proposal anman fix
Post on 02-Jan-2016
328 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bedak wajah (face powder) merupakan kosmetik yang telah lama digunakan dengan
tujuan membuat wajah lebih menarik dan cantik dengan cara menutupi bintik hitam (liver spots)
dan menutupi kilauan akibat produksi minyak. Bedak wajah ada dua jenis tipe bentuk yang dapat
digunakan, yaitu bedak padat (compact powder) dan bedak tabur (loose powder). Bedak
memiliki beberapa kandungan bahan kimia sintetik serta bahan alami. Pada dasarnya bahan
kimia yang digunakan tidak berbahaya untuk wajah, namun bila digunakan melebihi batas yang
diperbolehkan, bahan kimia tersebut dapat merusak kulit wajah.
Kandungan utama bedak wajah ialah bahan mineral yang disebut talkum, kanji, karbonat
anorganik, zink stearat, kaolin, pewangi, dan pada beberapa merek terdapat pula berbagai bahan
tambahan lain. Pewarna merupakan bahan tambahan dalam sebuah produk kosmetik dekoratif,
seperti bedak. Fungsi utama pewarna adalah menyamarkan bintik atau noda serta menghasilkan
warna yang indah untuk menciptakan daya tarik. Pewarna diklasifikasikan menjadi pewarna
bahan organic sintetik, pigmen inorganic dan pewarna alami.
Berbagai macam bedak padat dengan merk yang berbeda-beda di pasaran membuat
masyarakat bebas memilih bedak padat yang mereka inginkan. Masyarakat hanya mementingkan
harga yang terjangkau, tetapi sering kali mereka jarang untuk mengecek komposisi serta
keamanan dari bedak padat merk-merk tertentu. Padahal sering kali dalam pembuatan bedak
padat ditambahkan bahan-bahan pengawet, pewarna dan bahan lain yang bila dikonsumsi terlalu
berlebihan dapat menimbulkan bahaya kesehatan. Dalam penelitian ini kami akan mencoba
melakukan penetapan kadar zinc oxide dalam bedak padat yang beredar di masyarakat secara
titrasi kompleksometri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat kandungan ZnO dalam produk bedak Pigeon ?
2. Apakah kadar ZnO pada produk bedak padat pigeon memenuhi ketentuan kadar yang
ditetapkan pemerintah ?
1
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui adanya kandungan ZnO pada produk bedak padat merk Pigeon.
2. Membandingkan kadar kadar ZnO pada produk bedak padat merk Pigeon dengan ketentuan
kadar yang ditetapkan pemerintah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah wawasan dan memberi sumbangan ilmu tentang cara menetapkan kadar
ZnO dalam bedak padat merk Pigeon dengan metode kompleksometri.
2. Manfaat Praktis
Menganalisa keamanan penggunaan ZnO serta memberikan informasi tentang kadar yang
diperbolehkan oleh pemerintah.
2
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kosmetik
Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik
Indonesia No.HK.00.05.4.1745 (2003), tentang kosmetik, menyebutkan bahwa yang dimaksud
kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Anonim a,
1981).
Menurut TMitsui, tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah
untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make up, meningkatkan rasa percaya
diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar ultraviolet, polusi dan
faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan secara umum membantu seseorang lebih
menikmati dan menghargai hidup (Amilia, 2011).
B. Bedak
Bedak wajah (face powder) merupakan kosmetik yang telah lama digunakan dengan
tujuan membuat wajah lebih menarik dan cantik dengan cara menutupi bintik hitam (liver spots),
menutupi kilauan akibat adanya sekresi kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat . bedak wajah
harus bersifat tahan lama sehingga tidak dibutuhkan pengaplikasian berulang kali. Bedak harus
menimbulkan kesan alami ketika diaplikasikan (Butler, 2000).
Bedak wajah ada dua jenis tipe bentuk yang dapat digunakan, yaitu bedak padat (compact
powder) dan bedak tabur (loose powder). Kedua jenis bedak tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan bedak padat jika dibandingkan bedak tabur ialah sangat praktis untuk
dibawa dan lebih tahan lama di wajah. Bedak tabur, walaupun kurang lama bertahan di wajah,
sangat bagus untuk kulit berminyak jika dibandingkan bedak padat (Anonim b, 2011).
Bedak memiliki beberapa kandungan bahan kimia sintetik serta bahan alami. Pada
dasarnya bahan kimia yang digunakan tidak berbahaya untuk wajah, namun bila digunakan
3
melebihi batas yang diperbolehkan, bahan kimia tersebut dapat merusak kulit wajah (Anonim b,
2011).
Kandungan utama bedak wajah ialah bahan mineral yang disebut talc dengan rumus
kimia H2Mg3(SiO3)4 atau Mg3Si4O10(OH)2. Talc terdiri dari 4,8% H2O; 31,7% MgO; 63,5% SiO2.
Kandungan lain bedak wajah ialah beberapa bahan seperti talkum, kanji, karbonat anorganik,
zink stearat, kaolin, pewangi, dan pada beberapa merek ditambah pula bahan pengawet (Anonim
b, 2011).
C. Pewarna Bedak
Pewarna merupakan bahan tambahan dalam sebuah produk kosmetik dekoratif, seperti
bedak. Fungsi utama pewarna adalah menyamarkan bintik atau noda serta menghasilkan warna
yang indah untuk menciptakan daya tarik. Pewarna diklasifikasikan menjadi pewarna bahan
organic sintetik, pigmen inorganic dan pewarna alami (Mitsui, 1997).
a. Organik Sintetik. Dyes dan lakes merupakan contoh dari jenis pewarna organic sintetik.
Dyes merupakan pewarna yang larut pada air, minyak, alcohol. Dyes sering digunakan pada
lipstick, tetapi tidak cocok digunakan pada bedak karena akan meninggalkan noda pada
kulit. Lakes merupakan pewarna tidak larut pada air dan biasa digunakan pada cat kuku
(Butler, 2000).
b. Pigmen inorganik. Pigmen inorganik lebih stabil pada panas dan cahaya dari pada pigmen
organik. Pigmen ini sangat sering digunakan dalam produk kosmetik seperti bedak dan rias
mata. Contoh dari pigmen innorganik adalah titanium dioxide, zinc oxide, alumina, dan
sebagainya (Butler, 2000).
c. Pewarna alami. Pewarna alami berasal dari tumbuhan dan hewan, serta dari
mikroorganisme. Dibandingkan dengan warna sintesis, mereka memiliki kekuatan warna
yang lebih lemah dan kurang stabil sehingga belum banyak digunakan. Tetapi karena dasar
keamanan, akhir-akhir ini dipertimbangkan untuk memakai pewarna alami. Contoh pewarna
alami adalah senyawa carotenoid (Mitsui, 1997).
4
D. Zinc Oxide
FDA menyetujui bahan ini digunakan untuk pengobatan (seperti diaper rash cream) dan
produk perlindungan dari sinar matahari dengan konsentrasi sampai 25%. Alternatif lain
digunakan sebagai bulking agent dan pewarna. Bahan ini bekerja dengan memantulkan sinar UV
dan dan mencegah UV untuk menembus kulit. Melindungi kulit dari UVA dan UVB dapat
membantu menghentikan penuaan dini pada kulit dan beberapa bentuk kanker. Bahan ini akan
melindungi dengan range UVA dan UVB 230-700 nm (Samuels, 2010).
Pemerian serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan; tidak berbau; lambat
laun menyerap karbon dioksida dari udara. Kelarutan tidak larut dalam air dan dalam etanol;
larut dalam asam encer (Depkes RI, 1995).
E. Destruksi
Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya
sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk
organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi
yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida
kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau
pendestruksian yang berbeda (Raimon, 1993).
a. Metode Destruksi Basah
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal
maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut
yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam
perklorat, dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun
campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan
destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau
perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa-senyawa garam
yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan
selama beberapa hari. Pada umumnya pelaksanaan kerja destruksi basah dilakukan secara
metode Kjeldhal. Dalam usaha pengembangan metode telah dilakukan modifikasi dari
peralatan yang digunakan (Raimon, 1993).
b. Metode Destruksi Kering
5
Destruksi kering merupakan perombakan organic logam di dalam sampel menjadi
logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini
dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis
sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan system ini terlebih
dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk
bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Untuk logam
Fe, Cu, dan Zn oksidanya yang terbentuk adalah Fe2O3, FeO, CuO, dan ZnO. Semua oksida
logam ini cukup stabil pada suhu pengabuan yang digunakan. Oksida-oksida ini kemudian
dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis
menurut metode yang digunakan. Contoh yang telah didestruksi, baik destruksi basah
maupun kering dianalisis kandungan logamnya. Metode yang digunakaan untuk penentuan
logam-logam tersebut yaitu metode Spektrofotometer Serapan Atom (Raimon, 1993).
Metode ini digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam dalam jumlah kecil
atau trace level ( Kealey, D. dan Haines, P.J. 2002).
Menurut Raimon (1993) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hal
menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi basah ataukah kering,
antara lain:
a. Sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya.
b. Jenis logam yang akan dianalisis.
c. Metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya
Selain hal-hal di atas, untuk memilih prosedur yang tepat perlu diperhatikan beberapa
faktor antara lain: waktu yang diperlukan untuk analisis, biaya yang diperlukan, ketersediaan
bahan kimia, dan sensitivitas metode yang digunakan.
Menurut Sumardi (1981: 507), metode destruksi basah lebih baik daripada cara kering
karena tidak banyak bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang sangat tinggi. Hal ini
merupakan salah satu faktor mengapa cara basah lebih sering digunakan oleh para peneliti. Di
samping itu destruksi dengan cara basah biasanya dilakukan untuk memperbaiki cara kering
yang biasanya memerlukan waktu yang lama. Sifat dan karakteristik asam pendestruksi yang
sering digunakan antara lain:
6
1) Asam sulfat pekat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk mempercepat terjadinya
oksidasi. Asam sulfat pekat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat. Meskipun
demikian waktu yang diperlukan untuk mendestruksi masih cukup lama.
2) Campuran asam sulfat pekat dengan kalium sulfat pekat dapat dipergunakan untuk
mempercepat dekomposisi sampel. Kalium sulfat pekat akan menaikkan titik didih asam
sulfat pekat sehingga dapat mempertinggi suhu destruksi sehingga proses destruksi lebih
cepat.
3) Campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat banyak digunakan untuk
mempercepat proses destruksi. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan
penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350 0C, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu
tinggi dapat dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.
4) Asam perklorat pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi,
karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat. Kelemahan dari perklorat
pekat adalah sifat mudah meledak (explosive) sehingga cukup berbahaya, dalam
penggunaan harus sangat hati-hati.
5) Aqua regia yaitu campuran asam klorida pekat dan asam nitrat pekat dengan
perbandingan volume 3:1 mampu melarutkan logam-logam mulia seperti emas dan
platina yang tidak larut dalam HCl pekat dan HNO3 pekat. Reaksi yang terjadi jika 3
volume HCl pekat dicampur dengan 1 volume HNO3 pekat:
3 HCl(aq) + HNO3(aq) Cl2(g) + NOCl(g) + 2H2O(l)
Gas klor (Cl2) dan gas nitrosil klorida (NOCl) inilah yang mengubah logam menjadi
senyawa logam klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks anion yang stabil
yang selanjutnya bereaksi lebih lanjut dengan Cl- (Sumardi, 1981).
F. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam.
Etilen diamin tertra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. EDTA akan
membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium
dan kalium. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks
7
yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi logam-logam ini dengan
EDTA dilakukan pada larutan buffer ammonia pH 10 (Gandjar, 2010).
Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indicator zat warna. Indicator zat warna
ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk
kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam (Gandjar, 2010).
G. Landasan Teori
Kosmetik merupakan sediaan yang dibuat untuk memperbaiki penampilan yang
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
Bedak padat merupakan salah satu kosmetik yang digunakan pada wajah yang
pemakaiannya berfungsi untuk menutupi noda hitam pada wajah agar wajah terlihat lebih
menarik. Bedak wajah biasanya mengandung zat pewarna baik itu pewarna alami, organic
sintetik, dan pigmen inorganic.
Zinc oxide (ZnO) merupakan salah satu pewarna pigmen inorganic yang biasanya
digunakan pada bedak. Namun, jika penggunaannya pada kulit sensitive yang melebihi batas
yang ditentukan akan mengiritasi kulit. Oleh karena itu perlu dilakukan penetapan kadar ZnO
pada bedak padat untuk mengetahui apakah kadar ZnO dalam bedak padat memenuhi standar
yang sudah ditetapkan.
Digunakan metode destruksi yaitu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-
unsurnya sehingga dapat dianalisis. Destruksi yang digunakan yaitu destruksi basah
menggunakan asam-asam kuat dan penetapan kadar menggunakan titrasi kompleksometri.
H. Hipotesis
1. Terdapat kandungan ZnO pada produk bedak padat merek Pigeon
2. Kadar ZnO pada bedak padat Pigeon memenuhi standar yang sudah ditetapkan
8
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Produk Bedak Padat
a. Sebelum melaksanakan serangkaian prosedur kerja, pemeriksaan kebenaran sampel dan
kondisi kemasan dilakukan terlebih dahulu.
b. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : merk sampel, bentuk kemasan sampel, berat sampel,
komposisi sampel dan masa kadaluarsa sampel.
B. Pengambilan Sampel Bedak Padat
Sampel bedak diambil dan diletakkan pada mortir. Kemudian sampel dihancurkan dan
dihomogenkan. Setelah homogen, sampel diambil sebanyak 1 g.
C. Proses Destruksi Basah Sampel Bedak
Prosedur destruksi basah menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat:
a. Secara akurat, timbang 1 gram sampel, masukkan dalam erlenmeyer 125 mL yang
sebelumnya telah dicuci dengan pencucian asam K2Cr2O7 dalam asam sulfat jenuh,
kemudian dikeringkan.
b. Tambahkan 3 mL H2SO4 diikuti 5 mL HNO3 ke dalam sampel dalam erlenmeyer.
c. Panaskan sampel di atas hot plate pada 60o - 70oC (hingga mendidih). Akan terbentuk uap
coklat-kuning. Ketika uap coklat-kuning berhenti terbentuk dan uap berubah menjadi putih
dari hasil dekomposisi H2SO4, warna sampel akan menjadi lebih gelap. Jangan dibiarkan
erlenmeyer kering.
d. Sebelum kering secara perlahan–lahan tambahkan 3–5 mL HNO3, lalu letakkan kembali
erlenmeyer pada hot plate dan biarkan HNO3 mendidih pada suhu 120oC.
e. Jika larutan masih berwarna gelap, tambahkan kembali 3–5 mL HNO3 dan didihkan.
Lakukan terus proses tersebut hingga semua senyawa organik hilang yang ditandai dengan
larutan berwarna kuning jernih (jika perlu konsentrasi HNO3 dinaikkan).
9
f. Dinginkan sampel hingga suhu ruangan.
g. Masukan erlenmeyer berisi sampel yang telah didestruksi ke dalam wadah berisi air es untuk
melihat apakah masih ada sisa lemak yang belum terdestruksi. Apabila masih ada sisa lemak
terlihat adanya partikel-partikel putih seperti benang dan apabila digojog, larutan akan
menjadi keruh. Proses destruksi dilakukan kembali hingga larutan menjadi jernih.
h. Masukkan sampel yang telah didestruksi ke dalam labu takar 50 mL dengan bantuan corong
yang telah dilapisi kertas saring (sebelumnya telah dibilas dengan aquabides).
i. Selanjutnya, ambil 10 ml larutan dalam labu takar 50 ml tersebut dan masukkan ke dalam
labu takar 25 ml. Kemudian ditambahkan aquabides pada labu takar 25 ml sampai tanda
batas untuk identifikasi Zn.
D. Penetapan Kadar ZnO dalam Bedak Padat
1. Pembuatan larutan Na-EDTA 0,01 M
a. Timbang serbuk Na-EDTA sebanyak 2 gram dengan seksama.
b. Larutkan dengan aqua demineralisata.
c. Masukkan larutan ke dalam labu ukur 500 ml dan add dengan aqua demineralisata hingga
tanda. Homogenkan dengan penggojokan.
d. Pindahkan larutan Na-EDTA tersebut ke dalam botol ragent dan beri label.
(AOAC,1990).
2. Pembuatan Stok Buffer Ammonium klorida pH 10
a. Timbang ammonium klorida sebanyak 17,5 gram.
b. Larutkan dalam 142 ml concentraed ammonia ( concentrated ammonia adalah larutan
yang mengandung 28% - 30% ammonia ).
c. Larutan di-add dengan aquabides hingga volume 250 mL, kemudian dihomogenkan
dengan stirrer.
d. Kemudian periksa pHnya, bila perlu tambahkan HCl atau NH4OH sampai pH 10 ± 0,1.
3. Larutan buffer untuk kalibrasi
Untuk pH 10 menggunakan buffer amonia dengan cara kerja sesuai diatas
10
Campur sejumlah tertentu stock solution dan tambahkan aquadest untuk mendapatkan 100
ml larutan phosphate buffer 0.1 M.
Stock solutions: A : 0.2 M NaH2PO4 ; B : 0.2 M Na2HPO4
Volume A : 8.5 ; Volume B 91.5 ; pH : 7.8
Volume A : 5.3 ; volume B 94.7 ; pH : 8.0
4. Kalibrasi pH meter
a. Nyalakan dan biarkan alat mengalami pemanasan. Siapkan buffer ammonia sebagai
standar pertama dan yang diperlakukan untuk kalibrasi pH. Jika alat dilengkapi dengan
tombol pengendali temperatur yang tidak automatis, maka benamkan pengindera
temperatur ke dalam larutan buffer standar pertama yang ditaruh dalam sebuah beaker
glass yang telah dibilas dengan sedikit larutan tersebut.
b. Celupkan gabungan elektroda ke dalam beaker glass dan jika ada maka stel saklar
selektro alat untuk pembacaan pH.
c. Sesuaikan tombol pengendali “set buffer” sampai pembacaan alat ukur itu cocok dengan
pH larutan buffer itu.
d. Ambil gabungan elektroda itu (dan alat raba temperature jika digunakan) bilas dengan
aquadest dan kemudian celupkan dalam larutan buffer kedua yang ditaruh dalam beaker
glass. Jika pembacaan alat ukur tidak secara eksak cocok dengan pH larutan itu, ubahlah
tombol pengendali “slope”; sampai diperoleh pembacaan yang diminta.
e. Ambil electrode gabungan, lalu bilas dengan aquadest, taruh dalam buffer yang pertama
dan pastikan pembacaan alat menunjukkan nilai pH yang benar; jika tidak ulangi
prosedur itu.
f. Jika kalibrasi memuaskan maka bilas elektroda dan lain-lain dengan air suling dan
masukkan kedalam larutan uji yang ditaruh dalam beaker glass. Baca pH larutan.
g. Ambil electrode dan lain-lain, bilas dalam aquadest dan biarkan tercelup dalam aquadest.
5. Pembuatan larutan indikator Eriochrome Black T
Larutkan 0,2 gram zat warna tersebut dalam 15 ml trietanolamina dengan
penambahan 5 ml etanol absolut untuk mengurangi viskositas.
11
6. Pembuatan larutan baku primer Zink sulfat 0,01M
a. Timbang zink sulfat 0,815 gram di timbangan analitik menggunakan beaker glass yang
telah ditara, pada timbangan analitis.
b. Selanjutnya, larutkan zink sulfat tadi memakai sedikit aqua demineralisata. Pindahkan
larutan ke dalam labu takar 500 ml. Lakukan pembilasan pada beaker glass dengan
ditambah sedikit aqua demineralisata lalu masukkan labu takar dan diadd hingga tanda
batas. Kocok supaya homogen.
c. Pipetkan masing-masing 10 ml dengan pipet volume ke dalam erlenmeyer 250 ml
(lakukan 3x pemipetan).
d. Beri masing-masing erlenmeyer dengan 15 ml Buffer ammonia. Beri masing-masing
erlenmeyer dengan 3 tetes indikator Erichrom Black T (ungu), kocok homogen.
7. Pembakuan larutan Na-EDTA dengan larutan baku ZnSo4
Isi buret dengan larutan Na-EDTA. Selanjutnya, lakukan proses titrasi, dengan
perlakuan Na-EDTA sebagai titran, dan larutan Zink sulfat yang telah dipreparasi sebagai
larutan yang hendak dititrasi hingga warna dari merah anggur berubah menjadi biru yang
menandakan titik akhir titrasi. Catat masing-masing volume Na-EDTA yang terpakai untuk
masing-masing baku primer. Hitung berapa molaritas Na-EDTA.
Perhitungan kemolaran larutan Na-EDTA =mg ZnSO 4
(BM ZnSO 4 xV EDTA)
ZnSO4 + H2O → ZnO + H2SO4
ZnSO4 + Na2EDTA → Zn + Na2SO4 EDTA
ZnSO4 + NH4Cl → ZnCl + (NH4)2SO4
8. Titrasi Penetapan Kadar ZnO dalam Sampel
a. Ambil sebanyak 10 mL larutan sampel yang telah disiapkan, masukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL.
12
b. Kemudian tambah dengan 15 ml Buffer ammonia pH 10, 3 tetes indikator Eriochrome
Black T. Larutan berwarna merah anggur.
c. Titrasi larutan dengan Na-EDTA hingga larutam berubah warna menjadi biru.
d. Tetapkan volume titran yang digunakan dan catat.
e. Perhitungan :
13
DAFTAR PUSTAKA
Amilia, D. S., 2011, Gambaran Pengetahuan Dampak Penggunaan Kosmetik Pemutih Terhadap
Kesehatan Kulit pada Ibu-ibu di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2010, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21585/4/Chapter%20II.pdf,
diakses tanggal 14 Maret 2013.
Anonim, 1981 a, Kodeks Kosmetika Indonesia vol. II, 21, 115, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim b, 2011, Satu Polesan Begitu Berarti, http://www.chem.itb.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=44:bedak catid=1:news&lang=en , diakses pada
tanggal 14 Maret 2013.
Butler, H., 2000, Pouncher’s Perfumes, Cosmetic and Soaps, (Ed), Kluwer Academic Publishers,
Netherlands, pp. 178-183.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, p. 835.
Gandjar, I. G., 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka pelajar, Yogyakarta, p. 150.
Kealey, D. dan Haines, P.J.,2002, Analytical Chemistry, BIOS Scientific Publishers Ltd, London.
Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, 2th ed., (Ed.), Elsevier Science B.V., Netherlands, pp.
375-376.
Raimon,1993, Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Secara Spektrofotometri
Serapan Atom, Lokakarya Nasional.Jaringan Kerjasama Kimia Analitik Indonesia,
Yogyakarta.
Samuels, M. T., 2010, Sunscreen Ingredients Approved by FDA,
http://www.livestrong.com/article/146694-sunscreen-ingredients-approved-by-the-fda/, diakses
tanggal 14 Maret 2013.
Sumardi, 1981, Metode Destruksi Contoh Secara Kering Dalam Analisa Unsur-Unsur Fe-Cu-Mn
dan Zn Dalam Contoh-Contoh Biologis. Proseding Seminar Nasional
Metode Analisis. Lembaga Kimia Nasional, LIPI, Jakarta.
14
15
top related