pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien
Post on 26-Dec-2015
28 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 249
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang Dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU)
Endang Damayanti(1), Denny Zulkaidi(2)
(1) Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
(2) Kelompok Keilmuan Perencanaan dan Perancangan Perkotaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat dilakukan dalam rangka memproses rekomendasi gubernur, sebagai wujud pembagian peran provinsi dan kabupaten/kota di wilayah KBU dalam perizinan. Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang di provinsi belum efektif dan efisien dalam mengendalikan pembangunan di KBU, karena terdapat persoalan-persoalan terkait kewenangan, pelaksanaan mekanisme rekomendasi gubernur dan koordinasinya. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi persoalan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat, yang dicapai dengan sasaran berupa perumusan kerangka teoritik dan indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien, identifikasi persoalan, dan perumusan rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan efisien. Indikator dihasilkan dari perumusan aspek pembagian urusan pemerintahan, penataan ruang, dan pelayanan publik, yang meliputi indikator terkait kewenangan, pelaksanaan perizinan dan koordinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persoalan terkait kewenangan, pelaksanaan perizinan dan koordinasi memang terjadi dan menjadi penyebab penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat belum efektif dan efisien. Persoalan-persoalan tersebut terjadi karena sebagian besar indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien tidak terpenuhi, karena tidak dilaksanakan/tidak digunakan/tidak dihasilkan. Indikator yang sudah terpenuhi pun masih memiliki kekurangan dalam pelaksanaan/ penggunaannya, sehingga perlu perbaikan pada keseluruhan mekanisme perizinan pemanfaatan ruang KBU di provinsi. Rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan efisien mengusulkan mekanisme, yang terdiri dari Tahap Persiapan dan Tahap Penetapan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mengoptimalkan kewenangannya, mengevaluasi peraturan pengendalian pemanfaatan ruang KBU, mengevaluasi mekanisme rekomendasi gubernur, mengoptimalkan koordinasi, serta melengkapi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU dengan perangkat pendukung dan kegiatan-kegiatan yang diamanatkan peraturan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
Kata Kunci: perizinan pemanfaatan ruang, pengendalian pembangunan, KBU
Pendahuluan
Perizinan merupakan upaya Pemerintah dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan masyarakat yang memiliki peluang menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum (Zulkaidi dan
Natalivan, 2006, Sutedi, 2011). Perizinan dalam konteks pengendalian pembangunan, merupakan perangkat pengelolaan kota untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemanfaatan ruang berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Ibrahim, 1998). Perizinan
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
250 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
dalam konteks pelayanan publik merupakan tindakan administrasi atau tindakan hukum oleh pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan (Pudyatmoko, 2009, dan Sutedi, 2011). Fakta menunjukkan, penilaian masyarakat terhadap pelayanan perizinan masih kurang baik, karena pelayanan berbelit-belit, tidak memiliki prosedur yang jelas, tidak transparan, waktu penyelesaian dan biaya yang tidak jelas (Laporan Tahunan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Provinsi Jawa Barat, 2012). Pelayanan perizinan di Provinsi Jawa Barat, diamanatkan dintegrasikan pelayanannya ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Provinsi Jawa Barat, untuk semua jenis perizinan (izin maupun non izin) yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, termasuk jenis perizinan dalam bidang penataan ruang, yaitu rekomendasi pemanfaatan ruang Kawasan Bandung Utara (KBU). Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat merupakan pembagian peran provinsi dengan kabupaten/kota di wilayah KBU (Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi) dalam perizinan, yang dilakukan dalam memproses rekomendasi gubernur. Keseluruhan proses mengacu pada peraturan Provinsi Jawa Barat, yaitu Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang KBU, dan Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu. Peraturan-peraturan tersebut menempatkan rekomendasi gubernur sebagai acuan seluruh izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota di wilayah KBU. Penyelenggaraan proses rekomendasi gubernur mengacu pada mekanisme rekomendasi gubernur, berujung pada keputusan pemberian/ penolakan rekomendasi gubernur yang sesuai dengan tujuan umum pengendalian KBU, yaitu menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan mewujudkan peningkatan fungsi lindung kawasan. Sejalan dengan waktu, pelaksanaan produk perizinan pemanfaatan ruang KBU, baik
yang diterbitkan provinsi maupun kabupaten/ kota di wilayah KBU, belum berdampak pada kondisi pemanfaatan ruang KBU yang berkelanjutan dan mempertahankan fungsi lindung, karena ditemukan banyaknya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan ketentuan. Identifikasi persoalan penyebab ketidaksesuaian pemanfaatan ruang KBU tersebut belum dilakukan, termasuk persoalan pada saat penyelenggaraan perizinan di provinsi. Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang tidak efektif dan efisien, dapat menjadi awal dari seluruh permasalahan pengendalian pembangunan di KBU. Atas dasar tersebut, dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi persoalan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat.
Kerangka Teoritik Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang yang Efektif dan Efisien
Kerangka teoritik penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien menjelaskan keterkaitan aspek pembagian urusan pemerintahan, penataan ruang dan pelayanan publik dengan kajian teoritik yang digunakan, dan sejauhmana hal tersebut akan digunakan dalam penelitian ini. Uraian teori, konsep dan norma terkait aspek pembagian urusan pemerintahan, penataan ruang dan pelayanan publik menjadi bahan penentuan indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien. Pendekatan aspek pembagian urusan pemerintahan menghasilkan indikator terkait kewenangan, aspek penataan ruang menghasilkan indikator terkait koordinasi, dan aspek pelayanan publik menghasilkan indikator terkait pelaksanaan perizinan. Ketiga indikator meminjam teori pengukuran efektif dan efisien, untuk menentukan indikator yang termasuk dalam indikator efektif atau efisien, sehingga dapat menjadi parameter dalam mengidentifikasi persoalan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang dari sisi efektif dan efisiennya, serta merumuskan rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien.
Endang Damayanti
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 251
Gambar 1 Kawasan Bandung Utara
Studi Kasus : Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU
Rekomendasi Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif dan Efisien
di Provinsi Jawa Barat
Identifikasi Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU
Penilaian Pemenuhan Indikator Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang yang Efektif dan Efisien
Peraturan Provinsi sebagai Landasan Penyelenggaraan
Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU
Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan
Ruang KBU
Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif dan Efisien dalam
Mewujudkan Tujuan Umum Pengendalian Pemanfaatan Ruang, sesuai kewenangan,
pelaksanaan perizinan dan koordinasi yang baik
Usulan Tindak Lanjut
Aspek Urusan Pemerintahan(kewenangan pemerintah
provinsi dalam perizinan
pemanfaatan ruang)
Aspek Penataan Ruang
(perizinan salah satu perangkat pengendalian
pemanfaatan ruang yang diberikan
secara terkoordinasi
untuk kepentingan umum)
Aspek Pelayanan Publik
(kewajiban negara memenuhi
pelayanan publik bidang
administrasi perizinan)
Perizinan
Norma penataan ruang
Pengendalian pembangunan
Norma urusan pemerintahan
Kelembagaan
Norma penataan ruang
Pengendalian pembangunan
Koordinasi dalam lingkup
kelembagaan
Perizinan
Perizinan
Pengendalian pembangunan
Norma pelayanan publik
Pengukuran Efektif dan
Efisien
Indikator Efisien terkait perizinan dan koordinasi :
- perangkat formal pendukunng seperti prosedur/ mekanisme/ jadwal/ rencana kerja
- Penentuan peran, aktor dan standarisasi tugas
- Perangkat informal dan
keterikatan
Indikator Efektif 1. terkait kewenangan :
- Kewenangan pemerintah provinsi dalam pemberian perizinan
- Kewenangan OPD Provinsi dalam pemberian perizinan
2. terkait Pelaksanaan Perizinan:- Acuan hukum perizinan dan
koordinasi - Rekomendasi sebagai bentuk
ketetapan- Lembaga pemerintah- Peristiwa konkret- Proses- Waktu penyelesaian izin- Sanksi- Pengawasan- Hak dan kewajiban
3. terkait Koordinasi :- Perangkat koordinasi- Tujuan dan manfaat
bersama- Struktur - Ketergantungan- Mandat/ Kepemimpinan- Sumberdaya- Pembuatan keputusan
memenuhi tujuan- Pelaporan dan tindaklajut
hasil koordinasi.
Koordinasi dalam lingkup
Kelembagaan
Norma pelayanan publik
Gambar 2 Kerangka Teoritik Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang yang Efektif dan Efisien
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
252 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
Metode Penelitian
Jenis penelitian adalah eksplorasi (exploratory), untuk mengetahui banyak hal terkait penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang, dan memuaskan keingintahuan untuk pemahaman yang lebih baik (Babbie, 2007). Metode penelitian adalah metoda kualitatif yang menggunakan data empiris, melalui pendekatan studi kasus.
Metode pengumpulan data menggunakan data deskriptif tertulis atau lisan dan pengamatan perilaku, yang diperoleh melalui observasi, wawancara, intisari dokumen, dan rekaman. Metode analisis data menggunakan kualitatif deskriptif. Teknik analisis data primer menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman, yaitu metode interaktif yang memudahkan proses analisis data verbal yang banyak (harus ditranskripkan). Teknik analisis data sekunder adalah analisis isi (content analysis), yang menganalisis dokumen–dokumen yang berisi teori, konsep, peraturan perundang-undangan, terutama digunakan untuk menentukan indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien.
Identifikasi persoalan dan penilaian pemenuhan indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU, dilakukan secara deskriptif, menggunakan penilaian yang bersumber dari sistem bilangan basis dua (dua simbol) atau sistem bilangan biner, yang menentukan penilaian indikator dengan penilaian sudah terpenuhi atau belum terpenuhi (ya atau tidak).
Perumusan rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan efisien, dilakukan secara deskriptif, menggunakan input dari identifikasi persoalan, penilaian pemenuhan indikator, dan usulan tindak lanjut.
Kasus
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat untuk memproses
rekomendasi gubernur, sudah dilaksanakan sesuai pembagian peran antara provinsi dengan kabupaten/kota di wilayah KBU sebagai pihak yang berwenang dalam pemberian izin. Keterbatasan kewenangan provinsi dalam tindakan administrasi perizinan bersinggungan dengan kewenangan dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di lintas wilayah kabupaten/kota atau di kawasan strategis provinsi (KSP). Hal tersebut menjadi isu penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU terkait kewenangan.
Pada isu terkait pelaksanaan mekanisme rekomendasi gubernur, penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat tidak menerapkan seluruh prinsip-prinsip dalam sistem pelayanan terpadu, karena mempertimbangkan sifat strategis rekomendasi gubernur pemanfaatan ruang KBU yang berbeda dengan perizinan umum lainnya yang diberikan dengan prinsip pelayanan publik. Namun deminkian, mekanisme rekomendasi gubernur, belum mengantarkan keputusan rekomendasi gubernur yang cukup operasional untuk acuan izin, dan belum menegaskan hal-hal yang harus dilakukan Gubernur maupun Bupati/Walikota di wilayah KBU, khususnya dalam mewujudkan tujuan umum pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
Beberapa tahapan koordinasi yang diatur dalam mekanisme rekomendasi gubernur, berupa rangkaian koordinasi yang panjang, sehingga mendapatkan penilaian masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota di wilayah KBU yang kurang baik, terutama terkait waktu penyelesaian dan hasil koordinasi pembuatan keputusan rekomendasi gubernur yang tidak sesuai dengan ekspetasi kabupaten/kota.
Analisis
Berdasarkan kasus di atas, analisis mengidentifikasi persoalan yang sebenarnya terjadi, dan menilai pemenuhan indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat.
Endang Damayanti
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 253
Persoalan Kewenangan Provinsi dalam Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU
Persoalan kewenangan pemerintah provinsi dalam perizinan pemanfaatan ruang KBU diuraikan berdasarkan indikator penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien terkait kewenangan, yaitu pembagian urusan pemerintah provinsi dalam perizinan pemanfaatan ruang, dan kewenangan OPD provinsi dalam memproses perizinan pemanfaatan ruang.
Berdasarkan penilaian terhadap pemenuhan indikator terkait kewenangan, disimpulkan bahwa terdapat kewenangan pemerintah provinsi yang sudah dipenuhi, namun masih terdapat kendala dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Kewenangan yang belum dipenuhi, disebabkan persoalan-persoalan sebagai berikut :
- Pengaturan berupa pedoman pengendalian pemanfaatan ruang dan acuan perizinan, yaitu peraturan zonasi yang ditetapkan dalam rencana tata ruang KBU belum disusun dan ditetapkan.
- Pembinaan dalam koordinasi perizinan pemanfaatan ruang yang melibatkan lintas OPD dan lintas kabupaten/kota tidak dilaksanakan secara rutin/ berkala, sehingga fungsi pembinaan tidak ada, dan evaluasi terhadap pengembangan kesadaran dan tanggungjawab masyarakat KBU tidak terwujud. Penelitian yang dilakukan tidak dikembangkan menjadi kebijakan atau tindakan koreksi dari Gubernur kepada Bupati/Walikota di wilayah KBU.
- Pelaksanaan pemberian perizinan belum dilengkapi pedoman pengendalian berupa peraturan zonasi KBU yang lebih rinci dari RTRW Provinsi, dan belum membentuk lembaga pelaksana pengendalian pemanfaatan ruang provinsi.
- Pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan di kabupaten/kota tidak dipenuhi, karena pemantauan, evaluasi dan pelaporan tidak dilaksanakan. Pemantauan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di
kabupaten/kota tidak dilaksanakan, karena tidak diamanatkan.
Kewenangan OPD provinsi dalam memproses perizinan pemanfaatan ruang KBU sudah dipenuhi sesuai mandat, dan beberapa sudah dipenuhi bukan berdasarkan kewenangan. Kewenangan OPD provinsi yang belum dipenuhi, terjadi karena persoalan sebagai berikut :
- Terkait kewenangan OPD dalam membuat prosedur, BKPRD Provinsi Jawa Barat tidak membuat prosedur pembuatan keputusan rekomendasi gubernur.
- Terkait kewenangan OPD dalam fasilitasi koordinasi, BPPT Provinsi Jawa Barat tidak menggunakan kewenangannya dalam memfasilitasi koordinasi perizinan yang melibatkan tim perizinan terpadu, karena OPD lain yang ditunjuk Peraturan KBU sudah memenuhi tugasnya.
- Terkait kewenangan OPD dalam pengawasan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di kabupaten/kota tidak dilakukan, karena tidak diamanatkan.
Persoalan Pelaksanaan Mekanisme Rekomendasi Gubernur Berdasarkan Penilaian Pemenuhan Indikator Pelaksanaan Perizinan
Mekanisme rekomendasi gubernur mengatur koordinasi meliputi koordinasi proses kajian teknis rekomendasi gubernur, dan proses pembuatan keputusan rekomendasi gubernur (Rapat Pokja Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Rapat Pleno pembuatan keputusan di BKPRD). Persoalan koordinasi dalam melaksanakan mekanisme rekomendasi gubernur pemanfaatan ruang KBU diuraikan dalam 10 indikator terkait perizinan, yaitu wewenang, acuan hukum perizinan, rekomendasi gubernur sebagai bentuk ketetapan, lembaga pemerintah, peristiwa konkret, proses dan prosedur, waktu penyelesaian perizinan, sanksi, pengawasan penyelenggaraan perizinan, serta hak dan kewajiban.
Persoalan teridentifikasi dalam kondisi indikator yang digunakan/ dihasilkan/ dilaksanakan. Berdasarkan penilaian terhadap indikator terkait
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
254 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
pelaksanaan perizinan, disimpulkan bahwa sebagian besar belum dipenuhi, disebabkan persoalan-persoalan sebagai berikut :
- Acuan perizinan belum lengkap, yaitu berupa RTR KSP KBU, dan prosedur persetujuan/ penolakan (pembuatan keputusan).
- Ketetapan berupa ketentuan teknis belum operasional bagi acuan kabupaten/kota.
- Lembaga pemerintah yang berkontribusi dalam pertimbangan teknis belum optimal, terutama kapasitas perwakilan OPD provinsi yang tidak memadai, dan peran SKPD Kabupaten/Kota yang tidak dilibatkan.
- Proses pembuatan keputusan yang lama, dipengaruhi belum adanya prosedur pembuatan keputusan.
- Waktu penyelesaian rekomendasi gubernur yang tidak sesuai target.
- Sanksi yang tidak dirumuskan secara khusus, karena mekanisme gubernur tidak menghasilkan arahan sanksi atas permohonan rekomendasi gubernur yang tidak sesuai rencana tata ruang maupun arahan zonasi, karena kewenangan dikembalikan ke kabupaten/kota.
- Pengawasan penyelenggaraan perizinan di kabupaten/kota tidak dilaksanakan sebagai agenda evaluasi atau pemantauan tindaklanjut rekomendasi gubernur/ penolakan permohonan pemanfaatan ruang.
- Kewajiban tidak dirumuskan secara khusus, terutama kewajiban sesuai pasal 7a Pergub KBU.
Persoalan Koordinasi Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU Berdasarkan Penilaian Pemenuhan Indikator terkait Koordinasi
Persoalan diuraikan dalam 10 indikator terkait koordinasi, meliputi acuan koordinasi, tujuan dan manfaat bersama, penentuan peran, aktor, dan standarisasi tugas, struktur, ketergantungan, mandat, sumberdaya, perangkat formal, informal, dan keterikatan, keputusan memenuhi tujuan, serta pelaporan dan tindak lanjut hasil koordinasi.
Penilaian pemenuhan indikator terkait koordinasi dalam koordinasi rekomendasi gubernur, menilai indikator yang digunakan/dilaksanakan/
dihasilkan. Berdasarkan penilaian, disimpulkan bahwa dalam koordinasi rekomendasi gubernur masih belum memenuhi indikator yang seharusnya diperhatikan, sehingga secara keseluruhan koordinasi tidak efektif dan efisien. Indikator koordinasi efektif yang terpenuhi terdiri dari acuan peraturan, struktur yang terdesentralisasi, dan pelaporan hasil koordinasi oleh provinsi. Indikator koordinasi efektif yang tidak terpenuhi disebabkan persoalan yang meliputi:
- Koordinasi tidak menyepakati tujuan dan manfaat bersama
- Ketergantungan tidak diakui sebagai kepentingan bersama.
- Mandat tidak mengelola tekanan eksternal dan politik dengan baik, evaluasi pelaksanaan hasil koordinasi rekomendasi gubernur belum ada tindakan.
- Dukungan sumberdaya dan kekuasaan provinsi belum mendorong tindakan nyata untuk mewujudkan pencapaian tujuan dan sasaran pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
- Keputusan yang memenuhi tujuan tidak dihasilkan, karena tujuan tidak ditetapkan/ disepakati bersama di awal koordinasi
- Pelaporan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang sudah diterbitkan kabupaten/kota tidak dilaksanakan, dan tindak lanjut persetujuan rekomendasi gubernur/ penolakan masih ditemui pelaksanaan yang tidak sesuai rekomendasi gubernur dan peraturan KBU.
Indikator efisien yang terpenuhi adalah perangkat informal, sedangkan indikator koordinasi efisien yang belum terpenuhi, disebabkan persoalan yang meliputi :
- penentuan peran, aktor dan standarisasi tugas yang tidak dibuat, karena koordinasi rekomendasi gubernur menggunakan susunan aktor dalam struktur BKPRD Provinsi Jawa Barat, pembagian peran hanya mencantumkan beberapa OPD untuk melakukan kajian lebih mendalam, standarisasi tugas hanya mencantumkan standarisasi tugas antara provinsi dan kabupaten/kota
Endang Damayanti
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 255
- perangkat formal berupa prosedur pembuatan keputusan, jadwal, rencana kerja tidak dibuat
Rumusan Rekomendasi Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif dan Efisien
Berdasarkan persoalan dan penilaian terhadap masing-masing pemenuhan indikator, dirumuskan usulan tindaklanjut agar penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU lebih efektif dan efisien.
Selanjutnya, berdasarkan persoalan, penilaian pemenuhan indikator, dan usulan tindaklanjut, dirumuskan rekomendasi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan efisien. Rekomendasi berupa mekanisme untuk memperbaiki penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang teridentifikasi masih banyak memiliki persoalan, terutama yang diakibatkan oleh indikator-indikator yang belum dipenuhi. Perbaikan pada keseluruhan tahapan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU diperlukan dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU ke depan.
Mekanisme menempatkan indikator penyelenggaraan perizinan yang efektif dan efisien tidak sebagai posisi yang sama, artinya ada yang ditempatkan sebagai input atau pendukung (dengan simbol P), dan sebagai kegiatan (dengan simbol angka). Mekanisme penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan efisien disusun dalam mekanisme berurutan (sequential), yaitu Tahap Persiapan dan Pelaksanaan
Pada Tahap Persiapan, dengan dukungan mandat dari Gubernur dan Bupati/Walikota, dan dukungan sumberdaya (SDM, pendanaan, sarana), perlu diawali dengan Penetapan dan Penentuan Dasar Perizinan, yang melibatkan seluruh unsur pemerintah provinsi dan unsur pemerintah kabupaten/kota yang terkait dengan perizinan dan pemanfaatan ruang yang ada di KBU. Kegiatan tersebut mencakup tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan berurutan, mengingat hasil dari kegiatan pertama akan
digunakan untuk kegiatan selanjutnya. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud meliputi :
1. Penetapan tujuan dan manfaat bersama berbasis saling ketergantungan antardaerah, antarsektor, antartingkat pemerintahan
2. Penentuan peran dan partisipasi stakeholder (aktor) koordinasi perizinan pemanfaatan ruang KBU di provinsi (kabupaten/kota dilibatkan)
3. Penetapan standarisasi tugas seluruh aktor dalam koordinasi perizinan pemanfaatan ruang KBU
4. Penetapan bentuk dan struktur lembaga koordinasi, serta optimalisasi kewenangan provinsi/ OPD di bidang perizinan dalam aspek pengaturan, penetapan, pelayanan, dan pengawasan
5. Penetapan Tim Koordinasi Bersama, atau Tim Rekomendasi Gubernur (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
Selanjutnya dilakukan evaluasi acuan perizinan pemanfaatan ruang KBU, termasuk acuan hukum perizinan yang diperlukan, melibatkan Tim Rekomendasi Gubernur yang sudah ditetapkan dan menjadi tanggung jawab OPD Provinsi dalam bidang pelayanan perizinan terpadu (BPPT Provinsi Jawa Barat). Kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Evaluasi ketersediaan acuan koordinasi dan acuan hukum perizinan (perangkat formal koordinasi)
2. Penyusunan dan penetapan acuan penyelenggaraan perizinan (perangkat formal) yang belum lengkap oleh aktor yang berwenang sesuai penentuan peran, aktor dan standarisasi tugas
Pelaksanaan tahap persiapan ini, perlu didukung pula dengan perangkat koordinasi yang bersifat informal dan keterikatan, agar dapat lebih efisien.
Tahap kedua yaitu Tahap Penetapan. Pada tahap ini dukungan mandat dari Gubernur dan Bupati/Walikota, dan dukungan sumberdaya (SDM, pendanaan, sarana) sangat penting untuk mendorong penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
256 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
efisien. Selain itu untuk mendukung anggota tim, OPD yang memfasilitasi koordinasi perizinan (BPPT Provinsi Jawa Barat) harus mengirim undangan minimal 3 hari sebelum pelaksanaan rapat, yang dilampiri dengan bahan rapat yang akan dibahas, untuk dianalisa terlebih dahulu, sehingga anggota tim dapat memberi pertimbangan teknis dan analisa yang optimal, dan berdiskusi dengan atasan atau teman-teman di instansinya (jika diperlukan) untuk memperoleh informasi yang penting. Tahap diawali Perumusan Kajian Teknis, yang melibatkan Tim Rekomendasi Gubernur yang sudah ditetapkan aktornya, perannya, dan standarisasi tugasnya. Kegiatan tahap perumusan kajian teknis, meliputi :
1. Pengkajian permohonan pemanfaatan ruang yang mengacu pada acuan hukum perizinan dan acuan koordinasi yang lengkap
2. Perumusan pertimbangan teknis dan tinjauan lapangan
3. Perumusan ketetapan (ketentuan/ persyaratan), sesuai peristiwa konkret
4. Penetapan disinsentif bagi pemerintah kabupaten/kota apabila pelanggaran perizinan terjadi, dan mengarahkan penerapan sanksi.
5. Penetapan hak dan kewajiban pemohon dan pemberi izin untuk memenuhi ketetapan Rekomendasi Gubernur.
6. Penyusunan Berita Acara untuk permohonan rumah tinggal tunggal atau non rumah tinggal tunggal
Gambar 3 Mekanisme Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang KBU yang Efektif dan Efisien
Penetapan tujuan dan manfaat bersama
provinsi dan kabupaten/kota berbasis saling ketergantungan
antardaerah, antarsektor, antartingkat
pemerintahan
Penetapan bentuk dan struktur lembaga
koordinasi, serta optimalisasi kewenangan
provinsi/ OPD di bidang perizinan
dalam aspek pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, pelayanan, dan
pengawasan
Penetapan standarisasi
tugas seluruh aktor dalam koordinasi perizinan
pemanfaatan ruang KBU
Penentuan peran dan partisipasi
stakeholder (aktor)
koordinasi perizinan
pemanfaatan ruang KBU di
provinsi (kabupaten/
kota dilibatkan)
Sumberdaya (SDM,
pendanaan, sarana
prasarana) (P)
Waktu penyelesaian Rekomendasi Gubernur (P)
Perangkat informal
Pengawasan pelaksanaan proses Rekomendasi
Gubernur (P)
Tahap Persiapan
Pelaporan dan tindak lanjut hasil koordinasi
Evaluasi ketersediaan acuan hukum
perizinan berupa
perangkat formal
Perangkat keterikatan
Penyusunan dan penetapan acuan perizinan berupa perangkat formal
yang belum lengkap oleh aktor yang
berwenang sesuai penentuan peran,
aktor dan standarisasi tugas
Perumusan ketetapan (ketentuan
dan persyaratan), berdasarkan
peristiwa konkret
1
98
765432
MandatDukungan
Gubernur dan Bupati/Walikota
(P)
Pelibatan Seluruh Unsur Pemerintah Provinsi dan Unsur Kabupaten/Kota
Sumberdaya (SDM,
pendanaan, sarana
prasarana) (P)
MandatDukungan
Gubernur dan Bupati/Walikota
(P)
Tahap Penetapan
Tim Rekomendasi Gubernur (Tim BPPT)
Kajian mengacu
pada dasar hukum
perizinan dan acuan
koordinasi yang lengkap
Penetapan Tim Bersama:
Tim Rekomendasi
Gubernur(Provinsi dan Kabupaten/
Kota)
Pelibatan Tim Rekomendasi Gubernur (Tim BPPT)
121110
Perumusan pertimbangan
teknis dan tinjauan
lapangan
Penetapan dan Penentuan Dasar Perizinan Evaluasi Acuan Perizinan
Kajian Teknis Pembuatan Keputusan
Proses Penyusunan Naskah Rekomendasi Gubernur untuk persetujuan atau penolakan, penandatanganan oleh Gubernur, penyerahan kepada pemohon
dan Pelaporan kepada atasan masing-masing/ pelaporan rekomendasi gubernur yang sudah
diterbitkan kepada OPD berwenang dalam pengawasanAtau
Tindak lanjut dengan memproses izin di kabupaten/kota sesuai hasil koordinasi di provinsi dan izin yang terbit dilaporkan kepada OPD provinsi yang berwenang
Rumah tinggal tunggal
Non rumah tinggal tunggal
Penetapan hak dan
kewajiban pemohon dan pemberi izin
untuk memenuhi ketetapan
Rekomendasi Gubernur
13 14
Perangkat informal
Perangkat keterikatan
Tim Pembuat Keputusan (BKPRD) + Tim Rekomendasi Gubernur
Pembuatan keputusan non rumah tinggal berskala luas dan
dampak besar
Persetujuan
Penolakan
Persetujuan
PenolakanBahan Rapat dilampirkan bersama undangan untuk
dianalisa anggota Tim Rekomendasi Gubernur
(P)
Berita Acara
(P)
(P)
15
Penentuan Disinsentif
kepada pemberi izin, dan arahan penerapan
sanksi
Endang Damayanti
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 257
Perumusan Kajian Teknis dilanjutkan dengan Pembuatan Keputusan, yang melibatkan Tim Pembuat Keputusan dalam Forum BKPRD Provinsi Jawa Barat, khusus untuk memutuskan persetujuan atau penolakan permohonan yang berskala dampak besar (permohonan non rumah tinggal). Untuk permohonan rumah tinggal tunggal (berskala dampak kecil), tidak perlu diproses dalam pembuatan keputusan. Permohonan rumah tinggal tunggal yang memenuhi seluruh ketentuan dan persyaratan, setelah dibahas dalam kajian teknis, selanjutnya masuk proses pelaporan dan tindaklanjut, berupa proses penyusunan naskah Rekomendasi Gubernur untuk persetujuan atau penolakan, penandatanganan oleh Gubernur, penyerahan kepada pemohon, atau pelaporan kepada atasan masing-masing, dan ditindaklanjuti kabupaten/ kota sesuai hasil koordinasi di provinsi.
Pelaksanaan tahap penetapan ini, juga didukung dengan perangkat koordinasi yang bersifat informal dan keterikatan, agar dapat lebih efisien. Selain itu, penting untuk saling mengingatkan waktu penyelesaian rekomendasi gubernur, yang dapat dilakukan dengan penyampaian informasi lisan maupun tulisan oleh sesama anggota tim rekomendasi gubernur, atau oleh BPPT Provinsi (sebagai pengawas fungsional). Pengawas penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang di Provinsi harus selalu hadir dan memberi masukan perbaikan penyelenggaraan proses rekomendasi gubernur apabila diperlukan.
Apabila seluruh kegiatan dalam tahap persiapan sudah dilakukan dan menghasilkan dasar dan acuan koordinasi yang lengkap, maka ke depan hanya melaksanakan tahap penetapan saja. Apabila dalam pelaksanaannya masih dinilai belum efektif dan efisien, perlu memeriksa kembali secara bersama (melibatkan tim rekomendasi gubernur), untuk menemukan indikator yang bermasalah.
Kesimpulan
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang di Provinsi Jawa Barat dalam memproses rekomendasi gubernur belum efektif dan efisien dalam mengendalikan pembangunan di KBU.
Walaupun penyelenggaraan rekomendasi gubernur sudah dilaksanakan sesuai dengan kriteria pembagian kewenangan pemerintah daerah, yaitu kriteria eksternalitas, kriteria akuntabilitas dan kriteria efisiensi dan pembagian urusan pemerintah provinsi dalampenataan ruang dan pelayanan publik. Belum efektif dan efisien teridentifikasi dari persoalan-persoalan yang terjadi, yang disebabkan belum terpenuhinya sebagian besar indikator penyelenggaraan perizinan yang efektif dan efisien melalui analisis penilaian indikator dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di Provinsi Jawa Barat. Indikator terkait kewenangan tidak seluruhnya dilaksanakan, indikator terkait perizinan tidak seluruhnya digunakan/dihasilkan, dan indikator terkait koordinasi tidak seluruhnya dilaksanakan/ digunakan/dihasilkan.
Ketidakefektifan terjadi karena perizinan pemanfaatan ruang KBU di provinsi belum melibatkan kabupaten/kota dalam keseluruhan proses di provinsi, kewenangan belum dilaksanakan seluruhnya dan terjadi ketidakberwenangan suatu lembaga walaupun telah didelegasikan, belum menetapkan tujuan bersama dan belum mengatur standarisasi tugas, serta dukungan sumberdaya yang harus disiapkan, kepemimpinan yang belum mendukung dan mengelola tekanan dengan baik. Kondisi tersebut berujung pada belum dapat terwujudnya pengendalian pembangunan di KBU, sebagaimana kondisi yang ingin dicapai tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
Ketidakefisienan terjadi karena perizinan pemanfaatan ruang KBU di provinsi belum menyusun cara pengelolaan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di provinsi untuk mencapai tujuan dengan prosedur yang khusus, belum menggunakan input sumberdaya yang mendukung produktivitas tinggi, dan belum memuaskan dalam mencapai tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU. Kewenangan Provinsi Jawa Barat yang besar, belum diimbangi jumlah pengorbanan yang setara sebagai upaya mencapai tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
258 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
Rekomendasi
Penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU yang efektif dan efisien membutuhkan tindakan konkret dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui optimalisasi kewenangan, melengkapi penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang dengan berbagai ketentuan dan perangkat pendukung agar dapat lebih efektif dan efisien, terutama dalam menghasilkan keputusan rekomendasi gubernur sebagai bentuk operasional dari tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
Terkait optimalisasi kewenangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu melakukan beberapa langkah efektif, meliputi:
1. Dalam pengaturan, mengevaluasi peraturan KBU, terutama dalam menilai kinerja perwujudan amanat peraturan tersebut dan dampak yang terjadi. Selain itu menyusun dan menetapkan peraturan tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi KBU, yang sekaligus memuat mekanisme dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif pengendalian pemanfaatan ruang KBU, dan penyusunannya melibatkan kabupaten/kota.
2. Dalam pembinaan, menyebarluaskan informasi mekanisme perizina pemanfaatan ruang KBU, melakukan penelitian dan pengembangan yang mempengaruhi kebijakan/ tindakan koreksi Gubernur kepada Kabupaten/Kota, melakukan koordinasi perizinan yang bersifat substantif, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan kesadaran masyarakat KBU.
3. Dalam penyelenggaraan perizinan, menyediakan peraturan zonasi sebagai acuan izin yang sesuai kebutuhan kabupaten/kota (teknis dan rinci), membatalkan izin dan mengambilalih kewenangan kabupaten/kota yang tidak memenuhi standar pelaksanaan perizinan, dan membentuk lembaga pengendalian pemanfaatan ruang KBU yang melibatkan kabupaten/kota. Pembatalan izin dilaksanakan dengan kebijakan, mandat dan sumberdaya dalam pelaksanaannya.
4. Dalam pengawasan, memiliki kewenangan yang besar, terutama dalam memberikan
tindakan koreksi Gubernur kepada Bupati/Walikota, dan memerlukan dukungan unsur kabupaten/kota dan masyarakat. Kewenangan OPD pengawasan di provinsi yang terbatas, dibantu peran petugas dalam bidang pengawasan lainnya, mempertimbangkan pemberian izin yang diberikan secara berkala, sehingga dalam jangka waktu tersebut izin dapat dievaluasi.
5. Tugas OPD Provinsi dikembalikan sesuai kewenangan masing-masing, sehingga amanat peraturan KBU perlu dievaluasi.
Terkait pemberian perizinan pemanfaatan ruang di provinsi (rekomendasi gubernur), Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu melakukan beberapa langkah efektif dan efisien, meliputi :
1. Melengkapi acuan hukum perizinan, yaitu RTR KSP KBU sebagai kerangka pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
2. Menetapkan prosedur persetujuan perizinan yaitu dalam pembuatan keputusan pengabulan atau penolakan, dan mencantumkan waktu penyelesaian rekomendasi gubernur.
3. Menetapkan ketentuan dalam rekomendasi gubernur bersifat teknis sebagai bentuk operasional dari tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
4. Menetapkan lembaga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang terlibat dalam koordinasi perizinan pemanfaatan ruang sesuai kewenangan dan kepentingannya dalam memberikan kontribusi teknis.
5. Merumuskan Disinsentif bagi kabupaten/kota yang tidak mematuhi rekomendasi gubernur, dan merumuskan arahan sanksi untuk dicantumkan dalam izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan Bupati/Walikota.
6. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU di kabupaten/kota.
7. Mencantumkan kewajiban kabupaten/kota sesuai Pasal 7a Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2011 dalam Rekomendasi Gubernur, untuk mempertegas tindaklanjut yang harus dilaksanakan kabupaten/kota dalam pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
Endang Damayanti
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 259
Terkait pelaksanaan koordinasi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu melakukan beberapa langkah efektif dan efisien, meliputi :
1. Menyusun acuan koordinasi berupa prosedur pembuatan keputusan di BKPRD Provinsi Jawa Barat, agar koodinasi terjadwal, sesuai rencana dan tata cara.
2. Bersama pemerintah kabupaten/kota di wilayah KBU menetapkan tujuan dan manfaat bersama dalam melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
3. Mengedepankan saling ketergantungan dalam menyelesaikan eksternalitas perizinan pemanfaatan ruang KBU.
4. Memberikan mandat dan kepemimpinan yang baik dalam mendukung koordinasi yang berkomitmen dan sesuai tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
5. Mendukung sumberdaya dalam koordinasi perizinan pemanfaatan ruang KBU, sebagai yang paling berkepentingan dalam pengendalian pemanfaatan ruang KBU.
6. Tidak memberi peluang bagi kabupaten/kota maupun pemohon untuk tidak mematuhi ketentuan dan persyaratan, atau alasan penolakan yang ditetapkan dalam rekomendasi gubernur.
7. Pelaporan dan tindak lanjut hasil koordinasi, dilakukan dengan menjaga substansi teknisnya, melaporkan rekomendasi gubernur yang terbit kepada OPD yang berwenang dalam pengawasan.
8. Menentukan peran dan aktor yang dipilih sesuai kewenangan dan kepentingannya dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan ruang KBU, sehingga koordinasi memiliki aktor dengan kapasitas yang benar-benar diperlukan dalam memberikan kontribusi teknis.
9. Menyusun standarisasi tugas, untuk menyelesaikan masalah dan menangani kepentingan bersama dalam koordinasi perizinan pemanfaatan ruang KBU.
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pihak yang paling berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang di KBU, harus memiliki komitmen dan pemahaman yang sama dengan provinsi, berperan besar pada aspek substansial lokal, menindaklanjuti hasil koordinasi
rekomendasi gubernur, dan menyampaikan kepada pemohon pemanfaatan ruang KBU terkait prinsip pengendalian kawasan yang harus dijaga. Persetujuan maupun penolakan permohonan rekomendasi gubernur harus ditindaklanjuti dengan pelaporan dan penertiban, karena memiliki implikasi hukum yang harus dipatuhi.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Denny Zulkaidi selaku pembimbing, atas bimbingannya dalam menyusun penelitian ini.
Daftar Pustaka Alexander, Ernest. R. (1995). How Organizations
Act Together: Interorganizational Coordination in Theory and Practice. Amsterdam: Gordon and Breach Science Publishers SA.
Babbie, E. (2007). The Practice of Social Research. Belmont, CA: Wadsworth.
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Barat. (2012). Laporan Tahunan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Provinsi Jawa Barat. Bandung
Edelman, M., (1997). Inter-jurisdictional Coordination for Traffic Management, http://home.earthlink.net/~schallerconsult/data/lcchp1.pdf
Harrison, Malcolm L. dan R. Mordey. (1987). Planning Control: Philosophies, Prospects, and Practice. Wolfeboro, NH: Croom Helm.
Ibrahim, Syahrul. (1998). Pengendalian Pemanfaatan Ruang Terpadu, Konsisten dan Berkualitas. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 9 No. 2
Khublall, N dan Yuen, Belinda. (1991). Development Control and Planning Law in Singapore. Singapore: Longman Singapore Publisher
McLoughlin, J. Brian. (1973). Control and Urban Planning. London: Faber and Faber Limited.
Natalivan, Petrus dan Denny Zulkaidi. (2006). Modul Pelatihan Peningkatan Kemampuan Aparat Daerah di Wilayah I dalam Penyusunan Zoning Regulation. Jakarta: Direktorat Penataan Ruang Wilayah I, Kementerian Pekerjaan Umum.
Persoalan Penyelenggaraan Perizinan Pemanfaatan Ruang dalam Pengendalian Pembangunan di Kawasan Bandung Utara
260 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
Oetomo, Andi. (2013). Konsep Kelembagaan KSN Perkotaan Cekungan Bandung. Bandung: SAPPK ITB
Pudyatmoko, Y. Sri. (2009). Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta: PT. Grasindo.
Sutedi, Adrian. (2011). Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.
Thomas, Keith. (1997). Development Control: Principles and Practice. London : Spoon Press.
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang KBU
Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu
top related