presus anestesi
Post on 28-Jan-2016
24 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kuratase merupakan prosedur operasi ginekologi minor yang paling banyak di
lakukan baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus
maupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus ginekologi.
Prosedur ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang membutuhkan tindakan
kuratase bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted ovum, plasenta rest, dan
kehamilan anggur. Ada juga yang ditujukan untuk diagnostic seperti biopsy
endometrium (Bagus, Ida 2001).
Tindakan kuratase merupakan prosedur yang memakan waktu tidak terlalu
lama karena itulah makan diperlukan teknik anestesi yang dapat menghasilkan waktu
pulih yang singkat tetapi tingkat sedasi dan analgesic yang adekuat sehingga TIVA
(Total Intravenous Anesthesia) menjadi pilihan yang lebih sering digunakan
dibanding inhalasi.
TIVA adalah teknik anestesi dimana induksi dan rumatan anestesi dicapai
melalui obat-obatan yang diberikan lewat jalur intravena saja dan menghindari
pemakaian agen volatile ataupun N2O. (Ikbal, 2012).
Pada laporan kasus ini akan membahas penggunaan anestesi umum dengan
teknik TIVA pada pasien perempuan berusia 52 tahun dengan diagnosis bedah
hyperplasia endometrium dan diagnosis anestesi ASA I, pembedahan yang dilakukan
adalah kuratase dan histereskopi.
1
BAB II
STATUS PASIEN
II. 1 Identitas Pasien
Nama : Ny. H
No. RM : 173774
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 28 April 1963
Usia : 52 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
II. 2 Anamenis
Keluhan Utama : Ingin Punya Anak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang untuk program punya anak, pasien menikah pada usia 52
tahun dengan suami usia 40 tahun. Frekuensi berhubungan 2-3 kali seminggu,
pasien baru 1 tahun menikah, pasien mengaku haid sudah mulai tidak teratur.
HT (-), Jantung (-), Paru (-), DM (-), Gigi palsu (-), Gigi goyang (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kista Bartolini kiri , riwayat schizophrenia residual.
Riwayat Operasi :
Post insisi kista bartonlini kiri (25/11/15) tidak di anestesi.
Riwayat Menstruasi : Menarche usia 11 tahun, teratur, 4-5 hari
Riwayat KB : tidak ada
2
II. 3 Pemeriksaan Fisik
Gambaran umum Pasien
Keadaan umum : baik
Tingkat Kesadaran : CM GCS : E4M6V5
BB : 52kg
TB : 160 cm
Tanda Vital
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/m
RR : 18 x/m
Suhu : 36oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjuntiva tidak anemis (-/-), sclera tidak ikterik (-/-)
Hidung : Nafas Cuping Hidung (-), Perdarahan (-), Lendir (-)
Mulut : Mallampati 2
Telinga : Sekret (-/-)
Leher : tidak tampak pembesaran KGB
Thoraks
Paru
I : gerakan dada simetris saat statis dan dinamis
P : taktil fremitus kedua paru simetris
P : Sonor di semua lapang paru
A : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronkhi -/-
3
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis
P :
Batas Kanan Atas : ICS II Linea Parasternal dextra
Batas Kanan Bawah : ICS IV Linea Parasternal dextra
Batas Kiri Atas : ICS II Linea Parasternal sinistra
Batas Kiri Bawah : ICS IV Linea Parasternal sinistra
A : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : datar, ascites (-)
A : bising usus (+)
P : Supel, Nyeri tekan (-)
P : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Status Ginekologi
Inspeksi : Vulva Uretra tenang, tampak bekas insisi benjolan kista
bartolini, tidak tampak perdarahan dan pus
RVT : porsio kenyal, posterior, pembukaan tidak ada, parametrium
lemas, CVT (-) membesar, tidak teraba massa intra lumen.
RT : Spingter ani tebal, mukosa licin, tidak teraba massa
intralumen.
4
II. 4 Pemeriksaan Penunjang (12/11/2015)
Jenis PemeriksaanHasil
Nilai RujukanSaat ini
Hematologi
Hemoglobin 13,4 12-16 g/dL
Hematokrit 39 37-47 %
Eritrosit 4,8 4,3-6,0 juta/ uL
Leukosit 10730 4800 – 10800 /uL
Trombosit 463000 * 150000 - 400000
Hitung Jenis :
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 3 1-3 %
Batang 2 2-6 %
Segmen 65 50-70 %
Limfosit 22 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
MCV 83 80-96 fl
MCH 28 27-32 pg
MCHC 34 32-36 g/dL
RDW 14.40 11,5 – 14,5 %
Faal Hemostasis
Koagulasi
Waktu Perdarahan 1’00” 1-3 menit
Waktu Pembekuan 3’00” 1-6 menit
Kimia Klinik
SGOT 21 <35 u/l
SGPT 14 <40 u/l
Ureum 22 20-50 mg/dl
Kreatinin 0,5 0,5 -1,5 mg/dl
GDP 103* 70-100 mg/dl
GD2JPP 150* <140 mg/dl
5
Foto Thorax
Jantung tidak melebar, CTR <50%
Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar
Trachea ditengah, kedua hilus tidak menebal
Corakan bronchovascular baik
Tidak tampak infiltrate dikedua paru
Sinus costofrenikus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan : Jantung dan paru dalam batas normal
USG
Uterus retrofleksi 4,5 x 5 x 4,8, FAB (-)
EKG
Sinus rhytm, st elevasi (-), gelombang P normal, PR interval <0,2 detik, QRS
complex <0,12 detik
Kesan : normal EKG
Diagnosis Bedah : Hiperplasia Endometrium
Diagnosis Anestesi : ASA I
Rencana OP : Kuretase + Histeroskopi
Rencana Pembiusan : GA – TIVA
6
BAB III
PERSIAPAN ANESTESI
III. 1 Persiapan Pasien
Sebelum Operasi
Pasien di konsultasikan ke spesialis anestesi, paru, jantung, dan penyakit
dalam untuk toleransi operasi
Setelah menerima persetujuan toleransi operasi, pasien di periksa satu hari
sebelum operasi (kunjungan pre-operasi).
Pasien diminta untuk puasa selama 6-8jam sebelum operasi.
Diruang Persiapan
Cek indentitas pasien : pasien seorang wanita usia 52 tahun, status fisik
ASA 1 dengan diagnose hyperplasia endometrium dengan rencana
anestesi TIVA.
Sebelum masuk kamar operasi, pasien diminta untuk mengganti pakaian
yang telah disediakan.
Pemeriksaan fisik pasien : tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi : 80x/m, rr :
18 x/m, suhu : 36 x/m
Pasien masuk kamar operasi dan di baringkan dimeja operasi kemudian
dilakukan pemasangan EKG, manset dan kanulasi vena serta diikuti
pemasangan saturasi oksigen (pulse oxymetri).
Selama Operasi
Dilakukan induksi obat anestesi per intravena, kemudian melakukan
monitoring tanda-tanda vital pasien, obat-obatan yang digunakan selama
operasi dan melakukan pengisian kartu anestesi.
III. 2 Persiapan Alat
7
Alat Anestesi umum
Mesin anestesi
Monitor EKG
Pulse oxymetri
Laringoskop
Stetoskop
Pipa endotrakeal (ukuran 7;7,5)
Orofaringeal airway
Micropore
Mandrin
Forcep Magill
Suction
Gel lubrikasi
Face mask dewasa
Spuit 10 cc
Spuit 5 cc
Alat kanulasi vena
Infus set (abbocath no. 18g, cairan infuse (RL)), plester, kassa steril,
tourniquet.
III. 3 Persiapan Obat
Anestesi Umum
o Midazolam dosis 0,07-0,1 mg/kgBB
o Propofol dosis 2-2,5 mg/kgBB
o Fentanyl dosis 1-2 mcg/kgBB
o Atracurium dosis 0,5-0,6 mg/kgBB
Obat emergensi
o Sulfas atropine dosis 0,5-1 mg
o Dexamethasone dosis 0,5-0,25 mg/hari IV
o Ephedrine dosis 5-20 mg
BAB IV
8
PELAKSANAAN ANESTESI
IV. 1 Proses Anestesi
A. Pukul 10:00 WIB
Memasang alat monitoring EKG dan Saturasi Oksigen
Memasang infuse RL
TD : 120/70 mmHg, N : 65 x/m, RR : 18 x/m, SpO2 : 99%
B. Pukul 10:15 WIB
Mulai induksi obat anestesi per intravena
Propofol 50 mg, miloz 2 mg, fentanyl 100 mcg
C. Pukul 10:17 WIB
Pasien mulai tertidur
Pasang nasal kanul dan goodle
Pembersihan area operasi
D. Pukul 10:25 WIB
Kuratase dimulai
Ondansetron 8 mg, propofol 20 mg
TD : 120/68 mmHg, Nadi : 60 x/m, SpO2 : 99%, rr : 19 x/m
Infus ke 2 RL
E. Pukul 10:35 WIB
Fentanyl 25 mg
TD : 184/108 mmHg, Nadi : 58 x/m, rr : 28 x/m, SpO2 : 99%
F. Pukul 10:50 WIB
Operasi selesai
Ketorolac 30 mg
TD : 122/70 mmHg, Nadi : 54 x/m, RR : 15 x/m, SpO2 : 100%
Masuk ke ruang pemulihan.
Terapi Cairan
9
Kebutuhan maintenance cairan pada pasien dengan berat 52 kg adalah 92cc/jam,
dengan lama puasa 6 jam membutuhkan terapi cairan pengganti sebanyak 552 cc.
jenis operasi yang dilakukan pada pasien ini tergolong kedalam operasi ringan,
dibutuhkan cairan sebanyak 208 cc perioperative. Maka dari itu jumlah cairan yang
dibutuhkan pada pasien ini adalah 852 cc, pada pasien ini diberikan cairan sebanyak
1000 cc.
Post Operatif
Pasien masuk keruang pemulihan pada pukul 10:50 WIB, diruang pemulihan
dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, pada pasien kesadaran CM. dilakukan
penilaian tanda-tanda vital didapatkan hasil TD : 130/85 mmHg, Nadi : 55 x/m, RR :
16 x/m, SpO2 : 97%. Pada pasien diberikan instruksi pasca anestesi selama di ruang
pemulihan yaitu bila kesakitan diberikan ketorolac 30 mg IV, bila mual – muntah
diberikan ondansetron 4 mg IV, obat-obatan sesuai DPJP, pemberian infus RL 20
tetes/menit dan dilakukan pemantauan tanda vital setiap 15 menit selama 1 jam.
Sebelum dipindahkan ke ruangan, dilakukan penilaian aldrette score diruang
pemulihan dan di dapatkan hasil aldrette score 10 dengan kesadaran 2, tekanan darah
2, respirasi 2, aktivitas 2, warna kulit 2 sehingga pasien diperbolehkan pindah ke
ruang perawatan.
Tabel 1. Aldrette Score
BAB V
10
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien dengan jenis kelamin wanita, usia 52 tahun dengan
diagnosis hyperplasia endometrium akan dilakukan kuratase. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan tidak ada
kelainan bersifat sistemik, maka dari itu pasien di golongkan dalam ASA 1. Hal ini
mengacu pada tabel berikut.
Tabel 2. ASA Score
Rencana anestesi pada pasien ini adalah TIVA, yaitu teknik anestesi dimana
semua obat anestesi diberikan secara intravena (Thiagarajan, 2014). Alasan pemilihan
teknik anestesi ini berdasarkan indikasi: tindakan kuratase merupakan operasi
ginekologi minor dan termasuk one day care (ODC) dimana butuh teknik anestesi
dengan waktu bius dan sadar yang cepat dengan tingkat sedasi dan analgesic yang
adekuat sehingga TIVA merupakan pilihan yang tepat untuk anestesi pada jenis ini.
Melalui pemasangan kanulasi vena lalu obat-obat anestesi dimasukan melalui
selang infus dan masuk ke dalam peredarah darah tubuh menghasilkan efek anestesi,
untuk operasi operasi lama dapat digunakan dengan target infusion control (TCI)
dimana secara otomatis menyuntikan obat anestesi sesuai dengan kadar dan waktu
yang telah ditentukan.
Indikasi Pemberian TIVA
11
Obat Induksi Umum
Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
Obat tambahan anestesi regional
Cara pemberian TIVA
o Total Controlled Infusion
o Manual Controlled Infusion
Jenis Obat-obat TIVA
Golongan Barbiturat
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat
basa, berbau belerang, larut dalam air dan alcohol.
Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari
anastesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi
serebral. Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal (Soenarjo,
2010)
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
Induksi iv: 305 mg/KgBB, anak 5-6 mg/KgBB, bayi 7 mg/kg
BB
Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB
12
Efek samping obat :
Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran
Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian
dihentikan)
Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan
pada dewasa muda
Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren
Kontraindikasi :
Alergi barbiturat
Status ashmatikus
Porphyria
Pericarditis constriktiva
Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
Syok
Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)
Golongan Benzodiazepin
Obat ini dapat dipakai sebagai tranquilizer, hipnotik ataupun sedative.
Selain itu obat ini memiliki efek anti-konvulsan dan amnesia. Obat-obat ini
sering digunakan sebagai:
o Obat induksi
o Hipnotik untuk balance anestesi
o Kardioversi
o Antikonvulsi
o Premedikasi
13
o Mengurangi halusinasi akibat pemakaian ketamine
Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic
(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan
menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila
disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan
melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini
digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan
jantung berat.
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan
penarikan alcohol akut dan serangan panic.
onset : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
durasi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat :
Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
Depresi pernapasan
Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan
Midazolam
14
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7
pada neonatus.
Dosis :
Premedikasi : im/iv 0,07-0,1 mg/kgBB, Po 10-20 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salvasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempatsuntikan
PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari
gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat ini
sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood brain barier
dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan ekskresikan lewat
ginjal.
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual
muntah dari kemoterapi (Omoigui, 1997)
Dosis :
Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
Induksi : iv 2-2,5 mg/kg
Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit, antiemetic iv
10 mg
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi
janin.
15
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit
menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga pemberiannya bisa
menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya
pasien diberikan obat-obatan antikolinergik.
Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.
KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan
pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya
ringan. Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi buruk (soenarjo, 2010).
Dosis
Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg
BB, Po 5-6 mg/kg BB
Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin berbahaya
bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi.
Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan
curah jantung.
Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.
Kontraindkasi :
Hipertensi tak terkontrol
Hipertroid
Eklampsia/ pre eklampsia
Gagal jantung
Unstable angina
Infark miokard
Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
TIK tinggi
Perdarahan intraserebral
16
TIO tinggi
Trauma mata terbuka
OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam
dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga banyak digunakan
untuk induks pada pasien jantung (latief S., 2001).
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan
dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru (omoigui, 1997).
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-
20 mg setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
OA : iv < 1 menit, im 1-5 menit
DOA : 2-7 jam
Efek samping obat :
Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,
penundaan pengosongan lambung
Miosis
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen
sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak
seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan
dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure.
Dosis
Oral/ IM,/SK :
17
Dewasa :
o Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
o Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika
perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg
IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14
hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang
parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit
kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo,
depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi,
ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi,
takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi,
delirium atau disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam
kulit
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan
memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada
depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi
18
pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma
bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 µg
Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
Onset : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Durasi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis
obat untuk DosisOnset of Action
Durasi
PropofolInduksi
Maintenancesedasi
2 – 2,5 mg/kg6-10 mg/kg/jam
25-100 mcg/kg/menit30’’ 5-10 menit
ThiopentalInduksi
Maintenancesedasi
4-6 mg/kg1-3 mh/kg/jam0,2 – 0,4 mg/kg
10” 5-15 menit
KetamineInduksi IV
Sedasi1-3 mg/kg
9-11 mg/kg 30’’ 10-20 menit
Midazolam
Pre-medsedasi
induksiinfus
0,03-0,04 mg/kg0,5-2,5 mg/kg0,2-0,4 mg/kg
4-6 mg/jam
30’’ 15-80 menit
diazepamInduksisedasi
0,04-0,2 mg/kg0,3-0,6 mg/kg
30-60’’45”
10-15 menit15-30 menit
Tabel 3. Obat Anestesi Intravena
19
SIFAT-SIFAT DARI OBAT ANESTETIK INTRAVENA YANG IDEAL
Onset cepat – biasanya ini dapat dicapai oleh obat yang utamanya tidak
terionisasi pada pH darah dan cepat larut dalam lipid; sifat ini memungkinkan
penetrasi melewati blood-brain barrier.
Pemulihan cepat – proses pemulihan yang cepat biasanya dapat dicapai secara
cepat bila redistribusi obat dari otak ke jaringan yang memiliki perfusi baik,
khususnya otot, juga terjadi secara cepat. Konsentrasi obat dalam plasma
berkurang, dan obat akan berdifusi keluar dari otak tergantung pada derajat
konsentrasi tertentu. Kualitas periode pemulihan yang disebutkan terakhir itu
adalah lebih terkait dengan laju metabolisme obat; obat dengan tingkat
metabolisme yang rendah akan terkait dengan efek ‘hangover’ yang lebih lama
dan akan mengalami akumulasi jika digunakan dengan dosis berulang atau
melalui infus untuk maintenance anestesia.
Analgesia pada konsentrasi subanestetik
Depresi pada kardiovaskuler dan repirasinya minimal
Tidak ada efek emetik
Tidak ada excitatory phenomena (misalnya batuk, cegukan, pergerakan
involunter) saat induksi
Tidak ada emergence phenomena (misalnya, mimpi buruk)
Tidak ada interaksi dengan neuromuscular blocking drugs
Tidak nyeri saat injeksi
Tidak ada venous sequelae
Aman jika secara tidak sengaja terinjeksi masuk ke dalam arteri
Tidak ada efek toksik pada organ yang lain
Tidak menyebabkan pelepasan histamin
Tidak ada reaksi hipersensitivitas
20
Formulanya water soluable
Dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama
Tidak menyebabkan stimulasi porphyria
Tidak ada satupun agen yang tersedia sekarang ini yang memenuhi semua kriteria
yang disebutkan di atas. Sifat-sifat dari obat anestetik intravena yang sering
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tiopental Methotexital Propofol Ketamin Etomidat
Sifat fisik
Larut air + + - + +
Stabil dalam larutan - - + + +
Dapat disimpan lama - - + + +
Nyeri saat injeksi i.v. - + ++ - ++
Non-iritan pada injeksi s.c. - ± + +
Nyeri saat injeksi arterial + + -
Tidak ada sequelae akibat injeksi
intra-arterial
- ± +
Insidensi trombosis vena yang
rendah
+ + + + -
Effek pada Tubuh
Onset cepat + + + + +
Pemulihan dikarenakan:
Redistribusi + + + +
Detoksifikasi + +
Kumulasi ++ + - - -
Induksi
Excitatory effects - ++ + + +++
Komplikasi respirasi - + + - -
Kardiovaskuler
Hipotensi + + ++ - +
Analgesik - - - ++ -
Anti analgesik + + - - ?
Interaksi dengan relaksan - - - - -
Muntah pasca operasi - - - ++ +
Emergence delirium - - - ++ +
Targer 4. Efek obat anestesi
21
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan status fisik ASA, pasien ini termasuk ASA I karena pada
anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak ditemukan kelainan sistemik.
Pemilihan teknik anestesi TIVA pada pasien dengan rencana kuratase ini sudah sesuai
indikasi. Alasan pemilihan anestesi ini berdasarkan indikasi sebagai berikut: pasien
tidak menolak untuk dilakukan anestesi dengan teknik TIVA, jenis pembedahan
kuratase termasuk jenis pembedahan minor dengan waktu pembedahan yang singkat
sehingga memerlukan teknik anestesi dengan waktu pulih yang cepat dengan dosis
obat yang adekuat. Pasien sudah ditatalaksana dengan baik, pada saat proses operasi
dan anestesi. Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan sebelum
nantinya di pindahkan ke ruang perawatan dan kembali pulang. Pada saat di ruang
pemulihan pasien di pantau tanda vitalnya. Setelah kondisi hemodinamik pasien
stabil, pasien dibawa ke ruang perawatan untuk mendapatkan terapi selanjutnya sesuai
instruksi pasca pembedahan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Ida gede, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan rutin Obestri Ginekologi dan
KB, EGC: Jakarta
Ikbal, Muhammad, 2012, Anestesi Pada Kuratase, diakses pada 30 November 2015
dari situs: http://www.dokterdesa.com/2012/04/anestesi-pada-kuratase.html
Latief, S., Suryadi, K., Dachlan, R., 2001. Petunjuk Praktis Anastesiologi. FK UI
Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta
Soenarjo, Sp. An., Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP
Thiagarajan, Balasubramanian, 2014, Total Anesthesia Intravenous, diakses pada 1
desember 2015 dari situs :
http://www.researchgate.net/publication/260085944_Total_Intravenous_Anae
sthesia
23
top related