studi perbandingan soft skill dengan model …digilib.unila.ac.id/31840/9/skripsi full.pdf ·...
Post on 10-Mar-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL DENGAN MODEL PEMBELAJARANPROBLEM TERBUKA (OPEN ENDED) DAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBING PROMTING PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADUSISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
(Skripsi)
OlehYULIA ALFATINA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITASLAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
ABSTRAK
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL DENGAN MODEL PEMBELAJARANPROBLEM TERBUKA (OPEN ENDED) DAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBING PROMTING PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADUSISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2017/2018Oleh
YULIA ALFATINA
Penelitian ini mengkaji tentang perbandingan Soft Skill antara model pembelajaranProblem Terbuka (Open Ended) dan Probing Promting pada siswa kelas VII SMP Negeri14 Bandar Lampung, Tahun Pelajaran 2017/2018. Tujuan penelitian ini untuk mengetahuiperbedaan Soft Skill serta Efektivitas antara model pembelajaran menggunakan OpenEnded dan Probing Promting. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodekomparatif dengan pendekatan eksperimen. Teknik pengambilan data dengan observasi.Pengujian hipotesis menggunakan t-test dua sampel independen.
Hasil analisis data menunjukkan (1) Terdapat perbedaan rata-rata Soft skill antara siswayang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Open Endeddengan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Probing Promtingpada mata pelajaran IPS Terpadu. Perbedaan Soft skill siswa dapat terjadi karena adanyapenggunaan model pembelajaran yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol(2) Model Pembelajaran Probing Promting Lebih efektif dari pada model Open Endeddalam meningkatkan Soft Skill Siswa di kelas VII SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
Kata kunci: Soft Skill, Problem Terbuka (Open Ended), Probing Promting.
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL DENGAN MODEL PEMBELAJARANPROBLEM TERBUKA (OPEN ENDED) DAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBING PROMTING PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADUSISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Oleh
YULIA ALFATINA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan SosialProgram Studi Pendidikan Ekonomi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITASLAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yulia Alfatina dilahirkan di Bengkulu 25 Oktober
1996, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Ahmad
Budiman dan Ibu Nyimas Dalila Utama. Penulis berasal dari Kota
Bandar Lampung.
Berikut pendidikan formal yang pernah ditempuh.
1. TK Aisyah lulus pada tahun 2002.
2. Sekolah Dasar (SD) Negeri 8 Tebing tinggi Kab. Empat lawang Prov. Sumatera Selatan
lulus pada tahun 2008.
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Tebing Tinggi Kab. Empat lawang Prov.
Sumatera Selatan lulus pada tahun 2011.
4. Sekolah Menengah Atas (SMA) YP UNILA Bandar Lampung lulus pada tahun 2014.
5. Pada tahun 2014 penulis di terima melalui jalur SNMPTN pada Program Studi
Pendidikan Ekonomi Jurusan PIPS FKIP Universitas Lampung.
Pada tahun 2016 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kemudian
melaksanakan Praktek Profesi Kependidikan (PPK) di SMK Negeri 1 Pakuan Ratu dan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukabumi Kec. Pakuan Ratu Kab.Way Kanan sejak
12 Juli sampai dengan 10 September 2017.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telahmemberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis sampai pada tahap ini.
Karya kecil ini ku persembahkan untuk
Kedua orang tuaku Bapak Ahmad Budiman dan Ibu Nyimas Dalila UtamaYang dengan tulus, ikhlas dan sabar mendidik, membesarkan dan mendoakanku.
Tak pernah berhenti menasehati, mendukung, memenuhi segala kebutuhankuserta selalu memberikan yang terbaik untuk hidupku.
Nyai Masayu Farida Ariani dan (Alm) Yai Syamsul HidayatTerimakasih sudah mendukung keberhasilanku dengan dukungan serta Do’anya.
Nyai Suaidah, Nyai Hanifatur Asua dan (Alm) Yai Kemas AdnanTerimakasih sudah mendukung keberhasilanku dengan dukungan serta Do’anya
Keluarga besar Bapak dan IbuTerimakasih untuk seluruh keluarga besar yang telah mendukung danmendoakan keberhasilanku, semoga aku menjadi kebanggaan kalian.
Sahabat-sahabatkuTerimakasih untuk semua warna yang pernah terlukis, tak mampu ku hitung
berapa banyak tawa dan tangis antara kita, semoga Allah mengabulkan segalaAngan dan Cita-cita kalian.
Semua guru, dosen, pendidik dan almamater tercintaTerimakasih Bapak Ibu sudah mengajarkan banyak hal kepadaku, aku tak
sanggup membalas segala kebaikanmu Namun tak pernah lupa selalukupanjatkan Do’a agar senantiasa diberi kesehatan , semoga Allah selalu
meridhoi kehidupanmu.
DiaYang ada dalam setiap do’a, dan karenamu aku belajar menjadi pribadi yang
lebih baik. Terimakasih atas setiap Do’a dan motivasi yang telah diberikan dantak lelah mengajarkan arti kesabaran , semoga do’a yang kita panjatkan menjadi
kenyataan yang di takdirkan-Nya.
MOTTO
“Maka Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnyabersama kesulitan ada kemudahan. Maka Apabila engkau telah selsesai (darisesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya
Kepada Tuhanmulah engkau berharap. ”( Qs. Al-Insyirah,6-8)
“ Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkanpada ilmu pengetahuan”
( Ali bin Abi Thalib)
“Seseorang yang bertindak tanpa ilmu ibarat berpergian tanpa Petunjuk. Dansudah banyak yang tahu kalau orang seperti itu sekiranya akan hancur,
bukan selamat.”( Hasan Al Basri)
“Dunia ini ibarat bayangan. Kalau kau berusaha menangkapnya, ia akan lari.Tapi Kalau kau membelakanginya, ia tak punya pilihan selain mengikutimu”
( Ibnu Qayyim Al Jauziyyah)
“ Belajarlah mengalah sampai tak seorangpun bisa mengalahkanmu,Belajarlah Merendah sampai tak seorangpun bisa merendahkanmu”
(anonim)
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehinggapenulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Perbandingan Soft Skill denganModel pembelajaran Problem terbuka (Open Ended) dan Model Pembelajaran ProbingPromting Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 BandarLampung Tahun Ajaran 2017/2018”Sholawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan,
motivasi, bimbingan serta saran semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Rektor, wakil rektor, segenap pimpinan dan tenaga kerja Universitas Lampung.
2. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
3. Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerja Sama FKIP
Universitas Lampung.
4. Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan FKIP
Universitas Lampung.
5. Drs. Supriyadi, M.Pd., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP
Universitas Lampung.
6. Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP
Universitas Lampung.
7. Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP
Universitas Lampung.
8. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku pembimbing akademik dan pembimbing I yang
selalu memotivasi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. Bapak adalah sosok
panutan saya, selalu sabar dan memotivasi saat belajar. Terimakasih pak sudah
membagikan ilmu kepada saya.
9. Bapak Drs. Yon Rizal, M.Si., selaku pembimbing II yang telah bersedia membimbing
penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran dan
motivasi yang telah bapak berikan.
10. Bapak Drs. Nurdin, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan saran
dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga selalu menjadi motivator agar menjadikan
orang-orang sukses dan pantang menyerah seperti Bapak, dan terimakasih untuk selalu
memberikan saran dan motivasi yang sangat berguna untuk saya.
11. Ibu Rahmah Dianti Putri, S.E., M.Pd., dosen yang selalu membimbing dengan sabar dan
ikhlas.
12. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., dosen yang selalu sabar. Terimakasih pak atas ilmu
yang bapak berikan selama ini, semoga bapak selalu dalam keadaan sehat dan selalu
dalam lindungan-Nya.
13. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., dosen yang telah mengajarkan tentang kedisiplinan, kerapihan
dan kerja keras.
14. Bunda Erlina, dosen yang mengajarkan arti loyalitas. Semoga selalu diberikan
kesehatan dan bahagia selalu bu.
15. Terimakasih kepada Bapak dosen pendidikan ekonomi Pak Albet Maydiantoro, M.Pd
semoga Allah membalas ilmu yang telah bapak ajarkan. Serta Kak Wardani yang telah
banyak membantu.
16. Bapak dan ibu dosen serta staf dan karyawan Universitas Lampung.
17. Terima kasih kepada bapak dan Ibu dewan guru beserta staff SMP Negeri 14 Bandar
Lampung telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian disana. Dan
Siswa-siswi yang telah membantu saya selama melakukan penelitian.
18. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta Ayah dan Ibu yang sangat berjasa
didalam hidupku dengan banyaknya kesabaran yang telah mendidikku dengan cinta
kasih yang tak pernah ada habisnya sehingga menjadikanku seperti saat ini. Semoga
Allah Senantiasa melindungi dan memberikan Kesehatan. Aku sangat mencintaimu
ayah ibu.
19. Untuk Nyai (Masayu Farida Ariani) yang selalu menyemangatiku, Do’a serta
perhatiannya, untuk Tante dan Pamanku (Om Arif,Om Mugi,Om Ansor,Ujuk Obi,Cik
Nisa,Cik Nurul) atas perhatian yang tulus kepada ku.
20. Untuk Bapak Tedi dan ibu Beti, dan untuk Teteh Mutia Sari Nur wulan dan kak
Muhammad Ikbal. terimakasih telah membantu dan mendukung.
21. Untuk Bapak Herdi terimakasih atas segala saran dan membantu serta memotivasiku.
22. Keluarga besar dari Bapak Ahmad Budiman dan dari keluarga ibu Nyimas Dalila
Utama yang sudah banyak membantu, semoga Allah SWT selalu memberikan rezeki
dan kesehatan untuk kalian semua.
23. Untuk Purnomo Aji terimakasih untuk selalu sabar mendampingiku memberikan
semangat dan motivasi dan memberikan banyak bantuan, yang selalu ada disaat suka
dan duka. Semoga Allah mengabulkan segala do’a dan dipermudah segala urusan mu.
24. Kakak-Kakak ku tersayang Vidiya Kurnia Utari, Puput Puspita Sari, Serginia Zenda
Yonada Dwi Kaputri, Dina Rahayu, Israni Wedy Kurniati, Ari Susanti, Woro Hartati
Fery Desrian, Prabowo Cahyadi. Terima kasih untuk untuk kebersamaannya selama
ini, untuk kegilaan, dan keceriaan yang selalu bisa kalian hadirkan. Semoga kita
semua sukses di masa depan.
25. Untuk teman- teman seperjuangan Ita, Yuyun, Eka, Pipit, Yuli astika, Dwi Lisna,
Orida, Tri, Made, Uswatun, Lora. semoga kita bisa sukses dikemudian hari.
26. Keluarga besar angkatan 2014 yang telah memberikan banyak tawa dan kenangan-
kenangan yang tak terlupakan selama ini. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya
dan tetap terjalin tali sillahturahmi kita.
27. Kakak Tingkat 2012, dan Kakak Tingkat 2013 Mba Jeje, Mba Epin, Mba Marisa, Mba
Mindi, Kak Sukur. serta Adik Tingkat 2015 Aulia Safira, Riana Yunisa dan Selvia
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
28. Adik-adik tingkatku angkatan 2015, 2016, 2017 dan 2018 Semoga kita selalu dalam
lindungan-Nya dan tetap terjalin tali sillahturahmi kita.
29. Keluarga kecilku, KKN dan PPK Sukabumi, Pakuan Ratu Way Kanan.
Ika Sellyna Putri, Osalia Putri Pertiwi, dan Yohana Winda Nugrahanti. Selama lebih
kurang 70 hari kita bersama, senang bersama, susah bersama, ceria bersama dan sedih
bersama. Terimakasih kalian keluarga kecilku.
30. Untuk Sahabat sedari kecilku Chienchie Lia erdina, Putri Utami, Febo Aprilia, Elsih
Putri yang selalu memotivasi dan menjadi pendengar yang baik.
31. Serta Semua Pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Penulis
mengucapkan terimakasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh.
Semoga Allah memberikan berkah, rahmat, hidayah serta kemulian-Nya atas kebaikan dan
pengorbanan bagi kita semua. Disadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih jauh dari sempurna, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung, 30 April 2018Penulis,
Yulia Alfatina
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. ̀ 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 9
D. Rumusan Masalah................................................................................. 9
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 10
G. Ruang Lingkup .................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka.................................................................................. 12
1. Soft Skill ......................................................................................... 12
2. Belajar dan teori belajar .................................................................. 17
3. Model Pembelajaran Problem Terbuka(Open Ended) .................... 23
4. Model Pembelajaran Probing Promting .......................................... 26
5. Mata Pelajaran IPS Terpadu............................................................ 31
B. Penelitian yang Relevan ...................................................................... 34
C. Kerangka Pikir ..................................................................................... 35
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ................................................................................ 41
B. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 44
1. Populasi .......................................................................................... 44
2. Sampel ............................................................................................. 44
C. Variabel Penelitian .............................................................................. 45
D. Definisi Konseptual ............................................................................. 45
E. Definisi Operasional ............................................................................ 46
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 47
G. Uji Persyaratan Instrumen ................................................................... 48
H. Teknik Analisis Data ........................................................................... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sekolah ................................................................... 54
1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 14 Bandar Lampung .... 54
2. Visi, Misi dan Tujuan SMP Negeri 14 Bandar Lampung ............ 54
3. Identitas Sekolah .......................................................................... 56
4. Data Keadaan Sekolah ................................................................. 57
B. Deskripsi Data ..................................................................................... 58
1. Data Hasil Observasi Soft Skill Siswa ......................................... 58
C. Pengujian Persyaratan Analisis Data ................................................... 78
D. Pengujian Hipotesis ............................................................................. 82
E. Pembahasan ......................................................................................... 86
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................................. 92
B. Saran .................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Indikator Soft Skill Tampak Pada Siswa...........................................................52. Desain Penelitian Eksperimen................................................................. 423. Kisi-kisi Rubrik Penilaian ....................................................................... 474. Data Guru dan Staff ................................................................................ 575. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa kelas eksperimen......................... 596. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa kelas Kontrol............................... 617. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Indikator Kejujuran
Kelas Eksperimen.................................................................................... 648. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Indikator kejujuran kelas
Kontrol .................................................................................................... 659. Distribusi Frekuensi Siswa Indikator kejujuran kelas Eksperimen......... 6710. Distribusi Frekuensi Siswa Indikator Tanggung jawab kelas Kontrol.... 6911. Distribusi Frekuensi Siswa Indikator Kecakapan Komunikasi kelas
Eksperimen.............................................................................................. 7212. Distribusi Frekuensi Siswa Indikator Kecakapan Komunikasi kelas
Kontrol .................................................................................................... 7313. Distribusi Frekuensi Siswa Indikator Kecakapan Bekerjasama kelas
Eksperimen.............................................................................................. 7514. Distribusi Frekuensi Siswa Indikator Kecakapan Bekerjasama kelas
Kontrol .................................................................................................... 7715. Uji Normalitas Data ................................................................................ 7916. Rekapitulasi Uji Normalitas .................................................................... 8017. Hasil Uji Homogenitas ............................................................................ 8118. Hasil Pengujian Hipotesis ....................................................................... 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Paradigma Penelitian ...................................................................................................... 392. Diagram Hasil Observasi Soft Skill kelas eksperimen ......................................... 603. Diagram Hasil Observasi Soft Skill kelas Kontrol................................................. 624. Diagram Observasi Soft Skill Indikator Kejujuran kelas Eksperimen ............. 645. Diagram Observasi Soft Skill Indikator Kejujuran kelas Kelas Kontrol ......... 656. Diagram Observasi Soft Skill Indikator tanggung jawab Kelas Eksperimen . 687. Diagram Observasi Soft Skill Indikator tanggung jawab Kelas Kontrol......... 708. Diagram Observasi Soft Skill Indikator kec.komunikasi Kelas Eksperimen . 739. Diagram Observasi Soft Skill Indikator kec.komunikasi Kelas Kontrol….…7410. Diagram Observasi Soft Skill Indikator bekerjasama Kelas Eksperimen……7611. Diagram Observasi Soft Skill Indikator bekerjasama Kelas Kontrol…..……78
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berperan sangat penting bagi kehidupan manusia karena
pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat. Tanpa pendidikan manusia tidak dapat hidup berkembang sejalan
dengan aspirasi atau cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut
konsep pandangan hidup manusia. Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses
pembelajaran. Pendidikan di sekolah mempunyai tujuan untuk
mengembangkan potensi siswa agar dapat memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk menjadi manusia yang religious, berakhlak
mulia, cerdas, berwawasan, terampil dan berkualitas serta memiliki
pengendalian diri yang baik dan berkepribadian.
Pendidikan tidak hanya suasana ketika pembelajaran berlangsung, namun
menekankan pula agar peserta didik lebih aktif, cerdas, berwawasan,
terampil, dan mampu mengembangkan kemampuan yang ada pada
dirinya. Dalam bidang ilmu pengetahuan, Pendidik tidak hanya
mengajarkan atau mendidik siswa untuk memiliki kemampuan dalam
bidang ilmu pengetahuan atau hard skill saja, akan tetapi pendidikan juga
2
harus memperhatikan kemampuan soft skill siswa baik kemampuan inter
atau intra yang dimiliki oleh siswa.
Menurut Peter De Jager tahun 2005 dalam Sailah (2008: 15), pengertian
Hard Skill itu sendiri adalah kemampuan yang dapat langsung dilihat
hasilnya dalam proses pembelajaran, segera setelah proses tesebut selesai.
Hasil pembelajaran tersebut akan dengan mudah dapat didefinisikan,
mudah dilihat dan melibatkan penguasaan pengetahuan. Sementara
soft skill merupakan kemampuan yang hasil tidak langsung dilihat, serta
memiliki hubungan yang kuat dengan kemampuan seseorang yang
behubungan erat dengan karakter, kemampuan interpersonal, sikap
dan nilai hidup anak didik.
Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, maka pendidikan tidak hanya
memperhatikan ranah kognitif saja tetapi juga harus memperhatikan ranah
afektif dan psikomotorik yang sama pentingnya bagi tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
Senada dengan yang diungkapkan oleh Bloom dalam Jihad (2008: 28),
mencakup ke dalam tiga ranah (domain), yaitu.
1. Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa
dan kecerdasan logika-matematika),
2. Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan
antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan
emosional), dan
3. Domain psikomotorik (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan
kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Sejalan dengan perkembangan kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013
yang berorientasi untuk mewujudkan keseimbangan antara sikap,
keterampilan dan pengetahuan untuk membangun soft skill dan hard skill.
Hal inilah yang selama ini kurang diperhatikan dalam sistem dan praktik
pendidikan di Indonesia karena lebih mengutamakan pada perkembangan
aspek pengetahuan.
3
Tujuan pendidikan nasional lebih lanjut diuraikan dalam tujuan
institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan.
Tujuan institusional merupakan tujuan untuk mencapai tujuan umum yang
dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan,
misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan
jenjang pendidikan tinggi.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
Pendidikan Bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada
satuan pendidikan menengah pertama bertujuan meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan
penjelasan tentang tujuan institusional tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP) tujuan institusional menekankan pada ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Tidak hanya mementingkan hard skill saja tetapi juga soft
skill terutama pada kepribadian, akhlak, dan keterampilan sosial dan
kecakapan personal dari siswa.
IPS Terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki
kecenderungan pada ranah afektif. Karena mata pelajaran IPS Terpadu
tidak hanya mendidik siswa untuk mengetahui tentang pengetahuan dalam
bersosialisasi akan tetapi juga harus bisa mengaplikasikan secara langsung
dalam lingkungan masyarakat juga dalam lingkungan sekolah. Dalam
bersosialisasi dengan lingkungan juga diperlukan keahlian dalam
4
memanajemen diri dan soft skill lainnya. Hal ini sesuai dengan tujuan
mata pelajaran IPS di Indonesia tingkat SMP dan MTS, menurut
Zubaedi (2011: 289), yakni :
1) Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian,
keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan (atau konsep-
konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan),
2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inkuiri,
pemecahan masalah, dan keterampilan sosial,
3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
kemanusiaan (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa),
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan bekerjasama
dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal,
nasional, maupun internasional.
Pada pembelajaran IPS Terpadu cenderung mengutamakan praktik dalam
keseharian siswa baik dalam bersosialisasi dengan lingkungan atau
mengendalikan diri sendiri. Jadi dapat diketahui bahwa mata pelajaran
IPS Terpadu memiliki keterkaitan dengan kemampuan soft skill siswa. Hal
ini berkaitan dengan pendapat Elfindri, dkk berikut ini.
Elfindri, dkk (2011: 10) Mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan
hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin.
Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa soft skill merupakan
keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk
sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan
Sang Pencipta. Soft skill sangat diperlukan untuk kecakapan hidup
seseorang.
Berdasarkan definisi soft skill yang diungkapkan oleh Elfindri, dkk
maka dapat dilihat bahwa kemampuan soft skill merupakan keterampilan
yang ada didalam diri baik untuk diri sendiri atau dalam berkomunikasi
dengan teman disekolah.
5
Berdasarkan hasil wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu
kelas VII di SMP Negeri 14 Bandar Lampung terdapat beberapa
permasalahan sebagai berikut.
Tabel 1. Indikator Soft skill yang Tampak pada Siswa
No. Indikator Harapan Fakta di lapangan
1. Kejujuran Saat diberikan tugas
diharapkan siswa
dapat mengerjakan
soal dan tidak
mencontek.
Siswa diberikan tugas oleh guru dikelas masih banyak siswa yang bekerja sama.
2. Tanggung
Jawab
Saat diberikan tugas
siswa diharapkan
untuk dapat
mengumpulkan tugas
tepat waktu.
Siswa banyak yang tidak
tepat waktu dalam
mengumpulkan tugas
yang diberikan oleh
guru.
3. Kemampuan
Bekerja sama
Siswa diharapkan
aktif dan bekerja
sama dalam
memecahkan
masalah.
Siswa belum mampu
memecahkan masalah
dalam bekerja sama.
4. Kemampuan
Berpartisipasi
Siswa diharapkan
berkontribusi aktif
dalam kegiatan
belajar mengajar.
Masih Ada Siswa yang
belum berpartisipasi
aktif dalam kegiatan
belajar mengajar.
5. Kemampuan
berkomunikasi
Siswa diharapkan
aktif bertanya kepada
guru.
Sebagian siswa yang
berindividu dan kurang
aktif bertanya kepada
guru.
6. Toleran Siswa diharapkan
mampu menghargai
pendapat teman.
Pada saat diskusi, siswa
masih belum bisa
menerima pendapat dari
teman-temannya.
Sumber:Hasil Wawancara Guru mata pelajaran IPS Kelas VII SMP Negeri 14
Bandar Lampung
Proses pembelajaran sangatlah berpengaruh terhadap pengembangan soft
skill siswa. Jika guru hanya fokus dalam pengembangan hardskill maka
akan menghambat perkembangan soft skill yang ada dalam diri siswa.
Untuk meningkatkan soft skill siswa guru dapat menggunakan model
6
pembelajaran atau metode dalam mengajar yang mendorong proses
peningkatan soft skill siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar serta dapat meningkatkan minat dan
juga nilai siswa.
Berdasarkan data yang diperoleh masih terdapat beberapa permasalahan
soft skill siswa di kelas VII yang masih tergolong rendah. Selain itu,
menurut hasil wawancara kepada guru bidang studi sebagian besar siswa
belum bisa bersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan model
pembelajaran yang sesuai dan dapat mengembangkan soft skill siswa,
salah satunya adalah open ended (problem terbuka).
Penggunaan model pembelajaran yang diterapkan merupakan salah satu
dorongan agar proses belajar mengajar dalam kelas tercipta suasana yang
menyenangkan, menuntut siswa agar berfikir kritis, berani dalam
mengemukakan pendapat, terjalin komunikasi, adanya kerjasama antar
kelompok, dan mampu memecahkan masalah yang diberikan oleh guru
ketika berdiskusi. Sehingga guru perlu menggunakan model pembelajaran
open ended (problem terbuka). Model Pembelajaran open ended
merupakan model pembelajaran berkelompok dan berbasis masalah.
Huda (2014: 270) mengatakan bahwa model pembelajaran yang berbasis
masalah mampu menumbuhkan kompetensi pada diri siswa, yaitu: (1)
meneliti, (2) mengemukakan pendapat, (3) menerapkan pengetahuan
sebelumnya, (4) memunculkan ide-ide, (5) membuat keputusan-
keputusan, (6) mengorganisasi ide, (7) membuat hubungan-hubungan, (8)
menghu- bungkan wilayah-wilayah interaksi, (9) mengapresiasi
kebudayaan.
7
Selanjutnya, pembelajaran mempunyai tipe yang bermacam-macam,
probing promting merupakan salah satu tipe model pembelajaran yang
dipandang mampu meningkatkan kemampuan belajar siswa.
Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian
pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses
berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya
dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suherman, 2008 : 6).
Model pembelajaran ini menggunakan tanya jawab yang dilakukan dengan
menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus
ikut berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak dapat menghindar dari proses
pembelajaran, karena setiap saat siswa dapat dilibatkan dalam proses tanya
jawab.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti memilih model pembelajaran open
ended dan Probing Promting sebagai model yang diperkirakan cocok
untuk meningkatkan soft skills Siswa.
Model pembelajaran open ended problems merupakan pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara dan solusi
yang beragam. Dengan pendekatan ini memberikan kesempatan kepada
siswa agar berfikir melalui kegiatan kreatif siswa dapat berkembang
secara maksimal.
Penelitian ini akan melihat efektivitas model pembelajaran tersebut
diterapkan dan melihat soft skill siswa yang menggunakan model
pembelajaran open ended dan Probing Promting. Hal ini diterapkan untuk
meningkatkan soft skill siswa kelas VII di SMP Negeri 14 Bandar
8
Lampung.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menumbuhkan dan
menciptakan soft skill siswa dalam proses pembelajaran IPS Terpadu di
SMP Negeri 14 Bandar Lampung, maka peneliti hendak melakukan
kegiatan penelitian dengan judul: “Study Perbandingan Soft Skill Model
Pembelajaran Problem Terbuka (Open Ended) dan Model
Pembelajaran Probing Promting Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
Siswa Kelas VII di SMP Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2017/2018”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang menarik untuk
membuat siswa menjadi semangat dan kreatif.
2. Kegiatan belajar mengajar belum melibatkan siswa secara aktif.
3. Sikap siswa yang mengacuhkan mata pelajaran apalagi jika mengetahui
bahwa pembelajaran yang diterapkan membosankan.
4. Siswa belum mandiri dalam mencari dan memperoleh informasi yang
terkait dengan pembelajaran.
5. Siswa belum mampu menyampaikan pendapat dengan menggunakan
tata bahasa yang baik dan benar.
6. Kondisi kelas yang kurang kondusif sehingga mengganggu
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di kelas.
9
C. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul penelitian dan berdasarkan identifikasi masalah
diatas, maka ada pembatasan masalah yang jelas agar lebih terarah pada
tujuan yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini, sehingga masalah
dalam penelitian ini dibatasi pada masalah keefektifan model
pembelajaran Problem terbuka (Open Ended) dan Probing Promting
dalam meningkatkan kemampuan soft skills pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah.
1. Apakah ada perbedaan soft skill siswa dalam mata pelajaran IPS Terpadu
dengan menggunakan model Open Ended dan Probing Promting Siswa
kelas VII di SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
2. Apakah Model pembelajaran Probing Promting Lebih Efektif dari pada
model Open Ended dalam meningkatkan Soft Skill Siswa Kelas VII di
SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah
dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Ingin Mengetahui Apakah ada perbedaan Soft Skill siswa dalam mata
pelajaran IPS Terpadu dengan menggunakan model Open Ended dan
Probing Promting Siswa kelas VII di SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
10
2. Ingin Mengetahui keefektivitasan Model pembelajaran Probing
Promting Lebih Efektif dari pada model pembelajaran Open Ended
dalam meningkatkan Soft Skill Siswa Kelas VII di SMP Negeri 14
Bandar Lampung.
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan dalam pelaksanaan penelitian ini,
diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis dan secara
praktis. Manfaat dan kegunaannya penelitian ini sebagai berikut.
1. Secara Teoritis
a. Secara teoritis hasil penelitian ini menjadi bahan pembuktian bahwa
penerapan Model Pembelajaran Problem Terbuka (Open Ended) dan
Probing Promting adalah salah satu metode belajar yang sangat
berpengaruh dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam meningkatkan
kemampuan Soft skills.
c. Sebagai referensi bagi peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut.
2. Secara Praktis
a. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
rujukan untuk perbaikan mutu pembelajaran.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
solusi untuk mengatasi permasalahan pembelajaran dalam rangka
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan hasil belajar berupa soft
skills siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu.
c. Bagi Siswa, sebagai wawasan untuk meningkatkan kemampuan soft
11
skills siswa melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa serta
mengurangi perilaku yang tidak baik.
d. Bagi Peneliti, menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran
dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi pembelajaran penelitian
selanjutnya.
G. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah.
1. Ruang lingkup objek penelitian
Pada penelitian ini objek penelitiannya adalah model pembelajaran
Open Ended, Probing Promting dan Soft Skills.
2. Ruang lingkup subjek penelitian
Pada Penelitian ini yang menjadi ruang lingkup subjek penelitian
adalah siswa kelas VII Semester Genap.
3. Ruang lingkup Tempat Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi ruang lingkup tempat penelitian
adalah sekolah SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
4. Ruang lingkup waktu penelitian
Waktu penelitian ini adalah semester genap tahun ajaran 2017/2018.
5. Ruang lingkup Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan, yaitu
IPS Terpadu.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Soft Skill
Peter de Jager dalam Sahilah, 2008, ahli provocative speaker,
menyebutkan bahwa untuk memahami “soft skills” akan lebih
mudah jika kita memahami kata yang merupakan lawan katanya, yaitu
“hard skills.” Hard skills adalah ketrampilan yang dapat langsung
dilihat hasilnya dalam proses pembelajaran, segera setelah selesai proses
tersebut selesai. Hasil pembelajaran akan dengan mudah dapat
didefinisikan, mudah dilihat dan melibatkan penguasaan dari suatu objek
yang tidak hidup. Sementara soft skills merupakan kemampuan yang
bersifat superfisial, hasil tidak langsung dilihat, serta memiliki
hubungan yang kuat dengan kemampuan personal dan interpersonal
seseorang.
Soft skill dan hard skill merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan. Dalam pembelajaran keduanya harus saling melengkapi
satu sama lain. Hard skill merupakan hasil belajar yang tampak
dan mudah liat. Sedangkan soft skill merupakan hal yang
berhubungan dengan kemampuan personal dan interpersonal yang tidak
mudah dilihat. Soft skill ini merupakan keterampilan pengembangan diri
yang tidak bersifat teknis, seperti kualitas hidup.
Elfindri, dkk (2011: 10), mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan
hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang,yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin.
Softskill merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang harus
dimiliki baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta
13
berhubungan dengan Sang Pencipta. Soft Skill sangat diperlukan untuk
kecakapan hidup seseorang.
Menurut Subramaniam (2013: 20), the term soft skill are definition in
multiple perspectives by various scholars. A soft skill is a comprehensive
concept which measures the ability and the capability of individuals
and an organization’s achievements (1). A soft skill is also defined from
the viewpoint of cognitive elements in the non-academic aspects such as
positive values, leadership qualities, teamwork, communication skill
as well as life-long learning (2). These skills are linked with ones’s ability
to complete specifics tasks successfully and complementing personal
traits, mental power, values, and self-image which portrays ones’s
effectiveness and success in their career (3).
Soft skill merupakan konsep berupa kemampuan dan kapasitas individu
serta pandai dalam mengatur diri. Soft skill juga merupakan poin utama
faktor kognitif di akademik seperti nilai positif, kualitas
kepemimpinan, kerja tim, kemampuan komunikasi yang baik. soft
skill ditandai sebagai salah satu keterampilan yang menandai kesuksesan
dan kepribadian diri, kekuatan mental, nilai, dan gambaran diri yang
efektif dan sukses dalam berkarir.
Menurut Rashidin, dkk (2013: 34), soft Skill refer to the cluster
of personality traits, social graces, facility with language, personal
habits. Friendslines and optimism that mark people to varying degree.
Soft Skills complement hard skills, which are the technical requirement of
a job. They can be divided responsibility, self-esteem, sociability, self
management and integrity, honesty while the latter includes participates
as a member of the team, teachers, serve client, customers,
exercises leadership, negotiates and work with cultural diversity.
Pengertian soft skill merujuk pada kumpulan karakter kepribadian,
kemampuan sosial, kemampuan berbahasa atau komunikasi, kebiasaan
pribadi, keramahan, dan keoptimisan yang menjadi ciri hubungan dengan
orang lain. Soft skill merupakan pengimbang hard skill yang
menjadi pesyaratan dalam sebuah pekerjaan. Mereka harus bisa
bertanggung jawab, menghargai, pandai bergaul, memanajeman diri dan
14
berintergritas, kejujuran, jiwa kepemimpinan, bernegoisasi dan dapat
bekerja dalam perbedaan budaya. Maka soft skill menjadi salah satu
faktor penting dalam rekrutmen pekerjaan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat
(Zubaedi,2011), ternyata Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-
mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi
lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft Skill) yang
lebih berhubungan dengan faktor kecerdasan emosional (EQ). Penelitian
ini mengungkapakan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar dua puluh
persen oleh hard skill dan sisanya delapan puluh persen oleh soft Skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih
banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.
Menurut Muqowin (2012: 15), keberhasilan seseorang ditentukan 80
% oleh soft skill dan sisanya 20% hard skill. Soft skill dianggap sebagai
perilaku intrapersonal dan interpersonal yang mengembangkan dan
memaksimalkan kinerja manusia seperti tim, pembuatan keputusan,
inovatif, dan komunikasi. Pentingnya soft skill juga ditekankan oleh
Giblin dan Sailah dalam Sucipta (2009: 1) yang menyatakan bahwa soft
skill merupakan kunci menuju hidup yang lebih baik, sahabat lebih
banyak, sukses lebih besar, dan kebahagiaan yang lebih luas.
Untuk meraih kesuksesan dan hidup yang lebih baik seseorang harus
mempunyai soft skill, yaitu kemampuan interpersonal dan
kemampuan intrapersonal. Soft skill menjadi salah satu faktor
penting guna membangun sebuah kehidupan yang lebih baik serta
peran kita sebagai makhluk sosial. Dan soft skill ini sangat berhubungan
dengan kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan emosional (EQ)
merupakan faktor penting dalam kemampuan kita dalam mengelola emosi
yang berperan penting dalam kehidupan dan juga menentukan kesuksesan
15
seseorang.
Illah Sailah dalam naskah bukunya yang berjudul Pengembangan Soft
Skill di Perguruan Tinggi 2008 mendefinisi soft skill sebagai.
1) Keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
(inter- personal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya
sendiri (intra-personal skills) yang mampu mengembangkan secara
maksimal unjuk kerja (performans) seseorang.
2) Selanjutnya diberikan contoh yang termasuk dalam
keterampilan mengatur dirinya sendiri antara lain (a) transforming
character, (b) transforming beliefs, (c) change management, (d)
stress management, (e) time management, (f) creative thinking
processes, (h) goal setting and life purpose, (i) acelerated learning
techniques, dan lain-lain.
3) Sedangkan contoh keterampilan dalam berhubungan dengan
orang lain di antaranya adalah (a) communication skill, (b)
relationship building, (c) motivation skills, (d) leadership skills, (e)
selfmarketing skills, (f) negotiatian skills, (g) presentation skills, (h)
public speaking skills, dan lain lain.
Soft skill merupakan keterampilan yang berhubungan dengan
keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain yang
biasa disebut dengan interpersonal skill dan yang berhubungan
dengan keterampilan mengatur dirinya sendiri yang biasa disebut
intrapersonal skill. Contoh intrapersonal skill antara lain manajemen
stress, proses berfikir kreatif, tujuan hidup, manajemen perubahan diri,
perubahan karakter dan lain-lain. Sedangkan, contoh interpersonal skill
antara lain kemampuan berkomunikasi, kemampuan kepemimpinan,
kemampuan bekerjasama dan lain-lain.
Menurut Baskara (Fani Setiani, 2016 : 20), soft skill dapat digolongankan
ke dalam tiga aspek. Pertama, kecakapan mengenal diri (self-
awareness) yang biasa disebut kemampuan personal (personal skill).
Kecakapan ini meliputi: (1) pengayatan diri sebagai mahluk tuhan
yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara; (2)
menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Kedua, Kecakapan
16
berfikir rasional (thinking skill). ke cakapan ini meliputi: (1) kecakapan
menggali dan menemukan informasi (information searching); (2)
kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan
(information processing and decision making skills); dan (3) kecakapan
memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skills).
Ketiga, Kecakapan sosial (social skills). Kecakapan ini meliputi; (1)
kecakapan komunikasi dengan empati (communication skiils); (2)
kecakapan bekerjasama (collaboration skills); (3) kecakapan
kepemimpinan (leadership); dan kecakapan memberikan pengaruh
(influence).
Pendapat di atas pada dasarnya sama dengan yang diungkapkan oleh
Sailah (2008: 5), yang menyatakan bahwa soft skill tergolongkan menjadi
tiga kecakapan yaitu kecakapan mengenal diri (personal skill), kecakapan
befikir rasional (thinking skill) dan kecakapan sosil (social skill). Dimana
personal skill dan thinking skill termasuk keterampilan dalam mengatur
dirinya sendiri (intrapersonal skill). Sedangkan kecakapan sosial
merupakan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain
(interpersonal skill).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat diartikan bahwa soft skill
merupakan kemampuan yang sangat penting bagi setiap orang. Soft skill
merupakan kemampuan yang sangat sulit untuk dinilai jika kita tidak
menerapkan dalam kehidupan. Kemampuan yang dimaksud bukan
kemampuan akademis yang tinggi, tetapi kemampuan interaksi sosial
yang baik, kemampuan untuk bergaul, mampu berbicara di depan umum,
dan lain-lain.
Menurut Sailah (2008: 5) kemampuan soft skill memiliki beberapa
indikator, yaitu: 1) kejujuran; 2) tanggung jawab; 3) toleran; 4)
berlaku adil; 5) menghargai orang lain; 6) kemampuan bekerja sama; 7)
kemampuan beradaptasi; 8) kemampuan berkomunikasi; 9) kemampuan
mengambil keputusan; 10) kemampuan memecahkan masalah dsb.
Bila setiap profesi/pekerjaan dituntut mempunyai hard skill yang
berbeda- beda, tidak demikian dengan soft skill, karena keterampilan ini
merupakan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh semua orang,
17
apapun profesi dan pekerjaannya. Sehingga soft skill menjadi salah satu
factor penting dalam keberhasilan dan kesuksesan seseorang. Begitu juga
dalam dunia pendidikan , seharusnya siswa tidak hanya dituntut
mempunyai hard skill yang bagus saja, tetapi juga harus mempunyai soft
skill yang bagus juga, apabila keduanya seimbang maka akan terbentuk
peserta didik yang berkualitas yang nantinya akan memasuki dunia kerja.
Soft skill sangatlah penting untuk dikembangkan didunia pendidikan,
karena dengan memiliki soft skill yang bagus siswa dapat memiliki
kemampuan dalam mengendalikan diri dan bersosialisasi terhadap
lingkungan. Dengan memiliki soft skill, siswa akan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan tanggap
terhadap kondisi dan situasi sekitarnya sehingga dapat berfikir, berucap
dan bertindak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dimana
siswa hidup dan juga di lingkungan sekolah, dan lingkungan tempat
tinggal.
2. Belajar dan Teori Belajar
a. Belajar
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu
makin pesat. Arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena
tersebut muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama
lapangan pekerjaan. Untuk menghadapi tantangan tersebut, dibutuhkan
sumber daya yang berkualitas. Sumber daya yang berkualitas tidak
lepas dari belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses
yang harus ditempuh sesorang untuk mencapai kemajuan dalam
18
hidupnya, baik secara formal maupun nonformal. Dan belajar juga
dapat dikatakan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh
proses interaksi seseorang dengan lingkungannyan. Maka seseorang
dikatakan telah mengalami pembelajaran jika dalam dirinya terjadi
perubahan berupa kemampuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi dengan tahapan-tahapan tertentu dan berlangsung
dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena adanya
usaha. Seperti yang didikatakan oleh Riyanto (2010: 6), belajar adalah
suatu proses untuk mengubah performasi yang tidak terbatas pada
keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi,
emosi, proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan
performasi.
Menurut Siregar (2014: 3) belajar merupakan sebuah proses yang
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur
hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat.
Salah satu pertanda seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut
menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap
(afektif).
Belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami kesulitan atau
melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistis. Hal ini senada dengan
pendapat Slameto (2003: 2) yang mengatakan belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut pendapat Hamalik (2001: 27) belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami dan terdapat
pengubahan kelakuan.
Selanjutnya Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009: 12) berpendapat
bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase.
Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan
19
dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap
persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan
dan mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan
performansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik,
pembangkitan kembali dan respons, serta penguatan. Tahap alih belajar
meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakuan secara
umum. Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru untuk
melakukan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif dapat
diciptakan melalui kerjasama antara guru dan siswa.
Belajar juga merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahui. Seperti yang dikemukakan
oleh Dimyati dan Mudjiono (2009: 7), belajar merupakan tindakan dan
prilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belaja hanya
dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa
memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hamalik (2001: 27) juga berpendapat
bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Selanjutnya menurut Sardiman (2004: 20) belajar adalah
usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian
kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Berdasakan pendapat para ahli di atas belajar dapat diartikan bukan
suatu melainkan suatu proses perubahan tingkah laku dari dalam diri
siswa secara bekelanjutan yaitu dari tahapan ke tahapan selanjutnya
sesuai dengan perkembangannya guna membentuk kepribadian diri
seutuhnya. Perubahan yang dimaksud tersebut relatif permanen dan
tetap pada untuk waktu yang cukup lama.oleh karena itu sangat
dibutuhkan teori-teori belajar.
20
b. Teori belajar
Penjelasan untuk memahami belajar dinamakan dengan teori belajar.
Teori belajar merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya
belajar atau bagaimana informasi diperoleh siswa kemudian bagaimana
informasi itu diproses dalam pikiran siswa. Ada beberapa teori belajar
yaitu teori behavioristik, konstruktivistik, dan humanistik.
1) Teori Behavioristik
Manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian didalam
lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar.
Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adaya interaksi
antara stimulus dan respon yang akan diamati.
Menurut Warsita (2008: 67) dalam menerapkan teori behavioristik ini
yang terpenting adalah para guru, perancang pembelajaran, dan
pengembang program- program pembelajaran harus memahami
karakteristik peserta didik dan karakteristik lingkungan belajar agar
tingkat keberhasilan peserta didik selama kegiatan pembelajaran dapat
diketahui.
Berdasarkan teori ini, yang terpenting adalah masukan atau input
yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah segala sesuatu yang diberikan guru kepada siswa
misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara–cara
tertentu, untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
21
behavioristik adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Teori behavioristik ini menggambarkan bahwa belajar merupakan
pemberian stimulus-stimulus dan kemudian akan menimbulkan
perubahan yaitu tingkah laku, baik itu berubah menjadi baik
maupun berubah menjadi buruk yang didasari pada kebiasaan.
Terdapat enam konsep pada teori Skinner, yaitu:
a) penguatan positif dan negatif,
b) shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin
mendekati tingkah laku yang diharapkan,
c) pendekatan suksesif, proses pembentukan tingkah laku yang
menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respons
pun sesuai dengan yang diisyaratkan,
d) extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari
ditiadakannya penguatan,
e) chaining of response, respons dan stimulus yang berangkaian
satu sama lain,
f) jadwal penguatan, variasi pemberian penguatan: rasio tetap dan
bervariasi, interval tetap dan bervariasi (Huda,2014: 28)
Pada teori belajar ini juga guru berperan penting karena guru
memberikan stimulus untuk menghasilkan respon sebanyak-
banyaknya. Sehingga diperlukan kurikulum yang dirancang dengan
menyusun pengetahuan yang ingin menjadi bagian- bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Pada model pembelajaran open ended problems diberikan stimulus
berupa suatu masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran
sehingga dapat dilihat sejauh mana respon dari siswa.
2) Teori Konstruktivistik
Pengetahuan bukan merupakan kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang
sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang
terhadap objek, pengalaman, ataupun lingkungannya. Oleh karena itu,
22
dalam belajar harus diciptakan lingkungan yang mengundang atau
merangsang perkembangan kognitif/otak peserta didik. Pembelajaran
kontruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses
dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam
mengkonstruksi pengalaman.
Piaget dalam Siregar (2014: 39) mengemukakan bahwa pengetahuan
merupakan ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalamannya,
proses pengalaman berjalan secara terus menerus dan setiap kali
terjadi rekontruksi karena adanya pemahaman yang baru. Dalam
teori kontruktivisme, belajar adalah suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri.
Maka peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,
menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang dipelajari.
Berdasarkan teori di atas jelas bahwa teori belajar konstruktivistik sejalan
dengan komponen model pembelajaran Problem terbuka (open ended)
karena dalam pembelajarannya lebih mengutamakan proses yang akan
membentuk pola pikir keterpaduan, keterbukaan, dan ragam pikir siswa.
Pembelajaran ini melatih kreativitas, kognitif tinggi, komunikasi-
interaksi, dan sosialisasi siswa.
3) Teori Humanistik
Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun dia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
23
sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Menurut teori ini, tujuan pembelajaran adalah untuk memanusiakan
manusia.
Menurut Hubermas belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan
lingkungan maupun dengan sesama manusia. Menurut Rogers, siswa
yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas,
siswa diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dan berani
bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri
(dalam Siregar, 2014: 36-37).
Teori ini menekankan pada proses interaksi yang terjadi dalam proses
pembelajaran. Siswa harus terlibat langsung dalam proses pembelajaran
agar belajar lebih bermakna dan dapat memunculkan inisiatif.
Sehingga siswa mampu mengambil keputusan dan
mempertanggungjawabkan kebenarannya dalam arti tidak hanya mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapinya tetapi juga memahami hasil
dari proses interaksi tersebut.
Pada model pembelajaran Problem terbuka (open ended) siswa dituntut
untuk mampu berinteraksi dan bekerjasama dengan anggota kelompok
yang lain untuk memecahkan masalah. Dalam teori humanistik siswa
dikatakan berhasil apabila telah memahami dirinya sendiri dan
lingkungannya sehingga dapat membagi perannya secara merata dalam
kelompok.
3. Model Pembelajaran Problem Terbuka (Open Ended)
Model pembelajaran yang menggunakan pendekatan open ended adalah
pembelajaran yang menggunakan masalah open ended yang mengarahkan
siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara yang mampu
24
meningkatkan potensi dalam menemukan sesuatu yang baru.
Hannafin dkk (dalam Huda, 2014: 278) mengatakan bahwa pembelajaran
open ended problems merupakan proses pembelajaran yang didalamnya
tujuan dan keinginan individu/siswa dibangun dan dicapai secara terbuka.
Shoimin (2014: 104) pembelajaran dengan masalah terbuka artinya
pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan
berbagai cara dan solusinya juga bisa beragam. Pembelajaran ini melatih
dan menumbuhkan kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-
interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk
berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang
bervariasi dalam memperoleh jawabannya dan mengetahui proses
mencapai jawaban tersebut.
Model pembelajaran open ended problems mempunyai ciri-ciri, hal ini
dikemukakan oleh Sawada (dalam Shoimin, 2014: 110) bahwa:
“Ciri penting dari masalah open ended problems adalah terjadinya
keleluasaan siswa untuk memakai sejumlah metode dan segala
kemungkinan yang dianggap paling sesuai untuk menyelesaikan
masalah. Artinya open ended diarahkan untuk menggiring tumbuhnya
pemahaman atas masalah yang diajukan oleh guru. Bentuk-bentuk soal
yang dapat diberikan melalui pendekatan open ended terdiri dari tiga
bentuk, yaitu: (1) soal untuk mencari hubungan, (2) soal mengklasifikasi,
(3) soal mengukur.”
Model open ended problems menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa
untuk menginvestigasikan berbagai strategi dan cara yang diyakini
sesuai dngan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Hal ini
bertujuan agar berpikir melalui kegiatan kreatif, siswa dapat berkembang
secara maksimal.
Sintaks pembelajaran open ended problems menurut Shoimin
(2014: 111-112) adalah sebagai berikut.
a. Pendahuluan Siswa menyimak motivasi yang diberikan oleh guru bahwa yang akan dipelajari berkaitan atau bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari sehingga mereka semangat untuk belajar. Kemudian
siswa menanggapi apersepsi yang dilakukan guru agar diketahui
25
pengetahuan awal mereka terhadap konsep- konsep yang akan
dipelajari.
b. Kegiatan Inti
1) Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang.
2) Siswa mendapat pertanyaan open ended problems.
3) Siswa berdiskusi bersama kelompok mereka masing- masing
mengenai penyelesaian dari pertanyaan open ended problems
yang telah diberikan oleh guru.
4) Setiap kelompok siswa dengan perwakilannya, mengemukakan
pendapat atau solusi yang ditawarkan kelompoknya secara
bergantian.
5) Siswa atau kelompok kemudian menganalisis jawaban-
jawaban yang telah dikemukakan, mana yang benar mana yang
lebih efektif.
6) Siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari. Kemudian
kesimpulan tersebut disempurnakan oleh guru.
c. Evaluasi
Setelah berakhir kegiatan belajar mengajar, siswa mendapat tugas
perorangan atau ulangan harian yang berisi pertanyaan open ended
problems yang merupakan evaluasi yang diberikan oleh guru.
Model pembelajaran open ended problems memiliki kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
open ended problems, yaitu:
Kelebihan model pembelajaran open ended problems menurut
Shoimin (2014: 112) adalah sebagai berikut.
1) Siswa berpatisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya.
2) Siswa memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif.
3) Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan.
5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam
menjawab permasalahan.
Kekurangan model pembelajaran open ended problems menurut
Shoimin (2014: 112) adalah sebagai berikut.
1) Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukan
pekerjaan yang mudah.
2) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat
sulit sehingga banyak yang mengalami kesulitan bagaimana merespons
permasalahan yang diberikan.
26
3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau
mencemaskan jawaban mereka.
4) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar
mereka tidak menyenangkan karena sulit yang dihadapi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka seorang guru dalam menerapkan
model pembelajaran open ended harus kreatif dalam membuat
pertanyaan open ended yang mampu mengarahkan siswa untuk
menggunakan keragaman cara atau metode penyelesaian sehingga sampai
pada suatu jawaban yang diinginkan.
4. Model Pembelajaran Probing Promting
Menurut arti katanya, probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan,
sementara prompting adalah mendorong atau menuntun. Pembelajaran
probing prompting adalah pembelajaran dengan menyajikan serangkaian
pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan siswa sehingga
dapat melejitkan proses berpikir yang mampu mengaitkan pengetahuan
dan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Pembelajaran Probing Prompting sangat erat kaitannya dengan
pertanyaan. Pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini
disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang
bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang
bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban
berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan.
Suherman (2001 : 160). Probing question dapat memberikan motivasi
kepada siswa untuk lebih memahami secara mendalam suatu masalah
hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian dan
penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha
menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya
27
dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.
Model pembelajaran ini menggunakan tanya jawab yang dilakukan dengan
menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus
ikut berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak dapat menghindar dari proses
pembelajaran, karena setiap saat siswa dapat dilibatkan dalam proses tanya
jawab. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran probing
prompting, akan terjadi suasana tegang di dalam kelas namun, suasana
tegang demikian bisa dikurangi dengan guru memberi serangkaian
pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan nada
yang lembut. Pembelajaran harus disertai dengan canda, senyum dan
tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Perlu diingat
bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah
ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.
Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang
digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan
dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif (Meyer, W. J,
1985:2).
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends,
model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual
28
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori pengetahuan. Joyce & Weil berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di
kelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980:1).28
Melalui model
pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi,
ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.
Model pembelajaran selalu bermula dari keinginan untuk memenuhi
kebutuhan siswa. Jika spesifikasi perkakas komputer selalu meningkat
untuk mencapai kebutuhan desain dan gaming, maka begitu pula
spesifikasi pembelajaran dan pengajaran akan meningkat seiring
kebutuhan siswa yang semakin beragam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah pola pilihan untuk guru merancang bahan
pembelajaran di kelas guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembe-
lajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas
berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya,
serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan meng-
gunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah
sampai pemikiran tingkat tinggi Suherman (2001 : 55).
Menurut Rusman (2012: 136) Ciri-ciri Model Pembelajaran kooperatif tipe
probing promting mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert
Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk
melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misal model berpikir
induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3) Menjadi pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-
langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3)
sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Ke empat bagian tersebut
29
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran.
5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil
belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar
jangka panjang.
6) Membuat persiapan mengajar dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilih.
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui
enam tahapan teknik probing (Sudarti, 2008 : 14) yang dikembangkan
dengan prompting adalah sebagai berikut.
a. Siswa dihadapkan pada situasi baru, misalkan dengan memper-
hatikan gambar atau situasi lainnya yang mengandung perma-
salahan.
b. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa.
c. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan
d. diskusi kecil dalam merumuskannya.
e. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
f. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada
siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa
seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung.
Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal
ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam,
maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu
dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada
tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan
sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang
dilakukan pada langkah ini sebaiknya diajukan pada beberapa
siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh
kegiatan probing prompting.
g. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda
untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar
telah dipahami oleh seluruh siswa.
30
Pola umum dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik probing
melalui tiga tahapan (Rosnawati, 2008: 24), yaitu sebagai berikut.
Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang
sudah dimiliki siswa dengan menggunakan teknik
probing. Hal ini berfungsi untuk introduksi, revisi
dan motivasi.
Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi
dilakukan dengan menggunakan teknik probing.
Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui keberhasilan
siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan kegiatan inti yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Model pembelajaran Probing Promting cocok diterapkan pada suatu topik
yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman
yang dialami sendiri. Berdasarkan teori mengenai model pembelajaran
probing promting tersebut, jelas bahwa model pembelajaran probing
promting dapat mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih
bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan
dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. sehingga peserta didik
menjadi lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan penge-
tahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar peserta didik
dapat tertanam dalam jangka waktu yang cukup lama.
Proses perkembangan kognitif yang terjadi pada anak adalah proses
asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian atau
mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah diketahui.
Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan membangun
kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga
31
informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Proses yang
terjadi secara asimilasi dan akomodasi merupakan perkembangan
skemata. Perkembangan semata tersebut membentuk suatu pola penalaran
tertentu dalam pikiran anak. Kemudian jika dilihat dari fase pembelajaran,
terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam pembelajaran,
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat secara
berkelompok dalam menemukan dan memecahkan masalah. Pertukaran
gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran, walaupun
penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat
distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman setingkat.
Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
probing prompting ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik
daripada pembelajaran secara konvensional, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan dan hasil belajar peserta didik.
5. Mata Pelajaran IPS Terpadu
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang
diberikan pada jenjang SMP/Mts yang disesuaikan dengan berbagai
kajian sosial yang berkembang di masyarakat. Pengetahuan sosial ini
mengkaji gejala-gejala yang berhubungan dengan masyarakat dan
lingkungannya.
Menurut Fajar (2009: 114) ilmu pengetahuan sosial merupakan
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun
dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan
pada pengalaman lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan
diantisipasi untuk masa yang akan datang.
32
Menurut Supriyatna dkk (2009: 3) menyatakan pendidikan IPS merujuk
pada kajian yang memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan
manusia. Aktivitas manusia yang dimaksud dilihat dari dimensi meliputi
masa lalu, sekarang, dan masa depan, hubungan dan interaksinya
dengan aspek keruangan atau geografis, memenuhi kebutuhan
hidupnya dalam dimensi arus produksi, distribusi dan konsumsi, serta
membentuk seperangkat peraturan sosial dan menjaga pola interaksi
sosial antar manusia dan bagai- mana cara manusia memperoleh dan
mempertahankan suatu kekuasaan. Kajian IPS adalah segala aktivitas
dalam berbagai aspek kehidupan sosial yang hakikatnya sebagai mahluk
sosial (homo socius).
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dijelaskan bahwa IPS di SMP merupakan kajian yang wajib
dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, antara lain
mencakup geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi yang dimaksud untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis
peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.
Pada jenjang tingkatan SMP/MTs ada beberapa karakteristik yang
menjadi konsistensi yaitu menurut Trianto (2012: 138) antara lain.
a. Ilmu pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan,
sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, pendidikan
dan agama.
b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS berasal dari
struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang
dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau
topik (tema) tertentu.
c. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS juga
menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan
pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. d. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat menyangkut
berbagai peristiwa dan perubahan kehidupan berbagai masyarakat
dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan
lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya
perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan,
kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.
Menurut Fajar (2009: 114) fungsi dan tujuan pengetahuan sosial di SMP
dan MTs adalah sebagai berikut.
1. Fungsi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP dan MTs
adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan
keteramilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat
direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
33
Indonesia.
2. Tujuan mata pelajaran Pengetahuan Sosial di SMP dan MTs
adalah: (1) Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian,
kegeografiaan, keekonomian, kesejarahan, dan kewarga- negaraan,
(2) Mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, pemecahan
masalah, dan keterampilan sosial, (3) membangun komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, (4) meningkatkan
kemampuan berkompetisi dan bekerja sama dalam masyarakat yang
majemuk, baik dalam skala nasional maupun skala internasional.
Kemudian Hasan dalam Supriyatna dkk (2009: 5), mengatakan bahwa
tujuan pembelajaran IPS dapat dikelompokan kedalam tiga kategori yaitu:
Pengembangan intelektual siswa, pengembangan kemampuan dan rasa,
tanggungjawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta,
pengembangan diri sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada
pengembangan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan
kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosial. Tujuan kedua
berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat.
Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan pribadi
siswa baik dirinya, masyarakat, maupun ilmu.
Berdasarkan teori di atas dapat dilihat bahwa IPS berusaha mengkaitkan
ilmu teori dengan fakta atau kejadian yang dialami sehari-hari.
Menyiapkan siswa dalam menghadapi masalah sosial di masyarakat.
Keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sangatlah penting
bagi perkembangan sosial anak. Adapun manfaat IPS menurut Nurjanah
(2012: 23) meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna
dalam kehidupan masyarakat.
b. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengiden- tifikasi,
menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat.
c. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan
sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta
berbagai keahlian.
d. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif,
dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian
kehidupan yang tidak terpisahkan.
e. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan
pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan
34
kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu
teknologi.
Berdasarkan uraian tersebut, IPS Terpadu dirancang untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar mampu menyelesaikan
masalah yang ada dalam kehidupannya dan membentuk karakter peserta
didik guna menjadi pribadi yang baik dan bermartabat. Ilmu Pengetahuan
Sosial melatih keterampilan sosial peserta didik dalam menjalin
komunikasi dan kerjasama dalam kehidupan berma- syarakat. IPS juga
membekali peserta didik agar lebih selektif dalam memanfaatkan
kecanggihan teknologi.
B. Penelitian yang Relevan
No. Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Ni Pt.Rika
Ardiyanti (2013)
Model
Pembelajaran
Matematika
Berorientasi Open
Ended Problem
Terhadap
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Siswa Pada Mata
Pelajaran
Matematika Kelas
IV SD Negeri 8
Bandar Anyar.
Hasil uji-t menunjukkan
bahwa T hitung = 10, 43, T
tabel = 1,67 dan db = n1 + n2
– 2 = 73 dengan taraf
signifikansi 5%. Oleh karena
Thitung > T tabel maka H0
ditolak dan Ha diterima. Hal
ini berarti bahwa model
pembelajaran Matematika
berorientasi open-ended
problem berpengaruh positif
terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa, dibandingkan
dengan model pembelajaran
konvensional.
35
2. Fika Putri
Kadarningtyas
(2015)
Pengaruh softskills
dan ekstrakulikuler
komputer terhadap
hasil belajar mata
pelajaran
keterampilan
komputer dan
pengelolaan
informasi
Hasil penelitian menunjukan
yang menunjukkan bahwa
ada peningkatan secara
signifikan soft skill siswa
yang ditunjukan oleh nilai
koefisien determasi yaitu
72.2%.
3. Sarimaya (2013) Peningkatan soft skill
siswa SMP dalam
pembelajaran IPS
melalui
pengembangan model
pembelajaran
kooperatif
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada
peningkatan secara
signifikan soft skill siswa
dengan adanya
pengembangan model
pembelajaran kooperatif.
4. Haryanto (2015) Penerapan model
pembelajaran
kooperatif tipe
probing prompting
untuk meningkatkan
keaktifan peserta
didik
menunjukkan bahwa
Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe
probing prompting dapat
meningkatkan keaktifan
peserta didik sebanyak 50%
dengan rincian pada pra siklus
siswa yang aktif sebanyak
28% meningkat menjadi 53%
pada siklus I, dan meningkat
menjadi 78% pada siklus II.
C. Kerangka Pikir
Banyak pendidik yang hanya memperhatikan hasil belajar ranah kognititf
saja dan kurang memperhatikan hasil belajar ranah aspek afektif siswa
mengenai soft skill siswa. Upaya melatih soft skill siswa dapat
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa saling
bekerjasama, berkomunikasi, dan berbagi pengetahuan dengan teman
yang lain serta mulai belajar untuk menyampaikan pendapatnya. Pada
36
model pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa dapat
mengembangkan soft skillnya.
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran Open Ended Problems
dan Probing Promting. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini
adalah soft skill siswa dalam mata pelajaraan IPS Terpadu.
1. Perbedaan Antara Soft Skill Siswa Yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Open Ended
Dibandingkan Dengan Yang Pembelajarannya Menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Promting Pada
Mata Pelajaran IPS Terpadu.
Kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan
bersama. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif dalam
pendidikan adalah falsafah homo socius, yang menekankan bahwa
manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup. Pembelajaran kooperatif
merupakan model pezmbelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil, saling membantu dan memahami materi, menyelesaikan tugas atau
kegiatan lain agar semua mencapai hasil belajar yang tinggi. Ada beberapa
tipe pembelajaran kooperatif, diantaranya tipe Open Ended dan Probing
Promting. Kedua model kooperatif tersebut memiliki langkah- langkah
yang berbeda namun tetap satu jalur yaitu pembelajaran secara kelompok
yang berpusat pada siswa (student centered) dan guru hanya sebagai
fasilitator.
Shoimin (2014: 104) pembelajaran dengan masalah terbuka artinya
pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan
berbagai cara dan solusinya juga bisa beragam. Pembelajaran ini melatih
37
dan menumbuhkan kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-
interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk
berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang
bervariasi dalam memperoleh jawabannya dan mengetahui proses
mencapai jawaban tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan langkah langkah sebagai berikut :
a) siswa membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang tiap kelompok.
b) siswa mendapatkan pertanyaan Open ended Problems.
c) siswa berdiskusi bersama kelompoknya masing-masing mengenai
penyelesaian dari pertanyaan Open Ended Problems yang telah diberikan
oleh guru.
d) setiap kelompok siswa melalui perwakilannya, mengemukakan
pendapat atau solusi yang ditawarkan kelompoknya secara bergantian.
e) siswa atau kelompok kemudian menganalisis jawaban-jawaban yang
telah dikemukakan, mana yang benar dan mana yang lebih efektif.
f) Kegiatan Akhir, yaitu siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari,
dan kemudian kesimpulan tersebut disempurnakan oleh guru.
Model pembelajaran Kooperatif tipe Probing Promting lebih menekankan
probing adalah penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah
mendorong atau menuntun.
Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan
menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan
tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari (Suherman, 2008:6). Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-
prinsip dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian
pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui
tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan
dengan prompting adalah sebagai berikut:
1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan
memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung
permasalahan.
38
2. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
3. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
4. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
5. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa
lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa
terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa
tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang
diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk
jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang
menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat
menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator.
Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya
diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat
dalam seluruh kegiatan probing prompting.
7. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk
lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah
dipahami oleh seluruh siswa.
2. Model Pembelajaran Probing Promting lebih efektif dari pada
model pembelajaran Open Ended dalam Meningkatkan Soft Skill
siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu Siswa kelas VII SMP
Negeri 14 Bandar Lampung
Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara
guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan
menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan
pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru
yang sedang dipelajari (Suherman, 2008:6).
Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi
pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak
diberitahukan.
39
Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat
pembelajaran ini disebut probing question. Probing question adalah
pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih
lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas
jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta
beralasan (Suherman dkk, 2001:160).
Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih
mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju.
Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta
didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang
telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam
pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi
aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun
pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing
siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan
pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman,
2001:55).
Gambar 1. Paradigma Penelitian.
Model Pembelajaran
Kooperatif
Tipe Open
Ended
Soft Skill
Aktifitas
belajar
Tipe Probing
Promting
40
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Ada perbedaan Model pembelajaran kooperatif tipe Open Ended dan
kooperatif tipe Probing Promting dapat meningkatkan soft skill siswa
dalam pembelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
2. Model Pembelajaran Probing Promting Lebih efektif dari pada model
Open Ended dalam meningkatkan Soft Skill Siswa di kelas VII SMP
Negeri 14 Bandar Lampung.
41
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimental semu
(quasi eksperimental design). Penelitian eksperimen semu dapat diartikan
sebagai penelitian yang mendekati eksperimen. Bentuk penelitian ini
banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan
subjek yang diteliti adalah manusia, (Sukardi, 2009:16).
1. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, diketahui desain variabel yang belum dimanipulasi
(model pembelajaran Probing Promting dan Open Ended) disebut variable
eksperimental (X1), sedangkan variabel bebas yang kedua disebut variable
kontrol (X2) dan variabel terikat (Y) adalah soft skill siswa. Kelompok
sampel ditentukan secara random dan diperoleh kelas VII.I sebagai kelas
Kontrol yang melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Open
Ended dan kelas VII.E sebagai kelas Eksperimen melaksanakan model
pembelajaran kooperatif tipe Probing Promting. Desain penelitian
digambarkan sebagai berikut:
42
Tabel 2. Desain Penelitian Eksperimen
Kelompok Perlakuan Postest
KE Open Ended X Probing Promting O1
KE Probing Promting X Open Ended O1
KE Open Ended : Kelompok kontrol metode Open Ended
KE Probing Promting : Kelompok eksperimen metode Probing Promting
X1 : Perlakuan dengan perlakuan metode Open Ended
X2 : Perlakuan dengan perlakuan metode Probing Promting
O1 : Pemberian pretest
O2 : Pemberian posttest
Melalui desain ini setelah dilakukan model pembelajaran akan berdampak
pada observasi sesudah perlakuan (O1) disebut posttest. Penelitian ini
dilakukan pada mata pelajaran IPS Terpadu.
2. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Melakukan observasi pendahuluan untuk melihat permasalahan di
lapangan yang akan diteliti.
b. Melakukan wawancara terhadap guru bidang studi IPS Terpadu untuk
mengetahui beberapa permasalahan yang ada serta untuk mengetahui
jumlah kelas yang menjadi populasi kemudian digunakan sebagai
sampel dalam penelitian.
c. Menetapkan sampel penelitian yang dilakukan dengan teknik cluster
random sampling. Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan cara diundi kemudian menyusun rancangan penelitian.
43
d. Memberikan perlakuan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
e. Pada kelas eksperimen, guru menggunakan model Open Ended. Guru
hanya sebagai fasilitator. Guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok secara acak. Guru membagi materi pelajaran dan soal di tiap
kelompok yang akan dibahas kemudian tiap kelompok. Dalam satu
kelompok masing-masing anggota mendapat materi yang berbeda-beda
(kelompok heterogen). Guru kemudian menginstruksikan kepada siswa
dengan materi yang sama untuk berkumpul membentuk satu kelompok
yang sama (homogen), inilah yang disebut dengan kelompok ahli atau
tim ahli. Setelah membentuk kelompok baru (homogen) siswa saling
berdiskusi dan bertukar pendapat mengenai materi yang sama.
Selanjutnya, para anggota tim ahli kembali ke kelompok asalnya
(heterogen) dan menjelaskan kembali materi yang didapat kepada
anggota kelompok asal. Kemudian guru memberikan kuis kepada siswa
secara individual untuk mengetahui penguasaan materi siswa.
Selanjutnya diskusi terbuka sementara guru memberikan penguatan.
f. Pada kelas kontrol, guru menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Probing Promting. Guru menjelaskan materi ajar. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4-5 orang siswa secara heterogen.
Kemudian guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
pembelajaran. Guru menginstruksikan siswa bekerja sama saling
membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas. Setelah selesai
44
memberikan tanggapan terhadap wacana yang diberikan kemudian
setiap kelompok mempresentasikan /membacakan hasil diskusi
kelompoknya. Kelompok lain bebas memberikan tanggapan serta
pertanyaan kepada kelompok persentasi. Setelah diskusi selesai guru
dan siswa membuat kesimpulan bersama.
g. Pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 7-8 kali
pertemuan.
h. Melakukan penilaian melalui lembar observasi untuk mengukur soft
skill siswa.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2010: 117).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII Di SMP
Negeri 14 Bandar Lampung yang terdiri dari 10 kelas.
2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitiaan ini dilakukan dengan teknik cluster
random sampling. Sampel penelitian ini diambil dari populasi sebanyak 10
kelas, yaitu VIIa,VIIb,VIIc,VIId,VIIe,VIIf,VIIg,VIIh,VIIi,VIIj. Dari hasil
teknik cluster random sampling diperoleh kelas VIIe dan VIIi , sebagai
45
sampel kemudian kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil pengundian diperoleh kelas VIIe
sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model Probing Promting
dan kelas VIIi sebagai kelas kontrol yang menggunakan model Open
Ended. Jumlah keseluruhan sampel adalah 60 siswa dengan rincian kelas
VIIe sebanyak 30 siswa, dan kelas VIIi sebanyak 30 siswa.
C. Variabel Penelitian
Penelitan ini menggunakan dua jenis variabel yaitu variabel bebas
(independent), variabel terikat (dependent).
1.Variabel bebas (independent)
Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe Open Ended sebagai kelas Kontrol (X1)
dan model pembelajaran kooperatif tipe Probing Promting sebagai
kelas Eksperimen (X2).
2 .Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat dengan lambang Y adalah variabel yang akan
diukur untuk mengetahui pengaruh lain, sehingga sifatnya
bergantung pada variabel lain. Pada penelitian ini, variabel terikatnya
adalah Soft Skill.
D. Definisi Konseptual
Soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan
orang lain (interpersonal skill) dan keterampilan dalam mengatur dirinya
sendiri (intrapersonal skill) yang sangat menentukan keberhasilan
46
seseorang yang wujudnya antara lain berupa kerja keras, eksekutor,
visioner, dan disiplin.
E. Definisi Oprasional
Soft Skill
Soft skill adalah kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal
yang dimiliki seseorang yang merupakan keterampilan yang menandai
kesuksesan siswa dan kepribadian diri, kekuatan mental, nilai, dan
gambaran diri yang efektif pada siswa untuk mencapai kesuksesan dalam
belajar. Dengan kata lain, soft skill merupakan kemampuan diluar
kemampuan teknis dan akademis yang lebih mengutamakan kemampuan
pribadi seseorang dalam bersosialisasi, berkomunikasi, kemampuan
beradaptasi, dan mengelola diri sendiri dan mengelola orang lain.
Indikator yang digunakan untuk mengukur soft skill pada penelitian ini
yaitu kemampuan bekerja sama, kemampuan berkomunikasi, kejujuran,
kemampuan menyelesaikan masalah , toleransi, dan tanggung jawab.
Salah satu alat ukur untuk mengukur soft skill yaitu dengan menggunakan
rubrik yang digunakan untuk membuat lembar observasi. Skala
pengukuran yang digunakan yaitu skala interval.
47
Tabel 3. Kisi-kisi Rubrik Penilaian Soft Skill
No
Variabel Definisi
Operasional
Dimensi
Indikator Skala
Pengukuran
1. Soft Skill Salah satu
keterampilan
yang menandai
kesuksesan
siswa dan
kepribadian diri,
kekuatan mental,
nilai, dan
gambaran diri
yang
efektif pada
siswa untuk
mencapaikesuk
sesan dalam
belajar.
1.Kecerdasan interpersonal
2.Kecerdasan
intrapersonal
1) Kemampuan bekerjasama
2) Kemampuan
berkomunikasi
3) Kemampuan
menyelesaikan
masalah
4) Toleransi
5) Tangung jawab
6) Kejujuran
Interval
F. Teknik Pengumpulan Data
Observasi
Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung (Sudjarwo, 2009:
161). Hadi dalam Sugiyono (2010: 203), mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Observasi dilakukan untuk
mengetahui soft skill siswa dengan menggunakan lembar observasi.
Teknik observasi dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
langsung tentang kegiatan proses belajar mengajar di SMP Negeri 14
Bandar Lampung.
48
G. Uji Persyaratan Instrumen
Menurut Sudarmanto (2005: 104-123), untuk menggunakan analisis T-test
Dua Sampel untuk sampel independent selain diperlukan data yang
interval dan rasio juga harus diperlukan persyaratan uji normalitas dan
homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan sebagai alat pengumpul data berdistribusi normal atau tidak.
Pengujian normalitas data sampel dalam penelitian ini menggunakan
uji One- Sample Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S). Dimana dinyatakan
data normal apabila nilai signifikansi (assymp. Sig) > nilai alpha yang
digunakan yaitu 5%. Adapun rumus nya sebagai berikut.
Keterangan
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku
Xi = Nilai Siswa
Rumus hipotesis yaitu
H0 = Sampel berdistribusi normal
H1 = Sampel tidak berdistribusi normal
49
2. Uji Homogenitas
Salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan
statistik parametrik yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas digunakan
untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang homogen
atau tidak. Untuk mencari homogenitas digunakan rumus Levene
Statistik yaitu dapat dirumuskan sebagai berikut:
( )∑ ( ̅ ̅ )
∑ ∑ ( ̅ )
Dimana:
n = jumlah observasi
k = banyaknya kelompok
YT = rata-rata dari kelompok ke i
Zt = rata-rata kelompok dari Zi
Z = rata-rata menyeluruh (overall mean) dari Zij
Untuk melakukan pengujian homogenitas populasi diperlukan
hipotesis sebagai berikut.
Ho : Data populasi bervarians homogen
Ha : Data populasi tidak bervarians homogen
Kriteria pengujian sebagai berikut:
Menggunakan nilai significancy. Apabila menggunakan ukuran ini
harus dibandingkan dengan tingkat alpha yang ditentukan sebelumnya.
Karena α yang ditetapkan sebesar 0,05 (5 %), maka kriterianya yaitu.
1) Terima Ho apabila nilai significancy> 0,05
50
2) Tolak Ho apabila nilai significancy< 0,05 (Sudarmanto, 2005 :
123).
H. Teknik Analisis Data
1. t-Test dua sampel Independen
Terdapat beberapa rumus t-test yang dapat digunakan untuk pengujian
hipotesis komparatif dua sampel independent.
t =
√
√
(separated varian)
t =
√( ) ( )
(
)
(polled varian)
Keterangan:
X1 = rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran GI
X2 = rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran TGT
S12 = varian total kelompok 1
S22 = varian total kelompok 2
n1 = banyaknya sampel kelompok 1
n2 = banyaknya sampel kelompok 2
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu:
a. apakah ada dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya
sama atau tidak,
b. apakah varians data dari dua sampel itu homogen atau tidak. Untuk
menjawab itu perlu pengajian homogenitas varian.
51
Berdasarkan dua hal di atas maka berikut ini diberikan petunjuk untuk
memilih rumus t-test.
1) Bila jumlah anggota sampel n1 = n2 dan varians homogen, maka dapat
menggunakan rums t-test baik sparated varians maupun pooled varians
untuk melihat harga t-tabel maka digunakan dk yang besarnya
dk = n1 + n2 – 2
2) Bila n1 ≠ n2 dan varians homogen dapat digunakan rumus t-test dengan
poled varians, dengan dk = n1 + n2 – 2.
3) Bila n1 = n2 dan varian tidak homogen, dapat digunakan rumus t-test
dengan polled varians maupun sparated varians, dengan dk = n1 – 1 atau
n2 – 1, jadi dk bukan n1 + n2 – 2.
4) Bila n1 ≠ n2 dan varians tidak homogen, untuk ini digunakan rumus t-
test dengan sparated varians, harga t sebagai pengganti harga t-tabel
hitung dari selisih harga t-tabel dengan dk = (n1 – 1) dibagi dua
kemudian ditambah dengan harga t yang terkecil.
2. Efektivitas Model
Keefektifan model pembelajaran akan sulit diukur dari proses
pembelajaran karena ada banyak hal yang perlu diamati. Cara yang
paling mungkin dilakukan adalah mengukur peningkatan sejauh mana
target tercapai dari awal sebelum perlakuan (tes kemampuan awal)
hingga target hasil belajar setelah diberi perlakuan (post test). Target
yang ingin dicapai tentunya 100% materi dikuasai siswa, dan minimal
telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk menguji
efektivitas antara model pembelajaran Open Ended dan Probing
52
Promting.
digunakan perhitungan manual yaitu dengan rumus efektivitas N-
Gain sebagai berikut.
N-Gain = skor postest – skor tes kemampuan awal
skor maksimum – skor Tes Kemampuan Awal
(Sundaya, 2014: 45)
Keterangan:
N-Gain = Gain yang ternormalisir
Pre test = Nilai awal pembelajaran
Post test = Nilai akhir pembelajaran
Kriteria Indeks Gain :
a. Skor (g) ≥0,70 kategori tinggi.
b. Skor 0,30 ≤(g) ≥0,70 kategori Sedang.
c. Skor (g) > 0,30 kategori Rendah.
53
I. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian hipotesis, yaitu:
1. Rumusan hipotesis menggunakan rumus T-test:
Ho = μ1= μ2
Ha= μ1≠ μ2
Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah:
Tolak H0 apabila thitung < ttabel
Terima H1 apabila thitung > ttabel
Hipotesis diuji menggunakan rumus T-test.
2. Efektivitas Model
Kriteria yang digunakan untuk menyatakan pembelajaran mana yang
lebih efektif antara pembelajaran dengan model pembelajaran
pembelajaran Open Ended dan Probing Promting sebagai berikut.
a. Apabila efektivitas > 1 maka tedapat perbedaan efektivitas dimana
pembelajaran dengan model Open Ended dinyatakan lebih efektif
daripada pembelajaran dengan model Probing Promting.
b. Apabila efektifitas = 1 maka tidak terdapat perbedaan
efektivitas antara pembelajaran model Open Ended dan model
Probing Promting.
c. Apabila efektivitas < 1 maka terdapat perbedaan efektivitas
pembelajaran dengan model Open Ended dinyatakan lebih efektif
daripada pembelajaran dengan model Probing Promting.
54
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sekolah
1. Sejarah SMP Negeri 14 Bandar Lampung
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 14 Bandar Lampung didirikan
pada tahun 1984. Sekolah ini berdiri di atas tanah seluas 20.000 m2. SMP
Negeri 14 Bandar Lampung terletak di Jalan Teuku Cikditiro Beringin
Raya Kelurahan Beringin Raya Kecamatan Kemiling Kota Bandar
Lampung.
2. Visi, Misi dan Tujuan Pembelajaran
a. Visi SMP 14 Bandar Lampung
SMP Negeri 14 Bandar Lampung “MENJADI SEKOLAH YANG
UNGGUL DIBIDANG IMTAQ, IPTEK, ERKARAKTER BANGSA
SERTA BERUDAYA DAERAH”
indikator:
1. Unggul dalam bidang keagamaan/ IMTAQ.
2. Unggul dalam prestasi akademik dan non-akademik.
3. Unggul dalam kedisiplinan.
55
4. Unggul dalam bidang budaya daerah.
5. Unggul dalam bidang olahraga.
b. Misi SMP Negeri 14 Bandar Lampung
1. Meningkatkan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan
seharihari.
2. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara maksimal serta
melaksanakan berbagai macam kegiatan secara intensif untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengembangkan
potensi dan bakat yang dimiliki secara optimal.
3. Meningkatkan SDM guru dan pegawai.
4. Mendorong dan menumbuhkan semangat berkompetisi kepada
seluruh warga sekolah.
5. Membiasakan dalam kehidupan bersikap disiplin.
c. Tujuan yang Ingin Dicapai
1. Peningkatan peringkat sekolah berdasarkan hasil ujian nasional
tingkat kota Bandar Lampung minimal masuk lima besar.
2. Peningkatan rata-rata nilai ujian nasional (UN) dan ujian sekolah ±
0,1
3. Lulusan dapat diterima SMA/SMK Negeri yang favorit.
4. Sekolah memiliki kurikulum tingkat satuan pendidikan memenuhi
standar.
5. Sekolah mampu mengembangkan silabus semua mata pelajaran
dari kelas VII sampai dengan kelas IX.
56
d. Strategi
Untuk mencapai tujuan di atas maka strategi yang digunakan adalah:
1. Meningkatkan pelatihan kegiatan rohis.
2. Meningkatkan proses belajar mengajar.
3. Mengadakan pelajaran tambahan.
4. Peningkatan pengadaan buku pelajaran.
5. Peningkatan disiplin siswa.
6. Peningkatan sarana dan prasarana.
7. Mengadakan pembinaan secara kontinyu.
3. Identitas Sekolah
Berikut ini identitas SMP Negeri 14 Bandar Lampung.
1) Nama Sekolah : SMP Negeri 14 Bandar Lampung
2) NPSN : 10807203
3) Tipe Sekolah : Berstandar Nasional dengan SK Direktur
Pembinaan SMP DIRJEN DEPDIKNAS
No: 968/U3/KU/2009 tentang SMP Sekolah
Standar Nasional (SSN) tertanggal 1 Mei
2009
4) Alamat Sekolah : Jl. Teuku Cikditiro Beringin Raya Bandar
Lampung
5) Telepon/Hp/Fax : (0721) 270540
6) Status Sekolah : Negeri
7) Akreditasi Sekolah : A
8) Kepemilikan Pemda : Pemerintah Pusat
57
9) Status tanah : Hibah
10) Luas tanah : 20.000 m2
11) Luas bangunan : 2.160 m2
12) Jumlah ruangan : 34 (tiga puluh empat)
4. Data Keadaan Sekolah
a. Data Guru/Staff
Tabel 5. Data Guru/Staf SMP Negeri 14 Bandar Lampung
Guru/Staff Jumlah Guru/Staff
Guru Tetap 45 orang
Guru Tidak Tetap 15 orang
Staff Tata Usaha Tetap 10 orang
Staff Tata Usaha Tidak
Tetap/Karyawan Tidak Tetap
15 orang
Jumlah 85 orang
b. Data Peserta Didik
Jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2017/2018 SMP Negeri 14
Bandar Lampung yaitu 1.183 siswa dan terdiri dari 42 rombongan
belajar yaitu 10 rombongan untuk kelas VII, 12 rombongan untuk
kelas VIII dan 12 rombongan belajar untuk kelas IX.
58
B. Deskripsi Data
Setelah menyelesaikan penelitian dengan melakukan pengamatan kepada
seluruh sampel, maka diperoleh data tentang soft skill yang menggunakan
model pembelajaran open ended pada kelas Kontrol dan Probing promting
pada kelas Eksperimen.
Langkah-langkah untuk membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai
berikut.
1. Menentukan rentang, yaitu dengan cara skor terbesar dikurangi skor
terkecil.
2. Mementukan banyaknya kelas interval (BK) yang diperlukan. Dengan
menggunakan rumus aturan Struges, yaitu : banyak kelas = 1 + 3,3 log n.
3. Menentukan panjang kelas interval (P) yaitu:
P =
(Sudjana, 2005: 47)
1. Data Hasil Observasi Soft skill Siswa
a. Menentukan Rentang
Nilai Terbesar = 211
Nilai Terkecil = 180
Rentang = 211-180 = 31
b. Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log (n)
59
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 (1,4771)
= 1 + 4,8745
= 5,8745 (dibulatkan menjadi 6)
c. Menentukan Panjang Kelas
Panjang Kelas =
=
= 5,167 (dibulatkan menjadi 6)
1.1 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada kelas eksperimen dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Soft skill Siswa pada
Kelas Eksperimen
Rentang Skor Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase %
180 – 185 0 0,00
186 – 191 8 26,67
192 – 197 7 23,33
198 – 203 10 33,33
204 – 209 3 10
210 – 215 2 6,67
Jumlah 30 100
Rata-rata 49,32
Standar deviasi 1,75
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill di kelas eksperimen diperoleh
skor terendah 180 dan skor tertinggi 211 sehingga dalam distribusi
frekuensi diperoleh rentang skor (R) 31, banyak kelas (BK) 6 dan
panjang kelas interval (P) 6, rata-rata kelas 49,32 dengan standar deviasi
60
1,75. Lebih jelasnya, data tersebut dapat disajikan dalam gambar sebagai
berikut.
Gambar 2. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Kelas Eksperimen
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill siswa dengan menerapkan model
pembelajaran Open Ended di kelas eksperimen, dari 30 responden
diperoleh skor tetinggi 211 dan rata-rata kelas sebesar 49,32 , sedangkan
soft skill yang paling mendominasi terletak pada rentang skor antara 198
– 203 yaitu sebesar 33,33%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
berdasarkan hasil pengamatan soft skill siswa pada kelas eksperimen
terdapat perubahan sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus yang diberikan dalam hal ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Open Ended . Hasil tersebut sejalan dengan
pandangan belajar menurut aliran behavioristik (tingkah laku), yaitu
belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
0
5
10
15
20
25
30
35
180 - 185 186 - 191 192 - 197 198 - 203 204 - 209 210 - 215
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase (%)
61
stimulus dan respon, atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon
(Herpratiwi, 2009: 2).
1.2 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Kelas Kontrol
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada kelas kontrol dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Soft skill Siswa pada
Kelas kontrol
Rentang Skor Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase %
180 – 185 6 20
186 – 191 8 26,67
192 – 197 3 10
198 – 203 10 33,33
204 – 209 3 10
210 – 215 0 0
Jumlah 30 100
Rata-rata 48,27
Standar deviasi 2
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill di kelas kontrol diperoleh skor
terendah 180 dan skor tertinggi 211 sehingga dalam distribusi frekuensi
diperoleh rentang skor (R) 31, banyak kelas (BK) 6 dan panjang kelas
interval (P) 6, rata-rata kelas 48,27 dengan standar deviasi 2. Lebih
jelasnya, data tersebut dapat disajikan dalam gambar sebagai berikut.
62
Gambar 3. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill siswa dengan menerapkan model
pembelajaran Probing Promting di kelas Eksperimen , dari 30 responden
diperoleh skor tetinggi 211 dan rata-rata kelas sebesar 48,27, sedangkan
soft skill yang paling mendominasi terletak pada rentang skor antara 198
– 203 yaitu sebesar 33,33%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
berdasarkan hasil pengamatan soft skill siswa pada kelas eksperimen
terdapat perubahan sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus yang diberikan dalam hal ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Probing Promting. Hasil tersebut sejalan
dengan pandangan belajar menurut aliran behavioristik (tingkah laku),
yaitu belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon, atau dengan kata lain, belajar adalah
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
0
5
10
15
20
25
30
35
180 - 185 186 - 191 192 - 197 198 - 203 204 - 209 210 - 215
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase (%)
63
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon (Herpratiwi, 2009: 2).
2. Data Hasil Observasi Soft skill pada Indikator Kejujuran
a. Menentukan Rentang
Nilai terbesar = 84
Nilai terkecil = 61
Rentang = 84-61 = 23
b. Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log (n)
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 (1,4771)
= 1 + 4,8745
= 5,8745 (dibulatkan menjadi 6)
c. Menentukan Panjang Kelas
Panjang Kelas =
=
= 3,83 (dibulatkan menjadi 4)
2.1 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Indikator Kejujuran Siswa Kelas
Kontrol
Distribusi frekuensi pada soft skill siswa pada indikator Kejujuran dapat
dilihat dalam tabel berikut.
64
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Kejujuran Pada Kelas Eksperimen
Rentang Skor Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase %
61 – 66 0 0,00
67 – 72 20 66,67
73 – 78 7 23,33
79 – 84 3 10
85 – 90 0 0,00
91 – 96 0 0,00
Jumlah 30 100
Rata-rata 72,60
Standar deviasi 3,81
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Kejujuran di kelas
eksperimen diperoleh skor terendah 61 dan skor tertinggi 84 sehingga
dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor (R) 23, banyak kelas
(BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 4, rata-rata kelas 72,60 dengan
standar deviasi 3,81. Lebih jelasnya, data tersebut dapat disajikan dalam
gambar sebagai berikut.
Gambar 4. Diagram Hasil Observasi Soft skill
Pada Indikator Kejujuran Kelas Eksperimen
0
20
40
60
80
61 - 66 67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 91 - 96
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator kejujuran
Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase (%)
65
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Kejujuran dengan
menerapkan model pembelajaran Open Ended di kelas eksperimen, dari
30 responden diperoleh skor teringgi 84 dan rata-rata kelas sebesar 72,60,
sedangkan soft skill yang paling mendominasi terletak pada rentang skor
antara 66 – 70 yaitu sebesar 66,67%. Berdasarkan hasil observasi soft
skill pada kelas eksperimen memperoleh rata-rata sebesar 72,60,
sedangkan pada kelas kontrol memperoleh rata-rata 70,27. Hal tersebut
membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Open Ended
lebih efektif dalam meningkatkan soft skill siswa pada indikator
Kejujuran karena pada model pembelajaran Open Ended dapat melatih
kejujuran, tanggung jawab serta disiplin siswa.
2.2 Distribusi Frekuensi Soft skill Pada Indikator Kejujuran Siswa Kelas
Kontrol
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Kejujuran dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Kejujuran
Rentang Skor Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase %
61 – 65 7 23,33
66 – 70 10 33,33
71 – 75 13 43,33
76 – 80 0 0,00
81 – 85 0 0,00
86 – 90 0 0,00
Jumlah 30 100
Rata-rata 70,27
Standar deviasi 4,52
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
66
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Kejujuran di kelas
eksperimen diperoleh skor terendah 61 dan skor tertinggi 84 sehingga
dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor (R) 23, banyak kelas
(BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 4, rata-rata kelas 70,27 dengan
standar deviasi 4,52. Lebih jelasnya, data tersebut dapat disajikan dalam
gambar sebagai berikut
Gambar 5. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Kejujuran Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Kejujuran dengan
menerapkan model pembelajaran Probing Promting di kelas kontrol, dari
30 responden diperoleh skor tetinggi 84 dan rata-rata kelas sebesar 70,27,
sedangkan soft skill yang paling mendominasi terletak pada rentang skor
antara 73 – 78 yaitu sebesar 43,33%.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
61 - 66 67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 91 - 96
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator Kejujuran
Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase (%)
67
3. Data Hasil Observasi Soft skill pada Indikator Tanggung Jawab
a. Menentukan Rentang
Nilai Terbesar = 71
Nilai Terkecil = 48
Rentang = 71-48 = 23
b. Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log (n)
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 (1,4771)
= 1 + 4,8745
= 5,8745 (dibulatkan menjadi 6)
c. Menentukan Panjang Kelas
Panjang Kelas =
=
= 3,833 (dibulatkan menjadi 4)
3.1 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Indikator Tanggung Jawab Siswa
Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Tanggung Jawab dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Tanggung Jawab
Rentang Skor Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase %
48 – 52 1 3,33
53 – 57 5 16,67
58 – 62 16 53,33
63 – 67 8 26,67
68 – 72 0 0,00
68
73 – 77 0 0,00
Jumlah 30 100
Rata-rata 62,83
Standar deviasi 4,86
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Kejujuran di kelas
eksperimen diperoleh skor terendah 48 dan skor tertinggi 71 sehingga
dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor (R) 23, banyak kelas
(BK) dan panjang kelas interval (P) 4, rata-rata kelas 62,83 dengan
standar deviasi 4,86. Lebih jelasnya, data tersebut dapat disajikan dalam
gambar sebagai berikut
Gambar 6. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Tanggung Jawab Kelas Eksperimen
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Kejujuran dengan
menerapkan model pembelajaran Open Ended di kelas eksperimen, dari
30 responden diperoleh skor tetinggi 71 dan rata-rata kelas sebesar 62,83,
0
10
20
30
40
50
60
48 - 53 54 - 59 60 - 65 66 - 71 72 - 77 78 - 83
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator Tanggung
Jawab Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase (%)
69
sedangkan soft skill yang paling mendominasi terletak pada rentang skor
antara 60 – 65 yaitu sebesar 53,33%.
3.2 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Indikator Tanggung Jawab Siswa
Kelas Kontrol
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Tanggung Jawab dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Tanggung Jawab
Rentang Skor Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase %
48 – 52 0 0,00
53 – 57 0 0,00
58 – 62 20 66,67
63 – 67 10 33,33
68 – 72 0 0,00
73 – 77 0 0,00
Jumlah 30 100
Rata-rata 65,10
Standar deviasi 3,10
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Tanggung Jawab
di kelas kontrol diperoleh skor terendah 48 dan skor tertinggi 71 sehingga
dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor (R) 23, banyak kelas
(BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 4, rata-rata kelas 65,10 dengan
standar deviasi 3,10. Lebih jelasnya, data tersebut dapat disajikan dalam
gambar sebagai berikut
70
Gambar 7. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Tanggung Jawab Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator Tanggung Jawab
dengan menerapkan model pembelajaran Probing Promting di kelas
Kontrol, dari 30 responden diperoleh skor tetinggi 71 dan rata-rata kelas
sebesar 65,10, sedangkan soft skill yang paling mendominasi terletak
pada rentang skor antara 60 – 65 yaitu sebesar 66,67%. Berdasarkan hasil
observasi soft skill pada kelas kontrol memperoleh rata-rata sebesar
65,10, sedangkan pada kelas eksperimen memperoleh rata-rata sebesar
62,83. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran Probing
Promting lebih efektif dalam meningkatkan soft skill siswa pada
indikator Tanggung Jawab, karena model pembelajaran Probing
Promting merupakan pembelajaran yang dimulai dengan berpikir melalui
bahan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan melalui presentasi, diskusi dan kemudian dibuat
0
10
20
30
40
50
60
70
80
48 - 53 54 - 59 60 - 65 66 -71 72 - 77 78 - 83
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator Tanggung
Jawab Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase (%)
71
laporan. Pada model ini kemandirian siswa dalam berpikir juga dilatih
sehingga akan meminimalisir ketergantungan siswa terhadap siswa yang
lain.
4. Data Hasil Observasi Soft skill pada Indikator Kecakapan
Berkomunikasi
a. Menentukan Rentang
Nilai Terbesar = 50
Nilai Terkecil = 33
Rentang = 50 – 33 = 17
b. Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log (n)
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 (1,4771)
= 1 + 4,8745
= 5,8745 (dibulatkan menjadi 6)
c. Menentukan Panjang Kelas
Panjang Kelas =
=
= 2,833 (dibulatkan menjadi 3)
4.1 Distribusi Frekuensi Soft skill Pada Indikator Kecakapan
Berkomunikasi Siswa Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Kecakapan
Berkomunikasi dapat dilihat dalam tabel berikut.
72
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Kecakapan Berkomunikasi
Rentang Skor Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase %
33 – 35 0 0,00
36 – 38 0 0,00
39 – 41 2 6,67
42 – 44 9 30
45 – 47 8 26,67
48 – 50 11 36,67
Jumlah 30 100
Rata-rata 45,83
Standar deviasi 3,06
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
berkomunikasi di kelas eksperimen diperoleh skor terendah 33 dan skor
tertinggi 50 sehingga dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor
(R) 17, banyak kelas (BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 3, rata-rata
kelas 45,83 dengan standar deviasi 3,06. Lebih jelasnya, data tersebut
dapat disajikan dalam gambar sebagai berikut
Gambar 8. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Kecakapan Berkomunikasi Kelas
Eksperimen
0
5
10
15
20
25
30
35
40
33 - 35 36 - 38 39 - 41 42 - 44 45 - 47 48 - 50
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator
Kecakapan Berkomunikasi Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase (%)
73
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
berkomunikasi dengan menerapkan model pembelajaran Open Endeddi
kelas eksperimen, dari 30 responden diperoleh skor tetinggi 50 dan rata-
rata kelas sebesar 45,83 , sedangkan soft skill yang paling mendominasi
terletak pada rentang skor antara 48 – 50 yaitu sebesar 36,67%.
4.2 Distribusi Frekuensi Soft skill Pada Indikator Kecakapan
Berkomunikasi Siswa Kelas Kontrol
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Kecakapan
Berkomunikasi dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Kecakapan Berkomunikasi
Rentang Skor Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase %
33 – 35 1 3,33
36 – 38 6 20
39 – 41 4 13,33
42 – 44 6 20
45 – 47 5 16,67
48 – 50 8 26,67
Jumlah 30 100
Rata-rata 43,23
Standar deviasi 5,10
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
berkomunikasi di kelas kontrol diperoleh skor terendah 33 dan skor
tertinggi 50 sehingga dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor
(R) 17, banyak kelas (BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 3, rata-rata
kelas 43,23 dengan standar deviasi 5,10. Lebih jelasnya, data tersebut
dapat disajikan dalam gambar sebagai berikut
74
Gambar 9. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Kecakapan Berkomunikasi Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
berkomunikasi dengan menerapkan model pembelajaran Probing
Promting di kelas kontrol, dari 30 responden diperoleh skor tetinggi 50
dan rata-rata kelas sebesar 43,23 , sedangkan soft skill yang paling
mendominasi terletak pada rentang skor antara 48 – 50 yaitu sebesar
26,67%.
5. Data Hasil Observasi Soft skill pada Indikator Kecakapan
Bekerjasama
a. Menentukan Rentang
Nilai Terbesar = 18
Nilai Terkecil = 11
Rentang = 18 – 11 = 7
0
5
10
15
20
25
30
33 - 35 36 - 38 39 - 41 42 - 44 45 - 47 48 - 50
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator
Kecakapan Berkomunikasi Kelas Kontrol
Frekurnsi Persentase (%)
75
b. Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log (n)
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 (1,4771)
= 1 + 4,8745
= 5,8745 (dibulatkan menjadi 6)
c. Menentukan Panjang Kelas
Panjang Kelas =
=
= 1,16 (dibulatkan menjadi 2)
5.1 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Indikator Kecakapan
Bekerjasama Siswa Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Kecakapan
Bekerjasama dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Kecakapan Bekerjasama
Rentang Skor Kelas Eksperimen
Frekuensi Persentase %
11– 12 2 6,67
13 – 14 6 20
15 – 16 12 40
17 – 18 10 33,33
19 – 20 0 0,00
21 – 22 0 0,00
Jumlah 30 100
Rata-rata 15,63
Standar deviasi 1,82
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
76
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
bekerjasama di kelas eksperimen diperoleh skor terendah 11 dan skor
tertinggi 18 sehingga dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor
(R) 7, banyak kelas (BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 1, rata-rata
kelas 15,63 dengan standar deviasi 1,82. Lebih jelasnya, data tersebut
dapat disajikan dalam gambar sebagai berikut
Gambar 10. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Kecakapan Bekerjasama Kelas
Eksperimen
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
bekerjasama dengan menerapkan model pembelajaran Open Ended di
kelas eksperimen, dari 30 responden diperoleh skor tetinggi 18 dan rata-
rata kelas sebesar 15,63, sedangkan soft skill yang paling mendominasi
terletak pada rentang skor antara 15 – 16 yaitu sebesar 40%.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
<12 13 - 14 15 - 16 17 - 18 19 - 20 ≥ 22
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator
Kecakapan Bekerjasama Kelas Eksperimen
Frekuenasi Persentase (%)
77
5.2 Distribusi Frekuensi Soft skill pada Indikator Kecakapan
Bekerjasama Siswa Kelas Kontrol
Distribusi frekuensi soft skill siswa pada indikator Kecakapan
Bekerjasama dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Soft skill pada
Indikator Kecakapan Bekerjasama
Rentang Skor Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase %
11– 12 5 16,67
13 – 14 11 36,67
15 – 16 11 36,67
17 – 18 3 10
19 – 20 0 0,00
21 – 22 0 0,00
Jumlah 30 100
Rata-rata 14,47
Standar deviasi 1,75
Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2018
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
bekerjasama di kelas kontrol diperoleh skor terendah 11 dan skor
tertinggi 18 sehingga dalam distribusi frekuensi diperoleh rentang skor
(R) 7, banyak kelas (BK) 6 dan panjang kelas interval (P) 1, rata-rata
kelas 14,47 dengan standar deviasi 1,75. Lebih jelasnya, data tersebut
dapat disajikan dalam gambar sebagai berikut
78
Gambar 11. Diagram Hasil Observasi Soft skill
pada Indikator Kecakapan Bekerjasama Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil pengamatan soft skill pada indikator kecakapan
bekerjasama dengan menerapkan model pembelajaran Probing Promting
di kelas kontrol, dari 30 responden diperoleh skor tetinggi 18 dan rata-
rata kelas sebesar 14,47, sedangkan soft skill yang paling mendominasi
terletak pada rentang skor antara 13 – 14 dan 15 – 16 yaitu sebesar
36,67%.
C. Pengujian Persyaratan Analisis Data
Uji persyaratan analisis data digunakan adalah statistik inferrensial
dengan teknik statistik parametrik. Penggunaan statistik parametrik ini
mensyaratkan bahwa data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal
dan homogen.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
<12 13 - 14 15 - 16 17 - 18 19 - 20 ≥22
Diagram Hasil Observasi Soft Skill Pada Indikator
Kecakapan Bekerjasama Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase (%)
79
1. Uji Normalitas
Tabel 4.1 Uji Normalitas Data
Rumusan Hipotesis:
Ho : Data berasal dari populasi berdistribusi normal
Ha : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian:
Tolak Ho apabila nilai Asymp. Sig.(2-tailed) < 0.025 berarti
distribusi sampel tidak normal.
Terima Ho apabila nilai Asymp. Sig.(2-tailed) > 0.025 berarti
distribusi sampel adalah normal.
Berdasarkan hasil output statistik diketahui dalam tabel One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test, nilai Asymp.Sig (2-tailed) untuk data Probing Promting sebagai
kelas eksperimen sebesar 0,922 dan Open Ended sebagai kelas pembanding
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
29 30
85,55 76,67
7,028 9,308
,102 ,093
,061 ,093
-,102 -,087
,551 ,512
,922 ,956
N
Mean
Std. Dev iation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
PROBING
PROMTING
OPEN
ENDED
Test distribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
80
sebesar 0,956. Dengan demikian kedua variabel tersebut mempunyai nilai
probabilitas lebih besar dari α (0,025) maka H0 diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut berdistribusi secara normal.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Uji Normalitas
Variabel Sig.
(2-tailed)
Kondisi Keputusan Kesimpulan
PROBING
PROMTING (X1)
0,922 0,922 > 0,025 Terima H0 Normal
OPEN ENDED (X2) 0,956 0,956 > 0,025 Terima H0 Normal
Sumber: Data diolah Tahun 2018
2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas sampel bertujuan untuk mengetahui apakah data
sampel yang diambil dari populasi bervariasi homogen atau tidak. Untuk
melihat homogenitas dari sampel digunakan progaram SPSS
Hasil analisis homogenitas dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai
berikut.
81
Tabel 4.3. Hasil uji homogenitas
Rumusan Hipotesis:
H0 : Soft Skills siswa pada ke dua model pembelajaran tsb adalah homogen.
H1 : Soft Skills siswa pada ke dua model pembelajaran tsb adalah tidak
homogen.
Kriteria Pengujian:
Dalam hal ini berlaku ketentuan, bila harga F hitung lebih kecil atau sama dengan
F tabel (Fh Ft), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ho diterima varians homogens
Rumus yang digunakan:
terkecilVarian
terbesarVarianF
Dari tabel tersebut di atas menunjukkan nilai Varians terbesar adalah 86,644 dan
Varians terkecil adalah 49,399 dengan demikian Fhitung = 86,644: 49,399 = 1,754
sedangkan Ftabel dengan dk pembilang n1 -1= 29-1 = 28 dan dk penyebut n2 -1 =
30 – 1 = 29 dengan α = 0,05 diperoleh 2,77 (hasil intervolasi) dengan demikian
Fhitung < F tabel atau 1,754 < 2,77 maka H0 diterima berarti homogen dengan
demikian telah memenuhi syarat analisis komparatif.
Descriptive Statistics
29 85,55 7,028 49,399
30 76,67 9,308 86,644
29
PROBING PROMTING
OPEN ENDED
Valid N (listwise)
N Mean Std. Dev iation Variance
82
D. Pengujian Hipotesis
1. Perbedaan Soft Skills Siswa Yang Pembelajarannya Menggunakan
Model Probing Promting dan Open Ended pada mata pelajaran IPS
Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2017/2018
Persyaratan dalam pengujian statistik parametrik dalam penelitian ini telah
terpenuhi yaitu bahwa data-data yang dianalisis telah terdistribusi normal
dan homogen. Selanjutnya langkah yang akan dilakukan dalam penelitian
ini adalah menguji hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
digunakan statistik uji beda rata-rata (mean) untuk dua sampel independent
dengan kriteria uji hipotesis sebagai berikut.
Jika nilai sig > (0,05) maka H0 diterima.
Jika nilai sig < (0,05) maka H0 ditolak.
Jika nilai t hitung < t tabel maka terima H0
Jika nilai t hitung > t tabel maka tolak H0
Atau dapat pula menggunakan kriteria uji sebagai berikut.
Jika nilai Sig > (0,05) maka Terima H0
Jika nilai Sig < (0,05) maka Tolak H0.
Hipotesis dalam penelitian ini:
H0 : Tidak ada perbedaan Soft Skills siswa yang pembelajarannya
menggunakan model Probing Promting dan yang pembelajarannya
menggunakan model Open Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu
83
Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2017/2018
H1 : Ada perbedaan Soft Skills siswa yang pembelajarannya menggunakan model
Probing Promting dan yang pembelajarannya menggunakan model Open
Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri
14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018
Hasil analisis pengujian hipotesis disajikan pada tabel Independent Samples
Test dengan tampilan sebagai berikut
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Tidak ada perbedaan Soft Skills siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran Probing Promting dibandingkan
Independent Samples Test
1,223 ,273 4,127 57 ,000 8,885 2,153 4,574 13,196
4,146 54 ,000 8,885 2,143 4,589 13,181
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
SOFT SKILLS
F Sig.
Levene's Test f or
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence Lower Upper
95% Conf idence
Interv al of the
Dif f erence
t-test for Equality of Means
Group Statistics
29 85,55 7,028 1,305
30 76,67 9,308 1,699
MODEL PEMBELAJARAN
PROBING PROMTING
OPEN ENDED
SOFT SKILLS
N Mean Std. Dev iation
Std. Error
Mean
84
menggunakan Open Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas
VII Di SMP Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018
H1 : Ada perbedaan Soft Skills siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran Probing Promting dibandingkan menggunakan Open
Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri
14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018
Hasil analisis dengan SPSS diperoleh t hitung sebesar 4,146 dengan tingkat
signifikansi diperoleh sebesar 0,000.
Berdasarkan daftar ttabel dengan Sig. α 0.05 dan dk = 29 + 30 – 2 = 57,
maka diperoleh 2,0025 dengan demikian thitung > ttabel atau 4,146 >
2,0025, dan nilai sig. 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima yang
menyatakan ; Ada perbedaan Soft Skills siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran Probing Promting dibandingkan
menggunakan Open Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas
VII Di SMP Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018.
2. Pengujian Efektivitas Model
Model Pembelajaran Probing Promting Lebih Efektif dari pada Model Open
Ended dalam Meningkatkan Soft Skills Siswa pada pelajaran IPS Terpadu
Untuk menguji model pembelajaran manakah yang lebih efektif dari model yang
lainnya digunakan modifikasi dari Formula:
85
Dari formula tersebut di modifikasi menjadi:
Kriteria yang digunakan untuk menyatakan pembelajaran mana yang lebih efektif
antara model Probing Preomting dan model Open Ended sebagai berikut.
1) Apabila efektivitas > 1 maka terdapat perbedaan efektivitas di mana
pembelajaran Probing Promting dinyatakan lebih efektif daripada
pembelajaran Open Ended
2) Apabila efektivitas = 1 maka tidak terdapat perbedaan efektivitas antara
pembelajaran Probing Promting dan Open Ended
3) Apabila efektivitas < 1 maka terdapat perbedaan efektivitas
pembelajaran Open Ended dinyatakan lebih efektif daripada
pembelajaran pembelajaran Probing Promting.
Rumusan Hipotesis:
H0 : Model pembelajaran Open Ended lebih efektif dibandingkan dengan model
Probing Promting dalam meningkatkan Soft Skills siswa pada mata
pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018
H1 : Model pembelajaran Probing Promting lebih efektif dibandingkan dengan
model Open Ended dalam meningkatkan Soft Skills siswa pada mata
pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018
86
Berdasarkan rumus efektivitas tersebut, maka hasil perhitungan uji efektivitas
dapat dilakukan sbb.
Efektifitas =
= 1,1158
Dari perhitungan di atas hasilnya adalah 1,1158 > 1 yang artinya penggunaan
model Probing Promting lebih efektif digunakan untuk meningkatkan Soft Skill
siswa pada pembelajaran IPS Terpadu dari pada model pembelajaran Open
Ended, hal ini juga diperkuat dari hasil SPSS sbb:
Dari hasil SPSS tersebut diperoleh rata-rata nilai Soft Skills dengan
menggunakan model Probing Promting diperoleh sebesar 85,55 dan Open
Ended sebesar 76,67. Jadi rata-rata nilai Probing Promting > Open Ended atau
85,55 > 76,67 berarti “Rerata nilai Soft Skills siswa dengan model Probing
Promting lebih efektif dari pada model Open Ended pada pembelajaran IPS
Terpadu di Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2017/2018.
Group Statistics
29 85,55 7,028 1,305
30 76,67 9,308 1,699
MODEL PEMBELAJARAN
PROBING PROMTING
OPEN ENDED
SOFT SKILLS
N Mean Std. Dev iation
Std. Error
Mean
87
E. Pembahasan
1. Perbedaan Antara Soft Skill Siswa Yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Open Ended
Dibandingkan Dengan Yang Pembelajarannya Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Promting Pada Mata
Pelajaran IPS Terpadu.
Hasil analisis dengan SPSS diperoleh t hitung sebesar 4,146 dengan tingkat
signifikansi diperoleh sebesar 0,000.
Ada perbedaan Soft Skills siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran Probing Promting dibandingkan menggunakan Open
Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VII Di SMP Negeri
14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018.
Kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan
bersama. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif dalam
pendidikan adalah falsafah homo socius, yang menekankan bahwa
manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup. Pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil, saling membantu dan memahami materi, menyelesaikan tugas atau
kegiatan lain agar semua mencapai hasil belajar yang tinggi. Ada beberapa
tipe pembelajaran kooperatif, diantaranya tipe Open Ended dan Probing
Promting. Kedua model kooperatif tersebut memiliki langkah- langkah
yang berbeda namun tetap satu jalur yaitu pembelajaran secara kelompok
yang berpusat pada siswa (student centered) dan guru hanya sebagai
fasilitator.
88
Shoimin (2014: 104) pembelajaran dengan masalah terbuka artinya
pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan
berbagai cara dan solusinya juga bisa beragam. Pembelajaran ini melatih
dan menumbuhkan kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-
interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk
berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang
bervariasi dalam memperoleh jawabannya dan mengetahui proses
mencapai jawaban tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan langkah langkah sebagai berikut :
a) siswa membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang tiap kelompok.
b) siswa mendapatkan pertanyaan Open ended Problems.
c) siswa berdiskusi bersama kelompoknya masing-masing mengenai
penyelesaian dari pertanyaan Open Ended Problems yang telah diberikan
oleh guru.
d) setiap kelompok siswa melalui perwakilannya, mengemukakan
pendapat atau solusi yang ditawarkan kelompoknya secara bergantian.
e) siswa atau kelompok kemudian menganalisis jawaban-jawaban yang
telah dikemukakan, mana yang benar dan mana yang lebih efektif.
f) Kegiatan Akhir, yaitu siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari,
dan kemudian kesimpulan tersebut disempurnakan oleh guru.
Model pembelajaran Kooperatif tipe Probing Promting lebih menekankan
probing adalah penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah
mendorong atau menuntun.
Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan
menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan
tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari (Suherman, 2008:6). Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-
prinsip dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian
pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui
tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan
dengan prompting adalah sebagai berikut:
89
1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan
memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung
permasalahan.
2. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
3. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
4. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
5. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain
tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat
dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut
mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang
tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian
jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir
pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai
dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada
langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda
agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.
7. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih
menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah dipahami
oleh seluruh siswa.
Fika Putri Kadarningtyas (2015) yang berjudul “Pengaruh softskills dan
ekstrakulikuler komputer terhadap hasil belajar mata pelajaran
keterampilan komputer dan pengelolaan informasi” yang menunjukkan
bahwa ada peningkatan secara signifikan soft skill siswa yang
ditunjukan oleh nilai koefisien determasi yaitu 72.2%.
2. Model Pembelajaran Probing Promting lebih efektif dari pada model
pembelajaran Open Ended dalam Meningkatkan Soft Skill siswa pada
mata pelajaran IPS Terpadu Siswa kelas VII SMP Negeri 14 Bandar
Lampung
Dari hasil SPSS tersebut diperoleh rata-rata nilai Soft Skills dengan
menggunakan model Probing Promting diperoleh sebesar 85,55 dan
Open Ended sebesar 76,67. Jadi rata-rata nilai Probing Promting > Open
90
Ended atau 85,55 > 76,67 berarti “Rerata nilai Soft Skills siswa dengan
model Probing Promting lebih efektif dari pada model Open Ended pada
pembelajaran IPS Terpadu di Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 14 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018.
Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa
dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari
(Suherman, 2008:6).
Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi
pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini
disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang
bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang
bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban
berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman dkk, 2001:160).
Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih
mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju.
Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta
didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran
probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir
dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta
aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan
91
sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai
pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001:55).
Haryanto (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting untuk meningkatkan
keaktifan peserta didik” yang menunjukkan bahwa Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting dapat meningkatkan
keaktifan peserta didik sebanyak 50% dengan rincian pada pra siklus siswa
yang aktif sebanyak 28% meningkat menjadi 53% pada siklus I, dan
meningkat menjadi 78% pada siklus II.
92
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan rata-rata Soft skill antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Probing Promting
dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Open Ended pada mata pelajaran IPS Terpadu. Perbedaan Soft skill siswa
dapat terjadi karena adanya penggunaan model pembelajaran yang berbeda
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Model Pembelajaran Probing Promting Lebih efektif dari pada model
Open Ended dalam meningkatkan Soft Skill Siswa di kelas VII SMP
Negeri 14 Bandar Lampung.
93
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dalam melaksanakan pembelajaran IPS Terpadu dapat menggunakan
model pembelajaran kooperatif seperti model pembelajaran Open Ended
dan Probing Promting khususnya untuk meningkatkan Soft skill siswa.
2. Untuk meningkatkan Soft skill siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu
dapat menggunakan model pembelajaran Probing Promting karena model
pembelajaran Probing Promting lebih efektif dibandingkan dengan model
Open Ended.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanti. Rika. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Berorentasi OpenEnded Problem Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa pada MataPelajaran Matematika Kelas IV SD Negeri 8 Bandar Anyar. Skripsi. JurusanPendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Ganesha.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta:Bumi Aksara.
Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Casmini. 2007. Emotional Parenting. Yogyakarta: P_idea.
Elfindri, et al. 2010.Soft Skills untuk Pendidik. t.k.: Baduose Media.
Fani Setiani, Rasto. 2016. Mengembangkan Soft Skill Siswa Melalui ProsesPembelajaran. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 1(1),170- 176.http://ejournal.upi.edu/index.php/jpmanper),
Goleman, Daniel. 2016. Emotional Intelligennce. Jakarta. PT Gramedia PustakaUtama.
Hartika, Yeni. 2016. Perbandingan Soft Skill antara siswa yang pembelajarannyamenggunakan model Tipe Jigsaw II, Team Assisted Individualization dan TariBambu Pada Mata pelajaran IPS Terpadu. Skripsi. Universitas Lampung
Haryanto 2015. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe probing promptinguntuk meningkatkan keaktifan peserta didik. Skripsi. UIN
Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:PustakaPelajar.
Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta :Erlangga
Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press
Isjoni, H. 2011. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan KecerdasanKomunikasi Antara Peserta Didik. Yogyakarta: PustakaPelajar
Muqowim. 2012. Pengembangan Soft Skill Guru.Yogyakarta: Pedagogja.
Riyanto, Yatim. 2010. “Paradigma Baru Pembalajaran”: Sebagai Referensi BagiPendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif DanBerkualitas. Jakarta: Kencana prenada media grup.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.Rusman, Teddy. 2013. Modul Statistik Ekonomi. Bandarlampung.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Sarimaya 2013. Peningkatan soft skill siswa SMP dalam pembelajaran IPS melaluipengembangan model pembelajaran kooperatif. Skripsi. UNJ
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sutirman. 2013. Media dan Model-Model Pembelajaran Inovatif.Yogyakarta. Graha Ilmu
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning: Analisis ModelPembelajaran IPS. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: KencanaPrenada Media Group
Sudarti, T. (2008). Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMPAntara yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui Teknik Probingdengan Metode Ekspositori. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPIBandung: tidak diterbitkan.
Sarimaya 2013. Peningkatan soft skill siswa SMP dalam pembelajaran IPSmelalui pengembangan model pembelajaran kooperatif. Skripsi. UNJ
Sucipta, I. N. 2009. Holistik Soft Skills. Denpasar: Udayana University Press.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem PendidikanNasional. Sinar grafika: Jakarta.
http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/LPMPTBUKUDIKTI/BUKU%20SOFTSKILL.pdf, diunduh.pada,pkl10.00,senin.14-12-2015
http://nataliasabatani.blogspot.com/2015/07/hubungan-pola-asuh-orangtua-
terhadap.html. pkl 01.00, sabtu. 13 agustus 2016
top related