pemeriksaan fisik dan pengkajian pada sistem respirasi
Post on 31-Jul-2015
875 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN PADA SISTEM RESPIRASI
1.1. Pengkajian Pasien Gangguan Pulmonal
1.1.1 Riwayat Kesehatan
Sebelum melakukan pengkajian fisik, maka perawat perlu mengumpulkan data
riwayat kesehatan. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan akut sebelum
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress pernafasan antara lain pasien
payah, gelisah, tidak dapat mengikuti percakapan dan pernafasan gaduh. Bila mendapat
pasien seperti ini, segera beri bantuan bila mungkin lakukan wawancara dengan keluarga
untuk mengetahui masalah/riwayat kesehatan sekarang dan sewaktu pasien sudah tenang,
pengumpulan riwayat kesehatan lengkap dapat dilakukan.
Pengumpulan data riwayat kesehatan dimulai dengan mengamati factor-faktor
umum yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis kelamin, dan keadaan
lingkungan tempat tinggal pasien. Kemudian ajukan pertanyaan yang berkaitan dengan
masalah pernafasan. Data riwayat kesehatan yang dikumpulkan meliputi : keadaan kesehatan
sekarang, kesehatan dulu, kesehatan keluarga, system fisiologis, perkembangan, pola
pemeliharaan kesehatan, serta pola berhubungan peran (morton, 1991).
Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain
meliputi pertanyaan tentang keadaan pernapasan (napas pendek), nyeri dada, batuk, sputum.
Pertanyaan untuk mengetahui keadaan kesehatan dulu meliputi jenis gangguan kesehatan
yang baru saja dialami, cidera dan pembedahan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan
keluarga dapat diajukan pertanyaan misalnya adakah anggota keluarga yang menderita
empisema, asma, alergi dan tuberkulosa.
Karena system pernapasan berkaitan dengan system-sistem yang lain maka untuk
pasien yang mengalami gangguan pernafasan perlu diberi pertanyaan mengenai keadaan
system yang lain yang mungkin menunjukkan gejala yang berkaitan dengan masalah utama,
misalnya demam, menggigil, lemah, keringat dingin malam hari merupakan gejala yang
berkaitan dengan tuberkulosa.
Status perkembangan juga merupakan factor yang harus menjadi pertimbangan
dalam mengumpulkan data riwayat kesehatan. Misalnya ibu yang melahirkan bayi premature
perlu ditanya apakah sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah resiko dan apakah usia
kehamilan cukup. Ini penting karena bayi premature dapat memiliki gangguan perkembangan
system pernafasan sewaktu lahir. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola
nafas, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas sewaktu berbaring, atau apakah bila flu
sembuhnya lama. Ini penting diajukan karena pasien usia lanjut mudah mengalami gangguan
pernafasan karena adanya keterbatasan dinding dada dan kelemahan otot pernafasan.
Perubahan system imunitas juga menyebabkan usia lanjut mudah mengalami flu dan infeksi
Data pola pemeliharaan kesehatan diperoleh dengan memberi pertanyaan pada
pasien tentang pekerjaan, obat yang tersedia di rumah, pola tidur-istirahat dan stress.
Untuk mengetahui pola peranan-kekerabatan maka pasien ditanya adakah pengaruh
dari gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan keluarga, serta apakah gangguan yang
dialami mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai istri/suami, dan dalam melakukan
hubungan seksual.
1.2. Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala (head to too) Sistem Pernafasan
1.2.1 Inspeksi Dada Posterior dan Anterior
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa
faktor.
a. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk
mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami
sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan
antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau
pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada
penurunan aliran darah pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis
sentral terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara
nyata mengalami penurunan tekanan oksigen. Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting
untuk diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori
pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini
disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien
sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap
jumlah pernapasan bekerja.
b. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari
depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada
penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres
paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah
mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan
mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk
dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk
tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
c. Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke
satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh
dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung
sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat
sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada
menghitungnya.
d. Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila
pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi,
tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien
mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain.
Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat
menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif,
atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi
jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½
kali panjang inspirasi.
e. Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara
normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi
maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada
wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu
kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada
bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit
obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan
benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa
atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya
ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti
fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau
nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang
utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi
salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak
ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri.
Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama
inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada
normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya.
Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan
peningkatan kerja pernapasan.
f. Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum
seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
1.2.2 Palpasi Dada Posterior dan Anterior
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada
pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan
meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila pasien mengikuti
instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang
terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal
fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan
pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural,
penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi
menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga
takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi
terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang
dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus
padajalan napas besar.
1.2.3 Perkusi Dada Posterior dan Anterior
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada
mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara
pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan
(bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang
lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian
tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan
pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa.
Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.
1.2.4 Auskultasi Dada Posterior dan Anterior
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya
di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas
dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien
menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat
menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara
stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun
(PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada
penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan
ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas
gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada
substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di
bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi
tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a. bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas
utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga,
keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih
rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan
ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe
bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar
pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial
juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas
bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1)
perubahan E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila
seseorang mendengar dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang
tersebut secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila
pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga
adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah
digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.
a. Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang
terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia,
gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi
dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema
pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop
karena ini terjadi padajalan napas besar.
b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum
pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan
paru dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan
pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani
pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c. Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin
ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru
menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau
obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.
d. Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan
oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar
hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi,
biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer,
atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal
makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada
friction rub.
1.3. Pengkajian Kemampuan Bernafas
1.3.1 Frekuensi Pernafasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit
(Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan
intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat,
umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia,
nyeri hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi napas normal tergantung umur :
a. Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
b. Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit
c. Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit
d. Dewasa 16 – 20 x/menit.
e. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
f. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g. Apnea : Bila tidak bernapas .
1.3.2 Volume Paru
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama beberapa
berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi kedalam bagian ang lebih kecil,
karena ini menunjukan unit dasar.
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk dan keluar pada tiap
pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih 500 ml pada pria muda normal.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana seseorang dapat
dengan sekuat-kuatnya menghirup udara setelah inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-
kira 3.000 MI.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana seseorang dapat dengan
sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1.
100 MI.
d. Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat. Volume ini dapat
diukur hanya dengan spirometer tak langsung, sedangkan yang lain dapat diukur secara
langsung.
1.3.3 Kapasitas Paru
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur sebagai
kombinasi volume sebelumnya.
a. Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi (dihirup) sengan kuat
bila mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih
3.500 ml.
b. Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir ekspirasi normal.
Ini adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih 2.300 ml.
c. Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan kuat diekspirasi
setelah inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih
4.600 ml pada pria normal.
d. Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru dapat diekspansi dengan
upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas kurang lebih 5.800 ml.
1.4. Pengkajian Diagnostik Fungsi Pernafasan
1.4.1 Uji Fungsi Pulmonal
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida secara efisien. Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan
dengan menggunakan spirometer dan alat pencatat sementara khen bernapas melalui masker
mulut (mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung. Pengukuran yanc,
dilakukan mencakup volume tidal (Vt), volume reserve inspirasi (IRV), volume residual
(VR), dan volume ekspirasi yang dipaksa selama 1 detik (FEV1).
Pemeriksaan fungsi paru biasanya dilakukan di laboratorium fungsi pulmonar.
Perawat mempersiapkan klien dengan menjelaskan prosedur. Sebuah klip hidung mencegah
klien menghirup udara atau mengeluarkan udara melalui hidung. Klien bernapas melalui
sebuah masker mulut yang dihubungkan ke spirometer, yang berfungsi untuk mengukur
volume paru. Klien diminta pada waktu-waktu tertentu untuk menghirup udara atau
mengeluarkan sebanyak mungkin udara. Kerja sama klien sangat penting untuk memastikan
hasil yang akurat.
Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR]) adalah titik
aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini mencerminkan
terjaclinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar. Pengukuran ini sangat berkorelasi
dan sama dengan FEV, (Walsh, 1992). Meter aliran ekspirasi puncak merupakan alat yang
dipegang tangan sehingga memungkinkan klien asma mengikuti sejauh mina jalan napas
terbuka. Informasi tentang kecepatan aliran ekspirasi puncak merupakan data pengkajian
esensial untuk klien asma.
1.4.2 Analisa Gas Darah (Arteri, Vena, PCO2, Po2, PH)
Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fungsi paru
untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida,
dan saturasi oksihemoglobin. Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang
difusi gas melalui membran kapileralveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan
Oksintetri. Pengukuran saturasi oksigen kapiler yang kontinu dapat dilakukan dengan
menggunakan oksimetri kutaneus (Prosedur 44-1). Saturasi oksigen (0, sat) adalah persentase
hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keun- tungan pengukuran oksimetri transkutaneus
meliputi pengukura dilakukan, tidak invasif, dan dengan mudah diperoleh (Whitney, 1990).
Oksimetri tidak menimbulkan nyeri, jika dibandingkan dengan pungsi arteri. Klien yang
mencyalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronkitis kronik, asma,
embolisms pulmonar, gagal jantung kongestif merupakan kandidat ideal untukmenggunakan
oksmetri nadi (Ahrens dan Rutherford, 1993).
Oksimetri yang paling umum digunakan adalah oksimeter nadi. Tips oksimeter ini
melaporkan amplitude nadi dengan data saturasi oksigen. Perawat biasanya mengikatkan
sensor noninvasif ke jari tangan, jari ari kaki, atauhidung klien yang inemantau saturasi
oksigen darah. Nasal probe (alas untuk menyelidiki kedalaman) direkomendasi untuk kondisi
perfusi darah yang sangat rendah. Aliran darah di dalam arteri ethmoid anterior septum nasal
tetap lebih besar daripada aliran darah ke jari-jari dalam kondisi aliran terganuou (Ahrens dan
Rutherford, 1993). Pemantauan saturasi oksigen yang kontinu bermanfaat dalam pengkajian
gangguan tidur, toleransi terhadap latihan fisik, penyapihan dari ventilasi mekanis, dan
penurunan sementara saturasi oksigen. Keakuratan nilai oksimetri nadi secara langsung
berhubungan dengan perfusi di daerah probe. Pengukuran oksimetri pada klien yang memiliki
perfusi jaringan yang disebabkan syok, hipotermia, atau penyakit vaskular perifer mungkin
tidak dapat dipercaya. Keakuratan oksi-metri nadi kurang dari 90 mm Hg. Data hasil
pengukuran oksimetri memiliki sedikit nilai klinis. Tren saat ini memberikan informasi
terbaik tentang status oksigenasi klien.
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan set darah
putih per mm3 darah. Perawat memperoleh contoh darah vena dengan menggunakan pungsi
vena. Nilai normal untuk hitung darah lengkap bervariasi menurut usia dan jenis kelamin.
Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam set darah merah (eritrosit).
Defisiensi set darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen karena
molekul hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen ke jaringan lebih sedikit.
Apabila jumlah set darah merah meningkat, misalnya polisitemia pada kondisi paru
kronis dan kondisi jantung sianosis, kapasitas darah yang mengangkut oksigen meningkat.
Namun, peningkatan jumlah set darah merah akan meningkatkan kekentalan (viskositas)
darah dan risiko klien terbentuknya trombus.
1.4.3 Pemeriksaan Radiografi Dada
Pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoskopi, dan pemindaian paru digunakan untuk
memvisuali- sasi struktur sistem pernapasan.
Pemeriksaan sinar-X dada. Pemeriksaan sinar-X dada terdiri dari radiografi thoraks,
yang memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapangan paru untuk mendeteksi
adanya cairan (mis. seperti yang terjadi pada pneumonia), massy (mis. kanker paru), fraktur
(mis. fraktur klavikula dan tulang iga), dan proses-proses abnormal lain (mis. tuberkulosis).
Biasanya suatu film lateral dan PA (posterior-anterior) dilakukan untuk mem-visualisasi
lapangan paru secara adekuat.
1.4.4 Prosedur Endosekopi
Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung terhadap laring, trakea, dan
bronki baik melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel atau bronkoskop yang kaku.
a. Bronkoskopi diagnostik bertujuan :
1. untuk memeriksa jaringan dan mengumpulksn sekret.
2. Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses proses patologi dan untuk mendapatkan
contoh jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forsep biopsi, kuretase, sikat biopsi).
3. menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak melalui tindakan bedah.
4. mendiagnosa tempat perdarahan (sumber hemoptisis)
b. Bronkoskopi terapeutik bertujuan:
1. mrngangkat benda asing dari pohon trakeobronkial.
2. mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeabronkial, ketika pasien tidak dapat
membersihkannya.
3. memberikan pengobatan pascaoperatif pada atelektase.
4. menghancurkan dan mengeksisi lesi
Komplikasi bronkoskop mencakup: reaksi terhadap anestesi lokal, infeksi, aspirasi,
bronkospasme, hipoksemia pneumotoraks, perdarahan dan perfusi.
1.4.5 Pemeriksaan Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisms yang berkembang
dalam sputum. Suatu sputum kultur dan sensitivitas sputum (C dan S) mengidentifikasi
mikroorganisme tertentu dan resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat. Spesimen sputum
juga dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya tuberkel basilus (TB), sputum untuk
basilus cepat-asam (sputum for acid-fast bacillus [AFB]). Spesimen AFB diperoleh riga hari
berturut-turut pada awal pagi hari. Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang
diambil untuk mengidentifikasi kanker paru abnormal dengan tipe set. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan melakukan serangkaian pengumpulan spesimen riga hari berturut-turut
pada awal pagi hari.
Perawat harus memastikan spesimen sputum yang mengandung lendir dari bagian
dalam bronkus dan bukan saliva. Carat warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum dan
dokumentasi tanggal dan waktu spesimen dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis.
1.4.6 Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum
untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk
mengangkat spesimen untuk biopsi. Prosedur dilakukan dengan teknik aseptik dengan meng-
gunakan anestesi lokal. Klien biasanya ducluk tegak dengan thoraks anterior yang ditopang
bantal atau dengan meja di etas tempat tidur.
Sakit tidaknya prosedur ini tergantung pada toleransi klien terhadap nyeri. Perawat
dapat mengurangi rasa cemas klien dengan menjelaskan prosedur dan mengatakan kepada
klien apa yang akan terjadi seat prosedur dilakukan. Klien harus memahami pentingnya
menahan napas sesuai instruksi dan untuk tidak batuk selama dilakukan prosedur. Gerakan
mendadak dapat menyebabkan pungsi paru jarum torasentesis. Klien diinstruksikan untuk
memberi tabu dokter sebelum batuk atau bersin sehingga jarum dapat ditarik.
Setelah prosedur, perawat memantau klien untuk melihat adanya tanda-tanda
pneumothoraks; sesak napas mendadak, deviasi trakea, desaturasi oksigen, dan an-sietas.
Terjadinya pneumothoraks setelah pelaksanaan torasentesis merupakan suatu situasi
kedaruratan. Tipe pneumotoraks ini dikenal sebagai tension pneumotoraks dan tipe ini dapat
menyebabkan henti kardiopulmonar jika tidak ditangam segera.
1.4.7 Biopsi Pleura
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan pleuroskopi,
yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang dimasukka kedalam spasium
pleural. Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan
jaringan untuk mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi
Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan
pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai
vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.
1.4.8 Prosedur Diagnostik Radioisotop (Pemindaian Paru)
Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian computed tomografi (CT).
Pemindaian CT mengombinasikan sinar-X dan teknologi komputer. Cahaya sinar-X melalui
suatu bagian atau bidang thoraks dari sudut-sudut yang berbeda dan kompu-ter menghitung
absorpsi jaringan dan memperlihatkan hasil cetakan dan gambar pemindaian jaringan, yang
memperhatikan densitas (kepadatan) berbagai struktur intrathorak. Sebuah pemindaian CT
dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi tetapi tidak dapat
mengidentifikasi tipe jaringan. Identifikasi tipe Jaringan harus dilakukan dengan biopsi.
1.4.9 Prosedur Biopsi Paru
Ada 3 biopsi paru non bedah dengan angka kesakitan yang rendah yaitu:
a. Penyikatan bronkial trankateter à prosedur ini berguna untuk evaluasi sitologi lesi paru dan
untuk identifikasi organisme patogenik, metode ini hanya menyagkut pemasukan kateter
melalui membrane transkrikotiroid dengan pungsi jarum, setelah prosedur ini pasien
diinstruksikan untuk menekankan jari atau ibu jari diatas tempat pungsi ketika batuk untuk
menghambat kebocoran udara kedalam jaringan sekitarnya.
b. Biopsi jarum perkutan à aspirasi menggunakan jarum jenis spinal yang memberikan
spesimen jaringan untuk pemeriksaan histologi.
c. Biopsi paru tranbronkial à menggunakan forsep pemotong yang dimasukkan dengan
bronkoskop serat optik. Biopsi diindikasikan ketika diduga lesi paru dan pemeriksaan sputum
rutin, serta pencucian bronkoskop menunjukkan hasil negatif. Anestesi diberikan sebelum
prosedur. Kulit tempat biopsi dibersihkan dan dianestesi dan dibuat insisi kecil. Jarum biopsi
dimasukkan melalui insisi kedalam pleura dengan pasien menahan napas saat midekspirasi.
1.4.10 Biopsi Nodus Limfe
Biopsi ini dilakukan untuk mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus
limpe dan untuk menegakkan diagnosa atau prognosis pada penyakit seperti penyakit
hodgkin, sarkoidosis, penyakit jamur, tuberkulosis dan karsinoma. Mediastinoskopi
pemeriksaan endoskopi mediastinum untuk mengeksplorasi dan biopsi nodus limpe
mediastinum yang mengaliri paru-paru. Biopsi dilakukan melalui insisi
suprasternal.Mediastinotomi anterior insisi dibuat pada kartilago kosta kedua atau ketiga.
Mediastinum dieksplorasi, dan biopsi dilakukan pada nodus limpe yang ditemukan. Drainase
selang dada akan dibutuhkan setelah prosedur. Diagnmosis ini sangat bermanfaat untuk
menentukan apakah Lesi pulmonal dapat direseksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anam. 2009. Pemeriksaan Frekwensi Pernafasan http://anam56.blogspot.com/2009/01/d.html. diakses
tanggal 27 September 2011 pukul 11 : 22 am
Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Vol.1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Putra, Ardyan Pradana . 2011. Pengkajian Sistem Pernafasan.
http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/04/pengkajian-sistem-pernafasan.html
diakses tanggal 27 September 2011 pukul 11 : 19 am)
Setiawati, Santun. 2007. Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Trans Info Medika.
top related