peraturan d kabupaten gresik · web viewperaturan menteri pekerjaan umum nomor 66/prt/1993 tentang...
Post on 23-Jun-2019
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIIK
NOMOR 22 TAHUN 2000
TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK
Menimbang : a. Bahwa Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah
yang pertama dengan Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 1997 tentang
Bangunan Dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik, sudah tidak sesuai
dengan perkembangan pembangunan saat ini baik dari segi ekonomi, sosial
maupun budaya;
b. Bahwa dengan semakin pesatnya laju pertumbuhan pembangunan di
Kabupaten Gresik, yang dapat berpengaruh pada keserasian, keindahan,
keseimbangan, keselamatan, dan keamanan, maka perlu adanya
pcningkatan pengawasan, pengendalian dan penataan bangunan di
Kabupaten Gresik;
c. Bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud huruf a dan b
konsideran ini, perlu mengatur tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
yang ditetapkan Dalam Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Gangguan Staasblad tahun 1926 Nomor 226 sebagaimana
diubah dengan Staadblad tahun 1981Nomor 450;
2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tcntang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara RI Nomor 76 tahun 1981 Nomor 3209);
3. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Penata Ruang (Lembaran
Negara RI Nomor 115 tahun 1992 Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3501):
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara RI Nomor 41 tahun 1997, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 3693);
5. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara RI Nomor 68 tahun 1997, Tambahan Lcrnbaran
Negara RI Nomor 3699);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1974 tentang Perubahan Nama
Kabupaten Surabaya;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kota;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-undang Hukurn Acara Pidana;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah;
11. Keputusan Presiden RI Nomor 44 tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan
Perundang-undangan dan bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Kota;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1992 tentang Rencana
Tapak Tanah dan Tata Tertib Pengusahaan Kawasan Industri serta Prosedur
Pemberian Izin Memberikan Bangunan dan Izin Undang-undang Gangguan
bagi Perusahaan yang berlokasi di daerah Kawasan Industri;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1992 tentang Tata Cara
Pernberian Izin Mendirikan Bangunan serta Izin Undang-undang Gangguan
bagi Perusahaan-perusahaan yang berlokasi di luar Kawasan Industri;
15. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Perolehan Izin Lokasi dan Hak
Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal;
16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 66/PRT/1993 tentang
Persyaratan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Industri Dalam Rangka
Penanaman Modal;
17. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987 tentang
Pengesahan 33 Standard Konstruksi Bangunan Indonesia;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan
Umum Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
19. Kcputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang
Pedornan Tata Cara Pemungutan Rctribusi Daerah;
20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang
Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;
21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1996 tcntang Ruang
Lingkup dan Jcnis-jcnis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II;
22. Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 1998 tentang Pembentukan Organisasi
Dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Gresik.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GRESIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG RETRIBUSI
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Gresik;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gresik;
c. Kepala Daerah adalah Bupati Gresik;
d. Dewan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gresik;
e. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah adalah Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah Kabupaten Gresik;
f. Pejabat yang ditunjuk adalah Pcjabat yang ditunjuk oleh Bupati Kepala
Daerah sesuai dengan kewenangannya;
g. Petugas adalah seseorang yang ditunjuk oleh Kepala Daerah dalam
lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah untuk mengawasi
pembangunan dan atau bangunan;
h. Badan ialah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah, dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan,
perkumpulan, firma, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,
lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tctap serta bentuk badan usaha
lainnya;
i. Retribusi Perizinan Tertentu ialah retribusi atas kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam rangka pembenaan izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian,
pengawasan dan penataan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian alam dan
lingkungan;
j. Izin Mendirikan Bangunan ialah izin yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan
yang dimaksudkan agar disain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan
sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) yang berlaku,
sesuai dengan Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pagar (GSP),
Garis Sempadan Bangunan (GSB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
Koefisien.Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB)
yang telah ditetapkan dan sesuai dengan syarat-syarat keamanan,
keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut serta lingkungan yang
ada di sekitarnya;
k. Rencana Urnum Tata Ruang Kota (RUTRK) ialah rencana yang disusun
dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota;
l. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disebut GSJ ialah Garis Rencana
jalan yang ditetapkan dalam rencana kota;
m. Garis Sempadan Pagar yang selanjutnya disebut GSP ialah Garis yang tidak
boleh dilanggar atau dilampaui oleh bangunan pagar kearah GSJ, yang telah
ditctapkan dalam rencana kota;
n. Garis Sempadan Bangunan, yang selanjutnya disebut GSB ialah Garis yang
tidak boleh dilanggar atau dilampaui oleh bangunan atau gedung kearah
GSJ yang telah ditetapkan dalam rencana kota
o. Koefisien Dasar Bangunan yang sclanjutnya disebut KDB ialah angka
perbandingan antara jumlah luas lantai dasar terhadap luas tanah
perpetakan/persil/kavling/pekarangan;
p. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB ialah angka
perbandingan antara jumlah luas seluruh lantai terhadap luas tanah
petakan/persil/kavling/pekarangan;
q. Koefisien Bangunan yang selanjutnya disebut KB ialah angka perbandingan
yang diukur dari ketinggian bangunan atau titik teratas bangunan sampai
dengan permukaan tanah;
r. Retribusi izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut
retribusi ialah pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan
oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan;
s. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi;
t. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu tertentu untuk melaksanakan pembayaran retribusi yang telah
ditetapkan;
u. Bangunan adalah bangunan gedung bescrta bangunan-bangunan lain yang
merupakan kelengkapan dan bangunan gedung tersebut dalam batas satu
pemilikan;
v. Bangunan-bangunan ialah bangunan yang tersusun berdiri serta melekat
pada tanah atau Dalam tanah atau bertumpu pada konstruksi batu-batu
landasan;
w. Bangunan rumah tempat tinggal ialah bangunan tempat tinggal atau
kediaman keluarga;
x. Bangunan campuran adalah bangunan dengan lebih dari satu jenis
penggunaan;
y. Bangunan permanen ialah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari
pasangan batu, beton, dan atau baja;
z. Bangunan semi permanen ialah bangunan yang konstruksi utamanya tendiri
dari pasangan batu dan atau beton dan atau baja dan atau kayu;
aa. Bangunan tidak permanen ialah bangunan yang konstruksi utamanya dari
kayu;
bb. Bangunan tidak bertingkat ialah bangunan yang hanya mempunyai satu
lantai pada permukaan tanah;
cc. Bangunan bertingkat ialah bangunan yang mempunyai lantai lebih dari satu
lantai pada permukaan tanah;
dd. Mendirikan bangunan ialah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya
atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan
tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan;
ee. Mengubah bangunan ialah pekerjaan mengganti atau menambah bangunan
yang ada, termasuk membongkar bagian yang berhubungan dengan
menganti/menambah bangunan;
ff. Pelengkap bangunan ialah bangunan atau unsur bangunan yang melengkapi
berdirinya bangunan dan atau fungsi bangunan;
gg. Tinggi Maksimum Bangunan ialah angka maksimum tinggi bangunan yang
tclah ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah;
hh. Bangunan rapat ialah bangunan dengan tampak yang menghadap ke jalan,
yang tidak menipunyai jarak bebas samping;
ii. Bangunan campuran ialah bangunan dengan lebih dari satu jenis
penggunaan;
jj. Pemeriksaan ialah serangkaian kegiatan untuk melakukan pengawasan
terhadap bangunan-bangunan yang telah berdiri dan atau akan berdiri, yang
sesuai dengan ketentuan yang ada;
kk. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi ialah serangkaian tindakan
yang dilakukan olch Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat
disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan
bukti tersebut membuat terang tindak pidana dibidang retribusi yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.
BAB II
KETENTUAN ADMINISTRASI
Bagian Pertama
Nama, Objek Dan Subjek Retribusi
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai
pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 3
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan
Tertentu.
Pasal 4
(1) Objek Retribusi adalah pemberian Izin Mendirikan Bangunan.
(2) Tidak termasuk obyek retribusi adalah pemberian Izin Mendirikan
Bangunan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Pasal 5
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin
Mendirikan Bangunan.
Bagian Kedua
Kewenangan
Pasal 6
Kepala Daerah berwenang :
a. Menerbitkan izin sepanjang persyaratan teknis dan administratif sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
b. Memberikan izin atau menentukan lain dan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini, dengan mempertimbangan ketertiban umum,
keserasian lingkungan, keamanan jiwa manusia serta mempcrtimbangkan
pcndapat para ahli;
c. Mengatur lebih lanjut hal-hal khusus Dalam suatu perencanaan dan atau
pelaksanaan pembangunan suatu lingkungan.
Pasal 7
Kepala Daerah menetapkan:
a. Prosedur dan persyaratan serta kriteria teknis tentang jenis dan penampilan
bangunan;
b. Sebagian bidang pekarangan atau bangunan untuk penempatan,
pemasangan dan pemeliharaan prasarana atau sarana lingkungan kota demi
kepentingan umum;
c. Kebijaksanaan teknis secara khusus terhadap bangunan yang sebagian
lahannya ditetapkan untuk digunakan bagi kepentingan umum.
Pasal 8
Kepala Daerah atau petugas yang ditunjuk menjalankan tugasnya berwenang
memasuki halaman, pekarangan dan atau bangunan terlebih dahulu
memberitahu kepada pemilik bangunan.
BAB III
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 9
(1) Setiap kegiatan pekerjaan mendirikan bangunan, harus mcndapatkan izin
Mendirikan Bangunan tcrlcbih dahulu dan Kepala Daerah atau Pejabat
yang ditunjuk;
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak berlaku
bagi bangunan TNI/Polri.
Pasal 10
(1) Untuk memperoleh izin tersebut pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Daerah ini
yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk;
(2) Permohonan tersebut pada ayat (1) Pasal ini, untuk bangunan rumah tcmpat
tinggal dan bangunan sosial harus dilampiri persyaratan sebagai berikut:
a. Foto Copy KTP yang masih berlaku;
b. Foto Copy tanda perlunasan PBB tahun terakhir;
c. Foto Copy surat hak atas tanah yang diketahui oleh pejabat yang
berwenang atau surat-surat bukti lain yang berhubungan dengan status
penguasaan hak atas tanah;
d. Foto Copy SK.IMB terdahulu;
e. Surat kuasa dan permohonan diwakilkan;
f. Surat Persetujuan Tetangga;
g. Gambar situasi letak bangunan, dengan perbandingan skala;
h. Gambar konstruksi bangunan, dengan perbandingan skala;
i. Lampiran Surat Pertimbangan IMB dan Seksi Tata Ruang Dinas
Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah Kabupaten Gresik;
(3) Permohonan tersebut pada ayat (1) Pasal ini untuk bangunan usaha harus
dilampiri persyaratan sebagai berikut :
a. Foto Copy KTP yang rnasih berlaku;
b. Foto Copy tanda perlunasan PBB tahun terakhir;
c. Foto Copy surat hak atas tanah yang diketahui oleh Pejabat yang
berwenang atau surat-surat bukti lain yang berhubungan dengan status
hak penguasaan atas tanah;
d. Foto Copy SK.IMB terdahulu;
e. Surat kuasa dari pemohon, apabila permohonan diwakilkan kepada
orang lain;
f. Surat Persetujuan Tetangga;
g. Surat pernyataan pemohon tentang kesanggupan mematuhi persyaratan
tehnis bangunan, sesuai dengan pedoman tehnis yang ditetapkan oleh
Menteri Pekerjaan Umum, serta Garis Sempadan Jalan (GSJ),
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan
(KLB) yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;
h. Rekaman Perhitungan Konstruksi, apabila menggunakan konstruksi
baja;
i. Rekaman Surat Izin Lokasi dari BPN;
j. Rekaman Akte Pendirian Perusahaan bagi yang berstatus badan
hukum, badan usaha atau rekanan Anggaran Dasar yang sudah
disahkan bagi koperasi;
k. Rekaman Rencana Tata Bangunan dan Prasarana Kawasan Industn
yang disetujui oleh Kepala Daerah, dengan menunjukkan lokasi
kapling untuk bangunan yang bersangkutan, bagi perusahaan industri
yang berlokasi di Kawasan Industri:
l. Lampiran Surat Pertimbangan SKP3 (Surat Ketentuan Perencanaan
Pelaksanaan dan Pembangunan) dari Seksi Tata Ruang Dinas
Pekerjaan Umum Cipta Karya Daerah Kabupaten Grcsik.
Pasal 11
Permohonan IMB ditolak apabila :
a. Tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan;
b. Bertentangan dengan ketcntuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam
rencana kota;
c. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada Dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Pekerjaan mendirikan bangunan baru dapat dilaksanakan setelah Izin
Mendirikan Bangunan diterima oleh pemohon, kecuali bagi perusahaan
kawasan industri atau perusahaan industri dapat melaksanakan pekerjaan
pembangunan setelah melunasi Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang
telah ditetapkan;
(2) Pemasangan patok atau tanda Garis Sempadan Pagar, Garis Sempadan
Bangunan dan ketinggian (peil) dalam rangka pelaksanaan mendirikan
bangunan dilaksanakan oleh Petugas;
Pasal 13
(1) Izin Mendirikan Bangunan dapat dibatalkan atau dicabut apabila dalam
jangka waktu 6 bulan sejak tanggal ditetapkannya Izin Mendirikan
Bangunan belum dimulai pelaksanaan pekerjaan pembangunan, atau
pekerjaan pembangunan yang telah dilaksanakan tidak diteruskan
pelaksanaan pembangunannya atau terhenti sebagian atau seluruhnya
sehingga bangunan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kecuali
ada pemberitahuan secara tertulis dari pemegang izin;
(2) Pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak sesuai dengan izin
Mendirikan Bangunan serta ketentuan lain yang berlaku;
(3) Apabila dikemudian hari ternyata keterangan atau lampiran persyaratan
permohonan Izin Mendirikan Bangunan yang diajukan palsu atau
dipalsukan baik sebagian maupun seluruhnya;
(4) Terhadap bangunan yang tclah dicabut Izin Mendirikan Bangunannya,
apabila 6 bulan terhitungan sejak pencabutannya dan tidak ada
penyelesaian lanjutan, maka bangunan harus dibongkar sendiri tanpa
menuntut ganti rugi kcpada Pemcrintah Dacrah atau dibongkar paksa oleh
petugas dengan biaya dari pemilik bangunan;
(5) Pembatalan atau pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal
ini, ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk,
Pasal 14
Bangunan-bangunan yang telah berdiri dan atau telah dilaksanakan kegiatan
pekerjaan pembangunan sebelum ada ijin dari Kepala Daerah, diberikan sangsi
denda retribusi;
Pasal 15
Kegiatan yang tidak memerlukan izin adalah;
a. Pekerjaan yang termasuk dalam pemeliharaan dan perawatan bangunan
yang bersifat biasa;
b. Mendirikan kandang pemeliharaan binatang atau bangunan-bangunan
dihalaman belakang, yang tidak lebih dari 12 M2;
c. Pekerjaan-pekerjaan dan atau perbaikan-perbaikan lain yang ditentukan
oleh Kepala Daerah.
BAB IV
KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN
Pasal 16
(1) Setiap pelaksanaan kegiatan pekerjaan pembangunan dan atau bangunan
yang telah berdiri harus sesuai dengan ketentuan GSJ, GSP dan GSB
yang ditctapkan dalam rencana kota;
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, ditetapkan oleh
Kepala Daerah
Pasal 17
(1) Setiap pelaksanaan kegiatan pekerjaan pembangunan dan atau bangunan
yang telah berdiri harus sesuai dengan ketentuan KDB, KLB dan KKB
yang ditctapkan Dalam rencana kota;
(2) Kepala Daerah dapat memberikan kelonggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, khusus untuk bangunan perumahan dan
bangunan sosial dengan memperhatikan keserasian, keselamatan dan
keamanan bangunan di lingkungan sekitarnya;
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
Pasal 18
(1) Setiap pelaksanaan kegiatan pekerjaan pembangunan dan atau bangunan
yang telah berdiri, yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan
scbagaimana yang tercantum dalan izin membangun, harus dibongkar atau
dilakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga memenuhi ketentuan yang
ada dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Setiap pelaksanaan kegiatan pekerjaan pembangunan dan atau bangunan
yang telah berdiri, harus memenuhi persyaratan teknis yang telah
ditetapkan, baik dari segi arsitektur, konstruksi, instalasi dan menjaga
keamanan, keselamatan, keserasian bangunan, lingkungan serta tidak
boleh mengganggu ketentraman dan keselamatan masyarakat disekitarnya;
(3) Dalam hal seperti tersebut yang dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, scmua
biaya ditanggung scndiri oleh pcmilik bangunan tanpa menuntut ganti rugi
dari Pemerintah Daerah.
Pasal 19
(1) Setiap bangunan dan atau pekarangan tidak boleh mengganggu arsitektur
bangunan dan lingkungan yang ada disekitarnya;
(2) Curahan air hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan,
tidak boleh jatuh keluar batas bangunan atau pekarangan, dan harus
dialirkan ke sumur resapan dan atau tempat pembuangan air lainnya pada
lahan bangunan dan atau pekarangan.
Pasal 20
(1) Setiap jenis bangunan harus berdasarkan standar perhitungan konstruksi
bangunan yang berlaku;
(2) Didalam melakukan perhitungan konstruksi scbagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini, harus diperhitungkan pada segala kemungkinan adanya
beban dan keadaan yang menimbulkan tegangan pada konstruksi dan
bagian-bagian lainnya serta dilakukan peninjauan terhadap kombinasi
Dalam kcadaan yang paling menbahayakan bagi konstruksi dan bagian-
bagian lainnya;
(3) Perhitungan konstruksi sehagairnana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini,
harus dilakükan oleh tenaga ahli yang memiliki mengetahuan yang sesuai
dengan bidang keahliannya.
Pasal 21
(1) Konstruksi bangunan dapat dibuat dari beton, baja, kayu, bata dan bahan-
hahan lainnya yang memenuhi syarat standard Nasional Indonesia (SNI)
dan ketentuan lain yang berlaku;
(2) Persyaratan mutu dan jenis bahan bangunan untuk konstruksi dan bagian-
bagian lainnya yang memerlukan perhitungan dan pengujian harus
mengikuti ketentuan SNI dan ketentuan atau pedoman lainnya yang
berlaku;
(3) Metode perhitungan harus mengikuti SNI dan ketentuan peraturan;
(4) Untuk mendukung perhitungan konstruksi pondasi bagi bangunan
bentingkat, harus memperhatikan keadaan dan atau struktur tanah;
(5) Untuk membuat perhitungan konstruksi dan bagian-bagian lainnya dapat
mempergunakan peralatan hitung elektronik atau komputer;
(6) Terhadap kondisi lingkungan tertentu, harus diperhitungkan kemungkinan
terjadinya kemunduran dan berkurangnya kekuatan konstruksi;
(7) Gambar detail konstruksi harus dibuat selengkap mungkin bcrdasarkan
perhitungan konstruksi bangunan serta bagian-bagian lainnya
Pasal 22
(1) Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan terjadi kegagalan
struktur, maka pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus dihentikan dan
dilakukan pengamanan terhadap manusia dan lingkungan disekitamya;
(2) Apabila hasil penelitian terhadap kegagalan struktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ternyata tidak dapat diatasi dengan
kckuatan, yang dapat mengakibatkan keruntuhan bangunan, maka
bangunan tersebut harus dibongkar.
Pasal 23
(1) Setiap bangunan yang karena kegiatannya menimbulkan air limbah harus
dialirkan melalui pembuangan air limbah yang aman bagi lingkungan dan
sesuai persyaratan teknis yang berlaku;
(2) Air limbah rumah tangga atau domestik harus dibuang dan dialirkan
masuk kc Dalam septic tank dan sumur resapan masing-masing persil;
(3) Apabila tidak mungkin dilakukan pembuatan septic tank dan sumur
resapan masing-masing persil, maka sistem pembuangan air limbah dapat
dilakuknn secara kolektif untuk kepentingan bersama;
(4) Pembuangan air limbah yang berasal dari limbah perusahaan atau industri,
harus dibuang dan dialirkan melalui proses pengolahan Iimbah, sehingga
tercapai kualitas air limbah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(5) Pembuangan air limbah padat dan hasil proses pengolahan limbah harus
dinetralisir terlebih dahulu, agar tidak mengandung bahan bahaya
beracun;
(6) Bahan saluran pembuangan harus sesuai dengan prnggunaan dan sifat
kimiawi phisis dan bakteriologis dari air limbah.
Pasal 24
Terhadap suatu permohonan IMB dan atau bangunan yang karena kegiatannya
menimbulkan air limbah, Kepala Daerah dapat menetapkan syarat dan atau
dilakukan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Pasal 25
Segala kerugian pihak lain yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pekerjaan
pembangunan, menjadi beban dan tanggungjawab pemborong dan atau pemilik
bangunan.
Pasal 26
Dalam hal terjadi perubahan status kepemilikan bangunan. maka pemilik baru
bangunan berkewajiban untuk mengajukan permohonan balik nama IMB
kepada Kepala Daerah.
Pasal 27
Bangunan yang dibangun diatas atau didalam air harus mendapat izin dari
Kepala Daerah dan harus memenuhi ketentuan:
a. Sesuai dengan rencana kota;
b. Aman terhadap pengaruh negatif pasang surut air;
c. Penggunaannya tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, tidak
menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan
disekitarnya dan tidak menimbulkan pencemaran;
d. Penghawaan dan pencahayaan harus memenuhi persyaratan kesehatan
pada setiap jenis bangunan sesuai dengan fungsi bangunan;
e. Penggunaan bahan yang aman terhadap kerusakan karena air ;
f. Ruangan Dalam bangunan dibawah air harus memiliki sarana khusus bagi
keamanan dan keselamatan pemakai bangunan.
Pasal 28
Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai unsur
penghijauan dan atau tempat peresapan air hujan serta kepentingan umum
Iainnya.
Pasal 29
Bangunan yang menggunakan bahan kaca pantul pada tampak bangunan, sinar
yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24 % dengan memperhatikan tata letak
dan orientasi bangunan terhadap matahari.
Pasal 30
Pada cara membangun rapat;
a. Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;
b. Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya
10 Cm dan batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tempat
tinggal;
c. Perbaikan atau perombakan bangunan yang semua menggunakan dinding
pembatas bersama dengan bangunan disebelahnya, disyaratkan untuk
membuat dinding pembatas tersendiri, disamping dinding pembatas
terdahulu.
Pasal 31
(1) Setiap bangunan yang bukan bangunan rumah tempat tinggal diwajibkan
menyediakan tempat parkir kendaraan didalam batas pekarangannya
sendiri sesuai dengan jumlah kebutuhan;
(2) Penyediaan tempat parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini,
tidak boleh mengurangi daerah penghijauan sesuai dengan yang
ditetapkan.
Pasal 32
Pintu pagar pekarangan dalam keadaan terbuka tidak boleh melampaui GSJ
yang ditetapkan.
Pasal 33
(1) Setiap ruang bagian Dalam bangunan harus mempunyai pencahayaan dan
penghawaan alami, yang dilengkapi dengan satu atau lebih jendela atan
pintu yang dapat dibuka dan langsung berbatasan dengan udara luar;
(2) Pengecualian ketentuan sehagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini,
diizinkan untuk bangunan bukan hunian apabila menggunakan sistem
pencahayaan dan penghawaan buatan.
Pasal 34
(1) Ruang rongga atap dilarang digunakan sebagai dapur atau kegiatan lain
yang membahayakau dan atau mengandung bahaya api;
(2) Setiap penggunaan ruang rongga atap yang luasnya tidak lebih dari 50 %
dari luas Iantai dibawahnya, tidak dianggap sebagai penanbahan tingkat
bangunan.
Pasal 35
(1) Pada ruang yang penggunaannya menghasilkan asap dan atau gas, harus
disediakan lubang hawa atau cerobong hawa secukupnya dan atau
menggunakan alat bantu mekanis;
(2) Lubang hawa dan atau cerobong hawa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Pasal ini harus memenuhi ketentuan tentang pencegahan kebakaran.
Pasal 36
(1) Setiap bangunan yang sifatnya untuk tempat kediaman minimal harus
dilengkapi dengan sarana kamar mandi dan kakus;
(2) Ketentuan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini juga berlaku bagi
bangunan pabrik, industri dan gudang dengan kelentuan harus dipisahkan
untuk pria dan wanita.
Pasal 37
Bangunan untuk pabrik, industri dan gudang harus ditunjang dcngan fasilitas
lainnya untuk kebutuhan karyawan. yang meliputi:
a. Ruang ganti pakaian karyawan, yang dipisahkan untuk pria dan wanita;
b. Ruang makan karyawan atau kantin;
c. Ruang istirahat karyawan;
d. Ruang pelayanan kesehatan karyawan;
e. Tempat menyimpanan barang karyawan;
f. Tempat sholat karyawan atau musholah;
g. Tempat parkir kendaraan karyawan;
h. Ruang dan atau tempat lainnya yang merupakan sarana penunjang bagi
karyawan.
Pasal 38
(1) Lantai dan dinding yang memisahkan ruang dengan penggunaan yang
berbeda dalam suatu bangunan harus memenuhi persyaratan ketahanan api
sehagairnana diatur dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Ruang yang penggunaannya menimbulkan kebisingan, maka Iantai dan
dinding pemisahnya harus kedap suara;
(3) Ruang pada daerah-daerah basah, harus dipisahknn dengan dinding kedap
air dan dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan.
Pasal 39
Dilarang membuat lubang pada lantai dan dinding yang berfungsi sebagai
penahan api, kecuali dilengkapi alat penutup yang memenuhi syarat ketahanan
api.
Pasal 40
(1) Setiap bangunan harus dilengkapi sarana peralatan pencegahan terhadap
bahaya kebakaran scrta penyelamatan jiwa manusia dan Iingkungannya
sesuai dengan dengan jenis dan penggunaan bangunan;
(2) Setiap fungsi ruang dan atau penggunaan bangunan Yang mempunyai
resiko bahaya kebakaran tinggi harus diatur penempatannya sehingga
apabila terjadi kebakaran dapat dilokalisir;
(3) Ruang lain yang mempunyai resiko bahaya kebakaran tinggi pada
bangunan harus dibatasi oleh dinding atau lantai kompartemen yang
ketahanan apinya minimal 3 jam dan pada dinding atau lantai
kompartemen tersebut tidak boleh terdapat lubang terbuka, kecuali
bukaan yang dilindungi;
(4) Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini harus dilengkapi
dengan pengukur panas dan harus dirawat dan atau diawasi, sehingga
suhu dalam ruangan tersebut tidak melebihi batas maksimal yang telah
ditentukan;
(5) Setiap ruangan instalasi listrik, generator, gas turbin atau instalasi
pembangkit tenaga listrik lainnya serta ruangan penyimpanan gas atau
bahan yang mudah menguap dan terbakar, harus dilindungi dengan
sistem pencegahan kebakaran manual dan atau sistem pemadam otomatis.
Pasal 41
Setiap bangunan atau bagian bangunan yang berdasarkan letak, bentuk dan
penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir, harus diberi instalasi
penangkal petir serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknis
dan peraturan lain yang berlaku.
BAB V
KETENTUAN TATA RUANG
Pasal 42
(1) Setiap bangunan harus sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan
dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota;
(2) Tata letak bangunan dalam suatu bagian lingkungan harus dirancang
dengan memperhatikan keserasian lingkungan dan kemudahan dalam
upaya penanggulangan bahaya kebakaran;
(3) Setiap bangunan yang didirikan pada daerah pembentukan campuran,
harus aman dan bahaya pencemaran lingkungan dan bahaya kebakaran;
Pasal 43
(1) Bagi daerah yang belum memiliki rencana teknik ruang kota, Kepala
Daerah dapat menghentikan persetujuan membangun daerah tersebut,
untuk jangka waktu sementara;
(2) Apabila dikemudian hari ada penetapan rencana teknik ruang kota, maka
bangunan tersebut harus disesuaikan dengan rencana kota yang telah
ditetapkan.
Pasal 44
(1) Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan
yang telah diatur dalam rencana kota;
(2) Apabila perpetakan tidak dipenuhi atau tidak ditetapkan maka KDB.
KLB dan KKB diperhitungkan berdasarkan luas tanah dibelakang GSJ
yang dimiliki;
(3) Penggabungan atan pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan
ketentuntuan KDB KLB dan KKB tidak dilampaui dan dengan
memperhitungkan keadaan lapangan keserasian dan keamanan
lingkungan serta memenuhi ketentuan teknis yang telah ditetapkan.
Pasal 45
(1) Untuk tanah yang belum atau tidak memenuhi ketentuan luas minimum
perpetakan, Kepala Daerah dapat menetapkan lain dengan memperhatikan
keserasian dan arsitektur Iingkungan;
(2) Kepala Dacrah dapat menetapkan lebih lanjut tentang perpetakan
bangunan tcrhadap GSB, dengan memperhatikan keserasian, keamanan
dan arsitektur lingkungan.
Pasal 46
(1) Dalam hal perencanaan suatu bangunan atau lingkungan bangunan, harus
dibuat perencanaan tapak menyeluruh yang mencakup rencana sirkulasi
kendaraan, orang dan barang, tempat parkir, penghijauan, sarana dan
prasamana lingkungan, dengan memperhatikan keserasian terhadap
lingkungan dan sesuai dengan standar lingkungan yang ditetapkan;
(2) Tata letak bangunan diDalam suatu rencana tapak harus memenuhi
ketentuan tentang jarak bebas yang telah ditentukan oleh jenis peruntukan
dan ketinggian bangunan;
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
Pasal 47
(1) Penambahan lantai dan atau tingkat pada suatu bangunan diperkenankan
apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam
rencana kota, dengan tidak melebihi KLB dan harus memenuhi
kebutuhan tempat parkir;
(2) Penambahan lantai dan atau tingkat seperti dimaksud pada ayat (1) Pasal
ini, harus memenuhi persyaratan keamanan struktur dan konstruksi
bangunan yang telah ditetapkan.
Pasal 48
Pada daerah-daerah yang rencana kotanya belum ditetapkan dan atau
diterapkan sepenuhnya, maka Kepala Daerah dapat menetapkan ketentuan
sementara tentang tata cara dan persyaratan membangun.
Pasal 49
Kepala Daerah dapat menetapkan suatu lokasi khusus untuk bangunan fasilitas
umum, dengan tetap memperhatikan keamanan, kesehatan, keselamatan,
keserasian dan lingkungan di sekitarnya.
Pasal 50
(1) Atas pelayanan pemberian izin sebagaimana dimaksud Dalam Peraturan
Daerah ini dikenakan retribusi;
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini yaitu:
a. Retribusi penyediaan blanko;
b. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
c. Retribusi Administrasi Perijinan. yang meliputi :
- balik nama ijin;
- pemecahan Ijin;
- salinan ljin,
- legalisasi ijin;
- pembatalan ijin;
Pasal 51
Retribusi penyediaan blanko sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) hunif
a, dikenakan retrihusi sebesar Rp. 2.500,00.
Pasal 52
Besarnya retribusi izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada pasal
50 ayat (2) huruf b ialah luas bangunan dikalikan dengan harga satuan retribusi
permeter persegi sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini:
a.1. TABEL BANGUNAN RUMAH TEMPAT TINGGAL
NO.
LUAS BANGUNAN
JENIS BANGUNAN
0<LB<100 M2
( Per M2 )
0<LB<200 M2
( Per M2 )
LB>100 M2
( Per M2 )
1PERMANEN TIDAK
BERTINGKATRp 1.800,00 Rp 2.400,00 Rp 3.000,00
2
PERMANEN
BERTINGKAT 2 (DUA)
LANTAI
Rp 2.400,00 Rp 3.000,00 Rp 3.600,00
3
TAMBAHAN
BANGUNAN
BERTINGKAT TIAP 1
(SATU) LANTAI
Rp 1.800,00 Rp 2.400,00 Rp3.000,00
4 NON PERMANEN Rp 900,00 Rp 1.200,00 Rp 1.500,00
a.2. TABEL BANGUNAN SOSIAL DAN USAHA
N
OGOLONGAN BANGUNAN JENIS BANGUNAN BIAYA RETRIBUSI
1 BANGUNAN SOSIAL
a. Tidak Bertingkat
b. Bertingkat 2 (dua)
lantai
a.1. Ibadah
a.2. Non Ibadah
b.1 Ibadah
b.2 Non Ibadah
a.1 Rp
a.2 Rp
b.1 Rp
b.2 Rp
0,00/ M2
1.800,00/ M2
0,00/ M2
2.400,00/ M2
2 BANGUNAN USAHA
a. Tidak Bertingkat
b. Bertingkat 2 (dua)
lantai
a.1 Industri
a.2 Perdagangan/Perkantoran
b.1 industri/ Pergudangan
b.2 Perdagangan/Perkantoran
a.1 Rp
a.2 Rp
b.1 Rp
b.2 Rp
5.000,00/ M2
5.000,00/ M2
6.000,00/ M2
6.000,00/ M2
3 TAMBAHAN BANGUNAN
BERTINGKAT TIAP 1
(SATU) LANTAI UNTUK
BANGUNAN SOSIAL
a.1. Ibadah
a.2. Non Ibadah
a.1 Rp
a.2 Rp
0,00/ M2
1.800,00/ M2
4 TAMBAHAN BANGUNAN
BERTINGKAT TIAP 1
(SATU) LANTAI UNTUK
BANGUNAN USAHA
a.1. Ibadah
a.2. Non Ibadah
a.1 Rp
a.2 Rp
5.000,00/ M2
5.000,00/ M2
b. PEKERJAAN LAIN-LAIN
NO JENIS PEKERJAANBIAYA RETRIBUSI
(Rp)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Pekerjaan Pagar Tembok, Besi, Kawat
Pekerjaan Sumur Peresap/ Septic Tank
Pekerjaan menara Air
Pekerjaan tandon air bawah tanah
Pekerjaan Druiker, gorong, saluran, drainase
Pekerjaan jalan aspal
Pekerjaan jalan makadam
Pekerjaan jalan beton, paving stone
Pekerjaan lantai jemur
Pekerjaan gudang terbuka beton, aspal paving
Pekerjaan pematangan tanah
Pekerjaan ting, pancang, pondasi mesin
Pekerjaan rehab tampak, konstruksi bangunan
Pekerjaan penyimpanan bahan bakar/ kilang/ tangki
Pekerjaan cerobong asap
Pekerjaan pondasi mesin beton
Pekerjaan kolam buangan limbah
Pekerjaan menara anten dan sejenisnya
Pekerjaan tiang listrik JTT
Pekerjaan lapangan olah raga terbuka atau tempat bermain
Pekerjaan instalasi bahan bakar
Pekerjaan kolam renang
500,00/ M2
10.000,00/ BH
30.000,00/ BH
30.000,00/ BH
300.,00/ M2
500,00/ M2
350,00/ M2
600,00/ M2
500,00/ M2
1.000,00/ M2
100,00/ M2
2.500,00/ BH
2.500,00/ M2
250.000,00/ BH
100.000,00/ BH
1.000,00/ M2
4.000,00/ M2
1.000,00/ BH
50.000,00/ BH
1.500,00/ M2
500.000,00/ BH
3.000,00/ M2
Pasal 53
(1) Besarnya Retribusi Adminisirasi Perijinan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 50 ayat (2) huruf c dikenakan retribusi sebesar :
a. Sctiap balik nama ijin atas ijin yang telah dikeluarkan, dikenakan
retribusi sebesar 5 % dan retribusi ijin mendirikan hangunan atau
sekurang-kurangnya Rp. 10.000,00
b. Setiap pemecahan ijin atas ijin yang telah dikeluarkan dikenakan
retribusi sebesar 10 % dan retribusi ijin mendirikan bangunan atau
sekurang-kurangnya Rp. 10.000,00;
c. Setiap salinan ijin atas ijin yang telah dikeluarkan, dikenakan retribusi
sebesar 5°/o dari Retribusi ijin mendirikan bangunan atau sekurang-
kurangnya RP. 10.000,00;
d. Setiap legalisasi ijin atas ijin yang telah dikeluarkan, dikenakan
retribusi sebesar 10 % dari retribusi ijin mendirikan bangunan atau
sekurang-kurangnya Rp. 10.000,00;
e. Setiap pembatalan ijin atas permintaan pemohon terhadap ijin yang
telah diproses, dikenakan retribusi sebesar 25 % dan retribusi ijin
mendirikan bangunan atau sekurang-kurangnya Rp. 10.000,00.
(2) Setiap pencabutan ijin akibat kesalahan pemohon, maka semua biaya
retribusi yang tclah dibayar serta dokumen yang dilampirkan oleh
pemohon menjadi hak Pemerintah Daerah yang tidak dapat diminta atau
diambil kembali.
BAB VII
PEMUNGUTAN
Pasal 54
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan rnenggunakan SKP atau dokumen lain Yang
dipersamakan dan SKRDKBT
BAB VIII
PENAGIHAN
Pasal 55
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRDKBT dan STRD;
(3) Pembayaran, penyctoran tempat pembayaran retribusi diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah.
BAB X
PENAGIHAN
Pasal 56
(1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan, SKRDKBT, STRD, dan Surat Keputusan Keberatan yang
menyebabkan jumlah Retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi
dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan lelang Negara
(BUPLN);
(2) Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 57
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan
ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XI
DENDA RETRIBUSI
Pasal 58
Bangunan yang telah berdiri dan atau telah dilaksanakan kegiatan pekerjaan
pembangunan sebelum ada ijin dari Kepala Daerah, dikenakan denda yaitu
Retribusi Denda Bangunan (RDB) yang besamya adalah Retribusi Ijin
Mendirikan Bangunan (RIMB) dikalikan persentase pembangunan yang telah
dilaksanakan dikalikan presentase Pembangunan yang telah dilaksanakan atau
dengan rumus RDB = RIMB X % Fisik Bangunan;
BAB XII
PEMBAYARAN DAN PENETAPAN
Pasal 59
Setiap wajib retribusi harus membayar retribusi yang terhutang sesuai dengan
besarnya retribüsi yang telah ditetapkan.
Pasal 60
(1) Jika ternyata retribusi yang terhutang sebagaimana dimaksud Dalam pasal
55 Peraturan Daerah ini dibayar kurang atau sama sekali tidak dibayar
menurut besar retribusi, ditetapkan karena jabatan oleh Kepala Daerah
atau Pejabat yang ditunjuk, selama belum lewat 3 tahun;
(2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, berwenang memberikan
keringanan dan atau membebaskan baik untuk seluruhnya atau sebagian
sebagaimana dimaksud pada pasal 55 Peraturan Daerah ini.
BAB XIII
KEBERATAN DAN PEMBEBASAN
Pasal 61
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah
terhadap besarnya ketetapan Retribusi yang telah ditetapkan dalam jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal penetapan retribusi;
(2) Kepala Daerah menetapkan keputusan atas keberatan yang diajukan;
(3) Apabila dalam jangka waktu 6 bulan Kepala Daerah tidak menetapkan
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima;
(4) Kewajiban untuk membayar retribusi tidak tertunda dengan diajukannya
surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini.
Pasal 62
Kepala Daerah dapat menetapkan pembebasan atau pengurangan besarnya
retribusi yang telah ditetapkan, sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Daerah ini.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 63
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah
retribusi yang terutang;
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pclanggaran.
BAB XV
KETENTUAN LAIN – LAIN
Pasal 64
(1) Selain ketentuan pidana sebagaiman dimaksud pada pasal 63 Peraturan
Daerah ini, Kepala Daerah berwenang mengeluarkan perintah untuk
membongkar, menyegel dan menghentikan dengan segera pekerjaan dan
atau seluruh bangunan, bangunan-bangunan Instalasi dan perlengkapan
bangunan yang bertcntangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini;
(2) Dalam hal dilakukan pembongkaran secara paksa, biaya pembongkaran
dibebankan kepada pemilik bangunan;
(3) Petunjuk pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) pasal ini ditetapkan oleh Kapala Daerah.
Pasal 65
(1) Kepala Daerah dapat membekukan Izin Mendirikan Bangunan, apabila
dikemudian hari ternyata terdapat sengketa, pengaduan dari pihak ketiga,
pelanggaran atau kesalahan teknis dalam membangun;
(2) Keputusan pembekuan Izin Mendirikan Bangunan diberitahukan secara
tertulis kepada pemegang izin dengan disertai alasan, setelah pemegang
izin diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan.
Pasal 66
(1) Kepala Daerah dapat mencabut Izin Mendirikan Bangunan, apabila:
a. Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan berdasarkan kelengkapan
persyaratan izin yang diajukan atau keterangan pemohon, yang
ternyata tidak benar, palsu atau dipalsukan baik sebagian atau
seluruhnya;
b. Pelaksanaan pembangunan dan atau penggunaan bangunan
menyimpang dari ketentuan atau persyaratan yang telah ditetapkan;
c. Sctelah 6 bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya Surat
Keputusan Izin Mendirikan Bangunan pelaksanaan pekerjaan
pembangunan belum juga dimulai;
d. Dalam waktu 6 bulan berturut-turut pelaksanaan pembangunan
terhenti sebagian atau seluruhnya sehingga bangunan tidak dapat
berfungsi sehagaimana mestinya.
(2) Kcputusan pencabutan Izin Mendirikan Bangunan diberitahukan secara
tertulis kepada pemegang izin dengan disertai alasan, setelah pemegang
izin diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 67
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi Daerah sebagaimana dimaksud Dalam
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana:
(2) Wewenang penyidik sebagaimana tercantum dalam BAB II Pasal 4
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada
Penuntut Umum, scsuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Gresik Nomor 9 Tahun 1995 tentang Bangimana Dalam
Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik beserta seluruh perubahannya dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku lagi.
Pasal 69
Hal-hal yang belum cukup diatur Dalam Peraturan Dacrali ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah
Agar setiap orang dapat mcngetahui. Pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan menempatkannya Dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gresik.
Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 8 Juli 2000
BUPATI GRESIK
TTD
Drs. KH. ROBBACH MA’SUM
Diundangkan di Gresik
Pada tanggal 21 Juli 2000
SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN
GRESIK
ttd
Drs. GUNAWAN, M.SI
Pembina Tk. I
NIP. 010 080 491
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TAHUN 2000 NOMOR 8 SERI B.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR 22 TAHUN 2000
TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
I. PENJELASAN UMUM
Semakin pesatnya perkembangan pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Gresik yang
mengarah pada banguanan-bangunan bertingkat, dimana keterbatasan lahan tanah yang
semakin lama semakin sempit, maka sangat diperlukan adanya suatu penataan, penertiban.
pengawasan, pengendalian keamanan dan keselamatan bangunan serta. Iingkuagan
disekitarnya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas serta dalam rangka pelaksanaan
Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Peraturan pemerintah
Nomor 20 tahun 1997 tentang Retribusi Daerah serta Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 174 tahun 1997 tentang Pcdoman Tata Cara Pemugutan Rctribusi Daerah, maka
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik ini sebagai pengganti Peraturan yang lama.
Peraturan Daerah ini diharapkan dapat menjadi sarana dan pedoman yang jelas bagi
masyarakat maupun aparat terkait Dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat di bidang pembangunan dan menjadi alat
kendali bagi laju pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Gresik serta mencegah
terhadap bahaya kerusakan dan pencemaran lingkungan yang ada di sekitarnya. sehingga
berbagi investasi dapat mencapai nilai manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembangunan
di Kabupaten Gresik.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d 4 : Yang dimaksud dengan orang pribadi adalah setiap orang
yang mempunyai kewajiban terhadap diri sendiri sedangkan
yang dimaksud dengan badan adalah setiap bentuk badan
usaha yang meliputi Perseroan Terbata Perseroan Komanditer,
lainnya Badan Usaha Milik Negara, Usaha Milik daerah.
dengan nama atau bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan,
koperasi, yayasan atau Organisasi sejenisnya, lembaga serta
bentuk Badan Usaha atau Usaha lainnya yang sifatnya untuk
komersial dan mencari keuntungan.
Pasal 6 s/d 14 : Cukup Jelas
Pasal 15
Huruf a : Yang dimaksud disini adalah antara lain pekerjaan mengcat
dinding, membuat sekat-sekat atau pembatas dalam ruangan
dengan tinggi tidak mencapai flafond dengan menggunakan
bahan ringan serta pemeliharaan bangunan lainnya yang tidak
merubah denah bangunan dan atau menambah bangunan.
kontruksi yang telah ada sebelumnya.
Huruf b : Cukup Jelas
Huruf c : Yang dimaksud di sini adalah perbaikan instalasi,
perlengkapan bangunan serta saluran-saluran pembuangan.
Pasal 16 s/d 22 : Cukup Jclas
Ayat (1) : Yang dimaksud dengan bangunan dalam ayat ini adalah
bangunan Industri, Pabrik, Work Shop, bengkel besar,
Ayat (2) s/d (6) : Cukup Jelas Rumah Sakit dan Laboratorium
Pasal 24 s/d 41 : Cukup Jelas.
Pasal 42 ayat (3) : Yang dimaksud dengan Daerah peruntukan campuran dalam
ayat ini adalah Daerah yang Peruntukannya untuk pemukiman
penduduk dan untuk industri atau usaha lainnya;
Pasal 43 s/d 69 : cukup jelas
top related