refleksi kasus sinusitis maxillaris
Post on 24-Apr-2015
85 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SMF/ Lab. Ilmu Penyakit THT Refleksi
Kasus
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
SINUSITIS MAKSILA SINISTRA KRONIK
Disusun oleh:
Irana Priska
06.55357.00300.09
Pembimbing:
dr. Rahmawati, Sp.THT-KL
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/Lab. Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Sinusitis adalah radang pada mukoperios sinus paranasal. Peradangan ini meliputi
sinus maksila (sinusitis maksila), sinus frontal (sinusitis frontal), sinus ethmoid (sinusitis
ethmoid), dan sinus sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan dapat mengenai beberapa
mukoperios sinus paranasal saja, sedangkan peradangan yang mengenai semua mukoperios
sinus paranasal disebut pansinusitis.
1.2 Anatomi sinus maksila
Sinus paranasal merupakan rongga-rongga yang terdapat di dalam maxilla os frontale,
os sphenoidale, dan os ethmoidale. Sinus maksila merupakan sinus paranasalis terbesar.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila ( fosa kanina ), dinding posteriornya
permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya prosesus alveolaris dan
palatum.
2
Gambar 1. Sinus paranasalis Gambar 2. Sistem drainase sinus
1.3 Patogenesis sinusitis
1.3.1 Faktor rhinogen
Infeksi atau peradangan sinus umumnya terjadi sebagai kelanjutan infeksi hidung.
Setiap kondisi dalam hidung seperti rhinitis akut dan infeksi, rhinitis alergi, rhinitis
vasomotor, polip nasi, deviasi septum nasi dan hipertrofi konka dapat menghambat aliran
keluar cairan hidung cenderung menyebabkan infeksi dari sinus.
Sinus-sinus tersebut dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks ostio-meatal (KOM). Mukus
juga mengandung substansi antimkrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan sehingga infeksi pada salah satu sinus dapat
menyebabkan infeksi pada sinus yang lain. Bila terjadi edema pada organ pembentuk KOM,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak, Ostium
dapat tersumbat, dan lendir tidak dapat dialirkan. Akibatnya tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadi transudasi dengan meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah, dinding-dinding sel dan proliferasi sel-sel kelenjar submukosa. Bila sumbatan
berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh
bakteri anaerob. Keadaan ini disebut sinusitis akut dan memerlukan terapi antibiotik.
Selanjutnya jika terapi tidak berhasil, maka mukosa akan semakin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik (irreversible) yaitu terjadi perubahan jaringan menjad hipertrofi, polipoid, atau
pembentukan polip dan kista.
Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia
(30-50%), Haemophylus influenza (20-40%), sedangkan pada sinusitis kronik faktor
predisposisinya lebih berperan dan lebih condong pada bakteri gram negatif dan anaerob.
1.3.2 Faktor odontogen
3
Merupakan penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus
alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh
tulang gigi tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Nathaniel
Highmore yang menggunakan tentang tulang tipis yang membungkus antrum maksila dan
memisahkannya dari soket gigi karena antrum maksila sering disebut sebagai antrum
Highmore. Penyebab tersering adalah premolar 2 dan molar 3 (P2-M3). Infeksi gigi rahang
atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar
secara langsung ke sinus, melalui pembuluh darah dan limfe.
1.4 Gejala klinis
1.4.1 Sinusitis akut
Gejala subyektif pada sinusitis akut ditandai dengan adanya tanda-tanda radang akut
seperti demam, rasa lesu dan nyeri kepala yang memberat karena penimbunan sekret dalam
rongga sinus akibat posisi tegak dalam waktu yang lama. Wajah terasa bengkak, penuh, dan
gigi terasa nyeri pada gerakan mendadak. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri
diantara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau
seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di
daerah vertex, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila
kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Sekret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan terkadang berbau busuk. Hidung tersumbat dan dapat dirasakan ingus kental
mengalir ke nasofaring (post nasal drip).
Gejala obyektif pada sinusitis akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit
ringan pada daerah sinus yang berbatasan dengan sinus yaitu sinus maksila, frontal dan
ethmoid anterior. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis, edema, dan
mukopus pada meatus medius.
1.4.2 Sinusitis subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya saja tanda-tanda radang akutnya
sudah reda dan perubahan histologi mukosa sinus masih reversibel.
1.4.3 Sinusitis kronis
Pada sinusitis kronis tidak terdapat tanda-tanda radang akut dan perubahan histologi,
mukosanya sudah irreversibel. Gejala subyektif terdiri dari gejala klinis sinusitis kronis yang
sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari gejala hidung ( hidung tersumbat,
4
rinore, post nasal drip, gangguan penghidu ), nyeri kepala, gejala faring, gejala telinga,
keluhan mata.
1.5 Pemeriksaan
1.5.1 Pemeriksaan fisik
Inspeksi yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak
mata bawah, kelopak mata atas. Palpasi terdapat nyri tekan pada pipi dan nyeri ketuk gigi
menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar
sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri
tekan di daerah kantus medius. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior tanda
khasnya adalah adanya pus di meatus medius pada sinusitis maksila, ethmoid anterior dan
frontal.Sedangkan adanya pus di meatus superior pada sinusitis ethmoid posterior dan
sphenoid. Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila
pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti
anthrum terisi pus atau mukosa anthrum menebal.
1.5.2 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi rutin untuk memeriksa sinus paranasal ialah posisi water’s
(oksipitomental), terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan
ethmoid. Posisi postero-anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai
sinus frontal, sphenoid, dan ethmoid.
Pemeriksaan radiologi khusus dapat dilakukan jika pemeriksaan radiologi rutin
meragukan. Pemeriksaan ini terdiri atas radiologi dengan bahan kontras, USG, Computed
Tomography Scanning (CT-Scan).
Sinoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam sinus maksila dengan menggunakan
endoskopi. Endoskopi dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa
kanina. Dengan alat ini dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan
granulasi, massa tumor atau kista, keadaan mukosa apakah reversibel atau irreversibel dan
keadaan ostium.
1.6 Penatalaksanaan
5
Tujuan terapi pada sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi, dan mencegah kondisi penyakit menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih kembali.
1.6.1 Sinusitis akut
Pada sinusitis akut dapat diberikan obat-obatan antibiotik spektrum luas, analgetik
atau antipiretik, dekongestan, dan mukolitik.
1.6.2 Sinusitis subakut
Pada sinusitis subakut dapat diberikan terapi konservatif diatas dan ditunjang dengan
tindakan berupa :
Diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave)
Pungsi dan irigasi sinus maksila (anthrum maksila)
Diperlukan tindakan untuk mengeluarkan sekret dari rongga sinus maksila yang
dilakukan melalui ostium sinus maksila. Jalur irigasi biasanya terletak dibawah konka
inferior, setelah sebelumnya dilakukan kokainisasi pada membran mukosa. Sedangkan jalur
alternatif adalah melalui pendekatan sublabial dimana jarum ditusukkan melalui celah bukalis
gusi menembus fosa insisiva. Irigasi secara berulang setiap minggu ini bertujuan untuk
mengembalikan aktivitas normal mukosa. Jika mukosa tidak pulih, maka pus akan terbentuk
lagi sehingga perlu pertimbangan pengobatan secara operatif.
Kontra indikasi pungsi ini adalah tidak boleh dilakukan pada saat infeksi akut masih
berlangsung oleh karena dapat mengakibatkan osteomielitis dan trauma pada maksila.
1.6.3 Sinusitis kronik
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram negatif dan
anaerob. Selain itu, dekongestan oral atau topikal, analgetik, mukolitik, dan diatermi juga
dapat diberikan bila perlu.
Pada sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis yang
disertai kista atau kelainan ireversibel, maka dapat dilakukan tindakan operasi.
1) Anthrostomi intranasal
6
Tindakan membuat lubang pada meatus inferior yang menghubungkan antara rongga
hidung dan sinus maksila untuk drainase sekret dan ventilasi sinus maksila. Biasanya
dilakukan pada penderita yang memerlukan irigasi berulang kali dan tidak dapat
dilakukan irigasi sinus dengan anestesi lokal. Anthrostomi yang cukup baik ialah yang
diameternya cukup lebar, permanen, dan letaknya serendah mungkin pada dasar
hidung. Bersama anthrostomi dapat dilakukan operasi lain yang bertujuan untuk
reseksi septum dan konkotomi.
2) Caldwell-Luc
Bila kerusakan mukosa sudah irreversibel dan gagal dengan penatalaksanaan
konservatif.Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan sublabial kurang lebih
dari 2 sentimeter diatas sulkus ginggivobukalis dari insisivus 2 hingga molar
1.Sayatan dilanjutkan sampai periosteum, kemudian periosteum dilepaskan dan
mukosa pipi ditarik ke atas.Selanjutnya dibuat lubang pada fosa kanina dan melalui
lubang tersebut mukosa yang irreversibel dibersihkan.
3) Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
Tindakan ini merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan
tindakan operasi. Tujuannya adalah untuk membersihkan kelainan di KOM dengan
mempergunakan endoskopi. Hal ini dilakukan pada sinusitis maksila kronis yang
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus infeksi di sinus ethmoid anterior,
terutama di infubdibulum ethmoid dan resesus frontal.
2.7 Prognosis
Jika penderita sinusitis tidak diobati, ia akan selalu menderita sakit ringan seumur
hidupnya sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya. Dari waktu ke waktu akan terjadi
eksaserbasi akut dan selalu ada kemungkinan bahwa peradangan akan meluas keluar dari
batas sinus sehingga dapat menyebabkan komplikasi akibat sinusitis. Dengan pengobatan
yang adekuat, maka prognosisnya akan lebih baik.
7
BAB II
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.RM
Usia : 63 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Jl. Pemuda III, RT.12 Samarinda
MRS : 12 Mei 2012
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : telinga kiri berdenging
Riwayat Sakit Sekarang : keluhan ini dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Berdenging ini menyebabkan pendengaran pasien terganggung, Selain itu, pasien
merasa tidak nyaman dengan sisa akar gigi pada rahang atas kiri. Gigi rahang atas kiri
sebagian besar sudah rapuh dan tercabut sendiri dalam 1 tahun terakhir. Nyeri pada daerah
hidung tidak ada, batuk dan pilek tidak ada, nafas berbau tidak ada, nyeri tenggorokan tidak
ada.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Terdapat riwayat tekanan darah tinggi tetapi tidak rutin minum obat. Tidak terdapat
riwayat alergi, ataupun kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak terdapat riwayat keluarga dengan penyakit alergi.
Riwayat Kebiasaan
Pasien dulunya perokok ± 30 tahun, sudah berhenti sejak 12 tahun terakhir. Sejak
berhenti merokok rutin berolahraga.
8
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Frekuensi nadi : 78 x/menit, reguler, isi cukup
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nafas : 16 x/menit, reguler
Suhu : 36º C (per axiller)
Status Generalis:
Kepala & Leher : normochepali, conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga/Hidung/Tenggorok : Status Lokalis
Thorax :
Cor : Inspeksi, ictus cordis tidak terlihat
Palpasi, ictus cordis tidak teraba
Perkusi, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi, S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-),
Pulmo : Inspeksi, gerak simetris
Palpasi, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi, sonor
Auskultasi, vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi, distensi (-)
Palpasi, soefel, organomegali (-)
Perkusi, timpani
Auskultasi, bising usus (+) normal.
Ektremitas : edema (-/-), varises (-/-), akral hangat
9
Status Lokalis Telinga, hidung dan tenggorokan :
TELINGA
Aurikula Radang (-), nyeri tekan tragus (-) Radang (-), nyeri tekan tragus (-)
Retroaurikula Radang (-), nyeri tekan (-), sulkus
retroaurikula (+)
Radang (-), nyeri tekan (-),
sulkus retroaurikula (+)
Meatus akustikus
eksternusMukosa hiperemi (-) Mukosa hiperemi (-)
Membran timpani Tidak diperiksa Tidak diperiksa
HIDUNG
Fetor - -
Septum nasi Tidak diperiksa Tertutup tampon
Vestibulum nasi Tidak diperiksaTertutup tampon
Mukosa rongga
hidungTidak diiperiksa
Konka nasi Tidak diperiksa
FARING
Fetor - -
TonsilT0, hiperemi (-), kripta (-),
detritus (-), permukaan rata
T0, hiperemi (-), kripta (-),
detritus (-), permukaan rata
Uvula Simetris, hiperemi (-), oedem (-)
Palatum mole Simetris, hiperemi (-)
Dinding faring Mukosa halus, hiperemi (-), refleks muntah +/+
Regio Fasialis:
Inspeksi : pembengkakan pipi (-), deformitas wajah (-)
Palpasi : nyeri tekan maksila sinistra (-)
Perkusi : nyeri ketok maksila sinistra (-)
Pemeriksaan Gigi:
Gangrene pulpa 45 sisi kiri atas
10
3.4 Pemeriksaan Penunjang
CT scan Kepala
Interprestasi Radiolog: perselubungan sinus maksilaris
sinistra. Aerasi ossa mastoid normal, sinus paranasalis
lainya normal. Deviasi septum nasi (-). Destruksi tulang
(-). Kesimpulan: Sinusitis maksilaris.
Diagnosis
Sinusitis Maxilaris Sinistra
Penatalaksanaan
1. Terapi:
Antrostomi ( drainase + spoeling sinus )
Odontektomi
Antibiotik Taxegram 2x1 gram
Analgetik Antrain 3x1 ampul
Rhinos 2x1 tablet
2. Monitoring:
Perdarahan paska irigasi
Tanda-tanda rekurensi (keluhan subjektif berulang)
Mengatasi faktor penyebab
Prognosa
ad Bonam
11
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki datang ke RS dengan keluhan telinga berdenging dan pendengaran
menurun sejak 1 minggu terakhir. Pada sinusitis kronis tidak terdapat tanda-tanda radang
akut. Gejala subyektif sinusitis kronis sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Tinnitus dan
penurunan pendengaran dapat terjadi akibat sumbatan kronik pada tuba Eustachius. Pasien
mengeluhkan rasa tidak nyaman akibat sisa akar gigi pada rahang kiri atas. Riwayat penyakit
sebelumnya tidak pernah mengalami gejala-gejala bersin, meler, hidung tersumbat atau gejala
lain yang mengarah pada penyakit alergi maupun infeksi. Menurut literatur penyebab
sinusitis dapat berasal dari rinogen dan dentogen, pada kasus ini kemungkinan penyebabnya
adalah akibat faktor dentogen.
Dari pemeriksaan fisik status lokalis pada palpasi tidak ditemukan adanya nyeri
tekan maksila sinistra dan pada perkusi tidak terdapat nyeri ketok maksila sinistra. Dari
pemeriksaan gigi ditemukan adanya gangrene pulpa 45 pada rahang kiri atas. Infeksi pada
gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P2 dapat menjadi etiologi dari timbulnya sinusitis
maksilaris.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah head CT Scan dengan hasil
interprestasi Radiolog ditemukan adanya perselubungan sinus maksilaris sinistra. Aerasi ossa
mastoid normal, sinus paranasalis lainya normal. Deviasi septum nasi (-). Destruksi tulang
(-). Disimpulkan adanya suatu Sinusitis maksilaris.
Terapi farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah Rhinos 2x 1 tablet,
Taxegram 2x1 gram selama 7 hari dan Antrain 3x1 ampul setelah operasi. Pemberian
antibiotik yang direkomendasikan adalah golongan penisilin atau yang secara empiris sesuai
dengan pola kuman,2 pada pasien ini dipilih golongan sefalosporin generasi ke III yang efek
farmakologinya mirip dengan penisilin tetapi aktivitas antibakterinya lebih poten.
Pemberiannya selama 5-7 hari meskipun gejala klinik telah hilang. Antrain diberikan sebagai
analgetik. Rhinos diberikan sebagai dekongestan dekongestan. Pada pasien ini juga dilakukan
antrostomi intranasala untuk drainase dan spoeling sinus maksila yang bertujuan untuk
mengeluarkan sekret yang terakumulasi dalam sinus maxilaris serta odontektomi untuk
mengangkat gangren pulpa pada gigi 4 dan 5.
Prognosis pada pasien ini adalah ad bonam karena setelah diatasi penyebab
dan dilakukan terapi farmakologis yang adekuat diharapkan peluang terjadinya rekurensi
akan lebih minimal.
12
top related