model pembelajaran circ (proposal seminar)
Post on 02-Jan-2016
639 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persoalan pendidikan bagi sebuah negara haruslah dipandang sebagai
persoalan yang penting, sebab keberhasilan dan kegagalan pendidikan dalam sebuah
negara mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kualitas generasi
yang akan datang.
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik
agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota
masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Adapun
tujuan pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan
tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.
Matematika sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan juga tak lepas dari
kebutuhan akan reformasi pendidikan secara menyeluruh. Dengan mempelajari
matematika siswa selalu dihadapkan kepada masalah matematika yang terstruktur,
sistematis dan logis yang dapat membiasakan siswa untuk mengatasi masalah yang
timbul secara mandiri dalam kehidupannya tanpa harus selalu meminta bantuan
kepada orang lain.
Menurut Suyitno (dalam Sari, 2007: 13), kemampuan pemecahan masalah
matematika pada siswa dapat diketahui melalui soal-soal yang berbentuk uraian,
karena pada soal yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang
1
2
dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga pemahaman
siswa dalam pemecahan masalah dapat terukur. Bentuk lain soal pemecahan masalah
yang difokuskan pada penelitian ini adalah soal cerita. Soal cerita dalam kehidupan
sehari-hari lebih ditekankan kepada penajaman intelektual anak sesuai dengan
kenyataan yang mereka hadapi. Namun kenyataannya banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal cerita, kurang mampu
memisalkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa
menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan
masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, secara umum masih teramati
dominansi guru dalam kelas, sehingga pembelajaran tidak lebih dari sekedar
menyampaikan informasi kepada siswa dan dalam penilaian guru menagih kembali
informasi itu. Kesempatan bagi siswa untuk melakukan refleksi dan negosiasi
melalui proses interaksi antara siswa dengan guru kurang dikembangkan. Dengan
pembelajaran tersebut siswa tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan ide-
ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah, tetapi mereka
menjadi sangat tergantung pada guru, tidak terbiasa belajar mandiri untuk
menemukan alternatif lain yang mungkin dapat dipakai untuk menyelesaikan
masalah secara efektif dan efisien.
Secara khusus pendekatan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran
matematika merupakan faktor penentu dalam meningkatkan keberhasilan siswa
dalam belajar. Jadi pendekatan pembelajaran matematika diharapkan mampu
membuat mata pelajaran matematika menjadi menarik. Mengingat pentingnya
3
pendekatan dalam proses pembelajaran matematika, maka dalam mengajarkan setiap
pokok bahasan tertentu perlu dicari pendekatan yang tepat dan sesuai.
Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru tentunya sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursakiah (2011) dengan
menggunakan model pembelajaran tersebut, hasil belajar siswa berada pada kategori
tinggi dengan skor rata-rata hasil belajar matematika mencapai ketuntasan
individualnya sebesar 87,5%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat memotivasi siswa untuk giat belajar
sehingga terjadi peningkatan hasil belajar terhadap siswa tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengajukan
proposal penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition terhadap
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas VII SMPN 2
Alla Kabupaten Enrekang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka
permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada
pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperatif Integrated
Reading and Composition terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa kelas VII SMPN 2 Alla Kabupaten Enrekang?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperatif
Integrated Reading and Composition terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa kelas VII SMPN 2 Alla Kabupaten Enrekang.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa: hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam hal ini yaitu
menyelesaikan soal cerita matematika.
2. Bagi guru: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan salah satu acuan bagi guru matematika dalam memilih model
pembelajaran.
3. Bagi sekolah: Alternatif dalam memberikan motivasi pada siswa oleh kalangan
pendidik pada umumnya dalam lingkungan sekolah serta diharapkan akan
bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu dan efektifitas pembelajaran di
sekolah.
4. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana
terjadi belajar atau bagaimana informasi itu diproses dalam pikiran siswa.
Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih
meningkatkan pemahaman siswa sebagai hasil belajar.
Definisi belajar yang dikemukakan oleh Sudjana (2000: 28) mengatakan
bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai
bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilan, kecakapan, kemampuan dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
Gagne (Slameto, 2003:2) mengemukakan bahwa belajar adalah proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut Harold Spears (Supriyono: 2), belajar adalah
mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah
tertentu.
Dari beberapa definisi belajar yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa karakteristik tentang belajar yaitu:
5
7
a. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri
individu yang belajar
b. Perubahan itu terjadi secara permanen, artinya perubahan tidak berlangsung
sesaat saja tetapi dapat bertahan dan berfungsi dalam kurun waktu yang relatif
sama.
c. Perubahan tersebut terjadi bukan karena proses pertumbuhan atau kematangan
fisik, melainkan karena usaha sendiri. Artinya perubahan tersebut terjadi karena
usaha individu.
d. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan respon
(tanggapan atau reaksi) terhadap suatu stimulus (rangsangan) dengan kata lain,
individu yang telah melakukan kegiatan belajar akan memiliki kemampuan baru
dalam memberikan respon terhadap situasi tertentu.
2. Hakikat Belajar Matematika
Definisi tentang matematika yang dikemukakan oleh para ahli sampai saat ini
belum ada yang dapat diterima secara mutlak atau bersifat baku. Adapun pendapat
para ahli tentang pengertian matematika tersebut, dipandang dari pengetahuan dan
pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika
itu bahasa simbol, matematika berfikir logis, matematika adalah sarana berfikir, dan
masih banyak lagi definisi lainnya.
Ruseffendi (Suherman, 2003: 16) mengemukakan bahwa belajar matematika
lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-
struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan
yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Belajar matematika harus
8
bertahap, berurutan, dan berdasarkan pengalaman siswa yang lalu (masalah konsep
perkalian dipahami dengan baik apabila konsep penjumlahan dikuasai).
Belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti
hubungan dari konsep-konsep dan struktur matematika. Pada hakikatnya belajar
matematika adalah suatu kegiatan psikologis yaitu mempelajari atau mengkaji
berbagai hubungan antara objek-objek dan struktur matematika melalui manipulasi
simbol-simbol sehingga diperoleh pengetahuan baru.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar dalam
konteks matematika adalah suatu proses aktif yang dilakukan untuk memperoleh
pengetahuan baru dengan menipulasi simbol-simbol dan struktur matematika
sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
3. Soal Cerita Matematika
Disadari atau tidak, setiap hari kita harus menyelesaikan berbagai masalah.
Dalam penyelesaian suatu masalah, kita seringkali dihadapkan pada suatu hal yang
pelik dan kadang-kadang penyelesaiannya tidak dapat diperoleh dengan segera.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah yang dihadapi sehari-hari tidak selamanya
bersifat matematis.
Dalam matematika, hal seperti itu biasanya berupa pemecahan masalah
matematika yang di dalamnya termasuk soal cerita matematika. Soal cerita
merupakan soal yang berbentuk cerita tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Untuk menyelesaikan masalah yang terkandung dalam soal
cerita matematika diperlukan langkah-langkah serta kegiatan mental atau penalaran
yang tinggi dari siswa. Dalam mengerjakan soal cerita matematika, siswa harus
9
memahami terlebih dahulu soal cerita itu. Pemahaman masalah dalam belajar
matematika memegang peranan penting untuk meningkatkan keterampilan. Di
samping itu siswa akan belajar menyelesaikan masalah yang diberikan dalam bentuk
soal cerita.
Menurut Suyitno (dalam Sari, 2007: 13) soal cerita adalah soal yang dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari (contextual problem). Kehadiran soal cerita dalam
setiap akhir pokok bahasan dalam pelajaran matematika dimaksudkan agar siswa
mengetahui manfaat/kegunaan dari pokok bahasan yang telah dipelajarinya.
Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan soal cerita
matematika, yaitu:
a. Identifikasi masalah dan adakan penyederhanaan. Pada langkah ini dicari semua
variabel yang ada kaitannya dengan permasalahan dan mencoba menemukan
semua relasi antar variabel. Pada umumnya variabel atau fakta yang ada dalam
soal cerita dinyatakan dengan simbol “Dik” (singkatan dari diketahui), dan untuk
menyatakan permasalahan yang ingin diselesaikan dinyatakan dengan simbol
“Dit” (singkatan dari ditanyakan).
b. Merumuskan masalah dalam bahasa matematika (membuat model matematika).
Pada langkah ini semua variabel, fakta dan relasi yang ada dalam soal cerita
dinyatakan dengan simbol matematika dan mencoba untuk mengenali pola
masalah yang sesuai dengan masalah dalam soal cerita tersebut.
c. Menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan dalam bahasa matematika (model
matematika) dengan alat matematika yang sesuai.
10
d. Menafsirkan hasil yang diperoleh sesuai dengan masalah yang ada di dalam soal
cerita.
Dengan langkah tersebut diharapkan siswa dapat memilih proses
penyelesaian soal cerita dan terampil memilih, mengidentifikasikan fakta dan konsep
yang relevan serta merumuskan rencana penyelesaian yang tepat. Dengan
memperhatikan langkah-langkah tersebut, terlihat bahwa untuk menyelesaikan soal
cerita matematika, siswa harus memiliki dan menggunakan kemampuan matematis
yang lain seperti kemampuan memahami soal, kemampuan membaca matematis, dan
kemampuan berhitung. Soal cerita sangat penting bagi perkembangan proses
berfikir siswa dalam pengajaran matematika, maka keberadaannya sangat mutlak
diperlukan.
4. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Dalam kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian mampu adalah
kekuatan, kesanggupan atau kecakapan. Sedangkan kemampuan berarti memiliki
kecakapan atau kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui
tindakannya untuk meningkatkan produktivitas (Poerwadarminta, 1996: 117).
Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan kemampuan siswa untuk
dapat memecahkan dan menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita, yaitu soal-
soal yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menyelesaikan soal cerita adalah kemampuan menyelesaikan masalah-masalah
matematika yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
11
5. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar
yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu.
Menurut Slavin (2005), cooperative learning sebagai suatu teknik pengajaran
dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang heterogen yang anggotanya antara
4-6 orang. Heterogenitas anggota kelompok ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi
akademik, maupun status sosial. Cooperative learning memunculkan kerja sama
antara siswa dari semua tingkatan untuk bekerja sama.
Melalui pembelajaran kooperatif akan memberikan kesempatan pada siswa
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Melalui
pembelajaran kooperatif pula, seorang siswa akan menjadi sumber belajar bagi
temannya yang lain. Pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi
bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari.
Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua sumber
belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain (Wena, 2009: 189).
Roger dan David Johnson (Agus, 2009: 58) mengatakan bahwa ada lima
unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Lima unsur
tersebut adalah: 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3)
interaksi perseorangan, 4) komunikasi antaranggota, dan 5) pemrosesan kelompok.
12
Ada tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif
sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (2005), yaitu:
1) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,
dan saling peduli.
2) Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang
terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa, baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
13
Terdapat 6 fase atau langkah dalam pembelajaran kooperatif. Keenam fase
pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
FASE KEGIATAN GURU
Fase 1: menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2 : menyampaikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa, baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks.
Fase 3 : mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membuat kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien.
Fase 4 : membantu kerja kelompok dalam belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5 : mengevaluasi Guru menguji materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka.
Fase 6 : memberikan penghargaan
Guru memberikan cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin, dan
Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai
suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara
menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian penting.
Model pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading
and Composition) termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning
14
yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis
(Slavin, 2005: 16), yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk
pengajaran membaca dan menulis pada kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, kini
CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga
pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.
a. Kegiatan Pokok Model Pembelajaran CIRC
Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah
(dalam hal ini soal cerita matematika) meliputi rangkaian kegiatan bersama yang
spesifik, yaitu:
1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal.
2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal cerita, termasuk menuliskan apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
3) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal cerita.
4) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut.
5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian.
b. Langkah-langkah Pembelajaran CIRC
Langkah-langkah pembelajaran CIRC dapat dilaksanakan sebagai berikut.
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4-6 orang siswa secara heterogen.
2) Guru memberikan soal (soal cerita matematika) sesuai dengan topik
pembelajaran.
3) Siswa bekerja sama menyelesaikan soal cerita yang diberikan. Mulai dari
membaca soal, membuat prediksi atau menafsirkan isi soal cerita, membuat
15
ikhtisar/rencana penyelesaian soal cerita, menuliskan penyelesaiaan soal cerita
hingga merevisi dan mengedit pekerjaannya (bila diperlukan).
4) Siswa mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6) Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai
berikut:
1) Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang
suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama
eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media
lainnya.
2) Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa
untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru,
dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal.
Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha
melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada
dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta
menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan
memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui
tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang
masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa
merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
16
3) Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas.
Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan
hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-
gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap
menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
c. Kekuatan model pembelajaran CIRC
Secara khusus, Slavin (dalam Sari, 2007: 20) menyebutkan kelebihan model
pembelajaran CIRC sebagai berikut:
1) Siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.
2) Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang, siswa dapat memberikan
tanggapannya secara bebas.
3) Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok.
4) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya.
5) Membantu siswa yang lemah.
6) Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang
berbentuk pemecahan masalah, dalam hal ini soal cerita matematika.
B. Kerangka Pikir
Berbagai upaya pembelajaran dilakukan dengan tujuan agar hasil
pembelajaran dapat optimal. Sehingga pembelajaran diusahakan dapat dilaksanakan
secara teratur, terstruktur, dan sistematik. Metode mengajar yang ditempuh oleh guru
sangat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar, sehingga sepatutnya guru
17
dalam menyampaikan materi dapat mengarahkan siswa untuk berfokus pada salah
satu topik tertentu. Dengan demikian proses belajar mengajar lebih efektif dan
efisien.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengajaran langsung hanya berorientasi
pada target penguasaan materi. Pengajaran langsung memandang pengetahuan
sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Berdasarkan segi penguasaan
materi, menghafal terbukti berhasil dalam kompetensi belajar jangka pendek, tetapi
gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam jangka panjang.
Pada model pengajaran langsung, kelas masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih
memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, serta
dapat mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling
mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam
pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi di mana siswa saling berbagi ide
atau pendapat dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya.
Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah Cooperatif
Integrated Reading and Composition (CIRC). Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan hasil yang positif pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap hasil
belajar siswa. Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif
18
untuk dapat membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bahan
bacaan dalam hal ini soal cerita.
Adanya berbagai keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
tersebut maka diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi dan minat belajar
siswa, sehingga aktivitas dalam proses belajar mengajar lebih tinggi, dengan
meningkatnya aktivitas belajar siswa maka akan mengoptimalkan hasil belajar siswa.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Penerapan model
pembelajaran Kooperatif tipe Cooperatif Integrated Reading and Composition
memberikan hasil yang lebih baik daripada model pengajaran langsung terhadap
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas VII SMPN 2 Alla
kabupaten Enrekang.”
Secara statistik, hipotesis yang akan diuji dituliskan sebagai berikut:
H0 : μ1 μ2 versus H1 : μ1 > μ2
Keterangan:
µ1 = Parameter rata-rata hasil belajar matematika siswa sesudah diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
µ2 = Parameter rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan model pengajaran langsung.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu, yaitu perlakuan
diberikan untuk menentukan pengaruhnya pada variabel terikat tetapi variabel-
variabel yang berpengaruh tidak dapat dikontrol dengan ketat.
B. Variabel dan Desain Penelitian
a. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini terdiri atas variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu model pembelajaran, di mana dalam
penelitian ini terdiri atas model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan model
pengajaran langsung. Sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika.
b. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini pre test post test control group
design. Adapun rancangan eksperimen tertera pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Rancangan Eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
R Eksperimen O1 X1 O2
R Kontrol O3 X2 O4
18
20
Keterangan:
R : Sampel yang dipilih melalui simple random sampling
O1 : Pretest kelas Eksperimen
X1 : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC
O2 : Posttest kelas Eksperimen
O3 : Pretest kelas Kontrol
X2 :Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pengajaran langsung
O4 : Posttest kelas Kontrol
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Variabel pada penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang berfungsi
sebagai pedoman bagi para pengajar dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran,
yang memiliki sintaks mulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.
Dalam penelitian ini terdiri dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
dengan sintaks dimulai dari guru menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi dam
memberikan penghargaan,
Model pengajaran langsung dengan sintaks dimulai dari mempersiapkan dan
memotivasi siswa, mendemonstrasikan keterampilan, membimbing pelatihan,
mengecek pemahaman dan pemberian umpan balik.
21
2. Kemampuan menyelesaikan soal cerita yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah skor kemampuan siswa untuk dapat memecahkan dan menyelesaikan
masalah dalam bentuk soal cerita yaitu soal-soal yang berhubungan dengan
permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
menyelesaikan soal cerita ini diperoleh dari hasil tes belajar matematika siswa
kelas VII SMP terhadap materi pelajaran yang diberikan.
D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMPN 2 Alla Kabupaten
Enrekang TA 2013/2014 pada semester ganjil yang nantinya akan dipilih dua kelas
sebagai sampel penelitian. Kemudian di antara dua kelas tersebut dipilih lagi yang
mana yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dan yang mana sebagai kelas
ekperimen. Pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk masing-masing
kelompok digunakan teknik random sederhana (simple random sampling).
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Sebelum pelaksanaan proses belajar mengajar terlebih dulu dibuat beberapa
persiapan, yaitu :
a. Menelaah kurikulum dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan
alokasi waktu 14 jam pelajaran (7 kali pertemuan).
b. Membuat LKS dan RPP sebagai perangkat dalam pembelajaran model kooperatif
tipe CIRC.
c. Instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika terdiri dari soal essai.
22
d. Menyusun kelompok belajar siswa yang heterogen, artinya yang mempunyai
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, yang terdiri atas 5 orang siswa.
e. Merencanakan pengaturan tempat duduk.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian ini terdiri atas:
a. Pelaksanaan tes awal (pretest), baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas
kontrol.
b. Penyajian materi pada kelas eksperimen dilakukan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dan penyajian materi pada kelas kontrol dengan model
pengajaran langsung.
c. Langkah-langkah umum untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada berikut.
Tabel 3.2 Tahap Pelaksanaan Kegiatan pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1. Menyampaikan indikator agar siswa mengetahui apa yang akan mereka pelajari.
Menjelaskan konsep atau prinsip yang mendasari masalah.
2. Memberikan penjelasan tentang cara belajar kooperatif tipe CIRC kepada siswa.
Menjelaskan contoh-contoh soal.
3. Guru mempresentasikan materi pembelajaran.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas.
4. Membentuk kelompok-kelompok belajar yan heterogen.
Menjelaskan kembali hal-hal yang ditanyakan oleh siswa.
5. Membagikan LKS kepada setiap kelompok.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal- soal latihan yang diberikan.
6. Setiap kelompok bekerja berdasarkan Membantu siswa menyelesaikan
23
kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok.
soal latihan yang dianggap sukar.
7. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknyaKetua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita matematika yang diberikan
Menyimpulkan pelajaran.
8. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya
9. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing.
10. Guru menjelaskan kembali tentang materi pembelajaran yan dikaitkan dengan LKS yang telah dikerjakan.
11. Guru memberikan evaluasi/kuis kepada setiap siswa.
12. Guru memberikan penghargaan atas hasil kerja baik secara indvidu maupun pasangan. Penghargaan pasangan terbaik bisa diumumkan dari hasil tesnya.
F. Teknik Pengumpulan Data
Tahap-tahap pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Memberikan tes hasil belajar pada kedua kelompok kelas. Tes hasil belajar yang
digunakan yaitu tes obyektif yang berbentuk essai yang telah divalidasi oleh
validator berkompeten.
b. Selama mengerjakan tes, pengawasan diperketat agar siswa tidak bekerjasama
c. Setelah pengambilan data selesai, diadakan pemeriksaan untuk memberikan skor
terhadap jawaban siswa.
24
G. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan dianalisis secara deskriptif dan secara
inferensial.
1. Analisis Statistika Deskriptif
Statistik deskriprtif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum
(Sugiyono, 2008: 207). Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif digunakan
untuk mendeskripsikan prestasi belajar matematika siswa pada setiap kelompok yang
telah terpilih.
Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain penyajian data melaui tabel,
grafik, mean, modus, standar deviasi, dan perhitungan presentase (Sugiyono, 2008 :
208).
Jenis data berupa prestasi belajar selanjutnya dikategorikan secara kualitatif
berdasarkan teknik kategorisasi yang diterapkan oleh departemen pendidikan dan
kebudayaan (dalam Upu, 2010).
Tabel 3.3 Tabel Interpretasi Kategori Nilai Prestasi Belajar
Nilai Prestasi belajar Kategori
85 – 100
65 – 84
55 – 64
35 – 54
0 – 34
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
25
2. Analisis Statistika Inferensial
Analisis statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian
dengan menggunakan uji-t dengan data berbeda. Namun sebelumnya dilakukan
terlebih dahulu uji normalitas dan uji homogenitas. Data penelitian ini dianalisis
menggunakan program SPSS 18 for Windows.
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data hasil belajar siswa dimaksudkan untuk mengetahui
apakah data yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk uji
normalitas ini digunakan uji Kalmogrof-Smirnov.
Hipotesis:
Ho: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 0,05
maka Ho diterima dan H1 di tolak.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji Levene Statistic
yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel yang diambil mempunyai
varian yang sama.
Hipotesis:
Ho: Tidak ada perbedaan varian di antara kedua kelompok
H1: Ada perbedaan varian antara kedua kelompok
Kriteria pengujian apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 0,05
maka Ho diterima dan H1 di tolak.
26
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Independent Sample T Test.
Hipotesis. Kriteria pengujian jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 0,05
maka Ho di terima dan H1 di tolak.
DAFTAR PUSTAKA
Emzi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif.
Jakarta : Rajawali Pers.
Nursakiah. 2011. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC Pada Siswa Kelas VII4 SMPN 26
Makassar. Skripsi. Tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA
UNM
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Laarning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo : Masmedia Buana
Pustaka.
top related