metode dakwah dalam upaya meningkatkan … · kurang ajar, tidak sopan dan menyakitkan hati orang...
Post on 28-Apr-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ii
METODE DAKWAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENGAMALAN ISLAM PADA MASYARAKAT KELURAHAN SUMARORONG
KECAMATAN SUMARORONG KABUPATEN MAMASA PROVINSI SULAWESI BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
OLEH :
AHMAD NIM : 105270018315
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/2020 M
iii
iv
v
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : AHMAD
NIM : 105270018315
Fakultas/ Prodi : Agama Islam/ Komunikasi Dan Penyiaran Islam
Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut :
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini,
saya menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)
2. Saya tidak melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi
3. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, 02 Rabi’ul Awwal 1442 H 20 Oktober 2020 M
Yang Membuat Pernyataan,
AHMAD
NIM :105270018315
Materai
6000
6000,-
vi
ABSTRAK
AHMAD, NIM 105270018315. 2020. Metode Dakwah Dalam Upaya Meningkatkan Pengamalan Islam Pada Masyarakat Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat. Skripsi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing 1 Sudir Koadhi, Pembimbing 2 M. Zakaria Al-Anshori.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengamalan Islam masyarakat Kelurahan Sumarorong dan untuk mengetahui metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong, serta untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah di Kelurahan Sumarorong.
Dalam peneitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, Langkah-langkah analisa data dalam penelitian ini adalah data-data yang berhasil dikumpulkan diklasifikasikan, kemudian data dideskripsikan, yaitu peneliti menjabarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan bahasa dan redaksi dalam bentuk tulisan. Selanjutnya peneliti menginterpretasikannya yaitu menafsirkan data-data yang telah terkumpul sesuai dengan bahasa peneliti berdasarkan data yang penulis peroleh dari fokus yang diteliti. Dan yang menjadi sasaran utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong.
Adapun hasil penelitian ini mengenai metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong adalah metode lemah lembut (bi-al-hikmah), metode ceramah (bi-al-maw’idzoh al-hasanah), metode tanya jawab (bi-al-mujadalah).
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah mencurahkan
nikmat-Nya berupa nikmat iman, kesehatan dan kesempatan sehingga
penulisan skripsi ini dapat kami selesaikan. shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah sallallahu a’laihi wasallam, Keluarga,
sahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti beliau sampai hari
kiamat.
Skripsi ini berjudul Metode Dakwah Dalam Upaya Meningkatkan
Pengamalan Islam Pada Masyarakat Kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumarorong Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat. Skripsi ini adalah
hasil upaya penulis untuk mengetahui Metode Dakwah dalam Upaya
Meningkatkan Pengamalan Islam Pada Masyarakat Kelurahan Sumarorong.
Skipsi ini juga merupakan tugas akhir akademik perkuliahan pada Universitas
Muhammadiyah Makassar untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar
sarjana sosial (S.sos) strata satu (S1) pada program studi komunikasi dan
penyiaran Islam (KPI).
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin
dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak moril maupun
materil, olehnya penulis menyampaikan ucapan syukur kepada:
viii
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar
2. Drs. H. Mawardi Pewangi, M. Pd.I. selaku Dekan Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Dr. Abbas, Lc., MA. selaku Ketua Prodi Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
4. Dr. Sudir Koadhi, S.S., M.Pd.I. selaku pembimbing 1 skripsi
5. M. Zakaria Al Anshori, M.Sos.I. selaku pembimbing 2 skripsi
6. Seluruh dosen-dosen Universitas Muhammadiyah Makassar
7. Seluruh teman-teman angkatan 1 Prodi Komunikasi dan Penyiaran
Islam yang selama ini telah bersama-sama menjalani proses
perkuliahan dan membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
Alhamdulillah
Jazakumullahu khairan katsiran
Makassar, 02 Rabi’ul Awwal 1442 H 20 Oktober 2020
Penulis
Ahmad Nim 105270018315
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... .iii
BERITA ACARA MUNAQOSYAH ......................................................... .iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................... v
ABSTRAK .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL. ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian ............................................. 5
E. Definis Operasional . .................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Metode Dakwah ......................................................... 8
B. Pengertian Dakwah ................................................................... 11
C. Tujuan Dakwah ......................................................................... 12
D. Dasar Hukum Dakwah . ............................................................. 15
E. Prinsip-Prinsip Dakwah . ............................................................ 21
F. Unsur-Unsur Dakwah ................................................................ 24
1. Subjek Dakwah ..................................................................... 24
2. Obyek Dakwah ...................................................................... 26
3. Metode Dakwah . ................................................................... 28
x
4. Materi Dakwah ...................................................................... 28
5. Media Dakwah . ..................................................................... 36
6. Efek Dakwah ......................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 39
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 39
C. Fokus Dan Deskripsi Fokus Penelitian . ..................................... 39
D. Instrumen Penelitian ................................................................. 40
E. Sumber Data ............................................................................. 41
F. Tekhnik Pengumpulan Data ...................................................... 41
G. Tekhnik Pengolahan dan Analisis Data . .................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Sumarorong ................................ 44
1. Keadaan Geografis Kelurahan Sumarorong .......................... 44
2. Demografi Kelurahan Sumarorong ........................................ 45
3. Kondisi Sosial Mayarakat ...................................................... 47
B. Gambaran Umum Pengamalan Islam masyarakat .................... 48
C. Metode dakwah yang diterapkan pada masyarakat . ................. 50
D. Faktor pendukung dan penghambat dakwah ............................ 53
1. Faktor Pendukung. ................................................................. 53
2. Faktor Penghambat. ............................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 60
B. Saran ........................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 63
DAFTAR RIWAYAT HIDUP. ................................................................. 66
LAMPIRAN. .......................................................................................... 67
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Kelurahan Sumarorong Menurut Agama..............45
Tabel 4. 2 Jumlah Tempat Ibadah Kelurahan Sumarorong.................................46
Tabel 4. 3 Jumlah Lembaga Pendidikan Kelurahan Sumarorong......................46
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang harus didakwahkan
kepada umat manusia.1 Keharusan tetap berlangsungnya dakwah Islamiyah
di tengah-tengah masyarakat itu sendiri, merupakan realisasi dari salah satu
fungsi hidup setiap manusia muslim, yaitu sebagai penerus Nabi Muhammad
sallallahu a’laihi wasallam, untuk menyeru dan mengajak manusia menuju
jalan Allah subhanahu wata’ala, jalan keselamatan dunia akhirat di samping
fungsi hidup sebagai khalifah di muka bumi ini.
Dakwah Islamiyah identik dengan risalah Islamiyah yang diemban oleh
seoarang rasul. Dalam pengertian bahwa ajaran Islam diterima oleh para
rasul untuk disebar luaskan kepada pengikutnya. Tugas dakwah Islamiyah
dimulai sejak zaman Nabi Nuh as. Adapun Nabi Adam as Dan Nabi Idris as,
tidak dibebani untuk melakukan dakwah Islamiyah karena umatnya masih
sedikit, atau karena peradaban manusia masih pada tahap uji coba. Ajaran
agama ditujukan untuk seluruh manusia sehingga keberadaan agama
sebagai satu persyaratan bagi adanya taklif (tugas keamanan yang diemban
oleh manusia).2
Dalam pandangan Islam (syari'at), kegiatan dakwah merupakan
perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam, baik secara
1Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Cet. II, Jakarta: Kencana,
2015), h. Viii.
2Bambang S. Ma’arif, Komunikasi Dakwah, (Cet. I, Bandung: Simbiosa Rekamata
Media, 2010), h. 21
2
individu maupun secara kolektif. Oleh karena itu, setiap ummat Islam
mempunyai kewajiban untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan dan ilmu
yang dimiliki. Kewajiban melaksanakan dakwah didasarkan firman Allah
didalam QS. Ali Imran/3 : 104 Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Terjemahnya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.3 Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.4
Dan juga didalam QS. an-Nahl/16 : 125 Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
Terjemahnya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah5 dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik”.6
Di ayat yang kedua selain berisi perintah untuk berdakwah didalamnya
terdapat pula metode dalam berdakwah, dan inilah yang harus diperhatikan
oleh para da’i karena cara memberikan sesuatu lebih penting dari pada
sesuatu yang diberikan itu sendiri. Secangkir teh pahit dan sepotong ubi
goreng yang disajikan dengan sopan, ramah dan tanpa.
3Ma’ruf ialah segalah perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan
mungkar ialah segalah perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah.
4Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 63.
5Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan
yang batil.
6Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
3
sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak disantap ketimbang seporsi
makanan lezat, mewah dan mahal harganya, tetapi disajikan dengan cara
kurang ajar, tidak sopan dan menyakitkan hati orang yang menerimanya.
Gambaran diatas memberikan ungkapan bahwa tata cara atau metode
lebih penting dari materi, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan at-Tariqah
ahammu min al-Maddah. Ungkapan ini sangat relevan dengan kegiatan
dakwah. Betapapun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya
pesan-pesan yang disajikan, tetapi bila disampaikan dengan cara yang
sembrono, tidak sistematis, dan serampangan, maka akan menimbulkan
kesan yang tidak menggembirakan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi
kurang sempurna, bahan sederhana dan pesan-pesan yang disampaikan
kurang bagus, namun disajikan atau disampaikan dengan cara yang baik,
menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang
menggembirakan. Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan
metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan
konstektual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan
hangat ditengah masyarakat. Faktual dalam arti kongkrit dan nyata, serta
kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang
dihadapi oleh masyarakat.
Oleh sebab itu, memilih cara dan metode yang tepat, agar dakwah
menjadi aktual, faktual dan konstektual, menjadi bahagian strategis dari
kegiatan dakwah itu sendiri. Tanpa ketepatan metode dan keakuratan cara,
kegiatan dakwah akan terjerumus kedalam upaya “arang abis besi
4
binasa”. Aktivitas dakwah akan berputar dalam pemecahan problema tanpa
solusi dan tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya.7
Dalam skripsi ini kami beri judul ” Metode Dakwah Dalam Upaya
Meningkatkan pengamalan Islam pada Masyarakat ” dalam skripsi ini penulis
mencoba membahas masalah metode yang digunakan da’i dalam
meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorog
Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan utama dalam skripsi ini, yaitu:
Bagaimana metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam
pada masyarakat kelurahan Sumarorong ?
Untuk mempermudah pembahasan, masalah utama tersebut di bagi ke
dalam sub masalah:
1. Bagaimana pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong ?
2. Bagaimana metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam
pada masyarakat Kelurahan Sumarorong ?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat dakwah dalam upaya
meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan
Sumarorong.
7M. Munir, Metode Dakwah, (Cet. III, Jakarta: Kencana, 2009), h. Viii-ix.
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengamalan Islam masyarakat Kelurahan Sumarorong
2. Untuk mengetahui Bagaimana metode dakwah dalam upaya meningkatkan
pengamalan Islam pada msyarakat di Kelurahan Sumarorong
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah dalam
upaya meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat di Kelurahan
Sumarorong
D. Manfaat/Kegunaan penelitian
Dari tujuan yang telah dirumuskan dapat diambil manfaat / kegunaan
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan menambah khazanah ilmiah yang menyangkut
metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam
masyarakat
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pedoman bagi
para Da’i dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam masyarakat
3. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi
penulis itu sendiri, terutama dalam menambah wawasan khususnya dalam
metode dakwah.
6
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda tentang penelitian yang
berjudul “ Metode Dakwah Dalam Upaya Meningkatkan Pengamalan Islam
Pada Masyarakat Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong
Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat”, maka penulis perlu
mempertegas dan memperjelas arti beberapa istilah yang terkandung di
dalam judul tersebut, sebagai berikut:
1. Metode dakwah
Metode dalam kamus besar bahasa indonesia adalah cara yang
teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud, atau
cara kerja yang teratur dan bersistem untuk dapat melaksanakan suatu
kegiatan dengan mudah guna mencapai maksud.8 Adapun dakwah dalam
kamus besar bahasa indonesia adalah peyiaran, propaganda, atau
penyiaran agama dikalangan masyarakat dan pengembangannya; seruan
untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.9
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
metode dakwah adalah tata cara menjalankan dakwah agar mencapai
tujuan dakwah yang telah direncanakan.10
2. Pengamalan Islam
Pengamalan adalah 1. Hal (perbuatan) melaksanakan; pelaksanaan;
penerapan; 2. Hal (perbuatan) menunaikan (kewajiban), (tugas); 3. Hal
(perbuatan) menyampaikan (cita-cita, gagasan); 4. Hal
8Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 952.
9Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 309.
10Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jatim: Madani,2016), h, 104.
7
(perbuatan) menyumbangkan atau mendermakan.11 Sedangkan Islam
adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sallallahu a’laihi
wasallam.12 Dan pengertian Islam adalah damai dan selamat13 Dari
pengertian diatas maka kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud
pengamalan Islam pada judul diatas adalah menunaikan kewajiban
beragama atau melaksanakan ajaran Islam yang dibawah oleh nabi
Muhammad sallallahu a’laihi wasallam yang jauh dari bid’ah, tathayyur, dan
khurafat, sehingga hidup damai dan selamat dunia akhirat.
3. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang hidup bersama pada
suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu atau segolongan
orang-orang yang mempunyai kesamaan tertentu.14
11
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 48.
12Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 601.
13 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir,(Cet.14, Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), h. 655.
14Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 924.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu”meta” (melalui)
dan “hodos” (jalan, cara).15sumber yang lain menyebutkan bahwa metode
dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang
dalam bahasa Arab disebut thariq.16 Metode (Arab:thariqat atau manhaj)
diartikan tata cara.17 Menurut Dr. Wardi Bachtiar metode adalah cara-cara
yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah,
yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.18
Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan
yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.19
Kaitannya dengan metode dakwah para Ahli sepakat membagi metode
dakwah menjadi tiga bagian berdasarkan ketentuan QS. an-Nahl/16 : 125
yaitu:
15Ahm. Syafi’i Ma’arif. Islam dan Politik:upaya membingkai
peradaban,(Jakarta:Pustaka Dinamika,1999), h. 15
16Hasanuddin, Hukum Dakwah ,( Cet. 1, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35.
17M.Yunan Yusuf, Metode Dakwah Sebuah Pengantar Kajian, dalam Munzier Suparta
dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003), h. X.
18Wardi Bachtiar, Metodologi penelitian, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), h. 34.
19M.Munir dan kawan-kawan, Metode Dakwah, (Cet. 3, Jakarta: Kencana, 2009),
h. 6.
9
Terjemahnya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah20 dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungghunya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.21
1. Metode bi-al-hikmah
Metode bi-al-hikmah merupakan seruan atau ajakan dengan cara
bijak, filosofis, argumentatif, dilakukan dengan penuh adil, penuh
kesabaran, dan ketabahan sesuai dengan risalah an-ubuwwah dan
ajaran al-Qur’an atau wahyu ilahi.22
2. Metode bi-al-maw’izah al-hasanah
Metode al-maw’izah al-hasanah merupakan perkataan-perkataan
yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan
nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-
Qur’an.23tekanan dakwah al-mau’izah al-hasanah tertuju kepada
peringatan yang baik dan dapat menyentuh hati sanubari seseorang,
sehingga mad’u terdorong untuk berbuat baik.24
20
Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan
yang batil
21
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
22I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah, h. 51.
23Hasanuddin, Hukum Dakwa, (Jakarta:Pedoman Ilmu,1996), h. 37.
24Salmadanis, Metode Dakwah Dalam Presfektif al-Qur’an, (Jakarta:Disertasi Pasca
Sarjana IAIN Jakarta, 2002), h. 186-187 ; didalam Acep Arifuddin, Pengembangan Metode
Dakwah,( Cet. 1, Jakarta:Rajawali Pers,2011),h. 10.
10
3. Metode bi-al-mujadalah
Metode bi-al-Mujadalah adalah dakwah dengan melakukan
perdebatan dan perbantahan kepada obyek dakwah.25 Akan tetapi
debat yang dimaksud disini adalah debat yang baik dengan tetap
menggunakan kata-kata yang sopan. Tujuan dari mujadalah adalah
menyingkapi kebenaran kepada subyek dan obyek dakwah keduanya
sanggup menerima kebenaran dengan lapang dada, perlu diperhatikan
oleh seorang da’i bahwa berdialog bukan untuk memenangkan
pendapat pribadi dan mengalahkan pihak lain tetapi mengunggulkan
kebenaran Islam. Da’i tidak boleh terlalu ambisius tetapi bersikap
tenang sehingga tidak kehilangan kontrol dari tugas utama seorang
da’i adalah menjelaskan risalah dengan cara yang terbaik urusan
diterimah tidaknya risalah tersebut hanya Allah Subhanahu wata’ala
yang mengetahui orang yang sesat dari jalannya dan mengetahui
irang-orang yang mendapat petunjuk. Keutamaan berdebat
(mujadalah) terletak pada kemenangannya dalam mempertahankan
benteng Islam. Oleh sebab itu seorang da’i dalam menggunakan
mujadalah ini diharuskan memiliki persiapan-persiapan sebagai
berikut:
a. Kemampuan dan keterampilan tentang tekhnik debat yang baik.
b. Menguasai betul tentang materi dakwah. Mengenai kelebihan dan
kelemahan musuh dan sebagainya.26
25
Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, h, 122.
26Muhammad Masfiatul Wardi, Metode Dakwah Smart Korps dakwah Masjid
syuhada’ ,(Yogyakarta:Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Skripsi tidak diterbitkan), h. 9-
12.
11
B. Pengertian Dakwah
Pengertian dakwah dalam kamus Al-Munawwir adalah دعاء ودعوة –دعا
yang artinya memanggil, mengundang.27 Ditinjau dari segi bahasa “Dakwah”
berarti : panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan dalam bahasa Arab
disebut masdhar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti :
memanggil, menyeruh atau mengajak (Da’a, yad’u, Da’watan). Orang yang
berdakwah biasa disebut dengan da’i dan orang yang menerimah dakwah
atau orang yang didakwahi disebut dengan mad’u.28 Dijelaskan pula oleh
Achmad Mubarok bahwasannya di dalam bahasa arab, istilah dakwat atau
dakwatun digunakan untuk arti: undangan, ajakan, dan seruan yang
kesemuanya menunjukan adanya komunikasi antara dua pihak dan upaya
mempengaruhi pihak lain. Dimaksudkan dengan upaya mempengaruhi ialah
agar orang bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang disampaikan oleh
da’i.29 Sendangkan secara istilah berarti menyeruh untuk mengikuti sesuatu
dengan cara dan tujuan tertentu.30
Adapun dakwah didefinisikan dalam suatu rumusan definisi. Telah
banyak tokoh yang telah memberikan definisi terhadap dakwah ini
diantaranya
Masdar Helmy memberikan pengertian dakwah yaitu :
27
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, h. 406
28Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,(Cet. 1, Jakarta:Rajawali Pers,
2011), h. 1
29Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah:Membangun Cara Berfikir dan Merasa,
(Malang: Madani, 2014), h. 26-27
30Acep Kusnawan, Dimensi Ilmu Dakwah, (Padjadjaran: widya padjadjaran,
2009), h. 15
12
Dakwah adalah mengajak dan menggerakkan manusia agar menaati
ajaran-ajaran Allah ( Islam ) termasuk amr ma’ruf nahi munkar untuk bisa
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.31
Sedangkan menurut Nur Syam beliau mengemukakan bahwa:
Dakwah adalah proses merealisasikan ajaran Islam dalam dataran
kehidupan manusia dengan strategi, metodologi, dan system dengan
mempertimbangkan dimensi religio-sosio-psikologis individu atau
masyarakat agar target maksimalnya tercapai.32
Begitu pula Muhammad Sulthon mengemukakan:
Dakwah adalah panggilan dari Tuhan dan Nabi Muhammad Sallallahu
‘alaihi wasallam untuk umat manuisa agar percaya kepada ajaran Islam
dan mewujudkan ajaran yang dipercayainya itu dalam segala segi
kehidupan.33
C. Tujuan Dakwah
Mengenai tujuan dari dakwah Islam para pakar dan penulis Islam
tentang dakwah masing-masing mengemukakan dan menjabarkan secara
berbeda-beda. Kendatipun demikian, secara esensial mempunyai tujuan yang
sama, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar.
Dalam arti yang lebih luas bahwa dakwah bertujuan untuk melakukan
perubahan kondisi yang lebih baik agar manusia memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat.
31
Masdar Helmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan, (Semarang: Toha Putra),
h. 31.
32Nur Syam Filsafat Dakwah Pemahaman Filosofis tentang Ilmu Dakwah (Surabaya:
Jenggala Pustaka Utama, 2003), h. 2.
33Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
h. 13.
13
Tujuan dilaksanakannya dakwah adalah mengajak umat manusia
kejalan Allah subhanahu wata’ala, jalan yang benar, yaitu Islam disamping itu,
dakwah bertujuan untuk mempengaruhi cara berfikir manusia, secara
merasa, cara bersikap dan bertindak agar manusia bertindak sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam.34 Sehubungan dengan hal tersebut, H.M. Arifin
mengemukakan bahwa tujuan dakwah adalah untuk menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang
dibawakan oleh para da’i atau penerang agama.35 Bisri Afandi mengatakan
dalam bukunya Beberapa Percikan Jalan Dakwah bahwa yang diharapkan
oleh dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan
adil maupun aktual, baik pribadi, maupun keluarga, masyarakat, way of
thingking atau cara berpikirnya cara hidupnya berubah menjadi lebih baik.
Yang dimaksudkan adalah nilai nilaI agama semakin dimiliki banyak orang
dalam segala situasi dan kondisi.36 Berbeda dengan Wahdi Bachtiar bahwa
tujuan dakwah adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur serta
mendapat ridha Allah Subhanahu wata’ala.37 Tujuan dakwah merupakan
landasan penentuan strategi dan sasaran yang hendak ditempuh harus
mempunyai sasaran atau tujuan yang jelas. Dalam komunikasi kelompok,
tujuan komunikasi harus sudah ditetapkan terlebih dahulu agar semua
anggota kelompok mengetahui dan melaksanakan tugas dan fungsi yang
34
Rofiuddin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip Dan Strategi Dakwah, (Bandung:
Pustaka Setia, 1997), h. 32.
35M. Arifin, Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) h.
25.
36Bisri Afandi, Beberapa Percikan Jalan Dakwah (Surabaya: Fakultas Dakwah
Surabaya, 1984), h. 3.
37Wahdi Bahtiar, Metodologi Penelitian Da’wah, (Cet. I:Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), h. 3.
14
harus mereka kerjakan.38 Tujuan dakwah juga adalah mengubah pandangan
hidup seseorang, dari perubahan pandangan hidup ini akan berubah pula
pada fikir dan pola sikap. Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam QS. al-
Anfal/8 : 24
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu39 dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.40
Berdasarkan ayat tersebut, tegaslah bahwa yang menjadi inti semua
dakwah adalah menyadarkan manusia akan arti yang sebenarya dari hidup
ini. Bukanlah hidup ini hanya semata-mata untuk makan dan buat minum,
yang hanya makan dan minum hanyalah binatang.41
Dari beberapa penjelasan tentang tujuan da’wah di atas, Asmuni
Syukri membagi tujuan da’wah kepada dua bentuk, yaitu :
1. Tujuan Umum (Mayor Obyektive), yaitu mengajak seluruh umat manusia
yang meliputi orang mukmin, kafir, musyrik, fasik dan lain-lain ke jalan yang
benar yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wata’ala. agar dapat hidup
sejahtera di dunia dan akhirat.
38
Aloliliweri, Komunikasi Antar Pribadi (Cet. II, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), h.
14.
39Menyerumu berperang untuk meninggikan kalimat Allah dan menghidupkan Islam
dan Muslim. Juga berarti menyerumu kepada iman, petunjuk, jihad, dan segalah yang ada
hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
40Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 179.
41Mahfudh Syamsul Hadi dan kawan-kawan, Rahasia Keberhasilan Dakwah
K.H.Zainuddin m.z, (Surabaya: Ampel Suci, 1994), h. 133.
15
2. Tujuan Khusus (Minor obyetive), yaitu merupakan penjabaran perincian
dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui ke mana
arahnya, ataupun kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa
berdakwah dengan cara bagaimana dan sebagainya secara terperinci.42
D. Dasar Hukum Dakwah
Para ulama sepakat tentang kewajiban berdakwah. Diantara ayat-ayat
dakwah yang menyatakan kewajiban dakwah yang menyatakan kewajiban
dakwah secara tegas adalah, surat an-Nahl ayat 125, surat Ali Imran ayat
104, dan surat Al-Maidah ayat 78 dan 79.
1. Surat an-Nahl ayat 125
Terjemahnya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah43 dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.44
2. Surat Ali Imran ayat 104
42
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategis Da’wah (Surabaya :Al-Ikhlas), h. 60.
43Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan
yang batil.
44Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
16
Terjemahnya:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.45
3. Surat al-Maidah ayat 78.
Terjemahnya:
“orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melaului lisan (ucapan) Dawud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas”.46
4. Surat al-Maidah ayat 79.
Terjemahnya:
“mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.”47
Ayat-ayat di atas secara tegas memerintahkan kita untuk melaksanakan
dakwah Islam. Perintah tersebut ditujukan dalam bentuk kata perintah dan
kecaman bagi yang meninggalkan dakwah. Kata perintah ( fi’il amr )
disebut dalam surat an-Nahl ayat 125 dengan kata “serulah” ( ادع )
sedangkan dalam surat Ali Imran ayat 104 kata perintahnya berupa “dan
hendaklah ada diantara kamu sekelompok
45
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 63.
46Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 121.
47Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 121.
17
orang yang menyeru......” ( ولتكن ). Perintah yang pertama lebih tegas dari
pada perintah yang kedua. Perintah pertama menghadapi subjek hukum
yang hadir, sedangkan subjek hukum dalam perintah kedua tidak hadir.
Selain itu, pesan dari perintah pertama lebih jelas, yakni “berdakwalah”,
sedangkan pesan dari perintah kedua hanya “hendaklah ada sekelompok
orang yang berdakwah”. Dalam surah al-Maidah ayat 78-79 tersebut
mengecam dengan keras Bani Israil yang meninggalkan dakwah. Mereka
tidak memiliki kepedulian sama sekali kepada aktivitas dakwah. “Mereka
tidak melarang kemungkaran” perintah ini juga tidak lebih tegas dibanding
kedua ayat tersebut. Surat al-Maidah ayat 78-79 tersebut hanya
menampilkan contoh nyata dari ummat terdahulu yang disiksa karena
mengabaikan perintah mencegah kemungkaran. Meskipun kecaman tidak
ditujukan kepada ummat Nabi Sallallahu a’lai wasallam tetapi ia berlaku
kepada ummat Nabi Sallallahu a’laihi wasallam karena ummat terdahulu
masih berlaku selama belum diganti.48
Akan tetapi ulama berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum
dakwah fardu kifayah atau fardu a’in ulama yang berpendapat bahwa
hukum dakwah adalah fardhu kifayah. Pendapat ini berdasarkan QS. Ali
Imran/3: 104:
Terjemahnya:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan
48
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Cet. 5, Jakarta: Kencana, 2004), h. 145-147.
18
mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.49
Ayat ini dipahami menekankan kata”minkum” yang berarti sebagian,
sehingga tidak semua atau setiap orang Islam memikul tanggung jawab
berdakwah. Pendapat ini diperkuat dengan ayat lain, yaitu QS. at-Taubah/9
: 122 :
Terjemahnya:
“Dan idak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”.50
Kedua ayat tersebut memberinkan pengertian bahwa dakwah berarti
menjadi tanggung jawab orang saja, tidak perlu semua ummat Islam
berdakwah. Dakwah dalam konteks ini adalah sebagaimana digambarkan
memberikan peringatan kepada kaum menyangkut penjagaan diri ( dari
dosa ).51
Adapun ulama yang berpendapat hukum dakwah adalah fardu a’in,
yakni berdakwah merupakan kewjiban setiap muslim sesuai kadar
kemampuan masing-masing. Pendapat ini berdasarkan dalil dalam al-
Qura’an, seperti dalam QS. an-Nahl/16 : 125 :
49Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 63.
50Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h.206.
51Rafiuddin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, h. 27-28 .
19
Terjemahnya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah52 dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.53
Ayat ini dipahami memerintahkan kepada nabi dan ummatnya untuk
mengajak manusia kejalan Allah subhanahu wata’ala dengan berbagai
jalan yang bisa ditempuh. Dalam al-Qur’an surat at-Taubah/9 ayat 71
ditegaskan:
Terjemahnya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.54
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa dakwah harus dilakukan oleh setiap
orang mukmin dan sevara kolektif ( saling bahu membahu ). Ummat Islam
harus melakukan kebaikan secara bahu membahu, saling tolong
menolong, dan saling membantu antara yang satu denga lainnya.
52
Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan
yang batil.
53Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
54Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 198.
20
Karena, orang munafikpun melakukan kemungkaran juga secara bahu
membahu, sebagaimana ditegaskan dalam QS. at-Taubah/9 : 67 :
Terjemahnya:
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu denga yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang ma’ruf dan mereka menggemgamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula).Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang fasik”.55
Dengan adanya dakwah merupakan kewajiban setiap muslim, berarti
dakwah merupakan tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab
sebagian orang atau sekelompok orang. Hal ini akan membuat aktivitas
dakwah dapat berjalan dengan baik dan lancar.56 Di ayat yang lain juga
ditegaskan seperti dalam QS. at-Tahrim/66 : 6 :
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
55
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 197.
56Rafiuddin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, h. 27-28.;di dalam
Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 27-29.
21
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.57
E. Prinsip-Prinsip Dakwah
Dakwah adalah usaha meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Bagi
orang yang didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tak lebih
maknanya dari bunyia-bunyian. Jika dakwahnya berupa informasi maka ia
dapat memperoleh pengertian, tetapi jika seruan dakwahnya merupakan
panggilan jiwa, maka ia harus keluar dari jiwa juga. Penjahat yang berkhutbah
tentang kebaikan, maka pesan kebaikan itu tak akan pernah masuk kedalam
jiwa pendengarnya. Berbeda dengan aktor yang ukuran keberhasilannya jika
berhasil berperan sebagai orang lain, maka seorang da’i harus berperan
sebagai dirinya. Seorang da’i harus terlebih dahulu menjalankan petunjuk
agama sebelum memberi petunjuk kepada orang lain. Ia harus seperti minyak
wangi, mengharumkan orang lain tapi dirinya memang lebih harum, atau
seperti api, bisa memanaskan besi, tetapi dirinya memang lebih panas. Oleh
karena itu, untuk menjadikan dakwah itu efektif, masyarakat dakwah
khususnya para da’i harus memahami prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut:
58
1. Berdakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri (ibda’ binafsik) dan
kemudian menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat, di
dalam QS.at-Tahrim/66 : 6 :
57
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 560.
58Faizah, Lalu Muchsin Effendi, pengantar, Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah,
(Cet. 2, Jakarta:kencana), h. x-xii.
22
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.59
2. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris para nabi, yakni mewarisi
perjuangan yang berisiko, al‘ulama waratsatul anbiya’. Semua nabi harus
juga mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski sudah
dilengkapi dengan mu’jizat.
3. Da’i harus menyadari bahwa masyarakat membutuhkan waktu untuk dapat
memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwah pun harus
memerhatikan tahapan-tahapan, sebagaiman dulu Nabi Muhammad harus
melalui tahapan periode Mekkah dan periode Madinah.
4. Da’i juga harus menyelami alam pikiran masyarakat sehingga kebenaran
Islam bisa disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat
5. Dalam menghadapi kesulitan da’i harus bersabar, jangan bersedih atas
kekafiran masyarakat dan jangan sesak nafas terhadap tipu daya mereka
(QS. an-Nahl: 127)
Terjemahnya:
“Bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan”.60
59
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 560.
60Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 281.
23
karena sudah menjadi sunnahtullah bahwa setiap pembawa kebenaran
pasti akan dilawan oleh orang kafir, bahkan setiap Nabipun harus
mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang da’i hanya bisa mengajak,
sedangkan yang memberi petunjuk ialah Allah subhanahu wata’ala. Citra
positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi dakwah, sebaliknya
citra buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontraproduktif.
Citra positif bisa dibangun dengan kesungguhan dan konsistensi dalam
waktu lama, tetapi citra buruk dapat terbangun terbangun seketika hanya
satu kesalahan fatal. Dalam hal ini, keberhasilan membangun komunitas
Islam, meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
6. Da’i harus memerhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah, yaitu
prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat
unversal, yakni al khair (kebajikan), yad’una ila al-khair, baru kepada amr
ma’ruf dan kemudian nahi munkar (QS. Ali-Imran/3:104)
Terjemahnya:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.61
Al-khair adalah kebaikan universal yang datangnya secara normatif dari
Tuhan, seperti keadilan dan kejujuran, sedangkan al-ma’ruf adalah sesuatu
yang secara “sosial” dipandang sebagai kepantasan. Sangat
61
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya , h. 64.
24
tidak produktif berdakwah dengan ramai-ramai membakar tempat maksiat
(nahi munkar), tetapi mereka sendiri tidak adil dan tidak jujur.
F. Unsur-Unsur Dakwah
1. Subjek Dakwah
Subjek dakwah sering dikenal dengan sebuah istilah da’i, juru
dakwah, pelaksana dakwah, atau istilah lainnya, subjek dakwah ini
merupakan orang atau sekelompok orang yang melakukan tugas
dakwah,yang berfungsi sebagai pelaku dakwah.62 Secara umum kata Da’i
secara umum sering disebut sebagai muballigh (orang yang
menyampaikan ajaran Islam). Namun sebenarnya sebutan ini namun
sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat
cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran
Islam melalui lisan, sebagai penceramah, khatib (orang yang berkhotbah)
dan sebagainya.63 Pelaksana dakwah atau subyek dakwah ini bisa
perorangan atau kelompok yang bersedia dan mampu melaksanakan
tugas dakwah dan sebagainya. Pribadi atau sosok subyek adalah sosok
manusia yang mempunyai nilai keteladanan yang baik dalam segala hal.
Maka seorang muballigh mempunyai tanggung jawab moral serta
mempertahankan diri sebagai sebaik-baik ummat. Setiap orang adalah
pemimpin, karena itu ia akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya kelak ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala.
62
Siti Uswatun Khasanah, Berdakwalah Dengan Jalan Debat, (Purwokerto: STAIN
Purwokerto Pess), h. 28.
63M.Munir dan Wahyu Ilaihi, Mnajemen Dakwah, (Cet. 2, Jakarta: kencana, 2009), h.
22.
25
Dalam ilmu komunikasi pendakwah adalah komunikator yaitu orang yang
menyampaikan pesan komunikasi (message) kepada orang lain. Karena
dakwah bisa melalui tulisan, lisan, perbuatan, maka penulis keislaman,
penceramah islam, mubaligh, guru mengaji, pengelola panti asuhan Islam
dan sejenisnya termasuk pendakwah atau da’i. Pendakwah bisa bisa
bersifat individu ketika dakwah yang dilakukan bersifat perorangan dan
bisa juga bekelompok atau kelembagaan ketika dakwah digerakkan oleh
sebuah kelompok atau organisasi. Pendakwah atau da’i dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukallaf (sudah dewasa).
Kewajiban dakwah telah melekat tak terpisahkan pada mereka sesuai
dengan kemampuan masing-masing sebagai realisasi perintah
Rasulullah SAW. untuk menyampaikan islam kepada semua orang
walaupun hanya satu ayat.
2. Secara khusus adalah muslim yang telah mengambil spesialisasi
(mutakhashish) dibidang agama islam, yaitu ulama dan sebagainya.64
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim
dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi
tugas ulama. Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’in (juru
penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran
agama islam.65
Untuk mencapai sebuah keberhasilan yang maksimal dalam
berdakwah maka harus mempunyai kemampuan manajemen profesional,
64
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (cet. Ke-5; Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri,
2016), h.216. 65
H.M.S. Nasaruddin Latif, Teori dan Praktik Dakwah Islamiyah, (Jakarta: PT Firma
Dara, tt.) h. 20
26
diantara ciri pokok seorang da’i yang mempunyai bekal kemampuan dan
keahlian dalam memimpin (leadership and managerial skill). Nilai-nilai
leadeship dakwah tersebut adalah sebagai berikut.66
a. Mempunyai ilmu pengetahuan yang luas.
b. Bersikap dan bertindak bijaksana.
c. Berpengetahuan luas.
d. Bersikap dan bertindak adil.
e. Berpendirian teguh.
f. Mempunyai keyakinan bahwa misinya akan berhasil.
g. Berhati ikhlas.
h. Memiliki kondisi fisik yang baik.
i. Mampu berkomunikasi.
2. Obyek Dakwah
Obyek dakwah adalah yang dijadikan sasaran untuk menerimah
dakwah yang sedang dilakukan oleh da’i. Keberadaan obyek dakwah yang
sering kita kenal dengan mad’u, yang sangat heterogen baik ideology,
pendidikan, status sosial, kesehatan, usia dan sebagainya.67 Atau obyek
dakwah adalah seluruh manusia tanpa terkecuali. Siapapun mereka, laki-
laki maupun perempuan, tua maupun mudah, seorang bayi yang baru lahir
ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua adalah obyek dakwah
(mad’u).68
66
A.Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997),h. 38.
67I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah, h. 47.
68Cahyadi Takariawan, Prinsip-prinsip Dakwah Yang Tegar di jalan Allah,
(Yogyakarta: Izzan Pustaka, 2005), h. 24.
27
Dalam proses pelaksanaan dakwah, mad’u dapat bersifat individu
ataupun kolektif. Individu karena memang tujuan adalah mengajak dan
mendorong manusia untuk mengamalkan ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari agar memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat. Bersifat kolektif karena dakwah juga bertujuan untuk membentuk
tatanan kehidupan masyarakat yang bersendikan Islam. Masyarakat Islami
tidak hanya terbentuk manakala tidak didukung oleh anggota yang tidak
Islami, demikian pula sebaliknya, individu yang Islami tidak akan terbentuk
di dalam masyarakat yang tidak menghargai Islam.69
Masyarakat yang merupakan sasaran dakwah (obyek dakwah)
meliputi masyarakat yang dilihat dari berbagai segi:
1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis berupa masyarakat terasig, pedesaan, kota besar dan kecil
serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi
struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3. Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiokultural berupa golongan priayi, abangan, dan santri. Klasifikasi ini
terutama terletak dalam masyarakat jawa.
4. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari
segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.
5. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari
segi okupasional (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani,
pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).
69
Aris Saefullah, Gusdur vs Amin Rais, (Yogyakarta: Laela Thinkers, 2003), h. 48.
28
6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat
hidup sosial-ekonomis berupa golongan orang kaya, menegah dan
miskin.
7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis
kelamin (sex) berupa golongan pria, wanita, dan sebagainya.
8. Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus
berupa golongan masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya,
narapidana, dan sebagainya.70
3. Metode Dakwah
Metode dakwah dalam arti luas mencakup strategi dan tekhnik
dakwah.71 Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang telah
memiliki pengertian.”suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan,
rencana sistem, tata fikir manusia”.72 Atau jalan atau cara yang dipakai juru
dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam.73
4. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan oleh
da’i kepada mad’u.74 Pada dasarnya materi dakwah hanyalah al-Qur’an
dan as-Sunnah. al-Qur’an merupakan sumber utamanya, ia merupakan
70
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jawa, 1997), h. 11.
71Cahyadi Takariawan, Prinsip-Prinsip Dakwah Yang Tegar di jalan Allah, h. 24.
72M. Syafaa’t Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Cet. 1, Jakarta: Wijaya, 1992), h. 160.
73M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Mnajemen Dakwah, h. 33.
74M.Munir dan Wahyu Ilaihi, Mnajemen Dakwah, h. 24.
29
materi pokok yang harus disampaikan melalui dakwah dengan
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat (komunikan atau
audiens). al-Qur’an merupakan wahyu Allah subhanahu wata’ala yang
mutlak kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah akan keutuhan,
keaslian, dan keakuratanya. al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang
diturunkan Allah subhanahu wata’ala melalui perantara Jibril as, kepada
Nabi Muhammad sallallahu a’laihi wasallam sebagai satu pedoman hidup
yang harus ditaati dan dipatuhi ummat manusia dalam menuju
keselamatan hidup dunia akhirat.
Sebagai pedoman hidup dalam al-Qur’an terkandung secara
lengkap petunjuk, pedoman, hukum, sejarah serta prinsip-prinsip baik yang
menyangkup masalah keyakinan, peribadatan, pergaulan, akhlak, politik,
ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya. Sebagai suatu pedoman
yang masih bersifat umum/global maka pengungkapan-pengungkapan
dalam al-Qur’an masih belum terinci sedetail-detilnya. Namun demikian tak
ada satupun persoalan yang tak disinggung oleh al-Qur’an, sekecil apapun
Allah Subhanahu wata’ala tidak melupakannya; tersebut dalam surat al-
An’am ayat 38:
a. Bayan tafsir, yaitu menerankan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal
dan musytarak seperti penjelasan tentang cara (kaifiyat) sholat, haji dan
sebagainya.
b. Bayan takrir, yaitu memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-
Qur’an.
c. Bayan taudikh, yaitu sebagai penjelas maksud dan tujuan suatu ayat al-
Qur’an.
30
Dalam hal as-Sunnah sebagai pedoman hidup setelah al-Qur’an
Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan dalam berbagai tempat. Antara lain
pada surat al-Anfal ayat 20, surat al-Mujadah ayat 13, surat Muhammad
ayat 33, surat an-Nisa ayat 59, surat Ali-Imran ayat 32, surat an-Nuur ayat
54, surat al-Maidah ayat 92. Beberapa surat dapat disebutkan di sini:75
1. surat al-Anfal ayat 20:
Terjemahnya:
“Wahai orang0orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)”.76
2. surat al-Mujadalah ayat 13:
Terjemahnya:
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan rasul-Nya! Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.77
75
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Cet. 1, Surabaya: Al-
Ikhlas, 1994), h. 45-48.
76Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 179.
77Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 544.
31
3. surat Muhammad ayat 33:
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu”.78
4. surat an-Nisa ayat 59:
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)79 di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tetang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-nya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.80
5. surat Ali-Imran ayat 32:
78
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 510.
79Selama pemegang kekuasaan berpegang pada kitab Allah dan Sunnah Rasul.
80Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 87.
32
Terjemahnya:
“Katakanlah (Muhammad), Taatliah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.81
6. surat an-Nuur ayat 54:
Terjemahnya:
“Katakanlah, “Taatilah Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu, jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah meyampaikan (amanat Allah) dengan jelas”.82
7. surat al-Maidah ayat 92:
Terjemahnya:
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas”.83
Tentang keaslian dan kemurnian al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala
menjaminnya dalam QS. al-Hijr/15 : 9 :
81
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 54.
82Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 357.
83Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 123.
33
Terjemahnya:
“Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan pasti kami (pula) yang memeliharanya”.84
Sebagai wahyu Allah Subhanahu wata’ala al-Qur’an tidak akan
pernah ditandingi oleh kekuatan apapun. Tersebut dalam QS.al-Isra/17 :
88 :
Terjemahnya:
“katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur’an ini, mereka ridak akan dapat membuat yang serupa dengannya,, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain”.85
Sumber kedua sumber materi dakwah setelah al-Qur’an adalah
as-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut perbuatan Nabi
Muhammad sallallahu a’laihi wasallam baik dalam ucapannya, tingkah
lakunya ataupun dalam sikapnya. Sebagai sumber kedua materi dakwah
as-Sunnah mempunyai perbedaan dengan al-Qur’an. Kalau al-Qur’an
adalah wahyu Allah Subhanahu wata’ala yang mutlak kebenarannya,
maka as-Sunnah hanyalah datang dari Nabi Muhammad Sallallahu
a’laihi wasallam antara keduanya memiliki perbedaan-perbedaan yang
prinsipiil. al-Qur’an nilai kebenarannya qoth’i (absolut), sedangkan as-
Sunnah nilai kebenarannya zhanni (kecuali yang mutawatir). Kalau pada
al-Qur’anseluruhnya mesti dijadikan pedoman hidup, tapi tidak semua
yang ada dalam as-Sunnah mesti harus dijadikan pedoman hidup,
84
Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 262.
85Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 291.
34
karena dalam as-Sunnah masih dikenal adanya sunnah yang tasyri’ dan
ada ghoiru tasyri’, ada yang shahih dan ada yang dhaif. 86
Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi materi dakwah
adalah ajaran Islam itu sendiri, yang pada pokoknya meliputi tiga hal:
a. Aqidah yang meliputi iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-Nya,
iman kepada Kitab-Kitab-Nya, iman kepada Rasul-Rasul-Nya, Iman
kepada Hari Akhir, Iman kepada Qodha dan Qodhar.
Menurut Ali Aziz, materi aqidah ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Keterbukaan. Ciri ini direpresentasikan dengan keharusan
melakukan persaksian (syahadat) bagi yang hendak memeluk
Islam. Persaksian ini sebagai bentuk penegasan identitas
dihadapan orang lain.
2. Cakrawala pemikiran yang luas. Dalam konsep keimanan
diperkenalkan dan harus diyakini bahwa pengakuan ketuhanan
adalah kepada Tuhan seluruh kelompok manusia dan bahkan
makhluk yang ada di alam semesta.
3. Kejelasan dan kesederhanaan konsep keimanan. Sistem keimanan
dalam Islam adalah sederhana dan mudah dipahami.
4. Keterkaitan erat antara iman dan amal, antara keyakinan dan amal
sebagai manifestasi dari keimanan seseorang. Sehingga
seseorang tidak dapat dapat diakui keimananya jika hanya
mengucapkan syahadat sementara tidak melakukan perbuatan
sebagaimana dituntut dalam sistem keimanan.87
86
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, h. 54
87M.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h.109-110.
35
b. Syari’ah hukum atau syari’ah ini juga sering disebut sebagai cermin
peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan
sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-
hukumnya. Pelaksanaan syari’ah merupakan sumber yang
melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan melindunginya
dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan
peradaban di kalangan kaum muslimin.88
c. Mua’malah, yaitu menurut etimologi, kata mua’amalah (المعاملة) adalah
bentuk masdhar dari kata ‘amala (عاملة ـ يعامل ـ معاملة) wajarnya adalah
yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan (فاعل ـ يفاعل ـ مفاعلة)
saling beramal.89
d. Akhlaq, yaitu menyangkut tata cara menghias diri dalam melakukan
hubungan dengan Allah (ibadah) dan berhubungan dengan sesama
manusia dan sesama makhluk. Pembahasan tentang akhlak sangat
luas karena menyangkut baik buruk, pantas dan tidak pantas, bahkan
menyangkut rasa terhadap sesama.90 Dalam bahsa Arab kata akhlaq
dengan jama’ khuluq dimaknai dengan budi pekerti, perangai, tingkah
laku, dan tabi’at.91
88
Ismail R. Al-Faruqi, Menjelajah Atlas Dunia Islam, (Bandung: Mizan, 2000), h. 305.
89Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Cet. 2, Bandung: Pustaka Setia, 2004), h.14.
90Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 80.
91Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, h. 393.
36
5. Media Dakwah
Media adalah suatu alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Media yang
paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indera. Pesan yang
diterima oleh panca indera selanjutnya diproses dalam pikiran manusia,
untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu sebelum
dinyatakan dalam tindakan.92 Seorang da’i atau muballigh, dalam
menyampaikan ajaran Islam tidak akan lepas dari yang namanya sarana
atau media. Karena sebagaimana yang kita ketahui bersama di zaman
modern sekarang ini yang dimana semua serba canggih dakwah tidak
hanya cukup disampaikan melalui lisan tanpa melalui alat-alat komunikasi
modern.93
Media dakwah adalah faktor yang dapat menentukan kelancaran proses
pelaksanaan dakwah. Faktor ini kadang-kadang disebut defent variables,
artinya dalam penggunaannya atau efektivitasnya tergantung pada faktor
lain terutama orang yang menggunakannya. Namun kegunaannya bisa
polypragmatis (kemanfaatan berganda) atau monopragmatis (kemanfaatan
tunggal) dalam rangka mencapai tujuan dakwah.94
Dalam hubungannya dengan penggunaan media pada proses dakwah
dibagi atas dua bagian:
1. Proses dakwah secara primer yang merupakan proses penyampaian
materi dakwah dari da'i kepada mad'u dengan menggunakan lambang
92
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Cet. I, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), h. 131.
93I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah, h 56.
94Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwa, h. 137.
37
(simbol), misalnya bahasa sebagai media pertama yang dapat
menghubungkan antara komunikator dan komunikan, yang Palam
bahasa komunikasi disebut publik.95
2. proses dakwah secara sekunder yang merupakan proses penyampaian
pesan oleh subyek dakwah kepada obyek dakwah dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai
lambang (bahasa).96. Dalam istilah komunikasi biasa disebut media
massa.97
6. Efek Dakwah
Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi.
Artinya, jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’i dengan maddah
(materi dakwah), wasilah (media) dan thariqah (metode) tertentu maka
akan timbul respons dan efek (atsar) pada mad’u (penerima dakwah).98
Efek dakwah adalah respon dan timbal balik yang dirasakan mad’u setelah
adanya dakwah yang disampaikan oleh da’i dengan materi dakwah,
metode, dan media yang ada.99 Kaitannya dengan dakwah, maka efek
dakwah tercermin pada sejauhmana obyek dakwah mengalami perubahan,
dalam hal makin benar dan lengkapnya aqidah, akhlak, ibadah dan
muamalahnya, sementara pada tingkat masyarakat,
95
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 134 96
Onong Uchyana Effendy, Ilmu Teori dan Falsafat Komunikasi (Cet. II, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2000), h. 11-17. 97
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 134
98M.Munir dan Wahyu Ilaihi, Mnajemen Dakwah, h. 34.
99I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah, h 56.
38
pengaruhnya tercermin pada iklim sosial yang makin memancarkan syi'ar
Islam.100
100
Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah; Episode Kehidupan M. Natsir
dan Azhar Basyir (Cet. I, Yogyakarta: Sipress, 1996), h. 206-207.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilitian survei dan
merupakan penelitian kualitatif dengan mengesplorasi data di lapangan
dengan metode analisis deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran
secara cepat dan tepat tentang bagaimana metode dakwah dalam
meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong.
Menurut Arief furchan penelitian pada hakikatnya merupakan
penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Ini adalah
cara untuk mendapatkan informasi yang bermamfaat dan dapat
dipertanggung jawabkan. Tujuannya adalah untuk menemukan jawaban
terhadap persoalan yang berarti melalui inplementasi prosedur-prosedur
ilmiah. Dengan kata lain, penelitian adalah suatu usaha sistematis dan
objektif untuk mencari pengetahuan yang dapat dipercaya.101
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yaitu di Kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumarorong Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat.
C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana pengalan Islam
masyarakat, dan bagaimana metode dakwah dalam upaya meningkatkan
pengamalan Islam pada Masyarakat, serta apa faktor pendukung dan
101
Arief Furchan, Pengantar Penelitian Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,1982),
h. 19-20.
40
penghambat dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan Islam pada
masyarakat Kelurahan Sumarorong.
D. Inrtrumen Penelitian
Instrument penelitian yang penulis maksudkan adalah alat bantu yang
dapat digunakan oleh penulis dalam meneliti, sehingga dalam kegiatan
pengumpulan data dapat dilakukan secara sistematis.
Adapun alat-alat yang digunakan untuk meneliti adalah sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara untuk metode wawancara
2. Catatan observasi
3. Alat perekam seperti Hp dan lain sebagainya
Selanjutnya dalam penelitian ini di lapangan, penulis terjun langsung
ke lokasi penelitian untuk mendata hal-hal yang diperlukan dengan
menggunakan instrument sebagai berikut :
1. Untuk metode wawancara/ interview penulis menggunakan instrument
yaitu pedoman wawancara yang berisi pokok materi, yang ingin ditanyakan
secara langsung dan jelas. Penulis mengadakan Tanya jawab kepada para
da’i, guru agama, tokoh agama, dan masyarakat yang dianggap mampu
memberikan keterangan mengenai hala-hal yang akan diteliti. Wawancara
bermakna berhadapan langsung antara interview dengan informan yang
dilakukan secara lisan dengan menggunakan handphone dengan catatan
yang bersifat deskriftif situsional.
2. Untuk observasi, penulis menggunakan instrument catatan observasi
dengan turun langsung di lokasi penelitian untuk mendata pengamatan
langsung terhadap suatu obyek yang akan diteliti. Dalam pelaksanaan
41
3. observasi ini digunakan alat yang berupa kamera untuk pengambilan
gambar obyek yang dianggap sesuai dengan penelitian skripsi dan catatan
hasil pengamatan selama melaksanakan observasi.
E. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas sumber
data primer dan data skunder :
a. Data primer adalah data yang ada kaitan langsung dengn topik
penelitian.
b. Data skunder adalah data yang tidak ada kaitan langsung, tapi
keberadaannya menunjang pembahasan pealitian.
F. Tekhnik pengumpulan data
Metode pengumpulan data adalah cara atau teknik yang dipergunakan
dalam mendapatkan dan mengumpulkan data dalam penelitian. Unrtuk
memudahkan penelitian ini kami menggunakan beberapa metode
pengumpulan data, diantaranya:
a. Observasi
Yaitu pengamatan langsung di lapangan mengenai pengamalan Islam
masyarakat, dan metode dakwah dalam upaya meningkatkan pengamalan
Islam masyarakat serta faktor pendukung dan penghambat dakwah di
Kelurahan Sumarorong.
b. Wawancara
Metode wawancara adalah metode yang dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan secara lisan.102 Jenis wawancara yang digunakan
102
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Cet.V, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 52.
42
adalah wawancara terpimpin, yaitu dengan cara pewawancara
menentukan sendiri urutan dan juga pembahasannya selama wawancara.103
Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai atau menginterview beberapa
masyarakat, mengenai beberpa hal atau informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang dikaji. Diharapkan dari hasil wawancara tersebut dapat
diperoleh informasi yang dapat dijamin kebenarannya.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
menyelidiki benda-benda yang tertulis seperti buku, majalah dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.104 Metode
ini untuk mencatat semua data secara langsung dari literatur dan yang
berkaitan dengan masalah penelitian seperti profil desa, jenis pekerjaan
warga dan aktivitasnya.
G. Tekhnik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik analisa yang
digunakan adalah diskriptif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.105 Untuk menggambarkan secara tepat sifat atau
keadaan, gejala individu atau kelompok tertentu. Jadi untuk menganalisis
data digunakan analisi data deskriptif kualitatif,
103
Britha Mickhlesen, Metode Penelitian Parsipatoris dan Upaya-upaya Pembelajaran,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1999), h. 128.
104Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar, (Jakarta: Bina Aksara,
1989), h. 91.
105Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Cet. V, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), h. 3.
43
yaitu data-data yang berhasil dikumpulkan, diklasifikasikan,
didiskripsikan, dan diinterprentasikan dalam bentuk kata-kata.
Langkah-langkah analisa data dalam penelitian ini adalah data-data
yang berhasil dikumpulkan diklasifikasikan, kemudian data dideskripsikan,
yaitu peneliti menjabarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
dengan bahasa dan redaksi dalam bentuk tulisan. Selanjutnya peneliti
menginterpretasikannya yaitu menafsirkan data-data yang telah terkumpul
sesuai dengan bahasa peneliti berdasarkan data yang penulis peroleh dari
fokus yang diteliti.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Sumarorong
1. Keadaan Geografis Kelurahan Sumarorong
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten
Mamasa merupakan Kelurahan yang berada di daerah pegunungan yang
wilayahnya terdiri atas 4 lingkungan yakni:
1. Lingkungan Borongan
2. Lingkungan Sumarorong
3. Lingkungan Tondok Tallu
4. Lingkungan Lekkong
Dan luas wilayahnya 14,07 km2, atau sekitar 5,53% dari luas
Kecamatan Sumarorong yakni 254,00km2. Wilayah Kelurahan Sumarorong
berada diatas ketinggian kurang lebih 1000 meter diatas permukaan laut,
sebagian wilayah digunakan untuk persawahan dan perkebunan.
Kelurahan Sumarorong memiliki batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Desa Rantekamase
b. Sebelah Timur : Desa Tadisi
c. Sebelah Selatan : Desa Tadisi
d. Sebelah Barat : Desa Sasakan
45
2. Demografi Kelurahan Sumarorong
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa
memiliki jumlah penduduk sebanyak 1331 jiwa yang sebagian besar dari
mereka beragama kristen/katolik dan hanya sebagian kecil yang beragama
Islam dan hindu.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Sumarorong menurut Agama
No Agama Jumlah
1 Protestan 1.028 orang
2 Islam 210 orang
3 Katholik 73 orang
4 Hindu 20 orang
Sumber : Demografi Kelurahan Sumarorong 2017
Tabel 4.1 menggambarkan bahwa sebagian besar masyarakat
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa
memeluk agama Kristen. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang
memeluk agama Kristen yang berjumlah Protestan 1,028 orang dan
katholik 73 orang dan jumlah keseluruhan agama Kristen di Kelurahan
Sumarorong sebanyak 1,101 orang, sedangkan penduduk di Kelurahan
Sumarorong yang beragama Islam berjumlah 210 orang, dan penduduk
yang beragama Hindu berjumlah 20 orang.
46
Tabel 4.2 Jumlah Tempat Ibadah Kelurahan Sumarorong
No Agama Jumlah
1 Gereja 5 buah
2 Masjid 1 buah
3 Mushollah 2 buah
Sumber : Demografi Kelurahan Sumarorong 2017
Tabel 4.2 menggambarkan jumlah tempat ibadah yang berada di
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa.
Keberadaan tempat ibadah dengan jumlah yang cukup memadai di
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa, ini
tentunya sangat mendukung dan memudahakan bagi setiap ummat
beragama dalam menjalankan ibadah mereka masing-masing baik dari
kalangan Kristen maupun yang beragama Islam..
Tabel 4.3 Jumlah Lembaga Pendidikan di Kelurahan Sumarorong
No Jenis Lembaga Pendidikan Jumlah
1 Pendidikan Anak Usia Dini 3 buah
2 Sekolah Dasar 1 buah
3 Sekolah Menengah Pertama 1 buah
Sumber : Demografi Kelurahan Sumarorong 2017
Tabel 4.3 diatas menunjukkan kepada kita tentang adanya partisipasi
dari masyarakat Kelurahan Sumarorong dalam membangun atau mencetak
generasi yang berpendidikan untuk masa yang akan datang. Hal ini bisa
dilihat dari pendirian sarana pendidikan yang didirikan mulai dari tingkat
47
Taman kanak- kanak hingga Sekolah Menengah Pertama. Kelurahan
Sumarorong memiliki 3 buah lembaga pendidikan setingkat Taman Kanak-
kanak, 1 lembaga pendidikan Sekolah Dasar, dan 1 lembaga pendidikan
Sekolah Menengah Pertama.
3. Kondisi Sosial Masyarakat Kelurahan Sumarorong
Berdasarkan observasi lapangan kita melihat bahwa masyarakat
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa
dihuni berbagai macam suku/etnis seperti Mamasa, Toraja, Bugis, Mandar,
Jawa. meskipun mereka memiliki berbagai macam perbedaan suku/etnis
dan keyakinan atau agama, namun hal itu tidak lantas mengakibatkan
adanya perpecahan antar suku/etnis dan ummat beragama diantara
mereka, Namun sebaliknya mereka justru tetap senantiasa menjalin
hubungan persaudaraan yang baik dan saling menghormati antar sesama
manusia meski berbeda suku/etnis dan keyakinan atau agama. Hal ini
dibuktikan dengan adanya gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat
Muslim maupun Kristen dalam pembangunan rumah dan tempat ibadah,
serta pembersihan lingkungan sekitar Kelurahan, berbagai acara. Dan
ketika ada salah seorang Masyarakat yang mengadakan suatu hajatan
berupa acara perkawinan maupun yang sedang tertimpah musibah seperti
acara kematian, rasa kepedulian sesama anggota masyarakat timbul
dengan sendirinya. Rasa kepedulian itu ditunjukan dalam bentuk
pemberian bantuan baik itu tenaga ataupun hal lain dengan sukarela dan
tidak mengharapkan imbalan apapun.
48
B. Gambaran Umum Pengamalan Islam pada Masyarakat Kelurahan
Sumarorong.
Berdasarkan observasi atau pengamatan langsung yang dilakukan di
lapangan Pengamalan Islam di kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumarorong Kabupaten Mamasa bisa dikatakan sangat rendah, hal ini bisa
dilihat dari sedikitnya jumlah jama’ah yang hadir dimasjid untuk menunaikan
sholat berjama’ah, dan sangat sering masjid kosong tidak ada jama’ah, imam
serta muadzin yang mengumandangkan adzan pada waktu sholat, seperti
Asar Dan Subuh. Yang lebih sering mengisi masjid untuk sholat berjama’ah
biasanya musafir yang singah ketika tibah waktu sholat, dan tidak jarang
mereka yang adzan, mereka yang iqomah dan sekaligus imam karena sangat
sering imam tidak hadir sholat berjama’ah di masjid.
Masyarakat muslim Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong
Kabupaten Mamasa yang hadir dimasjid untuk menunaikan sholat berjama’ah
adalah sekitar 5 sampai 10 orang dari jumlah masyarakat muslim sebanyak
210 jiwa, dan ketika ditanyakan kepada masyarakat kenapa tidak kemasjid
untuk melaksanakan sholat berjama’ah sebagian mereka mengatakan:
“tidak usah urus urusan orang lain, kalian yang sholat maka kalian juga yang akan mendapat pahala dan jika kami tidak sholat kalian juga tidak akan mendapatkan dosa, kalian mau sholat silahkan itu urusan kalian dan kami tidak sholat itu urusan kami”
ini sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Bakri selaku penyuluh agama
non pns pada saat wawancara di Kelurahan sumarorong pada tanggal 9 mei
2017, selain itu alasan yang lain yang sering disampaikan masyarakat ketika
di ajak atau di ingatkan untuk kemasjid menunaikan sholat berjama’ah adalah
mereka mengatakan :
49
“imam masjid dan tokoh agama yang lain pun sangat jarang kemasjid untuk menunaikan sholat berjama’ah kecuali pada hari juma’t untuk sholat jum’at, apalagi kami yang masyarakat biasa yang sibuk kerja di kebun agar bisa menafkahi keluarga dirumah”
ini sebagai mana yang dikatakan oleh Bapak Sahabuddin selaku tokoh
masyarakat pada saat wawancara tgl 15 mei 2017. Hal ini tentunya
diakibatkan karena kurangnya pemahaman agama pada masyarakat
Kelurahan Sumarorong, kemudian tidak adanya contoh yang baik dari pihak
tokoh agama baik dari imam masjid maupun tokoh agama yang bertempat
tinggal di Kelurahan Sumarorong. Namun Alhamdulillah setelah adanya da’i
yang bisa membimbing dan membina serta memberikan pengarahan kepada
masyarakat Kelurahan Sumarorong kegiatan keagamaan mereka mulai
beragam dan pengamalan Islam mereka mulai meningkat.
Berdasarkan wawancara pada tanggal 26 juni 2017 dengan Bapak
Padang selaku toko masyarakat beliau mengatakan:
“kami sangat bersyukur karena ketika adanya da’i yang dapat membina dan membimbing masyarakat di Kelurahan Sumarorong, sedikit demi sedikit masyarakat Kelurahan Sumarorong mengalami peningkatan, mereka sudah mulai mengenal dan memahami ajaran Islam yang sesungguhnya serta mengamalkan apa yang telah disampaikan atau diajarkan oleh da’i yang ada di kelurahan Sumarorong tersebut, dan masjid yang dulunya sering kosong tidak ada jam’ah yang hadir untuk menunaikan sholat berjama’ah sekarang sudah mulai diisi oleh jama’ah sebanyak 25 sampai 35 jama’ah yang hadir untuk menunaikan sholat berjama’ah, dan da’i membentuk remaja masjid kemudian membuatj adwal muadzin agar remaja masjid bergantian mengumandangkan adzan dengan tujuan ketika jadwal telah dibuat maka setiap orang akan memperhatikan kapan dia akan mengumandangkan adzan dan dengan begitu masjid tidak akan kosong lagi karena adzan senantiasa dikumandangkan setiap waktu sholat”.
kemudian berdasarkan wawancara dengan bapak Ahmad selaku
penyuluh agama PNS pada tanggal 29 Juni 2017 beliau mengatakan:
“dengan hadirnya da’i di kelurahan sumarorong kegiatan keagamaan masyarakat sangat beragam mulai dari penyelenggaraan arisan kaum ibu yang di sertai kajian atau ceramah dengan mendatangkan ustadz dari luar daerah Kelurahan Sumarorong untuk mengisi ceramah yang diadakan tiap satu bulan sekali yaitu pada setiap tanggal 15 ba’da
50
dzuhur dan pengajian kaum ibu belajar membaca al-Qur’an dengan metode DIROSA “Pendidikan Orang Dewasa” yang dilaksanakan setiap hari kamis sampai hari ahad ba’da ashar, ada juga pengajian rutin bagi kaum bapak tiap malam senin, rabu, dan malam jum'at ba’da maghrib sampai masuk waktu sholat isya, dan ada kegiatan Taman Pendidikan al-Qur'an (TPA) tiap hari senin sampai hari sabtu bagi anak-anak, pengajian anak smk dan smp setiap hari jum’at jam 2 siang, dan kajian kitab al-lu’lu’ wa- almarjaan setiap hari ba’da subuh. Dan tentunya ini semua patut kita syukuri dan kita berharap dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan pengamalan Islam masyarakat Kelurahan Sumarorong ini”.
C. Metode Dakwah Yang diterapkan untuk Meningkatkan Pengamalan
Islam pada Masyarakat Kelurahan Sumrorong
Didalam berdakwah tentunya seorang da’i tidak bisa terlepas dari
metode yang baik dan tepat agar masyarakat mudah memahami ajaran
agama yang disampaikan oleh da’i, karena dengan metode dakwah yang
diterapkan oleh da’i dalam pelaksanaan dakwah tentunya akan sangat
menentukan hasil akhir dari dakwah yang ia lakukan pada masyarakat, maka
dari itu didalam berdakwah seorang da’i harus memilih metode dakwah yang
baik dan tepat agar masyarakat lebih mudah mempelajari dan memahami
agama Islam. Berkaitan dengan metode dakwah yang tepat bagi masyarakat
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa,
berdasarkan keadaan masyarakat kelurahan Sumarorong, maka penggunaan
metode lemah lembut (bi-al-hikmah), dan metode ceramah (bi-al-maw’izah al-
hasanah), dan tanya jawab (bi-al-mujaadalah) merupakan cara atau metode
yang dipandang sangat tepat untuk meningkatkan pengamalan Islam
masyarakat Kelurahan Sumarorong, ini juga sebagaimana yang disebutkan
oleh Ustadz Abdul Qodir selaku da’i dikelurahan Sumarorong dalam
wawancara pada tanggal 12 Mei 2017. Metode dakwah yang tepat untuk
meningkatkan pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong
dibahas sebagai berikut:
51
1. Metode dengan cara lemah lembut (bi-al hikmah)
Metode lemah lembut (bi-al-hikmah) merupakan seruan atau ajakan
dengan cara bijak, dilakukan dengan penuh adil, penuh kesabaran, dan
ketabahan sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah agar
masyarakat mudah menerima dakwah yang disampaikan oleh da’i. Dengan
metode lemah lembut (bi-al-hikmah) ini akan lebih menggambarkan
kepada masyarakat tentang agama Islam yang sesungguhnya yang sangat
menyukai kelemah lembutan bukan kekerasan yang sering didengungkan
oleh para pembenci Islam sehingga Islam dimata masyarakat awam
menjadi sangat buruk. Dengan metode ini diharapkan memberikan
gambaran kepada masyarakat tentang Islam yang sesungguhnya sehingga
mereka mudah menerima dakwah serta tertarik untuk mempelajari ajaran-
ajaran agama Islam sehingga dengan itu dapat meningkatkan pengamalan
Islam mereka.
2. Metode Ceramah (bi-al-maw’idzoh al-hasanah)
Berdasarkan observasi pada umumnya masyarakat Kelurahan
Sumarorong sangat kurang dalam pengamalan Islam dan tidak
menjalankan ibadah sesuai tuntunan al-Qur’an dan hadits rasulullah
sallallahu a’laihi wasallam, hal ini tentunya disebabkan karena mereka
belum mengetahui ajaran agama yang sesungguhnya, dan juga karena
kurangnya da’i yang bisa memberikan pengarahan dan penjelasan kepada
mereka seputar keagamaan dengan memberikan kisah-kisah teladan,
perumpamaan-perumpamaan yang menyentuh jiwa, dengan anjuran-
52
anjuran serta didikan yang baik serta mudah dipahami oleh masyarakat
awam, melalui metode ceramah (bi-al-maw’idzoh al-hasanah) ini
dipandang sangat cocok untuk masyarakat awam, dan dengan metode ini
diharapkan masyarakat Kelurahan Sumarorong akan memperoleh
wawasan keagamaan yang memadai yang disampaikan oleh para tokoh
agama dan da’i di Kelurahan Sumarorong itu sendiri. sehingga mereka bisa
menjalankan ibadah yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-
Sunnah sehingga tercapailah tujuan dakwah yaitu meningkatkan
pengamalan Islam masyarakat Kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumarorong.
3. Metode Tanya Jawab (bi-al-mujaadalah)
Penyampaian dakwah dengan metode tanya jawab yang
dimaksudkan adalah penyampaian dakwah dalam bentuk pertanyaan yang
disampaikan oleh umat kepada da'i mengenai suatu masalah, kemudian
da'i memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan
tersebut. Jadi, dalam metode ini umat menyampaikan pertanyaan
mengenai hal-hal yang belum diketahuinya kepada seseorang yang
dianggap lebih tahu yang pada akhirnya dapat memberikan jawaban yang
memuaskan hatinya. Metode dakwah yang ketiga ini dipandang sangat
tepat dan efektif bagi masyarakat kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumrorong. Dengan diadakannya tanya jawab (bi-al-mujaadalah) ini maka
masyarakat akan lebih mudah untuk bertanya dan mengadu serta
meluapkan isi hatinya atas permasalahan yang mereka alami didalam
kehidupan sehari-hari mereka, sehingga sangat diharapkan para da’i atau
tokoh agama dapat memecahkan permasalahan yang mereka hadapi yang
berhubungan dengan agama dan keagamaan yang selama ini belum
53
terpecahkan karna tidak adanya orang yang dapat dijadikan tempat untuk
mengaduhkan permasalahan mereka dan bertanya mengenai jalan keluar
dari permasalahan yang mereka hadapi selama ini.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Kelurahan
Sumarorong
Berdasarkan observasi lapangan kegiatan dakwah yang ada di
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa seperti
halnya kegiatan-kegiatan yang lain, yang tentunya tidak terlepas dari berbagai
macam faktor, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Adapun
faktor pendukung dan penghambat kegiatan dakwah yang dilaksanakan di
Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa ini akan
dibahas sebagai berikut:
1. Faktor Pendukung
a. Keilmuan Da’i
Memiliki keilmuan yang cukup merupakan faktor yang sangat
mendukung kesuksesan dakwah. Seorang da’i didalam berdakwah
hendaknya ia mengilmui apa yang ia dakwahkan sehingga ia tidak
mendakwahkan orang kepada kesesatan, dan inilah yang dimiliki oleh
da’i di Kelurahan Sumarorong.
b. Keikhlasan Da’i
Keikhlasan da’i di Kelurahan Sumarorong dalam berdakwah ini
juga merupakan faktor yang sangat mendukung dalam melaksanakan
kegiatan dakwah di Kelurahan Sumarorong dan keikhlasan merupakan
kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap orang terutama seorang da’i
54
karena dakwah yang tidak diiringi dengan keikhlasan akan menghasilkan
sesuatu yang sia-sia belaka sebab Allah Subhanahu wata’ala tidak akan
menerima amal yang tidak disusupi dengan keikhlasan, dan dengan
keikhlasan inilah yang akan membuat da’i tetap bertahan dalam dakwah
meskipun banyaknya cobaan dan penolakan dari masyarakat.
c. Kesabaran Da'i
Kesabaran tinggi yang dimiliki oleh da’i di Kelurahan Sumarorong
merupakan faktor pendukung dakwah di Kelurahan Sumarorong karena
tanpa adanya kesabaran, sang da'i akan sangat sulit untuk
meningkatkan pemahaman dan pengamalan Islam masyarakat di
Kelurahan Sumarorong karena didalam berdakwah da’i akan
mendapatkan berbagai cobaan dan ujian dan sabar akan
menghantarkan kepada pertolongan Allah Subhanahu wata’ala.
d. Tersedianya Tempat ibadah
Tersedianya Tempat ibadah tentunya sangat penting dalam
mewujudkan sebuah masyarakat yang memilki pemahaman dan
pengamalan Islam yang baik yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah, tersedianya tempat ibadah berupa masjid atau mushola di
Kelurahan Sumarorong ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk
mengajar anak-anak mengaji, orang dewasa laki-laki maupun
perempuan, dan juga bisa digunakan sebagai tempat berbagi wawasan
keagamaan dengan masyarakat seperti diadakannya majelis taklim atau
pengajian remaja, ibu-ibu maupun bapak-bapak dan kegiatan
keagamaan yang lainnya, sehingga dengan cara ini pemahaman
tentang agama masyarakat Kelurahan Sumarorong akan merata dan
55
pada akhirnya terwujudlah tujuan dakwah untuk meningkatkan
pengamalan Islam pada masyarakat Kelurahan Sumarorong.
e. Toleransi Masyarakat yang Tinggi
Toleransi masyarakat Kelurahan Sumarorong sangat tinggi, meski
dengan berbagai macam suku/etnis dan agama dalam satu Kelurahan,
tidak lantas membuat adanya kesenggangan dan perpecahan diantara
mereka, ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat Kelurahan
Sumarorong meskipun berbeda suku/etnis dan keyakinan atau agama
akan tetapi mereka masih memiliki hubungan keluarga antara satu
dengan yang lainnya, sehingga mereka menjungjung tinggi persatuan,
persaudaraan dan perdamaian antar suku/etnis dan antar ummat
beragama. Dengan toleransi yang tinggi ini memudahkan bagi da’i untuk
melakukan pendekatan sosial atau berdakwah kepada para pendeta
atau masyarakat kristen lainnya dan juga memudahkan da’i dalam
mengadakan kegiatan keagamaan baik dimasjid maupun dirumah-
rumah warga.
f. Dukungan dari Semua Pihak
Adanya dukungan dari semua pihak baik dari pemerintah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat itu sendiri, ini akan sangat
mudah untuk mendapatkan hasil yang maksimal yang sesuai dengan
harapan yaitu untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan Islam
masyarakat Kelurahan Sumarorong. Kegiatan apapun, tidak bisa lepas
dari dukungan dan peran serta semua pihak yang terkait, dakwah yang
dilakukan di Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten
56
Mamasa juga demikian, tidak akan bisa berjalan dengan lancar tanpa
adanya dukungan dari semua pihak masyarakat Kelurahan Sumarorong
Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa.
g. Sebagian Masyarakat yang sudah berpendidikan
Sebagian masyarakat Kelurahan Sumarorong yang sudah
berpendidikan ini akan sangat mendukung kegiatan dakwah yang
dilakukan oleh da’i, karena da'i akan lebih mudah memberikan saran
dan masukan kepada masyarakat berpendidikan dibanding kepada
masyarakat biasa dan masyarakat yang berpendidikan lebih mudah
menerima perubahan yang bersifat kebenaran dari pada masyarakat
biasa yang jauh dari pendidikan serta kurang wawasannya, dan
masyarakat yang berpendidikan akan lebih mudah diajak kerja sama
dalam melaksanakan berbagai kegiatan dakwah sehingga dengan itu
tujuan untuk meningkatkan pengamalan Islam masyarakat di Kelurahan
Sumarorong dapat terwujud sesuai harapan.
h. Adanya dorongan dari orang tua agar anak-anak mereka belajar ilmu
agama
Adanya dukungan dan dorongan dari orang tua anak ini tentunya
juga sebagai faktor pendukung dalam berdakwah karena da’i akan lebih
mudah mengajari dan membimbing mereka dalam hal agama dan
keagamaan.
57
2. Faktor Penghambat
a. Sebagian Masyarakat Yang Merasa Pintar
Adanya masyarakat yang merasa pintar meski sebenarnya
mereka tidak faham dengan ajaran agama Islam yang sesungguhnya
mereka hanya mengikuti kebiasaan-kebiasaan nenek moyang mereka
meskipun bertolak belakang dengan syari’at agama Islam yang
bercampur didalamnya bid’ah khurafat, tahayyul dan kesyirikan, dan ini
merupakan faktor penghambat dakwah karena orang yang seperti inilah
yang akan menentang dan menolak dakwah yang dilakukan seorang
da’i, bahkan menjadi provokator dan mengasut masyarakat agar tidak
mendengarkan ceramah-ceramah atau nasehat yang disampaikan oleh
da’i dan agar masyarakat tidak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan
yang diadakan oleh da’i.
b. Rendahnya Pemahaman Agama Masyarakat
Berdasarkan observasi yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa
masyarakat Kelurahan Sumarorong belum sepenuhnya memahami
ajaran-ajaran agama Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah dan inilah penyebab utama pengamalan Islam mereka sangat
rendah, maka dari itulah perlu adanya peran serta da'i dan tokoh agama
lain dalam membimbing masyarakat ini dalam meningkatkan
pemahaman dan pengamalan Islam masyarakat, yang tentunya sangat
dibutuhkan keilmuan, keikhlasan, serta kesabaran yang tinggi dari
seorang da’i dalam membimbing mereka karena watak masyarakat yang
berbeda-beda.
58
c. Kurangnya Kesadaran Masyarakat dalam Beribadah
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang ajaran agama ini
sangat mempengaruhi pengamalan ibadah mereka, sehingga hal ini
dapat menghambat tercapainya tujuan dakwah, yakni meningkatkan
pengamalan Islam masyarakat Kelurahan Sumarorong, namun seorang
da’i harus tetap bersabar dalam membina mereka agar dapat sadar dan
menjalankan ajaran agama Islam didalam kehidupan mereka.
d. Kurangnya Dana Dalam Pengembangan Dakwah
Termasuk dari faktor penghambat dakwah adalah kurangnya
dana untuk pengembangan dakwah disekitar Kelurahan Sumarorong
karena semua kegiatan dilakukan tanpa bantuan dari pemerintah
setempat.
e. Masyarakat Masih Mempercayai Mitos
Kurangnya pemahaman agama pada masyarakat Kelurahan
Sumarorong sehingga kebanyakan masyarakat masih mempercayai
kepercayaan nenek moyang mereka meskipun itu sangat bertentangan
dengan ajaran agama Islam. seperti syirik, bid’ah, tahayyul, dan
khurofat. Dan semua ini tentunya tugas kita semua selaku ummat
muslim untuk merubah pemahaman dan cara pandang mereka, agar
kembali kepada ajaran murni yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
f. Kurangnya Da'i
Kehadiran da'i yang memiliki keilmuan, keikhlasan, kesabaran
adalah sosok da'i yang sangat dibutuhkan dalam melakukan perubahan
pada masyarakat Kelurahan Sumarorong ini, namun sangat
59
disayangkan dimana jumlah da'i yang ada di Kelurahan Sumarorong
Kecamatan Sumarorong ini jumlahnya sangat sedikit, sehingga untuk
meningkatkan pemahaman dan pengamalan Islam masyarakat
Kelurahan Sumarorong memerlukan waktu yang lebih lama dan
dibutuhkan kesabaran yang tinggi dalam membimbing mereka kejalan
yang lurus yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Kelurahan Sumarorong
Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa secara umum cukup baik,
toleransi antar warga terjalin dengan baik meski berbeda suku/etnis dan
agama, akan tetapi sangat disayangkan adalah kesadaran masyarakat
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-
Sunnah bisa dikatakan masih sangat rendah, ini disebabkan kurangnya
pengetahuan mereka tentang agama Islam karena kurangnya orang yang
bisa memberikan pengarahan dan penjelasan seputar agama dan
keagamaan kepada mereka.
2. Metode dakwah yang dipandang sangat tepat untuk diterapkan pada
masyarakat Kelurahan Sumarorong Kecamatan Sumarorong Kabupaten
Mamasa dalam berbagai kegiatan keagamaan untuk meningkatkan
pengamalan Islam masyarakat Kelurahan Sumarorong yang meliputi
kegiatan arisan yang dirangkaikan dengan pengajian yang
diselenggarakan setiap tanggal 15 ba’da dzuhur, pengajian kaum ibu untuk
belajar membaca al-Qur’an dengan metode DIROSA “Pendidikan Orang
Dewasa” yang dilaksanakan pada hari kamis sampai hari ahad ba’da
ashar, pengajian kaum bapak setiap malam senin, rabu, dan jum’at ba’da
maghrib, kegiatan TPA setiap sore hari senin sampai sabtu, kajian kitab al-
lu’lu wa-almarjaan pada setiap hari ba’da subuh adalah metode lemah
61
3. lembut (bi-al-hikmah), metode ceramah (mauidzoh hasanah), metode
tanya jawab (jadilhum billati hiya ahsan).
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Kelurahan Sumarorong
Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa.
a. Faktor pendukung
Faktor pendukung dakwah di Kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumarorong Kabupaten Mamasa adalah keilmuan da’i, keikhlasan da’i
dalam berdakwah, kesabaran dari da'i, tersedianya tempat ibadah, adanya
masyarakat yang sudah berpendidikan. adanya dukungan dari semua
pihak, toleransi masyarakat yang tinggi, adanya dukungan dari orang tua
untuk anaknya agar belajar ilmu agama.
b. Faktor Penghambat
Faktor penghambat dakwah di Kelurahan Sumarorong Kecamatan
Sumarorong Kabupaten Mamasa adalah sebagian masyarakat merasa
pintar, kurangnya pemahaman agama masyarakat, kurangnya keasadaran
masyarakat dalam beribadah, kurangnya dana dalam pengembangan
dakwah, masyarakat masih mempercayai mitos dan kurangnya da’i yang
dapat memberikan pengarahan dan penjelasan kepada mereka seputar
agama dan keagamaan sehingga mereka dapat memahami ajaran agama
Islam dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan tuntunan al-Qur’an
dan as-Sunnah.
62
B. Saran
1. Bagi Tokoh Agama
Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat muslim di
Kelurahan Sumarorong memiliki pemahaman dan pengamalan Islam yang
sangat rendah, ini tentunya menjadi tanggung jawab utama bagi para tokoh
agama masyarakat Kelurahan Sumarorong. Tindakan yang perlu
dilakukan antara lain:
a. Mengadakan pengajian bagi masyarakat.
b. Memberikan solusi bagi masyarakat yang mempunyai masalah
keseharian sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah.
c. Dalam berdakwah harus dengan lemah lembut dan penyampaian yang
baik agar masyarakat mudah menerima dakwah.
d. Memberikan teladan yang baik bagi masyarakat Keluarahan
Sumarorong yang masih sangat memerlukan seseorang yang bisa
menjadi panutan dalam bidang keagamaan.
2. Bagi Masyarakat Umum
Masyarakat Kelurahan Sumarorong yang beragama Islam diharapkan
dapat ikut serta dalam berbagai acara keagamaan seperti :
a. Ikut serta dan aktif dalam pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan tiap satu
bulan sekali yaitu setiap tanggal 15 ba’da dzuhur.
b. Ikut serta dan aktif belajar membaca al-Qur;an dengan metode DIROSA
“Pendidikan Orang Dewasa” yang dilaksanakan setiap hari kamis
sampai hari ahad ba’da ashar.
c. Mengarahkan anak-anaknya untuk mengaji dan menimba ilmu agama
kepada da’i.
63
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin, Acep, 2011, Pengembangan Metode Dakwah, Cet. I, Jakarta: Rajawali Pers.
Arifin, M, 1994, Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara,
Abda, Slamet Muhaimin, 1994, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, Cet. I, Surabaya: Al-Ikhlas.
Arikunto, Suharsimi, tt, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Peraktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Aziz, Moh. Ali, 2004, Ilmu Dakwah, Cet. V, Jakarta: Kencana.
Arikunto, Suharsini, 1989, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar, Jakarta: Bina Aksara.
Afandi, Bisri, 1984, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, Surabaya: Fakultas Dakwah Surabaya.
Aloliliweri, 1997, Komunikasi Antar Pribadi, Cet. II, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Bachtiar, Wardi, 1997, Metodologi penelitian, Jakarta: Bulan Bintang.
Cangara, Hafied, 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
el Ishaq, Ropingi, 2016, Pengantar Ilmu Dakwah, Jatim: Madani.
Effendy, Onong Uchyana, 2000, Ilmu Teori dan Falsafat Komunikasi, Cet. II, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, 2015, Psikologi Dakwah, Cet. II, Jakarta: Kencana.
Furchan, Arief, 1982, Pengantar Penelitian Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Faisal, Sanapiah, 2001, Format-format Penelitian Sosial, Cet. V, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Al-Faruqi, Ismail R, 2000, Menjelajah Atlas Dunia Islam, Bandung: Mizan.
Furchan, Arief, 1982, Pengantar Penelitian Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Faisal, Sanapiah, 2001, Format-format Penelitian Sosial, Cet.V, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ghazali, M. Bahri, 1997, Dakwah Komunikatif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jawa.
64
Hadi, Mahfudh Syamsul dan kawan-kawan, 1994, Rahasia Keberhasilan Dakwah K.H. Zainuddin M.Z, Surabaya: Ampel Suci.
Hasanuddin, H, 1996, Hukum Dakwah , Cet. I, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Helmi, Masdar, tt, Dakwah dalam Alam Pembangunan, Semarang: Toha Putra.
Hassan, Hasan Ibrahim, tt, Tarikh al-Islami al-Siyasi wa ad-Din al-Syaqafi wa al-Ijtima’i, Kairo: Maktabah an-Nahdhah.
Kusnawan, Acep, 2009, Dimensi Ilmu Dakwah, Padjadjaran: Widya Padjadjaran.
Khasanah, Siti Uswatun, tt, Berdakwalah Dengan Jalan Debat, Purwokerto: STAIN Purwokerto Pess.
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman, 2015, Sirah Nabawiyah, Cet. XXXXII, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Ma’arif, Bambang S, 2010, Komunikasi Dakwah, Cet. I, Bandung: Simbiosa Rekamata Media.
Miles, Mattheuw B dan Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif, Jakarta: UI Press.
Ma’arif, Ahm. Syafi’i, 1999, Islam dan Politik : upaya membingkai peradaban, Jakarta: Pustaka Dinamika.
Munawwir, Ahmad Warson, 1997, Al-Munawwir, Cet. XIV, Surabaya: Pustaka Progressif.
Munir. M, 2009, Metode Dakwah, Cet. III, Jakarta: Kencana.
Munir, M. dan kawan-kawan, 2009, Metode Dakwah, Cet. III, Jakarta: Kencana.
Munir, M, dan Wahyu Ilaihi, 2009, Manajemen Dakwah, Cet. II, Jakarta: kencana.
Munawwir, Ahmad Warson, 1984, al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: PonPes al-Munawwir; Krapyak.
Mickhlesen, Britha, 1999, Metode Penelitian Parsipatoris dan Upaya-upaya Pembelajaran, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, Lexi J, 1994, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. V, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mubarok, Achmad, 2014, Psikologi Dakwah : Membangun Cara Berfikir dan Merasa, Malang: Madani.
Mickhlesen, Britha, 1999. Metode Penelitian Parsipatoris dan Upaya-upaya Pembelajaran, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
65
Mulkhan, Abdul Munir, 1996, Ideologisasi Gerakan Dakwah; Episode Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir, Cet. I, Yogyakarta: Sipress.
Latif, H.M.S. Nasaruddin, tt, Teori dan Praktik Dakwah Islamiyah, Jakarta: PT Firma Dara.
Rofiuddin dan Maman Abdul Djalil, 1997, Prinsip Dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia.
Sanjaya, Wina, 2006, Strategi Pembelajaran Beriorentasi Standar Proses pendidikan, Cet. II, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Saputra, Wahidin, 2011, Pengantar Ilmu Dakwah, Cet. I, Jakarta: Rajawali Pers.
Salmadanis, 2002, Metode Dakwah Dalam Presfektif al-Qur’an, Jakarta: Disertasi Pasca Sarjana IAIN Jakarta.
Syam, Nur, 2003, Filsafat Dakwah Pemahaman Filosofis tentang Ilmu Dakwah Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
Sulthon, Muhammad, 2003, Desain Ilmu Dakwah Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saleh, A. Rosyad, 1997, Manajemen Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang.
Saefullah, Aris, 2003, Gusdur vs Amin Rais, Yogyakarta: Laela Thinkers.
Syafe’i, Rachmat, 2004, Fiqh Mu’amalah, Cet. II, Bandung: Pustaka Setia.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3S.
Subagiyo, P. Joko, 1997, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Syukir, Asmuni, Dasar-dasar Strategis Da’wah Surabaya: Al-Ikhlas.
Takariawan, Cahyadi, 2005, Prinsip-prinsip Dakwah Yang Tegar di jalan Allah, Yogyakarta: Izzan Pustaka.
Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Nasional.
Thoifah, I’anatut, 2015, Manajemen Dakwah, Malang: Madani Press.
Wardi, Muhammad Masfiatul, Skripsi tidak diterbitkan, Metode Dakwah Smart Korps dakwah Masjid syuhada’, Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.
Yunan, M. Yusuf, 2003, Metode Dakwah Sebuah Pengantar Kajian, ; Dikutip dalam Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta.
66
RIWAYAT HIDUP
AHMAD. Dilahirkan di Kabupaten Polewali Mandar
tepatnya di Dusun Lelupang Desa Lagi-agi Kecamatan
Campalagian pada hari ahad tanggal 21 mei 1995. Anak
pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Suardi dan Nisa.
Peneliti menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar di
SDN 056 INPRES Lelupang di Desa Lagi-agi Kecamatan Campalagian pada tahun
2007. Pada tahun itu juga peneliti melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 4
Campalagian di Desa Sumarrang Kecamatan Campalagian dan tamat pada tahun 2010
kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Negeri Campalagian di
Desa Mapilli Kecamatan Mapilli pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Pada
tahun 2013 peneliti melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi swasta Ma’had Al birr
Universitas Muhammadiyah Makassar dan peneliti menyelesaikan kuliah Diploma
Dua (D2) pada tahun 2015, pada tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi swasta tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar
(UNISMUH) Fakultas Agama Islam Pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam (KPI). Kemudian peneliti menyelesaikan kuliah strata satu (S1) pada tahun
2020.
67
L
A
M
P
I
R
A
N
68
Anak TPA An-Nisa Sumarorong
69
Pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak
70
Silaturrahim di rumah masyarakat
71
Khutbah Idul Fitri
Buka Bersama
top related