referat mata fix
Post on 26-Jul-2015
152 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu
secara berangsur. Proses ini dapat terjadi karena proses degenarasi atau ketuaan
( jenis katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit
tertentu (Diabetes Mellitus). Katarak dapat terjadi pula sejak lahir ( cacat
bawaan ), karena itu katarak dapat dijumpai pada usia anak-anak maupun
dewasa.
Data badan kesehatan PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan di
dunia mencapai 38 juta orang,48% di antaranya disebabkan oleh katarak.
Untuk Indonesia, survey pada 1995-1996 menunjukan prevalensi kebutaan
mencapai 1,5 % dengan 0,78 % diantaranya disebabkan oleh katarak dan yang
terbesar karena katarak senilis/ketuaan. Prevalensi katarak senilis meningkat sesuai
usia. Di Indonesia, pada tahun 2000 diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut
sebanyak 15.3 juta j i w a d a n 2 2 % d i a n t a r a n y a m e n j a l a n i o p e r a s i
k a t a r a k d i b a w a h u s i a 5 5 t a h u n . Prevalensi katarak di Indonesia menurut SKRT-
SURKESNAS tahun 2001 sebesar 4,99% dan di Jawa Bali sebesar 5,48%. Prevalensi
katarak di daerah pedesaan sebesar 6,29%, lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan
sebesar 4,5%.(2) Pada penelitian ini prevalensi yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan
hasil penelitian lain.Hal ini dapat dijelaskan pada penelitian ini usia responden adalah 30
tahun ke atas. Rata-rata usia adalah 48,9 tahun, dan jumlah responden dengan usia 50
tahun ke atas sebanyak 45,95%, sedangkan responden pada penelitian
SKRTSURKESNAS 2001 adalah semua umur.
Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus
dengan jumlah penduduk usia lanjut dan masalah gizi masyarakat. Selain penglihatan
yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal terjadinya katarak
antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan dalam persepsi
warna, dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya
terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang
menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan yang
berperingakat (progresif).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mata
Gambar 2.1 Anatomi mata
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous.
Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi
menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan).
Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung
pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen
= biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino).
1. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola
mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 μm. 5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan
zonula okluden
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai
kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
system pompa endotel terganggu sehingga terjadi dekompresi endotel dan
terjadi edema kornea.Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.Kornea
merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
disebelah depan.
2. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous
humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam
korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika
aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya
(sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam
vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang.Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian serat lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk serat lensa yang tertua
dalam kapsul lensa. Didalam lensa dapat dibedakan nucleus embrional, fetal
dan dewasa. Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda
dan disebut sebagai korteks dewasa.Korteks yang terletak disebelah depan
lensa disebut sebagai korteks anterior sedangkan dibelakangnya disebut
sebagai korteks posterior.Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn
yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu yaitu :
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan,
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak,
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan
menjadi bertambah besar dan berat.
4. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat .
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting
untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
B. Fisiologi Penglihatan
Mata, organ yang mengandung reseptor penglihatan, menyediakan visi, dengan
bantuan dari organ aksesori. Organ aksesori ini mengandung kelopak mata dan
apparus lakrimal, yang mana melindungi mata dan seperangkat otot ekstrinsik yang
mana menggerakkan mata.
Lapisan pelindung luar bola mata yaitu sklera, dimodifikasi di bagian anterior
untuk membentuk kornea yang tembus pandang, dan akan dilalui berkas sinar yang
akan masuk ke mata. Di bagian dalam sklera terdapat koroid, lapisan yang
mengandung banyak pembuluh darah yang memberi makan struktur-struktur dalam
bola mata.
Kornea adalah transparan, berbentuk kubah jendela yang menutupi bagian depan
dari mata. Itu sangat kuat membelokkan permukaan, menyediakan 2/3 kekuatan focus
mata. Seperti kristal pada arloji yang memberikan kita jendela yang jelas untuk
melihat. Karena tidak ada aliran darah dalam kornea, itu jelas normal dan mempunyai
permukaan yang berkilau. Kornea sangat sensitif – terdapat banyak ujung saraf dalam
kornea dibandingkan dimanapun selain di badan. Kornea orang dewasa tebalnya
hanya ½ millimeter dan terdiri atas lima lapisan : epithelium, selaput bowman,
stroma, selaput descement dan endothelium.
Epithelium adalah lapisan sel yang melindungi permukaan kornea. Hanya sekitar
5-6 lapisan sel tebal dan terjadi regenerasi dengan cepat ketika kornea mengalami
cedera. Selaput bowman berada dibawah epithelium karena lapisan ini sangat liat dan
susah untuk melakukan penetrasi, selaput bowman melindungi kornea dari cedera.
Stroma merupakan lapisan paling tebal dan berada dibawah selaput bowman. Terdiri
dari sedikit serat kolagen yang mengalir paralel satu sama lain. Bentuk khusus ini dari
serat kolagen memberikan kornea kejelasan. Selaput descement berada diantara
stroma dan endothelium hanya berada dibawah descement dan hanya satu lapisan sel
yang tebal. Lapisan ini memompa air dari kornea dan menjaganya tetap bersih. Jika
terjadi kerusakan atau penyakit, sel ini tidak akan melakukan regenerasi.
Lensa kristalina adalah suatu struktur tembus pandang yang difiksasi ligamentum
sirkular lensa (zonula zinii). Zonula melekat dibagian anterior koroid yang menebal
yang disebut korpus siliaris. Korpus siliaris mengandung serat-serat otot melingkar
dan longitudinal yang melekat dekat dengan batas korneosklera. Di depan lensa
terdapat iris yang berpigmen dan tidak tembus pandang, yaitu bagian mata yang
berwarna. Iris mengandung serat-serat otot sirkular yang menciutkan dan serat-serat
radial yang melebarkan pupil. Perubahan garis tengah pupil dapat mengakibatkan
perubahan sampai lima kali lipat dari jumlah cahaya yang mencapai retina. Ruang
antara lensa dan retina sebagian besar terisi oleh zat gelatinosa jernih yang disebut
korpus vitreous. Aqueous humor, suatu cairan jernih yang memberi makan kornea
dan lensa, dihasilkan dikorpus siliaris melalui proses difusi dan transport aktif dari
plasma. Cairan ini mengalir melalui pupil untuk mengisi kamera okuli anterior (ruang
anterior mata). Dalam keadaan normal, cairan ini diserap kembali melalui jaringan
trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemm, suatu saluran antara iris dan kornea.
Lapangan penglihatan, ketika kedua mata menatap sebuah objek, gambar
difokuskan bersersesuaian dengan bagian tiap retina. Lapangan kiri penglihatan , di
sini adalah biru, difokuskan pada sebelah kanan tiap retina; tetapi pesan yang berupa
gambar difokuskan pada bagian yang berbeda dari tiap retina relatif ke hidung.
Lapangan penglihatan sebelah kiri difokuskan pada retina kiri pada sisi yang paling
dekat dengan hidung – bagian nasal, tetapi difokuskan pada retina kanan pada sisi
terjauh dari hidung – bagian temporal.
Mengagabungkan “lapangan penglihatan” kedalam penuh dengan arti yang
melibatkan proses pindah silang pada optik chiasma.. serabut optik dari bagian nasal
dari pindah silang tiap retina dan mengikuti serabut dari bagian tiap retina pada sisi
berlawanan. Gabungan serabut dari bidang optik. Begitu bidang optik kiri
mengandung impuls gambar dari lapangan penglihatan kanan dan bidang optik kanan
mengandung ini dari lapangan penglihatan. Sinaps pada kiri/kanan thalamus, serabut
dilanjutkan sebagai radiasi optik ke akhir dari korteks kanan dan kiri lobus occipitalis.
Lokasi luka pada bagian penglihatan menentukan hasil cacat penglihatan. Sebagai
contoh, destruksi saraf penglihatan menghasilkan kebutaan pada kedua mata.
Kehilangan seluruh radiasi optik kanan, contohnya bisa terjadi pada stroke,
penglihatan terhalang dari lapangan penglihatan kiri dan vice versa.
Pergerakan mata, enam otot berdempet ke sklera mengendalikan pergerakan mata
dalam orbit. Enam otot ini diatur oleh saraf kranial III (okulomotor), IV (trochlear)
dan VI (abducens).
Gangguan pergerakan mata dapat mnyebabkan gambar gagal difokuskan pada
bagian bersesuaian dari retina, ini menghasilkan penglihatan ganda (diplopia). Atau
sama dalam kasus paralysis satu mata tidak dapat menetapkan semua object,
dihasilkan dalam monocular, dari pada binocular, penglihatan.
Ketika cahaya bersinar pada satu mata, kedua pupil berkontriksi , konstriksi ini
adalah refleks cahaya pupil. optik atau saraf kranial II terdiri dari 80% visual dan
serabut pupil afferent. Cahaya impuls ke dalam mata menyebabkan retina
menyebarkan impuls ke saraf optik, bidang optik, otak tengah, dan korteks visual dari
lobus occipitalis. Ini adalah otot afferent dari refleks cahaya. Di otak tengah, serabut
pupil menyebarkan dan disebarkan dengan serabut silang ke depan nucleus Edinger –
whestpaldari okulomotor, atau saraf kranial III. Beberapa serabut tinggal pada sisi
yang sama. Saraf kranial ketiga adalah otot efferent, yang mana berangkat melalui
badan ciliary ke otot sphincts dari iris yang menyebabkannya berkontraksi. Efek
langsungnya adalah konstriksi dari pupil mata bagian atas yang mana cahaya bersinar.
Refleks dekat terjadi ketika pelaku melihat jarak dekat. Ada tiga bagian dari refleks
dekat yakni akomodasi, menyebarkan, dan konstriksi pupil. akomodasi didefenisikan
sebagai fokus dekat dari mata yang mana diakibatkan oleh peningkatan kekuatan
lensa oleh kontraksi dari otot ciliary, di inerfasi oleh saraf kranial III.
Reseptor, setiap sel batang dan kerucut dibagi menjadi segmen luar, segmen
dalam yang mengandung inti-inti reseptor dan daerah sinaps. Segmen luar adalah
modifikasi silia dan merupakan tumpukan teratur sakulus atau lempeng dari
membrane. Sakulus dan membrane ini mengandung senyawa-senyawa peka cahaya
yang bereaksi terhadap cahaya dan mampu membangkitkan potensial aksi di jaras
penglihatan . segmen luar sel batang selalu diperbaharui oleh pembentukan lempeng-
lempeng baru ditepbagian dalam segmen dsan proses fagositosis lempeng tua serta
dari ujung luar oleh sel-sel eptel berpigmen.
Fotoreseptor terdiri atas dua jenis sel, yaitu koni (kerucut) dan basillli (batang).
Sel basilli yang lebih banyak, berfungsi untuk melihat dalam cahaya remang-remang,
tidak untuk melihat warna. Koni berfungsi untuk melihat cahaya terang dan warna.
Lateral terhadap bintik buta terdapat daerah lonjong disebut macula lutea, demgam
cekungan kecil dipusatnya yang disebut fovea sentralis. Fovea sentralis hanya
mengandung koni; macula mengandung kebanyakan koni, yang makin berkurang kea
rah perifer. Retina perifer hanya mengandung basilli. Agar melihat jelas, berkas
cahaya harus jatuh tepat pada fovea sentralis, yang besarnya hanya seujubg jarum
pentul.
Semua bangunan transparan yang harus dilalui berkas cahaya untuk mencapai
retina disebut media refraksi, yaitu kornea, lensa dan korpus vitreous. Mata normal
akan membiaskan cahaya yang memasuki mata sedemikian rupa sehingga
bayangannya tepat jatuh tepat di retina, di fovea sentralis.
Mekanisme pembentukan bayangan. Mata mengubah energi dalam spekturm yang
dapat dilihat menjadi potensial aksi di nervus optikus. Panjang gelombang cahaya
yang dapat dilihat berkisar dari 397 nm sampai 723 nm. Bayangan benda di sekitar
difokuskan di retina. Berkas cahaya yang mencapai retina akan mencetuskan
potensial didalam sel kerucut dan batang. Impuls yang timbul di retina dihantarkan ke
korteks serebrum, untuk dapat menimbulkan kesan penglihatan.
Daya akomodasi , biula m. siliaris dalam keadaan istirahat, berkas sinar paralel
yang jatuh dimata yang optiknya normal (emetropia) akan difokuskan ke retina.
Selama relaksasi ini dipertahankan, maka berkas sinar dari benda yang kurang dari 6
m akan difokuskan di belakang retina dan akibatnya benda tersebut akan nampak
kabur. proses meningkatnya kelengkungan lensa disebut akomodasi. Pada keadaan
istirahat, ketegangan lensa dipertahankan oleh tarikan ligamentum lensa. Karena
bahan lensa mudah dibentuk dan kelenturan kapsul lensa cukup tinggi, lensa dapat
ditarik menjadi gepeng. Bila pandangan diarahkan ke benda yang dekat, otot siliaris
akan berkontraksi. Hal ini mengurangi jarak antara tepi-tepi korpus siliaris dan
melemaskan ligamentum lensa, sehingga lensa membentuk mengerut membentuk
benda yang lebih cembung. Pada orang berusia muda bentuk ini dapat meningkatkan
daya bias mata hingga 12 dioptri.
Selain akomodasi, terjadi konvergensi sumbu penglihatan dan konstriksi pupil
bila seseorang melihat benda yang dekat. Respon 3 bagian ini : akomodasi,
konvergensi, sumbu penglihatan, dan kontriksi pupil disebut respon melihat dekat.
Gangguan umum pada mekanisme pembentukan bayangan, pada beberapa orang,
bola mata berukuran lebih pendek daripada normal dan sinar yang sejajar difokuskan
dibelakang retina. Kelainan ini disebut hiperopia atau penglihatan jauh. Akomodasi
yang terus menerus, bahkan sewaktu melihat benda jauh dapat sedikit
mengkompensasi kelainan, tetapi kerja otot yang terus menerus akan melelahkan dan
dapat menimbulkan nyeri kepala dan penglihatan kabur. Konvergensi sumbu
penglihatan yang terus menerus yang disertai akomodasi akhirnya dapat
menimbulkan juling (strabismus), kelainan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan
kacamata dengan lensa konveks, yang membantu daya bias mata dalam
memperpendek jarak fokus. Pada miopia (penglihatan dekat), garis tengah antero
posterior bola mata terlalu panjang. Miopia bersifat genetik. Pada orang berusia muda
aktivitas pekerjaan yang berkaitan dengan benda-benda dekat, misalnya belajar dapat
mempercepat timbulnya miopia. Kelainan ini dapat diatasi dengan kacamata lensa
bikonkaf, yang membuat berkas cahaya sejajar sedikit berdivergensi sebelum masuk
ke mata. Astigmatisme adalah keadaan yang sering dijumpai dengan kelengkungan
kornea tidak merata. Bila kelengkungan disatu meridian berbeda dengan
kelengkungan dimeridian lain, berkas cahaya di meridian tersebut akan dibiaskan ke
fokus yang berbeda.yang kurang dari 6 meter akan difokuskan di belakang retina dan
akibatnya benda tersebut tampak kabur
C. ETIOLOGI
Etologi katarak adalah :
a. Degeneratif (usia)
b. Kongenital
c. Penyakit sistemik (missal DM, hipertensi, hipoparatiroidisme)
d. Penyakit lokal pada mata (missal uveitis, glaucoma dll)
e. Trauma
f. Bahan toksik (kimia & fisik)
g. Keracunan obat-obat tertentu (kortikosteroid, ergot, dll)
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistic menunjukkan
bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 55%
orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak. Walaupun
sebenarnya dapat diobati, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia.
D. PATOFISIOLOGI KATARAK
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentukseperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna seperti Kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.
Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu yang lama.
E. GEJALA KLINIS
Penurunan visus secara perlahan-lahan
Ukuran kacamata semakin sering mengalami perubahan
Keluhan silau (glare)
Kesulitan untuk membaca
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan kecuali bila terdapat dugaan penyakit
sistemik yang harus dieksklusi atau katarak telah terjadi sejak usia muda.
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan katarak
dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan Tajam penglihatan
dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita.
1. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular
Adalah mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh dilakuakan dengan
membuka menyayat selaput bening dan memasukan alat melalui pupil, kemudian
menarik lensa keluar, seluruh lensa dengan pembungkus atau kapsulannya
dikeluarkan dengan lidi (prabe), beku (dingin). Pada operasi ini dibuat sayatan
selapur bening yang cukup luas. Jahitan yang banyak (14-15 mm), sehingga
penyembuhan lukanya memakan waktu lama. Metode ini popular beberapa waktu
yang lalu dan sekarang sudah ditinggalkan.
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada
katarak senile. Pada ekstraksi lensa intra kapsular dilakukan tindakan dengan
urutan berikut:
1) Dibuat flep konjungtiva dari jam 9-3 melalui jam 12
2) Dilakukan pungsi bilik mata depan dengan pisau
3) Luka kornea diperlebar seluas 160 derajat
4) Dibuat iridektomi untuk mencegah glaucoma blockade pupil pasca bedah
5) Dibuat jahitan korneasklera
6) Lensa dikeluarkan dengan krio
7) Jahitan kornea dieratkan dan ditambah
8) Flep konjungtiva dijahit.
Penyulit pada saat pembedahan yang dapat terjadi adalah:
a. Kapsul lensa pecah sehingga lensa tidak dapat dikeluarkan bersama-sama kapsulnya.
Pada keadaan ini terjadi ekstraksi lensa ekstrakapsular tanpa rencana karena kapsul
posterior akan tertinggal
b. Prolaps badan kaca pada saat lensa dikeluarkan.
Bedah ekstraksi lensa intra kapsular (EKIK) masih dikenal pada negara dengan
ekonomi rendah karena :
1) Teknik yang masih baik untuk mengeluarkan lensa keruh yang mengganggu
penglihatan
2) Teknik dengan ongkos rendah
2. Ekstraksi katarak ekstra kapsular
Lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang, sedang
pembungkus belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini terdapat ruang-ruang
bebas di tempat bekas lensa sehingga memungkinkan mendapatkan lensa
pengganti yang disebut sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior
chamber intraocular lens) dengan teknik sayatan lebih kecil (10-11 mm) sedikit
jahitan dan waktu penyembuhan lebih pendek.
Pada ekstraksi lensa ekstra kapsular dilakukan tindakan sebagai berikut :
1) Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat dari jam
10 sampai jam 2
2) Dibuat pungsi bilik mata depan
3) Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior
4) Dibuat luka kornea dari jam 10-2
5) Nukleus lensa dikeluarkan
6) Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul posterior saja
7) Luka kornea djahit
8) Flep konjungtiva dijahit
Penyulit yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang akan
membuat katarak sekunder.
Gambar 2.2 EKEK
3. Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada EKEK. Cara ini memungkinkan pengambilan
lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi
tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang
memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan waktu yang pendek dan
penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi. Kedua teknik irigasi – aspirasi
fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior, yang nantinya
digunakan untuk menyangga IOL. Pada tindakan fako ini lensa yang katarak di
fragmentasi dan diaspirasi.
Gambar 2.3 Teknik Operasi Fakoemulsifikasi
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru
dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telahsembuh. Rehabilitasi visual dan
peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien
tidak dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski
tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intra
okular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.
H. Komplikasi Pembedahan Katarak
a. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan
resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina.
b. Prolap iris.
Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska operasi
dini. Pupil mengalami distorsi.
c. Endoftalmitis.
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi
(<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri, penurunan
tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan
(hipopion).
d. Astigmatisma pascaoperasi.
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi
astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran
kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid
dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis
jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya
menyelesaikan masalah ini dan bias dilakukan dengan mudah di klinik
dengan anestesi lokal dengan pasien duduk di depan slip lamp. Jahitan yang
longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun mungkin diperlukan
jahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna.
Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil menghindarkan
komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi
astigmatisma yang telah ada sebelumnya.
e. Edema makular sistoid.
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai dengan
hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring berjalannya waktu namun dapat
menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
f. Ablasio retina.
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan
rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila
terdapat kehilangan vitreous.
g. Opasifikasi kapsul posterior.
Pada sekitar 20% pasien kejernihan kapsul posterior berkurang pada
beberapa bulan setelah pembedahan setelah pembedahan ketika sel epitel
residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan
mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul
dengan laser (neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis
rawat jalan. Terdapat resiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya
retina setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang diajukan pada
pengurangan komplikasi ini menunjukan bahwa bahan yang digunakan
untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa intra
ocular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam mencegah
opasifikasi kapsul posterior.
I. Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak
menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka
prognosis pada katarak senilis umumnya baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur.
Katarak dapat diterapi dengan operasi.
Teknik operasinya :
a. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular
Adalah mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh dilakuakan dengan
membuka menyayat selaput bening dan memasukan alat melalui pupil, kemudian
menarik lensa keluar, seluruh lensa dengan pembungkus atau kapsulannya
dikeluarkan dengan lidi (prabe), beku (dingin). Pada operasi ini dibuat sayatan
selapur bening yang cukup luas. Jahitan yang banyak (14-15 mm), sehingga
penyembuhan lukanya memakan waktu lama.
b. Ekstraksi katarak ekstra kapsular
Lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang, sedang pembungkus
belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini terdapat ruang-ruang bebas di tempat
bekas lensa sehingga memungkinkan mendapatkan lensa pengganti yang disebut
sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior chamber intraocular lens)
dengan teknik sayatan lebih kecil (10-11 mm) sedikit jahitan dan waktu
penyembuhan lebih pendek.
c. Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada EKEK. Cara ini memungkinkan pengambilan
lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi
tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang
memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan waktu yang pendek dan
penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi. Kedua teknik irigasi – aspirasi
fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior, yang nantinya
digunakan untuk menyangga IOL. Pada tindakan fako ini lensa yang katarak di
fragmentasi dan diaspirasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gangguan kesehatan indera penglihatan
danpendengaran. Analisis Data Morbiditas-Disabilitas, SKRT-SURKESNAS 2001.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat DirektoratKesehatan Khusus dan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, SekretariatSURKESNAS. Jakarta. 2004.
2. Guyton and Hall. 2001. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
3. H. Sidarta Ilyas.2000. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. H. Sidarta Ilyas.2004. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
5. H. Sidarta Ilyas.2009 .Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. James B, Chew C, Bron A. 2006. Lensa dan Katarak. dalam Lecture NotesOftalmologi Edisi
9. Jakarta: Erlangga.
7. Vaughan D, Asbury T. 1990. General ophthalmology. Jakarta : WidyaMedika
top related