meningkatkan kualitas kerjasama tim pada karyawan …
Post on 24-Oct-2021
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
MENINGKATKAN KUALITAS KERJASAMA TIM PADA KARYAWAN BAGIAN PENJUALAN MELALUI PELATIHAN
“WE ARE EXCELLENT TEAM”
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Magister Psikologi Profesi
Program Magister Psikologi Profesi
Konsentrasi Psikologi Industri dan Organisasi
Diajukan oleh
Hani Muliani Safitri, S. Psi
14915049
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
ii
23 Januari 2020
iii
iv
HALAMAN MOTTO
“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan,
satu dengan yang lainnya saling mengokohkan”.
(HR. Bukhari & Muslim)
“Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk”.
(Tan Malaka)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji serta syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala dan shalawat yang
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tesis
ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orangtua penulis, Ibu Anik Sutiani dan Bapak (Alm) M.
Jamaluddin Halik. Terimakasih atas doa, semangat, dan dukungan
untuk kelancaran dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Adik serta seluruh anggota keluarga besar yang mendukung
perjuangan penulis dalam menapaki jalan meraih cita-cita.
3. Segenap dosen dan pengelola Mappro UII yang turut memberi
dukungan, semangat dan bimbingan yang tak kenal pamrih.
4. Sahabat dan seluruh rekan kuliah Mappro UII yang juga selalu
memberi dorongan semangat dan bantuan hingga terselesaikannya
tugas akhir ini.
vi
PRAKATA
Alhamdulillaahirobbil'aalamiin, Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu
wata’ala atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya yang telah memberikan petunjuk
dalam segala hal. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulallah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Atas izin Allah Subhanahu wata’ala, penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini untuk memenuhi syarat memperoleh derajat
magister psikologi dan sebutan psikolog.
Keberhasilan persiapan serta pelaksanaan penelitian, hingga tersusunnya
laporan ini tentu tidak terlepas dari bantuan serta masukan berbagai pihak, oleh
karena itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Fuad Nashori, S. Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog. selaku Dekan
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
sekaligus dewan penguji II, Terimakasih atas ilmu dan masukan yang
diberikan kepada penulis.
2. Bapak Dr.rer.nat. Arief Fahmi, S. Psi,. M. A., Psikolog. Ketua Program Studi
Psikologi Profesi (S2) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas
Islam Indonesia serta sebagai dewan penguji seminar proposal dan seminar
hasil yang telah memberikan banyak ilmu, saran, dan semangat kepada
penulis.
3. Bapak Drs. Sumedi P. Nugraha, Ph.D., Psikolog selaku dewan penguji
seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan banyak saran
perbaikan dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
4. Bapak Dr. Sus Budiharto, M.Si., Psikolog selaku pembimbing utama yang
memberikan dukungan, perhatian, arahan, dan dengan ikhlas dan sabar
vii
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan karya tulis ini.
5. Ibu Nur Pratiwi Novianti, M.Psi., Psikolog selaku pembimbing pendamping.
Terimakasih atas segala saran, ilmu, nasihat, serta waktunya yang diberikan
kepada penulis.
6. Ibu Annisa Miranty Nurendra, S.Psi., M.Psi, Psikolog selaku dosen
pembimbing akademik Bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Terimakasih
atas ilmu, bimbingan dan dukungan semangat yang diberikannya kepada
penulis, selama penulis menempuh pendidikan.
7. Bapak Dimas Arya Dwi Permana, Pimpinan Divisi Perusahaan Distribusi area
Bogor beserta staf nya yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian ini, serta terimakasih kepada seluruh karyawan yang telah
bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.
8. Segenap Dosen, Staf Pengajar, TU dan Perpustakaan atas kontribusinya
dalam pengembangan penelitian ini.
9. Sahabat dan semua orang terkasih yang selalu bersedia membantu dan
memberikan doa serta dukungannya tanpa henti.
10. Teman-teman Magister Psikologi Profesi Bidang Psikologi Industri dan
Organisasi yang sama-sama saling membantu, mendorong, dan mendukung
untuk meraih cita-cita yang sama sebagai Psikolog.
11. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala
bantuan, dukungan demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
viii
Semoga seluruh yang dilakukannya menjadi amal shalih dan Allah SWT
memberikan balasan yang jauh lebih baik serta memudahkan dalam segala
urusan di kemudian hari.
Yogyakarta, Desember 2019
Hani Muliani Safitri, S.Psi
ix
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………….……………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK ……….…………….…………... iii
HALAMAN MOTTO ……………………………………...……………………….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………..…………………. v
PRAKATA …………………………..…………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………...…...………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR …………………………….………...……………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………..………..…………………….. xiii
INTISARI …………………………..…………………………………………….. xiv
ABSTRACT …………………………..…………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………..…… 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………..…………… 6
C. Keaslian Penelitian …………………………………….……………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Kerjasama Tim …………………………………….………….. 8
1. Pengertian Kualitas Kerjasama Tim ………………….…………… 8
2. Aspek Kualitas Kerjasama Tim ………………………...………….. 10
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kerjasama Tim …… 13
B. Pelatihan Membangun Tim ………………………………………...…. 15
1. Pengertian Membangun Tim …………………………….……….. 15
2. Pengertian Pelatihan …………………………………...….……… 16
3. Pelatihan Membangun Tim …………………………………….…. 16
4. Tujuan Pelatihan Membangun Tim ………………………………. 17
5. Tahapan Pelatihan Membangun Tim …………………………….. 20
C. Kerangka Pemikiran Peningkatan Kualitas Kerjasama Tim dengan
Pelatihan “We are Excellent Team” pada Karyawan Bagian
Penjualan …………...…………………………...………………..
24
x
D. Hipotesis ………………………………..…..……..…………………….. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian …………...………………..………….. 29
B. Definisi Operasional …………...……….……………...……………….. 29
C. Partisipan …………...…………………………...……………..……….. 31
D. Desain Penelitian …………...………………………....……………….. 32
E. Metode Pengumpulan Data …………...……………………...……….. 33
F. Prosedur Penelitian …………...…………………………....………….. 36
G. Teknik Analisis Data …………...…………………………...………….. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan …………...………...……………….. 42
1. Orientasi Kancah Penelitian …………...………………………….. 42
2. Persiapan Penelitian …………...…………………………...……… 43
a. Perkenalan & Pengajuan Ijin Penelitian …………...………… 43
b. Identifikasi Masalah …………...…………………………...….. 43
c. Persiapan Alat Ukur …………...………………...………….. 43
d. Modul …………...…………………………...………………….. 44
e. Persiapan Pelatihan …………...………………………...…….. 46
f. Memberi Informed Consent …………...……………….…….. 47
B. Pelaksanaan Penelitian …………...…………...……...……………….. 47
1. Pelaksanaan Prates …………...……….…………………...……… 47
2. Pelaksanaan Pelatihan “We are Excellent Team” …………...….. 50
3. Pelaksanaan Pascates …………...…..…………………………….. 54
4. Pelaksanaan Tindak Lanjut …………...…………………………... 55
C. Analisis Data …………...………………..…………...…………………. 56
D. Pembahasan …………...…………………………...……………….….. 60
E. Evaluasi …………...…………………………...…………………….….. 66
F. Keterbatasan Penelitian …………...…………………………...……… 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan …………...……………………………......……………….. 70
B. Saran …………...…………………………….………...……………….. 70
DAFTAR PUSTAKA …………...………………………………...……………….. 75
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Blueprint Kuesioner Kualitas Kerjasama Tim …………......……… 36
Tabel 2. Rancangan Pelatihan Membangun Tim …………...……...………. 45
Tabel 3. Demografi Partisipan ……............................................................ 48
Tabel 4. Distribusi Skor Prates Kuesioner Kualitas Kerjasama Tim ………. 49
Tabel 5. Distribusi Skor Pascates Kuesioner Kualitas Kerjasama Tim …… 54
Tabel 6. Distribusi Skor Tindak Lanjut Kuesioner Kualitas Kerjasama Tim 55
Tabel 7. Kategorisasi Prates, Pascates, Tindak Lanjut …..……................ 57
Tabel 8. Hasil Uji Friedman …………................………………….……….. 58
Tabel 9. Hasil Uji Wilcoxon ………….................................................. 59
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. One group pretest posttest design …………......….…..……... 32
Gambar 2. Bagan Rata-rata Nilai Kualitas Kerjasama Tim…………………. 58
Gambar 3. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Materi …………...………..….. 66
Gambar 4. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Penyelenggaraan ………….... 67
Gambar 5. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Sarana …………...…………... 68
Gambar 6. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Kemampuan Trainer ….....….. 68
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Kualitas Kerjasama Tim
Lampiran 2. Tabulasi Data Subjek Penelitian
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Friedman
Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Wilcoxon
Lampiran 5. Modul Pelatihan “We are Excellent Team”
Lampiran 6. Dokumentasi
xiv
MENINGKATKAN KUALITAS KERJASAMA TIM PADA KARYAWAN
BAGIAN PENJUALAN MELALUI PELATIHAN “WE ARE EXCELLENT TEAM”
Hani Muliani Safitri, Sus Budiharto, Nur Pratiwi Noviati
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
hanimsafitri@gmail.com
INTISARI
Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kualitas kerjasama tim melalui pelatihan
“We Are Excellent Team” pada karyawan bagian penjualan di perusahaan distribusi
wilayah Bogor. Pelatihan yang dilaksanakan merupakan pelatihan membangun tim (team
building). Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen kuasi dengan desain one
group pretest posttest dan partisipan berjumlah 10 orang karyawan bagian penjualan.
Kuesioner utama dalam penelitian ini adalah kuesioner kualitas kerjasama tim yang
berisikan enam aspek teori kualitas kerjasama tim dari teori Hoegl dan Guemenden
(2001). Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
uji non parametrik Friedman dan Wilcoxon. Hasil uji kuantitatif menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan pada skor kualitas kerjasama tim pada partisipan penelitian
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan “We are Excellent Team”, sehingga secara
teoritis memperkuat asumsi bahwa pemberian pelatihan membangun tim (team building)
dapat meningkatkan kualitas kerjasama tim.
Kata kunci : kualitas kerjasama tim, pelatihan membangun tim, kuasi eksperimen
xv
IMPROVING THE TEAMWORK QUALITY AMONG EMPLOYEES IN SALE DIVISION THROUGH THE “WE ARE EXCELLENT TEAM” TRAINING
Hani Muliani Safitri, Sus Budiharto, Nur Pratiwi Noviati
Faculty of Psychology and Socio-Cultural Science, Universitas Islam Indonesia
hanimsafitri@gmail.com
ABSTRACT
This research is to improve the quality of teamwork through the training of "We Are
Excellent Team" among the sales employees in the distribution companies in Bogor area.
The training carried out is a team building training. This research used a quasi-experimental approach with the one group pretest posttest design and it involved 10
sales employees. The main questionnaire in this study was a teamwork quality questionnaire containing six aspects of the teamwork quality theory from the theories of
Hoegl and Guemenden (2001). Data analysis used to test the hypotheses in this study
included the non-parametric Friedman test and Wilcoxon test. Quantitative test results showed some significant differences in the score of teamwork quality in the experimental
group before and after the "We are Excellent Team" training. Thus, it theoretically can strengthen the assumption that team building training can improve the teamwork quality.
Keywords: teamwork quality, team building training, Quasi-experiment
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Selain keterlibatan karyawan secara personal pada pekerjaannya, organisasi
juga membutuhkan tim kerja guna mempercepat terwujudnya tujuan organisasi
tersebut. Pengelola organisasi yang memiliki keinginan untuk terus
mengembangkan organisasinya tentu membutuhkan kemampuan untuk
menghadapi segala macam perubahan. Kemampuan ini tidak mungkin dicapai
hanya dengan mengandalkan keahlian personal, melainkan juga perlu
diorientasikan lebih pada kinerja tim. Riggio (2008) menyatakan bahwa
keberadaan tim kerja dianggap mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas
kinerja. Penelitian yang juga dilakukan oleh Sriyono dan Lestari (2013)
membuktikan bahwa kerjasama tim berpengaruh signifikan terhadap
produktivitas. Hal ini mampu dicapai karena melalui standar kerja tim, karyawan
merasa memilki beban bersama-sama sehingga beban pekerjaan terasa lebih
ringan dibandingkan bekerja individu. Kerjasama tim membuat karyawan mampu
menyelesaikan masalah bersama, saling berbagi ide dan masukan mengenai
proses dan metode kerja yang dirasa efektif, sehingga mampu meningkatkan
produktivitas untuk mencapai tujuan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Sheng, Tian, dan Chen (2010) juga menemukan bahwa kerjasama tim yang
berkualitas dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik bagi organisasi,
diantaranya adalah peningkatan produktivitas kerja, perbaikan kualitas layanan,
meningkatnya kepuasan karyawan terhadap pekerjaan, rendahnya absensi, dan
2
mengurangi intensitas karyawan keluar dari perusahaan. Berdasarkan hasil
penelitian-penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara teoritis
kerjasama tim yang berkualitas mampu memberikan dampak yang signifikan
untuk mencapai tujuan organisasi.
Salah satu tim kerja karyawan penjualan, yaitu Divisi Y saat ini sedang
mengalami permasalahan terkait kualitas kerjasama tim. Kantor Divisi Y
merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa pendistibusian
produk yang berlokasi di wilayah Bogor. Proses distribusi yang efektif dan tepat
sasaran merupakan penggerak penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Hal ini ditujukan agar target omset perusahaan tercapai dan bertumbuh dengan
optimal. Secara umum, divisi ini bertanggungjawab pada proses pendistribusian
produk kebutuhan rumah tangga sebuah merek kepada mitra kerja di wilayah
Bogor dan sekitarnya. Tercapainya target omset penjualan produk sesuai
ketetapan perusahaan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh karyawan
penjualan divisi ini. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, maka Divisi Y
membuat program kerja bersama, diantaranya adalah (1) melakukan penjualan
produk dengan menetapkan standar omset penjualan pada karyawan, dan (2)
memperkenalkan produk kepada konsumen. Upaya Divisi Y untuk mencapai
target omset perusahaan dilakukan dengan cara membagi rata nilai target omset
penjualan ke masing-masing karyawan. Selain melakukan penjualan produk,
semua karyawan dalam divisi ini juga berperan dalam memperkenalkan produk
secara aktif kepada konsumen. Proses memperkenalkan produk tidak hanya
dilakukan dengan cara bertatap muka dengan konsumen, melainkan juga
dilakukan melalui upaya pembagian brosur dan pengiklanan di media sosial.
3
Program-program ini tentu akan memberi hasil maksimal jika didukung dengan
adanya kerjasama tim yang berkualitas pada Divisi Y sehingga target pencapaian
omset penjualan mampu dicapai bersama.
Hasil wawancara kepada Supervisor Divisi Y menunjukkan adanya
permasalahan kualitas kerjasama tim dalam divisi ini. Secara umum,
permasalahan terletak pada aspek komunikasi dan dukungan diantara anggota
tim penjualan. Kurangnya kemampuan berbagi informasi antar karyawan terkait
kendala pekerjaan yang dihadapi di lapangan menyebabkan beberapa anggota
tim tidak mampu mencapai target kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
Masalah ini menjadi semakin berkembang karena keengganan anggota tim untuk
menceritakan kesulitan kerja yang dialaminya. Kondisi tersebut menyebabkan
rekan lain dalam satu tim tidak mengetahui permasalahan tersebut dan
cenderung bersikap acuh terhadap rekannya. Hal ini mengakibatkan kurang
meratanya pencapaian omset penjualan pada masing-masing karyawan
penjualan, sehingga berdampak pada kurang optimalnya pencapaian target
omset penjualan Divisi Y secara keseluruhan. Permasalahan lain yang dihadapi
adalah kurangnya dukungan diantara anggota tim penjualan. Berdasarkan hasil
wawancara kepada Supervisor Divisi Y, permasalahan ini terjadi akibat
persaingan antar anggota dalam mencapai target penjualan per-individu. Kondisi
ini menyebabkan kurangnya kesadaran antar karyawan untuk saling membantu
dalam mencapai target tim kerja, sehingga memberi dampak pada perilaku
saling melempar tanggungjawab antar anggota penjualan. Secara tidak
langsung, iklim kompetisi yang terjadi antar karyawan kurang optimalnya
pencapaian target omset penjualan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
4
Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas kerjasama tim penjualan Divisi Y masih
belum terjalin secara optimal. Permasalahan yang terjadi tidak hanya
menimbulkan keluhan dari karyawan, tetapi juga menyebabkan komplain dari
mitra kerja pada pelayanan yang diberikan oleh Divisi Y.
Divisi Y telah melakukan upaya untuk menangani permasalahan
permasalahan tersebut dengan menjalankan sesi pengarahan setiap pagi dan
sore hari. Sesi pengarahan di pagi hari berisi diskusi dan pemantapan kerja yang
perlu dilakukan oleh semua karyawan penjualan, serta menetapkan target kerja
yang perlu dicapai oleh setiap karyawan penjualan di hari tersebut. Sementara
sesi pengarahan di sore hari berisi diskusi antar anggota tim terkait
pekerjaannya, diantaranya adalah apakah target kerja tiap karyawan di hari
tersebut telah terpenuhi atau belum; kendala apa yang ditemui oleh karyawan
penjualan ketika menghadapi konsumen; sejauh mana target pencapaian omset
penjualan tiap karyawan telah dicapai; serta solusi yang bisa dilakukan sebagai
upaya menyelesaikan masalah atau kendala yang dialami dalam bekerja. Namun,
upaya ini dianggap belum mampu menyelesaikan permasalahan kerjasama tim
dalam Divisi Y. Menurut Bernthal dan Wellins (2003), kualitas kerjasama tim
yang rendah salah satunya dipengaruhi oleh minimnya kemampuan anggota
organisasi dalam membangun tim. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
menurut karyawan hanya 41% pemimpin yang memiliki keterampilan
membangun tim yang kuat. Berdasarkan hasil ini, dapat dikatakan bahwa
pentingnya peran kerjasama tim dalam mencapai tujuan organisasi seringkali
tidak diikuti oleh kemampuan membangun tim oleh anggota organisasi, sehingga
kualitas kerjasama tim yang baik menjadi sulit untuk dicapai.
5
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas
kerjasama tim adalah dengan memberikan pelatihan. Menurut Siagian (dalam
Lubis, 2008), pelatihan adalah proses belajar mengajar dengan menggunakan
teknik dan metode tertentu secara konseptual, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok
orang. Secara spesifik, pelatihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan
keterampilan membangun tim disebut pelatihan membangun tim (team
building). Menurut Noe (2005) membangun tim atau team building merupakan
metode pelatihan yang didesain untuk meningkatkan efektivitas tim atau
kelompok. Melalui pelatihan membangun tim, karakteristik dan hubungan
interpersonal antar anggota tim dapat ditingkatkan (Tannebaum, Beard & Salas,
1992 dalam Damayani, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa masalah
kerjasama tim yang terjadi antar karyawan penjualan Divisi Y disebabkan oleh
minimnya kemampuan karyawan dalam membangun tim. Hal ini mengakibatkan
kualitas kerjasama tim dalam divisi ini menjadi kurang optimal, sehingga tujuan
yang ditetapkan cenderung sulit diperoleh secara maksimal. Peneliti
merekomendasikan pelaksanaan pelatihan membangun tim (team building)
sebagai upaya tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan tersebut. Fokus
utama dalam pelatihan ini adalah meningkatkan kualitas kerjasama tim pada
Divisi Y. Pelatihan membangun tim (team building) pada penelitian ini ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan saling berbagi ide, pengalaman, permasalahan
pekerjaan antar karyawan penjualan, serta mendorong terciptanya hubungan
interpersonal yang lebih baik di lingkungan kerja Divisi Y secara keseluruhan.
6
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kerjasama tim
melalui pelatihan membangun tim “We Are Excellent Team” pada karyawan
bagian penjualan di perusahaan distribusi “X” di Bogor.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoritis dan
secara praktis.
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis
dengan melengkapi penelitian terdahulu dan penelitian berikutnya terkait
dengan kualitas kerjasama tim dan pelatihan membangun tim (team
building) dari sudut pandang dunia kerja.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan
kontribusi secara praktis bagi karyawan secara personal, dan pengelola
perusahaan dalam praktek pengembangan sumber daya manusia.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait intervensi pelatihan membangun tim ini mengacu pada
penelitian sebelumnya. Judul penelitian sebelumnya yang menjadi acuan adalah
Intervensi Team Building Training Untuk Meningkatkan Kepercayaan Terhadap
Rekan Kerja Dan Kualitas Kerjasama tim Di PT. S. Penelitian ini dilakukan oleh
7
Aji Cahyadi tahun 2012. Subjek penelitian ini berjumlah 66 orang karyawan di
PT. S. Penelitian ini merupakan action research yang menggunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengkur kualitas
kerjasama tim adalah adaptasi dari TWQ (Hoegl & Geumenden, 2001). Peneliti
juga menguji tingkat kepercayaan terhadap rekan kerja menggunakan Kuisioner
Kepercayaan terhadap Rekan Kerja dari McAlliste (1995). Hasil uji kuantitatif
dalam penelitian ini membuktikan bahwa kepercayaan terhadap rekan kerja
mempengaruhi kualitas kerjasama tim. Intervensi pelatihan membangun tim
diberikan karena rendahnya kepercayaan terhadap rekan kerja membawa
dampak pada rendahnya kualitas kerjasama tim di PT. S. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa intervensi berupa pelatihan membangun tim mampu
meningkatkan kualitas kerjasama tim, tetapi belum mampu meningkatkan
kepercayaan terhadap rekan kerja.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel
penelitian, perusahaan dan modul pelatihan. Pada penelitian ini, kualitas
kerjasama tim menjadi variabel tergantung. Alat ukur kualitas kerjasama tim
yang digunakan merupakan adaptasi dari penelitian Cahyadi (2012) yang
mengacu pada kuisioner Teamwork Quality (TWQ) oleh Hoegl dan Geumenden
(2001). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap
perkembangan keilmuan Psikologi Industri dan Organisasi maupun subjek
penelitian.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Kerjasama Tim
1. Pengertian Kualitas Kerjasama Tim
Tim didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang terdiri dari tiga orang
atau lebih yang melekat dalam sebuah organisasi di mana para anggotanya
merasa menjadi bagian satu dengan yang lain dan berkolaborasi untuk mencapai
sebuah tujuan (Hoegl & Geumenden, 2005). Tim berbeda dengan kelompok
karena sebuah tim mempunyai struktur, tujuan dan ketergantungan antar
anggota (Forsyth, 2010). Sebuah tim akan berfokus dalam mencapai tujuan dan
tetap mementingkan relasi antar anggotanya. Interaksi di antara para anggota
dalam tim dibangun melalui hubungan komunikasi dan koordinasi (Hu, Horng &
Sun, 2009).
Kerjasama tim merupakan proses kerja secara berkelompok yang
didalamnya terdapat unsur kepemimpinan yang partisipatif, pembagian
tanggungjawab, kesamaan tujuan, komunikasi yang intensif, berfokus pada
tugas dan masa depan, kreatif serta mampu merespon perubahan dengan cepat
untuk mencapai tujuan organisasi (Bucholz, 2000). Sementara Parker (2008)
menyatakan bahwa kerjasama tim adalah proses psikologis, perilaku dan mental
dari anggota tim dalam berkolaborasi satu dengan yang lain dalam melaksanakan
tugas dan upaya mencapai tujuan.
9
Keberhasilan kerjasama tim hanya mampu dicapai jika anggota di dalam
kelompok tersebut mampu melenyapkan kompetisi dan berkonsentrasi pada
perbedaan pandangan dan keahlian untuk mengatasi masalah/tantangan dengan
cepat (Marpaung, 2014). Lebih lanjut, Hoegl dan Gemuenden (2005)
menjelaskan bahwa sebuah tim memiliki kerjasama tim yang berkualitas jika
mereka memiliki tujuan bersama serta sesama anggota tim mengembangkan
hubungan yang efektif dan bermutu untuk mencapai tujuan. Kerjasama tim yang
berkualitas dapat terwujud dalam individu-individu yang bekerja bersama dalam
lingkungan yang kooperatif untuk mencapai tujuan bersama melalui berbagi
pengetahuan dan keterampilan.
Hoegl dan Geumenden (2005) merumuskan bahwa kualitas kerjasama tim
merupakan proses kerjasama yang dilakukan dalam sebuah tim yang merupakan
bentuk dasar perilaku sosial anggota tim berupa aktivitas, interaksi dan perasaan
yang dapat diukur. Aktivitas itu sendiri merupakan tindakan yang dapat diamati
dari seorang individu dan dapat diukur dengan kuantitas, misalnya jumlah produk
yang dihasilkan dari seorang pegawai tanpa cacat, eksekusi yang dilakukan
dengan tepat dan tindakan yang efektif. Interaksi berkaitan dengan hubungan
antar anggota tim dalam beraktivitas, hal ini dapat diukur dengan melihat
frekuensi dan intensitas interaksi yang dilakukan. Selain itu, perasaan berkaitan
dengan emosi, motivasi atau sikap dan tidak dapat secara langsung diamati tapi
dipengaruhi oleh interaksi dan aktivitas yang dilakukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas kerjasama
tim adalah kolaborasi antar anggota tim kerja yang saling mengembangkan
hubungan efektif sebagai upaya bersama untuk mencapai tujuan tertentu.
10
2. Aspek Kualitas Kerjasama tim
Kualitas kerjasama tim menurut Hoegl dan Gemuenden (2005)
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu aspek yang berkaitan dengan tugas
(komunikasi, koordinasi dan keseimbangan terhadap kontribusi anggota) dan
aspek interaksi sosial (dukungan, usaha dan kohesifitas tim). Aspek-aspek
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi
Komponen dasar dari kualitas kerjasama tim adalah komunikasi di
antara anggota tim. Komunikasi memungkinkan terjadinya pertukaran
informasi diantara anggota tim. Kualitas komunikasi di antara anggota tim
dapat dilihat dari frekuensi, formalisasi, struktur dan keterbukaan dari
pertukaran informasi. Frekuensi mengacu kepada seberapa intensif
anggota tim dalam berkomunikasi, formalisasi berkaitan dengan seberapa
spontan anggota tim dalam menyampaikan pendapatnya, struktur
berkaitan dengan cara komunikasi diantara para anggota (langsung atau
terdapat mediator) dan keterbukaan dari pertukaran informasi berkaitan
dengan seberapa banyak pihak-pihak yang dapat mengakses informasi.
b. Koordinasi
Koordinasi berarti bahwa tim harus membuat sebuah jenjang
tanggung jawab dari pekerjaan secara jelas di antara anggota tim
sehingga tidak terdapat jarak dan tumpang tindih wewenang dan
tanggung jawab terhadap pekerjaan. Koordinasi mengurangi kesenjangan
dan tumpang tindih tugas dalam tim. Koordinasi menyelaraskan dan
menyelaraskan kontribusi setiap anggota tim (Brannick, Prince & Salas,
11
1995). Untuk membuat koordinasi lebih efisien dan efektif, para anggota
perlu menyepakati tugas-tugas yang ditentukan, struktur kerja, jadwal,
anggaran dan pengiriman. Dengan demikian, setiap anggota tim memiliki
sub-tujuan yang cukup jelas. Tingkat pemahaman bersama mengenai
kontribusi antara masing-masing anggota tim menentukan kualitas kerja
tim (Hoegl & Gemuenden, 2005). Koordinasi didukung oleh komunikasi
yang baik karena komunikasi eksplisit dapat segera menjaga koordinasi
dalam aktivitas tim, seperti bertukar informasi terkait tugas dan
mengembangkan solusi tim untuk masalah (Kozlowski & Ilgen, 2006).
c. Keseimbangan Kontribusi Anggota
Hal penting bagi sebuah tim yang berkualitas adalah semua
anggota tim dapat memberikan kontribusi terhadap tugas yang berkaitan
dengan pengetahuan dan pengalaman terhadap tim. Selain itu, terdapat
juga penghargaan terhadap pengetahuan dan pengalaman spesifik dari
masing-masing anggota tim. Keseimbangan kontribusi anggota membawa
pengalaman anggota tim pada potensi penuh mereka. Dominasi dalam
diskusi atau proses pengambilan keputusan harus dibatasi untuk
memungkinkan semua anggota tim untuk memiliki kontribusi yang
seimbang dan berbagi pandangan dan ide mereka. Penting untuk
menciptakan suasana di mana semua anggota merasa bebas untuk
membawa keahlian yang relevan dengan tugas mereka ke diskusi dan
proses pengambilan keputusan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
keseimbangan kontribusi anggota berhubungan dengan kinerja tugas dan
kepuasan anggota tim (Hoegl & Gemuenden, 2005).
12
d. Dukungan
Dukungan di antara anggota tim merupakan komponen yang
penting dalam kualitas Kerjasama tim. Kolaborasi anggota tim dan
bekerjasama lebih diutamakan daripada kompetisi dalam sebuah
kerjasama tim yang berkualitas. Penelitian menunjukkan bahwa tim yang
sangat kooperatif lebih konstruktif dalam mendiskusikan pandangan yang
berlawanan dan bahwa perilaku ini mengarah pada kinerja tim dan
inovasi tim (Tjosvold, 1988). Perilaku kooperatif membantu anggota
kelompok mengenali bagaimana mencapai tujuan dan memahami bahwa
mereka bekerja untuk kepentingan bersama. Orang percaya bahwa
mereka bisa sukses bersama. Akibatnya, mereka berbagi informasi yang
akurat, mengidentifikasi masalah secara terbuka, mendiskusikan
pandangan yang berlawanan dengan jelas, mengembangkan dan memilih
solusi alternatif berkualitas tinggi yang akan diterapkan oleh semua
anggota (Zhang, dkk 2007). Perilaku kompetitif menghalangi refleksi tim
dengan mengurangi diskusi terbuka tentang pandangan yang
berlawanan. Dalam situasi persaingan, fokus seseorang pada pencapaian
sasaran yang berhasil membuat orang lain cenderung untuk mencapai
tujuan mereka. Ketika orang lain produktif, mereka cenderung tidak
berhasil sendiri. Situasi kooperatif berkorelasi positif dengan pencapaian
sasaran individu, sementara situasi kompetitif berkorelasi negatif dengan
pencapaian tujuan individu (Tjosvold, Yu, & Hui, 2004). Rasa saling
hormat yang besar antara anggota tim mengembangkan ide dan
13
kontribusi anggota tim lain, yang sangat penting untuk aspek kualitas
kerjasama tim dalam kerja tim (Hoegl & Gemuenden, 2005).
e. Usaha
Usaha diperlukan oleh anggota tim untuk mencapai harapan
bersama. Pembagian beban kerja di antara anggota tim dan
memprioritaskan tugas tim untuk diselesaikan merupakan indikator
adanya usaha dari anggota tim. Upaya anggota tim mengacu pada
bagaimana anggota tim berbagi dan memprioritaskan beban kerja tugas
tim. Upaya tingkat tinggi dari semua anggota tim ditunjukkan oleh
suasana mendukung yang tinggi ketika mengerjakan tugas yang
diprioritaskan. Anggota tim didorong untuk menyelesaikan tugas tim
sebagai prioritas utama, sehingga anggota tim menyumbangkan banyak
upaya untuk proyek tersebut. Mereka saling membantu dan bekerja sama
untuk meminimalkan konflik dalam interaksi sosial yang positif.
f. Kohesivitas
Kohesivitas tim mengacu kepada tingkat di mana anggota tim
berusaha untuk tetap berada dalam tim. Terdapat tiga kekuatan yang
mendorong terjadinya kohesivitas; (1) Daya tarik pribadi anggota tim, (2)
Komitmen pada tugas tim, dan (2) Kebanggaan-semangat kelompok.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Griffin, dkk (2001) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas kerjasama tim diantaranya adalah:
14
a. Kepercayaan terhadap rekan kerja
Kualitas kerjasama tim yang baik dalam organisasi akan tercapai jika
diantara pegawai dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap rekan kerja.
Rasa percaya di antara sesama rekan kerja akan memudahkan komunikasi
dan koordinasi sehingga proses penyelesaian pekerjaan menjadi lebih
mudah.
b. Pengayaan pekerjaan (Job Enrichment) kepada anggota tim dalam
mencapai tujuan kelompok
Pengayaan pekerjaan penting untuk dilakukan kepada anggota tim
supaya mereka memahami dan merasakan pekerjaan yang dilakukan oleh
rekan kerja yang lain. Hal ini akan memudahkan mereka memahami
kesulitan yang dirasakan oleh rekan kerja dalam mencapai tujuan kelompok.
c. Kebebasan anggota tim untuk lebih otonom
Hal ini akan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk
menunjukan kemampuan mereka secara optimal dan kebebasan berkreasi
sehingga memudahkan mereka mengambil keputusan ketika menghadapi
masalah dalam pekerjaan.
d. Kepercayaan mengenai peran dan tanggung jawab anggota tim
Anggota tim perlu diberikan kepercayaan mengenai tugas dan
tanggung jawab supaya mereka tidak saling melempar kesalahan kepada
rekan kerja yang lain ketika terjadi permasalahan dalam pekerja.
15
e. Umpan balik di antara sesama anggota tim
Umpan balik perlu diberikan kepada sesama anggota tim supaya
mereka mengetahui kesalahan yang perlu diperbaiki dalam melaksanakan
pekerjaan sehingga dapat dipecahkan bersama.
B. Pelatihan Membangun Tim (Team Building)
1. Pengertian Membangun Tim (Team Building)
Menurut Kreitner dan Kinicki (2008) membangun tim adalah sebuah
proses pembelajaran dengan pendekatan eksperimental yang bertujuan untuk
meningkatkan fungsi internal kelompok seperti kerjasama di antara sesama
anggota tim, meningkatkan kualitas komunikasi dan mengurangi konflik
disfungsional. Proses dalam membangun tim mendorong anggota tim untuk
memeriksa lebih dalam lagi bagaimana mereka bekerja sama selama ini,
menemukan kesenjangan dan kelemahan dalam tim kerja, memberikan
gambaran mengenai cara bekerja sama yang ideal dan membangun rencana
tindakan untuk mengimplementasikan cara bekerja yang efektif (Newstorm dan
Scannell, 1998).
Lebih lanjut, Noe (2010) menyatakan bahwa membangun tim (team
building) merupakan metode pelatihan yang didesain untuk meningkatkan
efektivitas tim atau kelompok. Teknik-teknik kelompok berfokus pada membantu
tim dalam meningkatkan berbagai keterampilannya untuk menciptakan kerja tim
yang efektif. Seluruh teknik dalam membangun tim melibatkan pengujian
terhadap berbagai perasaan, persepsi, dan keyakinan tentang fungsi tim;
pembahasan; serta pengembangan rencana untuk menerapkan hal-hal yang
16
telah dipelajari pada pelatihan dengan kinerja tim di lingkungan kerja. Melalui
pelatihan membangun tim (team building), karakteristik dan hubungan
interpersonal antar anggota tim dapat ditingkatkan (Tannebaum, Beard & Salas,
1992 dalam Damayani, 2011).
2. Pengertian Pelatihan
Menurut Rivai (2005) pelatihan adalah proses secara sistematis
mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan
berkatian dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai
untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam
melaksanakan pekerjaanya.
Siagian dalam Lubis (2008) mendefinisikan pelatihan adalah proses
belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu secara
konsepsional dapat dikatakan bahwa latihan dimaksudkan untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang.
Selanjutnya, Gomes (2003) menyatakan bahwa pelatihan adalah setiap usaha
untuk memperbaiki performasi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang
sedang menjadi tanggungjawabnya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pelatihan
merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan keahlian dan
kemampuan tertentu pada karyawan agar mereka dapat bekerja dengan baik.
3. Pelatihan Membangun Tim
Pelatihan membangun tim merupakan proses mengajarkan pengetahuan,
keterampilan, atau perilaku yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
17
kerjasama tim melalui sesi pengajaran yang menggunakan pendekatan
eksperimental.
4. Tujuan Pelatihan Membangun Tim
Pada prinsipnya membangun tim ditujukan untuk memperbaiki kinerja
kelompok (Madded, 2003), namun ada beberapa kondisi yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pelatihan membangun tim, antara lain:
1. Kondisi kelompok yang memerlukan peningkatan moralitas dan hasil kerja
tim.
2. Pimpinan yang jarang berfikir dan bertindak sebagai bagian dari sebuah
kelompok.
3. Terjadi kurang pengertian antar sesama anggota kelompok, tidak ada
arahan dan semangat kerja yang timbul dalam suatu kelompok, sehingga
kelompok kehilangan arah kerja.
4. Dalam kelompok baru di mana terdapat beberapa individu yang menonjol
tapi tidak dapat bekerja bersama dalam kelompok.
5. Kurangnya rasa percaya diri antar sesama anggota tim, tidak dapat
dicapai kesepakatan terhadap tujuan bersama tim dan adanya
ketidaktahuan akan kemungkinan peluang yang dapat dilakukan oleh
anggota tim.
Kegiatan membangun tim yang dilakukan secara benar dan
berkesinambungan akan memberikan hasil perubahan yang lebih baik dari
keadaan sebelumnya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pelakasanaan
pelatihan membangun tim, diantaranya sebagai berikut :
18
A. Bagi pimpinan tim/kelompok:
1. Pimpinan tim akan menjadi lebih kuat dan lebih efektif.
2. Pimpinan tim mampu menyesuaikan gaya kepimimpinannya, dengan lebih
memperhatikan kepentingan dan tanggung jawab kelompok dibandingkan
kepentingan pribadi.
3. Terdapat apresiasi yang lebih besar dari pimpinan tim terhadap
kebutuhan anggota tim dan bagian-bagian dalam tim.
4. Pimpinan menjadi lebih mampu untuk berkomunikasi secara langsung
kepada anggota tim sehingga terjadi hubungan pengertian yang lebih baik
antara pimpinan dan anggota tim.
5. Pimpinan tim memiliki inisiatif untuk lebih memahami prakasa
anggotanya.
6. Pimpinan mempunyai komitmen yang lebih tinggi terhadap sasaran kerja
dan memiliki harapan yang lebih besar.
B. Bagi individu anggota tim /kelompok
1. Sebagian besar individu memiliki pendekatan yang lebih persuasif,
toleransi menjadi lebih tinggi dan memiliki kepercayaan untuk mengajukan
argumentasi tanpa terikat oleh hirarki.
2. Komunikasi dan dialog antar sesama anggota kelompok menjadi lebih
bebas dan terbuka, yang selama ini menjadi salah satu hambatan utama
dalam perkembangan kelompok.
3. Terdapat ruang yang lebih terbuka untuk mengakui beberapa kelemahan-
kelemahan pribadi.
19
4. Banyak masalah antar pribadi sesama anggota tim/kelompok yang selama
ini mengganjal dapat dipecahkan dengan lebih mudah karena keterbukaan
semua anggota tim.
C. Bagi pelaksanaan kerja tim/kelompok
1. Pertemuan tim/kelompok menjadi lebih terstruktur dan efektif.
2. Hasil yang diperoleh lebih dapat diterima dan terdistribusi dengan baik
kepada sesama anggota tim.
3. Terjadi perbaikan kerja dalam mencapai sasaran, peningkatan
kemampuan dalam mengevaluasi individu dan kelompok dengan cara yang
lebih profesional.
4. Tingkat komunikasi dalam dan antar kelompok menjadi lebih
komprehensif dan efektif, walaupun dalam kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan.
5. Komitmen yang lebih kuat terhadap sasaran-sasaran baru.
6. Terciptanya otonomi yang lebih besar pada tingkat manajer.
7. Lebih banyak waktu digunakan untuk bekerja sama dengan kolega dan
bekerja sama dalam mencapai tujuan.
Meringkas tujuan pelatihan yang telah dikemukakan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pelatihan membangun tim pada dasarnya dilaksanakan untuk
memperbaiki kinerja kelompok dengan mengupayakan tindakan lanjut berupa
meningkatkan kemampuan komunikasi dan dialog antar sesama anggota
kelompok menjadi lebih bebas dan terbuka sehingga terjadi perbaikan kerja
dalam mencapai sasaran dalam pekerjaannya.
20
5. Tahapan Pelatihan Membangun Tim
Tahapan pelatihan dalam penelitian ini dimulai dari melakukan identifikasi
terhadap kebutuhan pelatihan (need assessment), menetapkan tujuan dan
sasaran pelatihan, menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukur yang akan
digunakan, menentukan metode pelatihan, mengadakan percobaan dan revisi,
sampai proses implementasi dan evaluasi terhadap pelatihan yang dilaksanakan
(Mangkunegara, 2005). Adapun rincian penjelasan dari masing-masing tahap,
adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi kebutuhan pelatihan (need assessment)
Pada tahap ini peneliti mencari informasi kebutuhan pelatihan
dengan melakukan wawancara kepada manajemen perusahaan terkait
permasalahan tim kerja yang terjadi. Hasil wawancara tersebut menjadi
dasar pertimbangan pelaksanaan pelatihan sehingga mampu meningkatkan
kualitas kerjasama tim karyawan.
b. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan
Pelaksanaan pelatihan harus didasarkan dengan kesesuaian tujuan
penelitian dan memiliki sasaran yang jelas. Tujuan dan sasaran juga harus
dapat diukur sehingga bisa dihubungkan dengan hasil pencapaian peserta
setelah menyelesaikan program pelatihan.
c. Menetapkan kriteria keberhasilan
Kriteria keberhasilan dalam pelatihan bisa ditetapkan melalui alat
ukur yang digunakan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
21
d. Menentukan metode pelatihan
Menurut Dessler (2008) metode pelatihan diantaranya adalah sebagai
berikut (1)on the Job Training, terdiri atas cara formal dan informal,
(2)vestibule, (3)demonstrarion and example, (4)simulation,
(5)apprenticeship, (6)classroom methods. Salah satu metode pelatihan
dalam penelitian ini adalah simulation yang berarti situasi atau kejadian yang
ditampilkan dalam pelatihan dibuat mungkin dengan situasi yang
sebenarnya merupakan tiruan saja.
e. Implementasi dan evaluasi
Implementasi merupakan aksi dari program pelatihan yang
sebelumnya telah dirancang oleh peneliti untuk kemudian dilaksanakan.
Evaluasi difungsikan untuk mengetahui respon dan hasil dari program
pelatihan. Evaluasi pelatihan bisa diperoleh melalui observasi tim peneliti
selama proses pelatihan diberikan, feedback dari pelatih, evaluasi tingkat
pembelajaran, melakukan tindak lanjut untuk mengetahui perubahan
perilaku. Evaluasi biasanya berisi umpan balik yang dapat membantu
perbaikan pelatihan selanjutnya.
Menurut Kirkpatrick (1994) evaluasi tidak hanya dibutuhkan untuk
melakukan perbandingan kemampuan sebelum dan sesudah mengikuti
pelatihan, tetapi juga untuk menentukan efektivitas dari program pelatihan.
Adapun evaluasi yang bisa dilakukan yaitu:
1) Level I : Reaksi (Reaction Level)
Pada level ini bisa diketahui dengan memberikan kuesioner
kepada peserta di akhir sesi pelatihan yang ditujukan untuk menilai
22
reaksi berupa perasaan, pemikiran, dan harapan mengenai
pelaksanaan pelatihan, narasumber, maupun lingkungan pelatihan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Riggio (2008) bahwa reaksi
biasanya diukur melalui survei berbentuk rating. Pada pelatihan ini,
evaluasi pada level reaksi ditujukan untuk menguji kesesuaian materi
pelatihan dengan kondisi peseta. Evalusi ini merupakan bentuk
masukan bagi fasilitator dan juga dalam penyelenggaraan pelatihan.
2) Level II : Pembelajaran (Learning Level)
Level ini mengukur proses belajar selama pelatihan yang berupa
pengalihan pengetahuan (transfer of learning). Bentuk evaluasi
dilakukan dengan memberikan tes kepada peserta yang berisikan
pertanyaan tentang materi pelatihan. Penilaian ditujukan untuk
mengukur jumlah pembelajaran yang diperoleh, diantaranya meliputi
tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta dari sebelum
maupun sesudah pelatihan. Peneliti akan memberikan kuesioner
yang sama antara prates dan pascates. Perbandingan skor dari
kuesioner sebelum dan sesudah pelatihan dapat mengindikasikan
perubahan yang terjadi. Apabila skor kuesioner pascates lebih tinggi
daripada prates maka dapat mengindikasikan adanya keberhasilan
pelatihan. Pada pelatihan ini, evaluasi pada level pembelajaran
ditujukan untuk menguji pengetahuan dan pemahaman peserta
terkait proses membangun tim untuk meningkatkan kualitas
kerjasama tim dalam bekerja.
23
3) Level III : Perilaku (Behaviour Level)
Evaluasi pada level ini memerlukan waktu untuk mengetahui
terjadinya perubahan perilaku. Evaluasi ini ditujukan untuk
memeriksa indikasi perubahan perilaku pada peserta pelatihan pada
pelaksanaan pekerjaan. Penilaian perilaku perlu dilakukan sebelum
pelatihan dan sekiranya tidak terjadi perubahan perilaku setelah
pelatihan maka dapat diartikan bahwa tidak ada hasil akhir yang
nyata dari pelatihan. Pada pelatihan ini, evaluasi pada level perilaku
ditujukan untuk menguji apakah perilaku-perilaku yang menunjukkan
terjadinya perubahan dan perbaikan pada kemampuan
berkomunikasi dan daya saling mendukung antar karyawan pada
Divisi Y telah dicapai setelah pelatihan.
4) Level IV : Hasil (Result Level)
Level ini ditujukan untuk mengukur dampak atau hasil akhir dari
pelatihan yang dapat dihubungkan dengan peningkatan efektivitas
organisasi. Jika ingin melaksanakan evaluasi ini dibutuhkan
pengalokasian waktu yang cenderung lebih lama. Bila terdapat data
mengenai target yang akan dicapai sebelum pelatihan maka dapat
dibandingkan dengan pencapaian dalam evaluasi level ini. Pada
pelatihan ini, evaluasi level hasil tidak dilakukan.
Peneliti akan melakukan evalusi hingga tahap perilaku. Peningkatan
kualitas kerjasama tim akan diukur kembali dengan melakukan wawancara
kepada pimpinan Divisi Y. Wawancara pada pimpinan Divisi Y ditujukan untuk
mengetahui perubahan perilaku dan perkembangan yang terjadi pada karyawan
24
penjualan dalam divisi tersebut setelah diberikan pelatihan. Wawancara tindak
lanjut juga dilakukan untuk mengetahui munculnya perilaku-perilaku yang
menunjukkan terjadinya perubahan dan perbaikan pada kemampuan
berkomunikasi dan daya saling mendukung antar karyawan pada Divisi Y setelah
pelatihan. Wawancara tindak lanjut ditujukan sebagai alat ukur keberhasilan
pelatihan membangun tim pada Divisi Y di Perusahaan Distribusi.menghadapi
perubahan kondisi yang muncul dalam pekerjaannya.
C. Kerangka Pemikiran Peningkatkan Kualitas Kerjasama Tim dengan
Pelatihan “We are Excellent Team” pada Karyawan Bagian
Penjualan
Selain keterlibatan karyawan secara personal pada pekerjaannya, organisasi
juga membutuhkan tim kerja guna mempercepat terjuwujudnya tujuan.
Organisasi yang memiliki keinginan untuk terus berkembang dan mampu
bertahan jangka panjang tentu membutuhkan kemampuan untuk menghadapi
segala macam perubahan. Kemampuan ini tidak mungkin dicapai hanya dengan
mengandalkan keahlian personal, melainkan perlu diorientasikan lebih pada
kinerja tim. Tim didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang terdiri dari tiga
orang atau lebih yang melekat dalam sebuah organisasi di mana para
anggotanya merasa menjadi bagian satu dengan yang lain dan berkolaborasi
untuk mencapai sebuah tujuan (Hoegl & Geumenden, 2005). Kolaborasi inilah
yang dinyatakan sebagai kerjasama tim. Kerjasama tim adalah proses psikologis,
perilaku dan mental dari anggota tim dalam berkolaborasi satu dengan yang lain
25
dalam melaksanakan tugas dan upaya mencapai tujuan (Parker, 2008). Secara
teoritis, kerjasama tim yang berkualitas mampu membawa dampak yang
signifikan pada pencapaian tujuan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Sheng, Tian, & Chen (2010) menemukan bahwa kerjasama tim yang berkualitas
dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik bagi organisasi, diantaranya adalah
peningkatan produktivitas kerja, perbaikan kualitas layanan, meningkatnya
kepuasan karyawan terhadap pekerjaan, rendahnya absensi, dan mengurangi
intensitas karyawan keluar dari perusahaan.
Menurut Hoegl dan Geumenden (2005) terdapat beberapa aspek yang
mempengaruhi kualitas kerjasama tim, diantaranya adalah komunikasi dan
dukungan. Komunikasi menjadi komponen dasar yang perlu diperhatikan oleh
anggota tim karena sebuah kelompok kerja yang dikatakan memiliki kerjasama
tim yang solid salah satunya dipengaruhi oleh terjalinnya komunikasi yang baik
(Ivanvech, dkk., 2000). Komunikasi merupakan suatu sarana yang digunakan
untuk menyampaikan suatu informasi antara satu orang dengan orang lain yang
mana menjadi suatu bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Kualitas
komunikasi diantara anggota tim dapat dilihat dari frekuensi, formalisasi, struktur
dan keterbukaan dari pertukaran informasi. Frekuensi mengacu kepada seberapa
intensif anggota tim dalam berkomunikasi, formalisasi berkaitan dengan
seberapa spontan anggota tim dalam menyampaikan pendapatnya, struktur
berkaitan dengan cara komunikasi diantara para anggota (langsung atau
terdapat mediator) dan keterbukaan dari pertukaran informasi berkaitan dengan
seberapa banyak pihak-pihak yang dapat mengakses informasi.
26
Aspek kedua yang menjadi tolak ukur kualitas kerjasama tim adalah
dukungan. Hubungan Interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana
terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap supportif merupakan
sikap yang mengurangi sikap defensif. Sikap defensif mengakibatkan komunikasi
interpersonal menjadi tidak efektif, karena orang yang defensif akan lebih banyak
melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi
daripada memahami komunikasi. Sikap ini muncul bila individu tidak dapat
menerima, tidak jujur dan tidak empatik. Sikap defensif juga dapat terjadi karena
faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah) atau
faktor-faktor situasional yang berupa perilaku komunikasi orang lain.
Berdasarkan hasil asesmen, salah satu divisi kerja di sebuah Perusahaan
Distribusi diindikasikan memiliki kualitas kerjasama tim yang belum optimal.
Kurangnya kemampuan berbagi informasi antar karyawan terkait kendala
pekerjaan yang dihadapi di lapangan menyebabkan beberapa anggota tim tidak
mampu mencapai target kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Masalah ini
menjadi semakin berkembang karena keengganan anggota tersebut untuk
menceritakan kesulitan kerja yang dialaminya. Kondisi tersebut menyebabkan
rekan lain dalam satu tim tidak mengetahui permasalahan tersebut dan
cenderung bersikap acuh terhadap rekannya. Hal ini menunjukkan bahwa
komunikasi antar anggota tim kurang terjalin dengan baik. Keterbukaan dalam
komunikasi merujuk pada dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek
pertama, bahwa individu harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi
dengan kita pada masalah-masalah umum. Dengan demikian, orang lain akan
27
mengetahui pendapat, pikiran, dan gagasan yang dimilikinya sehingga
komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua, adalah kemauan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang
tentang segala sesuatu yang dikatakannya.
Ketika angggota tim mampu membuka diri, seperti menyampaikan suatu
gagasan, ide dan informasi yang juga dibutuhkan karyawan lain secara jelas
maka tidak mudah terjadi kesalahpahaman penyampaian informasi selanjutnya.
Bambacas dan Patrickson (2008) beranggapan bahwa keterampilan komunikasi
interpersonal merupakan hal penting dikarenakan dapat menimbulkan
kerjasama, mengurangi konflik yang pada giliranya, meningkatkan komitmen,
mengurangi kecenderungan untuk meninggalkan organisasi. Kerjasama tim akan
tercipta apabila terdapat saling percaya antar anggota organisasi atau
perusahaan dan kepercayaan akan tumbuh melalui pelaksanaan komunikasi yang
baik (Setiyanti, 2012).
Permasalahan lain yang dihadapi adalah kurangnya dukungan diantara
anggota tim. Konsep dukungan yang dicirikan dalam kerjasama tim yang
berkualitas adalah diutamakannya kolaborasi dibandingkan kompetisi.
Berdasarkan hasil wawancara, permasalahan dukungan antar karyawan di
perusahaan ini terjadi akibat persaingan antar anggota dalam mencapai target
penjualan per-individu. Kondisi ini menyebabkan kurangnya kesadaran antar
karyawan untuk saling membantu dalam mencapai target tim kerja, sehingga
memberi dampak pada minimnya sikap mendukung dan munculnya perilaku
saling melempar tanggungjawab antar anggota. Perilaku kompetitif
menyebabkan peran saling mendukung antar anggota kurang terjalin sehingga
28
pencapaian target penjualan tidak merata antar anggota dan member dampak
pada capaian tujuan bersama yang kurang maksimal. Hal ini juga dinyatakan
oleh Tjosvold, Yu, & Hui, (2004) bahwa situasi kooperatif berkorelasi positif
dengan pencapaian tujuan individu, sementara situasi kompetitif berkorelasi
negatif dengan pencapaian tujuan individu. Penelitian menunjukkan bahwa tim
yang sangat kooperatif lebih aktif mendiskusikan pandangan yang berlawanan
sehingga perilaku ini mengarahkan pada kinerja tim dan inovasi tim (Tjosvold,
1988).
Upaya untuk meningkatkan kualitas kerjasama tim dapat dilakukan dengan
memberikan intervensi yang melibatkan anggota tim kerja. Berdasarkan uraian di
atas, intervensi berupa pelatihan membangun tim (team building) diberikan
sebagai langkah untuk membantu meningkatkan kualitas kerjasama tim pada
karyawan penjualan Divisi Y di perusahaan distribusi. Pelatihan membangun tim
dianggap mampu meningkatkan kualitas kerjasama tim karena merupakan
sebuah proses pembelajaran dengan pendekatan eksperimental yang bertujuan
untuk meningkatkan fungsi internal kelompok seperti kerjasama di antara
sesama anggota tim, meningkatkan kualitas komunikasi dan mengurangi konflik
disfungsional (Kreitner & Kinicki, 2008).
D. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan pemahaman terhadap permasalahan
peneletian diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah ada
peningkatan skor kualitas kerjasama tim setelah mengikuti pelatihan “We Are
Excellent Team” pada karyawan penjualan.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji tentang dua variabel, yaitu:
1. Variabel tergantung : Kualitas Kerjasama Tim
2. Variabel bebas : Pelatihan Membangun Tim (Team Building)
B. Definisi Operasional
Definisi operasional dari kedua variabel yaitu motivasi kerja dan pelatihan
etos kerja akan diuraikan sebagai berikut.
1. Kualitas Kerjasama Tim
Kualitas kerjasama tim merupakan kolaborasi antar anggota tim kerja
yang saling mengembangkan hubungan efektif sebagai upaya bersama untuk
mencapai tujuan tertentu. Kerjasama tim yang berkualitas ditandai oleh rasa
memiliki tujuan bersama serta kemampuan saling mengembangkan hubungan
yang efektif antar anggota tim untuk mencapai tujuan. Kualitas kerjasama tim
yang dibahas dalam penelitian ini mengacu pada teori Hoegl dan Geumenden
(2005), dan peneliti memfokuskan penelitian ini pada aspek komunikasi dan
dukungan yang didasarkan pada hasil asesmen dan urgensitas dalam
meningkatkan kualitas kerjasama tim pada karyawan bagian penjualan. Kualitas
kerjasama tim akan diukur dengan skala likert yang berkisar dari rentang skor
satu sampai tujuh pada setiap aitem. Semakin tinggi skor menunjukkan bahwa
kerjasama tim yang terjalin memiliki kualitas yang sangat baik dan semakin
30
rendah skor menunjukkan bahwa kerjasama tim yang memiliki kualitas yang
kurang baik.
2. Pelatihan Membangun Tim
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelatihan membangun tim
(team building). Pelatihan membangun tim diberikan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas kerjasama tim dengan membangun konsep tim kerja yang
efektif pada diri karyawan. Pelatihan ini dirancang khusus untuk meningkatkan
pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan karyawan yang berkaitan dengan
membangun tim sebagai upaya meningkatkan kualitas kerjasama. Pada pelatihan
ini karyawan akan diperkenalkan dengan konsep kerjasama dalam tim dan cara
meningkatkan kualitas kerjasama untuk mencapai tujuan. Pelatihan membangun
tim diharapkan mampu menggerakkan karyawan untuk mengembangkan
kerjasama yang berkualitas, memiliki kemampuan untuk membangun kerjasama
tim yang solid untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengetahuan dan
pengalaman yang dibagikan dalam pelatihan ini diharapkan mampu
meningkatkan wawasan, cara pandangan, dan keyakinan karyawan terhadap
pentingnya memiliki kerjasama tim yang berkualitas, sehingga tercipta perilaku
kerja yang lebih baik, lebih sehat dan bermanfaat, serta menjadikan karyawan
lebih mampu menghadapi situasi pekerjaan yang penuh tantangan. Adapun
susunan modul pelatihan membangun tim mengacu pada rumusan aspek
kualitas kerjasama tim dari Hoegl dan Geumenden (2005) yang oleh peneliti
kemudian dispesifikkan membahas pada dua hal utama, yakni komunikasi dan
dukungan.
31
C. Partisipan
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposif,
di mana peneliti menghubungi pihak perusahaan yang menjadi tempat
pengambilan sampel penelitian untuk mendelegasikan karyawan yang bersedia
mengikuti proses pelatihan selama kurang lebih 4 jam dengan ciri partisipan
diantaranya kurang mampu menyampaikan pendapat, ide dan gagasan secara
terbuka kepada orang lain; memiliki pengetahuan yang minim terkait cara
berkomunikasi dalam tim kerja; kurang mampu membangun hubungan
interpersonal dengan rekan kerja; cenderung bersikap acuh pada masalah tim
kerja; serta merupakan kelompok karyawan bagian penjualan yang tidak mampu
mencapai target omset minimal dua kali berturut-turut. Peneliti menggunakan
teknik purposive sampling di mana pengambilan sampel sumber data didasarkan
atas pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016). Alasan menggunakan teknik
Purposive Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang
sesuai dengan fenomena yang diteliti sehingga peneliti memilih teknik ini dalam
penelitian.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 karyawan bagian penjualan
produk kebutuhan rumah tangga. Adapun rangkaian pengambilan sampel
penelitian dimulai dari pengisian kuesioner kualitas kerjasama tim sebagai data
prates, pemberian pelatihan “We are Excellent Team”, pelaksanaan pascates,
serta proses tindak lanjut.
32
D. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen kuasi. Desain
penelitian yang digunakan adalah one group pretest posttest design di mana
terdapat prates sebelum diberi perlakuan dan pascates setelah diberi perlakuan
(Sugiyono, 2001). Senada dengan pernyataan tersebut, Arikunto (2002)
menyatakan bahwa one group pretest posttest design adalah penelitian yang
dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen
dengan satu kelompok subjek. Sugiyono (2001) menyatakan bahwa desain ini
merupakan desain yang tepat dan akurat untuk digunakan membandingkan hasil
dari sebuah perlakuan yang diberikan dalam sebuah penelitian, sehingga
penggunaan desain penelitian ini dianggap peneliti sesuai dengan tujuan
penelitian yakni mengetahui ada atau tidaknya peningkatan skor kualitas
kerjasama tim pada karyawan penjualan setelah mengikuti pelatihan “We
Are Excellent Team”.
Rancangan penelitian one group pretest posttest design (Sugiyono, 2008)
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. One group pretest posttest design
Keterangan :
O1 : Pengukuran pertama (prates)
X : Perlakuan (pelatihan “We are Excellent Team”)
O2 : Pengukuran kedua (pascates)
O3 : Pengukuran ketiga (tindak lanjut)
O1 X O2 O3
33
Berdasarkan desain penelitian tersebut, peneliti membagikan kuesioner
kualitas kerjasama tim pada partisipan penelitian satu minggu sebelum pelatihan
“We Are Excellent Team” dilakukan. Hal ini ditujukan untuk mengukur kualitas
kerjasama tim karyawan pada kondisi awal sebelum diberi perlakukan, yakni
pada tanggal 12 - 13 Oktober 2019. Sumber data sekunder prates lainnya adalah
pengisian lembar evaluasi pembelajaran yang berisi tes pengetahuan untuk
mengetahui pemahaman partisipan mengenai kualitas kerjasama tim dan
membangun tim. Data sekunder ini dibagikan tepat pada saat pelaksanaan
perlakuan yakni sebelum pelatihan “We Are Excellent Team” dimulai. Pada akhir
sesi pelatihan, partisipan kembali diminta untuk mengisi lembar evaluasi
pengetahuan menggunakan alat ukur yang sama. Selanjutnya, partisipan diminta
untuk mengisi kuesioner kualitas kerjasama tim kembali setelah dua minggu
pelatihan. Kegiatan ini dilaksanakan guna melihat perubahan kualitas kerjasama
tim pada karyawan setelah mengikuti pelatihan “We Are Excellent Team” dan
disusul dengan proses tindak lanjut.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai metode, antara lain yaitu:
1. Wawancara
Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah jenis wawancara
dalam kategori in-dept interview di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur (Sugiyono, 2012). Tujuan
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
34
terbuka, di mana pihak yang di ajak diminta pendapat dan ide-idenya dan
peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang di kemukakan oleh
informan.
Proses wawancara diawali dengan membuat kesepakatan terlebih dahulu
dengan informan penelitian mengenai waktu untuk dapat melakukan wawancara.
Wawancara dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan diberikan. Wawancara
sebelum pelatihan ditujukan untuk mendapatkan inforrnasi awal tentang
permasalahan atau isu yang terjadi sehingga peneliti mendapatkan inti pokok
permasalahan yang sebenarnya. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara
kepada pimpinan perusahaan untuk mengetahui kondisi permasalahan yang
lebih lengkap selama proses kerja.
Setelah pelatihan dilakukan, peneliti melakukan wawancara tindak lanjut
kepada atasan langsung dari karyawan yang bersangkutan untuk memperoleh
informasi yang mendukung hasil kuesioner penelitian tentang kualitas kerjasama
tim, setelah diberikan perlakuan berupa pelatihan “We are Excellent Team”. Hasil
wawancara tersebut akan digunakan sebagai dasar pembuatan latar belakang
masalah penelitian dan pembahasannya untuk memudahkan peneliti menarik
kesimpulan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2. Observasi
Metode observasi yang digunakan adalah observasi partisipatif di mana
dalam proses mengobservasi peneliti terlibat langsung dengan kegiatan yang
dilakukan oleh subjek penelitian (Sugiyono, 2012). Dalam hal ini, observasi
dilakukan kepada peserta selama proses pelatihan “We are Excellent Team”
berlangsung. Aspek yang diamati antara lain dituangkan kedalam lembar
35
evaluasi reaksi yang terdiri dari pengamatan terhadap kedisiplinan dan keaktifan
peserta pelatihan serta perhatian peserta selama pelatihan. Alat pencatatan
menggunakan behavioral checklist yaitu metode dalam observasi yang mampu
memberikan keterangan mengenai perilaku yang muncul atau tidak, dengan
menandakan tanda cek (√) jika perilaku yang diamati muncul pada partisipan
(Herdiansyah, 2009).
3. Kuesioner
Kuesioner utama dalam penelitian ini adalah kuesioner kualitas kerjasama
tim yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas kerjasama tim karyawan
selama bekerja. Kuesioner diberikan satu minggu sebelum dan dua minggu
sesudah kegiatan pelatihan dilaksanakan. Kuesioner ini berisikan enam aspek
teori kualitas kerjasama tim dari teori Hoegl dan Guemenden (2001) yaitu
komunikasi, koordinasi, keseimbangan kontribusi antar anggota, dukungan,
usaha, dan kohesivitas. Kuesioner terdiri dari 29 butir item pernyataan, dengan
model pilihan jawaban menggunakan skala Likert yang bergerak dari angka satu
sampai tujuh. Skor 1 menunjukkan jawaban sangat tidak setuju (STS),
sementara skor 7 menunjukkan jawaban sangat setuju (SS). Skor 1 merupakan
tanda skor terendah yang bisa menunjukkan motivasi semakin rendah,
sementara skor 7 merupakan skor tertinggi yang menunjukkan tingkat motivasi
tinggi. Adapun rincian sebaran item pada kuesioner kualitas kerjasama tim yang
digunakan adalah sebagai berikut :
36
Tabel 1. Blueprint Kuesioner Kualitas kerjasama tim Aspek Aitem
Komunikasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Koordinasi 8, 9, 10, 11
Keseimbangan Kontribusi Anggota 12, 13
Dukungan 14, 15, 16, 17, 18, 19
Usaha 20, 21, 22
Kohesivitas Tim 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29
JUMLAH AITEM TOTAL 29
4. Kuesioner lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner evaluasi
pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman
karyawan terhadap kualitas kerjasama tim yang dipaparkan dalam pelatihan
“We are Excellent Team”. Kuesioner tersebut dijadikan sebagai prates dan
pascates pada hari pelaksanaan pelatihan. Pengukuran ini difungsikan
sebagai langkah evaluasi pembelajaran dari sesi pelatihan yang sudah
diselenggarakan.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui dampak dari pelatihan “We are
Excellent Team” dalam meningkatkan kualitas kerjasama tim pada karyawan.
Penelitian ini menggunakan tiga tahapan yang disusun secara umum untuk dapat
melakukan penelitian eksperimen, berikut adalah tahapan yang akan dilakukan :
1. Persiapan Penelitian
a. Perkenalan dan Perijinan dengan Perusahaan
Peneliti memulai perkenalan dengan pihak manajemen perusahaan
melalui sebuah wawancara via telepon untuk menjelaskan tentang tujuan
dan alur penelitian yang akan dilangsungkan. Setelah perkenalan dilakukan
dan memperoleh ijin penelitian, peneliti kemudian menyerahkan surat
37
permohonan izin penelitian kepada pihak manajemen perusahaan.
b. Studi Lapangan
Tahap ini merupakan tahap pencarian data awal yang dilakukan dengan
proses wawancara kepada pimpinan dan beberapa karyawan pada posisi
jabatan bagian penjualan untuk mengumpulkan informasi permasalahan
yang terjadi di tempat kerja.
c. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan skala Kualitas Kerjasama Tim
(TWQ) milik Hoegl dan Geumenden yang kemudian diadaptasi langsung oleh
Cahyadi (2012). Sementara untuk kuisioner membangun tim juga secara
langsung disusun oleh peneliti yang difungsikan untuk mengetahui hasil
pembelajaran dari subjek atas pelatihan yang telah diberikan.
d. Penyusunan Modul Pelatihan
Modul intervensi pelatihan membangun tim merupakan rancangan
peneliti. Modul disusun berdasarkan kebutuhan peserta yang disesuaikan
dari permasalahan-permasalahan yang ditemukan oleh peneliti terkait
kerjasama tim. Setiap sesi pelatihan disesuaikan dengan karakter responden
dan tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti pada pelatihan yang diberikan.
e. Professional Judgement
Professional judgement ditujukan agar peneliti mengetahui bahwa modul
pelatihan yang akan disajikan sudah selaras dengan tujuan penelitian.
Proses professional judgement dilakukan oleh psikolog, sebagai seorang
yang ahli dan memiliki kemampuan dalam bidang pelatihan yang sama.
38
f. Menetapkan Partisipan Penelitiaan
Partisipan penelitian ditetapkan oleh pihak manajemen perusahaan
sesuai dengan kriteria yang diajukan sebelumnya oleh peneliti. Setiap
partisipan adalah karyawan bagian penjualan yang dianggap memiliki salah
satu atau lebih dari satu ciri partisipan yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan dalam penelitian.
g. Menentukan Trainer
Kualifikasi trainer yang ditentukan oleh peneliti antara lain profesional,
berpengalaman mengisi acara pelatihan di lingkungan perusahaan, sudah
memahami tentang materi kualitas kerjasama tim, dan mampu menguasai
modul pelatihan membangun tim yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Informed consent diberikan kepada peserta yang ditentukan sebelumnya
oleh pihak perusahaan sesuai dengan kriteria subjek penelitian.
b. Pemberian prates yang berisi materi kualitas kerjasama tim dan
membangun tim untuk mengukur sejauh mana partisipan mengetahui dan
memahami cara meningkatkan kualitas kerjasama tim.
c. Pelatihan membangun tim diberikan kepada kelompok eksperimen
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kerjasama tim. Pelatihan
membangun tim ini mengacu pada enam aspek kualitas kerjasama tim dari
Hoegl dan Geumenden (2005). Adapun rancangan kegiatan pelatihan yang
terlampir dalam modul digambarkan dalam tabel berikut:
39
Tabel 2. Rancangan pelatihan membangun tim “We Are Excellent Team” SESI SASARAN MATERI DURASI
I Pembukaan
• Peserta, trainer dan fasilitator saling mengenal dan membangun rapport
• Peserta mengetahui tujuan pelatihan dan aturan selama pelatihan
• Peserta membentuk dan memberi identitas tim
• Pembukaan • Perkenalan • Overview pelatihan • Kontrak belajar • Pre-test • Pembentukan kelompok • Membuat yel-yel tim !
30 menit
II Membangun tim I (Definisi umum
kerjasama, manfaatnya,
tahapan perkembangan
tim)
• Peserta memahami konsep kerjasama
• Peserta menyadari arti penting memiliki kerjasama dalam tim
• Peserta mengetahui dan memahami hal-hal penting untuk membangun kerjasama yang berkualitas
• Peserta mampu mengevaluasi perkembangan timnya saat ini
• Mengisi lembar “Kami Adalah Tim”
• Definisi kerjasama • Manfaat kerjasama • Pembahasan tahapan
perkembangan tim • Bermain ”Sarung Ajaib”
40 menit
Membangun tim II
(Pengantar
Komunikasi Interpersonal, Keterbukaan,
Sikap mendukung)
• Peserta mengetahui dan memahami konsep komunikasi interpersonal
• Peserta mengetahui dan memahami konsep sikap terbuka dalam komunikasi interpersonal
• Peserta mengetahui dan memahami konsep sikap mendukung dalam komunikasi interpersonal
• Simulasi “komunikasi interpersonal”
• Pembahasan terkait
definisi dan pentingnya komunikasi interpersonal dalam kerjasama tim
• Pembahasan terkait pentingnya bersikap terbuka dalam berkomunikasi
• Pembahasan terkait pentingnya sikap mendukung dalam komunikasi
60 menit
Membangun tim III
“Mengembangkan Dukungan dalam
Kerjasama Tim”
• Peserta mengetahui dan memahami konsep dukungan untuk membentuk kerjasama tim yang berkualitas
• Peserta memahami cara untuk saling mendukung dalam bekerja tim
• Energizer “Coba Tebak” • Pembahasan terkait
konsep dukungan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
kerjasama tim • Bermain “Membangun
Istana Megah” • Lembar kerja “Catatan
untuk Kamii”
65 menit
V Penutupan
Mengetahui seberapa besar pengaruh pelatihan yang bisa diterima oleh peserta
• Debrief • Post-test • Mengisi lembar evaluasi • Penutupan
20-25 menit
40
d. Pascates (evaluasi reaksi dan evaluasi pembelajaran). Pengukuran pasca
pelatihan ditujukan untuk mengetahui efektivitas pelatihan dengan
memperhatikan hasil belajar dari subjek dan hasil evaluasi dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi untuk proses pelatihan selanjutnya.
e. Tindak lanjut
Pelaksanaan tindak lanjut dilakukan dua kali setelah pelatihan diberikan.
Tindak lanjut pertama dan kedua dilakukan dengan memberikan skala
kualitas kerjasama tim pada peserta pelatihan. Tindak lanjut pertama
dilakukan tujuh hari setelah pelatihan dilakukan, sementara tindak lanjut
kedua dilakukan setelah tiga minggu pelatihan. Pelaksanaan tindak lanjut
ditujukan untuk mengetahui perkembangan yang terjadi pada partisipan
dalam kelompok eksperimen terkait kerjasama tim setelah diberikan
pelatihan “We are Excellent Team”.
3. Analisis Data
Proses ini merupakan proses olah data yang ditujukan untuk menyusun
laporan penelitian secara utuh guna mengetahui dampak dari intervensi yang
telah dilaksanakan pada subjek penelitian.
G. Teknik Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
bantuan dari program SPSS 24.0 for windows. Penelitian ini menggunakan uji
non parametrik dengan teknik analisis Friedman dan Wilcoxon. Uji non
parametrik digunakan dalam penelitian ini karena asumsi distribusi normal tidak
terpenuhi akibat jumlah partisipan dalam penelitian yang cenderung sedikit dan
41
terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan uji parametrik.
Adapun rincian teknik analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Uji Friedman
Uji Friedman dilakukan untuk mengetahui perbedaan lebih dari dua
kelompok sampel yang saling berhubungan. Dalam penelitian ini, terdapat tiga
kelompok sampel yang saling berhubungan, yakni prates, pascates, dan tindak
lanjut. Uji Friedman digunakan untuk mengetahui perbedaan skor kualitas
kerjasama tim pada ketiga pengukuran yang saling berhubungan tersebut.
2. Uji Wilcoxon
Uji Wilcoxon ditujukan untuk mengukur signifikansi perbedaan antara dua
kelompok data berpasangan tetapi berdistribusi tidak normal. Dalam penelitian
ini, dua kelompok data berpasangan yang dimaksud adalah data sebelum dan
sesudah pelatihan. Uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui perbedaan skor
kualitas kerjasama tim pada kelompok eksperimen antara sebelum dan sesudah
diberikan pelatihan “We are Excellent Team”.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan
1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan penjualan pada salah satu
perusahaan distribusi di Bogor yang telah beroperasi sejak tahun 2005.
Perusahaan ini telah menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan produksi,
seperti produk makanan, kebutuhan rumah tangga harian dan berbagai barang
lainnya. Perusahaan ini bergerak dengan melakukan penjualan dan penyaluran
barang-barang hingga sampai ke berbagai toko yang menjadi mitra perusahaan.
Kesuksesan proses penjualan dan penyaluran berbagai produk yang menjadi
komoditi dalam perusahaan menjadi tanggungjawab karyawan penjualan pada
masing-masing divisi dalam perusahaan ini. Tercapainya target omset penjualan
dan meningkatnya jumlah penjualan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan. Hal ini menjadikan karyawan penjualan sebagai pemegang peran
penting yang bekerja langsung menuju konsumen guna mencapai tujuan yang
dikehendaki oleh perusahaan. Guna mencapai hal tersebut, kemampuan bekerja
sebagai tim yang berkualitas dianggap mampu mendorong tiap karyawan
penjualan dalam mencapai target omset dengan lebih mudah dan konsisten,
sehingga dalam penelitian fokus intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas kerjasama tim pada Divisi Y di Perusahaan Distribusi.
43
2. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian yang dilakukan sebelum proses pengambilan data
antara lain meliputi perkenalan dan pengajuan ijin penelitian, identifikasi
masalah, penyusunan alat ukur, mempersiapkan modul, hingga persiapan
pelatihan dan memastikan kesediaan dari partisipan. Adapun persiapan tersebut
akan dijelaskan lebih lanjut melalui rincian sebagai berikut.
a. Perkenalan dan Pengajuan Ijin Penelitian
Penelitian ini diawali dengan memulai perkenalan dengan pihak
manajemen perusahaan melalui sebuah wawancara via telepon untuk
menjelaskan tentang tujuan dan alur penelitian yang akan dilangsungkan.
Setelah perkenalan dilakukan dan memperoleh ijin penelitian, peneliti
kemudian menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada pihak
manajemen perusahaan.
b. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini peneliti melakukan asesmen awal guna mencari
informasi mengenai permasalahan yang terjadi di lingkungan kerja
karyawan bagian penjualan. Asesmen dilakukan melalui wawancara
kepada atasan dan pimpinan divisi di perusahaan ini. Selain itu, peneliti
juga melakukan komunikasi tindak lanjut dengan salah satu atasan untuk
mengetahui informasi mengenai kualitas kerjasama tim yang terbentuk
setelah pelatihan diberikan.
c. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner kualitas kerjasama tim. Kuesioner ini merupakan kuesioner
44
adaptasi dari penelitian Cahyadi (2012) yang didasarkan atas teori Hoegl
dan Geumenden (2001). Kuesioner kualitas kerjasama tim yang disajikan
berisikan aspek-aspek yang dianggap menggambarkan kerjasama tim
yang berkualitas yang terdiri dari unsur komunikasi, koordinasi,
keseimbangan kontribusi anggota, dukungan, usaha, dan kohesivitas.
Kuesioner ini telah diuji validitas dan reabilitasnya. Koefisien reliabilitas
yang terdapat pada kuesioner ini sebesar 0,936 dengan tingkat korelasi
item memiliki skor total pada rentang nilai -0,90 hingga 0,768.
Berdasarkan pada kajian Kaplan dan Sacuzzo (1997), koefisien reliabilitas
yang berkisar antara 0,70 dan 0,80 dinyatakan cukup baik untuk
digunakan pada sebuah penelitian, sehingga peneliti menggunakan
kuisioner ini untuk mengukur kualitas kerjasama tim.
Selain kuesioner tersebut, peneliti juga mempersiapkan kuesioner
untuk mengukur pemahaman kerjasama tim yang berkualitas saat
pelaksanaan pelatihan. Pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner
disusun oleh peneliti dengan mengacu pada pembahasan kualitas
kerjasama tim dari Hoegl dan Geumenden (2001). Kuesioner ini
difungsikan sebagai bentuk evaluasi pembelajaran dari proses pelatihan
yang diberikan, dengan menampilkan 10 item pernyataan dan pilihan
jawaban benar atau salah.
d. Modul
Modul pelatihan dalam penelitian ini merupakan modul yang
dirancang dan disusun sendiri oleh peneliti. Isi materi dalam modul
pelatihan disesuaikan dengan temuan permasalahan kualitas kerjasama
45
tim yang terjadi pada karyawan bagian penjualan disebuah perusahaan
distribusi, yakni komunikasi dan dukungan antar karyawan penjualan.
Ditinjau dari hasil temuan tersebut, kedua permasalahan yang disebutkan
diatas merupakan aspek yang terdapat pada kualitas kerjasama tim dari
teori Hoegl dan Geumenden (2001). Setelah melakukan penyesuaian
antara permasalahan dengan sasaran pelatihan, peneliti kemudian
merancang dan menyusun modul secara sistematis. Peneliti memilih
materi yang mudah untuk dipahami dan diaplikasikan kembali oleh para
karyawan sehari-hari dengan menambahkan permainan dan lembar kerja
berkelompok, serta melakukan simulasi (role play) terkait komunikasi
interpersonal antar rekan kerja. Peneliti juga melakukan penyesuaian
pada energizer yang diberikan kepada partisipan dengan penugasan
membuat yel-yel kelompok pelatihan agar energi peserta dapat
terbangun sesuai harapan. Penggunaan waktu pelaksanaan setiap sesi
disesuaikan dengan sasaran dan jumlah waktu yang diberikan oleh pihak
perusahaan. Pelatihan ini menggunakan berbagai metode antara lain,
ceramah, diskusi, lembar kerja, permainan, dan simulasi (role play).
Setelah penyusunan modul selesai dilakukan, peneliti mengajukan modul
kepada dua orang dosen berlatar belakang psikolog untuk membantu
melakukan proses professional judgement. Selanjutnya, peneliti
melakukan validasi modul kepada salah seorang atasan agar pihak
perusahaan memiliki pemahaman yang sama tentang konsep pelatihan
yang menjadi isi modul dan akan diberikan kepada karyawan.
46
e. Persiapan Pelatihan
Persiapan pelatihan dimulai dengan melakukan koordinasi dengan
trainer yang ditunjuk sebagai pengajar. Koordinasi tersebut membahas
tujuan dan sasaran pelatihan, serta isi modul yang akan disampaikan
pada kegiatan pelatihan. Koordinasi dilakukan secara rutin agar pelatih
memiliki pemahaman yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
mampu menyampaikan isi modul sesuai harapan peneliti. Trainer dalam
penelitian ini telah memenuhi sebagian kualifikasi yang ditetapkan,
seperti memiliki pengalaman mengisi pelatihan khususnya bidang
psikologi, dan memahami tentang konsep kerjasama tim yang
berkualitas. Trainer merupakan praktisi psikologi yang pernah
memberikan materi pelatihan terkait komunikasi interpersonal dan
membangun tim, sehingga hal ini mendukung untuk lebih mudah
melakukan transfer ilmu kepada peserta perlatihan. Meskipun trainer
telah menguasai materi pelatihan yang akan diberikan, trainer tetap
berupaya melakukan penyesuaian kembali karena poin-poin penting yang
perlu ditekankan sebagai pokok permasalahan dalam pelatihan ini dibuat
berdasarkan kondisi aktual peserta. Selama pelatihan berlangsung,
trainer didampingi oleh dua orang observer yang merupakan mahasiswi
Magister Psikologi Profesi bidang Psikologi Industri dan Organisasi yang
berkompeten untuk menjadi observer dalam pelatihan. Selain itu,
persiapan juga ditempuh dengan menentukan lokasi pelaksanaan
pelatihan yang dianggap mampu memenuhi kenyamanan seluruh pengisi
kegiatan, yakni di ruang pelatihan rumah kolaborasi Kota Bogor. Lokasi
47
ini dipilih atas pertimbangan ruangan telah memiliki fasilitas pendukung
untuk mengadakan kegiatan pelatihan, seperti kapasitas ruang yang luas
dan mampu menampung sesuai jumlah peserta, memadai untuk
melakukan aktivitas permainan dalam sesi pelatihan, serta tersedia
peralatan yang menunjang proses pelatihan antara lain proyektor,
pengeras suara, papan tulis, dan meja kursi untuk peserta.
f. Memberi Informed Consent
Partisipan pelatihan merupakan karyawan penjualan pada divisi kerja
yang menurut penilaian dan pengamatan atasan memiliki kerjasama tim
yang kurang maksimal. Partisipan yang dijadikan sebagai kelompok
eksperimen dalam penelitian ini berjumlah 10 orang karyawan yang
berasal dari bagian penjualan produk kebutuhan ruumah tangga. Tujuan
dari memberikan informed consent adalah untuk mengetahui kesediaan
partisipan dalam mengikuti seluruh proses penelitian yang akan
dilakukan. Selain itu, peneliti juga menyampaikan bahwa kerahasiaan dari
partisipan penelitian pasti akan terjaga karena hal itu telah diatur dalam
kode etik psikologi dan peneliti pun menjalankannya.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Pelaksanaan Prates
Prates dilaksanakan satu minggu sebelum pelatihan dilaksanakan.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 12 – 13 Oktober 2019, di mana
kuesioner kualitas kerjasama tim disebarkan kepada karyawan penjualan
kebutuhan rumah tangga yang ditetapkan sebagai partisipan pelatihan. Adapun
48
gambaran umum partisipan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Demografi Partisipan
Klasifikasi Jumlah Persentase
Usia
≤ 25 tahun 2 20%
26 – 35 tahun 6 60%
36 – 45 tahun 2 20%
46 – 55 tahun 0 0% JUMLAH 10 100%
Lama
Bekerja
½ – 1 tahun 3 30,0%
1 - 2 tahun 3 30,0%
2 - 5 tahun 3 30,0%
> 7 tahun 1 10,0%
JUMLAH 10 100%
Tingkat Pendidikan
SMA/SMK/MA 5 50,0%
D1 2 20,0%
D3 3 30,0%
S1 0 0,0%
S2 0 0,0%
JUMLAH 10 100%
Tabel ini menampilkan karakteristik responden yang menjadi partisipan
penelitian. Profil responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini dijabarkan
berdasarkan tiga kategori yaitu usia, lama bekerja dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas partisipan merupakan
karyawan berusia 26 – 35 tahun yaitu sebanyak 60%. Selanjutnya berdasarkan
lama kerja karyawan cenderung terbagi secara merata, yakni telah bekerja
selama 6 bulan sampai 5 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas
partisipan merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan SMA/SMK/MA
sebanyak 50%.
Kuesioner kualitas kerjasama tim yang disebarkan sebagai prates
berjumlah 10 kuesioner dan seluruhnya berhasil kembali kepada peneliti.
49
Pembagian kuesioner prates disesuaikan dengan jumlah partisipan dalam
penelitian ini, yakni 10 orang karyawan bagian penjualan. Berikut kategorisasi
hasil prates kualitas kerjasama tim dari setiap partisipan.
Tabel 4. Distribusi Skor Prates Kuesioner Kualitas Kerjasama Tim per-Subjek
Skor Kategori Kelompok Eksperimen
% Partisipan Kategori
X > 165
137 ≤ X ≤ 165
X < 137
Tinggi
Sedang
Rendah
50%
50%
0%
AR Sedang
MS Tinggi
LS Tinggi
RE Tinggi
C Sedang
AN Sedang
MK Tinggi
HE Sedang
IE Tinggi
SL Sedang
Jumlah 100% 10
Berdasarkan tabel kategorisasi di atas, hasil prates kualitas kerjasama tim
pada kelompok eksperimen menunjukkan hasil berimbang antara kategori
sedang dan tinggi yaitu masing-masing sebanyak 5 orang (50,0%). Hal ini dapat
diasumsikan bahwa partisipan beranggapan kerjasama tim yang terjalin didalam
bidang kerjanya sudah memiliki kualitas yang cukup baik jika ditinjau secara
kuantitatif. Atasan dari kelompok partisipan menyatakan bahwa kondisi ini masih
perlu ditingkatkan agar setiap karyawan memiliki kemampuan yang setara dalam
menjalin kerjasama tim, sehingga kualitas kerjasama yang terjalin diharapkan
semakin baik dari sebelumnya.
50
2. Pelaksanaan Pelatihan “We are Excellent Team”
Pelatihan “We are Excellent Team” dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober
2019 di ruang pelatihan rumah kolaborasi Kota Bogor. Sesuai kesepakatan
dengan pihak manajemen, pelatihan dimulai pada pukul 13.00 WIB untuk
menunggu karyawan bagian penjualan yang menjadi partisipan menyelesaikan
pekerjaannya terlebih dahulu. Kegiatan pelatihan “We are Excellent Team”
diawali dengan perkenalan tim peneliti kepada peserta, kemudian dilanjutkan
dengan memperkenalkan trainer dan doa bersama sebelum memulai kegiatan
pelatihan. Masuk pada sesi pembukaan, trainer memulai pelatihan dengan
menyampaikan kontrak belajar hingga disepakati bersama para peserta, dan
dilanjutkan dengan pengisian lembar prates evaluasi pembelajaran. Selanjutnya,
trainer memberikan gambaran umum mengenai kegiatan dalam pelatihan yang
akan dijalankan. Trainer kemudia mengajak peserta untuk membentuk kelompok
dan meminta peserta membuat yel-yel kelompok sebagai identitas timnya,
kemudian memperagakannya. Tujuan dari pembuatan yel-yel tersebut selain
untuk mencairkan suasana antar peserta yang baru pertama kali mengikuti
kegiatan pelatihan, juga ditujukan untuk meningkatkan kekompakan peserta
melalui pembentukan identitas kelompoknya. Berdasarkan hasil observasi,
peserta dapat menikmati kegiatan tersebut dengan tertawa bersama sebelum
memulai kegiatan belajar. Setelah masing-masing kelompok menunjukkan yel-yel
kelompoknya, trainer memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang dianggap kurang jelas sebelum memulai materi.
Mengawali sesi “Membangun tim I”, masing-masing kelompok diberi lembar
kerja “Kami Adalah Tim”. Trainer lalu meminta tiap kelompok mendiskusikan
51
nama tim mereka, nama setiap anggota, tujuan yang ingin dicapai bersama
dalam pelatihan, dan strategi mencapainya. Masing-masing peserta dalam tiap
kelompok saling memberi respon dan pendapatnya saat proses pengerjaan
lembar tersebut. Lembar kerja tersebut lalu dikumpulkan oleh peneliti dan
ditempelkan di papan tulis terdekat pada masing-masing kelompok. Selanjutnya,
trainer meminta setiap kelompok memberi presentasi singkat terkait identitas
kelompoknya masing-masing. Kegiatan berlanjut dengan bermain “Sarung Ajaib”.
Peserta diberikan arahan dan petunjuk permainan terlebih dahulu oleh trainer,
kemudian mulai bermain. Masing-masing kelompok berupaya menjadi pemenang
dalam permainan ini, sehingga suasana pelatihan menjadi penuh semangat.
Setelah permainan berakhir, trainer mengajak peserta untuk melakukan debrief
dilanjutkan dengan pemberian umpan balik. Trainer lalu menyampaikan materi
pertama yang terkait dengan kerjasama tim secara umum dan pentingnya
membangun kerjasama tim yang berkualitas. Sesi ini diakhiri dengan mengajak
peserta melakukan review terhadap lembar kerja “Kami adalah Tim” yang
telah diisi masing-masing kelompok, dan memberi umpan balik yang
dihubungkan dengan materi kerjasama tim.
Pukul 14.30 WIB sesi selanjutnya sudah dapat dilaksanakan. Sesi ini
merupakan sesi “Membangun tim 2” yang fokus pembahasannya adalah terkait
cara membangun komunikasi interpersonal. Sesi ini diawali dengan melakukan
simulasi yang menceritakan tentang cara karyawan berkomunikasi dalam situasi
kerja. Masing-masing kelompok diberi kasus yang sama namun memiliki peran
yang berbeda. Peran masing-masing peserta dituliskan di kertas kecil dan
dimainkan bersama kelompoknya. Pada kegiatan simulasi ini, setiap peserta
52
saling mengamati peran yang dimainkan oleh kelompok lainnya. Setelah masing-
masing kelompok bermain peran, trainer dan peserta mendiskusikan tentang
komunikasi interpersonal yang dilakukan pada saat simulasi. Trainer dan peserta
terlibat aktif dalam tanya jawab yang diantaranya membahas mengenai
Kesulitan apa yang dirasakan pada proses berkomunikasi dalam tim saat simulasi
dilakukan, hal-hal apa saja yang menghambat proses berkomunikasi dalam tim
tersebut, dan bagaimana cara peserta mengatasi kendala dan kesulitan untuk
membangun komunikasi. Trainer kemudian memberikan umpan balik dan
penguatan kepada peserta terkait pentingnya memiliki komunikasi yang
berkualitas dalam tim, selanjutnya menyampaikan materi tentang komunikasi
interpersonal, keterbukaan dan sikap mendukung dalam komunikasi.
Sesi ketiga dimulai dengan bermain “Membangun Istana Megah”. Permainan
ini ditujukan agar peserta mengetahui bentuk dukungan yang dibutuhkan untuk
membuat kerjasama tim menjadi berkualitas. Trainer memberikan instruksi dan
petunjuk permainan terlebih dahulu pada peserta, kemudian memulai permainan.
Pada permainan ini, masing-masing kelompok berupaya membangun sebuah
bangungan yang indah dan kokoh, serta menyelesaikannya dengan cepat.
Setelah permainan selesai, trainer melakukan debrief bersama peserta dan
melanjutkan pemberian materi tentang konsep dukungan yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kerjasama tim. Sesi ini diakhiri dengan membagikan lembar
“Catatan untuk Kami” kepada tiap kelompok. Semua peserta ditiap kelompok
diminta menuliskan satu hal yang akan dilakukan untuk meningkatkan
dukungannya dalam mencapai target kerja timnya sehari-hari. Lembar kerja
tersebut dibawa dan ditempelkan di ruang kerja peserta sebagai bentuk komitmen
53
diri mereka dalam upaya meningkatkan kualitas kerjasama timnya. Peserta
ditantang untuk merealisasikan sikap positif yang perlu dilakukan dalam waktu 30
hari agar setelah pelatihan selesai dilaksanakan, peserta mampu menjadi
karyawan yang memiliki kemampuan bekerjasama dalam tim yang berkualitas.
Selama proses pelatihan dimulai hingga sesi ketiga berakhir, trainer memberi
catatan-catatan tertentu pada tiap kelompok sesuai dengan dinamika yang terjadi
selama proses permainan berlangsung. Pada setiap sesinya, trainer cukup
berhasil membangun interaksi sehingga peserta ikut aktif mengutarakan
pendapat serta mendiskusikan hal-hal apa saja yang penting untuk dimiliki dan
dilakukan untuk mencapai kualitas kerjasama tim yang optimal. Trainer selalu
memberikan penguatan positif bagi peserta yang berhubungan dengan kerjasama
tim dan dikaitkan dengan kondisi kerja sehari-hari ditiap akhir sesi pelatihan.
Memasuki sesi penutupan yang menjadi sesi paling akhir dari rangkaian
pelatihan, peserta diajak untuk mengulas materi yang telah disampaikan dan
diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Kemudian, acara dilanjutkan
dengan mengisikan lembar evaluasi reaksi dan pembelajaran untuk mengetahui
hasil yang diperoleh peserta dari kegiatan pelatihan ini. Trainer dan tim peneliti
memberikan apresiasinya atas kesediaan serta kerjasama peserta dalam
mendukung pelaksanaan pelatihan ini. Penguatan untuk memiliki kerjasama tim
yang berkualitas kembali diberikan dengan memberi semangat dan membagikan
sebuah ID Card berisi kata-kata positif terkait kerjasama tim kepada setiap
peserta.
54
3. Pelaksanaan Pascates
Pengambilan data pascates kelompok eksperiman dilakukan satu minggu
setelah pelatihan dilakukan. Data pascates diambil pada tanggal 27 November
2019 dan diterima kembali oleh peneliti pada tanggal 6 November 2019. Berikut
kategorisasi hasil pascates dari kuesioner kualitas kerjasama tim yang akan
ditampilkan pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Skor Pascates Kuesioner Kualias Kerjasama Tim per-Subjek
Skor Kategori Kelompok Eksperimen
% Partisipan Kategori
X > 165
137 ≤ X ≤ 165
X < 137
Tinggi
Sedang
Rendah
80%
20%
0%
AR Tinggi
MS Tinggi
LS Tinggi
RE Tinggi
C Sedang
AN Tinggi
MK Tinggi
HE Sedang
IE Tinggi
SL Tinggi
Jumlah 100% 10
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil pascates kualitas
kerjasama tim dari kelompok eksperimen menunjukkan bahwa delapan orang
partisipan berada pada kategori tinggi (80%), sementara dua orang lainnya
berada pada kategori sedang (20%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan skor kualitas kerjasama tim pada karyawan bagian penjualan
setelah diberikan pelatihan “We Are Excellent Team” .
55
4. Pelaksanaan Tindak Lanjut
Pengambilan data tindak lanjut dilakukan tiga minggu setelah pelatihan
yaitu pada tanggal 8 – 9 November 2019. Pengambilan data tindak lanjut
dilaksanakan dengan membagikan kembali kuesioner kualitas kerjasama tim dan
melakukan proses wawancara kepada atasan karyawan bagian penjualan
sebagai pemegang jabatan yang dianggap paling mengetahui tentang
perkembangan perilaku dari partisipan kelompok eksperimen. Berikut
kategorisasi hasil tindak lanjut dari kuesioner kualitas kerjasama tim yang akan
ditampilkan pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Skor Tindak Lanjut Kuesioner Kualias Kerjasama Tim per- Subjek
Skor Kategori Kelompok Eksperimen
% Partisipan Kategori
X > 165
137 ≤ X ≤ 165 X < 137
Tinggi
Sedang Rendah
90%
10% 0%
AR Tinggi
MS Tinggi
LS Tinggi
RE Tinggi
C Sedang
AN Tinggi
MK Tinggi
HE Tinggi
IE Tinggi
SL Tinggi
Jumlah 100% 10
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil tindak lanjut kualitas
kerjasama tim dari kelompok eksperimen menunjukkan bahwa sembilan orang
partisipan berada pada kategori tinggi (90%), sementara seorang lainnya berada
56
pada kategori sedang (10%). Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
skor kualitas kerjasama tim pada karyawan bagian penjualan hingga peneliti
proses tindak lanjut dilaksanakan.
C. Analisis Data
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada peningkatan skor
kualitas kerjasama tim yang signifikan setelah dilaksanakan pelatihan “We Are
Excellent Team” pada karyawan penjualan di perusahaan distribusi “X”.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji Friedman terlebih dahulu untuk melihat
perbedaan antara skor prates, pascates, dan tindak lanjut pada kelompok
eksperimen. Selain uji tersebut, peneliti juga melakukan analisis data dengan uji
Wilcoxon untuk membandingkan skor kualitas kerjasama tim antara sebelum dan
sesudah pelatihan “We Are Excellent Team” diberikan kepada kelompok
eksperimen.
Sebelum menampilkan hasil uji hipotesis, peneliti akan memaparkan hasil
kategorisasi prates, pascates hingga tindak lanjut partisipan. Kategorisasi ini
ditujukan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada partisipan penelitian
antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan “We Are Excellent Team”.
Berikut merupakan hasil kategorisasi skor kualitas kerja sama pada kelompok
eksperimen yakni:
57
Tabel 7. Kategorisasi Prates, Pascates, dan Tindak Lanjut Kualitas Kerjasama Tim Skor Kategori N %
Prates
X > 165 Tinggi 5 50,00 137 ≤ X ≤ 165 Sedang 5 50,00
X < 137 Rendah 0 0,00 JUMLAH 10 100%
Pascates X > 165 Tinggi 8 80,00
137 ≤ X ≤ 165 Sedang 2 20,00
X < 137 Rendah 0 0,00 JUMLAH 10 100%
Tindak lanjut X > 165 Tinggi 9 90,00
137 ≤ X ≤ 165 Sedang 1 10,00
X < 137 Rendah 0 0,00 JUMLAH 10 100%
Berdasarkan tabel 7 yang berisi kategorisasi pada tiga tahap penelitian
menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen, skor kualitas kerjasama tim
mengalami peningkatan signifikan sejak prates hingga tindak lanjut dilakukan.
Hal ini dapat diartikan bahwa setelah pelatihan “We Are Excellent Team”
diberikan, partisipan cenderung mempersepsikan bahwa kerjasama tim yang
terjalin di dalam tim kerjanya memiliki kualitas yang lebih baik daripada sebelum
diberi pelatihan.
Berikut adalah perbandingan rata-rata nilai skor kualitas kerja sama
karyawan bagian penjualan pada kelompok eksperimen ditinjau dari prates,
pascates, dan tindak lanjut yang dapat dilihat pada bagan berikut:
58
Gambar 2. Bagan Rata-rata Nilai Kualitas Kerjasama Tim
Berdasarkan hasil pada Gambar 2 di atas, dapat diketahui bahwa
kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata prates sebesar 163,1. Nilai tersebut
kemudian mengalami peningkatan pada pascates sebesar 179,6. Setelah
dilakukan pengukuran ketiga kali, nilai tindak lanjut memiliki peningkatan dengan
rata-rata sebesar 176,4. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan bagian penjualan
yang diberi pelatihan “We Are Excellent Team” mengalami peningkatan skor
kualitas kerjasama tim yang konsisten menetap, yakni pada pada kategori
sedang hingga tinggi (137 ≤ X ≤ 165, X > 165).
Peneliti kemudian melakukan uji Friedman untuk melihat perbedaan skor
kualitas kerjasama tim pada kelompok eksperimen pada saat prates, pascates,
dan tindak lanjut. Pemaparannya sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Uji Friedman
Kelompok Tahap Rerata Rank
Chi Square
p Keterangan
Eksperimen prates 1,10
18,000 0,000 Signifikan pascates 2,00 tindak lanjut 2,90
163.1
173.6176.4
Eksperimen
Rata-rata Nilai Kualitas Kerja Sama Karyawan
Pra-tes Pasca-tes Follow up
59
Tabel 8 menunjukkan bahwa berdasarkan uji Friedman terdapat
perbedaan skor kualitas kerjasama tim pada partisipan saat pengukuran prates,
pascates, dan tindak lanjut. Hasil uji beda ini memiliki signifikansi kelompok
sebesar 0,000 (p < 0,05) sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis dalam
penelitian ini diterima. Selanjutnya, peneliti melakukan uji Wilcoxon untuk
mengetahui perbedaan skor kualitas kerjasama tim pada kelompok eksperimen
antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan “We are Excellent Team”.
Pemaparannya sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil Uji Wilcoxon
Variabel Tahap Rerata Z p Keterangan
Kualitas
Kerjasama Tim
prates 163,1 -2,670 0,008 Signifikan
pascates 173,6
pascates 173,6 -2,687 0,007 Signifikan
tindak lanjut 176,4
Pada hasil uji Wilcoxon di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan
signifikan pada skor kualitas kerjasama tim antara sebelum dan sesudah
diberikan pelatihan “We are Excellent Team”. Hasil menunjukkan bahwa nilai
rerata pascates lebih tinggi dari nilai prates, dan nilai rerata tindak lanjut lebih
tinggi dari nilai pascates. Ditinjau dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa pelatihan “We are
Excellent Team” mampu meningkatkan skor kualitas kerjasama tim pada
karyawan penjualan diterima oleh hasil penelitian empiris.
60
D. Pembahasan
Pelatihan “We are Excellent Team” telah diberikan kepada partisipan
penelitian yang berjumlah 10 orang karyawan. Partisipan dalam penelitian ini
merupakan karyawan penjualan dari produk kebutuhan harian rumah tangga di
sebuah perusahaan distribusi wilayah Bogor. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah pelatihan “We are Excellent Team” mampu meningkatkan
skor kualitas kerjasama tim pada karyawan bagian penjualan.
Penelitian ini semula menggunakan desain eksperimen the untreated
control group design with pretest and posttest yang merupakan bagian dari
rancangan eksperimen dua kelompok atau between subject design (Shadish,
Cook & Campbel, 2002). Dalam desain eksperimen ini, peneliti membagi
partisipan penelitian menjadi dua kelompok subjek, yakni kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok subjek terdiri dari 10 orang
karyawan bagian penjualan. Kelompok kontrol merupakan karyawan penjualan
dari divisi penjualan yang berbeda tetapi berada pada perusahaan yang sama.
Seiring berjalannya proses penelitian, desain eksperimen mengalami
penyesuaian menjadi one group pretest posttest design di mana pengukuran
dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen
dengan satu kelompok subjek. Penyesuaian ini dilakukan karena hasil analisis uji
beda antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan
perbedaan signifikan pada skor kualitas kerjasama tim ketika prates dilakukan, di
mana kelompok eksperimen memiliki nilai rerata yang lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Setelah melakukan penyesuaian pada desain eksperimen,
peneliti kemudian merundingkan hasil tersebut bersama pihak manajemen
61
perusahaan untuk menentukan kelompok karyawan bagian penjualan yang
bersedia mengikuti pelatihan “We are Excellent Team”. Penelitian kemudian
dilanjutkan dengan kesepakatan bahwa kelompok eksperimen tetap berasal dari
karyawan bagian penjualan produk kebutuhan rumah tangga. Kelompok subjek
ini dipilih atas dasar pertimbangan ditemukannya perbedaan antara analisis
permasalahan dari hasil wawancara kepada atasan dengan hasil kuesioner
kualitas kerjasama tim yang dibagikan pada saat prates, di mana hasil
wawancara menunjukkan kurangnya kerjasama tim pada kelompok eksperimen
dalam bekerja sehari-hari, sementara hasil kuesioner kualitas kerjasama tim
menunjukkan bahwa karyawan menilai kerjasama yang terjadi antar rekan dalam
tim kerjanya sudah cukup baik. Perbedaan ini diasumsikan oleh peneliti bahwa
pada dasarnya karyawan penjualan pada kelompok eksperimen mampu menjalin
kerjasama tim dengan cukup baik, namun pada kenyataannya belum mampu
mengaplikasikannya secara optimal dalam pekerjaan sehari-hari sehingga
kualitas kerjasama tim didalamnya masih perlu ditingkatkan lagi.
Asumsi dalam penelitian ini adalah partisipan yang diberikan pelatihan
“We are Excellent Team” mampu meningkatkan kualitas kerjasama tim yang
dimiliki untuk bekerja sehari-hari. Karyawan penjualan yang menjadi partisipan
pelatihan juga diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang
didapatkan sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas kerjasama tim pada
kelompok kerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelatihan
“We are Excellent Team” mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam membangun kerjasama tim yang berkualitas ditinjau dari aspek
komunikasi dan dukungan pada tim kerja. Harapan dari pelatihan ini adalah
62
dengan semakin terampilnya karyawan dalam berkomunikasi dan memberikan
dukungan pada kelompok maka akan semakin berkualitas kerjasama tim yang
terjalin antar rekan kerja sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh Sheng, Tian
dan Chen (2010) menyatakan bahwa secara teoritis, kerjasama tim yang
berkualitas mampu membawa dampak yang signifikan pada pencapaian tujuan
organisasi, diantaranya adalah peningkatan produktivitas kerja, perbaikan
kualitas layanan, meningkatnya kepuasan karyawan terhadap pekerjaan,
rendahnya absensi, dan mengurangi intensitas karyawan keluar dari perusahaan.
Pada proses tanya jawab diawal pelatihan, partisipan menyatakan bahwa
kesulitan yang dihadapi ketika bekerja dalam tim adalah kurangnya kemampuan
berbagi informasi antar karyawan terkait pekerjaan yang dihadapi di lapangan.
Hal inilah yang dianggap menyebabkan komunikasi interpersonal antar rekan
kerja cenderung pasif sehingga membawa dampak pada kemampuan untuk
saling mendukung antar karyawan penjualan. Kondisi ini diakui menjadi
penyebab beberapa karyawan bagian penjualan tidak mampu mencapai target
kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan “We are Excellent Team”
selain mampu meningkatkan skor kualitas kerjasama tim, juga dapat
meningkatkan kemampuan karyawan dalam menyampaikan keluhan, pendapat,
ide dan solusi masalah pekerjaan dibandingkan dengan sebelum pelatihan
diberikan. Peningkatan tersebut cenderung konstan dan menetap hingga
dilakukannya tindak lanjut. Peningkatan kemampuan tersebut dapat terjadi
dikarenakan partisipan pelatihan diberi kesempatan untuk mengamati, meniru,
berlatih dan diberikan feedback berkaitan dengan cara membangun komunikasi
63
interpersonal yang baik dalam bekerja. Menurut Bandura (1986) seseorang yang
diberikan model (contoh) akan cenderung memproduksi perilaku yang sama dan
memiliki motivasi untuk mengulang perilaku tersebut.
Pada dasarnya, karyawan merupakan makhluk sosial yang di dalam
melakukan pekerjaannya membutuhkan interaksi dengan orang lain, baik rekan
kerja maupun atasan mereka. Rekan kerja juga merupakan bagian dari
perwujudan salah satu teori motivasi menurut Alderfer yaitu kebutuhan akan
hubungan (relatedness Needs), di mana penekanan ada pada pentingnya
hubungan antarindividu (interpersonal relationship) dan bermasyarakat (social
relationship) (George & Jones, 2002). Salah satu aspek penting yang
mempengaruhi kualitas kerjasama tim yang baik dalam organisasi adalah
komunikasi. Komunikasi menjadi komponen dasar yang perlu diperhatikan oleh
anggota tim karena sebuah kelompok kerja yang dikatakan memiliki kerjasama
tim yang solid salah satunya dipengaruhi oleh terjalinnya komunikasi yang baik
(Ivanvech, dkk., 2000).
Secara teoritis, terjalinnya komunikasi interpersonal yang optimal
dipengaruhi oleh adanya kepercayaan antar rekan kerja (Griffin, 2001). Kualitas
kerjasama akan tercapai jika diantara pegawai dapat menumbuhkan rasa
percaya terhadap rekan kerja. Rasa percaya di antara sesama rekan kerja akan
memudahkan komunikasi dan koordinasi sehingga proses penyelesaian
pekerjaan menjadi lebih mudah. Kepercayaan merupakan harapan yang
diberikan dari satu pihak kepada pihak lainnya tanpa harus memonitor secara
langsung. Penelitian yang dilakukan oleh Sopiah (2008) telah
mengidentifikasikan lima dimensi yang mendasari konsep kepercayaan yaitu (1)
64
integritas diantaranya kejujuran dan bersikap sebenarnya (thruthfulness), (2)
kemampuan yang terdiri atas pengetahuan dan keterampilan teknis antarpribadi,
(3) konsistensi dalam menangani permasalahan/situasi, (4) kesetiaan, yaitu
kesediaan melindungi rekan kerja, dan (5) keterbukaan dengan kesediaan
berbagi gagasan dan informasi secara bebas.
Ditinjau dari lima dimensi kepercayaan di atas, kurangnya kemampuan
berbagi informasi antar karyawan pada kelompok eksperimen terkait pekerjaan
terjadi akibat kurangnya rasa percaya antar rekan kerja. Persaingan antar rekan
kerja untuk memperoleh omset penjualan per individu dianggap mempengaruhi
keterbukaan karyawan dalam berbagi informasi. Selain itu, kondisi demografi
karyawan bagian penjualan pada kelompok eksperimen yang cenderung lebih
beragam jika dilihat dari masa kerjanya juga diasumsikan mempengaruhi rasa
percaya antar rekan kerja didalamnya. Kepercayaan ini terkait dengan
pengetahuan dan pengalaman kerja masing-masing anggotanya. Kurangnya rasa
percaya pada kemampuan dan keterampilan antar rekan kerja secara tidak
langsung mempengaruhi proses interaksi yang terjadi, sehingga berdampak pada
kualitas kerjasama tim yang kurang optimal. Hal ini sejalan dengan penelitian
Cahyadi (2012) yang menemukan bahwa kepercayaan terhadap rekan kerja
yang dilandasi oleh penilaian terhadap kompetensi, pengetahuan, dan
kemampuan rekan kerja lain memberikan pengaruh paling besar terhadap
kualitas kerjasama tim.
Selanjutnya, dalam penelitian ini konsep dukungan yang dicirikan dalam
kerjasama tim yang berkualitas adalah diutamakannya kolaborasi dibandingkan
kompetisi. Pada karyawan bagian penjualan, persaingan antar anggota dalam
65
mencapai target penjualan per individu menyebabkan kurangnya kesadaran
antar karyawan untuk saling membantu dalam mencapai target tim kerja,
sehingga memberi dampak pada minimnya sikap mendukung dan munculnya
perilaku saling melempar tanggungjawab antar anggota. Pada pelatihan “We Are
Excellent Team”, konsep ini dipaparkan kedalam bentuk permainan yang
didalamnya mengutamakan kolaborasi antar tim partisipan dan diinternalisasikan
kedalam bentuk lembar kerja tim yang berisi kesediaan partisipan memberikan
dukungannya pada kinerja tim sehari-hari. Internalisasi nilai dukungan yang
dituliskan oleh setiap partisipan dilakukan guna menumbuhkan komitmen setiap
karyawan untuk saling memberi dukungan dalam pekerjaan.
Berdasarkan hasil tindak lanjut penelitian yang dilakukan melalui
wawancara kepada atasan, pelatihan “We Are Excellent Team” memberikan
dampak positif untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan pada aspek
komunikasi dan dukungan karyawan bagian penjualan yang menjadi partisipan.
Pada aspek komunikasi, karyawan yang diberi pelatihan lebih mampu
menyampaikan keluhan, pendapat, ide dan solusi masalah pekerjaan.
Keterbukaan antar karyawan dalam membagikan informasi pekerjaan menjadi
lebih aktif ketika melaksanakan briefing harian. Karyawan senior dengan masa
kerja yang lebih dari dua tahun terlibat cukup aktif dalam memberi solusi dan
masukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada rekan lainnya. Iklim saling
mendukung antar karyawan pun dirasa cukup terbangun dengan baik setelah
adanya keterbukaan informasi antar rekan kerja didalam tim kerja tersebut. Hal
ini berarti bahwa pelatihan “We are Ecellent Team” diasumsikan tidak hanya
mampu meningkatkan skor kualitas kerjasama tim, melainkan juga memberikan
66
konstribusi terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan daya dukung
antar karyawan bagian penjualan.
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai
program pelatihan yang telah dilaksanakan. Evaluasi reaksi dalam pelatihan ini
digunakan sebagai data pendukung penelitian yang berisi peninjauan kembali
keseluruhan proses pelatihan. Evaluasi ini mencakup penilaian terhadap materi,
proses penyelenggaraan, sarana, dan kemampuan trainer. Adapun rincian
masing-masing aspek penilaian adalah sebagai berikut.
1) Aspek Materi
Gambar 3. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Materi
Berdasarkan diagram evaluasi reaksi pada aspek materi diketahui bahwa
mayoritas peserta pelatihan menilai materi yang disajikan memiliki
sistematika yang sangat baik dan sesuai dengan tujuan pelatihan. Materi
yang disampaikan dalam pelatihan juga dinilai jelas dan mudah dipahami
dengan baik oleh peserta. Kejelasan isi materi dan penyampaian yang mudah
dipahami membuat peserta mampu menyerap materi dengan baik, sehingga
60%
20%
60%40%
50%40%
80%
40%60%
50%
JELAS &MUDAH
DIPAHAMI
MENAMBAHPENGETAHUAN
MANFAATUNTUK
PEKERJAAN
SISTEMATIKAPENYAJIAN
MATERI
KESEUAIANDENGANTUJUAN
Aspek Materi
Kurang Cukup Baik Sangat Baik
67
secara keseluruhan peserta menilai pelatihan yang diberikan mampu
menambah pengetahuan dan memberi manfaat bagi peserta untuk
pekerjaannya sehari-hari. Hasil ini juga diperkuat dengan feedback tertulis
yang diberikan oleh peserta kepada tim peneliti yang menyatakan bahwa
pengetahuan dan wawasan peserta terkait kerjasama tim yang berkualitas
menjadi bertambah setelah mengikuti pelatihan “We Are Excellent Team”.
2) Aspek Penyelenggaraan
Gambar 4. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Penyelenggaraan
Berdasarkan diagram evaluasi reaksi aspek penyelenggaraan diketahui
bahwa 80% peserta menilai pelatihan yang dilaksanakan sudah memiliki
persiapan yang baik. Pengelolaan waktu dan koordinasi antar tim peneliti
selama proses pelatihan juga dinilai baik oleh para peserta. Selain itu, peserta
menilai bahwa tim peneliti telah memberikan respon yang baik dalam
memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Secara keseluruhan, peserta menilai
bahwa pelatihan “We Are Excellent Team” telah diselenggarakan dengan baik
oleh tim peneliti.
10% 10%
80%70%
60%50%
20% 20%
40% 40%
PERSIAPANPELATIHAN
PENGELOLAANWAKTU
CEPAT TANGGAP KOORDINASI
Aspek Penyelenggaraan
Kurang Cukup Baik Sangat Baik
68
3) Aspek Sarana
Gambar 5. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Sarana
Berdasarkan diagram evaluasi reaksi aspek sarana diketahui bahwa
sarana yang disediakan seperti ruang pelatihan, setting meja dan kursi
peserta selama kegiatan berlangsung dinilai baik dan sesuai dengan proses
pelaksanaan pelatihan. Sebagian besar peserta menilai media serta training
kit yang digunakan untuk mendukung pelatihan telah tersedia dengan baik,
sehingga kebutuhan peserta selama proses pelatihan dapat terpenuhi.
4) Aspek Kemampuan Trainer
Gambar 6. Diagram Evaluasi Reaksi Aspek Kemampuan Trainer
30%
10%
80%
50%60%
70%
20% 20%30% 30%
KESESUAIANSARANA & PROSES
MEDIA PELATIHAN TRAINING KIT KONSUMSI
Aspek Sarana
Kurang Cukup Baik Sangat Baik
60%
50% 50% 50%
40%
50% 50% 50%
PENGUASAANMATERI
PENYAJIANMATERI
BAHASA MUDAHDIPAHAMI
INTERAKSI PADAPESERTA
Aspek Kemampuan Trainer
Kurang Cukup Baik Sangat Baik
69
Berdasarkan diagram evaluasi reaksi yang menilai tentang kemampuan
trainer diketahui bahwa sebagian besar peserta menyatakan trainer menguasi
materi pelatihan dengan baik. Penguasaan materi yang baik oleh trainer
membantunya untuk menjelaskan materi dengan mudah kepada peserta. Trainer
juga dinilai mampu membangun interaksi dengan sangat baik oleh peserta
selama proses belajar berlangsung, sehingga dengan peserta mampu menyerap
pengetahuan yang disajikan selama proses pelatihan.
F. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih memiliki berbagai keterbatasan yang disebabkan
adanya hal-hal diluar perencanaan penelitian. Penyesuaian kembali pada desain
eksperimen, tidak adanya observasi peneliti terkait perilaku yang menunjukkan
kerjasama tim dalam kelompok subjek sebelum dan sesudah perlakuan
diberikan, serta keterbatasan waktu pelatihan merupakan kendala yang
menyebabkan penelitian ini memiliki keterbatasan. Idealnya waktu pelatihan
perlu dijadwalkan lebih dari 4 jam pembelajaran, dengan penyampaian materi
yang lebih bervariasi dan penggunaan berbagai metode pembelajaran yang lebih
partisipatif sesuai dengan kondisi kerja partisipan. Kondisi partisipan yang
mengikuti pelatihan setelah menyelesaikan pekerjaannya menyebabkan
partisipan cenderung lebih pasif ketika mengikuti materi pelatihan. Hal ini cukup
mampu teratasi karena metode pembelajaran yang diberikan selama pelatihan
lebih banyak diarahkan pada aktifitas kelompok yang terdiri dari permainan,
simulasi dan pengisian lembar kerja berkelompok, sehingga sebagian besar
partisipan tetap mampu melibatkan diri secara aktif hingga akhir sesi pelatihan.
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pelatihan “We are Excellent Team” mampu
meningkatkan skor kualitas kerjasama tim pada karyawan penjualan di
perusahaan distribusi. Pelatihan ini juga mampu memberikan konstribusi
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan daya dukung antar karyawan
yang menjadi partisipan. Secara teoritis penelitian ini memperkuat asumsi bahwa
pemberian pelatihan membangun tim (team building) dapat meningkatkan
kualitas kerjasama tim dari sudut pandang dunia kerja. Bertambahnya wawasan
dan keterampilan terkait kerjasama tim yang berkualitas secara tidak langsung
merupakan langkah membangun tim kerja yang kuat sebagai bagian penting
dalam mencapai tujuan organisasi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa saran yang dapat peneliti
ajukan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya, antara
lain :
A. Untuk Peneliti Selanjutnya
1. Penyesuaian kembali pada desain eksperimen dalam penelitian ini terjadi
karena hasil analisis prates antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol berbeda secara signifikan sebelum perlakuan diberikan. Hal ini
terjadi akibat kurangnya ketelitian peneliti dalam mengontrol pelaksanaan
71
penelitian. Untuk dapat mengatasi kondisi seperti ini, peneliti selanjutnya
diharapkan mampu memberikan kontrol yang lebih ketat pada pelaksanaan
penelitian dengan mengupayakan hal-hal berikut, yakni :
a. Melakukan asesmen secara mendalam terkait kondisi aktual subjek yang
menjadi sampel penelitian guna memastikan bahwa permasalahan yang
terjadi pada subjek benar-benar relevan dengan penelitian. Salah satu
metode asesmen yang dapat digunakan untuk mengetahui secara
mendalam terkait kerjasama tim pada sampel penelitian adalah
melaksanakan FGD (Focus Discussion Group). Penggunaan metode
asesmen ini juga ditujukan untuk memastikan bahwa setiap subjek berada
dalam kondisi yang benar-benar setara.
b. Menganalisis hasil prates minimal satu minggu sebelum diberikan
perlakuan.
c. Menentukanan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah analisis
hasil prates selesai dilakukan.
2. Wawancara tindak lanjut kepada atasan partisipan yang ditujukan untuk
mengetahui adanya perbaikan atau peningkatan perilaku karyawan terkait
kerjasama tim yang berkualitas dalam penelitian ini masih perlu diperkuat
dengan metode pengukuran yang lain, seperti observasi perilaku sebelum
dan sesudah intervensi dilaksanakan.
3. Tidak adanya observasi oleh peneliti terkait perilaku yang menunjukkan
kerjasama tim pada sampel penelitian sebelum dan sesudah diberikan
intervensi menyebabkan perilaku positif yang muncul setelah dilakukan
intervensi masih perlu diuji validitasnya secara mendalam. Untuk dapat
72
memperkuat hasil penelitian maka peneliti selanjutnya dapat
mengupayakan hal-hal berikut, yakni :
a. Meningkatkan validitas internal dengan mempersiapkan instrumen berupa
observasional checklist yang berisi indikator-indikator perilaku yang
menunjukkan kerjasama tim yang berkualitas. Instrumen jenis ini dianggap
valid dan akurat untuk digunakan sebagai evaluasi level III, yakni evaluasi
perilaku.
b. Peneliti dapat melakukan observasi secara langsung pada sampel
penelitian sebelum dan sesudah intervensi diberikan menggunakan
instrumen observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
c. Apabila peneliti tidak dapat melakukan observasi sebelum dan sesudah
intervensi secara langsung akibat keterbatasan tertentu, peneliti dapat
bekerjasama dengan atasan/pimpinan partisipan untuk melakukan
pengamatan terhadap perilaku karyawan dan mengisi instrumen observasi
yang telah dipersiapkan sebelumnya.
d. Untuk mengontrol bias pada proses pengisian instrumen observasi yang
dilakukan oleh atasan/pimpinan partisipan, peneliti dapat mempersiapkan
surat pernyataan kesedian mengisi instrumen dengan sebenar-benarnya
sesuai kondisi aktual kepada atasan/pimpinan yang bersangkutan.
4. Idealnya pelaksanaan pelatihan membangun tim dilakukan lebih dari 1 hari
pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi lebih bervariasi dan
pelatihan yang diberikan benar-benar memiliki dampak positif jangka
panjang bagi karyawan maupun perusahaan.
73
5. Pada penelitian ini ditemukan asumsi bahwa kepercayaan antar rekan kerja
memoderasi salah satu aspek kualitas kerjasama tim, yakni aspek
komunikasi. Peneliti selanjutnya dapat dapat mengembangkan penelitian
lebih lanjut dengan menambahkan variabel lain, seperti kepercayaan antar
rekan kerja.
6. Intervensi yang diberikan kepada karyawan dilakukan hanya dalam waktu
yang singkat, sehingga proses internalisasi untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan dasar terkait meningkatkan kualitas
kerjasama tim masih perlu terus dilakukan. Peneliti selanjutnya dapat
melakukan upaya pengembangan pelatihan membangun tim dengan
melaksanakan outbond dan berbagai pelatihan lain yang berfokus pada
aktivitas-aktivitas berkelompok.
B. Untuk Perusahaan
Adapun saran praktis yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk
pengembangan lebih lanjut pada organisasinya, yakni :
1) Pihak manajemen perusahaan hendaknya melakukan tindak lanjut dari
kegiatan pelatihan “We Are Excellent Team”. Pihak perusahaan dapat
mengembangkan program lain seperti gathering dan outbond bagi
karyawan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kerjasama tim.
Dukungan yang diberikan oleh pihak manajemen dalam menindaklanjuti
pelatihan ini ditujukan untuk mempertahankan dan mengembangkan
perilaku positif lainnya yang dianggap mampu meningkatkan kualitas
kerjasama tim dari waktu ke waktu.
74
2) Apabila perusahaan memiliki keterbatasan tertentu dalam melaksanakan
program pengembangan berupa pelatihan dan program berkelompok
lainnya, pihak manajemen perusahaan dapat melaksanakan program
pengembangan per individu seperti coaching dan mentoring. Kelebihan dari
program-program tersebut adalah minim biaya, pimpinan dan karyawan
dapat menjalankan program tersebut secara mandiri/tanpa bantuan
konsultan, waktu pelaksanaan yang lebih fleksibel karena dilaksanakan
sesuai kebutuhan karyawan dan perusahaan.
75
75
DAFTAR PUSTAKA
Bambacas, M., & Patrickson, M. (2008). Interpersonal communication skill that
enhance organizational commitment. Journal of Communcation
Mangement, 12(1), pp. 51-72
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action, a social cognitive
theory. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall
Cahyadi, A. (2012). Intervensi team building training untuk meningkatkan
kepercayaan terhadap rekan rerja dan kualitas teamwork di PT. S. Tesis.
Universitas Indonesia: Depok
Damayanie, D. (2011). Pengaruh peningkatan kualitas team member exchange
(TMX) terhadap iklim kelompok pada karyawan dept.TI PT.X melalui
pelatihan team building. Tesis. Universitas Indonesia: Depok
Dessler, G. (2008). Manajemen sumber daya manusia edisi kesepuluh.
Indonesia: PT. Macanan Jaya Cemerlang
George, J. M., & G.R, Jones. (2002). Understanding and managing organizational
behavior. New Jersey: Prentice Hall
Gomes, F. C. (2003). Manajemen sumberdaya manusia. Yogyakarta: Penerbit
Andi
Forsyth, D. R. (2010). Group dynamic (5th ed). Belmont: Wadsworth Cengage
Learning
Griffin, M. A., Patterson, M. B., & West, M. A. (2001). Job satisfaction and
teamwork:the role of supervisor support. Journal of Organizational
Behavior , 537-550; ProQuest
Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Penerbit Andi
76
Hoegl, M., & Geumenden, H.G. (2005). Teamwork quality and the success of
innovative projects: a theoretical concept and empirical evidence. Journal
of Organization Science , Vol.12, No.4, pp.435-449; ProQuest
Hu, M.M., Horng, J.S., & Sun, Y.H.C. (2009). “Hospitality teams: knowledge
sharing and service innovation performance”, Tourism Management.
Diunduh melalui www.elsevier.com/locate/tourman pada 10 Oktober 2019
Kozlowski, S. J. W. J., & Ilgen, D. R. (2006). Enhancing the effectiveness work
groups and teams. Psychological Science in the Public Interest, vol. 7, pp.
77-174
Kirkpatrick, D. (1998). Evaluation training programs: the four levels. San
Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc
Kumar, R. (1999). Research methodology: a step-by-step guide for beginners.
Malaysia: Sage Publication Ltd
Kaplan, R.M., & Saccuzzo, D.P. (1997). Psychological testing: principles, applications, and issues (4th ed). California: Brooks/Cole Publishing
Company
Kreitner, R., & Kinicki, A. (2008). Organizational behavior (8th ed). New York:
The McGraw-Hill Companies
Loyd, N. L. (2005). The impact of a teamwork environment on job satisfaction: A
study of college and university student affairs administrators. Disertasi.
Diakses dari ProQuest database
Myers, A., & Hansen, C.H. (2002). Experimental psychology fifth edition. Pacific
Grove, CA: Wedsworth Thomson Learning
Noe, R. A. (2005). Employee training and development (3th ed). New York:
McGraw Hill
Noe, R. A. (2010). Employee training and development (5th ed). New York: McGraw Hillof task persistence and intensity. Learning and Individual Differences 37, 249-254.
77
Parker, G. M. (2008). Team players and teamwork :nNew strategies for
developing. Fransisco: John Wiley and Sons, Inc
Poerwandari, K. (2005). Penelitian kualitatif untuk penelitan perilaku manusia.
Depok: Perfecta, LPSP 3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Riggio, R. E. (2008). Introduction to industrial/organizational psychology (5th
ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall
Rivai, V. (2005). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Shadish, W.R., Cook, T.D., & Campbell, D.T. (2002). Experimental and quasi-
experimental designed for generalized causal inference. New York :
Houghton Mifflin Company
Setiyanti, S. W. (2012). Membangun kerjasama tim (kelompok). Jurnal
STIE Semarang., Vol 4, 59-65
Sheng, C.W., Tian, Y.F., & Chen, M.C. (2010). Relationship among
teamwork bahavior, trust, perceived team support, and team
commitment. Social Behavior and Personality , 127; ProQuest
Sopiah. (2008). Perilaku organisasional. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D cetakan ke-
17. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
PT. Alfabet.
Tjosvold, D. (1988). Cooperative and competitive dynamics within and between organizational units. SAGE Sosial Science Collection. Diunduh pada 17 November 2019
LAMPIRAN
KUISIONER KUALITAS KERJASAMA TIM
No. Pernyataan
Rating
Sangat Tidak Setuju Sangat
Setuju
1. Di dalam tim kerja saya, komunikasi antar karyawan
berlangsung secara rutin. 1 2 3 4 5 6 7
2. Setiap karyawan dalam tim kerja saya selalu berkomunikasi secara spontan, baik dalam briefing pekerjaan maupun percakapan sehari-hari.
1 2 3 4 5 6 7
3. Komunikasi antar karyawan di dalam tim kerja saya dilakukan secara langsung dan akrab.
1 2 3 4 5 6 7
4.
Informasi yang berkaitan dengan pekerjaan
dikomunikasikan secara terbuka antar karyawan dalam tim kerja saya.
1 2 3 4 5 6 7
5. Karyawan dalam tim kerja saya merasa senang ketika mendapat informasi pekerjaan yang tepat
waktu dari rekan kerja dalam tim.
1 2 3 4 5 6 7
6. Karyawan dalam tim kerja saya merasa senang dengan ketepatan informasi yang diterima dari
rekan kerja dalam tim.
1 2 3 4 5 6 7
7. Karyawan dalam tim kerja saya merasa senang karena mendapat manfaat informasi yang diperoleh
dari rekan kerja dalam tim.
1 2 3 4 5 6 7
8. Pembagian kerja dalam tim saya ditata dengan rapi dan dikerjakan secara sistematis.
1 2 3 4 5 6 7
9. Pembagian pekerjaan dalam tim kerja saya memiliki
tujuan yang jelas dan komprehensif 1 2 3 4 5 6 7
10. Tujuan pembagian pekerjaan diterima oleh setiap
karyawan dalam tim kerja saya. 1 2 3 4 5 6 7
11. Pembagian pekerjaan dalam tim kerja saya dilakukan dengan adil.
1 2 3 4 5 6 7
12.
Setiap karyawan dalam tim kerja saya mengenali
potensi, kelebihan atau kekurangannya masing-masing secara spesifik.
1 2 3 4 5 6 7
13.
Karyawan dalam tim kerja saya ikut berperan
terhadap pencapian tujuan tim berdasarkan potensi masing-masing karyawan didalamnya.
1 2 3 4 5 6 7
14. Karyawan dalam tim kerja saya saling menolong dan mendukung satu sama lain sebaik yang mereka
bisa.
1 2 3 4 5 6 7
15. Bila terjadi konflik dalam tim kerja saya, karyawan mampu mengatasinya dengan cepat dan mudah.
1 2 3 4 5 6 7
16. Diskusi dan perdebatan dalam tim kerja saya
dilakukan dengan cara yang bersifat membina. 1 2 3 4 5 6 7
17. Saran dan kontribusi yang diberikan oleh masing-
masing karyawan dalam tim kerja saya dihargai.
1 2 3 4 5 6 7
No. Pernyataan Rating Sangat Tidak Setuju Sangat
Setuju
18.
Dalam tim kerja saya, saran dan kontribusi setiap
karyawan didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut.
1 2 3 4 5 6 7
19.
Karyawan dalam tim kerja saya mampu mencapai
kesepakatan bersama untuk mengatasi rumor dan permasalahan penting dalam pekerjaan.
1 2 3 4 5 6 7
20. Setiap karyawan dalam tim kerja saya bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan.
1 2 3 4 5 6 7
21. Setiap karyawan dalam tim kerja saya menjadikan
pekerjaannya sebagai prioritas utama.
1 2 3 4 5 6 7
22. Karyawan dalam tim kerja saya memberikan usaha yang lebih pada pekerjaannya.
1 2 3 4 5 6 7
23. Setiap karyawan dalam tim kerja saya merasa penting untuk menjadi bagian dari pekerjaan.
1 2 3 4 5 6 7
24. Pekerjaan dianggap sebagai suatu hal yang biasa
oleh karyawan dalam tim kerja saya.
1 2 3 4 5 6 7
25. Karyawan dalam tim kerja saya melibatkan diri secara penuh dalam pekerjaan.
1 2 3 4 5 6 7
26. Bagi karyawan dalam tim kerja saya, pekerjaan yang sedang dikerjakan adalah hal yang penting.
1 2 3 4 5 6 7
27. Semua karyawan dalam tim kerja saya saling terkait
satu dengan yang lain.
1 2 3 4 5 6 7
28. Tidak mudah terjadi konflik pribadi di dalam tim kerja saya.
1 2 3 4 5 6 7
29. Karyawan dalam tim kerja saya saling mendukung satu sama lain.
1 2 3 4 5 6 7
TABULASI DATA PARTISIPAN PENELITIAN
HASIL UJI STATISTIK
KUALITAS KERJASAMA TIM
a. Uji Friedman
b. Uji Wilcoxon
MODUL PELATIHAN
“We are Excellent Team”
Oleh :
HANI MULIANI SAFITRI
1
Pengantar
Secara umum perusahaan pasti menginginkan sumber daya manusia yang
(1) Berorientasi pada pencapaian tujuan perusahaan, (2) Menyelesaikan tugas dan
tanggungjawab secara efektif, (3) Mampu memberikan hasil kerja maksimal, (4) Mampu
bekerja dalam tim, (5) Mampu bekerja dengan kreatif dan penuh inovasi, (6) Mampu
memberikan pelayanan terbaik bagi konsumen, dan (7) Memiliki loyalitas pada pekerjaan
dan perusahaan. Untuk dapat memenuhi keinginan tersebut, maka perusahaan sebagai
wadah berkumpulnya pekerja perlu melakukan upaya kolaboratif yang ditujukan untuk
memudahkan pencapaiannya. Salah satu upaya strategis yang dapat dilakukan adalah
dengan membentuk sebuah tim. Tim didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang
terdiri dari tiga orang atau lebih yang melekat dalam sebuah organisasi dimana para
anggotanya merasa menjadi bagian satu dengan yang lain dan berkolaborasi untuk
mencapai sebuah tujuan (Hoegl & Geumenden, 2005).
Lebih lanjut, tim yang dikatakan memiliki kerjasama tim yang berkualitas
dicirikan dengan memiliki tujuan bersama, mampu saling mengembangkan hubungan
yang efektif dan bermutu untuk mencapai tujuan (Hoegl dan Gemuenden, 2005).
Kerjasama tim yang berkualitas dapat terwujud dalam individu-individu yang bekerja
bersama dalam lingkungan yang kooperatif untuk mencapai tujuan bersama melalui
berbagi pengetahuan dan keterampilan. Dibutuhkan suatu upaya untuk dapat
mengembangkan sebuah tim agar mampu menjalin kerjasama yang berkualitas.
Rendahnya kualitas kerjasama tim pada sebuah tim kerja tidak hanya berdampak pada
kualitas kinerja, tetapi juga mempengaruhi hubungan interpersonal anggotanya.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kerjasama tim
pada tim kerja adalah dengan melaksanakan pelatihan membangun tim (team building).
Membangun tim merupakan metode pelatihan yang didesain untuk meningkatkan
efektivitas tim atau kelompok (Noe, 2010). Melalui pelatihan membangun tim,
karakteristik dan hubungan interpersonal antar anggota tim dapat ditingkatkan
(Tannebaum, Beard, dan Salas, 1992 dalam Damayani, 2011).
Pelatihan ini dirancang khusus untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman,
serta kemampuan karyawan yang berkaitan dengan membangun tim sebagai upaya
meningkatkan kualitas kerjasama. Pada pelatihan ini karyawan akan diperkenalkan
dengan konsep kerjasama dalam tim dan cara meningkatkan kualitas kerjasama untuk
mencapai tujuan. Pelatihan membangun tim diharapkan mampu menggerakkan
karyawan untuk mengembangkan kerjasama yang berkualitas, memiliki kemampuan
untuk membangun kerjasama tim yang solid untuk mencapai tujuan perusahaan.
Pengetahuan dan pengalaman yang dibagikan dalam pelatihan ini diharapkan mampu
meningkatkan wawasan, cara pandangan, dan keyakinan karyawan terhadap pentingnya
memiliki kerjasama tim yang berkualitas, sehingga tercipta perilaku kerja yang lebih baik,
lebih sehat dan bermanfaat, serta menjadikan karyawan lebih mampu menghadapi
situasi pekerjaan yang penuh tantangan.
PELATIHAN TEAM BUILDING
Latar Belakang Pelatihan membangun tim diberikan untuk membantu meningkatkan
kualitas kerjasama tim pada karyawan penjualan PT. X
Tujuan Umum Membekali peserta pelatihan dengan pengetahuan mengenai konsep
membangun tim guna meningkatkan kualitas kerjasama tim
Tujuan Khusus Menanamkan konsep membangun tim untuk menciptakan kerjasama
tim yang berkualitas, sehingga tercipta perilaku kerja yang lebih
baik, lebih sehat dan bermanfaat, serta menjadikan karyawan lebih
mampu menghadapi situasi pekerjaan yang penuh tantangan
Waktu 3,5 jam
Tempat Indoor
Metode • Diskusi
• Ceramah (presentasi)
• Energizer
• Simulasi (roleplay)
• Permainan
• Mengisi lembar kerja
Perlengkapan • Alat tulis
• Kartu identitas peserta
• Laptop
• Mic
• Speaker
• Lembar pra tes
• Lembar “Kami Adalah Tim”
• Lembar “Catatan untuk Kami”
• Lembar evaluasi reaksi
• Lembar evaluasi pembelajaran
Peserta Karyawan penjualan PT. X
JADWAL PELATIHAN
Waktu Sesi Sasaran Materi Metode Alat Durasi Evaluasi Outcome 08.30
– 09.00
Pembukaan • Peserta, trainer dan fasilitator saling mengenal dan membangun rapport
• Peserta mengetahui tujuan pelatihan dan aturan selama pelatihan
• Peserta membentuk dan memberi identitas tim
• Pembukaan • Perkenalan • Memberi
gambaran pelatihan
• Kontrak belajar • Pra tes • Pembentukan
kelompok • Membuat yel-
yel tim !
• Ceramah • Diskusi • Ice
breaking
• Mic • Speaker • Laptop • Alat tulis
• Kartu identitas peserta
• Lembar pra tes
30 menit Observasi • Peserta mengenal trainer dan fasilitator dan terjalin hubungan baik selama pelatihan
• Peserta memahami tujuan pelatihan dan sepakat dengan kontrak belajar yang diberikan
• Peserta memiliki identitas tim dan antusias mengikuti proses pelatihan
• Hasil pre-test 09.00
–
09.40
Membangun Tim I “Pengantar
Kerjasama Tim” (Definisi umum
kerjasama, manfaatnya,
tahapan perkembangan kerjasama tim)
• Peserta memahami konsep kerjasama
• Peserta menyadari arti penting memiliki kerjasama dalam tim
• Peserta mengetahui dan memahami hal-hal penting untuk membangun kerjasama yang berkualitas
• Peserta mampu mengevaluasi tingkat kerjasama timnya saat ini
• Mengisi lembar “Kami Adalah Tim”
• Bermain ”Sarung Ajaib”
• Definisi kerjasama
• Manfaat kerjasama
• Pembahasan tahapan perkembangan tim
• Mengisi lembar kerja
• Permainan • Ceramah • Diskusi
• Mic • Speaker • Laptop • Alat tulis • Lembar “Kami
Adalah Tim” • Sarung
40 menit Observasi • Peserta mampu memahami konsep kerjasama dan menyadari perlunya memiliki kerjasama dalam tim
• Peserta memahami cara membangun kerjasama tim yang berkualitas
• Peserta menyadari dan memahami kelebihan dan kelemahan tim
Waktu Sesi Sasaran Materi Metode Alat Durasi Evaluasi Outcome 09.40
– 10.40
Membangun Tim II “Membangun Komunikasi
Interpersonal” (Pengantar Komunikasi
Interpersonal, Keterbukaan, Sikap
mendukung)
• Peserta mengetahui dan memahami konsep komunikasi interpersonal
• Peserta mengetahui dan memahami konsep sikap terbuka dalam komunikasi interpersonal
• Peserta mengetahui dan memahami konsep sikap mendukung dalam komunikasi interpersonal
• Pembahasan terkait definisi dan pentingnya komunikasi interpersonal dalam kerjasama tim
• Pembahasan terkait pentingnya bersikap terbuka dalam berkomunikasi
• Pembahasan terkait pentingnya sikap mendukung dalam komunikasi
• Simulasi (roleplay)
• Ceramah • Diskusi
• Mic • Speaker • Laptop
60 menit Observasi • Peserta mengetahui dan memahami peran komunikasi interpersonal untuk menunjang kerjasama tim
• Peserta memiliki kesadaran bahwa sikap terbuka dan saling mendukung perlu ditanamkan untuk mencapai kerjasama tim yang berkualitas
• Peserta memahami cara membangun komunikasi interpersonal
10.40 –
11.45
Membangun Tim III
“Mengembangkan Dukungan dalam Kerjasama Tim”
• Peserta mengetahui dan memahami konsep dukungan untuk membentuk kerjasama tim yang berkualitas
• Peserta memahami cara untuk saling mendukung dalam bekerja tim
• Penyemangat “Coba Tebak”
• Pembahasan konsep dukungan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kerjasama tim
• Bermain
“BangunIstana” • Lembar kerja
“Catatan Untuk Kami”
• Permainan • Ceramah • Diskusi
• Mic • Speaker • Laptop • Lembar kerja
65 menit Observasi • Peserta mengetahui Peserta mengetahui bentuk dukungan yang dibutuhkan untuk membuat kerjasama tim menjadi berkualitas
• Peserta memahami cara memberi dukungan untuk meningkatkan kerjasama tim yang berkualitas
Waktu Sesi Sasaran Materi Metode Alat Durasi Evaluasi Outcome 11.45
– 12.15
Penutupan Mengetahui seberapa besar pengaruh pelatihan yang bisa diterima oleh peserta
• Debrief • Pasca tes • Mengisi lembar
evaluasi • Penutupan
• Diskusi • Mengisi
lembar kerja
• Mic • Speaker • Laptop • Alat tulis • Lembar pasca
tes • Lembar
evaluasi reaksi
20-25 menit
• Pasca tes • Evaluasi
reaksi
• Hasil evaluasi pembelajaran
• Hasil evaluasi reaksi
Sesi I
Pembukaan
Sasaran 1. Peserta, trainer dan fasilitator saling mengenal dan memunculkan
kedekatan.
2. Peserta mengetahui tujuan pelatihan dan aturan selama pelatihan
supaya tercipta suasana yang kondusif.
3. Peserta membentuk kelompok dan membuat yel-yel untuk
kelompoknya masing-masing.
Waktu 08.30 – 09.00 (30 menit)
Perlengkapan Alat tulis, laptop, speaker, mic, name tag
Agenda
Materi alokasi waktu
Pembukaan dan perkenalan 3 menit
Overview pelatihan 5 menit
Kontrak belajar 2 menit
Pengisian lembar pra tes 10 menit
Membentuk kelompok 5 menit
Membuat yel-yel kelompok 5 menit
Indikator Pencapaian
a. Peserta mengenal trainer dan fasilitator, serta terjalin hubungan
baik selama pelatihan.
b. Peserta memahami tujuan pelaksanaan pelatihan.
c. Peserta sepakat dengan kontrak belajar yang diberikan.
d. Lembar pra tes terselesaikan semua oleh peserta.
e. Peserta siap mengikuti proses pelatihan dengan antusias.
f. Peserta mampu membangun suasana tim yang menyenangkan.
Prosedur 1. Fasilitator membuka acara pelatihan dan mengarahkan untuk
doa, kemudian memperkenal diri dan trainer.
2. Trainer bisa mulai menyapa peserta dan memastikan peserta
dalam kondisi siap mengikuti aktivitas pelatihan.
3. Trainer menyampaikan sekilas tujuan acara pelatihan.
4. Trainer membahas tentang kontrak belajar.
✓ Trainer membantu membuat kontrak belajar yang
disepakati bersama yang akan ditampilkan dalam ruang
training.
5. Fasilitator membagikan lembar pra tes pada peserta dan trainer
meminta peserta untuk mengisi lembar pra tes tersebut.
✓ Fasilitator akan mengumpulkan kembali lembar pra tes
yang telah selesai diisi.
6. Trainer mengajak peserta untuk membentuk kelompok.
✓ Fasilitator menghitung jumlah peserta pelatihan
✓ Trainer meminta peserta berdiri dan membagi peserta
kedalam dua kelompok dengan cara berhitung
✓ Trainer mengarahkan peserta bergabung bersama
kelompoknya sesuai nomer urut hitungan
✓ Trainer meminta Fasilitator mendampingi kelompok
7. Kemudian, trainer mengajak peserta membuat yel-yek kelompok
sebagai identitas tim bagi peserta.
✓ Peserta diminta mendiskuskan yel-yel seperti apa yang
akan dijadikan identitas tim mereka”.
✓ Setiap kelompok harus memperagakan yel-yel yang
dimiliki dalam pelatihan.
8. Trainer memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang dianggap kurang jelas sebelum memulai materi.
Sesi II
Membangun Tim I
(Definisi umum kerjasama, Manfaat, Tahapan Perkembangan Kerjasama Tim)
Sasaran 1. Peserta memahami konsep kerjasama
2. Peserta menyadari arti penting memiliki kerjasama dalam tim
3. Peserta mengetahui dan memahami hal-hal penting untuk
membangun kerjasama yang berkualitas
4. Peserta mampu mengevaluasi tingkat kerjasama timnya saat ini
Waktu 09.01 – 09.40 ( 40 menit)
Perlengkapan Laptop, mic, speaker, alat tulis, lembar “Kami adalah Tim”
Agenda Materi alokasi waktu
Mengisi lembar “Kami adalah Tim” 5 menit
Bermain “Sarung Ajaib” 5 menit
Debrief 20 menit
Pemaparan definisi dan konsep kerjasama 5 menit
Manfaat memiliki kerjasama yang berkualitas 3 menit
Pemaparan tahapan perkembangan kerjasama
tim 2 menit
Indikator Pencapaian
a. Peserta mampu memahami konsep kerjasama dan menyadari
perlunya memiliki kerjasama dalam tim
b. Peserta memahami cara membangun kerjasama tim yang
berkualitas
c. Peserta menyadari dan memahami kelebihan dan kelemahan tim
Prosedur 1. Fasilitator membagikan lembar “Kami Adalah Tim” pada masing-
masing kelompok dan trainer membimbing proses pengisian
lembar tersebut.
✓ Tiap kelompok diminta mendiskusikan nama tim mereka,
nama setiap anggota, tujuan yang ingin dicapai bersama
dalam pelatihan, dan strategi mencapainya.
✓ Setelah selesai lembar dikumpulkan kembali dan
ditempelkan diarea paling dekat dengan kelompok.
✓ Trainer meminta setiap kelompok memberi presentasi
singkat terkait identitas kelompoknya masing-masing.
2. Trainer kemudian menyampaikan bahwa review terkait lembar
tersebut akan dilakukan bersama diakhir sesi pertama.
3. Trainer mengajak peserta bermain “Sarung Ajaib”
# Permainan 1 : SARUNG AJAIB
Alokasi Waktu : 5 Menit
1. Peralatan yang dibutuhkan : Sarung
2. Cara Bermain :
a. Masing-masing kelompok diminta berbaris
membentuk lingkaran dengan cara
bergandengan tangan
b. Kelompok diberikan sebuah sarung yang
dimasukan dalam tangan peserta yang
bergandengan
c. Peserta diminta untuk memindahkan sarung
tersebut dari peserta yang merupakan tempat
awal sarung diletakan terus ke sebelah kiri
hingga sarung kembali ke tempat semula
d. Peserta berkompetisi antara kelompok untuk
secepat mungkin memutar sarung tersebut
3. Aturan Permainan :
a. Peserta tidak boleh menyentuh/memindahkan
sarung tersebut dengan jari-jari tangan
b. Pegangan tangan tidak boleh terlepas
c. Jika kedua hal tersebut dilanggar sarung akan
dikembalikan lagi ke awal dan peserta memulai
memindahkannya dari posisi tersebut
d. Kelompok yang kalah akan diberi hukuman ringan
dari trainer dan kelompok pemenang
4. Trainer menentukan kelompok pemenang dan memberi
hukuman pada kelompok yang kalah.
5. Trainer meminta peserta kembali ke posisi semula dan
melakukan debrief bersama peserta.
6. Trainer dapat melakukan tanya jawab pada peserta ditiap
kelompok dan memberi umpan balik berdasarkan poin-poin
debrief dibawah ini :
a. Kesulitan apa yang dirasa menjadi kendala untuk
menyelesaikan permainan ?
b. Bagaimana cara mereka mengatasi kendala tersebut ?
c. Apa saja kelemahan yang dianggap menghambat
kerjasama tim selama menyelesaikan permainan ?
d. Bagaimana cara mereka membangun kerjasama tim
dalam waktu singkat ?
e. Apa nilai penting yang dapat dipahami oleh peserta
dari games yang dilakukan ?
Games ini mengajarkan kepada peserta bahwa untuk
dapat menyelesaikan target bersama pada sebuah
pekerjaan, dibutuhkan kerjasama tim. Cara anggota
berkomunikasi satu sama lain, serta dukungan antar
anggota tim dalam menyelesaikan tuntutan pekerjaan
akan menentukan apakah target bersama akan
tercapai dengan mudah atau tidak. Semakin jelas
komunikasi yang terjadi, dan semakin kuat daya
dukung antar anggota tim akan memberikan
pengaruh pada pencapaian target bersama tersebut.
7. Setelah umpan balik diberikan, trainer menyampaikan materi
kerjasama tim secara umum.
8. Trainer menyampaikan hal-hal penting untuk membangun
kerjasama tim yang berkualitas.
9. Trainer menyampaikan materi tahapan perkembangan tim.
10. Trainer mengajak peserta melakukan review terhadap
lembar “Kami adalah Tim” yang telah diisi masing-masing
kelompok, dan memberi umpan balik yang dihubungkan dengan
materi kerjasama tim, diantaranya :
a. Dari penjelasan tahapan perkembangan tim, pada level
berapa tim mereka saat ini berada ?
b. Apakah tujuan yang diinginkan oleh masing-masing
kelompok mampu dicapai dengan mudah jika kerjasama tim
mereka berada pada level tersebut ?
11. Trainer memberi penguatan kembali terkait pentingnya
kerjasama tim dalam bekerja kepada peserta.
12. Trainer dapat melakukan review dan menanyakan kepada
peserta mengenai sekilas materi yang telah disampaikan.
Materi
➢ Kerjasama secara umum
Tujuan yang dibentuk dan ingin dicapai oleh organisai tidak akan terwujud
kalau tiap individu didalamnya bekerja sendiri-sendiri. Dapat dibayangkan apa yang
akan terjadi apabila mereka bergerak dengan ego masing-masing, mementingkan diri
sendiri, dan tidak mau mendengar pendapat orang lain, apalagi tidak selaras dengan
arah organisasi. Individu di dalam suatu organisasi tidak akan mampu menghadapi
ujian/tantangan, atau bahkan mencapai suatu kesuksesan jika mereka tidak mampu
menjadi tim yang solid. Oleh karena itu tim yang baik mutlak diperlukan bagi suatu
organisasi untuk menapaki podium juara.
Kerjasama atau kerjasama tim merupakan proses kerja secara berkelompok
yang didalamnya terdapat unsur kepemimpinan yang partisipatif, pembagian
tanggungjawab, kesamaan tujuan, komunikasi yang intensif, berfokus pada tugas
dan masa depan, kreatif serta mampu merespon perubahan dengan cepat untuk
mencapai tujuan organisasi (Bucholz, 2000). Kerjasama merupakan sarana yang
sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi
inovatif suatu pendekatan yang mapan. Selain itu, ketrampilan dan pengetahuan
yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai
tambah yang membuat kerjasama tim lebih menguntungkan jika dibandingkan
seorang individu yang brilian sekalipun.
➢ Hal-hal penting untuk membangun kerjasama tim yang berkualitas
Berikut merupakan hal-hal penting yang perlu dimiliki oleh sebuah tim untuk
dapat meningkatkan kualitas kerjasamanya, yakni :
1. Komunikasi terbuka di antara anggota tim
Komponen dasar dari Kualitas Kerjasama tim adalah komunikasi di antara
anggota tim. Komunikasi memungkinkan terjadinya pertukaran informasi diantara
anggota tim. Kualitas komunikasi di antara anggota tim dapat dilihat dari frekuensi,
formalisasi, struktur dan keterbukaan dari pertukaran informasi. Frekuensi
mengacu kepada seberapa intensif anggota tim dalam berkomunikasi, formalisasi
berkaitan dengan seberapa spontan anggota tim dalam menyampaikan
pendapatnya, struktur berkaitan dengan cara komunikasi diantara para anggota
(langsung atau terdapat mediator) dan keterbukaan dari pertukaran informasi
berkaitan dengan seberapa banyak pihak-pihak yang dapat mengakses informasi.
2. Kontribusi anggota tim yang merata dan seimbang
Hal penting bagi sebuah tim yang berkualitas adalah semua anggota tim dapat
memberikan kontribusi terhadap tugas yang berkaitan dengan pengetahuan dan
pengalaman terhadap tim. Keseimbangan kontribusi anggota membawa
pengalaman anggota tim pada potensi penuh mereka. Dominasi dalam diskusi atau
proses pengambilan keputusan harus dibatasi untuk memungkinkan semua
anggota tim untuk memiliki kontribusi yang seimbang dan berbagi pandangan dan
ide mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa keseimbangan kontribusi
anggota berhubungan dengan kinerja tugas dan kepuasan anggota tim (Hoegl &
Gemuenden, 2005).
3. Koordinasi mengenai pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas
Koordinasi berarti bahwa tim harus membuat sebuah jenjang tanggung jawab
dari pekerjaan secara jelas di antara anggota tim sehingga tidak terdapat jarak dan
tumpang tindih wewenang dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Koordinasi
mengurangi kesenjangan dan tumpang tindih tugas dalam tim. Koordinasi
menyelaraskan dan menyelaraskan kontribusi setiap anggota tim (Brannick, Prince
& Salas, 1995). Untuk membuat koordinasi lebih efisien dan efektif, para anggota
perlu menyepakati tugas-tugas yang ditentukan, struktur kerja, jadwal, anggaran
dan pengiriman. Dengan demikian, setiap anggota tim memiliki sub-tujuan yang
cukup jelas. Tingkat pemahaman bersama mengenai kontribusi antara masing-
masing anggota tim menentukan kualitas kerja tim (Hoegl & Gemuenden, 2005).
Koordinasi didukung oleh komunikasi yang baik karena komunikasi eksplisit dapat
segera menjaga koordinasi dalam aktivitas tim.
4. Adanya rasa saling mendukung diantara anggota tim
Dukungan di antara anggota tim merupakan komponen yang penting dalam
Kualitas Kerjasama tim. Kolaborasi anggota tim dan bekerjasama lebih diutamakan
daripada kompetisi dalam sebuah Kerjasama tim yang berkualitas. Penelitian
menunjukkan bahwa tim yang sangat kooperatif lebih konstruktif dalam
mendiskusikan pandangan yang berlawanan dan bahwa perilaku ini mengarah
pada kinerja tim dan inovasi tim (Tjosvold, Andrews, & Jones, 1983).
5. Usaha yang terus menerus dalam mencapai tujuan
Usaha diperlukan oleh anggota tim untuk mencapai harapan bersama.
Pembagian beban kerja di antara anggota tim dan memprioritaskan tugas tim
untuk diselesaikan merupakan indikator adanya usaha dari anggota tim. Usaha
untuk mencapai tujuan bersama dari semua anggota tim ditunjukkan oleh suasana
mendukung yang tinggi ketika mengerjakan tugas yang diprioritaskan.
6. Kohesifitas dan loyalitas aggota tim
Kohesivitas tim mengacu kepada tingkat di mana anggota tim berusaha untuk
tetap berada dalam tim. Terdapat tiga kekuatan yang mendorong terjadinya
kohesivitas; (1) Daya tarik pribadi anggota tim, (2) Komitmen pada tugas tim, dan
(2) Kebanggaan-semangat kelompok.
➢ Manfaat kerjasama tim yang berkualitas
1. Meningkatnya pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan
2. Meningkatnya kepuasan kerja karyawan
3. Meningkatnya kualitas produk dan pelayanan
4. Menurunnya biaya-biaya produksi
5. Meningkatnya kemauan belajar organisasi
6. Berkembangnya kreativitas dan inovasi
➢ Trainer menyampaikan materi tahapan perkembangan tim
Tahap perkembangan kerjasama tim menurut Griffin (2004) terdiri dari empat,
tahapan tersebut yakni :
1. Forming (pembentukan), adalah tahapan di mana para anggota setuju untuk
bergabung dalam suatu tim. Karena kelompok baru dibentuk maka setiap orang
membawa nilai-nilai, pendapat dan cara kerja sendiri-sendiri. Konflik sangat
jarang terjadi, setiap orang masih sungkan, malu-malu, bahkan seringkali ada
anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung belum dapat memilih
pemimpin (kecuali tim yang sudah dipilih ketua kelompoknya terlebih dahulu).
2. Storming (merebut hati), adalah tahapan di mana kekacauan mulai timbul di
dalam tim. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan
kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk mengganti
pemimpin yang dinilai tidak mampu. Faksi-faksi mulai terbentuk, terjadi
pertentangan karena masalah-masalah pribadi, semua bersikeras dengan
pendapat masing-masing. Komunikasi yang terjadi sangat sedikit karena
masing-masing orang tidak mau lagi menjadi pendengar.
3. Norming (pengaturan norma), adalah tahapan di mana individu-individu dan
sub-kelompok yang ada dalam tim mulai merasakan keuntungan bekerja
bersama dan berjuang untuk menghindari tim tersebut dari kehancuran
(bubar). Karena semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota mulai
merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya kepada
seluruh anggota tim.
4. Performing (melaksanakan), adalah tahapan merupakan titik kulminasi dimana
tim sudah berhasil membangun sistem yang memungkinkannya untuk dapat
bekerja secara produktif dan efisien. Pada tahap ini keberhasilan tim akan
terlihat dari prestasi yang ditunjukkan.
➢ Referensi
Hoegl, M., & Geumenden, H.G. (2005). Kerjasama tim quality and the success of
innovative projects: A theoretical concept and empirical evidence. Journal of Organization Science , Vol.12, No.4, pp.435-449; ProQuest.
Griffin, R. W. (2004). Manajemen, Jilid 2 Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sesi III
Membangun Tim II
Membangun Komunikasi Interpersonal (Pengantar, Keterbukaan, Sikap mendukung)
Sasaran 1. Peserta mengetahui dan memahami konsep komunikasi
interpersonal
2. Peserta mengetahui dan memahami konsep sikap terbuka dalam
komunikasi interpersonal
3. Peserta mengetahui dan memahami konsep sikap mendukung
dalam komunikasi interpersonal
Waktu 09.41 – 10.40 (60 menit)
Perlengkapan Laptop, mic, speaker
Agenda Materi alokasi waktu
Simulasi “Komunikasi adalah Kunci” 20 menit
Debrief 20 menit
“Definisi dan Pentingnya Komunikasi Interpersonal”
5 menit
“Keterbukaan Dalam Berkomunikasi” 5 menit
“Sikap Mendukung Dalam Komunikasi” 5 menit
Review Materi 5 menit
Indikator Pencapaian
a. Peserta mengetahui dan memahami peran komunikasi
interpersonal untuk menunjang kerjasama tim
b. Peserta memiliki kesadaran bahwa sikap terbuka dan saling
mendukung perlu ditanamkan untuk mencapai kerjasama tim
yang berkualitas
c. Peserta memahami cara membangun komunikasi interpersonal
Prosedur 1. Trainer mengajak kelompok peserta melakukan simulasi dalam
situasi kerja.
✓ Situasi kerja secara umum menceritakan tentang
seorang karyawan yang menghadapi komplain
konsumen dan menyelesaikan permasalahan tersebut
bersama tim
✓ Kelompok 1 akan berperan sebagai tim kerja yang
memiliki sikap terbuka dan saling mendukung
✓ Kelompok 2 akan berperan sebagai tim kerja yang
kurang memiliki sikap terbuka dan saling mendukung
✓ Masing-masing anggota tim akan diberi peran khusus
yang akan dibagikan secara acak
Materi
➢ Definisi dan Pentingnya Komunikasi Interpersonal
Komunikasi yang paling sering digunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari adalah komunikasi interpersonal. Larasati (Wiryanto, 2004),
menyatakan 73% komunikasi yang digunakan oleh manusia adalah
komunikasi interpersonal. Stewart dan Angelo (1998) mendefinisikan
komunikasi interpersonal sebagai saling berhubung, sebuah proses yang
dibangun bersama atau sebagai lawan untuk sesuatu yang dilakukan
seseorang untuk orang lain. Sedangkan Hardjana & Agus (2003)
✓ Peran masing-masing anggota kelompok akan
dituliskan di kertas kecil dan dimainkan bersama
kelompoknya
2. Trainer dan peserta mendiskusikan tentang komunikasi
interpersonal yang dilakukan pada saat simulasi.
✓ Trainer bisa melakukan tanya jawab kepada setiap
peserta, diantaranya :
a. Apa yang mendorong peserta berperilaku
sebagaimana yang ia tampilkan saat simulasi ?
b. Kesulitan apa yang dirasakan pada proses
berkomunikasi dalam tim saat simulasi dilakukan ?
c. Hal-hal apa saja yang menghambat proses
berkomunikasi dalam tim tersebut ?
d. Bagaimana cara mereka mengatasi kendala dan
kesulitan untuk membangun komunikasi yang lebih
baik lagi dalam tim ?
✓ Trainer memberikan umpan balik dan penguatan
kepada peserta terkait pentingnya memiliki komunikasi
yang berkualitas dalam tim.
e. Trainer menyampaikan materi tentang komunikasi interpersonal,
keterbukaan dan sikap mendukung dalam komunikasi
interpersonal.
f. Trainer melakukan review dan menanyakan kepada peserta
mengenai materi yang telah disampaikan.
menambahkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan interaksi tatap
muka antara dua orang atau lebih dimana pengirim pesan dapat
menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima
dan menanggapi secara langsung. Komunikasi jenis ini dianggap paling
efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena
sifatnya yang dialogis berupa percakapan dan bersifat langsung. Komunikator
mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi
dilancarkan. Komunikan mengetahui pasti apakah komunikasi itu positif atau
negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberikan kesempatan
kepada komunikan untuk bertanya.
Sebuah kelompok kerja yang dikatakan memiliki kerjasama tim yang
solid salah satunya dipengaruhi oleh terjalinnya komunikasi yang baik
(Ivanvech, dkk., 2000). Kerjasama tim akan tercipta apabila terdapat saling
percaya antar anggota organisasi atau perusahaan dan kepercayaan akan
tumbuh melalui pelaksanaan komunikasi yang baik (Setiyanti, 2012).
➢ Keterbukaan Dalam Berkomunikasi
Komunikasi interpersonal yang efektif salah satunya harus mengandung
unsur keterbukaan, yaitu kemampuan komunikator harus terbuka kepada
orang yang diajak berinteraksi, adanya kesediaan membuka diri untuk saling
memberikan informasi (DeVito, 2007). Sifat keterbukaan menunjuk paling
tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal.
Aspek pertama, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang
berinteraksi dengan kita. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus menceritakan
semua latar belakang kehidupan kita. Namun yang penting ada kemauan
untuk membuka diri pada masalah- masalah umum. Dengan demikian, orang
lain akan mengetahui pendapat, pikiran, dan gagasan kita, sehingga
komunikasi akan mudah dilakukan.
Aspek kedua, adalah kemauan kita untuk memberikan tanggapan
terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu
yang dikatakannya. Demikian pula sebaliknya, kita ingin orang lain
memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka tentang segala sesuatu
yang kita katakan.
➢ Sikap Mendukung Dalam Komunikasi
Hubungan Interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap supportif
merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif. Sikap ini muncul bila
individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatik. Sikap defensif
mengakibatkan komunikasi interpersonal menjadi tidak efektif, karena orang
yang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang
ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada memahami komunikasi.
Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan,
kecemasan, harga diri yang rendah) atau faktor-faktor situasional yang
berupa perilaku komunikasi orang lain.
➢ Referensi
Putrie, R. Annike. (2019). Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal
Untuk Meningkatkan Kerjasama Tim Karyawan Produksi Di Pt.X
Yogyakarta. Tesis. Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta.
E N E R G I Z E R
Waktu 10.40 – 10.45 (5 menit)
Prosedur Instruksi
1. Trainer memberitahukan, sebelum memulai sesi selanjutnya
akan ada permainan kecil.
2. Trainer menyampaikan aturan permainan.
3. Rumus permainan ini adalah :
Ini = kambing
Yang ini = kucing
Kalo yang ini = tikus
4. Setelah itu trainer boleh memberikan contoh dengan
menunjuk benda apapun disekitarnya sembari berkata “ini
apa”, “kalo yang ini”, “yang ini”
5. Peserta harus menjawab sesuai kunci jawaban
6. Trainer boleh mengecoh peserta dengan menunjuk sembaran
benda
7. Jika semua peserta sudah paham dengan instruksi dan contoh
yang diberikan, trainer dapat memulai permainan ini.
8. Permainan ditujukan untuk membangun fokus sebelum
memulai kegiatan kembali dan menjaga semangat peserta
sebelum memulai sesi selanjutnya.
Sesi IV
Membangun Tim III
(Mengembangkan Dukungan dalam Kerjasama Tim) Sasaran 1. Peserta mengetahui dan memahami konsep dukungan untuk
membentuk kerjasama tim yang berkualitas
2. Peserta memahami cara untuk saling mendukung dalam bekerja
tim
Waktu 10.46 – 11.45 (60 menit)
Perlengkapan Laptop, mic, speaker, alat tulis, sedotan, lembar “Catatan untuk Kami”
Agenda Materi Alokasi waktu
Bermain “Membangun Istana Megah”
15 menit
Debrief 25 menit
“Konsep dukungan untuk meningkatkan kualitas
kerjasama tim” 10 menit
Mengisi Lembar kerja “Catatan untuk Kami”
10 menit
Indikator Pencapaian
a. Peserta mengetahui bentuk dukungan yang dibutuhkan untuk
membuat kerjasama tim menjadi berkualitas
b. Peserta memahami cara memberi dukungan untuk meningkatkan
kerjasama tim yang berkualitas
Prosedur 1. Trainer mengajak peserta untuk bermain “Membangun Istana
Megah”
# Permainan 2 : Membangun Istana Megah
Alokasi Waktu : 25 Menit
1. Peralatan yang dibutuhkan : 3 bungkus sedotan
2. Cara Bermain :
a. Fasilitator mempersiapkan 3 bungkus sedotan di
atas meja.
b. Berbekal sedotan yang ada, setiap kelompok
diminta membuat sebuah istana yang indah dan
kokoh.
3. Aturan Permainan :
a. Batasan waktu permainan adalah 25 menit.
b. Tidak boleh menggunakan alat bantu yang lain.
c. Tiap kelompok diijinkan untuk saling bertukar
sedotan untuk membuat bangunannya lebih
indah.
d. Kelompok yang memiliki konstruksi bangunan
yang indah dan kokoh, serta mampu
menyelesaikan bangunan lebih cepat akan diberi
hadiah oleh tim peneliti.
2. Trainer menentukan kelompok pemenang.
✓ Pemenangnya adalah kelompok yang dapat membuat
istana paling bagus, paling kokoh dan mampu
membangun dalam waktu lebih singkat. Uji konstruksi
dapat dilakukan untuk melihat kekokohan dengan cara
memberikan 2x tiupan angin dari trainer.
3. Trainer meminta peserta kembali ke posisi semula dan
melakukan debrief bersama peserta.
4. Trainer dapat melakukan tanya jawab pada peserta ditiap
kelompok dan memberi umpan balik berdasarkan poin-poin
debrief dibawah ini :
i. Untuk kelompok pemenang, trainer dapat menanyakan
hal-hal berikut, diantaranya :
a. Bagaimana rasanya berada dalam tim yang mampu
menjadi pemenang ?
b. Apa saja kekuatan dalam tim yang dianggap
mampu membuat mereka menjadi pemenang ?
c. Hal apa saja yang masih dapat ditingkatkan untuk
membuat hasil kerja tim menjadi lebih maksimal
dan cepat dicapai ?
d. Bagaimana cara mereka melatih diri untuk dapat
saling member dukungannya dalam pekerjaan
sehari-hari ?
ii. Untuk kelompok yang kalah, trainer dapat menanyakan
hal-hal berikut, diantaranya :
a. Bagaimana perasaan mereka ketika menyaksikan
tim lain mampu memenangkan permainan ?
b. Apa saja kelemahan dalam tim yang dianggap
menjadi hambatan untuk memenangkan
permainan?
c. Hal-hal apa saja yang perlu mereka ciptakan
bersama untuk membuat tim mampu memperoleh
kemenangan serupa ?
d. Bagaimana cara mereka melatih diri untuk dapat
saling menguatkan tim yang dimiliki dalam pekerjan
sehari-hari ?
iii. Apa nilai penting yang dapat dipahami oleh peserta dari
permainan yang dilakukan ?
Permainan ini mengajarkan kepada peserta bahwa
selain berkompetisi, mencapai target/tujuan tertentu
juga membutuhkan sebuah kolaborasi dan sikap
kooperatif dari tiap anggota tim, bahkan antar tim.
Kemampuan untuk berkolaborasi dan sikap kooperatif
merupakan bentuk dukungan setiap anggota pada tim
kerja yang dimilikinya. Bentuk dukungan seperti ini
membawa anggota tim mencapai target kerja bersama
secara maksimal dan efektif. Disisi lain, hal ini juga
membantu tiap anggota tim untuk mampu
menyelesaikan pekerjaan dan permasalahannya dengan
lebih mudah, sehingga target kerja individu maupun tim
kerja mampu dicapai bersama.
5. Setelah debrief selesai dilakukan, trainer dapat memberikan
penguatan terkait pentingnya memiliki kemampuan berkolaborasi
dan bersikap kooperatif dalam bekerja tim.
6. Trainer kemudian menyampaikan materi tentang konsep
dukungan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kerjasama tim
✓ Ciri-ciri dukungan yang terdapat pada kerjasama yang
berkualitas
7. Selanjutnya, trainer membagikan lembar “Catatan untuk Kami”
kepada kelompok peserta.
✓ Katakan kepada peserta bahwa mereka akan menulis
surat untuk tim mereka sendiri terkait dukungannya pada
pekerjaan sehari-hari.
✓ Semua peserta ditiap kelompok diminta menuliskan 1 hal
Materi
➢ Ciri-ciri dukungan yang terdapat pada kerjasama yang berkualitas
Perilaku kompetitif menghalangi peran saling mendukung antar anggota,
sehingga mengakibatkan pencapaian tujuan bersama menjadi kurang
maksimal. Ciri pertama dari dukungan yang mampu meningkatkan kualitas
kerjasama tim adalah diutamakannya kolaborasi daripada kompetisi. Ciri
selanjutnya adalah dengan adanya perilaku kooperatif antar anggota tim.
Perilaku kooperatif membantu anggota kelompok mengenali bagaimana
mencapai tujuan dan memahami bahwa mereka bekerja untuk kepentingan
bersama. Orang percaya bahwa mereka bisa sukses bersama. Akibatnya,
mereka berbagi informasi yang akurat, mengidentifikasi masalah secara
terbuka, mendiskusikan pandangan yang berlawanan dengan jelas,
mengembangkan dan memilih solusi alternatif berkualitas tinggi yang akan
diterapkan oleh semua anggota (Zhang, dkk 2007). Hal ini juga dinyatakan
oleh Tjosvold, Yu, & Hui, (2004) bahwa situasi kooperatif berkorelasi positif
dengan pencapaian sasaran individu, sementara situasi kompetitif
berkorelasi negatif dengan pencapaian tujuan individu. Penelitian
menunjukkan bahwa tim yang sangat kooperatif lebih konstruktif dalam
mendiskusikan pandangan yang berlawanan dan bahwa perilaku ini
yang akan dilakukan untuk meningkatkan dukungannya
dalam mencapai target kerja timnya sehari-hari.
✓ Setelah menuliskan bentuk dukungannya, masing-masing
peserta memberikan tandatangannya di lembar kerja.
✓ Setelah semua selesai mengisi, lembar “Catatan untuk
Kami” disimpan oleh kelompok.
✓ Lembar kerja tersebut dapat ditempelkan di ruang kerja
atau meja peserta.
8. Trainer mendikusikan dan memberi umpan balik terhadap
lembar “Catatan untuk Kami” yang telah diisi peserta.
9. Trainer melakukan review dan menanyakan kepada peserta
mengenai materi yang telah disampaikan.
mengarah pada kinerja tim dan inovasi tim (Tjosvold, Andrews, & Jones,
1983).
➢ Referensi
Hoegl, M., & Geumenden, H.G. (2005). Kerjasama tim quality and the
success of innovative projects: A theoretical concept and empirical
evidence. Journal of Organization Science , Vol.12, No.4, pp.435-449;
ProQuest.
Sesi V
Penutupan
Sasaran Mengetahui seberapa besar pengaruh pelatihan yang bisa diterima
oleh peserta.
Waktu 11.45 – 12.15 (20-25 menit)
Perlengkapan Alat tulis, speaker, mic, lembar evaluasi reaksi, lembar evaluasi
pembelajaran
Agenda Materi alokasi waktu
Debrief 10 menit
Pengisian lembar pasca tes 5 menit
Pengisian lembar evaluasi 5 menit
Penutupan 5 menit
Indikator
Pencapaian a. Peserta mampu mengambil hikmah dari setiap sesi pelatihan.
b. Peserta memperoleh nilai tambah yang positif dan ditunjukkan
melalui lembar pasca tes.
Prosedur 1. Trainer memberikan ringkasan umum dengan menanyakan pada
peserta mengenai inti keseluruhan materi.
✓ Memastikan peserta bisa mengikuti dan memahami yang
disampaikan atau tidak.
2. Fasilitator membagikan lembar evaluasi.
✓ Trainer meminta peserta untuk mengisi lembar post-test
atau lembar evaluasi pembelajaran.
✓ Trainer meminta peserta mengisi lembar evaluasi reaksi.
✓ Fasilitator mengumpulkan kembali lembar evaluasi.
3. Trainer memberikan kata-kata motivasi supaya peserta mampu
mengaplikasikan ilmu yang didapat dari pelatihan untuk
kepentingan pekerjaan atau organisasi.
4. Ucapan terima kasih, permohonan maaf atas kekurangan, doa,
dan penutupan acara.
LEMBAR EVALUASI REAKSI
Nama :
Jabatan :
Berikan penilaian Anda tentang pelatihan ini dengan memberi tanda centang ( √ )
1 = Sangat Kurang 2 = Kurang 3 = Cukup 4 = Baik 5 = Memuaskan
No. URAIAN RESPON
1 2 3 4 5
Materi
1. Jelas dan mudah dimengerti
2. Menambah pengetahuan dan wawasan
3. Manfaat untuk pekerjaan di organisasi
4. Sesuai dengan tujuan pelatihan
5. Sistematika penyajian materi
Catatan:
Penyelenggaraan
1. Persiapan pelaksanaan pelatihan
2. Pengaturan waktu penyajian materi
3. Cepat tanggap dalam pelayanan
4. Koordinasi dengan fasilitator
Catatan:
Sarana
1. Kesesuaian sarana dan proses pelatihan
2. Konsumsi
3. Media pelatihan (audio - visual)
4. Training kit (alat tulis dan note book)
Catatan:
Kemampuan Trainer
1. Penguasaan materi
2. Penguasaan teknik penyajian materi
3. Penggunaan bahasa mudah dipahami
4. Pengelolaan proses belajar mengajar (interaksi)
Catatan:
Saran untuk pelatihan:
LEMBAR EVALUASI PEMBELAJARAN
Nama :
Jabatan :
Petunjuk
Silakan beri tanda silang (X) pada salah satu kolom jawaban yang paling benar menurut
Anda.
No.
PERNYATAAN TANGGAPAN
1. Hal paling penting yang diperlukan ketika mengerjakan tugas
bersama adalah kerjasama tim B S
2.
Keterampilan dan pengetahuan yang beranekaragam dalam tim
merupakan nilai tambah yang membuat kerjasama lebih
menguntungkan
B S
3. Kerjasama tim yang solid salah satunya dipengaruhi oleh terjalinnya
komunikasi yang baik B S
4. Keterbukaan pada komunikasi adalah ciri kerjasama tim yang
berkualitas B S
5. Komunikasi yang terbuka dan empatik dapat berlangsung pada
situasi kerja yang saling mendukung B S
6. Sikap defensif/mempertahankan diri mengakibatkan komunikasi
interpersonal menjadi tidak efektif B S
7. Kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah umum merupakan ciri keterbukaan komunikasi
B S
8. Kolaborasi antar karyawan merupakan bentuk dukungan yang dapat
meningkatkan kualitas kerjasama tim B S
9. Perilaku kooperatif membantu anggota kelompok mengenali
bagaimana mencapai tujuan bersama B S
10. Situasi kerja yang kooperatif memberi dampak positif t pencapaian
sasaran individu B S
PRA DAN PASCA TES
LEMBAR EVALUASI PEMBELAJARAN
Nama :
Jabatan :
Petunjuk
Silakan beri tanda silang (X) pada salah satu kolom jawaban yang paling benar menurut Anda.
No. PERNYATAAN TANGGAPAN
1. Membangun tim adalah sebuah proses yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi
internal kelompok, seperti kerjasama tim B S
2. Melalui pelatihan membangun tim, hubungan interpersonal antar karyawan dapat
ditingkatkan B S
3. Kemampuan membangun komunikasi secara jelas dan terbuka antar karyawan
merupakan bagian dari proses membangun tim B S
4. Proses membangun tim membutuhkan kolaborasi antar karyawan B S
5. Kualitas kerjasama tim dapat ditingkatkan dengan mengikuti program pelatihan
membangun tim (team building) B S
PRA DAN PASCA TES
LEMBAR OBSERVASI PESERTA
Nama :
Jabatan :
Tanggal :
No. Hal yang Diamati 1 2 3 4 5
1. Keaktifan
Peserta mencatat materi pelatihan
Peserta mengajukan pertanyaan
Peserta memberikan contoh pengalaman
Peserta mengajukan ide/pendapat
Peserta menyela pembicaraan teman/fasilitator
2. Perhatian
Peserta mendengarkan dan
memperhatikan trainer saat
menyampaikan materi
Peserta melakukan sesuatu yang tidak
ada hubungannya dengan proses
pelatihan
3. Kedisiplinan
Peserta datang tepat waktu
Peserta mengangkat tangan sebelum
bertanya
Peserta meminta izin pada trainer ketika
ingin keluar
4. Pemahaman
Peserta mengerjakan semua lembar kerja
sesuai dengan instruksi
Peserta mengumpulkan lembar kerja
sesuai waktu yang ditentukan
Peserta terlibat saat kegiatan simulasi (roleplay)
Peserta terlibat saat permainan
Catatan:
Keterangan: 1 = Kurang Sekali, 2 = Kurang, 3 = Cukup, 4 = Baik, 5 = Sangat Baik
(Foto 1. Ruang Kerja Karyawan)
(Foto 2. Gudang Penyimpanan
Produk)
(Foto 1. Persiapan Pelatihan)
(Foto 2. Trainer Menyampaikan Kontrak Belajar Kepada Peserta)
(Foto 3. Peserta Mengisi Lembar Pra-tes Pembelajaran)
(Foto 4. Peserta Mengisi Lembar “Kami adalah Tim”)
(Foto 5. Fasilitator Menyampaikan Instruksi untuk Simulasi)
(Foto 6. Peserta Bermain“Membangun Istana)
(Foto 7 dan 8. Lembar “Catatan untuk Kami” yang diisi oleh peserta)
top related