ralat dari askep hemofilia
Post on 29-Jun-2015
709 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Hematologi ialah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk
darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang timbul darinya. Hematologi
mempelajari baik keadaan fisiologik maupun patologik organ-organ tersebut di atas sehingga
hematologi meliputi bidang ilmu kedokteran dasar maupun bidang kedokteran klinik.
Di bidang ilmu penyakit dalam, hematologi merupakan divisi tersendiri yang bergabung
dengan subdisiplin onkologi medik. Perkembangan bidang hematologi demikian cepat terutama
akibat perkembangan imunologi, biologi molekuler, dan genetika. Oleh karena itu, timbul
pengkhususan mengenai anemia, keganasan hematologi, penyakit perdarahan (hemorrhagic
diathesis) dan transfusi darah, yang banyak menyangkut imunohematologi.
Salah satu penyakit perdarahan adalah hemophilia yang biasa terjadi pada anak-anak.
Sehingga perlu ada penjelasan lanjut mengenai hemophilia agar profesi keperawatan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang baik.
I.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan hemophilia?
I.3. Tujuan
a. Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan hemophilia.
I.4. Manfaat
a. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan hemophilia.
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1. Konsep Hematologi
a. Darah
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai
manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai: (a) pembawa oksigen (oxygen carrier); (b) mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi; dan (c) mekanisme hemostasis. Darah terdiri atas 2
komponen utama:
1. Plasma darah: bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein
darah.
2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas:
a. Eritrosit: sel darah merah (SDM)-red blood cell (RBC)
b. Leukosit: sel darah putih (SDP)-white blood cell (73C)
c. Trombosit: butir pembeku-platelet
b. Hemopoesis (hematopoesis)
Hemopoesis atau hematopoesis ialah proses pembentukan darah. Tempat hemopoesis pada
manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur:
a. yolk sac : umur 0-3 bulan intrauterin
b. hati & lien : umur 3-6 bulan intrauterin
c. sumsum tulang : umur 4 bulan intrauterin-dewasa.
Perkembangan hemopoesis menurut umur ini dapat dilihat pada gambar 1-1.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum tulang.
Dalam keadaan patologik, seperti pada mielofibrosis, hemopoesis terjadi di luar sumsum tulang,
terutama di lien, disebut sebagai hemopoesis ekstrameduler. Untuk kelangsungan hemopoesis
diperlukan:
1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah,
termasuk se1 darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), butir pembeku
(trombosit), dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk
yang paling primitif disebut sebagai pluripotent (totipotent) stem cell. Sel induk
pluripotent mempunyai sifat :
a. Self renewal: kemampuan memperbarui dirt sendiri sehingga tidak akan pernah
habis meskipun terus membelah;
b. Proliferatif kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi
tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi menjadi:
a. Pluripotent (totipotent) stem celk sel induk yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committed stem celk sel induk yang mempunyai komitmen untuk berdiferensiasi
melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk golongan
ini ialah sel induk mieloid dan sel induk limfoid.
c. Oligopotent stem celk sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya
beberapa jenis sel. Misalnya, CFU-GM (colony forming unit
granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel granulosit
dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem celk sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis
sel saja. Contoh: CFU-E (colony forming unit-erythrocyte) hanya dapat menjadi
eritrosit, CFU-G (colony forming unit granulocyte) hanya mampu berkembang
menjadi sel-sel granulosit.
Gambar skematik dan hierarki susunan sel induk hemopoetik dapat dilihat pada gambar 1-
2 dan gambar 1-3. Semula sel induk dianggap hanya berada dalam sumsum tulang, setelah
berdiferensiasi menjadi sel matang kemudian dilepaskan ke darah tepi. Sekarang dapat
dibuktikan bahwa sel induk juga beredar dalam sirkulasi, tetapi tidak dapat dideteksi dengan
teknik pengecatan konvensional. Keberadaan sel ini dalam darah tepi dapat dibuktikan dengan
teknik immunophenotyping. Sel induk dalam darah tepi ini dapat dipisahkan dengan teknik
hemapheresis, kemudian dapat dicangkokkan pada orang lain. Teknik ini disebut sebagai
peripheral blood stem cell transplantation.
2. Lingkungan mikro (microenvirontment)
sumsum tulang Lingkungan inikro sumsum tulang adalah subsansi yang memungkinkari sel
induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi berikut:
a. Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b. Sel-sel stroma:
i. Sel endotil
ii. Sel lemak
iii. Fibroblast
iv. Makrofag
v. Sel retikulum (blanket cell)
c. Matriks ekstraseluler: fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.
Lingkungan mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk berikut:
a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah mikro
dalam sumsum tulang.
b. Komunikasi antarsel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh adanya
adhesion molecule.
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth factor, cytokine, dan
lain-lain.
Jalinan semua komponen tersebut membentuk suatu struktur yang sangat kompleks, seperti
digambarkan secara skematik pada gambar 1-4.
3. Bahan-bahan pembentuk darah
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
a. Asam folat & vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel
b. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin
c. Cobalt, magnesium, Cu, Zn
d. Asam amino
e. Vitamin lain : vitamin C, B komples, dan lain-lain.
Sumsum tulang yang normal merupakan bagian esensial dari hemopoesis. Apabila struktur
atau fungsi sumsum tulang terganggu maka dapat menimbulkan kelainan. Gangguan sumsum
tulang dapat terjadi oleh karena :
a. Kegagalan produksi sel : di jumpai pada anemia aplastik
b. Kegagalan maturasi sel : di jumpai pada sindroma mielodisplastik .
c. Produksi sel-sel yang tidak normal : misalnya pada thalasemia, hemoglobinopati, dan
lain-lain.
d. Hilangnya mekanisme regulasi yang normal, seperti pada :
i.Leukemia akut
ii. Penyakit mieloproliferatif
iii. Penyakit limfoproliferatif.
Gangguan sumsum tulang menimbulkan berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang
mengenai sel induk hemopoetik antara lain adalah:
a. Leukemia mieloid akut
b. Leukemia mieloid kronik
c. Sindroma preleukemia (myelodysplastie syndrome)
d. Polisitemia vera
e. Myelofibrosis with myeloid metaplasia
f. Anemia aplastik
g. Cyclic neutropenia.
4. Mekanisme regulasi
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan sel
dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum tulang
dapat merespons kebutuhan tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah yang berlebihan
ataupun kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang berpengaruh
dalam mekanisme regulasi ini adalah :
a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factors) :
i.Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
ii.Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
iii.Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
iv. Thrombopoietin
v. Burst promoting activity (BPA)
vi.Stem cell factor (kit ligand)
b. Sitokin (cytokine) seperti misalnya: IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL5, IL-7, IL-8, IL-9, IL-10,
IL-11.
Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah sendiri, seperti
limfosit, monosit atau makrofag, serta sebagian oleh sel-sel penunjang, seperti fibroblast dan
endotil. Sitokin ada yang merangsang pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian
lagi menekan pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis sitokin
ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik:
Erythropoietin : hormon yang dibentuk di ginjal khusus merangsang pertumbuhan
prekursor eritroid.
d.Hormon nonspesifik :
Beberapa jenis hormon diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis, seperti:
i. Androgen: yang berfungsi menstimulasi eritropoesis
ii. Estrogen: menimbulkan inhibisi eritropoesis
iii. Glukokortikoid
Iv.Growth hormon
v. Hormon tiroid
Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism: suatu mekanisme
umpan balik yang dapat merangsang hemopoesis jika tubuh kekurangan komponen darah
(positive loop) atau menekan hemopoesis jika tubuh kelebihan komponen darah tertentu
(negative loop).
II.2. Konsep Pembekuan Darah
Proses pembekuan darah terdiri dari rangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan
protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium.
Faktor pembekuan darah dinyatakan dalam angka Romawi yang sesuai dengan urutan
ditemukannya (lihat Tabel 1).
Teori yang banyak dianut untuk menerangkan proses pembekuan darah adalah
teori cascade atau waterfall yang dikemukakan oleh Mac Farlane, Davie dan Ratnoff.
Menurut teori ini tiap faktor pembekuan darah diubah menjadi bentuk aktif oleh faktor
sebelumnya dalam rangkaian reaksi enzimatik. Faktor pembekuan beredar dalam darah
sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan
mengubah prekursor selanjutnya menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah
bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim.
Tabel 1. Nomenklatur faktor pembekuan darah
Fakto
r
Nama Sinomin
IIIIIIIVVVIVIIVIIIIX
XXI
XIIXIII
--
FibrinogenProthrombinTissue factorIon kalsiumProaccelerin-ProconvertinAntihemophilic factor (AHF)Plasma ThromboplastinComponent (PTC)Stuart factorPlasma ThromboplastinAntecedent (PTA)Hageman factorFibrin Stabilizing factor(FSF)High Molecular WeightKininogen (HMWK)Pre Kallikrein (PK)
--Tissue Thromboplastin-Labile factor-Stable factorAntihemophilic globulin (AHG)Christmas factor
Prower factorAntihemophilic factor C
Contact factorFibrinaseLaki lorand factorFitzgerald factor
Fletcher factor
Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang
dicetuskan oleh aktivasi kontak dan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, HMWK, PK,
platelet factor 3 (PF.3) dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh
tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium. Kedua jalur ini kemudian akan
bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan EX, F.V, PF.3, protrombin dan
fibrinogen.
Jalur intrinsik meliputi fase kontak dan pembentukan kompleks aktivator F.X.
Adanya kontak antara F.XII dengan permukaan asing seperti serat kolagen akan
menyebabkan aktivasi FAR menjadi F.XIIa. Dengan adanya kofaktor HMWK, F.XIIa akan
mengubah prekalikrein menjadi kalikrein yang akan meningkatkan aktivasi F.XII
selanjutnya dengan adanya kofaktor HMWK. Disamping itu kalikrein akan mengaktifkan
F.VII menjadi F.VIIa pada jalur ekstrinsik, mengaktiflcan plasminogen menjadi plasmin
pada sistem fibrinolitik, serta mengubah kininogen menjadi kinin yang berperanan dalam
reaksi inflamasi. Jadi aktivasi F.XII disamping mencetuskan pembekuan darah baik jalur
intrinsik maupun jalur ekstrinsik, juga mencetuskan sistem fibrinolitik dan kinin (gambar
2). Reaksi selanjutnya pada jalur intrinsik adalah aktivasi F.XI menjadi F.XIa oleh F.XIIa
dengan HMWK sebagai kofaktor. F.XIa dengan adanya ion kalsium akan mengubah F.IX
menJA IXa. Reaksi terakhir pada jalur intrinsik adalah interaksi nonenzimatik antara F.IXa,
PF.3, F.VIII dan ion kalsium membentuk kompleks yang mengaktifkan EX. Walaupun
F.IXa dapat mengaktifkan EX, tetapi dengan adanya PF.3, F.VIII dan ion kalsium maka
reaksi ini akan dipercepat.
Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal dimana F.VII akan diaktifkan menjadi
F.VIIa dengan adanya ion kalsium dan tromboplastin jaringan yang dikeluarkan oleh
pembuluh darah yang luka. Akhir-akhir ini terbukti bahwa aktivasi F.VII menjadi F.VIIa
dapat terjadi dengan adanya kalikrein. Hal ini membuktikan adanya hubungan antara
jalur intrinsik dan ekstrinsik. Selanjutnya F.VIIa yang terbentuk akan mengaktifkan EX
menjadi F.Xa.
Jalur bersama meliputi pembentukan prothrombin converting complex
(protrombinase), aktivasi protrombin dan pembentukan fibrin. Reaksi pertama pada jalur
bersama adalah perubahan FA menjadi F.Xa oleh adanya kompleks yang terbentuk pada
jalur intrinsik dan atau F.VIIa dari jalur ekstrinsik. F.Xa bersama F.V PF.3 dan ion
kalsium membentuk prothrombin converting complex yang akan mengubah protrombin
menjadi trombin. Trombin merupakan enzim proteolitik yang mempunyai beberapa
proteolitik yang mempunyai beberapa fungsi yaitu mengubah fibrinogen menjadi fibrin,
mengubah F.XIII menjadi F.XIIIa, meningkatkan aktivitas FN dan F.VIII, merangsang
reaksi pelepasan dan agregasi trombosit. Pada reaksi selanjutnya trombin akan mengubah
fibrinogen menjadi fibrin monomer. Seperti kita ketahui fibrinogen terdiri dari 3 pasang
rantai polipeptida yaitu 2 alfa, 2 beta dan 2 gama. Trombin akan memecah rantai alfa dan
beta pada N-terminal menjadi fibrinopeptida A, B dan fibrin monomer. Fibrin monomer
akan segera mengalami polimerisasi untuk membentuk fibrin polimer. Mula-mula fibrin
polimer yang terbentuk bersifat tidak stabil karena mudah larut oleh adanya zat tertentu
seperti urea, sehingga disebut fibrin polimer soluble. Dengan adanya F.XIIIa dan ion
kalsium, maka fibrin polimer soluble akan diubah menjadi fibrin polimer insoluble
karena terbentuk ikatan silang antara 2 rantai gama dari fibrin monomer yang
bersebelahan. Aktivasi F.XIII menjadi F.XIIIa terjadi dengan adanya trombin (gambar 3).
trombin (gambar 3).
Mekanisme Kontrol Pembekuan Darah
Pembekuan darah merupakan proses autokatalitik dimana sejumlah kecil enzim
yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi
selanjutnya. Oleh karena itu perlu ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan
pemakaian faktor pembekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah,
mekanisme pembersihan (clearance) seluler dan inhibitor alamiah.
Aliran darah akan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang
aktif dari tempat luka. Di samping itu faktor pembekuan darah yang aktif akan dibersihkan
dari sirkulasi darah oleh hati. Sel retikuloendotelial pada hati berperan dalam
menghilangkan tromboplastin jaringan, fibrin, sedangkan hepatosit menghilangkan F.IXa,
F.Xa dan F.VIIa.
Dalam keadaan normal plasma mengandung sejumlah protein yang dapat
menghambat enzim proteolitik dan disebut sebagai inhibitor protease, seperti antitrombin
(dulu disebut antitrombin III / AT.III), alfa-2 makroglobulin, C1 esterase inhibitor, alfa-1
antitripsin dan protein C. AT.III memegang peranan penting dalam mekanisme kontrol
karena di samping menghambat aktivitas trombin, juga menghambat F.XIIa, F.XIa, F.Xa,
F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. AT.III disebut juga kofaktor heparin karena heparin
tidak dapat bekerja tanpa AT.III, sebaliknya aktivitas AT.III akan diperbesar dengan adanya
heparin.
Alfa-2 makroglobulin merupakan inhibitor protease yang paling luas spektrumnya.
Alfa-2 makroglobulin akan membentuk kompleks dengan enzim proteolitik. Enzim yang
terikat masih mempunyai aktivitas proteolitik, akan tetapi aktivitasnya menurun.
C 1 inhibitor mempunyai fungsi utama menghambat komponen pertama dari sistem
komplemen. Di samping itu dapat menghambat F.XIIa, F.XIa dan kalikrein. Alfa-1
antitripsin adalah inhibitor protease yang paling tinggi kadarnya di dalam plasma serta
berperan menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. Percobaan in vitro
memperlihatkan bahwa kecepatan netralisasi faktor pembekuan darah oleh alfa-1
antitripsin sangat lambat.
Protein C berperan dalam menginaktifkan F.Va, F.VIIIa. Protein C beredar dalam
bentuk tidak aktif dan akan diaktifkan oleh trombin dengan adanya kofaktor
trombomodulin yang dikeluarkan oleh sel endotel. Protein C yang telah aktif akan
memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya kofaktor
protein S. Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh sistem fibrinolitik
sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolitik terdiri dari tiga komponen
utama yaitu plasminogen yang akan diaktifkan menjadi plasmin, aktivator plasminogen
dan inhibitor plasmin. Aktivator plasminogen adalah substansi yang dapat mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin. Menurut asalnya dibedakan menjadi aktivator intrinsik,
ekstrinsik dan eksogen. Aktivator intrinsik terdapat di dalam darah seperti F.XIIa dan
kalikrein. Aktivator ekstrinsik terdapat pada endotel pembuluh darah dan bermacam-
macam jaringan, disebut tissue plasminogen activator (t-PA). Sedangkan aktivator eksogen
contohnya adalah urokinase yang dibentuk ginjal dan diekskresi ke dalam urin, dan
streptokinase yang merupakan produk streptokokus beta hemolitikus. Aktivator
plasminogen merupakan enzim proteolitik, kecuali streptokinase yang akan mengikat
plasminogen membentuk kompleks streptokinase-plasminogen yang mempunyai aktivitas
sebagai aktivator plasminogen. t-PA mempunyai afinitas tinggi terhadap fibrin dan ikatan
ini akan meningkatkan aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Inhibitor plasmin adalah
substansi yang dapat menetralkan plasmin dan disebut sebagai antiplasmin. Bermacam-
macam antiplasmin terdapat didalam plasma, seperti alfa-2 plasmin inhibitor, alfa-2
makroglobulin, alfa-1 antitripsin dan AT. Yang kerjanya paling cepat adalah alfa-2 plasmin
inhibitor.
Akhir-akhir ini dikenal juga inhibitor yang bekerja terhadap aktivator plasminogen
yang disebut plasminogen activator inhibitor (PAI), yang diberi nomer urut oleh
International Committee on Thrombosis and Haemostasis. PAI-1 atau endothelial cell-type
PAI adalah suatu glikoprotein yang disintesis oleh sel endotel. Di samping itu PAI-1 juga
disintesis oleh kultur set hati, set melanoma, fibroblast paru-paru, set fibrosarkoma, set
granulosa dan set otot polos. Di dalam trombosit inhibitor ini juga ditemukan di dalam
granula alfa dan akan dikeluarkan pada proses pelepasan. PAI-1 bekerja menghambat
urokinase dan t-PA. Kadarnya meningkat pada beberapa keadaan seperti trombosis vena
profunda, penyakit jantung koroner dan pasca bedah, sehingga diduga PAI-1 ikut berperan
dalam peningkatan resiko trombosis pada keadaan-keadaan ini. PAI-2 disintesis oleh
plasenta dan bereaksi dengan t-PA maupun urokinase. Inhibitor ini juga ditemukan pada
granulosit, monosit dan makrofag. PAI-3 ditemukan dalam urin dan identik dengan
inhibitor terhadap protein C aktif. Inhibitor lain adalah protease nexin I yang ditemukan
dalam fibroblast, set otot jantung dan epitel ginjal.
Sistem fibrinolitik dicetuskan oleh adanya aktivator plasminogen yang akan
memecah plasminogen menjadi plasmin. Aktivasi plasminogen terjadi melalui tiga jalur
yang berbeda yaitu jalur intrinsik, jalur ekstrinsik dan jalur eksogen. Jalur intrinsik
melibatkan F.XII, prekalikrein dan HMWK. Aktivasi F.XII menjadi F.XIIa yang akan
mengubah prekalikrein menjadi kalikrein dengan adanya HMWK. Kalikrein yang
terbentuk akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin, juga mengubah F.XII menjadi
F.XIIa. Pada jalur ekstrinsik aktivator yang terdapat di dalam jaringan atau endotel
pembuluh darah akan dilepaskan ke dalam darah bila terdapat amin vasoaktif dan protein
C. Seperti kita ketahui sebagian besar plasminogen terikat pada fibrin dan sebagian lagi
terdapat bebas di dalam plasma.
Apabila plasminogen tersebut diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan
plasmin yang terikat fibrin. Plasmin bebas akan segera dinetralkan oleh antiplasmin.
Apabila plasmin bebas terdapat dalam jumlah berlebihan sehingga melebihi kapasitas
antiplasmin, maka plasmin bebas tersebut akan memecah fibrinogen, F.V dan F.VIII.
Plasmin merupakan enzim proteolitik yang akan memecah fibrin menjadi fragmen-
fragmen yang disebut fibrin degradation products (FDP). Mula-mula terbentuk fragmen X
yang pada proses selanjutnya akan dipecah menjadi fragmen Y dan D. Fragmen Y akan
$dipecah oleh plasmin menjadi fragmen D dan E. Pada umumnya FDP merupakan
inhibitor pembekuan darah terutama fragmen Y yaitu dengan cara menghambat kerja
trombin dan menghambat polimerisasi fibrin. Selain itu FDP juga mengganggu fungsi
trombosit. Pada proses selanjutnya FDP akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati dan
RES.
II.3. Konsep Perdarahan
Perdarahan ialah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena atau kapiler) kedalam ruangan ekstra vaskulus karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Perdarahan dapat berhenti melalui tiga mekanisme:
a. Kontraksi pembuluh darah
b. Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
c. Pembentukan thrombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung pada besarnya kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil pada pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola atau venula dan pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdarahan yang diakibatkan oleh luka yang mengenai pembuluh darah besar tidak cukup diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit. Untuk ini diperlukan pembentukan thrombin dan fibrin guna memperkuat gumpalan trombosit tadi. Disamping itu untuk mrnjaga agar darah tetap dalam salurannya diperlukan saluran pembuluh darah yang berkualitas baik. Bila terdapat gangguan atau kelainan pada salah satu lebih ketiga mekanisme tersebut, terjadi perdarahan yang abnormal yang sering kali tidak dapat berhenti sendiri. Gangguan atau kelainan dapat terjadi pada:
1. Pembuluh darah (vaskulus)
Perdarahan abnormal yang tidak disebabkan oleh kelainan trombosit dan kelainan mekanisme pembekuan darah digolongkan kedalam perdarahan karena gangguan pembuluh darah. Factor yang dapat menimbulkan kelemahan pembuluh darah umunya dapat di bagi:
a.Factor konggenital
Talangiektasia hemoragika herediter. Gejala yang sering ditemukan adalah epistaksis. Dapat juga terjadi perdarahan usus yang menahun dan kadang-kadang terjadi eksaserbasi mendadak. Perdarahan dapat diatasi dengan penekanan, es atau obat topical dan bila perlu apabila terjadi anemia menahun dapat diberi preparat besi. Tranfusi darah bila perlu.
Hiperelastika kutis (Ehler-Danlos). Pada keadaan ini luka yang kecil saja sukar sembuh dan dapat terbuka kembali. Jika terjadi kecelakaan atau operasi dapat timbul perdarahan hebat. Untuk mengatasinya dilakukan operasi dengan hati-hati dan dalam masa penyembuhan luka yang tertutup harus dijaga dengan baik. Bila perlu tranfusi darah.
b. Factor didapat
Skorbut. Merupakan penyakit akibat kekurangan vitamin C, pengobatanya harus menggunakan vitamin C 200mg/hari sampai dengan satu minggu, selanjutnya dikurangi berangsur-angsur sampai dengan satu bulan.
Panvaskulitis. Akibat sepsis, seperti maningikoksemia, endokarditis bakterialis subakut atau disebabkan penyakit autoimun. Pengobatan diajukan pada penyakit primernya.
Purpura anafilaktoid (purpura Henock-Sconlein). Kelainan timbul atas dasar alergi (hipersensitivitas).Umunya terjadi alergi terhadap makanan (cokelat, susu, telur, kacang kacangan). (Obat beladona,atropine, fenasetin,salisilat,penisilin). Gigtan serangga atau setelah mendapakan penyakit infeksi seperti (rubella, rubeola). Pengobatan: kortiko steroid, antibiotika, (untuk infeksinya) dan bila perlu hemostatika, disamping itu menghindari penyebab alergi.
Lain-lain misalnya uremia. Pengobatan ditunjukan pada penyakit primernya.
2. Trombosit (jumlah maupun fungsinya)
Gangguan trombosit dapat disebabkan oleh gangguan dalam fungsi (trobopatia) atau gangguan dalam jumla (trombositopenia).
Menutup luka dengan jalan membentuk gumpalan trombosit pada tempat kerusakan pembuluh darah.
Membuat factor pembekuan, ialah factor trombosit dan trombospoinin untuk memperkuat gumpalan trombosit di samping fibrin.
Mengeluarkan serotonin untuk kontraksi pembuluh darah, ADP (Adenosin Difosfat) untuk mempercepat pembentukan gumpalan trombosit. Umunya patekia, ekimosis, dan perdarahan abnormal lanya dapat terjadi bila jumlah trombosit kurang dari 20.000-100.000/mm3, sedangkan bil a jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm3 akan terjadi perdarahan yang hebat seperti hematemesis, hematuria, dan melena.
Gangguan fungsi trombosit yang tersering diantaranya ialah gangguan pembentukan ADP (trombopatia), gangguan untuk bereaksi terhadap ADP (trombositipati, trombositopenik) atau karena umur trombosit yang pendek, misalnya Karena pengaruh obat-obatan seperti (asam salisilat, fenilbutasol) atau pengaruh toksik. Penyebab dapat berupa aplasia sistem megakariosit.
Dapat bersifat primer seperti ATP (Amegakaryocytic trombosytopenic purpura) dan anemia aplastik atau sekunder (karena desakan system lain) seperti pada leukemia atau metastasis sel ganas.
Penghancuran trombosit yang abnormal
3. Mekanisme pembekuan
Bahan yang turut serta dalam mekanisme pembekuan factor pembekuan dan diberi nama dengan angka romawi I sampai XIII, kecuali VI. Factor-faktor tersebut ialah factor I (fibrinogen), II (Protombin), III (Tromboplastin), IV (Kalsium dalam benuk ion), V (Proaseleran, factor labil), VII (Prokonverin, factor stabil), VIII (AHG = Antihemophilic Globulin), IX (PTC = Plasma Tromboplastin Anthecedend), XII (factor hageman), dan XIII (factor stabilitas febrin). Semua berlangsung melalui suatu proses. Tahap demi tahap yang apabila di buat akan seperti tangga dan keadaan itu disebut kaskase koagulasi.
Tahap pertama, pembentukan tromboplastin plasma intrinsic yang juga disebut tromboplastogenesis, dimulai dengan trombosit terutama TF3 (factor trombosit 3) dan factor pembekuan lain dengan bantuan kolagen. Factor pembekuan tersebut ialah factor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian factor III dan VII.
Tahap kedua, perubahan protrombin menjadi thrombin yang di katalisasi oleh tromboplastin, factor IV, V, VII dan X.
Tahap ketiga, perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator thrombin, TF1 dan TF2.
Homeostasis yang baik dapat berlangsung dalam batas waktu tertentu sehingga tidak hanya terbentuk tromboplastin, thrombin dan fibrin saja yang penting, tetapi juga lama pembentukan masing-masing zat. Secara keseluruhan mekanisme pembekuan mempunyai dua fenomena dasar untuk jangka waktu berlangsungnya proses tersebut, yaitu tahap permulaan yang lambat disusul tahap autokatalitik yang sangat cepat. Thrombin memegang peranan yang sangat penting pada tahap yang cepat, disamping itu thrombin menyebabkan trombosit menjadi lebih sehingga mudah melepaskan TF dan meninggikan aktivitas tromboplasmin.
II.4. Konsep Hemophilia pada Anak
A.Definisi
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan biologik faktor VIII (antihemophilic globulin) dan faktor IX (komponen tromboplastin plasma). (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten (Price & Wilson, 2005).
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal. (http://www.info-sehat.com)
B. ETIOLOGI
1. Faktor congenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
Pengobatan: dengan memberikan plasma normal atau konsentrat factor yang kurang atu bila perlu diberikan transfuse darah.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada keadaan neonatus, terutama yang kurang bulan karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan. Pengobatan: umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan atau dapat diberikan vitamin K.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral
e. Perdarahan jaringan lunak
2. Episode perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal, yaitu nyeri
b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
3. Sekuela jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan
fibrosis otot.
KLASIFIKASI Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya factor pembekuan VIII (AHG) Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent)Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:1. Hemofilia AHemofilia A dikenal juga dengan nama Hemofilia Klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Kekurangan faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia BHemofilia B dikenal juga dengan nama Chrismas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Chrismas asal kanada.Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX . dapat muncul dengan bentuk yang sama dengan tipe A.Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama, namun yang membedakan tipe A / B adalah dari pengukuran waktu tromboplastin partial deferensial.
Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.a) Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)b) Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) danc) Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).
F. WOCKekurangan factor pembekuan darah
(factor VIII dan factor IX)
Banyaknya aktivitas dan beratnya cidera
Luka vaskuler
Darah keluar dari vaskuler
Pembuluh darah mengerut/mengecil
Stabilitas fibrin tidak memadai
Perdarahan
Pengeluaran unsure mediator kimia
Nyeri
Hipotensi
Stress
Koping tidak efektif
Lemah
Gangguan cairan dan elektrolit (Dehidrasi)
Gangguan perfusi
Resiko InfeksiIntoleransi Aktifitas
MRS
Hospitalization
G.DIAGNOSA MEDIS Jika seorang bayi / anak laki-laki mengalami perdarahan yang tidak biasa, maka diduga dia menderita hemofilia. Pemeriksaan darah bisa menemukan adanya perlambatan dalam proses pembekuan. Jika terjadi perlambatan, maka untuk memperkuat diagnosis serta menentukan jenis dan beratnya, dilakukan pemeriksan atas aktivitas faktor VII dan faktor IX.
H.PEMERIKSAAN FISIK 1.Riwayat keluarga dan riwayat perdarahan setelah trauma ringan 2.Kadar faktor VIII dan faktor IX 3.PTT diferensial
I.PENATALAKSANAAN1.Tranfusi untuk perdarahan dan gunakan kriopresipitat faktor VIII dan IX, tranfusi di lakukan dengan teknik virisidal yang di ketahui efektif membunuh virus-virus yang dapat menyebabkan infeksi lain akibat tranfusi, dan di sebut sebagai standar terbaru tatalaksana hemofilia yaitu factor VIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular virus. 2.Aspirasi hemartosis dan hindari imobilitas sendi 3.Konsultasi genetik
Konsep Asuhan KeperawatanHemofilia pada Anak
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemophilia adalah sering terjadi infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku. Pada sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan, akibatnya sering terjadi perdarahan.
Sedangkan pada sendi peluru seperti panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena pada sendi peluru mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemophilia atau penyakit herediter seperti kekurangan factor VIII protein dan factor pembekuan IX yang:
a. Kurang dari 1% tergolong berat
b. Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
c. Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
5. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien
6. Pola Aktifitas
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang memungkinkan dapat mengganggu pola aktifitas klien. Pola istirahat akan terganggu dengan adanya nyeri anak sering menangis.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum lemeh bahkan kadang sampai terjadi penurunan kesadaran GCS<15, sebagai tanda-tanda adanya hipotensi dan nyeri
b. Pemeriksaan Sistem Neurologi
1) Pada fungsi motorik, pada tempat terjadinya luka biasanya terjadi hematoma setelah terjadi infeksi
2) Pada fungsi sensoris, terjadi penurunan kesadaran akibat hipotensi dan nyeri yang hebat
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa kadar factor VIII dan factor IX pada darah
B. Analisis
1. Adanya keluhan nyeri jaringan pada luka akibat terjadinya hematoma yang memungkinkan terjadinya infeksi
2. Adanya perubahan tingkat kesadaran, perdarahan yang tidak kunjung berhenti dan adanya nyeri pada luka yang dapat merangsang system saraf pada otak
3. Perubahan pada tonus otot dan fungsi motorik akibat adanya luka dan hipotensi dapat menimbulkan suatu kelemahan pada fisik terutama pada tonus otot yang terluka
C. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d perdarahan dalam jaringan sendi
2. Hipotensi b.d adanya perdarahan
3. Gangguan cairan dan elektrolit b.d perdarahan
4. Gangguan mobilisasi fisik b.d hipotensi
5. Gangguan anxietas b.d kurang pengetahuan
6. Gangguan perfusi jaringan b.d dehidrasi
D. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri b.d perdarahan dalam jaringan sendi
Tujuan : Klien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala nyeri yang dapat diterima anak.
a. Kaji skala nyeri.
b. Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak.
c. Rencanakan dan awasi penggunaan analgetik.
d. Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan “saya akan memberi kamu injeksi untuk nyeri”.
e. Hindari pernyataan seperti “obat ini cukup untuk orang nyeri”.
f. Sekarang kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat nyeri lagi”.
g. Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/ penatalaksanaan nyeri.
2. Dx 2: Hipotensi b.d adanya perdarahan
Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
a. Sediakan dan atur konsentrat faktor VIII + DDAVP sesuai kebutuhan.
b. Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk pengurusan penggantian faktor darah di rumah.
c. Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan perdarahan
1) Beri tindakan pada area perdarahan 10 – 15 menit.
2) Mobilisasi dan elevasi area hingga diatas ketinggian jantung.
3) Gunakan kompres dingin untuk vasokonstriksi.
3. Dx 3: Gangguan mobilisasi fisik b.d hipotensi
Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
Batasan karakteristik: Klien mengatakan badannya lemas, sesak nafas, respirasi rate
meningkat saat aktivitas, kapile refile lebih 3 - 5 detik, kekuatan otot menurun.
b). Kriteria hasil
Klien tidak lemah, kekuatan otot meningkat, klien dapat melakukan aktivitas ringan
dengan bantuan, TTV saat aktivitas dan istirahat tidak berubah.
c). Rencana tindakan
1). Jelaskan pada klien dan keluarga pentingnya aktivitas seminimal mungkin.
Rasional : dengan penjelasan adekuat akan terjadi transfer pendidikan, cenderung
klien mengalami stres yang lebih kecil, dan akan lebih kooperatif dalam proses
perawatan.
2). Bantu keperluan klien selama belum mampu
Rasional : bantuan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi resiko cedera dan
memelihara fleksibilitas tulang dan otot.
3}. Siapkan klien dengan ide untuk penghematan energi : duduk saat melakukan
aktivitas, misal : mandi, makan dan sebagainya dan istirahat setelah aktivitas
Rasional : pemakaian energi berlebih dicegah dengan pengaturan aktivitas dan
memberikan jarak waktu yang cukup untuk pulih diantara waktu istirahat.
4). Secara bertahap tingkatkan aktivitas harian klien peningkatan toleransi.
Rasional : peningkatan secara bertahap aktivitas memerlukan kekuatan otot dan
sendi.
5). Pertahankan terapi oksigen tambahan sesuai kebutuhan.
Rasional : oksigen tambahan meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan
memperbaiki toleransi aktivitas.
6). Berikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut dalam kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan
aktivitas.
7). Setelah aktivitas kaji tensi, nadi, respirasi rate dan suhu tubuh
Rasional : intoleransi terhadap aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung,
sirkulasi dan status pernafasan.
4. Dx 4: Gangguan cairan dan elektrolit
Tujuan: Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi
a. Kaji input atau pemasukan cairan pada klien
b. Kaji output cairan pada klien
c. Pasang infuse dan kaji dalam 1x24 jam
d. Kaji kebutuhan klien untuk memenejemen asupan cairan
e. Anjurkan klien untuk banyak minum
f. Evaluasi setiap perubahan kebutuhan cairan pada klien
5. Gangguan anxietas b.d kurangnya pengetahuan
Tujuan: mengurangi/menghilangkan rasa anxietas
a. Beri Health Education (HE) kepada keluarga mengenai penyakit yang diderita dan efeknya
b. Beri support kepada keluarga dan klien
c. Kaji kembali pengetahuan setelah diberi HE
d. Demonstrasi cara alternative mengurangi gejala dari hemophilia
6. Gangguan perfusi jaringan b.d dehidrasi
Tujuan: Mengurangi/menghilangkan perfusi jaringana. Beri penjelasan klien dan keluarga penyebab rasa dingin pada daerah perifer.b. Observasi ada tidaknya kualitas nadi perifer dan bandingkan dengan nadi normalc. Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan kehangatan akrald. Observasi tanda-tanda vital
e. Kendorkan pakaian dan lepaskan perhiasan yang ada pada tungkai dan lengan yang mendapat suplai darah.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan parenteral infus
top related