nomenklatur dan erupsi gigi dan impaksi dan sar dan ameloblastoma dan epulis
Post on 26-Dec-2015
210 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
NOMENKLATUR GIGI
Penamaan gigi berguna untuk memudahkan penulisan di rekam medis
kesehatan gigi pasien. Penamaan gigi merupakan representasi diagram gigi yang
menunjukkan seluruh permukaan gigi. Penamaan ini dapat menunjukkan keadaan
gigi pasien, gigi yang hilang, penanganan selanjutnya, penanganan yang sudah
dikerjakan, dan permukaan gigi berlubang maupun restorasi gigi. Terdapat 1 garis
horizontal yang merupakan garis oklusi (garis kunyah) dan 1 garis vertikal yang
merupakan garis medan (garis tengah).
Sistem dua digit International Dental Federation (FDI)
Setiap gigi diidentifikasi dengan gabungan dua digit. Digit pertama
menunjukkan kuadran rahang, sedangkan digit kedua menunjukkan gigi dalam
kuadran tersebut. Kuadran diberi nomor 1 sampai 4 (gigi tetap), dan 5 sampai 8
(gigi sulung) dalam arah yang searah jarum jam dan dimulai dari sisi kanan atas.
Pada tiap kuadran, gigi diberi nomor dari garis median ke belakang dari 1 sampai
8 (gigi tetap), dan 1 sampai 5 (gigi sulung). Digit tersebut harus diucapkan
terpisah, misalnya bagi kaninus permanen diucapkan sebagai satu-tiga, dua-tiga,
tiga-tiga, dan empat-tiga.
Gigi permanen:
Gambar 1. Penamaan gigi sistem FDI
Gigi sulung:
Sistem FDI memenuhi persyaratan dasar sebagai berikut ini, yaitu:
a. Sederhana untuk dimengerti dan diajarkan.
b. Mudah untuk diucapkan dalam perakapan dan dikte.
c. Mudah dikomunikasikan dalam cetakan dan dalam kawat.
d. Mudah dalam pengetikan.
e. Mudah diadaptasikan dalam kartu standar dalam praktik.
Sistem Zsigmondy-Palmer, ‘Chevron’ atau Set-square.
Penamaan sistem Zsigmondy-Palmer
terdiri dari simbol ( , , , ) yang
melambangkan kuadran gigi dan angka yang
menunjukkan posisi gigi dari garis tengah.
Angka digunakan untuk penomeran gigi
permanen dan angka romawi digunakan untuk
penomeran gigi sulung. untuk penulisan gigi
susu, Zsigmondy menggunakan angka romawi I sampai IV sedangkan Palmer
menggunakan huruf A sampai E.
Gigi permanen:
Gambar 2. Penamaan gigi dengan sistem Zsigmondy-Palmer
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi sulung:
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Contoh:
P2 atas kanan = V I1 bawah kiri = I
Penamaan American Dental Association (ADA)
Menghitung gigi nomer 1 dari atas kiri ke atas kanan sampai nomer 16 dan
nomer 17 dari bawah kanan ke bawah kiri sampai nomer 32. Gigi permanen
menggunakan angka, dan gigi sulung menggunakan angka romawi.
Penamaan cara Applegate
Kebalikan dari penamaan ADA, Applegate menghitung gigi nomer 1 dari
atas kanan ke atas kiri sampai nomer 16 dan nomer 17 dari bawah kiri ke bawah
kanan sampai nomer 32. Gigi permanen menggunakan angka, dan gigi sulung
menggunakan angka romawi.
Contoh: P2 atas kanan =
4
I1 bawah kiri = 24
Cara Haderup
Penamaan Haderup menggunakan 2 kuadran, yaitu + untuk rahang atas
dan – untuk rahang bawah.
+ +
– –
Gigi permanen Contoh : Premolar 2 atas kanan = 5 +
Insisivus 1 bawah kiri = – 1
Gigi sulung Contoh: Caninus bawah kanan = 03 –
Molar 2 atas kiri = + 05
Notasi Forensik
NEBDN membuat tabel penamaan gigi yang memperlihatkan penanganan
gigi yang telah dilakukan dan yang alan dilakukan.
Baris di bagian dalam digunakan untuk menulis penanganan yang telah
dilakukan. Baris di bagian luar digunakan untuk menulis penanganan yang akan
dilakukan.
Bagan permukaan gigi:
Labia = bibir (Labium)Lingua = lidahFasial = mukaPalatum = langit-langitSisi mesial = sisi yang berhadapan dengan garis median.Sisi distal = sisi yang bertolak belakang dengan garis median.Sisi bukal = sisi yang menghadap ke pipi.
Penulisan status gigi insisivus:
Penulisan status gigi premolar dan molar:
Contoh penulisan:
ERUPSI GIGI
Ada dua fase penting dalam proses erupsi gigi yaitu erupsi aktif dan pasif.
Erupsi aktif adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal,
sejak mahkota gigi tumbuh dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai
mencapai oklusi fungsional dalam rongga mulut. Sedangkan erupsi pasif adalah
pertumbuhan gusi ke arah apeks yang menyebabkan mahkota bertambah panjang
dan akar bertambah pendek karena adanya perubahan pada perlekatan epitel di
daerah apikal. Dalam anatomi gigi, terdapat gigi sulung dan gigi permanen.
Gigi Sulung
Erupsi gigi sulung pertama biasanya terjadi pada saat anak berusia 6 bulan
dan tumbuh lengkap pada usia 3 tahun. Gigi sulung berjumlah 20 gigi, yaitu 8
insisivus, 4 caninus, dan 8 molar.
Gambar 1. Waktu erupsi gigi sulung dan lepasnya gigi sulung
Gigi sulung tanggal karena adanya erupsi dari gigi
permanen di bawah gigi sulung sehingga membuat akar dari
gigi sulung direabsorbsi. Gigi sulung berguna untuk
mengatur posisi erupsi gigi permanen agar susunannya
sempurna di posisi normal. Pada usia 6-12 tahun, anak
memiliki gigi sulung dan gigi permanen
(mixed dentition) yang sangat penting untuk
dijaga. Pada usia 6 tahun, gigi permanen
pertama tumbuh, yaitu molar 1. Gigi
permanen molar 1 membutuhkan fissure
sealant untuk menjaga gigi tersebut karena
anak-anak masih belum dapat menjaga kebersihan gigi.
Gigi Permanen
Gambar 3. Fissure Sealant pada molar 1 anak
Gambar 2. Erupsi gigi
Gigi permanen terdiri dari 32 gigi. Hampir semua gigi permanen sudah
muncul pada usia 12 tahun, namun gigi molar ketiga biasanya belum muncul
sampai usia 20 tahun. Setelah gigi sulung lepas, gigi permanen tumbuh sebagai
berikut:
Gambar 4. Waktu erupsi gigi permanen
IMPAKSI GIGI
Definisi
Impaksi gigi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang oleh gigi di
dekatnya atau jaringan patologis. Impaksi
diperkirakan secara klinis apabila gigi
antagonisnya sudah erupsi dan hampir
bisa dipastikan apabila gigi yang terletak
pada sisi yang lain sudah erupsi.
Klasifikasi
Klasifikasi impaksi berdasarkan
kedalamannya terbagi menjadi tiga level
(A, B, dan C). Yang pertama yaitu level
A, mahkota gigi molar ketiga impaksi di
atas garis servikal molar kedua di dekatnya yang menyerupai erupsi. Pada level B,
permukaan oklsi gigi molar ketiga impaksi setinggi garis servikal molar kedua.
Posisi paling dalam yaitu level C, seluruh mahkota gigi molat ketiga impaksi
terletak apikal terhadap garis serikal molar kedua.
Diagnosis
Diagnosis impaksi gigi dilakukan dengan cara Ro panoramik. Indikasi
pencabutan gigi impaksi yaitu:
a. Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis).
b. Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik
dan neoplasma).
c. Usia muda, sesudah akar gigi terbrntuk sepertiga sampai dua pertiga
bagian dan sebelum pasien mencapai usia 18 tahun (periode emas).
d. Adanya infeksi (fokus selulitis).
e. Adanya keadaan patologi (odontogenik).
f. Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu
mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsi.
g. Prostetik atau restoratif (diperlukan nutuk mencapai jalan masuk ke tepi
ginggiva distal dari molar kedua di dekatnya).
h. Apabila molar kedua di dekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi
normal atau berfungsinya molar ketiga impaksi, sangat kecil.
Gambar 1. Klasifikasi impaksi molar ketiga
berdasarkan hubungan ruang dengan gigi molar
kedua disebelahnya
i. Secara umum, sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat, yaitu
sebelum usia 26 tahun.
Gambar 2. Ro Panoramik impaksi gigi
Penanganan impaksi gigi yaitu dengan
pencabutan gigi. Pencabutan gigi molar
ketiga impaksi harus dilakukan persiapan.
Pasien harus nyaman dan bersedia dicabut
giginya. Sedasi yang digunakan yaitu
anastesi lokal dengan cara sedatif oral
pada sore hari sebelum dan 1 jam sebelum
pembedahan. Annastesi umum juga sering
dilakukan. Desain flap, pengambilan tulang dengan bur dan dibantu irigasi larutan
saline, dan pemotongan yang terencana perlu dilakukan. Pencabutan dilakukan
menggunakan elevator potts dan miller dengan posisi mesio-servikal yang
dimasukkan dari lingual. Apilikasi tekanan rotasional dan ungkitan menyebabkan
terungkitnya gigi impaksi mesioangular atau distoangular ke arah distal-bukal.
Gambar 3. Apilikasi tekanan rotasional dan ungkitan pada pencabutan molar 3
STOMATITIS APHTOSA REKUREN (SAR)
Definisi
Stomatitis Aphtosa Rekuren (SAR) adalah penyakit mukosa mulut berupa
inflamasi ringan yang sering terjadi kurang lebih 20% dari populasi. Penyakit ini
disebut juga recurrent aphtous ulcer atau canker sores. Ulkus timbul di non-
keratinized mucosa yaitu bibir bagian dalam, ginggiva, lidah, mukosa bukal,
mukosa labia, uvula, dan soft palate secara berulang namun tidak dapat terjadi di
hard palate dan ginggiva marginal. SAR merupakan salah satu penyakit inflamasi
mukosa mulut yang paling menyebabkan nyeri terutama saat makan, menelan, dan
berbicara. Lokasi ulkus menentukan tingkat keparahan penyakit ini. Ulkus di lidah
dapat menyebabkan berbicara dan mengunyah terganggu, sedangkan ulkus di soft
palate dan di esofagus menyebabkan menelan menjadi sangat sakit terutama saat
makan makanan asam.
SAR biasanya timbul pada usia dibawah 30 tahun dan lebih sering terjadi
pada wanita. Dapat tumbuh 1-5 ulkus yang sangat sakit dan berlangsung selama
10 sampai 14 hari tanpa adanya komplikasi. Hari pertama sampai keempat
biasanya yang paling menumbulkan gejala. Awalnya pasien akan merasa seperti
sensasi terbakar atau tingling pada tempat yang akan tumbuh ulkus. Ulkus dapat
muncul berulang setiap bulan sampai setahun sekali.
Etiologi
Etiologi SAR tidak begitu diketahui, namun secara histologis menunjukkan
adanya ulkus nonspesifik dengan infiltrasi dari sel inflamatorik akut dan kronis.
Terdapat banyak sel T dan sitokin TNF-α. SAR tidak menular namun muncul
karena adanya stress, trauma, alergi, hormonal (fase luteal menstruasi) dan auto-
immune disorder (AIDS). Defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat juga
menimbulkan SAR. Selain itu, gluten sensitive enteropathy juga memiliki relasi
dengan SAR. Namun SAR tidak ada hubungannya dengan HSV. Kemungkinan
terjadinya SAR yang memiliki orang tua dengan penyakit SAR yaitu 90% dan
20% kemungkinan untuk orangtuanya tidak memiliki SAR. SAR akan lebih parah
dan akan muncul di usia muda pada pasien yang memiliki riwayat keluarga
dengan SAR.
Saat pre ulseratif terdapat infiltrasi limfosit T CD8+ dan sel NK karena
adanya antigen keranitocyte-associated. Lalu muncul TNF α oleh sel T yang
menyebabkan keratinosit lisis diikuti dengan pembengkakan papular membentuk
erythematous halo. Papul lalu menjadi ulkus yang dilapisi membran fibrosa dan
sembuh dengan regenerasi epitel.
Klasifikasi
Ulkus menimbulkan rasa nyeri, berbatas tegas, bulat atau oval dengan
bagian tengah yang nekrosis dangkal dilapisi pseudomembran berwarna kuning
keabuan dengan erythematous halo. Berdasarkan kriteria klinisnya, SAR
diklasifikasikan menjadi minor, ulkus herpetiform, major, dan severe aphtous
ulcers:
a. SAR Minor (Mikulicz’s aphtae / mild aphtous ulcers)
Yang paling sering terjadi di anak-anak dan dewasa yaitu aphtous minor
(diameter ulkus < 0,5 cm) terjadi pada
80% dari kasus SAR. Ulkus dilapisi oleh
membran putih kekuningan dan dikelilingi
oleh halo merah tipis. Biasanya muncul di
mukosa labia, mukosa bukal, dasar mulut,
ventral dan lateral lidah. Lesi biasanya
tunggal atau multipel (2-6 lesi) dan dapat sembuh tanpa jaringan parut dalam
6-12 hari.
b. Ulkus herpetiform
Timbul secara multipel (10-100 lesi) dengan ulkus
irregular yang bulat kecil-kecil (1-3mm) seperti HSV
(namun tidak berhubungan dengan HSV). Ulkus ini
tidak membentuk vesikel dan tidak mengandung virus.
Biasanya terjadi pada orang tua. Ukuran ulkusnya
tidak berbatas tegas dan lebih kecil dari minor SAR.
Dapat hilang setelah 10-14 hari tanpa jaringan parut.Gambar 2: Ulkus Herpetifrom di ventral lidah
Gambar 1: Minor RAS pada labial mucosa
c. SAR Major (Periadenitis mucosa necrotica recurrens / ulcerative stomatitis /
Sutton’s disease)
Ulkus dengan diameter berukuran lebih
dari 1 cm ini lebih jarang terjadi yaitu 1-
15% dari kasus SAR. Major SAR jarang
terjadi pada anak-anak. Ulkusnya lebih
dalam dari epitel sampai ke jaringan ikat dan
mukosa tanpa keratin (bibir, soft palate,
kerongkongan). Dapat menetap selama
seminggu sampai berbulan-bulan dan bisa membentuk jaringan parut saat
resolusi.
d. Severe aphtous ulcers
Pasien biasanya selalu mengalami ulkus berulang yang menyebabkan sakit
kronik sehingga dapat menyebabkan penurunan berat badan dan malnutrisi.
Pasien memiliki ulkus multipel setiap saat dengan ulkus baru saat ulkus lama
sudah mulai sembuh. Mukosa berkeratin juga dapat terjadi pada pasien
dengan severe aphtous ulcers.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
karena tidak ada pemeriksaan lab spesifik yang bersangkutan dengan SAR.
Namun pemeriksaan lab tetap harus dilakukan seperti tes darah lengkap, folat dan
vitamin B12. Biasanya terdapat penurunan serum iron, folat, dan vitamin B12.
Kelainan sistemik yang sering bersangkutan dengan SAR yaitu ulcerative
colitis, Crohn’s disease, Reiter’s syndrome atau Behcet’s disease, Sweet’s
syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), PFAPA syndrome (periodic
fever, aphthae, pharyngitis, adenitis syndrome), neutropenia, dan infeksi HIV.
Gambar 3 : Major aphtous di bibir kanan bagian bawah dengan lesi baru di lidah
Pengobatan
Tidak ada penanganan definitif SAR karena etiologinya tidak diketahui
secara pasti. Gejala yang timbul juga berbeda sesuai dengan keadaan masing-
masing pasien. Sehingga pengobatan juga harus disesuaikan per individu. Tujuan
pengobatan SAR yaitu:
1. Pengobatan ulkus (inisiasi penyembuhan dan mengurangi durasi).
2. Mengurasi rasa sakit (mengurangi morbiditas dan mempertahankan
fungsi).
3. Menjaga nutrisi (memastikan makan dan minum yang cukup).
4. Mengontrol penyakit (menghindari kejadian berulang dan mengurangi
frekuensi).
Sebelum memberikan pengobatan, terdapat 3 keadaan klinis SAR yaitu:
a. Tipe A
SAR hanya berlangsung selama beberapa hari dan jarang muncul
dalam setahun. Sakitnya juga dapat ditahan. Perlu dicari faktor pemicu
ulkus. Jika karena trauma saat menyikat gigi, penanganannya yaitu
dengan menggunakan sikat gigi yang lebih lembut dan edukasi metode
sikat gigi yang efektif.
b. Tipe B
SAR yang timbul setiap bulan selama 3-10 hari. Rasa sakit
mungkin dapat ditahan atau bisa sakit sekali sehingga pasien merasa
sulit makan dan membersihkan gigi. Pengobatannya yaitu dengan
Chlorhexidine gluconate 0,20% solution dan kortikosteroid topikal
jangka pendek (triamcinolone acetonide) yang diberikan pada
permukaan ulkus 4 kali sehari. Jika tidak sembuh maka diberikan
kostikosteroid sistemik jangka pendek. Prednisolon diberikan
maksimum 50 mg per hari pada pagi hari. pasien dengan pengobatan
corticosteriod harus dimonitor timbulnya candidosis oral yang dapat
diberikan profilaksis pada pasien dengan kebersihan mulut buruk.
c. Tipe C
SAR dengan ulkus yang timbul saat ulkus lama mulai sembuh.
Pengobatannya dengan prednisolon topikal, kortikosteroid sistemik
(prednisolon, clobetasol, fluticason), dan imunosupresan (azathioprine,
dapsone). Prednisolone dan imunosupresan dapat dikombinasikan
dengan topikal ointment dan pembersih mulut. Prednisolon sistemik
diberikan mulai dari 1mg/kg/hari dalam 1 dosis untuk pasien dengan
SAR yang parah dan harus di turunkan perlahan dosisnya setelah 1-2
minggu. Efek samping prednisolon dapat timbul karena pemakaian
lebih dari 2 minggu. Untuk mengurasi dosis prednisolon dapat diberikan
azathioprine 50mg/kg/hari. SAR dapat dicegah dengan thalidomide dan
pentoxifylline yang dapat menghambat sintesis TNF-α. Thalidomide
diberikan 100 atau 200 mg/hari. pengobatan lainnya yaitu dengan
elektrokautri, chemical cautry, dan laser untuk mengubah ulkus menjadi
luka.
Efek samping prednisolon dan azathioprine
Prednisolon Insomnia, nervous, nafsu makan meningkat, gangguan
pencernaan, diabetes mellitus, hirsutism, sakit sendi, glaukoma
Azathioprin
e
Trombositopenia, leukopenia, infeksi sekunder, anemia, mual,
muntah, anoreksia, diare, non-hodgkin’s lymphoma
AMELOBLASTOMA
Definisi
Ameloblastoma merupakan tumor polimorfik jinak namun dapat invasi
secara lokal yang diklasifikasikan sebagai tumor odontogenik (folikuler atau
pleksiform di atas stroma fibrosa). Tumor odontogenik berasal dari sel epitel atau
sel mesenkim sisa pembentukan gigi seperti sisa enamel dan dental lamina.
Ameloblastoma juga dikenal dengan nama adamantimoma, adamantinoblastoma,
ephitelial odontoma dan multilocular cyst. Biasanya ameloblastoma muncul pada
usia 20-50 tahun dan paling banyak terjadi pada usia 40-50 tahun namun tidak ada
predileksi jenis kelamin namun lebih sering pada kulit hitam. Sekitar 80%
ameloblastoma terjadi di mandibular molar region disekitar gigi molar 3 impaksi
dan juga dapat terjadi di maksila.
Ameloblastoma dapat muncul seperti lesi
multilokular ataupun unilokular yang berisi sel
epitel. Ameloblastoma juga dapat terjadi diluar
tulang pada usia lanjut, namun jarang sekali terjadi.
Tumor ini jarang sekali menjadi ganas (kurang dari
1% ameloblastoma: malignant ameloblastoma &
ameloblastic carcinoma). Ameloblastoma
merupakan tumor ganas walaupun biasanya
pertumbuhannya cepat, invasif, dan membesar.
Ameloblastoma tumbuh di area molar ramus
mandibula (75% kasus), sinus maksilaris pada area molar 3, dan dasar hidung.
Mandibula kanan lebih sering terkena ameloblastoma.
Etiologi
Etiologi ameloblastoma yaitu iritasi, infeksi, kurang asupan gizi, dan virus.
Ameloblastoma sering terdapat pada posterior mandibula yang merupakan tempat
yang paling sering terjadinya infeksi. Amoloblastoma biasanya terjadi pada pasien
yang mengalamo infeksi mulut, pencabutan gigi, dan trauma gigi. Defek
pertumbuhan gigi pada rickets dapat menyebabkan iregularitas lapisan
Gambar 1 : Ameloblastoma membuat wajah asimetris
ameloblastik yang dapat menyebabkan ameloblastoma. Injeksi virus polyoma
pada hewan menunjukkan adanya lesi seperti ameloblastoma.
Klasifikasi
Ameloblastoma di maksila lebih berbahaya dibandingkan dengan mandibula
karena lebih cenderung menyebar pada tulang maksila yang berporos dan dapat
menyebar ke basis kranium, sinus paranasalis, orbita dan nasofaring. Berdasarkan
lokasinya, ameloblastoma dibedakan menjadi dua jenis yaitu extraoral dan
perioral / intraoral.
a. Ameloblastoma extraoral
Dapat menyebabkan wajah asimetris yang menunjukkan indikasi
pertama terdapatnya tumor. Tumor ini biasanya tidak menunjukkan gejala
sampai tampak pada radiograph.
b. Ameloblastoma perioral dan intraoral
Muncul
seperti
bengkak yang
tidak sakit
pada posterior
mandibula.
Tumor
tumbuh
membesar ke arah bukal dan lingual. Ameloblastoma dan gigi menjadi
goyang jika tumor semakin membesar. Pada radiograph, terlihat seperti
multilocular dan terkadang unilocular radiolusen dengan batas tegas.
Lesi multilocular membentuk gambaran “soap-bubble” saat membesar
dan “honeycomb” saat masih dalam ukuran kecil.
Diagnosis
Diagnosis ameloblastoma ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti radiograph dan biopsi. Amoloblastoma biasanya
muncul sebagai lesi kecil pada tulang yang merusak jaringan tulang secara
Gambar 1: Gambaran radiologis ameloblastoma. Tampak soap bubble appearance pada mandibula bagian kiri.
perlahan dengan cara membesar namun tidak perforasi ke dalam tulang. Pasien
biasanya sadar wajahnya semakin asimetris dan gigi goyang / berpindah posisi.
Selain itu dapat terjadi parastesia dan timbul rasa sakit jika lesi mengenai saraf
atau terdapat infeksi saraf sekunder. Lesi tersebut keras namun tidak ada nyeri
tekan. Pada palpasi dapat ada krepitus dan fluktuasi (egg shell crackling).
Gambaran radiograph ameloblastoma yaitu tampak area destruktif tulang
multilobular yang berbatas tegas dan kasar. Dapat tampak seperti soap bubble
atau honeycomb. Rahang terlihat membesar dan tampak root resorption. Terdapat
penebalan membran, perselubungan dan destruksi dinding daat mengenai sinus.
Dan pada masa lanjut akan terlihat destruksi tulang. Secara patologis, terdapat
berbagai jenis ameloblastoma, yaitu folikular, pleksiform, desmoplastik,
akantoma, sel basal, sel granular, dan periferal.
Pengobatan
Ameloblastoma dapat ditangani dengan beberapa cara yaitu:
a. Wide excision
Saat direseksi tampak masa kuning keabuan menempati tulang dengan
diameter 1-2 cm. Terlihat seperti fusiform atau silindris secara
makroskopis. Seluruh tumor diangkat dengan resection. Lalu dilakukan
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa adanya pertumbuhan
amelobas berulang.
b. Curretage
Kuretase juga dapat dilakukan dengan cara mengambil tumor dan
meninggalkan tulang yang terinvasi tumor. Kuretase kurang efisien
karena sel tumor dapat tumbuh kembali.
c. Intraoral block excision
Dilakukan bila ukuran ameloblsatoma kecil. Segmen tulang yang
terdapat tumor diangkat.
d. Extraoral en bloc resection
Dilakukan bila ukuran tumor besar dan horizontal ramus juga terkena
tumor.
e. Peripheral osteotomy
Eksisi komplit tumor dan meninggalkan sebagian tulang untuk rahang
(dense cotrical bone) sehingga dapat terjadi regenerasi tulang dengan
restorasi pembentukan rahang. Ini dilakukan jika cortical inferior border
pada horizontal body dan posterior border dari ascending ramus dan
condyle tidak terkena tumor karena memiliki struktur yang kuat dari
tulang kortikal tebal.
EPULIS
Definisi
Epulis didefinisikan sebagai suatu benjolan yang tidak normal pada gingiva,
biasanya melibatkan papila interdental, berbatas jelas, bertangkai sempit sampai
lebar. Pertumbuhannya mirip tumor tapi tidak memenuhi syarat-syarat sebagai
beberapa literatur menyebutnya sebagai pseudotumor. Secara histopatologi epulis
merupakan suatu hiperplasi jaringan ikat gingival yang tumbuh di daerah
interdental tapi bukan merupakan suatu neoplasia yang ganas
Etiologi
Epulis dapat muncul sebagai akibat dari beberapa sebab antara lain yang
terbanyak adalah iritasi mekanik dan trauma. Sebab lain yang juga merupakan
etiologi terbentuknya epulis adalah iritasi infeksi bakteri yang kronis, gangguan
pertumbuhan dan gangguan keseimbangan hormonal yang disertai oleh dukungan
faktor lokal seperti oral hygiene yang jelek.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa epulis harus dilakukan beberapa pemeriksaan,
baik pemeriksaan rutin maupun penunjang guna menentukan prognosis serta
rencana perawatan yang tepat. Diagnosis epulis ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan radiografis, laboratorium dan
histopatologis. Diagnosis banding epulis ialah tumor jinak atau neoplasma lain
yang terjadi pada gusi seperti fibroma, mixoma,mioblastoma dan central giant cell
tumors.
a. Anamnesis Epulis
Umumnya penderita epulis tidak menyadari adanya lesi tersebut
selama tidak menimbulkan keluhan apapun dalam rongga mulut, tetapi
bila epulis menjadi semakin besar sampai mengganggu fungsi
pengunyahan, oklusi gigi dan estetik, pasien baru merasakan perlunya
untuk mencari perawatan. Pada beberapa kasus, epulis yang telah
membesar dan berulserasi dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Pemeriksaan Klinis Epulis
Gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan fisik epulis adalah
sebagai berikut :
b.1 Massa yang berupa tonjolan pada gusi
b.2 Terlokalisasi dengan batas tegas
b.3 Konsistesi keras atau lunak
b.4 Dapat bertangkai atau tidak bertangkai
b.5 Dapat berulserasi
b.6 Kadang-kadang berlobus
b.7 Berwarna merah muda hingga merah keunguan
b.8 Dapat berdarah spontan atau pada trauma ringan
b.9 Ukuran bervariasi dari beberapa millimeter hingga beberapa
sentimeter dan dapat mencapai ukuran yang sangat besar.
Pada penderita epulis dilakukan pemeriksaan radiografis untuk mengetahui
sejauh mana kerusakan jaringan dan struktur tulang pendukungnya. Pada beberapa
pemeriksaan ditemukan erosi pada tepi atau puncak tulang alveolar yang bersifat
superfisial di daerah interdental. Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan ialah biopsi yaitu pengambilan sebagian jaringan yang meliputi
jaringan patologis dan jaringan sehat. Kemudian jaringan ini difiksasi dengan
formal saline dan dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk didiagnosa.
Pemeriksaan histopatologis epulis ditemukan jaringan ikat yang dilapisi epitel
gepeng berlapis disertai infiltrasi sel-sel berbentuk bulat dan spindle serta sel-sel
radang PMN, leukosit dan sel plasma. Selain itu juga ditemukan sel-sel raksasa
multinuklear yang merupakan ciri khas dari giant cell epulis. Beberapa epulis
banyak mengandung pembuluh darah dan proliferasi fibroblas serta sejumlah serat
kolagen.
Prognosis
Prognosis epulis umumnya baik apabila pasien selalu menjaga kebersihan
mulutnya setelah dilakukan eksisi sempurna. Bedah eksisi yang dilakukan harus
mengambil seluruh bagian sampai dasar epulis tersebut dari sekitar jaringan gusi
walupun berasal dari periosteum tulang alveolar untuk mencegah kekambuhan.
Jenis Epulis
Epulis ada berbagai macam jenis yaitu:
a. Epulis fissuratumPertumbuhan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan di daerah mukosa
yang berkontak dengan tepi gigi tiruan yang biasanya terlalu cekat dan
menekan mukosa. Epulis fissuratum juga sering disebut inflammatory
fibrous hyperplasia, atau denture epulis.
Epulis ini tampak sebagai lipatan jaringan fibrous satu atau lebih pada
vestibulum yang tidak
disertai tanda keradangan,
tidak menimbulkan rasa sakit
kecuali bila terjadi infeksi
sekunder, fibrous
hyperplasia, proliferasi
epitel/ulkus. Iritasi kronis
yang diakibatkan oleh
pemakaian gigi tiruan yang tidak adekuat dalam jangka waktu yang lama
dalam hal ini akibat basis/sayap protesa. Epulis fissuratum merupakan lesi
reaktif hiperplastik yang konsistensinya kenyal. Penampakan histologis
dapat bervariasi dan frekuensinya kebanyakan tampaknya fibrous
hyperplasia. Apabila terdapat reaksi radang maka akan muncul sel fibroblas
dan proliferasi pembuluh darah. Mukosa glandula selalu muncul pada
specimen dan akan menimbulkan sialadenitis kronis. Kadang glandula akan
memiliki hubungan dengan lymphoid hyperplasia dan papillary ductal
hyperplasia. Epithelium yang atropi atau hiperplastik dan kadang
memunculkan pseudoepitheliomatous hyperplasia. Ulserasi dapat muncul
pada dasar lipatan. Metaplasia kondroid atau tulang dapat berkembang
seiring munculnya benjolan.
Gambar 1. Epulis Fissuratum
Pertumbuhan jaringan ikat tersebut disebabkan oleh iritasi kronik
karena pemakaian gigi tiruan, di mana tepi gigi tiruan menekan daerah gusi
yang berbatasan dengan pipi bagian dalam (alveolar vestibular mucosa).
Penekanan tersebut menyebabkan tulang daerah tersebut terus menerus
berubah karena kehilangan tulang, akibatnya dukungan tulang untuk basis
gigi tiruan menjadi tidak stabil. Hal ini lama kelamaan mengarah kepada
terjadinya penonjolan yaitu epulis fissuratum.
a.1 Gejala
Lesi yang tersusun dari jaringan yang berlebihan ini umumnya
berupa lipatan hiperplastik berwarna merah muda, keras dan fibrous.
Bagian dalam dan luar dari lesi terpisah oleh cekungan (groove) dalam
yang menandakan tempat di mana tepi gigi tiruan menekan mukosa.
Epulis fissuratum jarang terjadi di daerah lingual (bagian yang
menghadap lidah), dan lebih sering dijumpai di bagian depan rahang
(anterior). Ukuran lesi ini bervariasi. Ada lesi yang berukuran kecil
namun ada juga yang luas dan melibatkan seluruh daerah mukosa
(mukosa vestibulum) yang berkontak dengan tepi gigi tiruan.
Terkadang iritasi dapat cukup parah sehingga menyebabkan mukosa
tampak kemerahan dan ulserasi, terutama di dasar cekungan di mana
tepi gigi tiruan berkontak dengan mukosa.
a.2 Faktor resiko
Kebanyakan kasus terjadi pada wanita karena wanita lebih sering
menggunakan gigi palsu dalam waktu yang lama karena alasan estetika.
Iritasi kronis ringan pada tempat pemasangan gigi palsu. Biasanya
behubungan dengan resopsi dari tulang alveolar, supaya gigi palsu
dapat bergerak pada mukosa vestibuler, mengakibatkan inflamasi
hiperplasi jaringan yang berproliferasi pada tepi gigi palsu tersebut.
Kemungkinan terjadinya atropi epitel pada wanita yang sudah
menopause tinggi.
a.3 Tatalaksana
Epulis dapat dihilangkan dengan eksisi. Gigi tiruan yang menjadi
timbulnya lesi harus diperbaiki sehingga tidak memberi tekanan berat
terhadap mukosa supaya mencegah iritasi yang lebih berat. Dilakukan
pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui bentuk histologisnya.
b. Epulis Angiomatosa (Epulis Telangiecticum)
Merupakan respon granulasi yang berlebihan yang merupakan
reaksi endotel (proliferasi).
Disebabkan karena adanya
hemangioma gingiva, bisa
karena trauma atau yang
lainnya. Gejala klinisnya
yaitu pertumbuhan cepat,
berbatas jelas, konsistensi
lunak seperti spons, merah
cerah dan mudah berdarah.
b.1 Tatalaksana
Ekskokleasi epulis adalah pengangkatan jaringan patologis dari
gingiva, pencabutan gigi yang terlibat serta pengerokan sisa jaringan
pada bekas akar gigi.
b.1.1 Indikasi operasi : Epulis kecuali epulis gravidarum
b.1.2 Kontra indikasi operasi : Ko morbiditas berat
b.1.3 Diagnosis banding : Karsinoma gingiva
b.1.4 Pemeriksaan penunjang : FNA
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujunan dan permohonan dari penderita untuk
dilakukan operasi. Pemeriksaan dan melengkapi persiapan alat dan
kelengkapan operasi. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
Pemberian antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi
dengan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.
Gambar 2. Epulis angiomatosa
Operasi harus dilakukan dalam kamar operasi dan penderita dalam
narkose umum dengan intubasi nasotrakheal kontralateral dari lesi. Posisi
penderit telentang sedikit, ekstensi. Desinfeksi intraoral dengan Hibicet
setelah dipasang tampon steril di orofaring. Posisikan penderita tengadah
dengan mengganjal pundaknya lalu dengan menggunakan mouth
spreader mulut dibuka sehingga lapangan operasi lebih jelas. Insisi
dilakukan diluar tepi lesi pada jaringan yang sehat dengan menggunakan
couter-ccoagulation, lakukan rawat perdarahan, lakukan pembersihan
lebih lanjut dengan jalan mencabut gigi yang terlibat serta lakukan
kerokan pada sisa sekitar tumor.
c. Epulis Fibromatosa
Epulis jenis ini lebih sering dijumpai dibandingkan jenis lainnya dan
sering mengalami rekuren
(kambuh) bila operasi
pengangkatannya tidak
sempurna. Umumnya
dijumpai pada orang dewasa.
Terutama pada bagian
gingiva, bibir dan mukosa
bagian bukal. Epulis ini
terjadi pada rongga mulut terutama pada tepi gingival dan juga sering terjadi
pada pipi dan lidah. Etiologinya berasal dari iritasi kronis. Tampak klinis
yang terlihat antara lain bertangkai, dapat pula tidak, warna agak pucat,
konsistensi kenyal, batas tegas, padat dan kokoh. Epulis ini pula tidak mudah
berdarah dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Jika epulis fibroma menjadi terlalu besar, bisa mengganggu pengunyahan
dan menjadi trauma serta ulserasi. Histologis ditandai oleh proliferasi
jaringan ikat collagenic dengan berbagai derajat dari sel infiltrasi inflamasi.
Permukaan lesi ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis. Pengobatan ini dengan
eksisi biopsi bedah dan memiliki tujuan untuk menyingkirkan lesi/neoplasma
lainnya.
Gambar 4. Epulis Fibromatosa
c.1 Gambaran mikroskopis
Terlihat jaringan gusi dibatasi oleh
epitel gepeng berlapis yang mengalami
proliferasi dengan ditandai oleh adanya rate
peg tidak beraturan. Stroma terdiri dari
jaringan ikat fibrosa padat dan kolagen yang
tersusun dalam berkas yang tidak beraturan.
Juga ada sel radang kronis dalam stroma.
d. Epulis Granulomatosa
Epulis granulomatosa dapat terjadi pada semua
umur namun kasus ini paling banyak didiagnosa
pada pasien dalam golongan umur 40-60 tahun,
dan terutama terjadi pada wanita.
d.1 Gejala
Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul di antara dua
gigi, kaya vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan
dan umumnya berwarna merah keunguan.
Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran
kurang dari 2 cm namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi
4 cm. Lesi ini dapat tumbuh menjadi massa yang bentuknya tidak
beraturan yang dapat menjadi ulserasi dan mudah berdarah. Pada
beberapa kasus giant cell epulis dapat menginvasi tulang di bawahnya
Gambar 5. Stroma dengan jaringan ikat fibrosa padat dan kolagen
Gambar 6. Epulis granulomatosa pada daerah palatal gigi insisif atas
sehingga pada gambaran radiografis akan terlihat erosi tulang.
Sebagian besar terdiri atas jaringan granulasi. Konsistensi kenyal,
mudah berdarah bila tersenggol.
d.2 Gambaran Mikroskopis
Terlihat
jaringan gusi
dibatasi oleh
epitel gepeng
berlapis yang
mengalami
proliferasi
dengan rete peg
(papil epitel yang masuk ke dalam stroma jaringan ikat dibawah
epitel) yang tidak beraturan. Stroma terdiri dari jaringan granulasi
yang disusun oleh jaringan ikat, pembuluh darah, sebukan sel radang
akut dan kronis. Bila ada ulserasi, biasnya sel radang yang banyak
dijumpai adalah PMN sehingga dambarannya menyerupai granuloma
piogenikum.
d.3 Tatalaksana
Perawatan melibatkan bedah eksisi dan kuretase tulang yang
terlibat. Gigi yang berdekatan dengan epulis juga perlu dicabut bila
sudah tidak dapat dipertahankan, atau dilakukan pembersihan karang
gigi (scaling) dan penghalusan akar (root planing).
e. Giant cell Epulis
Epulis jenis ini juga sering disebut sebagai peripheral giant cell
granuloma, giant cell reparative granuloma, osteoclastoma dan myeloid
epulis. Penyebab pastinya tidak diketahui, namun diperkirakan giant cell
epulis terjadi sebagai respon terhadap suatu cedera. Selain itu, banyak kasus
yang pasiennya mengekspresikan reseptor permukaan untuk hormon
Gambar 6. Epitel gepeng berlapis yang berproliferasi
estrogen, sehingga timbul spekulasi bahwa pengaruh hormonal dapat
memainkan peranan terhadap perkembangan lesi ini.
Epulis gigantoselulare terjadi akibat trauma pada jaringan lunak gingiva
yang dapat diakibatkan oleh ekstraksi gigi, iritasi denture, maupun infeksi
kronik yang banyak terjadi pada wanita dan anak-anak. Secara klinis epulis
ini dapat mengenai jaringan periodontal atau pada daerah edentulous ridge
yang dengan ukuran yang bervariasi diameternya antara 0,5 – 1,5 bahkan
lebih besar dan dapat juga mengalami ulserasi Dungkul ini bertangkai lebar
dengan warna merah tua hingga ungu, konsistensinya lunak dan mudah
berdarah sehingga kadang disertai rasa sakit. Pada pemeriksaan histopatologis
diperoleh sel fibroblast yang sedang mengalami proliferasi dan membentuk
stroma yang berisi banyak sekali sel-sel raksasa benda asing. Giant cell epulis
dapat terjadi pada semua umur namun kasus ini paling banyak didiagnosa
pada pasien dalam golongan umur 40-60 tahun, dan terutama terjadi pada
wanita.
e.1 Gejala
Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul di antara dua
gigi, kaya vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan dan
umumnya berwarna merah keunguan.
Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran
kurang dari 2 cm namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi 4
cm. Lesi ini dapat tumbuh menjadi massa yang bentuknya tidak beraturan
yang dapat menjadi ulserasi dan mudah berdarah. Pada beberapa kasus
giant cell epulis dapat menginvasi tulang di bawahnya sehingga pada
gambaran radiografis akan terlihat erosi tulang.
e.1 Tatalaksana
Perawatan giant cell epulis melibatkan bedah eksisi dan kuretase
tulang yang terlibat. Gigi yang berdekatan dengan epulis juga perlu
dicabut bila sudah tidak dapat dipertahankan, atau dilakukan
pembersihan karang gigi (scaling) dan penghalusan akar (root planing).
Dilaporkan angka rekurensi sebesar 10 % sehingga diperlukan tindakan
eksisi kembali.
f. Epulis Gravidarum (Epulis Pregnancy)
Epulis gravidarum adalah reaksi jaringan granulomatik yang
berkembang pada gusi selama kehamilan. Tumor ini adalah lesi proliferatif
jinak pada jaringan lunak mulut dengan angka kejadian berkisar dari 0,2
hingga 5% dari ibu hamil.
Epulis tipe ini berkembang dengan cepat,
dan ada kemungkinan berulang pada
kehamilan berikutnya. Tumor kehamilan ini
biasanya muncul pada trimester pertama
kehamilan namun ada pasien yang melaporkan
kejadian ini pada trimester kedua
kehamilannya. Perkembangannya cepat seiring
dengan peningkatan hormone estrogen dan progesteron pada saat kehamilan.
Hormon progesteron pengaruhnya lebih besar terhadap proses
inflamasi/keradangan. Pembesaran gingival akan mengalami penurunan pada
kehamilan bulan ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan. Keadaannya
akan kembali normal seperti sebelum hamil.
Epulis gravidarum tampak sebagai tonjolan pada gingiva dengan warna
yang bervariasi mulai dari merah muda, merah tua hingga papula yang
berwarna keunguan, paling sering dijumpai pada gingiva anterior rahang atas.
Umumnya pasien tidak mengeluhkan rasa sakit namun lesi ini mudah
berdarah saat pengunyahan atau penyikatan gigi. Pada umumnya lesi ini
berukuran diameter tidak lebih dari 2 cm namun pada beberapa kasus
dilaporkan ukuran lesi yang jauh lebih besar sehingga membuat bibir pasien
sulit dikatupkan.
Faktor penyebab epulis gravidarum dapat dibagi menjadi 2 yaitu
penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab primer yaitu iritasi lokal
seperti plak sama halnya seperti pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan
hormonal yang menyertai kehamilan dapat memperberat reaksi keradangan
Gambar 7. Epulis gravidarum
pada gusi oleh iritasi lokal. Iritasi lokal tersebut adalah kalkulus/plak yang
telah mengalami pengapuran, sisa-sisa makanan, tambalan kurang baik, gigi
tiruan yang kurang baik. Penyebab sekunder yaitu perubahan hormon.
Kehamilan merupakan keadaan fisiologis yang menyebabkan perubahan
keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan
progesterone. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesterone
pada masa kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, diantaranya
pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah
sehingga gingiva menjadi lebih merah, bengkak, dan mudah mengalami
perdarahan.
d.1 Gejala
Tumor kehamilan ini tampak sebagai tinjolan pada gusi dengan
warna yang bervariasi mulai dari merah muda, merah tua, hingga papula
berwarna keunguan, paling sering dijumpai pada rahang atas. Umumnya
pasien tidak mengeluhkan rasa sakit, namun lesi ini sangat mudah
berdarah saat pengunyahan atau penyikatan gigi. Pada umumnya lesi ini
berukuran diameter tidak lebih dari 2 cm.
d.2 Tatalaksana
Umumnya lesi ini akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya
setelah ibu melahirkan bayinya, sehingga pengobatan hanya dilakukan
setelah kelahiran. Bila ada rasa sakit dan perdarahan terus terjadi yang
dapat mengganggu penyikatan gigi dan aktivitas sehari-hari.
Jika epulis tetap ada setelah melahirkan, diperlukan biospi untuk
melihat lesi secara histologis. Rekurensi epulis secara spontan terjadi
sebanyak 75% kasus, setelah 1 hingga 4 bulan melahirkan.
Bila epulis berukuran besar dan mengganggu pengunyahan dan
bicara, lesi dapat diangkat dengan bedah eksisi konservatif. Namun juga
bisa dilakukan dengan laser yang menyebabkan perdarahan minimal.
g. Epulis Kongenital/Tumor Sel Granular/Tumor Neumans
Epulis Kongenital biasa disebut Congenital Granular Cell
Tumor (CGCT). Epulis ini terdapat pada mukosa bayi yang baru lahir.
Etiologinya secara jelas belum diketahui namun diduga berasal dari sel
epitel bakal benih gigi (odontogenik). Epulis ini terlihat seperti benjolan
yang muncul pada alveolar ridge dalam rongga mulut. Hal ini menghambat
pernafasan dan asupan makanan bayi.
g.1 Gejala
Secara klinis massa peduncullated kadang multilobuler dan
berwarna merah muda lunak. Predileksi terbanyak ditemukan pada
maksila region anterior. Ukuran lesi biasanya 0,5-2 cm, namun dapat
mencapai 9 cm.Lesi ini lunak, bertangkai dan terkadang berlobus
dari mukosa alveolar.
g.2 Gambaran Mikroskopik
Secara histologis, epulis kongenital
mirip dengan granular cell tumor pada
orang dewasa namun epulis ini tidak
rekuren dan tidak ganas. Kelainan ini
dapat dideteksi saat pemeriksaan
antenatal menggunakan USG, namun
hanya untuk diagnosis sementara.
g.1 Tatalaksana
Epulis biasanya mengecil pada usia 8 bulan. Jadi lesi berukuran
kecil tidakmemerlukan pengobatan. Lesi yang besar dapat
mengganggi pernafasan dan proses menyusui sehingga perlu
dilakukan pembedahan dengan anastesi total. Epulis tidak
mengganggu pertumbuhan gigi. Pengangkatan lesi besar juga bisa
dilakukan dengan laser karbondioksida.
Gambar 7. Granular cell tumor
top related