perbandingan usaha kopi tradisional antara...
Post on 03-Feb-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
i
PERBANDINGAN USAHA KOPI TRADISIONAL
ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ORANG MUSLIM DI
SALATIGA DARI TAHUN 1976-1997
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum.)
Oleh:
FERA ASKHIYA
NIM. 216 13 011
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
-
ii
-
iii
PERBANDINGAN USAHA KOPI TRADISIONAL
ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ORANG MUSLIM DI
SALATIGA DARI TAHUN 1976-1997
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum.)
Oleh:
FERA ASKHIYA
NIM. 216 13 011
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
MOTTO
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu (Al-Baqarah: 45)
Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan
penuh ketekunan. (Al-Muzzamil: 8)
-
viii
PERSEMBAHAN
Dengan tanpa mengurangi rasa syukur pada Allah
SWT, skripsi ini penulis persembahkan dengan penuh
rasa kasih, sayang dan ketulusan yang tiada akhir kepada:
Para Bapak/Ibu dosen, pembimbing, serta staff
dalam mempermudah administrasi di kampus,
Bapakku Jupri/Ibuku Ngatminah, kakakku
Anita, dan adikku Aditya yang selalu mendoakanku,
Kak Cinta, Unni, Teh Sofi dan mama, kak
zuma, kak endang, bu sur dan teman-teman yang selalu
menyemangatiku.
-
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt.yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi
Muhammad Saw., yang telah membawa kita dari zaman jahiliyan hingga zaman
terang benderang. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana
Pendidikanpada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan
HumanioraIAIN Salatiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yag telah
membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materil, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan
penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. BapakBenny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan FakultasUshuludin, Adab, dan
Humaniora.
3. BapakHaryo Aji Nugroho, S. Sos., MAselaku Ketua Jurusan Sejarah
Peradaban Islam.
4. Bapak Dr. H. Mubasirun, M. Ag dan Bapak Adif selaku dosen pembimbing
skripsi.
-
x
5. Kepada seluruh dosen sejarah khususnya pada Jurusan Sejarah Paeradaban
Islam diFUADAHIAIN Salatiga.
6. Seluruh Narasumber yang bersedia memberikan informasi mengenai
perbandingan bisnis kopi.
7. Bapak, ibu, kakak dan adikku yang telah mencurahkan do‟a dan yang selalu
menyemangati saya.
8. Seluruh teman-teman yang selalu menyemangati saya.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan
menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan
skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri.
Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan dari pembaca
yang budiman guna kesempurnaannya. Mudah-mudahan skripsi yang sederhana
ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 12 Agustus 2017
Fera Askhiya
NIM. 216 13 01 1
-
xi
ABSTRAK
Askhiya, Fera. 2017.Perbandingan Usaha Kopi Tradisional Antara Etnis
Tionghoa dan Orang Muslim di Salatiga Dari Tahun 1976-1997. Skripsi.
Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan
Humaniora. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Dr.
H. Mubashirun, M. Ag.
Kata Kunci: Usaha, Muslim, Etnis dan Etos Kerja.
Penelitian ini merupakananalisis studi kasus pada perbandingan bisnis kopi
bubuk tradisional karena kopi yang di produksi dengan cara digoreng secara
manual. Adapun permasalahan yang ada yaitu (1) Bagaimana perkembangan
usaha kopi oleh orang Muslim dan non Muslim di Kota Salatiga? (2) Bagaimana
etosbisniskopioleh orang Muslim dan non Muslim di Kota Salatiga?
Penelitian ini adalah jenis penelitian sejarah yang menggunakan teknik
terjun langsung kelapangan (field research), karena sumber data diperoleh
langsung dari sumbernya. Skripsi ini menggunakan pendekatan sosial ekonomi
guna menggumpulkan, sedangkan analisis data dari skripsi ini lebih mengarah
pada sosial ekonomi masyarakat Salatiga tahun 1976-1997.
Adapun kesimpulan penelitian menunjukkan, bahwa terdapat kekalahan dari
orang Muslim pada etos bisnis dibanding dari etnis Tionghoa yang mampu
memaksimalkan produksi dan kualitas yang baik, sehingga skala produksi bisa
lebih besar dari pada usaha milik orang Muslim. Di sisi lain, etos kerja etnis
Tionghoa mendorong mereka mampu menjaga kualitas. Ketidakmampuan orang
Muslim menggunakan nilai-nilai akhlak Islami, berpengaruh pada kecilnya skala
usaha. Hal ini juga berdampak pada kualitas produk mereka.
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ..................................................................................i
HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................viii
ABSTRAK .........................................................................................................x
DAFTAR ISI .....................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................xiv
DAFTAR NARASUMBER ............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................8
C. Tujuan dan Ruang lingkup .............................................................8
D. Kerangka Konseptual .....................................................................10
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................19
F. Metode Penelitian ..........................................................................22
G. Sistematika Penelitian ....................................................................25
-
xiii
BAB II KOTA SALATIGA, POPULASI ETNIS, KONDISI SOSIAL
EKONOMI DAN SALATIGA
A. Sejarah Kota Salatiga .....................................................................27
B. Populasi Etnis di Salatiga ..............................................................32
C. Kondisi Sosial Ekonomi di Salatiga ..............................................38
BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI SALATIGA
A. Perkembangan Industri Kopi Di Salatiga ......................................46
B. Dampak IndustriKopi Bagi Masyarakat Salatiga ..........................49
C. Krisis Moneter ..............................................................................58
BAB IV PERBANDINGANINDUSTRI KOPI DI SALATIGA
A. Sejarah Pabrik Kopi Milik Etnis Tionghoa (Babah Kacamata) ....63
B. Sejarah Pabrik Kopi Milik OrangMuslim ......................................66
1. Kopi Merek Kasmi ...................................................................68
2. Kopi Merek Arobi .....................................................................69
C. Etos kerja Pengusaha Pabrik Kopi di Salatiga ...............................71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................77
B. Saran ..............................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
DAFTAR NARASUMBER
FOTO-FOTO
SKK
-
xv
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel 1.1 Tabel Pangsa Pasar (Market Share) Kopi Bubuk/Instan Tahun
2009-2011. 3.
Tabel 2.2 Perbandingan Angka Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan Yang
Tersedia Kota Salatiga. 39.
Tabel 3.3 Tabel Perbandingan Pabrik-Pabrik Bisnis Kopi Di Salatiga. 46.
Tabel 3.4 Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Kotamadya Salatiga
Menurut Lapangan Usaha, Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun
1995-1997 (105.1). 48.
Tabel 3.5 Tabel Daftar Perkebunan-Perkebunan Yang Terdapat Di Sekitar
Salatiga Tahun 1924. 50.
Tabel 3.6 Tabel Daftar Pabrik-Pabrik Kopi Di Salatiga. 51.
Tabel 3.7 Tabel Jumlah Angkatan Kerja Diperinci Menurut Usia Di
Kotamadya Dati Ii Salatiga Tahun 1997. 54.
Tabel 3.8 Tabel Jumlah Lowongan Yang Sudah/Belum Dipenuhi Dan
Terdaftar Diperinci Menurut Golongan Industri Tahun 1980. 56.
Grafik 2.1 Perbandingan Agama dari Tahun 1980-1997. 34.
Grafik 2.2 Gambar Tratifikasi Masyarakat Salatiga Masa Kolonial. 36.
Grafik 4.3 Perbandingan Antar Pabrik Bisnis Kopi Di Salatiga.73.
-
xvi
DAFTAR NARASUMBER
Nama Pemilik Pabrik Alamat
Joko Astono Babah kacamata Jl. Kaliyamat, Kalioso, No 16.
Kuntawinagun, Salatiga
Maryamah Kasmi Karang Padang Rt O2/Rw 03,
Kecandran, Salatiga
Sairoh Arobi Rt.01 Rw.3 Kecandran, Salatiga.
Mustikawati Adik dari Joko Astono Rt.03 Rw.9 Kemiri Barat No.
761, Salatiga
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
2. FOTO-FOTO
3. PETA SALATIGA
4. SKK
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kopi menjadi salah satu komoditas unggulan dalam sektor
perekebunan Insonesia.1 Hasil perkebunan Industri di Indonesia sangat
beragam macamnya mulai dari teh, kopi, kakao, sawit hingga karet.
Hasil perkebunan tersebut nantinya akan diolah oleh perkebunan atau
dikirim ke industri kopi di Indonesia. Namun sebagian hasil
perkebunan akan di ekspor untuk memenuhi permintaan pasar luar
negeri. Kopi adalah salah satu hasil perkebunan yang mulai di minati
banyak konsumen, sehingga hasil panen setiap tahun selalu mengalami
peningkatan.2
Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor potensial di pasar
dunia, termasuk di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China.
Indonesia sebagai negara pengekspor besar kopi memandang
pemberlakuan kebijakan EHP sebagai peluang untuk dapat
meningkatkan penawaran ekspornya. Hal ini dipandang sekaligus
sebagai suatu tantangan untuk Indonesia dalam meningkatkan daya
1Pratiwi,Retno Rahmawati. Skripsi. Hambatan dan Strategi Pengembangan
Usaha Kopi Dalam Upaya Peningkatan Produksi Di Kecamatan Candiroto
Kabupatrn Temanggung. (Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2016). hlm 1.
2Paramita,Ika Oktavianti. Skripsi. Uji Komparaasi Antara Kopi ABC Susu
Dan Torabika Susu (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Jawa Timur. (Surabaya: Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk, Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, 2014). hlm 2.
-
2
saing komoditas kopi yang lebih kompetitif di pasar ASEAN dan
China, sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan negara.3
Untuk melihat perbedaan produktifitas serta pencapaian bisnis,
penulis memaparkan produk usaha dalam skala besar sebagai
pembanding antara perusahan dalam skala besar,menengah dan kecil
secara umum. Seperti PT Santosa Jaya Abadi sebagai usaha keluarga
pemilik merek kopi terbesar di Indonesia, akar perusahaan ini mulai
tumbuh dari sebuah industri rumah tangga sederhana di Surabaya,
dimana lebih dari 79 tahun silam pada tahun 1927, Sang Pelopor Go
Soe Loet memproduksi kopi terkenalnya.4 Pada tahun 1970,
perusahaan melakukan perkembangan sekaligus perubahan. Generasi
kedua mulai tampil untuk memastikan kelanjutan dan kesuksesan
usaha. Tahun 1980 PT Santosa membagun pabrik yang sekarang
berada di Sepenjang, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada tahap ini, merek
Kapal Api telah menjadi penyangga utama perusahaan yang terbesar
rata di seluruh Indonesia sekaligus menjadi pemimpin besar dengan
rangkaian produk lengkapnya. PT Sentosa Jaya Abadi
memperkenalkan beberapa merek kopi lain yang juga berhasil meraih
sukse di pasaran, yaitu Excelso, ABC, Good Day, Ya, dan Kapten.
Hingga kini, PT Sentosa Jaya Abadi dengan rangkaian produknya telah
3Nugroho,Arif Agus. Skripsi. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Ekspor Kopi Indonesia Ke Wilayah ASEAN Dan China Dalam Skema Early Harvest
Programme. (Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
2013). hlm 5. 4Ibid. hlm 23.
-
3
menjadi bagian dari keseharian dan bahkan berlangsung dari generasi
ke generasi.5
Tabel 1.1 Pangsa Pasar (Market Share) Kopi Bubuk/Instan Tahun
2009-2011.6
No Nama
Perusahaan
Merek 2009 2010 2011
1 PT. Santosa
Jaya Abadi
Kapal Api 43,6 39,4 35,7
2 PT. Santosa
Jaya Abadi
ABC 18,9 22,1 24,4
3 PT. Nestle
Indonesia
Nescafe 9,9 8,3 5,2
4 PT. Mayora
Indah Tbk
Torabika 7,5 6,2 8,5
5 PT. Sari
Incofood
Corporation
Indocafe 6,4 9,1 8,4
Sumber : Modifikasi dari Majalah SWA, No.16/XXV/27 Juli-5
Agustus2009, No.09/XXVI/29 April-11Mei 2010, No.15/XXVI/15-28
Juli 2010 dan No. 15/XXVII/18-27 Juli 2011
Torabika merupakan merek kopi instan dari PT. Mayora Indah
Tbk dan juga menjadi saingan dari PT. Santosa Jaya Abadi dan PT.
Gasandry. Dari tabel diatas dapat diketahui merk kopi yang paling
unggul adalah Kapal Api, disusul ABC, Nescafe, kemudian Torabika
dan kopi instan lain. kopi-kopi tersebut merupakan produsen kopi
yang banyak dipasaran dan telah tersebar di seluruh Salatiga. Pada
5Ibid. hlm 24.
6Yuyanti,Iis Wiwin. Skripsi. Pengaruh Line Extension terhadap Ekuitas
Merek Kopi Nescafe. (Universitas Pendidikan Indonesia, 2012). hlm 5.
-
4
kopi Kapal Api selalu menjadi kopi paling unggul. Kemudian kopi
ABC diposisi kedua dan dari ketiga tahun diatas tidak ada penurunan.
Pada kopi Nescafe dari ketiga tahun diatas mengalami penurunan.
Pada kopi Torabika tahun 2010 mengalami penurunan, tetapi
melonjak lagi tahun 2011. Pada kopi Indocafe mengalami kenaikan,
tetapi tahun 2011 mengalami penurunan. Semua ini menjadikan para
produksi kopi lokal (kopi tradisional) di Salatiga untuk lebih
meningkatkan daya saing agar lebihmendapat tempat di tengah-tengah
masyarakat Salatiga khususnya.
Kopi mulai tersebar secara merata di Indonesia dan
dikembangkan, banyak perkebunan kopi yang tersebar di Indonesia.
Di daerah Jawa Tengah terdapat perkebunan kopi di Temanggung dan
Ungaran Kab. Semarang. Usaha petani kopi etnisJawa yang memiliki
filosofi Jawa dengan pola hidup gemi nastiti ngati ati yang artinya
hemat, cermat dan bersahaja/berhati-hati.7Prinsip itu telah melekat
pada orang Jawa terutama umat Muslim, sehingga sikap etnis Pribumi
Muslim lebih sederhana.
Kemudian pada abad ke-13 diperkenalkan oleh pedagang dari
Persia dan India. Kemudian pada abad ke-15 menyebar hingga
seluruh Indonesia, hingga sampai akhirnya Islam masul ke Jawa
khususnya Kota Salatiga.Pada tahun 1980 (BPS Kota Salatiga dalam
7Rokhani, dkk. Jurnal Sosiologi Pedesaan. Dilema Kolektifvitas Petani
Kopi: Tinjauan Saosiologi Weberian (Kasus Petani Kopi di Nagori Sait Buttu
Saribu, Kecmatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara).
(Universitas Jember, 2016). hlm 6.
-
5
angka 1980) jumlah penduduk Pribumi Muslim mencapai 58.632
jiwa, sedangkan penduduk etnis Tionghoa mecapai 6.665 jiwa dari
jumlah penduduk mencapai 79.824 jiwa. Data tersebut menunjukkan
bahwa populasi etnis Tionghoa termasuk padat penduduk di Salatiga.
Pada tahun 1990 penduduk Muslim mencapai 112.819 jiwa,
sedangkan dari etnis Tionghoa 10.514 dari jumlah penduduk
mencapai 144.295. Terlihat peningkatan populasi dari etnis Tionghoa
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Seiring dengan perekembangan zaman, perkembangan bisnis
di Indonesia juga telah mengalami kemajuan. Adanya budaya
konsumtif akibat dari perkembangan zaman tersebut semakin memacu
para pelaku bisnis untuk berusaha menyediakan kebutuhan dan
keinginan masyarakat. Setiap hari muncul pelaku bisnis yang
mengenal produknya dengan kreativitas dan inovasi baru. bahkan,
kegiatan bisnis sendiri sudah merambah di berbagai pihak masyarakat,
sehingga hal ini menyebabkan adanya persaingan yang semakin
kompetitif.8 Dalam penelitian ini membahas tentang persaingan kopi
bubuk tradisional dilingkup kota Salatiga yang dari tahun 1976 mulai
ada beberapa pabrik home industri beroperasi. Dalam hal berinovasi,
banyak diantara etnis Tionghoa dan orang Muslim tidak hanya kopi
yang di jual tetapi berbagai aneka biskuit. Mencoba dalam
8Sulistiyani,Diah. Skripsi. Pengaruh Pengetahuan Etika Bisnis Islami dan
Religiusitas Terhadap Perilaku Pedagang Muslim. (Semarang: Universitas Islam
Negeri Walisongo, 2015). hlm 4.
-
6
keberuntungan lainnya, dalam hali ini mereka memiliki daya saing
tinggi demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Para pedagang keturunan Tionghoa menilai lembaga, hukum
konstitensi dalam prinsip, serta kebiasaan dianggap cukup penting
dalam daganya terhadap masyarakat. Disimpulkan bahwa pedagang
Tionghoa cenderung bersifat kritis, artinya tindakan-tindakannya lebih
rasional dan atau lebih diperhitungkan untung rugi dalam menilai
suatu konsekuensi dari tindakannya tersebut. Budaya dagang orang
Tionghoa dan orang Jawa memiliki pandangan yang cenderung sama,
yaitu kedua-duanya adalah cara untuk berusaha menjaga hubungan
baik dengan para pelanggan, konsumen, pemasok, pimpinan dan
lingkungannya. Situasi pemasaran yang penuh resiko karena
persaingan dagang, yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk
pengganti, kekuatan tawar-menawar antarpembeli dan pemasok,
persaingan diantara pesaing yang sudah ada. Tetapi dalam keadaan
nyata pemasaran para pedagang pribumi Muslim cenderung bersikap
mengajak para pedatang baru untuk bekerja sama, sedangkan para
pedagang keturunan Tionghoa cenderung untuk melakukan
kemampuannya secara optimal tanpa melakukan kerjasama.9
Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap pabrik yang
telah dikunjungi, penulis mendapatkan informasi mengenai
pendapatan produktifitas dari setiap bulannya. Pada setiap pabrik kopi
9Maharani,Dian Mega. Skripsi. Perilaku Kewirausahaan Pedagang Etnis
Cina Dan Pedagang Etnis Jawa Di Pasar Yaik Permai Semarang. (Semarang:
Universitas Negeri Semarang, Jurusan Psikologi, 2013), hlm 5.
-
7
di kota Salatiga tenyata dari etnis Tionghoa lebih tinggi tingkat
produktifitas kopi per bulannya. Berdasarkan data-data yang telah
dapatkan oleh penulis, dapat diketahui bahwa kopi bubuk yaitu dari
produk kopi Babah Kacamata yang paling banyak produksinya tiap
bulannya yang menunjukkan kurang lebih 60 kg/bulan, yang mana
penjulannya di wilayah Salatiga dan sekitarnya.
Alasan penulis ingin meneliti tentang ini karena ingin
membandingkan beberapa pabrik kopi yang berada di Salatiga.
Kemudian kedua untuk melihat jaringan kerjasamanya karena
memperlihatkanperbandinganbisnis pabrik kopi yang berbeda-beda.
Kemudian usaha mereka merupakan usaha warisan dari orang tua
mereka, seperti kopi Arobi dan Kasmi pula. Kemudian etos kerja dari
etnis Tionghoa dan orangMuslim dalam berdagang, dari etika
berdagang yang mana orangMuslim dianggap malas dalam
berdagang.Bagaimana produktifitas dari etnis Tionghoa dan Muslim
yang berbeda, kesan pada etnis Tionghoa ialah terlihat dinamis dan
pada Pribumi Muslim terlihat aksetis. Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis melakukan penelitian dengan judul : PERBANDINGAN
USAHA KOPI TRADISIONAL ANTARA ETNIS TIONGHOA
DAN ORANG MUSLIM DISALATIGA DARI TAHUN 1976-
1997.
-
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan usaha kopi oleh orang Muslim dan non
Muslim di Kota Salatiga?
2. Bagaimana etosbisniskopioleh orang Muslim dan non Muslim di
Kota Salatiga?
C. Tujuan dan Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini peneliti tujuan secara umum adalah untuk
mengetahui sejarah geografi, sosial dan ekonomi Salatiga. Dalam
tujuan peneliti yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Tujuan Teoritis
Untuk mengetahui gambaran umum seperti populasi etnis Kota
Salatiga, untuk memahami latar belakang sejarah Kota Salatiga
dalam perubahan sosial ekonomi. Untuk mengetahui
perkembangan ekonomi di Salatiga khususnya dari usaha kopi.
Untuk mengetahui perbandingan dan etos bisnis pada pabrik kopi
tradisional yang ada di Salatiga.
2. Tujuan Praktis
Diharapkan dapat untuk menambah sumbangsi keilmuan bagi
pembaca. Untuk menjadi rujukan dalam penulisan di perpustakaan,
bagi siapa yang membacanya. Bisa menjadi bahan dasar penelitian
selanjutnya yang memiliki kesamaan tema. Dapat menjadi
pembanding dalam berbagai karya orang lain. Untuk memenuhi
-
9
syarat dalam mendapatkan gelar sarjana. Dalam kajian ruang
lingkupnya dalam penelitian adapun kajian di dalamnya antara
lain:
a. Kajian Spasial
Penelitian ini secara ruang lingkup spasial oleh Kota Salatiga
sebagai tempat yang diteliti dan dipilih oleh peneliti.Salatiga
merupakan kota madya yangmana masih ikut dalam Kabupaten
Semarang. Salatiga memiliki banyak beragam sektor ekonomi
dalam pendapatan daerah khususnya dalam sumber daya alam
dan sumber daya manusia, meskipun masih dalam lingkup
daerah. Tercatat dalam Dinas Perindustrian dan Perdagangan
ada beberapa didirikannya pabrik pembuatan kopi secara
tradisional yang menjadi objek dalam peneitian
penulis.(http://www//Disperindag Kota Salatiga)
Adapun nama dan alamat pabriknya seperti berikut:
1) Pabrik pembuatan kopi “BABAH KACAMATA” berada di
desa Jl. Kalinyamat No.16, Kutowinangun Kidul, Tingkir,
Kota Salatiga, Jawa Tengah 50742.
2) Kopi bubuk “KASMI” perintis generasi ke-3 Maryamah,
RT.2 RW.3, Kecandran, Salatiga.
3) Kopi bubuk “AROBI” perintis Arobi, RT.01 RW.3
Kecandran, Salatiga.
-
10
b. Kajian Temporal
Penelitian ini secara ruang lingkup temporal mulai dari tahun
1976 karena tahun itu sebagai tahun dimana sudah
berkembangnya kopi tradisional berkembang di Salatiga. Pada
tahun 1976 juga ditandai dengan meluasnya perdagangan
Tionghoa secara merataterutama di daerah Salatiga. Dan
berakhir pada tahun 1997 karena banyak pabrik-pabrik
kopiditutup tersebut namun sementara karena krisis moneter,
naiknya nominal dollar terhadap rupiah menjadikan tingginya
harga kopi pada saat itu. Sehingga terpaksa ditutup, sementara
ditutup dari pihak pabrik terpaksa menjaul kopi yang masih
utuh (mentah) sisa dari yang telah dibeli sebelumnya, agar
keuangan stabil dan tidak rugi. (Wawancara dengan Bu Wati
selaku adik dari Bapak Joko Astono). Antara tahun 1976
sampai tahun 1997 menjadi jarak waktu dalam pasang surut
kondisi sosial ekonomi Kota Salatiga yang menjadi kajian
penulis.
D. Kerangka Konseptual
Pada kerangka konseptual ini peneliti menggunakan
pendekatan sosial ekonomi pada kasus perbandingan bisnis
kopitradisional di Salatiga.Dalam penelitian ini menggunakan metode
-
11
penelitian kualitatif untuk lebih mengetahui kualitas dari data
informasi obyektif deskriptifanalitik dari narasumber. Sebelum itu
telah dilakukan proses pencarian dan pemilihan sumber untuk
menggolongkan mana sumber primer dan mana sumber sekunder yang
telah didapat, agar lebih memudahkan dalam penulisan penelitian
selanjutnya.Penekanan pada pedagang yangmana dari etnis Tionghoa
dan orang Muslim, yang terlihat ternyata pada peningkatan peminat
kopi (Wawancara dengan narasumber Joko Astono selaku pemimpin).
Dalam penulisan ini juga memperlihatkan bagaimana kondisi tahun
1997 yang mana naiknya harga kopi, sehingga dampak yang dirasakan
masyarakat yang memproduksi kopi menjadi tidak kondusif.
Akibatnya banyaknya produksi kopi yang mengalami kesusahan
seperti bangkrutnya usaha pabrik kopinya. Kemudian dari pada itu
melihat aktualisasi pemerintah dalam penanganan kondisi sosial
ekonomi yang menimpa masyarakat Salatiga dan sekitarnya.Dalam
pola dasar konsep penelitian ini penulis membahas tentang:
1. Komposisi Etnis
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, tetapi perjuangan
dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia jauh sebelum itu.
Dalam penyebaran komposisi lapisan masyarakat telah diduduki
oleh etnis Tionghoa, Eropa, Arab, India dan pribumi Jawa. Dari
sekian luas geografis Indonesia dari Sabang sampai Merauke
banyak sekali perbedaan keragaman kebudayaan, adat istiadat,
-
12
suku, ras, dan agama yangmana menjadi satu kesatuan dibawah
naungan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Di pulau Jawa, penyebaran dari berbagai etnis telah merata ke
seluruh pulau Jawa sendiri. Dalam pembagian wilayah pada etnis
Tionghoa terkenal dengan kampung Pecinan dan diikuti dengan
pemukiman lainnya dari etnis Arab dan India. Di kota Salatiga
penyebaran etnis mulai semakin meningkat terlihat dalam
perekonomian di pasar tentunya. Meskipun di dominasi oleh etnis
Jawa khususnya Muslim, pada etns lainnya sangat menonjol akan
kehadirannya terutama etnis Tionghoa. Ruang bergerak dalam hal
kemasyakatan pun terlihat, apabila mengunjungi Pasar Raya
Salatiga banyak sekali ditemukan pedagang dari etnis Tionghoa.
Dari Pribumi Muslimlebih dominan berjualan seperti peralatan
sholat, busana muslim dan lainnya yang berkenaan untuk beribadah
umat muslim. Pada etnis Tionghoa mereka justru membuka
peluang akan semua yang telah dicobamulai dari peralatan rumah,
peralatan pribadi, dari yang mentah sampai barang matang ada.
2. Etos kerjaetnis Tionghoa
Objektivikasi (konkretisasainya), telah dijelaskan di muka, dengan
kedalaman proses gerak dialektika fenomena kesadaran moralnya
yang bersumber pada kesadaran diri atau refleksi diri dengan
metode reflektif kritis. Prosesnya itu mengiplikasikan kualitas
moral dan kedalaman atau keluasan jangkauan motivasi dan
-
13
maksud etos pemikirannya juga struktur pemikiran manajemen
selaras dengan efisiensi tujuan etos dagang pada masanya (bidang
perdagangan) baik bagi eksistensi manusiawikerakyatan dalam
ekonomi kerakyatan maupun bagidunia kehidupan atau realitas
sosial Jawa yang dalam kondisi pascakolonial (dalam masyarakat
pluralisme pascatradisional).10
“Perbandingan pemahaman etos dagang Jawa dengan
budaya dagang keturunan Tionghoa. Menurut sistem nilai
moral Tionghoa, seorang karyawan diharap sebagai
pengikut, penurut, dan acapkali sebagai seorang yang tidak
perlu melakukan banyak pertanyaan. Seorang pemimpin
dianggap segalanya, paling pandai dari suatu kelompok.11
Pertanyaan dan pendapat berbeda dianggap sebagai sikap
mengganggu harga diri pemimpinnya. Perilaku yang
otoriter diharapkan datang dari superior sedangkan
bawahan hanya bersifat pasif saja.12
Chan dan Moore
menjelaskan, sikap masyarakat Tionghoa terhadap
lingkungan cenderung menerima daripada berusaha
mengubahnya. Mereka mencari kecocokan dirinya
kesamaan bagi suatu tindakan yang bisa membuat
keharmonisan lingkungan.”13
“Menurut Hana dalam budaya Tionghoa dikenal dengan
utang budi merupakan suatu bentuk kerjasama dalam
jangka panjang. Hubungan kerja sama selalu didasarkan
pada kekeluargaan, perdagangan yang dibangun oleh
keluarga-keluarga Tionghoa berdasar kepercayaan pribadi
atau guanxie yang berarti ikatan manusia bersifat pribadi,
khas, dan non-ideologis, tetapi berdasar pada kesamaan
identitas. Kesamaan tersebut akan lebih diprioritaskan di
lingkungan keluarga, marga, dan atau keturunan dalam
10Daryono. Etos Dagang Orang Jawa Pengalaman Raja Mangkunegara
IV.(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007). hlm 268.
11
Stepen Martin, Industri Economic, Economic Analysis and Public Policy,
(New York: MacMillan Publ. Company, 1989), hlm xxi.
12
Ibid., hlm 75.
13
Nikhilesh Dholakia (ed.), Marketing as If Cultur Mattered, (University
of Rhode Island: University of Rhode Press., 1987), hlm 55.
-
14
Tionghoanya baru kemudian kearah kesamaan yang lain
misalnya agama atau daerah.”14
Masyarakat etnis Tionghoa harus menjadi pribadi penurut,
maksudnya dalam bekerja harus loyal akan tanggung jawabnya
terhadap atasan mereka. Keluarga etnis Tionghoa lebih dominan
bekerja sama pada dasar persamaan identitas sehingga mampu
memaksimalkan usaha mereka dalam keseharian. Bukan karena
agama atau daerah dalam mempengaruhi konsep usaha.
Masalah terpenting pada kecenderungan etos dagangnya etnis
Tionghoa itu kaitannya pada kondisi perekonomian sekarang, yaitu
dalam etika pasar bebas dan perekonomian global,
berkecenderungan ke dalam dua hal yang kurang. Pertama, kurang
realistis dan rasional, dan kedua, kurang sesuai dengan identitas
budaya dan pengalaman keagamaan (Islam) Jawa yang dalam
masyarakat pasca-tradisional. Kemungkinan lain masalah pada etos
dagang Jawa dalam pemikiran Sri Mangkunegara IV sebagaimana
dikaji di sini, kiranya pantas menawarkan diri sebagai bagian
alternatif pemecahannya. Misalnya, pertama-tama, dua pihak itu
(etnis Tionghoa dan Jawa) sebaiknya selalu melakukan proses
pemberdayaan dialogis partisipasif transendental dalam dunia
kehidupan atau realitas sosial sesuai pada masanya tersebut. Kedua,
proses itu terkait erat antara pendidikan dan pengalaman
14Hana Tjandradiredja,.. op. cit. hlm 143.
-
15
keagamaan (Islam) Jawa sesuai pada masanya.15
Kemudian adanya
sifat pragmatis saat etnis Tionghoa selalu berfikir untuk membuka
berbagai peluang dalam meraup keuntungan serta dinamis dalam
berwirausaha. Selalu menerapkan etos kerja mereka pada setiap
bisnis yang didirikannya.
3. Etos kerja orang Muslim
“Seperti yang dikatakan Budi Paramita, sikap yang
dikembangkan orang Jawa adalah sikap realistis, yaitu
rasional, dengan mempehitungkan untung rugi, konsisten
dalam prinsip serta berfikir logis dalam meninjau masa
lampau maupun masa depan, memiliki keinginan dan
keberhasilan, kepahlawanan, keyakinan dan konsekuen atas
keuntungan materi. Berlawanan dengan sikap itu adalah
sikap yang lebih feminin dalam dagang, yaitu aktifitasnya
lebih mempertimbangkan maksud yang dinginkan tanpa
pertimbangan materi atas suatu tindakan, lebih
mementingkan hubungan teman, menekankan masa
lampaunya dari pada masa depan, berperilaku sederhana,
mempertimbangkan yang lemah dan mementingkan mutu
kehidupan lebih langgeng lebih sama rata.”16
Dalam berdagang setiap orang akan mementingkan
bagaimana kinerja bisnisnya berjalan lancar. Pemahaman akan etos
dagang pasti akan mencapai cita idealnya bagi para pedagang.
Diharapkan etos kerja yang telah berjalan dari etnis Tionghoa
maupun orang Muslim akan cenderung meningkat terutama dalam
aspek penjualan, keuntungan serta pelanggannnya. Kiranya cukup
baik menjadi acuan tantangan pemikiran etos kerja dan menjadi
15Daryono. op. cit., hlm 308.
16
Budi Paramita, Struktur Organisasi di Indonesia, (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1985), hlm 77.
-
16
sumbangsi pemikiran dalam perekonomian Jawa tentunya.17
Jika
dilihat dari aktualisasi etos kerja orang Muslim terlihat bersifat
aksetis dalam artian mereka ingin mempertahankan prinsip mereka
yaitu menjaga amanah yang ada dan menjalankan usaha apa yang
telah di beri oleh Tuhan. Selalu sederhana dalam artian usaha yang
dilakukan hanya untuk mencukupi apa yang kurang dalam
keseharian dan tidak berorientasi pada keuntungan yang lebih
besar.
4. Kompetisi
“Pengertian usaha (bisnis) adalah itilah yang sering muncul
dalam brbagai literatur yang menuliskan perihal aspek
hukum persaingan bisnis. Persaingan berasal dari bahasa
Inggris yaitu competition yang artinya persaingan itu
sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, dan kompetisi.
Persaingan itu adalah ketika organisasi atau perorangan
berlomba untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti
konsumen, pangsa pasar, peringkat survei, atau sumber
daya yang di butuhkan.”18
Secara umum, persaingan bisnis adalah usaha atau kegiatan dimana
kelompok atau sesorang berlomba dalam menawarkan produk yang
dimiliki kepada orang lain (konsumen).
5. Pengertian etos
Kata etnis berasal dari kata ethos yang dalam bahasa Yunani
berarti ”masyarakat” (Abdullah, 2005: 193). Etnis adalah golongan
masyarakat yang didefinisikan secara sosial berdasarkan berbagai
17Ibid. hlm 310.
18 Mudrajad Kuncoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetiti,
(Jakarta: Erlangga, 2005). hlm 86.
-
17
macam karakteristik kulturnya. Etnisitas atau kesukubangsaan
(Tumanggor, 1020: 110) selalu muncul dalam konteks interaksi
sosial pada masyarakat majemuk.19
Banyak ahli telah memberikan
pengertian tentang etos kerja ini sebagai suatu sikap mendasar dan
ide pokok yang senantiasa berpengaruh besar terhadap kerja. Etos,
menurut Geertz adalah : “the underlying attitude toward themselves
and their world that life reflects”. Etos adalah sikap mendasar
terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. (Taufiq Abdullah,
1987, hal 3).20
“Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang berarti usaha.
Bagian dari kegiatan ekonomi, bisnis merupakan aspek
penting dalam kehidupan yang pasti semua orang
mengenalnya, karena itu ada sebuah adigium, bisnis adalah
bisnis. Jadi, bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang
dilakukan dalam produksi, menyalurkan, memasarkan
barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia, baik dengan
cara berdagang maupun bentuk lain dan tidak hanya
mengejar laba.”21
Berbisnis merupakan salah satu ajaran Islam. Berbisnis yang
digolongkan dalam perintah bekerja atau bermuamalah. Dalam
Islam, perintah bekerja atau berbuat untuk memperoleh dan
menghasilkan manfaat atau nilai tambah (rezeki).22
Sehingga dapat
19
Arisetya,Dian. Skripsi. Persepsi etnis tionghoa sebagai kelompok
Minoritas terhadap etnis non-tionghoa dalam Politik multikulturalisme (studi di
kelurahan metro). (Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung:
Bandarlampung, 2015). hlm. 13.
20
Jurnal Penelitian Agama, Media Penelitian dan Pengembangan Ilmu-ilmu
Agama. Nomor 3, Januari-April 1993, (Yogyakarta: Balai Penelitian P3M IAIN
Sunan Kalijaga.1993), hlm. 38.
21
Abdul Aziz, Etika Bisnis Prespektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013),
hlm 31.
22
Zahroh, Fathimatuz dan Muhammad Nafik H.R. Jurnal JESTT Vol. 2 No.
9 September 2015. Nilai Fathonah Dalam Pengelolaan Bisnis Di Pesantren Mukmin
-
18
disimpulkan, secara garis besar persaingan bisnis adalah kegiatan
dalam berlomba untuk menawarkan barang atau jasa dengan cara
berdagang yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi
kebutuhan diri. Kelompok atau perorangan dalam berbisnis selalu
tidak lepas akan adanya produk dan pasar. Produk secara umum
adalah barang atau benda yang ditawarkan kepada seseroang,
yangmana biasanya orang-orang menawarkankanya di pasar.
6. Pengertian Muslim
“Muslim secara etimologi merupakan bentuk fa’il
(subyek/pelaku) dari kata kerja asmala-yuslimu-Iislaman. Karena
hanya sebagai subyek dari perbuatan isslam, maka pengertiannya
tergantung pada pengertian Islam itu sendiri.”23
Pada dasarnya ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter
manusia yang memiliki sikap perilaku yang sombong dan adil
dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri,
manusia dengan orang lain (masyarakat), bahkan manusia dengan
Tuhan.24 Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang yang
bereputasi internasional dan mendasarkan bangunan bisnisnya
kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Perilaku Rasulullah yang
jujur, tranparan dan pemurah merupakan kunci keberhasilannya
Mandiri Sidoarjo, (Surabaya: Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Airlangga,
2015) hlm. 745.
23
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:
Djambani,1992), hlm. 701. 24
Ibid.hlm. 750.
-
19
mengelola bisnis Khadijah ra. Dengan dasar itu, beliau membengun
sistem ekonomi ilam yang tercerahkan.25
E. Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka peneliti menemukan kasus-kasus yang
sama satu tema tetapi berbeda dalam sudut pandang, seperti berikut:
Skripsi karya Surya Purnama (Universitas Negeri Semarang,
2009) berjudul Interaksi Sosial Antara Etnis Cina Dan Etnis Jawa Di
Kudus Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1950-1965) yang berisikan
tentang penyebaran etnis Tionghoa di Kudus. Skripsi ini memberikan
informasi tentang perilaku ekonomi etnis Tionghoa pada masa
Demokrasi Terpimpin lebih banyak di bidang agraria, etnis Tionghoa
masih dibatasi kepemilikannya. Akibat kondisi jamas Malaise, ada
pergeseran peran ekonomi tertentu terutama dari kuli perkebunan
menjadi tengkulak, pedagang ikan, atau pemilik penggilingan beras.
Juga munculnya dominasi dalam perdagangan eceran oleh etnis
Tionghoa. Dalam interaksi antara etnis Tionghoa dan etnis Jawa di
Kudus mulai dari adanya keikutsertaan etnis Tionghoa dalam
organisasisosial kemasyarakatan dan didominasi oleh penduduk
pibumi (etnis Jawa). Persamaan pada penelitian penulis pada pelaku
yaitu etnis Tionghoa, dan perbedaan pada pelaku kedua dan spacial
25
Ibid. hlm. 747.
-
20
penelitian. Pada karya Surya Purnama pelaku kedua adalah masyarakat
di Kudus, jika penelitian penulis yaitu masyarakat di Salatiga.
Tesis karya Muh. Syafiul Hafidh (Universitas Islam Negeri
Sunan Kaliyaga, Yogyakarta, 2015) berjudul Relasi Bisnis Komunitas
Muslim Jawa Dengan Komunitas Tionghoa Di Pekalongan yang
berisikan tentang perbedaan penerapan sistem perilaku bisnis antara
komunitas Tionghoa dan Muslim Jawa di Pekalongan serta relasi
keduanya. Tesis ini membeikan ulasan mengenai strategi bisnis dalam
etnis Tionghoa, terlebih untuk bertahan hidup.Dalam perkembangan
ekonomi perdagangan di Pekalongan etnis Tionghoa membuat kerja
sama dengan Pribumi setempat, terkait masuknya pendatang baru,
ancaman produk pengganti, kekuatan tamawar menawar. Sehingga
kerja sama terjalin dan dijadika bagian dari usaha menjaga hubungan
baik diantara keduannya. Pada tesis ini memiliki persamaan pada
pelaku yaitu komunitas Tionghoa dan Muslim, perbedaanya pada
variabel relasi dalam bisnis. Jika pada penelitian penulis lebih
mengarah pada persaingan bisnis (pola bisnis) diantara kedua pelaku,
spacial dalam tesis ini di pekalongan, jika penulis di Salatiga.
Skripsi karya Ferdi Zulmi Pratama (Universitas Andalas
Padang, 2011) berjudul Analisis Migrasi Desa Kota Dan
Perkembangan Sektor Informal Di Kota Padang. Skripsi ini berisikan
tentang migrasi desa kota diukur dengan minat dan tidak minatnya
tenaga kerja (pedagang) melakukan migrasi. Adanya kesenjangan
-
21
anatara daerah pedesaan dengan daerah perkotaan telah mendorong
sebagian besar penduduk bermigrasi, serta dirasakan kurangnya
sumber penghidupan yang layak. Skripsi ini lebih mengarah pada
analisis karakteristik demografi dan sosial ekonomi pedagang di
Padang. Terlebih analisis pada pengaruh faktor umur, pendidikan, dan
status perkamwinan. Berbeda dengan penelitian penulis lebih pada
pola pikir perekonomian dalam berdagang. Kesamaan dalam skripsi
karya Ferdi ialah sama-sama mengenai faktor berdagangyang
dilakukan oleh masyarakat.
Skripsi karya Ika Oktavianti Paramita (Universitas Veteran
Jawa Timur, 2014) yang berjudul Uji Komparasi Konsumen Pembeli
Kopi ABC dan Torabika Susu di Jawa Timur. Skripsi ini menjabarkan
mengenai tingkat peminat terhadap kedua kopi tersebut kemudian
dilakukan analisis. Kemudian memperlihatkan analisis tingkat
peminat di warung kopi dengan berusaha membuat konsep kedai kopi.
Kemudian memperlihatkan perbandingan anatara kedua kopi dari
tingkat peminat hingga peringkat perkembangan kedua kopi, dan itu
menjadi persamaan terhadap penelitian penulis. Keunggulan
dibanding karya ini, penulis mencoba membandingkan tingkat skala,
kwalitas serta etos dalam berdagang dari dua etnis yaitu Tionghoa
dengan orang Muslim.
-
22
F. Metode Penelitian
Langkah awal yang dilakukan penulis ialah pemilihan topik
atau tema, seperti yang disampaikan oleh Kuntowijoyo (1992:92)
berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan inetelektual.
Pemilihan topik harus memuat unsur Sejarah dan Islam. Penelitian
memuat kesejarahan Kota Salatiga dan keberadaan umat muslim di
Salatiga. Pemilihan topik ini lebih pada kedekatan emosional penulis
terhadap Kota Salatiga dan sekitarnya. Dalam penelitian ini
menggunakan metodologi sejarah yang digunakan oleh para
Sejarawan. Diantaranya metode heuristik, verifikasi, interprestasi dan
historiografi, yangmana sebagai berikut:26
1. Metode pencarian sumber (Heuristik)
Metode heuristik merupakan langkah untuk mengumpulkan
sumber-sumber (sources) atau bukti-bukti (evidences) sejarah,
dalam memasuki lapangan (medan) penelitian. Di lapangan ini
kemampan teoritik yang bersifat deduktif-spekulatif sebagai
tertuang dalam proposal atau rancangan penelitian akan diuji.27
Dalam metode ini, penulis melakukan pencarian sumber literatur
yang memiliki kesamaan tema dengan penilitian penulis. Dalam
pencarian sumber tersebut seringkali peneliti terhambat akan
kandungan dari literaturyang ada dan keberadaan dari sumber
tersebut. Peneliti mencari sumber ke Perpustakaan Jurusan Sejarah
26 Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. (Yogjakarta: Ombak).
hlm. 51.
27
Ibid. hlm. 51.
-
23
dan Peradaban Islam IAIN Salatiga memperoleh buku tentang
metodologi sejarah. Kemudian Arsip dan Perpustakaan Daerah
Salatiga mendapat foto dan buku-buku yang mendukung tema
penulis. Penulis juga ke Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Salatiga
yangmana memperoleh data-data tentang geografis, populasi etnis
dan data tentang ketenagakerjaan Kota Salatiga. Kemudian penulis
juga melakukan wawancara ke beberapa narasumber pemilik
pabrik pembuatan kopi tradisional untuk mendapatkan deskripsi
kesejarahan dari obyek yang dijadikan penelitian oleh penulis.
Peneliti juga menggunakan Metode Sejarah Lisan dengan
melakukan wawancara, yang dilakukan dengan para
narasumber/informan terkait judul. Wawancara merupakan usaha
mengumpulkan keterangan dan informasi tentang kehidupan
manusia dalam suatu masyarakat. Adapun pelaksanaan dari
wawancara ini menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin
yang dimaksud disini adalah bentuk pertanyaan yang diajukan
kepada informan bersifat terbuka dan terarah. 28
2. Metode kritiksumber (Verifikasi)
Metode verifikasi merupakan langkah mengadakan kritik terhadap
sumber yang didapat setelah pemgumpulan sumber. Bersamaan
dietemukannya sumber-sumber sejarah sekaligus dilakukan uji
validasi sumber. Uji validasi sumber-sumber sejarah inilah yang
28Nurcahyo,Daud Ade. Skripsi. Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis
Tionghoa. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2016) hlm. 18-19.
-
24
dalam penelitian sejarahlebih dikenal sebagai kritik sumber
sejarah.29
Metode ini peneliti mengelompokkan sumber-sumber yang telah
didapatkan. Ada dua klasifikasi sumber yaituyang pertama kritik
internal tentang kredibilitas isi dari sumber-sumber referensi,
sehingga peneliti labih fokus agar berkwalitas. Kedua kritik
eksternal mengkaji tentang outensitas sumber mengenai kertas,
tinta, bentuk tulisan, tinta, dan sebagainya.
3. Metode analisis dan sintesis (Interprestasi)
Interprestasi berasrti menafsirkan atau memberi makna kepada
fakta-fakta (facts) atau bukti-bukti sejarah. Fakta-fakta atau bukti-
bukti sejarah dijadikan sebagai skasi (witness) realitas dimasa
lampau, untuk mengungkap makna dan signifikansi diri dan
memperkuat informasi.30
Dilihat dari sudut pandang yang pertama dengan sudut pandang
dari sisi yang lain atau sisi-sisi yang berbeda. Sesorang harus
menyimpulkan data dan melakukan pemaknaan terhadap data yang
telah ditemukan. Seseorang memberikan pemaknaan dan uraian
yang benar sesuai sumber dan fakta yang ada. Peneliti harus
berimajinasi yang apa yang akan terjadi setelah dikumpulkannya
sumber-sumber yang didapat agar menjadi satu kesatuan utuh
untuk ditulis dalam tahap berikutnya.
29Ibid. hlm. 64.
30
Ibid. hlm. 81.
-
25
4. Metode penulisan sejarah (Historiografi)
Setelah melakukan interpretasi pada sumber-sumber yang ada,
tahap penelitian sejarah selanjutnya ialah penulisan sejarah.
Penulisan sejarah atau hitoriografi merupakan langkah akhir
seorang sejarawan dalam melakukan penelitiannya dengan
membangun karya tulis. Dalam penulisan sejarah ini aspek
kronologi sangatlah penting. Tulisan sejarah ini berdasarkan
rentetan waktu peristiwa yang terjadi. Penyajian hasil penelitian
dalam bentuk tulisan ini mempunyai tiga bagian utama, yaitu
pengantar, hasil penelitian, dan simpulan.31
G. Sitematika Penelitian
Pada sitematika penulisan ini berisikan mengenai uraian
tentang gambaran umum tema yang ditulis oleh penulis antara lain:
Bab I PENDAHULUAN adapun latar belakang, berisikan
mengenai gambaran dan sinopsis sebuah kopi pada umumnya. Memuat
sebab-sebab yang jelas, adanya berita mengenai kopi Babah Kacamata
tercantum didalamnya. Pada rumusan masalah, berisikan tentang
persoalan yang muncul dari latar belakang. Pada tujuan dan ruang
lingkup menjawab dari permasalah yang ada sebelumnya, kemudian
menjawab maksud dan keinginan yang ingin dicapai dalam penulisan.
Ruang lingkup berisi tentang spasial yang menceritakan letak dan
31 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Benteng, 2005).
hlm. 100.
-
26
alamat, dimana dilakukan penelitian dan alasan mengambil tema
tersebut. Kemudian ada temporal menceritakan kesenjangan waktu dan
kepan penelitian itu mulai dan berkembang di masyarakat. Pada
tinjauan pustaka menceritakan mengenai buku, tesis atau skripsi yang
memiliki tema sama dan mencantumkan kedalamnya meliputi,
pengarangnya, tahunnya, karyanya dan isinya. Pada metode penelitian
tentang cara bagaimana mendapatkan informasi mengenai tema
tersebut dan terakhir adalah sistematika penulisan.
Bab II KOTA SALATIGA, POPULASI ETNIS DAN
KEADAAN SOSIAL EKONOMI DI SALATIGAberisikan tentang
sejarah dan populasi etnis (orang Muslim, etnis Tionghoa, kondisi
sosial, ekonomi dan budaya Kota Salatiga mengenai keadaan
masyarakatnya.
Bab III PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI
SALATIGAmemperlihatkan perkembangan terhadap industri kopi
tradisional disekitar Salatiga, kemudian dampak industrikopi bagi
masyarakat Salatiga, dan krisis moneter di Salatiga.
Bab IV PERBANDINGAN BISNIS KOPI DI SALATIGA
mengenai sejarah pabrik-pabrik kopi, etos bisnis pabrik kopi dari etnis
Tionghoa dan etnis Pribumi Muslim, dan analisis penelitian.
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN berisikan kesimpulan
merupakan jawaban dari permasalahan yang ada, dan memberikan
saran agar menjadi sempurna akan tulisan tersebut.
-
27
BAB II
Gambaran Umum Kota Salatiga
A. Sejarah Kota Salatiga
Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Penetapan Hari Jadi Kota
Salatiga di Bab II tentang Hari Jadi Kota Salatiga pasal 2:
1. Hari jadi kota salatiga berdasarkan Prasasti hamparan Plumpungan
dengan Sakakalatita 672/4/31/ Sukrawara;
2. Berdasarkan perhitungan surya sengkala sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini yang bertepatan Hari Jum‟at Tanggal 24
Juli 750 M ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Salataiga.32
Proses pertumbuhan bisa diawali dengan “babad alas” yang
dilakukan sesorang tetapi dapat pula dilakukan secara berkelompok
yang kemudian membentuk suatu perkampungan, desa, kota,
(misalnya: pasukan Wijaya yang membuka hutan Tarik, yang pada
akhirnya berubah menjadi ibukota Kerajaan Majapahit). Lama
kelamaan desa itu berkembang menjadi kota, yang mempunyai status
administrasi secara tegas. Demikianlah halnya dengan pertumbuhan
Kotamadya Salatiga. Memahami pemunculan yang secara evolusi itu,
yang mengkisahkan tentang proses awal pemunculannya.33
32
Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga. Kantor
Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. hal. xviii.
33Ibid. hal. 2.
-
28
Dasar penetapan hari jadi Kota Salatiga didasarkan pada suatu
kesamaan persepsi Penetapan Hari Jadi Kota Salatiga ini bukan
pekerjaan yang mudah. Lebih-lebih perhatian terhadap hari jadi
sendiri terhitung lambat, bila dibandingkan daerah lain, di Jawa
Tengah. Pada kenyataanya, keberadaan Salatiga merupakan kesatuan
wilayah administrasi warisan dari sejarah pada masa Pemerintahan
Hindia Belanda. Bagi Salatiga menjadi wilayah administratif
berdasarkan surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda
tanggal 25 Juni 1917 didirikan Staads Gemeente Solotigo.34
Nama Salatiga, berbicara tentang asal-usul nama Salatiga,
secara historis (epigrafis) dapat diketahui dari batu Prasasti
Plumpungan (Hampra) juga menyebutkan seorang tokoh putri
bernama sang Siddhadewi, yaitu seorang putri yang memilki
kemampuan supranatural. Dalam agama Jaina dikenal Dewi Trisala
yang melahirkan pendiri agama Jaina bernama Mahawira. Meskipun
agama Jaina tidak berkembang pesat di Indonesia tetapi tokoh dewi
yang sangat mulai itu di kenal di Indonesia, terutama di Salatiga, hal
ini terbukti dalam Prasasti Plumpungan yang menyebutkan nama
Siddhadewi. Nama Siddhadewi yang dimaksud adalah Dewi Trisala.35
Dalam buku Edy Supangkat berjudul Skets Kota Lama dalam
legenda kota Salatiga yang dikenal dalam kisah Babad Demak. Babad
34
Ibid. hal. 4. 35
Ibid. hal. 86-87.
-
29
Demak menceritakan tentang perjalanan Ki Ageng Pandanaran (1575)
dengan istrinya, sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa Nyi
Ageng Pandanaran dirampok perhiasannya. Nyi Ageng Pandanaran
dibegal oleh perampok di suatu daerah yang disebut Kesongo telah
terjadi peristiwa perampokan, peristiwa tersebut dinamai Salah Tigo
kemudian berkembang menjadi Salatiga. Dalam buku Edy Supangkat
juga menambahkan tentang asal kata Solotigo atau Salatiga itu muncul
beragai banyak versi yang mengatakan bahwa kata itu berasal dari
kata selo: batu dan tigo: batu berubah menjadi Solotigo. Ada juga
yang mengatakan diambil dari ucapan sudah salah masih tega, yang
menjadi salahtega dan menjadi Salatiga. ada juga yang mengatakan
dari salah(nya) tiga orang menjadi Salatiga. Meskipun asal arti dari
kata Salatiga berbagai versi yang pasti dapat kita ambil kesipulan
bahwa Salatiga dapat dilihat dari berbagai cara, mulai dari data
administrasi negara tentang Kota Salatiga, dari buku-buku yang
memang ke-validan diakui.
Salatiga secara astronomis memiliki luas wilayah hampir
17,283 Km2 (Salatiga Dalam Angka tahun 1980) dan wilayah
Kotamadya Salatiga terbentang pada posisi antara 110.2.28‟,37.79”-
11.32.39.79” BT antara 7.17”4”-7.23”48”LS, yang diperhitungkan
dari Meridian O Greenwich dan Equator.posisi semacam ini dan
ditunjang oleh morfologi yang berupa pegunungan, menyebabkan
Salatiga beriklim tropis yang mempunyai suhu rata 23 derajat samapai
-
30
24 derajat celcius. Secara geomorfologis terletak di daerah pedalaman
Jawa Tengah, berada di kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung
kecil lainnya. Di sebelah Selatan terdapat gunung yang kakinya
langsung berpadu dengan pegunungan Telomoyo dan pegunungan
Gajah Mungkur. Perpaduan kaki kedua gunung itu membentuk batas
Barat Daya Salatiga. Di sebelah utara terdapat pegunungan Payung
dan Rong. Sedangkan di sebelah Barat Laut berbatasan dengan Rawa
Pening. Adanya kombinasi lereng dan kaki gunung itu menyebabkan
Salatiga terletak pada dataran yang nampaknya miring ke arah Barat.
Tingkat kemiringanya berkisar 5-10 derajat, sehingga dapat dikatakan
Salatiga merupakan dataran dan sekaligus lereng dari gunung dan
pegunungan yang mengelilinginya. Salatiga terletak pada ketinggian
antara 525-675 meter di atas permukaan air laut.
Secara administrasi Kotamadya Salatiga berada di Provinsi
Jawa Tengah, di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang.
Salatiga mengalami beberapa perubahan luas wilayah. Perubahan
wilayah yang berakhir terjadi pada tahun 1992 dan telah diresmikan
pada tahun 1993. Pemekaran wilayah tersebut adlaah dari 9 kelurahan,
1 kecamatan menjadi 9 kelurahan, 13 desadan, 4 kecamatan. Batas
wilayah dibatasi desa-desa dan kecamatan sebagai berikut:
1. Sebelah Utara: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan
Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.
-
31
2. Sebelah Selatan: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan
dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.
3. Sebelah Utara: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.
4. Sebelah Selatan: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan
dan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.
Berdasarkan telaah klasifikasi iklim daerah Salatiga yaitu
beriklim tropis dengan disertai kemarau yang kering. Suhu rata-rata
tahunan adalah 26,25 derajat celcius. Suhu terendah adalah 23,89
derajat celcius pada bulan Juli, sedangkan suhu tertinggi adalah 31.8
derajat celcius pada bulan Oktober. Curah hujan rata-rata bulanan
tercatat 117,93 mm. Salatiga juga berada pada daerah pengaruh
vulkanisme Merapi Merbabu. Kegiatan Vulkan Gunung Merbabu
bersifat periodik yang berpengaruh terhadap daerah sekitarnya baik
bersifat negatif atau posiitif. Tebaran dari abu-abu vulkanik dapat
menyuburkan tanah subur karena telah berbaur dengan curah hujan
yang cukup.
B. Populasi Etnis di Salatiga
Salatiga merupakan kotamadya yang indah, Salatiga menjadi
kota cantik di tengah-tengah Kabupaten. Kota kecil ini berusia tahun
telah banyak mengalami perkembangan, meliputi infrastruktur kota,
budaya, etnis dan prasarana. Berbicara mengenai etnis, etnis Jawa
merupakan etnis yang paling besarjumlahnya di Indonesia dan secara
-
32
umum banyak mendiami Pulau Jawa. Hal ini lambat laun
memunculkan masalah-masalah kependudukan di pulau tersebut
ditambah lagi dengan kedatangan etnis lainnya yang tentunya dapat
menambah maslah kependudukan di pulau tersebut yakni masalah
kepadatan penduduk.36
Perpadatan penduduk tersebut menjadikan
banyak pola kehidupan terjadi terutama dalam populasi antaretnik.
Salatiga memiliki banyak macam etnis seperti umat Muslim, etnis
Tionghoa, Etnis India dan Etnis Arab. Padahal menurut angka
sementara sensus penduduk 1971, jumlah penduduk Indonesia
sebanyak 119.232.449 jiwa. Diantaranya 19.178.253 jiwa berumur
antara 15-24 tahun.37
Artinya pada tahun 1971 dari total jumlah
penduduk Indonesia telah bercampur dengan berbagai etnik.
Etnik Tionghoa merupakan minoritas di tengah kemajemukan
etnik Indonesia. Pada tahun 1961, diperkirakan ada sekitar 2,45 juta
Etnik Tionghoa atau sekitar 2,5 persen dari total penduduk Indonesia
(Coppel, 1983:1). Sementara itu, Wibowo (2000: XV), menaksirkan
kalau jumlah Etnik Tionghoa sekitar 3 persen. Lebih tinggi dari kedua
taksiran tersebut, Taher (1997:205), menyebut angka 4-5 persen. Dari
segi tempat tinggal mereka, ada perbedaan pola sebaran antar berbagai
pulau di Indonesia. Khusus untuk Jawa dan Madura, presentase
terbesar (78,4%) bertempat tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan
36Erawati. Skripsi. Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Etnis Jawa di
Berastagi (1968-1986) hal 16.
37
Bunga Rampai Soempah Pemoeda (1928-1978). (Balai Pustaka,1978). hal
94.
-
33
sisanya (21,6%) bertempat tinggal di pedesaan (Coppel, 1983:7). Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar Etnik Tionghoa di Jawa dan
Madura berkegiatan ekonomi pada sektor perdagangan dan industri
perkotaan.38
Dari uraian diatas dapat kita lihat perkembangan etnik Cina
tidak hanya di perkotaan saja tetapi di pedesaan pun tersebar luas dan
tidak terbilang sedikit. Dari tahun 1997 meningkat pada tahun 2000
sekitar 3 persen. Etnik Cina lebih menekankan pada sektor ekonomi
seperti perdagangan dan industri lainnya.
Grafik 2.1 Perbandingan Agama dari Tahun 1980-1997
38
Op cit, hlm: 1.
-
34
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
pribumi Muslim sangat dominan terhitung dari tahun 1980. Pada kurun
waktu 5 tahun dari tahun 1980-1985 jumlah orang Muslim selalu
meningkat. Begitu pula dari jumlah non-Muslim yang diantaranya
terdapat etnis Tionghoa. Dari Kristen sendiri mengalami pasang surut
peningkatan kepercayaan, diikuti dengan Katolik, Budha, dan hindu.
Dari sekian tahun dalam pasang surut peningkatan kepercayaan orang
Muslim sangat terlihat. Kemudian pada jumlah penduduk Budha dari
tahun 1985-1990 mengalami penurunan. Akan tetapi, pada survei
tahun 1997 dari setiap agama mengalami peningkatan.
Kemudian, mengapa penulis tidak mendata jumlah pemeluk
agama pada tahun sebelum 1980 karena dari Badan Pusat Satatistik
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
199
5
639
15-1
13
003
115
87-1
13
24
953
4-1
092
5
165
5-1
726
967
-52
7
1990 62239-
63436
11071-
11785
9439-
9356
2240-
1564
385-798
1985 58623-
61912
13727-
11115
7030-
9120
1967-
2464
377-352
/5Tahun Islam Kristen Katolik Budha Hindu
Series1
-
35
(BPS) Kota Salatiga belum mampu menjangkau khasanah arsip secara
utuh. Begitu pula pada etnis-etnis lainnya, sehingga ada kutipan
yangmana.Apabila ditinjau dari struktur rasial, maka penduduk
Salatiga terdiri dari 1306 orang Eropa, 1451 orang Cina (etnis
Tionghoa), 19 orang Arab, 52 orang Timur asing lain dan 126.010
Pribumi. Kepadatan penduduk mencapai 390 orang per Km kubik dari
jumlah wilayah 330 km/kubik (Oostthoek’s Geillustreerde
Encyclopedie, 1932:109-110).39
Dari data diatas dapat diketahui bahwa yang dilakukan tahun
1915, masyarakat di Salatiga berbagai macam kalangan, beditu pula
ras. Salatiga dalam diagram segitiga mengenai stratifikasi
memperlihatkan bahwa orang-orang Eropa yang paling unggul,
kemudian disusul golongan Tionghoa dan Timur Asing lain, dan
terakhit golongan Pribumi/Inlanders. Golongan Muslim hanya menjadi
penduduk kelas 3 dari orang-orang Eropa dan Tionghoa.
Golongan
Eropa
Golongan Cina dan
Timur Asing lain
Golongan Pribumi/Inlanders
39
Maharani,Lutvia. Skripsi. Pengambilalihan Kota Salatiga dari Kekuasaan
Belanda ke Pemerintahan Republik Indonesia tahun 1945-1950. Fakultas Ilmu
Sosial, Jurusan Sejarah. UNNES, 2009. hlm: 42.
-
36
Grafik 2.2 tratifikasi masyarakat Salatiga masa Kolonial.40
Ada banyak sebutan yang diberikan terhadap etnik keturunan
Tionghoa. Dede Oetomo (1991:53), misalnya, mengidentifikasi
istilah peranakan, babah dan tionghoa, yang digunakan untuk
menunjuk keturunan perpaduan antara laki-laki etnis Tionghoa
imigran yang datang ke Indonesia (d.h. Hindia Belanda) sebelum akhr
abad ke-19 dan perempuan lokal atau perempuan yang terlahir dari
hubungan demikian. Secara kultural, peranakan atau babah telah
mengadopsi sejumlah unsur lokal. Sedangkan kategori lain dari etnis
Tionghoa Indonesia adalah totok, yakni imigran yang datang setelah
pergantian abad. Budaya totokmenunjukkan agar kecinaan mereka
secara lebih nyata.41
Etnis Tionghoa di Jawa yang jumlahnya 10 persen dari
penduduk Indonesia, menguasai sekitar 90 persen usaha nasional.
Pentingnya pendidikan dari prinsip etnis Tionghoa dalam wirausaha di
turunkan dari generasi ke generasi. Dominasi ekonomi ini
menyebabkan adanya pembatasan dan tekanan etnik kepada orang
Tionghoa oleh orang Jawa yang umumnya toleran. Para pemimpin
Indonesia berlaku mementingkan politik sehingga mereka melupakan
hampir semua perkembangan ekonomi negara. Akibatnya orang-orang
tidak lagi tertarik untuk membeli baju baru di orang Tionghoa, mereka
membelanjakan gajinya hanya untuk memperoleh makanan.
40
Ibid. hlm. 47. 41
Op cit. hlm. 10.
-
37
Pengusaha Tionghoa berprinsip dengan nilai-nilai keluarganya
yang kuat dan komitmen untuk mempertahankan bahasa dan kultur
Tionghoa. Mereka menjadi kelompok etnis yang bertahan secara
mengagumkan. Etnis Tionghoa dibawa oleh Belanda pertama kali
sebagai buruh dan kemudian sebagai administrator tingkat bawah di
perusahaan Hindia Timur Belanda. Penekanan mereka pada sosialisasi
anak-anaknya untuk mengumpulkan uang. Mencari kesempatan untuk
kepentingannya sendiri di dalam sebuah bangsa yang baru. pernyataan
yang umum di Indonesia adalah bahwa orang-orang Jawa menghargai
tanah, gaya hidup mewah, dan status sosial; sementara orang
Tionghoa menghargai uang, mengejar karier dan pendidikan.42
Masyarakat etnis lain lebih condong pada perilaku orang Jawa
yang cenderung persepsi negatif, lebih dipandang tidak suka terus
terang, berbeda antara ucapan dan tindakan, penuh basa-basi.
Sedangkan etnis Pribumi Muslim lebih memandang orang yang
ramah, hangat, toleran, dansabar. Penelitian dari Supratik (2005: 62)
bahwa nilai-nilai tradisional Jawa sejalan dengan ciri-ciri utama
kolektivisme, yaitu (1) menekankan sifat rendah hati, patuh
pengendalian diri, tidak suka menonjolkan diri, serta mengutamakan
pandangan, kebutuhan dan tujuan kelompok, (2) menekankan status
peran, dan hubungan baik, mengutamakan sikap mendahulukan
42
Williams, Walter L. Mozaik Kehidupan Orang Jawa: Pria dan Wanita
dalam Masyarakat Indonesia Modern. (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1994).
hlm 89-95.
-
38
kepentingan orang lain serta kemampuan menyesuaikan diri dan
menjaga harmoni dengan lingkungan sosial.
C. Kondisi Sosial-Ekonomi di Salatiga
Dimulai ketika awal tahun 1959 kebijakan-kebijakan anti
Tionghoa selama masa pemerintahan Belanda. Saat adanya peraturan
anti Tionghoa pada masa pemerintahan Presiden Soekarno lewat PP
no. 10/1959.43
Muncul kebijakan-kebijakan untuk mengeluarkan orang-
orang Tionghoa di sektor politik dan militer. Orang-orang Tionghoa
didorong untuk membatasi kegiatan mereka di bidang ekonomi. 44
Orang Muslim memanfaatkan keadaan dalam hal perekonomian
dengan membuka usaha dari adopsi yang didapat dari etnis Tionghoa.
Dalam hal sosial-ekonomi yang berkembang di Salatiga banyak sekali
usaha yang telah datang dan berkembang. Dari jumlah pencari kerja
dapat dilihat pada tabel perbandingan angka lowongan pekerjaan
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Perbandingan Angka Pencari Kerja Dan Lowongan
Pekerjaan Yang Tersedia Kota Salatiga.
/5Tahun Angka pencari
kerja
Lowongan
pekerjaan
terpenuhi
1985 3889-4570 299-690
1990 4900-1630 600-106
43
Wibowo, I. Harga yang Harus Dibayar: Sketsa Pergulatan etnis Cina di
Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001). hlm. 4. 44
Ibid. hlm. 24.
-
39
1996 2120-1157 286-1190
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perbandingan angka
pencari kerja dan lowongan sangat berbanding jauh dari hasil yang
didapat. Pada 5 tahun terakhir tahun 1980-1985 angka pencari kerja
sanga tinggi sekitar 3889-4560, tetapi tidak sebanding dengan angka
penerimaan lowongan pekerjaan hanya sekitar 299-690. Tetapi itu
lebih baik dari pada 5 tahun terakhir pada tahun 1990 yaitu pada
penerimaan lowongan pekerjaan hanya sekitar 600-106 saja, dapat
dibilang bahwa hanya 100 tenaga kerja yang terserap dalam dunia
pekerjaan. Kemudian 6 tahun terakhir dari tahun 1991-1996 sangat
berbeda. Hampir sebanding pada angka pencari kerja dan penerimaan
lowongan pekerjaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kurun
waktu 6 tahun teakhir dalam penelitian angka perbandingan pencari
kerja dan lowongan pekerjaan yang terpenuhi terbilang tinggi.
Kemudian sebelum tahun 1980, tidak ada keterangan mengenai data
yang terkait, sehingga penulis menggunakan sumber lain. Karena dari
BPS Kota Salatiga belum mampu memberikan sumber lama.
Sehingga penulis mencoba memaparkan jenis pekerjaan/usaha
penduduk Kota Salatiga sebagai wawasan dari penyerapan tenaga kerja
selain industri. Karena penyerapan tenaga kerja di atas diantaranya
yaitu dari industri makanan/minuman, teknik sipil, teknik listrik,
teknik mesin, ahli hukum, ahli ekonomi, ahli agama, guru, tata usaha
dan kantor dan penjahit. Jika dilihat dari dari semua jenis pekerjaan
-
40
dari BPS belum ada mengenai pekerja industri menengah seperti
pabrik atau toko kopi. Karena minimnya informasi penulis juga
mencoba pada referensi tentang profesi dari etnis Tionghoa seperti
cukong, pedagang kelontong, pedagang perantara, mindring, serta
pedagang borongan atau eceran. Adapun usaha yang terbentuk dan
berkembang sebagai berikut:
1. Cukong
Kehidupan sehari-hari orang Tionghoa diliputi oleh prasangka dan
diskriminasi dalam bidang sosial-ekonomi masyarkat Indonesia.
Apabila bertemu dengan orang yang berpakaian kelas menengah ke
atas, maka itu dapat dikatakan sebagai bos atau cukong. Kata
cukongyang berarti kelompok elite Tionghoa di ekonomi
mempunyai hubungan erat dengan percukongan. Namun di
Indonesia istilah itu digunakan untuk mengacu kepada seorang
usahawan etnis Tionghoa yang bekerja sama dengan anggota elite
pengusaha Indonesia, biasanya tentara atau penjabat tinggi. Cukong
tersebut menyediakan ketrampilan dalam menjalankan usaha dan
memberikan modal, sedangkan elite pengusaha Indonesia
memberikan perlindungan dan berbagai fasilitas kepadanya. Pada
masa kolonial, tidak ada kelas menengah pribumi yang kuat dan
orang Tionghoa terutama yang berada di Jawa berfungsi sebagai
perantara antara Belanda dan penduduk Muslim. Peran orang
Tionghoa sebagai anggota kelas pengusaha berlangsung terus,
-
41
bahkan sesudah kemerdekaan. Sebagai kelas menengah, etnis
Tionghoa berhasil mengumpulkan kekayaan dan pengalaman.45
Sedang orang Muslim yang tidak punya garis keturunan elite
(priyayi) hanya rakyat biasa (abangan) akan menjadi kelas ketiga di
bawah kaum priyayi. Biasanya menjadi tukang, buruh dan pekerja
biasa (pesuruh-suruh). Jika dia seorang priyayi dari kalangan
abangan pastinya telah lama mengabdi akan juragannya.
2. Pedagang perantara
Pedagang perantara merupakan pedagang yang menghubungkan
antara perdagangan besar dan perdagangan kecil yang dimaksud
perdagangan kecil yaitu perdagangan-perdagangan pasar yang
berada di desa, dimana biasanya para pedagang tersebut mengambil
barang dagangannya dari pedagang perantara Tionghoa yang
berada di kota. Dalam arus perdaganagan dari desa ke kota,peranan
pedagang perantara Tionghoa pun cukup diperrhitungkan, terutama
dari hasil-hasil pertanian eksport seperti tembakau, cengkeh dan
lada. Dalam berbagai hal, hubungan antara pedagang perantauan
Tionghoa dengan para petani tersebut melahirkan sistem ijon yang
di kenal sampai sekarang ini.46
Untuk di Salatiga hasil pertanian
yang dikelola adalah kopi, selain kopi ada pula jajanan pasar, atau
makanan ringan semacamnya.
45
Leo Suryadinata. Negara dan Etnis Tionghoa (Kasus Indonesia). (Jakarta:
LP3ES, 2002), hlm 129-130. 46
Mely G. Tan. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. (Jakarta: Gramedia,
1979), hlm 8.
-
42
Seperti yang telah dijelaskan di atas, perdagangan perantara pada
umumnya dikuasai oleh golongan Timur Asing danorang Muslim,
namun dalam hal ini yang palin dominan adalah dari golongan etnis
Tionghoa. Hal ini di karenakan bahwa pada kenyataannya orang
Indonesia pada umumnya, dan khususnya orang Jawa hanya
memiliki jiwa dalam berdagang.47
3. Pedagang kelontong
Pedagang kelontong bagi orang Tionghoa adalah mereka yang
menjual berbagai macam barang. Pedagang klontong ini biasanya
menjajakan barang-barang jadi dan barang klontongan, yang tidak
hanya berkeliling di kota-kota saja, namun sering pula ke desa-desa
dan kampung-kampung yang terpencil untuk menawarkan barang
dagangannya kepada penduduk. Terkadang pula mereka menyewa
kuli pribumi, yang memikul barang-barang mereka dengan pikulan,
atau sering juga dengan bersepeda.48
Dalam berdagang dariorangMuslim ada yang menggunakan
gerobak atau digendong di punggung (bakulan), dengan berkeliling
atau menetap di kios mereka. Dalam prinsip etnis Tionghoa tidak
ada suatu batasan dalam melakukan usaha, begitu pula etnis
Pribumi Muslim selama halal dan bermanfaat bagi masyrakat.
4. Mindring
47
Utomo,Cahyo Adi. Skripsi. Peran Etnis Cina Dalam Perdagangan di
Surakarta pada tahun 1959-1998. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010),
hlm52- 53. 48
Op cit, hlm 43.
-
43
Pedagang klontong biasanya dilakukan bersamaan dengan
pemberian kredit pembeli pribumi, yaitu menjual barang atas dasar
kredit ataupun dengan meminjamkan secara kontan, lepas dari soal
jual beli. Terkadang hal tersebut menjadi aneh, sehingga orang
tidak dapat membedakan antara perjanjian beli atau pinjaman
uang.49
Barang-barang yang telah diserahkan atas dasar pembayaran cicilan
tentu saja itu akan jauh lebih mahal, karena disamping harga
belinya dimasukan pula bunga. Sebagai akibat dari hubungan kredit
inilah terkadang penjual-penjual klontong dari etnis Tionghoa
mendapat nama jelek di kalangan desa, karena kredit yang
diberikan biasanya dengan suku bunga yang tinggi, pedagang-
pedagang klontong ini juga dapat dinamakan sebagai Cina
mindring atau tikang mindring, yang dianggap sebagai lintah darat
dan pemeras.50
Mindring secara umum dikenal masyarakat sebagai
orang yang meminjamkan uang atau lebih diketahui masyrakat
orang yang menjual barang dagangan dengan sistem kredit dan ada
bunganya (tagihan lebih dari harga barang).
5. Pedagang borongan atau eceran
Kehidupan ekonomi orang Tionghoa pada waktu di Indonesia
dimana sebagaian besar pedagang Tionghoa termasuk ke dalam
golongan pedagang pemborong pemborong dan pengecer. Dmikian
49
Op cit, hlm 53. 50
Mely G. Tan. Ibid,.. hlm 44-45.
-
44
pula dengan orang Tionghoa yang berada di Jawa. Sampai yang
berada di desa-desa kecil terdapat toko-toko Tionghoa yang
menjual segala macam barang konsumsi. Selain itu toko-toko
didirikan oleh orang-orang Tionghoa juga terdapat di daerah
perkotaan, dimana toko tersebut hampir mirip dengan toko-toko di
Eropa, tetapi lebih kecil ukurannya.51
Adapula Pribumi Muslim atau
dari Etnis Tionghoa yang membuat toko sekaligus tempat tinggal
mereka yang sering disebut dengan ruko (rumah plus toko).
Sehingga hemat dan sederhana dalam menjajakan dagangannya.
Sedangkan yang dimaksud eceran merupakan sistem bijian dalam
pembelian yang awalnya dari perkodi atau perlusin dari barang
aslinya.
51
Utomo,Cahyo Adi.Ibid,... hlm 45.
-
45
BAB III
PERKEMBANGAN USAHA KOPI OLEH ORANG MUSLIM DI
SALATIGA
Awal mula berdirinya perkebunan kopi di Salatiga, tepatnya
didaerah Getas.52
Berawal dari sistem tanam paksa yang diterapkan
oleh Gubernur Jenderal Johannes Vanden Bosch pada tahun 1830
menjadikansejumlah daerah di Indonesia sebagai sentra-sentra
perkebunan, termasuk Salatiga. Letaknya dikelilingi pegunungan,
menjadikan Salatiga menjadi lokal budidaya tanaman perkebunan,
khususnya komoditi ekspor. Tak heran, selain dikenal sebagai kota
Militer, Salatiga pada masa lalu juga dikenal sebagai Kota
Perkebunan. Sejak 1795, Salatiga dikenal sebagai lumbung kopi bagi
VOC. Hal tersebut tak lepas dari kiprah Pierre Hamar de la
Brethoniere (1794-1872) yang dijuluki De Koffiekoning van Salatiga
(Raja Kopi Salatiga). Selain Pierre Hamar, banyak juga pengusaha-
pengusaha swasta Belanda yang memilih wilayah di sekitar Salatiga
sebagai areal perkebunan mereka. Tak heran jika kemudian banyak
warga Belanda yang menetap di daerah tersebut. Sejak 1903 kawasan
sekitar Salatiga adalah perkebunan kopi terbesar di kepulauan
Nusantara. Kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha perkebunan
52
(Berita) Pemkot Salatiga. http://www.salatigakota.go.id/InfoBerita.
php?id=1145&. Dikutip tanggal 21 Agustus 2017, puku 18.33 WIB.
http://www.salatigakota.go.id/InfoBerita
-
46
lainnya untuk mendirikan perusahan kopi sendiri-sendiri dan semua
itu tersebar di Salatiga dan sekitarnya.
A. Perkembangan Pabrik Kopi Di Salatiga
Dalam berdirinya suatu usaha pasti setiap orang memulainya
dari bawah. Usaha yang dimulai dari nol seseorang akan tahu seberapa
besar usaha yang dilakukan yang diukur dari aspek beberapa hal
seperti laba rugi, jaringan bisnis, produksi, distribusi, dan
pemasarannya. Seseorang cenderung melihat dari aspek-aspek terkecil
dahulu seperti mutu suatu produk yang dijualnya. Dalam setiap produk
pasti ada suatu hal yang harus membuat produk tersebut menjadi laku
dipasaran. Sehingga dibutuhkan inovasi dan kedisiplinan
didalammnya. Berikut aspek-aspek untuk melihat bagaimana
kompetitor dari objek peneliti dalam mengkaji prospek dari pabrik-
pabrik kopi, sebagai berikut:
Tabel 3.3Perbandingan Pabrik-pabrik Bisnis Kopi di Salatiga.
No. Nama
Pabrik
Laba Rugi Jaringan Produksi
/tahun
Distribusi Pemasara
n
1. Babah
Kacamata
Rp.
7.000.000
– Rp
7.500.000
- Cukong-
cukong
toko,
Pedagang
klontongan
4-5
kwintal
Bemo Warung,
toko,
pasar,
warga
sekitar,
2. Kasmi Rp.
1.920.000
Rp.
300.000
Pengusaha
biji kopi
1728 kg Jalan
keliling
desa
Warung,
toko,
warga
sekitar
-
47
3. Arobi Rp.
7.200.000
- Pedagang
klontongan
4
kwintal
Sepeda
motor
(karyawan)
Pasar,
Warung
besar,
toko,
warga
sekitar
Pada tahun 1966 telah didirikan pabrik yang masih tergolong
home industri atau industri rumahan yang bernama Babah. Dalam
perkembangannya Kopi Babah mendapat respon baik dari kalangan
masyrakat kemudian menjadi Babah Kacamata. Babah Kacamata
merupakan kopi yangmana penjualnya kokoh (panggilan Tionghoa
untuk sebutan orang laki-laki/kakek etnis Tionghoa) yang memakai
kacamata. Kemudian ditahun yang sama telah ada pabrik kopi dari
Arobi dari Muslim. Kopi Arobi mendapat pujian pula dari masyarakat
yang memihaknya dan dapat dikatakan cukup besar pabrik miliknya.
Antara tahun 1966-1974 adanya produktifitas yang stagnan dari kedua
pabrik kopi tersebut. Sehingga penulis beralih dan membuat awal
penelitian tahun 1976, ketika dari beberapa pabrik kopi yang
dituliskan penulis telang berjalan.
Kemudian pada tahun 1975 kopi Kasmi telah ada pula, namun
yang membedakan ialah kopi Kasmi hanya di sekitar desa saja yaitu di
Gedangan, Kabupaten Semarang. Pada akhir tahun 1981 pabrik-pabrik
kopi yang ada di sekitar salatiga mengalami pasang surut dalam
bidang ekonomi. Pasangnya dikarenakan kopi tradisonal merupakan
kopi asli dalam proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat
-
48
tradisional misal seperti lesung dari Arobi. Surut karena munculnya
berbagai bisnis kopi tradisional lain dan merek kopi instant yang lebih
praktis lainnya.
Tabel 3.4Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kotamadya
Salatiga Menurut Lapangan Usaha, Atas Dasar Harga Konstan 1993
Tahun 1995-1997. (Tabel 105.1)
S
S
Sumber data : Kantor Statistik Kotamadya Salatiga
Pada akhir penelitian, tahun 1995-1997 ternyata banyak sekali
indutri pengolahan tersebar di kota Salatiga. Angka yang paling tinggi
ditunjukan pada tahun 1997 mencapai 50.113.07 industri mulai dari
industri kecil, menengah dan besar. Kemudian ditahun sebelumnya
tahun 1996 mencapai 50.092.84 industri. Lebih sedikit tahun 1995
mencapai 45.926.67 industri yang tersebar di Salatiga. Pada setiap
tahunnya hampir menunjukkan kenaikan angka pada jumlah industri
pengolahan diatas.Selisih yang terlihat pada tahun 1995-1996
menunjukan angka industri dan tahun 1996-1997 menunjukan aangka
industri. Lebih banyak tahun dari pada tahun. Jika dilihat selisih dari
kenaikan industri ysng ada tidak begitu banyak, tetapi memberi
No. Lapangan Usaha 1995 1996 1997
(0) (1) (2) (3) (4)
(1.) Industri
Pengolahan
45.926.67 50.092.84 50.113.07
(2.) Jasa-jasa 58.283.48 64.419.78 65.974.59
-
49
suasanasedikit berbeda. Orang-orang cenderung lebih meningkatkan
daya produk tinggi akan produk yang akan ditawarkan.
Perkembangan yang signifikan terjadi dari tahun ke tahun
berjalan secara stagnan dalam artian pabrik-pabrik kopi tersebut tidak
mengalami kemajuan atau kemunduran. Hanya saja pada produksi
kopi tradisional tersebut pada awal berdiri hingga berjalanya waktu
hingga pada saat adanya krisis monneter, mereka sudah kalah saing
dengan produk kopi instant dalam skala besar seperti ABC, Torabika,
Kapal Api, dan Nescafe. Sehingga banyak pabrik produksi kopi bubuk
tradisional gulung tikar seperti kopi produk Layar, Daun, dan Wong
Yong Wa yang semuannya milik orang Tionghoa dan Katolik.
B. Dampak Bisnis Kopi bagi Masyarakat Salatiga
Berikut dampak-dampak dari adanya bisnis kopi, adapun yang
terkait lebih mengarah pada manfaat adanya bisnis kopi, seperti adanya
perkebunan-perkebunan dan pabrik-pabrik kopi sangat bermanfaat bagi
penduduk sekitar untuk mendapat bekerja. Dengan kata lain telah
terbuka lapangan kerja, sehingga mengurangi angka pengangguran,
sebagai berikut:
1. Perkebunan Kopi
-
50
Tabel 3.5 Daftar Perkebunan-Perkebunan Yang Terdapat Di Sekitar
Salatiga Tahun 1924.53
53
Widyastuti,Dyah Ndari. Skripsi. Dinamika Kehidupan Perusahaan
Otobus Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO) di Salatiga Tahun
1950-1960. (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011), hlm 22.
No Onderneming Pemilik Letak Jenis
Tanaman
1. Ampel
Gading
HA. Narten
Semarang
8 km dari
stasiun
Ambarawa
Kopi
2. Banaran NV.
Semarangsche
Adm. Mij
Semarang
1 km dari
stasiun
Germawan,
Magelang,
Ambarawa
Kopi
3. Jati Runggo N.V. Cult Mij Jati 17 km dari
stasiun
Willem
Karet, kopi,
coklat
4. Gesangan Ny. Smit Sibinga
Kelk Wijnschenk
11 km dari
stasiun
Tuntang di
Desa Gubug
Jati
Karet, kopi
5. Getas NV. Landb. Mij
Getas
4 km dari
stasiun
Bringin
Kopi,
kapuk,
karet
6. Gondang A.J. Lamster
Ampel
14 km dari
stasiun
Boyolali
Kopi
-
51
SSumber Data: Ismet Daftar Tanah Perkebunan-perkebunan di
Indonesia.Bandung: Penerbit Sinar Bandung, 1970, hlm 61.
Pada tahun 1924 telah berdiri banyak perkebunan-perkebunan kopi di
sekitar Kota Salatiga, sehingga memungkinkan para pengusaha pabrik
kopi untuk membeli kopi mentah. Dari hasil perkebunan tersebut
telah menjadi ladang peker
top related