peran community engagement sebagai keberhasilan ...repository.ub.ac.id/4943/1/ainun fatmawati.pdf3....
Post on 09-Nov-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Peran Community Engagement sebagai Keberhasilan Program
Tayangan My Trip My Adventure Trans TV
SKRIPSI
Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dengan Minat Utama Public
Relations
Oleh:
AINUN FATMAWATI
NIM. 135120209111002
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
LEMBAR PENG
ii
LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 04 Juli 2017 dengan daftar
penguji sebagai berikut :
NO NAMA JABATAN PENGUJI
1 Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM Ketua Majelis Sidang
2 M. Irawan SaputraS.I.Kom.,M.I.Kom Sekretaris Majelis Sidang
3 Arif Budi Prasetya, S.I.Kom., M.I.Kom Anggota Sidang Majelis Penguji I
4 Sahirul Alim, S.Sos., M.Si Anggota Sidang Majelis Penguji II
iii
iv
ABSTRAK
Ainun Fatmawati. (135120209111002). Peran Community Engagement
sebagai Keberhasilan Program Tayangan My Trip My Adventure Trans TV.
Tim Pembimbing: 1. Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM 2. M. Irawan
Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran community engagement sebagai
keberhasilan program tayangan My Trip My Adventure yang ditayangkan di Trans
TV. Community engagement yang akan diteliti adalah beberapa Komunitas My
Trip My Adventure yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Penelitian ini
berfokus untuk mengetahui serta menganalisis peran dan keterlibatan yang di
lakukan oleh komunitas My Trip My Adventure sebagai wujud keberhasilan
sebuah program acara Wisata dan Budaya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang didefinisikan
oleh Bogdan & Taylor dalam (Moleong, 2007, h.4) ialah penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati secara langsung. Penelitian ini menggunakan
model analisis oleh Miles, Huberman & Saldana (2014, h.16) yang diantaranya
ialah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada empat peran community engagement
yang dapat ditemukan pada penelitian ini. Pertama, komunitas My Trip My
Adventure berhasil mendapatkan penghargaan sebagai The Best PR Marketing
yang diselenggarakan oleh MIX Magazine. Kedua, salah satu faktor tingginya
rating program My Trip My Adventure adalah seringnya My Trip My Adventure
melibatkan komunitas. Ketiga, membantu mempermudah proses produksi Acara,
Keempat, menjaga nama baik Trans TV. Dan keberhasilan program My Trip My
Adventure dapat dilihat dari tujuh elemen menurut Morissan (2005). Engagement
yang terjadi dalam jangka panjang dinilai sangat menguntungkan media televisi
dan program.
Kata Kunci: Community Engagement, Audience, Inovasi Media
v
ABSTRACT
Ainun Fatmawati. (135120209111002). The Role of Community Engagement
as the Success of My life My Adventure Trans TV Program. Supervisor team
: 1. Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM 2. M. Irawan Saputra, S.I.Kom.,
M.I.Kom
This study aims to determine the role of community engagement as the success of
My Trip My Adventure Which aired on Trans TV. Community engagement to be
studied are some My Trip My Adventure Community spread in various regions in
Indonesia. This study focuses on knowing and analyzing the role and involvement
that is done by My Trip My Adventure community as a form of success of a
program of Tourism and Culture event.
The type of research used is descriptive qualitative which is defined by Bogdan &
Taylor in (Moleong, 2007, p.4) is research that produce descriptive data in the
form of written or oral words from people and behavior that can be observed
directly. This research uses analytical model by Miles, Huberman & Saldana
(2014, p.16) which is data reduction, data presentation, conclusion and
verification.
The results show that there are four roles of community engagement that can be
found in this research. First, My Trip My Adventure community was awarded the
Best PR Marketing organized by MIX Magazine. Second, one of the high rating
factors of My Trip My Adventure program is the frequent My Trip My Adventure
involving the community. Third, help simplify the production process Events,
Fourth, keep the good name Trans TV. And the success of My Trip My Adventure
program can be seen from seven elements according to Morissan (2005).
Engagement that occurs in the long term is considered highly profitable television
media and programs.
Keywords: Community Engagement, Audience, Media Innovation
NYATAAN ORISINALITAS
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah subhanahuwata’ala,
karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah, peneliti dapat menyelesaikan skripsi
berjudul Peran Community Engagement sebagai Keberhasilan Program
Tayangan My Trip My Adventure Trans TV ini dengan baik. Terselesaikannya
skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dalam
proses pengerjaannya, untuk itu peneliti ingin mempersembahkan ucapan
terimakasih kepada ;
1. Kedua orang tua peneliti yaitu Bapak, dan Ibu yang tidak pernah berhenti
dan terus menerus memberikan semangat, dukungan, sertadoa yang tidak
pernah putus dipanjatkan untuk peneliti.
2. Dr. Antoni dan Dr. Bambang Dwi Prasetyo, S.Sos., M.Si yang telah
banyak membantu peneliti sebagai mahasiswa Seleksi Alih Program (SAP)
dari awal konversi SKS hingga menjelang ujian sidang komprehensif
sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu dengan baik
di Universitas Brawijaya Malang.
3. Anang Sujoko, S.Sos.,M.Si., D.COMM sebagai dosen pembimbing utama
yang selalu menuntun peneliti dan mengajarkan banyak hal hingga akhir
penyelesaian skripsi ini. Terimakasih untuk semua wawasan yang telah
diberikan dan bimbingannya selama ini.
4. M. Irawan Saputra S.I.Kom.,M.I.Kom sebagai dosen pembimbing
pendamping yang selalu sabar membimbing peneliti dan memberikan
masukan. Terimakasih banyak untuk kebaikan dan dukungan moril yang
selalu diberikan setiap bimbingan.
5. Arif Budi Prasetya S.I.Kom., M.I.Kom dan Sahirul Alim, S.Sos.,M.Si
sebagai dosen penguji yang memberikan banyak masukan dan kritik yang
membantu peneliti menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Sarah Lia, sahabat terbaik peneliti. Terima kasih selalu memberikan
dukungan kepada peneliti. “mari bekerja keras karena mimpi kita masih
banyak”.
7. Titik Yulia, Rini Puji Lestari, Lulu, Nenden sebagai sahabat – sahabat
peneliti yang tidak lelah memberikan dukungan dan paksaan agar peneliti
tidak lalai dalam mengerjakan skripsi.
8. Teman-teman yang juga merupakan mahasiswa Seleksi Alih Program
(SAP) Ratu Nafisah Latief, Nugrahaeni Radix Kirana, Yudha Pranata, dan
Dhita Rosanita Kaluku, Nisya Ghaissan, Ellon Dwi Ningtyas dan
MasNayyirotul. Terimakasih banyak atas kebersamaannya selama ini.
Semoga perjuangan kita meraih gelar sarjana ini, pada akhirnya dapat
bermanfaat bukanhanya untuk kita, tapi untuk kesejahteraan banyak orang.
Amin.
vii
9. Chani, Tae, BaeBae, Hoon, Cookie, Hyun, Yehet, Chick, 7.8.17 team One
sebagai adik penulis yang selalu memberikan kekuatan dan semangat
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada pihak-pihak lain yang belum disebutkan, terimakasih banyak atas
bantuan moril atau pun materi yang telah diberikan.
Penulis berharap agar penelitian ini dapat berguna bagi pihak yang
membaca dan terlibat dalam pengerjaannya. Peneliti menyadari bahwa penelitian
ini masih sangat jauh dari sempurna, untuk itu peneliti mengharapkan saran kritik
demi perbaikan skripsi ini.
Malang, 07 Agustus 2017
Peneliti,
Ainun Fatmawati
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... i
LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI ....................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................................. iii
ABSTRAKSI ................................................................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 9
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 9
1.4 Manfaat ............................................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 10
2.1 Industri Media di Era New Media ................................................................. 10
2.2 Evolusi Media Massa dan Audience Evolution .............................................. 12
2.3 Audience Engagement sebagai Strategi Meningkatkan Interaksi .................. 20
2.3.1 Keberhasilan Program Televisi ................................................................ 25
2.4 Hasil Riset Terdahulu .................................................................................... 28
2.4 Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 33
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 33
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................................. 34
3.3 Sumber Data ................................................................................................... 35
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 36
3.5 Pemilihan Informan ....................................................................................... 37
3.6 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 38
3.7 Keabsahan Data.............................................................................................. 40
3.8 Etika Penelitian .............................................................................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 44
ix
4.1 Gambaran Umum ........................................................................................... 44
4.1.1 Program Acara My Trip My Adventure .................................................... 44
4.1.2 Komunitas My Trip My Adventure .......................................................... 45
4.2 Sajian Data Wawancara Informan ................................................................. 48
4.2.1 Penghargaan Majalah MIX Indonesia ...................................................... 50
4.2.2 Community Engagement Untuk Meningkatkan Rating Acara ................. 53
4.2.3 Mempermudah Proses Produksi Acara..................................................... 59
4.2.4 Menjaga Nama Baik Trans TV ................................................................. 59
4.3 Diskusi Hasil .................................................................................................. 63
4.2.5 Elemen Kerberhasilan Program My Trip My Adventure .......................... 63
4.2.5 Community Engagement Acara Televisi .................................................. 72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 77
5.1 Simpulan ........................................................................................................ 77
5.2 Saran .............................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 79
LAMPIRAN ................................................................................................................... 84
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 25
Tabel 2. Indikator Penelaian Wisata Budaya.................................................................. 58
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hasi Survei KPI 2016 ..................................................................................... 3
Gambar 2. Instagram My trip My Adventure .................................................................... 6
Gambar 3. Bentuk Audience Engagement. ..................................................................... 25
Gambar 4. Component of Data Analysis ........................................................................ 40
Gambar 5. Logo My Trip My Adventure ........................................................................ 45
Gambar 6. Logo Komunita My Trip My Adventure ....................................................... 47
Gambar 7. Artikel Majalah MIX .................................................................................... 57
Gambar 8. Penyerahan Penghargaan ............................................................................. 53
Gambar 9. Daftar Program Acara Berkualitas................................................................ 54
Gambar 10. Pemeringkatan Penonton Wisata Budaya ................................................... 56
Gambar 11. My Trip My Adventure Gorontalo .............................................................. 60
Gambar 12. Kegiatan Sosial My Trip My Adventure ..................................................... 61
Gambar 13. Sukarelawan Guru My Trip My Adventure ............................................... 61
Gambar 14. Downhill di Gurun Pasir ............................................................................. 65
Gambar 15. Fans sebagai Co-Host ................................................................................. 68
Gambar 16. Komunitas Motor Trail .............................................................................. 69
Gambar 17. MTMA Kids ............................................................................................... 71
Gambar 18. Pengumuna Gathering Nasional ................................................................. 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan perkembangan zaman, media massa mengalami kemajuan
yang begitu cepat sehingga informasi dari penjuru dunia mudah diketahui.
Dalam dunia komunikasi, media televisi telah mengantarkan perkembangan
pada perubahan peradaban yang begitu cepat (Effendy, 2009, h. 21 dalam
Yuhdyanto, 2015). Saat ini televisi telah menjadi alat pemenuhan kebutuhan dan
keinginan khalayak yang dapat memberikan serta menciptakan budaya massa
baru.
Televisi telah menjadi media massa dominan pengunaannya di kalangan
masyarakat Indonesia. Di negara berkembang televisi dimanfaatkan sebagai
sarana hiburan, untuk mencari informasi, sebagai edukasi, dan lain sebagainya
dan semakin luasnya jangkaun televisi saat ini kesemua kalangan masyarakat tak
terkecuali remaja dan anak-anak (Kuswandi, 2009, h. 53).
Pengaruh program televisi dapat meningkatkan efektifitas untuk pengaruhi
pikiran, perasaan, emosi, dan karakter seseorang (Ruslan, 2010, h. 78).
Kehadiran televisi sesungguhnya memang mampu menayangkan tayangan-
tayangan yang begitu menarik karena telah ditambahi dengan aksesoris-
aksesoris, sehingga tanpa disadari masing-masing individu sangat mengagumi
beberapa acara-acara yang ditayangkan di televisi dan mampu mengubah sikap
individu tersebut secara perlahan-lahan (Mulyana, 2011, h. 63). Jadi perubahan
yang terjadi yang diakibatkan oleh televisi tergantung dengan penyampaian
2
pesan, sasaran khalayak dan juga intensitas dari pemirsa yang melihat tayangan
televisi.
Salah satu acara yang saat ini banyak diminati masyarakat terutama anak
muda adalah program acara Wisata Budaya, International Council on
Monuments and Sites (ICOMOS) (2013) menyatakan wisata budaya meliputi
semua pengalaman yang didapat oleh pengunjung dari sebuah tempat yang
berbeda dari lingkungan tempat tinggalnya. Dalam pariwisata budaya
pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan komunitas lokal, pemandangan,
nilai dan gaya hidup lokal, museum dan tempat bersejarah, seni pertunjukan,
tradisi dan kuliner dari populasi lokal (icomos-ictc.org, 2016).
Di Indonesia saat ini, setidaknya ada 12 stasiun televesi swasta, yakni
Indosiar, MNCTV, Trans TV, Trans7, ANTV, Global TV, RCTI, SCTV,
TVOne, Metro TV, Net TV, Kompas TV ditambah satu stasiun televisi
pemerintah yakni, TVRI. Pada umumnya semua stasiun televisi tersebut
memiliki tayangan khusus pariwisata, bahkan satu stasiun televisi memiliki
hingga 2 atau lebih tayangan pariwisata. Saat ini untuk meningkatkan pariwisata
dalam negeri pemerintah sudah membentuk Badan Promosi Pariwisata Indonesia
berdasarkan Keppres No.22 Tahun 2011. Pariwisata diharapkan mampu menjadi
pilar ekonomi negara, maka dengan adanya peran stasiun televisi yang semakin
marak menayangkan program panduan berwisata khususnya di Indonesia
diharapkan bisa membantu mempromosikan pariwisata Indonesia (Kadir, 2014,
h. 2).
Berdasarkan survey indeks kualitas program siaran televisi pada tahun 2016
oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), menunjukkan indeks kualitas program
3
Wisata Budaya konsisten di atas indeks 4. Pada periode ke-3 bahkan indeks
kualitas program wisata dan budaya mencapai 4,31 poin (kompas.com, 2016).
Membuktikan bahwa program Wisata Budaya merupakan program dengan
perolehan rating tertinggi sesuai dengan target KPI dengan indeks 4. Beberapa
stasiun televisi mengemas program acara Wisata Budaya semakin menarik, salah
satunya adalah menggunakan konsep traveling. Program traveling adalah
program acara televisi yang berisi konten tentang sebuah perjalanan wisata
menuju kesuatu daerah tertentu, baik itu dari wisata domestik ataupun
mancanegara dengan tetap menghargai kebudayaan dan kearifan masyarakat
lokal (Saputro, 2016).
GAMBAR 1
Hasil Survey KPI Tahun 2016 Pemeringkatan Menonton Program
Wisata Budaya
Sumber: kpi.go.id
Banyaknya pilihan program traveling yang sedang diminati dan banyak
ditonton masyarakat saat ini adalah program traveling My Trip My Adventure
4
yang tayang di Trans TV setiap hari Sabtu dan Minggu pagi. My Trip My
Adventure menggambarkan petualangan dan eksplorasi alam, khususnya
keindahan alam Indonesia. Tidak hanya lokasi yang terkenal saja, lokasi yang
akan dituju adalah lokasi yang belum dikenal sekalipun, yang meliliki potensi
untuk dibahas dan tentunya disertai suguhan nuansa adventure (transtv.co.id,
2013)
Salah satu faktor suksesnya program My Trip My Adventure adalah dengan
produksi acara yang baik dan adanya peran Komunitas MTMA (My Trip My
Adventure) yang dikelolah langsung oleh Marketing Public Relation Trans TV
sebagai upaya untuk menciptakan audience loyal sebagai faktor penunjang guna
mendukung keberlangsungan program. Dihadirkan sejak 2015, komunitas ini
berkembang ke seluruh Indonesia dengan memaksimalkan kekuatan media
sosial Instagram dan Twitter. Munculnya sebuah komunitas pada program ini
karena adanya sebuah keterlibatan penonton atau audience engagement yang
saat ini marak terjadi di berbagai industri media.
Pada 2005 American Association of Advertising Agencies” menyatakan
engagement akan menjadi matrik baru untuk akuntabilitas iklan (Sorce dan
Dewitz, 2006, h. 95). Engagement akan bekerja sama untuk memahami lebih
luas perilaku audience, baik sebagai pengiklan maupun penyedia konten (Albin-
iak, 2007, dalam Napoli, 2010, h. 95). Steven Tapper (2008, h. 363)
mendefinisikan engagement saling terkait, terlibat atau menyebabkan dimana
engagement dinilai efektif untuk penonton modern yang secara aktif terhubung
dengan seni menemukan makna baru, memanfaatkan untuk tujuan sendiri,
5
menggabungkan gaya dan genre berbeda dan memberikan kritikan mereka
sendiri (Walmsley, 2016, h. 68).
Adanya keterlibatan penonton adalah dengan adanya konsep kepercayaan
dan kepentingan dalam menciptakan hubungan jangka panjang dengan audience
dimana kepercayaan didasarkan pada hubungan baik secara psikologis bahkan
fisik. Seperti industri media surat kabar saat ini pembaca harus merasa
terhubung dengannya, berbagi nilai yang sama dan dapat berpartisipasi di
dalamnya untuk keberlangsungan media tersebut (Saarinen, 2014, h. 14). Dalam
hal ini konsep keterlibatan (engagement) baik dibidang jurnalistik maupun
media secara luas telah beralih dari pinggiran menjadi konsep utama bagiamana
organisasi media dan pengiklan memikirkan dan bisa melibatkan audiece
mereka (Napoli, 2010 dalam Seerinen, 2014, h.14)
Saat ini digitalisasi secara dramatis telah mengubah cara bekerja media,
perubahan yang paling mendalam adalah status penonton. Seperti pembaca surat
kabar saat ini banyaknya pilihan dalam hal bagaimana, di mana dan kapan harus
menggunakan informasi (Saarinen, 2014, hal. 12). Kemunculan komunitas My
Trip My Adventure semakin berkembang di Indonesia, ada 80 komunitas My
Trip My Adventure yang sudah berdiri merupakan bukti adanya suatau
keterlibatan (engagement) audience pada program My Trip My Adventure
dengan kemudahan akses internet, menjadi salah satu faktor yang mampu
melahirkan suatu jaringan baru yang biasa dikenal dengan sebutan social media.
Program My Trip My Adventure memanfaatkan media jejaring sosial Instagram
sebagai salah satu Official promosi dan shared tayangan acara tersebut disetiap
episodenya, serta sebagai jembatan untuk saling berinteraksi dengan penonton.
6
Bahkan hingga program traveling ini memiliki 2,7 juta followers di account
Instagram @mytrip_myadvntr.
GAMBAR 2
Official Account Instagram My Trip My Adventure
Sumber: Instagram My Trip My Adventure
Social media diciptakan dengan “kemasan” yang mudah diakses dan
dipahami sehingga hampir semua kalangan bisa mengakses dan menciptakan
sebuah akun (sebutan untuk sebuah biodata seseorang dalam sebuah jejaring
social) dan mengubah isinya sesuai keinginan pemiliknya. Serta mudahnya
dalam mencari informasi, berkomunikasi, dan menjaring pertemanan, dengan
segala fasilitas dan aplikasi yang dimilikinya seperti Facebook, Twitter, dan
Instragam.
Menurut Hermawan (2009, h. 2) melalui penggunaan media social, sebuah
web forum dapat membentuk suatu komunitas online. Selayaknya forum diskusi,
sebuah web forum pada komunitas online juga dapat digunakan sebagai
7
menampung ide, pendapat, dan segala informasi anggotanya sehingga dapat
saling berinteraksi. Pada dasarnya, forum online merupakan sebuah papan
pengumuman yang tersedia dalam bentuk online. Namun seiring berjalannya
waktu sebuah forum online mengalami perluasan fungsi, yaitu tidak hanya
sekedar barbagi informasi melainkan sebagai sarana akomodasi antar sesama
pengguna dan pihak yang memiliki forum tersebut (Setyani, Hastjarjo & Amal,
2013).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Walmsley (2016) mengungkapkan
bahwa Organisasi Seni di London menggunakan platfrom media web
(http://www.artscouncil.org.uka) untuk meningkatkan interaksi dan engagement
antara Organisasi, seniman, dan audience. Adanya sistem keanggotaan pada
platfrom tersebut mampu memberi dampak positif salah satunya bertambahnya
pengetahuan tentang karya seni dan saling bertukar informasi, dilibatkannya
secara emosional selama menjadi anggota di forum web juga dapat
meningkatkan kepercayaan anggota untuk semakin aktif telibat jika adanya suatu
event. Pada penelitian Alberto & Aviles (2012) melihat bahwa partisipasi
dipahami sebagai umpan balik, beragam kontribusi penonton untuk
memfasilitasi akses untuk mudah terlibat (engagement) selama siaran seperti
melalui telepon seluler dan media sosial hingga layanan interaktif dengan
ditawarkannya melalui situs web penyiaran. Dengan demikian, media soial telah
membawa perubahan yang cepat dalam lingkungan multichannel digital saat ini.
Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana community
engagement menciptakan keberhasilan program acara My Trip My Adventure.
Alasan pemilihan komunitas My Trip My Adventure karena pesatnya
8
pertumbuhan komunitas ini, sudah ada 80 komunitas Regional dari Kotamadya
maupun Kabupaten terdiri dari 26 Provinsi dengan 1122 anggota yang aktif
terlibat di komunitas My Trip My Adventure. Salah satu keberhasilan komunitas
My Trip My Adventure ditunjukkan dengan berhasilnya meraih Top 10
Indonesia Best PR Program tahun 2016 yang diselenggarakan oleh MIX
Marketing Communication Magazine sebagai salah satu contoh nyata
keterlibatan audience. Komunitas ini dinilai sebagai cara cerdas dalam
memasarkan produk Trans TV dengan cara melibatkan penonton yang
sebelumnya menjadi pengamat pasif menjadi penonton aktif berinteraksi.
Selain itu kelebihan dari penelitian ini adalah penggunaan konsep
community engagement yang saat ini mulai digunakan diberbagai media, seperti
di bidang jurnalistik yang mengusung konsep citizen journalist. Penggunaan
konsep community engagement pada penelitian ini menjadi suatu bahasan baru
dan menarik untuk penulis bahas. Penulis akan menganalisis bagaimana peran
keterlibatan dan interaksi antara program My Trip My Adventure dan komunitas
My Trip My Adventure untuk menyukseskan keberhasilan program dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang didefinisikan oleh
Bogdan & Taylor dalam (Moleong, 2007, h.4) ialah penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati secara langsung. Setelah memberikan gambaran
mengenai permasalahan yang nantinya akan penulis bahas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul Peran Community Engagement
sebagai Keberhasilan Program Tayangan My Trip My Adventure Trans TV.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Peran Community Engagement sebagai
Keberhasilan Program My Trip My Adventure Trans TV ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian
adalah untuk menganalisis keterlibatan dan interaksi yang terjalin antara
Program My Trip My Adventure komunitas My Trip My Adventure.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara:
a. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan penelitian
Ilmu Komunikasi mengenai studi media, audience engagement dan new
media sebagai bagian dari media innovations
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah wahana pemahaman
kepada masyarakat berkenaan pentingnya tentang studi media dan media
innovations, terutama semakin berkembangnya teknologi saat ini membawa
perubahaan besar terhadap kajian tentang media dan audience.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Media di Era New Media
Era globalisasi telah menjadikan informasi sebuah berita tidak hanya bisa
didapatkan lewat media cetak seperti surat kabar, majalah dan media elektronik
seperti televisi dan radio, namun saat internet sudah dipandang sebagai media
interaktif juga dapat berfungsi sebagai media yang menyediakan berbagai
informasi di dalamnya, misalnya sebuah berita (Misniastuti, 2016). Setiap
orang bisa menulis berita dengan bebas melalui media internet, baik seorang
wartawan sungguhan dan mempunyai lembaga resmi, maupun hanya wartawan
“instan” yang merupakan personal individu yang tidak mempunyai lembaga
resmi namun juga dapat menulis berita lewat internet.
Salah satu dampak paling besar di era new media adalah industri media
cetak. Kemunculan internet melahirkan pers digital dan multimedia yang
mengubah total peta industri media massa. Dalam beberapa hal, pemberitaan
secara online memiliki keunggulan, seperti lebih cepatnya menyampaikan
informasi, sangat mudah diakses, praktis dan lebih murah. Kemajuan teknologi
gadget memungkinkan orang mengakses internet secara mobile (Sholahuddin,
2013). Maraknya social media (media sosial) seperti Facebook, Twitter dan
Instagram membuat orang saat ini dengan muda
bertukar informasi dalam tempo cepat. Bahkan, informasi yang didapat dari
media social lebih cepat ketimbang dari media mainstream
11
Banyaknya penyedia pelayanan internet di Indonesia yang menawarkan
harga yang kompetitif dan terjangkau, internet berhasil mengubah wajah media di
negara - negara berkembang. Perusahaan – perusahan besar media yang sudah
memusatkan penggunaan internet akan menjadi pesaing yang cukup keras bagi
media tradisional (Ulum, 2014).
Media Televisi saat ini mengalami tantangan di era new media.
Kecepatan internet membawa konsep pemberitaan baru, seperti pada jurnalistik
dengan citizen journalist. Citizen journalist sudah menjadi perpanjangan
tangan informasi dengan sangat baik ketika media mainstream dengan
wartawan profesional yang tidak mampu menjangkau tempat kejadian suatu
peristiwa secara cepat (Nurilmah, 2016, h. 26).
Televisi masih menjadi salah satu media mainstream favorit karena
kecenderungan budaya masyarakat Indonesia yang lebih suka dengan melihat
adanya tambilan visualisai, mendengar dan bicara daripada membaca dan
menulis (Kurniawan, 2007, h. 74). Namun ketika munculnya internet sekarang,
budaya menonton televisi mulai ditinggalkan oleh kebanyakan anak mudah.
Anak mudah di usia produktif sekarang lebih sering menggunakan internet
untuk sekedar mencari dan saling bertukar informasi melalui smartphone
(Nurilmah, 2016, h. 28). Hal ini kemudian disiasati bagaimana menyatukan
media online dengan media mainstream untuk membawa penonton kembali ke
televisi.
“Transformasi media pemberitaan dengan menyinergikan teknologi
informasi dan komunikasi cepat atau lambat harus dilakukan praktisi
industri media pemberitaan mainstream di Indonesia termasuk
melalui media televisi. Seperti halnya konsep televisi era digital yang
dijabarkan Dominick (2009), transformasi tak cukup hanya dengan
mengadopsi tekonologi penyiaran digital tetapi juga outlet beita masa
12
kini, yang penyiaran juga berbasis broadband atau teknologi Internet.
Pengguna dalam hal ini khalayak adalah unsur penting
mengendalikan arus konten yang disiarkan atau user-generated
content, terkait dengan perubahan pola masyarakat era informasi
dalam mengakses dan mendistribusikan suatu konten” (Respati,
2014, hal.49 dalam Nurilmah, 2016).
Disadari akan kebutuhan media massa terhadap media online saat ini
merupakan hal yang lazim bagi media televisi memanfaatkan media online
seperti sosial media untuk meningkatkan audience. Seperti yang dilakukan
program acara My Trip My Adventure dengan memanfaatkan media social
Instagram untuk berinteraksi, promosi, berita pengumuman dan bahkan
bertukar pendapat dan saran dengan audience.
2.2 Evolusi Media Massa dan Audience Evolution
Selama perjalanan sejarah, media massa telah berkembang dengan sangat
pesat. Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap hal ini, namun salah satu
faktor utama dan paling baru adalah semakin populernya internet. Internet telah
mengubah banyak hal secara dramatis tentang media massa. Hal paling penting
untuk disadari bagaimanapun adalah bahwa tidak hanya media massa saja yang
berubah, tapi juga penonton yang mengonsumsinya. Seperti perubahan media
massa itu sendiri, penonton telah berubah karena banyak alasan, namun alasan
perubahan yang lebih baru dan lebih drastis adalah adanya internet. Media
massa telah banyak berubah bentuk, dan ada korelasi langsung antara
perubahan ini dan perubahan penonton yang mengkonsumsi media massa
tersebut.
Sebelum memeriksa cara media massa dan audience berubah, penting
untuk memahami apa istilah “media massa” dan “khalayak medai”. Philip M.
Napoli dalam artikelnya yang berjudul “Revisiting „mass communication‟ and
13
the „work‟ of the audience in the new media environment” (2010) menjelaskan
ada empat ciri mass audience yang dikutip dari Eliot Freidson (1953) (1)
komposisinya heterogen; (2) terdiri dari orang-orang yang tidak mengenal satu
sama lain; (3) anggota massa terpisah secara spasial; dan (4) massa tidak
memiliki kepemimpinan dan organisasi yang bebas. Napoli juga mengutip
Wright (1960), yang menyatakan tiga elemen komunikasi massa atau media.
Ketiga elemen ini adalah (a) konten ditujukan kepada khalayak yang besar dan
heterogen; (b) konten ditayangkan secara publik, dan sering menjangkau
khalayak secara bersamaan; (c) Komunikator cenderung, atau beroperasi di
dalam, sebuah organisasi kompleks yang mungkin melibatkan biaya besar
(Napoli, 2010 h. 506 dalam Ptak, 2014).
Pada awal 1970an konsep media massa mulai mengalami kemunduran.
Dan terus berlanjut sampai tahun 1980an hingga 1990an konsep asli media
massa dianggap tidak dapat menjelaskan perubahan dinamika komunikasi.
Turunnya komunikasi massa sebagai sebuah istilah membuat para ilmuan
mempertahankannya dari kemundurannya dengan "menawarkan reinterpretasi
yang memberi posisi yang lebih baik untuk menangkap dinamika komunikasi
kontemporer" (Napoli, 2010, h. 507 dalam Ptak, 2014) Dengan membenahi
istilah tersebut dan apa artinya industri dan organisasi, para ilmuwan
komunikasi berusaha membantu istilah tersebut menjaga relevansinya. Jelas
bahwa istilah 'media massa' atau 'komunikasi massa' tidak kehilangan
relevansinya sebagai sebuah istilah. Sementara istilah 'komunikasi massa'
masih banyak digunakan, membuat tidak adanya keraguan bahwa hal itu telah
berubah sejak para ilmuwan berjuang agar tetap relevan.
14
Napoli (2010, h. 509) menyatakan lingkungan new media adalah salah
satu alat untuk berpartisipasi dalam wacana publik dan aktivitas kreatif yang
jauh lebih banyak didistribusikan. Komunikasi massa sekarang merupakan
proses yang jauh lebih egaliter, dimana massa sekarang dapat berkomunikasi
dengan massa. Ini mungkin adalah salah satu perubahan terbesar dalam media
massa secara keseluruhan. Alih-alih komunikator dan penonton menjadi entitas
yang sama sekali terpisah, mereka sekarang adalah sama. Mereka yang
berkomunikasi juga penonton, dan penonton juga saling berkomunikasi. Ini
berkat sebagian besar internet, yang telah memberi kemampuan untuk
berkomunikasi dengan lebih banyak orang yang sebelumnya tidak memiliki
cara untuk menjadi komunikator. Seperti disebutkan, ada banyak alasan
mengapa media massa telah berubah banyak selama ini.
Sementara penemuan, dan semakin populernya internet adalah salah satu
alasan terbesar untuk perubahan ini. Sam Lehman Wilzig and Nava Cohen
Avigdor, authors of the study “The natural life cycle ofnew media evolution:
Intermedia struggle for survival in the internet age” (Ptak, 2014) menjelaskan
bahwa siklus hidup media terus berjalan secara alami, mirip dengan kehidupan
manusia tetapi tidak semua media akan melalui siklus hidup dengan kecepatan
yang sama. Dimana panjang setiap siklus hidup media dan waktu antara
masing - masing negara juga tidak seragam. Tahap transisi tergantung pada
penampilan pesaing baru, adaptasi dan kelangsungan hidup. Siklus ini
digambarkan delam gerakan melingkar, karena setiap media baru dipengaruhi
oleh media yang lebih tua dan sebaliknya. Selain itu setiap media baru
15
memasukkan elemen media sebelumnya (Wilzig dan Cohen, 711 dalam Ptak,
2014). Berikut adalah tahapan siklus hidup media massa (Ptak, 2014)
1. Tahap pertama dalam siklus hidup media massa adalah kelahiran, atau
penemuan teknologi. Karena setiap media baru dipengaruhi oleh medium
yang lebih tua, dan setiap media menggabungkan beberapa bit media yang
lebih tua, masuk akal bahwa media yang paling baru adalah jenis inovasi
yang terus menerus dari keturunan media sebelumnya yang kurang
memiliki sesuatu (Wilzig dan Cohen, h. 711) Ada beberapa keuntungan
menggunakan elemen media lama saat membuat yang baru. Salah satu
kelebihannya adalah media baru yang memiliki beberapa elemen, atau
nuansa, media yang lebih tua akan terasa lebih akrab bagi khalayak, dan
oleh karena itu akan memudahkan banyak pengguna untuk menavigasi.
Media baru juga bisa muncul sebagai hasil teknologi yang baru dihasilkan,
seperti internet yang diciptakan sebagai hasil penciptaan komputer. Selain
itu adanya beberapa faktor yang bisa menghambat tahap kelahiran dari
new media. Beberapa di antaranya adalah intervensi politik, kurangnya
kemampuan pemasaran atau ketidakmampuan ekonomi, lingkungan
ekonomi atau politik yang tidak ramah (misalnya depresi atau perang),
kurangnya kepercayaan manajemen terhadap penemuan perusahaannya
sendiri, kurangnya biaya / manfaat untuk masalah konsumen, dan hukum /
peraturan (Wilzig dan Cohen, h. 713). Hal ini bisa menunda atau bahkan
menghalangi sama sekali, kelahiran media baru.
2. Tahap selanjutnya media massa baru adalah penetrasi pasar (market
penetration). Sekali media massa baru memasuki lingkungan media akan
16
mengalami perubahan pesat baik dalam konten maupun teknis. Begitu para
inovator dan pengadopsi / pengguna awal telah membeli dan mengkritik
media baru, jika evaluasi mereka benar-benar positif, media baru akan
memiliki kesempatan untuk bergerak ke tahap selanjutnya (Wilzig dan
Cohen, h. 713). Jika evaluasi tidak positif maka media baru perlu
mengalami perubahan yang signifikan agar berhasil selama percobaan
kedua saat diperkenalkan ke pasar. Beberapa perubahan yang bisa
dilakukan pada media membuatnya lebih murah membuatnya lebih banyak
fungsi atau membuatnya lebih mudah digunakan.
3. At the growth stage (tahap pertumbuhan) setelah media diciptakan,
diperkenalkan ke pasar. Pada saat penciptaan media massa, pencipta tidak
sepenuhnya yakin apa yang media dapat lakukan, atau tingkat signifikansi
yang mungkin akan terus dipegangnya di pasar. Periode pertumbuhan ini
memungkinkan hal-hal ini terjadi. Misalnya, Alexander Graham Bell tidak
tahu tentang penggunaan sebenarnya telepon yang dia ciptakan, atau
betapa pentingnya di masa depan (Aronson, 1978). Pada tahap ini para
pencipta / pencetus mulai kehilangan kendali atas medium dengan elemen
lain yang membentuk sifatnya. profesional media (personil teknis dan
editorial) mungkin telah melakukan pada tahap penetrasi, namun sekarang
masyarakat luas menjadi kekuatan dalam 'definisi medium' seperti itu
sendiri. Misalnya, ponsel pada awalnya tidak ditemukan dengan maksud
mengirim pesan teks, namun justru itulah yang telah mereka gunakan
untuk saat ini. Namun, ini tidak berarti bahwa bentuk media massa tidak
pernah digunakan untuk tujuan aslinya (Wilzig dan Cohen, 2010, h. 714).
17
Ada beberapa alasan mengapa beberapa media mencapai pertumbuhan
yang cepat sementara yang lain tidak. Beberapa alasan ini adalah budaya
(yaitu keterbukaan terhadap hal baru), utilitas biaya, keramahan pengguna,
dan infrastruktur teknologi suatu bangsa.
4. The fourth stage in the life cycle is maturation (Tahap pematangan) tahap
keempat ini saat medium melewati tanda penggunaan 50%. Setelah ini
terjadi, akan cepat tumbuh menjadi 90% dan kemudian berkembang
menjadi penggunaan Universal. Ini dikatakan sebagai era keemasan saat
mendominasi dunia media. Organisasi yang memproduksi media ini
mendapatkan keuntungan, semakin banyak penyedia konten terlibat, yang
menyebabkan daya tarik diperluas ke konsumen, dan sebagainya.
5. Tahap kelima adalah defensif, alasan utama bahwa bentuk media massa
akan mulai tergelincir seiring dengan berjalannya waktu. Ini karena cepat
atau lambat akan terancam oleh media lain yang lebih baru. Tahapan ini
bisa dilihat sebagai awal gerak melingkar dari siklus hidup. Media massa
yang sekarang dalam keadaan defensif pernah menjadi medium yang
mengancam medium massa lainnya. Media baru menawarkan layanan
yang sama sekali baru sehingga media lama tidak dapat menyainginya.
Dalam hal ini, mungkin bermanfaat bagi media lama bekerja untuk
menawarkan layanan yang berbeda dan lebih baik, daripada bekerja untuk
mencocokkan dengan layanan new media.
6. Tahap akhir dari siklus hidup media adalah adaptasi, konvergensi.
Menemukan audience baru atau subaudience dari kalangan khalayak
18
media tradisional. Koran misalnya, telah melalui beberapa putaran
adaptasi, terutama adaptasi dari cetakan ke format elektronik.
Teknologi baru seperti perangkat genggam atau smartphone dan layanan
televisi interaktif mampu memberikan sarana yang terus berkembang dengan
kemudahan dimana konten dapat menjangkau pemirsa. Pada saat bersamaan,
banyaknya platform seperti media sosial juga membuktikan lebih banyak
pilihan semakin berkembangnya new media dan memperluas suatu konten
berita, informasi dan peristiwa (Anderson, 2006 dalam Napoli, 2011). Platform
media menyebabkan semakin berkurangnya penonton media tradisional,
penonton akan lebih memilih media yang banyak digunakan atau yang sedang
menjadi “trend” saat ini. seperti yang diungkapkan Anderson.
“these phenomena contribute to the continued disintegration of
traditional "mass" audience (Neuman, 1991) and the increasing
prominence of "long tail" scenarios, in which audience attention is
clustered around a select few content options, followed by a long tail, in
which the remaining multitude of content options each attract very small
audiences that in the aggregate can axceed the audience for the "hits"”
(Anderson, 2006 dalam Napoli, 2010).
Napoli (dalam Ptak, 2014) menyatakan bahwa salah satu pendorong
utama evolusi penonton adalah perubahan teknologi yang mengubah
bagaimana khalayak mengkonsumsi media. Lingkungan media berubah dengan
cara yang secara dramatis mengonfigurasi ulang bagaimana, kapan, dan di
mana khalayak mengkonsumsi media dan akibatnya, memaksa industri media
untuk merekonseptualisasikan khalayak mereka. Ada dua poin penting yang
harus diintegrasikan oleh industri media saat mereka mengkonseptualisasikan
khalayak mereka: fragmentasi media / penonton dan otonomi penonton.
19
Fragmentasi media disebut sebagai proses teknologi yang melalui
berbagai pilihan konten yang tersedia bagi konsumen media. Ada dua jenis
fragmentasi media, fragmentasi intermedia dan fragmentasi intramedia. Yang
pertama difokuskan pada pertumbuhan platform media. sementara yang
terakhir adalah proses dimana pilihan akan terbagi lebih jauh lagi dalam
teknologi media tertentu itu sendiri. Fragmen media ini pada gilirannya
menyebabkan fragmentasi penonton itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan
menyebarkan ke berbagai platform media atas keberagaman konten (Napoli, h.
21 dalam Ptak, 2014).
Poin kunci kedua yang muncul sebagai hasil dari perubahan media massa
adalah otonomi penonton. Otonomi penonton seperti yang diungkapkan oleh
Napoli mengacu pada bagaimana karakteristik media dari lingkungan media,
mulai dari interaktivitas hingga mobilitas hingga fungsi yang disesuaikan
dengan peningkatan kapasitas konten yang dipublikasi pengguna, semuanya
berfungsi untuk meningkatkan sejauh mana penonton memiliki kendali atas
proses konsumsi media (Napoli, 2011, h.97)
Era „revolusi media‟ tidak lagi komunikasi satu arah, seperti berita yang
menjelma menjadi sebuah percakapan banyak arah di berbagai platfrom new
media. Kendali atas informasi kini tak lagi sepenuhnya berada di tangan
wartawan dan pemilik media, tapi sedang beralih ke tangan pemirsa dan
konsumen (Quinn & Lamble, 2008). Pada evolusi audience dimana interaksi
menjadi hal penting dalam karakteristik media baru. Dimana media lama
menawarkan konsumsi pasif sedangkan media baru menawarkan konsumsi
interaktivitas atau aktif. Artinya, keterlibatan pengguna akan lebih kuat pada
20
new media. Menjadi interaktif menandakan pengguna (penonton media baru)
memiliki kemampuan untuk langsung campur tangan dalam hal mengubah
gambar dan teks yang mereka akses. Jadi, penonton di era new media bukan
lagi hanya sekedar menjadi „viewer‟ tetapi sudah menjadi „user‟. Pengguna
dengan mudah dapat berperan aktif telibat melalui email, resgistrasi, komentar,
like, viewer dan lainnya (Saraswati, 2016).
2.3 Audience Engagement sebagai Strategi Meningkatkan Interaksi
Napoli (2011, h. 95) menyatakan bahwa konsep engagement
(keterlibatan) bukanlah hal baru. Dalam hal ini konsep keterlibatan
(engagement) baik dibidang jurnalistik maupun media secara luas telah beralih
dari pinggiran menjadi konsep utama bagaimana organisasi media dan
pengiklan memikirkan audience mereka dengan semakin berkembangnya
teknologi new media. Engagement dinilai sebagai fasilitas informasi untuk new
audience, informasi penonton baru ini diharapkan bisa berkontribusi pada
semakin meningkatnya keterlibatan penonton di hampir semua media.
Pada 2005 American Association of Advertising Agencies” menyatakan
engagement akan menjadi matrik baru untuk akuntabilitas iklan (Sorce dan
Dewitz, 2006, h. 30). Engagement akan bekerja sama untuk memahami lebih
luas perilaku audience, baik sebagai pengiklan maupun penyedia konten
(Albin-iak, 2007, dalam Napoli, 2011, h. 95). Namun, semakin menonjol
konsep keterlibatan (engagement) ini belum menghasilkan kejelasan atau
konsensus apa arti "keterlibatan (engagement)" yang sebenarnya. Salah satu
industri telah mencatat bahwa "engagement” telah menjadi suatu yang dominan
digunakan untuk mengukur khalayak yang berfokus untuk mendefinisikan
21
keterlibatan yang dianggap membawa manfaat bagi industri tersebut (Peterson
dan Berger, 2008, h. 10 dalam Napoli, 2011, h. 96).
Steven Tapper (2008, h. 363) mendefinisikan engagement saling terkait,
terlibat atau menyebabkan dimana engagement dinilai efektif untuk penonton
modern yang secara aktif terhubung dengan seni menemukan makna baru,
memanfaatkan untuk tujuan sendiri, menggabungkan gaya dan genre berbeda
dan memberikan kritikan mereka sendiri (Walmsley, 2016, h. 68). Adanya
keterlibatan penonton adalah dengan adanya konsep kepercayaan dan
kepentingan dalam menciptakan hubungan jangka panjang dengan audience
seperti yang diungkapkan oleh Robert G. Picard (dalam Saarineen, 2014, h. 14)
dimana kepercayaan didasarkan pada hubungan baik secara psikologis bahkan
fisik. Seperti industri media surat kabar saat ini pembaca harus merasa
terhubung dengannya, berbagi nilai yang sama dan dapat berpartisipasi di
dalamnya untuk keberlangsungan media tersebut.
Dalam sebuah survei, 9 dari 10 editor surat kabar AS mengidentifikasi
engagement sebagai prioritas utama. Menemukan cara untuk melibatkan
pembaca agar mereka terlibat secara aktif dengan konten berita, tidak hanya
sekedar membaca lalu berpindah ke media lain tetapi adanya interaksi yang
berkelanjutan. Seperti yang diungkapkan oleh Pemimpin Redaksi Financial
Times, Lionel Barber yang mengirim sebuah memo ke staffnya menjelang
pembentukan kembali Financial Times.
“FT journalism must adapt further to a world were reporters and
commentators converse with readers. Our goal must deepen engagement
and ensure we meet readers‟ demands whenever and however they turn to
us for breaking news and quality analysis” (Saarinen, 2014, h. 15).
22
Dimana jurnalis Financial Times tidak hanya sebagai reporter tetapi juga
sebagai komentator yang berbicara dengan pembaca. Tujuannya adalah
memperdalam engagement dan memastikan memenuhi permintaan pembaca
kapan pun dan bagaimanapun. Media sosial dipandang sebagai alat yang sangat
kuat dalam keterlibatan audience. Menurut Hermawan (2009, h. 2) adanya
penggunaan internet melalui media social, telah menghadirkan sebuah web
forum yang dapat membentuk suatu komunitas online. Sebuah web forum yang
dapat menampung ide, pendapat, dan segala informasi anggotanya untuk saling
berkomunikasi. Disini forum online digunakan sebagai papan pengumuman
yang tersedia dalam bentuk online. Namun seiring berjalannya waktu sebuah
forum online telah mengalami perluasan fungsi, yaitu sebagai sarana
akomodasi antar sesama pengguna dan pihak pemiliki forum (Setyani,
Hastjarjo & Amal, 2013).
Social media Instagram dipilih sebagai fokus media yang sering dipakai
oleh Tim Produksi My Trip My Adventure. Sebagai media sosial yang unggul
dalam hal posting melalui foto, membuat media ini memberikan tampilan dan
kualitas foto yang baik, dengan memiliki 16 efek editing yang dapat digunakan
untuk menyunting foto. Selain itu Instagram menjadi sebuah medium untuk
memberitahukan mengenai sebuah kegiatan, dari berbagai segi manca negara
ataupun lokal. Cara yang digunakan untuk mengikuti hal ini adalah dengan
menggunakan label Instagram atau yang lebih dikenal dengan hastag (#).
Dengan menggunakan hastag yang membahas mengenai kegiatan maka makin
banyak masyarakat yang mengikuti hal tersebut. Dengan demikian Instagram
menjadi salah satu alat promosi dan meningkatkan adanya engagement . Saat
23
ini, hastag #MTMA telah digunakan sebanyak 1,132,828 pulic post, hastag
#mytripmyadventure sudah digunakan sebanyak 1,890,550 public post. Dengan
banyaknya hastag yang sudah digunakan ini membuktikan adanya keterkaitan
yang kuat antara penonton dan tayangan My Trip My Adventure, seperti
pernyataan yang disampaikan oleh Brand Development Lead, Instagram APAC
Paul Webster.
“Instagram merupakan kanvas kreativitas bagi komunitas mobile-first
Indonesia yang muda dan antusias. Orang datang ke Instagram untuk
terinspirasi secara visual”
Dennis (Lim & Yazdanifard, 2014) mengatakan media sosial
menyediakan cara lebih mudah untuk pebisnis dapat memahami pelanggan
mereka dengan meninggalkan like dan komentar pada postingan foto di
Instagram bisa mendapatkan lebih banyak feedback dari pelanggan. Followers
sering tertarik untuk melihat interaksi antara pengguna, dan organisasi
sehingga akan membantu dalam meningkatkan hubungan dengan pelanggan.
Hasil dari pergeseran teknologi ini adalah transfomasi audience dari “passive
observer to active participant” di dunia maya (Lavingtone, 2003, h. 338).
Pada penelitian bagaimana peran community engagement antara program
My Trip My Adventure dan komunitas My Trip My Adventure pada postingan
Instagram dibawah ini memperlihatkan bagaimana community engagement
dari beberapa perwakilan komunitas My Trip My Adventure. Kegiatan yang
dilakukan bukan hanya kegiatan berpetualang saja, tetapi komunitas membantu
dalam proses produksi acara. Kepopuleran media sosial Instagram dinilai
sangat cocok untuk digunakan program ini yang mengandalkan foto dan video
sebagai produk utama, sesuai dengan tayangan My Trip My Adventure yang
24
merupakan tayangan traveling dengan menampilkan visual video dan foto yang
baik dalam setiap tayangan di televisi maupun di media sosial. Tidak hanya
sebagai shared foto tetapi juga sebagai papan pengumuman bahwa audience
aktif sangat diperlukan pada tayangan My Trip My Adventure.
GAMBAR 3
Bentuk Audience Engagement yang dilakukan program My Trip My
Adventure
Sumber: Instagram My Trip My Adventure
2.3.1 Keberhasilan Program Televisi
Kata program berasal dari Bahasa Inggris yang berarti acara atau rencana.
Dalam pengertian luas, “program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun
penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiens” (Morissan, 2005, h. 97). Stasiun
televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat
banyak dan jenisnya sangat beragam. Perencanaan program menjadi tanggung
jawab manajemen puncak pada stasiun penyiaran termasuk televisi, manajer
program dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan manajer pemasaran dan
juga manajer umum (Wulandari, 2015, hl.14).
25
Hal ini disebabkan program merupakan unsur yang sangat penting untuk
menarik perhatian audiens, yang pada akhirnya menarik sebanyak-banyaknya
pemasang iklan. Memiliki kualitas tidak menjamin bahwa program tersebut
akan berhasil namun mengabaikan kualitas hampir pasti akan menjadi
kegagalan suatu program. Morissan (dalam Wulandari, 2015, h. 15)
menyebutkan bahwa semua program yang sukses memiliki elemen berikut:
a. Konflik
Salah satu elemen yang paling penting dalam keberhasilan program
adalah konflik yaitu adanya benturan kepentingan atau benturan karakter
diantara tokoh-tokoh yang terlibat. Tanpa adanya konflik maka kecil
kemungkinan program itu akan mampu menahan perhatian audience. Vane-
Gross mengatakan, “Programmers should attempt, whenever possible to offer
opposing or alternatives attitudes. It is not only fair play; it is good
television” (pembuat program harus berusaha sebisa mungkin untuk
menawarkan pandangan yang bertentangan atau berbeda. Hal ini tidak hanya
membuat pertunjukkan di televisi menjadi adil tetapi juga bagus)
b. Durasi
Suatu program yang berhasil adalah program yang dapat bertahan selama
mungkin. Banyak drama seri yang dapat bertahan selama bertahun - tahun di
televisi. Namun demikian banyak pula program yang tidak dapat bertahan
lama karena sulit menemukan ide cerita yang segar tanpa harus mengulang
dari yang sudah ada sebelumnya. Ditinjau dari durasi atau lamanya
penayangan, suatu program itu terdiri atas program yang dapat bertahan lama
26
(durable program) dan program yang tidak dapat bertahan lama (nondurable
program).
c. Kesukaan
Menurut Vane-Gross, “Viewers tune to people they like and with whom
they feel comfortable” (penonton bertahan dengan orang yang mereka sukai
atau dengan mereka yang membuatnya merasa nyaman). Ada kalanya orang
menyukai suatu program bukan karena isinya namun lebih tertarik kepada
penampilan pembaca berita atau pembawa acaranya.
d. Konsistensi
Suatu program harus konsisten terhadap tema dan karakter pemain yang
dibawanya sejak awal. Tidak boleh terjadi pembelokan atau penyimpangan
tema atau karakter di tengah jalan yang akan membuat audience bingung dan
pada akhirnya meninggalkan program tersebut. Sebagaimana dikatakan Vane-
Gross, “All viewers bring a certain level of anticipation to every program”
(semua penonton televisi memiliki tingkat antisipasi tertentu terhadap setiap
program). Artinya, penonton sejak awal sudah mengharapkan sesuatu ketika
menonton suatu program televisi.
e. Energi
Vane-Gross mendefinisikan energi sebagai “the quality that infuses a
sense of pace and excitement into a show. It is the charging of the screen with
the pictures that won‟t let the viewer turn away” (kualitas yang menekankan
pada kecepatan dan semangat ke dalam cerita dengan menyajikan gambar-
gambar yang tidak bisa ditinggalkan oleh penonton). Berdasarkan definisi
27
tersebut, maka suatu program yang memiliki energi harus memiliki tiga hal
yaitu kecepatan cerita, daya tarik, dan gambar yang kuat.
f. Timing
Vane-Gross menilai persoalan timing ini sangat penting, “for a program
to work it must be in harmony with the times. Too far behind and the
audience will dismiss it as outmoded; too far in front and viewers will rebel
against it” (agar suatu program dapat berhasil maka program itu haruslah
harmonis dengan waktu. Program yang terlalu ketinggalan zaman akan
ditinggalkan penonton; namun jika terlalu maju, penonton akan melawannya).
Dengan demikian setiap program harus dapat menjaga keharmonisannya
dengan waktu.
g. Tren
Program yang sejalan dengan tren yang berkembang akan lebih menjamin
keberhasilan, sebaliknya program yang tidak seirama dengan tren besar
kemungkinan akan gagal. Tetapi menurut Vane-Gross, mengikuti tren
bukanlah faktor yang sangat penting bagi sebuah program dalam menentukan
keberhasilan. Menurutnya tren bisa menjadi petunjuk terhadap selera audiens
secara umum sehingga sedikit banyak membantu meningkatkan rating acara.
Dengan demikian tren bukanlah hal yang terlalu pentinguntuk diikuti, namun
tren dapat menjadi jalan yang menunjukkan apa yang tengah disukai
masyarakat. Dalam hal ini, menurut Vane-Gross, tren program televisi
berkembang karena dua alasan, perkembangan ekonomi dan teknologi atau
mengikuti program yang sudah sukses sebelumnya. (Morissan, 2005, h. 135-
145 dalam Wulandari, 2015, h.15-16).
28
Selain itu Pringle, Starr, dan McCavitt (1991) menguraikan
keberhasilan stasiun televisi dalam melaksanakan programnya akan sangat
bergantung pada tiga hal:
a. The ability to produce or buy programs with audience appeal
(kemampuan untuk memproduksi atau membeli program yang memiliki
daya tarik bagi audience).
b. Air them at times when they can be seen by the audience to which they
appeal (menayangkan pada waktu yang dapat dilihat oleh audience
sasaran).
c. Build individual programs into a schedule that encourages viewers to
tune to the station and remain with it from one program to another.
(membangun sejumlah program individu ke dalam suatu jadwal yang
dapat mendorong audience untuk menonton televisi dan tetap berada pada
salurannya dari satu program keprogram berikutnya).
2.4 Hasil Riset Terdahulu
Tabel 1
Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian
Terdahulu
Metode Penelitian Hasil Penelitian Relevansi
1 From arts
marketing to
audience
enrichment: How
digital engagement
can deepen and
democratize
artistic exchange
with audiences
Oleh Bem WalsLey
(2016)
Metode Kualitatif,
mixed-methods
(survei partisipan,
discussion groups,
depth interviews,
netnography and
content analysis of
a new responsive
online platform)
berdasarkan Proses
Tanggap Kritis Liz
Temuan utama
pada penelitian ini
mengungkapkan
bahwa Organisasi
Seni di London
menggunakan
platfrom media
web
(http://www.artsco
uncil.org.uka)
untuk
Relevansi
penelitian
penulis dengan
penelitian ini
adalah sama-
sama membahas
tentang
engagement era
new media,
dimana
penelitian
29
University of
Leeds, UK
Lerman meningkatkan
interaksi dan
engagement antara
Organisasi,
seniman, dan
audience. Adanya
sistem keanggotaan
pada platfrom
tersebut mampu
memberi dampak
positif salah
satunya
bertambahnya
pengetahuan
tentang karya seni
yang lebih luas,
saling bertukar
informasi serta
untuk
meminimalisir
adanya barrier
communications
antara Organisasi,
seniman dan
audiencenya,
dilibatkannya
secara emosional
selama menjadi
anggota di forum
web juga dapat
meningkatkan
kepercayaan
anggota untuk
semakin aktif
telibat jika adanya
suatu event
tersebut
menggunakan
web sebagai
platfrom media
yang dipilih
untuk
mengetahui
respon positif
antara penonton,
seniman dan
organisasi seni.
Hasil penelitian
kemudian
penulis gunakan
sebagai bahan
referensi dan
juga membantu
penulis
memberikan
gambaran
penelitian
penulis
2 Roles of audience
participation in
multiplatform
television: From
fans and
Studi eksplorasi,
survei, FGD
Tujuan penelitian
untuk mendorong
partisipasi
penonton televisi di
Spayol. Survei
Penelitian ini
membantu
peneliti untuk
memahami
peran apa saja
30
consumers, to
collaborators and
activists Oleh José Alberto &
García-Avilés
(2012)
Universidad
Miguel Hernández,
Spain
yang dilakukan
kepada 100
penonton di 20
saluran televisi
komersial yang
memanfaatkan
situs web dan
social media
menunjukkan
partisipasi
penonton karna
adanya
penggabungan
antara media
konvensional dan
new media.
Penelitian ini
menunjukkan
adanya berbagai
peran penonton
untuk
menunjukkan citra
penonton itu
sendiri.
yang bisa
dilakukan oleh
penonton yang
berpartisipasi
antara media
konvensioal dan
new media.
3 Audience
Empowerment in
Busimess
Newspapers in the
Digital Era Oleh
Mirjami Saarine
Study of
Journalism,
University of
Oxford
Kualitatif, Study
Kasus
Hasil penelitian
dari survei 9 dari
10 editor surat
kabar di US
mengidentifikasi
keterlibatan
khalayak sebagai
prioritas utama. Di
era digital pembaca
berpartisipasi &
mengungkapkan
pengetahuan dan
pendapat mereka
sendiri dan saling
membaca pendapat
Ada logika untuk
hal ini: menemukan
cara untuk
Relevansi
penelitian
penulis dengan
penelitian ini
adalah dimana
new media
memiliki
peranan yang
sangat penting
saat ini pada
media
konvensional.
Hal ini
membuktikan
bahwa media
tradisonal saat
ini bergantung
pada new media
31
melibatkan
pembaca - agar
mereka terlibat
secara aktif dengan
konten berita, tidak
hanya membaca
dan pergi ke tempat
lain secara online,
dianggap kunci
keberlanjutan
ekonomi dari
model berita.
Sumber: diolah oleh peneliti
2.5 Kerangka Pemikiran
Bagan 2.1 Alur Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah dukungan dasar teoritis dalam rangka memberi
jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah (Ardianto, 2011, h. 20) dari
kerangka pemikiran dibawah ini, peneliti ingin mengemukakan rangkaian tahap
penelitian kualitatif community engagement pada tayangan My Trip My
32
Adventure. Komunitas yang tumbuh pesat di seluruh Indonesia melalui new
media. Seperti apa interaksi dan keterlibatan komunitas dengan acara ini, serta
untuk mengetahui keberhasilan program acara dengan adanya peran komunitas
My Trip My Adventure.
33
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan
paradigma interpretatif. Proses menginterpretasikan data berupa teks
berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan. Penelitian ini bermaksud untuk
mengungkapkan dan menggambarkan keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya, sehingga memberikan gambaran secara obyektif, tentang keadaan
sebenarnya dari engagement yang terjadi antara program My Trip My Adventure
dan komunitas My Trip My Adventure (Bogdan & Taylor dalam Moleong, 2007,
h. 4).
Penelitian ini termasuk pada paradigma interpretatif, dimana penelitian akan
mengembangkan pemahaman mengenai kehidupan sosial dan menemukan cara
antara program My Trip My Adventuren dan komunitas My Trip My Adventuren
untuk berinteraksi membentuk makna terhadap fenomena community
engagement. Nelson (dalam Denzin dan Lincoln 2011) menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif dilaksanakan pada kondisi alami atau sesuai dengan kondisi
sebenarnya :
“Qualitative research is many things at the same time. It is
multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of
the multimethod approach. They are commited to the naturalistic
prespective and to the interpretive understanding of human experience.”
(Nelson dalam Denzin & Lincoln, 2011, h. 6).
Penelitian jenis ini merupakan penelitian yang menekankan pada bentuk-
bentuk natural setting, yang secara umum melihat aktivitas manusia berdasarkan
34
lingkungan alaminya (Mulyana, 2008, h. 159). Pada umumnya kegiatan
penelitian kualitatif deskriptif meliputi, pengumpulan data, analisis data,
interpretasi dan kesimpulan. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, dapat
menggunakan teknik wawancara individual, wawancara kelompok, penelitian
dokumen dan arsip, serta penelitian lapangan.
Penelitian kualitatif sebagai serangkaian kegiatan interpretatif, dan tidak ada
praktek metodologis tunggal dalam penerapannya. Penelitian kualitatif tidak
terpaku pada suatu teori tertentu, sehingga penelitian ini sulit digambarkan
secara teoritis namun dapat menggambarkan fenomena dengan lebih baik dan
sesuai dengan fenomena yang ada (Denzin dan Lincoln, 2011). Wawancara
terbuka digunakan untuk memahami sikap, pandangan, dan perilaku individu
atau sekelompok orang. Selain itu untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya motivasi, tindakan, perilaku, dan lain-
lain. Data dideskriptifkan berupa kata-kata, bahasa dan dengan memanfatkan
berbagai metode yang alamiah (Moleong, 2014)
3.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan batasan yang dikonsentrasikan terhadap tujuan
penelitian yang dilakukan. Fokus penelitian digunakan untuk membatasi studi
bagi seorang peneliti dan menentukan sasaran penelitian sehingga dapat
mengklarifikasi data yang ingin dikumpulkan, diolah dan dianalisis (Moleong,
2014, h. 7). Berdasarkan tujuan penelitian yang sudah disampaikan, maka fokus
dari penelitian ini adalah;
1. Peran Community engagement yang melibatkan komunitas dengan
program My Trip My Adventure
35
2. Keberhasilan, prestasi community engagement My Trip My Adventure.
Untuk memahami dan menganalisi fokus penelitian tersebut diperlukan
kajian lebih mendalam dari berbagai sumber data dan wawancara mendalam
terhadap orang-orang yang terlibat langsung sesuai dengan kriteria narasumber.
3.3. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain
(Lofland dikutip dari Moleong, 2014). Neuman (2013) menyatakan bahwa data
kualitatif berbentuk teks, kata-kata tertulis, frase-frase, atau simbol yang
mendeskripsikan orang, tindakan, dan peristiwa dalam kehidupan sosial. Peneliti
menggunakan sumber berupa hasil wawancara mendalam tidak berstruktur
kepada beberapa ketua komunitas dan tim kreatif program My Trip My
Adventure sesuai dengan kualifikasi yang sudah ditentukan. Wawancara
mendalam dilakukan dengan media online chatting (Line, WhatsApp)
dikarenakan sebagaian dari narasumber / informan penelitian ini berada diluar
kota Malang. Data tersebut berbentuk chat log (transkip) mengenai topik
penelitian dan beberapa dokumentasi screenshots saat adanya kegiatan yang
melibatkan community engagement.
Selain itu sumber data juga didapatkan melalui kepustakaan dan berkaitan
dengan subjek penelitian serta informasi penelitian. Seperti buku-buku dan
jurnal mengenai new media, metode penelitian sosial, serta literatur berkaitan
dengan identitas audience, community, engagement dan media.
36
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
berdasarkan penelitian kualitatif yakni dengan cara dokumentasi dan wawancara
mendalam dengan informan yaitu komunitas-komunitas My Trip My Adventure
dan crew.
a. Wawancara Mendalam
Menurut Fontana dan Frey (2005) dalam penelitian kualitatif, wawancara
adalah sumber utama memahami fenomena yang diteliti. Wawancara merupakan
upaya untuk memahami perilaku kompleks dari masyarakat. Oleh sebab itu,
terkait fokus penelitan dan sumber data yang sudah dijabarkan pada poin
sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam
untuk mendapatkan data melalui pemahaman berdasarkan hasil dari pernyataan
informan (Rubin dan Rubin, 2005). Sumber data dari penelitian ini adalah
pemaparan dari tim kreatif dan beberapa komunitas My Trip My Adventure.
Paparan tersebut kemudian menjadi data utama dan sebagai bahan acuan peneliti
untuk menganalisis. Sehingga diperlukan teknik khusus untuk dapat memperoleh
paparan yang akurat dan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi secara detail,
yaitu melalui wawancara mendalam.
b. Observasi
Teknik observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi non
partisipan dimana peneliti tidak terlibat langsung di dalam kegiatan komunitas
My Trip My Adventure dan hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono,
2011, h. 145). Observasi sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk
mengatur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
37
dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Peneliti melakukan observasi diharapkan dapat mengetahui proses engagement
yang terjadi antara program My Trip My Adventure dan komunitas My Trip My
Adventure
c. Studi Dokumen
Peneliti menggunakan metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan
cara mencari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Menurut
Hodder (1994), dokumen di sisi lain, disusun dari alasan pribadi yang tidak
resmi dan termasuk buku harian, memo, surat, catatan lapangan dan sebagainya.
Peneliti menggunakan studi dokumen yang berupa buku-buku dan jurnal
mengenai new media, metode penelitian sosial, serta literatur berkaitan dengan
identitas audience, community, engagement dan media. Penggunaan teknik studi
dokumen disini yaitu lebih kepada penggunaan dokumen sebagai bukti atau data
tertulis yang akan dianalisis peneliti sebagai data pendukung hasil wawancara.
3.5. Pemilihan Informan
Informan adalah orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk
memberika informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong,
2013, hal. 132). Untuk pemlihan informan digunakan teknik purposive sampling
atau sample pemilihan informan mencakup orang-orang yang diseleksi atas
dasar kriteria-kriteria yang telah penulis buat berdasarkan dengan tujuan riset
(Gerrish dan Lacey, 2010). Kriteria informan atau narasumber dari penelitian ini
diantaranya;
a. Komunitas My Trip My Adventure, komunitas yang sudah terdaftar
sebagai Member of Trans TV Community.
38
b. Anggota komunitas yang aktif atau pernah ikut terlibat dalam proses
produksi program My Trip My Adventure, seperti ketua komunitas,
dan anggota komunitas yang mengetahui latar belakang komunitas
My Trip My Adventure
c. Crew program My Trip My Adventure
Berdasarkan dari pertimbangan yang dijelaskan diatas, pemilihan informan
utama yang sudah peneliti tentukan dalam penelitian ini di antaranya:
1. Lessie Setiawati crew / tim kreatif program My Trip My Adventure
2. Chris Philip. A ketua komunitas My Trip My Adventure Indonesia
3. Afrial sebagai Ketua komunitas My Trip My Adventure regional Kota
Malang
4. Yayan sebagai Ketua komunitas My Trip My Adventure regional Kota
Tasikmalaya
5. Armin sebagai Ketua komunitas My Trip My Adventure regional Kota
Gorontalo
6. Taufik Mail sebagai Humas komunitas My Trip My Adventure regional
Kota Bogor
7. Marco sebagai Wakil Ketua komunitas My Trip My Adventure regional
Kota Kualakapuas – Kalimantan Tengah
3.6. Teknik Analisi Data
Menurut Neuman (2013), Menganalisis data berarti secara sistematis,
menyusun, mengintegrasikan, dan menyelidiki. Menganalisis data
memungkinkan peneliti untuk meningkatkan pemahaman, mengembangkan
teori, dan memajukan pengetahuan. Menurut Miles dan Huberman (dalam
39
Neuman, 2013, h. 91) aktivitas analisis data kualititatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus-menerus hingga tuntas, sehingga datanya
menemukan saturation atau titik jenuh.
Miles, Huberman dan Saldana (2014), mengemukakan bahwa analisis data
sebagai tiga aktivitas yang mengalir bersamaan, yaitu data condensation, data
display dan conclucion drawing/verification. Untuk lebih jelasnya, Miles,
Huberman dan Saldana menjabarkan tiga aktivitas tersebut sebagai berikut :
1. Data condensation, Data yang diperoleh dari lapangan berupa catatan
tulisan terlampir dari hasil observasi, transkrip wawancara dari informan,
dokumen dari website resmi perusahaan dan data empiris lainnya akan
dilakukan analisis dengan cara memilih, memfokuskan, menyederhanakan,
meringkaskan, mengubah data yang muncul. Kondensasi data ini membuat
data menjadi kuat karena tidak ada data yang terbuang dari hasil
penelitian. Kondensasi data ini akan terus dilakukan meskipun penelitian
lapangan telah selesai dilakukan dan akan benar-benar berakhir ketika
laporan yang disusun sudah lengkap.
2. Aktivitas kedua dari analisis data adalah menampilkan data (data display),
sama seperti data condensation, data display bukan proses terpisah dari
analisis data. Data display adalah cara yang digunakan peneliti untuk
menampilkan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Data display dapat
berupa data yang tertulis secara deskriptif, table, grafik atau bentuk
lainnya yang memudahkan data untuk dapat dianalisis. Secara umum data
display membantu untuk memahami apa yang terjadi dan untuk
40
melakukan sesuatu serta untuk menganalisis langkah lebih lanjut dari apa
yang dipahami.
3. Conclucion drawing/verification adalah penarikan kesimpulan.
Kesimpulan diverifikasi sebagai proses analisis dan tidak akan dapat
dilakukan sebelum pengumpulan data benar-benar berakhir.
Tiga aliran tersebut dapat juga digambarkan seperti berikut:
GAMBAR 4
Components of data Analysis : Interactive Model
Sumber: Miles dan Huberman (Dalam Miles, Huberman & Saldana, 2014, h.
14)
3.7. Keabsahan Data
Untuk menguji validitas hasil penelitian perlu dilakukan pengujian
keabsahan data. Keabsahan penelitian ini merujuk pada kriteria yang ditawarkan
Lincoln dan Guba (dalam Bryman, 2008) yaitu kepercayaan (trustworthiness)
dan keaslian (authenticity), berbagai kriteria ini kemudian disebut dengan
goodness criteria. Kepercayaan (trustworthiness) dibangun dengan empat
kriteria diantarnya (Bryman, 2008, h. 377-380) :
41
a. Credibility
Kredibilitas (credibility) yakni terkait dengan temuan hasil penelitian yang
dapat diterima oleh masyarakat yang diteliti. Kredibilitas dalam penelitian
ini ditunjukkan melalui proses penentuan responden, yaitu dengan
mempertimbangkan jabatan atau posisi informan yang dijadikan narasumber
dalam proses penggalian data. Sehingga hasil dari penelitian dapat
dipercaya dan diakui kebenarannya. Teknik dalam menguji kredibilitas
disebut dengan respondent validation.
b. Transferbility
Transferbility disebut juga validitas eksternal adalah kemungkinan dari
hasil atau pola penelitian dapat diterapkan dalam konteks yang lain.
c. Dependability
Dependability sama dengan reliabilitas, yakni keterbukaan terhadap
keseluruhan tahap dan hasil penelitian untuk dinilai oleh kolega.
Keterbukaan tersebut memungkinkan adanya penilaian dari pihak-pihak
yang berhubungan dengan penelitian, dalam hal ini dapat diperankan oleh
pembimbing skripsi.
d. Confirmability
Confirmability sama dengan objektivitas, dimana peneliti meminimalisir
penilaian pribadi dalam penyajian data. Sekalipun dalam penelitian
kualitatif sulit untuk mendapatkan objektivitas, namun peneliti berusaha
untuk menafsirkan data yang telah didapat dari pembacaan teks dan
wawancara secara murni.
42
Sedangkan keaslian (authenticity) yaitu kriteria keaslian dalam sebuah
penelitian yang meliputi;
a. Fairness
Fairness adalah kejujuran dalam menampilkan data mengenai subjek yang
diteliti secara apa adanya dan proporsional. Penelitian ini tidak hanya
menampilkan pendapat dari satu pihak saja, melainkan dari beberapa
informan yang berbeda-beda status.
b. Ontological authenticity
Data yang diteliti bisa membantu masyarakat untuk lebih terbuka
pemikirannya. Hal ini dilakukan dengan cara menyebarluaskan data
penelitian ke masyarakat tertentu sehingga menjadikan mereka paham.
c. Educative authenticity
Data yang diteliti bisa menyadarkan masyarakat agar lebih menghargai
perbedaan pemikiran di dalam dunia sosial.
d. Catalytic authenticity
Data yang diteliti bisa mendorong orang-orang yang terlibat dalam
penelitian untuk melakukan perbaikan dan perubahan di lingkungan
masyarakat.
e. Tactical authenticity
Tactical authenticity adalah aspek pemberdayaan, maksudnya data yang
diteliti dapat menjadikan bertambahnya pengetahuan.
3.8. Etika Penelitian
Dalam sebuah penelitian, tidak hanya dilihat bagaimana hasil akhirnya,
tetapi juga bagaimana sebuah proses penelitian itu berlangsung sehingga
43
dibutuhkan etika dan kode etik penelitian untuk mengaturnya agar sebuah
penelitian tersebut juga syarat dengan manfaat dan menghargai etika yang ada.
Kode etik ini akan memberitahukan kepada subyek penelitian secara detail
tentang apa yang akan peneliti lakukan dengan informasi yang mereka berikan.
Selain itu peneliti harus memperlakukan para responden berikut informasi
dengan penuh rasa hormat dan kejujuran. Informed consent berarti bahwa
peserta diinformasikan sepenuhnya tentang proses dan resiko yang terlibat dalam
penelitian sehingga partisipasi mereka benar-benar sukarela (Hollifield &
Coffey, 2006)
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Program Acara My Trip My Adventure
My Trip My Adventure adalah salah satu program acara televisi Trans
TV dengan konsep dokumenter wisata yang sudah tayang sejak bulan
September 2013. My Trip My Adventure menggambarkan petualangan dan
eksplorasi alam, khususnya keindahan alam Indonesia. Tidak hanya lokasi
yang terkenal saja, lokasi yang akan dituju adalah lokasi yang belum dikenal
sekalipun yang meliliki potensi untuk dibahas dan tentunya disertai suguhan
nuansa adventure disetiap perjalanannya.
My Trip My Adventure dipandu oleh beberapa selebriti mudah Tanah
Air yang suka berpetualang dengan semangat melestarikan budaya dan
kekayaan alam Indonesia yang indah, diantaranya ada Hamish Daud, Vicky
Nitinegoro, Nadine Chandrawinata, Dion Wiyoko, Denny Sumargo, Marshall
Sastra, David John Schaap, Rikas Harsa, Richard Kyle, Putri Marino. Dengan
kesederhaan tampilan yang mereka bawa akan lebih mudah untuk masuk
pada wisata dan kebudayaan yang akan dikunjungi. Konsep utama My Trip
My Adventure adalah menyambangi tempat-tempat wisata terindah di
Indonesia yang belum pernah tereksplorasi sebelumnya, bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar, menghargai budaya dan belajar kearifan lokal setempat
akan menjadikan semuanya dalam satu perjalanan yang tidak akan pernah
terlupakan.
45
Dengan proses pengambilan gambar yang menggunakan drone dan
teknik pengambilan gambar yang detail mampu menghadirkan tayangan yang
menarik dengan pemandangan yang memanjakan mata penonton. Tayangan
ini akan memberikan banyak petualangan – petualangan seru dari setiap
episodenya. Bahkan mampu memberikan kesan seolah kita sebagai audience
ikut berpetualang bersama mereka. My Trip My Adventure tayang setiap hari
Sabtu & Minggu pukul 08.30 WIB tidak hanya menampilkan kegiatan
berpetualang dan menikmati keindahan alam saja, tetapi audience di ajak
untuk selalu menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar.
GAMBAR 5
Logo My Trip My Adventure
Sumber : Google/logo My Trip My Adventure
4.1.2 Komunitas My Trip My Adventure
Komunitas My Trip My Adventure adalah komunitas yang dibentuk
oleh pentonton atau fans tayangan ini dimana mereka merasa terinspirasi
dengan membentuk suatu komunitas. Sejak tahun 2015 komunitas My Trip
My Adventure telah tumbuh dengan pesat di berbagai daerah di Indonesia.
46
Trans TV sebagai pihak produksi dan stasiun televisi yang menayangkan
akhirnya membentuk sebuah komunitas My Trip My Adventure Indonesia
sebagai wadah untuk lebih mengorganisir komunitas - komunitas My Trip My
Adventure yang ada diberbagai daerah.
Komunitas My Trip My Adventure Indonesia dibentuk pada 29 Agustus
2015 dan kepengurusaan komunitas My Trip My Adventure Indonesia berada
di bawah naungan Divisi Marketing Public Relations Trans TV. Pada tahun
2017 sudah ada 80 komunitas Regional dari Kotamadya maupun Kabupaten
terdiri 26 Provinsi yang sudah berdiri dan sekitar 1122 anggota kini aktif
terdaftar di komunitas sebagai bagian community relations Trans TV.
Struktur Kepengurusan Komunitas My Trip My Adventure
Bagan 4.1 Alur Kepengurusan Komunitas My Trip My Adventure
CT. Crop
Trans TV
Trans TV Community
(Divisi Marketing
Public Relations)
Komunitas My Trip My
Adventure Indonesia
Komunitas My Trip My
Adventure Provinsi
Komunitas My Trip My
Adventure Regional
47
GAMBAR 6
Logo Komunitas My Trip My Adventure Indonesia
Sumber : Data Penulis
Komunitas My Trip My Adventure adalah komunitas berbasis anak
mudah sesuai dengan target audience antara usia 17-30 tahun dari semua
gender dan kalangan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan
menyukai kegiatan traveling/berpetualang. Komunitas ini bertujuan untuk
mengajak anak mudah membantu melestarikan alam, budaya, wisata kuliner,
bahkan meningkatkan ekonomi suatu daerah dimana komunitas itu berdiri
dengan semakin mengembangkan potensi wisata suatu daerah seperti,
mengeksplore tempat-tempat wisata baru yang dilakukan oleh komunitas
MTMT_Malang, MTMA_Gorontalo, MTMA_Bogor dll.
Komunitas berperan aktif dalam menyukseskan program My Trip My
Adventure seperti kegiatan on-air dan off-air, salah satunya berperan secara
aktif membantu proses shooting keseluruh Indonesia. Komunitas My Trip My
Adventure dibentuk dengan memanfaatkan trend new media saat ini yaitu
penggabungan antara media sosial dan traveling yang marak di kalangan anak
mudah. Seperti penggunaan media sosial Instagram (@myTrip_myAdvntr)
48
dan Twitter (@myTrip_myAdvntr) dengan penggunaan hastag
(#)mytripmyadventure (#)MTMA dimanfaatkan sebagai pendorong promosi
program My Trip My Adventure.
4.2 Sajian Data Wawancara Informan
Pencarian data pada penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan
tujuh informan yang terdiri dari senior kreatif, ketua komunitas My Trip My
Adventure Indonesia dan beberapa ketua dan wakil komunitas My Trip My
Adventure Regional di beberapa Daerah. Pemilihan informan berdasarkan atas
kriteria tujuan riset. Senior Kreatif sebagai sumber data utama karena memiliki
tanggung jawab sebagai pembuat konsep, ide, dan terlibat langsung dengan
seluruh kegiatan shooting, serta yang memiliki kewenangan komunitas mana
saja yang akan berpartisipasi untuk terlibat dalam pengambilan gambar.
Lessie bergabung sejak tahun 2013 sebagai kreatif, dan saat ini Lessie telah
menjadi senior kreatif di program My Trip My Adventure. Bergabung sejak
pertama kali program ini diproduksi tentu membuat Lessie sangat mengenal
seluk beluk tayangan dan juga komunitas My Trip My Adventure.. Tim kreatif
tidak hanya sebagai pembuat ide-ide atau konsep tayangan di setiap episodenya
tetapi meraka juga aktif berhubungan langsung dengan komunitas melalui media
sosial.
“... Kita menggunakan media sosial seperti Instagram dan Twitter
untuk membantu promisi, terutama kita pakai Instagram yang mudah
digunakan dan memang fungsinya untuk mengapload foto-foto cocok
banget digunakan tayangan MTMA yang menampilkan visualisasi
sebuah kegiatan perjalanan. Selain itu juga Instagram kita pakai untuk
memperluas media share melalui hastag #mytripmyadventure, #mtma,
dan juga komunikasi dengan audiens, komunitas My Trip My Adventure
di seluruh Indonsesia. Dan sejak akhir tahun lalu disetiap tayangan
kita menggunakan konsep-konsep baru yang juga nanti kita gunakan
49
sebagai hastag di Instagram.” (Hasil wawancara bersama Senior
Kreatif, Lessie Setiawati, pada tanggal 6 Januari 2017).
Pada informan kedua adalah komunitas My Trip My Adventure
Indonesia dimana penulis ingin menggali data-data dari komunitas sebagai
penghubung antara komunitas Regional dan Trans TV. Saat ini My Trip My
Adventure Indonesia dengan akun instagram @mytrip_myadvntrindonesia
sudah memiliki followers sebanyak 151k. Komunitas My Trip My Adventure
Indonesia sebagai naungan komunitas – komunitas regional di seluruh
Indonesia, selain itu juga sebagai media pengumuman online untuk
mempermudah memperluas informasi seperti, kegiatan Gathering Nasional.
“... Komunitas My Trip My Adventure Indonesia yang menaungi semua
komunitas My Trip My Adventure di seluruh wilayah Indonesia mulai
bagian Timur sampai Barat Indonesia juga sebagai media utama untuk
menghubungkan Trans TV dengan komunitas Regional. 80 komunitas
yang terdaftar disini maksudnya komunitas yang resmi bergabung
dengan community Trans TV. Nanti kita dikasih kayak ID Card gitu
kalo sudah terdaftar jadi member resmi.” (Hasil wawancara bersama
Ketua Komunitas My Trip My Adventure Indonesia, Chris Philip
Alessandro, pada tanggal 10 Februari 2017).
Informan ketiga adalah beberapa ketua dan anggota komunitas My Trip My
Adventure Regional, dimana penulis ingin menemukan data sesuai dengan sudut
pandang dari anggota komunitas My Trip My Adventure. Pada penelitian ini
hanya menggunakan lima komunitas Regional untuk mengetahui tingkat
kejenuhan data wawancara, kelima komunitas dipilih karena tingkat keterlibatan
yang cukup sering dengan acara My Trip My Adventure.
Dari hasil wawancara dengan ke-tujuh narasumber atau informan yang
terdiri dari Senior Kreatif Program My Trip My Adventure, Ketua Komunitas My
Trip My Adventure Indonesia, dan beberapa hasil wawancara dari ketua dan
50
perwakilan My Trip My Adventure Regional menunjukkan bahwa komunitas
punya peran dalam keberhasila program My Trip My Adventure diantaranya:
4.2.1 Penghargaan Majalah MIX Indonesia
Tahun 2016 Komunitas My Trip My Adventure (MTMA) berhasil
terpilih menjadi salah satu pemenang dari 10 Best Marketing PR Program pada
ajang penghargaan PR Program and People of the Year 2016 yang
diselenggarakan oleh MIX Marketing Communication Magazine. Penghargaan
ini merupakan penghargaan tahunan yang diikuti oleh lebih dari 100 entries
dan telah belangsung pada November tahun lalu.
Majalah Mix (MIX Marketing Communications) adalah majalah
komunikasi pemasaran di Indonesia yang berkantor di Jakarta. Majalah ini
pertama kali diterbitkan pada Februari 2004 oleh Kelompok media bisnis
terkemuka di Indonesia yaitu Media Swa. Majalah Mix terbit setiap bulan pada
hari Rabu pekan ke dua. Tampilan isi majalah yang informatif, aktual,
inspiratif, relevan, kejelian menangkap dinamika pasar dan mudah dipahami
menjadikan manjalah ini banyak dinanti setiap bulannya.
Sesuai dengan target majalah Mix adalah orang-orang yang tertarik
dengan kegiatan komunikasi pemasaran, selain itu ada juga para profesional di
bidang pemasaran, pengelola merek di berbagai industri (FMCG, retail,
otomatif, perbankan dll), agensi komunikasi pemasaran (periklanan, aktivasi
merek, promosi, konsultan merek, dijital dan kehumasan) untuk melihat
perkebangan pangsa pasar Indonesia, wirausahawan, serta mahasiswa ilmu
komunikasi dan manajemen.
51
MIX Marketing Communication Magazine mempunyai lima kategori
penghargaan pada tahun ini diantaranya ada, Creative PR Program, Marketing
PR Program, Media Relations Program, Own Media, dan Social PR Program.
Penjurian dilakukan oleh lima Juri berpengalaman dari kalangan praktisi,
akademis dan media. Kelima Dewan Juri yakni, Bambang Sumaryanto (Dosen
Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dan Praktisi PR), Indira Abidin (Pakar
Komunikasi dan Chief Happiness Officer Fortune Indonesia), Ana Mustamin
(Direktur Umum AJB Bumiputera 1912 dan Chairperson Dharma Bumiputera
Foundation), Dyah Hasto Palupi (Redaktur Senior Majalah MIX dan SWA),
dan Teguh Poeradisastra (Redaktur Senior Majalah SWA dan Dosen Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia).
GAMBAR 7
Artikel Majalah Mix Indonesias Kemenangan My Trip My
Adventure
52
Sumber : Data Penulis
Ini membuktikan bahwa komunitas tidak hanya sekedar komunitas
dengan menggunakan nama My Trip My Adventure sebagai nama komunitas
untuk kegiatan bersenang-senang agar terlihat kekinian (hits), tetapi ada peran
yang dilakukan oleh komunitas sehingga dapat mencapai penghargaan tersebut.
Komunitas My Trip My Adventure dinilai sebagai cara cerdas tim Marketing
PR Trans TV untuk lebih memperluas jaringan komunitas di seluruh Indonesia
dengan bantuan media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Youtube.
Tayangan yang dikemas secara menarik dengan menampilkan visual gambar
High-Definition (Full HD) serta pengambilan gambar yang detail membuat My
Trip My Adventure sebagai tayangan yang banyak diminati.
Penghargaan yang diraih oleh My Trip My Adventure dan komunitas
adalah sebuah wujud apresiasi dan pembuktian bahwa keterlibatan
(engagement) penonton ataupun komunitas dapat berpengaruh besar terhadap
keberhasilan dan keberlangsungan tayangan. Engagement sekecil apapun jika
terus dan berulang dapat membawa dampak yang positif dan diarahkan dengan
tepat sasaran, seperti tepat sasaran pencapaian pesan tayangan, dan tepat
sasaran pemilihan media pendukung seperti Instagram, dan Youtube. Dimana
My Trip My Adventure sangat paham dengan keinginan audience seperti yang
diungkapkan Lionel Barber Pemimpin Redaksi Financial Times bahwa
engagement ialah untuk memenuhi permintaan audience kapan pun dan
bagaimanapun (Saarinen, 2014, h. 15). Media harus meningkatkan inovasi,
bukan hanya dari ide / konsep acara tetapi juga dengan kebaruan media-media
pendukung agar tidak tertinggal dengan pesaingnya.
53
Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Petersen dan Barger (2008
dalam Napoli, 2011) engagement saat ini menjadi suatu konsep yang banyak di
pakai oleh media untuk mengukur keterlibatan khalayak akan membawa
manfaat besar bagi industri media. Community engagement yang terjadi pada
program My Trip My Adventure merupakan engagement yang cukup
berpengaruh. Penonton dengan mudah ikut terlibat pada suatau program acara
dimana khalayak media bukan lagi sebagai “viewer” tetapi dapat berperan juga
sebagai “user”.
GAMBAR 8
Penyerahan Penghargaan dari Marketing PR Trans TV Kepada
Ketua Komunitas My Trip My Adventure Indonesia
Sumber : Data Penulis
4.2.2 Community Engagement untuk Meningkatkan Rating Acara
Pada bagian ke-dua pembahasan penelitian ini adalah untuk melihat
bagaimana community engagement dapat meningkatkan rating suatu acara. data
pada penelitian berdasarkan pada Survei Indeks Kualitas Program Siaran
Televisi yang dilakukan oleh KPI pada tahun 2015 – 2016. Pada survei ini
secara umum pengukuran indeks suatu tayangan di bagi menjadi 2 bagian
54
kpi.go.id) Pertama; tujuan, fungsi, dan arah penyiaran. Seberapa berkualitas
televisi telah menjalankan tujuan dan fungsi tersebut. Fungsi adalah kualitas
dalam arti sosial-kegunaan atau fungsi dari suatu program siaran dalam
masyarakat. Kualitas dilihat dari sejauh mana program telah memenuhi fungsi
dan kegunaannya pada pemirsa, terlepas dari apakah program siaran tersebut
secara estitas berkualitas atau tidak. Kedua; Sejauh mana program tidak
melanggar kode etik dan aturan UUD yang ada (kpi.go.id).
GAMBAR 9
Daftar Program Acara Berkualitas bulan Maret – April 2015
Sumber : kpi.go.id
Survei diatas adalah Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang
dilakukan pada tahun 2015 periode 1 bulan Maret – April 2015 acara Wisata
Budaya hasil survei memperlihatkan indeks kualitas untuk program ini adalah
55
4,09. Indeks ini di atas standar 4 (berkualitas) yang ditetapkan oleh KPI.
Berdasarkan data dibawah ini My Trip My Adventure berada di peringkat ke-
empat sebagai satu-satunya program Wisata Budaya yang masuk sebagai
program acara berkualitas KPI survei periode I.
Sedangkan pada survei periode II yang dilakukan KPI bulan Mei-Juni
menunjukkan bahwa program Wisata Budaya menunjukkan indeks hasil 4,06
dimana ada penurunan sebesar 02 dari survei bulan sebelumnya. Tetapi indeks
ini menunjukkan program acara Wisata Budaya masih konsisten di angka 4.
Selain itu pada survei periode II tidak tunjukkan daftar program apa saja yang
masuk kualitas terbaik, dan hanya ditunjukkan bagan hasil dari berdasarakan
kategori program.
Pada survei periode Juli - Agustus 2015, responden menilai program
siaran Wisata Budaya berkualitas. Ini ditandai dengan indeks kualitas untuk
program ini sebesar 4,06. Indeks sama dengan indeks pada periode III pada
bulan Mei-juni. Pada survei periode September-Oktober dan Novemver-
Desember, indeks kualitas untuk program wisata budaya sebesar 4,0. Indeks ini
masuk dalam kategori standar berkualitas yang ditetapkan oleh KPI.
Meskipun sepanjang tahun 2015 program Wisata Budaya mengalami
penurunan, tetapi perolehan indeks rata-rata untuk program ini adalah tetap
bisa mempertahankan di angka 4. Pada Survei Indeks Kualitas Program Siaran
Televisi pada periode I tahun 2016 menunjukkan program Wisata Budaya
mulai adanya peningkatan indeks. Dari sepuluh program Wisata Budaya yang
masuk daftar survei KPI menunjukkan ke-sepuluh program indeks kualitas
berada di angka 4 dan setiap program memperoleh indeks tidak jauh berbeda.
56
My Trip My Adventure berhasil berada di urutan ke-dua sebagai program
Wisata Budaya yang paling banyak ditonton di awal tahun 2016.
GAMBAR 10
Pemeringkatan Menonton Program Wisata Budaya
Sumber : kpi.go.id
Pada survei periode II bulan Mei-Juni 2016, responden ahli menilai
program acara Wisata Budaya termasuk berkualitas. Hal ini ditandai dengan
indeks kualitas untuk program wisata budaya sebesar 4,09. Indeks ini sedikit di
atas standar 4 (berkualitas) yang ditetapkan oleh KPI. Pada survei periode
bulan Juli-Agustus 2016 panel ahli menilai program acara Wisata Budaya telah
57
melampaui standar program berkualitas yang ditetapkan KPI, yaitu sebesar
4,31.
Pada survei periode III, indeks program wisata budaya mengalami
kenaikan yang cukup signifikan sebesar 0.22 poin. Survei periode bulan
September-Oktober 2016, panel ahli menilai program acara Wisata Budaya
telah melampaui standar program berkualitas yang ditetapkan KPI, yaitu
sebesar 4,15. Indeks program Wisata Budaya ini menurun sebanyak 15 poin
dari survei sebelumnya. Indeks hasil periode bulan November-Desember 2016,
indeks program acara Wisata Budaya melampaui standar program berkualitas
yang ditetapkan KPI, yaitu sebesar 4,22. Program Wisata Budaya berhasil naik
lagi dengan perolehan indeksnya sebesar 07 poin.
Berdasarkan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang
dilakukan KPI menunjukkan bahwa perolehan indeks hasil program wisata
budaya tetap konsisten berada di angka 4 meskipun sempat mengalami
penurunan hasil tetapi tidak sampai pada angka di bawah 4. Selama
penayangan 2 tahun terakhir My Trip My Adventure mempunyai kualitas
program yang baik berdasarkan dari hasil survei KPI yaitu menjadi salah satu
program berkualitas dan menjadi salah satu program yang banyak ditonton.
Berikut adalah indeks indikator yang ditetapkan KPI untuk menilai kualitas
program Wisata Budaya:
58
Tabel 2
Indikator Penilaian Wisata Budaya
Indikator
Informatif
Edukatif
Hiburan
Transfer nilai-nilai budaya bangsa
Kearifan Lokal
Menghormati nilai dan norma kesopanan
dan kesusilaan
Menghormati nilai-nilai kesukuan, agama,
ras, dan antar golongan
Menghargai keberagaman budaya
Sumber : kpi.go.id
Selama hampir empat tahun My Trip My Adventure tayang, program ini
selalu memantau perolehan rating disetiap episodenya. Untuk mengetahui hasil
survei pengukuran audience yang lebih akurat, tim menggunakan lembaga Ac
Nielson. Seperti yang diungkapkan Lessie selaku Senior Kreatif My Trip My
Adventure.
“... Untuk melihat rating share disetiap episode tayangan kita beli di
Ac Nielson sebagai lembaga survei rating yang sudah diakui di
Indonesia, selain itu kita juga aktif mengajak komunitas MTMA dan juga
komunitas-komunitas lain (yang berhubungan dengan konsep acara)
untuk shooting bareng kita. Alasannya agar lebih seru dan interaksi
dengan masyarakat sekitar lebih berasa. Dan itu bisa jadi strategi juga,
kalo kita banyak libatin warga lokal, biasanya hasil rating sharenya
besar.” (Hasil wawancara bersama Senior Kreatif, Lessie Setiawati, pada
tanggal 20 Mei 2017).
Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa peran lain yang bisa
dilakukan sebuah komunitas yaitu membantu untuk meningkatkan rating acara.
My Trip My Adventure sering mengajak komunitas-komunitas untuk terlibat
langsung seperti berpartisipasi dalam pengambilan gambar atau shooting
59
bersama sesuai dengan konsep program acara yang telah direncanakan Tim
Kreatif.
4.2.3 Mempermudah Proses Produksi Acara
Selain contoh keberhasilan dari penghargaan yang di raih My Trip My
Adventure dan engagement membantu meningkatkan rating ada peran lain
yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan informan yaitu membantu
selama proses shooting berlangsung. Komunitas My Trip My Adventure
Regional dengan sukarela membantu memberikan referensi tempat-tempat
rekomendasi yang menarik dan belum banyak dieksplore untuk dikunjungi.
Tim My Trip My Adventure akan melakukan pengambilan gambar atau
shooting sesuai dengan rekomendasi komunitas Regional.
Dengan adanya bantuan dari komunitas ini dirasa akan sangat
menguntungkan bagi tim produksi My Trip My Adventure, dimana tim akan
lebih menghemat waktu misalnya, tim produksi tidak perlu mencari orang lain
untuk menjadi guide atau pemandu untuk memberikan rekomendasi tempat
yang akan dikunjungi. Tim hanya perlu menghubungi komunitas sesuai dengan
regional yang akan menjadi lokasi shooting, selain itu komunitas yang
bersangkutan juga membantu dalam proses survei langsung bersama dengan
tim kelokasi sekaligus menjadi pemandu tim produksi My Trip My Adventure.
Contohnya pada saat tim produksi akan melakukan shooting di Kota
Gorontalo, tim akan langsung menghubungi komunitas My Trip My Adventure
Regional Gorontalo untuk membantu mereka selama proses shooting disana,
kemudian di sinilah peran komunitas Regional akan dimulai.
60
GAMBAR 11
My Trip My Adventure Gorontalo dan Host My Trip My Adventure
Sumber: Instagram/mtma_gorontalo
4.2.4 Menjaga Nama Baik Trans TV
Adanya komunitas My Trip My Adventure disadari dapat membantu
menjaga nama baik dan citra Trans TV. Salah satu bentuk untuk menjaga nama
baik ataupun citra adalah dengan komunitas aktif dalam kegiatan sosial.
Kegiatan sosial yang dilakukan seperti, pemberian bantuan sembako di daerah
terpencil yang bekerja sama dengan Provinsi setempat, pembagian tas sebagai
bentuk apresiasi terhadap siswa berprestasi di sekolah, menjadi relawan guru di
daerah - daerah pelosok , penggalangan bantuan dana terhadap korban bencana
alam seperti banjir pada Desember tahun lalu di kota Bima, membantu
pemberian masker kepada korban asap di Riau, adopsi orang hutan, berbagi
takjil pada bulan Ramadhan, dan komunitas berusaha menjaga kelestarian alam
61
dan lingkungan seperti kegiatan bersih-bersih pantai dan gunung yang
dilakukan rutin komunitas My Trip My Adventure Malang setiap bulannya, dan
aksi penanaman 1000 pohon serentak oleh komunitas My Trip My Adventure
se-Indonesia.
GAMBAR 12
Kegiatan Sosial yang dilakuakan Komunitas My Trip My Adventure Palu
Sumber : Instagram/mytrip_myadvntrindonesi
GAMBAR 13
Komunitas My Trip My Adventure Makassar Sukarelawan menjadi Guru
di pelosok Sulawe
62
Sumber : Instagram/mytrip_myadvntrindonesia
Peran dalam kegiatan sosial diatas adalah salah satu bentuk dampak
positif dimana didalam peran tersebut secara tidak langsung akan membantu
menjaga nama baik dan meningkatkan citra Trans TV di mata masyarakat.
Selain kegiatan sosial yang berdampak positif peran komunitas dalam menjaga
nama baik ini juga berkaitan dengan diberikannya kepercayaan oleh pihak
Trans TV selaku pemilik dari komunitas My Trip My Adventure. Dimana
semakin banyak komunitas yang berdiri di berbagai daerah di Indonesia
diharapkan akan tumbuh jiwa pemuda yang bertanggung jawab kepada alam
dan lingkungan sosial sekitar.
Semakin besarnya tanggung jawab yang dilakukan komunitas akan
menimbulkan rasa kepercayaan antara komunitas dan Trans TV. Komunitas
diberi kebebesan untuk melakukan berbagai kegiatan positif dibawah naungan
nama My Trip My Adventure dan Trans TV. Adanya tanggung jawab
komunitas sebagai generasi penerus untuk melakukan “campaign explore” ke
daerah – daerah di Indonesia sebagai bagian dari manfaat untuk mendukung,
meningkatkan, dan memperkenalkan pariwisata di daerah.
Tayangan My Trip My Adventure ini tidak hanya menonjolkan tayangan
dari aspek kearifan lokal, menghormati nilai dan norma kesopanan, informatif
mengenai meragamnya wisata yang ada di Indonesia, tetapi juga adanya
kepedulian terhadap kelestarian kebudayaan, dan adanya nilai edukatif yang di
angkat. Seringnya host acara menyuarakan slogan untuk meningkatkan
kepedulian terhadap lingkungan sekitar, seperti slogan “nyampah
sembarangan gak asik” dan “corat - coret sembarangan itu norak”.
63
4.3 Hasil Diskusi
4.3.1 Elemen Keberhasilan Program My Trip My Adventure
Berdasarkan dari pemaparan diatas engagement atau keterlibatan yang
berdampak positif dilihat dari penghargaan yang diraih, rating acara,
mudahnya akses kesuatu daerah untuk proses shooting, dan juga komunitas
yang membantu menjaga nama baik adalah sebagai salah satu cara My Trip
My Adventure membangun hubungan dengan audiencenya baik melalui
tayangan yang disajikan atau dengan media sosial sebagai media pendukung
untuk promosi dan menjangkau atau memperluas penonton.
Adanya keberhasilan program My Trip My Adventure dapat ditinjau
dari beberapa elemen kesuksesan program televisi menurut Morissan (2005),
diantaranya :
A. Konflik
Pada tahun 2016 adanya aduan ke KPI mengenai beberapa host atau
pembawa acara pria dalam acara My Trip My Adventure yang bertelanjang
dada memamerkan badannya yang hampir penuh tattoo. Dengan target
audience diumur 17 - 30 tahun dikhawatirkan kondisi tersebut sangat tidak
baik dan berdampak terutama kepada perkembangan remaja yang menonton
sehingga bisa ditiru dan lama kelamaan bisa menjadi budaya di generasi
muda. Perlu adanya sensor untuk tidak memperlihatkan tattoo pada tayangan
My Trip My Adventure.
Di beberapa negara seperti Korea Selatan tayangan atau program acara
yang pengisi acara seperti host, bintang tamu yang memiliki tattoo akan
disensor contohnya, bagian tubuh yang terlihat tattoo dan terekam di kamera
akan disensor seperti diburamkan atau diharuskan menggunakan baju
64
tertutup. Atas aduan kepada KPI ini perlu melakukan tinjauan lebih dalam
mengenai sensor tattoo pada program My Trip My Adventure.
B. Durasi
Ditinjau dari durasi atau lamanya penayangan, suatu program terdiri atas
program yang dapat bertahan lama (durable program) dan program yang
tidak dapat bertahan lama (nondurable program). Program My Trip My
Adventure termasuk program dapat bertahan lama (durable program) terbukti
masih diminati sejak tayang pertama kali pada September 2013 dimana
program My Trip My Adventure juga tayang dua kali dalam seminggu yaitu
tayang di hari sabtu dan Minggu pukul 08.30 WIB.
C. Kesukaan
Salah satu faktor banyaknya yang menyukai program ini karena
pembawa acara atau host yang memiliki wajah cantik dan tampan, seperti
Hamish Daud, Vicky Nitinegoro, Nadine Chandrawinata, Dion Wiyoko,
Denny Sumargo, Marshall Sastra, David John Schaap, Rikas Harsa, Richard
Kyle, Putri Marino. Tidak hanya berpenampilan menarik, pembawa acara
program My Trip My Adventure memiliki keunikan tersendiri. Setiap
pembawa acara memiliki gaya berpetualang yang berbeda. Artinya dengan
unik dan berbedanya setiap karakter pembawa acara akan semakin
menariknya tayangan untuk ditonton.
Tidak hanya keunikan dari pembawa acaranya program My Trip My
Adventure biasanya juga memberikan konsep khusus seperti #mtmanolimit
dimana pada episode tersebut akan di bahas kegiatan-kegiatan ekstrem yang
akan dilakukan oleh host My Trip My Adventure seperti skydiving, downhill
65
di gurun pasir, hammocking diantara dua mobil yang melaju, lompat ke laut
dari flying fox yang melaju, surfing dengan dari paralayang dan masih banyak
keseruan dan keunikan yang akan dilakukan oleh pembawa acara My Trip My
Adventure.
GAMBAR 14
Downhill di Gurun Pasir
Sumber : Instagram/mytrip_myadvntr
D. Konsisten
Program My Trip My Adventure konsisten dengan konsep tayangannya,
yaitu dokumenter Wisata Budaya dengan nuansa adventure dimana adventure
disini ingin memperlihatkan petualang yang berbeda tidak hanya petualangan
tempat wisata dan mengenal kearifan masyarakat lokal saja, tetapi adanya
segmen-segmen acara yang didominasi dengan keterlibatan komunitas –
komunitas di seluruh Indonesia untuk semakin meningkatkan awareness
tayangan ini kepada masyarakat. Hal ini bisa ditandai dengan banyaknya
komunitas – komunitas My Trip My Adventure yang ada di seluruh Indonesia.
Sebanyak 80 komunitas sudah berdiri saat ini dengan 1122 anggota yang aktif
terlibat dan bergabung dengan community relations Trans TV.
66
E. Energi
My Trip My Adventure memenuhi kriteria sebagai suatu program yang
memiliki energi yaitu kualitas yang menekankan pada kecepatan dan
semangat ke dalam cerita dengan menyajikan gambar-gambar yang tidak bisa
ditinggalkan oleh penonton. Program My Trip My Adventure termasuk
tayangan yang memiliki kedetailan dalam pengambilan gambar seperti
penggunaan drone untuk merekam susana dan keindahan suatu daerah dari
ketinggian. Karena memang acara ini diproduksi sekaligus mempromosikan
wisata-wisata daerah di Indonesia maka gambar yang diambil juga
merupakan kualitas Full HD (Hight- Definition). Sehingga penonton akan
dimanjakan dengan tayangan kualitas gambar yang sangat memuaskan.
Tidak hanya itu kualitas foto yang di upload di Instagram My Trip My
Adventure juga merupakan kualitas foto Hight-Definition. Keberhasilan
keterlibatan (engagement) juga karena adanya faktor sosial media
didalamnya. Apalagi dengan target audience anak mudah yang aktif, dengan
rasa penasaran yang tinggi, serta pribadi yang enerjik tentu menjadikan
pemilihan media pendukung media konvensial haruslah dengan tepat. Seperti
pemilihan media Instagram yang dipilih sebagai media pendukung dengan
fitur utama sebagai media aplikasi berbagi foto dan video baik untuk kegiatan
sehari-hari maupun traveling menjadikan Instagram sebagai media yang pas
pemilihannya.
67
F. Timing
Agar suatu program dapat berhasil maka program itu haruslah
harmonis dengan waktu. Program Wisata Budaya My Trip My Adventure
tayang pada saat hari libur yaitu hari Sabtu dan Minggu pagi. Dimana pada
saat hari libur seperti hari Sabtu orang dewasa bisa menontonnya untuk
sekedar mendapat hiburan di pagi hari atau sebagai referensi mencari tempat
wisata baru yang akan dikunjungi. Bagi penonton remaja bisa menonton
program My Trip My Adventure di hari Minggu. Selain tayangan My Trip My
Adventure setiap episodenya setelah tayang di televisi akan di upload ulang
di youtube Official Trans TV. Hal ini memudahkan bagi penonton yang
ketinggalan episode terbaru My Trip My Adventure bisa secara langsung
melihat ke channel youtube.
G. Tren
Program Wisata Budaya My Trip My Adventure adalah salah satu
program yang banyak digemari oleh masyarakat saat ini terutama anak
mudah. Program acara ini dikemas dengan sangat menarik dengan konsep
utama traveling dan adventure, tren ini banyak dilakukan remaja ataupun
orang dewasa di Indonesia. Contoh Tren pada program ini adalah ide kreatif
yang dilakukan oleh tim My Trip My Adventure pada episode tayangan 7 Mei
2017 dengan menggunakan konsep #mtmafans dimana tim / crew melakukan
pencarian co-host untuk berpetualang bersama host My Trip My Adventure.
Tim melakukan casting secara langsung dengan fans yang berlangsung di
Pulau Toli Toli, Sulawesi Tengah. Dan pemenangnya akan mengikuti
kegiatan shooting dan akan ditayangkan. Salah satu ide yang dilakukan tim
68
My Trip My Adventure ini dapat meningkatkan engagement / keterlibatan
fisik dan emosial secara langsung dapat dijadikan suatu pengalam baru bagi
penonton.
GAMBAR 15
Episode yang Melibatkan Fans sebagai Co-Host
Sumber : Youtube/TRANS TV Official
Pada episode Toraja Sabtu 27 Mei 2017 My Trip My Adventure
melibatkan komunitas Motor Trail dari Toraja untuk mengeksplore bukit
Ollon, Kab Bongkaradeng, Toraja, Sulawesi Selatan. Kegiatan melibatkan
komunitas untuk kegiatan shooting adalah sebagai wujud lebih mendekatkan
dengan masyarakat lokal dan juga untuk menunjukkan keunikan adventure
yang dimiliki program My Trip My Adventure. Program acara ini juga dinilai
semakin ramai dengan melibatkan banyak orang didalamnya. Komunitas –
komunitas ini juga bukan komunitas bayaran, mereka dengan senang hati
69
membantu lebih menghidupkan program My Trip My Adventure sebagai
sebuah acara petualangan yang fun, informatif serta tidak lupa dengan pesan
edukasinya. Tren ini juga bisa dilihat aktifnya tim My Trip My Adventure di
dunia media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Youtube seperti yang
diungkap pada poin energi untuk saling berinteraksi dengan penonton.
GAMBAR 16
Episode yang Melibatkan Komunitas Motor Trail di Toraja
Sumber : Youtube/TRANS TV Official
Hasil diskusi diatas menunjukkan bahwa program My Trip My
Adventure memiliki ke-tujuh elemen berdasarkan kesuksesan program televisi
menurut Morissan (2005), Selain itu Pringle, Starr, dan McCavitt (1991)
menguraikan keberhasilan stasiun televisi dalam melaksanakan programnya
akan sangat bergantung pada tiga hal:
a. The ability to produce or buy programs with audience appeal
70
Kemampuan untuk memproduksi atau membeli program yang memiliki
daya tarik bagi audience. Tidak diragukan lagi program tayangan My Trip My
Adventure adalah produk televisi dengan produksi yang tinggi. Terbukti
dengan acara ini tidak hanya melakukan proses shooting di seluruh wilayah
Indonesia tetapi beberapa kali tayangan My Trip My Adventure melakukan
shooting diluar negeri seperti di Hongkong pada Maret 2015, Jepang pada
Mei 2016, dan New Zealand Juli 2017. Dengan adanya episode yang
menayangkan keindahan wisata alam dan budaya di luar Indonesia ini juga
diharapkan dapat menarik audience lebih banyak.
Kegiatan petualangan yang dilakukan oleh program My Trip My
Adventure ini tidak jarang juga didukung oleh pihak Pemerintah dan Dinas
Kepariwisataan untuk semakin memperkenalkan tempat wisata. Dan daya
tarik program My Trip My Adventure tentu saja dengan adanya keterlibatan
engagement yang kuat antara komunitas dan program My Trip My Adventure
untuk membangun audience loyal yang diharapkan memilki dampak positif
dalam jangka panjang.
b. Air them at times when they can be seen by the audience to which they
appeal.
Menayangkan pada waktu yang dapat dilihat oleh audience sasaran. My
Trip My Adventure setiap minggunya tayang pada saat hari Sabtu dan Minggu
dimana pada hari tersebut merupakan hari libur bagi penonton yang bekerja
dan juga remaja yang masih bersekolah. Selain itu adanya kemudahan akses
channel youtube membantu penonton untuk dapat menonton tayangan ulang
My Trip My Adventure kapan saja dan dimana saja dengan.
71
c. Build individual programs into a schedule that encourages viewers tune
to the station and remain with it from one program to another.
Membangun sejumlah program individu ke dalam suatu jadwal yang
dapat mendorong audience untuk menonton televisi dan tetap berada pada
salurannya dari satu program keprogram berikutnya. Tayang pada saat hari
libur membuat program My Trip My Adventure sangat di nanti setiap
episodenya. Pada program acara yang ditayangkan Trans TV pada saat hari
libur di pagi hari memang sejumlah tayangan yang memiliki konten informasi
tentang panduan berwisata, kuliner, dan games kemiripan konten yang
dimiliki sangat tepat My Trip My Adventure tayang di pagi hari. Selain itu
adanya My Trip My Adventure Kids yang merupakan turunan dari program
My Trip My Adventure di Trans TV juga dapat membantu memperkenalkan
dunia berpetualang kepada anak-anak tetapi tetap dengan pengawasan orang
dewasa.
GAMBAR 17
Official Instagram MTMA_Kids
Sumber : Instagram/mtma_kids
72
4.3.2 Community Engagement Acara Televisi
Napoli (2011, h. 95) mengungkapkan bahwa konsep engagement
(keterlibatan) bukanlah hal baru. Dalam hal ini konsep keterlibatan
(engagement) baik dibidang jurnalistik maupun media secara luas telah beralih
dari pinggiran menjadi konsep utama bagaimana organisasi media dan
pengiklan melibatkan audience dengan semakin berkembangnya teknologi new
media. Engagement dinilai sebagai fasilitas informasi untuk new audience,
informasi penonton baru ini diharapkan bisa berkontribusi pada semakin
meningkatnya keterlibatan penonton di hampir semua media.
Pada 2005 American Association of Advertising Agencies” menyatakan
engagement akan menjadi matrik baru untuk akuntabilitas iklan (Sorce dan
Dewitz, 2006, h. 30). Salah satu industri telah mencatat bahwa "engagement”
telah menjadi suatu yang dominan digunakan untuk mengukur khalayak yang
berfokus untuk mendefinisikan keterlibatan yang dianggap membawa manfaat
bagi industri tersebut (Peterson dan Berger, 2008, h. 10 dalam Napoli, 2011, h.
96). Konsep keterlibatan (engagement) yang diusung dibidang jurnalistik
adalah konsep Citizen journalist dimana saat ini pembaca dapat memproduksi
berita sendiri.
Adanya keterlibatan pada sebuah acara televisi bukanlah hal yang baru
di Indonesia seperti pada program televisi yang belibatkan penonton dalam
kuis interaktif, program acara YKS (Yuk Keep Smile) Trans TV yang pada
masa tayang saat itu aktif terlibat dan adanya interaksi dengan penonton di
studio seperti bernyanyi bersama. Tetapi engagement yang ada pada program
73
YKS ini dianggap kurang mendidik sehingga tayangannya dihentikan pada
tahun 2014 lalu.
Keterlibatan (engagement) yang terjadi pada program My Trip My
Adventure dianggap sebagai salah satu keterlibatan positif antara komunitas,
dan Trans TV. Dimana dengan konsep acara Wisata Budaya yang banyak
menampilkan edukasi kepada audience yang menonton berdampak positif
adanya kesadaran dari dalam diri audience untuk ikut membantu dalam
menjaga alam dan lingkungannya.
“... Awalnya suka banget sama acaranya My Trip My Adventure tiap
hari Sabtu dan Minggu pagi pasti nonton. Kebetulan karna suka juga
sama traveling, foto-foto dan di upload di IG akhirnya sama temen buat
komunitas mtma di IG @mtmamalang dan gak nyangka followers
sudah sekitar 45k. Sebenernya memalui komunitas ini bukan cuma
acara jalan-jalan aja tapi juga ada kegiatan sosial yang kita lakukan,
misal bersih-bersih pantai, tanam mangrove, ngebiasain tidak buang
sampah sembarang seperti hastag yang sering di pakai My Trip My
Adventure kayak “sampah sembarangan gak asik”.” (Hasil wawancara
bersama Ketua Komunitas My Trip My Adventure Malang, Afrizal,
pada tanggal 11 Februari 2017).
Dengan adanya konvergensi media atau penggabungan antara media
konvensional dan new media juga mempermudah My Trip My Adventure untuk
memperluas jangkauan audience. Berbagai platfrom new media dinilai sangat
menguntungkan untuk keberlangsungan suatu program acara televisi.
Instagram menjadi salah satu plastfrom yang sering digunakan tim My Trip My
Adventure, banyaknya pilihan fitur dan kemudahan akses Instagram, serta
adanya fitur hastag (#) ini menjadikan Instagram populer dikalangan anak
mudah terutama yang menyukai kegiatan fotografi dan traveling.
Konsep audience yang mulai berubah saat ini dikarenakan adanya
revolusi media. Napoli (dalam Ptak, 2014) menyatakan bahwa salah satu
74
pendorong utama evolusi audience adalah perubahan teknologi yang mengubah
bagaimana khalayak mengkonsumsi media. Semakin banyaknya inovasi new
media akan semakin banyak pula perubahan audience pemilihan media yang
akan digunakan. Teknologi baru seperti perangkat genggam atau smartphone
mampu memberikan sarana yang terus berkembang dengan kemudahan dimana
konten dapat menjangkau audience kapanpun dan dimanapun. Pada saat
bersamaan, banyaknya platform seperti media sosial juga membuktikan lebih
banyak pilihan semakin berkembangnya new media dan memperluas suatu
konten berita, informasi dan peristiwa.
Di era evolusi media saat ini tidak lagi komunikasi satu arah, seperti
pada tayangan My Trip My Adventure komunitas dengan bebas berkomunikasi
dengan sesama komunitas di seluruh Indonesia dan juga kepada tim My Trip
My Adventure seperti yang dilakukan komunitas My Trip My Adventure yang
menggunakan media sosial sebagai pengumuman acara gathering nasional
yang dilakukan setiap tahunnya. Pengumuman di media sosial ini
mempermudah anggota komunitas untuk menyebarkan informasi dengan cepat.
GAMBAR 18
Pengumuman Gathering Nasional
75
Sumber: Instagram/mytrip-advntrindonesia
Media massa dan media internet saat ini merupakan kolaborasi yang
yang seperna untuk membantu meningkatkan minat audience kembali
menonton sebuah acara televisi. Tetapi kebutuhan audience terhadap suatu
inovasi ini juga merupakan bagian dari peran industri media untuk bisa
memenuhi kebutuhan penonton. Dimana media massa membantu dalam proses
berkembanya suatu media baru atau teknologi baru yang berdampak pada
bagaimana cara audience akan mengkonsumsinya.
Dilihat dari perkembangan Instagram yang menjadi salah satu platform
media sosial yang populer saat ini, menjadikan Instagram sebagai new media
yang banyak mengalami perkembangan fitur di aplikasinya. Awalnya
Instagram hanya digunakan sebagai media untuk share foto saja, tetapi seiring
dengan pengguna Instagram saat ini membuat platform ini menambahkan fitur-
fitur baru didalamnya. Instagram saat ini tidak hanya sebagai media share foto,
like, dan komen tetapi ada fitur baru seperti video, instastory, banyaknya
pilihan filter edit foto, dan Instagram saat ini juga banyak digunakan sebagai
media promosi, bahkan online shopping.
Berhasilnya community engagement My Trip My Adventure dalam
meraih penghargaan Best Marketing PR Program pada ajang penghargaan PR
Program and People of the Year 2016 sebagai pembuktian bahwa komunitas
My Trip My Adventure adalah komunitas yang dapat membawa citra baik
kepada industri media. Adanya prestasi ini juga akan semakin mengangkat
nama baik komunitas dan Trans TV. Penghargaan yang melibatkan komunitas
76
juga sebagai bentuk apresiasi terhapat pengaruh dan adanya peran komunitas
sebagai bagian dari proses produksi acara.
Adanya konsep kepercayaan antara komunitas dan program My Trip My
Adventure juga sebagai wujud untuk menciptakan hubungan jangka panjang
dengan audience dan meningkatnya awareness di mata masyarakat terhadap
program My Trip My Adventure yang berkontribusi tidak hanya pada semakin
tinggi tingkat kepedulian terhadap lingkungan dan alam tetapi juga membantu
dalam mempromosikan wisata-wisata di daerah melalui bantuan komunitas My
Trip My Adventure, hal tersebut merupakan bagian dari peran yang dijalankan
oleh komunitas My Trip My Adventure.
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Banyaknya informasi dan edukasi yang ditayangankan, menjadikan My Trip
My Adventure sebagai salah satu pilihan program Wisata Budaya yang banyak
ditonton. Semakin berkembangnya komunitas My Trip My Adventure yang
muncul beberapa tahun terakhir menjadikan program ini semakin dikenal
masyarakat terutama anak mudah. Komunitas My Trip My Adventure adalah
komunitas yang dibentuk oleh pentonton atau penggemar setia tayangan My Trip
My Adventure. Sampai saat ini sudah ada 80 komunitas My Trip My Adventure
yang berdiri diberbagai regional kota di Indonesia. Banyaknya komunitas ini
memunculkan sebuah peran bahwa keterlibatan penonton pada sebuah tayangan
dapat berdampak positif. Berikut adalah peran keterlibatan (engagement)
komunitas My Trip My Adventure:
Pertama, peran community engagement pada program My Trip My
Adventure adalah keberhasilan komunitas My Trip My Adventure membawa
pulang penghargaan Best PR Marketing 2016 yang diselenggarakan MIX
Magazine pada tahun 2016. komunitas yang dibina oleh Devisi Marketing PR
Trans TV merupakan cara cerdas untuk mempromosikan program My Trip My
Adventure kepada masyarakat dengan membentuk komunitas-komunitas yang
berbasis anak mudah.
Kedua, semakin banyaknya program My Trip My Adventure belibatkan
komunitas (community engagement) dinilai dapat membantu menigkatkan
tingkat share acara.
78
Ketiga, peran komunitas My Trip My Adventure adalah membantu proses
produksi acara seperti, berpartisipasi dalam memberikan referensi tempat –
tempat wisata baru, survei lokasi shooting atau pun sebagai guide selama proses
shooting berlangsung
Keempat, komunitas My Trip My Adventure secara tidak langsung
membantu menjaga nama baik atau citra Trans TV dengan cara seperti,
seringnya komunitas mengadakan kegiatan sosial, dan membantu meningkatkan
kepedulian terhadap alam.
Keberhasilan program My Trip My Adventure juga dapat dilihat dari elemen
yang kesuksesan program televisi menurut Morissan (2005), dimana My Trip My
Adventure memiliki semua elemen dari ketujuh elemen tersebut seperti, adanya
konflik, durasi, kesukaan, konsisten, energi, timing dan tren serta kuatnya
hubungan community engagement yang terjadi.
5.2 Saran
Terhadap refleksi yang telah penulis lakukan sepanjang waktu penelitian,
penulis akan memberikan saran terkait dengan para peneliti yang memiliki
kesamaan minat penelitian.
a. Saran Akademis
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian serupa
dikarenakan masih sedkitnya penelitian mengenai community engagement yang
terlibat di media massa ataupun new media. Untuk penelitian selanjutnya dapat
menggunakan metode fenomenologi atau etnografi yang dapat mengkaji
community engagement lebih mendalam.
79
b. Saran Praktis
Pada penelitian ini community engagement menunjukkan adanya kaitan
yang erat terhadap keberlangsungan suatu program acara. Pengumpulan data –
data penelitian dengan wawancarai beberapa komunitas My Trip My Adventure
yang aktif terlibat cukup mudah untuk didapat, tetapi sulit mendapatkan data-
data dari pihak Trans TV seperti tim produksi dan Devisi PR. Diharapkan pada
penelitian selanjutnya Trans TV selaku pemilik dan sumber informasi utama
untuk penelitian lebih mudah dihubungi untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Alberto, J., & Aviles, G. (2012). Roles of audience participation multiplatfrom
television: From fans and consumers, to collabolators and activists. Journal
of audience and reception studies, Volume 9, Issue 2. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/291112987_Roles_of_audience_p
articipation_in_multiplatform_television_From_fans_and_consumers_to_co
llaborators_and_activists
Albiniak, P. (2007). Measuring “engagement”: beyond ratings, advertisers, TV’s
hot new metric. Dalam Napoli. Audience evolution. (h. 95). New York:
Columbia University Pers.
Anderson, C. (2006). The long tail. Dalam Napoli. Audience Evolution. New
York: Columbia University Pers
Aronson, S.H. (1978) . Bell’s electrical toy: that’s the use? the sociology of early
telephone usage in I. de sola pool (ed.) The social impact of the telephone
(2nd edn.), pp.1539. Cambridge, MAand London: MIT Press. Dalam Ptak.
The tvolution of mass media and mass media audiences 2014.
Bevins, C. (2014). Get schooled: A visual social semiotic analysis of target’s
branding using Instagram. (Masters Theses. Paper 327). Dari
http://digitalcommons.liberty.edu/masters/327/.
Bryman, A. (2008). Social research method. Oxford: University Press.
Bogdan, & Steven (1992). Introduction to qualitative research methotds : A
phenomenological approach in the social sciences, alih bahasa Arief
Furchan, John Wiley dan Sons, Surabaya, Usaha Nasional.
Denzin & Lincoln. (Eds.). (2011). The sage handbook of qualitative research. 4th
edition. Thousand Oaks, California: Sage Publication, Inc
Effendy. (2009). Teori dan praktik ilmu komunikasi. Bandung: Resdakaya.
Fauzi. (2016). Indeks kualitas program siaran televisi meningkat. Diakses pada 5
Januari 2017 dari
http://kompas.com/read/2016/11/11/204620326/indeks.kualitas.program.siar
an.televisi.meningkat.
Fontana, A. & Frey, J.H. (2005). The interview: rom neutral stance to political
involvement. Dalam Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (Ed.). The sage
handbook of qualitative research (3rd edition). (h. 695-727). Thousand
Oaks, California: Sage Publications, Inc.
Gerrish, K. dan Lacey, A. (2010). the research process in nursing. United
Kingdom: Black Well Publishing Ltd.
Hermawan, C. W. (2009). Cara mudah membuat komunitas online dengan phpbb.
Yogyakarta: ANDI.
Hodder, I. (1994). The interpretation of documents and material culture. Dalam
Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (Ed.). Handbook of qualitative research. (h.
393-402). Thousand Oaks, California: Sage Publication Inc.
Hollifield, dan Coffey. (2006). Qualitative research in media management and
economics. Dalam Albarran, A.B. (Ed.). (Handbook of media management
And economics). New Jersey: Lawrence Elrbaum Associates, Inc. Publisher.
81
International Council on Monuments and Sites (ICOMOS). (2013). Icomos
international cultural tourism. Diakses pada 6 Desember 2016 dari
http://www.icomos-ictc.org/.
Kadir, Aisyah. (2014). korelasi tayangan pariwisata di televisi dengan perilaku
wisata di komunitas samarinda backpackers. eJournal lmu Komunikasi,
2(3). 1-13.
Komisi Penyiaran Indonesia KPI. (2016). Survey pemeringkatan menonton
program wisata budaya. Diakses dari https://www.kpi.go.id/index.php/id/.
Kurniawan, Moch. Nunung. (2007). Jurnalis warga di Indonesia, Prospek dan
Tantangannya. Makara Sosial Humaniora, 11 (2), 71-18.
Kuswandi, Wawan. (2009). Komunikasi massa sebuah analisis media televisi.
Jakarta: Rhineka Cipta.
Livingstone, S. (2003). The changing nature of audiences: From the mass
audience to the interactive media user. In A. Valdivia (Ed.). Companion to
media study. (h. 337-359). Oxford, UK: Blackwell.
Lim, S. H., & Yazdanifard, R. (2014). How Instagram Can Be Used as a Tool in
Social Network Marketing. Malaysia: Southern New Hampshire University.
Misniastuti. (2016). Industri media di era digital “strategi media kompas dalam
mengkonter persaingan media. Diakses pada 18 Februari 2017, dari
https://misniastuti.com/2016/01/30/industri-media-di-era-digital-strategi-
media-kompas-dalam-mengkonter-persaingan-media/
Miles, M.B., Huberman, A.M., dan Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis:
A Method Sourcebook. 3rd
edition. Thousand Oaks, California: SAGE
Publication Inc.
Mix Magazine. (2004). Diakses pada tanggal 21 Juni 2017 dari
http://mix.co.id/digitalmagazine. Morissan. 2005. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi.
Tangerang: Ramdina Prakasa. Mulyana, Deddy. (2011). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, dan Solatun. (2008). Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh
Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Moleong, L. J. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
My Trip My Adventure. (2013). Diakses pada tanggal 4 Januari 2017 dari
http://www.transtv.co.id/program/35/my-trip-my-adventure.
My Trip My Adventure Memenangkan Best Marketing Pr Program. (2016). Di
Akses pada tanggal 20 Juni 2017 dari http://www.coveragemagz.com/my-
trip-my-adventure-memenangkan-best-marketing-pr-program/
Napoli, Philip. (2008). Toward a model of audience evolution: New technologies
and the transformation of media audiences. Dalam Ptak. The Evolution of
Mass Media and Mass Media Audiences 2014
Napoli, Philip M. (2010). "Revisiting 'mass communication' and the 'work' of the
audience in the new media environment." Media, Culture & Society .
32.505. Dalam Ptak. The Evolution of Mass Media and Mass Media
Audiences 2014.
82
Napoli, Philip M. (2011). Audience Evolution: New Technologies and the
Transformation of Media Audiences. New York: Columbia University
Press.
Neuman, W. L. (2013). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Edisi tujuh. Jakarta: Indeks.
Nurilmah, Utami. (2016). Citizen Journalism dan Diversity Of Content. Malang :
Univeritas Brawijaya.
Pringle, Peter, Michael F. Starr, dan William E. McCavitt. 1991. Electronic Media
Management (Second Edition). Boston-London: Focal Press.
Ptak, Ashley. (2014). The Evolution of Mass Media and Mass Media Audiences.
Com 385. Diakses dari https://ptak1ar.com/category/internship/.
Quinn, Stephen dan Lamble, Stephen. (2008) Online Newsgathering: Research
and Reporting for Journalism. Elsivier.Inc.
Respati, Wira. (2014). Transformasi Media Massa Menuju Era Masyarakat
Informasi di Indonesia. Humaniora, 5 (1), 39-51.
Rubin, H.J. dan Rubin, I.S. (2005). Qualitative interviewing: the art of hearing
data (2nd edition). Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc
Ruslan, Rosady. (2010). Manajemen Public Relations & Media Komunikasi.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Saarinen, M. (2014). Audience Empowerment in Business Newspapers in Digital
Era. (University Oxford, 2013-2014). Diakses dari
http://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/publication/lecture-conversation.
Saputro, Dwi Pillynado, (2016). Persepsi Backpacker Solo Terhadap Tayangan
Traveling. Jurnal Kommas. Diakses pada 5 Januari 2017 dari
http://www.jurnalkommas.com/docs/JURNAL%20PILLYNADO%20DWI
%20SAPUTRO%20D1211060.pdf.
Saraswati, R. (2016). Era Media Baru, Penonton Bukan Lagi ‘Viewer’ tapi ‘User’.
Diakses pada 20 Maret 2017, dari
http://www.kompasiana.com/ratihsaraswati/era-media-baru-penonton-
bukan-lagi-viewer-tapi-user_56cfd443c923bd7a0c32e606
Setyani & Amal. (2013). Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi
Bagi Komunitas. Jurnal Komunikasi.
Sholahuddin. (2013). Strategi Pengembangan Produk Di Industri Media Cetak Di
Indonesia. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. Volume 17(1), 9-17.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
AKFABETA CV.
Survei Indeks Kualitas Siaran Televisi. (2015). Diakses pada 15 Juni 2017, dari
https://www.kpi.go.id/index.php/id/publikasi/survei-indeks-kualitas-siaran-
televisi
Sorce, P., and A, Dewitz. (2006). The case for print media advertising in the
Internet age. Research Monograph Printing Industry Center. Dalam Napoli.
Audience Evolution. (h. 95). New York: Columbia University Press.
Tepper, S. J. (2008). The next great transformation: leveraging policy and
research to advance cultural vitality. In S. J. Tepper, & B. Ivy (Eds.),
Engaging art: the next great transformation of America’s cultural life (h.
363–383). Dalam Walmsley. From Arts Marketing to Audience Enrichment:
83
How Digital Engagement Can Deepen and Democratize Artistic Exchange
With Audiences. (h. 68). Tersedia dalam www.sciencedirect.com/.
Ulum, D., F., (2015). Menghadapi tantangan global: Peranan Media. Diakses
pada 18 Februari 2017, dari
http://www.kompasiana.com/derryfahrizal/menghadapi-tantangan-global-
peranan-media_5529e02d6ea8345657552d42
Walmsley, B. (2016). From Arts Marketing to Audience Enrichment: How Digital
Engagement Can Deepen and Democratize Artistic Exchange With
Audiences,. School of Performance and Cultural Industries , 58, 66–78.
Tersedia dalam www.sciencedirect.com/.
Wilzig, L., S., & Cohen. N., A. (2014). "The natural life cycle of new media
evolution: intermedia struggle for survival in the internet age ." New Media
& Society . 6.707. Dalam Ptak. The Evolution of Mass Media and Mass
Media Audiences 2014.
Wright, C.R. (1960). Functional Analysis and Mass Communication. Public
Opinion Quarterly 24: 606620. Dalam Ptak. The Evolution of Mass Media
and Mass Media Audiences 2014.
Wulandari. (2015). Mendongkrak keberhasilan televisi di indonesia melalui akun
pada situs jejaring sosial twitter. Bandung: Universitas Komputer
Indonesia.
top related