refrat kulit
Post on 02-Jul-2015
515 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
BAB I
PENDAHULUAN
Stevens Johnson Syndrom dan Toxic Epidermal Necrolysis termasuk dalam
golongan penyakit penyakit alergi. Selain Stevens Johnson Syndrome dan Toxic
Epidermal Necrolysis berikut beberapa penyakit yang didasari oleh reaksi
hipersensitivitas baik terhadap obat atau antigen yang masuk kedalam tubuh :
Eritema multiforme, dermatitis medikamentosa,allergic drug eruption, fixed drug
eruption
Pada penyelidikan ditemukan obat yang dapat menyebabkan stevens
Johnson syndrome yang tersering adalah golongan analgetik/antipiretik (45%),
disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%)1.
Insiden terjadinya SJS dan TEN di perancis sekitar 1,2 % kasus per 1 juta
orang per tahun pada tahun 1981 - 1985. Studi lain di Washington pada tahun
1972 – 1986 menunjukan presentase 1,8% per 1 juta orang pada pasien berumur
20 sampai 64 tahun2.
Walaupun insiden Stevens Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal
Necrolysis ini jarang ditemui, tetapi penatalaksanaan yang cepat dan tepat harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang dapat menjadi masalah baik
untuk dokter maupun pasien.
Pada refrat ini terutama akan dibahas mengenai lebih mendalam tentang
Stevens Johnson Syndrome dan Toxic epidermal Necrolysis mulai dari definisi,
etilogi, gejala klinis, diagnosa banding, komplikasi serta penatalaksanaannya
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 1
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
BAB II
Stevens-Johnson Syndrom
II.1. Definisi
Stevens-Johnson Syndrom, pertama kali digambarkan pada tahun 1922,
sebagai eritema multiforme yang luas dibadan dan mukus membran, disertai
dengan demam, lesu, nyeri otot dan sendi 2. Selain itu juga disertai kelainan kulit
berupa vesikel, bula, ataupun purpura. Penyakit ini memiliki berbagai nama
diantaranya eritema multiforme mayor1.
II.2. Etiologi
Penyebab utama Stevens-Johnson Syndrom ini adalah reaksi
hipersensitivitas terhadap Obat, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi
neoplasma, radiasi, dan graft-versus-host disease. Menurut Penelitian penyebab
tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%)1
II.3. Histopatologi
Gambaran histopatologi pada Stevens – Johnson Syndrom sesuai dengan
eritema multiforme, kelainan berupa1 :
Adanya Infiltrat sel mononuklear disekitar pembuluh darah dermis
superfisial.
Edema dan ekstravasasi sel darah merah di papilar dermis.
Degenerasi hidropik lapisan sel basalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal.
Nekrosis sel epidermal dan kadang – kadang di adneksa
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 2
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
II.4. Gejala Klinis
Gejala klinis secara umum berupa bula yang menyebar kurang dari 10% luas
tubuh disertai makula yang berwarna keunguan. Stevens-Johnson-Syndrom
biasanya didahului gejala prodromal selama 1-14 hari berupa demam, lesu, batuk,
rinitis, sakit tenggorokan, sakit kepala, rasa sakit pada dada, myalgia, arthralgia,
muntah – muntah, diare, dan diikuti munculnya makula berwarna merah yang
kemudian berkembang menjadi bula, dan area nekrosis epidermal yang luas.
Selain itu dapat ditemukan vesikel, bula pada wajah, kedua tangan dan kaki
dengan pola distribusi simetris dengan papula, makula dengan dasar eritem1,2.
Selain gejala seperti diatas terdapat juga trias yang khas pada Stevens-
Johnson syndrom berupa kelaian pada kulit, selaput lendir, dan kelaian mata1.
Kelaian kulit dapat berupa eritem, vesikula, bula yang kemudian pecah dan
mengakibatkan erosi yang luas1,2,3.
Kelainan pada selaput lendir berupa vesikel dan bula yang cepat pecah dan
mengakibakan terbentuknya krusta kehitaman (massive hemorrhagic
crust) dan pseudomembrane4,5 dan dapat terbentuk pseudomembran. baik
pada mukosa mulut (100%) ataupun dapat pada mukosa alat genital
(50%). Sedangkan dilubang hidung (8%) dan anus (4%) dapat terserang
walaupun jarang1.
Kelaian mata (80%) umumnya berupa konjungtivitis kataralis tetapi dapat
berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulcus kornea, iritis
idiosiklitis1 bahkan sampai pada kebutaan6.
II.5. DIAGNOSIS
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 3
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Diagnosis dapat ditegakkan Berdasarkan 4:
1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS, terutama obat
yang diduga sebagai penyebab.
2. Pemeriksaan Klinis, terutama pemeriksaan gejala prodromal, kelainan
kulit, kelainan mukosa serta mata.
3. Pemeriksaan infeksi yang mungkin sebagai penyebab SJS.
II.6. DIAGNOSA BANDING
1. Generalized bullous fixed drug eruption4
2. Toxic epidermal necrolysis4
3. Staphylococcal scalded skin syndrome4
4. Paparan bahan iritan yang poten terhadap kulit4.
Erosi yang berat pada mulut
II.7. Penatalaksanaan
Pengobatan pada Stevens-Johnson Syndrom ini menggunakan
kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid tetap menjadi kontroversi, suatu studi
penggunaan kortikosteroid sistemik dapat menyebabkan proses penyembuhan
yang lambat dan berbagai efek samping yang muncul7. Tetapi beberapa studi juga
menyebutkan penggunaan kortikosteroid dapat berfungsi sebagai life saving1.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 4
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Obat yang biasa diberikan adalah prednisone dengan dosis 4-6 x 20 - 30mg/ hari
sampai tidak timbul lesi baru kemudian diosis diturunkan secara tappering off.
Berikut penatalaksanaaan keluhan pada pasien7 :
Bila terdapat keluhan gatal – gatal pada pasien dapat diberikan
antihistamin.
Pada daerah yang terdapat erosi, pemberian kortikosteroid topikal tidak
dianjurkan.
Kumur – kumur dengan Lidocain hidrocloride dapat mengurangi gejala
pada rongga mulut.
Pemberian vitamin A sistemik berfungsi untuk mengatasi kelenjar lacrimal
yang mengalami hiposekresi.
Pemisahan sinekia dan pemberian antiseptik tetes mata juga diperlukan.
Bila terdapat infeksi sekunder diatasi dengan pemberian antibiotik secara
oral.
Untuk penggantian kalori, dikarenakan pasien mengalami kelaian pada
mulut, maka dianjurkan makanan yang diberikan halus ataupun berbentuk
cair.
II.8. Prognosis
Prognosis pada Stevens-Johnson Syndrom ini secara umum memang baik
dengan penanganan yang tepat dan cepat. Presentase kematian diberbagai
tempat bervariasi, umumnya angka mortalitas tidak melebihi 10%. Bila terdapat
purpura yang luas dan sertai oleh leukopeni tentunya prognosis menjadi buruk,
bila disertai keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit
ini dapat mendatangkan kematian.3
BAB III
Toxic Epidermal NecrolysisKepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 5
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
III.1. Definisi
Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) adalah suatu reaksi hipersensitivitas tipe II
atau sitotoksik terhadap antigen dari luar3. TEN merupakan penyakit yang lebih
berat gejala klinisnya dibandingkan dengan Stevens-Johnson Syndrom, ataupun
dapat merupakan perkembangan dari Stevens-Johnson Syndrom. Dulu penyakit ini
disamakan dengan Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)3 tetapi sekarang
dipisahkan karena etiology dan pengobatannya pun berbeda.
III.2. Klasifikasi
Stevens - Johnson Syndrom harus dibedakan dari TEN. Dimana TEN lesi
berupa erosi yang menyerupai lembaran kulit dan melibatkan lebih dari 30%
permukaan tubuh. Lesi pada TEN ini dapat berupa penyebaran makula dan
purpura ataupun berbentuk target lesion, disertai konjungtivitis yang berat berupa
terlibatnya selaput mukosa dari kornea. Selain itu selaput mukosa dari buccal,
labial dan genital dapat juga terlibat.
Tabel dibawah ini untuk menentukan derajat dari TEN dan SJS7
Klasifikasi SJS dan TEN
Grade 1 (SJS & TEN) Erosi Mukosa dan Epidermolisis kurang dari
10%
Grade 2 (SJS & TEN ) Epidermolisis antara 10 % - 30 %
Grade 3 (TEN) Epidermolisis diatas 30%
III.3. Etiology
Etiologi dari TEN ini sama dengan pada Stevens-Johnson syndrom. Yang
disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap beberapa obat. TEN dan beberapa
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 6
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
penyakit kulit akibat alergi obat mungkin mempunyai hubungan dengan defek
detoksifikasi metabolisme obat2. Pada TEN beberapa obat yang mengikat protein
diepidermis dapat memicu respon imun yang menjurus ke imunoalergic cutaneus
adverse drug reaction.
Berikut daftar obat – obat yang dapat menyebabkan TEN2
Antibiotik Antikonvulsan
Sulfonamid Barbiturat
Co-trimoxazole* Phenobarbital*
Sulfadoxine Carbamazepine*
Sulfadiazine Lamotrigine*
Sulfasalazin Phenytoin*
Penicilin Valproic acid
Amoxilin
Ampicilin Antifungal
Cephalosporin Terbinafine
Etambutol Griseofulvin
Isoniazid
Streptomicin Antiretroviral
Tetrasiklin Abacavir
Thiacetazone* Nevirapine*
NSAID Gastrointestinal drug
Fenilbutazone Omeprazole
Oxyphenilbutazon Ranitidine
Oxicam derivat
Meloxicam* Obat lain-lain
Piroxicam* Alopurinol*
Tenoxicam* Clorpromazine*
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 7
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Isoxicam Dapsone
Diclofenac Gold
Fenbufen Nitrofurantoin
Salicylates Pentamidine
Naproxen Tolbutamide
Derivat Pirazolon Vaksinasi
*Resiko tinggi
III.4. Gejala Klinis
Secara klinis, pasien biasanya terlihat sakit berat dan disertai penurunan
kesadaran, kelaian kulit dapat berupa eritema generalisata yang kemudian
berkembang menjadi vesikula dan bula2. TEN juga disertai gejala prodromal seperti
lesu, demam, rhinitis dan konjungtivitis. Dalam beberapa kasus didahului oleh
kesulitan untuk miksi selama 2 – 3 hari. seperti pada SJS dapat berlangsung dari 1
hari sampai 3 minggu sebelum tanda – tanda perubahan pada kulit terjadi2.
Gejala akut dari TEN dapat berupa demam yang persisten, disertai
pengelupasan membran mukosa dan epidermis yang berat sehingga meninggalkan
lesi kulit berupa erosi yang luas dan menyakitkan. Kelainan kulit seperti ini
biasanya bertahan 8 – 12 hari, dan pada saat – saat seperti inilah dapat terbentuk
lesi makulopapular seperti pada orang yang mengalami luka bakar2. Lesi ini
biasanya dimulai pada wajah dan tubuh bagian atas yang kemudian dengan cepat
menyebar, dengan efloresensi berupa makula berwarna keunguan atau bula yang
kemudian secara progresif bergabung di dagu,punggung dan dada bagian atas2.
Pada beberapa kasus lesi kulit juga dapat bermanifestasi sebagai eritema yang luas
dan berkembang dengan cepat, sering dimulai pada daerah axila dan inguinal
diikuti oleh bula dan pengelupasan kulit yang luas seperti pada kasus kombusio2.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 8
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Tanda tanda nikolsky’s sign Positif dikarenakan terjadinya epidermolisis3.
Tempat yang paling sering terlihat yakni pada punggung dan bokong3, dengan
meninggalkan daerah merah gelap pada dermis dan mengeluarkan darah. Pada
daerah lain dari kulit didapat lapisan epidermis yang mengalami nekrosis dan
mengkerut. Seluruh bagian luar tubuh dapat terkena kecuali daerah berambut di
kepala2,7. Lesi pada mukosa biasanya mendahului lesi pada kulit.
Proses penyembuhan dimulai dengan re-epitelisasi, proses ini dimulai dalam
beberapa hari mulai dari bagian dada, tetapi proses re-epitelisasi dapat
berlangsung lebih lama pada bagian belakang tubuh dan daerah intertrigo. Lesi
kulit biasanya sembuh sempurna dalam 3 samapai 4 minggu, tetapi lesi pada
mukosa dan glans penis bisa memakan waktu sampai 2bulan untuk dapat sembuh
sempurna2.
III.5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada TEN ini,
1. Steven – Johnson Syndrom. Perbedaannya pada Stevens – Johnson
Syndrom tidak terdapat Epidermolisis, dan juga pada TEN keadaan
umum pasien lebih buruk3.
2. Dermatitis kontak iritan karena baygon yang tertumpah di tubuh
sehingga mengakibatkan epidermolisis3.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 9
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
3. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome merupakan Diganosa banding
yang ter terpenting bila kasus TEN ini terdapat pada anak – anak8.
dikarenakan penyakit SSSS ini juga mempunyai ciri khas berupa
Epidermolisis. Bedanya pada SSSS ini tidak ada target lesion ataupun
terlibatnya selaput mukosa8, etiologinya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan atau faga 713. Selain itu,
SSSS menyerang anak anak sedangkan TEN umumnya pada dewasa9.
III.6. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering dan serius dalam jangka waktu panjang
adalah komplikasi pada mata8. Kelaian yang dapat terjadi pada mata berupa
konjungtivitis purulenta disertai ulserasi dan photophobia. Erosi pada konjungtiva,
dan luka pada kornea dapat bertahan setelah TEN terlewati10 dan kebutaan dapat
terjadi sebagai komplikasi TEN pada mata6. Selain itu komplikasi dapat berupa
mata yang berair akibat adanya duktus yang tersumbat, pseudomembran,
fotophobia, entropion, symblepharon and vaskularisasi dari korneal, kornea yang
buram, ulserasi. Xeroptalmia dapat diakibatkan karena tersumbatnya duktus
lacrimalis2.
Kelainan juga terdapat pada traktus respiratorius bila dijumpai adanya
dispnoe, hiper sekresi bronkial yang mengindikasikan dapat terjadinya
bronkopneumonia. Bronkopneumonia ini muncul pada 30% kasus, dan menjadi
penyebab kematian pada banyak kasus7. Selain itu septikemia dan pneumonia yg
disebabkan oleh kuman gram negative menjadi sebab utama terjadinya kematian7.
Retensi urin juga dapat terjadi yang diakibatkan oleh uretritis, selain itu juga dapat
terjadi dehidrasi dan malnutrisi yang disebabkan oleh intake oral yang sedikit.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 10
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Leukopeni yang tidak diketahui penyebabnya juga dapat timbul mungkin
akibat toksin yang disebabkan oleh absorbsi silver sulfadiazine atau imun
komplex7.
Komplikasi pada mukokutan meliputi Infeksi pada luka, hiperpigmentasi,
hipopigmentasi, hiperhidrosis, hipohidrosis, alopesia dan sikatrik hipertrofi yang
bisa menjurus ke kontraktur. Pada mukosa dapat terjadi xerostomia, penyempitan
esofagus, vulvavaginal dan phimosis. Lesi pada kulit ini dapat menyerupai
pemfigus sikatrikal ataupun lichen planus2.
Berikut Tabel Ringkasan Komplikasi yang dapat terjadi pada TEN
Akut Kronik
Kulit seperti pada kasus combusio Komplikasi pada mata
Kehilangan cairan dan elektrolit
dalam jumlah besar ( 3 – 4 L/hari )
Conjungtivitis, ectropion atau
entropion, luka pada kornea
Prerenal/ renal failure Symblepharon
Infeksi bakteri dan septikemia Gangguan pada membran mukosa
Hiperkatabolisme dan insuline
resisten
Striktur esofagus
Pneumonitis Phimosis
Oro-genital ulcer
Infeksi pada luka
Kelainan pigmentasi
Hipohidrosis
Alopesia
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 11
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
III.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang terpenting adalah mengetahui apa yang menjadi
penyebab utama TEN ini. Bila penyebabnya adalah Obat, maka penggunaan obat
harus dihentikan10. Selain itu beberapa cara dapat digunakan sebagai
penatalaksanaan pada pasien TEN. Dapat berupa obat – obatan atau dengan
Transfusi darah dan immunoglobulin.
III.7.1. Obat – obatan
III.7.1.1 Kortikostreroid
Pemberian Kortikosteroid masih menjadi kontroversi dalam pengobatan
pada kasus TEN, dan banyak penulis tidak menyarankan pemberian steroid
sistemik pada kasus TEN2,7. Pemberian steroid tidak dapat mencegah terjadinya
TEN bahkan dengan dosis tinggi, pasien dengan pemberian glukokortikoid selama
1 minggu sebelum munculnya TEN menunjukan tidak ada perbedaan dalam hal
mortalitas dengan pasien tanpa pemberian kortikosteroid. Hal ini mengindikasikan
bahwa steroid tidak melindungi epidermis dari drug induced keratolisis, perbaikan
didapat pada pasien yang tidak mendapat pengobatan dengan steroid7.
Pengobatan harus difokuskan pada deteksi dini, pencegahan komplikasi yang
paling umum dan fatal, pemantauan kadar cairan dan elektrolit, monitoring
pengeluaran urin, osmolaritas serum, penggantian kalori yang hilang, serta
proteksi dari infeksi sekunder2.
Kontak fisik dengan pasien selama perawatan dapat mengakibatkan
hilangnya jaringan kulit secara luas, penambahan adhesive dressing atau
penggunaan elektroda EKG harus diminimalisasikan. Kelopak mata dan
konjuingtiva pasien harus diberikan pelumas dan harus dipisahkan secara hati –
hati untuk mencegah terjadinya perlekatan kelopak mata. Penggunaan kontak lens
yang tembus udara menghasilkan perbaikan dalam kualitas hidup pasien dengan
mengurangi fotophobia, visus yang buruk dan penyembuhan epitel kornea pada
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 12
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
50% pasien. Amniotik membran telah digunakan untuk pelapis mata pada pasien
dengan TEN2.
Bila ada infeksi sekunder harus ditangani dengan tepat. Perawatan mulut
juga merupakan hal yang penting untuk mencegah parotitis. Bila pada pasien
wanita pemeriksaan vagina harus diulang dan menggunakan dresing yang sesuai
untuk mencegah perlekatan jaringan yang erosi. Debridement jaringan nekrotik
masih menjadi kontroversial, beberapa penulis menyatakan hal tersebut akan
mempercepat penyembuhan. Penggunaan silver nitrat sudah direkomendasikan
untuk penobatan topikal luka erosi dan eksoriasi2.
Walaupun terdapat kontroversi dalam pemberian kortikosteroid pada
pasien dengan TEN, tetapi dalam beberapa buku pengobatan dengan
kortikosteroid dapat merupakan tindakan life saving1. Kortikosteroid yang dapat
diberikan misalnya dexametason secara intravena dengan dosis 40mg perhari.
Karena pengobatan menggunakan steroid ini hanya bersifat sementara maka
tapering off hendaknya dilakukan cepat , bila tappering off ini tidak berjalan
dengan lancar hendaknya dipikirkan faktor lain yang menyebabkan alergi. Selain
itu kultur darah hendaknya dilakukan,dan karena penggunaan steroid dalam dosis
yang tinggi. Pemberian antibiotik untuk profilaksis harus dipilih yang memiliki
spektrum luas, memiliki sifat bakterisidal, jarang menimbulkan alergi, serta tidak
atau sedikit nefrotoksik. Obat yang sering dipakai biasanya siprofloksasin 2x
400mg IV, selain itu dapat dipakai klindamicin dengan dosis 2 x600mg IV sehari,
serta untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid diberikan diet yang
rendah garam dan tinggi protein3.
Dikarenakan Pemberiaan Kortikosteroid masih dalam kontroversi oleh sebab
itu beberapa ahli mencari obat lain yang dapat memberi perbaikan pada TEN, dan
ditemukan beberapa alternatif pengobatan seperti Cyclophospamide,
Cyclosporine, dan juga transfusi darah dan Imunoglobulin7.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 13
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
III.7.1.2. Cyclophosphamide
Dalam suatu study cyclophospamide 100 – 300mg perhari selama 5 hari
dapat menghentikan pembentukan bula, rasa sakit dan juga eritema juga
menghilang dalam beberapa hari. Re-epitelisasi cepat terjadi pada hari ke 4 – 5
setelah pemakaian obat ini. Obat ini juga menginhibisi reaksi sitotoksik yang
dimediasi oleh sel7.
III.7.1.3. Cyclosporine
Pasien dengan TEN yang diobati dengan Cyclosporin A (3-4 mg/kg perhari)
tanpa mendapat obat imunosupresan lainnya mengalami re-epitelisasi yang
cepat dan penurunan angka kematian. Regimen ini lebih efektif
dibandingkan pada beberapa pasien yang mendapat cyclophospamide dan
kortikosteroid7.
III.7.2. Transfusi darah dan Imunoglobulin
Transfusi darah hanya diberikan jika :
1. Bila telah dipobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat setelah 2
hari belum ada perbaikan.
2. Bila terdapat purpura generaisata.
3. Jika terdapat leukopenia.
Transfusi yang diberikan sebanyak 300 cc selama 2 hari3.
Pemberian Imunoglobulin dosis tinggi secara IV, dapat menghentikan
progresivitas dari TEN jika diberikan pada awal fase.9
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 14
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
Berikut daftar untuk mempermudah penatalaksanaan pada pasien TEN2:
Terapi Intensive pada luka
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Mempertahankan temperatur tubuh
Mempertahankan suplai nutrisi dan kebersihan mulut
Pemeriksaan mata
Obat tetes mata berupa antibiotik
Menjaga jangan sampai ada infeksi sekunder
Atasi neutropenia
Kultur darah dan lesi kulit
Antibiotik spectrum luas untuk profilaksis walaupun masih kontroversial
Pembersih topikal/antibacterial agents
0.5% silver nitrat solution atau 10% chlorhexidine gluconate
Bersihkan dengan saline atau polymixin/bacitracin atau 2% mupirocin
Hindari pemakaian silver sulfadiazine (kontroversial)
Wound care
Membersihkan daerah epidermis yang mengalami nekrosis(kontroversial)
Dressings (xenografts, allografts,)
III.8. Prognosis
Angka mortalitas pada pasien dengan TEN di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo
pada tahun 1999 – 2004 hanya 16%3 dan dapat mencapai 30 – 40 %2. Penyebab
utama kematian pada pasien dengan TEN biasanya disebabkan oleh Acute
Respiratory Distress Syndrome dan Multiple Organ Failure2. Sering juga di
sebabkan oleh sepsis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa2. Penyebab kematian lainnya adalah emboli pulmonar
dan perdarahan pada gastrointestinal. Penghentian pemberian obat yang menjadi
penyebab TEN meningkatkan survival rate. Penentuan berat atau tidaknya TEN ini
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 15
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
dapat dilakukan dengan menggunakan sistem scoring (SCORTEN) yang berdasar
pada 7 faktor resiko kematian yang dicatat pada hari pertama masuk rumah sakit.
Berikut tabel penilaian :
SCORTEN PROGNOSIS SCORE
Parameter*
Umur >40 thn 1
Adanya keganasan 1
Epidermal
Detachment >30%
1
Heart Rate
>120/menit
1
Bikarbonat
<20mmol/L
1
Urea >10 mmol/L 1
Glukosa darah
>14mmol/L
1
SCORTEN Total Mortality Rate (%)
0-1 3
2 12
3 35
4 58
>5 90
*1 point diberikan untuk setiap parameter yang tercatat dalam 24 jam
perawatan.2,7
BAB IVKepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 16
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
KESIMPULAN
Stevens-johnson syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis tergolong
penyakit Hipersensitivitas terhadap antigen yang masuk dalam tubuh, terutama
disebabkan oleh obat – obatan. Insiden terjadinya stevens johnson syndrome ini
makin meningkat disebabkan karena sekarang semua obat dapat diperoleh secara
bebas.
Penyebab dari Stevens Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis ini
umumnya adanya hipersensitivitas terhadap obat baik analgetik/antipiretik,
antibiotik, jamu, dll ataupun sesuatu yang dapat menimbulkan respon imunologik
terhadap tubuh.
Sedangkan Toxic epidermal Necrolysis dapat merupakan lanjutan dari
Stevens-Johnson syndrome sehingga bila penanganannya tidak cepat dan tepat
dapat menimbulkan kematian. Penatalaksanaannya terhadap resiko komplikasinya
pun berbeda dan lebih komplex dibandingkan dengan Stevens Johnson Syndrom.
Pada kedua kasus ini pencegahan terhadap resiko komplikasi pada organ lain
yang dapat menimbulkan cacat perlu mendapat perhatian khusus. Sehingga dapat
meminimalisasi resiko komplikasi yang berpengaruh terhadap kualitas hidup
pasien.
Pengobatan pada Stevens Johnson Syndrome dan Toxic epidermal Necrolysis
ini pun serupa yaitu dengan pemberian kortikosteroid. Dan juga perlu di ingat,
pencegahan terjadinya komplikasi serta penanganan pada komplikasi yang terjadi
juga merupakan hal yang penting.
DAFTAR PUSTAKAKepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 17
Stevens-Johnson Syndrom-Toxic Epidermal Necrolysis Gerry Fernanda 406100052
1. Djuanda Adhi, Mochtar Hamzah : Sindrom Steven Johnson. Ilmu Penyakit kulit
dan kelamin. Jakarta FKUI , 2010 : 163 – 165
2. Breathnach SM.: Eritema multiforme, stevens-Johnson syndrom and TEN.
Rook’s Text book of dermatology.7th ed. Oxford: Blackwell science Ltd; 2004;
74-15; 74-17; 74-19.
3. Djuanda Adhi, Mochtar Hamzah : Nekrolisis Epidermal Toksik. Ilmu Penyakit
kulit dan kelamin. Jakarta FKUI , 2010 : 166 – 168
4. Barakbah, Yusuf : Stevens johnson Syndrome. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press, 2008 : 120 – 121.
5. Hall,JC : Vascular Dermatosis. Sauer’s Manual of skin disease. Philadelphia
Lippincott wiliams & wilkins, 2006 : 127.
6. Kuruvila ,C Maria : Drug reaction. Essential Dermatology Venerology and
Leprosy. Paras Publishing, 193.
7. Habif,P Thomas : Clinical Dermatology a color guide to diagnosis and therapy,
Fifth edition; 2010 ; 714 -719
8. S.A.Nurainiwati, Hari Sukanto : Toxic Epidermal Necrolysis in a child.
Airlangga Periodical Dermato-Venerologi; Desember 2003.
9. Wolff Klaus, Johnson Richard Allen in: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of
clinical dermatology, 6th edition. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis, New York : Mc Graw Hill; 2009.
10. Weller, Richard : Clinical Dermatology. Blackwell Publishing Ltd; 2008 ; 127-
128
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Sumber WarasPeriode 27 Spetember 2010 – 30 Oktober 2010Page 18
top related