penelitian akhir 11 oktober 2015 (belum sidang) finish ! edit mcd
Post on 13-Jul-2016
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas
tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh yang tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau karena
keduanya (Wicaksono,2011).
Berdasarkan data dari Intenational Diabetes Federation (IDF), prevalensi
diabetes tahun 2013 di dunia sekitar 382 juta orang atau sekitar 8,9% populasi
dunia, setengah dari jumlah penderita diabetes mellitus atau sekitar 138 juta
terdapat pada daerah asia pasifik. Data dari IDF juga menyebutkan bahwa
penderita diabetes mellitus yang meninggal dunia pada tahun 2013 sekitar 5,6
juta orang, yang berarti setiap 6 detik ada 1 pasien diabetes mellitus yang
meninggal dunia. 95% dari kejadian diabetes mellitus merupakan diabetes
mellitus tipe 2. Data dari IDF juga menyebutkan 46% orang dengan diabetes
tidak menyadari bahwa dirinya terkena diabetes, dengan kata lain 1 dari 2
orang tidak menyadari jika dirinya mengidap diabetes mellitus (Cho, 2013).
Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki
epidemi diabetes melitus tipe 2.Perubahan gaya hidup nampaknya merupakan
penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada milenium
1
baru ini. (Soewondo,2011). Indonesia juga menempati peringkat 7 dunia
dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak (Cho, 2013).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderunganpeningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes mellitus
tipe2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan
jumlah penyandang diabetes yang cukup besar padatahun-tahun mendatang.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada
tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus dari
7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun
terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penyandang Diabetes Melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada
tahun 2030Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar ( Rikesdas) tahun 2013,
Prevalensi penderita penyakit diagnosa dokter di Indonesia adalah 2,4%.
Proporsi penyebab kematian akibat Diabetes Melitus pada kelompok usia 45-
54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7%. Dan
daerah pedesaan, Diabetes Melitus menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%
(Soewondo, 2011).
Di Indonesia diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang
diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga
saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis
2
maupun farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya
sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. (Soewondo, 2011)
Penyakit diabetes melitus di Jawa Timur masih merupakan ancaman
masalah kesehatan yang serius saat ini. Data dari Kemenkes menyebutkan
sekitar 2,5% dari 33 juta penduduk jawa timur menderita Diabetes Mellitus.
(Kemenkes RI, 2013)
Di Kabupaten Sidoarjo jumlah kematian akibat Non Insulin dependent
diabetes mellitus sebanyak 11,40% dari seluruh jumlah kematian dan
dilaporkan sekitar 8,7% penduduk Sidoarjo menderita penyakit diabetes
mellitus (Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2014, 2014).
Di Kecamatan Sukodono penderita diabetes melitus mencapai 4.578 orang
atau mencapai 7,8% dari total kunjungan ke Puskesmas Sukodono. Dan
termasuk 10 penyakit terbanyak serta menduduki peringkat 9 ( Profil
Puskesmas Sukodono, 2014). Masih banyaknya penderita Diabetes Melitus
yang belum terdeteksi dan penanganan yang masih kurang memadai,
dirasakan perlu untuk mengidentifikasi faktor risiko dari Diabetes Melitus.
Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 terjadi karena
adanya perubahan pada sel beta pankreas yang menyebabkan perubahan
sekresi insulin karena berhubungan dengan perubahan metabolisme glukosa
pada usia tua. (Irawan,2010)
Pada orang yang obesitas, karena masukan makanan yang berlebih,
kelenjar pankreas akan bekerja lebih keras untuk menormalkan kadar glukosa
darah akibat masukan makanan yang berlebihan. Mula-mula kelenjar pankreas
3
masih mampu mengimbangi dengan memproduksi isulin yang lebih banyak,
sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga agar tetap normal. Tetapi
pada suatu ketika sel beta kelenjar pankreas akan mengalami kelelahan dan
tidak mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi
kelebihan masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan
akan mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan menjadi
diabetes melitus. (Irawan, 2010)
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap
kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya
tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan,
sehingga lebih dapat melakukan tindakan preventif pada dirinya. (Irawan,
2010)
Dari data tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di
kecamatan Sukodono untuk mengetahui hubungan antara usia, obesitas dan
tingkat pendidikan terhadap angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 di
Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara usia dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2
?
4
2. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes mellitus
tipe 2 ?
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara faktor risiko dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di
Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah :
a. Menganalisis hubungan antara usia dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2 di Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono,
Kabupaten Sidoarjo.
b. Menganalisis hubungan antara obesitas dengan kejadian Diabetes
Mellitus tipe2 di Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono,
Kabupaten Sidoarjo.
c. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Sukodono, Kecamatan
Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu Kedokteran
Dapat digunakan sebagai bahan atau masalah yang dapat diangkat dalam
penyuluhan kesehatan bagi pasien, keluarga, komunitas yang menderita
diabetes melitus agar dapat menurunkan angka kematian dan angka
kecacatan pada pasien diabetes melitus.
2. Bagi dokter
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dokter dalam menangani
pasien diabetes melitus.
3. Bagi institusi pelayanan
Menentukan kebijakan puskesmas dalam mengevaluasi program
pengobatan penyakit diabetes melitus yang dapat mengurangi kematian
dan kecacatan pada pasien diabetes melitus.
4. Bagi penderita
Diharapkan penderita diabetes melitus lebih meningkatkan sikapnya,
meliputi antara lain perasaan selama menderita, keyakinan terhadap
pengobatan, perilaku-perilaku yang mendukung pengobatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. (Soewondo, 2011)
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
padaseseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa
darahakibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Soegondo,
2009)
Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin.
Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes
tipe 2 lebih sering diketemukan pada usia dewasa dan obesitas meskipun
dapat terjadi pada semua umur, ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan
stress atau mengalami infeksi. (Soewondo, 2011)
2. Kriteria dan Klasifikasi
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2
meliputi faktor risiko yang tidak bisa diubah (mayor) dan faktor risiko yang
dapat diubah (minor). Faktor risiko yang tidak dapat diubah (mayor) seperti
7
keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang bisa
diubah (minor) yaitu obesitas, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, kadar
kolesterol, tekanan darah, olahraga, stress. secara umum obesitas
merupakan faktor risiko yang penting terhadap terjadinya penyakit diabetes
melitus. Batas normal kadar glukosa darah sewaktu dan puasa adalah kadar
glukosa darah sewaktu : plasma kapiler vena <100-199mg/dL, darah
kapiler: <90-199mg/dL dan kadar glukosa darah puasa plasma vena : <100-
125mg/dL , darah kapiler <90-99mg/dL. (Soewondo, 2011)
Seseorang dinyatakan mengidap Diabetes Mellitus apabila didapatkan
gejala klasik diabetes melitus yaitu polidipsi, poliuri dan polifagia disertai
dengan pemeriksaan gula darah puasa >140mg/dl atau gula darah acak
>200mg/dl. (Irawan, 2010)
Klasifikasi Diabetes Melitus : (Isselbacher, 2012)
a. Diabetes Melitus tipe 1 (karena destruksi sel beta biasanya bersifat
defisiensi absolut dari insulin)
1. Mediasi imun
2. Idiopatik
b. Diabetes Melitus tipe 2 (dimulai dari resisten insulin dengan relatif
defisiensi insulin sampai defek kelainan sekresi insulin dengan
resistensi insulin).
8
c. Diabetes Melitus tipe lain
d. Kelaian genetik dari fungsi sel beta yang ditandai oleh mutasi pada :
1. Hepatocyte nuclear trancription factor (HNF) 4 alfa (MODY 1)
2. Glucokinase (MODY 2)
3. HNF-1alfa (MODY 3)
4. Insulin Promotor factor (IPF 1; MODY 4)
5. HNF 1 beta (MODY 5)
6. Neuro D-1 (MODY 6)
7. Mitocondrial DNA
8. Subunits of ATP- sensitivie potassium channel
9. Pro insulin or insulin
e. Kelainan genetik pada aksi insulin
1. Tipe A insulin resisten
2. Leprechaunism
3. Rabson-Mendenhall syndrome
4. Lipodystrophy syndromes
9
f. Penyakit dari eksokrin pankreas- pangkreatitis, pankreatomy,
neoplasia, cystic fribosis
g. Endrocrinopathies-acromegaly, crusing’s syndrome, hipertiroid,
glukaonoma
h. Obat-obatan : Glucocorticoid, beta adenergi agonis, thiazid,
epineprine
i. Infeksi rubela kogenital, cytomeglovirus, coxsackievirus.
j. Kelainan dari mediasi imun, stiff-person sindrom
k. Diabetes Melitus gestasional
3. Patogenesis
a. Faktor risiko diabetes melitus
1) Usia
Peningkatan kejadian diabetes melitus sangat erat kaitannya
dengan peningkatan usia karena lebih dari 50% diabetes melitus
tipe 2 terjadi pada kelompok umur lebih dari 60 tahun (Irawan,
2010).
Menurut PERKENI batasan umur yang berisiko terhadap
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah 45 tahun keatas
(Soewondo, 2011). Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes
melitus tipe 2 terjadi karena adanya perubahan pada sel beta
pankreas yang menyebabkan perubahan sekresi insulin karena
10
berhubungan dengan perubahan metabolisme glukosa pada usia tua
(Rohmah W, 2002 dalam Rumiyati, 2008). Dengan adanya
perubahan metabolisme glukosa tersebut, maka menurut Sukardji,
kebutuhan kalori pada usia 40-59 tahun harus dikurangi 5%,
sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi 10% dan diatas 70 tahun
dikurangi 20%. (Irawan, 2010)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes
dalam Riskesdas tahun 2007, mendapatkan bahwa pada kelompok
umur yang lebih tua, prevalensi kejadian diabetes melitus semakin
meningkat. Dari penelitian tersebut didapatkan prevalensi diabetes
melitus pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar 0,6%, kelompok
umur 25-34 tahun sebesar 1,8%, kelompok umur 35-44 tahun
sebesar 5%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar 10,5%, kelompok
umur 55-64 tahun sebesar 13,5%, kelompok umur 65-74 tahun
sebesar 14,0% dan kelompok umur 75 tahun keatas sebesar 12,5%
(Balitbangkes, 2008). Penelitian yang dilakukan Rahajeng tahun
2004 mendapatkan bahwa pada kelompok umur 41-64 tahun
memiliki risiko untuk menderita diabetes melitus 3,3 kali lebih
muda dibanding dengan kelompok umur 25-40 tahun. (Irawan,
2010)
2)Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian
11
penyakit diabetes melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya
tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang
kesehatan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi aktivitas fisik
seseorang karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang
yang tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak bekerja di
kantoran dengan aktivitas fisik sedikit sedangkan yang tingkat
pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh maupun petani
dengan aktivitas fisik yang cukup. Berdasarkan data Riskesdas
2007, menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitusbervariasi
pada setiap tingkat pendidikan, pada kelompok tidak sekolah
prevalensi diabetes sangat besar yaitu 8,9%, tidak tamat Sekolah
Dasar sebesar 8,0%, tamat Sekolah Dasar sebesar 5,5%, tamat
Sekolah Menengah Pertama sebesar 4,4%, tamat Sekolah
Menengah Atas sebesar 4,9%, dan tamat Perguruan tinggi (PT)
sebesar 5,6%. (Balitbangkes, 2008)
3) Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan kompleks
pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang
dikendalikan beberapa faktor biologik spesifik dan secara fisiologis
terjadi akumulasi jaringan lemak yang tidak normal atau berlebihan
di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.
(Irawan, 2010)
12
Batasan obesitas dapat ditentukan berdasarkan nilai indeks
masa tubuh (IMT). Nilai indeks masa tubuh diperoleh dari
pengkuruan berat badan (kg) dibagi dengan hasil pengukuran tinggi
badan (m) dikuadratkan, atau dengan kata lain IMT = BB (kg)/TB2
(m2). IMT dapat digunakan untuk mengetahui apakan berat
seseorang adalah normal, kurus atau gemuk. Selain IMT penilaian
obesitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan lingkar
pinggang, kriteria obesitas dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
(Irawan, 2010)
Klasifikasi IMT(kg/m2)
Risiko Ko-MorbiditasLingkar pinggang< 90 cm (laki-laki)
< 80 cm (perempuan)
≥ 90 cm (laki-laki)≥ 80 cm (perempuan)
Berat badan kurang
Kisaran normalBerat badan lebih
- Berisiko- Obes I- Obes II
< 18,5
18,5 – 22,9≥ 23,0
23,0 – 24,925,0 – 29,9
≥ 30,0
Rendah (risiko meningkat pada
masalah klinis lain)Sedang
MeningkatModerat
Berat
Sedang
Meningkat
ModeratBerat
Sangat beratTabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan
IMT dan Lingkar pinggang Menurut WHO Asia Pasifik
Sumber : WHO WRP/IASO/IOTF dalam Soegondo, 2007
Obesitas merupakan faktor risiko yang penting terhadap
terjadinya penyakit diabetes melitus. Pada orang yang obesitas,
karena masukan makanan yang berlebih, kelenjar pankreas akan
bekerja lebih keras untuk menormalkan kadar glukosa darah akibat
13
masukan makanan yang berlebihan. Mula-mula kelenjar pankreas
masih mampu mengimbangi dengan memproduksi isulin yang
lebih banyak, sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga
agar tetap normal. Tetapi pada suatu ketika sel beta kelenjar
pankreas akan mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk
memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangikelebihan
masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan
akan mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan
menjadi diabetes melitus. (Irawan, 2010)
Korelasi antara obesitas dengan kejadian diabetes melitus
sangat besar. Penelitian kohort prospektif terhadap 37.091
penduduk Cina di Singapura berusia 45-74 tahun membuktikan
bahwa orang yang mengalami obesitas memiliki risiko 2,5 kali
lebih besar daripada orang yang tidak obesitas untuk menderita
Diabetes Melitus. (Soewondo, 2011)
Dari laporan hasil Riskesdas 2007, menyatakan bahwa
prevalensi diabetes melitus pada orang yang obesitas (IMT ≥ 27)
sebesar 9,1 sedangkan prevalensi pada orang normal (IMT 18,5 –
24,9) hanya sebesar 4,4 per 100 penduduk. Masih berdasarkan
laporan Riskesdas 2007, didapatkan bahwa prevalensi diabetes
melitus pada orang yang mengalami obesitas sentral sebesar 9,7
sedangkan pada orang yang tidak mengalami obesitas sentral
prevalensi diabetes melitus hanya 4,0 per 100 penduduk.
14
(Balitbangkes, 2008)
Penelitian-penelitian lain juga membuktikan adanya
hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes melitus.
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Rahajeng tahun
2004, menyatakan bahwa 80% pasien diabetes melitus tipe 2 adalah
obesitas, risiko orang yang mengalami obesitas abdominal
berdasarkan nilai rasio pinggang pinggul untuk menderita diabetes
melitus tipe 2 adalah 2,4 kali lebih besar daripada orang yang
normal. Dari hasil analisis data SKRT tahun 2004 yang dilakukan
oleh Hermita menyatakan bahwa orang yang mengalami obesitas
(IMT > 27 kg/m2) memiliki risiko 1,9 kali lebih besar
untukmenderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang normal (IMT 18,5 – 25 kg/m2), dengan proporsi kejadian
diabetes pada kelompok obesitas sebesar 17,9% lebih tinggi
daripada yang normal sebesar 11,2%. Secara nasional, prevalensi
obesitas sebesar 19,1%, pada wanita 23,8% dan laki-laki 13,9%.
(Balitbangkes, 2008)
4) Jenis Kelamin
Secara prevalensi, wanita dan pria mempunyai peluang
yang sama terkena diabetes. Hanya saja, dari faktor risiko, wanita
lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.
15
Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-
menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita
berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. Selain itu pada wanita
yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal,
progesteron tinggi, sehingga meningkatkan sisetem kerja tubuh
untuk merangsang sel-sel berkembang (termasuk pada janin), tubuh
akan memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya menyebabkan
sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan
kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi
peningkatan kadar gula darah saat kehamilan. (Irawan, 2010)
Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi diabetes melitus
tipe 2 pada laki-laki sebesar 4,9% sedangkan pada permpuan 6,4%
(Balitbangkes, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Rumiyanti
tahun 2008, mendapatkan sebanyak 67,0% wanita menderita
diabetes melitus sedangkan laki-laki 33,0% namun tidak ditemukan
hubungan yang signifikan. Sedangkan penelitian lain yang
dilakukan oleh Hermita (2006), berhasil menemukan hubungan
yang signifikan kejadian diabetes melitus dengan jenis kelamin
dengan OR 1,35, artinya perempuan lebih mudah untuk menderita
diabetes melitus 1,35 kali dibanding laki-laki. (Irawan, 2010)
16
5) Stres
Stres adalah reaksi seseorang, baik secara fisik maupun
kejiwaan karena adanya perubahan. Stres merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari, stres selalu terjadi
pada setiap orang, dan terjadi pada setiap waktu selama orang
tersebut menjalani kehidupan sosialnya. Reaksi stres dapat bersifat
positif maupun negatif. Bersifat positif, jika menimbulkan dampak
pasitif atau menjadi pendorong orang berusaha untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik dan bersifat negatif, jika terjadi keluhan
atau gangguang terhadap orang tersebut. (Irawan, 2010)
Reaksi stres yang bersifat positif seperti melakukan latihan
jasmani, olahraga, atau memacu seseorang untuk berusaha dengan
baik. Sedangkan reaksi negatif stres yang bersifat fisik seperti
jantung berdebar-debar, otot-otot tegang, sakit kepala, sakit perut
atau mencret, letih, lelah, gangguan makan (tidak berselera makan
atau makan berlebihan), eksim atau kulit gatal-gatal. Reaksi negatif
stres yang bersifat kejiwaan seperti sukar memusatkan perhatian,
pelupa, sukar tidur atau banyak tidur, cenderung menyalahkan
orang lain, cemas, menarikdiri dan menyerang. (Irawan, 2010)
Stres dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian diabetes
melitus tipe 2 karena pada keadaan stres akan berkaitan dengan
peningkatan berat badan dan inaktif, yang disebabkan karena
makan yang tidak terkendali, tidak berolahraga, gangguan secara
17
emosional dan tubuh memproduksi hormon epinephrine dan kristol
yang dapat menghambat kerja insulin sehingga dapat meningkatkan
kadar gula darah. (Irawan, 2010)
6) Kebiasaan Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
Diabetes Melitus tipe 2, menurut American Diabetes Associations
(ADA) asap rokok dapat menyebabkan berkurangnya kadar
oksigen dalam jaringan, meningkatkan kadar kolesterol dan
tekanan darah dan dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga
orang yang sering terpapar dengan asap rokok memiliki risiko
terkena penyakit dabetes melitus lebih mudah dibanding dengan
orang yang tidak terpapar dengan asap rokok. (Irawan, 2010)
Merokok juga menyebabkan meningkatnya kadar gula
darah sebagai akibat dari terjadinya resistensi insulin yang
merupakan awal dari terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Irawan,
2010)
Hasil meta-analisis yang dilakukan oleh Willi, dkk terhadap
25 kajian antara tahun 1992 sampai 2006 terhadap 1,2 juta peserta
menyatakan bahwa orang yang merokok menghadapai risiko 44%
untuk terserang diabetes melitus tipe 2 dibanding dengan orang
yang tidak merokok. Perokok berat yang menghabiskan lebih dari
20 batang rokok sehari memiliki risiko terserang diabetes 62%
18
lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak merokok. Bahkan
orang yang telahberhenti merokokpun masih memiliki risiko 23%
lebih tinggi dibanding dengan yang bukan perokok. (Soewondo,
2011)
Sedangkan studiyang dilakukan di Port Harcourt, Nigeria
mendapatkan bahwa orang yan merokok atau pernah merokok
memiliki risiko 1,9 kali lebih mudah untuk mendapatkan diabetes
melitus tipe 2 dibanding dengan orang yang tidak merokok.
(Irawan, 2010)
b. Komplikasi
Diabetaes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang
akan diderita seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan
terus berjalan dan pada suatu saat akan menimbulkan komplikasi.
Penyakit Diabetes Melitus biasanya berjalan lambat dengan gejala-
gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan
kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.
1) Komplikasi Akut Diabetes Melitus
Ada tiga komplikasi akut Diabetes Melitus yang penting dan
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka
pendek.
- Hipoglikemia
19
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl.
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh
mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak
mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual
dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. (Tandra, 2007)
- Ketoasidosis Diabetes
Pada Diabetes Melitus yang tidak terkendali dengan kadar gula
darah yang terlalu tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh
tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai
gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif.
Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan
keton dalam darah atau disebut dengan ketosis.
Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun
atau disebut dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut
dengan istilah ketoasidosis.
Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien
ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat
keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual,
20
muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran
menurun hingga koma. (Nabyl, 2009)
- Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan
tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan
berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan
peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK
dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis
pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-
masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di atas.
Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.
(Brunner & Suddarth,2001).
2) Komplikasi Kronis Diabetes Melitus
- Komplikasi Makrovaskular
21
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang
pada pasien Diabetes Melitus adalah penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien Diabetes Melitus tipe
2yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau
kegemukan (Nabyl, 2009). Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis
dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri
akibat timbunan plak ateroma.
Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada
diabetes, namun pada Diabetes Melitus timbul lebih cepat, lebih
sering, dan lebih serius. Berbagai studiepidemiologi menunjukkan
bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes
meningkat 4-5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol
kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi
bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu
faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar
insulin menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula.
Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas
kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal
sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam
menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular. (UNPAD, 2001)
22
- Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi Diabetes Melitus yang paling
sering terjadi. Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa
dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat
mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi,
yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan
dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain. (Tandra, 2007)
Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik,
dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya
progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan
gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan
(UNPAD, 2001).
- Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya
terjadi pada Diabetes Melitus. Penyakit mikrovaskular diabetes atau
sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati ditandai oleh
penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di
mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan
ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah
retinopati diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-
23
pembuluh darah kecil diretina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh
darah kecil di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi
penglihatan pasien Diabetes Melitus, bahkan dapat menjadi penyebab
utama kebutaan (Brunner & Suddarth, 2001).
4. Diagnosis
Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Guna penentuan diagnosis Diabetes Melitus, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik Diabetes Melitus seperti di bawah ini:
Keluhan klasik Diabetes Melitus berupa: poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara:
24
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
Diabetes Melitus.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban
75g glukosa lebih sensitif dan spesiik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus, namun tidak menunjukkan adanya gejala Diabetes
Melitus. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan Diabetes Melitus, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani
lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut
sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju
Diabetes Melitus. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko
untuk terjadinya Diabetes Melitus dan penyakit kardiovaskular
dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening)
tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak
25
diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya
kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat
pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa
darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat
dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.2Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis Diabetes Melitus (mg/dL)
Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia, PERKENI, 2011
B. Obesitas
1. Definisi
Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun
dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi
perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007).
26
2. Klasifikasi
Tabel 2.3 Klasifikasi Obesitas
C. Umur
1. Definisi
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-
penelitian epidemiologi dan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi
pengetahuan. Umur adalah lamanya waktu hidup seseorang dalam tahun yang
dihitung sejak dilahirkan sampai berulang tahun yang terakhir (Notoatmodjo,
2010).
2. Klasifikasi
1. Masa balita = 0 - 5 tahun,
2. Masa kanak-kanak = 5 - 11 tahun.
3. Masa remaja Awal =12 - 1 6 tahun.
4. Masa remaja Akhir =17 - 25 tahun.
5. Masa dewasa Awal =26- 35 tahun.
6. Masa dewasa Akhir =36- 45 tahun.
7. Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.
8. Masa Lansia Akhir = 56 - 65 tahun.
27
9. Masa Manula = 65 - sampai atas
D. Tingkat Pendidikan
1. Definisi
Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan
oleh sesorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai
tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental
(Hasbullah, 2008).
2. Tingkatan Pendidikan
Menurut Notoatmodjo tingkat pendidikan dapat dibedakan
berdasarkan tingkatan-tingkatan tertentu seperti:
Pendidikan dasar awal selama 9 tahun meliputi SD/sederajat,
SLTP/sederajat.
Pendidikan lanjut
a) Pendidikan menengah minimal 3 tahun meliputi SMA atau
sederajat dan;
b) Pendidikan tinggi meliputi diploma, sarjana, magister, doktor
dan sepesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
( Notoatmodjo, 2003)
28
Yang Bisa Diubah
Usia
Kebiasaan Merokok
Olahraga
Stress
Kadar Kolesterol
Tekanan darah
Jenis Kelamin
Ras
Keturunan
Obesitas
Tingkat Pendidikan
Diabetes Melitus tipe 2
Yang Tidak Bisa Diubah
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar III.1 Kerangka Konsep
29
Yang Tidak Bisa Diubah
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh yang tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau karena keduanya
(Wicaksono, 2011). Seseorang dinyatakan mengidap Diabetes Mellitus apabila
didapatkan gejala klasik diabetes mellitus yaitu polidipsi, poliuri dan polifagia
disertai dengan pemeriksaan gula darah puasa >140mg/dl atau gula darah acak
>200mg/dl(Soewondo, 2011).
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2
meliputi faktor risiko yang tidak bisa diubah (mayor) dan faktor risiko yang dapat
diubah (minor). Faktor risiko yang tidak dapat diubah (mayor) seperti keturunan,
jenis kelamin, ras dan usia. Faktor usia mempunyai pengaruh yang penting
terhadap kejadian diabetes mellitus tipe 2. Pengaruh penuaan terhadap kejadian
diabetes melitus tipe 2 terjadi karena adanya perubahan pada sel beta pankreas
yang menyebabkan perubahan sekresi insulin karena berhubungan dengan
perubahan metabolisme glukosa pada usia tua. Dengan adanya perubahan
metabolisme glukosa tersebut, maka kebutuhan kalori pada usia 40-59 tahun harus
dikurangi 5%, sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi 10% dan diatas 70 tahun
dikurangi 20% (Irawan,2010).
Sedangkan faktor risiko yang bisa diubah (minor) yaitu obesitas, tingkat
pendidikan, kebiasaan merokok, kadar kolesterol, tekanan darah, olahraga, stress.
secara umum obesitas merupakan faktor risiko yang penting terhadap terjadinya
30
penyakit diabetes melitus. Pada orang yang obesitas, karena masukan makanan
yang berlebih, kelenjar pankreas akan bekerja lebih keras untuk menormalkan
kadar glukosa darah akibat masukan makanan yang berlebihan. Mula-mula
kelenjar pankreas masih mampu mengimbangi dengan memproduksi isulin yang
lebih banyak, sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga agar tetap normal.
Tetapi pada suatu ketika sel beta kelenjar pankreas akan mengalami kelelahan dan
tidak mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi
kelebihan masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan akan
mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan menjadi diabetes
melitus (Irawan, 2010).
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap
kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya
tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, sehingga
lebih dapat melakukan tindakan preventif pada dirinya (Irawan, 2010).
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka dapat diketahui bahwa peran
faktor-faktor resiko dm dan mulai memberikan pencegahan dan terapi yang tepan
untuk pasien yang menderita Diabetes Melitus. Dengan mengetahui faktor resiko
nya maka kita dapat melakukan penanganan lebih awal untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
31
B. Hipotesa
1. Ada hubungan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di
Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
2. Ada hubungan antara bentuk ukuran tubuh dengan kejadian diabetes mellitus
tipe 2 di Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus
tipe 2 di Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain
studi case control yaitu suatu penelitian dengan cara membandingkan antara
kelompok kasus dankelompok kontrol berdasarkan status paparannya
(retrospektif) arah pengusutannya,rancangan tersebut bergerak dari akibat
(penyakit) ke sebab (paparan). Subjek dipilih outcome tertentu, lalu dilihat
kebelakang (backward) tentang status paparan penelitian yang dialami
subjek, dimana desain ini bergerak dari akibat penyakit kesebab atau melihat
kebelakang tentang riwayat status paparan penelitian yang dialami subjek
(Murti 1997).
Desain dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan
mempelajari hubungan antara variabel bebas yaitu faktor risiko dan variabel
terikat yaitu Diabetes melitus 2.
B. Populasi dan Sampel
1. Identifikasi Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien penderita diabetes yang
berkunjung ke Puskemas Sukodono Kecamatan Sukodono, Kabupaten
Sidoarjo yang mendapat pengobatan pada bulan September 2015.
33
2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tinggal menetap di Wilayah
Kerja Puskesmas Sukodono.
2) Pasien diabetes mellitus tipe 2yang mampu berkomunikasi
dengan baik.
3) Pasien diabetes mellitus tipe 2yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien diabetes mellitus tipe 2yang tidak mampu berkomunikasi
dengan baik.
2) Tidak bersedia menjadi responden.
3. Prosedur dan Teknik Pengambilan
Teknik pengambilan sampel ditentukan secara konsekutif (consecutive
sampling) dari semua penderita diaetes melitus tipe 2 yang memenuhi
kriteria inklusi. Dengan carakonsekutif, peneliti akan mengambil
semua subjek yang control di puskesmas Sukodono Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo sampai jumlah sampel minimal
terpenuhi (Dahlan,2009).
34
4. Besar Sampel
Sampel ditentukan secara konsekutif (consecutive sampling) dari
semua penderita diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi.
Estimasi
Besar sampel menggunakan rumus sampel sesuai dengan rumus
Lemesaow (1997) sebagai berikut: (Dahlan,2009).
Keterangan:Kesalahan tipe I : 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64
Kesalahan tipe II : 20%, maka Zβ = 0,85
P2 = proporsi kejadian diabetes melitus
Q2 = 1 – P2= 1 – 0,3 = 0,7
P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan jugment
peneliti = 0,5
Q1 = 1 – P1 = 0,5
P1 – P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 0,2
P = proporsi total = (P1 + P2)/2 =0,4
Q = 1 – P = 0,6
35
N1 = N2 = 16,4√2.0,37 .0,63+0,85√0,5.0,5+0,23 × 0,770,5−0,23
N1 = N2 = 37,21
N1 = N2 = 37
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel tergantung (terikat) : Kejadian Diabetes Melitus tipe 2
2. Variabel bebas :
a. Umur
b. Tingkat pendidikan
c. Obesitas (di ukur menggunakan BMI dan Lingkar perut)
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo.
2. Waktu Penelitian
36
Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dari tanggal 07 September – 04
Oktober 2015.
E. Alat/Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah kuisioner dan timbangan berat badan, pita meteran, dokumen.
F. Definisi Operasional
Tabel IV.1 Definisi Operasional variabel penelitian dan cara pengukuran data dan
skala data
No Variabel Definisi Operasional Kriteria Alat Ukur Skala
1 Diabetesmelitustipe 2
Subjek yang hasil pemeriksaan test toleransi glukosa oral (TTGO) 2 jam ≥ 200 mg/dl(WHO, 2006) dan atau subjek yang telah terdiagnosis diabetes melitus oleh tenaga kesehatan atau mengkonsumsi obat diabetes.
Kadar gula darah sewaktu responden dikategorikan menjadi 2 berdasarkan
DM (+) : (TTGO) 2 jam pembebeaan ≥ 200 mg/dl (dalam dokumen)Atau hasil pengukuran kadar gula darah sewatu dengan menggunakan Glukometer Kapiler ≥ 200 mg/dl
Dokumen Rekam Medis,
Glukometer Kapiler
Nominal
37
No Variabel Definisi Operasional Kriteria Alat Ukur Skala
Depkes RI 2005, yaitu :DM ≥ 200 mg/dlTidak DM < 200 mg/dl
2 VariabelUmur
Lama Waktu hidup responden dihitung dalam tahun penuh sejak lahir sampai ulangtahun terakhir, umur di katagorikan berdasarkan kuartilnya.
0 : 45-60 th (pre manula)1 : > 60 th (manula)
Kuisioner Nominal
3 Tingkat pendidik
an
Tingkst pendidikan formal terakhir yang di tamatkan responden
0 : Tingkat Pendidikan Rendah (SD & SMP)1 : Tingkat Pendidikan cukup (SMA & PT)
Kuisioner Nominal
4 Indeks Massa Tubuh
Hasil perhitungan Berat badan dibagi dengan tingi badan yang di kuadratkan
Dikelompokan menjadi 2
0. IMT lebih
1. IMT cukup
Timbangan dan alat
ukur tinggi badan
Ordinal
5 Lingkar perut
Lingkar perut yang diukur mengunakan meteran dalam cm/inch dengan memutari perut dan melewati daerah pusar
Obesitas Perempuan
0. Lingkar perut cukup (<80 cm)
1. Lingkar perut lebih (>80 cm)
Obesitas pria0 : Lingkar
Pita ukur dengan satuan
cm/inch
Nominal
38
No Variabel Definisi Operasional Kriteria Alat Ukur Skala
perut cukup (<90cm)1 : Lingkar perut lebih (>90 cm)
G. Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data diperoleh
setelah mendapat persetujuan dari pihak puskesmas dan menjaga
kerahasiaan pemilik data. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Wawancara dan mengisi kuisioner dengan seseorang untuk
mendapatkan keterangan tentang data penderita seperti umur serta
tingkat pendidikan dari responden.
2. Melakukan pengukuran lingkar perut, tinggi dan berat badan dari
responden.
3. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data tentang
gambaran umum Puskesmas Sukodono yang meliputi struktur
organisasi, data pegawai, jumlah penderita Diabetes Melitus, dan
data rekam medis penderita Diabetes Melitus.
H. Pengolahan dan Analisa Data
39
Sesuai dengan desain penelitian, maka metode statistik yang dipakai
adalah menggunakan uji chi-square dengan koefisien kontingensi .
(Dahlan,2009)
1. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan dengan tahap
sebagai berikut :
a. Editing (penyuntingan)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua isian pada
semua item pertanyaan dalam kuesioner untuk mengetahui beberapa
faktor risiko pada Diabetes Mellitus tipe 2. Dengan kelengkapan
pengisian konsisten dan relevansi serta kejelasan jawaban.
b. Coding (penyajian)
Kegiatan tahap ini adalah mengubah informasi dengan menggunakan
kunci jawaban yang telah disusun dalam bentuk angka untuk
memudahkan proses pengolahan selanjutnya mengenai isi kuesioner
yang meliputi faktor resiko Diabetes Mellitus tipe 2.
c. Tabulating (tabulasi)
Memasukan data hasil survai tingkat faktor risiko Diabetes Mellitus
tipe 2 kedalam tabel-tabel sesuai dengan kriteria kegiatan memasukan
data (entry data) dilakukan melalui bantuan komputer terhadap semua
data pada kuesioner.
40
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat sebagai
berikut:
a. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk menggambarkan masing-masing
variabel dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Penghitungan analisis univariat didasarkan pada rumus:
%100xNfP
Keterangan:
P: Proporsi
f: frekuensi kejadian
N: jumlah sampel
b. Analisis Bivariat.
Analisa bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo,
2010).
I. Kerangka Kerja
41
Gambar IV.1 Prosedur Penelitian Faktor resiko diabetes melitus
di Puskesmas Sukodono
BAB V
42
Identifikasi subyek penelitian
Pasien DM tipe 2yang memenuhi kriteria inklusi di Puskesmas Sukodono
Penjelasan tentang tujuan penelitian
Persetujuan Informed consent
Bersedia
Mengisi kuisioner melakukan penimbangan BB, pengukuran TB dan
Lingkar perut
Menyusun data-data
Melakukan Pengolahan data-data
Menyajikan Hasil
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1) Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sukodono yang berada di
bawah kewenangan daerah administratif Kecamatan Sukodono dengan luas 38
Km².Dengan wilayah administratif pada kecamatan Sukodono yang mempunyai
19 desa Penelitian ini berlokasi di Desa Kebon Agung dan Desa Anggaswangi
Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Jumlah penduduk Kecamatan Sukodono menurut data tercatat sebanyak
120.241 jiwa dengan 24.729 KK. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 60.312
jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 59.929 jiwa.
Puskesmas Sukodono merupakan puskesmas dengan fasilitas gawat darurat
(UGD) 24 jam, selain itu juga merupakan puskesmas perawatan dengan fasilitas
rawat inap. Puskesmas Sukodono juga memiliki sarana kesehatan yang
mempunyai fasilitas laboratorium.
Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan telah mempersiapkan 6 dokter
umum, 1 dokter gigi, 21 bidan, 21 perawat, 3 tenaga gizi, 3 sanitasi, dan 3
laboratorium untuk melayani warga yang membutuhkan ayanan kesehatan dasar,
pelayanan rujukan dan penunjang.
43
Puskesmas Sukodono selain melaksanakan tugas layanan reguler dan kuratif,
juga menggulirkan aktivitas promotif ke berbagai komunitas publik, terutama
sekolah dan instansi terkait. Harapan dibalik kegiatan ini adalah tumbuhnya
kesadaran masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembenahan
dan pembinaan kesehatan lingkungan, sanitasi, serta upaya perbaikan gizi.
Selain itu, diharapkan adanya kepedulian masyarakat untuk mendukung
pembentukan kader-kader kesehatan di setiap desa.
2) Karakteristik Responden
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah warga Desa Kebon
Agung dan Desa Anggaswangi Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
Responden yang diambil merupakan pasien dengan diabetes mellitus tipe II dan
dengan pasien yang tidak diabetes mellitus. Karakteristik responden dibagi
menjadi 4 (empat) yaitu umur, tingkat pendidikan, BMI, dan lingkar perut.
a. Profil responden berdasarkan jenis kelamin
b. Profil responden berdasarkan usia
c. Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan
a. Profil responden berdasarkan jenis kelamin.
44
Diabetes Melitus tipe 2 Total
Ya TidakN % N % N %
Jenis kelaminLaki-laki 13 46,4 15 53,6 28 100Perempua
n 32 51,6 30 48,4 62 100
Total 45 50 45 50 90 100Tabel 5.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin
Sumber : kuisioner
DM tipe 2Non DM tipe 2
05
101520253035
laki- laki
perempuan
laki- lakiperempuan
Gambar 5.1 Profil responden berdasarkan jenis kelamin
Dari tabel profil responden berdasarkan atas jenis kelamin, terlihat
bahwa sebesar 32 responden atau 51,6% pada kelompok diabetes mellitus
tipe 2 merupakan responden berjenis kelamin perempuan dan pada
kelompok bukan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 30 responden atau
sebesar 51,7% berjenis kelamin perempuan. Pada penelitian ini
kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan.
b. Profil responden berdasarkan usia
45
Diabetes Melitus tipe 2 Total
Ya TidakN % N % N %
Umur
Pre Manula 19 42,2 26 57,8 45 100
Manula 26 57,8 19 42,2 45 100Total 45 50 45 50 90 100
Tabel 5.2 Profil responden berdasarkan usia
Sumber : kuisioner
DM tipe 2Non Dm tipe 2
0
5
10
15
20
25
30
Non manula
Manula
Non manulaManula
Gambar 5.2 Profil responden berdasarkan usia
Dari tabel profil responden berdasarkan atas umur, terlihat bahwa pada
kelompok diabetes mellitus tipe 2 umur manula sebanyak 26 responden
atau 57,8% dan pada kelompok non Diabetes mellitus tipe 2 umur Manula
sebanyak 19 responden atau 42,2%.
c. Profil responden berdasarkan pendidikan
46
Diabetes Melitus tipe 2 Total
Ya Tidak
N % N % N %
Pendidikan
Pendidikan Cukup 17 47,2 19 52,8 36 100
Pendidikan Rendah 28 51,9 26 48,1 54 100
Total 45 50 45 50 90 100Tabel 5.3 Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan
Sumber : kuisioner
DM tipe 2Non Dm
tipe 2
05
1015202530
Pendidikan CukupPendidikan Rendah
Pendidikan CukupPendidikan Rendah
Gambar 5.3 Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan
Dari tabel profil responden berdasarkan atas pendidikan, terlihat bahwa
pada kelompok diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 28 responden atau 51,9% adalah
responden dengan tingkat pendidikan SD dan SMP, yang merupakan presentase
terbanyak, sedangkan pada kelompok bukan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 26
responden atau 48,1% adalah responden dengan tingkat pendidikan SD & SMP.
Pada penelitian ini kebanyakan responden tingkat pendidikannya adalah SD &
SMP.
3. Analisis hasil penelitian
a. Faktor tingkat pendidikan
47
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi factor tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2
Sumber : kuisioner
Faktor tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
diabetes mellitus tipe 2. Pada penelitian ini, kelompok kasus sebanyak 28
responden (51,9%) dan 26 responden (48,1%) pada kelompok bukan diabetes
mellitus tipe 2 yang memiliki faktor tingkat pendidikan rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam gambar 5.4.
DM tipe 2Non Dm tipe 2
05
1015202530
SMA_dan_Sarjana
SD_dan_SMP
SMA_dan_SarjanaSD_dan_SMP
Gambar 5.4 Distribusi frekuensi hubungan faktor tingkat pendidikan dengan
kejadian diabetes mellitus tipe 2.
Berdasarkan tabel 5.4. dan gambar 5.4. diatas dapat dilihat bahwa
responden yang mempunyai faktor tingkat pendidikan rendah lebih rentan
48
Diabetes Melitus tipe 2 TotalYa Tidak
N % N % N %
Pendidikan
Pendidikan Cukup
17 47,2 19 52,8 36 10
0Pendidikan
Rendah28 51,9 26 48,1 54 10
0
Total 45 50 45 50 90 10
0
mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 daripada yang memiliki faktor tingkat
pendidikan tinggi. Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan
tidak ada hubungan yang bermagna antara faktor tingkat pendidikan dengan
kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value = 0,667 (p > 0,05) dengan
Odd Ratio 1,204.
b. Faktor Obesitas
1) BMI
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hubungan BMI dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2.
Faktor obesitas yang diukur dengan menggunakan BMI tidak dapat
dijadikan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Pada
penelitian ini kelompok kasus sebanyak 25 responden (52,1%) dan sebanyak 20
responden (47,6%) pada kelompok bukan diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki
faktor obesitas yang diukur dengan menggunakan BMI. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 5.5.
49
Diabetes Melitus tipe 2Total
Ya Tidak
N % N % N %
BMI BMI Cukup 23 47,9 25 52,1 48 100
BMI Berlebih 22 52,9 20 47,6 42 100
Total 45 50 45 50 90 100
DMNon DM
0
5
10
15
20
25
BMI cukup
BMI berlebih
BMI cukupBMI berlebih
Gambar 5.5. Distribusi frekuensi hubungan faktor obesitas yang diukur dengan
BMI dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2.
Berdasarkan tabel 5.5. dan gambar 5.5 diatas dapat dilihat bahwa
responden yang memiliki BMI berlebih tidak memiliki perbedaan kerentanan
mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan faktor BMI
cukup. Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan tidak ada
hubungan yang bermagna antara faktor BMI berlebih dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2 dengan nilai p-value 0,673 (p > 0,05) dengan Odd Ratio0,906.
2) Lingkar perut
50
Diabetes Melitus tipe 2Total
Ya Tidak
N % N % N %
Lingkar perutCukup 2 15,4 11 84,6 13 100
Lebih 43 55,8 34 44,2 77 100
Total 45 50 45 50 90 100
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi hubungan lingkar perut dengan
kejadian diabetes mellitus tipe 2.
Faktor obesitas yang diukur dengan menggunakan lingkar perut memiliki
hubungan yang signifikan dengan terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Pada
penelitian ini responden pada kelompok kasus lingkar perut lebih 43 responden
(55,8%) menderita diabetes melitus dan 34 (44,2%) pada kelompok bukan
diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki faktor obesitas yang diukur dengan lingkar
perut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 5.3.
DM tipe 2Non Dm tipe
01020304050
Cukup
Berlebih
CukupBerlebih
Gambar 5.6 Distribusi frekuensi hubungan faktor obesitas yang diukur dengan
lingkar perut dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2.
51
Berdasarkan tabel 5.7. dan gambar 5.3 diatas dapat dilihat bahwa responden
yang memiliki obesitas yang diukur dengan lingkar perut berlebih hubungan yang
signifikan mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan faktor
lingkar perut cukup. Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi
menunjukan ada hubungan yang bermakna antara faktor BMI berlebih dengan
kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value 0,007 (p > 0,05) dengan
Odd Ratio 6,956
c. Faktor Usia
Diabetes Melitus tipe 2Total
Ya Tidak
N % N % N %
Umu
r
Pre
Manula19 42,2 26 57,8 45 100
Manula 26 57,8 19 42,2 45 100
Total 45 50 45 50 90 100
Tabel 5.7. Distribusi frekuensi hubungan Usia dengan kejadian
diabetes mellitus tipe 2.
Faktor umur dapat dijadikan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus tipe 2. Pada penelitian ini kelompok kasus sebanyak 26 responden
(57,8%) dan sebanyak 19 responden (42,2%) pada kelompok bukan diabetes
mellitus tipe 2 yang memiliki umur manula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 5.7.
52
DM tipe 2Non Dm tipe 2
05
1015202530
Non manula
Manula
Non manulaManula
Gambar 5.7 Distribusi frekuensi hubungan faktor usia dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2.
Berdasarkan tabel 5.7. dan gambar 5.7 diatas dapat dilihat bahwa
responden yang memiliki usia manula memiliki faktor risiko lebih rentan
mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan usia premanula.
Hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan tidak ada hubungan
yang bermagna antara faktor BMI berlebih dengan kejadian diabetes mellitus tipe
2 dengan nilai p-value 0,140 (p > 0,05) dengan Odd Ratio 1,873.
53
BAB VI
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan
SukodonoKabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa sebagian besar 56,7%
responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 berusia manula. Hasil
penelitian ini sesuai dengan Kirkman et al yang mengatakan bahwa usia diatas 65
tahun memiliki risiko 2x lipat lebih besar untuk terkena diabetes mellitus. Hal ini
dikarenakan karena faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk
memetabolisme glukosa. Pada penelitian ini, orang yang berusia manula lebih
berisiko terkena DM dibandingkan dengan orang yang berusia pre manula.. Hal
ini sesuai dengan epidemiologi yang mengatakan bahwa tingkat kerentanan
terkenanya penyakit DM tipe 2 sejalan dengan bertambahnya umur. (Kirkman,
2012)
Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 juga diketahui bahwa sebagian besar
50,9% responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat
pendidikan yang rendah yaitu SD & SMP.Hasil ini sesuai dengan penelitian
Trisnawati yang mengatakan untuk variabel pendidikan dan pekerjaan untuk
kelompok kasus paling tinggi berpendidikan rendah sebanyak 41 (61,2%) dan
lebih banyak tidak bekerja sebesar 30 (55,6%). Seseorang yang menempuh
pendidikan formal kurang dari 12 tahun mempunyai risiko terjadinya diabetes
mellitus lebih tinggi. Pendidikan terkait dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki
54
seseorang. Pendidikan formal yang tinggi akan meningkatkan wawasan serta
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dalam memperoleh informasi faktor
risiko diabetes mellitus. Pendidikan yang tinggi juga akan merubah perilaku dan
gaya hidup seseorang. Perilaku individu didukung oleh pengetahuan dan sikapnya
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, yaitu sebagai dorongan awal
seseorang dalam berperilaku (Estiningsih, 2012).
Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 juga diketahui bahwa sebagian besar
55,8% responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki lingkar perut
berlebih. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Irawan. Berdasarkan indeks masa
tubuh (kegemukan) didapatkan bahwa orang
yang mengalami orang yang mengalami obesitas berisiko 3,46 kali untuk
menderita diabetes melitus dibanding orang yang tidak mengalami kegemukan.
Orang yang mengalami obesitas sentral berisiko 2,63 kali untuk menderita
diabetes meiltus dibanding dengan orang yang normal (Irawan, 2010)
1. Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah
laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-
tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan (Notoatmodjo,2003).
Dengan pendidikan yang tinggi biasanya seseorang memiliki banyak
pengetahuan tentang kesehatan. Oleh karena itu, seseorang diharapkan dapat
55
berprilaku sehat seperti mencegah dirinya dari suatu penyakit seperti diabetes
mellitus tipe 2.
Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa
sebagian besar 51,9% dari responden memiliki tingkat pendidikan yang
rendah . Dari hasil uji chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan
tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor tingkat pendidikan dengan
kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value = 0,667 (p > 0,05)
dengan OR 1,204 dapat diartikan bahwa responden dengan tingkat
pendidikan rendah berisiko 1,2 kali lebih besar terjadi diabetes mellitus tipe 2
dari pada tingkat pendidikan tinggi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Kirkman et al yang mengatakan bahwa
usia diatas 65 tahun memiliki risiko 2x lipat lebih besar untuk terkena
diabetes mellitus. Hal ini dikarenakan karena faktor degeneratif yaitu
menurunnya fungsi tubuh untuk memetabolisme glukosa. Pada penelitian ini,
orang yang berusia manula lebih berisiko terkena DM dibandingkan dengan
orang yang berusia pre manula.. Hal ini sesuai dengan epidemiologi yang
mengatakan bahwa tingkat kerentanan terkenanya penyakit DM tipe 2 sejalan
dengan bertambahnya umur. (Kirkman, 2012)
Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan tinggi lebih
mengetahui faktor-faktor risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk
tidak terkena diabetes mellitus tipe 2 (Wahyuni, 2007)
56
2. Hubungan obesitas dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2
A. BMI
Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah
menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh
glukosa darah masuk ke dalam sel. Adanya resistensi insulin menyebabkan
kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi insulin,
dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di
dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan
ini berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa,
maka kadar yang melibihi 30 mU/ml atau lebih 20 mU/m menunjukkan
adanya hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan
penyakit diabetes mellitus (Wahyuni, 2007)
Dari hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa sebanyak 52,9%
dari responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 mempunyai indeks
massa tubuh yang berlebih. Dari hasil uji chi-square dengan koefisien
kontingensi menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor
BMI berlebih dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-value
0,673 (p > 0,05) dengan OR 0,906 dapat diartikan tidak didapatkan hubungan
yang signifikan antara faktor BMI yang berlebih dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2 namun tidak dapat juga dijadikan sebagai faktor risiko.
57
Obesitas dan kelebihan berat badan berhubungan dengan risiko
kejadian diabetes mellitus tipe 2. Kontrol berat badan penting dalam
menejemen diabetes dan pencegahan perkembangan prediabetes menjadi DM
(Arif dkk, 2014) .
B. Lingkar Perut
Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang
berbahaya karena lipolisis di daerah ini lebih resisten terhadap efek insulin
dibandingkan adiposity di daerah lain. Adanya peningkatan jaringan adipose
biasanya diikuti keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan suatu
fase awal abnormalitas metabolic sampai terjadinya intoleransi glukosa yang
dapat berakibat pada penyakit diabetes mellitus tipe 2. (Pusparini, 2007)
Hasil penelitian yang ditemukan di Puskesmas Sukodono Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 adalah . Hasil uji chi-square dengan
koefisien kontingensi menunjukan ada hubungan yang bermakna antara faktor
lingkar perut berlebih dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p-
value 0,007 (p > 0,05) dengan OR 6,956 dapat diartikan bahwa didapatkan
hubungan yang signifikan dan diartikan pula bahwa responden dengan lingkar
perut yang berlebih berisiko lebih besar 6,9 kali terjadi dari pada lingkar perut
yang cukup.
Hasil penelitian ini sesuai yang dilakukan oleh Wiyardani (2005). Hasil
penelitian mereka menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
obesitas sentral (lingkar perut) terhadap diabetes mellitus tipe 2.
58
Obesitas pada lingkar perut adalah faktor risiko yang sangat potensial
untuk resistensi unsulin. Resistensi insulin mengurangi pasokan glukosa ke
dalam sel. Hal ini akan mendorong sel-sel beta pancreas untuk memproduksi
dan mengeluarkan insulin tambahan. Kadar insulin yang lebih tinggi dari
normalumumnya cukup untuk menjaga glukosa darah terkendali selama
beberapa tahun. Namun, sel-sel dalam pancreas akan menjadi lelah, karena
terlalu banyak pekerjaan. Dalam kasus tersebut, produksi insulin semakin
lambat atau akan terhenti dan sebagai akibatnya glukosa numpuk dalam darah
(brown, 2005)
3. Hubungan faktor usia dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada
mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi
(Sustrani, 2006).
Hasil penelitian yang didapatkan di Puskesmas Sukodono Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 diketahui bahwa penderita diabetes
mellitus tipe 2 sebesar 55,8% (24 orang) dalam kategori manula. Dari . Hasil uji
chi-square dengan koefisien kontingensi menunjukan ada hubungan yang
bermakna antara faktor usia manula dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2
dengan nilai p-value 0,140 (p > 0,05) dengan OR 1,873 dapat diartikan bahwa
adanya hubungan yang signifikan dan dapat diartikan pula bahwa usia manula
berisiko 1,8 kali lebih besar dari pada usia pre manula.
59
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding dkk
(2003) bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian
diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan
Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa
penderita diabetes mellitus tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5%
dan terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%.
Menurut Waspadji tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih muda,
usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari hati (hepatic
glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin, dan gangguan
sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis selbeta pankreas.
Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal, gangguan lebih banyak
pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan
obesitas, gangguan lebih banyak pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti
sel otot, sel hati, dan sel lemak (Pramono, 2010)
60
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2 di Puskesmas Sukodono Kecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo.
2. Tidak adanya hubungan antara BMI dengan dengan kejadian diabetes
mellitus tipe di Puskesmas SukodonoKecamatan Sukodono Kabupaten
Sidoarjo.
3. Adanya hubungan antara Lingkar Perut dengan dengan kejadian
diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas SukodonoKecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo.
4. Adanya hubungan antara usia dengan dengan kejadian diabetes
mellitus tipe 2 di Puskesmas SukodonoKecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo.
B. Saran
1. Pelayanan Kesehatan (Dinas Kesehatan)
a. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor yang terdekat dengan
masyarakat seperti PKK, organisasi keagamaan, kader kesehatan
dan lain-lain, dalam upaya deteksi dini serta penyuluhan diabetes
mellitus tipe 2 dan penyakit tidak menular lainnya.
61
b. Upaya promotif dan preventif lain, bisa dilakukan dengan
penyediaan sarana informasi yang mudah diakses masyarakat
seperti leaflet dan poster tentang faktor risiko diabetes mellitus tipe
2 serta member penyuluhan tentang diabetes mellitus tipe 2.
2. Mayarakat
a. Waspada dengan bertambahnya umur (>60 tahun), karena mulai
rentan terhadap berbagai macam penyakit termasuk diabetes
mellitus tipe 2, lakukan pemeriksaan gula darah paling lama
sebulan sekali
b. Lebih berhati-hati bagi masyarakat yang mempunyai riwayat
keluarga dengan orang tua menderita diabetes mellitus tipe 2
karena faktor risiko ini tidak bisa dimodifikasi, hendaknya
melakukan upaya pencegahan faktor risiko lain yang bisa diubah.
3. Peneliti lain
a. Beberapa faktor risiko lainnya yang meningkatkan kejadian
diabetes mellitus yang belum diteliti pada penelitian ini perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
62
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo S. Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini.
Dalam Soegondo S dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
2. Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam,
Alih bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
3. Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit.
Jakarta : Pustaka Obor Populer
4. Sugondo, S., 2006. Obesitas. In: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi,
I., Simadibrata, MK., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta: 1919-1925
5. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi
Jakarta : Rineka Cipta 2010
6. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 2009.
7. Hasbullah, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.
Rineka Cipta. Jakarta.
9. Brown, Judith E dkk. 2005. Nutrition and The Eldery : Condition and
Intervention in U Beate Krinkle and Lory Roth. Yousey. USA
63
10. Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus tipe 2 di Daerah Urban di Indonesia. Tesis FKMUI. Jakarta
11. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Teknis dan Tatalaksana
Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta
12. Kaban, Sempakata.2007. Diabetes Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 2 Juni 2007. Jakarta
13. Pusparini. 2007. Obesitas Sentral, Sindroma Metabolik dan Diabetes
Melitus Tipe 2. universa Medicina halaman 195-204. Jakarta.
14. Notoatmodjo, soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-
prinsip Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
15. Sustrani, Lanny dkk. 2006. Diabetes. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
16. Notoatmodjo, soekidjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Keseshatan.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
17. Arif, dkk. 2014 Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula
Darah Puasa Pada Pegawai Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Tesis
18. Wahyuni, Sri. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan
Penyakit Diabetes Melitus Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007.
Tesis
19. Cho, Han. 2013. Atlas Diabetes International Diabetes Federation.
20. Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota
Cilegon.
64
21. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.
22. Kirkman, Sue. 2012. Diabetes in Older Adaults. Florida
23. Trisnawati. 2013. Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat
jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan.
24. Wicaksono. 2011. Analisis Hubungan Antara Umur dan Riwayat
Keluarga Menderita DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 Pada
Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof Dr.
D. Kandou Manado
65
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth.
Calon Responden Peneliti
DiTempat.
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : I Gede Made Biomantara Rama Santhi
NIM : 09700148
Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya yang sedang melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Bulan September 2015 Di Puskesmas
Sukodono”
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara
sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
akan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Penelitian ini dilakukan
dengan memberikan kuesioner kepada Saudara. Jika Saudara tidak bersedia
menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi Saudara. Dan jika Saudara telah
bersedia menjadi responden dan terjadi hal-hal yang memungkinkan untuk
mengundurkan diri, maka Saudara diperbolehkan untuk tidak ikut dalam
penelitian ini. Apabila Saudara menyetujui, maka saya mohon untuk
menandatangani persetujuan dan mengisi kuesioner yang telah peneliti siapkan.
Atas perhatian dan kesediaan Saudara, saya ucapkan terima kasih.
Penanggung Jawab Penelitian
Peneliti
66
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : (Inisial)
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk menjadikan responden penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya yang sedang melakukan penelitian dengan judul ”
“Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Bulan September 2015
Di Puskesmas Sukodono”Saya memahami bahwa dalam penelitian ini
tidak ada unsur yang merugikan, untuk itu saya setuju dan bersedia
menjadi responden dengan menandatangani persetujuan ini.
Sukodono,September 2015
Responden
(Tanpa Nama)
67
KUISIONER
Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
Bulan September 2015 Di Puskesmas Sukodono
A. Identitas Penderita
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Kadar Gula Darah :
Tekanan darah :
Kadar kolesterol :
Pekerjaan :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
1. Pemilihan Kelompok umur
O 40-44 tahun
O 45-54 tahun
O 55- 64 tahun
O 65-74 tahun
2. Jenis kelamin
O Laki-laki
O Perempuan
68
Bentuk tubuh dan ukuran dapat mempengaruhi resiko diabetes3. Tinggi dan berat
O (BMI kurang dari 25)
O (BMI 25 sampai 29)
O (BMI 30 sampai 34)
O (BMI 35 > )
4. Pengukuran Lingkar perutLaki lakiO Kurang dari 94 cm atau 37 inchesO Diantara 94 – 102 cm atau 37-40 inchesO Lebih dari 102 cm atau 40 inches
PerempuanO Kurang dari 80 cm atau 31.5 inchesO Diantara 80 – 88 cm atau 31.5 - 35 inchesO Lebih dari 102 cm atau 40 inches
Tingakatan aktifitas fisik dan apa yang di konsumsi yang berdampak pada diabetes5. Apakah biasanya anda melakukan aktifitas fisik seperti jalan cepat kurang lebih 30 menit
setiap hari ?(aktifitas ini dapat di lakukan ketia kerja maupun dirumah)O YaO Tidak
6. Seberapa sering anda makan sayuran atau buah ?O Setiap hariO Kadang kadang
Tekanan darah tinggi, tingginya kadar gula darah, dan kehamilan yang terkait dengan diabetes
7. Apakah anda pernah di berikan informasi oleh dokter atau perawat bahwa anda mempunyai tekanan darah tinggi atau anda pernah mengkonsumsi obat tekanan darah tinggi?O YaO Tidak atau tidak tahu
8. Apakah anda pernah didapatkan menderita gula darah tinggi pada saat pemeriksaaan darah selama sakit atau selama hamil?O YaO Tidak atau tidak tahu
9. Pernahkah anda melahirkan bayi dengan berat 9 pound (4.1 kg) atau lebih ?O YaO Tidak atau tidak tahu
69
Adakah dalam keluarga menderita diabetes/kencing manis10. Adakah kerabat anda yang terdiagnosa dengan diabetes/kencing manis ?
O IbuO AyahO Kakak/adikO Anak-anakO LainyaO tidak atau tidak tahu
11. Silahkan periksa dari keturunan manakah orang tua anda :Ibu AyahO O Kulit putih (Caucasian)O O AboriginalO O Kulit hitam (Afro-Caribbean)O O East Asian (Cina, Vietnam ,Filipina ,Korea)O O South asian (East India, Pakistani, Srilangka)O O Lainya bukan kulit putih (Latin amerika, Arab)
Faktor lainya yang berhubungan dengan Penyakit diabetes/kencing manis12. Setinggi apa Jenjang pendidikan yang telah anda tempuh ?
O SMP atau dibawahnya
O SMA
O Pendidikan Sarjana
O Pendidikan sarjana keatas
Pola Makan
13. Berapa kali anda makan nasi dalam sehari ?
a. 1 kali c. 3 kali
b. 2 kali d. > 3 kali
14. Apa yang sering anda makan ?
1. Daging/ayam/ikan nasi 3. Buah
2. Sayur 4. Susu
a. 1,2 dan 3
b. 1 dan 2
c. 1 saja
70
d. 1,2,3 dan 4
15. Seberapa sering anda mengkonsumsi camilan (keripik, kue, kerupuk, kentang goreng, dll)
?
a. Tidak pernah c. 2 kali per minggu
b. 1 kali per minggu d. > 2 kali per minggu
16. Seberapa sering mengkonsumsi makanan cepat saji (fried chicken, pizza, burger, sosis,
spageti, pasta, dll) ?
a. Tidak pernah c. 2 kali per minggu
b. 1 kali per minggu d. > 3 kali per minggu
17. Apakah anda merokok ?
a. Ya
Mulai dari kapan ?
Apakah sudah berhenti ?
Berhenti sejak kapan ?
b. Tidak
18. Sering terpapar asap rokok orang sekitar ?
a. Ya
b. Tidak
19. Apakah anda suka minum alkohol ?
a. Ya
Mulai dari kapan ?
Apakah sudah berhenti ?
Berhenti sejak kapan ?
b. Tidak
20. Apakah sering kontrol kencing manis ?
a. Ya
b. Tidak
21. Obat apa yang dipakai ? sebutkan.......
71
22. Kontrol kemana ?
a. Pospindu
b. Posyandu lansia
c. Puskesmas
d. Rumah sakit
e. Lain-lain ......................
23. Adakah keluhan lain yang mengganggu ? Sebutkan......
72
d. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan jenis kelamin.
Crosstab
Diabetes_Melitus_tipe2
TotalNon_Diabetes Diabetes
Jenis_kelamin Laki-laki Count 15 13 28
% within Jenis_kelamin 53.6% 46.4% 100.0%
Wanita Count 30 32 62
% within Jenis_kelamin 48.4% 51.6% 100.0%
Total Count 45 45 90
% within Jenis_kelamin 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .207a 1 .649
Continuity Correctionb .052 1 .820
Likelihood Ratio .208 1 .649
Fisher's Exact Test .820 .410
Linear-by-Linear Association .205 1 .651
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,00.
b. Computed only for a 2x2 table
73
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis_kelamin (Laki-
laki / Wanita)1.231 .503 3.010
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Non_Diabetes1.107 .720 1.702
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Diabetes.900 .565 1.432
N of Valid Cases 90
74
e. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan Lingkar Perut
Crosstab
Diabetes_Melitus_tipe2
TotalNon_Diabetes Diabetes
Lingkar_Perut Cukup Count 11 2 13
% within Lingkar_Perut 84.6% 15.4% 100.0%
Lebih Count 34 43 77
% within Lingkar_Perut 44.2% 55.8% 100.0%
Total Count 45 45 90
% within Lingkar_Perut 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.283a 1 .007
Continuity Correctionb 5.754 1 .016
Likelihood Ratio 7.914 1 .005
Fisher's Exact Test .014 .007
Linear-by-Linear Association 7.202 1 .007
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,50.
b. Computed only for a 2x2 table
75
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Lingkar_Perut (Cukup
/ Lebih)6.956 1.444 33.513
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Non_Diabetes1.916 1.362 2.697
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Diabetes.275 .076 1.001
N of Valid Cases 90
76
f. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan Pendidikan
Crosstab
Diabetes_Melitus_tipe2
TotalNon_Diabetes Diabetes
Tingkat_Pendidikan SMA_dan_Sarjana Count 19 17 36
% within Tingkat_Pendidikan 52.8% 47.2% 100.0%
SD_dan_SMP Count 26 28 54
% within Tingkat_Pendidikan 48.1% 51.9% 100.0%
Total Count 45 45 90
% within Tingkat_Pendidikan 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .185a 1 .667
Continuity Correctionb .046 1 .830
Likelihood Ratio .185 1 .667
Fisher's Exact Test .830 .415
Linear-by-Linear Association .183 1 .669
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.
c. Computed only for a 2x2 table
77
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Tingkat_Pendidikan
(SMA_dan_Sarjana / SD_dan_SMP)1.204 .517 2.800
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Non_Diabetes1.096 .724 1.660
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Diabetes.911 .592 1.401
N of Valid Cases 90
78
g. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test berdasarkan Umur
Crosstab
Diabetes_Melitus_tipe2
TotalNon_Diabetes Diabetes
Umur Middle_Age Count 26 19 45
% within Umur 57.8% 42.2% 100.0%
Lansia Count 19 26 45
% within Umur 42.2% 57.8% 100.0%
Total Count 45 45 90
% within Umur 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.178a 1 .140
Continuity Correctionb 1.600 1 .206
Likelihood Ratio 2.187 1 .139
Fisher's Exact Test .206 .103
Linear-by-Linear Association 2.154 1 .142
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,50.
b. Computed only for a 2x2 table
79
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Umur (Middle_Age /
Lansia)1.873 .811 4.323
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Non_Diabetes1.368 .896 2.090
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Diabetes.731 .479 1.116
N of Valid Cases 90
80
h. Crosstab, Bar, OR, dan Chi-square test Berdasaran BMI
Crosstab
Diabetes_Melitus_tipe2
TotalNon_Diabetes Diabetes
BMI Non_Obesitas Count 25 23 48
% within BMI 52.1% 47.9% 100.0%
Obesitas Count 20 22 42
% within BMI 47.6% 52.4% 100.0%
Total Count 45 45 90
% within BMI 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact
Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .179a 1 .673
Continuity Correctionb .045 1 .833
Likelihood Ratio .179 1 .673
Fisher's Exact Test .833 .416
Linear-by-Linear Association .177 1 .674
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,00.
b. Computed only for a 2x2 table
81
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for BMI (Non_Obesitas /
Obesitas)0.906 .422 2.539
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Non_Diabetes0.876 .621 1.460
For cohort Diabetes_Melitus_tipe2 =
Diabetes.915 .606 1.382
N of Valid Cases 90
82
top related