skripsi efektivitas pembelajaran pendidikan .../efekti... · efektivitas pembelajaran pendidikan...
Post on 05-May-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SKRIPSI
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI USAHA PENANAMAN NILAI DAN
NORMA PADA SISWA DI SMK WASIS JOGONALAN KLATEN
TAHUN AJARAN 2007-2009
SKRIPSI
Oleh:
THERESIA INUNG PURWATINING TYAS DEWANTYNIM K 6406059
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
SKRIPSI
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI USAHA PENANAMAN NILAI DAN
NORMA PADA SISWA DI SMK WASIS JOGONALAN KLATEN
TAHUN AJARAN 2007-2009
Oleh:
THERESIA INUNG PURWATINING TYAS DEWANTYNIM K 6406059
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRAK
Theresia Inung Purwatining Tyas Dewanty. EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI USAHA PENANAMAN NILAI DAN NORMA PADA SISWA DI SMK WASIS JOGONALAN TAHUN AJARAN 2007-2009 Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: Efektifitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap penanaman nilai dan norma pada siswa SMK Wasis Jogonalan Klaten. Masalah tersebut menyangkut (1) Sudah efektifkah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009 (2) Dimana letak kelemahan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009?(3) Bagaimana solusi yang tepat agar pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma dikalangan siswa menjadi efektif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah informan, dokumen, arsip serta tempat dan peristiwa. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Validitas data dilakukan dengan cara triangulasi data atau sumber dan trianggulasi metode. Analisis data menggunakan model analisis interaktif melalui pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) tahap persiapan, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap penyusunan laporan penelitian.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan : (1) Efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha
penanaman nilai dan norma di SMK Wasis Jogonalan klaten belum sepenuhnya efektif, hal tersebut dapat dilihat dari indikator input yakni karakteristik guru yang meliputi penampilan mengajar guru, kompetensi dan cara mengajar guru masih menggunakan metode mengajar ceramah dan diskusi. Proces pemberian alokasi waktu mengajar dan minimnya referensi serta materi pendidikaan kewarganegaraan yang tidak menekan pada penanaman nilai dan norma. dan output disesuaikan dengan teori behaviorisme yakni yang belum sesuai dengan yang diharapkan, perilaku siswa kurang sesuai ajaran nilai-nilai pancasila, norma-norma yang berlaku secara umum dan ajaran agama yang dianut.
(2) Letak kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terletak pada pemberian alokasi waktu yang kurang, pemilihan metode yang salah atau kurang bervariasi, materi pendidikan kewarganegaraan kurang mengandung penanaman nilai dan norma bagi siswa, pendidikan Moral Pancasila belum dianggap sebagai pelajaran yang tepat untuk penanaman nilai dan norma.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
(3) Solusi yang di lakukan untuk mengatasi hal tersebut sekolah mengambil kebijakan:
(a) Selalu memperhatikan anak didik dan menjaga hubungan yang baik dengan orang tua (home visit) selalu bekerjasama agar secara eksklusif memberikan perhatian khusus pada anak didik
(b) Pemberian Bimbingan Konseling mengedepankan aspek afektif. (c) Peran walikelas di efektifkan. (d) Memberikan dukungan pendidikan karakter atau pendidikan nilai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
ABSTRACT
Theresa Inung Purwatining Tyas Dewanty. CITIZENSHIP EDUCATION AS LEARNING EFFECTIVENESS OF INVESTMENT IN STUDENT VALUE AND THE NORMS IN THE SMK WASIS JOGONALAN KLATEN FOR THE ACADEMIC YEAR 2007-2009. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, May 2011.
The purpose of this study is to determine: The effectiveness of citizenship education learning towards cultivation of values and norms on Students of SMK Wasis Jogonalan Klaten. The problem involves (1) It is effective learning Citizenship Education as a business investment values and norms on students in SMK Wasis Jogonalan Klaten for the Academic Year 2007-2009?. (2) Where barriers Citizenship Education in instilling values and norms on students of SMK Wasis Jogonalan Klaten School for the Academic Year 2007-2009?. (3) How the appropriate solution by the Citizenship Education as a business investment norms and values among students?.
This research used qualitative descriptive method with a single fixed strategy. Sources of data used informants, documents, and places and events. The sampling technique used was purposive sampling. Data collection techniques used were interviews, observation and document analysis. The validity of the data was done by triangulation of data and triangulation of metods , as well as informants review. Data analysis through data collection, data reduction, data display, and conclusion. Research procedures with the following steps: (1) preparation phase, (2) phases of data collection, (3) phases of data analysis, and (4) stage of the preparation of research reports.
The results of this study can be concluded: (1) Can be said that the effectiveness of teaching citizenship education as
a business investment values and norms in SMK Wasis Jogonalan klaten not yet fully effective. Can be said ineffective It can be seen from input teach and competence teacher make use of talkative and discussion.Proses until gift alocation times to lesson, until reference and lesson laying citizenship education as a business investment values and norms. and output Is the personal formation and behavior of students who behave according to the teachings of the values of Pancasila, the prevailing norms in general and the teachings of the religious affiliations,
(2) Some Mistake or lack of citizenship education learning process lies in the discrepancy is currently laying citizenship education as a business investment values and norms.
(3) Solutions that can be done by the school in subsequent (a) Policies to overcome this is to always pay attention to their
students and maintain good relationships with parents are always working exclusively for giving special attention to students.
(b) Giving the effectiveness education counseling (c) The fungtion homeroom teacher are optimalized (d) Giving character education or values education has not been give
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
MOTTO
” Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan didikan ”.
(Amsal 1:7)
” Janganlah seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda.
Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah
lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”.
(1 Timotius 4:12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini di persembahkan sebagai wujud rasa
sayang, terimakasih dan cinta penulis kepada :
Ayah dan Ibu tercinta terimakasih atas doa, sayang,
dukungan dan perhatiannya,
Adik-adik tersayang Paulina Ratri & Nichodemus KR
Andreas Dwigati Nugroho terimakasih untuk
semangatnya,
Kost Griyananda ( Ratna, Tika, Mei dkk)
Teman-teman Civic angkatan 2006
Almamater ku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih karunia, berkat dan hikmat dari-Nya, skipsi ini dapat diselesaikan dengan
baik oleh penulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan
penulisan skipsi ini dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin penyusunan skripsi dan penelitian lapangan
2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi
3. Ibu Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
4. Ibu Dra. Ch. Baroroh, MSi selaku pembimbing I yang telah memberikan
banyak sekali motivasi, ilmu dan arahan dengan penuh kesabaran
5. Bapak Drs. utomo, M.Pd Pembimbing II yang telah mengarahkan dan
membimbing serta memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi, dan
menyelesaikan studi ini
6. Ibu Triana Rejekiningsih SH,KN selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan motivasi dan saran selama penulis menempuh
pendidikan di Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
7. Segenap Dosen Pengajar Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
8. Drs. Suharno selaku Kepala SMK Wasis Jogonalan , serta guru, karyawan
dan siswa-siswi SMK Wasis yang telah banyak memberikan bantuan bagi
penulis dalam penyusunan skripsi ini
9. Bapak Ibu guru Pendidikan Kewarganegaraan, untuk wawancaranya sehingga
diperoleh data yang berhubungan dengan skripsi dari penulis
10. Bapak Ibu guru Bimbingan Konseling untuk wawancara dan datanya sehingga
diperoleh data pendukung yang berhubungan dengan skripsi dari penulis
11. Bapak ibu guru Pendidikan Agama untuk wawancaranya sehingga diperoleh
data pendukung yang berhubungan dengan skripsi dari penulis
12. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu- persatu yang telah
membantu tersusunnya skripsi ini
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Walaupun disadari dalam skripsi ini masih ada kekurangan, namun
diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga
dunia pragmatika.
Surakarta, Mei 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................... i
PENGAJUAN .................................................................................... ii
PERSETUJUAN ................................................................................ iii
PENGESAHAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................. viii
PERSEMBAHAN .............................................................................. ix
KATA PENGANTAR ....................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ...................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ....................................................... 11
1. Tinjauan Tentang Efektifitas ............................... 11
2. Tinjauan Tentang Efektifitas Pembelajaran ........ 13
3. Tinjauan Tentang Teori Proses Perubahan
Tingkah laku ....................................................... 16
4. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan 21
5. Tinjauan Tentang Nilai ........................................ 30
6. Tinjauan Tentang Norma ..................................... 33
7. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan
Kaitannya dengan Pendidikan Nilai .................... 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
8. Efektivitas Pendidikan Nilai dan Norma ............. 39
B. Kerangka Berpikir ..................................................... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................... 42
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................. 43
C. Sumber Data ............................................................. 45
D. Teknik Sampling (Cuplikan) .................................... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................... 48
F. Validitas Data ........................................................... 52
G. Analisis Data ............................................................ 53
H. Prosedur Penelitian .................................................. 55
BAB. IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................... 56
B. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................ 66
1. Keefektifan Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai usaha penanaman nilai dan norma.......... 66
2. Letak kesalahan atau kekurangan proses
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
sebagai usaha penanaman nilai dan norma.......... 79
3. Solusi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
Usaha penanaman nilai dan norma dikalangan
siswa menjadi efektif ........................................... 81
C. Temuan Studi ........................................................... 83
BAB. V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................. 87
B. Implikasi ................................................................... 88
C. Saran ......................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 90
LAMPIRAN ....................................................................................... 94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rencana Waktu Penelitian ............................................................... 42
Tabel 2. Daftar Guru, Staf Tata Usaha dan karyawan. ................................... 59
Tabel 3. Jenis Pelanggaaran Siswa................................................................. 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir ............................................................. 41
Gambar 2. Model Analisis Interaktif .............................................................. 54
Gambar 3. Struktur Organisasi SMK Wasis Jogonalan ................................... 64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar informan ....................................................................... 95
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ............................................................. 96
Lampiran 3. Catatan Lapangan Wawancara ............................................... 98
Lampiran 4. Foto Kegiataan Penelitian ....................................................... 119
Lampiran 5. Kualitas Pelanggaran ............................................................... 123
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ....................................... 125
Lampiran 7. Trianggulasi Data atau Sumber ............................................... 138
Lanpiran 8 Trianggulasi Metode ............................................................... 143
Lampiran 9 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan
FKIP UNS ............................................................................... 145
Lampiran 10 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS Tentang Ijin
Penyusunan Skripsi/Makalah .................................................. 146
Lampiran 11 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out Kepada Rektor
UNS ......................................................................................... 147
Lampiran 12 Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Pemerintah
Kabupaten Klaten .................................................................... 148
Lampiran 13 Surat Ijin Research Kepada Kepala Sekolah SMK Wasis
Jogonalan Klaten ..................................................................... 149
Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Sekolah
SMK Wasis Jogonalan Klaten ................................................ 150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Remaja adalah generasi penerus bangsa yang tumbuh dan berkembang
untuk melanjutkan perjuangan cita-cita bangsa. Remaja merupakan aset bangsa
yang harus dijaga dan dibentuk agar menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas. Membentuk dan mengukir sosok remaja Indonesia yang berkualitas
dan memiliki daya saing tinggi bukan pekerjaan yang sederhana. Menanamkan
sifat kemanusiaan dalam diri puluhan juta kaum muda Indonesia bukan tugas dan
tanggungjawab yang dapat diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun atau dua
tahun. Pekerjaan itu harus dilaksanaakan secara terarah, sistematis dan tiada henti-
hentinya. Jadi, kewajiban orang tua, masyarakat dan pemerintah adalah
memotivasi remaja dalam membentuk kepribadian, perilaku, dan menemukan jati
dirinya sesuai dengan nilai kehidupan bangsa Indonesia. Secara bertahap orangtua
hendaknya juga memberikan keteladanan dan menanamkan kebiasaan pada anak
untuk menaati prinsip-prinsip ajaran agama, moral dan adat, nilai dan norma yang
berlaku umum dalam masyarakat seperti baik, benar dan lain-lain sehingga sifat-
sifat baik itu secara bertahap dapat menjadi driving forces bagi terbentuknya
akhlak yang baik.
Orang tua hendaknya juga menjalin komunikasi yang baik dengan pihak
luar yaitu sekolah atau lembaga pendidikan untuk memantau segala hal berkaitan
dengan anak secara intensif, juga untuk melakukan tindakan korektif secara lebih
aktif dan proaktif, sehingga jika diperlukan upaya perbaikan dapat dilakukan
secara lebih efektif, efisien, terpadu, berkala dan berkesinambungan. Oleh karena
itu pemerintah mengambil langkah positif dengan mengadakan upaya pendidikan
untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan memfokuskan perhatian pada
dunia pendidikan terlihat dengan adanya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. (Anonim, 2003: 1)
Pendidikan dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu sebagai upaya untuk
mentransformasikan nilai-nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu dari
generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Pendidikan merupakan alat
strategis untuk membentuk dan mengembangkan nilai, sikap dan moral dari
generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Kiprah dan peran institusi
pendidikan sekolah sudah cukup jelas, yaitu sebagai lapangan strategis bagi
penumbuhan dan pengembangan spiritual, nilai moral dan norma. Selain strategis
bagi pelaksanaan transformasi pengetahuan dan keterampilan serta penumbuhan
dan pengembangan kecerdasan. Sekolah hendaknya juga berperan sebagai
pendidikan lanjutan dari pendidikan di dalam keluarga, sehingga pembimbingan
terhadap siswa dapat terus dikembangkan, terlebih apabila kualitas pendidikan di
dalam keluarga kurang dapat diaktualisasikan. Hal ini diperlukan agar siswa
memiliki kematangan intelek atau intellectual Quotient (IQ), kematangan emosi
atau emotional Quotient (EQ) dan kematangan spiritual atau spiritual quotient
(SQ). Melalui kematangan IQ, EQ dan SQ diharapkan siswa mampu menanamkan
nilai dan norma dalam kehidupan sehari-harinya di sekolah, keluarga dan
masyarakat.
Negara Indonesia merupakan Negara yang menaruh perhatian yang
cukup besar pada masalah pendidikan moral. Kurikulum sekolah mulai dari
tingkat paling rendah hingga pada paling tinggi mengalokasikan untuk pembinaan
moral antara lain pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama. Pendidikan
kewarganegaraanlah yang menjadi ujung tombak pembentuk penanaman nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya pada anak didik mereka.
Namun dewasa ini usaha yang positif ini belum mampu menanamkan nilai dan
norma pada siswa saat ini, aktualisasi nilai dan norma disekolah belum begitu
tampak, ditambah lagi belum adanya pendidikan karakter atau pendidikan nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
yang seharusnya akan lebih mengacu pada penekanan nilai dan norma yang
tertuang dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang selama ini diajarkan
disekolah. Gagalnya output pendidikan saat ini ditandai oleh banyaknya
kejahatan-kejahatan moral, pelanggaran kesusilaan, kenakalan remaja, tawuran
antar pelajar, kejahatan narkoba dan sebagainya. Tentang kegagalan ini, Winarno
mengemukakan bahwa: “Sistem pendidikan di Indonesia dinilai gagal membentuk
karakter siswa menjadi orang baik yang ditandai dengan banyaknya kasus
korupsi, manipulasi, kebohongan, berbagai konflik dan terjadinya kekerasan”
(Winarno,2010: 2)
Didukung berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat
yang menyatakan oleh Akhmad Sudrajat yaitu:
Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skilldaripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. (Akhmad Sudrajat, 2010: 3)
Hal ini belum bisa menjadi bukti apakah pembelajaran yang diberikan
disekolah belum berhasil dengan baik. Menurut Starawaji (2009: 1)
mengemukakan bahwa :
Pembelajaran berasal dari kata belajar,yang memiliki arti yaitu aktivitas perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud itu nyata memilki arti yang sangat laus yaitu perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Pada kenyataannya pembelajaran adalah merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dimana saja tanpa ada ruang dan waktu,karena memang pembelajaran biasa dilakukan kapan saja dan dimana saja, walaupun banyak orang beranggapan bahwa pembelajaran hanya dilakukan disekolah atau lembaga tertentu. Dari uraian diatas maka dapat ditarik benang merahnya yaitu pembelajaran merupakan kegiatan perubahan tingkah laku secara kognitif,afektif dan psikomotorik.
Dari beberapa sumber yang didapat terlihat di lapangan tata tertib
disekolah yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi
atau hukuman terhadap yang melanggarnya pada kenyataan sehari-hari masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
banyak ditemukan para pelajar yang melanggar tata tertib sekolah, masih adanya
sejumlah penyimpangan-penyimpangan yang masih terjadi didalam sekolah yang
dilakukan oleh para siswa di SMK WASIS Jogonalan, misalnya Berkelahi di
dalam sekolah dengan teman antar kelas, membawa minuman keras ke sekolah,
membolos saat jam pelajaran berlangsung. Seperti yang dikemukakan dalam
penelitian yang menyatakan bahwa:
Kenakalan remaja terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri, minum-minuman keras. (Masngudin, 2004: 2)
Dari data tersebut terdapat kegagalan keefektifan dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Seperti dalam jurnal internasional di situs internet
yang dikemukakan oleh Townsend & Otero (2010: 3) menyatakan bahwa:
Effective learning, other than based on a philosophical principle, should also be based on empirical findings of research studies focusing on school. Scheerens dalam Townsend & Otero. Identifies four major categories of schooling research :
1. Your review "outcomes" of education 2. Your review the education production function 3. Your review efektiif schools 4. Your review of effective instructional.
Artinya Belajar yang efektif, selain berdasarkan prinsip filosofis, juga
harus didasarkan pada temuan empiris studi penelitian berfokus pada sekolah.
Scheerens dalam Townsend & Otero. Mengidentifikasi empat kategori utama
penelitian pendidikan:
1. Tinjauan Anda "hasil" pendidikan
2. Tinjauan Anda fungsi produksi pendidikan
3. Tinjauan Anda efektiif sekolah
4. Tinjauan Anda efektif pembelajaran.
Efektivitas adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas
dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi
berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumberdaya dalam usahanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Efektivitas pendidikan pada umumnya dapat dilihat berdasarkan teori sistem dan
dimensi waktu. Dalam jurnal Laurens Kaluge Jurnal ilmu Pendidikan, Februari
2003, Jilid 10, NOMOR 1 menyatakan bahwa: “Keefektivan pendidikan
merupakan satu masalah serius yang erat kaitannya dengan mutu pendidikan
dalam acuan konteks, proses, dan produk”. Menurut Mulyasa (2002: 82-85) ada
empat indikator untuk mengukur efektivitas yaitu: “Indikator Input, Indikator
Proses, indikator Output, Indikator outcame”.
Indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Indikator input; meliputi karakteristik guru,fasilitas,perlengkapan,dan
materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
2. Indikator proses; meliputi perilaku adsministratif,alokasi waktu guru dan
alokasi waktu peserta didik.
3. Indikator output; meliputi hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta
didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan
dengan prestasi belajar dan hasil-hasil yang berhubungan dengan
perubahan sikap,serta hasil-hasil yang berhubungan dengan keadilan dan
kesamaan.
4. Indikator outcome; meliputi jumlah lulusan ke tingkat pendidikan
berikutnya,prestasi belajardisekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta
pendapatan.
Menurut Drs. Helly Prajitno Soetjipto dalam bukunya Daniel Muijs &
David Reynolds (2008: 43) menyatakan bahwa:
Pengumpulan data tentang efektivitas guru dengan volumme yang cukup besar tentang anak dan latar belakang keluarganya disebut “intakes”, kemudian “proses” sekolah dan kelas dan “outcame” yaitu hasil dibidang akademik dan afektif (konsep diri,perilaku,kehadiran). Dalam studi ini melaporkan tentang faktor-faktor yang dikaitkan dengan efektivitas baik efektivitas antar bidang-hasil maupun efektivitas didalam subyek tertentu.
James. L Murseli dalam Prof. I.P Simanjuntak M.A (1975: 1)
menyatakan:
Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik jika pengajaran tersebut membangkitkan proses belajar yang efektif. Bukan hanya pada cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
mengajar ataupun metode yang digunakan, namun lebih pada hasil atau pencapaian akhir tujuan pembelajaran atau indikator yaitu hasil yang dapat bertahan lama dan dapat dipergunakan dalam kehidupannya.
Pendidikan kewarganegaraan seharusnya tidak hanya semata-mata
mengajarkan pasal-pasal UUD tetapi hendaknya pelajaran tersebut harus
mencerminkan hubungan tingkah laku yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral
dalam pancasila dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ini merupakan
tantangan bagi guru pendidikan kewarganegaraan apalagi dilatarbelakangi dengan
sifat dan pemahaman murid yang berbeda. Ratna Megawangi (2007: 79)
menyatakan bahwa:
Salah satu penyebab utama kegagalan tersebut karena sistem pendidikan di Indonesia belum mempunyai kurikulum pendidikan karakter, tetapi yang ada hanya mata pelajaran tentang pengetahuan karakter (moral) yang tertuang didalam pelajaran agama, kewarganegaraan dan Pancasila. Ditambah lagi proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan penghafalan. Para siswa hanya diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya diukur dengan kemampuan anak menjawab soal ujian terutama dengan pilihan berganda.
Guru harus mampu memadukan hafalan atau materi pendidikan
kewarganegaraan dengan pendidikan nilai yang mengacu pada pembelajaran
kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat dimana nilai dan norma berlaku
untuk mengatur bagaimana manusia bertindak dan berperilaku yang baik.
Didukung oleh suatu pernyataan yang mengatakan bahwa: “Guru atau
pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Guru merupakan teladan bagi siswa dan
memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter siswa.”. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas
mentransfer ilmu melainkan dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak
seseorang menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika
maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari. (Sabar Budi Raharjo, 2003: 229-
238).
Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik jika pengajaran tersebut
membangkitkan proses belajar yang efektif. Bukan hanya pada cara mengajar
ataupun metode yang digunakan, namun lebih pada hasil atau pencapaian akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
tujuan pembelajaran atau indikator yaitu hasil yang dapat bertahan lama dan dapat
dipergunakan dalam kehidupannya. Banyak guru secara jujur dan penuh
keyakinan menaruh pendirian, bahwa selama anak mengalami perkembangan
kepribadiannya menurut garis perkembangan yang wajar, selama kepribadian
anak itu menunjukkan keseimbangan dalam penyesuaian dirinya dan alam
sekitarnya, maka selama itu pula pelajaran tidak terlalu penting artinya Tujuan
akhir pendidikan pada umumnya dan disekolah pada khususnya, ialah
pembentukan kepribadian anak didik. Hasil pengajaran berdasarkan mata
pelajaran itu hanya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi mata
pelajaran itu merupakan alat yang essensial dan alat yang khas yang digunakan
oleh sekolah dan guru, untuk tujuan utama yakni membentuk kepribadian
manusia. Efektif tidaknya suatu pembelajaran dapat diukur dengan indikator
efektivitas, salah satu indikator efektivitas adalah indikator output, yaitu
mencakup hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap atau tujuan
pembelajaran dapat tercapai semaksimal mungkin.
Dari uraian penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
mengenai tingkat keefektivan pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha
penanaman nilai dan norma pada remaja siswa SMK Wasis Jogonalan. Sehingga
dalam penelitian ini penulis mengambil judul “EFEKTIVITAS
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI
USAHA PENANAMAN NILAI DAN NORMA PADA SISWA DI SMK
WASIS JOGONALAN TAHUN AJARAN 2007-2009”.
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Peran guru, sekolah, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait
untuk menanamkan nilai dan norma anak belum maksimal.
2. Merosotnya nilai dan norma pada diri siswa
3. Kurang efektivitasnya pendidikan kewarganegaraan menyebabkan
tingkat penanaman nilai dan norma pada siswa kurang
4. Keteladanan guru dalam memberikan pembelajaran Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Kewarganegaraan di dalam kelas.
5. Solusi yang bisa dilakukan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan agar sebagai usaha penanaman nilai dan norma pada
menjadi efektif.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka
permasalahan difokuskan pada efektivitas pendidikan kewarganegaraan sebagai
usaha penanaman nilai dan norma pada siswa. Masalah dalam penelitian ini
selanjutnya akan dibatasi mengingat keterbatasan waktu, biaya, serta tenaga.
Secara singkat masalah yang akan diteliti adalah Efektivitas pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma pada
siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009.
C. Perumusan Masalah
Didalam penelitian ini pasti timbul masalah, supaya memperjelas
masalah apa yang dihadapi dan seperti apa pemecahannya , kiranya sangat perlu
masalah yang dihadapi itu dirumuskan. Berdasarkan latar belakang masalah,
identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dirumuskan masalah ini yaitu:
1. Sudah efektifkah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
usaha penanaman nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis
Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009?
2. Dimana letak kelemahan proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan norma pada siswa di
SMK Wasis Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009?
3. Bagaimana solusi yang tepat agar pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma
dikalangan siswa menjadi efektif?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
D. Tujuan Penelitian
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan seseorang tentu saja tidak lepas
dari tujuan yang ingin dicapainya. Begitu pula dalam penelitian ini. Tujuan yang
ingin penulis capai adalah untuk mengetahui:
1. Tingkat efektifitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai
usaha penanaman nilai dan norma pada siswa.
2. Letak kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraaan
dalam menanamkan nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis
Jogonalan Klaten tahun ajaran 2007-2009.
3. Solusi yang tepat agar dalam penyelenggaraan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha menanamkan nilai dan
norma dikalangan siswa menjadi efektif.
E. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian sudah pasti diharapkan hasilnya akan berrmanfaat.
Demikian pula dalam penelitian ini, diharapkan mempunyai manfaat terutama dari
segi praktis dan teoritis. Adapun manfaat yang dimaksudkan adalah:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya untuk mengetahui efektifitas
pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma pada
siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya
tentang nilai dan norma agar dapat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat.
b. Bagi Sekolah
Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan
dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap
berperilaku dan bersikap baik sesuai nilai dan norma yang berlaku.
c. Bagi Guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh
kembangkan dan membentuk pribadi siswa yang baik sesuai nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Setiap kegiatan ilmiah termasuk penelitian ilmiah tidak akan pernah lepas
dari ilmu pengetahuan sebagai pendukung penelitian yang akan atau telah
dilaksanakan. Ilmu pengetahuan tersebut sangat diperlukan agar penelitian dapat
teruji kebenarannya. Karena penelitian yang baik adalah penelitian yang
mempunyai teori-teori relevan yang dapat mendukung apa yang akan atau telah
diteliti. Teori-teori yang dijadikan tinjauan pustaka tentunya adalah teori-teori
yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Teori harus mencakup berbagai
konsep yang ada dalam penelitian, oleh sebab itu setiap peneliti harus menemukan
sebanyak-banyaknya teori untuk mendukung penelitiannya. Begitu pula dalam
penelitian ini. Peneliti harus menemukan sejumlah teori yang dapat dijadikan
pendukung apa yang akan atau sedang diteliti.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam bab ini akan di uraikan mengenai
berbagai landasan teori yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Tinjauan Tentang Efektivitas
a. Pengertian Efektivitas
Setiap orang dalam memaknai efektivitas memberikan pengertian yang
berbada-beda sesuai sudut pandang masing-masing.
Menurut Margono (1998:45) mendefinisikan ”efektif berarti semua
potensi dapat dimanfaatkan dan semua tujuan dapat tercapai”. Sedangkan menurut
Marbun (2003: 71): ”efektivitas (effectivences) suatu besaran atau angka untuk
menunjukkan sampai seberapa jauh sasaran ( target) tercapai”.
Menurut Chester I Barnad yang dikutip oleh Suyadi Prawiro Sentono
(1994: 14) “bila suatu tujuan yang akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan
bahwa kegiatan tersebut adalah efektif ”. Ia juga mengatakan bahwa efektivitas
dari kelompok adalah bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan
yang direncanakan.
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
William N Dunn (2000: 498) “efektivitas (effectiveness ) adalah suatu
kriteria untuk menseleksi berbagai alternatif untuk dijadikan rekomendasi
didasarkan pertimbangan apakah alternatif yang direkomendasikan tersebut
memberikan hasil (akibat) yang maksimal, lepas dari pertimbangan efisiensi”.
Sedangkan menurut Mulyasa (2002: 82) berpendapat mengenai
efektivitas yakni:
Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumberdaya dalam usahanya mewujudkan tujuan operasional. Efeltivitas pendidikan pada umumnya dapat dilihat berdasarkan teori sistem dan dimensi waktu. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengukur efektivitas menggunakan teori sistem.
Berkaitan dengan efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur
keberhasilan pendidikan. Dalam upaya pengukuran ini terdapat dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu validasi dan evaluasi.
Menurut Rae dalam Mulyasa (2002: 83) mengemukakan bahwa:
Validasi dapat dilihat dari dua sisi yaitu interen dan eksteran. Validasi interen merupakan serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengetahui secara pasti apakah suatu program pendidikan telah mencapai sasaran yang telah ditentukan. Adapun validasi eksternal merupakan serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengetahui secara pastiapakah sasaran perilaku dari suatu program pendidikan secara interen telah valid.
Efektivitas dapat dilihat pada proses evaluasi, berkaitan dengan evaluasi,
menurut Firman (1990) dalam Mulyasa (2002: 84) menyebutkan bahwa:
Evaluasi dapat digunakan dalam mengukur tiga tahapan, yakni perencanaan,pelaksanaan,dan pasca pelaksanaan. Selanjutnya evaluasi yang baik dilaksanakan hanya apabila didasarkan rencana yang baik pula. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi dalam kaitannya dengan mengukur efektivitas harus mengukur untung rugi, tidak hanya mengukuir pencapaian sasaran belaka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa efektivitas
adalah suatu keadaan yang dikehendaki yang merupakan akibat dari yang
dikerjakannya dan merupakan suatu pengukuran terhadap tercapainya sasaran atau
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Kriteria Efektifitas
Kriteria efektivitas harus mencerminkan keseluruhan siklus input, proses,
output. Indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Adapun indikator
efektivitas menurut E. Mulyasa (2005: 84-85) antara lain meliputi “indikator
input, proses, output dan outcome”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Indikator input; indikator input ini meliputi karakteristik guru, fasilitas,
perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
2) Indikator process; indikator proses meliputi perilaku administratif,
alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
3) Indikator output; indikator dari output ini berupa hasil-hasil dalam bentuk
perolehan peserta didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang
berhubungan dengan prestasi belajar, dan hasil-hasil yang berhubungan
dengan perubahan sikap, serta hasil-hasil yang berhubungan dengan
keadilan, dan kesamaan.
4) Indikator outcome; indikator ini meliputi jumlah lulusan ke tingkat
pendidikan berikutnya, pretasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan
pekerjaan, serta pendapatan.
“Kriteria Efektivitas Pembelajaran didalam proses belajar mengajar
banyak faktor yang mempengaruhi terhadap berhasilnya sebuah pembelajaran,
antara lain kurikulum, daya serap, presensi guru, presensi siswa prestasi belajar”.
(Starawaji 2009: 2).
3. Tinjauan Efektivitas Pembelajaran
Proses belajar mengajar yang ada baik di sekolah dasar maupun di
sekolah menengah, sudah barang tentu mempunyai target bahan ajar yang harus
dicapai oleh setiap guru, yang didasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat
itu. Kurikulum yang sekarang ada sudah jelas berbeda dengan kurikulum zaman
dulu, ini ditenggarai oleh sistem pendidikan dan kebutuhan akan pengetahuan
mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Bahan ajar yang banyak
terangkum dalam kurikulum tentunya harus disesuaikan dengan waktu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
tersedia pada hari efektif yang ada pada tahun ajaran tersebut. Namun terkadang
materi yang ada dikurikulum lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Ini
sangat ironis sekali dikarenakan semua mata pelajaran dituntut untuk bisa
mencapai target tersebut. Untuk itu perlu adanya strategi efektivitas pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut ialah :
a. Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
bermakna bahwa prosees pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku
dalam diri individu.
b. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
c. Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa
pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.
d. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada
suatu tujuan yang ingin dicapai.
e. Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.
Efektivitas pembelajaran, biasanya diukur dengan tingkat pencapaian
siswa. Menurut Karwono (2009: 2) Ada empat aspek penting yang dapat dipakai
untuk mengetahui keefektivan pembelajaran yaitu :
a. Kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut tingkat kesalahan
b. Kecepatan unjuk kerja c. Tingkat alih belajar d. Tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
Sedangkan Slameto (1995: 92) berpendapat bahwa:
Pengajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat membawa belajar siswa yang efektif. Belajar di sini adalah suatu aktivitas mencari, menemukan dan melihat pokok masalah. Siswa berusaha memecahkan masalah termasuk pendapat bahwa bila seseorang memiliki motor skill maka dia telah menghasilkan masalah dan menemukan kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Menurut James. L Murseli dalam Prof. I.P Simanjuntak M.A (1975: 1)
menyatakan “Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik kalau pengajaran itu
membangkitkan proses belajar efektif, dengan pertimbangan bukan dengan tujuan
pengajaran. Syarat tertinggi bagi pengukuran hasil pengajaran adalah hasilnya”.
Hasil yang dijadikan dasar untuk menilai pengajaran yang disebut baik
adalah :
a. Hasilnya yang tahan lama
b. Pelajar dapat dan memang mempergunakannya dalam hidupnya.
Kutipan dalam jurnal internasional “Learning is how a person or group
comes to know, and knowing consist of varety of types action, in learning, a
knower positions themselves in relation to the knowable, and engages”. (Bill
Cope 2007: 1)
Sesuai dengan jurnal internasional di atas yang artinya belajar adalah
bagaimana seseorang atau kelompok yang datang untuk mengetahui dan akhirnya
mengetahui bermacam-macam tindakan dalam pembelajaran, dalam pembelajaran
siswa menempatkan dirinya dalam hubungan saling mengetahui (yang
dipengaruhi oleh pengalaman, konsep, analisis atau penerapan).
Menurut Medley dalam Soekartawi (1995: 38) mendefinisikan efektivitas
pembelajaran sebagai berikut:
Pertama, efektivitas dirasakan sebagai kemuliaan karakteristik atau sifat pribadi tertentu yang dimiliki oleh seorang guru... . Kemudian, efektivitas tidak terlalu terlihat sebagai suatu fungsi karakteristik guru tetapi sebagai metode mengajar yang digunakan... . Maka, efektivitas sangat bergantung pada suasana kreatif dan penegakan disiplin seorang guru di dalam kelas.......
Menurut Medley dalam Soekartawi (1995: 38), menyebutkan bahwa:
Ada empat karakteristik dari mengajar yang efektif, yakni:
1) Penampilan pengajar (penguasaan baha ajar), persiapan mengajar, dsb. 2) Cara mengajar (pemilihan model instruksi, alat bantu mengajar dan
evaluasi yang dipakai) 3) Kompetensi dalam mengajar 4) Pengambilan keputusan yang bijaksana Jika diperhatikan, pengajaran akan menjadi efektif bila pengajar menguasai: 1) Apa yang diajarkan 2) Teori pengajaran (pemilihan instructional design) yang relevan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3) Hal-hal baru (penelitian untuk memperkaya isi bahan ajar yang diberikan)
4) Karakteristik siswa
Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya suatu
tujuan yang telah ditentukan. Hasil yang semakin mendekati tujuan yang telah
ditetapkan menunjukkan semakin tinggi tingkat efektivitasnya.
Dengan demikian dalam hal ini keefektivan pembelajaran adalah
pembelajaran yang didalamnya terdapat pemanfaatan potensi yang mampu
sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan
efektivitas pembelajaran diartikan sebagai pengukuran terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada siswa setelah siswa mempelajari suatu bahan
pelajaran (dalam hal ini mengenai keberhasilan belajar siswa).
2. Tinjauan Teori Proses Perubahan Tingkah laku
Efektifitas pembelajaran juga didukung dengan teori-teori pembelajaran
yang digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran. Adapun teori-teori
pembelajaran tersebut sebagai berikut:
a. Teori Behaviorisme Ivan Petrovich Pavlov
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk
memahami perilaku individu. Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:
297) mengenai behaviorisme mengemukakan bahwa: “pada waktu dilahirkan
semua orang adalah sama. Behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa. Manusia
hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan
dapat mempengaruhi reflek sekehendak hatinya”.
Prinsip utama aliran behaviorisme adalah berdasarkan unit belajar. Albert
Bandura juga menyetujui keyakinan dasar behaviorisme yang dikutip oleh
Syamsu Yusuf (2008: 133) mengatakan bahwa: “Kepribadian dibentuk melalui
belajar”. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam
belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan
pribadi dihiraukan.
Dalam teori ini belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud
sesuatu yang konkret atau yang non konkret, berlangsung secara mekanik
memerlukan penguatan. Teori belajar behaviorisme dapat diaplikasikan dalam
pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pendekatan behaviorisme, lebih mengutamakan hal-hal yang nampak
dari individu atau siswa itu sendiri Perilaku adalah segala sesuatu yang bisa di
amati oleh alat indera sebagi hasil dari interaksi dengan lingkungnnya.
Pendekatan psikoanalisa, lebih mengutamakan hal-hal yang ada di bawah
kesadaran individu. Pendekatan kognitif, perilaku sebagai proses internal, yang
merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan hasil dari
informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.
Teori ini paling banyak menekankan proses perubahan tingkah laku
sebagai akibat adanya interaksi antara stimulis dan respon. Tujuan adanya
perubahan tingkah laku pada peserta didik. Evaluasi didasarkan pada perilaku
yang dicapai sebagai hasil dari latihan yang dilakukan. Hasil dari proses
pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh
perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari. Perubahan perilaku
sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku keseluruhan yang mencakup aspek
kognitiif, afektif, dan motorik.
b. Aplikasi Teori Behaviorisme
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam
kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan
memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan
dengan sikap yang ditunjukkan gurunya. Pembelajaran pendidikan
Kewarganegaraan yang efektif akan membawa perubahan tingkah laku yang
positif bagi siswa, sebaliknya dengan pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan
yang dinilai kurang efektif akan membawa perubahan yang negatif bagi siswa
yang dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan perilaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
c. Teori Skinner
Menurut Skinner salah satu elemen terpenting adalah penekanan pada
konsekuensi. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku,
sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan melemahkan perilaku.
Dalam kaitannya dengan penguatan, penting untuk diketahui bahwa tidak ada
konsekuensi yang dapat dikatakan mutlak sebagai hukuman atau penguat. Ada
dua tipe penguatan meenurut Daniel Muijs dan Daniel Reynolds (2009: 139-140 )
yakni: “ Penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif terjadi bila
stimulus positif diberikan menyusul perilaku tertentu. Penguatan negatif terjadi
bila stimulus tidak menyenangkan dihindarkan”. Misalnya menurut pengamatan
penulis dilapangan bahwa masih terdapat sejumlah pelanggaran yang sama dan
dilakukan oleh siswa anak kelas XII namun jumlahnya tidak banyak seperti yang
yang dilakukan oleh kelas XI. Hal ini berarti bahwa penguatan yang diberikan
oleh guru bersifat positif bagi siswa yang tidak mengulangi perbuatan pelanggaran
yang sama di kelas XII namun penguatan akan bersifat negatif karena stimulus
yang diberikan guru tidak ditanggapi oleh siswa yang ada justru siswa mengulangi
perbuatan pelanggaran yang sama.
d. Teori Konstruktivisme
Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget yang biasa dikenal dengan teori
perkembangan kognitif. Menurut Abdullah Idi (2007: 88) menganggap bahwa:
Teori kematangan mental ini tumbuh secara bertahap pada anak didik sebagai follow-up dari interaksinya dengan lingkungan. Anak didik harus dibimbing dengan teliti, bahan pelajarannya harus seimbang dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dan perlu didorong supaya mereka maju ke arah tingkat perkembangan selanjutnya.
Sementara itu John Dewey mengemukakan tahap-tahap perkembangan
moral berdasarkan teori Jean Piaget yang dikutip oleh Abdullah Idi (2007: 90)
menjadi tiga yakni:
1) Tahap amoral Tidak tahu mana yang benar dan salah, tidak menghiraukan orang lain.
2) Tahap konvensional Menghormati nilai-nilai konvensional yang diperoleh dari orang tua dan masyarakat. Pujian dan hukuman dari orang dewasa direspon sebagai dasar norma moralnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Tahap otonom Mulai memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seorang anak akan melalui
beberapa tahapan untuk mencapai tingkat perkembangan moral, dan untuk sampai
pada tahapan yang paling sempurna maka ia akan melalui tahapan-tahapan yang
lebih rendah. Sehingga dalam hal ini Aristoteles mempunyai pandangan tentang
belajar berdasarkan prinsip asosiasionisme. Dasar pandangan Aristoteles adalah:
Awalnya, manusia tidak tahu apa-apa atau dalam keadaan kosong. Saat lahir, jiwanya seperti tabularasa (kertas putih belum berisi coretan dan tulisan). Kemudian pengetahuannya dibentuk oleh penangkapan perasaan-perasaan atau kejuatan-kejutan dasar, seperti suara, penglihatan, pembauan, dan rasa atau perasaan panas dan dingin. Selanjutnya, hal-hal yang ditangkap melalui indera-indera berkaitan hanya secara mekanis di dalam jiwa. Ide-ide pengetahuan yang kompleks terbentuk dari yang sederhana dan secara mekanis. (Abdullah Idi, 2007: 90)
Sehingga seorang anak akan berkembang mulai dari hal-hal yang paling
sederhana menjadi pemahaman yang lebih kompleks, dan hal tersebut telah
dikemukakan oleh Jean Piaget dalam tahap-tahap perkembangan moral anak yang
selanjutnya dilanjutkan oleh Kohlberg.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori Behaviorisme yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan karena pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan
individu yang berperilaku yang ikut terlibat dalam pendidikan. Seyogyanya
mereka yang terlibat dapat menunjukkan perilaku yang sesuai agar proses
pendidikan dapat berlangsung secara efektif sesuai dengan landasan dan tujuan
yang akan dicapai.
Selain itu penulis juga menggunakan Teori perkembangan kognitif. ini
didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang
fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan
kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun
sendiri pengetahuan mereka. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan mengarahkan dan
membimbing tingkah laku anak. Pada penelitian ini, siswa memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pengetahuan khususnya pengetahuan penanaman nilai dan norma dimana orang
lain atau lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan untuk menjadikan sikap
dan tingkah laku siswa sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku umum. Proses
kognitif siswa hendaknya mendapat perhatian dari guru, kemudian hendaknya
lingkungan memberikan dukungan bagi proses pembelajaran, dan guru membantu
siswa dalam mengembangkan perilaku pembelajaran. Pada hal ini tingkah laku
anak dapat dikatakan sebagai hasil pembelajaran yang telah dilakukannya di
sekolah melalui mata pelajaran khususnya pendidikan kewarganegaraan.
Berkaitan dengan perkembangan moral Piaget mengemukakan dua tahap
perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Tahap pertama disebut
heterenomous atau tahap realisme moral. Pada tahap ini seorang anak cenderung
menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang dalam hal ini
misalnya saja orang tua, guru, masyarakat dan lain sebagainya. Sedangkan tahap
kedua disebut autonomous morality atau independensi moral, dimana dalam
tahapan ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi aturan-
aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Misalnya contoh
yang ada dilapangan bahwa tingkat pelanggaran yang terjadi paling banyak adalah
dikelas dua ini membuktikan bahwa anak-anak kelas satu sedang dalam tahap
heterenomous atau tahap realisme moral yaitu seorang anak cenderung menerima
begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang dalam hal ini misalnya
saja orang tua, guru, masyarakat dan lain sebagainya. Selanjutnya pelanggaran
banyak dilakukan dikelas dua karena siswa sedang dalam tahap autonomous
morality atau independensi moral, dimana dalam tahapan ini seorang anak akan
memandang perlu untuk memodifikasi aturan-aturan untuk disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang ada. Teori Jean Piaget ini dilanjutkan oleh Lawrence
Kohlberg yang membagi perkembangan moral menjadi enam tahapan. Adapun
tahapan-tahapan tersebut adalah:
1) Orientasi hukuman dan kepatuhan 2) Orientasi relativis instrumental 3) Penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi ”anak manis” 4) Orientasi hukum dan ketertiban (law and order) 5) Orientasi kontrak-sosial legalistis 6) Orientasi prinsip etika yang universal (K. Bertens, 2007: 80)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Di dalam hal ini perkembangan moral siswa antara yang satu dengan
yang lainnya berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan usia siswa yang juga
berbeda sehingga tingkat pemahaman siswa akan berbeda pula. Sebagai contoh
dilapangan bahwa siswa kelas tiga tingkat pelanggarannya sedikit menurun karena
secara tidak langsung siswa kelas tiga sudah bisa membedakan mana yang baik
dan yang benar sesuai dengan kondisi usia masing-masing siswa. Sehingga akan
berdampak pada tingkat pemahaman terhadap penanaman nilai dan norma itu
sendiri dan aktualisasi yang akan dihasilkan juga berbeda. Untuk melalui
beberapa tahapan-tahapan tersebut supaya mencapai tahapan paling tinggi peserta
didik dibantu oleh beberapa faktor seperti pendidik atau guru yang bertugas
sebagai agen perubahan perilaku siswa, lingkungan sekolah yang kondusif, dan
bahan pelajaran supaya peserta didik mencapai tahap perkembangan kognitif
secara sempurna sampai pada tahapan tertinggi.
Salah satu bahan pelajaran yang dapat membantu perkembangan kognitif
siswa adalah Pendidikan Kewarganegaraan didukung dengan pendidikan nilai
yang mengacu pada penanaman nilai dan norma disekolah dan Pendidikan agama.
Dimana mata pelajaran tersebut menanamkan nilai-nilai norma kepada siswanya.
Hal tersebut senada dengan pendapat Doni Koesoema dalam bukunya yang
menyatakan bahwa “ Efektivitas pendidikan nilai dan norma dapat terlihat di
pendidikan karakter. Pendidikan karakter lebih berkaitan dengan bagaimana
menanamkan nilai-nilai tertentu dalam diri anak di sekolah”. (Doni Koesoema,
2007: 206).
3. Tinjuan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan
a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Kurikulum sekolah mulai dari tingkat paling rendah hingga pada paling
tinggi mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi bidang study yang
potensial untuk pembinaan moral antara lain Pendidikan Kewarganegaraan dan
Pendidikan Agama. Pendidikan Kewarganegaraan didalam suatu konsep
pendidikan sangatlah penting dan perlu untuk diberikan kepada seorang pelajar
yang menempuh suatu jenjang pendidikan baik itu SD, SMP, dan SMA/SMK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
serta pada jenjang perguruan tinggi karena Pendidikan Kewarganegaraan dapat
mencakup semua aspek pelajaran baik mata pelajaran geografi, sejarah sosiologi
maupun dibidang antropologi, oleh karena pendidikan kewarganegaraan memiliki
peranan yang penting dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang
dalam kehidupan bernegara. Pernyataan tersebut juga dinyatakan dalam dalam
jurnal ilmiah pendidikan Nov 2006 Th.XXV No. 3 menyatakan bahwa “dengan
surat keputusan Mendikbud RI No 008c/U/1975 tanggal 15 Januari 1975
dibakukan kurikulum untuk SD, SMP, dan SMA”.
Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dimulai
setelah Indonesia merdeka. Dalam jurnal ilmiah pendidikan Nov 2006 Th.XXV
No. 3 dinyatakan:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan instruksi bahwa materi Civics adalah pancasila. Pada tahun 1975 mata pelajaran pendidikan kewargaan negara diganti dengan pendidikan moral pancasila. Pergantian dari kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1994 menyebabkan pendidikan moral pancasila diganti dengan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan ini ditetapkan atas dasar keputusan yang tersirat didalam UU no. 2 tahun 1989, Pasal 39 ayat (2), termasuk penjelasannya yang menyatakan pendidikan pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. (Tukiran, 2006: 362)
Sementara itu Sumarsono mengemukakan bahwa melalui Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan agar “Warga negara memiliki wawasan kesadaran
bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan perilaku
sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan pancasila. Semua itu
diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya NKRI ” (Sumarsono, 2002: 3).
Selanjutnya Muhson mengatakan bahwa:
Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma,selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002: 2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Syahrial Syarbini dkk (2006: 4) mengatakan bahwa:
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan,dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural dan kajian ilmuan kewarganegaraan
Sementara itu Cholisin menyatakan bahwa:
Pendidikan Kewarganegaraan secara terminologis diartikan sebagai pendidikan politik yang fokus materinya peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara. (Wijianto dan Winarno, 2010: 4).
Civic education menurut John J Cogan (1999) dalam Wijianto dan
Winarno (2010: 3) mengartikan sebagai “…the foundational course work in
school designed to prepare young citizens for an active role in their communities
in their adult lives”.
Pernyataan di atas mengandung pengertian bahwa civic education adalah suatu
mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan
warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam
masyarakatnya.
Seperti yang dikemukakan oleh H.A Kosasih Djahiri (2008: 3) yaitu:
PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik–prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.
Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Suriakusumah (1992: 1.
(http://pustaka.ut.ac.id) dalam Encyclopedia of Educational Research dijelaskan
bahwa:
Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia menurut Udin S. Winataputra
(2007: 70) terbagi dalam lima status yaitu:
1) Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah 2) Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi 3) Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan
sosial dalam kerangka program pendidikan guru 4) Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk
Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Penataran P4) 5) Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual
dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keem
Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan dan perubahan
seiring dengan tuntutan zaman dan pergantian rezim.
Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dimulai dengan mata pelajaran kewarganegaraan (1957), Civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Moral Pancasila / PMP (1975 dan 1984), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn (1994), Pelajaran Kewarganegaraan (2004) dan terakhir adalah keluarnya standar isi dan kompetensi mata pelajaran pada tahun 2006, Pelajaran Kewarganegaraan berganti nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (Winarno, 2006: 21)
Pendidikan Kewarganegaraan berkembang seiring dengan perubahan
jaman dan keadaan, oleh karena itu peningkatan kompetensi dan mutu dari
pendidikan tersebut disesuaikan pula dengan perubahan tersebut.
Diungkapkan oleh Dasim Budimansyah (2007: 31) dituliskan bahwa:
“Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup 3 aspek, yaitu
memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami
Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami watak
kewarganegaraan (Civic dispositions)”. Pada aspek kompetensi tentang
pemahaman Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) khusus pada sub
kompetensi pemahaman nilai, norma, dan moral.
Pendapat lain diungkapkan oleh Branson dalam Dasim Budimansyah dan
Karim Suryadi (2008: 55-61) yang mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
“Untuk mengembangkan kompetensi PKn diperlukan tiga komponen
utama yaitu Pengetahuan Kewarganegaraan (civics knowledge), Kecakapan
Kewarganegaraan (civics dispotition), Watak Kewarganegaraan (civics skill)”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaran) berkaitan dengan
kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara
2) Civics skill (Kecakapan Kewarganegaraan) berkaitan dengan
kecakapan intelektual atau kecakapan berpartisipasi.
3) Civic dispotition (Watak kewarganegaraan) berkaitan dengan
karakter atau watak pribadi seseorang untuk bertanggung jawab
secara moral, dapat menghargai orang lain.
Jadi kesimpulannya dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti –korupsi
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 32)
Sedangkan Winataputra menyatakan bahwa:
Secara umum,PKn bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara indonesia. Oleh karena itu, diharapkan setiap individu memiliki wawasan, watak, serta keterampilan intelektual dan sosial yang memadai sebagaiwarga negara. Dengan demikian setiap warga negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dapat berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara indonesia serta dunia. Oleh karena itu setiap jenjang pendidikan perlu Pkn yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman dan pelatihan ketrampilan intelektual. Proses ini diharapkan akan bermanfaat sebagai bekal bagi peserta didik untuk berperan dalam pemecahan masalah yang dihadapi di lingkungannya. (Tukiran, 2006: 358).
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap
mental bersifat cerdas dan penuh tanggungjawab dari peserta didik dengan
perilaku yang:
1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah negara.
2) Berbudi pekerti luhur ,berdisiplin dalam msyarakat, berbangsa dan bernegara.
3) Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara
4) Bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara 5) Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara. (Tukiran, 2006: 358).
c. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006: 32-33) menyatakan
bahwa: Tujuan pendidikan kewarganegaraan dilengkapi dengan ruang lingkup
pendidikan kewarganegaraan, antara lain: “Persatuan dan Kesatuan bangsa;
Norma, hukum dan peraturan; Hak asasi manusia; Kebutuhan warga negara;
Konstitusi negara; Kekuasaan dan politik; Pancasila; Globalisasi”.
Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan
Negara Kesatuan Replubik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara,
sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,keterbukaan dan
jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga,
tatatertib di sekolah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
3) Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak,hak dan kewajiban
anggota masyarakat,instrumen nasional dan ninternasional HAM, pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan
warga negara.
5) Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi yang pernahdigunakan di indonesia, hubungan
negara dengan konstitusi.
6) Kekuasaan dan politik meliputi: pemerintahan desa dan
kecamatan,pemerintahan daerah dan otonomi,pemerintah pusat,demokrasi dan
sistem politik,budaya poltik,budaya demokrasi menuju masyarakat
madani,sistem pemerintahan,pers dalammasyarakat demokrasi.
7) Pancasila meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, proses perumusan sebagai dasar negara,pengalaman nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan sehari-hari,pancasila sebagai ideologi terbuka.
8) Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya,politik luar negeri indonesia
di era globalisasi,dampak globalisasi,hubungan internasional dan organisasi
internasional,dan mengevaluasi globalisasi.
Dari uraian di atas menyatakan bahwa penanaman nilai dan norma
melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, dapat terlihat pada point
kedua pada Ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan yang berbunyi:
Norma,hukum dan peraturan meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga,tatatertib
di sekolah,norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,sistim hukum
dan peradilan nasional,hukum dan peradilan internasional . Selain itu Fungsi
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai moral dapat kita sarikan
dari pernyataan bahwa Pendidikan Kewarganegaan berfungsi sebagai
pembentukan karakter warganegara.
Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Karakter yang dimaksud tentu saja karakter yang berpedoman pada nilai
luhur bangsa dalam hal ini Pancasila. Karakter kewarganegaraan baik untuk
pribadi maupun masyarakat Indonesia adalah karakter yang didasarkan atas nilai-
nilai Pancasila Hal ini juga senada dengan yang tertuang pada standar kompetensi
Memahami Hakikat bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
kompetensi dasar Mendeskripsikan hakikat bangsa dan unsur-unsur terbentuknya
negara, Mendeskripsikan hakikat negara dan bentuk-bentuk kenegaraan,
Menjelaskan pengertian,fungsi,dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Menunjukkan semangat kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Adapun hakekat isi dari program pendidikan kewarganegaraan dalam UU
No 20 Sistem Pendidikan Nasional 2003 (Standar isi Permendiknas Nomor 22
tahun 2006) harus memuat antara lain :
1) Insan kehidupan religius iman dan taqwa dalam semua aspek kehidupan 2) Sadar akan politik hukum tahu/paham hal ikhwal keharusan
berkehidupan berbangsa bernegara baik secara konstitusional maupun secara praktis/nyatanya (kemarin, kini dan esok) tatanan dan kehidupan politik hukum masyarakat indonesia.
3) Insan dan kehidupan demokratis yang damai, aman dan tenteram dalam NKRI/pancasila/berbudaya indonesia.
4) Insan dan kehidupan yang cerdas, damai dan sejahtera 5) Insan yang berkehidupan yang cinta tanah air, patriotik, cinta dan bela
bangsa negara (hak daulat dan martabat bangsa negara) pergaulan dunia/agar antar bangsa yang sejajar dan damai. (Anonim, 2006: 22)
e. Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Keefektivan pembelajaran adalah pembelajaran yang didalamnya
terdapat pemanfaatan potensi yang mampu sebagai sarana untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Sedangkan efektivitas pembelajaran diartikan sebagai
pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa setelah siswa
mempelajari suatu bahan pelajaran (dalam hal ini mengenai keberhasilan belajar
siswa).
Pembelajaran merupakan aktivitas paling utama dalam proses pendidikan
disekolah. Oleh karena itu seorang guru dituntut memahami secara mendalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pengertian pembelajaran dan cara mengajar agar bisa dijadikan acuan agar
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan bisa tercapai dengan efektif. Adapun
cara beberapa indikator agar proses pembelajaran bisa berjalan efektif.
Untuk mengukur efektivitas pembelajaran empat yaitu: “Indikator Input,
Indikator Proces, Indikator Output, Indikator outcame”. Mulyasa (2005: 84-85)
Indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Indikator input; meliputi karakteristik guru,fasilitas,perlengkapan,dan materi
pendidikan serta kapasitas manajemen.
2) Indikator proces; meliputi perilaku adsministratif,alokasi waktu guru dan
alokasi waktu peserta didik.
3) Indikator output; meliputi hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan
dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi
belajar dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap,serta hasil-
hasil yang berhubungan dengan keadilan dan kesamaan.
4) Indikator outcome; meliputi jumlah lulusan ke tingkat pendidikan
berikutnya,prestasi belajardisekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta
pendapatan.
Sedangkan menurut Medley menyebutkan bahwa: ada empat
karakteristik dari mengajar yang efektif, yakni: “Penampilan pengajar, cara
mengajar, kompetensi dalam mengajar, pengambilan keputusan”. Soekartawi
(1995: 38-39).
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Penampilan pengajar yakni penguasaan bahan ajar, persiapan mengajar
guru.
2) Cara mengajar yakni meliputi pemilihan model instruksi, alat bantu
mengajar dan evaluasi yang dipakai guru dalam pembelajaran.
3) Kompetensi dalam mengajar yakni seorang guru dituntut untuk selalu
menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman
4) Pengambilan keputusan yang bijaksana yakni setiap guru memberikan
pengajaran yang sama terhadap semua murid tanpa membeda-bedakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Selanjutnya jika diperhatikan karakteristik seorang guru dalam mengajar
yang efektif akan menimbulkan dampak pengajaran akan menjadi efektif bila
pengajar menguasai:”Apa yang diajarkan, teori pengajaran, hal-hal baru,
karakteristik siswa”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Apa yang diajarkan yakni apa yang diajarkan guru sesuai dengan
kompetensi yang akan dicapai dalam tujuan akhir pembelajaran.
2) Teori pengajaran yakni pemilihan instructional design yang relevan
3) Hal-hal baru yakni penelitian untuk memperkaya isi bahan ajar yang
diberikan
4) Karakteristik siswa yakni meliputi sikap kesiapan siswa dalam menerima
pelajaran. (Soekartawi, 1995: 38-39).
Jadi ditarik kesimpulan Efektivitas Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada siswa setelah siswa mempelajari pelajaran pendidikan kewarganegaraan
yanhg merupakan suatu pendidikan yang bertujuan untuk mendidik generasi
muda agar menjadi warga negara yang memilki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air, yang barpartisipasi aktif dalam rangka membangun sistem pendidikan yang
maju dan modern.
4. Tinjauan Tentang Nilai
a. Pengertian Nilai
DR. Kaelan. M.S. mengemukakan pengertian nilai sebagai berikut:
Nilai atau ”value” berasal dari bahasa inggris termasuk dalam bidang kajian filsafat. Filsafat sering juga diartikan limu tentang nilai. Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” ( worth ) dan kebaikan (goodness ), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. ( Kaelan, 2004: 87).
Sedangkan menurut Fransena dalam Hamid Darmadi (2007: 67)
menyatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Nilai atau ”value” (bahasa inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda bstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Dalam Kamus Purwadarminta dikatakan nilai adalah:
1). Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai intan 2). Harga sesuatu, mosalnya uang 3). Angka kepandaian 4). Kadar, mutu
5). Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagu manusia, misalnya nilai-nilai agama. (Bambang Daroeso, 1986: 19)
Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan
bahwa ” Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang
melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri”. (Syiham, 2010: 4).
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa “Sesuatu yang mengandung nilai
artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu” (Kaelan, 2004: 87).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berpendapat ”Nilai adalah sesuatu yang
berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika
(adil/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) serta menjadi acuan dan atas
sistem keyakinan diri maupun kehidupan”. (Hamid Darmadi, 2007: 27).
Nilai merupakan ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Karena itu
maka nilai diungkapkan dalam bentuk norma dan norma ini mengatur tingkah
laku. Nilai sama sifatnya dengan ide, maka nilai itu abstrak, bahwa nilai itu tidak
bisa ditangkap oleh pancaindera, yang dapat dilihat adalah obyek yang
mempunyai nilai atau tingkah laku yang mengandung nilai. Nilai mengandung
harapan atau sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Karena itu nilai tersebut
bersifat normatif, merupakan keharusan (dass solllen) untuk diwujudkan dalam
tingkah laku kehidupan manusia.
b. Macam dan Klasifikasi Nilai
Nilai banyak macamnya. Kita dapat memberi contoh nilai yang ada
disekitar kita. Adapun klasifikasi nilai menurut Prof. Drs. Notonegoro S.H sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
1) Nilai Materiil : sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia 2) Nilai Vital : sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakan kegiatan 3) Nilai Kerohanian : dibedakan menjadi 4 macam
a) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikiran manusia ( rasio, budi, dan cipta )
b) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia c) Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras,
karsa hati nurani manusia, dan d) Nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada
keyakinan manusia (Winarno, 2006: 5).
Sedangkan dalam filsafat nilai dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
” (a) Logika: nilai tentang benar salah
(b) Etika: nilai tentang baik buruk
(c) Estetika: nilai tentang indah atau jelek”. (Winarno, 2006: 5).
Selain mempunyai klasifikasi nilai juga mempunyai tingkatan-tingkatan.
Adapun tingkatan-tingkatan nilai menurut pendapat Max Scheller dapat
digolongkan menjadi empat yaitu:
a) Nilai kenikmatan dalam tingkatan ini terdapat dereran nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die wertreihe des angenehmen and Unangehmen) yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
b) Nilai kehidupan dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (werte des vitalen fuhlens) misalnya kesehatan,kesegaran jasmani,kesejahteraan umum.
c) Nilai kejiwaan dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini adalah keindahan,kebenaran,dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
d) Nilai kerohanian dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai-dari yang suci dan tak suci (wermodalitat des heiligen ung Unheileigen). (Kaelan, 2004: 88).
Jadi kesimpulannya nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu
hal, sehingga haknya mempunyai harga dan manfaat.
c. Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach).
Pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan
menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggungjawab atas keputusan yang
diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang digunakan
dalam pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif, dan negatif,
simulasi dan bermain peran. Nilai-nilai itu diajarkan pada anak-anak di sekolah
secara terintegrasi dalam mata pelajaran. Namun ada kelompok mata pelajaran
yang memang porsi utamanya adalah mata pelajaran yang mengemban nilai-nilai
kepribadian, dan budi pekerti seperti agama, pendidikan budi pekerti dan
pendidikan kewarganegaraan Nilai-nilai tersebut menjadi bagian dari pokok-
pokok materi dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
Penanaman nilai dapat ditunjukkan pula dengan melalui pendekatan
moral dalam pendidikan karakter di sekolah yang tentunya melibatkan individu
diri siswa pribadi dengan lembaga-lembaga lain yakni sekolah dan masyarakat.
6. Tinjauan tentang Norma
a. Pengertian Norma
Menurut Winarno (2006: 6) menyatakan perngertian norma adalah
bahwa:
Norma atau kaidah adalah acuan bagi manusia sebagai perwujudan dari nilai. Tentang bagaimana seyogyanya manusia berperilaku dalam kehidupan. Norrma umunya memberi batasan bagaimana manusia berperilaku yang sesuia dengan norma atau seharusnya tidak berperilaku yang menyalahi norma. Dengan demikian norma berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan, pantangan untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.
Penuturan lain tentang norma disampaikan oleh Syiham (2010: 3) yang
menyatakan bahwa:
Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya seperti budaya dan adat. Ada/ tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.
Sedangkan menurut pendapat Kaelan (2004: 92) Norma adalah
“Perwujudan dari nilai-nilai yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai
motivator tindakan manusia”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa norma adalah
“Aturan yang mengikat sekelompok masyarakat dalam wilayah tertentu dipakai
sebagai tata nilai kehidupan; hal tentang baik dan buruk dalam hidup
bermasyarakat aturan yang diterima dan diakui oleh masyarakat”. (Eka Yani,
1989: 316)
b. Macam Norma
Adapun norma yang berlaku secara umum dimasyarakat diklasifikasikan
kedalam beberapa macam antara lain:
1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari tuhan.
2) Norma Moral/kesusilaan yaitu peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
3) Norma Kesopanan yaitu peraturan /kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar manusia.
4) Norma Hukum yaitu peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya memaksa dan mengikat. (Winarno, 2006: 6)
c. Hubungan Nilai dan Norma
Nilai yang abstrak belum dapat berfungsi praktis bagi manusia. Nilai
perlu dikonkritisasi atau diwujudkan ke dalam norma. Nilai yang bersifat normatif
dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia di implementasikan dalam
bentuk norma. Sedangkan dalam setiap norma pasti didalamnya terkandung
sebuah nilai. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak
mungkin terwujud norma. Sebaliknya tanpa dibuat norma maka nilai yang hendak
dijalankan mustahil dapat terwujud. Dengan demikian norma adalah sebagai
perwujudan dari nilai. ”Nilai merupakan ukuran atau pedoman perbuatan
manusia. Karena itu maka nilai diungkapkan dala bentuk norma dan norma ini
mengatur tingkah laku tentang bagaimana seyogyanya manusia berperilaku dalam
kehidupan”. (Winarno, 2006: 8).
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
istiadat. Begitu pula dalam pendidikan karena pada dasarnya nilai dan norma
tidak dapat dipisahkan, karena norma adalah perwujudan dari nilai. Oleh karena
itu dalam pendidikan pun tujuan pendidikan norma adalah sama dengan
pendidikan nilai/karakter. Pendidikan nilai atau pendidikan karakter dengan
pendidikan kewarganegaraan adalah bahwasanya pendidikan kewarganegaraan
bertugas membina dan mengembangkan nilai kewarganegaraan yang dianggap
baik sehingga terbentuk warga negara yang berkarakter bagi bangsa bersangkutan.
7. Tinjauan tentang Pendidikan Kewarganegaraan kaitannya dengan
Pendidikan Nilai/karakter
a. Tinjauan Pendidikan Nilai/Karakter
“Karakter berasal dari kata Yunani,Gharassein, yang berarti mengukir
sehingga terbentuklah sebuah pola. ... dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip
dengan akhlak (akar dan khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang
baik”. (Ratna Megawangi, 2004: 25).
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. (Akhmad Sudrajat, 2010: 1).
“Pendidikan Karakter yang memfokuskan bagaimana membangkitkan
rasa empati, etika moral, dan pelayanan social dapat menciptakan sebuah
masyarakat sekolah yang peduli dan saling menghormati antar kawan,antar guru
dan siswa,serta siswa dan orang tua”. (Ratna Megawangi, 2004: 56).
“Character education is an educational movement to help students
develop important core, ethical and performance values such as caring, honesty,
diligence, fairness, fortitude, responsibility, and respect for self and others”.
(Margaret Stimman Branson, 1998: 3).
Artinya Pendidikan karakter pada dasarnya adalah pendidikan nilai, budi pekerti,
etik dan segala hal yang berkaitan dengan kebajikan sebagai isi yang hendak
diinternalisasikan dalam diri anak.
Sedangkan menurut Ratna Megawangi (2004: 95) “Pendidikan Karakter
adalah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungannya”.
Pendidikan karakter adalah metode pendidikan moral yang secara
eksplisit memakai standar baik dan buruk yang sifatnya universal. Dalam
pendidikan karakter selalu ada nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada anak.
Adapun nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-
nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi dan budaya pasti menjunjung
tinggi nilai-nilai tersebut.
Ratna Megawangi (2004: 95) menyebutkan ada sembilan pilar karakter :
1) Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya 2) Kemandirian dan Tnaggungjawab 3) Kejujuran / Amanah, Bijaksana 4) Hormat dan Santun 5) Dermawan, suka menolong dan Gotongroyong 6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja Keras 7) Kepemimpinan dan Keadilan 8) Baik dan Rendah hati 9) Toleransi dan Kedamaian dan Kesatuan.
Keterkaitan pendidikan nilai atau pendidikan karakter dengan pendidikan kewarganegaraan adalah bahwasanya pendidikan kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan nilai kewarganegaraan yang dianggap baik sehingga terbentuk warga negara yang berkarakter bagi bangsa bersangkutan. (Winarno, 2006: 23 )
Hal ini dikemukakan Doni Koesoema (2007: 193) dalam bukunya
Pendidikan karakter yang mengatakan bahwa:
Pendidikan karakter disekolah mengacu pada proses penanaman nilai-nilai. Pendidikan karakter lebih dekat maknanya dengan pendidikan kewarganegaraan, sebab, pendidikan karakter berusaha bukan hanya dengan pengembangan nilai-nilai moral dalam individu, melainkan juga memerhatikan corak relasional antarindividu dalam relasinya dngan struktur sosial sosial yang ada dimasyarakat.
Diungkapkan oleh Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah (2007:
86) bahwa: “Pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam
rangka membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan
UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik
yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Selanjutnya Winarno (2008: 79) mengatakan “PKn adalah pendidikan
nilai moral yang masih berkaitan dengan rujukan Pancasila dasar negara dan
bahwa PKn merupakan pendidikan dasar berskala nasional yang berbasis nilai
lokal”.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di
Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian
di sekolah, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan
karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,
pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan
pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut senada dengan pendapat Ratna Megawangi dalam bukunya
Pendidikan Karakter (2004: 112) yang menyatakan bahwa:
”Pendidikan Karakter yang hanya mengajarkan Moral Knowing seperti
pada umumnya yang dilakukan di Indonesia dalam Pendidikan Agama dan
Pendidikan Moral Pancasila, tidak menjamin seseorang dapat berkarakter yaitu
orang yang sesuai antara pikiran, kata dan tindakan”.
Selanjutnya Dasim Budimansyah dan Udin S Winataputra menyebutkan
bahwa:” Pendidikan nilai merupakan esensi dari PKn dan tercakup dalam muatan
PKn”. (Winarno dan Wijianto, 2010: 64)
Pendapat lain disampaikan oleh Udin S. Winataputra dan Dasim
Budimansyah (2007: 15) yang mengungkapkan bahwa:
Pendidikan kewarganegaraan haruslah menjadi pendidikan untuk membangun jati diri kewarganegaraan; dengan pusat perhatian pada tiga strands atau garapan yakni social and moral responbility, community involvement and political literacy atau pengembangan tanggungjawab sosial dan moral, perlibatan kemasyarakaran, dan kemelekpolitikan.
Jadi dapat disimpulkan pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan
nilai mempunyai tugas menanamkan nilai-nilai pancasila. Mata pelajaran formal
yang disebut civics yang dikenal dimasyarakat dengan sebutan pendidikan moral
pancasila atau P4 ( Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
yang sekarang dalam kurikulum KTSP dikenal dengan Pendidikan
Kewarganegaraan lah yang menjadi ujung tombak proses penanaman nilai dan
norma di lembaga pendidikan disertai dengan pendidikan karakter.
John Dewey dalam bukunya Ratna Megawangi (2004: 119) menyatakan
bahwa ”sekolah yang tidak mempunyai program pendidikan karakter tetapi dapat
memberikan suasana lingkungan sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai moral,
sekolah tersebut mempunyai pendidikan moral yang disebut hidden curriculum
atau kurikulum tersembunyi”.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap
mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai salah satu mata pelajaran yang paling menonjol adalah sebagai pendidikan
nilai dan pendidikan moral. Oleh karena itu secara singkat Pendidikan
Kewarganegaraan dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi
pendidikan nilai dan moral. Alasannya antara lain sebagai berikut;
a) Materi PPKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 45 beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. b) Sasaran belajar akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata kehidupan sehari-hari. c) Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan sosial dari peserta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif) tetapi dihayati (bersifat afektif) dan dilaksanakan (bersifat perilaku) (Anonim, 2007: 12).
Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada
tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata
dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Dengan kata lain pula
bahwa pendidikan kewarganegaraan juga mempunyai misi sebagai pendidikan
nilai disetiap tingkat satuan pendidikan mulai dari yang paling rendah sampai
pada perguruan tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
8. Tinjauan Efektivitas Pendidikan Nilai dan Norma
Efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diartikan sebagai
pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah
siswa mempelajari materi atau cakupan-cakupan materi pada mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan, sesuai dengan tujuan dan hakikat pendidikan
kewarganegaraan. Kurikulum tahun 1984 menetapkan pendidikan moral pancasila
yang dianggap sesuai untuk pembelajaran pada siswa untuk mencapai tujuan
terbentuknya warga negara yang sesuai dengan ajaran-ajaran pancasila, sedangkan
kurikulum 1994 beralih nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang
sekarang berganti lagi menjadi pendidikan kewarganegaraan. Hal ini
menunjukkkan bahwa pancasila yang menjadi sumber nilai-nilai kehidupan
menjadi sumber pula bagi pendidikan di indonesia khususnya pendidikan
kewarganegaraan.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah,
semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Menurut Doni Koesoema (2007: 206) menyatakan bahwa :
”Peranan negara dalam menjiwai pendidikan karakter disekolah menjadi sentral
karena negaralah yang memiliki perangkat utama berupa struktur yang memaksa
setiap lembaga pendidikan melaksanakan idealisme kewarganegaraan yang
diajukan oleh pemerintah lewat kurikulum yang mereka canangkan”.
Pengembangan karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran
agama, pelajaran kewarganegaraan, yang program utamanya cenderung pada
pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai
secara afektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
“Pendidikan karakter tetap memberikan tempat bagi kebebasan individu
dalam menghayati nilai-nilai yang dianggapnya sebagai baik, luhur dan layak
diperjuangkan sebagai pedoman perilaku bagi kehidupan pribadi berhadapan
dengan dirinya, sesama dan Tuhan”. (Doni Koesoema, 2007: 207).
Hal diatas dimaksudkan bahwa pengembangan karakter dalam suatu sistem
pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang
mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara
bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan
sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional. Hal ini
dimaksudkan bahwa pendidikan karakter yang baik harus melibatkan melalui tiga
langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan
moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki
manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan nilai dan norma efektif
mengacu pada sebuah penanaman nilai-nilai di sekolah, sebab sekolah merupakan
lembaga yang dapat menjaga kehidupan nilai-nilai sebuah masyarakat. Efektivitas
pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai dan norma pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik, tumbuh dan berkembangnya karakter
yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.
B. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir adalah acuan yang digunakan dalam suatu penelitian,
adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Meningkatnya masalah yang dihadapi oleh remaja yang mengarah
kepada penurunan nilai-nilai moral dan norma yang berlaku umum di masyarakat
yang lebih meluas dapat menyebabkan terjadinya menurunnya nilai generasi
muda bangsa Indonesia.
Keefektivan Pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik kepengenalan nilai secara kognitif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
yang menjadi ujung tombak pembentuk penanaman nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat pada umumnya pada anak didik mereka sebagai remaja generasi
penerus bangsa.
Proses pembelajaran ini sering kali menemui hambatan seperti alokasi
waktu pembelajaran yang kurang, selain itu materi bahasan pendidikan
kewarganegaraan saat ini berbeda dengan materi pendidikan kewarganegaraan
yag dahulu,yang kajian bahasannya lebih fokus pada penanaman nilai,dan
kurangnya fasilitas sekolah Hal ini berdampak bagi keberlangsungan
pembelajaran dan diharap dengan adanya pendidikan kewarganegaraan ini dapat
menemukan solusi yang tepat untuk penanaman nilai dan norma.
Adapun kerangka berpikir yang digunakan sebagai acuan dalam
penelitian ini dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut:
Gambar 1: Skema Kerangka Berpikir
Pendidikan Kewarganegaraan Penanaman nilai
dan norma
Pembelajaran efektif
Tidak efektif
Hambatan Dampak
Solusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai maka penelitian ini
mengambil lokasi yaitu SMK Wasis kelompok bisnis dan manajemen status
Diakui (SK Dirjen Dikdasmen No.024/C/Kep/I/1995) Prawatan, Jogonalan,
Klaten Kodepos 57452 sebagai bahan pertimbangan adalah :
a. Lokasi tersebut mudah dijangkau oleh peneliti dan tempat tinggal
peneliti dekat dengan sekolah tersebut.
b. Peneliti mengetahui situasi dan kondisi SMK Wasis sehingga
memudahkan penulis untuk mendapatkan data.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah konsultasi pengajuan judul disetujui oleh
Dosen Pembimbing Skripsi dan telah mendapatkan ijin dari berbagai pihak yang
berwenang baik dari dalam kampus maupun lembaga/instansi-instansi yang
terkait. Penelitian ini akan terhitung sejak pengajuan judul sampai penyusunan
laporan, dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 1 : Rencana waktu penelitian No Kegiatan Tahun 2010 2011
Mar Apr Mei Jun Jul Agt-Des Jan-Mei
1 Pengajuan judul
2 Penyusunan Proposal
3 Ijin Penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data
6 Penyusunan Laporan
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang diajukan yaitu menekankan pada
efektivitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai usaha penanaman
nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis, maka peneliti memilih penelitian
berbentuk deskriptif kualitatif.
Untuk lebih jelasnya akan penulis bahas pengertian mengenai metode
deskriptif kualitatif dari para ahli. Menurut H. Hadari Nawawi (1995: 63)
“Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki, yang mengganbarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek
penelitian (seorang lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.
Menurut Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi (2002: 44) menyatakan
bahwa “penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-datanya”.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan metode deskriptif adalah suatu cara untuk memecahkan masalah dan
menjawab permasalahan pada obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
pada fakta yang ada di lapangan. Adapun penulis menggunakan metode deskriptif
dengan pertimbangan bahwa:
a. Dengan metode penelitian kualitatif, penulis dapat menggambarkan
dengan jelas tentang penelitian ini.
b. Metode penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan masalah-masalah
sekarang.
c. Dengan metode penelitian deskriptif tidak hanya sekedar mengumpulkan
data saja, melainkan juga menyusun, menyajikan kemudian menganalisa
data.
d. Data yang diambil terjadi pada saat penelitian terjadi.
Menurut Lexy J. Moleong (2002: 3) mengutip pendapat Bogman dan
Taylor “ Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati”. H. B. Sutopo (2002: 89) mengatakan bahwa “penelitian kualitatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
adalah suatu kegiatan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang bagaimana
dan mengapa (proses dan makna) dalam pernyataan nyatanya meliputi sejauh
mana”.
Berdasarkan pendapat diatas, maka bentuk penelitian ini adalah kualitatif
dan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang
mengambil masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dengan
menggambarkan obyek yang menjadi pokok permasalahannya dengan
mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan lalu menganalisis dan
menginterprestasikan.
2. Strategi Penelitian
Agar masalah yang diteliti dapat diungkap dan dipecahkan maka setelah
menentukan bentuk penelitian selanjutnya menentukan yang akan dipakai.
“strategi penelitian adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan menganalisis data” (H.B. Sutopo, 2002: 123)
Di dalam penelitian kualitatif menurut H.B Sutopo (2002 : 2) bahwa “Di
dalam penelitian kualitatif di kenal adanya studi kasus tunggal dan studi kasus
ganda, kemudian keduanya masih dibedakan dengan jenis penelitian terpancang
ataupun holistik penuh”.
Adapun strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
terpancang tunggal. Menurut H.B. Sutopo (2002: 41-42) “Setiap penelitian
diperlukan sebuah strategi agar tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai
termasuk dalam menentukan fokus dan tujuan pada satu titik masalah penelitian”.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa keterkaitan dalam penelitian kualitatif ditemui
adanya penelitian terpancang (embededd research) yaitu penelitian yang sudah
menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji
berdasarkan tujuan dan minat penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan
studinya.
Dalam proposal ini peneliti sudah menentukan variabel tertentu. Namun
dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari
sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada
posisi bagian-bagian konteks keseluruhan guna menentukan makna yang lengkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Jadi maksud dari strategi desain studi kasus tunggal terpancang dalam
penelitian ini adalah, terpancang artinya pada tujuan yaitu untuk mengetahui
efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha penanaman
nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten.
C. Sumber Data
Sumber data dipilih sesuai dengan jenis informasi yang diperlukan
berdasarkan arahan beragam hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Sumber
data harus dirumuskan secara rinci yang berkaitan dengan jenisnya, apa, siapa
yang secara langsung berkaitan dengan jenis informasi atau data yang akan digali.
Menurut H.B Sutopo (2002 : 49-54) bahwa “Dalam penelitian kualitatif
sumber datanya dapat berupa informan, peristiwa atau aktivitas, tempat atau
lokasi, benda, beragam gambar, rekaman, dokumen dan arsip”.
Berdasarkan uraian diatas sumber data yang kami gunakan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Informan
Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang
akan diteliti dan mengetahui mendalam tentang data-data yang diperlukan.
“Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat
penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya” (H. B. Sutopo,
2002: 50).
Adapun Informan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a) Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMK Wasis Kec.
Jogonalan Kab. Klaten
b) Guru Bimbingan Konseling SMK Wasis Kec. Jogonalan Kab. Klaten
dan Guru Pendidikan Agama SMK Wasis Kec. Jogonalan Kab. Klaten
c) Beberapa siswa SMK Wasis Kec. Jogonalan Kab. Klaten siswa yang
melakukan pelanggaran dan yang tidak / belum tercatat dalam buku
pelanggaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada daftar informan
(Lampiran 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
2. Peristiwa atau Aktivitas
Tempat dan peristiwa dapat dijadikan sebagai sumber informasi karena
dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteksnya, dan setiap situasi
sosial selalu melibatkan pelaku, tempat, dan aktivitas.
Menurut H. B Sutopo (2002: 51) mengemukakan bahwa:
Dari pengamatan tempat dengan keragaman benda yang berada dilokasi, penelitian sering bisa memperoleh informasi yang berkaitan dengan perilaku atau peristiwa yang terjadi, atau bahkan sangat berkaitan dengan sikap dan pandangan pelakunya” dan “pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, penelitian bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung.
Peristiwa atau aktivitas merupakan pengamatan terhadap proses
bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara
langsung. Dalam penelitian ini aktivitas yang penulis amati yaitu praktek atau
realisasi pendidikan proses pembelajaran yang berlangsung terutama pada mata
pelajaran Kewarganegaraan. Selain itu aktivitas siswa diluar jam pelajaran tetapi
masih berada dalam sekolah. Misalnya, kegiatan ekstrakulikuler pramuka dan
kegiatan keagamaan.
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan
atau peristiwa atau aktivitas tertentu dalam mengkaji dokumen dalam sebaliknya
tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha menggali dan
menangkap maknanya yang tersirat dari dokumen tersebut. Dokumen dan arsip
merupakan suber data yang tidak kalah penting dalam penelitian kualitatif.
Menurut H. B sutopo (2002: 54) mengemukakan bahwa “Dokumen merupakan
bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas,
tetapi juga berupa gambaran atau benda peninggalan yang berhubungan dengan
suatu peristiwa tertentu”. Sedangkan arsip merupakan suatu dokumentasi berupa
catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana.
Adapun dokumen dan arsip yang digunakan peneliti sebagai sumber data :
a. Data tentang pelanggaran yang dilakukan oleh siswa yang terjadi
sekolah Tahun Ajaran 2007-2009.
b. Jenis kualitas Pelanggaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Rencana pelaksanaan pembelajaran.
D. Teknik Sampling
Sampling atau cuplikan berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis
sumber data yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik sampling dalam
penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yaitu
sampling diambil untuk mewakili informasinya, dengan kelengkapan dan
kedalamannya yang tidak sangat perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya,
karena jumlah informan yang kecil bisa saja menjelaskan informasi tertentu secara
lebih lengkap dan benar daripada informasi yang diperoleh dari jumlah nara
sumber yang lebih banyak yang mungkin kurang mengetahui dan memahami
informasi yang sebenarnya.
Menurut Lexy J. Moleong (2007: 224) sampel memiliki fungsi : “Untuk
menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber dan bangunannya”.
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan Purposive
Sampling. Teknik ini lebih bersifat selektif dalam mengambil sampel. Peneliti
melandaskan kepada kaitan teori yang digunakan. Keingintahuan pribadi,
karakteristik empirik yang dihadapi. Teknik ini mengarah kepada generalisasi
yang bersifat teoritik.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan purposive
sampling (sampel bertujuan), sebab peneliti cenderung memilih informan yang
dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap, sehingga dapat dijadikan
informasi kunci yang dapat dipercaya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
Dalam memecahkan masalah agar dapat terselasaikan dengan tutas, maka
diperlukan suatu data yang valid, sedangkan untuk mendapatkan data tersebut
maka perlu digunakan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1. Wawancara
“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh kedua pihak, yauitu pewawancara (interviewwer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberi
jawaban atas pertanyaan itu”. (Moleong, 2007: 186).
Esterberg mengemukakan bahwa ada beberapa macam jenis wawancara
antara lain: “Wawancara Terstruktur ( structured interview ), Wawancara Semi
tersruktur (Semistructure Interview), Wawancara Tak berstruktur (Unstructured
Interview)”. (Sugiyono, 2010: 319). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Wawancara Terstruktur ( structured interview )
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasrti
tentang informan apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam
melakukan wawancara, pengumpulan data telah menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif
jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini
setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya.
b. Wawancara Semi tersruktur (Semistructure Interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth
interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah
untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka, dimana fihak
yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam
melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
c. Wawancara Tak berstruktur (Unstructured Interview)
Wawancara tidak berstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun
secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Secara umum ada dua jenis teknik wawancara, yaitu “Wawancara
terstruktur dan wawancara tidak terstrukutur yang disebut wawancara mendalam
(in-depth interviewing)”.(H.B Sutopo, 2002: 58-59).
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Wawancara terstruktur merupakan
jenis wawancara yang sering juga disebut sebagai wawancara terfokus. Dalam
wawancara terstruktur, masalah ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara
dilakukan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur atau mendalam dilakukan
dengan pertanyaan yang bersifat “open ended” dan mengarah pada kedalaman
informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal strukur, guna
menggali pendangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat
bermanfaat untukmenjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh
dan mendalam
Menurut H.B Sutopo (2002 : 61-62), “Teknik dalam wawancara
melibatkan lima tahapan yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan kebutuhan
perlengkapan dan pendalaman data yang diperoleh”. Lima hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Penentuan siapa yang akan diwawancarai
b. Persiapan wawancara
c. Langkah awal
d. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif
e. Penghentian wawancara dan mendapat kesimpulan
Sehingga dalam kegiatan wawancara ini yang utama dalam membuat
daftar pertanyaan agar sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji, kemudian
di dalam pelaksanaannya mencatat hal-hal yang penting dalam wawancara. Dalam
wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan yang telah
dipilihnya dan dianggap mengetahui secara jelas terhadap permasalahan yang
akan diteliti. Wawancara ini dilakukan antara peneliti dengan informan. Adapun
yang diwawancara dalam penelitian ini antara lain :
a) Ibu. Dra. Puji Astuti, Ibu Dra. Dwi Lasmini dan Bpk. Ali Muklis SP.d
Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMK Wasis Kec.
Jogonalan Kab. Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b) Ibu. Maryati Guru Bimbingan Konseling SMK Wasis Kec. Jogonalan Kab.
Klaten dan Ibu. Sri Widayati, S.Ag Guru Pendidikan Agama SMK Wasis
Kec. Jogonalan Kab. Klaten
c) Beberapa siswa SMK Wasis Kec. Jogonalan Kab. Klaten siswa yang
melakukan pelanggaran dan yang tidak / belum tercatat dalam buku
pelanggaran. Data tersebut dapat dilihat pada daftar informan. Adapun
pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran no. 2 sedangkan hasil
catatan wawancara dapat dilihat pada lampiran no. 3 dan foto kegiatan
penelitian dapat dilihat pada lampiran no. 4.
2. Observasi
Menurut HB Sutopo (2002 : 64) “Teknik observasi digunakan untuk
menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan
benda serta rekaman gambar”.
Selanjutnya menurut Kartini Kartono (1996: 182-188) “Kegiatan
observasi ditinjau dari cara pelaksanaan dan tujuannya dibedakan menjadi 3 yaitu
teknik observasi partisipatif dan nonpartisipatif, teknik observasi alam sistematis,
teknik observasi eksperimental”.
Hal tersebut dapat diuraikan sebagaai berikut:
a. Teknik observasi partisipatif dan nonpartisipatif. Teknik observasi partisipatif
yaitu teknik dimana observer ikut berpatisipasi dalam berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh para subyek yang diobservasi. Dan tehnik nonpartisipasi
adalah teknik observasi dimana observer tidak terlibat langsung dalam
kegiatan.
b. Teknik observasi sistematis, yaitu untuk menemukan dan merumuskan
permasalahan, sekaligus menyusun katagori permasalahan. Teknik observasi
sistematis sering dilengkapi alat-alat pencatat mekanis, seperti kamera foto,
pita perekam, tape recorder dan lain sebagainya.
c. Teknik observasi eksperimental, yaitu merupakan teknik observasi yang
dilakukan secara nonpartisipatif namun berstruktur dan sistematis dalam
pelaksanaannya, dalam hal ini observasi dilakukan di SMK Wasis Jogonalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Dalam penelitian ini penulis mengadakan observasi untuk
mengumpulkan data tentang Efektivitas pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma pada siswa di SMK
Wasis Jogonalan Klaten tahun ajaran 2007-2009. Oleh karena itu di gunakan
observasi partisipasif, di mana peneliti ikut langsung berpartisipasi dalam kegiatan
yang dilakukan oleh obyek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
mengobservasi dengan ikut kegiatan ekstrakulikuler dan ikut mengamati proses
kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas 2
PJ di SMK Wasis Jogonalan Klaten.
3. Analisis Dokumentasi
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki
posisi penting dalam penelitian kualitatif.
Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian pula arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal bila dibandingkan dengan dokumen. Sebagai catatan formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat berharga bagi pemaham suatu peristiwa. Sumber data berupa arsip dan dokumen biasanya merupakan sumber data pokok dalam penelitian kesejarahan, terutama untuk mendukung proses interpretasi dari setiap peristiwa yang diteliti. (H.B Sutopo, 2002 : 69).
Menurut Yin dalam HB Sutopo (2002 : 69-70),”Mencatat dokumen
disebut juga content analysis dan dimaksudkan bahwa peneliti bukan hanya
sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dukumen atau arsip tetapi juga
tentang maknanya yang tersirat”.
Dokumen merupakan sumber data yang penting dalam penelitian
kualitatif. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh data berdasarkan sumber-
sumber yang berasal dari buku-buku literatur dan laporan serta dokumen-
dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan. Dokumen bisa diperoleh dari
lembaga pemerintah dan arsip serta dokumen pribadi. Adapun dokumen yang
yang bisa diperoleh antara lain: data pelanggaraan dari guru bimbingan konseling,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Jenis kualitas pelanggaran (lihat lampiran no.5) dan Rencana pelaksanaan
pembelajaran (lihat lampiran no.6).
F. Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang dapat dipilih
untuk melakukan uji validitas (kesahihan) data. Cara yang biasa digunakan yaitu
trianggulasi, review informan dan Member Chek.
Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi
peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif.
Dalam kaitan ini Patton menyatakan ada 4 macam teknik trianggulasi yaitu “1)
trianggulasi data (data trianggulation), 2) trianggulasi peneliti (investigator
trisnggulstion), 3) trianggulasi metodologis (methodological trianggualation), 4)
trianggulasi teoritis (theoretical trianggulation)”. (HB Sutopo, 2002 :78).
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Trianggulasi data (trianggulasi sumber)
Yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk
mengumpulkan data yang sama.
2. Triangulasi metode
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik atau
metode pengumpulan data yang berbeda.
3. Tringgulasi peneliti
Yaitu hasil penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian
tertentu atau keselurahannya bisa diuji validitasnya dari beberapa
peneliti.
4. Trianggulasi teori yaitu trianggulasi yang dilakukan oleg peneliti
dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas
permasalah yang dikaji.
Sedangkan review informan merupakan usaha pengembangan validitas
penelitian yang sering digunakan oleh peneliti kualitatif. Dalam hal ini untuk
menjaga validitas data, laporan penelitian yang telah disusun dikonsultasikan pada
informan kunci. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh HB Sutopo bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (Key Informan). (HB Sutopo, 2002: 83)
Selanjutnya dalam penelitian kualitatif disamping sudah menggunakan
triangulasi data dan review informan dirasakan belum cukup untuk membuktikan
bahwa data yang diperoleh peneliti tersebut benar-benar valid. Untuk itu masih
menggunakan member chek, dimana laporan hasil penelitian diperiksa oleh
kelompok atau peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang tepat atau
mencantumkan kekurangan untuk lebih dimantapkan lagi.
Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi data atau
sumber dan trianggulasi metode. Sebab cara ini mengarahkan peneliti agar dalam
pengumpulan data harus menggunakan beragam data yang tersedia, artinya data
yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa
sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari
data dari informan. Selain itu menggunakan perbandingan data yang diperoleh
dari hasil pengamatan dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan
dalam penelitian ini. Adapun trianggulasi data dapat dilihat pada lampiran no. 7
dan juga dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi metode, dalam hal ini
dengan mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan metode yang berbeda
yaitu dengan metode wawancara mendalam, observasi dan analisis dokumen
trianggulasi metode dapat dilihat pada lampiran no. 8.
G. Analisis Data
Dalam komponen utama proses analisis data terdapat tiga komponen
yang utama yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Adapun tiga
komponen utama tersebut adalah “1) reduksi data, 2) sajian data, dan 3) penarikan
simpulan serta verifikasinya”. (HB Sutopo, 2002 : 91).
Model analisis data yang dipakai oleh Model Analisis Interaktif, yang
digambarkan dalam skema sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Gambar 2. Model Analisis Interaktif
(HB Sutopo,2002 : 96)
Untuk lebih jelasnya penulis paparkan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah bagian dari proses analisa yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yan tidak penting, dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga penelitian dapat dilakukan.
2. Sajian Data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data,
peneliti akan memahami apa yang terjadi dam memungkinkan untuk berbuat
sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.
3. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang berupa
gejala kasus yang terdapat di lapangan. Penyususnan catatan, pola dan arahan
sebab akibat dilakukan secara teratur. Hal ini berarti bahwa kesimpulan akhir
yang ditulis merupakan rangkaian keadaan dari yang belum jelas kemudian
meningkat sampai pada pertanyaan yang telah memiliki landasan yang kuat
dari proses analisa terhadap fenomena yang ada. Disamping itu, didalam
penarikan kesimpulan peneliti juga mendiskusikan permasalahan dengan
pihak yang relevan yang akhirnya terjadi sebuah kesepakatan kesimpulan
yang kokoh dan bisa dipercaya.
PENGUMPULAN DATA
SAJIAN DATA
PENARIKAN SIMPULAN/VERIFIKASI
REDUKSI DATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Proses analisis penelitian ini dilakukan dengan data cara mereduksi data
yang terkumpul. Setelah data direduksikan kemudian melakukan penyajian data
yang dirakit dalam suatu organisasi data. Selanjutnya data tersaji itu dianalisis
untuk memperoleh jawaban atau kesimpulan penelitian.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan kejelasan langkah-langgkah penelitian
yang dilakukan oleh peneliti dari awal sampai akhir. Adapun prosedur penelitian
dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini dilakukan dengan melakukan kegiatan mulai dari penentuan lokasi
penelitian, meninjau lokasi penelitian, membuat dan mengurus proposal serta
mengurus perijinan guna melaksanakan penelitian di lapangan.
2. Tahap Pelaksanaan Lapangan
Tahap ini dimulai dengan kegiatan mengumpulkan data di lokasi penelitian
dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini dilakukan dengan menganalisis data, melakukan verifikasi dan
pengayaan untuk selanjutnya merumuskan kesimpulan sebagai temuan
penelitian.
4. Tahap Penyusunan laporan Penelitian
Melakukan tahap pengambilan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti
kemudian hasil dari penelitian ini nantinya akan ditulis laporan dalam bentuk
laporan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat SMK WASIS
Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas (SMK WASIS) Klaten
merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Sekolah
Menengah Ekonomi Atas WASIS adalah salah satu dari sekian banyak sekolah
menengah atas yang bertujuan ikut serta membantu pemerintah dalam
menampung para siswa lulusan sekolah menengah tingkat pertama yang tidak
ditampung disekolah negeri dan untuk memenuhi aspirasi dari masyarakat serta
kebutuhan dari masyarakat setempat. Sekolah Menengah Kejuruan WASIS berdiri
berdasarkan Akte Notaris No. 101/1987 yang disetujui oleh Bapak Muhamad
Imron,S.H selaku notaris di Klaten beserta saksi-saksi yang mengajukan
pendirian Sekolah Menengah Ekonomi Atas WASIS pada tanggal 28 maret 1987.
Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas WASIS merupakan wujud
dari pelaksanaan dari Dharma Bhakti para alumni sekolah menengah ekonomi
atas negeri Klaten yang berdiri dibawah naungan “yayasan Warga Alumni Siswa
SMEA Negeri Klaten” yang dianggap telah mulai berjalan pada tanggal 17 Maret
1987. Yayasan ini berkedudukan di Klaten dan untuk pertama kalinya berkantor
pusat dijalan Ring Road Desa Bareng Lor, Kecamatan Ketandan dengan no
telepon 21442. Sedangkan Sekolah Menengah Ekonomi Atas WASIS saat ini
bertempat didesa Prawatan, Gondangwinangun, Kecamatan Jogonalan Kabupaten
Klaten dan memulai kegiatan pengajaran pada tahun ajaran 1988/1989.
Asas yang digunakan di Sekolah Menengah Ekonomi Atas WASIS
adalah berdasarkan pasal 2 yaitu : “Yayasan berdasarkan pancasila” dan tujuan
dari yayasan WASIS adalah :
a. Ikut serta mengisi cita – cita proklamasi kemerdekaan RI
b. Mempererat hubungan kekeluargaan dan menghimpun alumni siswa
SMEA Negeri di Klaten
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
c. Mewujudkan Dharma Bhakti alumni SMEA Negeri Klaten kepada
bangsa dan Negara Indonesia dalam pendidikan, sosial, budaya, dan
ekonomi.
2. MISI dan VISI SMK WASIS JOGONALAN
VISI SMK WASIS Terciptanya sekolah yang dapat menghasilkan
tenaga kerja yang profesional untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dunia kerja.
MISI SMK WASIS
a. Meningkatkan KBM bermutu yang berorientasi masa depan.
b. Mewujudkan pelayanan prima dalam melaksanakan tugas.
c. Mengembangkan diklat yang membekali siswa kreatif, inovatif,
produktif dan mandiri.
d. Mengembangkan iklim sekolah yang kondusif.
e. Meningkatkan mutu lulusan dan kelulusannya mewujudkan sekolah
yang mandiri.
3. Keadaan Fisik SMK WASIS JOGONALAN
a. Jenis bangunan yang berbatasan
1) Sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya utama Jogja-Solo.
2) Sebelah timur berbatasan dengan komplek pabrik benih Sang
Hyang Sri.
3) Sebelah utara berbatasan dengan persawahan.
4) Sebelah barat berbatasan dengan desa Sumbersari.
b. Kondisi Lingkungan Sekolah
1) Ruang kelas rata-rata cukup luas
2) Halaman sekolah cukup luas dan terletak di tengah dapat
digunakan upacara bendera.
3) Ruang guru sebenarnya cukup luas.
Berdasarkan letaknya yang berada ditepi jalan raya, maka lokasi
sekolah mudah dijangkau oleh kendaraan umum dan dapat
dikatakan strategis. Dengan demikian akan mendukung kelancaran
proses belajar mengajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4) Guru dan Peserta didik
a. Jumlah Guru SMK Wasis Jogonalan
Jumlah guru di SMK Wasis Jogonalan adalah 23 orang guru.
b. Jumlah Peserta didik
Jumlah peserta didik di SMK Wasis Jogonalan adalah 150
peserta didik.
4. Alat-Alat Pembelajaran yang Tersedia
Secara umum alat-alat pelajaran yang tersedia pada tiap-tiap kelas adalah
sebagai berikut:
a. Papan tulis
b. Penghapus
c. Meja guru
d. Meja murid
e. Kursi
f. Penggaris
g. Alat kebersihan kelas seperti sapu, kemoceng, tempat sampah,
Selain alat-alat tersebut, kegiatan belajar mengajar juga didukung dengan adanya
sarana dan prasarana lainnya antara lain:
a. Ruang perpustakaan
b. Tempat ibadah
c. Ruang Unit Kesehatan Siswa (UKS)
d. Ruang Bimbingan Konseling (BP)
e. Ruang computer / LCD
f. Laboratorium Pemasaran/akuntansi
g. Laboratorium Admistrasi perkantoran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
5. Daftar Guru, Staf Tata Usaha dan Karyawan
Tabel 2. Daftar Guru, Staf Tata Usaha dan Karyawan
No Nama Jabatan
1. Drs. Suharno Kepala sekolah/guru Mapel
Produktif Keu.AP.TN
2. Dra. Daryati Waka Kur/guru Produktif Keu.
AP.TN/Kaprodi Pemasaran
3. Mulyono Subroto, S.Pd Waka Kesiswaan/guru Bhs.
Inggris
4. Sukarno Waka Hum/ guru Produktif Keu.
AP.TN
5. St. Pardinah Guru Bhs. Daerah/Guru Agm.
Katolik
6. Drs. Ig. Suroso Guru Matematika
7. Heny Dwi. H. S.Pd Guru Olah raga
8. Woro M, S.Pd Guru Bhs. Inggris/Produktif Keu.
AP.TN/
9. A. Bambang, S.ST Guru KKPi/ Produktif Keu.
AP.TN
10. Nursehan. S. Pd Guru Produktif Keu. AP.TN
11. Sri Suhartini. S,Pd Guru Matematika
12. Erwin Prabowo Guru IPA/KWU/ Produktif Keu.
AP.TN/
13. Slamet H.S.Pd Guru Penjaskes
14. Dra. Dwi lasmani Guru Pend. Kewarganegaraan
15. Dra. Siti maemunah Guru guru Produktif Keu.
AP.TN/Perpajakan
16. Dra. Puji astuti Guru Pend.
Kewarganegaraan/IPS/KWU
17. Drs. Minadi Guru Pend. Agm.Kristen
18. Nyoman Ngatno Guru Pend. Agm. Hindu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
19. Ali muklis, S.Pd Guru Pend.
Kewarganegaraan/IPA/Seni
Budaya
20. Ninuk Siswantini, S.pd Guru Bhs. Indonesia
21. Sri Widayani, S.Ag Guru Pend. Agama Islam
22. Anisah Suharti, S.Pd Guru Produktif Keu. AP.TN
23. Drs. Maryati Guru Bimbingan dan Konseling
6. Managemen Sekolah
a. Kepala Sekolah
Kepala sekolah bertanggungjawab atas seluruh pengelolaan sekolah dan
melaksanakan tugas-tugas rutin,antara lain:
1) Merencanakan seluruh kegiatan sekolah dinantu oleh semua pembantu
kepala sekolah sesuia dengan urusannya masing-masing.
2) Mengorganisasi semua pegawainya dan dana secara efektif sesuai
dengan peraturan yang berlaku untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3) Menggerakkan semua pembantu kepala sekolah termasuk gru dan staf
tata usaha untuk mencapaitujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
bidang masing-masing.
4) Mengkoordinir semua pembantu agar terjalin hubungan kerja yang
baik,serasi dalam rangka memberikan motivasi kepada semua
unsur/personil sekolah,sehingga dapat membangkitkan partisipasi dan
dedikasi yang sebesar-besarnya.
5) Secara terus menerus melakukan pengawasan kepada semua personil
sekolah, sehingga bila terjadi ketimpangan/hambatan dapat segera
diketahui dan diatasi bersama.
6) Secara rutin mengadakan supervise/pembinaan setiap minggu sekali
pada hari sabtu atau senin dalam rangka mengatasi hambatan-
hambatan, misalnya memberitahukan catatan-catatan yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
dibuat oleh siswa kepada semua guru program diklat sehingga dapat
ditangani dan dibina secara bersama.
7) Menyelanggrakan rapat-rapat sesuai dengan keperluannya yang
meliputi:
a) Membicarakan rencana program untuk tahun diklat berikutnya.
b) Membicarakan persiapan UU semester dan evaluasi setiap
semester
c) Membicarakan persiapan EBTA dan evaluasinya
d) Membicarakan kemajuan pengembangan pengajaran
e) Membicarakan penerimaan siswa baru.
f) Mengadakan evaluasi terhadap semua kegiatan sekolah dalam
rangka mengurangi hambatan dan pengembangannya.
g) Menjalin hubungan erat dengan industri/dunia kerja.
Dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah dapat mendelegasikan
kepada guru yang ditunjuk sebagai wakil kepala sekolah.
b. Wakil Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah mempunyai tugas membantu kepala sekolah
dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Menyusun perencanaan membuat program.
2) Pengorganisasian.
3) Pengarahan.
4) Ketenagaan.
5) Pengkoordinasian.
6) Pengawasan.
7) Penilaian.
8) Identifikasi dan pengumpulan.
9) Penyusunan laporan.
Jumlah wakil kepala sekolah pada SMK tingkat atas disesuaikan dengan
kebutuhan sekolah, wakil kepala sekolah dipilih oleh guru dan karyawan, bukan
ditunjuk oleh kepala sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1) Wakil kepala sekolah bagian kurikulum.
Wakil kepala sekolah urusan kurikulum mempunyai tugas membantu
kepala sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Menyusun program pengajaran.
b) Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran.
c) Menyusun jadwal dan pelaksanaan Ulangan Umum serta Ujian akhir.
d) Menyusun pelaksanaan EBTA/UAN/UANAS.
e) Menyusun kriteria dan persyaratan naik/tidak naik serta lulus atau
tidak lulus.
f) Menyusun jadwal penerimaan buku laporan.
g) Mengkoordinasikan dan mengarahkan penyusunan program suatu
pelajaran dan pengadaan bahan pengajaran disemua program keahlian.
h) Menyediakan daftar buku acara guru dan siswa.
i) Menyusun laporan pelaksanaan pengajaran secara berkala.
2) Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan
Tugas Wakasek Kesiswaan adalah membantu kepala sekolah dalam
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Menyusun program pembinaan dan tata tertib siswa/OSIS.
b) Melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan.
c) Mengkoordinir kegiatan bimbingan penyuluhan dan bimbingan karier.
d) Mengawasi disiplin belajar siswa disiplin mengajar guru dan disiplin
kerja pegawai sekolah.
e) Mengkoordinasikan kegiatan olahraga dan seni.
f) Mengatur penyelenggaraan upacara.
g) Membina pengurus OSIS dalam berorganisasi.
h) Menyusun program dan jadwal pembinaan siswa dalam kegiatan luar
sekolah.
i) Menyusun program ekstrakurikuler.
3) Wakil Kepala Sekolah Urusan HUMAS
Wakil Kepala Sekolah Urusan HUMAS mempunyai tugas membantu
kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
a) Mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan orang
tua/wali.
b) Membina hubungan antara sekolah dengan komite sekolah.
c) Membina pengembangan hubungan antara sekolah dengan lembaga
pemerintahan sosial lain.
d) Memberikan/berkonsultasi dengan dunia usaha.
e) Menyusun laporan hubungan masyarakat secara berkala.
f) Menghubungi industri untuk penjajakan kemungkinan kerjasama
dengan industri.
g) Mendorong dan mengkoordinasikan masing-masing program
keahlian, memelihara dan memanfaatkan kerjasam industri.
h) Merencanakan dan menyalurkan kunjungan dan praktek kerja industri
bagi guru dan siswa sekolah
i) Bekerjasama dengan BLPT Membantu program keahlian mencari
pasaran produksi untuk memasarkan hasil produksinya dan
memasarkan lulusan sekolah ke dunia usaha.
j) Membantu keluarga alumni.
7. Struktur Organisasi SMK Wasis Jogonalan
Struktur Organisasi merupakan suatu gambaran secara skematis
mengenai hubungan fungsional dalam lembaga pendidikan, dan menggambarkan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab antara pimpinan lembaga
pendidikan dengan seluruh anggota dan masyarakat yang tergabung didalamnya.
Berikut digambarkan dalam bagan gambar struktur Organisasi SMK
Wasis sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar: 3 Struktur Organisasi SMK WASIS JOGONALAN
8. Perpustakaan
a. Identitas Perpustakaan
1) Nama Perpustakaan : Perpustakaan SMK Wasis Jogonalan
2) Alamat : Prawatan, Gondangwinangun
3) Status Sekolah : Swasta
4) Tahun Berdiri : 1988
5) Melayani : Peserta didik SMK Wasis Jogonalan
b. Koordinator Perpustakaan : Anisah Suharti, S.Pd
c. Tata Tertib Perpustakaan
1) Tata tertib di ruangan
a) Masuk didalam ruangan perpustakaan dilarang membawa
buku, tas, dll.
b) Menjaga kebersihan, ketertiban, ketenangan dan keamanan.
2) Tata tertib peminjaman
a) Peminjam harus mentaati tata tertib perpustakaan
b) Setiap anggota wajib memiliki kartu anggota perpustakaan
c) Peserta didik dapat meminjam buku jika dapat menunjukkan
kartu anggota perpustakaan
d) Kartu hanya dapat dipakai bagi yang berhak saja.
e) Peserta didik dapat meminjam buku sejumlah 1 buah dalam
jangka waktu 1 minggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
f) Keterlambatan pengembalian akan dikenakan denda
g) Buku rusak atau hilang tanggung jawab peminjam atau harus
diganti.
d. Buku-buku yang tersedia
a) Agama
b) IPS
c) Bahasa
d) Pengetahuan Murni
e) Teknologi
f) Kesenian /OR /hiburan
g) Kesusastraan
h) Sejarah /ilmu murni
i) Perakuntansian
j) Makalah
9. Struktur Organisasi OSIS
SUSUNAN PENGURUS OSIS TAHUN AJARAN 2009/2010
SMK WASIS JOGONALAN
a. Ketua Umum : Dewi Megawati
Fitri Dani. L
Santi Puji. A
b. Sekretaris : Haryanti
Dyah Ratna. B
c. Bendahara : Nike Hardika. S
Risma Arleni. P
d. Sie-sie
1) Sie Organisasi : Eko Sri Tri.W
Fransiska Aridita
2) Sie Keamanan : Cipto Agus
Nur Taufik
3) Sie Agama : Rias Prasetyo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Etika Nur. H
4) Sie Seni Budaya : Arif Hidayat
Siti Nur. J
5) Sie Humas : Anita Rahmawati
Uswatun Chasanah
6) Sie Kewarganegaraan : Wahyuni
Irna Melinda
7) Sie Budi pekerti : Bernadheta. H
Asad Qisisin
8) Sie Konsumsi : Siti Masrufah
Ibnu Adi. S
9) Sie Pembantu umum : M. Sidik. P
Watini
Nirmaning.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Sudah efektifkah pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai
usaha penanaman nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis Jogonalan
Klaten Tahun Ajaran 2007-2009
Efektif atau belum pelajaran pendidikan kewarganegaraan tentu perlu
dikaji lebih jauh. Efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang
dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan
dengan hasil yang di capai. Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik jika
pengajaran tersebut membangkitkan proses belajar yang efektif. Bukan hanya
pada cara mengajar ataupun metode yang digunakan, namun lebih pada hasil atau
pencapaian akhir tujuan pembelajaran atau indikator yaitu hasil yang dapat
bertahan lama dan dapat dipergunakan dalam kehidupannya.
Untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu pembelajaran dapat diukur
menggunakan indikator efektivitas. Adapun indikator efektivitas antara lain dapat
dijelaskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Indikator input
Indikator input ini mencakup empat karakteristik guru yang mengajar
efektif,yakni:
1) Penampilan pengajar (penguasaan bahan ajar), persiapan mengajar.
Karakteristik tersebut diatas dimaksudkan bahwa sebelum menentukan
materi pembelajaran terlebih dahulu perlu di identifikasi aspek-aspek keutuhan
kompetensi yang harus dipelajari atau dikuasai peserta didik. Aspek tersebut perlu
ditentukan, karena setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan
jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Harus ditentukan
apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta
didik termasuk ranah kognitif, psikomotor ataukah afektif. Hal ini terbukti dalam
pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh masing-masing
guru mata pelajaran sebagaimana terlampir dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang berkaitan dengan nilai dan norma. Selain itu hal kedua juga
berhubungan dengan kesiapan guru dalam menentukan cara dan metode
selanjutnya menjadi faktor penampilan mengajar guru bagi siswa, menyenangkan
atau tidak. Cara seorang guru mengajar dari hasil observasi penulis selama
penelitian pembelajaran dilakukan didalam kelas, suasana kegiatan belajar
mengajar cukup menarik siswa, namun pembelajaran yang dilakukan selalu
didalam kelas inilah yang membuat sebagian siswa bosan dan jenuh. Oleh karena
itu setiap guru harus mengidentifikasi kompetensi mana yang harus dicapai oleh
siswa khususnya dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Agar sesuai
antara cara penyampaian materi, metode yang digunakan dengan materi yang
diajarkan. Seperti yang dikemukakan dalam wawancara berikut yang menyatakan
bahwa:
Materi dalam pendidikan kewarganegaraan yang ada saat ini antara lain seputar hakikat negara persatuan dan kesatuan bangsa, Norma juga sedikit di bahas, Hak asasi manusia, politik dan kekuasaan dan masih banyak lagi. (Petikan wawancara dengan Ibu. Dwi lasmini, Rabu 6 Oktober 2010 jam
09.00 WIB).
Hal ini juga dilakukan oleh semua guru di bidang studi apapun tidak
hanya pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Keseimbangan guru dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
mengajar harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai dengan cara
mengajar dan pemilihan metode yang tepat agar guru sebagai penyampai pesean
dalam materi pembelajaran dapat tersalurkan pada siswa.
2) Cara mengajar (pemilihan model instruksi, alat bantu mengajar dan
evaluasi yang dipakai).
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan
kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-
keterampilan pada siswa. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah
memposisikan dirinya sebagai orang tua kedua dimana ia harus menarik simpati
dan menjadi idola para siswanya agar mudah memberikan penekanan dalam hal
berperilaku dan bertindak yang baik. Bertolak dari uraian tersebut maka cara
mengajar dan pemilihan metode belajar sangat berpengaruh dalam suatu
pembelajaran yang efektif. Seharusnya guru sebagai penyampai pesan harus bisa
menarik siswa nya untuk senang terhadap pelajarannya sehingga siswa akan
memperhatikan dan apa yang menjadi kompetensi yang harus dicapai oleh guru
dan siswa dalam pembelajaran dapat tercapai. Adapun cara mengajar guru
meliputi tentang pemilihan metode, alat atau media yang digunakan dalam
mengajar, dan buku-buku yang menunjang pembelajaran dapat dilihat pada
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hal ini baik dilakukan oleh seorang guru dan
siswa. Sesuai dengan hasil wawancara yang menyatakan rata-rata guru di sekolah
tersebut masih menggunakan cara mengajar sebagai berikut:
Saya menggunakan metode ceramah,namun saya juga kadang menggunakan LCD disaat materi saya memang harus menggunakan LCD agar siswa lebih paham dan disertai diskusi. untuk media saya masih menggunakan media papan tulis, sketsa materi, lembar kerja siswa, buku paket yang wajib siswa harus punya,karena di sekolah kami fasilitas masih belum seperti sekolah-sekolah yang lain. (Petikan wawancara dengan Ibu. Dra. Dwi Lasmini, Rabu 6 oktober 2010
jam 09.00 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
3) Kompetensi dalam mengajar
Kompetensi guru mengajar juga menjadi salah satu indikator karakteristik
guru yang mengajar efektif. Dimana seorang guru harus mempunyai kompetensi
baik dalam bidang materi dan cara mengembangkan pengetahuan siswa baik pada
saat pembelajaran maupun diluar pelajaran. Pemberian materi dimaksudkan yakni
pemberian materi tidak hanya berdasarkan buku paket dan lembar kerja siswa.
Diharapkan guru juga aktif memberikan contoh-contoh yang aktual kepada siswa.
Keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan sangat tergantung pada
keberhasilan guru merancang materi pembelajaran. Materi pembelajaran
menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus
dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran
tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan
pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar
kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator. Berkaitan dengan
pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma maka
materi pendidikan kewarganegaraan yang diajarkan adalah materi yang benar-
benar menunjang pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar,
serta tercapainya indikator penanaman nilai dan norma. Namun saat ini dianggap
belum sesuai. Hal ini senada dengan hasil wawancara sebagai berikut:
Sulit memang menurut saya, menanamkan nilai-nilai atau norma pada anak dijaman sekarang,kemajuan kecanggihnan tidak membuat unggul pribadi siswa namun kemerosotan moral,karena pengaruhnya sangat kuat,namun tidak menutup kemungkinan ppkn yang memang dianggap orang awam adalah tugas guru PPKn untuk membentuk pribadi siswa yang berbudi pekerti luhur. Materi dalam pendidikan kewarganegaraan yang ada saat ini ,malah tidak menekankan pada norma atau nilai, karena ppkn yang saat ini sangat luas materinya. (Petikan wawancara dengan Bapak Ali Muklis, Kamis 7 Oktober 2010
jam 10.20 WIB).
Berkaitan dengan kompetensi guru dalam mengajar, bila penanaman nilai
belum dirasakan pas oleh guru, bukan menjadi tanggung jawab guru pendidikan
kewarganegaraan saja. Semua guru berkompeten dalam penanaman nilai dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
noram siswa baik disekolah maupun dilingkungan keluarga atau masyarakat. Hal
ini diungkapkan oleh seorang siswa sebagai berikut:
Pasti orang-orang beranggapan kalau ada siswa yang nakal selalu bertanya bagaimana dengan ppkn nya berati ppkn sangat penting didalamnya, tapi ppkn yang diajarkan tidak banyak menyinggung soal nilai dan norma, namun juga tugas semua guru untuk memberikan bimbingan kepada siswa soal nilai dan norma. (Petikan wawancara dengan Kurnianto siswa kelas 2 AK kamis 7
Oktober 2010 jam 11.45 WIB)
4) Pengambilan keputusan yang bijaksana
Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat
memotivasi hidupnya terutama dalam belajar dan berperilaku. Sebagaimana telah
di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangat signifikan dalam proses
belajar mengajar bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal
akan tertanam dalam diri siswa. Berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
bijaksana dimaksudkan agar guru berlaku adil terhadap semua siswa baik yang
bermasalah maupun yang tidak bermasalah. Hal ini senada dengan hasil
wawancara sebagai berikut:
Saya selalu bersikap adil dalam memberikan pelajaran, saya tetap memperhatikan dan ingat hak anak untuk sama dalam pendidikan. Jadi porsi saya akan selalu sama. Hal ini juga dilakukan oleh bapak ibu guru yang lain. (Petikan wawancara dengan Ibu. Puji Astuti Kamis 7 Oktober 2010 jam
09.15 WIB).
b. Indikator Proses
Indikator Proses mencakup perilaku administratif, alokasi waktu guru, dan
alokasi waktu peserta didik. Untuk pendidikan kewarganegaraan sekolah
memberikan alokasi waktu yang diberikan kepada guru pendidikan
kewarganegaraan selama 2 jam pelajaran atau 90 menit dalam satu minggu.
Dalam satu kali kesempatan tatap muka guru memiliki 2 jam penuh untuk
menyampaikan materi. Berkaitan dengan penanaman nilai dan norma selain
melalui pendidikan kewarganegaraan dapat diinternalisasikan melalui pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
agama dan bimbingan konseling dan peran wali kelas. Hal tersebut sesuai dengan
hasil wawancara yang mengungkapkan bahwa:
Saya mengajar hanya 2 jam selama 1 minggu, namun di dukung dengan pelajaran agama dan bimbingan konseling dan peran wali kelas sebenarnya menurut saya pemberian pendidikan kewarganegaraan itu sangat kurang, hanya 2 jam selama 1 minggu, walaupun di dukung dengan pelajaran agama namun untuk mewujudkan sikap siswa yang sesuai nilai dan norma yang berlaku mungkin dengan waktu yang hanya 2 jam menurut saya kurang apalagi dalam pembelajaran ini fasilitas yang sekolah punya saat ini belum mencukupi.
(Petikan wawancara guru pendidikan kewarganegaraan, yaitu Ibu. Dra.
Dwi Lasmini pada hari Rabu tanggal 6 Oktober 2010)
Pemberian waktu yang dirasa sudah cukup oleh sebagian guru dan
diharapkan waktu yang sekian tadi siswa dapat menangkap dan memahami isi dari
materi yang disampaikan oleh guru. Guru tidak hanya menyampaikan materi
namun juga dengan contoh-contoh yang sesuai dengan materi. Seperti penuturan
berikut:
Saya dan guru-guru Pkn lainnya setiap kali memberikan pelajaran pada siswa selalu memberikan contoh-contoh yang relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu setiap akhir atau saat memulai pelajaran kami selalu menekankan anak-anak dengan menberi penguatan tentang bersikap sebagai anak muda yang baik sesuai norma.
(Petikan wawancara dengan guru Pkn Bapak Ali Mukils SP.d Kamis 7
Oktober 2010 jam 10.20 WIB).
Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta
didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang
perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis,
cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut.
Agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna,
dituntut memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan materi
pembelajaran, baik berkaitan dengan hakikat, fungsi, prinsip, maupun prosedur
pengembangan materi serta mengukur efektivitas persiapan tersebut agar dapat
diketahui hasil dari proses selama mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
diketahui melalui hasil ulangan atau pun tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut:
Untuk mengetahui hasil belajar siswa tentu dengan hasil belajar atau raport,namun sebelum itu saya melihat dengan hasil ulangan,keaktifan siswa dalam pelajaran, respon siswa terhadap pelajaran saya, ya sesuai dengan kognitif,afektif dan psikomotoriknya agar seimbang antara pengetahuan dan sikapnya.
(Petikan wawancara dengan Bapak Ali Muklis Kamis 7 Oktober 2010
jam 10.20 WIB).
Selain itu keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, dan keterampilan
untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal, apabila terdapat gangguan
dalam proses belajar baik yang bersifat gangguan kecil dan sementara maupun
gangguan yang berkelanjutan. Bagi guru, tujuan keterampilan mengelola kelas
adalah untuk melatih keterampilannya dalam mengembangkan pengertian dan
keterampilan dalam memelihara kelancaran penyajian dan langkah-langkah proses
belajar mengajar secara efektif. Memiliki kesadaran terhadap kebutuhan siswa dan
mengembangkan kompetensinya dalam memberikan pengarahan yang jelas
kepada siswa. Memberi respon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang
menimbulkan gangguan-gangguan kecil atau ringan serta memahami dan
menguasai seperangkat kemungkinan strategi dan yang dapat digunakan dalam
hubungan dengan masalah tingkah laku siswa yang berlebihan atau terus menerus
melawan di kelas.
Dari hasil observasi penulis selama penelitian di sekolah tersebut
kegiatan belajar mengajar pendidikan kewarganegaraan selalu dilakukan didalam
kelas. Proses pemberian materi pelajaran akan dirasakan oleh sebagian siswa
menjadi sangat membosankan. Seperti penuturan siswa yang menyatakan bahwa:
Banyak yang tidak memperhatikan ppkn materinya dianggap mudah karena cuma hapalan pelajarannya selalu dikelas jadi membosankan kadang banyak siswa yang bolos saat pelajarannya.
(Petikan wawancara dengan Ragil siswa kelas 2 PJ Rabu 6 Oktober 2010
jam 11.45 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Situasi dalam hubungan tersebut bisa terjadi dalam konteks
pembelajaran, sehingga guru sebagai pemegang kendali kelas harus mampu
memberikan teguran yang sesuai dengan tugas dan perkembangan siswa. Sifat
dari teguran tidak merupakan hal yang memberikan efek penyerta yang
menimbulkan ketakutan pada siswa tapi bagaimana siswa bisa tahu dengan
kesalahan yang dilakukannya. Memberi penguatan, penguatan adalah upaya yang
diarahkan agar prestasi yang dicapai dan perilaku-perilaku yang baik dapat
dipertahankan oleh siswa atau bahkan mungkin ditingkatkan dan dapat ditularkan
kepada siswa lainnya. Penguatan yang dimaksudkan dapat berupa reward yang
bersipat moril juga yang bersifat material tapi tidak berlebihan. Hal ini juga
dilakukan oleh semua guru di sekolah tersebut. Sebagai contoh pemberian pujian
kepada siswa jika siswa mampu memberikan contoh positif dalam hal berpakaian
kepada teman-temannya, dalam segi material guru memberikan sedikit hadiah
sebagai motivasi kepada siswa yang berprestasi, hal ini dilakukan agar menarik
siswa yang lain untuk ikut berprestasi.
c. Indikator Output
Indikator output mencakup hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik
dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi
belajar, dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap, serta hasil-
hasil yang berhubungan dengan keadilan, dan kesamaan
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada
suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat,
mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Guru Seseorang yang
bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Tujuan Pernyataan
tentang perubahan perilaku (kognitif, afektif, psikomotorik ) yang diinginkan
terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Terkait dengan hal
tersebut bila dilihat dari aspek penilaian, penilaian guru selalu memperhatikan
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Setidaknya taksonomi Bloom
tersebut masih dapat dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
internal akibat belajar. Berikut yang dapat terlihat dalam ranah kognitif siswa di
SMK Wasis Jogonalan sebagai berikut:
a) Aspek pengetahuan dalam observasi atau hasil pengamatan penulis
di sekolah ini guru dapat menyampaikan materi sesuai dengan
rencana pembelajaran dan materi yang disampaikan sesuai dengan
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
b) Aspek pemahaman, dalam hal ini bisa terlihat pada saat proses
diskusi kelas dimana siswa yang antusias dalam menyampaikan hasil
diskusinya berarti siswa mampu memahami materi dan
menyimpannya kemudian mengaplikasikan dalam bentuk presentasi.
c) Aspek penerapan disekolah ini menurut observasi dan hasil
wawancara diperoleh bahwa pemilihan metode yang digunakan oleh
guru adalah dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi.
d) Aspek analisis sebagaimana hasil observasi pengamatan penulis
dapat dianalisis bahwa rasa interest siswa terhadap pelajaran yang
diikuti adalah baik, siswa tidak mempermasalahkan sarana dan
prasarana guru dalam mengajar,namun lebih pada cara pembelajaran
yang selalu dilakukan didalam kelas sehinga membuat siswa bosan.
e) Dalam hal evaluasi dilakukan oleh guru mata pelajaran dalam
bentuk pemberian ulangan, tugas baik individu maupun kelompok,
penilaiannya tidak hanya kognitifnya tetapi juga sikap siswa.
f) Aspek kreativitas dalam aspek ini berisi pembangkit dan
perencananan yakni guru sebagai motivator siswa dalam pemberian
tugas dan siswa bertindak sebagai perencana membuat tugas baik
perseorangan maupun kelompok.
Keenam jenis perilaku ini bersifat hierarkis, artinya perilaku pengetahuan
tergolong rendah, dan perilaku evaluasi tergolong tertinggi. Perilaku yang
terendah merupakan perilaku yang harus dimiliki terlebih dahulu sebelum
mempelajari perilaku yang lebih tinggi. Untuk menganalisis misalnya, siswa harus
memiliki pengetahuan, pemahaman, dan penerapan tertentu. Hal ini juga belum
tercapai disekolah ini terlihat masih ada remidi atau perbaikan nilai karena belum
mencapai kriteria ketuntasan minimum. Hal ini dibenarkan dalam hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
wawancara dengan guru maupun dengan siswa yang menyatakan bahwa disekolah
ini belum dapat mencapai kriteria ketuntasan minimum 100 % karena ada yang
masih remidi. Sedangkan yang termasuk dalam ranah afektif siswa yang terlihat di
SMK Wasis Jogonalan, sebagai berikut:
a) Aspek penerimaan dari hasil observasi dapat ditunjukkan dengan
perubahan sikap siswa yang mau mengakui perbedaan-perbedaan
antar pendapat dalam kelompok.
b) Aspek partisipasi siswa ditunjukkan dengan mematuhi aturan
sekolah, berpartisipasi dalam kegiatan program sekolah dan
ekstrakulikuler.
c) Penilaian dan penentuan sikap siswa ditunjukkan dengan menerima
suatu pendapat orang lain, teguran guru, dan karyawan sekolah.
d) Dalam hal organisasi siswa tergabung dalam OSIS dan kegiatan-
kegiatan lainnya.
e) Pembentukan pola hidup siswa yang menunjukkan sikap disiplin
siswa terhadap tata tertib sekolah.
Kelima jenis perilaku tersebut tampak mengandung tumpang tindih dan
juga berisi kemampuan kognitif. Kelima jenis perilaku tersebut bersifat hirearkis.
Perilaku penerimaan merupakan jenis perilaku terendah dan perilaku
pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi. Dalam hasil
observasi dan wawancara banyak ditemui bahwa siswa pada saat meerima
pelajaran ada yang membolos karena pelajaran yang membosankan. Terkait
dengan peraturan sekolah dan tata tertib banyak siswa yang tidak mematuhi
peraturan yang berlaku umur disekolah. Hal ini senada dengan penuturan dalam
wawancara sebagai berikut:
Perilaku siswa di sekolah ini ya seperti ini, masih saja ada yang melanggar peraturan namun ada juga yang taat, ,malah peraturan ini sama sekali tidak dipatuhi oleh siswa,siswa nya sudah kelewat bandelnya, sistem kredit saja sudah tidak berlaku disekolah ini untuk akademisnya karena kami sekolah kejuruan kami mengutamakan profesi dan keahliannya. kami sebagai orang tua kedua siswa disekolah kami selalu berusaha membentuk siswa yang berkarakter, menjadi pribadi yang baik,namun semua kembali ke diri pribadi siswanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
(Petikan wawancara dengan Bapak/Ibu guru ppkn dan guru Bimbingan
Konseling Kamis 7 Oktober 2010 jam 09.00 WIB).
Selanjutnya dalam ranah psikomotorik siswa dapat terlihat sebagai
berikut:
a) Persepsi, dalam observasi siswa mampu memilah hal-hal yang bisa
dilakukan dan yang tidak bisa dilakukan.
b) Kesiapan, sebagaimana hasil dari observasi penulis bahwa siswa sikap
kesiapan siswa dalam menerima pelajaran didalam kelas rata-rata
siswa bersikap tenang, namun ada juga beberapa siswa yang tidak bisa
menjaga ketenangan didalam kelas sehingga siswa harus dikeluarkan
dari kelas.
c) Gerakan terbimbing, sebagaimana dalam observasi gerakan
terbimbing ini dilakukan oleh guru kepada siswa, sikap atau pribadi
guru baik didalam lingkungan sekolah ataupun diluar kegiatan sekolah
hendaknya dapat dicontoh dan diteladan oleh siswanya.
d) Gerakan yang terbiasa adalah gerakan yang biasa dilakukan oleh
siswa dalam kegiatan belajar mengajar seperti menyiapkan buku-
buku. Dalam observasi peneliti melihat siswa mampu menyiapkan
buku dan alat tulis sebelum metri pelajaran dimulai.
e) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan
atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara efisien, dan
tepat.
f) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan
perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan
khusus yang berlaku.
g) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang
baru atas dasar prakasa sendiri.
Ketujuh jenis perilaku tersebut mengandung urutan taraf keterampilan
yang berangkaian. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan urutan-urutan
fase-fase dalam proses belajar motorik. Urutan fase-fase motorik tersebut bersifat
hierarkis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Siswa yang belajar berarti telah memperbaiki kemampuan-kemampuan
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Hal ini akan terlihat melalui evaluasi
pembelajaran, terpenuhinya aspek kognitif akan terukur melalui sejumlah ulangan
tertulis maupun lisan yang diberikan oleh guru, sedang aspek afektif dapat dilihat
melalui sikap dan pendapat siswa akan suatu permasalahan kemudian aspek
psikomotorik akan tercermin pada perilaku siswa baik di lingkungan sekolah
dimasyarakat. Sehingga pendidikan menjadi suatu hal yang berguna bagi
kehidupan siswa.
d. Indikator Efektifitas pembelajaran kaitannya dengan Teori Belajar
Behaviorisme Ivan Pavlov dan Teori Perkembangan Kognitif.
Sekolah tersebut sudah menerapkan pendidikan kewarganegaraan
didukung dengan pendidikan agama, Bimbingan Konseling dan peran wali kelas
tetapi saat ini masih ada yang melakukan penyimpangan perilaku, seperti
membolos, berkelahi didalam kelas, sampai pada membawa minuman keras ke
sekolah. Pelanggaran ini dilakukan oleh kebanyakan siswa kelas dua dan ada
beberapa kelas tiga. Sesuai dengan indikator dari efektivitas pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan di atas, dan teori yang dikemukakan teori
Behaviorisme Ivan Petrovich Pavlov paling banyak menekankan proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
diberikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan kewarganegaraan
dan respon adalah tanggapan siswa dalam menerima pelajaran maupun dalam
bentuk perubahan sikap setelah menerima pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan
penuturan guru Pkn Ibu. Dra. Dwi Lasmini pada hari Rabu tanggal 8 Oktober
2010 yaitu: ” seharusnya PKn dapat berdampak positif bagi siswa apalagi
ditambah dengan adanya pendidikan Agama dan BP,masak sudah di ajarkan PKn
tapi tidak bertindak yang positif ?”.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran adalah tergantung dari beberapa
hal antara lain tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia, dalam indikator efektivitas masuk
dalam indikator proses. Pendidikan kewarganegaraan di SMK Wasis Jogonalan
dapat dikatakan belum efektif dan tingkat efektifnya masih rendah karena hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
yang semakin mendekati tujuan yang telah ditetapkan menunjukkan semakin
tinggi tingkat efektivitasnya. Namun, di SMK Wasis Jogonalan tersebut dari
indikator input, proses dan output belum sesuai dengan yang diharapkan.
Dari hasil olah validitas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa belum
terdapat keefektifan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah
tersebut, yaitu belum tercapainya tujuan akhir pendidikan pada umumnya dan
disekolah pada khususnya, ialah pembentukan kepribadian anak didik dalam hal
penanaman nilai dan norma pada siswa. Di sekolah tersebut di dapat kurang
terbentuknya pribadi siswa yang bersikap serta perilaku sesuai ajaran nilai-nilai
pancasila dan agama serta ajaran agama yang dianut dan Guru kurang memiliki
keteladanan. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel pelanggaran berikut dan
kualitas pelanggaran dapat dilihat pada lampiran no.6 yang menandai adanya
sikap atau perilaku siswa yang masih melakukan pelanggaran tata tertib sekolah
diantaranya, membolos, tidak berseragam sesuai aturan, tidak masuk sekolah
selama satu minggu, merokok didalam sekolah, bahkan membawa minuman keras
di dalam lingkungan sekolah.
Tabel 3: Jenis pelanggaran siswa
No Nama siswa / kelas Tanggal pelanggaran Jenis pelanggaran
1. Nur Roshit / 3PJ Selasa, 20 januari 2009 Tidak masuk sekolah tanpa
keterangan selama 3 hari
2. Andre, Ragil, Yadi
/ 2 PJ
Selasa, 20 januari 2009 Membolos pada jam
pelajaran Bu Puji
3. Cipto Agus
Wijayanto
Rabu, 21 Januari 2009 Tidak masuk sekolah
selama 2 minggu karena
ada masalah di
keluarganya.
4. Wahyu / 3 AP Selasa, 3 Februari 2009 Tidak masuk sekolah
5. Kurnianto / 2 AK Jumat, 6 Februari 2009 Tidak masuk sekolah
6. Rinadi,Rahmad / 3 PJ
Senin, 9 Februari 2009 Pulang sekolah kerumah rahmad Membawa minuman keras. Kasus ditangani kepolisian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
setempat
7. Wulanndari / 2 AP Rabu, 26 Februari 2009 Setelah pulang sekolah tidak pulang kerumah selama 1 hari dan tidak masuk sekolah. (diperkosa) kasus ditangani kepolisian setempat.
8. Tovik / 2 PJ Senin, 27 Juli 2009 Belum mengambil raport
karena belum membayar
uang SPP selama 3 bulan.
9. Antoni / 1 PJ Selasa, 28 Juli 2009 Tidak masuk sekolah
selam 1 minggu
10. Jaim / 1 AK Rabu, 29 Juli 2009 Belum membayar SPP
11. Titik / 1 AP Selasa 27 Oktober 2009 Berkelahi dengan Dewi
siswa kelas 2 AK
12. Enis wulandari / 2
PJ
Senin, 29 Maret 2010 Meninggalkan sekolah saat
jam pelajaran
13. Ragil / 2 PJ Senin, 29 Maret 2010 Meninggalkan sekolah saat
jam pelajaran
14. Evy / 2 AK Senin, 29 Maret 2010 Belum membayar SPP 11
bulan
2. Letak kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
dalam menanamkan nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis
Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009.
Guru yang profesional dengan dukungan fasilitas pembelajaran memadai
dapat mencapai hasil belajar secara optimal. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran
profesional menggunakan berbagai teknik atau metode dan media serta sumber
belajar yang bervariasi sesuai dengan karakteristik materi dan peserta didik.
Karakteristik pembelajaran profesional antara lain Efektif, Efisien, aktif, Kreatif,
Inovatif, menyenangkan, dan mencerdaskan. Tujuan pembelajaran dapat dicapai
oleh peserta didik sesuai yang diharapkan. Seluruh kompetensi (kognitif, afektif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
dan psikomotor) dikuasai peserta didik. Aktivitas pembelajaran berfokus dan
didominasi Siswa. Guru secara aktif memantau, membimbing, dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa. Pembaharuan dan penyempurnaan dalam pembelajaran
(strategi, materi, media & sumber belajar) perlu terus dilakukan agar dicapai hasil
belajar yang optimal.
Dalam hal guru sebagai penyampai pesan pada mata pelajaran
Pendidikan kewarganegaraan dalam usaha penanaman nilai dan norma kesalahan
tidak mutlak pada guru Pendidikan kewarganegaraannya saja. Dalam Teori
perkembangan kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif
merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak.
Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang
secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka. Jadi dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan
mengarahkan dan membimbing tingkah laku anak.
Selain itu untuk menunjukkan dimana letak kesalahan pendidikan
kewarganegaraan itu tidak hanya menunjuk pada pendidikan kewarganegaraannya
tetapi melihat dari hasil indikator efektifitas input, proces dan output yang
didapat. Dari hasil yang telah diuraikan diatas telah diketahui bahwa kesalahan
terletak pada:
1) Alokasi waktu yang hanya diberikan selama 90 menit dalam satu
minggu, membuat guru tidak maksimal memberikan pengajaran.
2) Sikap siswa yang bosan dengan pelajaran didalam kelas dengan
metode belajar ceramah dan diskusi, sehingga membuat siswa sering
membolos saat jam pelajaran.
3) Cakupan materi yang luas, tidak banyak menekan pada proses
penanaman nilai dan norma. Akan lebih memberikan manfaat bila
diselenggarakan pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti.
Pada point ketiga ini oleh sejumlah guru pendidikan kewarganegaraan
tidak hanya oleh guru di sekolah ini tetapi juga oleh guru seindonesia hal ini
terbukti dengan artikel yang dimuat dalam harian Kompas jumat 6 Mei 2011
yang menyatakan kini sulit menanamkan nilai-nilai, sesuai kurikulum materi yang
diajarkan memang hanya hafalan dan penambahan pengetahuan. Sedikit peluang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
penanaman nilai-nilai dan pembentukan moral anak. Pendidikan kewarganegaraan
semestinya menjadi pintu masuk untuk pendidikan karakter siswa dan penanaman
nilai dan norma. Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang diberlakukan
sebelum sebelum tahun 2004 lebih berorientasi pada penanaman nilai, sedangkan
pendidikan kewarganegaraan yang saat ini lebih menekankan agar warga negara
menjadi patuh dan taat hukum. Dari hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan penulis selama penelitian guru di sekolah ini juga menyatakan hal yang
demikan yakni Pendidikan Moral Pancasilalah yang dianggap tepat sebagai
pelajaran yang berorientasi pada penanaman nilai dan norma.
3. Solusi yang tepat agar pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai usaha penanaman nilai dan norma dikalangan siswa menjadi
efektif.
Solusi yang bisa di lakukan untuk mengatasi hal tersebut sekolah
mengambil kebijakan dengan selalu memperhatikan anak didik dan menjaga
hubungan yang baik dengan orang tua selalu bekerjasama agar secara eksklusif
memberikan perhatian khusus pada anak didik. (home visit). Kontribusi yang
diberikan Pendidikan Kewarganegaraan terhadap masyarakat, bangsa dan negara
secara umum Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) yang dilakukan oleh
berbagai negara mengarah dan bertujuan agar warga negara bangsa tersebut
mendalami kembali nilai-nilai dasar, sejarah dan masa depan bangsa yang
bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai paling fundamental (dasar negara) yang
dianut bangsa yang bersangkutan. Sejalan dengan kenyataan tersebut pada
hakekatnya Pendidikan Kewarganegaraan, dengan dukungan Bimbingan
Konseling dan peran wali kelas yang merupakan salah satu bagian dari mata
pelajaran kepribadian harus mengedepankan aspek afektif di kalangan siswa.
Diimbangi dengan dukungan Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Landasan filosofis dan harapan di atas, kemudian perlu dicari
relevansinya dengan kondisi dan tantangan kehidupan nyata dalam masyarakat,
agar Pendidikan Kewarganegaraan mampu memberikan kontribusi yang positif
bagi pemecahan permasalahan kemasyarakatan yang sedang dan akan dihadapi
suatu bangsa atau masyarakat. Oleh karena itu apapun bentuk Pendidikan
Kewarganegaraan yang dikembangkan di berbagai bangsa sangat perlu
mengembangkan nilai-nilai fundamental bangsa tersebut sesuai dengan dinamika
perubahan sosial, agar nilai-nilai fondamental tersebut menemukan relevansinya
untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masalah-masalah
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dikembangkan di Indonesia
seharusnya juga mampu menemukan kembali relevansi nilai-nilai fundamental
masyarakat dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat. Sehubungan
dengan itu pengajaran PKn tidak boleh hanya bermateri pada persoalan-persoalan
kognitif semata, tetapi harus memberikan sentuhan moral dan social action.
Sentuhan moral dan social action ini justru harus mendapat perhatian yang lebih
besar, agar pengajaran PKn mampu menuju sasaran dan tujuannya, yaitu untuk
membentuk siswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
Dengan pendekatan pengajaran dengan sentuhan moral dan sosial actions di atas,
Pendidikan Kewarganegaraan akan mampu menanamkan nilai-nilai budaya
bangsa dan moral yang tinggi kepada para mahasiswa agar kelak mereka mampu
memahami dan memecahkan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Lembaga-
lembaga pendidikan sebagai salah satu elemen civil society organization perlu
menggalang jaringan yang kuat agar gagasan civic education (Pendidikan
Kewarganegaraan) ini cepat meluas sebagai salah satu upaya recovery dari
keterpurukan krisis multi demensional dan akan ada keseimbangan dalam proses
penanaman nilai dan norma anak didik disekolah dengan pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
C. Temuan Studi
Berdasarkan data penelitian yang dipaparkan di atas, peneliti menemukan
beberapa temuan studi yaitu:
1. Efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha
penanaman nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten
Tahun Ajaran 2007-2009.
Efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMK Wasis
belum efektif, hal ini dapat diukur dengan menggunakan indikator dari efektivitas,
yakni dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Indikator input meliputi karakteristik guru SMK Wasis antara lain
mengajar sesuai kompetensi yang diingin dicapai dalam pendidikan
kewarganegaraan saat ini sesuai dengan kurikulum, pembelajaran
dilakukan didalam kelas, rata-rata cara mengajar guru menggunakan
metode ceramah dan diskusi Materi pembelajaran yang banyak namun
ruang lingkup atau pokok bahasan Pendidikan kewarganegaraan yang
sesuai kurikulum saat ini tidak banyak mengacu pada nilai dan norma. Di
SMK Wasis semua guru bersikap adil dalam memberikan pelajaran
kepada semua siswa baik yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah.
b. Indikator proses berupa alokasi waktu yang diberikan dari kebijakan
sekolah dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Waktu yang
diberikan selama 90 menit, terlalu minimnya referensi. Pembelajaran juga
didalam kelas dan pemilihan metode hanya ceramah dan diskusi sehingga
siswa membuat siswa bosan dan sering membolos saat jam pelajaran
berlangsung. Guru selalu memberikan contoh-contoh yang relevan dengan
kehidupan nyata dan selalu memberikan penguatan kepada siswa disetiap
akhir pelajaran.
c. Indikator output salah satunya mencakup perubahan perilaku atau sikap
sebagai hasil dari proses belajar dalam hal ini pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan, yang pada kenyataannya belum mencapai tujuan yang
maksimal, hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang melakukan
penyimpangan perilaku disekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Disesuaikan dengan teori Behaviorisme yakni penekanan proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
belum dapat diaplikasikan dengan baik oleh siswa. Dimaksudkan bahwa siswa
memperoleh stimulus dari penyampaian materi pendidikan kewarganegaraan yang
diberikan oleh guru, kemudian direspon oleh siswa dalam bentuk implementasi
perubahan tingkah laku. Namun, tampaknya hal ini belum tercapai dalam
pembelajaran, dapat ditunjukkan melalui aktivitas siswa selama mengikuti proses
kegiatan belajar mengajar yakni siswa masih sering membolos saat pelajaran
berlangsung dikarenakan siswa bosan dengan cara mengajar guru yang hanya
dengan ceramah dan diskusi. Selain itu siswa tidak menunjukkan sikap perubahan,
terlihat dengan masih adanya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Jadi sesuai
teori Behaviorisme Ivan Pavlov yang menekankan pada penekanan perubahan
tingkah laku sebagai akibat interaksi stimulus dan respon. Untuk saat ini siswa di
SMK Wasis belum ada perubahan secara maksimal.
2. Dimana letak kelemahan proses pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan dalam menanamkan nilai dan norma pada siswa di SMK
Wasis Jogonalan Klaten Tahun Ajaran 2007-2009.
Pendidikan kewarganegaraan telah menjadi semacam momok bagi
masyarakat atas kegagalannya mengembangkan fungsinya sebagai pendidikan
moral. Pelajaran PPKn/PKn yang telah berlangsung selama ini ternyata tidak
berhasil menciptakan manusia manusia yang bermoral dan berakhlak sesuai
dengan misi dan tujuannya. Merebaknya praktik-praktik kolusi, korupsi dan
budaya nepotisme pada masa pemerintahan Orde Baru semakin semakin
meneguhkan tuduhan terhadap pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan/Pendidikan Kewarganegaraan hanya sebagai media penguasa
semata untuk memperkokoh kekuasaannya melalui penanaman nilai nilai
penguasa. Demikian juga perilaku dan tindakan politik para pejabat negara justru
sangat menyimpang dari apa yang selalu diucapkannya selama ini. Hal ini
menjadikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan/Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran semakin terlecehkan (terdeskreditkan)
secara jauh. Karena itu semakin perlu untuk melihat kembali akan kedudukan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
peran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu wahana pendididikan
moral dan penanaman nilai dan norma bagi siswa.
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SMK Wasis Jogonalan
bahwa letak kesalahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terdapat
beberapa kesalahan hal ini dapat ditunjukkan dengan pemberian alokasi waktu
yang hanya diberikan selama 90 menit dalam satu minggu yang membuat guru
tidak maksimal dalam memberikan materi pengajaran pendidikan
kewarganegaraan. Selain itu pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat
yang membuat siswa bosan dengan pelajaran didalam kelas, sehingga membuat
siswa sering membolos saat jam pelajaran. Namun yang menjadi pokok adalah
peletakan cakupan dan materinya pendidikan kewarganegaraan saat ini tidak
banyak menekankan pada penanaman nilai dan norma, Pendidikan Moral
Pancasila lah yang dianggap oleh sebagian guru yang dapat menanamkan nilai
dan norma pada siswa sesuai dengan misi dan visi Pendidikan Moral Pancasila
Dan belum adanya pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti disinyalir
menjadi sebab kurang efektifnya pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha
penanaman nilai dan norma bagi siswa.
Dari hasil penelitian dapat dikatakan letak kelemahan proses
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada siswa di SMK Wasis Jogonalan
terletak pada proses penyampaian stimulus. Dalam pemberian stimulus guru
menggunakan metode ceramah, dan tidak didukung oleh fasilitas yang memadai
sehingga stimulus yang disampaikan guru tidak dapat di respon dengan baik oleh
siswa. Selain dari segi media dan metode pembelajaran minimnya stimulus yang
dapat direspon oleh siswa juga disebabkan karena alokasi jam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan kurang yaitu hanya 2 jam dalam satu minggu,
akibatnya guru sebagai penyampai pesan tidak dapat menyampaikan materi secara
maksimal. Pembelajaran profesional harusnya dirancang secara sistematis sesuai
dengan tujuan, karakteristik materi pelajaran dan siswa, dilakukan oleh guru yang
profesional dan dukungan fasilitas pembelajaran memadai sehingga mencapai
hasil belajar secara optimal. Teori Behaviorisme menyatakan bahwa perubahan
tingkah laku merupakan akibat adanya interaksi dan respon, sedangkan efektivitas
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai pengukuran terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah siswa mempelajari materi atau
cakupan materi pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa proses penyampaian stimulus
sesuai dengan teori behaviorisme karena sudah terjadi interaksi antara stimulus
dan respon, akan tetapi dalam penyampaiannya belum efektif. Hal ini terlihat
masih adanya bentuk pelanggaraan yang dilakukan oleh siswa dari sebelum
dilakukan stimulus yang berupa pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
ataupun sesudah diberikannya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
3. Solusi yang tepat agar pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai usaha penanaman nilai dan norma dikalangan siswa menjadi efektif.
Solusi yang bisa di lakukan oleh sekolah dalam kebijakan-kebijakan
selanjutnya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan selalu memperhatikan
anak didik dan menjaga hubungan yang baik dengan orang tua selalu bekerjasama
agar secara eksklusif memberikan perhatian khusus pada anak didik. Sejalan
dengan kenyataan tersebut pada hakekatnya Pendidikan Kewarganegaraan yang
merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran kepribadian harus
mengedepankan aspek afektif di kalangan siswa. Diimbangi dengan dukungan
Bimbingan Konseling, peran wali kelas dan pemberian Pendidikan karakter
bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi
lulusan.
Hasil penelitian sesuai dengan teori kognitif Pieget yang menyatakan
bahwa kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan
mengarahkan dan membimbing tingkah laku anak. Proses kognitif siswa dalam
hal ini yaitu peserta didik memperoleh Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya
mendapat perhatian dari guru, kemudian hendaknya lingkungan sekolah
memberikan dukungan bagi proses pembelajaran, dan guru membantu siswa
dalam mengembangkan perilaku pembelajaran. Maka pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang efektif, komponen afektif dalam hal perilaku dan sikap
juga akan berubah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan di lapangan dan analisis yang telah
dilakukan oleh peneliti maka dapat ditarik suatu kesimpulan guna menjawab
perumusan masalah. Adapun kesimpulan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha
penanaman nilai dan norma di SMK Wasis Jogonalan klaten dapat dikatakan
belum sepenuhnya efektif, hal ini dapat dilihat dari Indikator input, Indikator
proces, Indikator output yang disesuaikan dengan teori Behaviorisme yakni
penekanan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon belum dapat diaplikasikan dengan baik oleh siswa.
Tampak melalui aktivitas siswa selama mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar yakni siswa masih sering membolos saat pelajaran berlangsung
dikarenakan siswa bosan dengan cara mengajar guru yang hanya dengan
ceramah dan diskusi. Selain itu siswa tidak menunjukkan sikap perubahan,
terlihat dengan masih adanya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.
2. Letak kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam
menanamkan nilai dan norma pada siswa di SMK Wasis Jogonalan Klaten
Tahun Ajaran 2007-2009 ada pada pemberian alokasi waktu yang hanya
diberikan selama 90 menit dalam satu minggu dan pemililihan metode yang
kurang tepat. Peletakan cakupan dan materinya pendidikan kewarganegaraan
saat ini tidak banyak menekankan pada penanaman nilai dan norma,
Pendidikan Moral Pancasila lah yang dianggap oleh sebagian guru yang dapat
menanamkan nilai dan norma pada siswa sesuai dengan misi dan visi
Pendidikan Moral Pancasila dan belum adanya pendidikan nilai atau
pendidikan budi pekerti disinyalir menjadi sebab kurang efektifnya pendidikan
kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma bagi siswa.
3. Solusi yang dapat dilakukan oleh sekolah mengambil kebijakan-kebijakan
antara lain dengan selalu memperhatikan anak didik dan menjaga hubungan
yang baik dengan orang tua selalu bekerjasama agar secara eksklusif
memberikan perhatian khusus pada anak didik. Pendidikan Kewarganegaraan
87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
dengan didukung peran wali kelas secara efektif dan Bimbingan Konseling
yang merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran kepribadian harus
mengedepankan aspek afektif dikalangan siswa. Diimbangi dengan
memberikan dukungan Pendidikan karakter atau pendidikan nilai yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar
kompetensi lulusan.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan yang
berkaitan dengan efektivitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
sebagaimana diuraikan di atas, dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut:
1. Karena pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Wasis
Jogonalan belum sepenuhnya efektif. Setelah mengetahui hal tersebut maka
guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMK Wasis Jogonalan
berusaha memberikan penekanan lebih mendalam pada siswa dengan
memberikan penguatan, dan akan lebih bervariasi dengan metode
pembelajaran yang lebih efektif agar mampu mencapai tujuan pembelajaran
dan materi yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa.
2. Karena letak kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
pada pemberian alokasi waktu, pemililihan metode yang kurang tepat dan
peletakan cakupan dan materinya pendidikan kewarganegaraan saat ini tidak
banyak menekankan pada penanaman nilai dan norma, maka guru sebagai
penyampai pesan dan agen perubahan perilaku siswa di sekolah belum
berjalan dengan baik.
3. Karena untuk menciptakan efektivitas Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
penanaman nilai dan norma maka lebih menekankan pendidikan nilai atau
karakter pada siswa agar menjadikan peserta didik peduli dan
menginternalisasi nilai-nilai pancasila.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti
dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya guru lebih bervariasi dalam pemilihan dan penggunaan metode
pembelajaran sehingga tidak membuat siswa bosan untuk menerima materi
didalam kelas. Dan dengan memberikan dukungan baik dalam bentuk
penambahan alokasi waktu, penguatan dan mata pelajaran pendidikan budi
pekerti atau pendidikan nilai untuk mendapatkan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan sebagai usaha penanaman nilai dan norma akan lebih
efektif.
2. Hendaknya penyesuaian materi pendidikan kewarganegaraan sebagai usaha
penanaman nilai dan norma bagi siswa agar lebih diperhatikan, pemberian
alokasi waktu yang kurang bisa diantisipasi dengan penambahan jam
pelajaran pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti, selain itu guru harus
mampu memadupadankan hafalan materi dengan pengalaman dalam hidup
sehari-hari.
3. Diharapkan pemerintah dan Sekolah diharapkan lebih aktif menjalin
hubungan yang baik dengan orang tua siswa, dan memberikan Bimbingan
Konseling, peran wali kelas dan pendidikan nilai atau pendidikan budi
pekerti secara lebih efektif.
top related