saripustaka laktoferin pada sepsis neonatorum
Post on 28-Nov-2015
59 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis neonatarum adalah sepsis yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama
kehidupan. Sepsis neonatorum merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas, meskipun sudah terdapat kemajuan dalam higienitas, penggunaan
alat diagnostik tercanggih serta anti mikroba yang terbaru dan potensial.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya
terjadi lima juta kematian neonatus dan 98% terjadi di negara berkembang. Angka
kematian neonatal akibat sepsis neonatal di negara berkembang adalah 34 per
1000 kelahiran hidup, terutama terjadi pada minggu pertama kehidupan,
sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis neonatal hanya 5 per 1000
kelahiran hidup.2
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode Januari-
September 2005, angka kejadian sepsis neonatal 13,68% dari seluruh kelahiran
hidup dengan tingkat kematian 14,8%.2 Berdasarkan data rekam medis
RS.dr.M.Djamil Padang tahun 2010, angka kejadian sepsis neonatorum yang
dirawat di bagian perinatologi dan NICU sebanyak
Sepsis neonatorum merupakan komplikasi serius dan menakutkan
terutama pada bayi berat badan lahir sangat rendah dan bayi prematur.4 Sepsis
neonatorum ditatalaksana dengan pemberian antibiotik. Resistensi antibiotik
global yang timbul dan ketidakmatangan sistem imunitas pada neonatus
mengharuskan untuk penggunaan imunomodulator untuk meningkatkan imunitas
host dan dapat digunakan untuk mengatasi sepsis pada neonatus bersamaan
dengan antibiotik. 5,6,7,8
1
Laktoferin adalah protein berikatan besi, yang merupakan bagian dari
kelompok protein transferrin, dan berfungsi untuk membawa besi di dalam darah.
Laktoferin diproduksi oleh sel epitel mukosa berbagai spesies mamalia, termasuk
manusia. Laktoferin juga ditemukan dalam granul neutrophil sekunder. Laktoferin
memiliki afinitas pengikatan besi yang kuat dan merupakan bagian dari sistem
imunitas bawaan.1
Laktoferin bersifat memiliki peranan penting pada beberapa fungsi
patofisiologis, seperti: regulasi absorpsi besi di dalam usus,imunomodulator,
antioksidan, dan antiinflamasi, serta proteksi terhadap infeksi mikroba, yang
merupakan fungsi terbanyak dipelajari hingga saat ini. Aktivitas antimikroba
laktoferin berlangsung terutama melalui dua mekanisme, pengikatan besi di lokasi
infeksi dan interaksi langsung dengan agen infeksiushemostasis zat besi,
morfogenesis organ, pertahanan tubuh terhadap infeksi, inflamasi dan kanker.10.
Aktivitas biologis dan fungsi laktoferin tersebut penting dalam pencegahan dan
tatalaksana sepsis neonatorum.10,11
Sari pustaka ini akan membahas peran dan fungsi laktoferin pada sepsis
neonatorum.
BAB II
2
SEPSIS NEONATORUM
2.1 Definisi
Sepsis neonatorum adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik
akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan.1 Bakteri, virus, jamur, dan
protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir.13
Definisi SIRS (Systemic inflammatory response syndrome) dan sepsis
pada anak telah dijabarkan pada International Concensus Conference on
Pediatric Sepsis tahun 2002, namun definisi ini tidak digunakan pada literatur
neonatus. Pada tahun 2004 diajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada
neonatus seperti tertera pada tabel 2.1 14
Tabel 2.1. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 14
Variabel klinis Suhu tubuh tidak stabil Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) Intoleransi minum
Variabel hemodinamik TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
Variabel perfusi jaringan Pengisian kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L
Variabel inflamasi Leukositosis ( > 34.000/ml) Leukopenia ( < 5.000/ml) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia <100000/ml C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL 16 S rRNA gen PCR : positif
2.2. Klasifikasi dan Etiologi
3
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (SAL).1
Sepsis awitan dini merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada
saat proses kelahiran atau in utero. Kuman penyebab tersering yang
ditemukan pada kasus SAD di negara maju adalah Streptokokus Grup B (SGB)
(>40%kasus), Escherichia coli, Haemophilus influenza, dan Listeria
monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia,
mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif.15
Sepsis awitan lambat merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam)
yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi
nosokomial).1 Proses infeksi ini disebut juga infeksi dengan transmisi
horizontal.15Coagulase-negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans
merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara berkembang
didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella,
dan Pseudomonas aeruginosa.15. Patogenesis, gejala klinis dan tatalaksana dari
kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda. 16
2.3. Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus
Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, korion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion.
Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui
berbagai jalan yaitu: 17
4
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis.
Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan, akan
menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada
janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan neonatus dapat terkontaminasi kuman melalui saluran
pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada neonatus
yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24
jam.
Kontaminasi kuman setelah lahir, terjadi dari lingkungan neonatus baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan contohnya neonatus
yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikal, neonatus
dalam ventilator yang kurang memperhatikan tindakan asepsis, rawat inap
yang terlalu lama dan hunian terlalu padat.17
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis, terdapatnya pathogen dalam
darah (bakterimia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari
infeksi ke sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ dan akhirnya
kematian. (lihat table 2.2)14
Tabel 2.2 : Perjalanan infeksi pada neonatus14
5
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:
Laju nafas >60x/m dengan/tanpa
retraksi dan desaturasi O2
Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau
>37.5ºC)
Waktu pengisian kapiler > 3 detik
Hitung leukosit <4000x109/L atau
>34000x109/L
CRP >10mg/dl
IL-6 atau IL-8 >70pg/ml
16 S rRNA gene PCR : Positif
SIRS/FIRS
Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS
disertai dengan gejala klinis infeksi
Sepsis
Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi
organ tunggal
Sepsis berat
Sepsis berat disertai hipotensi dan
kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat
inotropic
Syok septik
KEMATIAN
2.4. Patogenesis Sepsis Neonatorum
Neonatus terutama preterm relatif bersifat immunocompromised karena
immaturitas dari sistem imun. Penelitian yang membandingkan fungsi imunitas
bawaan antara dewasa dan neonatus menunjukkan bahwa neonatus memiliki
kemampuan yang rendah memproduksi sitokin inflamasi, terutama Tumor
necrosis factor (TNF) dan interleukin 6 (IL-6), selain itu produksi IL-10
meningkat, yang menghambat sintesis sitokin pro-inflamasi dengan sendirinya.
Fungsi netrofil dan sel dendritik juga rendah, menunjukkan rendahnya aktivitas
adhesi molekul dan rendahnya respon terhadap faktor kemotaksis. Sel dendritik
6
memiliki kapasitas yang rendah dalam produksi IL-12 dan interferon gamma.
Rendahnya produksi sitokin pada neonatus menyebabkan penurunan aktivitas sel
natural killer (NK-cell). Ketidakseimbangan sistem imun bawaan pada neonatus
menyebabkan peningkatan kemungkinan infeksi pada populasi ini.18,19,20
Respon sistem imun didapat pada neonatus lebih lambat terhadap paparan
antigen, saat neonatus pindah dari lingkungan steril ke lingkungan
mikroorganisme berkoloni. Kadar imunoglobulin G (IgG) maternal tranplasental
pada neonatus berbeda sesuai dengan usia kehamilan, dan memiliki keterbatasan
kemampuan respon terhadap pathogen. Imunoglobulin G maternal ditranspor ke
janin paling sedikit pada trimester pertama kehamilan, 10 % pada minggu 17-22
dan 50% pada minggu 28-32 kehamilan, sehingga neonatus preterm memiliki
imunitas humoral yang kurang adekuat dalam perlindungan terhadap infeksi.
Kadar komplemen pada neonatus hanya 50% dibandingkan kadar komplemen
dewasa, sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan dan opsonisasi dalam
melawan infeksi.19,20
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu,
meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular
yang memicu respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme
penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak bergantung pada organisme
penyebab.17 Patogenesis sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi,
dan gangguan fibrinolisis, hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme
prokoagulasi dan antikoagulasi.18,21
7
Gambar 2.1: Gangguan homeostasis pada sepsis21
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri.
Lipopolisakarida merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram
negatif dan memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis.
Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein
binding protein (LPB), selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan
CD14, yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan
LPS kepada Toll-like receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal
sehingga terjadi aktivasi makrofag.18,21
Bakteri Gram positif, jamur dan virus dapat menimbulkan infeksi
melalui dua mekanisme, yakni dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja
sebagai superantigen dan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang
sel imun.18,21 Semua organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai
dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer
dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan
mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen.18,21
8
Gambar. 2.2. Kaskade sepsis 21
Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang
meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas
humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen.
Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit
dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem
imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi
menjadi sel T helper-1(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan
sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ),
interleukin 1-β (IL-1β), IL-2, IL-6 dan IL-12 . Sel Th2 mensekresikan sitokin
antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi
dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. 17,18,21
9
Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk
melawan kuman penyebab, namun demikian pembentukan sitokin proinflamasi
yang berlebihan dapat membahayakan dan dapat menyebabkan syok,
kegagalan multi organ serta kematian. Sitokin anti inflamasi berperan penting
untuk mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan
keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan baik.36 Sitokin
proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara
tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien,
platelet activating factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan
utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan
menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga
menyebabkan kerusakan organ.17,21
Efek kumulatif kaskade sepsis adalah keadaan tanpa keseimbangan.
inflamasi dominan terhadap anti inflamasi dan koagulasi dominan terhadap
fibrinolisis sehingga terjadi thrombosis mikrovaskuler, hipoperfusi, iskemia,dan
kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ dapat terjadi
dan akhirnya kematian.17
2.5. Faktor Risiko dan Gambaran klinis
Sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu, bayi dan daya
virulensi atau infeksius organisme pada sepsis awitan dini dan lanjut.1,3
Tabel.2.3. Faktor resiko sepsis neonatorum1
10
Sumber Faktor resiko
Sepsis awitan dini Kolonisasi bakteri maternalKhorioamnionitisKetuban pecah diniPecah ketuban lebih dari 18 jamInfeksi saluran kemih ibuKehamilan gandaPersalinan preterm(<37 minggu)
Sepsis awitan lanjut Perlukaan pada berrier alami tubuh (kulit dan mukosa)Penggunaan kateter pembuluh darah yang lamaProsedur invasiveNECPenggunaan antibiotic lama
Neonatal PrematuritasPenurunan pasase immunoglobulin dan antibody spesifik maternalFungsi sistem imun yang immature
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik
yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan
dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan neonatus.
Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. 1,2,3
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan
asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah, setelah lahir
neonatus tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti
hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, selanjutnya
akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Gambaran
klinis susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah
kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat
disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan
11
clummy skin). Neonatus dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik,
gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah,
diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung
yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi).1,2
Pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan
diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan
baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari, oleh sebab itu dalam
perkembangan penelitian didapatkan berbagai petanda sepsis dengan spesifisitas
dan sensitivitas yang berbeda-beda.22,23 Studi kepustakaan yang dilakukan Ng
et.al berbagai petanda sepsis tersebut dan mengemukakan sejumlah petanda
infeksi yang sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis pada neonatus
dan bayi prematur (tabel 2.4).24
Tabel 2.4. Pemeriksaan petanda infeksi untuk neonatus dan neonatus prematur24
Hematologic testTotal white blood cell countTotal neutrophil countImmature neutrophil countImmature/total neutrophil ratioNeutrophil morphology: vacuolisation, toxic granulations, Do¨hlebodies, intracellular bacteriaPlatelet count
12
Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF)D-dimerFibrinogenThrombin-antithrombin III complex (TAT)Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)Plasminogen tissue activator (tPA)
Acute phase proteins and other proteinsa1 AntitrypsinC Reactive protein (CRP)FibronectinHaptoglobinLactoferrinNeopterinOrosomucoidProcalcitonin (PCT)Components of the complement systemC3a-desArgC3bBbPsC5b-9
Chemokines, cytokines and adhesion moleculesInterleukin (IL)1b, IL1ra, IL2, sIL2R, IL4, IL5, IL6, IL8, IL10Tumour necrosis factor a (TNFa), 11sTNFR-p55, 12sTNFR-p75Interferon c (IFNc)E-selectinL-selectinSoluble intracellular adhesion moleucule-1 (sICAM-1)Vascular celladhesion molecule-1 (VCAM-1)
Cell surface markersNeutrophil Lymphocyte MonocyteCD11b CD3 HLA-DRCD11c CD19CD13 CD25CD15 CD26CD33 CD45ROCD64 CD69CD66b CD71
Others
LactateMicro-erythrocyte sedimentationSuperoxide anion (respiratory burst)
BAB III
LAKTOFERIN
Laktoferin adalah protein non heme yang berikatan dengan zat besi, yang
merupakan bagian dari kelompok keluarga transferrin, bersamaan dengan serum
13
transferrin, ovotransferin, melanotransferrin dan Carbonic anhydrase inhibitors .
25,26
3.1. Susunan dan struktur laktoferin
.Laktoferin adalah glikoprotein dengan berat molekul ± 80 kDa disertai afinitas
yang tinggi terhadap zat besi. Struktur molekul dan asam amino laktoferin dari
manusia ditemukan pada tahun 1960.27
Gambar 3.1. Struktur Laktoferin 25
Laktoferin terdiri dari rantai polipeptida tunggal mengandung 703 asam amino
yang terlipat menjadi dua lobus bulat. Lobus ini disebut daerah terminal C
(karboksi) dan N (amino), yang terhubung dengan heliks α. Setiap lobus terdiri
dari dua domain, yaitu C1, C2, N1, dan N2. Domain mempunyai satu tempat
pengikatan besi di setiap lobus. Laktoferin mengandung sejumlah tempat untuk
glikosilasi potensial, terutama pada permukaan molekul. Sakarida yang paling
banyak adalah manosa, sekitar 3% adalah heksosa, dan 1 % heksosamin. Tingkat
glikosilasi bervariasi dan menentukan tingkat resistansin terhadap enzim protease
atau pH yang sangat rendah.27
14
Kemampuan laktoferin untuk mengikat besi dua kali lebih kuat dari
transferin. Dua ion ferri dapat diikat oleh satu molekul laktoferin, satu ion
karbonat selalu terikat dengan laktoferin bersama dengan setiap ion besi. Terdapat
tiga bentuk laktoferin menurut tingkat kejenuhan besi diantaranya apolaktoferin
(besi bebas), monoferin (satu ion ferri), dan hololaktoferin (mengikat dua ion
Fe3+). Terdapat empat residu asam amino untuk mengikat besi (histidin, dua
tirosin, dan asam aspartat) dan rantai arginin untuk mengikat ion karbonat.11,25,28
Laktoferin juga bisa berikatan dengan besi yang dilepaskan dari transferin.
Kemampuan untuk menjaga besi tetap terikat bahkan pada pH rendah sangatlah
penting, terutama di lokasi infeksi dan peradangan, karena akibat metabolisme
bakteri, pH bisa menurun di bawah.9,11 Laktoferin memiliki resistensi luar biasa
terhadap degradasi proteolitik oleh tripsin dan enzim serupa tripsin.27
Laktoferin mampu mengikat sejumlah senyawa dan zat lain seperti
lipopolisakarida, heparin, glikosaminoglikan, DNA, atau ion logam seperti Al3+,
GA3+, Mn3+, CO3+, Cu2+, dan Zn2+ dengan afinitasnya jauh lebih rendah, selain
CO2-, laktoferin dapat mengikat berbagai anion seperti oksalat, karboksilat, dan
lainnya. Laktoferin bisa mempengaruhi metabolisme dan distribusi berbagai
zat.9.11,25,27
3.2. Sumber dan Sintesis Laktoferin
Laktoferin diproduksi oleh sel epitel mukosa berbagai spesies mamalia termasuk
manusia (human lactoferin), sapi (bovine lactoferin), kambing, kuda, dan
beberapa rodentia. Penelitian terbaru menggunakan teknik molekular biologis
menyatakan bahwa laktoferin juga diproduksi oleh ikan. Talactoferrin adalah
15
rekombinan human lactoferin diproduksi secara komersial menggunakan
Aspergillus. Laktoferin sintetik ini digunakan untuk terapi kanker, tapi secara
invitro menunjukkan aktivitas melawan candida dan Staphylococcus.9,11,25
Suplementasi laktoferin telah cukup banyak diteliti. Suplementasi
laktoferin tersedia dalam bentuk pemberian per oral. Suplementasi laktoferin
diberikan sebagai fortifikasi pada susu formula dan penelitian terbaru
menunjukkan efek suplementasi bovine laktoferin pada neonatus preterm untuk
pencegahan infeksi serta laktoferin digunakan sebagai adjuvant pada vaksin
BCG.9.11
Laktoferin ditemukan di permukaan mukosa, kolostrum (7g/l) dan ASI
matur (1g/l), air mata (3.8 g/l), saliva (20mg/l) dan granul sekunder neutrophil.
Kadar pada serum manusia adalah 0.4-2 mg/l dan bisa meningkat sampai 200
mg/l. Konsentrasi laktoferin tertinggi adalah di dalam ASI dan kolostrum
dibandingkan cairan biologis lain.25,26,27,28Air Susu Ibu dari ibu yang melahirkan
preterm mengandung kadar laktoferin yang kurang dibandingkan dengan yang
melahirkan aterm. Kadar konsentrasi laktoferin dalam ASI ibu neonatus preterm
dan keterbatasan kemampuan menyusu menyebabkan neonatus preterm relatif
lebih sedikit menerima asupan laktoferin pada minggu pertama kehidupannya,
dimana merupakan waktu paling berisiko terkena infeksi. 9,6
Sel utama yang terlibat dalam sintesis laktoferin adalah sel dari seri mieloid dan
sel epitel sekretoris. Ekspresi laktoferin pertama dapat dideteksi dalam dua dan
empat sel embrio selama perkembangan embrio, yaitu tahap blastokista sampai
implantasi dan bukan saat implantasi sampai pertengahan kehamilan. Regulasi
sintesis laktoferin tergantung pada jenis sel yang memproduksinya. Kelenjar
16
eksokrin terus menerus memproduksi dan mengeluarkan laktoferin. Laktoferin
disintesis dalam netrofil selama diferensiasi (ketika promielosit berkembang
menjadi mielosit) dan kemudian disimpan di dalam granul. Laktoferin sebagian
besar disimpan di dalam granul tertentu (sekunder). Konsentrasi laktoferin yang
lebih rendah juga dapat ditemukan di dalam butiran tersier.9,11,25,26,27
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kenaikan laktoferin yaitu
leukositosis yang berhubungan dengan kehamilan, peningkatan selektif laktoferin
di dalam granul neutrofil, atau organ lain seperti endometrium, desidua, dan
kelenjar susu. Konsentrasi laktoferin pada darah juga dapat meningkat selama
infeksi, inflamasi, asupan besi yang berlebihan, atau pertumbuhan tumor. 9,11,25,26,27
3.3. Metabolisme Laktoferin
Ada dua cara menghilangkan laktoferin, yaitu endositosis sel fagosit melalui
reseptor (makrofag, monosit, dan sel lainnya dalam sistem retikuloendotelial)
dengan transfer besi atau pengambilan langsung melalui hati. Ginjal terlibat dalam
hilangnya laktoferin karena laktoferin dan fragmennya ditemukan dalam urin
neonatus yang diberi ASI. 25,26,27
Lactofericin adalah sebuah kationik peptida yang dihasilkan oleh
metabolisme pepsin dari laktoferin, memiliki aktivitas bakterisidal lebih kuat
daripada protein asli.28,29,30
3.4. Fungsi laktoferin
Seiring dengan banyaknya penelitian telah yang dilakukan terhadap laktoferin,
didapatkan banyak manfaat dari laktoferin. Laktoferin dengan struktur, cara
kerjanya di tubuh bisa berfungsi sebagai absorbsi besi, faktor transkripsi sel, peran
17
pertahanan sistem imun, prokoagulan, anti bakterial, anti fungal, anti inflamasi,
anti viral dan sebagainya. 9,11,25,26,27
Gambar 3.2. Fungsi laktoferin29
BAB IV
LAKTOFERIN PADA SEPSIS NEONATORUM
4.1. Laktoferin dan regulasi imunologi
Neonatus memiliki sistem pertahanan tubuh yang masih belum berkembang dan
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya infeksi. Laktoferin memiliki banyak
fungsi dan merupakan kunci penting pada beberapa proses imun. Laktoferin
seperti banyak imunomodulator lain, memainkan peran yang komplek dalam
kaskade sistem imun. Laktoferin ditemukan memiliki aksi modulasi pada sistem
18
imun. Laktoferin meransang maturasi precursor sel T menjadi sel helper
imunokompeten dan meransang diferrensiasi sel B imatur menjadi antigen
presenting cell (APC) efisien.26,27,31
Gambar 4.1. Laktoferin dalam reaksi imunitas bawaan dan didapat 26
Laktoferin meransang regulasi antigen leucocyte function associated-1 (LFA-1)
pada limfosit darah perifer manusia, selain itu laktoferin menambah respon
hipersensitivitas tipe lambat pada antigen spesifik dan mampu menginduksi cell
imediated imunity (CMI) pada hewan coba, sehingga laktoferin merupakan bagian
yang integral dalam cytokine induce cascade selama proses infeksi yang
menyebabkan gangguan metabolisme.32
19
.
Gambar 4.2: Efek modulasi laktoferin pada inflamasi akut32
Suatu keadaan berupa infeksi mediator toksik atau trauma menyebabkan aktivasi
monosit dan sistem makrofag serta meransang produksi IL-1β, IL-6, TNF-α, GM-
CSF dan NO, yang dapat menyebabkan aktivasi netrofil dalam sirkulasi dan
meransang produksi netrofil baru dan makrofag dari sumsum tulang. Netrofil
yang teraktivasi mengalami degranulasi pada lokasi inflamasi dan melepaskan
sejumlah besar mediator skunder termasuk laktoferin.12,32
Laktoferin adalah komponen penting sistem pertahanan non spesifik
menyerang berbagai organisme pathogen. Konsentrasinya dalam plasma dalam
keadaan normal rendah (0,2-0,6 µg/ml) dan meningkat transien pada keadaan
yang menginduksi aktivasi netrofil. Sehingga kadar tinggi laktoferin di plasma
dapat dijadikan indicator prediktor sepsis yang berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas.12,32
Laktoferin dapat mencegah peradangan dan kerusakan jaringan lebih
lanjut akibat pelepasan sitokin pro-inflamasi dan oksigen reaktif. Efek
20
perlindungan laktoferin terlihat dalam penurunan produksi beberapa sitokin pro-
inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNFa) atau interleukin IL-1β dan IL-6.
Sejumlah peningkatan interleukin IL-10 juga telah dilaporkan.31
4.2. Laktoferin dan metabolisme besi
Konsentrasi laktoferin yang lebih tinggi dan avaibilitas besi di ASI daripada susu
sapi memperkuat hipotesis bahwa laktoferin membantu absorpsi besi pada bayi
yang mendapatkan ASI. Ini dikaitkan dengan penyerapan besi yang lebih baik
pada neonatus yang medapatkan ASI dibandingkan yang mendapatkan susu
formula.27 Peranan laktoferin dalam meningkatkan penyerapan besi masih
kontroversi, hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme sebagai berikut: 11
1. Kemampuan enterosit mengekstraksi besi dari laktoferin
2. Ambilan laktoferin yang tinggi oleh enterosit
3. Korelasi dari ekskresi besi melalui urin neonatus dengan kandungan ASI
juga dengan ambilan ASI.
4. Transport besi melewati batas brush border usus oleh laktoferin
5. Akumulasi besi dari laktoferin di vesikel membrane brush border.
Laktoferin bisa mempengaruhi mekanisme seluler melalui pengaruhnya dalam
avaibilitas besi. Reseptor spesifik (SI-LfR) pada enterosit memediasi pengikatan
laktoferin, setelah laktoferin terikat pada enterosit, 90% di antaranya dirusak dan
ion Fe3+ dilepaskan, 10% yang tersisa utuh kemudian diangkut melalui membran
sel. Kurangnya zat besi intrasel bisa meningkatan ekspresi reseptor spesifik pada
permukaan enterosit, kemudian meningkatkan penyerapan laktoferin terikat besi.11
Kemampuan laktoferin dalam mengikat ion Fe3+ cukup berperan dalam
sifat biologis lainnya. Besi mempengaruhi sejumlah fungsi sel, seperti DNA,
21
sintesis RNA dan protein, ekspresi marker permukaan limfosit, sekresi
immunoglobulin, dan ekspresi reseptor interleukin-2 sehingga laktoferin secara
tidak langsung mempengaruhi berbagai aktivitas fisiologis.11
Sifat laktoferin yang mengikat besi bebas adalah mekanisme utama
aktivitas bakteriostatik laktoferin. Afinitasnya yang tinggi terhadap besi bebas di
tubuh menyebabkan besi dalam lingkungan pertumbuhan bakteri menjadi terbatas,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri.27,28,29
Bukti menunjukkan bahwa pada SIRS dan sepsis terjadi produksi sitokin
proinflamasi, molekul adhesi, mediator vasoaktif dan reactive oxygen species
(ROS).14 Laktoferin dapat mengontrol keseimbangan produksi ROS dan tingkat
eliminasinya melalui pengikatan besi, sehingga melindungi sel dari kerusakan.
Stres oksidatif telah diimplikasikan pada banyak proses patologis dan kronis
degeneratif seperti kanker, atherosclerosis, inflamasi, penuaan, gangguan
neurodegeneratif dan pertahanan menyerang infeksi. 12,32
Gambar 4.3.Peran laktoferin pada produksi ROS32
22
Laktoferin berperan dalam mengkoordinasi produksi Fe3+ dan di transport ke
makrofag dari sistem retikuloendotelial, dimana Fe3+ dapat disimpan dalam
bentuk ferritin. Laktoferin mengurangi produksi reactive oksigen spesies (ROS)
seperti ion oksigen dan peroksida. Proses tersebut membutuhkan besi bebas untuk
sintesis, sehingga pengikatan besi dengan apolaktoferin mengurangi produksi
ROS tersebut. Produksi dan kontrol dari oksidan reaktif adalah proses kehidupan
integral yang penting untuk pertahanan spesies. Jika proses neutralisasi ROS tidak
efisien, dapat menyebabkan berkembangnya stress oksidatif.32
4.3. Proteksi laktoferin terhadap agen penyebab sepsis neonatorum
Laktoferin yang berada di permukaan mukosa salah satu sistem pertahanan
pertama terhadap agen mikroba yang menyerang jaringan mukosa. Laktoferin
mempengaruhi pertumbuhan dan proliferasi dari berbagai agen infeksi termasuk
bakteri baik Gram positif dan negatif, virus, protozoa, atau jamur.6,9,10,34
Menurut Roseanu, mekanisme antibakteri laktoferin masih kompleks dan
selain pengikatan besi, mekanisme ini juga melalui aksi langsung terhadap bakteri
dan/atau aktivasi sistem imun.9,31 Laktoferisin dan peptida lain derivat dari
laktoferin adalah agen antibakteri yang poten, dengan adanya interaksi dan
penetrasi ke membran bakteri, sehingga laktoferin dan peptida derivatnya adalah
komponen yang mampu melindungi inang dari infeksi bakteri yang berbahaya.9,28
Fungsi bakteriostatik laktoferin didasarkan pada kemampuannya untuk
mengambil ion Fe3+, membatasi penggunaan ion ini untuk bakteri di lokasi
infeksi, dan menghambat pertumbuhan organisme beserta ekspresi faktor
virulensinya. Fungsi bakterisidal laktoferin berkaitan dengan interaksi
langsungnya dengan permukaan bakteri. Laktoferin merusak membran luar
23
bakteri gram negatif melalui interaksi dengan LPS, menetralkan kemampuan LPS
untuk berinteraksi dengan TLR.11,27,29
Aktivitas bakterisidal terhadap bakteri Gram-positif dimediasi oleh
interaksi elektrostatik antara lapisan lipid yang bermuatan negatif dengan
permukaan laktoferin yangbermuatan positif, sehingga terjadi perubahan
permeabilitas membran. Mekanismenya adalah berdasarkan ikatan muatan positif
dengan molekul anion di permukaan bakteri, seperti asam lipoteikoat,
menyebabkan reduksi muatan negatif pada dinding sel dan kemudian membantu
kontak antara lisozim dan peptidoglikan yang memiliki efek enzimatis.29
Gambar 4.4. Mekanisme antibakteri laktoferin pada bakteri Gram positif (A) dan
bakteri Gram negatif (B)1
Laktoferin merusak membran luar bakteri gram negatif melalui interaksi dengan
LPS.Bagian terminal-N laktoferin bermuatan positif mencegah interaksi antara
LPS dengan kation bakteri (Ca2+ dan Mg2+), menyebabkan pelepasan LPS dari
dinding sel, meningkatan permeabilitas membran, dan merusak bakteri. Interaksi
laktoferin dengan LPS juga memperkuat antibakteri alamiah seperti lisozim, yang
disekresikan dari mukosa dalam konsentrasi yang meningkat bersama laktoferin.
24
Aktivitas laktoferin mengikat kalsium juga meransang pelepasan LPS, sehingga
LPS dapat dilepaskan bahkan tanpa kontak langsung dari laktoferin di permukaan
sel.27,29,33
Gambar 4.5.Mekanisme interaksi antara peptida antimikroba kationik dengan
dinding sel bakteri Gram negatif.29
Secara in vitro laktoferin mampu mencegah pembentukan biofilm Pseudomonas
aeruginosa. Kurangnya zat besi akan memaksa bakteri untuk berpindah sehingga
tidak akan menempel, selain itu aktivitas laktoferin memodifikasi motilitas
organisme melalui pengikatan komponen glikolisasi laktoferin yang dapat
mencegah penempelan bakteri dengan sel host. Aktivitas proteolitik laktoferin
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti Shigella flexneri atau E.coli
enteropatogenik melalui degradasi protein yang diperlukan untuk kolonisasi.27,33
Laktoferin berikatan dengan reseptor bakteri atau mikroorganisme lain
pada sel host melalui ikatan glikosaminoglicans. Melalui mekanisme inhibisi
kompetitif ini, laktoferin dapat mengurangi endositosis mikro organisme pada sel
25
host. Mekanisme ini terjadi pada beberapa strain E. coli yang bersifat entero
invasif dan Staphylococcus aureus.28,33
Aktivitas antifungal laktoferin pada Candida spp telah banyak diteliti. Hal
ini dikaitkan dengan kemampuan laktoferin dalam mengikat Fe 3+. Penelitian lain
menyatakan laktoferin bisa membunuh Candida albicans dan Candida krusei
dengan menggangu permeabilitas permukaan sel, seperti pada bakteri. Laktoferin
memiliki efek fungistatik melalui aktivitas N terminal asam amino peptide dari
laktoferin (laktofericin). Laktofericin memiliki aktivitas candidasidal yang poten
melalui stimulasi dari peningkatan potensial dan permeabilitas mitokondria
menyebabkan sintesis dan sekresi adenosine triphosphate reactive oxygen
oksidase dan menyebabkan kematian sel candida.34 Pengikatan Fe3+ oleh
apolaktoferin netrofil berkaitan dengan pertahanan terhadap Aspergillus
fumigatus.6,10
4.4. Proteksi Laktoferin pada mukosa saluran cerna
Translokasi bakteri dari saluran cerna adalah jalur yang penting dalam memulai
sepsis onset lambat dan enterokolitis nektrotikans (NEC) pada neonatus berat
badan lahir sangat rendah (BBLSR), bertambahnya mikrobiota intestinal,
gangguan epitel intestinal, masalah imunitas, dan nutrisi yang kurang optimal
(kurang mendapat ASI) berperan dalam memfasilitasi translokasi bakteri.6,19,35
Laktoferin berkontribusi dalam proliferasi dan differensiasi sel intestinal
yang meningkatkan fungsi barrier saluran cerna. Penelitian secara in vitro
terhadap mencit yang di induksi lipopolisakarida menunjukkan laktoferin menjaga
jaringan terhadap kerusakan selama terjadinya endotoksemia, sehingga laktoferin
berperan penting dalam pertahanan pada sepsis.9,32,34
26
Kemampuan untuk mengikat besi bebas merupakan efek bakteriostatik
dari laktoferin.28 Kurangnya zat besi akan menghambat pertumbuhan bakteri yang
tergantung besi seperti E. coli. Sebaliknya, laktoferin dapat berfungsi sebagai
donor besi, sehingga mendukung pertumbuhan beberapa bakteri yang
memerlukan zat besi lebih rendah di saluran pencernaan seperti Lactobacillus sp.
atau Bifidobacterium sp, yang berperan menjaga saluran cerna dari bakteri
berbahaya.9,29,31
laktoferin memiliki kontribusi yang luas dalam fungsi penting saluran
cerna sebagai immunomodulation melalui asosiasi usus dan jaringan limfoid
saluran cerna, menginduksi toleransi bakteri komensal dan menjaga keutuhan
endothelial tight junction. 9
27
BAB V
KESIMPULAN
Sepsis neonatorum masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas baik di negara berkembang maupun negara maju. Sepsis neonatorum
terdiri dari sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat. Faktor resiko sepsis
neonatorum berasal dari faktor ibu, bayi dan lingkungan. Sepsis neonatorum
dimulai dari tanda-tanda SIRS hingga berlanjut menjadi kerusakan multi organ
dan kematian.
Laktoferin adalah protein mayor pada ASI, selain itu juga disekresikan
dari kelenjar mukosa dan netrofil pada mamalia. Laktoferin merupakan bagian
dalam sistem imun bawaan, kadar dalam tubuh meningkat dalam keadaan infeksi.
Sehingga pengukuran laktoferin dapat dijadikan penanda infeksi pada tubuh.
Laktoferin berperan dalam metabolisme dan pengikatan besi, terlibat
dalam sistem imun memiliki sifat anti mikroba, anti fungal dan memiliki aktivitas
imunomodulasi serta berperan dalam meransang kematangan dan menjaga
pertahanan saluran cerna, sehingga laktoferin dari ASI maupun pemberian
suplementasi laktoferin pada neonatus dapat berperan mencegah dan penggunaan
bersama antibiotik membantu dalam pengobatan sepsis .
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Gonzalez A, Spearman, Stoll B. Neonatal infectious disease: Evaluation of
neonatal sepsis. Pediatr Clin N Am. 2013.
2. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam:
Penyuting Hegar.B, Trihono P, Ifran EB. Update in neonatal infection.
Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005.
Hal 32 -43.
3. Roeslani D R, Amir I, Nasrulloh H, Suryani. Penelitian awal: Faktor
risiko pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri, Vol. 14, No. 6,
April 2013.
4. Leal Y , Álvarez-Nemegyei J , Velázquez J , Rosado-Quiab , Diego-
Rodríguez N , Paz-Baeza E, et.al. Risk factors and prognosis for neonatal
sepsis in southeaster mexico: analysis of a four year historic cohort follow
up. BMC Pregnancy and Childbirth 2012, 12 :48.
http://www.biomedcentral.com/1471-2393/12/48
5. Qazi A S, Stoll B. Neonatal Sepsis : Major Global Public Health
Challenge. The Pediatric Infectious Disease Journal . Volume 28, Number
1, January 2009
6. Manzoni P, Rinaldi M, Cattani S, Pugni L, Romeo G, Messner H, et.al.
Bovine Lactoferrin supplementation for prevention of late onset sepsis in
very low birth wight neonates: a randomized trial. JAMA, October 7,2009-
volume 302, No.13. diakses dari
http:jama.jamanetwork.com/on09/17/2013
7. Freitas R, Leão R, Gomes, Batista R. Nutrition therapy and neonatal
sepsis. Rev Bras Ter Intensiva. 2011; 23(4):492-498.
29
8. Cohen-Wolkowiez M, Benjamin DK, Capparelli E. Immunotherapy in
neonatal sepsis: advances in treatment and prophylaxis. Curr Opin Pediatr.
2009 ; 21(2) : 177–81.
9. Embleton, Berrington J, McGuire W, Stewart M, Cummings S.
Lactoferrin: Antimicrobial activity and therapeutic potential. Seminars in
Fetal & Neonatal Medicine xxx (2013) 1-7.
10. Venkatesh MP, Rong L. Human recombinant lactoferrin acts
synergistically with antimicrobials commonly used in neonatal practice
against coagulase-negative staphylococci and Candida albicans causing
neonatal sepsis. Journal of Medical Microbiology 2008 ; 57 : 1113–2
11. Levay PF, Viljoen M. Lactoferrin: a general review. Haematologica 1995 ;
80 : 252-67.
12. Yunanto A, Andayani, Triyawanti P, Suhartono E, Widodo A. Neutrophil
Phagocytosis Activity Compared To Myeloperoxidase, Hydrogen
Peroxidase And Lactoferrin Levels In Saliva Of Newborn Baby With
Sepsis Risk Factors To Detect Early-Onset Neonatal Sepsis. International
Journal of Pharmaceutical Science Invention ISSN (Online): 2319 – 6718,
ISSN (Print): 2319 – 670X .. Volume 2 Issue 1 ‖ January 2013 ‖PP.18-22,
diakses dari ww.ijpsi.org
13. Jiang Z, Ye.G. 1:4 matched case-controlstudy on influential factor of early
onset neonatal sepsis. European Review for Medical and Pharmacological
Sciences. 2013; 17: 2460-2466.
14. Haque KN. Definitions of Bloodstream Infection in the
Newborn.Pediatr Crit Care Med 2005; 6: S45-9
15. Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child
Health 2002; 31: 3-8.
16. Aminullah A. Masalah terkini sepsis neonatorum. Dalam: Penyuting
Hegar.B, Trihono P, Ifran EB. Update in neonatal infection. Departemen
Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005. Hal 1-15
17. Amir I, Rundjan L. Patofisiologi sepsis Neonatorum : Systemic
Inflamatory response syndrome (SIRS). Dalam: Hegar.B, Trihono P, Ifran
30
EB,Penyuting. Update in neonatal infection. Departemen Ilmu kesehatan
Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005. Hal 17-31
18. Cinel Ismail, Steven M. Opal. Molecular biology of inflammation and
sepsis: A primer. Crit Care Med 2009 Vol. 37, No. 1
19. Levy O. Innate immunity of the newborn: basic mechanisms and clinical
correlates. Nature Review . Immunology. Volume 7, M ay 2010.
20. Chirico G. Development of the Immune System in Neonates. J Arab
Neonatal Forum 2005; 2: 5-11.
21. Short MA. Linking The Sepsis Triad of Inflammation, Coagulation and
Suppressed Fibrinolysis to Infants. Adv Neonat Care 2004 ; 5:258-73.
22. Pierrakos . Charalampo, Louis Vincent. Jean. Sepsis biomarkers: a review.
Pierrakos and Vincent Critical Care 2010, 14:R15.
http://ccforum.com/content/14/1/R15
23. Shapiro Philipp Schuetz , Yano K, Sorasaki M, Parikh S, Jones Ella, et
al. The association of endothelial cell signaling severity of illness, and
organ dysfunction in sepsis . Critical Care 2010, 14:R182 .
http://ccforum.com/content/14/5/R182
24. Ng PC. Diagnostic markers of infection in neonates. Arch Dis Child Fetal
Neonatal Ed 2004; 89: F229-F235. doi: 10. 1136/adc.2002.023838.
25. González-Chávez SA, Arévalo-Gallegos S, Rascón-Cruz Q. Lactoferrin:
structure, function and applications. International Journal of Antimicrobial
Agents 2009 ; 33 : 301.e1 - 8.
26. Conneely O. Review: Antiinflammatory Activities of Lactoferrin. Journal
of the American College of Nutrition, Vol. 20, No. 5, 389S–395S (2001)
27. Adlerova L, Bartoskova A, Faldyna M. Lactoferrin: a review. Veterinarni
Medicina, 2008 ; 53 (9): 457–68.
28. Roşeanu A, Damian M, Evans RW. Mechanisms of the antibacterial
activity of lactoferrin and lactoferrin-derived peptides. Rom. J. Biochem.
2010 ; 47 (2) : 203–9.
29. Farnaud S, Evans RW. Lactoferrin - a multifunctional protein with
antimicrobial properties. Molecular Immunology 2003 ; 40 : 395 – 405.
31
30. Conneely O. Review: Antiinflammatory Activities of Lactoferrin. Journal
of the American College of Nutrition, Vol. 20, No. 5, 389S–395S (2001)
31. Kaufman D, Lactoferrin Supplementation to Prevention Nosocomial
Infections in Preterm Infants AMA, October 7, 2009—Vol 302, No. 13.
http://jama.jamanetwork.com/ on 07/12/2012
32. Kruzel M, Zimecki M. Lactoferrin and Immunologic Dissonance: Clinical
Implications. Archivum Immunologiae et Therapies Experimentalis. 2002,
50, 399–410
33. Jenssen, R.E.W. Hancock. Antimicrobial propertie s of lactoferrin.
Biochimie 91 (2009) 19-29.
34. Romeo, Bollani L, Rinaldi M, Gallo E, Quercia M, Manzoni M, et.al.
Lactoferrin Prevents Invasive Fungal Infections in Very Low Birth Weight
Infants: A Randomized Controlled Trial. Pediatrics, Volume 129, Number
1, January 2012.
35. Stewart C J, Nelson A, Scribbins D, Marrs E, Lanyon C, Embleton N,
et.al. Bacterial and fungal viability in the preterm gut: NEC and sepsis.
Arch dis child fetal neonatal ed 2013 page 1-6
32
top related