pelatihan kultur microworm sebagai pakan alami ... - jurnal
Post on 16-Oct-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
314
Bidang 8: Pengabdian Kepada Masyarakat
PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI PADA
PEMBENIHAN IKAN GURAMI DI DESA KEBARONGAN KEMRANJEN
BANYUMAS
Hana 1, Sorta Basar Ida Simanjuntak1, Untung Susilo1, Farida Nur Rachmawati1, Eko
Setio Wibowo1 dan Atang1
1Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRAK
Pengembangan kegiatan wirausaha budidaya ikan gurami di salah satu kawasan minapolitan, yaitu desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen oleh Pokdakan Sumitra menjadi salah satu upaya
pemerintah kabupaten Banyumas dalam rangka meningkatkan produksi gurami. Kegiatan
pembenihan gurami selama ini terkendala oleh pasokan pakan alami Tubifex yang diskontinyu ketika memasuki musim penghujan. Kendala tersebut akan berpengaruh terhadap penurunan
produksi benih gurami. Hal tersebut menjadi pemicu bagi pembudidaya untuk mencari alternatif
pakan alami lain. Kultur microworm dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Tujuan pada Program Penerapan IPTEKS ini adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan minat usaha kelompok pembudidaya Sumitra melalui kultur microworm pada
pembenihan ikan gurami. Kegiatan transfer informasi yang dilaksanakan secara daring dan luring
serta kegiatan pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Pokdakan Sumitra dalam kultur microworm. Demonstrasi plot (demplot) berupa kultur microworm semi-massal dapat
meningkatkan skala produksinya dan menghasilkan produk microworm yang dapat dipasarkan
sekaligus sebagai pakan alami dalam pembenihan gurami. Demplot pemberian pakan microworm dalam pembenihan gurami juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih gurami.
Kegiatan pendampingan dan evaluasi dalam kultur microworm berdampak positif bagi anggota
Pokdakan Sumitra, yaitu dapat menekan biaya pakan yang dikeluarkan dalam pembenihan gurami
serta meningkatkan minat usaha dengan memproduksi pakan alami microworm secara mandiri dan bersifat marketable.
Kata kunci: Gurami; Kebarongan; Microworm; Pelatihan; Pokdakan Sumitra
ABSTRACT
The development of gouramy cultivation by Pokdakan Sumitra in one of the minapolitan areas, namely Kebarongan village, Kemranjen sub-district is one of the efforts of the Banyumas district
government to increase gouramy production. Gouramy hatchery activities have been constrained by
the discontinuous supply of natural feed from Tubifex when it enters the rainy season. These constraints will reduce gouramy production. This has become a trigger for farmers to look for other
natural food alternatives. Microworm culture can be one solution to overcome this problem. The
aim of the Science and Technology Implementation Program is to increase the knowledge, skills and business interests of the pokdakan Sumitra through microworm culture in gouramy hatcheries.
Information transfer activities carried out online and offline as well as training activities can
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
315
increase the knowledge and skills of Sumitra's Pokdakan in microworm culture. The demonstration plot of a semi-mass microworm culture can increase the scale of production and produce
microworm that can be marketed as well as natural feed in gouramy hatcheries. The demonstration
plot for feeding microworms in gouramy hatcheries can also increase the growth and production of gouramy fry. Mentoring and evaluation activities in microworm culture have a positive impact on
Sumitra Pokdakan that they can reduce feed costs incurred in gouramy hatcheries. This also
increase business interest by producing natural microworm feed independently and marketable.
Key words: Gurami; Kebarongan; Microworm; Training; Pokdakan Sumitra
PENDAHULUAN
Pengembangan kegiatan wirausaha budidaya ikan gurami (Osphronemus gouramy) di
beberapa kawasan minapolitan menjadi salah satu upaya pemerintah kabupaten Banyumas dalam
rangka meningkatkan produksi gurami. Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, menjadi salah
satu kawasan minapolitan yang mengembangkan pembenihan gurami di daerah Banyumas Selatan.
Budidaya perikanan di kawasan tersebut sangat prospektif dilihat dari kemudahan memperoleh
bibit ikan, daya dukung lingkungan berupa kualitas air baik, volume air yang tinggi dan suhu yang
sangat sesuai bagi perkembangan dan pertumbuhan benih ikan. Faktor pendukung lain berupa
akses jalan nasional jalur selatan yang sangat menguntungkan dalam hal pemasaran. Hal tersebut
memicu dibentuknya kelompok-kelompok usaha budidaya ikan gurami.
Salah satu kelompok pembudidaya yang aktif mengembangkan usaha budidaya gurami di
Desa Kebarongan Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas adalah Pokdakan “SUMITRA”.
Kemampuan produksi benih gurami dari Pokdakan Sumitra pada tahun 2018 baru mencapai
20.000-25.000 ekor per bulan per kelompok atau sekitar 1.000 - 5.000 ekor per bulan per orang.
Produksi benih maupun ikan konsumsi dari data terakhir yang didapat pada bulan Oktober 2019,
bahkan terus mengalami penurunan mencapai 20%. Permasalahan yang dihadapi oleh
pembudidaya antara lain musim dan suhu yang fluktuatif, kualitas air yang kurang baik, serangan
penyakit, serta harga pakan yang semakin mahal ternyata belum mendukung untuk peningkatan
kesehatan, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan produksi benih ikan gurami.
Salah satu faktor utama yang sangat menunjang keberhasilan usaha budidaya ikan gurami
adalah pakan. Tubifex menjadi salah satu pakan alami untuk benih ikan (Yilmaz, 2005) gurami
yang biasa diberikan oleh pembudidaya di desa Kebarongan. Pakan alami tersebut biasanya
diberikan untuk larva gurami lepas kuning telur (umur 12 hari) sampai dengan benih ukuran biji
oyong (umur 30-40 hari). Namun, kesulitan memperoleh Tubifex dari pengepul karena
keterbatasan hasil tangkapan di alam, terutama pada musim penghujan (Kvale, 2006;
Simangunsong dan Soesanti, 2017) mendorong pembudidaya untuk mencari alternatif pakan alami
lain. Selain itu, keterbatasan teknik, keterampilan, sarana serta prasarana, hingga tingginya tingkat
kegagalan dalam kultur Tubifex berpengaruh terhadap penurunan produksi benih gurami. Hal
tersebut menjadi pemicu bagi pembudidaya untuk mencari alternatif pakan alami lain yang dapat
dikultur sendiri dengan teknologi yang sederhana, mudah dan murah. Kultur microworm dapat
menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Microworm atau cacing renik (Panagrellus redivivus) adalah jenis nematoda atau cacing
gelang berwarna putih transparan dan berukuran kecil sekitar 2 mm. Walaupun relatif kecil,
microworm mudah dilihat karena tampak berkilauan pada permukaan media kultur. Microworm
memiliki kandungan protein tinggi, yaitu 40-48%, lemak 19,5-21%, Glikogen 7%, asam organik
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
316
dan asam nukleat masing-masing 1%, sehingga sangat baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi
larva ikan hias atau konsumsi yang baru menetas dan memasuki fase kritis, yaitu setelah cadangan
kuning telurnya habis (Kumlu et al., 1998; Schlechtriem et al., 2004; Brüggemann, 2012; Ndjonjip,
2018; Affandi et al., 2019; Ramee et al., 2019). Oleh karena itu, potensi kultur microworm,
terutama sebagai pakan alami benih gurami perlu dikembangkan. Hal tersebut karena microworm
merupakan makanan alami termurah yang dapat dikultur sendiri dengan mudah.
Informasi mengenai kultur microworm untuk pakan alami benih gurami sampai saat ini
masih sedikit diketahui oleh masyarakat awam, bahkan pembudidaya ikan Sumitra. Oleh karena
itu, perlu dilakukan kegiatan alih informasi dan teknologi kepada kelompok pembudidaya tersebut,
yakni berupa transfer informasi, pelatihan, demonstrasi dan pendampingan yang berkaitan dengan
kultur microworm. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat Penerapan Ipteks ini antara lain:
1. Meningkatkan pengetahuan kelompok pembudidaya Sumitra melalui kegiatan transfer
informasi atau penyuluhan tentang metode kultur microworm pada pembenihan ikan gurami di
desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen Banyumas.
2. Meningkatkan keterampilan kelompok pembudidaya Sumitra melalui kegiatan transfer
teknologi atau pelatihan kultur microworm pada pembenihan ikan gurami di desa Kebarongan,
Kecamatan Kemranjen Banyumas.
3. Meningkatkan minat usaha dan pendapatan kelompok pembudidaya Sumitra dengan
memproduksi microworm yang diaplikasikan pada kegiatan demplot dan pendampingan pada
pembenihan ikan gurami di desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen Banyumas.
METODE KEGIATAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan di rumah anggota Pokdakan Sumitra, yaitu bapak Hadi Santoso dan Ahmad
Nabil Adha pada bulan Maret 2020 sampai dengan Oktober 2020. Kegiatan terdiri dari 3 tahap
yaitu transfer materi melalui kegiatan penyuluhan kultur microworm, transfer teknologi melalui
kegiatan pelatihan kultur microworm serta demonstrasi plot dan pendampingan kultur microworm
skala semi massal dan pembenihan gurami.
Metode Pelaksanaan Kegiatan
Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat Penerapan Ipteks ini
meliputi:
1. Transfer materi melalui kegiatan penyuluhan
Penyampaian materi secara teoritis melalui kegiatan penyuluhan dilakukan dengan metode
ceramah dan diskusi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan
serta teknologi kultur microworm kepada peserta. Adapun isi dari materi penyuluhan terdiri
dari: kebutuhan nutrisi dan jenis pakan ikan pada tahap benih, permasalahan dalam pengadaan
pakan alami Tubifex, pengenalan dan keunggulan microworm sebagai pakan alami serta
metode memperoleh starter atau bibit dan kulturnya, tujuan dan manfaat kultur microworm,
analisis usaha kultur microworm dibandingkan pengadaan Tubifex pada pembenihan gurami,
serta gambaran dan jadwal kegiatan dalam pelaksanaan penerapan Ipteks. Pada kegiatan ini
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
317
peserta dibagikan lembar kuisioner mengenai materi kegiatan penyuluhan untuk mengetahui
persentase tingkat pemahaman peserta pada awal dan akhir kegiatan.
2. Transfer teknologi melalui kegiatan pelatihan
Transfer teknologi dilakukan melalui kegiatan pelatihan kultur microworm. Buku panduan
kultur microworm dibagikan kepada peserta sebagai protokol dalam kegiatan pelatihan dan
buku logbook kegiatan pelatihan juga diberikan dan harus diisi oleh masing-masing peserta
sebagai bukti telah melaksanakan setiap tahapan kegiatan kultur microworm secara urut dan
benar. Pada tahap awal pelatihan, peserta dilatih dalam menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam kultur microworm, seperti starter microworm, bahan baku kultur, media
kultur roti tawar, wadah kultur dan sebagainya. Pada saat pelatihan, peserta harus memahami
metode kultur microworm dan berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Pada
kegiatan ini peserta dibagikan lembar kuisioner mengenai materi kegiatan pelatihan untuk
mengetahui persentase tingkat keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan.
3. Demonstrasi plot dan pendamping
Sebagai puncak kegiatan penerapan IPTEKS yang dilakukan di desa kebarongan adalah
demonstrasi plot sebagai sarana untuk menerapkan semua pengetahuan baik teori maupun
pelatihan dalam bentuk nyata. Demplot berupa perbanyakan produksi microworm pada media
kultur dalam skala semi massal menggunakan wadah besar dan kecil, masing-masing untuk
pakan benih gurami pada masing-masing kolam pembudidaya atau kolam kelompok dan untuk
dipasarkan. Pemberian pakan microworm dilakukan secara adlibitum sampai masa panen
benih. Demplot pembenihan gurami dilakukan menggunakan 4 kolam dengan perbedaan
manajemen pemberian pakan, yaitu: Kolam 1: Pemberian pakan alami microworm pada benih
gurami umur 11-40 hari (30 hari); Kolam 2: Pemberian pakan alami microworm pada benih
gurami umur 11-30 hari (20 hari) dan Tubifex pada umur 31-40 hari (10 hari); Kolam 3:
Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-20 hari (10 hari) dan Tubifex
pada umur 21-40 hari (20 hari); dan Kolam 4: Pemberian pakan alami Tubifex pada benih
gurami umur 11-40 hari (30 hari). Pada masa pemanenan benih gurami ketika berumur 40
hari, peserta menimbang berat benih gurami serta membandingkan dengan berat benih gurami
yang diberi pakan Tubifex. Selama kegiatan berlangsung, beberapa peserta yang ditunjuk
sebagai kader bertanggung jawab terhadap kegiatan demplot tersebut. Untuk membantu
meningkatkan keberhasilan kader dalam melakukan kegiatan IPTEKS tersebut Tim penyuluh
secara berkala ikut mendampingi sekaligus memantau kegiatan Demplot yang dilakukan. Pada
kegiatan ini peserta dibagikan lembar kuisioner mengenai materi kegiatan demplot untuk
mengetahui persentase tingkat keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan.
4. Evaluasi kegiatan
Pada akhir kegiatan, peserta dilatih melakukan analisis usaha dan evaluasi berdasarkan
kegiatan produksi microworm skala semi massal dan kegiatan demplot pemberian pakan pada
pembenihan gurami. Sementara evaluasi perubahan pemahaman pengetahuan dan keterampilan
peserta di awal dan di akhir kegiatan dilakukan oleh tim pengabdi. Hasil evaluasi tersebut
direkapitulasi berdasarkan lembar kuisioner kegiatan yang dibagikan kepada peserta dan diisi
oleh peserta pada awal dan akhir masing-masing kegiatan yaitu penyuluhan, pelatihan dan
demonstrasi plot.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
318
Hasil kegiatan yang dicapai pada kegiatan Penerapan Ipteks yang dilaksanakan untuk mitra sasaran
Pokdakan Sumitra adalah sebagai berikut:
Transfer Informasi Kultur Microworm
Sosialisasi mengenai kultur microworm sebagai pakan alami dalam budidaya benih gurami
dilaksanakan melalui penyampaian materi teori dengan metode penyuluhan ceramah dan diskusi.
Kegiatan transfer informasi berupa penyuluhan ini dilakukan secara luring sebanyak 2 tahap.
Peserta yang melaksanakan kegiatan ini sebanyak 13 peserta. Kegiatan transfer informasi tahap ke-
3 dilakukan secara daring menggunakan google meeting. Peserta yang melaksanakan kegiatan ini
sebanyak 11 peserta.
Hasil yang didapatkan dari kegiatan transfer informasi tahap I adalah mitra peserta kegiatan
mendapatkan bekal pengetahuan secara teoritis tentang kebutuhan pakan ikan gurami pada tahap
benih, pengenalan microworm, tujuan dan manfaat kultur microworm, keunggulan kultur
microworm, pengenalan metode pembuatan starter atau bibit microworm, serta gambaran dan
jadwal kegiatan dalam pelaksanaan penerapan Ipteks. Dalam kegiatan tersebut peserta kegiatan
penerapan Ipteks dilibatkan dalam diskusi, yang meliputi penentuan lokasi dan waktu kegiatan
pelatihan dan transfer teknologi kultur microworm serta persiapan kolam demplot. Pada kegiatan
ini mitra menerima bantuan terpal untuk pembuatan kolam demplot pemeliharaan benih gurami
(Gambar 1).
Hasil yang diperoleh dari kegiatan transfer informasi tahap II berupa penyuluhan teoritis
beberapa metode dalam kultur microworm setelah memperoleh bibit microworm, serta aplikasi
kultur microworm untuk meningkatkan pertumbuhan, kelangsungan hidup ikan dan produksi benih
gurami. Pada kegiatan transfer informasi tahap II ini juga dilakukan pelatihan pembuatan starter
atau bibit microworm dengan menggunakan kentang. Peserta mulai membuat kolam demplot untuk
pemeliharaan benih gurami sebanyak empat buah (Gambar 5b).Kegiatan transfer informasi atau
Gambar 2. Alat, Bahan dan Panduan untuk Kultur Microworm
Gambar 1. Kegiatan Transfer Informasi Kultur Microworm dan Pemberian Bantuan Terpal untuk Kolam Demplot Pembenihan Gurami untuk Pokdakan Sumitra.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
319
penyuluhan tahap III dilakukan secara daring. Peserta diberikan pengarahan dalam persiapan dalam
pelatihan kultur microworm tahap I dan persiapan pemesanan telur ikan gurami, persiapan
pelaksanaan kegiatan demonstrasi plot berupa pemberian pakan microworm dan pemeliharaan
benih gurami sampai berumur 14 hari pasca egg yolk. Pada penyuluhan tahap III ini peserta
sebanyak 11 orang berkumpul di rumah Bapak Hadi Santosa dan diberikan materi penyuluhan serta
melakukan diskusi melalui link yang dibagikan via google meeting, yaitu
https://meet.google.com/vwc-tbqf-ogf?authuser=1.
Transfer Teknologi dan Pelatihan Kultur Microworm
Kegiatan transfer teknologi dibagi menjadi tiga kegiatan pelatihan, yaitu pelatihan
pembuatan starter atau bibit microworm, kultur microworm tahap I dan kultur microworm tahap II
yang telah dilaksanakan oleh peserta pelatihan, yaitu anggota Pokdakan Sumitra (Gambar 3). Pada
kegiatan pelatihan kultur microworm tahap I dan II mitra diberikan bantuan berupa bahan baku
pembuatan starter microworm (kentang), starter microworm, wadah kultur, dan media kultur
microworm. Peserta pelatihan dibekali buku panduan kultur microworm sebagai protokol dalam
kegiatan pelatihan. Buku logbook kegiatan pelatihan juga diberikan dan diisi oleh masing-masing
peserta sebagai bukti telah melaksanakan setiap tahapan kegiatan kultur microworm secara urut dan
benar.
Logbook kegiatan berisi tiga tahap kegiatan transfer teknologi, antara lain tahapan-tahapan
dalam pembuatan starter, kultur microworm tahap I dari starter kentang dan kultur microworm
tahap II dari starter kultur microworm tahap I. Pada masing-masing tahapan, peserta juga mengisi
kuisioner pada awal dan akhir kegiatan pelatihan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab oleh peserta pelatihan dan jawaban dari peserta akan menunjukkan tingkat atau skor
keterampilan peserta dalam pelaksanaan masing-masing pelatihan tersebut. Skor yang diperoleh
dari masing-masing peserta pelatihan dianalisis secara deskriptif dan data perubahan tingkat
keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan ditabulasikan dalam bentuk tabel. Hasil evaluasi
berupa persentase (%) jumlah peserta dengan skor tingkat keterampilan dari ketiga kegiatan
pelatihan dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada tahap awal pelatihan pembuatan starter atau bibit microworm, peserta dilatih dalam
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kultur microworm, seperti kentang sebagai
bahan baku pembuatan starter microworm, pisau, dan tanah. Pada saat pelatihan, peserta harus
memahami metode pembuatan starter microworm dan berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut. Pelatihan pembuatan starter microworm dilakukan oleh peserta dengan menggunakan
bahan baku kentang mentah. Peserta membuat starter microworm dengan langkah sebagai berikut:
1. Kentang sebanyak 10 kg dibelah menjadi dua, kira-kira dipotong 1/3 bagian.
2. Kentang dilubangi dengan bentuk bulat dengan kedalaman +/- 5 cm.
Tabel 1. Komposisi Bahan Baku Media Kultur Microworm
Bahan Baku Satuan Jumlah Bahan dalam Wadah Kultur
300 mL 750 mL 5 L 15 L
Roti tawar Buah 0,5 1 5 10
Ragi mL 1,25 2,5 5 10
Starter microworm mL 5 10 50 100
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
320
3. Lokasi tanah gembur yang terdapat banyak akar tumbuhan atau pepohonan dicari untuk
memendam kentang.
4. Tanah digali dengan kedalaman +/- 70 cm dari permukaan tanah.
5. Kentang dipendam pada tanah galian tersebut dengan posisi kentang yang dilubangi ke arah
dalam dan tanah ditutup kembali. Tanda diberikan pada lokasi pemenadaman
6. Setelah tanam, dibiarkan selama 7 sampai 10 hari.
7. Setelah 7-10 hari dan mengalami pembusukan, tanah digali dan kentang dikeluarkan kemudian
dilihat kemunculan cacing-cacing kecil di dalam lubang kentang berbau busuk tersebut.
Gambar 3. Pelatihan dan Demonstrasi Plot Kultur Microworm
Gambar 4. Produk Microworm dari Pelatihan dan Demplot Kultur Microworm
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
321
8. Tanda keberhasilan adalah microworm mudah dilihat dengan gerakan meliuk-liuk dan bergerak
aktif jika disorot menggunakan senter
Keberhasilan dalam kegiatan ini adalah 85% dihasilkan bibit microworm yang tumbuh di dalam
kentang busuk tersebut.
Kegiatan transfer teknologi berikutnya adalah kultur microworm tahap I. Pada kegiatan ini
peserta dilatih dalam menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kultur microworm,
seperti starter microworm yang diperoleh dari kentang, media kultur roti tawar, ragi roti, dan wadah
kultur (Gambar 2). Pada kegiatan kultur microworm ini menggunakan media roti tawar yang
difermentasikan oleh ragi dan ditambahkan bibit microworm dalam media tersebut.
Tahapan kultur microworm dengan media roti tawar di dalam wadah ukuran 650-750 mL
(Tabel 1) adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Evaluasi kegiatan demonstrasi plot pada pembenihan gurami di Kebarongan Kemranjen
Banyumas
Parameter Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3 Kolam 4
Berat Awal (g) 0,02 0,02 0,02 0,02
Panjang Awal (cm) 1 1 1 1
Berat Akhir (g) 0,25 0,27 0,32 0,33
Panjang Akhir (cm) 1,7 1,8 2 2,2
Pertambahan Berat (g) 0,23 0,25 0,29 0,31
Pertambahan Panjang (cm) 0,7 0,8 1 1,2
Laju Pertumbuhan Spesifik (%) 8,4 8,7 9,1 9,3
Kualitas Pertumbuhan Cukup Cukup Baik Baik Kelangsungan Hidup (%) 70 85 90 90
Jumlah Pakan Microworm (g) Ad libitum Ad libitum Ad libitum -
Jumlah Pakan Tubifex (gelas) - 2 4 6
Harga Pakan Microworm (Rp) 12.000,00 6.000,00 10.000,00 -
Harga Pakan Tubifex (Rp) - 17.000,00 34.000,00 51.000,00
Harga Pakan Total (Rp) 12.000,00 23.000,00 37.600,00 51.000,00
Efisiensi Harga Pakan (%) 76 55 26 0
Harga Beli Telur Gurami (Rp) 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00
Jumlah Produksi Gurami (ekor) 700 850 900 900
Berat Biomassa Produksi Gurami
(g)
175 216 288 297
Optimasi Produksi Gurami (%) 41 62 87 90
Kualitas Produksi Gurami Kurang Cukup Baik Baik
Biaya Produksi Gurami (Rp) 82.000,00 93.000,00 107.600,00 121.000,00
Harga Jual Benih Gurami (Rp) 210.000,00 240.000,00 270.000,00 270.000,00
Pendapatan Bersih (Rp) 128.000,00 147.000,00 162.400,00 149.000,00
Keterangan:
Kolam 1: Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-40 hari (30 hari)
Kolam 2: Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-30 hari (20 hari) dan Tubifex
pada umur 31-40 hari (10 hari) Kolam 3: Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-20 hari (10 hari) dan Tubifex
pada umur 21-40 hari (20 hari)
Kolam 4: Pemberian pakan alami Tubifex pada benih gurami umur 11-40 hari (30 hari)
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
322
1. Roti tawar (1 buah) dicelupkan pada air kemudian diangkat, diperas dan dimasukan pada
wadah kultur ukuran 650-750 mL
2. Ragi roti ditaburkan sebanyak 1/4 sendok teh (2,5 mL) pada roti untuk ukuran wadah 650-750
mL
3. Starter microworm sebanyak 10 mL dimasukkan dalam media kultur secara merata
4. Air ditambahkan sebanyak 1 sendok teh
5. Wadah kultur ditutup rapat, namun diberi lubang kecil pada bagian atasnya untuk
memperlancar sirkulasi oksigen.
6. Media kultur disimpan di dalam tempat tertutup dengan suhu ruangan, terhindar dari sinar
matahari dan hewan lain yang mengganggu selama 3 hari.
7. Setelah 3 hari microworm akan tumbuh dalam jumlah banyak yang diindikasikan dengan
pembentukan lapisan koloni berwarna putih dan akan naik pada dinding wadah, Semakin lama
koloni tersebut akan memenuhi seluruh wadah kultur (Gambar 4b).
Pada saat pelatihan, peserta harus memahami metode kultur microworm dan berperan aktif dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Hasil yang diperoleh adalah mitra peserta kegiatan memperoleh
keterampilan dalam mengkultur microworm. Berdasarkan hasil pelatihan tersebut, maka luaran
yang dihasilkan berupa metode kultur microworm dengan media roti tawar dan produk microworm.
Gambar 5. Kegiatan Demplot Pemberian Makan Microworm pada Pembenihan Gurami
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
323
Pelatihan kultur microworm tahap II merupakan kegiatan transfer teknologi lanjutan dari
kegiatan kultur microworm tahap I. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pemanenan
Tabel 4. Evaluasi Tingkat Pemahaman Pengetahuan dan Keterampilan Pokdakan Sumitra dalam Kegiatan
Pengabdian Masyarakat Penerapan Ipteks melalui Kultur Microworm sebagai pakan alami pada
Pembenihan Gurami di desa Kebarongan Kemranjen Banyumas
No. Parameter Kegiatan Persentase (%) Jumlah Peserta dengan Skor Tingkat
Pemahaman Pengetahuan/Keterampilan
Sebelum Kegiatan Setelah Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4
A. Transfer Informasi
1. Pengetahuan dasar biologi microworm 85 15 38 62
2. Pengetahuan tentang kandungan nutrisi
microworm 85 15 54 46
3. Pengetahuan tentang keungulan dan kelemahan
microworm sebagai pakan alami 85 15 23 77
4. Pengetahuan tentang bahan baku bibit
microworm dan metode pembuatannya 100 23 77
5. Pengetahuan tentang bahan dan alat dalam
kultur microworm 100 100
6. Pengetahuan tentang metode kultur microworm 100 31 69
7. Pengetahuan tentang metode pemanenan microworm
100 31 69
8. Pengetahuan tentang metode peremajaan kultur
microworm 100 38 62
9. Pengetahuan tentang metode dan manajemen
pemberian pakan benih gurami 100 23 77
10. Pengetahuan tentang metode mengevaluasi hasil
kegiatan demplot 100 38 62
B. Transfer Teknologi/Pelatihan
1. Keterampilan mempersiapkan bahan baku bibit
microworm 23 77 23 77
2. Keterampilan membuat bibit microworm 100 23 77
3. Keterampilan mempersiapkan bahan dan alat
untuk mengkultur microworm 23 77 15 85
4. Keterampilan mengkultur microworm 31 69 15 85
5. Keterampilan memanen microworm 31 69 15 85
6. Keterampilan meremajakan kultur microworm 38 62 15 85
C. Demonstrasi Plot
1. Keterampilan menghasilkan produk microworm
skala semi massal untuk pakan benih gurami
23 77 100
2. Keterampilan menghasilkan produk microworm
skala semi massal untuk pemasaran
23 77 100
3. Keterampilan pemberian pakan microworm
dalam pembenihan gurami
15 85 15 85
4. Keterampilan mengevaluasi hasil kegiatan
demplot kultur microworm semi massal
38 62 23 77
5. Keterampilan mengevaluasi hasil kegiatan demplot pembenihan gurami
46 54 23 77
Keterangan:
Skor 1: Kurang paham/terampil
Skor2: Cukup paham/terampil
Skor 3: Paham/terampil
Skor 4: Sangat paham/terampil
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
324
microworm dari hasil kultur di tahap I. Pemanenan microworm dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Microworm di bagian dinding dan tutup wadah yang sudah berumur 6 hari, dengan kriteria
sudah ditumbuhi dan dipenuhi oleh koloni berwarna putih diperiksa kesiapannya untuk
pemanenan (Gambar 4b).
2. Microworm yang merayap dipanen dengan cara diambil pada bagian dinding atau tutupnya
menggunakan pisau tumpul, stik es krim, atau serok lembut yan g kecil.
Sebagian hasil panen microworm tersebut digunakan sebagai pakan alami benih gurami berumur 10
hari dari masa penetasan yang telah ditebar di kolam demplot. Sedangkan sebagian lainnya, yaitu
media kultur yang telah terfermentasi digunakan sebagai starter untuk kultur microworm tahap II.
Tahapan langkah kultur tahap II sama dengan kultur microworm tahap I, kecuali starter yang
digunakan dan kapasitas wadah kulturnya. Media yang digunakan pada kultur microworm tahap I
ketika sudah berumur 6 hari memiliki tanda-tanda sudah mulai menjadi bubur dan agak mencair.
Media tersebut dipindahkan dan dikultur pada wadah kultur berukuran 5 L. Komposisi bahan baku
sebagai media pertumbuhan microw orm untuk kapasitas wadah kultur 5 L terdapat pada Tabel 1.
Luaran metode kultur microworm yang menghasilkan produk microworm dari kegiatan pelatihan
tahap II (Gambar 4) digunakan sebagai protokol pengembangan dan perbanyakan kultur
microworm pada kegiatan demonstrasi plot dengan skala yang lebih besar atau skala semi massal.
Demonstrasi Plot dan Pendampingan
Kegiatan demonstrasi plot (demplot) yang telah dilaksanakan oleh peserta pelatihan berupa
perbanyakan produksi microworm pada media kultur dalam skala semi massal pada wadah ukuran
15 L (Gambar 3) untuk pakan benih gurami pada masing-masing kolam pembenihan. Bibit
microworm diperoleh dari media yang digunakan pada kultur microworm tahap I ketika sudah
berumur 6 hari. Sementara perbanyakan produksi microworm dalam gelas-gelas kecil ukuran 300
mL dan 500 mL dapat dipasarkan oleh mitra dengan harga Rp 10.000,00 dan Rp 15.000,00 untuk
menambah pemasukan kas pokdakan Sumitra. Komposisi bahan baku yang digunakan sebagai
media kultur microworm untuk kapasitas wadah kultur 15 L dan 300 mL terdapat pada Tabel 1.
Pada kegiatan tersebut, mitra diberi pendampingan mengenai cara peremajaan media kultur untuk
memperpanjang masa hidup microworm dan pemanenan microworm yang digunakan sebagai
pakan benih gurami. Mitra juga diberikan pendampingan dalam kegiatan produksi dan pemasaran
microworm.
Kegiatan demplot berupa aplikasi pemberian pakan microworm untuk benih gurami selepas
egg yolk atau kuning telur (umur 11 hari) sampai ukuran biji oyong (umur 40 hari) pada kolam
pembenihan juga telah dilaksanakan oleh mitra (Gambar 5). Kegiatan demonstrasi plot
dilaksanakan di salah satu pekarangan anggota Sumitra bernama Ahmad Nabil Adha. Pada tahapan
persiapan demonstrasi plot, telur gurami berjumlah 4000 ekor terlebih dahulu dipelihara di dalam
bokor (Gambar 5a) tanpa diberi pakan sampai habis masa kuning telurnya (umur 10 hari).
Sementara, sebanyak 4 kolam pembenihan dipersiapkan terlebih dahulu untuk pemeliharaan benih
gurami (Gambar 5b). Penebaran larva gurami dari bokor ke dalam empat kolam pembenihan
(masing-masing 1000 ekor larva per kolam) setelah produk microworm hasil kultur semi massal
dihasilkan (Gambar 5b). Ketika larva gurami sudah pada periode habis kuning telurnya (umur 11
hari) dan siap diberi makanan dari luar (Gambar 5e), maka diberi pakan alami microworm yang
telah dipanen dari pelatihan tahap I. Microworm diberikan secara ad libitum, yaitu sesuai
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
325
kebutuhan benih gurami. Pemberian microworm dilakukan pada kolam I, II dan III sedangkan
kolam IV sebagai kontrol, yaitu diberi pakan cacing Tubifex (Gambar 5c dan 5d).
Kegiatan demplot di kolam 1 adalah kegiatan pemberian microworm pada benih gurami
sampai umur 20 hari. Sementara demplot di kolam 2, benih gurami diberi pakan microworm
sampai umur 30 hari. Demplot di kolam 3, yaitu benih gurami diberi pakan microworm sampai
umur 40 hari. Sementara demplot di kolam 4, benih gurami diberi pakan cacing Tubifex.
Pemberian Tubifex dilakukan sebagai pembanding keberhasilan penggunaan microworm sebagai
pakan alternatif bagi benih gurami. Seluruh kegiatan demplot pemeliharaan benih gurami dilakukan
sampai 40 hari.
Selama dilakukan kegiatan demplot aplikasi pemberian pakan microworm pada kegiatan
pembenihan gurami, mitra diberikan pendampingan mengenai cara pemberian pakannya secara
tepat dan benar serta penimbangan berat dan panjang awal benih gurami sebelum ditebarkan ke
dalam kolam pembenihan serta penimbangan akhir, yaitu setelah pemanenan benih. Mitra
diberikan arahan dan dilatih untuk mencatat data ukuran tubuh benih gurami awal, akhir,
pertumbuhan, produksi, dan sintasan (Tabel 3) serta jadwal pemberian pakannya dalam suatu
logbook kegiatan demplot. Selama pemeliharaan, dilakukan monitoring melalui pengamatan dan
pengukuran kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih gurami setiap 10 hari sekali (Gambar 5f).
Gambar 5f menunjukkan rerata berat benih gurami pada umur 20 hari. Selama kegiatan
berlangsung, beberapa peserta yang ditunjuk sebagai kader bertanggung jawab terhadap kegiatan
demplot tersebut.
Peserta yang melaksanakan kegiatan demplot juga mengisi kuisioner pada awal dan akhir
kegiatan. Kuisioner berisi pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta dan jawaban dari peserta
akan menunjukkan tingkat atau skor keterampilan peserta dalam pelaksanaan demplot tersebut.
Skor yang diperoleh dari masing-masing peserta pelatihan dianalisis secara deskriptif dan data
perubahan tingkat keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan ditabulasikan dalam bentuk
tabel. Hasil evaluasi berupa persentase (%) jumlah peserta dengan skor tingkat keterampilan dari
kegiatan demplot dapat dilihat pada Tabel 4.
Manajemen pemberian pakan yang dilakukan berdasarkan demplot pada kolam 3
menghasilkan pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi benih gurami yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kolam 1 dan 2 (Tabel 3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian
microworm akan optimal ketika diberikan untuk benih gurami sampai dengan umur 20 hari. Setelah
benih gurami berumur di atas 20 hari mulai membutuhkan pakan alami dengan ukuran yang lebih
besar dan kandungan protein yang lebih tinggi dari microworm, sehingga pemberian pakan Tubifex
lebih cocok dan perlu dilakukan sampai benih mencapai umur 40 hari.
Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan berdasarkan hasil yang diperoleh dari demplot yang telah dilaksanakan
oleh pokdakan Sumitra di desa Kebarongan Kemranjen Banyumas. Evaluasi kegiatan yang
dilakukan meliputi evaluasi demplot kultur microworm semi massal melalui kalkulasi harga modal
dan harga jual dari produk microworm, evaluasi manajemen pemberian pakan pada kegiatan
pembenihan gurami dan evaluasi perubahan tingkat pemahaman pengetahuan dan keterampilan
pokdakan Sumitra.
Melalui kegiatan demplot microworm semi massal, Pokdakan Sumitra dapat memasarkan
produk microworm dengan harga per cup (ukuran 300 mL) yaitu Rp 10.000,00. Harga modal yang
diperlukan untuk menghasilkan produk microworm sebanyak 10 cup adalah Rp 31.000,00,
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
326
sehingga dengan harga jual Rp 100.000,00 per 10 cup, maka pokdakan Sumitra menghasilkan
pendapatan bersih sebesar Rp 69.000,00. Pada kegiatan produksi microworm selanjutnya, harga
modal dapat ditekan karena tidak memerlukan kentang sebagai bahan baku starternya. Starter yang
digunakan berasal dari hasil kultur sebelumnya sehingga tidak ada biaya modal yang dikeluarkan
untuk starter dalam memproduksi microworm pada siklus berikutnya. Jadi, hanya dengan
bermodalkan Rp 1.600,00 per cup, pokdakan Sumitra dapat menghasilkan pendapatan bersih Rp
8.400,00 per cup dengan harga jual yang sama.
Pada masa pemanenan benih gurami ketika berumur 40 hari, peserta dilatih untuk
membandingkan dan mengevaluasi hasil kegiatan pembenihan gurami antar kolam
demplot, kemudian dibandingkan pula antara kolam demplot yang diberi pakan
microworm dengan yang diberi pakan Tubifex. Hasil pengukuran, perhitungan dan
evaluasi kegiatan demplot pembenihan gurami terdapat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembenihan gurami dengan pemberian
pakan alami yang berbeda antar kolam demplot, produksi benih gurami tertinggi adalah kolam
demplot 4, yaitu benih yang diberi pakan Tubifex menghasilkan 297 g dari 900 ekor benih.
Selanjutnya kolam 3 menghasilkan produksi benih gurami yang hampir sama dan mendekati
produksi benih pada kolam 4, yaitu sebesar 288 g dari 900 ekor. Produksi benih pada kolam 2
hanya 216 g dari 850 ekor dan yang paling rendah adalah kolam 1 (175 g dari 700 ekor). Produksi
gurami yang dihasilkan dari masing-masing kolam demplot berpengaruh dan berbanding lurus pula
terhadap harga jual benihnya, sehingga harga jual tertinggi adalah benih yang diberi pakan Tubifex
(kolam demplot 4), diikuti dengan kolam 3, kolam 2 dan terendah adalah benih yang diberi pakan
microworm selama 40 hari pemeliharaan pada kolam demplot 1 (Tabel 3).
Tingginya pertumbuhan, kelangsungan hidup, produksi benih gurami yang mengkonsumsi
Tubifex sampai umur 40 hari (kolam 4) hampir sama dengan benih yang mengkonsumsi
microworm sampai umur 10 hari dan Tubifex 40 hari (kolam 3). Hal ini disebabkan pakan alami
tersebut sama-sama memiliki kandungan nutrisi, terutama protein yang tinggi, yaitu 48% pada
microworm dan 57% pada Tubifex. Asam amino yang terkandung dalam microworm dan Tubifex,
selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi benih gurami juga mampu meningkatkan nafsu
atau respon makannya. Senyawa tersebut berfungsi sebagai atraktan yang merangsang indera
penciumannya karena adanya mekanisme kemoreseptor (Khasani, 2013). Selain itu, kedua jenis
pakan alami tersebut mudah dicerna oleh benih, menarik bagi benih secara visual dan memiliki
pergerakan yang tidak terlalu aktif sehingga cocok bagi benih gurami.
KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat penerapan ipteks yang telah dilaksanakan di desa
Kebarongan, Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan serta minat usaha Pokdakan Sumitra melalui kegiatan transfer informasi dan pelatihan
kultur microworm serta demonstrasi plot dan pendampingan dalam produksi microworm semi
massal, pemeliharaan dan pemberian pakan microworm pada benih gurami.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman atas pembiayaan kegiatan pengabdian kepada
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5
327
masyarakat skim Penerapan IPTEKS Tahun 2020 ini melalui Hibah Pengabdian BLU Universitas
Jenderal Soedirman.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, I, M. Ikhwanuddina, M. Syahnona, A-B. Abol-Munaf. 2019. Growth and survival of
enriched free-living nematode, Panagrellus redivivus as exogenous feeding for larvae of
blue swimming crab, Portunus pelagicus. Aquaculture Report, 15: 100211
Brüggemann, J. 2012. Nematodes as Live Food in Larviculture-A Review. Journal of The World Aquaculture Society. 43(6): 739-763.
Khasani, I. 2013. Atraktan Pada Pakan Ikan: Jenis, Fungsi, dan Respons Ikan. Media Akuakultur. 8
(2): 127-133. Kumlu, M., D. Fletcher, and C. Fisher. 1998. Larval pigmentation, survival and growth of Penaeus
indicus fed the nematode Panagrellus redivivus enriched with astaxanthin and various
lipids.” Aquacult Nutr. 4:193–200 Kvåle, A., 2006. Weaning of Atlantic Cod (Gadus morhua) and Atlantic Halibut (Hippoglossus
hippoglossus). Studying Effects of Dietary Hydrolysed Protein and Intestinal Maturation
as a Marker for Readiness for Weaning. Dissertation for the degree of doctor scientiarum.
University of Bergen, Bergen, Norway, pp. 82. Ndjonjip, Y. M. 2018. Effect of live feed on growth and survival of Arctic charr (Salvelinus
alpinus) juveniles. United Nations University Fisheries Training programme, Iceland final
project. http://www.unuftp.is/static/fellows/document/Yves17prf.pdf
Ramee S. W., T. N. Lipscomb, and M. A. DiMaggio. 2019. Microworm Culture for Use in
Freshwater Ornamental Aquaculture. FA214. UF/IFAS Extension, University of Florida
Schlechtriem , C. M. Ricci , U. Focken and K. Becker. 2004. The suitability of the free‐living nematode Panagrellus redivivus as live food for first‐feeding fish larvae. Journal of Applied
Ichthyology, 20 (3): 161-168
Simangunsong, T.L dan Soesanti, A. 2017. Aplikasi Sistem Wadah Bertingkat dalam Budidaya Cacing Sutra Di Desa Pungpungan Bojonegoro. Jurnal Sinergitas PkM & CSR. 2 (1): 32-41
Yilmaz, E. 2005. The Effects of Two Chemo-attractants and Different First Feeds on the Growth
Performances of African Catfish (Clarias gariepinus, Burchell, 1822) at Different Larval Stages. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 29: 309-314.
top related