skripsi ony a24062296 - repository.ipb.ac.id · sortasi. untuk menilai tingkat ketepatan pemanen...
Post on 20-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGELOLAAN PANEN DAN PASCA PANEN
TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN
PT RUMPUN SARI ANTAN 1, CILACAP, JAWA TENGAH
ONY NUR ANNA
A24062296
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ii
RINGKASAN Ony Nur Anna. Pengelolaan Panen dan Pasca Panen Tanaman Kakao (Theobroma cacao l.) kebun PT Rumpun Sari Antan 1, Cilacap, Jawa Tengah. (Dibimbing oleh SUWARTO).
Magang ini dilakukan untuk mengetahui kondisi yang nyata di lingkungan
perkebunan kakao, kegiatan budidaya, pasca panen dan manajemen perkebunan
kakao serta mengetahui dan memahami masalah-masalah yang dihadapi dalam
pemanenan dan pasca panen kakao serta diharapkan mampu memberikan
pemecahan masalah. Magang ini dilaksanakan di PT Rumpun Sari Antan I pada 15
Februari – 15 Juni 2010.
Metode magang terdiri atas tiga tahap yaitu bekerja aktif di lapangan,
pengumpulan data dan pengkajian data. Penulis bekerja di lapangan sebagai
karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor rawat, mandor panen, mandor
pabrik dan pendamping asisten Afdeling serta pendamping asisten pabrik. Magang
mengambil aspek khusus pemanenan dan pasca panen kakao. Pengamatan yang
dilakukan yaitu presentase tingkat ketepatan pemanen, kesalahan pemanen,
analisis biji kakao basah (BCB) dan analisis biji kakao kering (BCK) serta hasil
sortasi. Untuk menilai tingkat ketepatan pemanen digunakan indikator tingkat
kematangan buah. Pengamatan dilakukan terhadap 10 pemanen dari Afdeling B2.
Buah yang diamati berasal dari umbukan hasil panen masing-masing pemanen.
Kesalahan pemanen dilihat dari presentase kerusakan bantalan buah. Pengamatan
dilakukan terhadap 10 orang pemanen Afdeling B2. Analisis biji kakao basah,
analisis biji kakao kering dan hasil sortasi menggunakan data sekunder
perusahaan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat ketepatan pemanen sebesar
65.8 % dan tingkat kesalahan pemanen 11.6 %. Masalah yang terjadi dalam proses
pemanenan yaitu kehilangan hasil dan pengangkutan BCB. Kondisi jalan dan
sarana transportasi yang kurang memadai menyebabkan proses pengangkutan
BCB terhambat. Perlu dipilih alat transportasi yang lebih efektif dan dilakukan
perbaikan jalan. Sedangkan hasil analisis BCB dan BCK selama 5 tahun terakhir
mengalami penurunan kualitas. Namun, penurunan kualitas BCK masih memenuhi
Standar Nasional Indonesia. Pada tahun 2009 kualitas biji kakao kering yang
iii
dihasilkan PT RSA 1 mengalami penurunan, grade IA yang mengalami penurunan
sebesar 1.8 % sementara grade IC dan UG mengalami peningkatan sebesar 1.4 %
dan 0.4 %. Diperlukan peran mandor untuk mengawasi dan memberi instruksi
sesuai prosedur yang seharusnya kepada karyawan untuk mengurangi kesalahan
kerja.
iv
PENGELOLAAN PANEN DAN PASCA PANEN
TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN
PT RUMPUN SARI ANTAN 1, CILACAP, JAWA TENGAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ONY NUR ANNA
A24062296
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v
Judul : PENGELOLAAN PANEN DAN PASCA PANEN TANAMAN
KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN PT RUMPUN
SARI ANTAN 1, CILACAP, JAWA TENGAH
Nama : ONY NUR ANNA
NIM : A24062296
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Suwarto, MSi NIP. 19630212 198903 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc NIP. 1961110 198703 1 003
Tanggal Lulus:
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12
Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Gini Lelor dan Ibu Umi.
Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Tlogosari Kulon 07, kemudian pada
tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 4 Semarang. Selanjutnya
penulis lulus dari SMAN 1 Semarang pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis
diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya tahun
2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Penulis aktif diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007 sebagai
bendahara OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) Patra ATLAS IPB, tahun
2007/2008 menjadi staf Departemen Pengembangan Pertanian Himagron
(Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2008/2009 menjadi staf
Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Himagron Faperta IPB dan
menjadi kepala Divisi Produksi Tanaman Agrifarma FEMA IPB.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah
memberi kekuatan dan hidayah sehingga magang ini dapat dilaksanakan dan
diselesaikan dengan baik. Magang pengelolaan panen dan pasca panen tanaman
kakao (Theobroma cacao L.) dilaksanakan karena terdorong oleh keinginan untuk
mengetahui keadaan di lapangan tentang budidaya dan pengolahan primer kakao
serta manajemen perkebunan yang efektif. Magang dilaksanakan di PT Rumpun
Sari Antan I, Cilacap, Jawa tengah.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Suwarto, MSi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama kegiatan magang dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Ir. Supijatno, MS selaku dosen penguji
3. Direksi PT Sumber Abadi Sentosa yang telah menginjinkan penulis melakukan
kegiatan magang di kebun PT Rumpun Sari Antan I.
4. Administratur PT Rumpun Sari Antan I yang telah memberikan bantuan dan
bimbingan selama pelaksanaan magang.
5. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan yang tulus
baik moriil maupun materiil.
6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 43 dan PATRA ATLAS yang telah
memberi dukungan dan bantuannya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil
magang ini berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, April 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR …. ..................................................................... ……. xi
DAFTAR LAMPIRAN. ......................................................................... … .. xii
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 Syarat Tumbuh ................................................................................... 3 Budidaya ............................................................................................ 3
Persiapan Lahan ..................................................................... 3 Persiapan Pohon Penaung ...................................................... 4 Pembibitan ............................................................................. 4 Pemupukan ............................................................................. 4 Pemangkasan .......................................................................... 5 Pengendalian Hama dan penyakit .......................................... 5 Pengendalian Gulma .............................................................. 6
Panen .................................................................................................. 6 Taksasi Produksi .................................................................... 7 Kriteria Panen ........................................................................ 7
Pasca Panen ........................................................................................ 8 Fermentasi .............................................................................. 8 Penjemuran ............................................................................ 9 Pengeringan ............................................................................ 10 Sortasi .................................................................................... 10 Grading .................................................................................. 10 Uji Belah ................................................................................ 11
METODE MAGANG .................................................................................... 12 Tempat dan Waktu ............................................................................. 12 Metode Pelaksanaan ........................................................................... 12 Pengamatan dan Pengumpulan Data .................................................. 12 Analisis Data dan Informasi ............................................................... 14
KEADAAN UMUM ...................................................................................... 15 Letak Administratif ............................................................................ 15 Keadaan Tanah dan Iklim .................................................................. 15 Luas Areal dan Tata Guna Lahan ...................................................... 15 Keadaan Tanaman dan Produksi ........................................................ 16 Struktur Organisasi ............................................................................ 17
ix
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ................................................. 19 Aspek Teknis ..................................................................................... 19
Pembuangan Tunas Air (Wiwilan) ........................................ 19 Pengendalian Hama dan Penyakit .......................................... 19 Pemangkasan .......................................................................... 21 Pengendalian Gulma .............................................................. 22 Pemupukan ............................................................................. 24 Panen ...................................................................................... 25 Pasca Panen ............................................................................ 29
Aspek Manajerial ............................................................................... 34 Karyawan Harian Lepas ......................................................... 34 Pendamping Mandor .............................................................. 34
PEMBAHASAN ............................................................................................ 38 Pemanenan ......................................................................................... 37 Pasca Panen ........................................................................................ 43
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 49 Kesimpulan ........................................................................................ 49 Saran .................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50
LAMPIRAN .................................................................................................... 52
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kelas Mutu Biji Kakao .................................................................... 11
2. Tata Guna Lahan PT Rumpun Sari Antan I ..................................... 16
3. Produksi dan Produktivitas Kebun PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah. ..................................................................... 17
4. Dosis Pupuk Afdeling B2 ................................................................. 25
5. Data Tingkat Ketepatan Pemanen ..................................................... 42
6. Data Kesalahan Pemanen .................................................................. 43
7. Presentase Hasil Sortasi PT RSA I 2005-2009 ................................. 48
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tahapan Pengolahan Kakao Primer .................................................. 9
2. Tingkat Kematangan Buah................................................................ 13
3. Buah Terserang Busuk Buah Phythopthora ..................................... 21
4. Alat Panen: Golok dan Cungkring .................................................... 28
5. Letak Buah Terlalu Tinggi dan Tertutup Daun ................................. 39
6. Analisis Biji Kakao Basah Tahun 2005-2009 ................................... 45
7. Analisis Biji Kakao Kering Tahun 2005-2009 ................................. 47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peta Kebun PT RSA I, Cilacap, Jawa Tengah............................... 53
2. Curah Hujan Bulanan di Kebun PT RSA I, Cilacap, Jawa Tengah Tahun 2000-2009....................................... 54
3. Kriteria Teknis Kesesuaian Lahan untuk Kakao............................ 55
4. Struktur Organisasi PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah.................................................................... 56
5. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di PT RSAI, Cilacap Jawa Tengah................................................ 57
6. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di PT RSA I, Cilacap Jawa Tengah.............................................. 60
7. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten di PT RSA I, Cilacap, Jawa Tengah............................................. 61
8. Surat Pengantar Buah PT RSA I, Cilacap, Jawa Tengah............ 62
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk famili Sterculiaceae
merupakan tanaman yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun sehingga
dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi petani. Cokelat yang
dikenal oleh masyarakat diperoleh dari hasil pengolahan biji-biji tanaman kakao,
baik berupa bubuk cokelat untuk bahan baku pembuatan kue, permen cokelat dan
makanan kecil lainnya serta lemak cokelat digunakan sebagai bahan pembuat
kosmetik.
Perkebunan kakao peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional
yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.
Perkebunan kakao merupakan sumber devisa yang cukup potensial. Pada tahun
2008 kakao tercatat memberikan sumbangan devisa sebesar US$ 1.15 juta, yang
merupakan penghasil devisa terbesar sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit
dan karet. Pada tahun 2009 luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1.5
juta hektar dengan produksi sebesar 790 000 ton yang menempatkan Indonseia
sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan
Ghana (Suswono, 2009).
Perkembangan produksi kakao di Indonesia tidak diimbangi dengan
perbaikan mutu biji keringnya. Mutu biji kakao kering yang dihasilkan Indonesia
masih tergolong rendah. Menurut Wahyudi dan Misnawi (1993), permasalahan
yang dihadapi oleh kakao Indonesia adalah rendahnya daya hasil dan mutu biji
yang dihasilkan. Rendahnya mutu biji kakao disebabkan kurangnya penanganan
panen dan pasca panen. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Adi et al., (2006),
bahwa biji kakao yang dihasilkan kurang baik, yaitu biji tidak difermentasi atau
proses fermentasi yang kurang sempurna.
Panen merupakan kegiatan memetik buah dari pohon dan memecahnya
untuk memanfaatkan biji basah didalamnya. Agar tujuan panen tercapai dan
diperoleh produktivitas yang tinggi maka diperlukan pengelolaan panen yang
tepat. Pengelolaan panen terdiri dari organisasi panen dan sistem panen.
2
Kesalahan dalam pengelolaan panen akan mempengaruhi pelaksanaan kegiatan
pemanenan dilapang yang selanjutnya berdampak pada tingkat produtivitas yang
dihasilkan dan kualitas buah yang dipanen.
Kegiatan pasca panen dimulai dari pengupasan buah, fermentasi,
pencucian, pengeringan dan penentuan mutu serta pengepakan. Setiap tahapan
kegiatan dalam pasca panen akan menetukkan mutu kakao yang dihasilkan,
terutama proses fermentasi. Biji kakao kering yang difermentasi dan yang tidak
difermentasi akan mempunyai mutu yang berbeda.
Sebagai komoditi yang bernilai komersial, mutu kakao merupakan faktor
yang penting dalam menentukkan keberhasilan merebut persaingan pasar kakao
dunia. Banyak faktor yang menentukkan keberhasilan tinggi rendahnya mutu biji
diantaranya adalah teknologi pasca panen. Mengingat pentingnya kakao sebagai
salah satu komoditas perkebunan yang merupakan sumber devisa bagi negara
serta mutu biji kakao yang sangat menentukan kemampuan daya saing dalam
perdagangan dunia maka usaha-usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas biji
kakao kering harus dilakukan. Perlu dilakukan tindakan budidaya dan penanganan
pasca panen yang tepat.
Tujuan
Tujuan dilakukan magang di kebun PT Rumpun Sari Antan I yaitu :
1. Memperdalam pengetahuan dalam kuliah melalui kegiatan praktik kerja
lapangan di kebun.
2. Mengetahui kondisi yang nyata di lingkungan perkebunanan kakao dan
memahami masalah-masalah yang dihadapi dalam pemanenan dan pasca
panen kakao serta diharapkan mampu memberikan pemecahan masalah.
3. Meningkatkan ketrampilan dalam pemanenan dan pasca panen kakao.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Suhu harian yang baik bagi pertumbuhan tanaman kakao dengan suhu
minimum 15oC dan suhu tahunan rata-rata tidak boleh kurang dari 21oC
(Urquhart, 1961). Suhu maksimal untuk pertumbuhan kakao berkisar antara 30
sampai 32oC dengan suhu minimal mutlak 10oC (Wood, 1985). Suhu erat
kaitannya dengan ketinggian tempat. Altitude yang cocok untuk pertumbuhan
kakao adalah 700 m di atas permukaan laut.
Tanaman kakao dapat tumbuh di 20o LU – 20o LS (Urquhart, 1961).
Kakao tersebar dari 18o LU – 20o LS. Persyaratan penting lainnya adalah curah
hujan dengan kisaran 1 500 – 2 500 mm/tahun. Sedangkan bulan kering tidak
boleh lebih dari tiga bulan (Wood and Lass, 1985)
Budidaya
Persiapan Lahan
Kegiatan setelah pembukaan lahan adalah persiapan lahan tanaman kakao.
Kondisi tanah di lapangan yang belum tentu memenuhi syarat sebagai media
tumbuh tanaman. Oleh karena itu pengolahan tanah seperti bentuk lubang tanam
perlu dilakukan agar tanaman kakao bisa tumbuh di lingkungan yang optimal.
Persiapan lahan lainnya yaitu pembuatan teras, pembuatan saluran pembuangan
air hujan dan drainase menurut kontur, dan pembuatan rorak serta pengajiran.
Teras dibuat searah dengan garis kontur, agar aliran air di dalam teras tidak deras.
Jenis teras seperti teras gulud, teras bangku dan teras individu. Pengajiran dengan
menggunakan jarak tanan kakao 3 m x 3 m atau 4 m x 2 m. Pembuatan lubang
tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang optimal bagi bibit kakao,
baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Ukuran lubang tanam umumnya 60 x 60
x 60 cm (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
4
Persiapan Pohon Penaung
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropika basah. Tanaman kakao
tumbuh di bawah naungan pohon-pohon tinggi. Habitat seperti ini masih
dipertahankan dengan cara memberi tanaman penaung. Berdasarkan fungsinya
ada dua jenis tanaman penaung yaitu penaung sementara dan penaung tetap.
Tanaman yang sesuai sebagai tanaman penaung sementara adalah Tephrosia
candida atau Moghania macrophylla. Tanaman penaung tetap yang dianggap
paling ideal adalah Leucaena leucocephala (lamtoro). Tanaman penaung dapat
menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m atau 10 m x 12 m. (Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao, 2004).
Pembibitan
Benih kakao berasal dari buah sehat, dipetik pada saat fase tepat masak,
bentuk dan ukuran buah normal. Buah dipecah diambil bijinya kemudian dikupas
kulit biji (testa). Biji yang diambil untuk benih berasal dari semua bagian buah
(ujung, tengah, dan pangkal) sepanjang buah tersebut bernas. Perkecambahan
benih dapat dilakukan dengan bedengan atau dengan karung goni. Benih
berkecambah setelah 4 – 5 hari dan dalam 12 hari, sebagian besar benih telah
berkecambah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
Media pembibitan dibuat dari campuran tanah lapisan atas (top soil) yang
subur, pupuk kandang, dan pasir halus dengan perbandingan 1: 1: 1 atau 2: 1: 1.
Wadah pembibitan yang sering digunakan adalah polibag hitam berukuran
30 x 20 cm dan tebal 0,8 mm dengan lubang drainase 18 lubang per kantong.
Tindakan pemeliharaan bibit yang diperlukan meliputi penyiraman, pemupukan
serta pengendalian hama dan penyakit. Bentuk pemeliharaan lain berupa
membuang tunas samping yang tumbuh dari ketiak daun pertama kecambah dari
keping biji. Bibit siap dipindahkan ke kebun jika sudah berumur 4 sampai 6 bulan
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
Pemupukan
Budidaya tanaman cenderung menyebabkan kemunduran lahan jika tidak
diimbangi dengan pemupukan yang memadai. Berkurangnya kesuburan terjadi
5
karena tanah kehilangan unsur hara dari daerah perakaran melalui panen,
pencucian, denitrifikasi, dan erosi. Pemupukan bertujuan menambah unsur hara
tertentu di dalam tanah yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang
diusahakan. Cara pemupukan pada tanaman kakao secara umum dibedakan
menjadi dua yaitu pemupukan melalui tanah dan melalui daun. Pemberian pupuk
anorganik melalui tanah dilakukan dengan meletakkan pupuk di parit atau alur
yang dibuat mengelilingi pohon dan kemudian menutupnya kembali. Umumnya,
pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu pada awal musim hujan (Oktober –
November) dan pada awal musim hujan (Maret – April). Secara garis besar
terdapat lima metode pendekatan untuk mengetahui kebutuhan unsur hara
tanaman, yakni berdasarkan gejala visual kekurangan, hasil percobaan
pemupukan, berdasarkan macam dan jumlah unsur hara yang diangkut hasil
panen, analisis tanah dan analisis jaringan tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao, 2004).
Pemangkasan
Pemangkasan kakao merupakan salah satu upaya agar laju fotosintesis
berlangsung optimal. Pada dasarnya pemangkasan kakao dimaksudkan untuk
memperoleh angka ILD yang optimal agar hasil bersih fotosintesis maksimal.
Dasar pertimbangan lain adalah pemangkasan kakao memacu tumbuhnya tunas
dan daun-daun baru. Pemangkasan kakao dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan dan pemangkasan produksi.
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan secara ringan disela-sela pemangkasan
produksi dengan frekuensi 2-3 bulan sedangkan pemangkasan produksi dilakukan
2 kali setahun, yaitu pada akhir musim hujan dan akhir musim kemarau (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
Pengendalian Hama dan penyakit
Jenis serangga hama pada tanaman kakao diantaranya penggerek buah
kakao atau PBK (Conopomorpha cranerella), kepik penghisap buah (Helopeltis
antonii), ulat jengkal, penggerek batang (Zeuzera coffea), dan ulat api (Darna
trima). Pengendalian yang dapat dilakukan seperti pengendalian hayati dengan
6
memanfaatkan semut hitam, sanitasi, penyemprotan insektisida berdasarkan
Sistem Pengendalian Dini (SPD) atau Early Warning System (EWS), dan
penyarungan buah. Pada seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang dan daun
serta buah dapat diserang penyakit. Penyakit yang sering menyerang tanaman
kakao seperti penyakit busuk buah (Phythopthora palmivora), penyakit kanker
batang, penyakit antraknose Collectotrichum (Collectotrichum gloesporiodes),
penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh Oncobasidium
theobromae, penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor) dan penyakit akar.
Usaha penanganan penyakit yang menyerang tanaman kakao tidak hanya jenis
penyakitnya yang perlu diperhatikan, tetapi lingkungan serta tanaman inang
alternatifnya juga harus diperhatikan. Untuk menekan keadaan awal penyakit
dapat dilakukan dengan cara sanitasi, eradikasi dan penggunaan fungisida (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
Pengendalian Gulma
Gulma dominan pada tanaman kakao seperti alang-alang (Imperata
cylindrica), pahitan (Paspalum conjugatum), jambean (Setaria plicata), sembung
rambat (Mikania micrantha), lumut, dan picisan (Drygmoglossum piloselloides).
Gulma yang tidak dikendalikan akan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
dan produksi kakao. Cara pengendalian gulma yang dapat dilakukan seperti
pengendalian mekanis, pengendalian kultur teknik dengan penanaman tanaman
penutup, tanaman sela atau tanaman penaung, pengendalian secara biologi, dan
pengendalian secara kimiawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
Panen
Kegiatan panen mempengaruhi hasil kakao oleh karena itu pelaksanaan
harus dilakukan secara tepat. Buah kakao umumnya dapat dipanen hampir
sepanjang tahun. Selama setahun, biasanya terdapat satu atau dua puncak panen.
Panen kakao menurut Roesmanto (1991) didefinisikan sebagai kegiatan memetik
buah-buahan dari pohon dan memecahnya untuk memanfaatkan biji basah yang
ada di dalamnya. Berlianto (2002), menyatakan kegiatan panen meliputi persiapan
tenaga kerja, alat panen, penentuan lokasi panen dan pemetikan buah,
7
pengumpulan buah dan sortasi, pemecahan buah dan pelepasan biji, serta
pengangkutan biji dari kebun ke tempat pengolahan.
Alat yang digunakan untuk memanen yaitu antel, canik, gaet, pisau,
ember, plastik, tali raffia, dan kantung plastik. Antel dan canik harus tajam agar
tidak merusak bantalan bunga. Buah yang telah masak, busuk, berlubang-lubang
karena tupai baik yang berada di atas ataupun di bawah dipetik dengan
menyisakan 1/3 bagian dari tingkat buah (Widyaningsih, 2004).
Taksasi Produksi
Tujuan taksasi produksi adalah untuk memperkirakan hasil yang akan
dipanen pada musim panen yang akan datang dan untuk memperkirakan
keperluan bahan, alat, tenaga, pemanen dan pengolahan hasil. Taksasi dilakukan
setiap tiga bulan dengan underconstructive methode artinya buah yang ditaksir
berada dipohon tidak dipetik. Menghitung taksasi produksi menggunakan rumus
sebagai berikut:
P = (A x 20% + B x 60% + C x 90%) F Keterangan: A = Buah dengan panjang 2-5 cm B = Buah dengan panjang 6-10 cm C = Buah dengan panjang lebih dari 11 cm 20%, 60%, 90% = Presentasi peluang masak
F = Jumlah buah untuk 1 kg biji kering atau yang disebut pod value (Widyaningsih, 2004). Rata-rata 30 – 35 buah.
Kriteria Panen
Buah yang siap dipanen atau dipetik adalah buah-buahan yang masak
optimal. Kriteria buah masak umumnya berdasarkan warna luarnya. Warna ini
dipengaruhi oleh jenis atau varietas tanaman kakao. Buah yang semula berwarna
merah jika masak akan berwarna jingga dan buah yang semula hijau jika masak
akan berwarna kuning (Heddy, 1990).
Buah kakao yang telah masak ditandai oleh perubahan warna dari hijau
menjadi kekuningan dan dari merah menjadi jingga terutama pada alur-alur
buahnya (Roesmanto, 1991). Selanjutnya Widyotomo et al. (2004) menambahkan
bahwa buah kakao sebaiknya dipetik tepat matang. Kulit buah kakao matang
8
mempunyai warna kulit kuning atau jingga yang saat masih muda berwarna hijau
atau merah. Buah matang mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal
pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji, sedangkan buah yang lewat
masak akan menyebabkan biji berkecambah di dalam buah dan terserang hama.
Pemetikan buah dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah.
Tangkai buah disisakan kurang dari 0.5 cm untuk menghindari kerusakan pada
bantalan buah (Rasnasari, 1994). Pemetikan buah menggunakan pisau berbentuk
seperti huruf “L” yang disematkan pada galah panjang. Pemetikan buah yang sulit
dengan menancapkan ujung pisau kait yang runcing pada buah kemudian diputar
atau pemanen memanjat pohon. Hal ini dapat meningkatkan kerusakan bantalan
buah (Hayati, 2001).
Pasca Panen
Tahap setelah pemanenan yaitu tahap pasca panen yang merupakan proses
pengolahan buah kakao menjadi bjij kakao kering (Gambar 1). Komponen
teknologi pasca panen yang berpengaruh terhadap kualitas biji kakao antara lain
fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi, grading dan pengepakan.
Fermentasi
Tahap pasca panen yang paling penting menentukan mutu biji kakao yaitu
fermentasi. Yusianto (1994) menyatakan bahwa fermentasi menjadi proses mutlak
yang harus dilakukan agar biji kakao kering mempunyai calon aroma dan citarasa.
Biji kakao kering yang tanpa mengalami proses fermentasi terlebih dahulu tidak
mempunyai citarasa khas cokelat. Yusianto et al. (1995) menambahkan bahwa biji
kakao yang tidak difermentasi kurang menghasilkan citarasa cokelat dan
mempunyai cacat citarasa bitter, astringent, dan nutty yang tinggi.
Pada cara konvensional, proses fermetasi dilakukan di dalam peti dalam
(tinggi 90 cm) terbuat dari papan kayu. Fermentasi dilakukan selama lima hari
dengan pembalikkan, untuk keseragaman reaksi dilakukan setiap 24 jam sehingga
metode ini memerlukan 5 buah peti. Sedangkan metode Sime-Cadbury hanya
membutuhkan dua peti fermentasi tipe dangkal (tinggi 40 cm) karena
pembalikkan hanya dilakukan satu kali (Mulato, 2002).
9
Gambar 1. Tahapan pengolahan kakao primer (Sumber: Widyotomo, et al., 2004)
Penjemuran
Pengeringan kakao merupakan salah satu proses penting pembentuk cita
rasa cokelat selain fermentasi. Pengeringan biji kakao yang dilakukan dengan baik
akan menghasilkan biji kakao dengan warna cokelat khas pada keping biji,
memiliki citarasa yang khas, beraroma kuat dengan rasa pahit dan sepat yang
rendah (Jinap dan Thien dalam Misnawi, 2005). Selanjutnya Yusianto et al.
(2008) menambahkan bahwa proses fermentasi adalah kelanjutan dari tahap
oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi rasa kelat dan
pahit.
Penjemuran merupakan pengeringan dengan sinar matahari. Penjemuran
memerlukan tempat yang rata, bersih, permukaannya kering dan terbuka terhadap
sinar matahari. Cara yang baik untuk pengeringan dengan sinar matahari adalah
Penggudangan
Sortasi
Penjemuran
Pengeringan
Fermentasi
Sortasi Buah
Penyimpanan buah
Pengupasan buah manual
Panen Buah Masak
Grading
10
menggunakan rak-rak pengering (anjang anyaman bambu) yang dapat
dimasukkan dan dikeluarkan dari bangsal tempat penyimpanan secara mudah.
Dapat juga dibuat lantai jemur yang dapat dibuka dan ditutup dengan mudah.
Pengeringan
Penjemuran dan pengeringan mempunyai maksud yang sama yaitu
mengurangi kadar air dari dalam bahan, tetapi dalam hal ini dibedakan caranya.
Penjemuran dilakukan dibawah matahari, sedang pengeringan dilakukan pada alat
pengering buatan. Berenergi surya atau lainnya (Amin, 2005).
Sortasi
Kriteria yang dipakai dalam sortasi adalah warna, ukuran, kesehatan dan
bentuk. Warna biji dibedakan atas cokelat, ungu dan hitam. Ukuran dibedakan
atas, besar, sedang dan kecil. Biji yang tidak sehat dan cacat dipisahkan dari yang
sehat. Bentuk biji terbagi atas bulat, lonjong, dan gepeng. Sortasi bertujuan untuk
memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji
berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji (Yusianto et al. 2008).
Grading
Biji kakao dipisahkan dalam 5 kelas mutu, yaitu AA, A, B, C dan SS (Sub
standar). Dalam syarat mutu karakteristik yang dinilai adalah kadar air biji, biji
berbau, biji berserangga, kadar biji pecah, dan kadar benda-benda asing. Tabel 1
menunjukkan kelas mutu biji kakao mulia dan kakao lindak.
11
Tabel 1. Kelas Mutu Biji Kakao
Jenis uji Persyaratan Jenis
mutu Kakao Mulia (Fine
Cocoa)
Kakao Lindak (Bulk
Cocoa)
Jumlah biji
per 100 gr
Kadar biji Berkapang (biji/biji)
Kadar biji tidak
terfermentasi (biji/biji)
Kadar biji berserangga
(biji/biji)
Kadar biji berkecambah
(biji/biji)
I-AA-F I-AA Maks. 85 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-A-F I-A 86-100 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-B-F I-B 101-110 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-C-F I- C 111-120 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-S-F I-S >120 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2
II-AA-F II-AA Maks. 85 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-A-F II-A 86-100 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-B-F II-B 101-110 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-C-F II- C 111-120 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-S-F II-S >120 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3
III-A-F III-A 86-100 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3 III-B-F III-B 101-110 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3 III-C-F III- C 111-120 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3 III-S-F III-S >120 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3
Keterangan: F = Fine S = Small Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (1993)
Uji Belah
Penilaian mutu kakao dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
organoleptik. Pengujian mutu paling yang paling umum dipergunakan adalah
penilaian fisik menggunakan metode uji belah. Biji slaty memiliki rasa pahit. Rasa
pahit disebabkan oleh adanya teobromin dan kafein pada biji kakao, sedangkan
rasa sepat disebabkan oleh tannin. Kandungan teobromin dan tannin menurun
selama fermentasi sehingga intensitas rasa pahit dan sepat juga menurun sesuai
tingkat fermentasinya. Rasa pahit dan sepat dapat menurun pada tingkat terendah
melalui fermentasi. Smoky disebabkan pengeringan atau penyimpanan di
lingkungan yang tercemar asap. Mouldy karena penyimpanan biji pada kadar air
tinggi dan fermentasi yang berlebihan. Musty karena oksidasi lemak akibat biji
kakao disimpan pada suhu tinggi (Sulistyowati, 1999).
12
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan Magang dilaksanakan di kebun kakao PT Rumpun Sari Antan I
(PT RSA I), Majenang, Cilacap Jawa Tengah, selama 4 bulan mulai 15 Februari
sampai 15 Juni 2010.
Metode Pelaksanaan
Magang dilakukan dengan kegiatan yaitu bekerja aktif di lapangan,
pengumpulan data dan pengkajian data. Selama magang penulis bekerja di
lapangan sebagai karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor rawat,
mandor panen, mandor pabrik dan pendamping asisten Afdeling serta pendamping
asisten pabrik. Kegiatan KHL meliputi kegiatan pengendalian gulma,
pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, pembuangan tunas air,
pemanenan dan pengolahan hasil. Sebagai pendamping mandor melaksanakan
tugas seperti mengontrol dan mengawasi tenaga kerja di lapangan dan setiap hari
dilakukan pencatatan prestasi kerja karyawan. Sebagai pendamping asisten kebun
bertugas mengawasi tenaga kerja dan mengontrol pelaksanaan semua kegiatan di
kebun. Sebagai pendamping asisten pabrik mengawasi tenaga kerja dan
mengontrol semua kegiatan proses pengolahan kakao. Penulis juga berpartisipasi
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan kebun seperti olahraga dan
keagamaan.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari pengamatan di lapangan, bekerja langsung, wawancara,
diskusi dengan staf, dan karyawan. Data primer pada aspek pemanenan yaitu
pengamatan tentang proses pemanenan secara keseluruhan. Selain itu juga
dilakukan pengamatan tingkat ketepatan pemanen dan salah satu indikator
kesalahan pemanen yaitu kerusakan bantalan buah. Pada aspek pasca panen
13
dilakukan pengamatan terhadap seluruh proses pengolahan biji kakao, analisis
kualitas biji kakao basah dan analisis kualitas biji kakao kering.
Pengamatan pada tingkat ketepatan pemanen dilakukan terhadap 10 orang
pemanen yang ada di Afdeling B2. Pengamatan pada tiap pemanen hanya
dilakukan sekali. Umbukan seluruh buah hasil panen (A) dari masing-masing
pemanen diamati bagaimana tingkat seluruh kemasakan buahnya. Dihitung berapa
jumlah buah yang belum masak (B) dan jumlah buah yang lewat masak (C).
Berikut rumus menghitung presentase tingkat ketepatan pemanen dihitung dengan
rumus menurut Widyaningsih (2004):
( )% 100
CB -A (%)Pemanen Ketepatan Tingkat ×
+=
∑∑ ∑∑
A
Keterangan :
A = Seluruh buah yang dipanen pemanen
B =Buah belum masak, tingkat kemasakan < 60 %, hanya alur buah
yang berubah warna, jika buah muda berwarna hijau maka buah
berubah warna menjadi kuning, jika buah muda berwarna merah
maka buah berubah warna menjadi jingga
C = Buah lewat masak, tingkat kemasakan >80 %, seluruh kulit buah
berubah warna, jika buah muda berwarna hijau maka buah
berubah warna menjadi kuning, jika buah muda berwarna merah
maka buah berubah warna menjadi jingga
Gambar 2. Tingkat Kemasakan Buah
Pengamatan kesalahan pemanen dilihat dari presentase kerusakan bantalan
buah. Pengamatan dilakukan kepada 10 orang pemanen. Buah yang di panen
14
diambil dari 25 pohon untuk setiap pemanen. Pengamatan dilakukan dengan
mengikuti kegiatan setiap pemanen saat memetik buah. Kemudian diamati
bagaimana cara pemanen memetik buah, dihitung berapa jumlah buah dipanen
dan jumlah bantalan buah yang rusak dari setiap pemanen. Pengamatan pada tiap
pemanen hanya dilakukan sekali Rumus menghitung kesalahan pemanen sebagai
berikut:
%100panen di yangBuah rusakbuah Bantalan
(%)pemanen Kesalahan ×=∑∑
Ciri bantalan buah yang rusak yaitu bantalan buah terkelupas karena
tersayat alat panen. Pengamatan bantalan buah dengan cara mengamati bekas
panenan yaitu secara langsung pada bantalan buah dan secara tidak langsung
dengan cara melihat buah yang telah dipetik. Apabila pada pangkal buah terdapat
tangkai buah dan kulit cabang maka bantalan buah tersebut rusak. Namun apabila
tangkai buah pendek atau pangkal buah yang terpotong, maka bantalan buah
tersebut tidak rusak.
Data sekunder diperoleh dari manajemen (laporan bulanan, semesteran,
dan tahunan) dan studi pustaka. Data sekunder digunakan untuk melengkapi dan
membandingkan serta menguji kebenaran data yang diperoleh di lapangan. Data
yang dikumpulkan meliputi sejarah, letak administratif, keadaan tanah dan iklim,
luas area dan tata guna lahan, keadaan tanaman dan produksi, struktur organisasi
dan ketenagakerjaan serta peta lokasi.
Analisis data dan informasi
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diolah dengan
menggunakan metode sederhana, yaitu penjumlahan, rataan, presentase kemudian
dianalisis dengan membandingkan dengan data sekunder yang ada atau pustaka
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang dikaji.
15
KEADAAN UMUM
Letak Administratif
Kebun PT Rumpun Sari Antan I berlokasi di Kecamatan Cipari,
Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kebun berbatasan dengan beberapa
desa. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sidasari, sebelah timur berbatasan
dengan Desa Mekarsari, sebelah utara berbatasan dengan PTPN IX Kawung dan
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cidadap. Peta wilayah kebun PT Rumpun
Sari Antan I, PT Sumber Abadi Tirtasentosa, Cilacap, Jawa Tengah dapat dilihat
pada Lampiran 1. Kebun PT RSA I terbagi atas tiga Afdeling, yaitu Afdeling A,
Afdeling B dan Afdeling C. Kantor kebun dan pabrik kebun terletak pada satu
lokasi.
Keadaan Tanah dan Iklim
Kebun PT RSA I memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan pH
berkisar 3.9 – 4.9. Topografi kebun berombak sampai bergelombang dengan
kemiringan 0 – 40 persen. Ketinggian kebun berkisar 20 – 90 m di atas
permukaan laut.
Berdasarkan data curah hujan perkebunan PT RSA 1 dari tahun 2000-
2009, rata-rata curah hujan tahunan adalah 2 469 mm/tahun, dengan rata-rata hari
hujan 132 hari/tahun. Tipe iklim menurut klasifikasi Schimdt dan Ferguson
termasuk tipe iklim C dengan nilai Q sebesar 0.41. Rata-rata bulan kering 3.1 dan
bulan basah 7.6 (Lampiran 2). Menurut kesesuaian lahan untuk kakao termasuk
kelas S3 dengan faktor pembatas curah hujan dan drainase tanah. Kriteria
kesesuaian lahan untuk kakao dapat dilihat pada Lampiran 3.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas lahan kebun PT RSA I secara keseluruhan adalah 1 050.32 ha terbagi
atas areal tanaman kakao seluas 452.82 ha, areal tanaman karet seluas 292.99 ha,
areal cadangan seluas 248.84 ha, dan areal non produktif seluas 55.67 ha. Areal
cadangan merupakan lahan untuk perencanaan tanaman karet, sorjan, dan lahan
16
kering. Areal non produktif terdiri atas emplasment atau perumahan dinas kebun,
sawah, rawa, jalan, sungai dan mata air. Tata guna lahan terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tata Guna Lahan PT Rumpun Sari Antan I
Afd Luas Areal
Areal Produktif Areal Cadangan Areal Non Produktif Kakao Karet
……………………………(ha)…….…………………… A 285.45 127.48 23.93 124.47 13.56B 449.77 221.55 148.80 45.56 33.86C 311.10 103.78 120.26 78.81 8.25
Total 1 050.32 453.82 293.99 248.84 55.67Sumber: Kantor induk Kebun PT Rumpun Sari Antan I (2009)
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan I ditanam mulai tahun
1990 sampai dengan 1999 sehingga sudah berumur 11 sampai 20 tahun. Tanaman
kakao menggunakan klon hibrida antara varietas Forastero dan Criollo, tetapi
cenderung bersifat kakao lindak. Benih tanaman berasal dari PT London
Sumatera. Tanaman penaung yang digunakan yaitu kelapa (Cocos nucifera).
Namun, jumlah tanaman penaung ini sangat sedikit. Tanaman penaung ditebang
untuk dimanfaatkan kayunya.
Jarak tanam yang digunakan yaitu 3 m x 2.5 m., sehingga populasi 1 333
tanaman/ha. Namun, di kebun PT Rumpun Sari Antan I populasi tanaman/ha
hanya 528 tanaman/ha (Tabel 3). Hal ini disebabkan banyaknya tanaman mati
karena serangan penyakit, penggunaan areal untuk sorjan dan sawah, dan rencana
konversi kakao menjadi tanaman karet. Penanaman sorjan dan sawah diantara
tanaman kakao dapat menyebabkan tanaman kakao mati. Adanya persaingan hara,
mineral dan air serta rusaknya akar tanaman kakao karena pembukaan lahan
sawah.
17
Tabel 3. Produksi dan Produktivitas Kebun Kakao PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah
Tahun Sensus
Luas Areal (ha)
Jumlah Tanaman (tanaman)
Populasi Tanaman
(tanaman/ha)
Produksi (kg)
Rendemen (%)
Produktivitas (kg/ha/tahun)
2005 882.79 415 985 471 724 192 38 820.34 2006 882.79 355 593 402 458 409 37.37 519.27 2007 626.60 355 466 564 383 864 37.58 612.61 2008 626.60 355 466 567 334 092 37.86 533.18 2009 452.82 288 999 638 291 195 37.62 643.07
Rata-rata 354 301 528 438 350.40 37.69 625.70 Sumber: Kantor Induk Kebun PT Rumpun Sari Antan I (2010) Menurut data produksi tahun 2010 rata-rata, produktivitas PT RSA I dari
tahun 2005 – 2009 sebesar 625.7 kg/ha/tahun (Tabel 3). Produktivitas tersebut
lebih rendah daripada nilai produktivitas rata-rata perkebunan swasta sebesar
654.8 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010).
Fluktuasi produksi yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca serta
pemeliharaan terhadap tanaman.
Struktur Organisasi
Kebun PT RSA I dipimpin oleh seorang administratur yang dalam
melaksanakan pengelolaan kebun dibantu oleh kepala tata usaha, kepala afdeling,
kepala pabrik dan teknik dan kepala keamanan. Seorang kepala afdeling dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh mandor rawat kakao, mandor hama penyakit
tanaman kakao, mandor panen kakao dan mandor karet serta karyawan. Karyawan
kebun terdiri dari karyawan harian tetap dan karyawan harian lepas. Kepala tata
usaha dibantu oleh staf kantor dalam pengelolaan administrasi. Struktur organisasi
kebun PT RSA I disajikan dalam gambar pada Lampiran 4.
Upah karyawan di kebun PT RSA I diberikan berdasarkan Upah Minimum
Kota (UMK) yang berlaku sebesar Rp 16 000/hari. Karyawan tetap tergabung
dalam asuransi tenaga kerja (ASTEK) dan mendapat tunjangan 100 % dari
perusahaan. Apabila karyawan tetap ada yang sakit, maka seluruh biaya
pengobatan ditanggung oleh perusahaan. Selain jaminan sosial dan kesehatan,
fasilitas lain yang disediakan untuk para karyawan kebun PT RSA I yaitu tempat
ibadah, perumahan, sekolah, kendaraan, keamanan, dan tempat berolahraga.
18
Hari kerja efektif adalah 5 jam/hari. Sedangkan untuk karyawan harian
tetap, hari kerja efektif adalah 6 jam/hari. Absen karyawan harian lepas untuk
seluruh kegiatan budidaya di lapangan dilakukan setelah apel pada pukul 05.30
WIB. Setelah apel sekitar pukul 06.00 karyawan menuju kebun kemudian
diberikan waktu untuk istirahat sampai pukul 06.30 WIB. Istirahat kedua yaitu
pukul 10.00 hingga pukul 10.30 WIB.
Hari efektif karyawan harian lepas di pabrik berbeda dengan karyawan
harian di lapangan. Pekerjaan di pabrik dibagi terdiri dari 3 shift. Pembagian shift
mandor dan karyawan digilir dan diatur oleh kepala pabrik. Shift pertama pukul
06.30 – 14.30 WIB, shift kedua pukul 14.30 – 22.30 WIB, dan shift ketiga pukul
22.30 – 06.30 WIB.
Seluruh karyawan yang bekerja di PT RSA 1 kurang lebih berjumlah 210
orang. Jumlah staf 6 orang terdiri dari administrator, kepala pabrik, kepala asisten
3 orang dan kepala tata usaha. Jumlah non staf ada 4 krani bagian keuangan,
database, bagian gudang dan umum. Karyawan bulanan loka ada 13 orang terdiri
dari mandor dan driver. Pekerja harian tetap ada 37 orang terdiri dari mandor,
beberapa karyawan di kebun dan pabrik serta satpam. Karyawan harian lepas
berjumlah kurang lebih 150 orang yang bekerja di kebun dan pabrik.
19
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Kegiatan magang yang diikuti oleh penulis di PT RSA I sebagai KHL,
pendamping mandor, dan pendamping asisten, masing-masing tertera pada jurnal
seperti Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7.
Aspek Teknis
Pembuangan Tunas Air (Wiwilan)
Pembuangan dilakukan terhadap tunas air atau wiwil yang mulai dari
pangkal batang sampai sejauh 50 - 60 cm di atas jorquette. Pembuangan tunas air
dilakukan secara rutin. Tunas air yang terlambat dibuang akan menghambat
pertumbuhan buah karena terjadi persaingan hasil fotosintat, hara, mineral dan air.
Selain itu, tunas air yang terlambat dibuang menjadi berkayu sehingga untuk
membuangnya perlu menggunkan alat seperti golok atau pisau wiwil. Tunas air
yang masih muda dapat dibuang dengan tangan karena masih lunak. Tunas air
yang berada jauh dari jangkauan tangan dapat menggunakan alat cungkring wiwil
yaitu pisau wiwil dengan galah sepanjang sekitar 2 m .
Pada daerah dengan topografi yang curam, karyawan berjalan mengikuti
kontur tanah. Wiwilan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai
bantalan buah. Bantalan buah yang rusak akan menghambat pertumbuhan bunga.
Wiwilan sebaiknya dipotong semua sampai pangkal tanpa menyisakan wiwil.
Dalam pelaksanaan di lapangan jarang terjadi wiwilan yang tertinggal namun
yang sering terjadi yaitu terlukannya bantalan buah. Untuk mengatasi hal ini,
sebaiknya membuang tunas air dengan menggunakan tangan saja. Standar prestasi
pewiwilan 2.5 ha/HK. Standar prestasi karyawan 1.5 ha/HK sedangkan prestasi
kerja penulis 1 ha/HK.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu faktor penghambat
produksi tanaman. Hama yang terdapat di kebun PT RSA I yang tingkat
serangannya tinggi yaitu kepik penghisap (Helopelthis antonii). Serangan hama
ini pada buah muda akan menyebabkan buah mati. Hama ini menusukkan alat
20
mulutnya pada jaringan kemudian menghisap cairan pada sel-sel di dalamnya.
Selanjutnya hama ini akan mengeluarkan racun yang menyebabkan jaringan di
sekitar tusukkan berbentuk cekung berwarna cokelat kehitaman. Pada serangan
berat, bercak akan menyatu dan menyebakan perubahan bentuk pada buah.
Apabila produksi buah sedang rendah, Helopelthis akan menyerang daun muda
sehingga tanaman terlihat meranggas.
Pengendalian kepik penghisap menggunakan insektisida kontak berbahan
aktif BPMC 500 gram/liter. Dosis yang digunakan 120 ml/ha dengan konsentrasi
1 ml/liter air, dan volume semprot 120 liter/ha. Alat yang digunakan adalah
knapsack sprayer. Pengendalian secara biologis untuk mengendalikan hama ini
dengan predator semut hitam. Tetapi menurut pengamatan di lapangan, populasi
semut hitam di kebun PT RSA I rendah. Agar populasi semut berlimpah
sebaiknya dilakukan kegiatan pembuatan sarang semut yang terbuat dari lipatan
daun kakao.
Hama lainnya yang menyerang tanaman kakao di PT RSA I adalah
penggerek buah kakao (PBK), penggerek batang (Zeuzera coffeae) dan tikus
pohon. Buah yang terserang penggerek buah kakao terlihat pada saat buah
dipecah. Buah yang terserang PBK memiliki biji-biji berwarna cokelat kehitaman
yang saling melekat. Hal ini menyulitkan proses pengambilan biji kakao. Hama
penggerek batang gejalanya terlihat dari cairan kental berwarna merah kehitaman
dan apabila kulit dikupas terdapat bercak merah di batang. Apabila serangan hama
ini tinggi dapat mengakibatkan kematian karena jaringan floem rusak. Selain
hama tersebut, hama lain yang perlu dikendalikan yaitu tikus. Serangan hama ini
dapat dilihat dari biji kakao yang tercecer di sekitar tanaman kakao dan terdapat
lubang di buah akibat gigitan tikus. Serangan tikus di kebun PT RSA I meningkat
setelah panen raya tanaman padi. Hal ini karena areal di sekitar kebun terdapat
lahan sawah milik penduduk sekitar kebun. Untuk mengurangi kehilangan hasil
akibat hama tikus, dilakukan kegiatan lelesan yaitu kegiatan mengambil biji yang
tercecer di kebun dan pengendalian dengan perekat.
Penyakit yang menyerang pada intensitas tinggi di kebun PT RSA I yaitu
penyakit busuk buah (Phythopthora palmivora). Gejala serangannya yaitu buah
busuk, terdapat bercak cokelat kehitaman, basah dan serbuk putih di kulit buah
21
yang merupakan spora. Pengendalian penyakit ini dengan penyemprotan dengan
fungisida Dhitane M45 berbahan aktif Mankozeb 80%. Alat yang digunakan
untuk menyemprot yaitu mist blower yang menggunakan bahan bakar bensin 1.5
liter tiap unit. Penyakit lain yang menyerang tanaman kakao di kebun PT RSA I
yaitu penyakit jamur upas (Corticium sarmonicolor) Jamur ini membentuk kerak
berwarna merah jambu. Kerusakan yang parah mengakibatkan ranting kering.
Gambar 3. Buah Terserang Busuk Buah Phythopthora
Cara dan waktu pengendalian yang tepat dan efektif akan mengurangi
tingkat serangan hama dan penyakit. Pengendalian secara kimiawi di kebun PT
Rumpun Sari Antan I berdasarkan sistem peringatan dini (SPD) atau Early
Warning System (EWS). EWS dilakukan setiap 7 hari sekali. Tanaman sampel
sebanyak 10% populasi tanaman diamati apakah terdapat gejala serangan hama
dan penyakit. Standar prestasi kerja kegiatan pengendalian hama dan penyakit
tanaman adalah 2 ha/HK. Prestasi kerja karyawan sebesar 0.92 ha/HK dan penulis
0.72 ha/HK.
Pemangkasan
Pemangkasan merupakan upaya untuk meningkatkan penetrasi cahaya
serta memperoleh keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Pemangkasan ada tiga jenis yaitu pangkasan bentuk, pangkasan pemeliharaan dan
pangkasan produksi. Pangkasan pemeliharaan dilaksanakan secara ringan disela-
sela pangkasan produksi dengan frekuensi 2 – 3 bulan. Tujuannya yaitu
membuang cabang sakit, cabang kipas, cabang kering, cabang menggantung, dan
cabang overlapping. Karyawan pemangkas harus mempunyai ketrampilan dan
22
memahami tujuan pemangkasan terlebih dahulu, sehingga dapat menentukan
cabang mana yang dipotong atau tidak. Kesalahan dalam pemangkasan dapat
menurunkan produksi buah.
Alat yang digunakan untuk memangkas yaitu gergaji galah, golok dan
cungkring. Alat yang digunakan harus tajam agar tidak melukai kulit cabang
tempat tumbuh bunga. Galah gergaji digunakan untuk memangkas cabang dengan
diameter ≥ 2.5 cm, sedangkan cungkring digunakan untuk memotong cabang
≤ 2.5 m. Golok dapat digunakan untuk memotong cabang yang menggantung atau
cabang-cabang yang masih dalam jangkauan tangan. Dalam pelaksanaan di
lapangan, alat yang digunakan oleh beberapa karyawan kurang tajam sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk memangkas. Selain itu, menyebabkan
bantalan buah rusak. Karyawan pangkas pada Afdeling B1 termasuk karyawan
pangkas yang terampil, namun karyawan pangkas di Afdeling B2 belum termasuk
karyawan pangkas yang terampil. Agar hasil pangkasan rapi sebaiknya terdapat
karyawan khusus yang melakukan pemangkasan saja. Standar prestasi kerja
kegiatan pemangkasan yaitu 0.25 ha/HK. Prestasi kerja karyawan 0.15 ha/HK,
prestasi kerja penulis 0.11 ha/HK.
Pengendalian Gulma
Gulma merupakan tanaman pengganggu yang tumbuh di tempat yang
tidak dikehendaki. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma yaitu menghambat
pertumbuhan tanaman, menurunkan produksi karena dampak persaingan hara,
cahaya, air dan ruang tumbuh, menyulitkan pekerjaan di kebun. Gulma juga dapat
meningkatkan serangan hama dan penyakit di kebun. Gulma menjadi inang hama
dan penyakit. Selain itu, adanya gulma yang meningkatkan kelembapan kebun
sehingga mendorong perekembangan hama dan penyakit.
Gulma yang terdapat di kebun PT RSA I yaitu Mikania micrantha
(sembung rambat), Ageratum conyzoides (babandotan), Clidemia hirta
(Harendong), Mimosa pudica (putri malu), Urena lobata (pulutan), Setaria plicata
(jambean), Cyperus kyllingia (teki), Stacytarpheta indica (ekor tikus), Imperata
cylindrica (alang-alang), Chromolaena odorata (krinyuh) dan Drygmoglosssum
piloslloides (sisik naga).
23
Pengendalian gulma yang diterapkan oleh kebun yaitu pengendalian secara
manual dan secara kimiawi. Pengendalian manual menggunakan alat berupa
parang dan golok dilakukan di areal gulma berkayu yang sudah sangat tinggi
sehingga menutupi jalan. Pengendalian manual lainnya yaitu membersihkan
gulma yang merambat di pohon dengan cara mencabut dengan tangan. Gulma
Drygmoglosssum piloslloides tumbuh pada batang dan cabang kakao sehingga
hampir menutupi seluruh permukaan bagian tersebut. Penutupan gulma tersebut
menghambat pertumbuhan bunga dan buah serta mengakibatkan tanaman kakao
layu, kering kemudian mati. Di kebun PT RSA I, gulma Drygmoglosssum
piloslloides perlu dikendalikan. Sebagian besar tanaman kakao di kebun
ditumbuhi gulma tersebut. Standar prestasi pengendalian gulma secara manual
yaitu 3.0 HK/ha. Prestasi kerja karyawan 10 HK/ha sedangkan prestasi penulis 30
HK/ha. Gulma yang sudah terlalu rimbun dan berkayu serta lahan yang curam
menyulitkan karyawan saat di lapangan sehingga nilai HK menjadi tinggi.
Sebaiknya digunakan linggis atau alat pendongkel lainnya untuk mendongkel
gulma berkayu agar pengendalian gulma lebih efektif.
Pengendalian gulma secara kimiawi di kebun PT RSA I dengan
penyemprotan larutan herbisida menggunakan knapsack sprayer dengan nozel
VLV 200, terbuat dari tembaga berwarna kuning keemasan. Herbisida yang
digunakan merupakan herbisida sistemik dengan bahan aktif Isopropilamina
glifosat 481 g/l. Konsentrasi yang digunakan yaitu 80 ml per 10 liter larutan.
Selain itu juga digunakan Rodiamin 720 WSC dengan aplikasi konsentrasi 40 ml
per 10 liter larutan. Hasil penyemprotan dapat dilihat 5 - 7 hari setelah aplikasi.
Gulma yang mati akan berwarna kuning kecokelatan.
Keberhasilan kegiatan pengendalian gulma ditentukan oleh beberpa faktor
seperti cara penyemprotan, cara pengisian larutan, alat dan herbisida yang
digunakan. Cara penyemprotan masih belum konsisten. Areal yang seharusnya
strip wedding menjadi total weeding atau spot weeding yang tidak merata. Cara
pengisian larutan herbisida berpengaruh terhadap waktu dan keefektifan
penyemprotan. Sumber air yang terlalu jauh akan menyebabkan pengisian
memakan waktu lama. Selanjutnya, agar penyemprotan merata, karyawan yang
knapsack sprayernya sudah kosong harus menunggu di tempat di mana larutan
24
tersebut habis. Apabila karyawan tersebut berpindah tempat, dikhawatirkan
karyawan akan lupa daerah mana yang sudah disemprot dan belum disemprot.
Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan kegiatan yaitu
memeriksa kondisi peralatan yang digunakan. Knapsack sprayer yang bocor akan
membuat larutan herbisida terbuang. Pemeriksaan nozel sprayer sebelum
karyawan melakukan kegiatan harus dilakukan karena ada beberapa karyawan
yang mengganti nozel atau melubangi nozel. Padahal ukuran sprayer yang terlalu
besar menyebakan volume semprot menjadi tidak efektif dan menyebabkan
larutan cepat habis.
Faktor selanjutnya yaitu tentang herbisida yang digunakan. Jenis herbisida
yang digunakan harus sesuai dengan jenis gulma yang ada. Herbisida sistemik
digunakan untuk mengendalikan gulma yang memiliki organ perkembangbiakan
seperti umbi pada teki. Herbisida 2,4 D hanya mematikan gulma berdaun lebar,
sedangkan herbisida Dalapon hanya mematikan gulma rumput (Graminae).
Herbisida yang dapat mengendalikan hampir jenis gulma dapat menggunakan
herbisida non selektif. Standar prestasi kegiatan tersebut adalah 0.6 ha/HK.
Prestasi karyawan 0.6 ha/HK sedangkan penulis 0.5 ha/HK. Permasalahan yang
sering muncul adalah penggunaan dosis herbisida yang belum tepat sehingga
menyebabkan seringnya kekurangan herbisida. Perlu pengawasan yang lebih
intensif lagi oleh mandor.
Pemupukan
Pemupukan bertujuan menambah unsur-unsur hara tertentu di dalam tanah
yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang diusahakan. Hal ini
dilakukan karena kesuburan tanah menurun akibat hilangnya unsur hara dari
daerah perakaran melalui pencucian, panen, dan erosi.
Pemupukan tanaman dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada awal
musim hujan dan akhir musim hujan. Dosis pemupukan diberikan berdasarkan
analisis tanah dan direksi. Pupuk yang diberikan adalah pupuk Urea (46 % N),
MOP (60 % K2O) dan RP (35 % P2O5). Dosis pemupukan Afdeling tiap blok
berbeda tergantung kondisi tanah yang dilihat dari hasil analisis tanah. Dosis
pupuk untuk Afdeling B2 tertera pada Tabel 4. Cara pemupukan tidak dengan
pembuatan alur. Pada jarak (± 1.5 m) antar tanaman dibuat lubang tempat
25
menaburkan pupuk. Setelah pupuk ditaburkan kemudian lubang ditutup dengan
tanah. Pemupukan dilakukan secara berkelompok, 2 orang per kelompok. Satu
orang bertugas membuat lubang pupuk, dan satu orang lagi bertugas menaburkan
pupuk dan menutup lubang. Hal ini untuk memudahkan dan mengefektikan
pemupukan. Dalam pelaksanaannya masih terdapat karyawan yang menaburkan
pupuk melebihi dosis yang seharusnya dan belum ditutupnya lubang pupuk.
Padahal pupuk yang tidak tertutup sempurna akan menyebabkan pupuk menguap
pada suhu tinggi seperti terkena cahaya matahari. Standar prestasi kerja untuk
pemupukan sebesar 1.4 ha/HK.
Tabel 4. Dosis Pupuk Afdeling B2
Blok Pupuk (gram/tanaman/semester)
Urea MOP RP 7 47 31 47 8 62 29 51 9 50 28 50 10 50 29 50 11 76 29 51 12 74 29 49
Sumber: Kantor Induk Kebun PT Rumpun Sari Antan I (2010) Panen
Panen merupakan kegiatan memetik dari buah di pohon selanjutnya
memecah buah dan mengeluarkan biji di dalamnya agar dapat dimanfaatkan.
Sebelum panen mandor mengamati kematangan buah secara visual berdasarkan
warna buah. Buah muda yang memiliki warna hijau ketika matang akan berwarna
kuning, sedangkan buah yang pada saat muda berwarna merah ketika matang akan
berwarna jingga. Kriteria buah yang dapat dipanen yaitu buah dengan tingkat
kemasakannya lebih dari 60 % dan blok yang dapat dipanen minimal memiliki
20 % buah matang. Kerapatan panen digunakan sebagai dasar untuk mementukan
jumlah tenaga kerja. Cara menghitung kerapatan sebagai berikut:
Kerapatan Panen (KP) = on)sampel(pohpokok Jumlah
(buah) diamati yangmasak buah Jumlah x 100 %
= sampelpokok 150
masakbuah 40 100 % = 26.67 %
26
Jumlah Buah yang dipanen = KP x Populasi
= 26.67 % x 6 434
= 1 716 buah
Pod Value BCK = 32 buah/kg BCK
Bobot BCK = BCKValuePod
dipanen yangBuah Jumlah
=BCK buah/kg 32
buah 716 1
= 53.6 kg BCK
Standar Panen 55 kg/HK
Bobot BCB = Rendemen
BCKBobot
= %38BCK kg 53.6
= 141 kg BCB
Kebutuhan Tenaga Kerja = PanenStandar BCBBobot
= kg/HK 55
BCB kg 141
= 2.56 HK
= 3 HK (pembulatan)
Setiap tiga bulan sekali juga dilakukan taksasi produksi. Tujuan taksasi
yaitu untuk memperkirakan hasil yang akan dipanen pada musim yang akan
datang dan memperkirakan hasil akhir setelah pengolahan hasil. Berikut cara
perhitungan taksasi produksi yang dilaksanakan oleh PT RSA I:
A = SampelPokok
% 20masak peluang cm, 5-2 panjangdengan Buah
= pohon 25buah 27
= 1.08
27
B = SampelPokok
% 60masak peluang cm, 11-6 panjangdengan Buah
= pohon 25buah 45
= 1.8
C = SampelPokok
% 90masak peluang cm, 11 panjangdengan Buah >
= pohon 25buah 23
= 0.92
Hasil Panen = ValuePod
Populasi x ) C B A ( ++
= BCK buah/kg 32
964 13 x ) 0.92 1.8 1.08 ( ++
= 1 249.7 kg BCK
Sistem panen. Sistem panen yang digunakan adalah sistem hanca gilir.
Setiap pemanen mendapat hanca dengan luas tertentu, pada waktu yang berbeda
dan ada perpindahan blok panen. Dalam satu blok panen dibagi beberapa hanca.
Luas hanca ± 2 – 3 ha berlaku pada saat produksi buah rendah dan ± 1 ha untuk
panen raya. Rotasi panen yaitu 6 – 7 hari pada saat produksi rendah dan 3 – 4 hari
pada saat panen raya. Pemanen bekerja secara berkelompok. Satu kelompok
terdiri dari 2 orang pemanen. Pada areal panen dengan topografi berlereng,
kelompok panen terdiri dari 3 orang, 2 orang bertugas memanen buah dan seorang
bertugas mengangkut buah ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanen di
kebun PT RSA I Afdeling B mayoritas pemanen adalah wanita. Pada saat
produksi rendah pemanen bekerja hingga pukul 12.00 sedangkan saat panen raya
pemanen bekerja hingga pukul 13.00 WIB. Upah yang diberikan pada saat
produksi rendah sebesar Rp. 16 000/hari, untuk berapapun hasil panen yang
diperoleh oleh pemanen. Sedangkan pada saat panen raya sebesar Rp. 19 000/hari
karena pemanen bekerja hingga pukul 13.00 WIB. Kondisi ini berbeda dengan di
Afdeling C yang menerapkan sistem pengupahan borongan murni. Pada sistem ini
hasil panen langsung dikalikan harga per kg biji basah.
28
Pemanenan. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemanenan yaitu
cungkring, golok atau pisau dan karung. Cungkring merupakan antel bergalah.
Alat yang digunakan harus tajam agar tidak melukai bantalan bunga. Menghindari
kerusakan bantalan bunga juga dilakukan dengan cara menyisakan tangkai buah
sepanjang ± 5 mm. Bantalan buah yang rusak akan lama pulih dan menyebakan
gagalnya pembungaan untuk periode selanjutnya. Bantalan buah yang rusak
seperti tersayat alat panen hingga terkelupasnya kulit cabang.
Gambar 4. Alat Panen: Golok dan Cungkring
Buah yang sudah dipanen oleh para pemanen dimasukkan ke dalam
karung kemudian dikumpulkan di suatu areal hanca pemanen. Kegiatan
selanjutnya yaitu memecah buah yang telah dikumpulkan dan mengeluarkan biji
buah. Memecah buah menggunakan pisau atau golok. Pemecahan buah
diusahakan agar pisau tidak mengenai daging buah dan merusak biji. Kemudian
biji tanpa plasenta dikeluarkan dari buah dan dimasukkan kedalam karung. Biji
yang terserang Phythopthora dan PBK diletakkan dalam karung yang berbeda
dengan biji sehat. Namun, dalam kenyataan di lapangan masih ada pemanen yang
mencampur biji sehat dan biji tidak sehat dalam satu karung. Pencampuran biji
sehat dan biji tidak sehat sehat akan menyebabakan terkontaminasinya biji sehat
oleh bakteri biji tidak sehat pada saat proses fermentasi.
29
Selanjutnya karung biji kakao basah (BCB) diangkut ke TPH untuk
dilakukan penimbangan oleh mandor panen. Hasil penimbangan BCB di kebun
dicatat di surat pengantar buah (Lampiran 8). Setelah semua karung ditimbang di
TPH oleh mandor, karung BCB diangkut oleh mobil kebun atau truk menuju ke
pabrik.
Pasca Panen
Setelah biji sampai di pabrik, biji akan melalui tahap pengolahan sebelum
dihasilkan biji kakao kering. Tahap pegolahan biji kakao meliputi fermentasi,
pengeringan, sortasi dan penyimpanan.
Fermentasi. Sebelum BCB dimasukkan kedalam kotak fermentasi
dilakukan penimbangan BCB di pabrik. Penimbangan disaksikan oleh mandor
pabrik, mandor panen dan karyawan pabrik. Hasil penimbangan di pabrik
kemudian dicatat di surat pengantar buah yang dibawa oleh mandor panen. Hasil
penimbangan BCB di Afdeling dan kebun akan berbeda. PT RSA I memberi
toleransi selisih bobot maksimal sebesar 10 %. Perbedaan ini disebabkan karena
hilangnya kandungan air pulpa biji kakao selama perjalanan dari kebun menuju ke
pabrik dan mandor panen yang hanya memperkirakan hasil timbangan di kebun
tanpa menimbangnya dengan alat timbangan. Hal ini dilakukan dengan alasan
mempercepat penimbangan dan ketidakmampuan karena karung BCB terlalu
banyak terutama pada saat panen raya.
BCB yang sudah ditimbang segera dimasukkan kedalam kotak fermentasi
kemudian ditutup dengan karung goni. Selanjutnya dilakukan analisis BCB basah
oleh mandor panen. Sampel yang digunakan adalah 0.5 kg per karung. Dari
analisis dapat diketahui presentase kandungan biji Phythopthora, plasenta, biji
berkecambah, biji muda, biji terpotong, dan biji pipih.
Kotak fermentasi yang digunakan biji kakao basah yaitu kotak fermentasi
dua tingkat yang berukuran 250 cm x 100 cm x 40 cm terbuat dari kayu dengan
kapasitas 800 kg – 1 000 kg. Setiap sisi kotak fermentasi diberi lubang. Lubang
ini merupakan tempat keluarnya cairan pulpa encer dan sebagai tempat masuknya
oksigen ke dalam tumpukan biji.
30
Fermentasi dilakukan selama lima hari dengan frekuensi pembalikan
sebanyak dua kali, pembalikan pertama diawal hari ketiga dan hari kelima.
Pembalikan dilakukan dengan memindahkan massa biji kakao dari satu peti ke
peti berikutnya. Alat yang digunakan untuk pembalikan menggunakan sekop
berbahan logam. Penggunaan sekop berbahan logam dapat meningkatkan jumlah
biji terluka, terpotong dan terkontaminasi logam. Pabrik pernah mencoba
menggunakan sekop terbuat dari kayu tetapi masa pakai sekop singkat atau mudah
rusak maka pabrik tetap menggunakan sekop terbuat dari bahan logam. Setelah
selesai pembalikan dilakukan sanitasi seperti mengambil biji-biji yang tercecer
membersihkan lubang-lubang pada kotak fermentasi dan lantai fermentasi. Lantai
fermentasi yang tidak dibersihkan akan cepat terkikis akibat cairan fermentasi
yang mengandung asam asetat yang bersifat korosif.
Pengeringan. Proses ini bertujuan untuk menguapkan air di dalam biji
kakao setelah fermentasi. Metode yang digunakan yaitu penjemuran atau
pengeringan secara alami dengan sinar matahari (sun drier) dan pengeringan
panas buatan menggunakan samoan drier. Penjemuran dilakukan di lantai jemur
dan anjang-anjang. Lantai jemur terbuat dari semen, berukuran 30 m x 3 m
dengan kapasitas 22 kg/m2. Ketebalan hamparan biji kakao ± 2 – 3 lapisan biji
atau 5 – 8 kg per m2. Profil lantai dibuat miring ± 5 – 7o dengan sudut pertemuan
di bagian tengah lantai. Pinggiran lantai dilengkapi dengan saluran pembuangan
air dan tiang-tiang penyangga untuk mengkaitkan terpal penutup. Pada pukul
17.00 WIB atau sedang hujan hamparan biji kakao ditutup oleh terpal dan baru di
buka kembali pada pagi hari pukul 07.00 WIB. Anjang-anjang terbuat dari
anyaman bambu, berukuran 35 m x 1 m tinggi 0.5 m kapasitas 700 kg.
Penjemuran yang sering digunakan adalah lantai jemur, penjemuran di anjang-
anjang hanya dilakukan apabila lantai jemur sudah melebihi kapasitas. Menurut
pengamatan, hasil pengeringan di anjang-anjang lebih baik daripada di lantai
jemur. Aliran udara di bagian bawah meja anjang-anjang menyebabkan biji lebih
cepat kering.
Penjemuran sun drier menggunakan lantai jemur atau anjang-anjang
dilakukan selama dua hari dengan frekuensi pembalikan dua kali setiap hari. Saat
cuaca berawan waktu penjemuran bisa mencapai tiga hari. Pembalikan bertujuan
31
untuk mempercepat laju pengeringan agar lebih cepat dan merata. Selain itu, pada
saat pembalikan dilakukan sanitasi biji kakao dari kontaminasi bahan-bahan asing,
memisahkan plasenta yang masih terbawa saat panen, dan memisahkan biji yang
tidak sehat serta mengambil biji-biji yang tercecer.
Setelah dua hari dilakukan pengeringan dengan matahari, biji kakao
dipindahkan ke samoan. Pengeringan di samoan dilakukan selama tiga hari.
Samoan drier berukuran 8 m x 3 m x 1.5 m dengan kapasitas 5 ton. Di bagian
samping samoan terdapat termometer berfungsi mengukur suhu samoan. Suhu
samoan dipertahankan pada suhu 600 – 1000 C. Apabila suhu samoan melebihi
1000 C untuk menurunkan suhu samoan, karyawan membuka pintu pipa asap dan
mematikan api kemudian menyalakan lagi setelah suhu normal. Dinding
pengering dilengkapi dengan kipas untuk meningkatkan perpindahan panas antara
pipa asap dan udara agar merata ke lantai atas samoan. Pipa asap terbuat dari
drum terletak di bagian bawah lantai samoan yang terbuat dari besi. Pipa asap
bercabang dua pada bagian awal dan menyatu lagi pada bagian pangkal. Di bagian
pangkal terdapat tungku kayu bakar. Samoan dilengkapi juga dengan cerobong
asap. Panas samoan berasal dari pembakaran kayu bakar. Kebutuhan kayu bakar
yaitu 4 - 5 m3 kayu bakar.
Masalah yang terjadi dalam pengeringan yaitu waktu pengeringan yang
lebih lama. Saat penjemuran di anjang-anjang atau lantai jemur karena cuaca yang
tidak mendukung seperti hujan, hasilnya biji kakao masih terlalu basah saat
dimasukkan ke samoan drier. Dampaknya pengeringan akan membutuhkan waktu
yang lebih lama sehingga keperluan kayu bakar juga akan meningkat. Selain itu,
pengeringan biji kakao tidak merata dan terjadinya penempelan biji kakao yang
disebabkan kurangnya pembalikkan dan terlambat. Diperlukan pengawasan
mandor untuk mengatur waktu yang tepat untuk pembalikkan dan mengawasi
pelaksanaan pembalikkan yang dilakukan karyawan.
Sortasi. Biji kakao yang sudah kering kemudian ditimbang sehingga
diperoleh rendemen pengolahan. Selanjutnya biji kakao dipindahkan ke ruangan
sortasi. Sortasi merupakan kegiatan memisahkan biji kakao kering menurut
ukuran fisik dan membersihkan dari kotoran-kotoran sebelum biji kakao kering
dilakukan pengepakan. PT RSA I menggunakan sortasi dengan dua tahap. Tahap
32
sortasi pertama menggunakan ayakan mekanis dan tahap kedua sortasi secara
manual. Grade yang diterapkan yaitu IA dengan jumlah biji 86 – 110 butir per
100 gram, grade IC dengan jumlah 111 – 120 butir dan UG (under grade) yang
terdiri dari biji pecah, biji kecil dan brongkolan.
Ayakan mekanis untuk sortasi biji kakao adalah tipe silinder berputar
dengan kapasitas sortasi ± 1 – 1.25 ton per jam. Lubang ayakan terdiri dari tiga
ukuran yaitu 10 mm, 15 mm dan 18 mm. Lubang pertama merupakan pintu keluar
biji kecil dan biji pecah. Pintu kedua pintu keluar biji yang masuk grade IC, pintu
ketiga biji grade IA dan pintu terakhir untuk biji sangat besar dan brongkolan.
Brongkolan adalah biji kakao yang belum dipisahkan dari plasentanya, biji
terserang penyakit dan biji-biji yang menempel satu sama lain akibat pembalikan
yang kurang. Biji-biji yang keluar dari pintu terakhir yang akan disortasi secara
manual. Sortasi dilakukan di meja. Seorang karyawan sortasi yang terampil
mempunyai kapasitas sortasi 90 – 110 kg per hari.
Sortasi yang dilakukan oleh PT RSA 1 menggunakan kombinasi mesin
sortasi dan sortasi manual sudah optimal. Hasil sortasi menjadi lebih banyak dan
mutu sortasi baik. Hasil sortasi dari pintu terakhir mesin sortasi merupakan biji
yang sangat besar dan brongkolan yang selanjutnya akan di sortasi lagi oleh
karyawan. Biasanya masih terdapat biji yang termasuk Grade IA atau IC,
beberapa brongkolan juga masih dapat di pisahkan sehingga dapat hal ini
meningkatkan kuantitas hasil sortasi. Dengan adanya sortasi manual juga
memperbaiki kualitas sortasi. Mengurangi kandungan biji pecah, biji dempet, biji
pipih, biji yang berkecambah dan kotoran yang terbawa dai kebun dan pabrik
seperti batu, daun, atau ranting.
33
Pengemasan. Setelah disortasi biji kakao kering dikemas dalam karung
goni. Berat setiap karung 62.5 kg. Karung kemudian dijahit dengan tali raffia.
Sebelum dijahit, diambil 100 gram biji kakao kering tiap karung untuk sampel
analisis mutu biji kakao kering. Analisis dilakukan oleh mandor pabrik. Sampel
yang dikumpulkan dari tiap karung hanya diambil 1 kg kakao yang kemudian
dianalisis dan dikemas sebagai inventaris pabrik dan . Dari hasil analisis mutu biji
kakao kering akan diketahui kandungan biji mouldy, slaty, waste, kadar air
serangga hidup, biji pecah, bean count, benda asing, biji berbau, biji semi
fermentasi, kotoran mamalia, biji berserangga, dan biji berkecambah. Proses
pengemasan sudah dilakukan dengan baik karena karyawan yang mengerjakan
bagian ini merupakan karyawan tetap yang sudah terampil.
Penulis melakukan analis biji kakao kering dengan sampel sebanyak
100 g. Hasil analisis sebagai berikut:
Bean count = 100 biji
Kadar kotoran (waste) = 2,5%
Biji Pecah = 2 %
Kadar air = 7 %
Biji Mouldy = 2 biji
Biji Slaty = 3 biji
Biji berserangga = 0
Benda asing = 0
Biji Berbau = 0
Biji berkecambah = 1 biji
Penggudangan. Setelah proses pengemasan tahap selajutnya
penggudangan. Karung biji kakao grade IA disimpan di gudang di sebelah ruang
sortasi. Sedangkan untuk karung biji kakao grade IC dan UG diletakkan di
gudang yang berbeda dengan grade IA. Karung-karung ditumpuk rapi diruangan
gudang dengan penyangga palet dari papan kayu setinggi 0.1 m dari permukaan
lantai gudang. Tumpukan karung bagian pinggir diberi jarak antara 0.15 – 0.2 m
dari dinding. Penggudangan di PT RSA 1 sudah baik. Pemisahan gudang antara
biji kakao grade IA dengan grade IC dan UG dapat mengurangi adanya
kontaminasi serangga atau jamur yang mungkin berasal dari biji kakao grade UG.
34
Aspek Manajerial
Karyawan harian lepas
Penulis menjadi karyawan harian di Afdeling selama 7 minggu dan
karyawan harian di pabrik selama seminggu. Kegiatan yang dilakukan yaitu
pemangkasan, pemanenan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma,
dan proses pengolahan.
Pendamping Mandor
Mandor bertugas mengabsen karyawan sebelum dan sesudah
melaksanakan pekerjaan, memberi pengarahan kepada karyawan terhadap
kegiatan yang akan dilakukan, mengawasi pekerjaan karyawan, melaporkan
kondisi Afdeling kepada asisten Afdeling, membuat laporan perincian pekerjaan
harian seperti laporan blok yang dikerjakan, jumlah tenaga kerja, hasil pekerjaan
luas areal, mencatat barang yang keluar dan masuk, mencari tenaga kerja, dan
pembayaran upah karyawan.
Penulis menjadi pendamping mandor rawat selama seminggu, pendamping
mandor panen selama seminggu dan pendamping mandor pabrik selama dua
minggu. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi pendamping mandor
melakukan pengawasan kegiatan pemupukan, pemanenan, penimbangan di kebun
dan pabrik, pengawasan proses pengolahan dan mengikuti rapat bersama
administratur, asisten Afdeling dan mandor serta membantu mandor membuat
laporan perincian pekerjaan harian.
35
Pada kegiatan pemupukan penulis mengawasi sekitar 8 sampai 23
karyawan dengan prestasi kerja karyawan 70 kg pupuk/HK dan mengawasi
pengadukan pupuk. Karyawan pemupukan masih harus sering diperingatkan
karena tidak menutup lubang pupuk dan memberi pupuk melebihi dosis yang
telah ditentukan. Karena terlalu banyaknya karyawan yang memupuk, terkadang
karyawan juga perlu ditunjukkan alur yang harus dipupuk selanjutnya. Hal
lainnya yaitu ketepatan waktu mulai bekerja dan jumlah karyawan yang tidak
pasti. Kadang kegiatan pemupukan dimulai sekitar pukul 08.00 atau 09.00 dan
jumlah karyawan yang tidak sesuai target sehingga saat sudah siang hari
pemupukan masih belum selesai. Padahal suhu yang tinggi mempercepat
terjadinya penguapan pada pupuk sehingga penyerapan pupuk oleh tanah kurang
efektif.
Sebagai pendamping mandor setelah dari lapangan penulis bersama
mandor membuat Laporan Perincian Pekerjaan Harian (LPPH) perawatan kebun.
Kegiatan lain yaitu rapat bersama mandor dari seluruh Afdeling, asisten dan
adminstratur. Materi rapat yaitu tentang evaluasi produksi, pencapaian target dan
estimasi untuk bulan selanjutnya serta masalah-masalah yang sedang terjadi di
kebun dan pemecahannya.
Pada saat menjadi pendamping mandor panen, penulis mengawasi 4 orang
dengan prestasi kerja karyawan 50 kg/HK. Penulis menyisir hanca pemanen dan
melihat apakah ada buah yang tertinggal di pohon. Selain itu, penulis membantu
memecah buah dan mengeluarkan biji dari buah. Penulis juga menunggu di
tempat pengumpulan hasil (TPH), memastikan apakah semua pemanen sudah
selesai memanen dan menimbang hasil panen kemudian membuat surat pengantar
buah untuk diserahkan ke kantor afedling, pabrik dan kantor induk. Penulis juga
ke pabrik untuk melihat penimbangan hasil panen oleh mandor pabrik sehingga
diketahui berapa persen kehilangan hasil panen selama perjalanan. Kehilangan
hasil panen selama penulis menjadi pendamping mandor tidak pernah melebihi
10 %.
36
Pada sore hari kegiatan di pabrik dimulai ketika penerimaan biji kakao
basah dari kebun selanjutnya mengisi papan nama untuk kotak fermentasi yang
berisi informasi tanggal masuk ke pabrik, tanggal pembalikkan pertama dan
pembongkaran fermentasi. Penulis sebagai pendamping mandor melakukan
penimbangan biji kakao basah dan mengisi surat pengantar buah dari kebun.
Sebelum memulai kegiatan pasca panen, sebagai pendamping mandor penulis
bertugas memimpin doa. Pengawasan dilakukan di semua tahap pengolahan mulai
dari penerimaan biji kakao basah dari kebun, fermentasi, pejemuran, sortasi,
pengepakan dan pembalikkan serta melakukan penimbangan biji kakao kering.
Setelah mengetahui hasil biji kakao kering selanjutnya dilakukan penghitungan
rendemen.
Agar kegiatan dilapangan berjalan sesuai rencana diperlukan koordinasi
dan kerjasama yang baik antara mandor-mandor di kebun dan mandor dengan
mandor bagian lain misalnya mandor transport. Mandor rawat harus menghubungi
mandor transport agar menyiapkan truk untuk mengangkut pupuk dan menjemput
karyawan dari Afdeling lain. Sedangkan mandor panen perlu menghubungi
mandor transport untuk mengangkut biji kakao basah. Mandor panen
menentukkan tempat pengumpulan hasil, selanjutnya mandor transport yang akan
menentukkan pukul berapa karung akan diangkut ke pabrik. Bagian pabrik juga
harus berkoordinasi dengan bagian teknik mengenai perbaikan peralatan-peralatan
pabrik.
Pendamping Asisten
Asisten bertugas memimpin, mengelola Afdeling agar pelaksanaan
kegiatan di Afdeling berjalan lancar dan kebun memiliki produksi yang maksimal.
Tugas asisten Afdeling diantaranya adalah bersama administratur menetapkan
sasaran/target produksi, membuat rencana kerja blok atau pabrik mingguan dari
dasar rencana bulanan, memberi pengarahan terhadap mandor tentang pekerjaan
yang akan dilaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi kerja mandor dan
karyawan, bertanggungjawab atas kondisi kebun/pabrik, cost dan produksi serta
memotivasi dan memberikan pembinaan terhadap mandor dan karyawan.
Penulis menjadi pendamping asisten Afdeling dan asisten pabrik masing-
masing dua minggu. Kegiatan yang dilakukan yaitu pengawasan terhadap kerja
37
karyawan di lapangan seperti kegiatan pemangkasan, pengendalian hama dan
penyakit, pemanenan, pengawasan proses pengolahan, membantu membuat
rencana kerja mingguan, dan membantu membuat rencana kerja dan cost bulanan.
Saat menjadi pendamping asisten Afdeling, kegiatan yang di kontrol setiap
hari bisa lebih dari satu aspek kegiatan. Misal dalam sehari penulis mengawasi
kegiatan pemangkasan dan dongkel karet atau pemanenen dan pengendalian hama
dan penyakit. Jumlah mandor yang diawasi sekitar 1 sampai 2 orang dan jumlah
karyawan yang diawasi 4 sampai 20 orang. Penulis juga membantu asisten
membuat rencana kegiatan bulanan kebun.
Selama menjadi pendamping asisten di pabrik, penulis mengontrol
karyawan shift 1 yang berkerja pada pagi hingga sore hari. Jumlah mandor yang
diawasi 2 orang dengan jumlah karyawan 10 sampai 20 orang. Pengawasan
dilakukan pada seluruh kegiatan pasca panen di pabrik mulai dari penimbangan,
fermentasi, penjemuran, pengeringan, sortasi hingga penimbangan biji kakao
kering.
38
PEMBAHASAN
Pemanenan
Tanaman kakao merupakan tanaman yang dapat dipanen sepanjang tahun.
Perkembangan buah dari pembungaan sampai masak sekitar 5 – 6 bulan. Dalam
setahun buah kakao mengalami dua kali puncak panen sekitar bulan April – Mei
dan Oktober – November. Di PT RSA 1, panen raya terjadi selama bulan April
sampai Juni, kemudian terjadi panen raya kedua pada bulan Oktober sampai
November. Panen merupakan kegiatan kultur teknis yang mempengaruhi produksi
kakao terutama mutu biji kakao kering. Kegiatan pemanenan dimulai dari
pemetikan buah hingga pengeluaran biji kakao. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemanenan seperti kriteria panen, cara dan proses pemanenan hingga ke
tempat pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil panen meliputi
kehilangan hasil, organisasi panen, dan ketrampilan pemanen.
Salah satu masalah dalam aspek pemanenan yaitu kehilangan hasil.
Kehilangan hasil dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti topografi lahan,
serangan hama dan penyakit tanaman, kebersihan kebun dan pemangkasan.
Kebun PT RSA I memiliki topografi dengan kemiringan 0 – 40 %. Pada areal
yang curam sering terjadi kehilangan buah yang dipetik. Selain itu, ada beberapa
pemanen yang tidak memetik buah yang ada di areal yang curam karena alasan
keselamatan. Memanen di areal panen yang curam juga membutuhkan waktu
yang lebih lama sehingga menyebabkan hanca panen tidak selesai dan output
yang diperoleh rendah. Agar semua buah terpanen, pada daerah yang curam dapat
dikerjakan oleh karyawan tetap untuk memanen.
Penyebab lain kehilangan hasil yaitu serangan hama dan penyakit.
Penyakit yang menyerang kebun PT RSA I busuk buah Phythophthora dan
penggerek buah kakao (PBK). Phythopthora menyebabkan buah menjadi busuk
sehingga biji di dalamnya tidak bisa diolah menjadi biji kakao kering bermutu
baik. Kerugian lain yang ditimbulkan yaitu pemanen mengalami kesulitan ketika
memecah buah dan mengeluarkan biji dari buah. Buah yang terserang
Phythopthora, kulit buah menjadi lebih keras sehingga sulit untuk memecahnya.
Sedangkan buah yang terserang penggerek buah kakao akan sulit mengeluarkan
39
biji di dalamnya karena biji kakao saling menempel. Selain serangan penyakit,
serangan hama juga menyebabkan tingginya tingkat kehilangan hasil. Tikus akan
melubangi kulit buah dan memakan pulpa biji kakao. Biasanya biji bekas
serangan tikus berceceran di lahan. Untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil
akibat hama tikus, dilakukan kegiatan lelesan, yaitu mengambil biji-biji yang
tercecer akibat hama tikus. Perlu ditingkatkan kegiatan pengendalian hama
penyakit agar tidak mengurangi produktivitas kebun. Pengendalian penyakit
busuk buah kakao dapat dilakukan dengan mengubur buah yang terkena penyakit
tersebut atau setelah diambil bijinya, kulit buah yang terserang busuk buah
langsung dikubur untuk mematikan Phythophthora dan penyebaran sporanya.
Sanitasi kebun meliputi kegiatan pengendalian gulma dan pemangkasan.
Gulma yang terlalu rimbun akan menyulitkan pemanen. Buah yang telah dipetik
akan jatuh di rimbunnya gulma dan membutuhkan waktu lagi untuk mencari buah
tersebut. Selain itu, menyulitkan proses pengangkutan buah. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengendalian gulma yang intensif. Tanaman yang terlalu tinggi karena
tanaman yang belum dipangkas akan menyulitkan kegiatan memetik buah.
Beberapa pemanen tidak memetik buah yang letaknya terlalu tinggi. Buah kakao
juga sering terlewat dipanen karena buah tertutup oleh daun-daun kakao yang
terlalu rimbun karena belum dipangkas. Pemangkasan pemeliharaan diusahakan
dilakukan tepat waktu dan semua areal yang terpangkas.
Gambar 5. Letak Buah Terlalu Tinggi dan Tertutup Daun
Pemanenan di PT RSA I menggunakan rotasi 6 – 7 hari pada saat
produksi rendah dan 3 – 4 hari pada saat panen raya. Blok panen, jumlah
40
karyawan dan hanca panen ditentukan oleh mandor panen. Mandor panen
menggunakan dasar kerapatan panen untuk menentukan blok yang akan dipanen
dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Hanca panen yang diterapkan adalah
hanca gilir. Pemanen mendapatkan hanca yang berbeda pada pada waktu tertentu
dan ada perpindahan blok. Pemanenan dilakukan secara berkelompok, 2 – 3 orang
per kelompok. Areal yang jauh dari tepi jalan dan berlereng dilakukan oleh 3
orang, 2 orang pemanen dan 1 orang bertugas mengangkut hasil panen ke tepi
jalan agar memudahkan saat karung diangkut oleh truk ke pabrik.
Pada saat musim hujan kondisi tanah menjadi berlumpur sehingga
menyebabkan truk slip bahkan macet. Semakin lama perjalanan pengangkutan
BCB ke pabrik maka akan mengurangi bobot BCB karena hilangnya cairan pada
biji akibatnya perbedaan timbangan Afdeling dan pabrik akan semakin besar.
Selain itu, juga menyebabkan kenaikan biaya produksi karena harus membayar
HK untuk karyawan yang menjaga karung BCB agar tidak hilang. Mengatasi
kondisi tersebut perlu perencanaan, persiapan anggaran dana dan teknis untuk
perbaikan jalan serta pengadaan truk baru karena memang masa pakai truk kebun
sudah melebihi standar.
Masalah lain dalam panen yang terjadi di PT Rumpun Sari Antan I adalah
ketersediaan tenaga kerja dan alat panen. Panen raya hampir bersamaan dengan
kegiatan panen raya padi dan bersamaan dengan kegiatan pemupukan sehingga
kebutuhan tenaga kerja semakin berkurang. Kurangnya tenaga kerja akan
membuat beberapa areal panen tidak terpanen oleh karena itu dilakukan kegiatan
pemanenan oleh admnistratur, staf kantor, asisten dan mandor-mandor lain. Selain
itu, juga dilakukan kerjasama dengan para penggarap sawah yang ada di areal
kebun. Selanjutnya masalah kurangnya alat panen seperti karung. Karung yang
digunakan untuk tempat memetik buah dan BCB adalah karung bekas karung
beras dan pupuk berkapasitas 50 kg. Tingkat kerusakan karung meningkat karena
pemanen menyeret karung mereka saat membawa buah padahal kondisi lahan
terdapat banyak gulma berkayu. Peran mandor dan asisten harus ditingkatkan agar
pemanen menerapkan lagi peraturan panen yang harus menggunakan tas panen
dari karung yang telah disediakan oleh kebun. Selain itu, untuk menjaga peralatan
kebun, perlu diterapkan peraturan para karyawan dilarang membawa pulang
41
peralatan kebun. Setelah menggunakan peralatan, karyawan langsung
mengembalikan ke kantor Afdeling atau dikembalikkan kepada mandor.
Sedangkan untuk mengatasi kurangnya tenaga pemanen, keputusan administratur
untuk mewajibkan staf kantor dan para penggarap sawah membantu panen sudah
tepat. Cara lain dengan pemberian premi bagi pemanen yang dapat memanen
melebihi target.
Pemecahan buah di PT Rumpun Sari Antan I ditetapkan pada pukul 10.00
WIB, namun pada kenyataan di lapangan, para pemanen masih melanggar aturan
tersebut. Menurut karyawan panen hal ini mereka lakukan dengan alasan jarak.
areal kebun mereka terlalu jauh dari TPH dan tidak efisien apabila berbalik arah
hanya untuk memecah buah. Apabila perusahaan tetap ingin menggunakan
peraturan jam pemecahan buah, untuk memudahkan pemanen sebaiknya arah
pemanenan karyawan di mulai dari tempat yang terdekat dengan TPH. Sehingga
saat semua sudah terpanen, arah pemecahan pemanen ke arah TPH. Alternatif lain
yaitu tidak menerapkan jam pemecahan buah tetapi dengan menerapkan
pemberian sanksi kepada pemanen yang tidak selesai memanen hancanya. Jadi
pemanen bisa menggunakan cara mana yang menurut pemanen efektif namun
apabila hanca tidak selesai maka mandor berhak memberikan sanksi kepada
karyawan atau mengharuskan pamanen tetap menyelesaikan hancanya walaupun
sudah saatnya jam pulang kerja.
Selain pemberian sanksi, mandor dan asisten perlu aktif bersosialisasi
dengan para pemanen, memberikan teguran dan motivasi supaya pemanen mau
bekerja lebih baik dan melakukan pengawasan yang lebih teliti. Diterapkan sistem
bonus bila target produksi pada blok tersebut tercapai dengan syarat pembatasan
presentase plasenta dan buah muda.
Tingkat ketepatan pemanen dilihat dari hasil buah yang dipetik. Tingkat
kemasakan buah akan mempengaruhi proses pengolahan dan kualitas biji kakao
kering. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa presentase terendah 37 % dan tertinggi
hanya mencapai 79.5 %. Rendahnya tingkat ketepatan pemanen karena kurangnya
ketrampilan pemanen, mengejar target, buah yang tidak terpanen dan hanca yang
tidak terselesaikan. Ada beberapa pemanen yang masih bingung menentukan buah
muda dan buah yang tepat masak. Alasan lain karena pemanen ingin mengejar
42
target produksi agar memperoleh upah yang tinggi. Penyebab tingginya tingkat
buah lewat masak adalah buah tidak terpanen karena kurang telitinya pemanen.
Hanca panen terlalu luas sehingga pemanen tidak menyelesaikan hanca panennya.
Kemudian pada rotasi selanjutnya pada hanca tersebut banyak buah yang lewat
masak. Padahal buah kakao yang masak tidak akan jatuh dari pohon dan tetap di
pohon sampai busuk.
Tabel 5. Data Tingkat Ketepatan Pemanen
Pemanen ∑ Buah muda,
kemasakan < 60 %
∑ Buah masak, kemasakan 60%-80%
∑ Buah lewat masak,
kemasakan > 80%
Total Buah yang
dipanen
Tingkat ketepatan pemanen
(%)
1 30 44 45 119 37 2 32 131 31 195 67.17 3 33 57 26 115 49.65 4 23 61 42 126 48.41 5 24 111 36 171 65 6 29 90 19 138 65.21 7 30 169 14 213 66.67 8 14 114 34 162 70.37 9 16 105 11 132 79.54
10 23 135 23 181 74.58 Rata-rata 25 102 28 155 65.8
Indikator ketrampilan pemanen dapat dilihat dari tingkat kesalahan yang
dihitung dari bantalan buah yang rusak. Apabila bantalan buah rusak maka tidak
akan tumbuh lagi bunga pada bagian tersebut. Menurut Mulato (2002) pemetikan
buah harus dilakukan secara hati-hati supaya bantalan buah tidak mengalami
kerusakan. Bagian ini merupakan titik atau lokasi tumbuh bunga pada pembuahan
berikutnya.
Ciri bantalan buah yang rusak yaitu bantalan buah terkelupas karena
tersayat alat panen. Pengamatan bantalan buah dengan cara mengamati bekas
panenan yaitu secara langsung pada bantalan buah dan secara tidak langsung
dengan cara melihat buah yang telah dipetik. Apabila pada pangkal buah terdapat
tangkai buah dan kulit cabang maka bantalan buah tersebut rusak. Namun apabila
tangkai buah pendek atau pangkal buah yang terpotong, maka bantalan buah
tersebut tidak rusak.
Data Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata kesalahan pemanen 11.6 %.
Presentase kesalahan pemanen dipengaruhi oleh cara pemanenan dan alat panen.
43
Pemanen mempunyai banyak cara untuk memetik buah kakao. Pada buah dengan
tangkai buah yang pendek, cungkring ditusukkan ke badan buah, diputar dan
kemudian ditarik. Cara lain yaitu menyayat buah pada pangkal buah. Namun,
kadang hal ini menyebabkan pelukaan pada biji dan menyebabkan biji tercecer.
Buah yang ada di bawah jorquette dipetik menggunakan golok. Namun, ada
beberapa pemanen memetiknya dengan menarik buah dengan tangan. Cara
terakhir meningkatkan tingkat kerusakan bantalan buah. Kurang tajamnya alat
panen juga menyebabkan pelukaan bantalan buah dan kulit tanaman. Mandor
menghimbau agar pemanen mengasah alat panen dan untuk memfasilitasi
pemanen, pihak kebun menyediakan asahannya. Peran mandor lainnya yaitu
menjelaskan lagi kepada karyawan tentang pentingnya bantalan buah untuk
produktivitas tanaman. Selama ini pemanen yang merusakkan bantalan buah tidak
dikenakan sanksi atau denda.
Tabel 6. Data Kesalahan Pemanen
Pemanen ∑ Pohon yang Dipanen
∑ Buah yang Dipanen
∑ Bantalan Rusak
Kesalahan Pemanen (%)
1 25 51 9 17.6 2 25 48 8 16.6 3 25 67 6 8.9 4 25 46 5 10.8 5 25 73 7 9.5 6 25 70 4 5.7 7 25 106 8 7.5 8 25 78 10 12.8 9 25 74 10 13.5
10 25 75 10 13.3 Rata-rata 25 69 8 11.6
Pasca Panen
Biji kakao kering yang berkualitas baik ditentukan oleh bahan tanam,
perawatan di kebun, pemanenan dan pengolahan proses biji menjadi biji kakao
kering. Pengolahan proses meliputi fermentasi, pengeringan, sortasi, pengepakan
dan penggudangan. Kegiatan pasca panen di PT RSA I dimulai dengan
penimbangan BCB di pabrik dari Afdeling. Setelah BCB ditimbang dan
selanjutnya diambil sample 0.5 kg per karung dan dilakukan analisis BCB oleh
mandor pabrik.
44
Analisis kualitas BCB terdiri dari presentase plasenta, biji muda, biji
Phythophthora, biji terpotong, biji berkecambah dan biji pipih. Kualitas BCB
akan mempengaruhi proses pasca panen dan kualitas biji kakao kering.
Kandungan plasenta yang tinggi akan mempengaruhi rendemen biji kakao kering
dan menyebabkan biji saling menempel pada saat proses fermentasi dan
pengeringan sehingga akan terbentuk biji kakao kering brongkolan. Biji
brongkolan pada saat sortasi akan masuk kedalam grade UG (under grade).
Saat pemanenan harus memperhatikan kriteria kematangan buah untuk
mengurangi kesalahan pemanenan buah. Biji muda dan biji lewat masak akan
mempengaruhi proses pengolahan. Biji muda akan menghasilkan biji kakao
kering berbentuk gepeng, mengkerut dan cacat citarasa. Menurut Wahcjar et al.
(2009) biji yang kurang masak atau tidak cukup tua, menyebabkan fermentasi
tidak akan sempurna karena kandungan gula dalam pulp masih rendah dan suhu
yang dicapai hanya sekitar 350 C. Demikian pula biji yang terlalu masak, bijinya
telah berkecambah sehingga fermentasi tidak akan berlangsung sempurna.
Kebun PT Rumpun Sari Antan I menetapkan standar analisis mutu BCB
untuk masing-masing kriteria mutu adalah plasenta ≤ 0.4 %, biji muda ≤ 0.3 %,
biji yang terserang Phythophthora ≤ 0.35 %, biji terpotong ≤ 0.3 %, biji
berkecambah ≤ 0.1 % dan biji pipih ≤ 0.1 %. Kriteria mutu BCB mengalami
penurunan tiap tahunnya dan nilainya sudah melebihi dari standar yang ada
(Gambar 6). Pada tahun 2009 nilai presentase plasenta 7.37 %, biji muda 5.77 %,
biji yang terserang Phythophthora 9.43 %, biji terpotong 1.66 %, biji kecambah
1.95 % dan biji pipih 4.40 %. Masing-masing kriteria disebabkan oleh beberapa
faktor.
45
Gambar 6. Analisis Biji Kakao Basah Tahun 2005-2009
(Sumber: PT Rumpun Sari Antan I , 2010)
Tingginya presentase Phythopthora disebabkan karena tingginya serangan
penyakit Phythopthora di kebun PT RSA I. Biji yang terserang Phythopthora
tetap diolah menjadi biji kering kakao namun pengolahannya dipisahkan dari biji
sehat. Oleh karena itu untuk mempermudah dan mempersingkat pengolahan di
pabrik, pemisahan biji yang terserang Phythopthora dengan biji sehat dilakukan
saat pemanenan di Afdeling. Namun dalam pelaksanaannya, beberapa pemanen
masih mencampur biji sehat dengan biji tidak sehat.
Pemanenan buah muda menyebabkan kandungan biji muda meningkat
sedangkan biji berkecambah disebabkan karena buah dipanen saat lewat masak.
Prensetase biji muda dan biji berkecambah berhubungan dengan tingkat ketepatan
pemanen. Presentase tingkat ketepatan pemanen hanya 65.8 % dengan presentase
buah muda yang dipanen sebesar 16.2 % dan presentase buah lewat masak yang
dipanen sebesar 18 %. Untuk mengurangi kesalahan pemanenan, perlu dijelaskan
lagi kepada para pemenan kriteria panen yang tepat. Selanjutnya perlu diterapkan
sanksi bagi yang memanen buah muda. Di tumpukkan buah yang akan dipecah,
mandor dapat mengetahui berapa buah muda yang dipanen. Pertama hanya diberi
peringatan, apabila pemanen mengulangi kesalahan lagi atau jumlah buah muda
yang terpanen terlalu banyak pemanen diberi sanksi seperti pemotongan upah,
membersihkan gulma atau penambahan jam kerja agar pemanen memanen lagi di
hanca lain yang belum terpanen.
46
Biji terpotong diduga dipengaruhi oleh cara panen dan pemecahan buah.
Pemanen memetik buah yang memiliki tangkai pendek dengan cara memotong
buah bagian atas. Hal itu menyebabkan buah terbelah dan biji terpotong.
Penyebab lainnya karena biji terpotong oleh alat pemecah. Menurut Widyotomo,
et al. (2004) jumlah biji terpotong atau terbelah oleh alat pemotong manual
berkisar antara 3 – 6 %.
Kriteria biji pipih berbeda dengan kriteria analisis BCB yang lain. Biji
pipih kondisinya tidak stabil. Pada tahun 2008 nilainya sebesar 4.68 % menjadi
4.40 % pada tahun 2009. Biji pipih selain disebabkan karena buah muda juga
dipengaruhi oleh keadaan tanaman. Pemeliharaan tanaman yang kurang akan
mempengaruhi tanaman untuk menyerap hara, mineral, air dan cahaya yang akan
berdampak pada produksi buah dan kualitas biji.
Selain dilakukan analisis BCB juga dilakukan analisis BCK (biji kakao
kering). Tujuan analisis BCK adalah agar pihak perkebunan sebagai produsen dan
konsumen mengetahui kualitas BCK yang diproduksi oleh perkebunan tersebut
kemudian dapat ditentukan apakah biji kakao layak dipasarkan atau tidak.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia / SNI 01 - 2323 – 1991, syarat mutu
BCK yang digunakan adalah sebagai berikut :
Grade : IA
Moisture : 7.5 % (maks)
Mouldy : 3 % (maks)
Slaty : 3 % (maks)
Kadar Waste : 2 % (maks)
Insect hidup : Tidak ada
Kadar Biji Pecah : 2 % (maks)
Bean Count : 100 – 110 g
Kadar Benda Asing : 0 %
Hasil analisis kualitas BCK PT Rumpun Sari Antan I menurut data
Gambar 7 BCK yang diproduksi oleh PT Rumpun Sari Antan I sesuai dengan
SNI. Nilai kadar air tiap tahun masih stabil sebesar 7 %. Kadar air yang ≤ 7.5 %
akan menyebabkan BCK rentan terserang mikroba atau serangga gudang.
Penurunan kadar air terjadi pada saat fermentasi dan pengeringan. Di kebun PT
47
Rumpun Sari Antan, penggunaan pengeringan alami dan pengering buatan dengan
samoan drier masing-masing selama 2 dan 3 hari efektif untuk memperoleh kadar
air 7 – 7.5 %.
Gambar 7. Analisis Biji Kakao Kering Tahun 2005-2009
(Sumber: PT Rumpun Sari Antan I, 2010)
Presentase biji mouldy dan slaty diperoleh dari uji belah. Biji 100 gram
dibelah dan dianalisis lewat warna. Biji mouldy jika dibelah nampak warna
cokelat keabu-abuan. Sedangkan pada biji slaty akan berwarna ungu. Biji
Presentase biji mouldy dan slaty pada BCK kebun PT Rumpun Sari Antan I
mengalami peningkatan tiap tahun. Presentase biji mouldy pada tahun 2009
mencapai 1.78 %, sedangkan presentase biji slaty 2.36 %, BCK masih sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia.
Biji yang sebelum dipanen sudah terserang Phythopthora akan manjadi
biji mouldy. Menurut Urquhart (1961) biji yang terserang Phtophthora tidak
terfermentasi dengan sempurna, akan memperlambat proses fermentasi, suhu
fermentasi tidak mencapai suhu fermentasi yang seharusnya dan menyebabkan
biji mouldy.
Penyebab lainnya yaitu mikroba yang timbul akibat kontaminasi biji dari
pestisida, pupuk, dan logam alat pemecah buah, suhu pengeringan yang tidak
teratur, biji kakao pra fermentasi yang dikeringkan di lantai jemur kemudian ke
hujanan dan kotoran atau benda asing pada saat penjemuran. Menurut Wood dan
Lass (1985) biji mouldy disebakan oleh biji terserang mikroba sebelum
pemanenan, selama fermentasi dan pengeringan serta selama di gudang.
48
Biji slaty berwarna biru dan mempunyai rasa pahit dan sepat. Biji slaty
disebabkan karena proses fermentasi yang terlalu cepat. Menurut Prihanani (2001)
biji slaty akibat kurangnya pembalikkan selama fermentasi sehingga biji yang
terdapat di permukaan terlanjur mengering sebelum proses fermentasi sempat
berlangsung. Untuk mencegah terbentuknya biji slaty sebaiknya tumpukkan biji
pada kotak fermentasi tidak melebihi ukuran yang dianjurkan yaitu 40 cm dan
melakukan fermentasi selama lima hari untuk mengurangi rasa sepat pada biji..
Proses penting lain selain fermentasi dan pengeringan yaitu sortasi. Proses
sortasi adalah memisahkan biji menurut ukuran dan bentuk biji kakao kering.
Menurut data Tabel 7 presentase grade IA yang dihasilkan mengalami penurunan
mulai tahun 2007. Rata-rata presentase grade IA 5 tahun rata-rata terakhir sebesar
93.4 %. Presentase grade UG mengalami kenaikan sedangkan untuk grade IC
selama 5 tahun terakhir kondisinya tidak stabil. Penyebab terjadinya hal ini
dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan kebun, pemanenan, kualitas BCB yang
dihasilkan dan proses pengolahan. Pemberian pupuk dengan dosis yang kurang
sementara kondisi tanah miskin hara menyebabkan pembentukan biji kurang
sempurna sehingga dihasilkan biji kecil-kecil.
Tabel 7. Presentase Hasil Sortasi PT RSA I 2005-2009
Mutu 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
……………..………..……(%)………………..…..……..... IA 93.2 93.9 95 93.2 91.4 93.4IC 3.9 1.9 2.2 1.4 2.8 2.4UG 2.9 4.2 2.8 5.4 5.8 4.2
Grade UG didominasi oleh biji pecah, biji terpotong, kulit biji dan
brongkolan. Menurut pengamatan di lapangan, banyaknya biji yang pecah karena
terinjak oleh karyawan pada saat pembalikkan di samoan drier. Brongkolan
adalah biji yang saling menempel karena plasenta, biji yang terserang
Phythopthora dan penggerek buah kakao serta terlambat pembalikkan pada saat
pengeringan. Diperlukan peran mandor untuk mengawasi dan memberi instruksi
sesuai prosedur yang seharusnya kepada karyawan untuk mengurangi kesalahan
kerja.
49
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemanenan merupakan kegiatan memetik buah dari pohon dan
mengeluarkan bijinya agar dapat dimanfaatkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan pemanenan adalah ketrampilan pemanen. Rata-rata tingkat ketepatan
pemanen kebun PT RSA I sebesar 65.8 % dan kesalahan pemanen sebesar
11.6 %, Cara pemanenan tidak benar sering merusak bantalan buah dan alat panen
kurang tajam. Masalah lain dalam pemanenan yaitu pengangkutan sering
terhambat karena truk sudah tua dan kondisi jalan kebun serta kehilangan hasil
buah karena buah tidak terpanen.
Kualitas BCB dan BCK kebun PT Rumpun Sari Antan mengalami
penurunan tiap tahun. Namun, BCK masih sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia. Pada tahun 2009 hasil biji kakao kering PT RSA 1, grade IA yang
mengalami penurunan sebesar 1.8 % sementara grade IC dan UG mengalami
peningkatan sebesar 1.4 % dan 0.4 %.
Saran
Perlu diberikan penjelasan tentang kriteria buah masak bagi karyawan
yang belum terbiasa melakukan kegiatan panen. Perlu pengarahan dan
pemahaman kepada karyawan tentang hubungan hasil BCB yang dipanen di
kebun dengan BCK yang akan dihasilkan oleh pabrik. Perlu dipilih alat
transportasi yang lebih efektif dan dilakukan perbaikan jalan. Pada kegiatan
magang selanjutnya dalam aspek pemanenan dapat dihitung tingkat kehilangan
hasil suatu kebun. Diterapkan sanksi bagi pemanen yang merusakkan bantalan
buah.
50
DAFTAR PUSTAKA
Adi, D., Elisabeth dan Rubiyo. 2006. Pengaruh lama fermentasi biji kakao terhadap mutu kimia bubuk cokelat. Warta PPKKI 22(2): 82-90.
Amin, S. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao Untuk Masyarakat Perkakaoan Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Press. Jakarta. 224 hal.
Berlianto, J. 2002. Pemanenan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di Perkebunan Rumpun Sari Antan IV, Banyumas PT Agro Lestari, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan Kakao. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hayati, A. 2001. Pengelolaan Pemanenan Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun Batulawang PT Perkebunan Nusantara VIII, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Heddy, S. 1990. Budidaya Tanaman Cokelat. Angkasa Bandung. Bandung. 130 hal.
Mulato, S. 2002. Perkembangan Teknologi Pengolahan Kakao di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember. 40 hal.
Misnawi. 2005. Peranan pengolahan terhadap pembentukan cita rasa cokelat. Warta PPKKI 21(3): 136-144
Prihanani. 2001. Kajian Pengeringan Biji Kakao dengan Pengurangan Pulp dan Pemanasan Pra Fermentasi Terhadap Mutu Biji Kakao Kering. Tesis. Program Studi Pasca Panen, Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia. Jakarta. 328 hal.
Rasnasari. 1994. Pengelolaan Kakao (Theobroma cacao L.) di Perkebunan Rajamandala PTP XII, Jawa Barat dengan Aspek Khusus Panen dan Pengelolaan Hasil. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Roesmanto, J. 1991. Kakao Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.164 hal.
51
Siregar, T., Slamet, R., dan Laela, N. 1989. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta. 157 hal.
Sulistyowati. 1999. Uji cita rasa untuk pengujian mutu biji kakao. Warta PPKKI 15(3): 324-332.
Suswono. 2009. Pencanangan gerakan nasional kakao fermentasi untuk mendukung industri dalam negeri. http://deptan.go.id [08 Desember 2009].
Urquhart, D. H. 1961. Cocoa. Longmans. London. 293 p.
Wachjar, A., Hariyadi, dan Winasa I., W. 2009. Buku Ajar Teknik Budidaya, Panen, Pasca Panen Kakao. Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. Bogor.
Wahyudi, T. dan Misnawi. 1993. Rancang bangun dan uji coba paket pengolahan kakao rakyat. Pelita Perkebunan 9(2): 56-66.
Widyaningsih, A. 2004. Pengelolaan Panen dan Pasca Panen Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun Yunawati Kaliduren PT Dekafindo Utama, Jember, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Widyotomo, S., Sri, M., dan Edy, S. 2004. Pemecahan buah dan pemisahan biji kakao secara manual. Warta PPKKI 20(3): 138-143.
Wood, G. A. R. 1985. Cocoa. Longman. Singapura. 292 p.
Wood, G. A. R and R. A Lass. 1985. Cocoa. Edisi ke 4. Longman. Singapura.
Yusianto. 1994. Fermentasi secara sederhana untuk perkebunan rakyat. Warta PPKKI 18: 11-17.
Yusianto, Budi, S., dan Wahyudi, T. 1995. Analisis mutu kakao lindak (Theobroma cacao L.) pada beberapa perlakuan fermentasi. Pelita Perkebunan 11(1): 45-55.
Yusianto, Wahyudi, dan Sulistyowati. 2008. Pasca panen kakao 201-136. Dalam Yusianto, Panggabean, dan Pujiyanto (Eds). Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. 2008. Jakarta.
52
LAMPIRAN
1
Lampiran 1. Peta Kebun PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah
= Sorjan dan lahan kering
= Tanaman Kakao = Tanaman Karet TBM II
LEGENDA:
= Tanaman Karet TBM II Tumpangsari
= Sorjan dan lahan kering
= Kantor Induk
= Pabrik
53
53
Lampiran 2. Curah Hujan Bulanan Di Kebun PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah Tahun 2000-2009
Bulan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH Januari 165 11 263 16 498 19 278 10 307 18 313 12 413 22 145 9 201 13 424 24 300.6 15.4 Februari 229 14 203 16 173 11 391 18 328 12 250 11 294 19 439 19 280 19 393 16 297.9 15.5 Maret 409.5 15 478 14 422 15 390 17 274 17 275 15 373 17 185 20 422 19 228 17 345.5 16.6 April 302.5 11 407 13 193 13 133 12 142 8 209.5 12 214 19 225 20 213 14 176 17 221.3 13.9 Mei 165 7 74.5 4 85.5 5 141 10 169 10 173 11 86.5 12 376 14 16 2 136 11 142.2 8.6 Juni 66.5 8 170 11 29 2 19 5 57.5 4 91.5 12 31 5 164 8 10.5 2 99.5 10 73.75 6.7 Juli 15 4 82 4 45 2 0 0 79 9 112.5 6 3 1 2 1 0 0 31 2 36.95 2.9 Agustus 17 3 0 0 0 0 0 0 0 0 21.5 3 0 0 1 1 6 2 0 0 4.55 0.9 September 17.2 6 68.5 4 1 1 105 4 36 5 194.5 6 0 0 0 0 14.5 4 0 0 43.62 3 Oktober 605.9 15 508 19 23.5 3 149 13 97.5 7 345 14 14.5 2 361 6 274 21 256 12 263.4 11.2 November 246 17 610 18 375 24 287 21 641 23 314 14 66 10 241 12 781 26 215 22 377.5 18.7 Desember 255 10 95.5 9 416 23 357 21 775 26 497.5 22 469 24 385 17 163.5 21 209 13 362.3 18.6 Total 2493.6 121 2959 128 2259 118 2250 131 2905 139 2797 138 1964 131 2521 127 2382 143 2166 144 2469 132 BB 8 7 6 9 7 10 5 9 7 8 7.6 BK 3 1 4 3 3 1 5 3 5 3 3.1
Keterangan: CH : Curah Hujan (mm) HH : Hari Hujan BB : Bulan Basah (>100 mm) BK : Bulan Kering (< 60 mm)
Perhitungan Tipe Iklim (Q) Menurut Schimdth-Ferguson
Q = BBrata-RataBK rata-Rata
= 6.71.3
= 0.41 Berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir, kebun Rumpun Sari Antan I, termasuk ke dalam tipe iklim C
54
55
Lampiran 3. Kriteria Teknis Kesesuaian Lahan untuk Kakao
Tolok Ukur Kelas Kesesuaian Lahan S1 S2 S3 N
a. Iklim - Curah Hujan
tahunan (mm) 1 500-2 500 1 250-1 500 1 100-1 250 < 1 100
2 500-3 000 > 4 000 -Lama bulan kering
(<60 mm) 0-1 1-3 3-5 >5
b. Elevasi (meter dpl) - Kakao mulia 0-600 600-700 700-800 >800 - Kakao lindak 0-300 300-400 450-600 >600 c. Kemiringan Lahan
(%) 0-8 8-15 15-45 >45
d. Sifat Fisik Tanah - Kedalaman efektif
(cm) >150 100-150 60-100 >60
- Presentase batu di permukaan
0 0-3 3-15 >15
e. Ketersediaan hara (0-30 cm)
- pH 6.0-7.0 5.0-6.0 4.0-5.0 <4.0 7.0-7.5 7.5-8.0 >8.0 - C-Organik (%) 2-5 1-2 0.5-1 <0.5 5-10 10-15 >15 - KPK (me/100g) >15 10-15 5-10 <5 - N sedang-
sangat tinggi
rendah sangat rendah
-
- P sedang-sangat tinggi
rendah sangat rendah
-
- K sedang-sangat tinggi
rendah sangat rendah
-
f. Genangan kelas drainase
baik cukup baik agak buruk Sangat buruk
g. Keracunan (toksisitas)
- Salinitas (mm hos/cm)
<1 1-3 3-6 >6
- Kejenuhan Al (%) <5 5-20 20-60 >60 Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004)
56
Lampiran 4. Struktur Organisasi PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah
56
57
Lampiran 5. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Lokasi
Mahasiswa Karyawan Standar 15/02/2010 Tiba di kebun - - - - 16/02/2010 Pengendalian
Gulma Bibit Karet
500 plbg 600 plbg 600 Plbg Pembibitan Karet
17/02/2010 Pengendalian Gulma Bibit Karet
500 plbg 576 plbg 600 Plbg Pembibitan Karet
18/02/2010 Pengendalian Helopelthis 0.4 ha/HK 0.9 ha/HK 2 ha/HK B10
19/02/2010 Pengendalian Helopelthis 0.5 ha/HK 1 ha/HK 2 ha/HK B11
20/02/2010 Pengendalian Gulma Kimiawi
- 0.7 ha/HK 0.6 ha/HK B8
22/02/2010 EWS 1.15 ha/HK 5 ha/HK 5 ha/HK B8 23/02/2010 EWS 1.5 ha/HK 5 ha/HK 5 ha/HK B8 24/02/2010 Pengendalian
Helopelthis 1.07 ha/HK 1.3 ha/HK 2 ha/HK B9
25/02/2010 Pengendalian Helopelthis 0.6 ha/HK 0.8 ha/HK 2 ha/HK B7
27/02/2010 Pengendalian Helopelthis 1.04 ha/HK 0.6 ha/HK 2 ha/HK B7
01/03/2010 Pengendalian Gulma Kimiawi
0.14 ha/HK 0.7 ha/HK 0.6 ha/HK B10
02/03/2010 Pengendalian Gulma Kimiawi
0.6 ha/HK 0.7 ha/HK 0.6 ha/HK B10
03/03/2010 Pengendalian Gulma Kimiawi
0.5 ha/HK 0.68 ha/HK 0.6 ha/HK B10
04/03/2010 Pengendalian Gulma Kimiawi
0.4 ha/HK 0.58 ha/HK 0.6 ha/HK B11
05/03/2010 Pengendalian Gulma Kimiawi
0.45 ha/HK 0.59 ha/HK 0.6 ha/HK B11
Lampiran 5. (Lanjutan)
58
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Lokasi
Mahasiswa Karyawan Standar 06/03/2010 Pengendalian
Gulma Kimiawi
0.5 ha/HK 0.66 ha/HK 0.6 ha/HK B12
08/03/2010 Pemangkasan 0.1 ha/HK 0.14 ha/HK 0.25 ha/HK B7 09/03/2010 Pemangkasan 0.12 ha/HK 0.16 ha/HK 0.25 ha/HK B8 10/03/2010 Pemangkasan 0.11 ha/HK 0.15 ha/HK 0.25 ha/HK B8 12/03/2010 Pembuangan
Parasit 0.10 ha/HK 0.13 ha/HK 0.2 ha/HK B9
13/03/2010 Pembuangan Parasit 0.12 ha/HK 0.14 ha/HK 0.2 Ha/HK B9
17/03/2010 Pemanenan - 26 kg/HK 50 kg/HK B11 18/03/2010 Pemanenan 15 kg/HK 35 kg/HK 50 kg/HK B12 19/03/2010 Pemanenan 16 kg/HK 28 kg/HK 50 kg/HK B8 20/03/2010 Pemanenan 20 kg/HK 46 kg/HK 50 kg/HK B8 22/03/2010 Pemanenan 15 kg/HK 33 kg/HK 50 kg/HK B10 23/03/2010 Pemanenan 18 kg/HK 47 kg/HK 50 kg/HK B11 24/03/2010 Pemanenan 15 kg/HK 46 kg/HK 50 kg/HK 12 25/03/2010 Pemanenan 12 kg/HK 47 kg/HK 50 kg/HK B7 26/03/2010 Pemanenan 15 kg/HK 45 kg/HK 50 kg/HK B8 27/03/2010 Pemanenan 21 kg/HK 38 kg/HK 50 kg/HK B9 29/03/2010 Pengendalian
Gulma mekanis
0.05 ha/HK 0.1 ha/HK 0.3 ha/HK B12
30/03/2010 Pembuangan tunas air 1 ha/HK 1.67 ha/HK 2.5 ha/HK B12
31/03/2010 Pembuangan tunas air 1.25 ha/HK 1.38 ha/HK 2.5 ha/HK B12
01/04/2010 Pembuangan tunas air 1.1 ha/HK 1.32 ha/HK 2.5 ha/HK B12
03/04/2010 Pembuangan tunas air 0.5 ha/HK 1.5 ha/HK 2.5 ha/HK B12
05/04/2010 Pemangkasan 0.1 ha/HK 0.18 ha/HK 0.25 ha/HK B8 06/04/2010 Pemangkasan 0.1 ha/HK 0.12 ha/HK 0.25 ha/HK B8 07/04/2010 Pemangkasan 0.15 ha/HK 0.2 ha/HK 0.25 ha/HK B8 08/04/2010 Pembalikan
Fermentasi 800 kg/HK 3 200 kg/HK - Pabrik
59
Lampiran 5. (Lanjutan)
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Lokasi
Mahasiswa Karyawan Standar 09/04/2010 Sortasi 100 kg/HK 400 kg/HK 450 kg/HK Pabrik
Pengisian Samoan Drier - 5 ton 5 ton
12/04/2010 Penerimaan BCB - - - Pabrik
13/04/2010 Penerimaan BCB - - - Pabrik
14/04/2010 Penerimaan BCB - - - Pabrik
60
Lampiran 6. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap Jawa Tengah
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Mahasiswa
Lokasi Jumlah
KH yang
diawasi (orang)
Luas Areal yang
diawasi (ha)
Lama kegiatan
(jam)
16/04/2010 Pemupukan 10 6 5 B7 17/04/2010 Pemupukan 8 6 5 B8 19/04/2010 Pemupukan 10 6 5 B8 20/04/2010 Pemupukan 15 10 5 B9 21/04/2010 Pemupukan 19 13.7 5 B8 & B10 22/04/2010 Pemupukan 12 6 5 B10 23/04/2010 Pemupukan 12 6.84 5 B10 24/04/2010 Pemupukan 23 15 5 B11 26/04/2010 Pemupukan 13 8 5 B12 27/04/2010 Pemupukan 21 17 5 B12 28/04/2010 Pemupukan 15 5 5 B5 29/04/2010 Pemupukan 16 6 5 B5 30/04/2010 Sortasi 4 - 5 Pabrik 04/05/2010 Pemanenan 4 2 6 B11 05/05/2010 Pemanenan 2 1.5 6 B12 06/05/2010 Pemanenan 4 2 6 B7 07/05/2010 Pemanenan 4 1.5 6 B7 08/05/2010 Pemanenan 4 1.6 6 B8 10/05/2010 Pengolahan Hasil 21 - 8 Pabrik 11/05/2010 Pengolahan Hasil 21 - 8 Pabrik 12/05/2010 Pengolahan Hasil 21 - 8 Pabrik 13/05/2010 Pengolahan Hasil 21 - 8 Pabrik 14/05/2010 Pengolahan Hasil 21 - 8 Pabrik 15/05/2010 Pengolahan Hasil 21 - 8 Pabrik
61
Lampiran 7. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten di PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Mahasiswa
Lokasi
Jumlah Mandor
yang diawasi (orang)
Luas Areal yang
diawasi (ha)
Lama kegiatan
(jam)
17/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 18/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 19/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 20/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 21/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 22/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 23/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 24/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 25/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 26/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 27/05/2010 Pengolahan Hasil 1 - 8 Pabrik 01/06/2010 Pemanenan 1 1.5 4 B9 02/06/2010 Pemanenan 1 2 3.5 B11 Pengendalian OPT 1 1 1 B7 03/06/2010 Pemanenan 1 2.5 4 B8 Pengendalian OPT 1 1 1 B8 04/06/2010 Pemangkasan 1 1 2 B6 Dongkel Karet 1 0.4 1 B6 05/06/2010 Pemanenan 1 1 3 B8 Pengendalian Tikus 1 1 2 B8 07/06/2010 Pemangkasan 1 0.5 4 B5 08/06/2010 Pengendalian Tikus 1 1 1 B9 Pemanenan 1 1 3.5 B12 09/06/2010 Pemanenan 1 2 5 B7 10/06/2010 Pemanenan 1 3 4 B9 11/06/2010 Pemanenan 1 2 3 B11 Pemangkasan 1 0.5 1 B12 12/06/2010 Pemangkasan 1 1 4 B5 14/06/2010 Pemanenan 1 2 3 B8 Pemangkasan 1 0.5 2 B12
1
Lampiran 8. Surat Pengantar Buah PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah PT RSA-1
SURAT PENGANTAR BUAH
No.___________AFD_____________TGL:___________
Afd. Blok Th/Tnm Jumlah Karung kg Keterangan Afdeling Pabrik Afdeling Pabrik
ANALISIS KUALITAS BCB
Plasenta Biji Mentah Biji Phytopthora Biji Berkecambah Biji Terpotong Keterangan
TRANSPORT DITERIMA DISERAHKAN
SOPIR/OPERATOR KA.PABRIK MDR.PROSES ASS.AFD. MDR. PANEN
Keterangan : Lbr. 1 Kantor Induk (Putih) Lbr. 2 Pabrik (Kunng) Lbr. 3 Afdeling (Merah)
62
top related