perancangan rol perata material pelat logam … · material pelat logam sebagai bahan baku kompor...
Post on 01-Jul-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERANCANGAN ROL PERATA MATERIAL PELAT LOGAM
SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOR BATIK
DI CV. BINTANG MAS, SEMANGGI, SURAKARTA
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ASTRILIA ROSIANA
I 1307003
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin
suri tauladan kita.
Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati
dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta Bapak Rusmadi dan Ibu Suparni yang telah
memberikan doa, cinta, kasih sayang dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. Irwan Iftadi, ST, M.Eng. dan Ilham Priadythama, ST, MT. selaku dosen
pembimbing yang telah sabar dalam memberikan ilmu, pengarahan dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
4. Rahmaniyah DA, ST, MT dan Fakhrina Fahma, STP, MT. selaku dosen
penguji yang berkenan memberikan saran demi perbaikan skripsi ini.
5. Ir. Lobes Herdiman, M.T. selaku dosen yang telah memberikan semangat dan
masukan kepada penulis.
6. Seluruh dosen-dosen Jurusan Teknik Industri yang telah membekali penulis
dengan ilmu dan pengalaman dalam bidang Teknik Industri.
7. Seluruh keluarga besar Laboratorium Perancangan Sistem Keja dan Ergonomi
(LPSKE) atas persahabatan, dan kerja sama yang luar biasa.
8. Mbak Yayuk, Mbak Rina, Mbak Tutik, dan Pak Agus atas bantuan yang
diberikan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.
9. Sudara sekandung dr. Choirul Anwar Fathony beserta istri Niken Retri
Paramita, ST. dan pangeran kecil Rayyan Albani Anwar atas kasih sayang,
dukungan dan semangatnya.
10. Bapak Sunaryo dan Ibu Rudiah Primariantari atas semangat dan kasih
sayangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
11. Mahatma Nayaka Adhitama selaku penyemangat sekaligus sumber inspirasi.
Terimakasih untuk cinta, kesabaran, dan kasih sayang yang tulus dan begitu
besar.
12. Sahabat sekaligus saudaraku Dian, Ivana, Nova ”item”, Aldi, Ningrum, Via,
dan Silvi.
13. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2007 Non Reguler (Afif,
Ajeng, Aris, Artha, Bayu, Beni P, Bode, Catur, Davit, Diah, Desi, Fillina,
Febri, FX Yunianto, Girindra, Lia, Mita, Monika, Nanung, Nurul, Novita,
Pendy, Putri, Rani, Rina, Sally, Sustika, Slamet, Silmi, Siwi, Vincent, Witjak,
Yustin, Yoppie dan Zaqiah atas persaudaraan dan kasih sayang selama ini.
14. Sahabat-sahabatku Silmie, Mita, Novita, Ranidya, Desi, Rina atas bantuan,
persahabatan dan persaudaraan yang tak terlupakan. Semoga persahabatan ini
akan tetap terjaga selamanya.
15. Saudara-saudaraku gudang skill, Hendry PP, Dinar Gembul, Abangku Harry
Toyo dan Ocka Ockaido, Ardian Ultahar “Bonex”, Ginung, Dwi Samto, Mbak
Kiki, Rufaida Cobi, Asti, Isti, Bang Esha, Zulfa, Budi, Brian, Arista, Kang
Edwin, Mbak Iffa dan Kang Bison. Terimakasih buat kebersamaan dan cinta
yang tidak pernah berhenti.
16. Warga kost “ajeng”, Mbak Imung, Mbak Egda, Mb Intan, Mb Arum,
Sahabatku Desi, Rahma, Rani, Nitra atas kebersamaan selama 4 tahun.
17. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas
segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas akhir
ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun
siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir
ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima
segala saran dan kritik yang membangun.
Surakarta, 13 Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Astrilia Rosiana, NIM: I1307003, PERANCANGAN ROL PERATA
MATERIAL PELAT LOGAM SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOR
BATIK DI CV BINTANG MAS, SEMANGGI, SURAKARTA. Skripsi.
Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas
Maret, Juli 2011.
Saat ini, aktivitas perataan bahan baku berupa seng dan kaleng bekas pada
industri pembuatan kompor CV. Bintang mas dilakukan dengan cara penempaan
manual menggunakan martil seberat 5 kilogram dalam posisi duduk pada balok
kecil dilantai dengan punggung membungkuk, kaki merentang untuk
mempertahankan posisi bahan baku. Kegiatan yang berulang dengan beban yang
berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan kerja dan keluhan nyeri pada
beberapa bagian tubuh. Penempaan secara manual juga menghasilkan kebisingan
yang tidak aman untuk suatu tempat kerja.
Berdasarkan permasalahan yang timbul, perlu adanya perbaikan aktivitas
perataan bahan baku dengan merancang alat yang bertujuan memperbaiki posisi
kerja, menurukan beban kerja fisik pekerja dan menurunkan level kebisingan.
Tahapan dalam perancangan alat perata bahan baku ini terdiri dari penjabaran
keluhan dan kebutuhan peracangan, pengembangan ide perancangan yang
dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode cross
(metode rasional), penentuan dimensi alat bantu berdasarkan anthropometri,
penentuan spesifikasi perancangan, dan validasi rancangan alat bantu yang
dilakukan dengan tiga cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode
REBA, penilaian beban kerja fisik pekerja, dan penilaian level kebisingan
aktivitas perataan.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah rol perata bahan dengan ukuran
panjang 500 mm, lebar 380 mm tinggi 800 mm dan diameter rol 176 mm. Rol
perata bahan baku dirancang untuk posisi kerja berdiri dengan nilai REBA (Rapid
Entire Body Assesment) diantara 2 hingga 3 yang menunjukkan level resiko kecil
dan rol terbukti mampu menurunkan beban kerja operator dari level heavy
menjadi level moderate serta menurunkan level kebisingan dari 102 dB menjadi
69 dB.
Kata Kunci: aktivitas perataan bahan baku, posisi kerja, beban kerja fisik,
kebisingan, rol perata.
ix + 84 halaman; 35 tabel; 31 gambar; 6 lampiran; daftar pustaka: 17 (1979-2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Astrilia Rosiana, NIM: I1307003, SHEET METAL ROLLER DESIGN AS
THE RAW MATERIAL FOR THE BATIK STOVE INDUSTRY AT CV
BINTANG MAS, SEMANGGI, SURAKARTA. Thesis. Surakarta: Industrial
Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University,
July 2011.
Recycled zinc plates are basic raw material in producing batik stoves. To
flatten these plates, the normal industry practice is to manually pound zinc plates
using a 5 kg hammer. This activity is done by the operator who sits on a small
stool on the floor in a hunched position with their legs spread out to stabilize the
zinc plates. This is done repetitively and continously, the operator will have to
continously bear a heavy workload during this process. The consequences of this,
is work fatigue and several health hazards, with the operator often complaining of
pain. The manual pounding of zinc plates result in high noise levels in and around
the work area. The purpose of this research is to develop a design for a zinc plate
roller to ease the process of flattening the plates. This will result in a better
working posture, lowering the workload of the operators and the decrease in noise
levels.
This research consists of several steps which include: background
research, indentifying operators’ needs and wants, tool design, production and
testing. Background research is done to obtain data on which part of the
operators’ body are experiencing stress and pain due to work conditions which are
not ergonomic. Data on the operators heart rate to identify the workload of the
operators and the data on the noise levels of the work area are also collected. To
identify the needs and wants of the operators they were extensively interviewed.
The design for the roller is developed using a cross method and dimensions of the
roller is determined by using the antropometry of the operator. The testing of the
roller is done by comparing the working conditions before and after the roller is
available. Testing is essential to find out if the roller can solve the problems
before.
The final results of this research is that the roller’s dimensions are a length
of 500 mm, width of 380 mm and a height of 800 mm and a roll diameter of 176
mm. The roll design was developed to be operated in a standing work position
with a REBA value between 2 and 3 which show low levels of risk. The roll was
proven to be able to reduce the operators workload from a heavy level to a
moderate level and it can also reduce noise levels from 102 dB to 69 dB.
Key Words: Raw Material Flattening, Work Posture, Phyical Workload, Noise
Pollution, Roller.
ix + 84 pages; 35 tables; 31 pictures; 6 attachments; index : 17 (1979-2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN VALIDASI ............................................................................. iii
SURAT PERYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH ................. iv
SURAT PERYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR PERSAMAAN............................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................ I- 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................ I- 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................ I- 3
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... I- 3
1.5. Batasan Masalah.............................................................. I- 3
1.6. Sistematika Penelitian ..................................................... I- 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum CV. Bintang Mas ............................. II- 1
2.1.1 Prospektif Pengusaha ........................................... II- 1
2.1.2 Jenis Produk Kompor yang Dipoduksi ................ II- 2
2.1.3 Bahan Baku Pembuatan Kompor Batik ............... II- 2
2.1.4 Peralatan Pembuatan Kompor Batik.................... II- 3
2.1.5 Proses Produksi Kompor Batik ........................... II- 4
2.2 Pengertian Ergonomi ..................................................... II- 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.3 ... Desain dan Ergonomi .................................................... II- 7
2.4 Perancangan dengan Metode Rasional ............................. II- 9
2.4.1 Clarifying Objectives ............................................. II- 9
2.4.2 Estabilishing Function ........................................ II- 10
2.4.3 Performance Specification .................................. II- 10
2.5 Manusia Mesin ............................................................... II- 11
2.6 Anthropometri ................................................................ II- 13
2.7 Postur Kerja ................................................................... II- 17
2.8 Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) ............ II- 17
2.9 Perancangan Produk ...................................................... II- 25
2.10 Pengukuran Kerja Fisik ................................................. II- 25
2.11 Kebisingan Tempat Kerja .............................................. II- 29
2.12 Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri .............. II- 30
2.13 Uji Tarik (Tension Test) ................................................ II- 30
2.14 Hukum Hooke ................................................................ II- 31
2.15 Pengerolan Logam ......................................................... II- 32
2.15.1 Menghitung Geometri Rol .................................. II- 34
2.15.2 Menghitung Energi Pengerolan .......................... II- 36
2.15.3 Menghitung Torsi dan Daya ............................... II- 37
2.16 Penelitian Sebelumnya .................................................. II- 38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Masalah Dengan Penilaian Kondisi Awal .... III- 2
3.2 Wawancara Keluhan dan Harapan Operator ................ III- 4
3.3 Penentuan Kebutuhan Perancangan .............................. III- 4
3.4 Penentuan Konsep Perancangan ................................... III- 5
3.5 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya ............ III- 5
3.6 Penentuan Demensi Kerangka Alat dengan Pendekatan
Ergonomi ...................................................................... III- 6
3.7 Bill Of Material ............................................................. III- 6
3.8 Estimasi Biaya .............................................................. III- 6
3.9 Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Alat .......... III- 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3.10 Analisa dan Interpretasi Hasil ....................................... III- 7
3.11 Kesimpulan dan Saran .................................................. III- 8
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Deskripsi Masalah ......................................................... IV- 1
4.1.1 Posisi Kerja Operator Pada Proses Perataan
Bahan Baku ........................................................ IV- 1
4.1.2 Beban Kerja ........................................................ IV- 2
4.1.3 Kebisingan ......................................................... IV- 4
4.2 Penentuan Kebutuhan Perancangan .............................. IV- 4
4.2.1 Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator ...... IV- 4
4.2.2 Penentuan Konsep Perancangan ........................ IV- 6
4.2.3 Fitur dan Ide Rancangan .................................... IV- 7
4.3 Pengolahan Data ............................................................ IV- 9
4.3.1 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya
Berdasarkan Spesifikasi Benda Kerja ................ IV- 9
4.3.2 Penentuan Dimensi Alat dengan Pendekatan
Ergonomi ............................................................ IV- 10
4.3.3 Gambar Desain Rancangan ................................ IV- 14
4.3.4 Bill Of Material .................................................. IV- 16
4.3.5 Estimasi Biaya Rancangan ................................. IV- 17
4.4 Prototipe ........................................................................ IV- 17
4.5 Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi .................. IV- 18
4.5.1 Posisi Kerja Menggunakan Rol .......................... IV- 18
4.5.2 Beban Kerja Menggunakan Rol ......................... IV- 26
4.5.3 Kebisingan Jika Menggunakan Rol ................... IV- 28
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Penyesuaian Dimensi Alat ........................................... V- 1
5.2 Perbandingan Posisi Kerja Operator .............................. V- 1
5.3 Perbandingan Beban Kerja Operator ............................ V- 2
5.4 Perbandingan Kebisingan ............................................. V- 3
5.5 Analisis Biaya ............................................................... V- 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
5.6 Analisis Performansi Alat ............................................. V- 5
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................... VI-1
6.2 Saran ................................................................................ VI-1
DAFTAR PUSTAKA
4.6 Normalisasi Ukuran dengan Objective Matrix ................. IV-
4.6.1 Perhitungan Titik Penilaian Utama ......................... IV-
4.6.2 Penentuan Nilai Dalam Rentang ............................. IV-
4.7 Uji Cobal Alat Ukur .......................................................... IV-
4.8 Perhitungan Nilai Kriteria ................................................. IV-
4.9 Penentuan Indeks Total Usabilitas .................................... IV-
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
PENELITIAN
5.1 Analisis Atribut .................................................................. V- -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Skor Batang Tubuh (Trunk)................................................... II- 19
Tabel 2.2 Skor Bagian Leher (Neck) .................................................... II- 19
Tabel 2.3 Skor kaki (Leg) ...................................................................... II- 20
Tabel 2.4 Skor Beban (Load) .............................................................. II- 20
Tabel 2.5 Skor Lengan Atas (upper arm) ............................................. II- 20
Tabel 2.6 Skor Lengan Bawah (lower arm) ......................................... II- 21
Tabel 2.7 Skor Pergelangan Tangan (wrist) ......................................... II- 21
Tabel 2.8 Skor Coupling ....................................................................... II- 22
Tabel 2.9 Pembobotan untuk Grup A ................................................... II- 22
Tabel 2.10 Pembobotan untuk Grup B .................................................... II- 23
Tabel 2.11 Perolehan skor C.................................................................... II- 23
Tabel 2.12 Skor Aktivitas REBA ........................................................... II- 23
Tabel 2.13 Nilai Level Tindakan REBA ................................................ II- 24
Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik ............................................... II- 26
Tabel 2.15 Table of Permissible Noise Exposure ................................... II- 29
Tabel 4.1 Pengukuran Denyut Jantung Operator .................................. IV- 2
Tabel 4.2 Klasifikasi Beban Kerja Fisik ............................................... IV- 3
Tabel 4.3 Keluhan dan Kebutuhan Operator ......................................... IV- 5
Tabel 4.4 Harapan Operator .................................................................. IV- 5
Tabel 4.5 Fitur rancangan Alat Bantu .................................................. IV- 7
Tabel 4.6 Hasil Uji Tarik ...................................................................... IV- 9
Tabel 4.7 Data Anthropometri Operator................................................ IV- 10
Tabel 4.8 Rekapitulasi Ukuran Alat Bantu Rol Perataan Bahan Baku . IV- 13
Tabel 4.9 Estimasi Biaya Rancangan ................................................... IV- 17
Tabel 4.10 Pembobotan Untuk Grup A .................................................. IV- 20
Tabel 4.11 Pembobotan Untuk Grup B .................................................. IV- 21
Tabel 4.12 Perolehan Skor C ................................................................. IV- 22
Tabel 4.13 Nilai Level Tindakan REBA ................................................ IV- 22
Tabel 4.14 Pembobotan Untuk Grup A .................................................. IV- 24
Tabel 4.15 Pembobotan Untuk Grup B .................................................. IV- 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 4.16 Perolehan Skor C ................................................................. IV- 25
Tabel 4.17 Nilai Level Tindakan REBA ................................................ IV- 26
Tabel 4.18 Pengukuran Denyut Jantung Operator .................................. IV- 26
Tabel 4.19 Klasifikasi Beban Kerja Fisik ............................................... IV- 28
Tabel 5.1 Tabel Perbandingan Beban Kerja ......................................... V- 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Contoh Kompor Batik yang Diproduksi CV. Bintang
Mas .................................................................................. II- 2
Gambar 2.2 Palu untuk Meratakan Bahan Baku Seng ........................ II- 3
Gambar 2.3 Gunting Besi untuk Memotong Bahan Baku Seng dan
Kaleng Bekas di CV. Bintang Mas ................................. II- 3
Gambar 2.4 Alat Pencetak Tabung Sumbu di CV. Bintang Mas ........ II- 4
Gambar 2.5 Alat (a) Landasan untuk Proses Keling (b) palu untuk
Penempa untuk Proses Keling di CV. Bintang Mas ....... II- 4
Gambar 2.6 Anthropometri untuk Perancangan Produk Atau
Fasilitas .......................................................................... II- 15
Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk) ................ II- 18
Gambar 2.8 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) ............................... II- 19
Gambar 2.9 Postur Tubuh Bagian Kaki (Leg) ................................... II- 19
Gambar 2.10 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (upper arm) ............. II- 20
Gambar 2.11 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (lower arm) .......... II- 21
Gambar 2.12 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (wrist) ........ II- 21
Gambar 2.13 Sistem Penilaian REBA ................................................. II- 24
Gambar 2.14 Uji Tarik dan Kurva Uji Tarik ....................................... II- 31
Gambar 2.15 Kurva Tegangan- Regangan ........................................... II- 32
Gambar 2.16 Diagram Skematik Pengerolan ....................................... II- 33
Gambar 2.17 Macam-macam rol Milling (a) Two-high,Pullover; (b)
two-high, reversing; (c) Three-high; (d) Four-high; (e)
cluster .............................................................................. II- 34
Gambar 3.1 Metode Penelitian............................................................ III- 1
Gambar 4.1 Perataan Bahan Baku ...................................................... IV- 1
Gambar 4.2 Postur Tubuh Operator Saat Menjangkau Ke Atas ........ IV- 12
Gambar 4.3 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku ................... IV- 14
Gambar 4.4 Desain Rancangan Alat Bantu Tampak Depan .............. IV- 15
Gambar 4.5 Desain Rancangan Alat Bantu Tampak Samping .......... IV- 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 4.6 Desain Rancangan Alat Bantu Tampak Atas ................. IV- 16
Gambar 4.7 Bill Of Materials ............................................................ IV- 16
Gambar 4.8 Prototipe Hasil Perancangan .......................................... IV- 18
Gambar 4.9 Posisi Pengerolan Menggunakan Rol ............................. IV- 20
Gambar 4.10 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 1 ........................ IV- 21
Gambar 4.11 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 2 ........................ IV- 23
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Energi Ekspenditure ..................... V- 3
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Kebisingan .................................. V- 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR PERSAMAAN
Halaman
Persamaan 2.1 Perhitungan Denyut Nadi .............................................. II- 26
Persamaan 2.2 Energy Expenditure ......................................................... II- 27
Persamaan 2.3 Konsumsi Energi ............................................................. II- 28
Persamaan 2.4 Hubungan Stress dan Strain ............................................ II- 31
Persamaan 2.5 Contact Lenght ................................................................ II- 34
Persamaan 2.6 Gaya Gesek ..................................................................... II- 34
Persamaan 2.7 Radius .............................................................................. II- 34
Persamaan 2.8 Defleksi ........................................................................... II- 35
Persamaan 2.9 Radius dengan Defleksi .................................................. II- 35
Persamaan 2.10 Regangan ......................................................................... II- 36
Persamaan 2.11 Tegangan Alir Rata-rata .................................................. II- 36
Persamaan 2.12 Gaya Rol.......................................................................... II- 36
Persamaan 2.13 Torsi Rol ......................................................................... II- 36
Persamaan 2.14 Inersia Rotasi ................................................................... II- 36
Persamaan 2.15 Energi Kinetik Rol .......................................................... II- 36
Persamaan 2.16 Daya Pengerolan ............................................................. II- 37
Persamaan 2.17 Perbandingan Lengan Momen dengan Busur Kontak .... II- 38
Persamaan 2.18 Besarnya Torsi ................................................................ II- 38
Persamaan 2.19 Kerja Rol ......................................................................... II- 38
Persamaan 2.20 Daya Total ....................................................................... II- 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1-1 Kuesioner Keluhan Tubuh Operator ................................ L1- 2
Lampiran 1-2 Pertanyaan Terbuka ........................................................... L1- 4
Lampiran 2-1 Tabel Koefisien Gesek ....................................................... L2- 9
Lampiran 2-2 Tabel Koefisien Kekuatan .................................................. L2- 9
Lampiran 2-3 Hasil Pengujian Tarik ......................................................... L2- 10
Lampiran 2-4 Hasil Perhitungan Dimensi Komponen Rol ....................... L2- 10
Lampiran 4-1 Perhitungan Menggunakan Metode OMAX ...................... L4-1
Lampiran 4-2 Bentuk Kuesioner Persepsi ................................................ L4-
Lampiran 4-3 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Persepsi............................... L4-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu
latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat
penelitian yang dilakukan, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika
pembahasan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Konversi minyak tanah yang dilakukan pemerintah tahun 2008 menyebabkan
berkurangnya jumlah pengrajin kompor konvensional. Desa Semanggi yang
dulunya merupakan sentra home industry kompor minyak di Surakarta
mempunyai anggota sebanyak 30 industri, namun sekarang hanya 5 industri saja
yang mampu bertahan, salah satunya adalah CV. Bintang Mas. Sebelum adanya
konversi minyak tanah ke gas, home industry ini memproduksi dua jenis kompor
yaitu kompor untuk rumah tangga dan kompor untuk proses batik. Namun setelah
adanya konversi hanya kompor untuk proses batik saja yang masih diproduksi.
Kompor batik mempunyai prinsip yang sama dengan kompor minyak tanah
yang biasa digunakan dalam rumah tangga, namun dimensi ukurannya yang jauh
lebih kecil. Proses pembuatan kompor batik ini terdiri dari empat tahapan, yaitu
pembuatan komponen, penggabungan (assembly), pengecetan, dan finishing.
Semua proses yang dilakukan masih manual dengan mengandalkan manusia
sebagai penggerak utamanya.
Komponen pada kompor batik terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagian
rangka, tempat sumbu, dan perapian. Bahan dasar pembuatan ketiga bagian ini
adalah daur ulang dari lembaran kaleng bekas, seng bekas, dan benang sisa
pintalan. Proses daur ulang bahan baku berupa kaleng dan seng bekas dilakukan
secara manual dengan mengandalkan kekuatan dua operator. Kaleng maupun seng
bekas dibongkar menjadi lembaran-lembaran dan dipotong sesuai ukuran mal
yaitu dengan lebar 25 cm dan dengan panjang yang bervariasi menyesuaikan
panjang bahan baku. Kemudian dilakukan proses perataan secara manual dengan
cara ditempa menggunakan martil seberat 5 kg untuk mendapatkan lembaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
bahan baku yang lurus dan permukaannya rata. Proses manual ini menimbulkan
kebisingan dan debu yang mengganggu aktivitas operator.
Berdasarkan hasil wawancara kepada dua operator yang sedang melakukan
aktivitas perataan bahan baku dan observasi ditemukan permasalahan yang
dikeluhkan operator. Permasalahan tersebut antara lain adalah posisi kerja pada
saat proses perataan bahan baku dengan cara ditempa yang menimbulkan keluhan
nyeri pada leher, bahu, punggung, pinggang, lengan, pergelangan tangan, lutut,
betis serta paha, tingkat kebisingan yang mengganggu operator, dan beban kerja
yang menyebabkan keluhan kelelahan operator.
Keluhan otot di beberapa bagian tubuh operator dikarenakan operator
membungkukkan badan pada proses perataan bahan baku dengan cara manual.
Hal ini dikarenakan aktivitas perataan bahan baku dilakukan di atas lantai dengan
posisi operator jongkok dan terkadang duduk pada balok kayu. Posisi duduk yang
tidak alamiah atau tidak ergonomis akan menimbulkan kontraksi otot secara
isometris (melawan tahanan) pada otot-otot utama yang terlibat dalam pekerjaan
(Sutajaya, 1997). Otot-otot punggung akan bekerja keras menahan beban anggota
gerak atas yang sedang melakukan pekerjaan. Akibatnya beban kerja bertumpu di
daerah pinggang dan menyebabkan otot pinggang sebagai penahan beban utama
akan mudah mengalami kelelahan dan selanjutnya akan terjadi nyeri pada otot
sekitar pinggang atau punggung bawah.
Penilaian terhadap permasalahan posisi kerja dilakukan dengan melakukan
wawancara dan pengamatan. Posisi kerja pada aktivitas perataan bahan baku
membungkuk dan menggunakan kaki sebagai penjepit bahan baku
memperlihatkan posisi kerja yang tidak dianjurkan dan memerlukan perbaikan.
Kebisingan yang ditimbulkan dari proses penemapaan bahan baku adalah sebesar
102 dB yang tidak sesuai dengan standar kebisingan yang diizinkan, sedangkan
beban kerja proses perataan bahan baku dengan cara manual menunjukkan berada
pada level heavy yang menunjukkan aktivitas kerja berada pada level yang
memerlukan perbaikan.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibuat alat perata bahan baku
dengan menggunakan prinsip kerja rolling press. Pemilihan penggunaan mesin rol
adalah menyesuaikan dengan karakteristik home industry CV. Bintang Mas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
menurut Warsono (2003) mesin rol jauh lebih mudah baik cara pengoperasiannya
dan pengadaannya. Mesin rol dapat dioperasikan dengan menggunakan daya yang
rendah atau manual selain itu rol mampu mengurangi tingkat kebisingan, tidak
berpotensi menimbulkan debu selama proses pengerolan, dan dapat mempercepat
proses perataan tanpa memerlukan biaya yang besar sekaligus tidak memerlukan
tempat yang luas. Hal ini juga sebagai upaya untuk mengurangi keluhan-keluhan
yang dirasakan oleh operator selama proses perataan bahan baku dan memenuhi
semua kebutuhan operator atas keberadaan sebuah rancangan alat perataan
lembaran bahan baku yang sesuai dengan harapan operator.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat rol perataan bahan
baku yang dapat memperbaiki posisi kerja mengurangi level kebisingan dan
menurunkan beban kerja operator.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menghasilkan rancangan
rol perataan bahan baku yang dapat memperbaiki posisi kerja operator,
mengurangi kebisingan, dan menurunkan beban kerja operator.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mempermudah
proses perataan bahan baku dan memberikan lingkungan kerja yang lebih nyaman
pada industri kompor CV. Bintang Mas.
1.5 Batasan Masalah
Batasan yang digunakan adalah jenis material yang dipakai sebagai acuan
pembuatan rancangan alat perata bahan baku adalah material logam seng dan
kaleng bekas dengan tebal maksimal 0,6 mm dengan lebar 250 mm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.6 Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika
penulisan, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, asumsi-asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan
dalam penelitian mengenai perancangan alat untuk proses perataan
bahan baku di home industry CV. Bintang Mas.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung
penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis.
Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan
langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara
umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart
sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan,
pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data dan informasi yang diperlukan untuk
menganalisis permasalahan, kemudian dilakukan pengolahan data
secara bertahap berdasarkan metodologi yang telah ditentukan.
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan
data yang telah dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan
masalah dan saran serta masukan bagi kelanjutan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam
penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta
menganalisa permasalahan yang ada.
2.1 Gambaran Umum CV. Bintang Mas
Pada subbab ini akan dijelaskan tentang prospektif pengusaha, jenis produk
kompor yang diproduksi, bahan baku, peralatan, dan pembuatan kompor di home
industry CV. Bintang Mas yang ada berlokasi di daerah Semanggi, Surakarta.
2.1.1 Prospektif Pengusaha
Home industry CV. Bintang Mas merupakan salah satu home industry yang
bergerak di bidang pembuatan kompor minyak tanah. Home industry ini didirikan
oleh pemiliknya yakni Bapak Redjo tahun 1966 yang berlokasi di Jalan Serayu
no.10 RT.03 RW.XVII Semanggi, Surakarta. Home industry ini bermula dari
sekelompok pemuda kreatif di sekitar daerah Semanggi yang mendirikan
perkumpulan bagi orang-orang yang memproduksi kompor minyak tanah dan
kompor batik. Perkumpulan ini pada awalnya terdiri dari 30-an anggota, namun
lambat laun seiring dengan perkembangan teknologi jumlah anggotanya semakin
menurun hingga 15 orang. Ini dikarenakan adanya konversi minyak tanah yang
dilakukan pemerintah. Sehingga banyak yang pesimis untuk melanjutkan usaha
pembuatan kompor tersebut. Dengan berbekal keyakinan bahwa selama masih ada
minyak tanah Bapak Redjo beserta anggota-anggota yang lain yakin bahwa
kompor produksi mereka akan tetap laku di pasaran.
Awalnya home industry ini melibatkan 30 karyawan yang bekerja 6 hari
selama satu minggu, namun seiring dengan adanya konversi minyak tanah
menjadi gas jumlah pekerja saat ini hanya tinggal 8 orang saja. Produk yang
dihasilkan saat ini hanya kompor untuk batik, tidak lagi memproduksi kompor
untuk rumah tangga. Setiap harinya produk kompor batik yang dihasilkan sekitar
200 buah kompor. Setiap karyawan bisa malakukan semua jenis pekerjaan mulai
dari proses perataan bahan baku hingga pengepakan. Sistem pembagian kerjanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
tidak terkhususkan hanya untuk satu jenis pekerjaan saja. Mereka memiliki jam
kerja selama 8 jam, mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat
selama 1 jam pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00 (CV. Bintang Mas, 2010).
2.1.2 Jenis Produk Kompor yang Diproduksi
Kompor yang diproduksi home industry CV. Bintang Mas merupakan
kompor khusus untuk pembuatan batik tulis. Kompor ini mempunyai ukuran yang
berbeda dengan kompor rumah tangga, namun mempunyai kemiripan bentuk.
(a) (b)
Gambar 2.1 Contoh Kompor Batik yang Diproduksi CV. Bintang Mas;
(a) Kompor Batik Tampak Atas (b) Kompor Batik Tampak
Samping
2.1.3 Bahan Baku Pembuatan Kompor Batik
Berdasarkan hasil observasi di CV. Bintang Mas, kompor batik yang
diproduksi terbuat dari bahan-bahan bekas yang kemudian didaur ulang. Kompor
ini terbuat dari dua bahan baku utama yaitu kaleng atau seng bekas dan juga
benang sisa pemintalan. Sedangkan bahan baku pembantu adalah cat dan juga
paku keling. Kaleng atau seng bekas digunakan sebagai bahan baku pembuatan
rangka kompor, benang digunakan sebagai sumbu kompor batik, paku keling
sebagai penyambung antar komponen, sedangkan cat adalah untuk melapisi
rangka kompor batik agar terlihat baik dan menarik. Bahan baku kaleng bekas dan
seng bekas diperoleh dari beberapa agen barang bekas di sekitar Surakarta.
Sedangkan benang bekas diperoleh dari beberapa industri textile di Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
2.1.4 Peralatan Pembuatan Kompor Batik
Kompor batik ini dibuat dengan peralatan yang sederhana. Adapun
peralatan yang digunakan adalah palu untuk alat untuk perataan permukaan bahan
baku, gunting, rol tabung sumbu, pembesaran diameter tabung sumbu, dan alat
untuk proses keling. Fungsi masing-masing alat, yaitu:
1. Palu
Alat ini berfungsi untuk menempa bahan baku yang berupa seng dan
kaleng bekas untuk meratakan permukaannya.
Gambar 2.2 Palu Untuk Meratakan Bahan Baku Seng
dan Kaleng Bekas di CV. Bintang Mas
2. Gunting
Alat ini berfungsi untuk menggunting lembaran bahan baku menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 2.3 Gunting Besi untuk Memotong Bahan Baku
Seng dan Kaleng Bekas di CV. Bintang Mas
3. Alat Rol Tabung Sumbu
Alat ini berfungsi untuk mencetak lembaran bahan baku menjadi tabung
sumbu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
Gambar 2.4 Alat Pencetak Tabung Sumbu di CV. Bintang Mas
4. Alat Bantu Proses Keling
Alat ini digunakan untuk membantu proses keling, ini digunakan sebagai
alas untuk proses tersebut, sedangkan untuk penempaannya menggukan
palu.
(a) (b)
Gambar 2.5 Alat (a) Landasan Untuk Proses Keling
(b) Palu Untuk Penempa Untuk Proses Keling
2.1.5 Proses Produksi Kompor Batik
Urutan proses produksi kompor batik pada CV. Bintang Mas adalah sebagai
berikut:
1. Pemotongan bahan baku
Pada proses ini bahan baku kerangka kompor berupa kaleng dan seng
bekas dibongkar dan dipotong agar dapar manjadi lembaran bahan
baku. Pemotongan dilakukan dengan dimensi lebar 25 cm dengan
panjang tergantung dari masing-masing panjang dari bahan baku.
2. Perataan bahan baku
Pada proses ini, kaleng dan seng bekas yang sudah menjadi lembaran
kemudaian diratakan permukannya dengan cara ditempa dengan
menggunakan palu martil hingga permukannya rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
3. Pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil
Proses pemotongan ini dilakukan pada bahan baku yang sudah
mempunyai permukaan yang rata. Bahan baku dipotong untuk bagiann
kecil lainnya, yaitu untuk tabung sumbu, ring atas, dan kaki kompor.
4. Proses pembentukam
Proses pembentukan disini ada beberapa macam karena bagian kompor
sendiri terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian badan sumbu,
perapian dan kerangka. Untuk proses pembuatan bagian kerangka,
bahan baku yang sudah dipotongi sesuai dengan ukuran part yang akan
dibuat kemudian diproses untuk menghasilkan tabung minyak, kaki
kompor, dan ring atas. Sedangkan untuk bagian sumbu proses
pembentukannya adalah membuat tabung sumbu dengan tiga ukuran
yang berbeda, ring atas dan bawah. Untuk sumbu sendiri prosesnya
adalah manual dengan menggunakan tenaga tangan manusia untuk
memilin benang-benang sisa textile menjadi panjang dan dapat
dimanfaatkan untuk sumbu.
Untuk bagian-bagian perapian sebagian besar tidak diproses sendiri,
melainkan menggunakan jasa dari luar home industry tersebut.
Contohnya adalah piringan, kenir, pekaser, dan kerostin.
5. Perakitan awal
Pada proses ini semua part-part yang telah dibuat maupun didatangkan
dari home industry lain dirakit menjadi satu kesatuan. Tujuannya untuk
merakit part-part penyusun dari masing-masing bagian kompor. Untuk
bagian kerangka kompor bagian yang dirakit adalah tabung minyak, 3
kaki dan ring atas. Kemudian untuk bagian badan sumbu adalah merakit
tabung-tabung sumbu dengan piringan, ring atas, ring bawah, dan juga
memasukkan sumbu pada tabung sumbu.
6. Pengecetan
Pada proses ini yang mengalami pengecetan hanya bagian badan
kompor, sedangkan untuk badan sumbu tidak mengalami proses
pengecatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
7. Perakitan
Pada proses ini dua bagaian dari kompor yaitu rangka dan badan sumbu
yang telah terangkai kemudian disatukan dengan bagian ketiga yaitu
bagian perapian yang terdiri dari piringan, kenir, pekaser, dan kerostin
8. Finishing
Pada proses ini adalah proses pemeriksaan kompor yang sudah siap
dikirim, apakah fungsi pembesar dan pengecil api berfungsi dengan baik
dan apakah sumbu dapat naik turun dengan mudah. Kompor yang lolos
proses pemeriksaan kemudian dilabeli dan dipak setiap 10 kompor.
2.2 PENGERTIAN ERGONOMI
Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon berarti “kerja” dan nomos
berarti “hukum”. Ergonomi ialah cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan
manusia merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja
pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui
pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, dkk., 2006).
Menurut Bridger (2003), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi
antara manusia dan mesin dan faktor yang mempengaruhi interaksi. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan interaksi kinerja sistem dengan memperbaiki mesin
manusia. Ini dapat dilakukan dengan “merancang-masukan” interface yang lebih
baik atau dengan 'merancang-keluaran' faktor dalam lingkungan kerja, dalam
tugas atau dalam organisasi kerja yang mendegradasi kinerja manusia-mesin.
Selain pengertian diatas ada pengertian lain yang menyatakan bahwa disiplin
ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
dengan baik untuk mencapai tujuan yang dinginkan melalui pekerjaan dengan
efektif, efesien, aman, dan nyaman. Pokok-pokok mengenai disiplin ergonomi,
sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1995) :
1. Fokus ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia
didalam perencanaan "Man Made Object" dan lingkungan kerja. Secara
sistematis pendekatan ergonomi untuk rancang bangun, sehingga akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
tercipta produk, sistem atau lingkungan kerja yang sesuai dengan
manusia.
2. Ergonomi sebagai "A Dicipline Concered" yaitu pendekatan ergonomi
akan mampu menimbulkan "Fungtional Effetiveness" dan kenikmatan
pemakai dan peralatan, fasilitas maupun lingkungan kerja yang
dirancang.
3. Maksud dan tujuan dari pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada
uapaya memperbaiki performansi kerja manusia seperti menambah
kecepatan kerja, accuracy (ketetapan), keselamatan kerja, dan untuk
mengurangi kelelahan.
4. Pendekatan khusus disiplin ergonomi adalah aplikasi yang sistematis
dari informasi yang berkaitan dengan karateristik dan perilaku manusia
dalam perancangan alat, fasilitas dan lingkungan kerja yang dipakai.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, dkk., 2004), yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik, dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola, dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
2.3 Desain dan Ergonomi
Manusia dalam kehidupan sehari-harinya akan banyak menggunakan
berbagai macam produk, mesin maupun peralatan kerja untuk memenuhi
kebutuhannya. Manusia merupakan komponen yang penting untuk setiap sistem
operasional (sistem manusia – mesin) yang berfungsi untuk menghasilkan sebuah
aktivitas kerja. Agar sistem tersebut bisa berfungsi baik, maka sub-sistem
(komponen-komponen) pendukungnya haruslah dirancang “compatible” satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
dengan yang lain. Hal ini tidak saja menyangkut komponen (elemen) yang berada
didalam sub-sistem mesin, tetapi juga menyangkut manusia yang akan
berinteraksi dengan sub-sistem mesin tersebut untuk membentuk sebuah sistem
manusia-mesin (man-machine system). Oleh karena itu seorang perancang produk
haruslah bisa mengintegrasikan semua aspek manusiawi tersebut dalam karya-
karya rancangannya dalam sebuah konsep “Human Integrated Design”
(Wignjosoebroto, 2000).
Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain
dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli)
dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budi-daya (man-made object)
manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang
memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu
mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan
pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototyp dan
proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. (Wardani,
2003).
Secara umum aplikasi konsep Human Integrated Design (HID) dapat
dijelaskan berdasarkan 2 (dua) prinsip yaitu : pertama, seorang perancang produk
harus menyadari benar bahwa faktor manusia akan menjadi kunci penentu sukses
didalam operasionalisasi sistem manusia-mesin (produk). Kedua, seorang
perancang produk harus juga menyadari bahwa setiap produk akan memerlukan
informasi-informasi detail dari semua faktor yang terkait dalam setiap proses
perancangan. (Wignjosoebroto, 2000).
Penerapan ergonomi dalam desain sistem harus membuat sistem kerja
lebih baik dengan menghilangkan aspek sistem yang berfungsi undesireable dan
tidak terkendali (Bridger, 2003), seperti :
1. Inefisiensi
2. Kelelahan
3. Kecelakaan, cedera dan kesalahan
4. Pengguna kesulitan
5. Tidak ramah lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
Menurut Granjean (1982) dalam Wignjosoebroto (2000), fokus perhatian
dari sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah
rancangan produk yang memenuhi persyaratan “fitting the task to the man”. Hal
ini berarti setiap rancangan sistem manusia-mesin (produk) yang akan dibuat
haruslah selalu dipikirkan untuk kepentingan (dalam arti keselamatan, keamanan,
maupun kenyamanan) manusia. Perancangan sebuah produk dengan memusatkan
perhatian pada aspek-aspek keunggulan teknologi memang juga penting, terutama
untuk meningkatkan kemampuan teknis-fungsional dari produk tersebut. Akan
tetapi performansi produk baru akan bisa maksimal dicapai bilamana terjadi
“synergy process” pada saat terjadi interaksi timbal-balik yang serasi dan selaras
dengan manusia-operator yang akan melayani, mengoperasikan, dan
mengendalikannya (Wignjosoebroto, 2000).
Pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk yang paling
tampak nyata aplikasinya adalah melalui pemanfaatan data anthropometri
(ukuran tubuh) guna menetapkan dimensi ukuran geometris dari produk dan juga
bentuk-bentuk tertentu dari produk yang disesuaikan dengan ukuran maupun
bentuk (feature) tubuh manusia pemakainya. Data anthropometri yang
menyajikan informasi mengenai ukuran maupun bentuk dari berbagai anggota
tubuh manusia yang dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku-bangsa
(etnis), posisi tubuh pada saat bekerja, dan sebagainya serta diklasifikasikan
dalam segmen populasi pemakai (persentile) perlu diakomodasikan dalam
penetapan dimensi ukuran produk yang akan dirancang (Wignjosoebroto, 2000).
2.4 Perancangan Dengan Metode Rasional
Metode rasional menggunakan pendekatan yang sistematis dalam
perancangan. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki
tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir
yang berkualitas (Cross, Nigel 1994). Adapun langkah-langkah metode rasional
antara lain :
2.4.1 Clarifying Objectives
Tahap penting pertama dalam perancangan adalah bagaimana mencoba
untuk menjelaskan tujuan perancangan. Pada kenyataannya akan sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
membantu pada keseluruhan tahap perancangan, bila tujuan perancangan sudah
jelas, walaupun tujuan itu dapat berubah selama proses perancangan. Tujuan awal
dan sementara dapat berubah, meluas atau menyempit, atau benar-benar berubah
asalkan permasalahan menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ide-
ide dapat berkembang.
Clarifying objectives menunjukkan tujuan dan maksud umum untuk
pencapaian tujuan yang sedang dalam pertimbangan. Metode ini menunjukkan
bentuk diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama
lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Langkah-langkah pembuatan
clarifying objectives adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan daftar tujuan perancangan, dimana daftar tersebut diambil dari
ringkasan perancangan.
b. Menyusun daftar ke dalam kumpulan tujuan tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Perluasan daftar tujuan dan sub tujuan secara kasar dapat dikelompokkan ke
dalam tingkatan hirarki.
c. Menggambarkan diagram clarifying objectives, hubungan hirarki dan garis
hubungannya.
2.4.2 Establishing Function
Establishing functions bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang
dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkah-
langkah pembuatan establishing functions adalah sebagai berikut :
a. Menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan input
menjadi output yang diinginkan.
b. Memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik.
c. Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan interaksi antar sub-fungsi
dasar.
2.4.3 Performance Specification
Performance specification bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat
dari kebutuhan perancangan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang
ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria.
Langkah-langkah pembuatan performance specification adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
a. Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaian yang dapat diterima.
b. Menentukan tingkatan umum yang nantinya akan dioperasikan.
c. Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan.
d. Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut dengan tepat dan teliti.
2.5 Manusia Mesin
Sistem manusia mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia
dengan satu atau beberapa mesin dimana salah satu dengan yang lainnya akan
saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan-
masukan yang diperoleh (Wignjosoebroto, 1995). Dalam kaitannya dengan sistem
manusia mesin maka dikenal tiga macam hubungan yaitu:
1. Sistem Manusia-Mesin Hubungan Manual (Manual Man-Machine
System)
Dalam sistem ini input akan langsung ditransformasikan oleh manusia
menjadi output. Disini manusia masih memegang kendali secara penuh
didalam melaksanakan aktivitasnya. Peralatan kerja yang ada hanyalah
sekedar menambah kemampuan atau kapabilitas dalam menyelesaikan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
2. Sistem Manusia-Mesin Hubungan Semi Otomatis (Semi Automatic
Man-Machine System)
Adanya revolusi industri dan perkembangan teknologi maka telah
berhasil ditemukan berbagai mesin dan peralatan kerja yang semakin
kompleks. Tidak seperti halnya pada manual sistem maka dalam semi
automatic man-machine sistem akan ada mekanisme khusus yang akan
mengolah input atau informasi dari luar sebelum masuk kedalam sistem
kerja manusia dan demikian pula reaksi yang berasal dari sistem manusia
ini akan diolah atau dikontrol terlebih dahulu melewati suatu mekanisme
tertentu sebelum suatu output berhasil diproses. Sistem dimana mesin
akan memberikan power (tenaga) dan manusia akan melaksanakan fungsi
kontrol dikenal sebagai semi automatic man-machine sistem.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
3. Sistem Manusia-Mesin Hubungan Otomatis (Automatic Man-
Machine System)
Pada sistem yang berlangsung secara otomatis, maka disini mesin akan
melaksanakan fungsi dua sekaligus yaitu menerima rangsangan dari luar
(sensing) dan pengendali aktivitas seperti umumnya yang dijumpai dalam
prosedur kerja yang normal. Fungsi operator disini hanyalah memonitor
dan menjaga agar supaya mesin tetap bekerja dengan baik serta
memasukkan data atau mengganti dengan program-program baru apabila
diperlukan.
Penyelidikan terhadap fungsi manusia-mesin adalah di dasarkan atas suatu
kenyataan bahwa antara manusia dan mesin masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Hal ini berarti ada pekerjaan yang lebih baik jika dikerjakan oleh
manusia dan sebaliknya ada pula pekerjaan lainnya yang mungkin akan lebih baik
bila pelaksanaannya dilakukan oleh dominasi mesin (Wignjosoebroto, 1995).
Dibandingkan dengan mesin, manusia sebagai komponen yang ada dalam
proses produksi akan memiliki beberapa keterbatasan-keterbatasan antara lain
(Wignjosoebroto, 1995) :
1. Tidak bisa menghasilkan tenaga fisik ataupun tekanan dalam jumlah
besar
2. Tidak bisa menggunakan kekuatan ototnya dengan intensitas yang tetap
dan akurasi yang tinggi
3. Tidak bisa menampilkan kecepatan kerja yang tinggi dan gerakan-
gerakan yang berulang tanpa kenal lelah, bosan maupun menimbulkan
kesalahan.
4. Tidak bisa melakukan analisa dan kalkulasi perhitungan masalah-
masalah yang terlalu kompleks secara cepat dan tepat.
5. Tidak bisa mengerjakan berbagai tugas yang berbeda-beda secara
serentak dalam kurun waktu yang relatif bersamaan.
6. Tidak bisa menyimpan dan memanggil/mengingat kembali sejumlah
data dalam jumlah besar secara tepat dan akurat.
7. Tidak bisa memberikan tanggapan secara cepat terhadap signal kendali
yang berubah-ubah dalam frekuensi yang seringkali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
8. Tidak bisa memberikan performans dan fungsi kerja secara memuaskan
bilamana kondisi lingkungan fisik kerja seperti panas, dingin, bising,
kelembaban, dan sebagainya berada diatas ambang batas
kesanggupannya.
Selanjutnya dibandingkan dengan manusia, mesin istilah ini juga dipakai
untuk menyebut fasilitas kerja lainnya yang non-human secara umum juga akan
memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain (Wignjosoebroto, 1995) :
1. Tidak bisa memberi tanggapan terhadap perintah-perintah yang diluar
batas kemampuan yang telah dirancang sebelumnya.
2. Tidak bisa memberi tanggapan terhadap kejadian-kejadian yang tidak
diramalkan sebelumnya.
3. tidak bisa berfikir induktif yaitu menarik kesimpulan umum dari hal-hal
yang bersifat khusus.
4. Tidak bisa berfikir kreatif seperti menggambarkan cara/pola baru dalam
melaksanakan aktivitas operational.
5. Tidak bisa bertindak fleksibel seperti menggunakan alternatif-alternatif
baru yang tidak dirancang/diprogramkan sebelumnya.
6. Tidak bisa berfungsi secara layak diluar batas beban atas kapasitas
normalnya.
2.6 Anthropometri
Menurut Pheasant (1998) dalam Wardani (2003), athropometri berasal dari
kata antropos yang berarti manusia, dan metrikos yang berarti pengukuran.
Sehingga anthropometri diartikan sebagai suatu ilmu yang secara khusus
berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang digunakan untuk menentukan
perbedaan pada individu, kelompok, dan sebagainya. Perbandingan fungsional
individual orang dewasa dan anak-anak dapat diketahui dengan sistem proporsi
anthromorfis didasarkan pada dimensi-dimensi tubuh manusia. Salah satu caranya
adalah dengan mengukur tubuh dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak
(static anthropometry), serta saat melakukan gerakan tertentu yang berkaitan
dengan kegiatan yang harus diselesaikan (dynamic anthropometry). Misalnya,
perancangan kursi mobil (gerakan mengoperasikan kemudi, pedal, tangkai
pemindah gigi). Gerakan yang biasa dilakukan anggota tubuh dapat dibagi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
bentuk range/rentangan gerakan, kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan ketelitian
(Wardani, 2003).
Data anthropometri ini menyajikan informasi mengenai ukuran tubuh
manusia, yang dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa (etnis),
posisi tubuh saat beraktivitas, dan sebagainya, serta diklasifikasikan dalam
segmen populasi pemakai, perlu diakomodasikan dalam penetapan dimensi
ukuran produk desain yang dirancang guna menghasilkan kualitas rancangan yang
tailor made dan memenuhi persyaratan fittness for use (Wignjosoebroto, 2000).
Anthropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi
tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan
ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai
terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile
sampai 100 percentile. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam
perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia
yang memakainya. Pemakaian data anthropometri mengusahakan semua alat
disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat.
Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang
memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya
kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error)
(Liliana, 2007).
Data anthropometri yang ada dibedakan menjadi dua kategori, (Pullat,1992),
yaitu:
1. Dimensi struktural (statis),
Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi
tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap
meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk,
ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang
lengan, dan sebagainya.
2. Dimensi fungsional (dinamis),
Hal pokok yang ditekankan pada pengukuran dimensi fungsional tubuh
ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan gerakan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
gerakan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu.
Data anthropometri dapat diaplikasikan dalam beberapa hal,
(Wignjosoebroto, 1995) yaitu:
1. Perancangan area kerja
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas dan sebagainya
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja
komputer, dan lain-lain
4. Perancangan lingkungan kerja fisik
Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah
dikarenakan oleh faktor-faktor (Nurmianto, 2004), sebagai berikut:
1. Keacakan/random
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa
4. Usia
5. Jenis pekerjaan
6. Pakaian
7. Faktor kehamilan pada wanita
8. Cacat tubuh secara fisik
Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil dalam perancangan
produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Anthropometri Untuk Perancangan Produk Atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, 1995
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
Keterangan gambar 2.6, yaitu:
1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung
kepala).
2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukkan).
6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat
sampai dengan kepala).
7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.
8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.
9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
10 : Tebal atau lebar paha.
11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.
12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari
lutut betis.
13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan
paha.
15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk).
16 : Lebar pinggul ataupun pantat.
17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan
dalam gambar).
18 : Lebar perut.
19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi siku tegak lurus.
20 : Lebar kepala.
21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22 : Lebar telapak tangan.
23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan
(tidak ditunjukkan dalam gambar).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak.
25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.
26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai
dengan ujung jari tangan.
27 : Tinggi dalam posisi berdiri dari ujung kaki hingga pantat bagian bawah.
2.7 Postur Kerja
Postur ditandai dengan mengukur hubungan sudut antara berbagai
menghubungkan tubuh dan tetap kerangka acuan. Kerangka acuan yang paling
intuitif adalah segmen lain badan utama, seperti sebagai lengan untuk postur
pergelangan tangan atau batang tubuh untuk postur leher. Namun, beberapa sistem
menggunakan referensi jenis lainnya, seperti cakrawala. Tindakan mencakup
besar dan durasi postur tertentu (MacLeod, 2000).
Menurut MacLeod (2000), postur netral adalah posisi optimal tiap sendi
yang menyediakan kekuatan paling besar, kontrol gerakan yang paling atas, dan
stres fisik paling kecil pada sendi dan jaringan di sekitarnya. Secara umum, posisi
ini sudah dekat titik tengah dari berbagai macam gerakan, yaitu posisi di mana
otot-otot sekitar sendi seimbang dan santai. Ada pengecualian penting untuk
aturan titik-titik tengah ini. Contohnya adalah postur lengan yang dipengaruhi
oleh gravitasi, dan lutut yang berfungsi dengan baik dekat posisi
perpanjangannya.
2.8 Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Menurut McAtamney dan Hignett (2000), REBA dikembangkan untuk
menilai jenis postur kerja tak terduga yang ditemukan di industri jasa layanan
kesehatan dan lainnya. Data dikumpulkan tentang postur tubuh, kekuatan
digunakan, jenis gerakan atau tindakan, dan kopling. REBA skor akhir ini
dihasilkan untuk memberikan indikasi dari levl risiko dan urgensi yang bahu
tindakan diambil.
Metode ini mengharuskan pengamat untuk mengkategorikan postur segmen
tubuh individu untuk tingkat perpindahan dari sudut netral. Awalnya, metode
REBA dapat digunakan untuk mengukur perbedaan postur antara kondisi yang
berbeda. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menilai setiap sikap spesifik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
sehubungan terhadap tingkat stres tempat pada tubuh, dan menggunakan nilai
REBA sebagai indikasi kelayakan postur (Knight et al, 2010) .
REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko
gangguan tubuh keseluruhan (McAtamney dan Hignett, 2000). Untuk masing-
masing tugas (task), menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-
masing grup yang terdiri atas 2 grup, yaitu:
1. Grup A terdiri atas postur tubuh atas dan bawah batang tubuh (trunk), Leher
(neck), dan kaki (legs)
2. Grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm),
lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist).
Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan suatu
pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/ kekuatan dan kopling
(coupling). Dengan melihat pada tabel penilaian untuk masing-masing postur,
tabel A untuk grup A, dan tabel B untuk grup B. skor A adalah jumlah dari hasil
pada tabel A dan skor beban/ kekuatan. Skor B adalah jumlah skor dari tabel B
dan skor kopling untuk masing-masing tangan. Skor C dibaca dari tabel C dengan
memasukkan skor A dan skor B, sehingga diperoleh skor REBA dengan jumlah
dari skor C dan skor tindakan. Akhirnya diperoleh suatu hasil berupa tingkatan
level resiko.
Grup A
1. Batang tubuh (trunk)
Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (trunk) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
Tabel 2.1 Skor Batang Tubuh (trunk)
Locate Trunk Position Score Adjustment
Posisi normal (tegak lurus) 1
+1 jika batang tubuh
berputar/bengkok/bungkuk
0-200 (ke depan maupun
belakang)
2
<200 atau 20
0 - 60
0 3
>600 4
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
2. Leher (neck)
Gambar 2.8 Postur Tubuh Bagian Leher (neck) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.2 Skor Leher (neck)
Locate Neck Position Score Adjustment
100 - 20
0 1 +1 jika leher
berputar/bengkok >200 (ke depan maupun belakang) 2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
3. Kaki (legs)
Gambar 2.9 Postur Tubuh Bagian Kaki (leg) Sumber : McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
Tabel 2.3 Skor Kaki (leg)
Locate Legs Position Score Adjustment
Posisi normal/seimbang
(berjalan/duduk)
1 +1 jika lutut antara 30
0 – 60
0
+2 jika lutut > 600
Bertumpu pada satu kaki lurus 2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
4. Beban (load)
Tabel 2.4 Skor Beban (load)
Load Score Adjustment
< 5 kg 0
+1 jika kekuatan cepat 5 – 10 kg 1
>5 kg 2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Grup B
1. Lengan atas (upper arm)
Gambar 2.10 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (upper arm) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.5 Skor Lengan Atas (upper arm)
Locate Upper Arm Position Score Adjustment
200 (ke depan maupun ke belakang) 1 +1 jika bahu naik
+1 jika lengan berputar/
bengkok
+1 jika miring, menyangga
berat dari lengan
>200 (ke belakang) atau 20
0 – 45
0 2
450 – 90
0 3
>900 4
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
2. Lengan bawah (lower arm)
Gambar 2.11 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (lower arm) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.6 Skor Lengan Bawah (lower arm)
Locate Lower Arm Position Score
600 – 100
0 1
<600 atau >100
0 2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
3. Pergelangan tangan (wrist)
Gambar 2.12 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (wrist) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.7 Skor Pergelangan Tangan (wrist)
Locate Lower Arm Position Score Adjustment
00 – 15
0 (ke atas maupun ke bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan
berputar menjauhi sisi tengah >150 (ke atas maupun ke bawah) 2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
Adjustment
Kopling (coupling)
Tabel 2.8 Skor Coupling
Coupling Score Keterangan
Baik 0 Kekuatan pegangan baik
Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau
kopling cocok dengan bagian tubuh
Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun
mungkin
Tidak dapat diterima 3 Kaku, pegangan tidak nyaman, tidak ada
pegangan atau kopling tidak sesuai dengan
bagian tubuh
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.9 Pembobotan Untuk Grup A
Table A Trunk
1 2 3 4 5
Neck = 1 Legs
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Neck = 2 Legs
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Neck = 3 Legs
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9 Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
Tabel 2.10 Pembobotan Untuk Grup B
Table B Uper Arm
1 2 3 4 5 6
Lower
Arm =
1
Wrist
1 1 1 3 4 6 7
2 2 2 4 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
Lower
Arm =
2
Wrist
1 1 2 4 5 7 8
2 2 3 5 6 8 9
3 3 4 5 7 8 9 Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.11 Perolehan Skor C
Table C Score A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Score B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor Aktivitas
Tabel 2.12 Skor Aktivitas REBA
Aktivitas Score Keterangan
Postur Statik 1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam
Pengulangan 1 Tindakan berulang-ulang
Ketidakstabilan 1 Tindakan menyebabkan jarak yang
besar dan cepat pada postur (tidak
stabil)
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
Gambar 2.13 Sistem Penilaian REBA Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.13 Nilai Level Tindakan REBA
Nilai REBA Level Resiko Level Tindakan Tindakan
1 Dapat
diabaikan 0 Tidak diperlukan perbaikan
2-3 Kecil 1 Mungkin memerlukan
perbaikan
4-7 Sedang 2 Perlu dilakukan perbaikan
8-10 Tinggi 3 Segera dilakukan
perbaikan
> 11 Sangat tinggi 4 Dilakukan perbaikan
sekarang juga
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
2.9 Perancangan Produk
Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa,
menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik secara fisik maupun
nonfisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan memanfaatkan
informasi yang ada (Lazuardy, 2009).
Perancangan suatu alat termasuk dalam metode teknik, dengan demikian
langkah-langkah pembuatan perancangan akan mengikuti metode Merris Asimow
yang menerangkan bahwa perancangan teknik adalah suatu aktivitas dengan
maksud tertentu menuju ke arah tujuan pemenuhan kebutuhan manusia. Dari
definisi tersebut terdapat tiga hal yang harus di perhatikan dalam perancangan
antara lain (Lazuardy, 2009):
1. Aktivitas untuk maksud tertentu
2. Sasaran pada pemenuhan kebutuhan manusia
3. Berdasarkan pada pertimbangan teknologi
Prosedur perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan
dikenal dengan sebutan NIDA, yang merupakan kepanjangan dari need, idea,
decision, and action. Artinya tahap pertama seorang perancang menetapkan dan
mengidentifikasikan kebutuhan (need), sehubungan dengan alat atau produk yang
harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea)
yang melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dilakukan
suatu penilaian dan penganalisaan terhadap berbagai alternatif yang ada, sehingga
perancang dapat memutuskan (decision) suatu alternatif terbaik. Hasil rancangan
yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi
pemakai (Lazuardy, 2009).
2.10 Pengukuran Kerja Fisik
Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara
objektif, yaitu metode penilaian secara langsung dan tidak langsung (Tarwaka,
2004). Metode pengukuran langsung yaitu melalui pengukuran energi ekspenditur
(energi yang dikeluarkan) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat
beban kerja semakin banyak energi yang dikonsumsi. Penilaian beban kerja fisik
secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan denyut nadi selama
bekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
1. Penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan denyut jantung
Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik,
kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Tarwaka, 2004). Kategori berat
ringannya berdasarkan pada denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut
ini.
Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik
Tingkat Pekerjan
Konsumsi
Oksigen
(liter/menit)
Denyut Jantung
(denyut/menit)
Konsumsi
Energi
(kkal/menit)
Light work < 0.5 < 90 < 2.5
Moderate Work 0.5 - 1.0 90 - 110 2.5 - 5.0
Heavy work 1.0 - 1.5 110 -130 5.0 - 7.5
Very Heavy work 1.5 - 2.0 130 - 150 7.5 - 10.0
Extremely heavy work > 2.0 150 - 170 > 10.0 Sumber: Bridger, 1995
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk
menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan
Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka
dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut
(Tarwaka, 2004),. Dalam penelitian ini, denyut yang diukur adalah denyut nadi
karena untuk kemudahan pengukuran. Metode 10 denyut dilakukan dengan
mengukur waktu yang diperlukan nadi untuk berdetak selama 10 detik, kemudian
dikonversi dengan menggunakan formula, sebagai berikut:
Denyut nadi (denyut/menit) = 6010
10x
denyutperWaktu
denyut …..…………….( 2.1)
Selain metode 10 denyut di atas, pengukuran denyut nadi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan metode 15 detik maupun 30 detik. Keuntungan
menggunakan denyut nadi untuk menentukan beban kerja yaitu mudah dilakukan,
cepat, dan hasilnya dapat diandalkan. Hal tersebut didasarkan pada pendapat E.
Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), yang menjelaskan bahwa konsumsi
energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik
tidak hanya dapat ditentukan dengan menggunakan jumlah KJ yang dikonsumsi,
tetapi juga jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima dan tekanan
panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
denyut jantung merupakan alat yang sesuai untuk menghitung indek beban kerja.
Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa denyut
nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu
bekerja. Denyut nadi dapat ditentukan pada arteri radialis pada pergelangan
tangan.
Menurut E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), denyut nadi untuk
mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Denyut nadi istirahat, merupakan rata-rata denyut nadi sebelum
pekerjaan dimulai.
b. Denyut nadi kerja, merupakan rata-rata denyut nadi selama bekerja.
c. Nadi kerja, selisih antara denyut nadi isirahat dengan denyut nadi kerja.
2. Pengukuran Konsumsi Energi
Denyut jantung ataupun denyut nadi merupakan peubah yang penting dalam
penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan
konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan
denyut jantung ataupun denyut nadi (Bridger, 1995). Indek ini merupakan
perbedaan antara denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan
denyut jantung pada waktu istirahat.
Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan
denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi
energi dengan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk
regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis
dengan persamaan, sebagai berikut:
Y = 1,80411 - (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4
) X2 …........ …..…………….( 2.2)
Dimana ;
Y = Energi (kilokalori per menit).
X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit).
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam
bentuk matematis, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
KE = Et - Ej ......…………………………........................ …..….………….( 2.3)
KE = Konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit)
Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit)
Ej = Penegeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit)
Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan
selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi
pada waktu istirahat.
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai
keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap
berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja
yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi
duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan
melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi
yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk.
Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode
yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh
kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu
banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala
yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan pertimbangan tentang
pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg).
3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.
4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah.
5. Diperlukan mobilitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
2.11 Kebisingan Tempat Kerja
Bising dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun kuwalitatif (penyempitan spectrum pendengaran).
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan sapat
mengganggu kesehatan, kenyamanan serta menimbulkan ketulian.
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita
berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki
energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur
intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat
logaritmik. Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB un
tuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan
nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak
lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Menurut standar OHSAS Tahun
2000 dijelaskan klasifikasi kebisingan untuk menentukan jam kerja yang diijinkan
yang terdapat pada tabel 2.15.
Tabel 2.15 Table of Permissible Noise Exposure
Duration per
Day (hours)
Sound level,
dB(A) slow
response
8 90
6 92
4 95
3 97
2 100
1-1/2 102
1 105
1/2 110
1/1/4 or less 115
Sumber : OSHAS 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
2.12 Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai
keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap
berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja
yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi
duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan
melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi
yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk.
Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode
yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh
kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu
banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala
yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan pertimbangan tentang
pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg).
3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.
4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah.
5. Diperlukan mobilitas.
2.13 Uji Tarik (Tension Test)
Untuk mengetahui sifatsifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan
pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa
dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi
(torsion test), dan uji geser (shear test). Dalam tulisan ini kita akan membahas
tentang uji tarik dan sifatsifat mekanik logam yang didapatkan dari interpretasi
hasil uji tarik. Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar.
Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi
di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang
dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui
bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui
sejauh mana material itu bertambah panjang (Dieter, 1988).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-31
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus
menarik suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan
mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan
pada 2.14 berikut:
Gambar 2.14 Uji Tarik Dan Kurva Uji Tarik Sumber: Calister, 2004
2.14 Hukum Hooke
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan
panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini,
kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
” rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan”
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah
pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress: σ = F/A ,
Strain: ε = L/ L
Dimana:
L : pertambahan panjang
L : panjang awal
F : gaya tarikan
A : luas penampang
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ / ε ............................................................................................................(2.4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-32
Selanjutnya kita dapatkan Gb 2.20 yang merupakan kurva standar
ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah
linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E
diberi nama "Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva yang
menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS
(SS curve).
Gambar 2.15 Kurva Tegangan- Regangan Sumber: Calister, 2004
Bentuk dan besarnya dari kurva tegangan-regangan dari logam akan
bergantung pada komposisinya, perlakuan panas, sejarah sebelumnya pada
deformasi plastis, tingkat regangan, suhu, keadaan tekanan selama pengujian.
Parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan
logam adalah tensile strength, yield strength atau yield point, percent elongation,
dan pengurangan luas area. Parameter kedua dari awal merupakan parameter
tegangan sedangkan dua yang terakhir adalan mengindikasi ductility (Dieter,
1988).
2.15 Pengerolan Logam
Deformasi Plastis merupakan usaha pembentukan material dengan cara
memberikan gaya pada material tersebut sehingga material tidak kembali
kebentuk semula bila gaya yang bekerja padanya dihilangkan. Pengerolan
termasuk proses pengerjaan logam secara plastis dengan jalan melewatkannya
diantara rol sehingga menyebabkan deformasi plastis pada spesimen uji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-33
Pengerolan ini menghasilkan perubahan atau pengurangan ukuran yang
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.16 Diagram Skematik Pengerolan Sumber: Dieter, 1988
Proses pengerolan merupakan proses yang sering dilakukan dalam proses
pengerjaan logam, karena dapat digunakan dalam melakukan produksi dalam
jumlah besar (mass production) dan kemudahan mengontrol hasil akhir produk.
Rol dibagi menjadi 3 macam:
1. Hot Rolling
Merupakan proses pengerolan dengan tujuan mengurangi ketebalan
ataupun pembentukan material dengan melakukan perlakuan panas
dengan temperatur diatas temperatur rekristalisasi logam.
2. Cold Rolling
Merupakan proses pengerolan dengan tujuan mengurangi ketebalan
ataupun pembentukan material dengan melakukan perlakuan dingin yaitu
dengan temperatur dibawah temperatur rekristalisasi logam.
3. Rolling Mills
Pada prinsipnya sama untuk mengurangi ketebalan dan melakukan
pembentukan material. Rolling Mills dapat dibedakan menurut jenis dan
prinsip pengerolannya seperti berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-34
a b c
d e
Gambar 2.17 Macam-Macam Rol Milling. (a) Two-high,pullover; (b) Two-high,
reversing; (c) Three-high; (d) Four-high; (e) Cluster Sumber: Dieter, 1988
2.15.1 Menghitung Geometri Rol
Berdasarkan diagram skematik pengerolan pada gambar 2.17 geometri
pengerolan dapat dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:
1. Menghitung contact lenght
.....................................................................(2.5)
2. Menghitung radius minimum rol
Besarnya gaya gesek yang terjadi dapat dinyatakan pada persamaan
berikut:
.............................................................................................(2.6)
Dari persamaan 2.4 dapat digunakan untuk mencari besarnya R dengan
dengan mensubtitusi τ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-35
√
..............................................................(2.7)
Menghitung daerah defleksi dengan persamaan 2.5
........................................................................................(2.8)
Untuk menghitung jari-jari (R) yang mempertimbangkan defleksi yang
terjadi dapat dihitung dengan persamaan 2.6
√
σ
....................................................................(2.9)
Keterangan:
R = jari-jari rol (mm)
h0 = tebal awal (mm)
hf = tebal setelah pengerolan (mm)
fs = gaya gesek
µs = koefisien gesek
σy = yield point (N/mm2)
l = panjang benda kerja (mm)
Lb = panjang contact lenght (mm)
q = daerah defleksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-36
Vmax= defleksi maksimum
E = Tensile strenght (Mpa)
2.15.2 Menghitung Energi Pengerolan
Gambar kurva tegangan-regangan pada gambar 2.16 memperlihatkan
definisi tegangan – regangan rata-rata. Persamaan analitis mengenai kurva
tersebut diberikan pada persamaan berikut, (Dieter, 1988) :
1. Menghitung besarnya regangan
............................................................................................(2.10)
2. Menghitung tegangan alir rata-rata
fY
........................................................................................(2.11)
3. Menghitung gaya rol
fY …...................................................................................(2.12)
4. Menghitung torsi rol
.....................................................................................(2.13)
5. Menghitung inersia rotasi
.........................................................................(2.14)
Untuk menghitung energi kinetik rol dengan memperhatikan inersia
rotasi yang terjadi pada rol adalah sebagai berikut:
. .........................................................(2.15)
Daya pengerollan dengan memperhatikan inersia rotasi dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-37
...........................................................(2.16)
Keterangan:
ε = regangan
σy = yield point (Mpa)
n = eksponential pengerasan regangan
w = lebar benda kerja (mm)
F = gaya rol (N)
mrol = massa rol (kg)
Rrol = jari-jari rol
rps = putaran rol per second
fY = tegangan alir rata-rata (N/mm2)
2.15.3 Menghitung Torsi dan Daya
Daya yang diterapkan pada mesin rol melalui torsi dan tegangan tarik strip
pada prinsipnya digunakan untuk 4 hal antara lain:
1. Energi yang diperlukan untuk deformasi logam.
2. Energi yang diperlukan untuk mengatasi gaya-gaya gesekan pada
bantalan
3. Energi yang hilang pada sistem transmisi daya
4. Energi listrik yang hilang pada berbagai motor dan generator
Pada gambar 2.17 Beban pengerolan total terdistribusi pada lengkungan
kontak sesuai dengan tekanan bukit gesekan. Namun, beban pengerolan total
dapat diasumsikan terkonsentrasi pada satu titik di busur kontak pada jarak a dari
garis pusat rol. Pada perhitungan torsi persoalan utama terletak pada caranya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-38
menentukan lengan momen. Perbandingan antara lengan momen a dan panjang
proyeksi busur lengkungan kontak
.....................................................................................(2.17)
Keterangan:
λ = 0,5 untuk pengerolan panas
= 0,45 untuk pengerolan dingin
R = jari-jari rol (mm)
a = lengan momen (mm)
Besarnya torsi sama dengan beban pengerolan total dikalikan dengan
lengan momen efektif dikarenakan terdapat dua buah rol kerja maka besarnya
torsi:
......................................................................................................(2.18)
Dalam satu putaran rol atas, resultan beban pengerolan P bergerak sepanjang
keliling lingkaran yang sama dengan 2 a. Karena terdapat dua buah rol kerja,
maka kerja yang dilakukan adalah:
Kerja = 2 (2 a) P
............................................................................................(2.19)
Karena daya didefinisikan sebagai laju perubahan kerja pada 60.0000 Nm/s,
maka daya yang dibutuhkan untuk menggerakan pasangan rol dengan putaran N
rpm adalah:
.............................................................................................(2.20)
Dengan satuan P adalah Newton, a dalam meter, dan N adalah rpm (putaran
per menit). Persamaan diatas menyatakan daya yang dibutuhkan untuk deformasi
logam sewaktu logam melalui celah rol. (Dieter, 1988)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang
dilakukan dalam perancangan alat perataan bahan baku pada home industry CV.
Bintang Mas. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ditujukan
pada gambar. 3.1 di bawah ini:
Deskripsi Masalah dengan Penilaian
dan Pengukuran Kondisi Awal:
1. Proses prataan
2. Posisi Keja
3. Kebisingan
4. Beban Kerja
5. Anthropometri Operator
Wawancara
Keluhan dan
Harapan Operator
A
Penentuan
Kebutuhan
Perancangan
Penentuan konsep
perancangan
Penentuan Spesifikasi
Alat dan mekanismenya
berdasarkan spesifikasi
benda kerja
Gambar 3.1 Metode Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
A
Pengukuran
Kondisi Setelah
Implementasi Rancangan
Analisis dan Intepretasi
Hasil
Kesimpulan dan Saran
Estimasi Biaya
Penentuan Dimensi
Kerangka Alat dengan
Pendekatan Ergonomi
Gambar 3.1 Metode Penelitian (Lanjutan)
Langkah-langkah penyelesaian masalah pada gambar 3.1 diuraikan dalam
sub-bab di bawah ini.
3.1 Deskripsi Masalah dengan Penilaian dan Pengukuran Kondisi Awal
Pada tahapan ini dikumpulkan data-data kondisi awal pada saat penelitian.
Data kondisi awal ditentukan berdasarkan hasil dari identifikasi masalah yang
lebih spesifik yang terdapat pada CV. Bintang Mas diantaranya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
1. Permasalahan mengenai posisi kerja operator perataan bahan baku.
Penilaian posisi kerja dilakukan berdasarkan hasil observasi yang
menduga bahwa posisi kerja pada operator perataan bahan baku
membahayakan yang dapat menyebabkan cidera muskuloskeletal. Oleh
karena itu dilakukan pengumpulan data posisi kerja yaitu dengan meng-
capture posisi kerja dengan menggunakan camera digital kemudian
menganalisis posisi kerja tersebut.
2. Beban Kerja
Beban kerja yang sering disebut dengan kerja fisik mengakibatkan
pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi.
Konsumsi energi dapat dilakukan dengan pengukuran kecepatan denyut
jantung (heat rate) dan konsumsi energi (energy consumtion).
Untuk menghitung penggolongan beban kerja yang dialami operator,
dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan alat pengukur detak
jantung sebelum melakukan aktivitas dan setelah melakukan aktivitas.
Pengukuran denyut jantung sebelum aktivitas dilakukan 10 menit sebelum
operator melakukan perataan bahan baku. Sedangkan pengukuran setelah
aktivitas dilakukan setelah operator bekerja selama 1 jam.
Setelah itu kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan regresi
kuadratis.
Perhitungan Energi Expenditure
Energi Expenditure dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Y = 1.80411 – (0.0229038)X + (4.71733 x 10-4
)X2
Dimana :
Y = energi (kilokalori per menit)
X = kecepatan denyut jantung (denyut/menit)
Perhitungan Konsumsi Energi
Untuk menghitung besarnya konsumsi energi digunakan rumus sebagai
berikut:
KE = Et - Ej
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
Dimana:
KE = konsumsi energi untuk satu kegiatan tertentu (kilokalori/menit)
Et = pengeluaran energi pada waktu tertentu (kilokalori/menit)
Ej = pengeluaran energi pada waktu istirahat (kilokalori/menit)
Klasifikasi Beban Kerja
Setelah dilakukan perhitungan denyut jantung, perhitungan energi
ekspenditure dan konsumsi energi kemudian dapat dilakukan
penggolongan beban kerja yang dialami operator perataan bahan baku
apakah termasuk dalam pekerjaan dengan beban kerja berat atau ringan.
3. Kebisingan
Pada proses perataan bahan baku secara manual yang dilakukan dengan
proses penempaan oleh operator menimbulkan kebisingan yang dapat
mengganggu operator. Oleh karena itu dilakukan perhitungan kebisingan
dengan menggunakan alat Sound Level Meter SL-4012 Lutron untuk
mengetahui tingkat kebisingan.
3.2 Wawancara Keluhan dan Harapan Operator
Wawancara dilakukan kepada dua orang operator perataan bahan baku untuk
mengetahui keluhan-keluhan yang dialami selama melakukan aktivitas perataan.
Bagian tubuh mana saja yang mengalami kelelahan dan nyeri, keluhan-keluhan
karena kebisingan serta beban kerja. Selain itu juga dilakukan wawancara
mengenai apa saja yang diharapkan agar dapat memperbaiki kondisi aktivitas
perataan menjadi lebih baik. Harapan-harapan terhadap alat yang akan dirancang
sehingga alat hasil perancangan dapat memenuhi kebutuhan operator.
3.3 Penentuan Kebutuhan Perancangan
Untuk menentukan kebutuhan perancangan yang sesuai dengan
permasalahan yang ditemui pada stasiun perataan bahan baku yang meliputi posisi
kerja, kebisingan dan beban kerja maka dilakukan wawancara terhadap keluhan-
keluhan operator perataan bahan baku untuk memastikan alat yang akan dibuat
sesuai dengan kebutuhan dan harapan operator dan mampu mengurangi keluhan
operator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
3.4 Penentuan Konsep Perancangan
Pada tahap perancangan produk, hal pertama yang perlu dilakukan adalah
menentukan atau menyusun konsep mekanisme dari alat yang akan dirancang.
Konsep perancangan ini memberikan gambaran mengenai bagaimana suatu alat
akan dibuat dan bagaimana mekanisme kerja dan penggunaannya dengan
mempertimbangkan kelayakan pengoperasian alat nantinya. Selain itu juga harus
memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia yang merupakan
pengguna dari alat yang dirancang. Semua informasi mengenai faktor manusia
dalam perancangan produk sebagai acuan di dalam menghasilkan sebuah
rancangan mesin atau produk yang serasi, selaras, dan seimbang dengan manusia
yang akan mengoperasikannya nanti (Wignjosoebroto, 2000).
Berdasarkan dari hasil wawancara dan analisis terhadap keluhan dan
kebutuhan operator konsep perancangan yang dibutuhkan adalah alat perataan
bahan baku dengan memanfaatkan prinsip pengerolan karena dengan prinsip
pengerolan diharapkan dapat menyelesaikan keluhan-keluhan dari operator dan
mengakomodasi keinginan operator. Rol didesain dengan posisi berdiri dengan
tujuan memudahkan operator saat melakukan aktivitas pegerolan.
3.5 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya Berdasarkan Spesifikasi
Benda Kerja
Untuk menentukan mekanisme rol apakah dijalankan dengan menggunakan
mesin ataukah dengan penggerak manual dapat ditentuan dengan mengetahui
diameter rol minimal yang dapat digunakan untuk meratakan bahan baku dengan
efisien juga daya yang diperlukan untuk menggerakkan mesin tersebut. Untuk
menghitung diameter rol dan daya diperlukan data-data terkait dengan
spesifikasi bahan baku yang akan diproses yaitu meliputi jenis, kekuatan,
ketebalan, dan dimensi bahan. Kekuatan bahan diperoleh dengan melakukan
pengujian tarik (Tension Test) yang dilakukan pada 3 jenis plat bahan baku
dengan ketebalan 0,6 mm 0,5 mm dan 0,3 mm. Sedangkan untuk spesifikasi lain
seperti ukuran poros ataupun bearing diperoleh dari perhitungan lanjutan setelah
mengetahui diameter rol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
3.6 Penentuan Dimensi Kerangka Alat dengan Pendekatan Ergonomi
Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data-data yang telah dikumpulkan
tentang alat data perataan bahan baku awal pada CV. Bintang Mas Adapun data-
data tersebut meliputi komponen-komponen alat, dimensi alat yang digunakan,
dan mekanisme penggunaan alat perataan bahan baku awal.
Besar dimensi produk mengacu pada data anthropometri operator. Hal ini
dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan
disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik penggunanya. Pengambilan
data diperoleh dari hasil pengukuran anthropometri para operator yang melakukan
aktivitas perataan bahan baku. Responden yang diambil berjenis kelamin pria.
Adapun data anthropometri yang diambil sesuai dengan variabel yang dibutuhkan
yaitu: tinggi badan, tinggi siku berdiri dan panjang jangkauan tangan kedepan.
Data anthropometri yang diambil merupakan populasi sehingga tidak diperlukan
pengujian data (uji keseragaman, kecukupan, dan kenormalan). Pengambilan data
anthropometri dilakukan dengan menggunakan meteran kain. Sedangkan dimensi
alat secara detail diperoleh dari pengolahan data komponen yang dibutuhkan
dalam membuat alat perata bahan baku berupa rol. Dimensi alat akan
menyesuaikan dengan hasil perhitungan komponen rol yang telah disesuaikan
dengan dimensi standar yang tersedia di pasaran.
3.7 Bill Of Material (BOM)
Bill of Material pada rancangan alat perata bahan baku diperlukan untuk
mengetahui material apa yang diperlukan dan digunakan pada rancangan.
Penentuan material mesin hasil rancangan dilakukan berdasarkan informasi dari
pustaka terkait kelebihan dan kelemahan material serta dari pihak teknisi. Setelah
mengetahui material yang akan digunakan kemudian dibuat Bill of Material
(BOM). BOM digunakan untuk melihat jumlah kebutuhan material untuk
membuat rol perata bahan baku sehingga nantinya mempermudah dalam estimasi
biaya.
3.8 Estimasi Biaya
Setelah ditentukan dimensi dan diketahui material rancangan, dari bahan
yang dipakai dapat diperkirakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
produk yang dirancang. Biaya dibagi menjadi 2, yaitu biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja.
3.9 Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Alat
Tahap ini adalah tahapan untuk menguji alat untuk proses perataan bahan
baku apakah sesuai degan kebutuhan dan juga apakah alat ini memperbaikiposisi
kerja, beban kerja, dan kebisingan. Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan
perancangan alat tersebut memberikan value added terhadap kondisi kerja saat ini.
Jika rancangan ini berhasil memenuhi kebutuhan dan harapan operator maka
tahapan selanjutnya dapat dijalankan, namun jika masih belum sesuai dengan
kebutuhan dan harapan operator dilakukan analisis penyebabnya agar dapat
dilakukan perbaikan pada penelitian selanjutnya.
Pengukuran kondisi setelah implementasi alat meliputi pengukuran posisi
kerja dengan menggunakan pendekatan REBA (Rapid Entire Body Assesment)
untuk memastikan posisi kerja menggunakan alat perata berada pada level aman.
Kemudian dilakukan perhitungan beban kerja operator sebelum melakukan
aktivitas dan setelah melakukan perataan bahan baku menggunakan alat. Cara dan
mekanisme pengukuran sama dengan pengukuran sebelumnya. Pengkuran
selanjutnya adalah pengukuran level kebisingan pada saat aktivitas perataan bahan
baku dengan menggunakan alat hasil rancangan. Cara pengukuran juga dilakukan
sama dengan pengukuran awal yaitu pada saat semua stasiun berhenti bekerja.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sound level meter.
3.10 Analisis dan Intepretasi Hasil
Pada tahap ini dilakukan analisis mengenai hasil-hasil identifikasi hingga
proses perancangan. Analisis meliputi analisis dimensi, perbandingan posisi kerja
awal dengan posisi kerja setelah adanya alat, perbandingan konsumsi energi
operator, perbandingan level kebisingan yang ditimbulkan oleh proses manual
dengan proses perataan setelah menggunakan alat, analisis biaya dan analisis
performansi alat yang meliputi analisis terhadap kemampuan dan kekurangan dari
alat hasil perancangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
3.11 Kesimpulan Dan Saran
Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data
dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan kemudian
memberikan saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian
selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data.
Data yang dikumpulkan meliputi pengambilan foto posisi kerja, wawancara
terhadap kondisi awal dan anthropometri operator. Kemudian tahap pengolahan
data meliputi perancanganrol perata bahan baku, perhitungan dimensi produk,
perhitungan kondisi setelah implementasi alat, dan estimasi biaya.
4.1 Deskripsi Masalah dengan Penilaian dan Pengukuran Kondisi Awal
Deskripsi masalah bertujuan untuk menguraikan permasalahan secara
detail pada stasiun perataan bahan baku. Deskripsi masalah meliputi masalah
posisi kerja, beban kerja dan kebisingan pada aktivitas perataan bahan baku
sedangkan pengukuran kondisi awal digunakan untuk mengetahui data secara
kuantitatif untuk mendukung deskripsi masalah-masalah tersebut.
4.1.1 Posisi Kerja Operator Pada Proses Perataan Bahan Baku
Posisi kerja operator pada proses perataan bahan baku yang merupakan
posisi yang paling sering dilakukan dan paling nyaman menurut operator adalah
dengan postur tubuh sedikit membungkuk ke depan duduk pada balok kayu dan
dengan posisi kaki menjepit lembaran bahan baku. Posisi tubuh yang sedikit
membungkuk kedepan memudahkan operator menjangkau bagian lembar bahan
baku. Posisi duduk pada balok kayu dirasakan operator jauh lebih nyaman jika
dibandingkan dengan posisi jongkok sedangkan postur kaki yang menjepit bahan
baku bertujuan agar bahan baku tidak meleset pada saat proses penempaan.
Walaupun postur ini dianggap paling nyaman oleh operator penempaan bahan
baku, namun jika dianalisisi dan berdasarkan wawancara kepada operator posisi
ini masih menyebabkan keluhan nyeri pada bagian leher, pundak, punggung,
pinggang, pergelangan dan jari-jari tangan. Postur tubuh saat perataan bahan baku
dapat dilihat pada gambar 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Gambar 4. 1 Perataan Bahan Baku
4.1.2 Beban Kerja
Perataan bahan baku dengan cara ditempa menggunakan martil dengan
berat 5 kg membuat aktivitas ini memerlukan waktu yang lama dan aktivitas ini
dilakukan secara berulang-ulang sehingga menyebabkan operator sering lelah.
Kelelahan operator dikarenakan beban kerja yang dialami merupakan kerja fisik
yang berat. Untuk memastikan apakah operator mengalami kelelahan diakibatkan
oleh beban kerja yang terlalu besar, kemudian dilakukan perhitungan heart rate
dengan menggunakan alat pengukur detak jantung kepada operator yang sedang
melakukan aktivitas perataan. Berikut adalah hasil dari pengukuran beban kerja
operator perata bahan baku dengan proses manual:
Tabel 4.1 Pengukuran Denyut Jantung Operator
Operator Sebelum Aktivitas (DN0)
(Denyut/menit)
Setelah Aktivitas (DN1)
(Denyut/menit)
1 74 140
2 70 137
Pengukuran denyut jantung diatas merupakan rerata dari denyut jantung
operator. Rerata ini didapatkan setelah melakukan empat kali pengukuran dengan
hari yang berbeda. Setelah mendapatkan data denyut jantung, kemudian dilakukan
perhitungan konsumsi energi dengan pendekatan kuantitatif menggunakan analisis
regresi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara
umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
menitkilokaloriXXY /2410.71733,40229038,080411,1
Berikut adalah perhitungan energi operator:
A. Energi Operator Sebelum Aktivitas (Ei)
1. Operator 1
2)70(410.71733,4)70.(0229038,080411,1 Y
69,2Y menitkilokalori/
2. Operator 2
2)68(410.71733,4)68.(0229038,080411,1 Y
51,2Y menitkilokalori/
B. Energi Operator Setelah Aktivitas (Et)
1. Operator 1
2)143(410.71733,4)143.(0229038,080411,1 Y
84,7Y menitkilokalori /
2. Operator 2
2)141(410.71733,4)141.(0229038,080411,1 Y
52,7Y menitkilokalori /
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam
bentuk matematis KE = Et – Ei. Berikut adalah perhitungan untuk energi yang
dikonsumsi operator 1 dan 2:
1. Konsumsi Energi Operator 1
KE = Et – Ei
KE = (8,175 - 2,51) kilokalori/menit
KE = 5,15 kilokalori/menit
2. Konsumsi Energi Operator 2
KE = Et – Ei
KE = (7,95 – 2,43) kilokalori/menit
KE = 5,01 kilokalori/menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa aktivitas perataan bahan baku
dengan penempaan secara manual termasuk pada level Heavy.
Tabel 4.2 Klasifikasi Beban Kerja Fisik
Tingkat Pekerjan
Konsumsi
Oksigen
(liter/menit)
Denyut Jantung
(denyut/menit)
Konsumsi
Energi
(kkal/menit)
Light work < 0.5 < 90 < 2.5
Moderate Work 0.5 - 1.0 90 - 110 2.5 - 5.0
Heavy work 1.0 - 1.5 110 -130 5.0 - 7.5
Very Heavy work 1.5 - 2.0 130 - 150 7.5 - 10.0
Extremely heavy work > 2.0 150 - 170 > 10.0 Sumber: Bridger, 199
4.1.3 Kebisingan
Kebisingan pada proses perataan bahan baku disebabkan oleh proses
penempaan martil yang mengenai lembaran bahan baku baik seng maupun kaleng
bekas. Kebisingan yang ditimbulkan dari proses penempaan bahan baku pada CV.
Bintang Mas adalah sebesar 102 dB. Pengukuran dilakukan pada saat stasiun
kerja lain sedang tidak beroperasi.
4.2 Penentuan Kebutuhan Perancangan
Pada tahap ini dilakukan penentuan perancangan yang sesuai dengan
kondisi di CV. Bintang Mas dan juga sesuai kebutuhan operator dengan
melakukan wawancara kepada operator dan observasi oleh perancang (engineer).
Tahap-tahap lebih lengkap dapat dilihat pada bagian selanjutnya.
4.2.1 Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari
operator mengenai keluhan ketidaknyamanan yang dialami operator pada proses
perataan bahan baku. Hasil wawancara terhadap operator mengenai keluhan
ketidaknyamanan pada proses perataan bahan baku menunjukkan beberapa bagian
tubuh yang dikeluhkan oleh kedua operator. Bagian tubuh tersebut adalah leher
bagian bawah, bahu kanan, punggung, lengan kanan atas dan bawah, pergelangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
tangan, pinggang, paha, dan lutut. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa posisi kerja yang selama ini kurang ergonomis karena
menyebabkan keluhan nyeri di beberapa bagian tubuh. Selain itu juga dilakukan
wawancara tentang keluhan-keluhan lain yang dialami operator sehingga dapat
diidentifikasi kebutuhan operator.
Tabel 4. 3 Keluhan dan Kebutuhan Operator
No Keluhan Kebutuhan
1. Proses perataan bahan baku
membutuhkan tenaga besar dari
operator
Alat perataan bahan baku yang bisa
meratakan bahan baku dengan
mengurangi beban operator
2. Proses perataan bahan baku yang
membutuhkan waktu pengerjaan
yang lama
Alat perataan bahan baku yang jika
digunakan akan meminimalkan waktu
pengerjaan
3.
Pegal pada leher punggung,
pinggang, pundak dan leher
karena posisi membungkuk saat
proses perataan bahan baku
Alat perataan bahan baku yang jika
digunakan posisi kerja operator tidak
membungkuk
4.
Proses perataan bahan baku
menimbulkan kebisingan dan
debu
Alat perataan bahan baku yang dapat
mengurangi kebisingan dan debu
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui harapan-harapan operator
yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Harapan-harapan
tersebut muncul karena adanya keluhan-keluhan terhadap kondisi pada aktivitas
perataan bahan baku dengan penempaan manual. Tabel 4.4 menunjukkan
beberapa pernyataan harapan operator mengenai fasilitas untuk perataan bahan
baku.
Tabel 4. 4 Harapan Operator
No Harapan Operator
1. Saya ingin sarana yang bisa mengurangi nyeri di
leher, bahu, lengan, dan punggung.
2.
Saya ingin sarana yang memungkinkan proses
perataan bahan baku dengan posisi yang nyaman
(badan tidak perlu membungkuk).
3.
Saya ingin sarana yang mengurangi tingkat
kebisingan dan debu pada saat perataan bahan
baku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
Tabel 4. 4 Harapan Operator (Lanjutan)
No Harapan Operator
4. Saya ingin sarana yang mudah digunakan dan tidak
menambah aktivitas perataan bahan baku.
5. Saya ingin sarana yang dapat mengurangi tingkat
lama pengerjaan perataan bahan baku
Selain kebutuhan dan harapan dari operator juga dibutuhkan perananan
seorang engineer untuk menganalisis kebutuhan lain yang juga diperlukan oleh
operator untuk menyempurnakan hasil perancangan. Analisis dilakukan dengan
melakukan observasi secara langsung dan wawancara kepada operator perataan
bahan baku.
Menurut hasil observasi ditemui pada proses perataan bahan baku operator
menggunakan kakinya untuk menahan posisi bahan baku agar tidak berubah
posisi pada saat ditempa. Posisi kerja tersebut yang kurang ergonomis dan
operator merasa tidak nyaman apalagi posisi tersebut dilakukan oleh operator
pada waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan kelelahan dan nyeri pada
kaki. Oleh karena itu dibutuhkan alat perataan bahan baku yang dapat
memperbaiki posisi kerja operator tersebut yaitu dengan mengubah posisi kerja
duduk menjadi berdiri sehingga operator tidak perlu memegangi bahan baku
menggunakan kakiknya.
Untuk menyempurnakan perancangan alat perataan bahan baku yang dapat
memperbaiki posisi kerja operator serta mengatasi keluhan-keluhan operator
engineer melakukan studi literatur mengenai prinsip alat seperti apa yang akan
dibuat dan juga menyesuaikan dengan kondisi pada CV. Bintang Mas. Prinsip alat
yang paling sesuai untuk proses perataan bahan baku adalah menggunakan rol
karena selain biaya yang diperlukan tidak besar rol juga dapat mengurangi waktu
pengerjaan.
4.2.2 Penentuan Konsep Perancangan
Ide mengenai konsep perancangan selain dibangkitkan dari kebutuhan
operator dan engineer juga didukung dengan aspek-aspek yang dapat
menyempurnakan rol perataan baku yang dirancang. Aspek ergonomi dipilih
karena tujuan utama pembuatan alat ini adalah untuk memperbaiki posisi kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
operator, beban kerja, lama pengerjaan dan kebisingan yang ditimbulkan oleh
penempaan secara manual. Untuk merancang rol perata bahan baku digunakan
data anthropometri sebagai data pendukung penentuan dimensi rol.
4.2.3 Fitur dan Ide Rancangan
Dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan operator, analisis oleh
engineerdan tujuan perancangan, maka fitur rancangan alat perataan bahan baku
dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Fitur Rancangan Alat Perataan Bahan Baku
No Kebutuhan Fitur Alat
1.
Alat perataan yang
bisa meratakan bahan
baku dengan
mengurangi beban
operator
Alat peratan bahan baku yang dibuat dioperasikan
dengan menggunakan motor agar dapat mengurangi
beban operator namun dapat juga mengunakan sistem
manual
2.
Alat perataan yang
jika digunakan akan
meminimalkan waktu
pengerjaan
Alat perataan yang didesain dengan kemampuan tekan
yang tinggi sehingga lebih cepat untuk meratakan
bahan bakusehingga mampu meningkatkan
produktivitas 3.
Alat perataan yang
dapat meningkatkan
produktivitas
4.
Alat perata yang
memungkinkan proses
perataan bahan baku
tanpa membungkuk
Pengaturan dimensi dan posisi alat perataan
disesuaikan dengan postur kerja dan antropometri
tubuh operator. Dengan ini diharapkan operator tidak
perlu membungkukkan badan saat proses perataan
bahan baku
5.
Alat perataan yang
dapat mengurangi
kebisingan dan debu
Rancangan alat perataan dirancang menggunakan
mekanisme yang seminimum mungkin mengurangi
potensi penyebab kebisingan dan debu
Berdasarkan fitur rancangan yang telah dinyatakan diatas, dapat
dikembangkan ide-ide rancangan alat perataan. Ide yang dikembangkan
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dan berdasarkan prinsip ergonomi agar
operator dapat menggunakan hasil rancangan dengan nyaman.
Untuk itu alat perataan bahan baku dibuat dengan menggunakan motor
sebagai penggeraknya untuk mengurangi beban operator. Namun tidak menutup
kemungkinan jika menggunakan sistem secara manual dimana operator menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
penggeraknya jika daya yang diperlukan untuk menggerakkan rol relatif kecil.
Keuntungan menggunakan sistem manual adalah karena CV. Bintang Mas bukan
merupakan perusahaan besar sehingga jika alat perataan bahan baku perataan
bahan baku dimungkinkan dapat dioperasikan secara manual tanpa menggunakan
listrik jauh lebih menguntungkan. Material yang digunakan sebagai bahan alat
perataan bahan baku dipilih yang mempunyai Modulus Young tinggi sehingga
daya tekan besar dan dapat mempercepat proses perataan bahan baku, sehingga
dapat mengurangi beban kerja operator.
Alat perataan bahan baku ini juga dirancang untuk meminimalkan adanya
kebisingan dan debu dengan mengganti proses perataan bahan baku dengan cara
ditempa menjadi pengerolan. Untuk mengurangi keluhan operator alat perataan
bahan baku didesain dengan mempertimbangkanpostur kerja dan antropometri
operator sehingga alat perataan bahan baku dapat dioprasikan dengan posisi
berdiri yang ergonomis. Pemilihan posisi kerja berdiri adalah karena ketersediaan
tempat yang sempitdan mobilitas operator yang besar. Dengan posisi kerja berdiri
operator lebih fleksibel dalam mengatur posisi bahan baku pada saat proses
pengerolan.
Dalam penentuan spesifikasi detail perancangan ditentukan detail desain
rancangan. Tahap ini diawali dengan proses mendetailkan ide. Detail ide
pembuatan alat rol perata bahan baku mengacu pada ide-ide yang telah muncul.
Hasil dari detail ide tersebut adalah:
1. Dibuat alat perataan bahan baku berupa rol yang dioperasikan secara
otomatis dengan menggunakan motor.
2. Rol dilengkapi dengan dudukan untuk menempatkan motor.
3. Untuk menyalakan atau mematikan mesin rol digunakan limit switch
sederhana yang mudah dijangkau dan dikendalikan oleh operator.
4. Rol perata bahan baku terdiri dari sepasang rol untuk menyempurnakan
hasil perataan bahan baku.
5. Rol dapat diatur jaraknya menyesuaikan dengan ketebalan bahan baku
yang akan diproses. Adjustable yang digunakan memungkinkan operator
untuk mengatur jarak rol dengan mudah.
6. Rol dilengkapi dengan pelat yang membentuk seperti corong yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
digunakan sebagai pengarah proses feeding awal dan melindungi
operator dari kemungkinan kecelakaan kerja.
7. Rol dilengkapi dengan pelat pengarah untuk mencegah bahan baku
menggulung mengikuti arah rol.
8. Rol digerakkan dengan motor yang memutar dengan memanfaatkan gear
dan sproket dengan memanfaatkan reducer.
9. Rol dioperasikan dengan posisi kerja operator berdiri dengan
menggunakan tangan sebagai pengarah bahan baku pada proses
pengerolan dengan mengacu data anthropometri operator.
4.3 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian,
yaituperhitungan geometri untuk menentukan spesifikasi rol dan dimensi
perancangan. Bagian-bagian pengolahan data ini dijelaskan secara lebih detail
pada bagian-bagian berikut ini.
4.3.1 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya Berdasarkan Spesifikasi
Benda Kerja
Hasil pengujian tarik yang telah dilakukan untuk mengetahui spesifikasi
bahan baku/benda kerja seng dan kaleng bekas dengan 3 jenis ketebalan yang
berbeda 0,6 mm, 0,5 mm dan 0,3 mm dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4. 6 Hasil Uji Tarik
No Ketebalan
Material (a)
Ultimate Tensile
Strenght(σ)
Maximal Load
(Fm)
1. 0,6 mm 655 MPa 4,905 kN
2. 0,5 mm 520 MPa 3,255 kN
3. 0,3 mm 350 MPa 1,314 kN
Dengan spesifikasi bahan diatas dapat digunakan sebagai acuan dalam
perhitungan diameter rol sehingga besarnya daya dapat diketahui. Setelah
melakukan perhitungan (lampiran L2.4) diketahui bahwa daya yang dibutuhkan
untuk menggerakkan rol dengan diameter 17,6 cm adalah sebesar 2,44 watt.
Dengan daya yang sangat kecil tersebut penggerak rol cukup menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
sistem manual yaitu menggunakan tenaga operator dengan cara memutar
penggerak rol. Komponen lain yang dapat dihitung adalah dimensi bearing dan
poros yang akan digunakan dalam perancangan alat rol. Poros yang digunakan
untuk rol adalah berdiameter 50 mm sedangkan bearing yang digunakan adalah
menyesuaikan dengan diameter poros sehingga diameter dalam yang digunakan
adalah 50 mm sedangkan diameter luar sebesar 90 mm.
4.3.2 Penentuan Dimensi Alat dengan Pendekatan Ergonomi
Untuk menentukan dimensi rancangan pada rol perata bahan baku
digunakan data-data anthropometri dari kedua operator dan standar adjustment
yang telah ditetapkan. Pengumpulan data anthropometri ini dilakukan kepada dua
operator perataan bahan baku yang disajikan pada tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Data Anthropometri Operator
No Data yang diukur Simbol
Operator (dalam
cm)
1 2
1 Tinggi badan tegak Tbt 173 168
2 Jangkauan tangan ke depan Jtd 70 65
3 Tinggi siku berdiri Tsb 107 103
4 Tinggi bahu berdiri Tbd 150 146
5 Lebar bahu Lb 43 42
6 Panjang jangkauan tangan k eatas Pjta 216 212
7 Panjang lengan atas Pla 32 30
8 Panjang lengan bawah Plb 27 25
9 Pangkal telapak tangan ke pangkal jari Pttpj 11 10
10 Diameter genggaman tangan Dgt 3 2,5
11 Lebar telapak tangan Ltt 10 9
Berikut adalah perhitungan dimensi rol perata bahan baku dengan
mempertimbangkan data anthopometri kedua operator:
A. Dimensi Rangka
Dimensi pada rangka meliputi tinggi, panjang dan lebar rangka
1. Tinggi rangka
Penentuan tinggi rangka rol disesuaikan dengan data anthropometri
operator yaitu tinggi siku duduk, sehingga memudahkan operator
melakukan perataan bahan baku dengan posisi duduk. Perataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
bahan baku menggunakan rol merupakan pekerjaan yang tergolong
pekerjaan ringan sehingga posisi kerja yang dianjurkan adalah
95%dari tinggi siku duduk (Karl, 2009). Sehingga dimensi
ketinggian alat dapat ditentukan sebagai berikut:
Tinggi siku berdiri = 84 mm
Tinggi rangka (Tr) = Tsb (min). 95 %
= 79,8 cm 80 cm
2. Panjang rangka alat perataan bahan baku
Penentuan panjang rangka ditentukan dengan menggunakan data
panjang jangkauan tangan kedepan dari kedua operator yang
memiliki panjang minimal. Maka dapat ditentukan perhitungan
panjang rangka alat perataan bahan sebagai berikut:
Panjang rangka (Pr) = Panjang jangkauan tangan kedepan
= 65 cm
3. Lebar rangka alat perataan bahan baku
Penentuan lebar rangka ditentukan dengan mempertimbangakan
ukuran anthropometri lebar bahu operator. Maka lebar rangka alat
ditentukan sebagai berikut:
Lebar rangka (Lr) = Lebar bahu (lb)
= 42cm
B. Dimensi kaki rangka
Alat perataan bahan baku dilengkapi dengan pelat pada bagian
paling bawah rangka agar dapat memperkuat dan memperkokoh posisi.
Teba pelat yang digunakan adalah 1 cm dengan masing-masing sisi
sebesar 150 mm.
C. Pengatur ketinggian rol (adjustable)
Untuk menentukan dimensi pengatur naik turun rol (adjustable)
yang perlu dipertimbangkan adalah data anthropometri yang telah
ditunjukkan pada tabel 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Gambar 4. 2 Postur Tubuh Operator Saat Menjangkau Ke Atas
Jangkauan tangan keatas (Jta)
Jangkauan tangan keatas (Jta) = tb + ( Pla.sin θ ) + ( ( Plb+Pttpj )sin θ )
= 168 + (30.sin 15) + ((25+10).sin 48)
= 201 cm
Posisi diatas berdasarkan posisi paling maksimal yang dapat
dijangkau operator dengan posisi berdiri yang nyaman. Data yang
digunakan adalah data operator yang mempunyai tinggi badan kecil
agar selama proses perataan operator yang mempunyai tinggi badan
kecil dapat mengoperasikan alat pengatur ketinggian rol (adjustable)
dengan mudah. Sehingga untuk tinggi alat pengatur ketinggian rol
(adjustable) tinggi maksimal yang dapat digunakan adalah kurang dari
201 cm.
Diameter yang digunakan untuk steering pengatur ketinggian rol
menggunakan ukuran yang menyesuaikan dengan steering yang ada di
pasaran dengan ukuran proporsional yaitu menggunakan diamater 15
cm.
D. Penggerak rol
Tinggi tuas penggerak rol minimal dihitung berdasarkan data
anthropometri untuk tinggi siku berdiri dengan allowence sesuai dengan
jenis pekerjaannya. Karena menggerakkan rol termasuk kerja yang
berat maka posisi kerja yang dianjurkan adalah 85% dari tinggi siku
berdiri (Karl, 2009). Sehingga dimensi tinggi minimal penggerak rol:
Tinggi siku berdiri = 103 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
Tinggi tuas penggerak rol minimal= Tsb (min). 85 %
=
= 87,55mm 88 mm
Panjang lengan pemutar rol adalah 10 cm yang menunjukkan
bahwa putaran penggerak rol akan membentuk lingkaran dengan
diameter 20 cm. Panjang pegangan penggerak rol didasarkan pada data
anthropometri lebar tangan dan menggunakan data lebar tangan
operator yang mempunyai lebar paling besar yaitu sebesar 10 cm.Untuk
diameter penggerak rol (adjustable) digunakan diameter genggaman
tangan data operator yang paling kecil (data Tabel 4.7). Hal ini
dilakukan agar dalam menggerakkan pemutar rol genggaman tangan
pada posisi nyaman yaitu diameter pipa pemutar sebesar 2,5 cm.
E. Pengarah pemakanan (feeding)
Untuk memudahkan dan melindungi tangan operator pada saat
melakukan pengerolan dibuat fitur tambahan berupa pelat yang
dihubungkan dengan rangka utama untuk proses pengarahan pelat yang
akan dirol. Terdapat dua buah pelat pengarah yaitu pada sisi depan dan
sisi belakang rol. Dimensi pelat pengarah yang digunakan adalah:
Lebar : 100 mm
Panjang : 380 mm
Tabel 4.8 menunjukkan tabel rekapitulasi dimensi rancangan rol perata
bahan baku yang diperoleh dari perhitungan–perhitungan pada lampiran L2.4 dan
juga pada perhitungan pada sub bab 4.3.2.
Tabel 4. 8 Rekapitulasi Ukuran Alat Rol Perata Bahan Baku
No Komponen Alat Bantu Ukuran
1. Diameter Rol Diameter 176 mm
2. Poros Diameter 50 mm
Panjang 380 mm
3. Bearing Diameter dalam 50 mm
Diameter luar 90 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
Tabel 4. 8 Rekapitulasi Ukuran Alat Rol Perata Bahan Baku (Lanjutan)
No Komponen Alat Bantu Ukuran
4. Rangka Utama Panjang 650 mm
Lebar 420 mm
Tinggi 800 mm
5. Kaki rangka Sisi 150 mm
Tebal 10 mm
6. Pengatur ketinggian rol Tinggi maksimal 2010 mm
Diameter stering 150 mm
7. Penggerak rol Tinggi minimal 880 mm
Panjang lengan 100 mm
Panjang pegangan 100 mm
Diameter pegangan 25 mm
8. Pengarah Panjang 100 mm
Lebar 380 mm
4.3.3 Gambar desain rancangan
Gambar 4.3 sampai dengan gambar 4.6 menunjukkan gambar rancangan rol
perata bahan baku yang digambarkan dalam 3D dan 2D.
Gambar 4. 3 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku
adjustable
penggerak
pengarah
rol
gear
rangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Gambar 4. 4 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku Tampak Depan
Gambar 4. 5 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku Tampak Samping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Gambar 4. 6 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku Tampak Atas
4.3.4 Bill Of Material Rancangan
Rol perata bahan baku tersusun oleh komponen-komponen. Komponen-
komponen penyusun tersebut secara rinci dapat diuraikan dalam diagram bill of
materials seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.7.
Rangka
(1)
Pengarah
feeding (2)
Bearing
Pemutar rol
(4)
Adjustable
(2)
Besi pejal
Ø 7 inci p
= 30 cm
(2)
Besi as
Ø 2 inci
p = 30
cm
(2)
Bearing
Ø 5 cm
Ø 9 cm
(4)
Pipa
besi
Ø 1inch
(2)
Balok besi
sisi 4 cm
p=40
(4)
Plat besi
p= 30
cm
(2)
Plat besi
(4)
Besi siku
sisi = 4 cm
p = 1 m
(4)
Ulir
(1)
Plat besi
p= 30 cm
l= 30 cm
(2)
Steering
Ø 3 inch
Rol perataan bahan
baku (1)
Rol
(2)
Plat besi
(1)
Gear
Ø 1inch
(1)
Gear
Ø 3 inch
(1) Plat besi
(2)
Poros
(2)
Bearing
Ø 5 cm
(1)
Plat besi
50x50
(4)
Besi siku
sisi = 4 cm
p = 0,5 m
(4)
Baut
tanam
(4)
Baut M12
(4)
Gambar 4. 7 Bill Of Materials
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
4.3.5 Estimasi Biaya Rancangan
Biaya rancangan rol perata bahan baku merupakan biaya yang dibutuhkan
untuk membeli material yang dibutuhkan untuk memproduksi alat dan biaya
tenaga kerja yang digunakan. Untuk biaya material dapat menggunakan BOM
sebagai acuan jumlah kebutuhan material dalam pembuatan rol perata bahan baku.
Estimasi biaya pembuatan rol perata bahan baku dijelaskan pada tabel 4.10.
Tabel 4. 9 Estimasi Biaya Rancangan
No Bahan Ukuran Kebutuhan Satuan Harga Satuan
(Rp) Biaya (Rp)
1. Besi pejal Ø 7 inci 60 kg kg 12.500 600.000
2. Besi As Ø 2 inci
P: 6 m 16 kg kg 12.500 200.000
3. Besi As Ø 1 inci
P: 100mm 4 kg kg 12.500 3.500
4. Bearing Dd: 50 mm 4 Buah 50.000 200.000
5. Bearing Dd: 25 mm 1 Buah 15.000 15.000
6. Steering Ø 4 inci 1 Buah 15.000 15.000
7. Ulir Ø 1 inci 1 Buath 15.000 15.000
8. Gear Ø 1 inci 1 Buah 30.000 30.000
9. Gear Ø 3 inci 1 Buah 50.000 50.000
10. Besi siku Sisi 40 x 40
mm 3 Lonjor 130.000 390.000
11. Pelat besi t : 10 mm 0,2 m Meter 100.000 20.000
12. Pelat besi t : 5 mm 0,5 m Meter 70.000 35.000
13. Pelat besi t : 25 mm 0,5 m Meter 200.000 100.000
14. Mur-Baut M12 4 Buah 1.000 4.000
15. Mur-Baut Ø 10 mm 4 Buah 1.000 4.000
16. Biaya tenaga
kerja 2 orang 6 Hari 60.000 360.000
17. Biaya Ide 200.000
18. Biaya
transportasi 100.000
Total Biaya 2.341.500
Jadi biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu unit alat bantu rol perata
bahan baku yang sesuai dengan rancangan yaitu sebesar Rp 2.341.500,00.
4.4 Prototipe
Setelah dilakukan tahapan-tahapan perancangan maka dilakukan proses
pembuatan prototipe rol perata bahan baku. Prototipe dibuat untuk mewujudkan
hasil rancangan menjadi nyata yang dapat dilihat pada Gambar 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
Gambar 4. 8 Prototipe Hasil Perancangan
Prosedur penggunaan rol perata bahan baku adalah sebagai berikut:
1. Operator mengatur jarak antar rol sesuai dengan ketebalan bahan yang
diinginkan.
2. Operator mengambil bahan baku yang telah dipotong sesuai dengan
mal.
3. Operator mengarahkan bahan baku pada rol.
4. Operator memegangi dan mengarahkan bahan baku dengan tangan kiri
sewaktu proses pengerolan hingga selesai.
5. Operator memutar tuas yang berada pada sisi kanan rol untuk
menggerakkan rol.
4.5 Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Rancangan
4.5.1 Posisi Kerja Menggunakan Rol
Posisi kerja menggunakan rol perata bahan baku sangat berbeda jika
dibandingkan proses perataan manual. Posisi kerja operator menggunakan rol
adalah posisi kerja berdiri yang dapat dilihat pada gambar 4. 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Gambar 4.9 Posisi Pengerolan Menggunakan Rol
Untuk menilai posisi kerja tersebut apakah sudah ergonimis adalah dengan
menggunakan perhitungan REBA. Dengan perhitungan REBA dapat diketehaui
level posisi kerja sehingga diketahui apakah posisi kerja lebih baik atau
memerlukan perbaikan. Berikut adalah perhitungan REBA untuk posisi kerja
berdiri menggunakan rol perata bahan baku pada dua posisi kerja.
Gambar 4. 10 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
REBA dari sikap kerja pada posisi 1 (posisi tangan berada paling dekat dengan
tubuh) adalah sebagai berikut:
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian neck position
Neck membentuk sudut > 290 dengan skor + 2
- Postur kerja bagian trunk
Trunk tegak dengan skor +1
- Postur kerja bagian legs
Legs lurus dan bertumpu kedua kaki dengan skor = 1
Penilaian Grup A dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4. 10
Tabel 4.10 Pembobotan Untuk Grup A
Table A Trunk
1 2 3 4 5
Neck = 1 Legs
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Neck = 2 Legs
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Neck = 3 Legs
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.10 adalah 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
- Skor beban
Karena beban tidak melebihi < 11 lbs maka skornya adalah 0
- Total skor grup A adalah 1+0 = 1
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut 410 yang berarti 20
0 s/d 45
0 dengan skor + 2
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut 280 dengan skor +1
- Postur kerja bagian wrist
Wrist lurus dengan skor = 1
Penilaian Grup B dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4.
Tabel 4.11 Pembobotan Untuk Grup B
Table B Uper Arm
1 2 3 4 5 6
Lower
Arm =
1
Wrist
1 1 1 3 4 6 7
2 2 2 4 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
Lower
Arm =
2
Wrist
1 1 2 4 5 7 8
2 2 3 5 6 8 9
3 3 4 5 7 8 9
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup B berdasarkan Tabel 4.11 adalah 1
- Skor coupling
Karena coupling menggunakan handlr yang baik maka skornya adalah 0
- Total skor grup A adalah 1+0 = 1
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Tabel 4.12 Perolehan Skor C
Table C Score A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Score
B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Dari Tabel 4. Diatas diperoleh skor akhir yaitu 1. Kemudian ditambahkan
dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah 1. Sehingga nilai REBA pada
aktivitas perataan baha baku menggunakan rol adalah 2. Skor tersebut
menunjukkan bahwa level tindakannya adalah kecil yang mungkin memerlukan
perbaikan.
Tabel 4.13 Nilai Level Tindakan REBA
Nilai REBA Level Resiko Level Tindakan Tindakan
1 Dapat
diabaikan 0 Tidak diperlukan perbaikan
2-3 Kecil 1 Mungkin memerlukan
perbaikan
4-7 Sedang 2 Perlu dilakukan perbaikan
8-10 Tinggi 3 Segera dilakukan perbaikan
> 11 Sangat tinggi 4 Dilakukan perbaikan
sekarang juga
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
Berikut adalah posisi kerja ke-2 yaitu posisi kerja operator pada saat
melakukan aktivitas perataan bahan baku dengan posisi tangan berada paling jauh
dengan tubuh.
Gambar 4. 11 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 2
a. Postur kerja grup A
- Postur kerja bagian neck position
Neck membentuk sudut > 280 dengan skor + 2
- Postur kerja bagian trunk
Trunk membungkuk dengan sudut 220 dengan skor +2
- Postur kerja bagian legs
Legs lurus dan bertumpu kedua kaki dengan skor = 1
Penilaian Grup A dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4. 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
Tabel 4.14 Pembobotan Untuk Grup A
Table A Trunk
1 2 3 4 5
Neck = 1 Legs
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Neck = 2 Legs
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Neck = 3 Legs
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.14 adalah 3
- Skor beban
Karena beban tidak melebihi < 11 lbs maka skornya adalah 0
- Total skor grup A adalah 3+0 = 3
b. Postur kerja grup B
- Postur kerja bagian upper arm
Upper arm membentuk sudut 270
yang berarti diantara 200
s/d 450
dengan
skor + 2
- Postur kerja bagian lower arm
Lower arm membentuk sudut 290 dengan skor +1
- Postur kerja bagian wrist
Wrist lurus dengan skor = 1
Penilaian Grup B dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4.15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
Tabel 4.15 Pembobotan Untuk Grup B
Table B Uper Arm
1 2 3 4 5 6
Lower
Arm =
1
Wrist
1 1 1 3 4 6 7
2 2 2 4 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
Lower
Arm =
2
Wrist
1 1 2 4 5 7 8
2 2 3 5 6 8 9
3 3 4 5 7 8 9
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup B berdasarkan Tabel 4.15 adalah 1
- Skor coupling
Karena coupling menggunakan handlr yang baik maka skornya adalah 0
- Total skor grup A adalah 1+0 = 1
Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Perolehan Skor C
Table C Score A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Score
B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
Dari Tabel 4.16 Diatas diperoleh skor akhir yaitu 2. Kemudian ditambahkan
dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah 1. Sehingga nilai REBA pada
aktivitas perataan baha baku menggunakan rol adalah 3. Skor tersebut
menunjukkan bahwa level tindakannya adalah kecil yang mungkin memerlukan
perbaikan.
Tabel 4.17 Nilai Level Tindakan REBA
Nilai REBA Level Resiko Level Tindakan Tindakan
1 Dapat
diabaikan 0 Tidak diperlukan perbaikan
2-3 Kecil 1 Mungkin memerlukan
perbaikan
4-7 Sedang 2 Perlu dilakukan perbaikan
8-10 Tinggi 3 Segera dilakukan perbaikan
> 11 Sangat tinggi 4 Dilakukan perbaikan
sekarang juga
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
4.5.2 Beban Kerja Menggunakan Rol
Proses perataan bahan baku dengan menggunakan rol menjadi lebih mudah
dan lebih ringan dibandingkan dengan proses manual, sehingga beban kerja yang
dialami operatorpun berkurang. Pengukuran heart rate kepada operator
menunjukkan agka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan proses manual yang
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.18 Pengukuran Denyut Jantung Operator
Operator Sebelum Aktivitas (DN0)
(Denyut/menit)
Setelah Aktivitas (DN1)
(Denyut/menit)
1 72 120
2 76 114
Sama halnya dengan pengukuran energi ekspenditure yang dilakukan pada
proses perataan bahan baku dengan manual, perhitungan menggunakan regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum dengan regresi
kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
menitkilokaloriXXY /2410.71733,40229038,080411,1
Berikut adalah perhitungan energi operator:
A. Energi Operator Sebelum Aktivitas (Ei)
1. Operator 1
2)72(410.71733,4)72.(0229038,080411,1 Y
60,2Y menitkilokalori/
2. Operator 2
2)76(410.71733,4)76.(0229038,080411,1 Y
78,2Y menitkilokalori/
3. Energi Operator Setelah Aktivitas (Et)
1. Operator 1
2)120(410.71733,4)120.(0229038,080411,1 Y
85,5Y menitkilokalori /
2. Operator 2
2)114(410.71733,4)114.(0229038,080411,1 Y
32,5Y menitkilokalori /
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam
bentuk matematis KE = Et – Ei. Berikut adalah perhitungan untuk energi yang
dikonsumsi operator 1 dan 2:
3. Konsumsi Energi Operator 1
KE = Et – Ei
KE = (5,85 – 2,60) kilokalori/menit
KE = 3,25 kilokalori/menit
4. Konsumsi Energi Operator 2
KE = Et – Ei
KE = (5,32 – 2,78) kilokalori/menit
KE = 2,53 kilokalori/menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Berdasarkan tabel klasifikasi beban kerja dan reaksi fisiologis dapat
diketahui bahwa aktivitas perataan bahan baku dengan penempaan menggunakan
rol pada level Moderate sehingga telah menurunkan level konsumsi energi
sehingga kelelahan operator berkurang.
Tabel 4.19 Klasifikasi Beban Kerja Fisik
Tingkat Pekerjan
Konsumsi
Oksigen
(liter/menit)
Denyut Jantung
(denyut/menit)
Konsumsi
Energi
(kkal/menit)
Light work < 0.5 < 90 < 2.5
Moderate Work 0.5 - 1.0 90 - 110 2.5 - 5.0
Heavy work 1.0 - 1.5 110 -130 5.0 - 7.5
Very Heavy work 1.5 - 2.0 130 - 150 7.5 - 10.0
Extremely heavy work > 2.0 150 - 170 > 10.0 Sumber: Bridger, 199
4.5.3 Kebisingan Jika Menggunakan Rol
Kebisingan pada proses perataan bahan baku yang tidak sesuai dengan
standar kebisingan yang dapat diterima dapat diperbaiki dengan penggunaan rol
perata bahan baku. Dengan menggunakan alat tersebut angka kebisingan menurun
menjadi 69 dB. Angka kebisingan tersebut berada pada level sesuai standar
kebisingan yang diizinkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini akan dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian.
Analisis dan interpretasi hasil meliputi penyesuaian dimensi alat perata bahan
baku, perbandingan posisi kerja, perbandingan beban kerja, perbandingan
kebisingan, biaya, serta kelebihan dan kekurangan alat.
5.1. Penyesuaian Dimensi Alat
Dalam proses pembuatan alat, spesifikasi alat yang dibuat tidak dapat
menyerupai spesifikasi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena adanya
keterbatasan dalam proses pembuatan alat. Keadaan ini memungkinkan adanya
perbedaan antara alat yang dirancang dengan alat yang dibuat.
Perbedaan spesifikasi pada alat yang dibuat terjadi pada kerangka alat yang
meliputi lebar dan panjang. Lebar rancangan semula adalah sebesar 420 mm
namun pada saat pembuatan lebar rancangan berubah menjadi 380 mm.
Sedangkan untuk dimensi panjang rancangan semula adalah sebesar 650 mm
namun setelah pembuatan dimensinya berubah menjadi 500 mm. Perubahan
kedua dimensi tersebut untuk menghemat bahan baku dan memperkecil biaya
pembuatan dan perubahan dimensi yang dilakukan masih dalam jangkauan
operator. Pemangkasan dimensi panjang dan lebar juga semakin menguntungkan
karena dengan semakin pende panjang maupun lebar alat dengan jenis bahan yang
digunakan sama akan semakin kuat /rigit.
Perubahan juga terjadi pada pemutar adjustable yang pada perancangan
awal menggunakan steer sebagai pemurnya, namun karena keterbatasan
komponen di pasar, komponen tersebut diganti dengan menggunakan engkol.
Pemilihan engkol sebagai pemutar adjustable adalah selain harganya murah juga
engkol lebih mudah dioperasikan.
5.2. Perbandingan Posisi Kerja Operator
Posisi kerja pada aktivitas perataan bahan baku dengan menggunakan rol
jauh berbeda jika dibandingkan dengan posisi kerja awal. Posisi kerja operator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
pada saat melakukan aktivitas perataan bahan baku dengan penempaan manual
adalah dengan posisi duduk pada balok kayu dengan posisi badan membungkuk
dan posisi kaki menjepit bahan baku untuk mempertahankan bahan baku agar
tidak berpindah pada saat ditempa. Sedangkan setelah menggunakan rol posisi
kerja operator adalah berdiri dan bertumpu pada kedua kaki.
Posisi kerja setelah menggunakan rol terbukti dapat memperbaiki posisi
kerja operator. Posisis berdiri mengurangi jumlah keluhan nyeri yang dikeluhkan
operator. Untuk lebih memastikan posisi kerja berdiri lebih baik dapat dibuktikan
dengan penilaian dengan menggunakan metode REBA. Sesuai dengan
perhitungan REBA yang telah dilakukan diperoleh level kerja bernilai 2 yang
menyatakan bahwa posisi kerja menggunakan rol perata bahan baku adalah posisi
kerja yang aman dan mungkin membutuhkan perbaikan bukan posisi yang
memerlukan perbaikan secepatnya.
5.3. Perbandingan Beban Kerja Operator
Terjadi perbedaan yang cukup signifikan terhadap beban kerja operator
pada aktivitas perataan bahan baku awal dengan aktivitas perataan bahan baku
menggunakan rol. Berdasarkan hasil pengolahan data energy ekspenditure
penggunaan rol perata dapat menurunkan level beban kerja.
Tabel 5.1 Tabel Perbandingan Beban Kerja
Operator
Kondisi Awal Setelah Aplikasi Alat
DNO
denyut/min
DNI
denyut/min
E
kkal/min
DNO
denyut/min
DNI
denyut/min
E
kkal/min
Operator 1 74 140 5,15 72 120 3,25
Operator 2 70 137 5,01 76 114 2,52
Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi energi tersebut menunjukkan
bahwa beban kerja yang diterima pekerja pada proses manual berada dalam
kategori berat karena berada dalam rentang 5.0 - 7.5 kkal/menit (Bridger,1995).
Padahal, E. Grandjean (1986) dalam Nurmianto (2005) menyatakan bahwa 5.2
kkal/menit merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja
berat, jika melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
rasa lelah atau fatigue. Oleh karena itu, diperlukan rancangan fasilitas kerja untuk
membantu proses perataan bahan baku. Sedangkan konsumsi energi setelah dibuat
alat perata bahan baku adalah dalam rentan 2,5-5,0 kkal/menit yang berarti level
kerja tersebut berada pada level moderate. Untuk memudahkan melihat
perbandingan beban kerja operator 1 dan operator 2 pada aktivitas perataan bahan
baku awal dengan setelah menggunakan alat, berikut disajikan dalam bentuk
grafik perbandingan.
0
1
2
3
4
5
6
Operator 1 Operator 2
5.51 kkal/min 5.01
kkal/min
3.25kkal/min 2.52
kkal/min
E.Eksp AwalE.Eksp Akhir
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Energi Ekspenditure
Penurunan level beban kerja tersebut disebabkan oleh perubahan proses
perataan bahan baku yang semula menggunakan proses penempaan diganti
dengan proses pengerolan. Gaya yang diperlukan dalam melakukan aktivitas
pengerolan jauh lebih kecil dibandingkan dengan penempaan manual. Manfaat
dari berkurangnya level beban kerja ini adalah operator tidak cepat merasa lelah,
dan kinerja operator diharapkan lebih maksimal.
5.4. Perbandingan Kebisingan
Tingkat kebisingan pada kondisi awal stasiun perataan bahan baku
menunjukkan level yang tidak dianjurkan dalam sebuah aktivitas kerja. Menurut
standar kebisingan ISO R - 1996- 1971 angka kebisingan yang diijinkan di tempat
kerja yaitu berada pada angka 60 – 70 dB. Namun kebisingan pada stasiun bahan
baku ketika melakukan aktivitas perataan adalah sebesar 102 dB. Namun setelah
adanya rol perata bahan baku kebisingan pada stasiun ini menurun hingga 69 dB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
Kebisingan pada aktivitas perataan sebelum menggunakan alat menurut
standar OHSAS tahun 2000 yang terdapat pada tabel 2.16 hanya diperbolehkan
dilakukan hingga 1 ½ jam kerja. Sedangkan kebisingan setelah menggunakan alat
perata bahan baku menunjukkan bahwa angka tersebut merupakan level aman
untuk lingkungan kerja selama lebih dar 8 jam kerja. Level kebisingan dapat
menurun disebabkan karena aktivitas perataan bahan baku yang semula
menggunakan martil untuk menempa bahan baku yang menimbulkan kebisingan
kini menggunakan rol. Penurunan level kebisingan ini berdampak langsung pada
operator. Operator merasa lebih nyaman dengan kondisi kerja yang tidak bising
dan dapat mengurangi resiko gangguan pada pendengaran.
Untuk mempermudah melihat perbedaan kebisingan kondisi awal dengan
kondisi setelah adanya alat dapat dilihat pada grafik 5.2.
0
20
40
60
80
100
120
Kondisi Awal Kondisi Akhir
102 dB
69 dBKebisingan(dB)
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Kebisingan
5.5. Analisis Biaya
Biaya perancangan rol perata bahan baku merupakan biaya yang
dibutuhkan untuk membeli material, alat dan tenaga kerja. Biaya pembuatan
ditampilkan pada tabel 4.9. Pada pembuatan alat ini komponen biaya yang
terbesar adalah pada bahan baku dari dua buah rol karena menggunakan bahan
yang mahal dan dalam ukuran besar. Pada proses pembuatan produk rancangan,
biaya yang dikeluarkan berbeda dengan estimasi sebelumnya. Total estimasi biaya
untuk biaya dua tenaga kerja selama 6 hari adalah sebesar Rp 360.000,00 namun
karena pembuatan alat memerlukan waktu tambahan dua hari sehingga biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
tenaga keja menjadi Rp 480.000,00. Sedangkan estimasi biaya untuk pembelian
bahan besi siku semula adalah sebesar Rp 390.000,00 namun karena ukurannya
berubah biaya pembelian besi siku menurun menjadi Rp 300.000,00. Sehingga
total biaya yang dibutuhkan untuk membuat rol perata bahan baku adalah sebesar
Rp 2.371.500,00.
5.6. Analisis Performa Alat
Rol perata bahan baku hasil perancangan ternyata masih belum sesuai
dengan ekspektasi dari perancang. Rol perata bahan baku yang semula
diekspektasikan dapat meningkatkan produktivitas kerja pada stasiun perataan
bahan baku setelah diuji coba ternyata belum mampu meningkatkan produktivitas.
Lama perataan dengan menggunakan penempaan manual dengan dimensi panjang
1000 mm dengan lebar 250 mm memerlukan waktu selama 5 menit sedangkan
dengan menggunakan rol perataan memerlukan waktu selama 7 menit. Perataan
menggunakan rol memerlukan waktu yang lebih lama dikarenakan proses
perataan menggunakan rol belum dapat dilakukan dalam sekali proses, namun
harus berkali-kali untuk mendapatkan bahan baku yang rata. Karena sebenarnya
metode yang paling efisien digunakan dalam meratakan bahan baku (forming)
adalah dengan penempaan (impuls) namun energi yang dikeluarkan juga sangat
besar sehingga perancangan rol merupakan langkah untuk menggantikan proses
penempaan menjadi proses perataan yang memerlukan energi yang lebih kecil.
Lama dalam proses perataan bahan baku menggunakan alat rol juga
dikarenakan alat ini merupakan alat hasil perancangan yang pertama kali
dilakukan, sehingga masih belum sempurna. Selain itu operator pada saat
melakukan aktivitas perataan bahan baku menggunakan rol juga masih berada
pada kurva belajar yaitu operator masih belum terbiasa melakukan aktivitas
perataan bahan baku menggunakan alat rol, sehingga memerlukan waktu untuk
melakukan penyesuaian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.
6.1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Telah dihasilkan rol perata bahan baku dengan ukuran panjang 500 mm,
lebar 380 mm tinggi 800 mm dan diameter rol 176 mm.
2. Rol perata bahan baku dirancang untuk posisi kerja berdiri dengan nilai
REBA (Rapid Entire Body Assesment) diantara 2 hingga 3 yang
menunjukkan level resiko kecil.
3. Rol terbukti mampu menurunkan beban kerja operator dari level heavy
menjadi level moderate serta menurunkan level kebisingan dari 102 dB
menjadi 69 dB.
6.2. SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian
selanjutnya, sebagai berikut:
1. Penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan dengan memperhitungkan
aspek produktivitas sebagai permasalahan utama selain posisi kerja, beban
kerja dan kebisingan.
2. Perataan bahan baku menggunakan rol pada penelitian selanjutnya dapat
didahului dengan proses penurunan kekuatan bahan baku terlebih dahulu
agar hasil lebih maksimal atau pembersihan bahan dari kotoran-kotoran
dan cat yang menempel.
top related