stroke paper kel. 3 & 11
Post on 29-Nov-2015
62 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah.
Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau
ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf.
Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya,
Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi
kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih
merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada
umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi
penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan
promotif. Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap,
tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke
yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan
Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang
ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang
menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.
2. Batasan Bahasan
1. Pengertian Stroke
2. Etiologi Stroke
3. Faktor Risiko Stroke
4. Patogenesis Stroke
5. Klasifikasi Stroke
6. Manifestasi Klinis Stroke
|Makalah Stroke| 1
7. Komplikasi Stroke
8. Pemeriksaan Diagnostik Stroke
9. Penatalaksanaan Stroke
10. Prognosis Stroke
11. Patofisiologi Stroke
12. Pengkajian Keperawatan pada Pasien Stroke
13. Diagnosa Keperawatan pada Pasien Stroke
14. Rencana Intervensi Keperawatan pada Pasien Stroke
15. Peran Perawat pada Pasien Stroke
16. Legal Etik Keperawatan pada Pasien Stroke
3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses-proses
keperawatan pada pasien stroke
4. Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah untuk memberikan tambahan
wawasan kepada pembaca mengenai proses-proses keperawatan pada pasien
stroke dan diharapkan pembaca dapat memahami dan mengaplikasikannya
dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke
|Makalah Stroke| 2
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP STROKE
Gambar 1: Pembuluh darah stroke dan pembuluh darah normal
1. Definisi Stroke
Stroke secara medis merupakan gangguan aliran darah pada salah satu
bagian otak yang menyebabkan terjadinya defisit neurologis. Secara klinis,
stroke ditandai oleh hilangnya fungsi otak secara lokal atau global yang terjadi
mendadak dan disebabkan semata-mata oleh gangguan peredaran darah otak.
Defisit neurologis terjadi selama 24 jam atau lebih, dapat mengalami
perbaikan, menetap, memburuk atau penderita meninggal (Garnadi, 2008).
Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non
traumatik yang terjadi secara akut pada suatu fokal area di otak, yang
berakibat terjadinya keadaan iskemia dan gangguan fungsi neurologis fokal
maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau langsung
menimmbulkan kematian. Dalam hitungan detik dan menit, sel otak yang
tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat lagi akan mati melalui berbagai
proses patologis. Secara tipikal, stroke bermanifestasi sebagai munculnya
defisit neurologis secara tiba-tiba, seperti kelemahan gerakan atau
kelumpuhan, defisit sensorik, atau bisa juga gangguan berbahasa
(Wahjoepramono, 2005).
Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak
secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat
|Makalah Stroke| 3
mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa
penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak (WHO, 1983).
Menurut pandangan kelompok, stroke merupakan kumpulan gejala-
gejala (sindroma) berupa gangguan sensorik dan motorik yang terjadi akibat
adanya gangguan atau kerusakan sirkulasi darah di otak yang berlangsung
selama lebih dari 24 jam (Kelompok III & XI, 2012).
2. Etiologi Stroke
Beberapa penyebab stroke dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yakni stroke yang disebabkan faktor pembuluh darah dan faktor
dari luar pembuluh darah.
1.1. Faktor Pembuluh Darah
1.1.1. Aterosklerosis pembuluh darah otak
Aterosklerosis adalah penumpukan aterom atau lemak pada lapisan
dalam pembuluh darah. Jika aterom ini sudah menutupi seluruh
lumen pembuluh darah maka aliran darah akan tersumbat.
Akibatnya, jaringan yang ada di depan pembuluh darah akan
kekurangan oksigen dan akibat lebih lanjut dapat terjadi kematian
jaringan.
1.1.2. Malformasi arteri (pembuluh nadi) otak
Adanya aneurisma (kelemahan) pembuluh darah otak dan tipisnya
dinding pembuluh darah akan memudahkan dinding pembuluh
darah robek jika terjadi peningkatan tekanan darah. Aneurisma
dibagi menjadi dua yaitu congenital (bawaan dari lahir) dan bukan
bawaan lahir (didapat setelah lahir). Aneurisma ini tidak
memberikan gejala apapun sampai suatu saat dapat pecah sendiri
jika terjadi peningkatan aliran darah ke otak dan terjadilah stroke.
1.1.3. Trombosis vena (penyumbatan)
Penyebab seperti thrombus, embolus, cacing, parasit, atau
leukemia yang dapat menyumbat pembuluh darah.
1.1.4. Pecahnya pembuluh darah otak
|Makalah Stroke| 4
Pecahnya pembuluh darah otak dapat terjadi di ruang subarachnoid
(di bawah selaput otak) atau intracerebral (dalam jaringan otak).
Akibatnya adalah darah dari arteri otak akan terus mengalir keluar
tanpa ada yang dapat menghentikan. Darah akan menutupi dan
menekan sebagian besar jaringan otak sehingga jaringan otak yang
tertekan akan mengalami hipoksia disertai dengan kematian
jaringan otak, bahkan mungkin disertai dengan kematian biologis.
1.2. Faktor dari Luar Pembuluh Darah
1.2.1. Penurunan perfusi (aliran) darah ke otak
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
hipertensi menahun yang menyebabkan terjadinya perubahan
anatomi jantung, gagal jantung kongestif atau hiperkolesterol.
Adanya perubahan tersebut menyebabkan darah menjadi relatif
lebih pekat dan alirannya menjadi lambat.
Embolus atau thrombus yang mengalir di dalam pembuluh
darah tersangkut di salah satu cabang pembuluh darah otak yang
kecil sehingga menyumbat aliran darah. Kejadian ini akan
menyebabkan kematian jaringan otak. Embolus atau thrombus
dapat berasal dari pembuluh darah di tungkai yang terlepas saat
kita beraktivitas, dari paru-paru, embolus lemak terutama terkena
pada orang yang obesitas atau pascaoperasi besar, seperti operasi
caesar dan patah tulang (Mahendra dan Evi 2007).
3. Faktor Risiko Stroke
Stroke banyak terjadi pada kelompok usia lanjut. Sama halnya dengan
jantung koroner, pembuluh darah otak semakin hari semakin menebal.
Diperlukan waktu puluhan tahun sebelum pipa pembuluh otak tersumbat total
(Mahendra dan Evi 2007).
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1.3. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1.3.1. Usia
|Makalah Stroke| 5
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,
semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan
pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih
kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
1.3.2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa
laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat
merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
1.3.3. Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke
pada keluarganya.
1.3.4. Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras
kulit hitam.
1.4. Faktor yang Dapat Dimodifikasi
1.4.1. Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki
peluang besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi
merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu
sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah
akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke
otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak
(ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga
glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,
maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
|Makalah Stroke| 6
1.4.2. Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak
miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar
terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran
darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan
aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh
pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju
ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat
mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
1.4.3. Diabetes mellitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke.
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang
umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan
ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.
1.4.4. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol
didalam darah berlebih (hiper=kelebihan). Kolesterol yang berlebih
terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak
pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk
sehingga dapat mengganggu aliran darah.
1.4.5. Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan
kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana
biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
1.4.6. Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang
merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
|Makalah Stroke| 7
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan
aliran darah (Redaksi Agromedia, 2009).
4. Patogenesis Stroke
Patogenesis stroke secara umum, dapat dijabarkan sebagai gangguan
pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar
atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai
proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu
sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh
darah, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status
aliran darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah
akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium; atau (4) ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang
subaraknoid (Price, S.A. & Lorraine, M.W. 2005).
5. Klasifikasi Stroke
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke
dapat diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik
(perdarahan) (Wahjoepramono 2005). Pada stroke iskemik, aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
|Makalah Stroke| 8
Gambar 2: Jenis-jenis stroke
1.5. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark
dikarenakan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun
atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya
terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18
ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel (Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini (Misbach & Kalim 2007).
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah)
atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah
ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju
ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan
ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan
mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam
suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung
hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
|Makalah Stroke| 9
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat
diminimalisir (Wahjoepramono 2005).
Gambar 3: Stroke iskemik
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi
menjadi tiga, yaitu akibat (1) TIA (Transient Ischemic Attack), (2)
trombosis dan (3) emboli.
1.5.1. TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu
yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat
pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan
secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi
setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu
ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan
lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau lebih
dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir
komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan
sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit
(RIND) (Wahjoepramono 2005).
1.5.2. Trombosis
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena
trombosis dalam pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya
oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang
|Makalah Stroke| 10
besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau
arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri
yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area
lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus
venosus (Wahjoepramono 2005).
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan
TIA (Transient ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya
serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang mengalami
gangguan aliran darah adalah area otak yang sama
(Wahjoepramono 2005).
1.5.3. Emboli
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi
oleh adanya trombus yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau
arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di
pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya
mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena
85% aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi
posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau
pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana
defisit neurologis langsung mencapai taraf maksimal sejak awal
(onset) gejala muncul.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah yang kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling
sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama
jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran
|Makalah Stroke| 11
darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri
(Wahjoepramono 2005).
1.6. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intrakranial non traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
Gambar 4: Stroke hemoragik
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak
(intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan
luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam
tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya
disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah
penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
1.6.1. Perdarahan intraserebral (intracerebral hemorrhage)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi
darah ke dalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri
perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari
seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari
|Makalah Stroke| 12
yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih
tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi
dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis
dalam pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi
kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat
lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat
sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi)
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah.
Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan
dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan
pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya
stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak
diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding
pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak
normal disebut amyloid yang menumpuk pada arteri otak.
Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri
dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak
banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada
ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah
(vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan
penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari
perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang
paling berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki
perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita
yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya
kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
1.6.2. Perdarahan subarakhnoid (subarachnoid hemorrhage)
|Makalah Stroke| 13
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam
ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan
lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan
otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya
tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada
pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali
diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa
cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah
satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka
kepala. Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala
yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid
dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi
secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari
kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya
secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma
biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan
hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian,
setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma
sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari
pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh
(arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi
hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang,
penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi,
mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
|Makalah Stroke| 14
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri
tersebut bisa kemudian melemah dan pecah (Wahjoepramono
2005).
Klasifikasi stroke berdasarkan stadium atau pertimbangan waktunya
dibagi menjadi:
1.7. Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba
dan menghilang dalam beberapa detik sampai beberapa jam. Gejala hilang
<24 jam.
1.8. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
1.9. Progresif Stroke Inevolution
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya
gejala makin lama semakin buruk proses progresif berupa jam sampai
beberapa hari.
1.10. Stroke Lengkap (Completed Stroke)
Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit
memperlihatkan perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke
inevaluation. Bentuk kelainan sudah menetap, gangguan neurologis sudah
maksimal/berat sejak awal serangan.
Klasifikasi stroke berdasarkan sistem pembuluh darahnya dapat dibagi
menjadi:
1.11. Sistem Karotis
Gambar 5: Arteri karotis
|Makalah Stroke| 15
1.12. Sistem Vertebra-Basilar
Gambar 6: Arteri vertebra-basilar
6. Manifestasi Klinis Stroke
1.13. Gejala Umum
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus
memperoleh informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah
serangan otak yang secara sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama
yang harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini penting agar semua
orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan
stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:
Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.
Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
|Makalah Stroke| 16
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi
menjadi berikut:
Bagian sistem saraf pusat: Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik
Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan
dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,
dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang
sama, misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin
parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan
kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan mudah
mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan
stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya (Sutrisno 2007). Gejala
stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau
perdarahan (Gendo 2007).
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas
(Transient Ischaemic Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa
lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau
tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara.
Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat,
kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan
menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti kelumpuhan.
1.14. Gejala Stroke Iskemik
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang
berbeda tergantung neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara
lain:
|Makalah Stroke| 17
1.14.1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan
suplai darah ke area korteks serebri parasagital, yang mencakup
area korteks motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah
kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih
(pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada
aliran darah serebri anterior adalah paralisis kontralateral dan
gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak bawah. Selain
itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena
kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan
dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
1.14.2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai
sebagian besar dari hemisfer serebri dan struktur subkortikal
dalam, yang mencakup area divisi kortikal superior, inferior, dan
lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal
superior yaitu menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan
distribusi serupa, tetapi tanpa disertai hemianopia homonimus.
Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala juga
akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang
memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada
divisi kortikal inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat
berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi
sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral,
gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi
anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai
sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia
reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio
atau trifurkasio (lokasi percabangan arteri serebri media) dimana
|Makalah Stroke| 18
merupakan pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan
terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi
hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan
wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia,
dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global (perseptif
dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan
mengakibatkan aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan
akan terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain
gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti
yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki
sisi kontralateral.
1.14.3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal
pada ujung arteri karotis komunis yang membelah dua. Arteri
karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior
dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai
darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi
arteri karotis interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada.
Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang disebabkan oklusi
arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala
gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang
mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan
gabungan dari oklusi arteri serebri media dan anterior ditambah
gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul sebagai
hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus
hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.
1.14.4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri
basilaris yang memberikan aliran darah ke korteks oksipital
|Makalah Stroke| 19
serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian rostral dari
mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat
menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri
serebri posterior menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia
yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi
yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada
mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan
vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia
internuklear, dan defiasi vertikal drai bola mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer
dominan, dapat terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama
benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan
menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi
objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus
kalosum menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan
dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua
arteri serebri posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita
mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah
dikenali).
1.14.5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri
vertebra. Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah
untuk lobus oksipital, lobus temporal media, talamus media,
kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris
menimbulkan defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan
beberapa cabang arteri. Trombosis basiler mempengaruhi bagian
proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan
mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular
|Makalah Stroke| 20
lainnya seperti konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering
disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan penurunan
kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian
distal arteri basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah
menuju formasio retikularis asendens di mesensefalon dan talamus
sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang
lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus
demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital
dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan
gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor
(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal,
diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa
gangguan motorik.
1.14.6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris
adalah arteri sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior
anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior
posterior mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s
syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis
ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah, hemihipertesi
alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan
cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan
mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan
menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah,
kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri
sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral
pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik
nistagmus atau skew deviation.
1.14.7. Cabang vertebrobasiler paramedian
|Makalah Stroke| 21
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial
batang otak mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel
IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus
sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis,
nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung
dimana oklusi terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan
paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia.
Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII)
ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus
hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata.
Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan
kedua sisi batang otak.
1.14.8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang
memasuki sisi vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras
motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri
basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus
kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus
kranialis ipsilateral.
1.14.9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak
(putamen 37%, talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%,
kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom
infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni,
hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
1.15. Gejala Stroke Hemoragik
1.15.1. Perdarahan Intraserebral
Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu
onset yang hampir selalu timbul pada saat beraktivitas dan
terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya 3%).
Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan
|Makalah Stroke| 22
muntah. Walaupun tidak spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini
membedakannya dengan stroke iskemik. Sakit kepala pada saat
onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada pasien
dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal,
distorsi, atau peregangan struktur intrakranial superfisial yang
sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya
suatu perdarahan lobaris dibandingkan perdarahan pada bagian
yang lebih dalam. Kecepatan penurunan kesadaran pada pasien
bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi. Berikut
ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat
terjadi pada stroke perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:
1.15.1.1. Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk
perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi.
Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah
kelemahan motorik unilateral yang diikuti abnormalitas
sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai
hemisfer sisi dominan akan terjadi afasia global, sedangkan
bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan
gejala hemi-inattention.
1.15.1.2. Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai
perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan putamina
basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba,
dengan sakit kepala dan muntah yang diikuti penurunan
kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan
leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan
konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka
pendek.
1.15.1.3. Perdarahan talamik
|Makalah Stroke| 23
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran
klinis yang sesuai dengan besarnya area perdarahan dan
perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa
yang timbul sangat besar maka perluasan dapat mencapai
daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai
namun sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk
hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom
hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai,
wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada
perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus
okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan
atas, paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi
asimetris.
1.15.1.4. Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal
substansia alba menghasilkan lesi yang dapat muncul
diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal
dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda dengan
perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak
berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi.
Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan
perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi
arterial dan penurunan kesadaran. Sedangkan keluhan sakit
kepala dan kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit
kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia
juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota
gerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.
1.15.1.5. Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi
arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari cabang distal
arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul
pada saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal yang
|Makalah Stroke| 24
mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat
mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-
tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan
pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi
pada beberapa pasien.
1.15.1.6. Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah
sangat jarang ditemukan perdarahan biasanya berasal dari
bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum
atau ponds. Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap
dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga
hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus.
Gejala lain yang ditimbulkan antara lain berupa
kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek
extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh, muntah,
hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
1.15.1.7. Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan masuknya darah keruangan
tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit
kepala yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma,
gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem
otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada
wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki
bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.
1.15.1.8. Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang
sekali terjadi bahkan lebih jarang dibandingkan pedarahan
otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa
pening, muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia
tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam
|Makalah Stroke| 25
waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis
kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
1.15.2. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya suatu aneurisma intrakranial. Sebelum pecah, aneurisma
biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai menekan saraf
atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum
pecahnya besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian
menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di bawah ini:
Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan
berat (kadang kala disebut sakit kepala thunderclap).
Nyeri muka atau mata.
Penglihatan ganda.
Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat
menyebabkan beberapa masalah serius lainnya:
Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid
hemorrhage bisa menggumpal. Darah yang menggumpal bisa
mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari
kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah
di dalam otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak.
Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit
kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa
meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri
di dalam otak bisa kontraksi (kejang), membatasi aliran darah
menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan
cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm
bisa menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik,
seperti kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian
tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,
dan koordinasi lemah.
|Makalah Stroke| 26
Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya
dalam waktu seminggu.
7. Komplikasi Stroke
Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin
serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jatung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya
cedera.
Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak da selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral
dan harus diperbaiki.
Gangguan otak yang berat
Kematian
Bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskular
(Baticaca, Fransisca B. 2008).
8. Pemeriksaan Diagnostik Stroke
1.16. Pemeriksaan Fisik
|Makalah Stroke| 27
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital
seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga
tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor
dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah,
tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis
yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran
menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan reflex-refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu
tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan anggota
gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan
kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin
kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan
perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan -
perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
1.17. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium,
pemeriksaan neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah
sebagai berikut:
1.17.1. Pemeriksaan laboratorium
1.17.1.1. Pemeriksaan darah rutin
1.17.1.2. Pemeriksaan kimia darah lengkap
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur kembali turun.
|Makalah Stroke| 28
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati,
enzim SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid,
LDH-HDL kolesterol serta total lipid).
1.17.1.3. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
1.17.1.4. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi
Homosistein.
1.17.2. Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan
mendapat serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi
perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan
otak yang menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus
atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan
diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah
kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli
(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama
transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk
visualisasi emboli cardial.
1.17.3. Pemeriksaan radiologi
1.17.3.1. CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan
pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan
manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark
otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-
hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan.
Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,
|Makalah Stroke| 29
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
1.17.3.2. Pemeriksaan foto thoraks.
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan
salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke
dan adakah kelainan lain pada jantung.
Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk
prognosis.
9. Penatalaksanaan Stroke
1.18. Penatalaksanaan Farmakologi
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala
lainnya dapat dicegah atau dipulihkan jika obat stroke yang berfungsi
menghancurkan bekuan darah disuntikkan kurang dari tiga jam sejak
serangan (periode emas). Obat yang diberikan biasanya diberikan
berdasarkan penyebab stroke, dan akibat yang ditimbulkan oleh stroke
tersebut, seperti obat depresi (untuk mengatasi gangguan psikis), dan alat
bantu nafas. Antikoagulan (anti penggumpalan) tidak diberikan kepada
penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada
penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko
terjadinya perdarahan ke dalam otak (Utama J 2007).
1.18.1. Terapi trombolis
Satu-satunya obat yang diakui oleh the US Food dan Drug
Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah
activator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Setelah
disetujui pada bulan juni 1996 TPA dapat digunakan pada
penderita stroke akut dengan syarat-syarat tertentu baik I.V
maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset
stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran
thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada
|Makalah Stroke| 30
perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama daerah
penumbra.
1.18.2. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi adalah pemberian antikoagulan pada stroke
iskemik akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau
heparinoid (fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil
thrombus yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru.
Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor
koagulasi dan mencegah/ memperkecil pembentukan fibrin dan
propogasi thrombus.The European Stroke Intiative (2000)
merekomendasikan bahwa antikoagulan oral (INR 2,0 – 3,0)
diindikasikan pada stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium.
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat lebih tinggi (INR 3,0 –
4,0) untuk pasien stroke memiliki katup prostetik mekanis.
1.18.3. Pengobatan anti-platelet pada stroke akut
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke,
baru-baru ini sangat dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST
( International Stroke Trial ) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke
Trial ) memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase akut
menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas
penderita stroke akut.
1.18.4. Terapi Neuroproteksi
Pengobatan spesifik iskemik stroke akut yang kedua adalah
obat-obatan “neuroprotektor”: yaitu obat yang mencegah dan
memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama
didaerah penumbra. Obat-obatan ini berperan dalam menginhibisi
dan mengubah reversebilitas neuronal yang terganggu akibat
“ischemic cascade”. Termasuk dalam kaskade ini adalah:
kegagalan hemostatis calcium, produksi berlebih radikal bebas,
disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh
leukosit dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal
|Makalah Stroke| 31
injury” berkembang penuh setelah 24-72 jam, dan dapat
berlangsung selama 10 hari.
1.19. Penatalaksanaan Bedah
1.19.1. Dekompresi Bedah
Suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis dan
dicadangkan untuk stroke yang paling massif. Pada prosedur ini
salah satu sisi tengkorak diangkat (hemikraniektomi) sehingga
jaringan otak yang mengalami infark dan edema mengembang
tanpa dibatasi oleh struktur tengkorak yang kaku. Dengan
demikian prosedur ini mencegah tekanan dan distorsi pada jaringan
yang masih sehat dan struktur batang otak.
1.19.2. Endartektomi
Pembedahan yang dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi
serebral bagi penderita stroke trombotik atau embolik, pembuangan
plak dari dinding arteri dalam.
Gambar 7: Endartektomi
1.19.3. Bypass mikrovaskular
Pembedahan untuk anastomosis pembuluh ekstrakranial
dengan pembuluh ekstrakranial (Williams and Wilkins, 2011).
1.20. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Menurut Wirakusumah (2001), makanan yang dapat menolong
untuk mencegah stroke antara lain:
1.20.1. Sumber asam lemak omega-3
Komponen ini banyak terkandung di dalam ikan. Suatu
penelitian yang dilakukan di Belanda terhadap populasi yang
berusia 60-90 tahun, yang selalu mengkonsumsi ikan (sekurang-
|Makalah Stroke| 32
kurangnya satu kali seminggu), membuktikan bahwa resiko
terserang stroke pada 15 tahun ke depan hanya setengah kali
dibandingkan dengan populasi lain yang tidak mengkonsumsi ikan.
Hal ini membuktikan bahwa asam lemak omega-3 yang terkandung
di dalam ikan akan memperbaiki struktur membran sel. Dalam hal
ini, sel akan lebih kuat dan lentur. Selain itu, asam lemak omega-3
dapat membantu thromboxane yang berfungsi menurunkan
terbentuknya gumpalan darah.
1.20.2. Teh
Stroke dapat juga dilawan dengan teh, khususnya jenis teh
hijau. Sebuah studi di Jepang membuktikan dengan mengkonsumsi
teh hijau sebanyak lima cangkir sehari dapat menurunkan resiko
terserang stroke. Di dalam teh hijau terkandung antioksidan yang
dapat mencegah terjadinya kerusakan sel. Bahkan, teh hijau
mengandung komponen antioksidan yang lebih kuat dibanding
vitamin E dan vitamin C. Berikut ini adalah zat-zat yang berperan
sebagi sumber antioksidan:
Betakaroten
Vitamin E
Vitamin C
1.20.3. Sumber kalium
Makanan sumber kalium seperti pisang, dapat menurunkan
resiko terserangnya stroke. Diduga, asupan kalium yang memadai
membuat dinding arteri lebih elastik dan normal. Selain itu, juga
dapat melindungi kerusakan pembuluh darah akibat tekanan darah
yang tinggi.
1.20.4. Bawang bombay dan bawang putih
Bawang bombay dan bawang putih dapat mencegah
penggumpalan darah yang akan menyumbat aliran darah ke otak.
Selain itu, juga dapat memacu mekanisme pelarutan gumpalan
darah di dalam tubuh.
Sedangkan hal-hal yang harus diwaspadai antara lain:
|Makalah Stroke| 33
1.20.5. Sumber lemak
Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan
makanan yang mengandung lemak. Jenis lemak yang harus
diwaspadai, terutama lemak jenuh yang dapat memicu
terbentuknya gumpalan-gumpalan lemak dalam pembuluh darah.
Inilah yang akan menghambat aliran darah ke otak sehingga
menimbulkan stroke.
1.20.6. Garam
Diduga, kelebihan garam dapat memicu timbulnya mini
stroke. Pengujian yang dilakukan terhadap tikus menunjukkan
bahwa pada otak tikus yang mnengkonsumsi ransum dengan kadar
garam yang tinggi, akan tampak adanya kerusakan arteri dan
jaringan, yang disebabkan oleh keadaan mini stroke.
1.20.7. Alkohol
Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan
alkohol karena kelebihan alcohol yang tinggi dapat meningkatkan
resiko terserangnya stroke. Konsentrasi alcohol yang tinggi dapat
memicu terjadinya emboli (penggumpalan), dan ischemia
(kurangnya darah dalam jaringan), yang disebabkan oleh
perubahan konsentrasi darah dan kontraksi pembuluh darah.
Kondisi inilah yang mengawali terjadinya stroke.
1.21. Pencegahan
Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan
sekunder.
1.21.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah stroke pada
mereka yang belum pernah terkena stroke. Pencegahan sekunder
ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA
(Wahjoepramono 2005).
Menurut Wahjoepramono (2005), pencegahan primer dapat
dilakukan dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi:
Penurunan berat badan: mengupayakan berat badan normal
|Makalah Stroke| 34
Pola makan yang tidak memicu hipertensi: mengkonsumsi
buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak serta
mengurangi konsumsi lemak jenuh
Diet rendah garam: mengurangi intake garam <100 mmol per
hari (2,4 g Na atau 6 g NaCl)
Aktivitas fisik: aktivitas fisik rutin seperti jalan santai minimal
30 menit per hari.
1.21.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang ditujukan
pada pasien yang sudah pernah mengalami stroke atau TIA. Target
akhir dari pencegahan sekunder adalah agar jangan sampai terjadi
seranagn TIA ataupun stroke yang berulang. Pencegahan sekunder
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Stroke Council of the American Heart Association
merekomendasikan hal pencegahan sebagai berikut:
Lemak
LDL < 100 mg/dL
HDL > 35 mg/dL
TC < 200 mg/dL
TG < 200 mg/dL
Diet AHA step II: ≤ 30 % lemak, < 7
% lemak jenuh, < 200 mg/hari
kolesterol, penurunan berat badan dan
aktifitas fisik.
Jika target tak tercapai dan LDL > 130
mg/dL berikan terapi medikamentosa
(mis: statin).
Bila LDL 100-130 mg/dL,
medikamentosa dapat
dipertimbangkan.
Alkohol Mengurangi konsumsi
alcohol
Edukasi pasien dan keluarga untuk
kurangi / hentikan kebiasaan minum
alcohol
Aktifitas
fisik
30–60 menit dalam 3-4
kali / menggu
Latihan fisik sedang (jalan santai,
jogging, bersepeda atau aerobik).
Program dengan supersi medis bagi
|Makalah Stroke| 35
pasien dengan rsiko tinggi (penyakit
jantung)
Obesitas≤ 120 % dari berat badan
ideal berdasarkan tinggiDiet dan latihan fisik
AHA: American Heart Association, HDL: high density lipoprotein, LDL: low density lipoprotein,
TC: total cholesterol, TG: trigliserida
Pencegahan terjadinya stroke harus dilakukan sepanjang masa.
Dengan bertambahnya usia, kemungkinan untuk terserang stroke. Oleh
karena itu, harus diusahakan untuk selalu mengurangi atau
menghilangkan berbagai faktor resiko, terutama dengan melakukan diet
dan olahraga secara teratur (Wirakusumah, 2001).
1.22. Perawatan Pasca Stroke
Sekali terkena serangan stroke, tidak membuat seseorang terbebas
dari stroke. Di samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada
kemungkinan dapat terserang kembali di kemudian hari. Penanganan
pasca stroke yang biasa dilakukan adalah:
1.22.1. Rehabilitasi
Penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti
terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu
di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien,
seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga
dilakukan community based rehabilitation (rehabilitasi
bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan
pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong,
setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan
meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat.
1.22.2. Penerapan gaya hidup sehat
Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan
stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih
buruk dari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami
serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien
tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Penerapan gaya
|Makalah Stroke| 36
hidup sehat sangat penting bagi mereka yang sudah pernah terkena
serangan stroke, agar tidak kembali diserang stroke seperti berhenti
merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat,
berolahraga teratur 3 kali seminggu (30-45 menit), makan
secukupnya, dengan memenuhi kebutuhan gizi seimbang, menjaga
berat badan jangan sampai kelebihan berat badan, berhenti minum
alkohol dan atasi stres.
Selain itu konsumsi bahan-bahan makanan yang dapat mengurangi
resiko timbulnya kembali serangan stroke juga sangat diperlukan.
10. Prognosis Stroke
Luaran stroke pada umumnya digambarkan dalam bentuk angka
kematian dan status fungsional pascaserangan stroke. Penelitian Alessandro,
dkk (1992) menunjukkan bahwasecarakeseluruhanangkakematianpada 30 hari
pertama adalah 31%. Pengukuran status fungsional pada hari ketiga puluh
pascaserangan stroke memperlihatkan bahwa 62% pasien stroke dapat mandiri
dalam kehidupannya.
Penelitian Marini, dkk (1999) pada 330 pasien stroke iskemik dengan
rerata lama follow up 96 bulan menunjukkan bahwa angka mortalitas adalah
13,5%. Prognosis stroke ditentukan oleh banyak parameter dan predictor
klinis.
PenelitianWardlaw, dkk (1998) pada 993 pasien stroke
memperlihatkan bahwa infark yang terlihat pada gambaran CT Scan kepala
akan meningkatkan risiko kematian sebesar 4,5 kali (95% CI: 2,7-7,5), dan
ketergantungan hidup sebesar 2,5 kali (95% CI 1,9-3,3).
Penelitian de Jong, dkk (2002) pada 333 pasien memperlihatkan bahwa
pasien stroke dengan lebih dari 1 infark lakuner memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan 1 infark lakuner. Angka moralitas yang lebih
tinggi (33% VS 21%), angka rekurensi stroke yang lebih tinggi (21% VS
11%), dan nilai status fungsional yang lebih rendah dihubungkan dengan
infark lakuner yang lebih dari 1. Pada kasus stroke perdarahan, angka
mortalitas relative lebih tinggi.
|Makalah Stroke| 37
Penelitian Larsen, dkk (1984) pada 53 pasien stroke perdarahan
menunjukkan bahwa angka mortalitas akut adalah 27%. Faktor prognosis yang
utama adalah tingkat kesadaran dan volume hematoma.
Penelitian Fieschi, dkk (1988) pada 104 pasien stroke menunjukkan
angka kematian pada bulan pertama adalah 30%. Faktor prognosis yang paling
signifikan adalah usia, tingkat kesadaran saat masuk RS, dan ukuran heatoma.
Penelitian Kiyohara, dkk (2003) pada 1621 pasien stroke di Jepang
memperlihatkan hasil serupa, angka kematian pada perdarahan serebral di 30
hari pertama adalah 63,3% di banding infark serebral sebesar 9%. Faktor
demografik, penyakit penyerta, dan keparahan gejala stroke berkontribusi
terhadap luaran stroke.
Penelitian kohort Kernan, dkk (2000) memperlihatkan prognosis stroke
dipengaruhi oleh usia, komorbiditas gagal jantung, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes, hipertensi, danpenyakit jantung koroner. Adanya komorbiditas, usia
tua, riwayat stroke sebelumnya akan memberikan prognosis yang lebih buruk.
11. Patofisiologi Stroke
(Lampiran. 1)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE
1. Pengkajian Keperawatan pada Pasien Stroke
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan (Marilynn
E. Doenges et al, 1998).
1.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang
status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
1.1.1. Identitas klien
|Makalah Stroke| 38
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
1.1.2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
1.1.3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
1.1.4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
1.1.5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes Militus
1.1.6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
1.1.7. Pola-pola fungsi kesehatan
1.1.7.1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
1.1.7.2. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.
|Makalah Stroke| 39
1.1.7.3. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
1.1.7.4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Gejala : merasa kesulitan dalam melakukan aktifitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegi),
merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat. Tanda:
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), kelemahan
umum, gangguan penglihatan dan gangguan tingkatan
kesadaran.
1.1.7.5. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot.
1.1.7.6. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
1.1.7.7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.
1.1.7.8. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
1.1.7.9. Pola reproduksi seksual
|Makalah Stroke| 40
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
1.1.7.10. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
1.1.7.11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah
laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
1.1.7.12. Pola Sirkulasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan
dalam sistem sirkulasi, hal ini dapat diketahui melalui
gejala dan tanda sebagai berikut:
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia
Tanda: hipertensi arterial, frekuensi nadi dapat bervariasi,
distrimia, perubahan EKG.
1.1.7.13. Integritas Ego
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu
perubahan keadaan emosional dalam dirinya, hal ini dapat
diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut:
Gejala: perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Tanda: emosi yang labil, ketidaksiapan untuk marah , sedih,
gembira dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.
1.1.7.14. Nyeri/ Kenyamanan
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu
keadaan ketidaknyamanan, hal ini dapat diketahui melalui
gejala dan tanda sebagai berikut:
Gejala: sakit kepala
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
pada otot.
|Makalah Stroke| 41
1.1.7.15. Penyuluhan/ Pembelajaran
Pada klien dengan stroke infark sangat diperlukan
penyuluhan/ pembelajaran untuk mencegah masalah lebih
lanjut, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai
berikut:
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga dan stroke.
1.1.8. Pemeriksaan Fisik
1.1.8.1. Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut
nadi bervariasi
1.1.8.2. Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek.
Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut: umumnya tidak ada kelainan
1.1.8.3. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik
Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi
Mata: penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya
gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam
mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam
memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
(Muttaqin, 2008)
Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
|Makalah Stroke| 42
1.1.8.4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan reflex batuk dan menelan.
1.1.8.5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
1.1.8.6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat inkontinensia atau retensio urin
1.1.8.7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh,
mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan
pengukuran kekuatan otot, normal: 5Pengukuran kekuatan
otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada
gerakan pada sendi.
Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan gravitasi.
Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
Nilai 5 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
dengan kekuatan penuh.
1.1.8.8. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan
XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
|Makalah Stroke| 43
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan reflex patologis
(Jusuf Misbach, 1999).
1.1.9. Pemeriksaan penunjang
1.1.9.1. Pemeriksaan radiologi
CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak
(Linardi Widjaja, 1993).
MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik (Marilynn E. Doenges, 2000).
Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
(Satyanegara, 1998).
Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan
keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke (Jusuf Misbach, 1999).
1.1.9.2. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama
(Satyanegara, 1998).
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250
mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali (Jusuf Misbach, 1999).
|Makalah Stroke| 44
Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan
pada darah itu sendiri (Linardi Widjaja, 1993).
1.2. Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi
kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan
data dan akhirnya menarik kesimpulan (Marilynn E. Doenges, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan pada Pasien Stroke
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan
sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
1. Penurunan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan infark serebral.
2. Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume
intrakranial.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipares/ hemiplagia.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan control otot
tonus fasial/ oral.
5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
6. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi
pada upper motor neuron.
7. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.
8. Risiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah
dan menelan.
9. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
10. Risiko trauma/ cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
11. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial dan
perubahan fungsi dan persepsi kognitif.
12. Kecemasan berhubungan dengan kondisi sakit.
3. Rencana Intervensi Keperawatan pada Pasien Stroke
|Makalah Stroke| 45
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan
perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah
penentuan prioritas diagnose keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria
hasil dan menntukan intervensi keperawatan. Rencana keperawatan dari
diagnosa keperawatan diatas adalah:
1. Penurunan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan infark serebral.
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah,
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,
- GCS 4,5,6,
- Pupil isokor, reflek cahaya (+),
- Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7o
C, pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi Rasional
Berikan penjelasan kepada keluarga
klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya.
Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan.
Anjurkan kepada klien untuk bed rest
total.
Untuk mencegah perdarahan ulang.
Observasi dan catat tanda-tanda vital
dan kelain tekanan intrakranial tiap dua
jam.
Mengetahui setiap perubahan yang
terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat.
Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30
dengan letak jantung (beri bantal tipis).
Mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatkan drainage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
Bantu pasien untuk membtasi muntah,
batuk,anjurkan klien menarik nafas
apabila bergerak atau berbalik dari
tempat tidur
Aktivitas ini dapat meningkatkan
tekanan intracranial dan intraabdoment
dan dapat melindungi diri dari valsava.
|Makalah Stroke| 46
Anjurkan klien untuk menghindari
batuk dan mengejan berlebihan.
Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung.
Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenagngan mingkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat neuroprotektor, steroid,
dan aminofel.
Memperbaiki sel yang masih viable,
menurunkan premeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri,
menurunkan metabolik sel dan kejang.
2. Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume
intrakranial.
Tujuan: Tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah,
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,
- GCS 4,5,6,
- Tidak terdapat papiledema,
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-100 kali permenit,
suhu: 36-36,7o C, pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi Rasional
Kaji faktor penyebab dari peningkatan
TIK.
Deteksi dini untuk memprioritaskan
intervensi, mengkaji status neurologis/
tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.
Memonitor tanda-tanda vital setiap 4
jam.
Suatu keadaan normal bila sirkulasi
serebri terpelihara dengan baik atau
|Makalah Stroke| 47
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah
sistemik. Dengan peningkatan tekanan
darah (diastolik) maka dibarengi
dengan peningkatan tekanan darah
intrakranial. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradikardi, disritmia,
dispnea merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK
Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan kembali
dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan saraf jika batang otak
terkoyak. Keseimbangan saraf antara
simpatis dan parasimpatis merupakan
respon refleks saraf kranial.
Monitor temperatur dan pengaturan
suhu lingkungan.
Panas merupakan refleks dari
hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O2 akan menunjang
peningkatan TIK.
Pertahankan kepala/ leher pada posisi
yang netral, usahakan dengan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal yang
tinggi pada kepala.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat
menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah
otak (menghambat drainase pada vena
serebri) sehingga dapat meningkatkan
TIK.
Berikan periode istirahat antara
tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
Tindakan yang terus-menerus dapat
meningkatkan TIK oleh efek
rangsangan kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan
rasa nyaman seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah, dan suasana/ pembicaraan yang
tidak gaduh.
Memberikan suasana yang tenang
(cloming effect) dapat mengurangi
respons psikologis dan memberikan
istirahat untuk mempertahankan TIK
yang rendah.
|Makalah Stroke| 48
Cegah atau hindarkan terjadinya
valsava maneuver.
Mengurangi tekanan intraorakal dan
intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan perilaku
pada pagi hari.
Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana klien
tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan TIK.
Berikan penjelasan kepada klien (jika
sadar) dan keluarga sebab-akibat TIK
meningkat.
Meningkatkan kerjasama dalam
meningkatkan perawatan klien dan
mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan
GCS.
Perubahan kesadaran menunjukkan
peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.
Kolaborasi pemberian O2 sesuai
indikasi.
Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebri dan
volume darah dan menaikkan TIK.
Kolaborasi pemberian cairan intravena
sesuai dengan yang diindikasikan
Pemberian cairan mungkin diinginkan
untuk menurunkan edema serebri,
peningkatan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah, dan TIK.
Kolaborasi pemberian obat osmosis
diuretic (manitol, furosid), steroid
(deksametason, metilprednisolon), dan
vasodilator perifer (siklandilat,
papverin, isokssuprin).
Mengurangi edema serebri dan TIK,
menurunkan inflamasi, dan untuk
meningkatkan sirkulasi kolateral atau
menurunkan vasospasme.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipares/ hemiplagia.
Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
|Makalah Stroke| 49
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi,
- Bertabahnya kekuatan otot,
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan secar fungsional
dengan cara yang teratur klasifikasikan
melalui skala 0-4.
Mengidentifikasikan kelemahan dan
dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan
gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus
dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan.
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas
yang sakit.
Otot volunter akan kehilangan tonus
dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Bantu mengembangkan keseimbangan
duduk seperti meninggikan bagian
kepala tempat tidur, bantu untuk duduk
di sisi tempat tidur.
membantu melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan
motorik.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien.
Pengobatan lebih teratur dan program
yang khusus dapat di kembangkan
untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan control otot
tonus fasial/ oral.
Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal.
Kriteria hasil:
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi,
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isarat.
|Makalah Stroke| 50
Intervensi Rasional
Berikan metode alternatif komunikasi,
misal dengan bahasa isarat.
Memenuhi kebutuhan komunikasi
sesuai dengan kemampuan klien.
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat
berkomunikasi.
Mencegah rasa putus asa dan
ketergantungan pada orang lain.
Bicaralah dengan klien secara pelan dan
gunakan pertanyaan yang jawabannya
“ya” atau “tidak”.
Mengurangi kecemasan dan
kebingungan pada saat komunikasi.
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap
berkomunikasi dengan klien.
Mengurangi isolasi sosial dan
meningkatkan komunikasi yang efektif.
Hargai kemampuan klien dalam
berkomunikasi.
Memberi semangat pada klien agar
lebih sering melakukan komunikasi.
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk
latihan wicara.
Melatih klien belajar bicara secara
mandiri dengan baik dan benar.
5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan: Klien tidak mengalami gangguan eliminasi fecal (konstipasi) tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat,
- Klien dapat BAB dengan lancer,
- Konsistensi feses lunak,
- Tidak teraba masa pada kolon (scibala),
- Bising usus normal (15-30 kali permenit).
Intervensi Rasional
Kaji pola eliminasi BAB. Mengetahui frekuensi BAB klien,
mengidentifikasi masalah BAB pada
klien.
Berikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab konstipasi.
Klien dan keluarga akan mengerti
tentang penyebab konstipasi.
|Makalah Stroke| 51
Auskultasi bising usus. Bising usu menandakan sifat aktivitas
peristaltic.
Anjurkan pada klien untuk makan
maknanan yang mengandung serat.
Diet seimbang tinggi kandungan serat
merangsang peristaltik dan eliminasi
regular.
Berikan intake cairan yang cukup (2
liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Masukan cairan adekuat membantu
mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu
eliminasi regular.
Lakukan mobilisasi sesuai dengan
keadaan klien.
Aktivitas fisik reguler membantu
eliminasi dengan memperbaiki tonus
oto abdomen dan merangsang nafsu
makan dan peristaltik.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pembasahan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi.
6. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi
pada upper motor neuron.
Tujuan: Klien mampu mengontrol eliminasi urinya.
Kriteria hasil:
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia,
- Tidak ada distensi bladder.
- Pola eliminasi BAK normal
Intervensi Rasional
Kaji pola eliminasi urin. Mengetahui masalah dalam pola
berkemih.
Kaji multifaktoral yang menyebabkan
inkontensia.
Menentukan tindakan yang akan di
lakukan.
Identifikasi pola berkemih dan
kembangkan jadwal berkemih sering.
Berkemih yang sering dapat
mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih yang berlebih.
|Makalah Stroke| 52
Ajarkan untuk membatasi masukan
cairan selama malam hari.
Pembatasan cairan pada malam hari
dapat membantu mencegah enuresis.
Ajarkan teknik untuk mencetuskan
refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik,
manuver regangan anal).
Untuk melatih dan membantu
pengosongan kandung kemih.
Bila masih terjadi inkontinensia,
kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan.
Kapasitas kandung kemih mungkin
tidak cukup untuk menampung volume
urine sehingga memerlukanuntuk lebih
sering berkemih.
Berikan penjelasan tentang pentingnya
hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per
hari bila tidak ada kontraindikasi).
Hidrasi optimal diperlukan untuk
mencegah infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.
Modifikasi pakaian dan lingkungan. Mempermudah kebutuhan eliminasi.
Kolaborasi pemasangaan kateter. Mempermudah klien dalam memenuhi
kebutuhan eliminasi urin.
7. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.
Tujuan: Klien dapat meningkatkan dan memepertahankan keefektifan
jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
Kriteria hasil:
- Klien tidak sesak napas,
- Bunyi napas terdengar bersih,
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara napas tambahan,
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan,
- Trakeal tube bebas sumbatan,
- Tidak ada penumpukan sekret di jalan napas
- Pernapasan teratur, RR 16-20 x per menit.
Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan nafas. Obstruksi munkin dapat di sebabkan
oleh akumulasi secret.
|Makalah Stroke| 53
Berikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
Klien dan keluarga mau berpartisipasi
dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Rubah posisi tiap 2 jam sekali. Perubahan posisi dapat melepaskan
sekret darim saluran pernafasan.
Berikan intake yang adekuat (2000 cc
per hari).
Air yang cukup dapat mengencerkan
sekret.
Observasi pola dan frekuensi nafas. Untuk mengetahui ada tidaknya
ketidakefektifan jalan nafas.
Auskultasi suara nafas. Untuk mengetahui adanya kelainan
suara nafas.
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan
keadaan umum klien.
Agar dapat melepaskan sekret dan
mengembangkan paru-paru.
Lakukan pengisapan lendir jika di
perlukan.
Pengisapan lendir dapat memebebaskan
jalan nafas dan tidak terus menerus di
lakukan dan durasinya dapat di kurangi
untuk mencegah hipoksia.
Kolaborasi pemberian oksigen. Pemberiaan oksigen dapat membantu
pernafasan dan membuat hiperpentilasi
mencegah terjadinya atelaktasisi dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
8. Risiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah
dan menelan.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil:
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan,
- Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan dan reflek batuk.
Untuk menetapkan jenis makanan yang
akan diberikan pada klien.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi Untuk klien lebih mudah untuk
|Makalah Stroke| 54
pada waktu, seama dan sesudah makan. menelan karena gaya gravitasi.
Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah
gagu jika dibutuhkan.
Membantu dalam melatih kembali
sensori dan meningkatkan control
muskuler.
Letakkan makanan pada daerah mulut
yang tidak terganggu.
Memberikan stimulasi sensori
(termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan masukan.
Berikan makan dengan berlahan pada
lingkungan yang tenang.
Klien dapat berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
Mulailah untuk memberikan makan
peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Makan lunak/cairan kental mudah
untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan
meminum cairan.
Menguatkan otot fasial dan dan otot
menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak.
Anjurkan klien untuk
berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan.
Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan ciran melalui IV atau
makanan melalui selang.
Mungkin diperlukan untuk memberikan
cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.
9. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil:
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka,
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka,
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
|Makalah Stroke| 55
Intervensi Rasional
Anjurkan untuk melakukan latihan
ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin.
Meningkatkan aliran darah kesemua
daerah.
Rubah posisi tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah.
Gunakan bantal air atau pengganjal
yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol.
Menghindari tekanan yang berlebih
pada daerah yang menonjol.
Lakukan massage pada daerah yang
menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.
Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler-kapiler.
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap merubah posisi.
Hangat dan pelunakan adalah tanda
kerusakan jaringan.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Mempertahankan keutuhan kulit.
10. Risiko trauma/ cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan: Trauma/ cedera tidak terjadi selama masa perawatan.
Kriteria hasil:
- Berkurangnya faktor-faktor yang dapat menyebabkan resiko cedera,
- Lingkungan aman.
Intervensi Rasional
Catat factor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan cedera.
Intubasi, pengguanaan ventilator, dan
alat-alat yang terpasang pada tubuh
klien.
Monitor/ batasi kunjungan. Memberikan lingkungan yang tenang
dan aman.
Bantu perawatan diri dan keterbatasan Menunjukkan kemampuan secara
|Makalah Stroke| 56
aktivitas sesuai toleransi. umum dan kekuatan otot, dan
menghindari terjatuh/ cedera.
11. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial dan
perubahan fungsi dan persepsi kognitif.
Tujuan: Harga diri klien meningkat.
Kriteria hasil:
- Menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi,
- Menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
- Mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi
dan hubungan dari derajat
ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalam
menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada klien.
Beberapa klien dapat menerima dan
mengatur perubahan fungsi secara
efektif dan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan membandingkan, mengenal,
dan mengatur kekurangan.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan termasuk hostility dan
kemarahan.
Menunjukkan penerimaaan, membantu
klien untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
Catat ketika klien menyatakan
terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah
kematian.
Mendukung penolakan terhadap
perasaan negatif terhadap kemampuan
yang menunjukkan kebutuhan dan
intervensi serta dukungan emosional.
Bantu dan anjurkan perawatan yang
baik dan memperbaiki kebiasaan.
Membantu meningkatkan perasaan
harga diri dan mengontrol lebih dari
|Makalah Stroke| 57
satu area kehidupan.
Dukung perilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi
dalam aktivitas rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi terhadap
perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang.
Dukung pengguanaan alat-alat yang
dapat mengadaptasikan klien, tongkat,
alat bantu jalan, tas panjang untuk
kateter.
Meningkatkan kemandirian untuk
membantu pemenuhan kebutuhan fisik
dan menunjukkan posisi untuk lebih
aktif dalam kehidupan sehari-hari.
Monitor gangguan tidur, peningkatan
kesulitan konsentrasi, letargi, dan
menarik diri.
Dapat mengindikasikan terjadinya
depresi umumnya terjadi sebagai
pengaruh dari stroke dimana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi
dan konseling bila dibutuhkan.
Dapat memfasilitasi perubahan peran
yang penting untuk perkembangan
perasaan.
12. Kecemasan berhubungan dengan kondisi sakit.
Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil:
- Mengenal perasaannya,
- Mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya,
- Menyatakan ansietas berkurang/ hilang.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan perasaan
marah, kehilangan, dan takut.
Cemas berkelanjutan memberikan
dampak serangan jantung selanjutnya.
Kaji tanda verbal dan nonverbal
kecemasan, dan dampingi klien.
Reaksi verbal/ nonverbal dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
gelisah.
Mulai melakukan tindakan untuk
mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak perlu.
|Makalah Stroke| 58
penuh istirahat.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri), yang positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-
teknik penglihatan, dan memberikan
respons balik yang positif.
Berikan privasi klien dengan orang
terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan cemas, dan
perilaku adaptasi.
4. Peran Perawat pada Pasien Stroke
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system.
Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari
luar profesi keperawatan dan bersifat konstan.
Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat
professional meliput:
Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan
Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien
Counseller, sebagai pemberi bimbingan-konseling klien
Educator, sebagai pendidik klien
Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
Coordinator, sebagai coordinator, agar dapat memanfaatkan sumber-
sumber dan potensi klien
Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan-perubahan
|Makalah Stroke| 59
Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan
masalah klien
Dalam melaksanakan praktek keperawatan pada pasien stroke, perawat
melakukan peranan fungsi sebagai berikut:
1.1. Care Giver
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung
kepada klien stroke, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi: melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan
evaluasi yang benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan
hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya
mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara
pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.
Dalam memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan, perawat
memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistik dan unik.
Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada
klien stroke yang meliputi intervensi/tindakan keperawatan, observasi,
pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan
pendelegasian yang diberikan.
1.2. Client Advocate
Sebagai advokat klien stroke, perawat berfungsi sebagai
penghubung antar klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya
pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu
klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan
oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional.
Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai
narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap
upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien stroke. Dalam
menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan klien dalam pelayanan keperawatan.
|Makalah Stroke| 60
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan
melindungi hak-hak klien, antara lain:
Hak atas informasi; pasien stroke berhak memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/
sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan
Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; klien berhak
mengetahui informasi tentang penyakit stroke yang dideritanya, dan
tindakan medik apa yang hendak dilakukan, alternatif lain beserta
resikonya, dll.
1.3. Counseller
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini
merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan
kemampuan adaptasinya terhadap penyakit stroke yang dideritanya.
Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan orang
terdekat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan
kepada individu/ keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan
dengan penglaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada
masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup
sehat.
1.4. Educator
Sebagai pendidik klien stroke, perawat membantu klien
meningkatkan kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait
dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/
keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang
diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan
pendidikan kesehatan stroke kepada keluarga klien.
1.5. Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga
dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien stroke guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.
1.6. Coordinator
|Makalah Stroke| 61
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang
ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga
tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih mengenai
stroke yang diderita klien tersebut. Dalam menjalankan peran sebagai
koordinator perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan
keperawatan stroke pada sarana kesehatan.
1.7. Change Agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara
berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/
keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien
dan cara memberikan keperawatan kepada klien stroke.
1.8. Consultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan
klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan stroke yang
diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber
informasi yang berkaitan dengan kondisi stroke klien (Fransisca B.
Batticaca. 2008).
5. Legal Etik Keperawatan pada Pasien Stroke
1.9. Accountability
Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat pada segala
tindakan yang dilakukan pada pasien stroke yang dirawatnya dan juga
kepada keluarganya.
1.10. Confidentiality
Perawat menjaga kerahasian informasi yang berkaitan dengan
kesehatan klien mencakup stadium, keparahan, dan kondisi stroke yang
dialaminya.
|Makalah Stroke| 62
1.11. Respect for Autonomy
Inform consent kepada klien stroke apabila akan melakukan
tindakan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan maupun tindakan
lainnya, meskipun klien dalam keadaan koma. Perawat dapat menanyakan
inform consent kepada keluarga/ orang terdekat.
1.12. Beneficience
Perawat meningkatkan kesejahteraan klien dan bekolaborasi
dengan tim medis lainnya untuk memenuhi kebutuhan klien stroke
tersebut.
1.13. Non-Maleficience
Perawat tidak menimbulkan injury pada klien stroke setiap
tindakan dan asuhan keperawatan yang diberikan (Redaksi Agromedia.
2009).
|Makalah Stroke| 63
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf manusia, yang dapat
berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya. Secara umum patologi stroke
berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai dari gejala stroke ringan hingga
dapat menyebabkan kematian. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke
iskemik (karena penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena
pecahnya pembuluh darah) yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang
terserang.
Stroke memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan
stroke yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat dimodifikasi
(berbagai penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan penyakit stroke dapat
dilakukan dengan meminimalisir faktor resiko yang dapat dimodifikasi tersebut,
seperti mengatur pola hidup dan mengkonsumsi makanan yang disesuaikan
dengan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
2. Saran
Gejala stroke umumnya sulit untuk dibedakan dengan gejala penyakit lainnya
apabila masih belum mencapai stadium lanjut. Oleh karena itu pencegahan primer
sangat disarankan karena setelah mengalami stroke, seseorang sulit untuk dapat
pulih total, apalagi pada usia lanjut. Salah satu cara pencegahan primer yang
paling disarankan yaitu konsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah
lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh dan beraktivitas fisik secara rutin.
|Makalah Stroke| 64
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawata. Ed. 8. Jakarta:
EGC.
Depkes RI. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Diknakes.
Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3.
Jakarta: EGC.
Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ganong W. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran.
Mahendra B, Rachmawati Evi. 2007. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Misbach, Jusuf. 1999. Stroke. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Misbach J, Kalim H. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif.
www.medicastore.com. [12 Oktober 2012].
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Saraf. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-proses
Penyakit. Ed. 6. Vol 1. Jakarta: EGC.
Price, S.A., Lorraine, M.W. 2005. Patafisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed. 5. Vol. 2. Jakarta: EGC.
|Makalah Stroke| 65
Redaksi Agromedia. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Tembayong J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Utama, J. Pengobatan Stroke dan Perawatan Pasca Stroke.
www.medicastore.com. [12 Oktober 2012].
Williams & Wilkins. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
Indeks.
Anonymous. 2012. Prognosis Stroke. Bethesda Stroke Center.
www.strokebethesda.com. [17 Oktober 2012].
|Makalah Stroke| 66
top related