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur digital. Dengan adanya
perluasan insentif dan penundaan wacana penarikan pajak digital ini, diharapkan akan terus
menumbuhkan para pelaku ekonomi digital.
4. Program berkelanjutan mendorong tumbuhnya talenta dan teknopreneur baru
Penguatan sumber daya manusia harus terus didukung untuk menambah talenta
teknopreneur yang merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi digital
Tanah Air. Data menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi di bidang teknologi
informasi masih rendah, yaitu berkisar pada 8,5% (OECD, 2017). Program pengembangan
talenta dan wirausaha digital baru perlu digalakkan. Hal ini dapat dijalankan dengan
menggandeng mentor-mentor teknopreneur terkemuka, memperkuat pusat data, menyulap
technopark sebagai media inkubasi, hingga aktif menyelenggarakan program seperti
kompetisi pencarian bakat dan membantu pendanaan untuk mengembangkan perusahaan
rintisan dalam negeri. Selain itu, untuk mengembangkan SDM milenial yang mahir ICT,
diperlukan penyesuaian model pendidikan agar selaras dengan perkembangan ekonomi
digital. Aspek ini sangat krusial dan menjadi modal di dalam kompetisi era digital.
Hubungan antara dunia pendidikan baik vokasi dan perguruan tinggi harus diperkuat dan
disesuaikan dengan kemajuan digitalisasi industri.
5. Innovation-driven development
Pada tahun 2020, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai US$130 miliar
atau sekitar Rp1.8 triliun. Untuk mencapai nilai ekonomi yang besar tersebut, Indonesia
harus menerapkan teknologi digital secara efektif. Sudah saatnya kita beralih dari
pembangunan berbasis modal ke arah pembangunan berbasis inovasi (innovation-driven
development). ekosistem bisnis ini memerlukan pengambilan keputusan yang lebih cepat
dan tepat berbasis kecerdasan buatan, melalui model yang lebih sederhana dengan kecepatan
transaksi berbasis Blockchain. Blockchain merupakan sistem pencatatan transaksi di banyak
database yang tersebar luas di banyak komputer, yang masing-masing memuat catatan yang
identikal. Sistem ini disebut juga dengan istilah distributed ledger. Dengan catatan transaksi
yang terdesentralisasi ini, maka hampir tidak mungkin untuk di-hack atau diubah secara
sepihak, tanpa mengubah jumlah mayoritas dari semua database tersebut. Konsep ini sangat
penting mengingat kesiapan infrastruktur ICT dalam negeri yang semakin matang dan
besarnya perkiraan jumlah generasi muda Indonesia pada rentang tahun 2020-2045. Modal
talenta dalam negeri adalah sumber inovasi dan bagian penting untuk membangun ekonomi
digital yang berkedaulatan dan berkelanjutan.
TENTANG PENULIS
PPI Brief adalah analisis bulanan PPI Dunia atas kondisi nasional dan internasional
terkini. Kritik dan saran bisa ditujukan langsung ke pusgerak@ppidunia.org
Dewan Redaktur: Ahmad Rizky M. Umar, Bening Tirta Muhammad, dan Tim
Pusat Kajian & Gerakan PPI Dunia 2018/2019
Putra Wanda adalah kandidat doktor di bidang Cybernetic, Harbin University of
Science & Technology, China; Direktur Pusat Kajian Strategis PPI Tiongkok; dan
anggota Komisi Ekonomi PPI Dunia.
Ria Ratna Sari adalah mahasiswa pascasarjana jurusan ICT Innovation, track
Human-Computer Interaction and Design, KTH Royal Institute of Technology,
Swedia dan anggota Komisi Ekonomi PPI Dunia.
REFERENSI
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) & Teknopreneur. (2018). Infografis
Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017. Jakarta: Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) & Teknopreneur.
Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF). (2019). Opus Outlook 2019. Jakarta: BEKRAF.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (2018). Realisasi Penanaman Modal PMDN-
PMA Triwulan IV dan Januari - Desember Tahun 2018. BKPM Indonesia
(https://www.bkpm.go.id/)
Cohen, W., & Levinthal, D. (1990). Absorptive Capacity: A New Perspective on Learning and
Innovation. Administrative Science Quarterly, 35(1), 128-152.
Fintech News Singapore. (2018). Indonesia Fintech Landscape Report. Singapore: Fintech
News Singapore.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). (2017). The Digital Economy in Indonesia.
Jakarta: KPPU.
KPMG in India & NASSCOM. (2018). Fintech in India - Powering a Digital Economy. KPMG
in India.
Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII), dan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI). (2017). Digital
Inclusion Indonesia Index 2017. Jakarta: Teknopreneur Indonesia.
McKinsey Global Institute (2018). The digital archipelago: How online commerce is driving
Indonesia’s economic development. McKinsey & Company
Mesenbourg, T.L. (2001). Measuring the Digital Economy. U.S. Bureau of the Census.
OECD. (2017). OECD Digital Economy Outlook 2017. Paris: OECD.
Oxford Economics. (2011). The New Digital Economy: How It Will Transform Business.
The Global Findex Database (2017). Measuring Financial Inclusion and the Fintech
Revolution. Washington, DC: World Bank Group. Oxford: Oxford Economics.
WEE, T. C. (2018). Developing A Digital Economy Sub-Index for Cities, For Smart and
Sustainable Growth, Retrieved March 31, 2019, from https://www.itu.int/en/ITU-
T/ssc/201804/Documents/5_Tan Chee Wee Singapore.pdf
Harvard Journal of Law & Technology, Vol.13, No.3, 2000
top related